bab i-v erna.doc

64
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bidang pendidikan memiliki peranan mendasar dalam proses pengembangan sumber daya manusia (SDM). Peningkatan SDM adalah satu hal yang sangat penting dalam mencapai tujuan pengembangan nasional. Pendidikan adalah salah satu wahana yang dapat mewujudkan peningkatan sumber daya manusia sebagai tenaga terdidik dan terampil, serta memiliki jiwa pengabdian yang tinggi. Dalam peningkatan kualitas pendidikan nasional, maka kegiatan proses belajar mengajar di sekolah merupakan kegiatan inti. Guru sebagai salah satu komponen pendidikan dan merupakan suatu bidang profesi, mempunyai peranan yang sangat vital didalam proses belajar mengajar untuk membawa anak didiknya kepada kedewasaan dalam arti yang sangat luas. Bahkan boleh dikatakan bahwa keberhasilan suatu proses belajar mengajar ini 60% terletak ditangan guru. Oleh karena itu proses belajar mengajar yang dibabaki oleh guru tidak akan pernah tenggelam atau digantikan oleh alat atau lainnya. Dizaman modern yang ditandai oleh kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi telah merambah seluruh sektor kehidupan. Produk iptek 1

Upload: tria

Post on 18-Dec-2015

235 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB IV

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bidang pendidikan memiliki peranan mendasar dalam proses pengembangan sumber daya manusia (SDM). Peningkatan SDM adalah satu hal yang sangat penting dalam mencapai tujuan pengembangan nasional. Pendidikan adalah salah satu wahana yang dapat mewujudkan peningkatan sumber daya manusia sebagai tenaga terdidik dan terampil, serta memiliki jiwa pengabdian yang tinggi. Dalam peningkatan kualitas pendidikan nasional, maka kegiatan proses belajar mengajar di sekolah merupakan kegiatan inti.Guru sebagai salah satu komponen pendidikan dan merupakan suatu bidang profesi, mempunyai peranan yang sangat vital didalam proses belajar mengajar untuk membawa anak didiknya kepada kedewasaan dalam arti yang sangat luas. Bahkan boleh dikatakan bahwa keberhasilan suatu proses belajar mengajar ini 60% terletak ditangan guru.

Oleh karena itu proses belajar mengajar yang dibabaki oleh guru tidak akan pernah tenggelam atau digantikan oleh alat atau lainnya. Dizaman modern yang ditandai oleh kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi telah merambah seluruh sektor kehidupan. Produk iptek telah menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih praktis dan lebih mudah, sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukan dan diperoleh saat ini dengan mudah dapat segera diwujudkan termasuk didalam dunia pendidikan produk teknologi telah menjadi guru kedua bagi anak.Saat ini, hampir setiap orang mulai dari orang awam, pemimpin lembaga pendidikan dan manajer perusahaan berbicara tentang pentingnya kreativitas. Untuk menghadapi tantangan perkembangan IPTEK diperlukan sumberdaya yang memiliki ketrampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan kerja sama yang efektif Depdiknas (2003). Kreativitas adalah suatu produk dari berpikir kreatif, sementara berfikir kreatif merupakan proses yang digunakan untuk memunculkan ide baru yang dikendalikan oleh kemampuan berfikir dalam proses pemecahan masalah, dan proses pemecahan masalah tersebut membutuhkan pemahaman konsep (Shouksmith,1979). Jadi dapat kita nyatakan bahwa tingkat penguasaan konsep fisika yang rendah akan mempengaruhi proses berfikir fisika dan proses berfikir kreatif, dimana hal ini akan mengakibatkan proses pemecahan masalah fisika siswa akan rendah.

Fisika sebagai salah satu mata pelajaran yang memegang peranan yang sangat penting dalam pendidikan, karena selain dapat mengembangkan pemikiran kritis, kreatif, sistematis, dan logis, fisika juga telah memberikan kontribusi dalam kehidupan sehari-hari mulai dari hal yang sederhana seperti perhitungan dasar sampai hal yang kompleks . Namun kenyataannya mata pelajaran fisika adalah mata pelajaran yang dianggap rumit oleh siswa karena fisika menggunakan matematika sebagai alat bantu yang menyebabkan siswa takut terhadap fisika. Persepsi ini tidak akan muncul apabila dalam proses pembelajaran di kelas diupayakan untuk mendorong siswa untuk berpikir.

Dari pengalaman mengajar di SMA Negeri 1 Rantau Selatan diperoleh hasil pengamatan yaitu, bila siswa diajarkan secara teori, maka minat siswa terhadap fisika sangat kurang. Sedangkan bila siswa diajak ke laboratorium akan muncul minat siswa terhadap fisika. Tetapi guru jarang membawa siswa ke laboratorium karena alatnya yang kurang memadai dan waktu yang tidak cukup. Siswa berpendapat bahwa pelajaran fisika sulit karena mereka banyak menjumpai persamaan matematis sehingga fisika diidentikkan dengan angka dan rumus. Konsep dan prinsip fisika menjadi sulit dipahami sehingga dapat berdampak pada rendahnya minat belajar fisika siswa. Hal ini merupakan salah satu masalah klasik yang kerap dijumpai oleh para guru fisika. Dan masalah ini juga dapat berdampak pada sikap siswa terhadap guru fisikanya. Rendahnya nilai fisika menempatkan guru gagal di mata siswa dan orangtua.

Guru mempunyai peran dalam meningkatkan hasil belajar siswa sehingga guru perlu menciptakan atau mendesain suatu strategi pembelajaran yang dapat memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga muncul motivasi intrinsik pada diri siswa dalam belajar (Dahlan, 2003). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Slameto (1987) yaitu, guru memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas siswa dalam belajar fisika dan guru harus benar-benar memperhatikan, memikirkan dan sekaligus merencakan proses belajar mengajar yang menarik bagi siswa, agar siswa berminat dan semangat belajar dan mau terlibat dalam proses belajar mengajar, sehingga pengajaran tersebut menjadi efektif.

Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, maka diperlukan berbagai terobosan, baik dalam pengembangan kurikulum, inovasi pembelajaran, dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan agar siswa tertarik dan tertantang untuk belajar dalam menemukan konsep dasar suatu ilmu berdasarkan hipotesis sendiri, (Situmorang, 2004). Proses belajar seperti ini akan lebih berkesan dan bermakna sehingga konsep dasar dari ilmu ini tidak akan cepat hilang. Agar pembelajaran lebih optimal, model pembelajaran dan media pembelajaran harus efektif dan selektif sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan di dalam meningkatkan prestasi belajar siswa (Situmorang, 2004).

Diatas telah diutarakan bahwa untuk mengembangkan kreativitas siswa diperlukan penguasaan konsep. Untuk penguasaan konsep yang baik dibutuhkan komitmen siswa dalam memilih belajar sebagai suatu yang bermakna, lebih dari hanya menghafal, yaitu memebutuhkan kemauan siswa mencari hubungan konseptual antara pengetahuan yang dimiliki dengan yang sedang dipelajari di dalam kelas (Dahar 1989). Salah satu cara yang dapat mendorong siswa untuk belajar secara bermakna adalah dengan penggunaan model pencapaian konsep (Joyce, 2009). Pada prinsipnya model pembelajaran pencapaian konsep adalah suatu model mengajar yang menggunakan data untuk mengajarkan konsep kepada siswa, dimana guru mengawali pengajaran dengan menyajikan data atau contoh, kemudian guru meminta siswa untuk mengamati data tersebut. Model ini membantu siswa pada semua usia dalam memahami tentang konsep dan latihan pengujian hipotesis.Model pembelajaran Pencapaian Konsep dirancang untuk membawa siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah melalui data yang terpilih dan terorganisasi untuk memberikan contoh-contoh yang tepat dengan contoh yang tidak tepat dari berbagai kategori. Tujuannya adalah melatih siswa menjadi lebih efektif pada pengembangan konsep (Joyce, 2010:125).

Model pembelajaran Pencapaian Konsep menyediakan kemungkinan-kemungkinan untuk menganalisis proses-proses berpikir siswa (Joyce, 2010:128). Dari pernyataan Joyce tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran Pencapaian Konsep menekankan keterampilan berpikir siswa.

Bedasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti mengadakan penelitian dengan judul: Penerapan Model Pembelajaran Pencapaian Konsep Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Dan Penguasaan Konsep Fisika Siswa Di Kelas XII IPA 2 SMA Negeri 1 Rantau Selatan.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari hasil paparan di atas sesuai latar belakang di atas, masalah-masalah yang dapat diidentifikasi adalah :

1. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika masih rendah. 2. Proses pembelajaran lebih memfokuskan pada rumus-rumus dan angka-angka.3. Guru belum menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi.4. Media yang digunakan dalam pembelajaran fisika masih kurang. 1.3. Batasan Masalah

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda dalam penelitian ini dan mengingat keterbatasan kemampuan, materi dan waktu yang tersedia, maka yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini yakni: 1. Menerapkan model pembelajaran pencapaian konsep.2. Materi pelajaran yang diajarkan adalah medan magnetik.3. Hasil belajar yang akan diteliti pada aspek kognitif yang disertai pengamatan aktivitas.4. Subjek bpenelitian adalah kelas XII IPA 2 SMAN 1 Rantau Selatan.1.4. Rumusan MasalahRumusan masalah dalam penelitian ini adalah:1. Bagaimana aktivitas belajar siswa kelas XII IPA 2 selama menerapkan model pembelajaran Pencapaian Konsep?2. Bagaimana hasil belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran Pencapaian Konsep pada materi pokok medan magnetik di kelas XII IPA 2 semester I SMA Negeri 1 Rantau Selatan ?1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa kelas XII IPA 2 selama pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Pencapaian Konsep.2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran Pencapaian Konsep pada materi pokok medan magnetik di kelas XII IPA 2 semester I SMA Negeri 1 Rantau Selatan.1.6. Manfaat PenelitianManfaat penelitian ini adalah:1. Sebagai informasi hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran pencapaian konsep di SMA Negeri 1Patumbak pada materi pokok medan magnetik.2. Apabila pembelajaran Model Pencapaian Konsep dalam penelitian ini berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa, maka pembelajaran model pencapaian konsep dapat dijadikan sebagai alternatif salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran fisika, dan secara khusus memperbaiki hasil belajar fisika siswa.3. Sebagai bahan informasi alternatif pemilihan model pembelajaran.4. Sebagai alternatif pembelajaran yang diharapkan dapat membuat siswa lebih aktif dalam penemuan sendiri akan konsep-konsep fisika dan mengoptimalkan pemahaman dan meningkatkan kreativitas dan Sebagai bahan informasi dalam mendesain bahan ajar fisika yang berorientasi matematika yang berorientasi pada aktifitas siswa.5. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi guru-guru dalam pembelajaran jika menggunakan pembelajaran model pencapaian konsep serta dapat berguna bagi pengembang kurikulum fisika.6. Sebagai sumber informasi bagi sekolah perlunya merancang sistem pembelajaran model pencapaian konsep sebagai upaya mengatasi kesulitan belajar siswa guna meningkatkan hasil belajar matematika siswaBAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Kerangka Teoritis2.1.1Pengertian Belajar dan Hasil belajarBelajar merupakan istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan pendidikan. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pedidikan sangat bergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa, lingkungan masyarkat maupun dalam lingkungan keluarga sendiri.

Seseorang dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah terjadi perubahan tertentu. Tetapi tidak semua perubahan yang terjadi dalam diri seseorang diakibatkan oleh belajar. Ada beberapa perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang bukan diakibatkan oleh belajar, misalnya perubahan yang diakibatkan proses kematangan dan juga perubahan yang terjadi secara singkat yang kemudian menghilang atau hanya terjadi secara kebetulan. Perubahan seperti ini belum bisa dikatakan dengan belajar, karena perubahan hasil belajar itu diperoleh seseorang apabila yang bersangkutan berusaha secara sungguh-sungguh untuk itu. Muliyati (2005:5) menyatakan bahwa Belajar adalah suatu sadar individu untuk mencapai tujuan peningkatan diri atau perubahan diri melalui latihan-latihan atau pengulangan-pengulangan dan perubahan yang terjadi bukan karena kebetulan.Dalam proses pembelajaran, unsur proses belajar memegang peranan penting. Banyak pengertian belajar yang dikemukakan menurut para ahli antara lain Sardiman menyatakan bahwa, belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya (Sardiman, 2009 : 20). Skinner berpandangan bahwa :Belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik, sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya menurun (Dimyati, 2006:9).Menurut Magnesen, belajar terjadi dengan:

1. Membaca sebanyak 10%

2. Mendengar sebanyak 20%

3. Melihat 30%

4. Melihat dan mendengar sebanyak 50%

5. Mengatakan sambil mengerjakan sebanyak 90% (Prawiradilaga, 2009:24)Berdasarkan beberapa pengertian diatas belajar dapat diartikan sebagai bahwa belajar merupakan suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang yang melibatkan proses berfikir dan terjadi melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh melalui interkasi dengan lingkungan diman ia berada sehingga terjadi perubahan perilaku yang dimaksudkan mencakup unsur kognitif, afektif dan psikomotorik secara keseluruhan.Dalam setiap melakukan kegiatan seseorang selalu mengharapkan hasil, hal yang sama pula dengan kegiatan belajar. Hasil belajar tiap siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Bahan mentah hasil belajar terwujud dalam lembar-lembar jawaban soal ulangan atau ujian, dan yang berwujud karya atau benda. Semua hasil belajar tersebut merupakan bahan yang berharga bagi guru dan siswa. Bagi guru, hasil belajar siswa di kelasnya berguna untuk melakukan perbaikan tindak mengajar dan evaluasi. Bagi siswa, hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut. Sebagai kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang ditetapkan maka evaluasi hasil belajar memiliki sasaran berupa ranah yang terkandung dalam tujuan. Menurut Davies (1986) dalam Dimyati dan Mudjiono (2009 : 201) menyatakan: Ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni : ranah koqnitif, ranah efektif, dan ranah psikomotorik.

Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah ia menerima suatu pengetahuan yang berupa angka (nilai). Dari hasil tersebut, biasanya siswa dikatakan berprestasi baik jika mempunyai nilai yang tinggi dan dikatakan berprestasi rendah jika mempunyai nilai yang rendah.Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorrik. Maka hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia mengalami pengalaman belajar.).2.1.2Aktivitas BelajarAktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang melibatkan gerak fisik dan mental sekaligus. Dalam kegiatan belajar kedua aktivitas itu selalu berkaitan. Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa. Artinya, sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dengan kata lain, pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada aktivitas siswa.

Sanjaya menyatakan bahwa, beberapa asumsi perlunya pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa, yaitu :

1. Asumsi filosofis tentang pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial, maupun kedewasaan moral.

2. Asumsi tentang siswa sebagai subjek pendidikan. Asumsi ini menggambarkan bahwa anak didik bukanlah obyek yang harus dijelajahi dengan informasi, tetapi mereka adalah subjek yang memiliki potensi dan proses pembelajaran yang seharusnya diarahkan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak didik itu.

3. Asumsi tentang guru. Bahwa guru bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik dan memilliki kemampuan profesional dalam mengajar.

4. Asumsi yang berkaitan dengan proses pengajaran yang direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem. Proses pengajaran akan lebih aktif apabila menggunakan metode dan teknik yang tepat dan berdaya guna (Sanjaya, 2006 : 133-134).Dalam pandangan psikologis modern belajar bukan hanya sekedar menghapal sejumlah fakta atau informasi, akan tetapi proses mental dan proses pengalaman. Sanjaya menyatakan: Belajar bukanlah menghapal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental (Sanjaya, 2006 : 130).

Menurut Paul B. Diedrich mengelompokkan jenis-jenis aktivitas belajar sebagai berikut :

a) Visual activities. Misalnya : membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan dan pekerjaan orang lain

b) Oral activities. Misalnya : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi

c) Listening activities. Misalnya : mendengarkan, uraian percakapan, diskusi, musik dan pidato

d) Writing activities. Misalnya : menulis cerita, karangan , laporan, angket dan menyalin

e) Drawing activities. Misalnya : menggambar, membuat grafik, peta dan diagram

f) Motor activities. Misalnya : melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun dan berternak

g) Mental activities. Misalnya : menganggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan dan mengambil keputusan

h) Emotional activities. Misalnya : menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup. (Sardiman, 2006 : 101)

2.1.3Model PembelajaranSecara umum istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman melakukan suatu kegiatan (Sagala, Syaiful 2003: 175). Adapun Joyce (dalam Trianto, 2009 : 37) mengatakan:

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebai pedoman dalam merancang pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, computer, kurikulum dan lain-lain.

Model pembelajaran adalah cara-cara pelaksanaan proses pembelajaran atau tehnik yang dilakukan untuk memberikan bahan ajar kepada siswa di sekolah. Dalam kegiatan pembelajaran, sudah tentu guru yang sedikit mengenal model pembelajaran kurang mampu melaksanakan proses pembelajaran dengan baik. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia dalam segala hal selalu berusaha mencari efisiensi kerja dengan berusaha memilih model pembelajaran yang paling tepat, yang dipandang lebih efektif dari pada model-model yang lain sehingga kecakapan dan pengetahuan yang diberikan oleh guru benar-benar menjadi milik siswa.

Jadi jelaslah bahwa model pembelajaran yang baik adalah model yang dalam fungsi pelaksanaannya merupakan alat yang dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai. Semakin tepat model pembelajaran yang digunakan maka semakin efektif pula mencapai tujuan pembelajaran. Meskipun ada beberapa faktor lain yang ikut berperan dalam menentukan efektifnya model pembelajaran, antara lain adalah faktor guru itu sendiri, faktor peserta didik, dan faktor lingkungan. Dimana ketiga faktor ini seharusnya dipadukan dengan model yang tepat untuk memperoleh hasil belajar yang baik.2.1.4Model Pembelajaran Pencapaian Konsep (Concept Attainment)

Model pembelajaran pencapaian konsep dikembangkan oleh Bruner (Joyce, 2010:32). Pencapaian konsep merupakan proses mencari dan mendaftar sifat-sifat yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dengan contoh yang tidak tepat dari berbagai kategori.

Model pembelajaran pencapaian konsep ini relatif berkaiatan erat dengan model pembelajaran induktif. Baik model pembelajaran pencapaian konsep dan model pembelajaran induktif, keduanya didesain untuk menganalisis konsep, mengembangkan konsep, pengajaran konsep dan untuk menolong siswa menjadi lebih efektif dalam mempelajari konsep-konsep merupakan metode yang efisien untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir dari suatu topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap stadium perkembangan konsep. Model pembelajaran pencapaian konsep ini dapat memberikan suatu cara untuk menyampaikan konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih siswa menjadi lebih efektif pada pengembangan konsep.

Pengajaran konsep menyediakan kemungkinan-kemungkinan untuk menganalisis proses-proses berpikir siswa membantu mereka mengembangkan strategi-strategi yang lebih efektif. Dari pernyataan Joyce tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran pencapaian konsep menekankan pada proses mengembangkan keterampilan berpikir siswa (Joyce, 2010:128).

Lebih jauh Joyce mengungkapkan dalam pencapaian konsep dikenal istilah seperti contoh (exemplar) dan sifat (attribute) dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Contoh-contoh

Contoh-contoh merupakan bagian kecil dari koleksi data atau perangkat data.

2. Sifat-sifat

Sifat-sifat merupakan fitur-fitur atau karakteristik yang melekat pada contoh-contoh.

Penggunaan model pembelajaran pencapaian konsep diawali dengan pemberian contoh-contoh aplikasi konsep yang diajarkan, kemudian dengan mengamati contoh-contoh dan menurunkan definisi dan konsep-konsep tersebut. Hal yang paling utama yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam penggunaan model pembelajaran ini adalah pemilihan contoh yang tepat untuk konsep yang diajarkan, yaitu contoh tentang hal-hal yang akrab dengan siswa. Pada prinsipnya, model pembelajaran pencapaian konsep adalah suatu model mengajar yang mengunakan data untuk mengajarkan konsep kepada siswa, dimana guru mengawali pengajaran dengan cara menyajikan data atau contoh, kemudian guru meminta kepada siswa untuk mengamati dan menguji data atau contoh tersebut. Model pembelajaran pencapaian konsep ini dapat membantu siswa pada semua tingkatan usia dalam memahami tentang konsep dan latihan pengujian hipotesis.

Ada dua hal penting dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran pencapaian konsep, yaitu:(1) Menentukan tingkat pencapaian konsep,(2) Analisis konsep1. Menentukan Tingkat Pencapaian Konsep

Tingkat pencapaian konsep (concept attainment) yang diharapkan dari siswa sangat tergantung pada kompleksitas dari konsep, dan tingkat perkembangan kognitif siswa. Ada siswa yang belajar konsep pada tingkat konkret rendah atau tingkat identitas, ada pula siswa yang mampu mencapai konsep pada tingkat klasifikasitori atau tingkat formal.2. Analisis konsep

Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk membantu guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran pencapaian konsep. Untuk melakukan analisis konsep guru hendaknya memperhatikan beberapa hal antara lain:(1) Nama konsep,(2) Atribut-atribut kriteria dan atribut-atribut variabel dari konsep,(3) Definisi konsep,(4) Contoh-contoh dan noncontoh dari konsep, dan(5) Hubungan suatu konsep dengan konsep-konsep lain.

2.1.4.1 Stuktur Pengajaran

Model pembelajaran pencapaian konsep dilakukan melalui fase-fase yang dikemas dalam bentuk sintaks. Adapun sintaksnya dibagi ke dalam tiga fase, yakni:1. Presentasi data dan identifikasi data

2. Menguji pencapaian konsep

3. Analisis strategi-strategi berpikirFase 1. Presentasi data dan identifikasi data

Pada fase 1, guru mempresentasikan data kepada siswa. Setiap unit data contoh dan nonontoh setiap konsep dipisahkan. Unit-unit dipresentasikan dengan cara berpasangan. Data dapat berupa peristiwa, masyarakat, objek, cerita, gambar atau unit lain yang dapat dibedakan. Siswa dapat bertanya untuk membandingkan dan mengklasifikasi atribut tentang perbedaan contoh-contoh. Joyce menyatakan bahwa, siswa diberitahu bahwa seluruh contoh positif memiliki satu gagasan umum, tugas mereka adalah mengembangkan suatu hipotesis tentang sifat dari konsep tersebut (Joyce, 2010:136).

Pada bagian akhir fase ini siswa dapat bertanya tentang hipotesis yang disusunnya dan menyatakan aturan yang telah dibuatnya atau mendefinisikan konsepnya menurut atribut yang bersesuaian dari contoh-contoh yang diberikan. Fase II. Menguji pencapaian dari suatu konsep.

Pada fase II, siswa menguji penemuan konsep mereka, pertama-tama dengan cara mengidentifikasi secara tepat contoh-contoh tambahan yan belum diberi nama dan kemudian membangkitkan contoh-contohnya sendiri (Joyce, dkk, 2010: 136). Menguji penemuan konsep dapat dilakukan juga melalui sebuah eksperimen yang akan menunjukkan secara langsung perilaku dari contoh-contoh yang diuji, sehingga siswa dapat langsung merumuskan kebenaran hipotesis yang telah dirumuskan di awal.

Selanjutnya guru dan siswa dapat membenarkan atau tidak membenarkan hipotesis mereka, merevisi pilihan konsep atau sifat-sifat yang mereka tentukan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan konsep yang diperoleh dari perumusan hipotesis dan pengujiannya melalui eksperimen dengan konsep yang dikembangkan ilmuan. Atau dengan kata lain, dilakukan perbandingan ide yang dimunculkan siswa dengan ide ilmuwan.Fase III. Analisis Strategi-Strategi Berpikir.

Pada fase III, siswa menganalisis strategi-strategi dengan segala hal yang mereka gunakan untuk mencapai konsep (Joyce, dkk, 2010:137). Setelah membandingkan idenya dengan ide ilmuwan, siswa telah mendapatkan gambaran apakah strategi berpikir yang digunakannya untuk merumuskan hipotesis dan pengujian akan membawa pemikirannya menuju konsep yang benar. Secara bertahap siswa dapat membandingkan keefektifan dari berbagai strategi yang digunakannya. Kemudian siswa dapat mengkontruksikan konsep yang baru didapatnya ke dalam pengetahuan. Table.2.1 Struktur model pembelajaran pencapaian konsep (adaptasi dari Joyce, 2009:136)

Fase Tingkah Laku Guru dan Siswa

Fase I

Presentasi data dan Identifikasi dataGuru menyajikan contoh-contoh yang telah dilabeli.

Siswa membandingkan sifat-sifat/ciri-ciri dalam contoh-contoh positif dan contoh-contoh yang negatif.

Siswa menjelaskan sebuah definisi menurut sifat-sifat/ cirri-ciri yang paling esensial.

Fase II

Pengujian Pencapaian KonsepSiswa mengidentifikasi contoh-contoh tambahan yang tidak dilabeli dengan tanda ya atau tidak.

Siswa menguji hipotesis, menamai konsep, dan menyataka kembali definisi-definisi menurut sifat-sifat/ ciri-ciri yang paling esensial.

Siswa membuat contoh-contoh.

Fase III

Analisis Strategi-Strategi Berpikir Siswa mendeskripsikan pemiikiran-pemikiran.

Siswa mendiskusikan peran sifat-sifat dan hipotesis-hipotesis.

Siswa mendiskusikan jenis-jenis dan ragam hipotesis.

2.1.4.2 Sistem Sosial

Guru dalam pengajaran model pembelajaran pencapaian konsep harus terlebih dahulu mempersiapkan contoh-contoh, mengekstrak ide-ide dan materi dari buku-buku teks dan sumber lainnya, dan mendesain materi dan ide-ide itu ke atribut yang jelas, dan bahkan membuat contoh-contoh positif dan contoh-contoh negatif dari suatu konsep. Apabila guru menggunakan model pembelajaran pencapaian konsep, aktivitas guru adalah merekam hipotesis siswa. Guru juga memberikan bantuan contoh-contoh tambahan. Ada tiga hal penting yang dilakukan oleh seorang guru dalam melakukan aktivitas pencapaian konsep, yaitu melakukan perekaman, memberikan isyarat, dan menghadirkan data tambahan.

Langkah awal dalam melakukan model pembelajaran pencapaian konsep adalah membantu siswa memberikan contoh konsep yang sudah terstrukutur dengan benar. Dalam model pembelajaran pencapaian konsep, prosedur pembelajaran kooperatif dapat juga digunakan (Joyce, 2010: 137).2.1.4.3 Penerapan Pembelajaran Pencapaian Konsep

Beberapa metode yang relevan dengan model pencapaian konsep antara lain adalah metode pembelajaran yang menjadikan belajar memiliki makna atau ada kaitan dengan kemampuan siswa mendiskriminasi konsep-konsep baru. Metode-metode itu antara lain:

1. Konstruktivisme

Mulyasa, E (2002:237) menjelaskan bahwa, model konstruktifisme adalah meaningful learning atau belajar bermakna dimana panca indera menjadi alat merespon berbagai konsep yang nyata maupu abstak untuk mendukung instruksi verbal yang menjadi inti dalam teknik penyampaian berbagai konsep.

2. Metode pembelajaran active learning

Merupakan metode mengajar yang menopang kelemahan dari instruksi verbal, dimana siswa lebih besar mengatur arah belajar dari pada guru. Metode ini menempatkan guru sebagai pembimbing dalam menyediakan berbagai kondisi belajar dan pemecahan masalah.3. Metode DemonstrasiMerupakan metode yang paling relevan untuk menunjukkan konsep nyata kepada siswa yang berkaitan dengan suatu prinsip atau aturan.4. Metode lain yang berbasis media

Adalah cara yang lebih menopang untuk menjadikan siswa lebih aktif dan kreatif menyelami berbagai konsep-konsep. Khususnya konsep yang sulit untuk dijangkau oleh keterbatasan panca indera manusia. Misalnya konsep garis medan magnetik dapat diwakili dengan model atau gambar sehingga instruksi verbal yang diterima siswa menjadi lebih bermakna.2.1.5.Pembelajaran Inovatif dan Kreatif

Pembelajaran modern memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model apapun yang digunakan selalu menekankan aktifnya peserta didik dalam setiap proses pembelajaran. Inovatif setiap pembelajaran harus memberikan sesuatu yang baru, berbeda dan selalu menarik minat peserta didik. Dan Kreatif, setiap pembelajarna harus menimbulkan minat kepada peserta didik untuk menghasilkan sesuatu atau dapat menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan metoda, teknik atau cara yang dikuasai oleh siswa itu sendiri yang diperoleh dari proses pembelajaran.

Kreativitas matematika adalah (1) Kelancaran (fluency) yakni kemampuan untuk memberikan gagasan atau langkah-langkah penyelesaian soal, dan jawaban tidak terputus-putus dan benar. (2) Keluwesan atau fleksibilitas (flexibility) yakni kemampuan untuk menafsirkan suatu masalah dalam soal dan konsep atau asas yang akan digunakan dalam mpenyelesaian soal, serta memberikan alternatif penyelesaian lain dari yang biasanya. 3) Originality (Kebaruan), indikator yang akan diukur pada tingkat originality ini adalah: pertama, siswa mamapu memperkaya dan mengembangkan sesuatu gagasan atau produk, dua, dapat menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik (Evans, 1991)2.1.6. Kerangka Konseptual

Pendidikan adalah salah satu wahana yang dapat mewujudkan peningkatan sumber daya manusia sebagai tenaga terdidik dan terampil, serta memiliki jiwa pengabdian yang tinggi. Dalam peningkatan kualitas pendidikan nasional, maka kegiatan proses pembelajaran di sekolah merupakan kegiatan inti. Melalui proses kegiatan belajar diharapkan dapat tercapai tujuan pendidikan nasional. Menurut Joyce, model pembelajaran pencapaian konsep dirancang untuk membawa siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah melalui data yang terpilih dan terorganisasi untuk memberikan contoh-contoh yang tepat dengan contoh yang tidak tepat dari berbagai kategori. Tujuannya adalah melatih siswa menjadi lebih efektif pada pengembangan konsep (Joyce, 2010:125).Model pembelajaran pencapaian konsep menyediakan kemungkinan-kemungkinan untuk menganalisis proses-proses berpikir siswa (Joyce 2010:128). Dari pernyataan Joyce tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran pencapaian konsep menekankan keterampilan berpikir siswa. Model pembelajaran pencapaian konsep ini dapat membantu siswa pada semua tingkatan usia dalam memahami tentang konsep dan latihan pengujian hipotesis. 2.2. Hipotesis PenelitianAdapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Ada peningkatan aktivitas belajar siswa dan penguasaan konsep siswa setelah menerapkan model pembelajaran pencapaian konsep pada materi medan magneik kelas XII IPA 2 SMA N 1 Rantau Selatan. BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1. Jenis PenelitianPenelitan ini termasuk dalam jenis Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yakni suatu pencermatan terhadap suatu kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan terjadi di dalam sebuah kelas ( Suharsimi Arikunto, dkk : 16: 2007 )

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pembelajaran di kelas apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik di sini berarti pihak yang terlibat (guru) mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian tindakan. (http://wijayalab.com)Banyak sekali masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran di sekolah. Tentu para guru diminta untuk mencari solusi dari masalah-masalah itu. Untuk mencari solusi dari masalah itu diperlukan sebuah penelitian. Dari sinilah dimulai sebuah penelitian yang dimulai dari melihat, membaca, menulis, meneliti dan melaporkannya dalam bentuk laporan PTK.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian tindakan kelas ini adalah di SMA Negeri 1 Rantau Selatan kelas XII IPA 2 Tahun Pelajaran 2012/2013. dan waktu penyelenggaraan penelitian ini adalah pada semester I (ganjil) mulai dari bulan Oktober 2012 sampai bulan Desember 2012.3.3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas XII IPA 2 SMA Negeri 1 Rantau Selatan tahun ajaran 2012 yang berjumlah 42 orang siswa. Adapun yang bertindak sebagai observer dalam penelitian ini adalah guru teman sejawat yaitu Sukmawaty, S.Pd dan Seri Sediani, S.Pd.3.4. Definisi Variabel Penelitian

Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap variable-variabel yang digunakan, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:a. Model pembelajaran pencapaian konsep adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada pemahaman konsep kepada siswa, guru mengawali pengajaran dengan menyajikan data atau contoh dan yang bukan contoh, kemudian guru meminta siswa untuk mengamati data atau contoh tersebut, dan siswa dibimbing agar mampu mengidentifikasi ciri-ciri/ karakteristik dari contoh yang diberikan.b. Pemahaman Konsep adalah: 1) Menyatakan ulang sebuah konsep yaitu menyebutkan definisi berdasarkan ciri-ciri esensial yang dimiliki oleh sebuah objek; 2) Mengklasifikasikan objek yaitu memberikan contoh dan noncontoh serta menganalisis suatu objek menurut sifat-sifat/ciri-ciri sesuai dengan konsepnya; 3) Mengaplikasikan konsep yaitu Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis sebagai suatu algoritma pemecahan masalah. c. Kreativitas matematika adalah (1) Kelancaran (fluency) yakni kemampuan untuk memberikan gagasan atau langkah-langkah penyelesaian soal, dan jawaban tidak terputus-putus dan benar. (2) Keluwesan atau fleksibilitas (flexibility) yakni kemampuan untuk menafsirkan suatu masalah dalam soal dan konsep atau asas yang akan digunakan dalam mpenyelesaian soal, serta memberikan alternatif penyelesaian lain dari yang biasanya. 3) Originality (Kebaruan), indikator yang akan diukur pada tingkat originality ini adalah: pertama, siswa mamapu memperkaya dan mengembangkan sesuatu gagasan atau produk, dua, dapat menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik (Evans, 1991)

d. Aktivitas belajar adalah suatu aktivitas yang sadar akan tujuan. Tujuan dalam belajar adalah terjadinya perubahan dalam individu seutuhnya. 3.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar dan lembar observasi.

1. Tes

Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa yang diberi perlakuan berupa model pembelajaran pencapaian konsep maupun yang tidak diberi perlakuan yaitu model pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar siswa yang terdiri dari 15 soal dalam bentuk pilihan berganda dan masing-masing soal memiliki 5 option. Tes yang digunakan dituangkan dalam tabel spesifikastes hasil belajar sebagai berikut:Tabel 3.2. Kisi-kisi tes materi pokok Medan Magnet NoMateri Pokok/Sub Materi PokokKemampuanJumlah Soal

C1C2C3C4C5C6

1Medan Magnet di Sekitar Arus Listrik143,5,6,8,9, 12,13,157, 1111

2Gaya Lorentz12410 4

Jumlah11811215

Menurut Arikunto (2005:117-120) Perincian test dari setiap bagian materi pokok yang dilakukan berdasrkan taksonomi Bloom, yaitu:

1. Pengetahuan (C)

2. Pemahaman(C)

3. Penerapan (C)

4. Analisis (C)

5. Sintesis (C)

6. Evaluasi (C)Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Sedangkan Ketuntasan belajar berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di SMA Negeri 1 Rantau Selatan adalah 65 secara individual dan 85% secara klasikal.2. Lembar Observasi

Observasi dimaksudkan untuk mengamati aktivitas belajar siswa selama pelaksanaan pembelajaran. Observasi dilakukan oleh observer yang berjumlah dua orang dengan menggunakan lembar observasi.Observasi dalam penelitiaan ini adalah observasi terhadap subjek penelitian yang dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa selama pembelajaran. Adapun manfaat observasi dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang keseluruhan objek yaitu memperoleh informasi balikan guru di dalam kegiatan belajar mengajar. Observasi yang dilakukan bersifat langsung dan dilakukan oleh 2 orang pengamat yang dilengkapi dengan lembar pedoman observasi aktivitas belajar siswa. Lembar aktivitas ini digunakan pada saat siswa bekerja dalam kelompok. Yang menggunakan lembar aktivitas belajar siswa ini adalah dua orang pengamat, yang mengamati masing-masing satu kelompok setiap satu KBM yang sudah ditentukan oleh peneliti/guru. Pengamat aktivitas siswa selama KBM diambil sesama peneliti antara lain; Sukmawatuy, S.Pd dan Seri Sediani, S.Pd. Pengamat tidak boleh duduk bersamaan untuk menghindari data bias. Pengamat mentabulasi data/menceklis pada lembar aktivitas ini selama dua menit sekali. Akhir kerja kelompok maka pengamat menandatangani lembar pengamat kemudian menyerahkan kepada peneliti. Sebagai contoh, bila kerja kelompok ditentukan oleh peneliti selama 20 menit maka pengisian data pada lembar aktivitas jumlah per siswa ada 10 ceklis. 10 ceklis ini posisinya pada 5 aktivitas ini sesuai dengan pengamatan. Setelah data terkumpul, maka data tersebut dianalisis sehingga setiap aktivitas dapat ditentukan persentasinya.3.5. Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dimana penelitian ini terdiri dari dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan rangkaian yang dilakukan dalam siklus berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan/tindakan, tahap pengamatan (Observasi), dan tahap refleksi ( Arikunto dkk, 2007: 74 ).

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Adapun tahapan pelaksanaan penelitian tindakan kelas digambarkan seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.1 : Spiral Tindakan Kelas (Hopkins dalam Aqib, 2006 : 31)Berikut rincian kegiatan pada setiap tahapan adalah sebagai berikut:

1. Siklus I

a) Tahap Perencanaan tindakan

Rencana kegiatan siklus I meliputi:

Membuat angket, lembar observasi, LKS dan soal evaluasi Membuat skenario pembelajaran dengan menggunakan berbagai pola latihan yang disusun dari yang paling simpel ke yang lebih kompleks Membuat alat bantu mengajar yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa.

b) Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap ini, rancanagan strategi dan skenario pembelajaran yang telah disusun pada perencanaan tindakan akan diterapkan dalam upaya meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas XII IPA 2 SMA Negeri 1 Rantau Selatan pada pokok bahasan wujud zat dan perubahannya dengan model pembelajaran Pencapaian Konsep. Tindakan dilakukan oleh peneliti sendiri yang berlangsung di dalam kelas dengan berpedoman pada kurikulum, sillabus mata pelajaran dan rencana pembelajaran. Selain iut juga peneliti berperan untuk memberikan stimulus dan motivasi kepada siswa dengan tujuan agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar.

c) Tahap Observasi (Pengamatan)

Peneliti mengamati dan mencatat setiap kejadian yang muncul kolaborator mengamati serta mencatat kedalam lembar observasi semua hal yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran.d) Tahap Refleksi

Dari hasil pengamatan dan catatan-catatan yang ada selama kegiatan siklus I berlangsung diadakan evaluasi dan perbaikan-perbaikan untuk masuk ke siklus berikutnya.

2. Siklus II

Pelaksanaan siklus II ini didasarkan pada hasil refleksi yang sudah dilakukan pada siklus I, mengulang tahapan-tahapan yang sudah tertera pada siklus I, sikulus II juga merupakan penyempurnaan dari kekurangan-kekurangan yang terdapat pada siklus I dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang jauh lebih sempurna.

Adapaun ketuntasan belajar bersasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut :

Perorangan : apabila mampu menyerap 65% dari materi yang disampaikan, yang akan terlihat pada hasil evaluasi dimana siswa dapat mencapai 65% pada saat evaluasi.

Klasikal : apabila 85% atau lebih dari siswa dikelas mencapai ketuntasan perorangan, yang akan terlihat pada hasil evaluasi minimal 85% mencapai 65% ke atas, sehingga indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah tercapai ketuntasan secara klasikal.

3.6. Teknik Analisis Data

Metode analisis data pada penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan membandingkan hasil belajar siswa sebelum tindakan dengan hasil belajar siswa setelah tindakan.

Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut:

1. Merekapitulasi nilai pretes sebelum tindakan dan nilai tes akhir siklus I dan siklus II.

2. Menghitung nilai rata-rata atau persentase hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dengan hasil belajar setelah dilakukan tindakan pada siklus I dan siklus II untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar.

3. Penilaian

a. Data nilai hasil belajar (kognitif) diperoleh dengan menggunakan rumus:

(Slameto,2001:189)

b. Nilai rata-rata siswa dicari dengan rumus sebagai berikut:

(Subino,1987:80)

Keterangan :

= Nilai rata-rata

= Jumlah nilai X N = Jumlah peserta tes

c. Untuk penilaian aktivitas digunakan rumus sebagai berikut:

(Majid, 2009:268)

d. Ketentuan persentase ketuntasan belajar kelas

Sb = Jumlah siswa yang mendapat nilai 65 (kognitif)

K = Jumlah siswa dalam sampel

Sebagai tolak ukur keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat dari: hasil tes, jika hasil belajar siswa mencapai KKM secara individual dan 85% secara klasikal. BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN4.1. Hasil PenelitianBerdasarkan pelaksanaan tindakan ini, peneliti akan menganalisis data yang diperoleh selama proses penelitian berlangsung yakni bagaimana aktivitas belajar siswa dan penguasaan kompetensi siswa dengan menggunakan model pembelajaran pencapaian konsep menunjukkan adanya peningkatan. Untuk itu peneliti akan (1) mendiskripsikan kegiatan belajar mengajar saat penelitian berlangsung, dan (2) mendiskripsikan hasil dari kegiatan kegiatan yang telah dilakukan siswaSubyek penelitian ini adalah siswa kelas XII IPA 2 Semester Ganjil SMA Negeri 1 Rantau Selatan Tahun Pembelajaran 2012/2013 yang berjumlah 42 orang siswa. Penelitian dilakukan mulai bulan Oktober 2012 sampai bulan Desember Tahun 2012.Penelitian ini berjalan dalam dua siklus, yang dalam setiap siklusnya berlangsung dua kali pertemuan atau pembelajaran tatap muka (setiap pertemuan = 2 x 45 menit). Setiap siklus penelitian terdiri dari 4 (empat) tahap kegiatan utama, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Data yang dikumpulkan dalam setiap siklus adalah data yang berhubungan dengan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa dan data minat siswa melalui instrumen pengumpul data yang telah ditetapkan, dalam hal ini adalah melalui format observasi dan lembar soal tes dan format angket yang telah disiapkan oleh guru.

Setelah melakukan Siklus I dan Siklus II, dan diperoleh data-data hasil belajar, aktivitas belajar, dan minat siswa, maka data tersebut dapat disajikan dalam Tabel. Pengambilan data dilakukan empat kali pertemuan (4 RPP) dibagi menjadi dua Siklus. Pertemuan pertama dan pertemuan kedua disebut Siklus I, dan pertemuan ketiga dan pertemuan keempat disebut Siklus II. Sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar maka dilakukan tes hasil belajar atau disebut Pretes. Anlisis data menunjukan hasil pretes siswa rata-rata adalah 24,8, hal ini menunjukan bahwa rata-rata siswa belum ada persiapan sebelum belajar di sekolah.

4.1.1. Data Siklus I

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP 1 dan 2, LKS 1 dan 2, soal tes formatif 1, dan alat-alat pengajaran dan media untuk mendukung kegiatan belajar mengajar.b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada pertemuan 1 hari Senin tanggal 22 Oktober 2012 dan pertemuan 2 hari Rabu 24 Oktober 2012 di kelas XII IPA 2 dengan jumlah siswa 42 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Akhir Siklus I dilakukan tes hasil belajar atau disebut Formatif I, dengan data dapat dilihat Pada Tabel 4.1. Merujuk pada kesimpulan ini guru sebagai peneliti berusaha memperbaiki proses dan hasil belajar siswa Melalui Model Pembelajaran Pencapaian Konsep. Hasil belajar yang diperoleh pada Siklus I selama dua pertemuan disajikan dalam Tabel berikut: Tabel 4.1 Distribusi Hasil Formatif I

NilaiFrekuensiTuntas IndividuTuntas KelasNilai rata-rata

504--71,7

62,513

75,0151535,7%

87,5101023,8%

Jumlah422559,5%

Pada Tabel 4.1 tersebut, nilai terendah Formatif I adalah 50 sebanyak 4 orang dan nilai tertinggi adalah 87,5 sebanyak 10 orang, dengan 17 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 59,5%. Dengan nilai KMM sebesar 65. Nilai ini berada sedikit di bawah kriteria keberhasilan klasikal sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I kurang berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Walaupun Nilai rata-rata kelas siswa tuntas menurut KKM Fisika yaitu 71,7. Data hasil Formatif I ini dapat disajikan kembali dalam grafik histogram sebagai berikut:

Gambar .4.1 Grafik data hasil Formatif Ic. Data Aktivitas Pada Siklus I

Setelah guru selesai menyajikan materi pembelajaran, maka siswa disuruh bekerja berkelompok untuk mengerjakan LKS. Siswa bekerja dalam kelompok, peneliti memberikan instrument aktivitas siswa kepada pengamat. Untuk merekam aktivitas siswa dilakukan oleh dua pengamat sesuai dengan instruksi oleh peneliti. Kedua pengamat melakukan pengamatan selama 4 kali atau Siklus I dan Siklus II. Hasil rekaman yang dilakukan oleh kedua pengamat diserahkan kembali kepada peneliti. Hasil analisis rekaman aktivitas siswa dari kedua pengamat selama 4 kali dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Skor aktivitas belajar siswaSiklus I

NoAktivitasJumlahRata-RataProporsi

1Menulis,membaca10325.7542,9%

2Mengerjakan5914.7524,6%

3Bertanya pada teman348.514,2%

4Bertanya pada guru297.2512,1%

5Yang tidak relevan153.756,2%

Jumlah24060100%

Data pada Tabel 4.2 dapat disajikan dalam bentuk diagram batang atau histogram sesuai Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Grafik aktivitas siswa Siklus I Keterangan: 1. Menulis,membaca

2. Mengerjakan

3. Bertanya pada teman

4. Bertanya pada guru

5. Yang tidak relevan dengan KBMd. Refleksi

Berdasarkan data Tabel 4.1 diperoleh bahwa rata-rata Formatif 71,7 pada Siklus I dengan persentase adalah 59,5%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada Siklus I secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai 65 hanya sebesar 59,5% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena Tentang ketidaknyamanan siswa dengan adanya kolaborator, maka peneliti mencoba untuk menjelaskan pada siswa bahwa kedudukan kolaborator hanya terbatas sebagai pengamat tanpa mempengaruhi nilai siswa baik kognitif maupun afektif, siswa juga masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan guru dengan menerapkan model pembelajaran Pencapaian Konsep.Belum tercapainya standar ketuntasan tersebut tidak terlepas dari rendahnya aktivitas belajar siswa. Merujuk pada Tabel 4.2, pada Siklus I rata-rata aktivitas I yakni menulis dan membaca memperoleh proporsi 42,9%. Aktivitas mengerjakan dalam diskusi mencapai 24,6%. Aktivitas bertanya pada teman sebesar 14,2%. Aktivitas bertanya kepada guru 12,1% dan aktivitas yang tidak relevan dengan KBM sebesar 6,2%. Aktivitas membaca memperoleh proporsi lebih besar dibandingkan aktivitas mengerjakan. Hal ini berarti siswa belum mempersiapkan diri dari rumah, sehingga pada saat diskusi siswa masih banyak yang membaca dibandingkan mengerjakan LKS. Pada proses pembelajaran masih ditemukan hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan penelitian tindakan kelas yaitu :

1. Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu. Kemungkinan besar penyebabnya waktu yang terlalu singkat untuk melakukan praktikum dan penyelesaian LKS, sehingga terkesan terburu-buru.3. Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung siswa tersebut hanya berdiam diri, seolah-olah tidak mau tahu dan hanya melakukan kegiatan menulis dan membaca, meskipun ada beberapa siswa yang aktif dalam berargumen.4. Siswa belum rapi dalam menuliskan hasil diskusi serta gagasannya di papan tulis.e. Revisi

Dari paparan deskripsi penelitian tindakan kelas siklus I, maka di dalam refleksi diupayakan perbaikan untuk meningkatkan proses pembelajaran dan aktivitas belajar siswa pada Siklus II, beberapa perbaikan pembelajaran dilakukan antara lain:1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.4) Melakukan patokan pada format analisis yang mengarahkan pada kesimpulan sehingga siswa dapat melakukan pengambilan kesimpulan secara runtun dan sistematis4.1.2. Siklus II

a. Tahap PerencanaanSebelum peneliti melakukan penelitian lanjutan siklus II dilaksanakan, peneliti melakukan refleksi tanggal 29 Oktober 2012 dilakukan refleksi. Refleksi bertujuan untuk:(1) Memecahkan masalah dan kendala-kendala pada siklus I,

(2) Membuat rancangan tindakan di siklus II,

(3) Melakukan evaluasi terpadu terhadap peningkatan hasil belajar ranah kognitif dan afektif. Pertemuan ini menghasilkan langkah-langkah sebagai berikut adalah:

a) Melakukan persiapan dan menyusun pembuatan rancangan pengajaran yang lebih komprehensif pada siklus II.

b) Penelitian tindakan kelas siklus II tetap membutuhkan kerjasama rumpun mengingat penelitian ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan dan kerjasama dari anggota rumpun. c) Persiapan media dan sumber belajar juga dilakukan di siklus II misalnya buku paket, visualisasi gambar dan lain-lain. Pada siklus II penelitian tindakan kelas tetap memakai observer (pengamat), maka dibuat juga format observasi untuk memudahkan pengamat melakukan penilaian dan refleksi.d) Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3 dan 4, LKS 3 dan 4, soal tes formatif II, dan alat-alat pembelajaran dan media untuk mendukung kegiatan belajar mengajar.b. Tahap kegiatan dan pengamatanPelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pertemuan 3 pada Rabu tanggal 31 Oktober 2012 dan pertemuan keempat Hari Senin tanggal 5 Nopember 2012 di kelas XII IPA 2 dengan jumlah siswa 42 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II datanya dapat dilihat Pada Tabel 4.3 adalah sebagai berikut:Tabel 4.3. Distribusi Hasil Formatif II

NilaiFrekuensiTuntas IndividuTuntas KelasRata-rata

57,14--84,0

71,48819%

85,7191945,2%

100111126,2%

Jumlah423890,5%

Merujuk pada Tabel 4.3, nilai terendah untuk Formatif II adalah 57,1 sebanyak 4 orang dan tertinggi adalah 100 sebanyak 11 orang. Dengan 4 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 90,5%. Nilai ini berada di atas kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM Siklus II berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 84,0. Data hasil Formatif II ini dapat disajikan kembali dalam grafik histogram sebagai berikut:

Gambar .4.3 Grafik data hasil Formatif IIc. Data Aktivitas Pada Siklus IIBerdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Fisika pada materi pelajaran Induksi Magnet yang paling dominan adalah aktivitas mengerjakan, bertanya kepada guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Penskoran dilakukan dan dijabarkan dalam data berupa Tabel aktivitas oleh pengamat I dan II untuk Siklus II sebagai berikut:

Tabel 4.4 Skor aktivitas belajar siswa

Siklus II

NoAktivitasJumlahRata-RataProporsi

1Menulis,membaca601525%

2Mengerjakan11829.549,2%

3Bertanya pada teman358.7514,6%

4Bertanya pada guru225.59,2%

5Yang tidak relevan51.252,0%

Jumlah24060100%

Data pada Tabel 4.4 dapat disajikan dalam bentuk diagram batang atau histogram sesuai Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Grafik aktivitas siswa Siklus IIKeterangan: 1. Menulis,membaca

2. Mengerjakan

3. Bertanya pada teman

4. Bertanya pada guru

5. Yang tidak relevan dengan KBMd. Refleksi

Hasil belajar siswa diakhir Siklus II telah mencapai ketuntasan klasikal 90,5%, yang berarti hampir seluruh siswa telah memperoleh nilai tuntas dengan 4 orang siswa yang belum mendapatkan nilai di atas KKM. Dengan demikian tindakan yang diberikan pada Siklus II telah berhasil memberikan perbaikan hasil belajar pada siswa. Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan model pembelajaran pencapaian konsep . Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut:

1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung. Ini dikarenakan siswa sudah mulai terbiasa dengan bekerja secara kelompok.3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.4) Siswa mulai aktif dan tahu akan tugasnya sehingga tidak menggantungkan permasalahan yang dihadapi kepada teman dalam kelompoknya.5) Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.Pada Siklus II, pelaksanaan pembelajaran Pencapaian Konsep berbantuan LKS, tindakan berupa menampilkan alat peraga dan pemberian penugasan yang memunculkan banyak aktivitas sudah efektif.

e. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus II guru telah menerapkan model pembelajaran Pencapaian Konsep dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran Pencapaian Konsep dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.4.2. PembahasanDari data hasil penelitian yang telah tersaji pada tabel 1, 2, 3, 4 dan 5 tersebut dengan jelas diketahui bahwa aktivitas belajar siswa dalam segala aspek pengamatan mengalami peningkatan yang sangat berarti dari siklus I ke siklus II. Penerapan model pembelajaran Pencapaian Konsep yang menekankan pada pemahaman konsep kepada siswa, guru mengawali pengajaran dengan menyajikan data atau contoh dan yang bukan contoh, kemudian guru meminta siswa untuk mengamati data atau contoh tersebut, dan siswa dibimbing agar mampu mengidentifikasi ciri-ciri/ karakteristik dari contoh yang diberikan.

Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan aktivitas belajar siswa dan penguasaan konsep siswa melalui model pembelajaran pencapaian konsep pada materi Medan magnet kelas XII IPA 2 SMA N 1 Rantau Selatan T.P. 2012/2013. Hal ini di dapat dilihat dari hasil pretes siswa sebelum diterapkan model pembelajaran pencapaian konsep yaitu 24,8 meningkat pada siklus I menjadi 71,7 dan Siklus II menjadi 84,0 yaitu dengan ketuntasan klasikal masing-masing 0%, 59,5% dan 90,5%.Selama proses pembelajaran siswa diajak untuk berfikir, berdiskusi, memberikan pendapat terhadap materi yang dipelajari serta memberikan banyak kesempatan untuk bertanya baik sesama siswa maupun denga peneliti. Selain itu siswa diberikan demonstrasi dan kegiatan siswa (LKS) yang langsung menguji konsep yang mereka pahami dengan kegitan-kegiatan yang dirancang peneliti. Peneliti banyak menyesuaikan langkah-langkah model pencapaian konsep saat pembelajaran. Hal ini dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Dari hasil observasi, Pada siklus I rata-rata skor aktivitas membaca dan menulis adalah 42,9% dan pada siklus II rata-rata skor aktivitas membaca dan menulis mencapai 25%, pada aktivitas ini mengalami penurunan karena siswa lebih banyak melakukan aktivitas mengerjakan. Hal ini terlihat dari meningkatnya aktivitas mengerjakan dari 24,6% menjadi 49,2%. Sedangkan bertanya sesama siswa meningkat dari 14,2% menjadi 14,6%. Aktivitas bertanya pada guru mengalami penurunan dari 12,1% menjadi 9,2% pada siklus II. Sedangkan aktivitas yang tidak relevan dengan KBM mengalami penurunan dari 6,2% menjadi 2%. Hal ini menyatakan model pencapaian konsep juga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Sehingga siswa di dalam pembelajaran bukan sebagai pendengar budiman tetapi berperan aktif sebagai siswa yang ingin belajar. Dari data yang dipaprkan di atas, Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran pencapaian konsep dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan penguasaan kompetensi fisika siswa pada materi medan magnet di kelas XII IPA 2 SMAN 1 Rantau Selatan.

Model pencapaian konsep yang diberikan mempunyai banyak kelebihan, diantaranya siswa dapat berperan aktif saat pembelajaran, menumbuhkan rasa ingin tahu yaitu dengan bertanya sesama siswa maupun guru serta siswa dapat langsung melihat contoh-contoh yang dipelajari dan dapat mengemukakan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini membuat siswa tidak monoton sebagai pendengar tetapi dapat mengetahui konsep materi yang dipelajari dari rasa ingin tahunya. Model yang diberikan pada siswa juga terdapat kelemahan-kelemahan seperti dalam membandingkan contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti juga menemukan kesulitian dalam mengajak siswa untuk berperan aktif. Hal ini disebabkan karena siswa selama ini dalam pembelajaran tidak berperan aktif atau pembelajaran berpusat pada pendidik.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Data-data tes hasil belajar, aktivitas belajar siswa, dan minat siswa terhadap model pembelajaran Pencapaian Konsep selama kegiatan belajar mengajar tersusun, kemudian dianalisis, sehingga dapat disimpulkan sesuai dengan rumusan masalah.

1. Data aktivitas siswa menurut kedua pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain: menulis/membaca (42,9%), bekerja (24,6% ), bertanya sesama teman (14,2%), bertanya kepada guru (12,1%), dan yang tidak relevan dengan KBM (6,2%). Dan Data aktivitas siswa menurut pengamatan pada Siklus II antara lain: menulis/membaca (25%), bekerja (49,2%), bertanya sesama teman (14,6%), bertanya kepada guru (9,2%), dan yang tidak relevan dengan KBM (2,0%).2. Dengan menerapkan model pembelajaran Pencapaian Konsep, penguasaan kompetensi siswa dari Siklus I ke Siklus berikutnya mengalami peningkatan. Hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran Pencapaian Konsep pada Formatif I dan Formatif II menunjukkan 25 orang siswa tuntas secara individu, sedangkan kelas tidak tuntas. Pada Siklus II, tuntas secara individu sebanyak 38 orang siswa, sedangkan kelas adalah tuntas dengan rata-rata siklus I dan siklus II adalah 71,7 dan 84,0 dan persentase ketuntasan klasikal adalah 59,5% pada siklus I dan 90,5% pada siklus II.3. Dengan demikian maka tindakan guru dalam menerapkan model pembelajaran Pencapaian Konsep pada bidang studi Fisika di sini telah berhasil mencapai tujuan yang diinginkan5.2. Saran Dari hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka ada beberapa saran yang diajukan yaitu: 1. Bagi para peneliti selanjutnya yang ingin menggunakan model pembelajaran pencapaian konsep (concept attainment) dalam penelitian sebaiknya dalam memperhatikan kelemahan penelitian ini serta saat melakukan observasi awal agar lebih memperhatikan bagaimana cara belajar siswa yang akan diteliti untuk menyesuaikan metode-metode yang akan digunakan saat penelitian.2. Bagi peneliti selanjutnya hendaknya lebih memahami model pembelajaran Pencapaian Konsep sebagai salah satu upaya untuk mengaktifkan siswa belajar, menambah kreativitas dan semangat belajar siswa, serta meningkatkan hasil belajar siswa. Namun, model ini hanya dapat digunakan pada jumlah siswa yang kecil dan waktu yang memadai.3. Kepada siswa; mereka para siswa hendaknya lebih meningkatkan kerjasamanya dalam kegiatan pembelajaran, terutama dalam mengerjakan tugas-tugas kelompok yang diberikan oleh guru. 4. Melalui penerapan model pembelajaran Pencapaian Konsep hasil belajar siswa semakin meningkat. Atas dasar ini disarankan bagi guru-guru SMA Negeri 1 Rantau Selatan pada umumnya, dan khususnya bagi guru-guru mata pelajaran Fisika untuk dapat dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran alternatif dalam mengajarkan mata pelajaran Fisika.Daftar PustakaAqib, Zainal. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama WidyaArikunto, S., (2007), Prosedur Penelitian, Penerbit Rineka Cipta, JakartaDahar, R.W, (1989), Teori-Teori Belajar, Penerbit Erlangga, JakartaDepdiknas, 2007. Pembelajaran Aktif Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Online http://farhanzen.wordpress.com [accessed 15/01/08]Dimyati, dan Mudjiono., (2006), Belajar dan Pembelajaran, PT Rineka Cipta, JakartaJoyce, Wheil, dan Calhoun, (2009), Models of Teaching (ModelModel Pengajaran), Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Majid, A., (2009), Perencanaan Pembelajaran, Rosda, Bandung.Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : PT Remaja RosdakaryaPrawiradilaga, Dewi., (2009), Prinsip Desain Pembelajaran, Prenada Media GroupSanjaya,W,. (2005), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Penerbit Kencana, JakartaSardiman, A. M., (2009), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada, JakartaSlameto., (2003), Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Penerbit Rineka Cipta, JakartaTrianto., (2007), Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Penerbit Prestasi Pustaka, Jakarta

Tindakan

Observasi

Refleksi

Observasi

Refleksi

Perencanaan

Perencanaan Ulang

Tindakan

Identifikasi Masalah

1

_1372230283.unknown

_1372230287.unknown

_1415192115.xlsChart1

0.429

0.246

0.142

0.121

0.062

Siklus 1

Grafik Aktivitas siklus I

Sheet1

6-10.11-15.16-2021-2526-3031-3536-4041-4546-50

Tes Diagnostik436783521

NilaiNilai PretesRata-rata

7228,3

142

207

277

336

404

472

532

32

NilaiFrekuensiRata-rataNilaiFrekuensiRata-rata

38167,257176,8

5047118

63128613

7512Jumlah32

883

Jumlah32

Siklus I

Proporsi

42.9%

24.6%

14.2%

12.1%

6.2%

100.00%

_1415194347.xlsChart1

4

8

19

11

Frekuensi

Grafik Postes I

Sheet1

6-10.11-15.16-2021-2526-3031-3536-4041-4546-50

Tes Diagnostik436783521

NilaiNilai PretesRata-rata

7228,3

142

207

277

336

404

472

532

32

NilaiFrekuensiRata-rata

57.1484

71.48

85.719

10011

Jumlah42

_1415194574.xlsChart1

0.25

0.492

0.146

0.092

0.02

Siklus 1

Grafik Aktivitas siklus II

Sheet1

6-10.11-15.16-2021-2526-3031-3536-4041-4546-50

Tes Diagnostik436783521

NilaiNilai PretesRata-rata

7228,3

142

207

277

336

404

472

532

32

NilaiFrekuensiRata-rataNilaiFrekuensiRata-rata

38167,257176,8

5047118

63128613

7512Jumlah32

883

Jumlah32

Siklus II

Proporsi

25.0%

49.2%

14.6%

9.2%

2.0%

100%

_1415190436.xlsChart1

4

13

15

10

Frekuensi

Grafik Postes I

Sheet1

6-10.11-15.16-2021-2526-3031-3536-4041-4546-50

Tes Diagnostik436783521

NilaiNilai PretesRata-rata

7228,3

142

207

277

336

404

472

532

32

NilaiFrekuensiRata-rata

20471.7

62.513

7515

87.510

Jumlah42

_1372230285.unknown

_1372230286.unknown

_1372230284.unknown

_1368263979.unknown

_1372230282.unknown

_1368264056.unknown

_1358154244.unknown

_1358154245.unknown