bab i-v
TRANSCRIPT
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perumahan dan permukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia, juga mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam perannya sebagai pusat
pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitas generasi yang akan
datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat
dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat,
antara lain melalui pemenuhan kebutuhan papannya. Dengan demikian upaya
menempatkan bidang perumahan dan permukiman sebagai salah satu sektor prioritas
dalam pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya adalah sangat strategis.
Perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara
Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) bahwa: setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 39
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 40 menegaskan bahwa setiap orang berhak
untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.
Sebagai hak dasar yang fundamental dan sekaligus menjadi prasyarat bagi setiap
orang untuk bertahan hidup dan menikmati kehidupan yang bermartabat, damai, aman
dan nyaman maka penyediaan perumahan dan permukiman yang memenuhi prinsip-
prinsip layak dan terjangkau bagi semua orang telah menjadi komitmen global
sebagaimana dituangkan dalam Habitat Agenda (The Habitat Agenda, Istanbul
Declaration on Human Settlements) dan Undang Undang No. 1 tahun 2011. Untuk itu,
Pemerintah bertanggung jawab untuk membantu masyarakat agar dapat bertempat
tinggal serta melindungi dan meningkatkan kualitas permukiman dan lingkungannya.
Persoalan perumahan dan permukiman di Indonesia sesungguhnya tidak terlepas
dari dinamika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat maupun kebijakan pemerintah di
dalam mengelola perumahan dan permukiman.Dari pernyataan-pernyataan di atas, untuk
mengetahui sejauh mana implementasi kebijakan-kebijakan tersebut, maka perlu
dilakukan identifikasi perwujudan Habitat Agenda dan UU No. 1 tahun 2011. Identifikasi
ini mengambil objek studi Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng, Surabaya
Pusat.
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 2
1.2. Tujuan dan Sasaran Penulisan
Penulisan paper ini secara umum bertujuan untuk mengetahui penerapan kebijakan
Habitat Agenda dan UU No. 1 tahun 2011 dalam perkembangan permukiman di Kelurahan
Embong Kaliasin. Adapun sasaran penulisan yang ingin dicapai, yaitu :
1. Memberikan gambaran umum eksisting permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin,
Kecamatan Genteng
2. Memberikan review perwujudan habitat agenda dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dalam perkembangan permukiman di
Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng
3. Mengidentifikasi permasalahan perwujudan habitat agenda dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dalam perkembangan
permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng
4. Mengevaluasi perwujudan habitat agenda dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
Tentang Perumahan dan Permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan
Genteng
1.3 Manfaat Penulisan
Diharapkan beberapa manfaat dari penyusunan paper ini adalah :
1. Menambah wacana dan informasi mengenai kondisi permukiman di Kelurahan
Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng
2. Menambah wacana dan informasi mengenai penerapan habitat agenda dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman
dalam perkembangan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan
Genteng
1.4 Sistematika Penulisan
Adapun penyusunan makalah ini akan dibahas sesuai dengan sistematika
pembahasan yang disajikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, maksud dan tujuan pembuatan tugas, serta
sistematika pelaporan dalam mengidentifikasi perwujudan habitat agenda dan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dalam
perkembangan permukiman.
BAB II REVIEW LITERATUR, PERATURAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM
Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan judul paper terdiri
atas review Habitat Agenda/ United Nations Human Settlements Programme (UN-Habitat)
dan review Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman.
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 3
BAB III GAMBARAN UMUM PERMUKIMAN
Bab ini mendeskripsikan kondisi eksiting keadaan permukiman. Deskripsi dapat
berasal dari pengamatan secara langsung melalui survey lapangan dan survey literature.
BAB IV PERMASALAHAN DAN KAJIAN KRITIS
Bab ini berisi identifikasi permasalahan permukiman menurut Habitat Agenda dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dan analisis
terkait permasalahan yang terjadi. Analisis yang dilakukan menyangkut perbandingan
antara kondisi lapangan dan standar yang berlaku dalam Habitat Agenda dan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman.
BAB V KESIMPULAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari analisis. Bab ini juga berisi
saran dan masukan untuk menembah dan memperbaiki kondisi yang ada agar sesuai
dengan standardisasi peraturan yang ada.
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 4
BAB II
REVIEW LITERATUR, PERATURAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM
2.1 Review Literatur
Banyak kota masih belum mampu menangani kebutuhan dan tuntutan penduduk
dan tidak siap dengan meningkatnya jumlah penduduk yang begitu pesat, yang akan
membawa dampak pada kebutuhan perumahan, infastruktur, penggunaan energi, jasa
pelayanan, kapasitas institusi, sumberdaya dan kebijakan perkotaan. Bila kota tidak dapat
menampung pertumbuhan tersebut maka dikhawatirkan akan terjadi urbanisasi
kemiskinan. Di samping itu bagaimana kita hidup sehari-hari akan berdampak pada
lingkungan dan kapasitasnya untuk mendukung kehidupan sekarang maupun di masa
mendatang.
Hal-hal ini menjadi kekhawatiran para pemimpin dunia dalam Konferensi Kota tahun
1996 di Istanbul, Turki (dikenal sebagai Habitat II). Dua tema yang diangkat dalam
Habitat II dan juga menjadi tujuan dari Habitat Agenda adalah ‘Hunian yang Layak bagi
Semua’ (Adequate Shelter for All) dan ‘Permukiman yang Berkelanjutan dalam Dunia yang
Semakin Mengkota’ (Sustainable Human Settlements in an Urbanizing World). Hunian
yang layak penting untuk kesejahteraan manusia, baik dari segi fisik, fisiologis, sosial dan
ekonomi. Sementara pembangunan berkelanjutan membutuhkan pembangunan sosial-
ekonomi dan perlindungan lingkungan.
Habitat Agenda adalah aksi global dan kerangka kerja yang diharapkan dapat
mendorong masyarakat dunia untuk bertanggung-jawab dalam mempromosikan dan
menciptakan permukiman yang berkelanjutan (UN Habitat-1996). Dengan mengadopsi
Habitat Agenda, maka setiap negara juga mengadopsi kedua tema yang menjadi tujuan
Habitat Agenda, serta mempunyai komitmen untuk melaksanakan Habitat Agenda dalam
rangka mencapai kedua tujuan tersebut. Hal ini menurut Konferensi Habitat II, sangat
tergantung pada kemitraan antara berbagai pemangku kepentingan, antar negara
maupun di dalam negara masing-masing, baik antar pemerintah, LSM, swasta, organisasi
masyarakat dan individu. Kemitraan dapat membantu penggalangan sumberdaya,
berbagai pengetahuan, praktek-praktek terbaik dari berbagai kota serta kemungkinan
untuk berbagi peran dan saling membantu dalam mengatasi berbagai persoalan. Ada 7
komitmen utama dalam Habitat Agenda. Dua komitmen pertama terkait langsung dengan
tema atau tujuan Agenda Habitat yaitu: 1) hunian yang layak bagi semua (adequate
shelter for all), 2) permukiman yang berkelanjutan (sustainable human settlements atau
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 5
sekarang disebut sebagai sustainable urbanization). Sedangkan 5 komitmen lain terkait
dengan pelaksanaan Habitat Agenda: 3) pemberdayaan dan peran serta, 4) kesetaraan
gender, 5) pembiayaan hunian dan permukiman 6) kerjasama internasional dan 7)
monitoring dan evaluasi pencapaian.
Program Utama yang dijalankan sesuai dengan Habitat Agenda yaitu:
A. Hunian yang layak bagi semua (adequate shelter for all)
B. Permukiman yang berkelanjutan dalam dunia yang semakin mengkota
(Sustainable Human Settlements in an Urbanizing World)
C. Pembangunan kapasitas serta pengembangan kelembagaan
Program-program tersebut yang menjadi acuan bagi Kebijakan dan Strategi
Nasional Perumahan dan Permukiman. Berikut adalah penjabaran dari ketiga program
utama yang dijalankan sesuai Habitat Agenda:
A. Hunian yang layak bagi semua (adequate shelter for all)
Program mengenai hunian yang layak bagi semua (adequate shelter for all)
bertujuan untuk mencapai tempat tinggal yang memadai untuk semua, terutama
perkotaan dan perdesaan melalui pendekatan yang memungkinkan untuk
pengembangan dan perbaikan tempat tinggal yang ramah lingkungan.
Tempat tinggal yang memadai berarti lebih dari atap di atas kepala. Ini
juga berarti privasi yang memadai; ruang yang memadai; aksesibilitas fisik;
keamanan yang memadai, keamanan kepemilikan; stabilitas struktural dan daya
tahan; pencahayaan yang cukup, pemanasan dan ventilasi; infrastruktur dasar
yang memadai, seperti fasilitas air minum, sanitasi dan limbah-manajemen; cocok
lingkungan kualitas dan kesehatan yang berhubungan dengan faktor; dan lokasi
yang memadai dan dapat diakses sehubungan dengan pekerjaan dan fasilitas
dasar: semua yang harus tersedia dengan biaya terjangkau (UN Habitat-1996).
Kecukupan harus ditentukan bersama masyarakat bersangkutan, mengingat
prospek untuk pengembangan bertahap. Kecukupan sering bervariasi dari satu
negara ke negara, karena tergantung pada faktor budaya, sosial, lingkungan dan
ekonomi tertentu. Faktor spesifik gender dan usia tertentu, seperti paparan anak-
anak dan perempuan untuk zat beracun, harus dipertimbangkan. dalam konteks
ini.
Menurut definisi UN-Habitat, hunian yang layak bagi semua (adequate
shelter for all) adalah hunian yang memenuhi indikator-indikator berikut:
1. Rumah yang kokoh, yang dapat melindungi penghuninya dari kondisi cuaca
yang ekstrim
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 6
2. Ruang huni yang cukup, yang berarti tidak lebih dari 3 orang menghuni 1
ruang bersama
3. Akses yang mudah ke air bersih (aman) dalam jumlah yang cukup dan harga
yang terjangkau,
4. Akses ke sanitasi yang memadai, dalam bentuk toilet pribadi atau MCK
bersama
5. Kepastian atau rasa aman bermukim (secure tenure), yang dapat melindungi
penghuninya dari penggusuran paksa.
Rumah Layak didefiniskan lebih baik meliputi kelayakan privacy, kelayakan
ruang, kelayakan sekuriti, kelayakan penerangan dan ventilasi, kelayakan PSD dan
kedekatannya pada berbagai sarana dasar, semua dalam batas keterjangauan
mencapainya. ECOSOC PBB pada keputusan Sidang Umum PBB no. 4 tahun 1991
lebih lanjut yakin bahwa aspek-aspek kelayakan rumah berikut ini perlu
diperhatikan yaitu:
Jaminan kepemilikan yang dilindungi hukum
Ketersediaan service, bahan, fasilitas dan prasarana
Kemampuan beli dari masyarakat
Layak huni atau habitable
Dapat diakses oleh siapa saja
Lokasinya yang mendukung bagi kehidupan
Kelayakan budaya, termasuk menjalankan keyakinan yang luas
B. Permukiman yang berkelanjutan dalam dunia yang semakin mengkota
(Sustainable Human Settlements in an Urbanizing World)
Rumah dapat berperan sebagai wadah kehidupan yang mendorong
tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan, oleh karena itu pembangunan
perumahan dan permukiman harus bersifat berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan, dalam arti memadukan, menyerasikan dan memperhatikan aspek
ekonomi, sosial dan ekologi (kelestarian lingkungan hidup) sehingga dapat
memenuhi kebutuhan tidak hanya masa kini tetapi juga masa yang akan datang.
Hal ini sesuai dengan hasil Agenda 21 (The Habitat Agenda) di Rio Janeiro yang
menyatakan bahwa pembangunan perumahan dan permukiman di prioritaskan
untuk pembangunan perumahan yang layak bagi semua (adequate housing for all)
dan berkelanjutan di seluruh kota di dunia (sustainable human settlements
development in an urbanizing world) (Kuswartojo dan Salim, 1997: 31).
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 7
Permukiman yang berkelanjutan (sustainable human settlements)
menggabungkan pengembangan ekonomi pembangunan, sosial dan perlindungan
lingkungan, dengan menghormati sepenuhnya hak asasi manusia dan kebebasan
dasar, termasuk hak untuk membangun, dan menawarkan cara untuk mencapai
dunia stabilitas yang lebih besar dan perdamaian, dibangun di atas visi etis dan
spiritual. Demokrasi, penghormatan terhadap hak asasi manusia, transparan
pemerintah, representatif dan akuntabel dan administrasi di semua sektor
masyarakat, sebagai serta partisipasi efektif oleh masyarakat sipil, sangat
diperlukan dasar bagi realisasi pembangunan berkelanjutan. Kurangnya
pengembangan dan keberadaan kemiskinan yang luas bisa menghambat
kenikmatan penuh dan efektif dari hak asasi manusia dan merusak demokrasi
yang rapuh dan populer partisipasi.
Kualitas perumahan yang layak huni dan terjangkau secara ideal perlu
didukung dengan kualitas lingkungan permukiman yang lebih luas sebagai satu
kesatuan hunian yang tidak terpisahkan guna mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kualitas permukiman di
perkotaan dan perdesaan diupayakan sedemikian rupa sehingga dapat membantu
mengatasi urbanisasi, mendorong pertumbuhan wilayah, mendukung
kesalingterkaitan kawasan perkotaan dan perdesaan secara baik, yang sekaligus
dapat mewujudkan permukiman di perdesaan yang mendukung perwujudan
kawasan perdesaan secara keseluruhan dan berkelanjutan. Pembangunan sosial,
ekonomi dan lingkungan secara menyeluruh akan dapat berlangsung lebih efektif
apabila terwadahi di dalam permukiman yang sehat secara fisik, emosional, dan
spiritual; yang aman dari segi keselamatan dan kepentingan publik; yang harmonis
sebagai satuan permukiman yang utuh dan kualitas hubungannya dengan fungsi-
fungsi kawasan lainnya; serta yang berkelanjutan dari segi sosial, ekonomi, dan
lingkungan secara keseluruhan.
C. Pembangunan kapasitas serta pengembangan kelembagaan
Pemerintah lebih berperan sebagai fasilitator dan pendorong dalam upaya
pemberdayaan bagi berlangsungnya seluruh rangkaian proses penyelenggaraan
permukiman. Dalam upaya pelaksanaannya, seluruh program dan kegiatan
penyelenggaraan permukiman dititikberatkan untuk dapat mencapai sasaran
antara lain terbangunnya lembaga-lembaga penyelenggaraan permukiman yang
dapat menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, di tingkat lokal,
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 8
wilayah, dan pusat, yang mampu memfasilitasi wahana pengembangan peran dan
tanggung jawab masyarakat sebagai pelaku utama dalam memenuhi
kebutuhannya akan hunian yang layak dan terjangkau, dan lingkungan
permukiman yang sehat, aman, produktif dan berkelanjutan. Kelembagaan yang
ingin dicapai tersebut agar juga dapat senantiasa mendorong terciptanya iklim
kondusif di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
Penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang berbasis pada
pelibatan masyarakat sebagai pelaku utama harus dapat dilembagakan secara
berlanjut sampai pada tingkat komunitas lokal, dan didukung secara efektif oleh
system wilayah/regional dan sistem pusat/nasional. Untuk mengaktualisasikan
pelaksanaan misi pemberdayaan, diperlukan keberadaan lembaga penyelenggara
perumahan dan permukiman yang dapat melaksanakan prinsip-prinsip tata
pemerintahan yang baik. Upaya pelembagaan system penyelenggaraan
perumahan dan permukiman tersebut perlu dilakukan terhadap seluruh unsur
pelaku pembangunan baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat yang
berkepentingan di bidang perumahan dan permukiman, baik yang berada di
tingkat nasional, regional maupun lokal.
Kelembagaan perumahan dan permukiman yang dapat melibatkan secara
sinergi seluruh pelaku pembangunan harus diselenggarakan dengan berprinsip
pada tata pemerintahan yang baik dan pembangunan partisipatif yang berbasis
pada upaya menumbuhkembangkan keswadayaan masyarakat di dalam
penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Kelembagaan yang diwujudkan,
baik kelembagaan secara masing-masing maupun secara bersama, harus
dikembangkan secara bertahap oleh para pelaku pembangunan, yaitu pemerintah
(Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota), badan usaha BUMN, BUMD dan Swasta,
serta masyarakat secara perorangan atau kelompok/perkumpulan yang
berkepentingan di bidang perumahan dan permukiman. Dengan semakin
mengakarnya lembaga perumahan di tingkat lokal yang didukung sepenuhnya oleh
masyarakat, diharapkan para penyelenggara akan lebih mampu menangkap
aspirasi berbagai pihak terkait, dan dapat memanfaatkan secara optimal sistem
sosial komunitas masyarakat yang senantiasa berkembang secara dinamis.
Pemantapan kelembagaan dapat pula dilakukan dengan mengembangkan
fungsi dan kapasitas lembaga yang telah ada, baik lembaga formal maupun
informal, tanpa harus membangun lembaga baru. Pemantapan kelembagaan
badan usaha, khususnya pada Badan Usaha Milik Negara di bidang perumahan
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 9
dan permukiman, diarahkan untuk melakukan reformasi kelembagaan guna
terciptanya badan usaha yang mampu mengaktualisasikan tata pemerintahan yang
baik, mampu mengembangkan manajemen strategis pengusahaan bidang
perumahan dan permukiman, dan mampu meningkatkan kapasitas dan
profesionalisme para pelaku secara internal sekaligus eksternal.Upaya ini perlu
pula dikembangkan di lingkungan badan usaha baik milik pemerintah daerah
maupun masyarakat yang berkiprah di bidang perumahan dan permukiman.
Termasuk dalam hal ini lembaga badan usaha milik negara yang selama ini
mendapat tugas utama untuk mendukung pengembangan perumahan dan
permukiman di Indonesia.
Reformasi kelembagaan Perum Perumnas diarahkan untuk mengembalikan
orientasi kegiatan Perum Perumnas di dalam mendukung program pemenuhan
kebutuhan perumahan secara nasional. disamping harus tetap sehat dari sisi
pengusahaan, antara lain :(i) melaksanakan kegiatan yang sifatnya perintisan
seperti pembangunan rumah sewa di kota metropolitan/besar dan kawasan
industri, dan penyediaan rumah sederhana sehat bagi masyarakat berpenghasilan
rendah di kota-kota sedang/kecil serta kegiatan di bidang perumahan dan
permukiman lainnya yang bersifat sosial maupun kegiatan lainnya yang belum
menarik untuk dikembangkan oleh badan usaha milik swasta; (ii) mengembangkan
anak perusahaan sebagai peningkatan usaha komersial yang mampu mengelola
penyediaan lahan dan prasarana perumahan dan permukiman berskala besar
sesuai dengan pengembangan kawasan perkotaan di kota metropolitan/besar;
serta (iii) menjadi kepanjangan pemerintah sebagai agen pemberdayaan (enabling
agent) di dalam pengembangan perumahan dan permukiman secara nasional.
Pengembangan kelembagaan juga diarahkan sehingga dapat menurunkan
biaya produksi rumah, seperti melalui pencapaian perencanaan, perancangan,
pelaksanaan, pemeliharaan dan rehabilitasi perumahan, prasarana dan sarana
dasar permukiman yang efektif dan efisien, pengembangan dan mendorong
ketersediaan bahan-bahan dasar bangunan yang diproduksi daerah secara
terjangkau, serta peningkatan kapasitas lokal di dalam menghasilkan bahan
bangunan dan teknologi konstruksi yang sehat dan ramah lingkungan.
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 10
2.2 Review Peraturan dan Perundang-Undangan
2.2.1 Undang-Undang No. 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman
Setiap orang berhak untuk meningkatkan kesejahtaraan hidupnya dan
memperoleh kehidupan yang lebih baik, baik itu secara lahir dan batin. Maka dari itu
semua di perlukannya lingkungan yang baik dan bersih agar tercapai kehidupan yang
lebih baik dan dapat mencapai kesejahteraan hidup. Karena it semua adalah suatu
kebutuhan yang mendasar bagi masyarakat Indonesia, terutama dalam hal pembentukan
kepribadian yang baik, mandiri dan berjati diri serta produktif dalam hal apapun.
Dan dalam hal tersebut pemerintah lah yang bertanggung jawab untuk
memberikan perumahan dan permukiman kepada rakyat Indonesia sebagai perwujudan
dari Pemerintah Indonesia yang mempunyai tanggung jawab yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia. Dengan memberikan kemudahan dan tidak mempersulit bagi rakyat
Indonesia dalam memperoleh perumahan demi mendapatkan kebahagian hidup dalam
berkeluarga. Agar dalam memperoleh perumahan dengan mudah maka dari Pemerintah
seharusnya menyedikan perumahan kepada rakyat Indonesia.
Namun dalam hal itu semua adanya kesulitan dan hambatan bagi rakyat Indonesia
dalam memperoleh perumahan yang layak dan mudah terjangkau bagi rakyat Indonesia
yang secara ekonomi berpenghasilan rendah. Dengan itu pemerintah perlu
mempertimbangkan keseimbangan perumahan bagi masyrakat Indonesia. Seperti yang
tercantum pada UU Nomor 4 Tahun 1992 yang mengatur tentang perumahan dan
permukiman tidak sesuai dengan keadaan perumahan dan permukiman di Indonesia yang
seharusnya mudah terjangkau serta layak dalam hal kebersihan, sehat, serasi dan teratur.
Dalam ketentuan umum UU No. 1 Tahun 2011 Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan
permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan
perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan,
pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.
Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan
maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Kawasan permukiman adalah
bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan
maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 11
perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan
perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya
pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran
masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang
layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya,
serta aset bagi pemiliknya. Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan
tujuan mendapatkan keuntungan. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas
prakarsa dan upaya masyarakat. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah
khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus. Rumah
Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat
dan/atau pegawai negeri.
Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Perumahan kumuh
adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut Kasiba adalah sebidang tanah
yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk
pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang.
Lingkungan siap bangun yang selanjutnya disebut Lisiba adalah sebidang tanah yang
fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk
pembangunan perumahan dengan batas-batas kaveling yang jelas dan merupakan bagian
dari kawasan siap bangun sesuai dengan rencana rinci tata ruang.
Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi
standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan
nyaman. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk
mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan
ekonomi. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan
hunian.
Kawasan permukiman diselenggarakan untuk memberikan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan kawasan permukiman; mendukung penataan dan pengembangan
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 12
wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan
hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan
keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR; meningkatkan daya guna dan hasil guna
sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan
kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;
memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman; menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya;
dan menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan
yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.
Dalam Pasal 19 Penyelenggaraan rumah dan perumahan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi
peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Penyelenggaraan rumah dan
perumahan dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau setiap orang
untuk menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau
memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
Penyelenggaraan perumahan meliputi: perencanaan perumahan; pembangunan
perumahan; pemanfaatan perumahan; dan pengendalian perumahan.
Perumahan mencakup rumah atau perumahan beserta prasarana, sarana, dan
utilitas umum. Dalam Pasal 24 perencanaan dan perancangan rumah dilakukan untuk (a.)
menciptakan rumah yang layak huni; (b.) mendukung upaya pemenuhan kebutuhan
rumah oleh masyarakat dan pemerintah; dan (c.) meningkatkan tata bangunan dan
lingkungan yang tersruktur. Sementara dijelaskan dalam pasal 28 perencanaan prasarana,
sarana, dan utilitas umum perumahan meliputi rencana penyediaan kavling tanah dan
rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan. Yang memenuhi
persyaratan administrative, teknis, dan ekologis. Pembangunan perumahan dilakukan
dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta
sumber daya dan kearifan lokal yang aman.
Penyelenggaraan kawasan permukiman bertujuan untuk memenuhi hak warga
negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan
teratur serta menjamin kepastian bermukim. Penyelenggaraan permukiman meliputi
penyediaan lokasi permukiman, penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
permukiman, serta penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan social, dan
kegiatan ekonomi. Pemerintah bertanggung jawab menjamin pelaksanaan pembangunan
permukiman, mencegah berkembangnya permukiman kumuh, dan mencegah timbulnya
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 13
hunian yang tidak terencana atau tidak teratur. Pemeliharaan prasarana, sarana, dan
utilitas kota menjadi kewajiban pemerintah dan setiap orang.
2.2.2 Undang-Undang No. 20 tahun 2011 Tentang Rumah Susun
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1)
menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal
mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta
sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri,
dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan
hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau.
Pemenuhan hak atas rumah merupakan masalah nasional yang dampaknya sangat
dirasakan di seluruh wilayah tanah air. Hal itu dapat dilihat dari masih banyaknya MBR
yang belum dapat menghuni rumah yang layak, khususnya di perkotaan yang
mengakibatkan terbentuknya kawasan kumuh. Pemenuhan kebutuhan perumahan
tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun sebagai
bagian dari pembangunan perumahan mengingat keterbatasan lahan di perkotaan.
Pembangunan rumah susun diharapkan mampu mendorong pembangunan perkotaan
yang sekaligus menjadi solusi peningkatan kualitas permukiman.
Ketentuan mengenai rumah susun selama ini diatur dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, tetapi dalam perkembangannya, undang-undang
tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang dalam
penghunian, kepemilikan, dan pemanfaatan rumah susun. Di samping itu, pengaruh
globalisasi, budaya, dan kehidupan masyarakat serta dinamika masyarakat menjadikan
undang-undang tersebut tidak memadai lagi sebagai pedoman dalam pengaturan
penyelenggaraan rumah susun.
Undang-Undang ini menciptakan dasar hukum yang tegas berkaitan dengan
penyelenggaraan rumah susun dengan berdasarkan asas kesejahteraan, keadilan dan
pemerataan, kenasionalan, keterjangkauan dan kemudahan, keefisienan dan
kemanfaatan, kemandirian dan kebersamaan, kemitraan, keserasian dan keseimbangan,
keterpaduan, kesehatan, kelestarian dan berkelanjutan, keselamatan, kenyamanan, dan
kemudahan, serta keamanan, ketertiban, dan keteraturan.
Dalam undang-undang ini penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk
menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau, meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang, mengurangi luasan dan mencegah timbulnya
perumahan dan permukiman kumuh, mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan,
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 14
memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi, memberdayakan para pemangku kepentingan,
serta memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan
kepemilikan rumah susun. Pengaturan dalam undang-undang ini juga menunjukkan
keberpihakan negara dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang terjangkau bagi
MBR serta partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan rumah susun.
Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Pemerintah di
bidang penyelenggaraan rumah susun dan memberikan kewenangan kepada pemerintah
daerah untuk melakukan penyelenggaraan rumah susun di daerah sesuai dengan
kewenangannya. Kewenangan yang diberikan tersebut didukung oleh pendanaan yang
berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara maupun anggaran pendapatan dan
belanja daerah.
Undang-Undang ini mengatur penyelenggaraan rumah susun secara komprehensif
meliputi pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan
pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan
wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran
masyarakat.
Hal mendasar yang diatur dalam Undang-Undang ini, antara lain, mengenai jaminan
kepastian hukum kepemilikan dan kepenghunian atas sarusun bagi MBR; adanya badan
yang menjamin penyediaan rumah susun umum dan rumah susun khusus; pemanfaatan
barang milik negara/daerah yang berupa tanah dan pendayagunaan tanah wakaf;
kewajiban pelaku pembangunan rumah susun komersial untuk menyediakan rumah susun
umum; pemberian insentif kepada pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah
susun khusus; bantuan dan kemudahan bagi MBR; serta pelindungan konsumen.
Dalam Pasal 1 disebutkan Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-
satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk
tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama. Penyelenggaraan rumah susun adalah kegiatan perencanaan, pembangunan,
penguasaan dan pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan, pengendalian,
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang
dilaksanakan secara sistematis, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab.
Dipaparkan dalam Pasal 3 penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk: (a.)
menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan
yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 15
terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya; (b.) meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka
hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta
serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan; (c.) mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan
dan permukiman kumuh; (d.) mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang
serasi, seimbang, efisien, dan produktif; (e.) memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi
yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan
tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi
MBR; (f.) memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah
susun; (g.) menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau,
terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan
dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan (h.)
memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan
kepemilikan rumah susun.
Dalam Pasal 15 pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan
rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah. Pembangunan rumah
susun umum dan rumah susun khusus dapat dilaksanakan oleh lembaga nirlaba dan
badan usaha. Sedangkan di Pasal 16 dinyatakan pembangunan rumah susun komersial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dapat dilaksanakan oleh setiap orang.
Dalam Pasal 17, rumah susun dapat dibangun di atas tanah: (a.) hak milik;
(b.) hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan (c.) hak guna bangunan
atau hak pakai di atas hak pengelolaan.
Pasal 28 menyebutkan dalam melakukan pembangunan rumah susun, pelaku
pembangunan harus memenuhi ketentuan administratif yang meliputi:
a. status hak atas tanah; dan
b. izin mendirikan bangunan (IMB).
Persyaratan teknis pembangunan rumah susun terdiri atas: (a.) tata bangunan yang
meliputi persyaratan peruntukan lokasi serta intensitas dan arsitektur bangunan; dan (b.)
keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan,
dan kemudahan. Pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan ekologis yang
mencakup keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan. Pembangunan rumah susun
yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan harus dilengkapi persyaratan
nalisis dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 16
Di Pasal 40 pelaku pembangunan wajib melengkapi lingkungan rumah susun
dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Prasarana, sarana, dan utilitas umum harus
mempertimbangkan: (a.) kemudahan dan keserasian hubungan dalam kegiatan sehari-
hari; (b.) pengamanan jika terjadi hal-hal yang membahayakan; dan (c.) struktur, ukuran,
dan kekuatan sesuai dengan fungsi dan penggunaannya. Prasarana, sarana, dan utilitas
umum harus memenuhi standar pelayanan minimal.
Penguasaan sarusun pada rumah susun umum dapat dilakukan dengan cara dimiliki
atau disewa. Penguasaan sarusun pada rumah susun khusus dapat dilakukan dengan cara
pinjampakai atau sewa. Penguasaan terhadap sarusun pada rumah susun Negara dapat
dilakukan dengan cara pinjam-pakai, sewa, atau sewa-beli. Penguasaan terhadap sarusun
pada rumah susun komersial dapat dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa.
2.3 Review Rencana, Kebijakan dan Program
Menurut Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Daerah (RP4D) Kota Surabaya 2008/2018, pembangunan perumahan dan permukiman
merupakan kegiatan yang bersifat multi sektor dimana keluarannya akan langsung
menyentuh salah satu kebutuhan dasar serta menyangkut kelayakan dan taraf
kesejahteraan kehidupan masyarakat, juga pendorong pertumbuhan perekonomian.
Pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia telah diselenggarakan
berdasarkan prinsip , dimana :
a) Pemenuhan kebutuhan akan rumah layak, merupakan beban dan tanggung jawab
masyarakat sendiri
b) Pemerintah memfasilitasi kegiatan masyarakat khususnya bagi Kelompok
Berpenghasilan Rendah (KBR) melalui penciptaan iklim yang memungkinkan bagi
masyarakat, untuk dapat melaksanakan kegiatannya secara mandiri dalam hal
pemenuhan kebutuhan akan rumah layak dan lingkungan permukiman yang sehat
dan nyaman.
Untuk mewujudkan lingkungan permukiman yang layak huni, maka letak
permukiman itu harus berada di kawasan yang memang diperuntukkan bagi kegiatan
permukiman (Komarudin, 1997:294). Pada pembahasan kualitas lingkungan hunian,
Komarudin (1997:292) mengemukakan indikator kualitas lingkungan hunian ditinjau dari
aspek kesehatan, keselamatan dan kenyamanan berdasarkan ketentuan Direktorat
Perumahan Ditjen Cipta Karya.
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 17
A. Aspek Kesehatan
Lingkungan permukiman yang terdiri dari bangunan rumah, prasarana/sarana dan
utilitas yang disediakan harus dapat memberikan kehidupan yang sehat bagi
penghuninya. Indikator kualitas lingkungan hunian secara umum ditinjau dari aspek
kesehatan terdiri dari :
1. Penyediaan air bersih
Penyediaan air bersih merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan
untuk menjamin kesehatan lingkungan hunian (Hardoy, 1992:37). Lingkungan
hunian harus mendapatkan air bersih/air minum dari saluran air minum kota,
minimal berupa sambungan kran umum (LPM-ITB, 1999:II-26).
2. Pembuangan sampah
Masalah pembuangan sampah terutama terletak pada pengumpulan sampah
rumah tangga. Suatu lingkungan hunian dikatakan tidak sehat jika pelayanan
pengumpulan sampahnya kurang atau bahkan tidak ada pelayanan pengumpulan
sampah sama sekali (Hardoy, 1992:58-60). Dengan kata lain kesehatan
lingkungan hunian ditentukan oleh ketersediaan fasilitas pengumpulan sampah
untuk menampung sementara sampah-sampah dari setiap rumah.
3. Pembuangan air limbah rumah tangga
Air limbah rumah tangga merupakan bekas penggunaan air bersih hasil kegiatan
mandi, cuci, kakus, ataupun dapur. Pembuangan air limbah rumah tangga harus
melalui suatu tangki pengaman untuk menghindari kontaminsi pencemaran air
tanah atau air baku permukaan; (Ditjen Cipta Karya, 1998:21-22).
4. Kualitas udara
Kualitas udara bersih, yaitu tidak berbau serta tidak mengandung asap dan debu
(dari Merencana Aristektur Rumah Tinggal, 1980:8). Udara yang mengandung
asap/debu dan berbau dapat menyebabkan penyakit tertentu, seperti iritasi
mata/hidung/tenggorokan, sakit kepala, infeksi saluran pernapasan, batuk dan
bersin-bersin (Hardoy, 1992:37; Konstruksi, 1995:11-14; Pudjiastuti, 1998:44).
B. Aspek Keselamatan
Lingkungan hunian harus dapat menjamin keselamatan penghuninya dari segala
gangguan ancaman binatang, iklim dan bencana alam. Indikator kualitas lingkungan
hunian secara umum ditinjau dari aspek keselamatan terdiri dari :
1. Bahaya banjir
Masalah keselamatan lingkungan hunian dimulai dari keberadaannya yang
terletak pada lokasi tapak yang berbahaya, baik berbahaya akibat kegiatan
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 18
manusia maupun bahaya alam. Contoh lingkungan hunian yang terletak pada
lokasi tapak yang beresiko tinggi terhadap bahaya alam yaitu kelompok
perumahan ilegal di lereng bukit yang curam atau di dataran rawan banjir
(Hardoy, 1992:52-58).
2. Bahaya kebakaran
Mengingat rumah-rumah di atas sungai pada umumnya terbuat dari kayu dan
letaknya cenderung sangat berdekatan.
3. Kecelakaan
Keselamatan lingkungan hunian dari kemungkinan terjadinya kecelakaan
ditekankan pada kemungkinan kecelakaan di jalan keselamatan lingkungan
hunian dari kemungkinan terjadinya kecelakaan juga didukung oleh ketersediaan
fasilitas penerangan jalan, terutama untuk malam hari. Menurut Wekerle
(1995:28), unsur penerangan terutama untuk malam hari, juga merupakan unsur
yang harus dipertimbangkan untuk menciptakan lingkungan hunian yang aman
dari kemungkinan terjadinya kecelakaan dan tindakan kriminal.
C. Aspek Kenyamanan
Lingkungan hunian harus dapat memberikan suasana nyaman bagi penghuni melalui:
1. Akesibilitas
Akesibilitas lingkungan hunian didukung oleh :
a. Ketersediaan jalan lingkungan, baik berupa jalan lingkungan untuk
kendaraan roda empat dengan lebar minimal 6 (enam) meter maupun
jalan setapak dengan lebar 1.2 m - 2 m (Ditjen Cipta Karya, 1998:19).
b. Selain itu juga didukung oleh ketersediaan sarana public transit yang
mudah dicapai pejalan kaki (Simonds, 1961:165; Cooper dalam
Rotternberg dan Mc Donogh, 1993:169; Sieber dalam Rotternberg dan Mc
Donogh, 1993:177; Ditjen Cipta Karya, 1998).
2. Tata Bangunan
Pemenuhan kebutuhan perumahan khususnya perumahan real estate
dikembangkan dengan proporsi 1:3:6 dengan komposisi rumah mewah, rumah
menengah dan rumah sederhana yang di dalamnya termasuk rumah sangat
sederhana. Adapun pedoman yang digunakan untuk itu adalah Surat Keputusan
Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara
Perumahan Rakyat no. 648-384 tahun 1992, no. 739/KPTS/1992, no.
09/KPTS/1992 tentang Pedoman Permukiman dengan Lingkungan Hunian
Berimbang.
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 19
3. Ruang terbuka dan penghijauan
Penghijauan dan ruang terbuka, dilihat dari ketersediaan sarana penghijauan dan
ruang terbuka yang ada. Menurut Simonds (1978:64) serta Breen dan Rigby
(1996:152-169) penghijauan dapat menciptakan lingkungan yang indah dan
menarik, serta dapat memperlembut penampilan lingkungan hunian (Wrenn,
1983). Menurut Laurie (1985:104) dan Lutfi (1994:22) jalur hijau pun berfungsi
sebagai penyerap panas sinar matahari dan peredam kebisingan, sehingga
tercipta suatu lingkungan hunian yang nyaman (McNulty dalam Taylor, 1990:60-
61).
4. Bebas dari kebisingan
Sumber kebisingan lingkungan dapat berasal dari lalu lintas kendaraan, pesawat
terbang, kegiatan konstruksi dan kegiatan industri (Hardoy, 1992:93; Haughton,
1994:156). Pada umumnya tingkat kebisingan yang masih diijinkan untuk suatu
lingkungan hunian yaitu 45-60 dB. Intensitas kebisingan di atas 60 dB dapat
mempengaruhi kesehatan manusia; mengakibatkan tekanan darah tinggi dan
penyakit jantung serta menimbulkan gangguan psikologis (stres) pada manusia,
bahkan untuk intensitas yang lebih tinggi dapat menimbulkan rasa nyeri dan
kehilangan pendengaran (Hardoy, 1992:93; Haughton, 1994:156; Lutfi, 1994:14-
22; Komarudin, 1997:299; Pudjiastuti, 1998:69)
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 20
BAB III
GAMBARAN UMUM PERMUKIMAN
Secara geografis Kelurahan Embong Kaliasin terletak di Kecamatan Genteng,
wilayah Surabaya Pusat dengan luas wilayah sebesar 1,1 km². Batas administrasi
Kelurahan Embong Kaliasin adalah sebagai berikut :
Sebelah utara : Kelurahan Ketabang dan Genteng, Kecamatan Genteng
Sebelah selatan : Kelurahan Keputran dan Dr. Soetomo, Kecamatan Tegalsari
Sebelah barat : Kelurahan Kedungdoro dan Tegalsari, Kecamatan Tegalsari
Sebelah timur : Kelurahan Gubeng Kecamatan Gubeng
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1 Peta Kelurahan Embong
Kaliasin berikut ini.
Gambar 3.1 Peta Kelurahan Embong Kaliasin
Sumber : Dinas Tata Kota Surabaya
Kec. Genteng
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 21
Luas wilayah Kelurahan Embong Kaliasin ditinjau berdasarkan peggunaan lahannya,
0,18 km2 adalah sebagai permukiman umum. 0,35 km2 adalah perkantoran, 0,02 km2
adalah sekolah, 0,31 km2 adalah pertokoan, dan0,0993 km2 adalah jalan.
Ditinjau dari kondisi topografi wilayahnya, Kelurahan Embong Kaliasin berupa
dataran seluas 1,1 km2 dan berada di ketinggian rata-rata 400 m di atas permukaan laut.
Kemiringan tanah di Kelurahan Embong Kaliasin relatif datar dengan tingkat kesuburan
sedang. Kelurahan Embong Kaliasin beriklim tropis dengan intensitas sinar matahari yang
cukup tinggi. Untuk temperatur rata-rata 35° C dan besarnya curah hujan 800 Mm/tahun.
Jumlah penduduk Kelurahan Embong Kaliasin menurut Data Monografi Kelurahan
Embong Kaliasin tahun 2011 adalah 13.150 jiwa dengan 3.701 KK. Komposisi penduduk
laki-laki berjumlah 6.553 jiwa dan penduduk perempuan 6.597 jiwa. Kelurahan Embong
Kaliasin terdiri dari 12 Rukun Warga (RW) dan 58 Rukun Tetangga (RT).
Penggunaan lahan di Kelurahan Embong Kaliasin adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Penggunaan Lahan Kelurahan Embong Kaliasin
No. Penggunaan Lahan Luas (km2 )
1. Permukiman umum 0,18
2. Perkantoran 0,35
3. Pertokoan 0,31
4. Sekolah 0,02
5. Jalan 0,09
6. Rekreasi dan Olahraga 0,04
7. Lain-lain 0,11
Total: 1,1
Sumber:Data Dasar Profil Kelurahan Embong Kaliasin, 2011
Pada tahun 2000-an Surabaya Pusat menjadi pusat perekonomian kota Surabaya,
peningkatan penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa di Surabaya Pusat
mengakibatkan kawasan perumahan dan permukiman di Surabaya Pusat semakin sedikit,
khususnya Kelurahan Embong Kaliasin. Menurut tabel 3.1 di atas penggunaan lahan
untuk permukiman adalah 16 % dari seluruh luas lahan Kelurahan Embong Kaliasin.
Penggunaan lahannya lebih banyak digunakan sebagai area perkantoran, pertokoan, dan
komersial. Ditinjau dari jenisnya, perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin terdiri dari
perumahan non formal dan perumahan formal. Perumahan non formal adalah perumahan
yang pengadaannya secara swadaya oleh masyarakat. Sedangkan perumahan formal
adalah perumahan yang diadakan oleh pemerintah atau swasta.
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 22
Sebagian besar perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin didominasi oleh jenis
perumahan non formal. Perumahan tersebut merupakan perumahan untuk kalangan
menengah ke atas yang tersebar di Jalan Panglima Sudirman, Jalan Basuki Rahmat dan
Jalan Pemuda serta perumahan perkampungan yang terletak di sebelah barat Kelurahan
Embong Kaliasin, antara lain daerah Simpang Dukuh, Jalan Embong Belimbing, Jalan
Kedondong, dan Jalan Keputran Pasar Kecil. Namun ada juga perumahan jenis formal,
contohnya rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Urip Sumoharjo yang berada dalam
wilayah administrasi Rukun Warga (RW) 14 Kelurahan Embong Kaliasin Kecamatan
Genteng Kota Surabaya dan Apartemen Trillium di Jalan Pemuda.
Gambar 3.2 Peta Rencana Detail Pengembangan dan Penanganan
Perumahan dan Penanganan Perkim Kota Surabaya 2008-2018 Sumber : Pemerintah Kota Surabaya, Hasil Perencanaan
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 23
Gambaran umum perumahan dan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin akan
dipaparkan berdasarkan 3 program utama yang dijalan sesuai dengan habitat agenda
yaitu:
3.1 Hunian yang layak di Kelurahan Embong Kaliasin (adequate shelter for all)
Menurut pengamatan survey primer, Mei 2012, pembangunan rumah non formal di
Kelurahan Embong Kaliasin memperhatikan kualitas bangunan, aspek estetika,
kebersihan, keamanan, dan kenyamanan. Jika dikaitkan antara keberadaan rumah di
Kelurahan Embong Kaliasin dengan standar rumah sehat atau rumah yang layak huni,
terlihat bahwa sebagian besar faktor penentu kelayakan bangunan rumah telah terpenuhi.
Dari pernyataan tersebut maka kualitas hidup terpenuhi dan secara otomatis penghuni
rumah sudah merasa nyaman.
Dapat diamati secara visual terlihat bangunan rumah terbuat dari bahan bangunan
yang memperhatikan kenyamanan huni seperti dinding terbuat dari batu-bata, atap yang
dilengkapi penangkal petir, dinding yang dilengkapi dengan ventilasi udara yang cukup,
dibangun pada daerah yang topografinya rata sehingga meminimalisasi kemungkinan
terjadinya banjir atau genangan air.
Fasilitas kelengkapan di perumahan Kelurahan Embong Kaliasin juga telah
terpenuhi. Fasilitas Kelengkapan bangunan rumah meliputi:
1. Sarana Air Bersih, tersedia sarana air bersih dengan kualitas yang memenuhi
persyaratan kesehatan. Sekeliling sumur dangkal (gali) diberikan pengerasan dan
selokan air agar tempat sekitarnya tidak tergenang air (becek).
2. Pengolahan Limbah dan drainase rumah, air kotor atau air buangan dari kamar
mandi, cuci dan dapur disalurkan melalui drainase rumah (selokan) terbuka atau
tertutup di dalam pekarangan rumah ke (drainase) selokan air di pinggir jalan.
Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.
3. Fasilitas Listrik. Sebagai pencahayaan buatan mutlak diperlukan pada sebuah
hunian. Kebutuhan minimal daya listrik untuk rumah sederhana 900 watt/rumah
artinya bahwa setiap rumah harus tersedia listrik dengan daya yang mencukupi.
Fasilitas Listrik, sesuai hasil pengamatan, Jaringan listrik terdistribusi secara
merata dan penyediaan sarana listrik telah dirasakan oleh seluruh masyarakat
penghuni perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin.
Kepadatan hunian. Satu keluarga yang terdiri dari 5 orang, rata-rata luas rumah
adalah 50 m². Di bidang pencahayaan, Perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 24
memperoleh cahaya yang cukup pada siang hari. Dengan ventilasi yang cukup maka
penghawaan di Perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin cukup memadai.
Gambar 3.3, 3.4, 3.5 Perumahan non formal di Embong Kaliasin Sumber : Dokumentasi pribadi, Mei 2012
Di Kelurahan Embong Kaliasin juga terdapat perkampungan. Yang dimaksudkan
dengan kampung di sini adalah perumahan dan permukiman legal di kota akan tetapi
berkembang atas inisiatif dan kemampuan masyarakat secara mandiri. Karakter yang
tampak pada penduduk di perkampungan adalah adanya homogenitas dan nilai
kebersamaan yang lebih kental karena telah lama terkelompok pada satu area.
Kampung tengah kota memiliki karakteristik hunian yang padat, rata-rata luas persil
kecil, dan pemanfaatan ruang sangat besar. Hal ini antara lain dapat diindikasikan dari
rata-rata nilai KDB ( >80%) dan pemanfaatan jalan atau saluran drainase sebagai bagian
dari rumah. Kampung ini memiliki kecenderungan permasalahan sosial dan lingkungan
lebih besar. Kampung merupakan kekuatan sosial ekonomi yang sangat potensial untuk
mendukung aktifitas kota secara keseluruhan. Oleh karena itu keberadaan kampung
dipertahankan untuk mendukung aktifitas ekonomi di sekitarnya. Keyakinan bahwa
aktifitas kota dapat berjalan karena keberadaan masyarakat miskin, mejadi dasar konsep
strategi pembanguan kampung di tengah kota. Perkampungan di Kelurahan Embong
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 25
misalnya yaitu Kampung Plampitan. Kampung Plampitan ini peninggalan Belanda dan
terkenal sebagai kampung yang masih kental dengan kearifan lokal. Karena sebagian
bangunannya adalah peninggalan colonial, dindingnya berbahan kayu untuk
menyesuaikan iklim tropis. Dinding juga berasal dari batu alam. Secara fisik kondisi
hunian di kampung Plimpitan telah sesuai dengan standard hunian yang layak.
Gambar 3.6 Kampung Plampitan Sumber : Dokumentasi pribadi, Mei 2012
Rumah formal di Kelurahan Embong Kaliasin yaitu Rusunawa Urip Sumoharjo dan
Apartemen Trilliyum. Ditengah terbatasnya dan tingginya harga lahan, rumah susun
sederhana menjadi alternatif bagi kepemilikan hunian yang layak dan murah bagi MBR.
Pembangunannya dilakukan oleh Pemerintah. Ditinjau dari lokasinya, Rusunawa Urip
Sumaharjo berada di pusat kota, di tepi jalan provinsi, dikelilingi permukiman padat
penduduk, dan daerah komersial. Terdiri dari 3 blok rumah susun, memiliki 4 lantai, dan
unit hunian tipe 21 sebanyak 120 unit. Rusunawa ini dibangun untuk menampung warga
korban kebakaran yang terjadi di pusat perbelanjaan Horison pada Tahun 1982, serta
untuk mengurangi permukiman kumuh di sekitarnya. Rusunawa Urip Sumoharjo
disediakan untuk kalangan menengah kebawah. Rusunawa Urip Sumoharjo sudah
memiliki prasarana lingkungan. Jalan lingkungan di dalam Rusunawa Urip Sumoharjo
memiliki lebar rata-rata 1 – 1,5 meter. Setiap blok dilengkapi tangga yang berfungsi untuk
mobilisasi dan jalan akses penghuni dari lantai 1 sampai lantai 4, sekaligus sebagai
tangga darurat. Sistem drainase yang ada merupakan saluran terbuka dengan sistem
pembuangan tercampur. Sistem penyediaan air minum/bersih Rusunawa Urip Sumoharjo
berasal dari PDAM. Penampungan air minum/bersih menggunakan tandon air bawah.
Kemudian air dialirkan ke tandon air atas menggunakan pompa. Jumlah masing-masing
tandon air bawah dan atas sebanyak 3 buah sesuai dengan jumlah blok rumah susun.
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 26
Untuk pengelolaan air limbah, pengolahan air limbah yang berasal dari WC/kakus (black
water) menggunakan tangki septik. Sementara itu, air limbah yang berasal dari kamar
mandi non kakus, air cucian, dan dapur (grey water) langsung dibuang ke saluran
lingkungan. Dalam hal pengelolaan sampah, setiap penghuni baik dari lantai 1 sampai
dengan lantai 4 dari tiap blok mengumpulkan sampah setiap hari ke satu gerobak yang
mempunyai volume ± 1,5 m3. Sampah yang telah terkumpul dalam gerobak diangkut
oleh petugas ke kontainer sampah yang berada di Jalan Pandegiling dengan jarak ± 1 km
atau ke kontainer sampah yang berada di Jalan Kedondong dengan jarak lebih dari 1 km.
Gambar 3.7 Rusunawa Urip Sumoharjo Sumber : Jawapos.co.id
Selain Rusunawa Urip Sumoharjo, perumahan formal berupa apartemen juga
tersedia di Kelurahan Embong Kaliasin, yaitu Trillium Office & Residence. Hunian
berbentuk vertical tersebut dibangun pada tahun 2008. Terletak di Jalan Pemuda dan
disediakan untuk kalangan menengah ke atas. Apartemen Trillium layak dan memiliki
aksesibilitas yang bagus. Lokasinya berada di depan Pusat Perbelanjaan Delta Plasa.
Aksesibilitas apartement Trillium dengan infrastuktur kota juga bagus. Lokasinya strategis
ditinjau dari pencapaian fasilitas baik fasilitas pendidikan, fasitilas kesehatan, maupun
fasilitas umum. Kemudahan akses ke segala arah ke pusat-pusat hiburan dan rekreasi,
perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan & mall, serta sekolah & universitas menjadi
keunggulan apartement ini. Trillium Office & Residences merupakan gabungan fungsi
hunian apartemen dan perkantoran. Memiliki 330 unit apartemen (22 lantai tipikal dan 3
lantai untuk penthouse), sekaligus perkantoran dalam gedung yang sama sebanyak 6
lantai seluas 10.000 m2. Entrance, akses & lift antara perkantoran & apartment didesain
terpisah. Kapasitas parkir 6 lantai yg luas untuk lebih dari 500 mobil. Unit-unit apartment
didesain untuk menghadirkan kenyamanan, keamanan & privasi yg tinggi, dgn luas mulai
45-123 m2. Apartement ini dikelola oleh Procon Savills afiliasi Inggris – Management
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 27
Standard Internasional sebagai Property Management Trillium Office & Residence dan PT.
Pemuda Central Investindo selaku developer Trillium Office & Residence
Gambar 3.8 Apartement Trillium Sumber : http://trilliumsurabaya.blogdetik.com/category/trillium/
3.2 Permukiman berkelanjutan di Kelurahan Embong Kaliasin (Sustainable
Human Settlements in an Urbanizing World)
Konsep permukiman yang berkelanjutan didukung oleh 3 pilar utama yaitu ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Kualitas perumahan yang layak huni dan terjangkau secara ideal
perlu didukung dengan kualitas lingkungan permukiman yang lebih luas sebagai satu
kesatuan hunian yang tidak terpisahkan guna mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Hunian yang berkelanjutan
menerapkan system-sistem dengan tujuan meminimalkan penggunaan sumberdaya alam
dan energy untuk menjawab isu global warming. Didesain dengan menyeluruh sehingga
memiliki system mandiri dalam pengelolaan air, sampah dan listrik. Penghuni juga
diharapkan mempunyai interaksi yang erat dengan lingkungan alam dan social di
sekitarnya.
Konsep permukiman berkelanjutan telah diterapkan di Kelurahan Embong Kaliasin
yaitu pada hunian vertical. Lingkungan perkotaan secara geografis, sosial-budaya, dan
sosial ekonomi merupakan kawasan yang sangat kompleks. Pertumbuhan penduduk yang
cukup tinggi menuntut penyediaan perumahan yang layak huni yang tinggi pula. Akibat
peningkatan penggunaan lahan untuk perdagangan sekaligus menurunnya penggunaan
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 28
lahan untuk permukiman, maka diperlukan solusi permukiman yang efisien. Dalam
pembangunan permukiman ini, memberikan dampak terhadap perekonomian daerah.
Menurut pengamatan lapangan, beberapa perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin
sudah memperhatikan segi ekonomi dan lingkungan. Hal ini didasarkan pada aplikasi
teknologi ramah lingkungan yang telah diterapkan di Embong Kaliasin. Masyarakat mulai
berinovasi dengan langkah-langkah awal, seperti renewable energy (energi terbarukan)
dengan menggunakan solar cell (energi listrik tenaga surya). Dengan solar cell, maka
masyarakat menghemat penggunaan energi listrik, dengan memanfaatkan energi
matahari. Masyarakat juga membuat lingkungan lebih hijau dengan menanam banyak
pohon, sehingga suhu udara di Embong Kaliasin dapat turun (sejuk) yang akhirnya
tercipta micro climate yg kondusif bagi kehidupan berkelanjutan.
Namun permukiman berkelanjutkan ini baru diterapkan di beberapa rumah.
Masyarakat Kelurahan Embong Kaliasin belum sepenuhnya menerapkan konsep
permukiman berkelanjutan. Teknologi solar cell hanya ditemukan di beberapa rumah
untuk kawasan menengah ke atas.
3.3 Kelembagaan di Kelurahan Embong Kaliasin
Pengadaan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin telah dilakukan swadaya oleh
masyarakat. Dalam hal ini pemerintah berperan sebagai fasilitator dan penyedia
infrastruktur. Lembaga-lembaga yang terkait langsung dengan permukiman di Kelurahan
Embong Kaliasin adalah Badan Pertanahan Kota Surabaya, Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang dan Kimpraswil. Badan Pertanahan Daerah adalah Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pertanahan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Badan Pertanahan
menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan, perencanaan dan program di bidang
pertanahan. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang mempunyai tugas melaksanakan
sebagian urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum, perumahan, penataan ruang,
perencanaan pembangunan, pertanahan, pemberdayaan masyarakat, pertanian dan
ketahanan pangan, serta otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan
daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan persandian. Sedangkan Kimpraswil lebih kea
rah penyediaan sarana, prasarana, dan utilitas perkotaan.
Pemerintah berperan dalam pengadaan permukiman masyarakat yaitu berupa
pembangunan rumah susun sewa (rusunawa) Urip Sumohardjo. Masyarakat yang kurang
mampu untuk mengadakan atau membangun rumah dapat tinggal di rusunawa tersebut,
Bantuan ataupun peran dari pemerintah yang lain terhadap proses pengadaan
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 29
permukiman di kelurahan Embong Kaliasin lebih terfokus kepada pembangunan fasilitas
dan utilitas pendukung kehidupan masyarakat seperti pembangunan jaringan jalan,
jaringan listrik ataupun jaringan telepon. Selanjutnya termasuk peran masyarakat juga-lah
untuk menjaga dan melesataikan fasilitas yang telah diberikan oleh pemerintah tersebut.
Masyarakat Kelurahan Embong Kaliasin turut diberdayakan yaitu melalui Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program PNPM melibatkan unsur
masyarakat dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Di
kelurahan Embong Kaliasin, program PNPM lebih fokus kepada perbaikan fasilitas dan
utilitas. Selanjutnya di Kelurahan Embong Kaliasin terdapat dua buah organisasi yang
berfungsi untuk menaungi segala kegiatan swadaya masyarakat. organisasi tersebut yaitu
Lembaga Kesejahteraan Masyarakat Kelurahan (LKMK) dan Badan Kebudayaan
Masyarakat (BKM). Selanjutnya pihak yang mengadakan apartemen mewah, yaitu
Apartement Trilium yang terletak di Jalan Pemuda, adalah swasta.
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 30
BAB IV
PERMASALAHAN DAN KAJIAN KRITIS
4.1 Permasalahan
Dalam pengedaan perumahan dan permukiman di Indoenesia memiliki suatu
permasalahan-permasalahan. Bagitu pula dengan pengadaan perumahan di Kelurahan
Embong Kaliasin: permasalahan yang terkait dengan program utama yaitu Habitat Agenda
dan UU No 1 tahun 2011, yaitu sebagai berikut :
1. Permasalahan yang ada pada rumah susun Urip Sumoharjo di Kelurahan Embong
Kaliasin adalah permasalahan kriminalitas yang sangat menggagu kenyaman
warga rumah susun Urip Sumoharjo di Kelurahan Embong Kaliasin, sehingga
kelayakan rumah susun Urip Sumoharjo di Kelurahan Embong Kaliasin kurang
layak dalam segi keamanan yang harusnya dapat memberikan kejelasan bahwa
adanya rasa aman bagi penghuni rumah susun Urip Sumoharjo yang dibangun di
Kelurahan Embong Kaliasin.
2. Dalam hal pengelolaan sampah, di rumah susun Urip Sumoharjo tidak memiliki
bak sampah komunal selain gerobak sampah dan tidak memanfaatkan TPS yang
ada. Hal ini menyebabkan sampah yang tidak terangkut oleh gerobak sampah,
ada yang diletakkan pada saluran dan di sisi saluran.
3. Rumah sangatlah penting bagi kehidupan manusia karena fungsi rumah sendiri
adalah sebagai tempat berlindung dan aktivitas lainnya. Rumah susun Urip
Sumoharjo yang di bangun di Kelurahan Embong Kaliasin kurang terjangkau bagi
masyarakat ekonomi menengah kebawah, karena dari segi harga yang cukup
mahal sehingga hanya sedikit yang bertempat tinggal di rumah susun Urip
Sumoharjo yang di bangun di Kelurahan Embong Kaliasin.
4. Untuk kelembagaan yang menangani perumahan dan permukiman di Kelurahan
Embong Kaliasin sindiri semuanya di tangani oleh Pemerintah Pusat sehingga
untuk mendapatkannya cukup sulit karena harus langsung menghadap dengan
Dinas Pemnerintah kota, bukan dan lembaga setempat dari Kelurahan Embong
Kaliasin. Seperti contoh rumah susun Urip Sumoharjo pun itu milik dari Pemerintah
Pusat dan yang menanganani pun dari Pemerintah Pusat. Bukanm dari Kelurahan
Embong Kaliasin lagi.
Masalah Perumahan dan Permukiman di tinjau dari UU no 1 tahun 2011
Jika melihat dari segi UU No 1 tahun 2011 yaitu yang mengenai pengadaan
perumahan dan permukiman. Masalah yang dihadapi sebenarnya adalah karena wilayah
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 31
Kelurahan Embong Kaliasin adalah daerah pusat kota dan di wilayah Kelurahan Embong
Kaliasin terdapat kontor-kantor pusat sehingga untuk perumahan dan permukiman
sanagat lah sulit di dapat oleh masyarakat menengah kebawah. Maka dari itu di bangun
nya yaitu rumah susun yang dapat secara mudah lebih terjangkau dengan sistem harga
sewa dari pada dengan perumahan yang di bangun di atas tanah yang di jelaskan oleh
salah satu pegawai kantor Kelurahan Embong Kaliasin harga tanah di Kelurahan Embong
Kaliasin adalah sekitar 5 juta/1m2. Dan itu pun yang mengurus bukan dari pegawai
kontor Kelurahan Embong Kaliasin, melainkan adalah Pemerintah Pusat sendiri. Begtiu
juga dengan pembangunan perumahan dan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin
yang mengetur adalah dari Pemerintah Dinas Tata Kota, (wawancara dengan Pegawai
Kantor Kelurahan Embong Kaliasin).
Jadi secara rici dapat kami jelaskan masalah yang ada di Kelurahan Embong Kaliasin
berdasarkan UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman yaitu sebagai
berikut :
1. Pengadaan rumah susun Urip sumoharjo itu dibangun karena adanya masalah
yaitu harga tanah yang ada di Kelurahan Embong Kaliasin yang kurang bisa
terjangkau oleh masyarakat. Sehingga diadakannya rumha susun dengan sisitem
sewa. Agar msayarakat bisa mendapatkan hak sebagai warga negara yaitu
mempunyai tempat tinggal.
2. Di Kelurahan Embong Kaliasin masih jarang yang mempunyai rumah yang dimiliki
secara individu karena kebanyakan dari tanah di Kelurahan Embong Kaliasin di
prioritas kan pada area tanah khusus kantor Pemerintah Pusat. Sehingga jarang
ada yang memiliki rumah secara individu, seperti contoh di nomer 1 yaitu dengan
pengadaan rumah susun Urip Sumoharjo dengan sistem sewa. Menandakan
bahwa di Kelurahan Embong Kaliasin sulit sekali untuk mendapatkan tanah
maupun rumah.
3. Proses tentang pengaturan hak milik tanah maupun jual beli tentang pertanahan
yang menyangkut tentang hak milik rumah dan jual beli rumah pun sangat sulit
karena harus berurusan dengan Pemerintah Dinas Tata Kota dan harus dibantu
dengan Pengacara. Sehingga masyarakat yang berpenghasilan rendah sangat sulit
untuk mendapatkan rumah di Kelurahan Embong Kaliasin.
Jika Ditinjau dari Habitat Agenda dan UU No 1 Tahun 2011
Jika ditinjau dari Habitat Agenda dan UU No 1 tahun 2011 ada 3 masalah yang
ada di Kelurahan Embong Kaliasin yaitu :
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 32
1. Perumahan dan Permukiman harus memenuhi kriteria yang telah dijelaskan dalam
Habitat Agenda dan UU no 1 tahun 2011 yaitu sebagai hunian yang layak dan
mempunyai rasa aman bagi penghuninya. Namun di Rumah susun Urip Sumoharjo
menurut pegawai kantor Kelurahan Embong Kaliasin bahwa sering terjadi
pencurian di sekitar rumah susun Urip Sumoharjo.
(://edukasi.kompasiana.com/2011/04/23/mural-di-kampung-sengketa/)
4.2 Kajian Kritis
Permasalahan utama pada Rusunawa Urip Sumoharjo adalah sistem penyaluran dan
pengolahan air limbah, dan sistem persampahan. Peristiwa merembesnya black water dari
tangki septik ke dalam tandon air bawah pada pertengahan Tahun 2009 telah
menyebabkan trauma pada para penghuni. Penghuni saat ini lebih memilih
mengkonsumsi air kemasan untuk memenuhi kebutuhan air minumnya. Berdasarkan
permasalahan tersebut dan mengacu pada pasal 14 PP RI Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum dan Misi ke-5 RPJMD Kota Surabaya Tahun
2006 – 2010, yaitu untuk mewujudkan penataan lingkungan kota yang bersih, sehat,
hijau dan nyaman, maka evaluasi pengelolaan prasarana lingkungan rusunawa
mengambil fokus pada bidang air limbah dan persampahan. Adapun model peningkatan
pengelolaan prasarana lingkungan dapat dilakukan antara lain melalui pemanfaatan hasil
pengolahan air limbahnya yang dilakukan dengan teknologi yang murah dan ramah
lingkungan, dan pelaksanaan 3R dalam bidang persampahannya. Semua itu sesuai
dengan pasal 4 Permenpera Nomor 14/Permen/M/2007 tentang Pengelolaan Rumah
Susun Sederhana Sewa.
Selain itu, pembuangan grey water tanpa pengolahan ke saluran lingkungan
(Saluran Kalimir) berpotensi menjadi sumber penyebaran vektor penyakit. Kondisi Saluran
Kalimir saat ini sudah sangat memprihatinkan, berbau, dan sedimen cukup tebal.
Berdasarkan tata letaknya (As Built Drawing, 2004), posisi tandon air bawah di tiap blok
rumah susun bersebelahan dengan tangki septik atau berada di antara tangki septik.
Sementara itu, posisi tangki septiknya berada di bawah unit hunian di sepanjang lantai
dasar. Padahal menurut SNI 03- 2398-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Tangki Septik
dengan Sistem Resapan disyaratkan jarak tangki septik ke sumber air bersih ≥ 10 m, dan
ke bangunan ≥ 1,5 m. SNI T-07-1989-F tentang Persyaratan Teknis untuk Tangki Septik
juga mensyaratkan jarak tangki septik ke pipa air bersih ≥ 3 m.
Dalam hal pengelolaan sampah, Rusunawa Urip Sumoharjo tidak memiliki bak
sampah komunal selain gerobak sampah dan tidak memanfaatkan TPS yang ada. Hal ini
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 33
menyebabkan sampah yang tidak terangkut oleh gerobak sampah ada yang diletakkan di
sisi saluran atau pada saluran. Selain itu, sebagian warga yang tinggal di atas lantai dasar
masih mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan atau secara langsung
melempar sampahnya dari lantai atas ke lantai dasar atau halaman. Mahmudah (2007)
mengatakan dalam penelitiannya bahwa sistem pembuangan sampah yang dilakukan oleh
penghuni di atas lantai dasar dengan cara harus naik turun tangga dianggap tidak efisien,
sehingga hasil penelitiannya memberikan kesimpulan bahwa fasilitas persampahan di
Rusunawa Urip Sumoharjo memerlukan prioritas penanganan. yang memiliki lahan yang
sangat terbatas dan fasilitas yang minimum (Mahmudah, 2007).
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 34
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Penggunaan lahan untuk permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin 16 % dari
seluruh luas lahan. Ditinjau dari jenisnya, perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin terdiri
dari perumahan non formal berupa perkampungan dan perumahan formal terdiri dari
rusunawa dan apartement.
Menurut pengamatan survey primer pembangunan rumah non formal di Kelurahan
Embong Kaliasin memperhatikan kualitas bangunan, aspek estetika, kebersihan,
keamanan, dan kenyamanan. Jika dikaitkan antara keberadaan rumah di Kelurahan
Embong Kaliasin dengan standar rumah sehat atau rumah yang layak huni,
perkampungan di Kelurahan Embong Kaliasin meskipun memiliki karakteristik hunian yang
padat, rata-rata luas persil kecil, dan pemanfaatan ruang sangat besar juga telah sesuai
dengan standard hunian yang layak. Rusunawa Urip Sumoharjo menjadi alternatif bagi
kepemilikan hunian yang layak dan murah bagi MBR. Pembangunannya dilakukan oleh
Pemerintah. Namun standard kelayakannya masih belum terpenuhi pada fasilitas
pendukung. Sedangkan Apartemen Trillium layak dan memiliki aksesibilitas yang bagus.
Konsep permukiman berkelanjutan telah diterapkan di Kelurahan Embong Kaliasin
yaitu pada hunian vertical. Selain itu beberapa perumahan sudah memperhatikan segi
ekonomi dan lingkungan. Hal ini didasarkan pada aplikasi teknologi ramah lingkungan
yang telah diterapkan. Masyarakat mulai berinovasi dengan menggunakan solar cell
(energi listrik tenaga surya). Masyarakat juga membuat lingkungan lebih hijau dengan
menanam banyak pohon, sehingga suhu udara di Embong Kaliasin dapat turun (sejuk)
yang akhirnya tercipta micro climate yg kondusif bagi kehidupan berkelanjutan.
Pengadaan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin telah dilakukan swadaya oleh
masyarakat. Dalam hal ini pemerintah berperan sebagai fasilitator dan penyedia
infrastruktur. Lembaga-lembaga yang terkait langsung dengan permukiman di Kelurahan
Embong Kaliasin adalah Badan Pertanahan Kota Surabaya, Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang dan Kimpraswil. Pemerintah berperan dalam pengadaan permukiman masyarakat
yaitu berupa pembangunan rumah susun sewa (rusunawa) Urip Sumohardjo. Masyarakat
yang kurang mampu untuk mengadakan atau membangun rumah dapat tinggal di
rusunawa tersebut. Masyarakat Kelurahan Embong Kaliasin turut diberdayakan yaitu
melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Di Kelurahan Embong
p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 35
Kaliasin terdapat dua buah organisasi yang berfungsi untuk menaungi segala kegiatan
swadaya masyarakat, yaitu Lembaga Kesejahteraan Masyarakat Kelurahan (LKMK) dan
Badan Kebudayaan Masyarakat (BKM). Selanjutnya pihak yang mengadakan apartemen
mewah, yaitu Apartement Trilium yang terletak di Jalan Pemuda, adalah swasta.
Permasalahan yang terjadi pada perumahan non formal adalah keamanan karena
rawan kriminalitas. Permasalahan pada Rusunawa Urip Sumoharjo adalah sistem
penyaluran dan pengolahan air limbah, dan sistem persampahan. Selain itu letak
Kelurahan Embong Kaliasin yang berada di pusat kota tidak menutup kemungkinan
menjadi suatu kawasan perdagangan ataupun pusat bisnis kota sehingga berdampak
pada kampung di tengah kota.
Sehingga jika ditinjau berdasarkan Habitat Agenda dan UU No. 1 tahun 2011
tentang Perumahan dan Permukiman, jika dalam habitat Agenda di jelaskan bahwa
Perumahan dan Permuikiman dan mempunyai kritia atau standar yaitu perumahan dan
permukiman haruslah layak huni bagi para penghuninya. Dan di Kelurahan Embong
Kaliasin telah cukup untuk menerapkan apa yang dijelaskan pada Habitat Agenda dan UU
No. 1 tahun 2011 yang menelaskan tentang bagaimana jenis perumahan dan
permukiman yang sesuai dengan standar kelayakan.
5.2 Rekomendasi