bab i - web fh unram · web viewbuku, makalah dan artikel muhadar. perlindungan saksi dan korban...

21
i JURNAL ILMIAH WEWENANG LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Untuk Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat S-1 Pada Program Studi Ilmu Hukum Oleh : MOH. ALAMSYAH D1A 012298

Upload: others

Post on 16-Jan-2020

37 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

JURNAL ILMIAH

WEWENANG LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN

SAKSI DAN KORBAN

Untuk Memenuhi Persyaratan Untuk

Mencapai Derajat S-1 Pada Program Studi Ilmu Hukum

Oleh :

MOH. ALAMSYAHD1A 012298

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS MATARAM

MATARAM2018

ii

WEWENANG LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN

SAKSI DAN KORBAN

Oleh :

MOH. ALAMSYAHD1A 012298

Menyetujui,

Pembimbing Pertama,

Dr. H. Lalu Parman, SH.M.HumNIP. 19590828 198703 1 002

iii

WEWENANG LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN

SAKSI DAN KORBAN

MOH. ALAMSYAHD1A 012298

Fakultas Hukum Universitas Mataram ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wewenang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam melindungi saksi dan korban di Indonesia, setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Wewenang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam melindungi saksi dan korban di Indonesia, setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yaitu: a) Menerima permohonan saksi dan /atau Korban untuk perlindungan, b) Memberikan keputusan pemberian perlindungan Saksi dan/atauy Korban.Kata kunci : Wewenang, LPSK, Saksi dan Korban Undang-Undang Nomor 31 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006THE WITNESSES OF WITNESS AND WITNESS COVER (LPSK) IN THE

LAW NUMBER 31 YEAR 2014 CONCERNING AMENDMENTTO THE LAW NUMBER 13 OF 2006 CONCERNING

WITNESS AND WITNESS COVERAGEABSTRACT

As an institution born with the primary duty of providing protection to witnesses and victims, the Witness and Victim Protection Agency has shown a track record, which is still small, but has been thumbs up from various parties. Some protections are made against witnesses and victims in serious cases, from which the protection then contributes to enforcing the law to achieve justice. However, in the arrangement, the presence of Witness and Victim Protection Agency is still not maximized. If traced back, the reality of duty and authority of Witness and Victim Protection Agency in Witness and Victim Protection Act is not specified. The problems in this thesis are How is the authority of Witness and Victim Protection Institution in protecting witness and victim in Indonesia after the enactment of Law Number 31 Year 2014 on the Amendment of Law Number 13 Year 2006 regarding Witness and Victim Protection : Key words :Authority, LPSK, Witness and Victim of Law Number 31 Year 2014

About Amendment to Law Number 13 Year 2006

iv

I. PENDAHULUAN

Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik mempunyai peran penting

dalam tata hukum dan bernegara. Aturan-aturan dalam hukum pidana mengatur agar

munculnya sebuah keadaan masyarakat yang harmonis serta menciptakan sebuah tata

sosial yang damai sesuai dengan kebutuhan masyarakat1

Berlakunya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban,

kemudian dinilai sebagai suatu terobosan yang diharapkan mampu menutupi

kelemahan-kelemahan sistem hukum Indonesia dengan terabaikannya elemen-elemen

saksi dan korban dalam sistem peradilan pidana sebagaimana KUHAP lebih banyak

mengatur hak-hak tersangka atau terdakwa saja untuk mendapat perlindungan dari

berbagai kemungkinan terjadinya pelanggaran hak asasi manusiaan2

Dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan

Korban, diatur pula tentang sebuah lembaga yang bertanggung jawab untuk

menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban, yang

dinamakan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). LPSK bertugas dan

berwenang untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban.

Sebagai lembaga yang lahir dengan tugas utama memberikan perlindungan

terhadap saksi dan korban, LPSK telah menunjukkan rekam jejak, yang walau masih

1 Muhadar, Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana, PMN, Surabaya, 2010, hlm. 165

2 Mal Thes Zumara, Fungsi LPSK dalam Kasus Pelanggaran HAM Dikaitkan dengan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Repository UNAND, diakses dari http://repository.unand.ac.id/17037/1/ pada tanggal 5 Januari 2017, pukul 18.00

v

sedikit, namun telah diacungi jempol dari berbagai pihak. Beberapa perlindungan

dilakukan terhadap saksi dan korban dalam kasus-kasus serius, perlindungan itu

kemudian turut andil dalam menegakkan hukum demi mencapai keadilan.

Berdasarkan permasalahan di atas, penyusun kemudian mengkaji wewenang

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban berdasarkan Undang-Undang Nomor 31

Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

Perlindungan Saksi dan Korban, kemudian mengangkatnya kedalam bentuk tugas

akhir dengan judul “Wewenang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

(LPSK) Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan

Korban”.

vi

II. PEMBAHASAN

Wewenang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam

melindungi saksi dan korban di Indonesia, setelah berlakunya Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban adalah lembaga yang bertugas dan

berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan/atau

korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang itu. (Pasal 1 ayat 3 Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban).

Kewenangan LPSK berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi dan Korban, yaitu:

Menerima permohonan Saksi dan /atau Korban untuk perlindungan (Pasal 29).

Tugas perlindungan yang harus diberikan LPSK terhadap saksi dan korban

adalah didasarkan pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Perlindungan terhadap saksi dan korban sangat erat kaitannya dengan perlindungan

terhadap hak-hak asasi manusia. Sehingga dalam hal ini LPSK menjaga agar hak-hak

dari saksi dan korban tidak dilanggar selama proses peradilan pidana berlangsung.

vii

Hal ini menunjukkan adanya penghargaan atas harkat dan martabat manusia itu

sendiri.

Memberikan keputusan pemberian perlindungan Saksi dan/atau Korban (Pasal

29).

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merupakan lembaga mandiri

yaitu lembaga yang independent tanpa adanya campur tangan dari pihak manapun,

lembaga yang berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia yang mempunyai

perwakilan di daerah sesuai dengan keperluan. LPSK sendiri bertugas dan berwenang

memberikan perlindungan hak-hak lain kepada saksi dan/atau korban sebagaiamana

diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, dimana LPSK

ditujukan untuk memperjuangkan diakomodasinya hak-hak saksi dan korban dalam

proses peradilan pidana.

Memberikan perlindungan kepada Saksi dan/atau Korban

Tugas perlindungan yang harus diberikan LPSK terhadap saksi dan korban ini

adalah didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi

dan Korban. Perlindungan terhadap saksi dan korban sangat erat kaitannya dengan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Sehingga dalam hal ini LPSK menjaga

agar hak-hak dari korban tidak dilanggar selama proses peradilan pidana berlangsung.

Menghentikan program perlindungan Saksi dan/atau Korban (Pasal 32)

Pemberian perlindungan sebagai bentuk pelayanan terhadap saksi dan korban

dari LPSK tidaklah serta merta begitu saja dapat berlaku selama-lamanya, akan tetapi

viii

hanya sampai pada waktu atau keadaan tertentu saja. Pasal 32 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan bahwa

perlindungan atas keamanan saksi dan/atau korban hanya dapat dihentikan.

Mengajukan ke pengadilan (berdasarkan keinginankorban) berupa hak atas

kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan hak

atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggungjawab pelaku tindak

pidana (Pasal 7).

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai lembaga yang

bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada

korban bertugas sebagai perantara untuk mengajukan hak atas kompensasi dalam

kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan hak atas restitusi ke pengadilan

sebagaimana yang diinginkan oleh saksi dan korban.

Menerima permintaan tertulis dari korban ataupun orang yang mewakili

korban untuk bantuan (Pasal 33 dan 34).

Sebelum saksi dan korban bisa mendapatkan perlindungan hukum dari LPSK,

mereka harus melewati beberapa prosedur yang telah ditetapkan oleh LPSK

disamping mereka harus memenuhi persyaratan untuk mendapat perlindungan dari

LPSK ini seperti yang telah dijelaskan dalam pasal 28 sampai dengan pasal 36

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Proses Pemberian

Perlindungan Bagi Saksi dan/atau Korban.

ix

Menentukan kelayakan, jangka waktu dan besaran baiaya yang diperlukan

diberikannya bantuan kepada Saksi dan/atau Korban (Pasal 34).

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

mengamanatkan pembentukan sebuah lembaga yang bernama LPSK, munculnya

lembaga baru ini tidak menutup kemungkinan terjadi kelemahan kelemahan baik dari

sisi tugas dan wewenang maupun yang berkaitan dengan tanggungjawabnya.

Bekerja sama dengan instansi terkait yang berwenag dalam melaksanakan

pemberian perlindungan dan bantuan (Pasal 39)3

Untuk memenuhi potensi dan kemampuan kapasitas kelembagaan LPSK dalam

proses maupun jalinan kerjasama, agar bentuk kerjasama LPSK dengan berbagai

pihak ditentukan dengan memperhatikan hak dan kewajiban, norma aturan yang

berlaku, serta manfaat kerjasama kelembagaan (out sourching).

Bentuk perlindungan hukum yang diberikan Lembaga Perlindungan Saksi dan

Korban (LPSK) Terhadap Saksi dan Korban setelah berlakunya Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,

secara teoritis, bentuk perlindungan terhadap korban kejahatan dapat diberikan dalam

berbagai cara, bergantung pada penderitaan/kerugian yang diderita oleh korban.

3 Ibid, hlm. 54

x

Dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

ada beberapa bentuk perlindungan terhadap korban kejahatan yang lazim diberikan,

antara lain sebagai berikut: 1) Pemberian Restitusi dan Kompensasi, pengertian

restitusi dan kompensasi merupakan istilah yang dalam penggunaannya sering dapat

dipertukarkan (interchangeable). Namun, dalam penerapannya perbedaan antara

kedua istilah itu adalah kompensasi merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh

negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang

menjadi tanggung jawabnya kepada korban atau keluarganya, 2) Konseling, Pada

umumnya perlindungan ini diberikan kepada korban sebagai akibat munculnya

dampak negatif yang sifatnya psikis dari suatu tindak pidana. Pemberian bantuan

dalam bentuk konseling sangat cocok diberikan kepada korban kejahatan yang

menyisakan trauma berkepanjangan, seperti pada kasus-kasus menyangkut

kesusilaan, dan 3) Pelayanan/Bantuan Medis, diberikan kepada korban yang

menderita secara medis akibat suatu tindak pidana. Pelayanan medis yang dimaksud

dapat berupa pemeriksaan kesehatan dan laporan tertulis juga termasuk melakukan

kepengurusan dalam hal korban meninggal dunia misalnya hinngga pengurusan

jenazah hingga pemakaman, dan 4) Bantuan Hukum, Pemberian bantuan hukum

terhadap korban kejahatan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 5 huruf n Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, bahwa saksi dan korban berhak

untuk mendapatkan nasihat hukum apabila diperlukan.

xi

III.

xii

PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut : 1) Wewenang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam

melindungi saksi dan korban di Indonesia, setelah berlakunya Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yaitu: a) Menerima permohonan saksi

dan /atau Korban untuk perlindungan, b) Memberikan keputusan pemberian

perlindungan Saksi dan/atauy Korban, c) Memberikan perlindungan kepada Saksi

dan/atau Korban, 2) Bentuk perlindungan hukum yang diberikan Lembaga

Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Terhadap Saksi dan Korban setelah

berlakunya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban

meliputi a) Pemberian Restitusi dan Kompensasi, b) Konseling, c) Pelayanan/Bantuan

Medis, dan d) Bantuan Hukum.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarakan sebagai berikut: 1)

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diupayakan memperluas

wewenang dalam melindungi saksi dan korban, sehingga tidak berbenturan dengan

lembaga-lembaga hukum lainnya, 2) Sebaiknya Lembaga Perlindungan Saksi dan

Korban (LPSK) memperkuat lagi peraturan-peraturan mengenai perlindungan

xiii

terhadap saksi dan korban, sehingga saksi dan korban mendapatkan perlindungan dan

hak-hak yang maksimal diperoleh dalam proses-proses peradilan di Indonesia.

xiv

DAFTAR PUSTAKA

Buku, Makalah dan Artikel

Muhadar. Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana. PMN, Surabaya, 2010.

Zumara, Mal Thes. Fungsi LPSK dalam Kasus Pelanggaran HAM Dikaitkan dengan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Repository UNAND, diakses dari http://repository.unand.ac.id/17037/1/ pada tanggal 5 Januari 2017, pukul 18.00

Peraturan Undang-Undang

Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).

Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Indonesia, Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentangPerubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Indonesia, Undang-Undang Nomer 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban