bab i urtika

17
BAB I PENDAHULUAN Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat berbagai macam sebab, dapat ditandai dengan edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. 1 Urtikaria merupakan erupsi kulit yang berbatas tegas, berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah disertai rasa gatal. Dalam istilah awam lebih dikenal dengan istilah “kaligata” atau “biduran”. Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik,keadaan ini merupakan masalah bagi penderita maupun bagi dokter. Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah diketahui, ternyata pengobatan yang diberikan kadang tidak memberi hasil seperti yang diharapkan. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan dalam menentukan penyebab dari urtikaria tersebut. Banyak sekali faktor penyebab urtikaria, baik faktor dari dalam tubuh berupa reaksi imunitas yang berlebihan atau faktor dari luar berupa penggunaan obat-obatan, makanan, gigitan serangga, bahan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, dan banyak macam lain.

Upload: yonada46

Post on 13-Jul-2016

221 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat berbagai macam sebab, dapat ditandai dengan edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.1Urtikaria merupakan erupsi kulit yang berbatas tegas, berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah disertai rasa gatal. Dalam istilah awam lebih dikenal dengan istilah “kaligata” atau “biduran”.

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Urtika

BAB I

PENDAHULUAN

Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat berbagai macam sebab, dapat ditandai

dengan edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat

dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.1Urtikaria

merupakan erupsi kulit yang berbatas tegas, berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah

disertai rasa gatal. Dalam istilah awam lebih dikenal dengan istilah “kaligata” atau “biduran”.

Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik,keadaan ini merupakan masalah bagi

penderita maupun bagi dokter. Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah

diketahui, ternyata pengobatan yang diberikan kadang tidak memberi hasil seperti yang

diharapkan. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan dalam menentukan penyebab dari urtikaria

tersebut. Banyak sekali faktor penyebab urtikaria, baik faktor dari dalam tubuh berupa reaksi

imunitas yang berlebihan atau faktor dari luar berupa penggunaan obat-obatan, makanan,

gigitan serangga, bahan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, dan banyak macam lain.

Page 2: BAB I Urtika

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Sinonim biasa untuk urtikaria

adalah “hives","nettle rash”, biduran dan kaligata. Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit

akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul

dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit,

sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk.

2.2 ETIOLOGI

Pada penelitian, ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab

urtikaria bermacam-macam, di antaranya: obat, makanan, gigitan/sengatan serangga, bahkan

fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi dan infestasi parasit, psikis, genetik, dan

penyakit sistemik.

1. Obat

Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun

non-imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria secara imunologik

(Tipe I atau II). Contohnya ialah obat-obatan golongan penisilin, sulfonamid, analgesik,

pencahar, hormon, dan diuretik. Ada pula obat yang secara non-imunologik langsung

merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium, dan zat

kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari

asam arakidonat.

2. Makanan

Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat reaksi

imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan ke dalamnya

seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet sering menimbulkan urtikaria

alergika. Contoh makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan,

kacang, udang, cokelat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka serta bahan

yang dicampurkan ke dalam makanan seperti asam nitrat, asam benzoat, dan ragi.

3. Gigitan/sengatan Serangga

Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat. Hal ini sering

diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe selular (tipe IV). Tetapi venom dan toksin bakteri,

biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding, dan serangga

Page 3: BAB I Urtika

lainnya menimbulkan urtikaria berbentuk papular di sekitar tempat gigitan, biasanya

sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari, minggu, atau bulan.

4. Bahan fotosensitizer

Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan kosmetik, dan

sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.

5. Inhalan

Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang, dan aerosol

umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik. Reaksi ini sering dijumpai pada

penderita atopi dan disertai gangguan pernapasan.

6. Kontaktan

Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air

liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia seperti insect repelent

(penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut

menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.

7. Trauma fisik

Trauma fisik dapat disebabkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang

benda dingin; faktor panas misalnya sinar matahari, sinar UV, radiasi dan panas

pembakaran; faktor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, atau semprotan

air; faktor vibrasi dan tekanan yang berulang-ulang contohnya pijatan dapat

menyebabkan urtikaria fisik baik secara imunologik maupun non-imunologik.

8. Infeksi dan Infestasi

Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus,

jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri contohnya infeksi pada tonsil, gigi,

dan sinus paranasal. Masih merupakan pertanyaan apakah urtikaria muncul karena

toksin bakteri atau oleh sensitisasi. Infeksi virus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi

virus coxsackie pernah dilaporkan sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria

yang idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus subklinis. Infeksi jamur

kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab urtikaria. Infestasi cacing

pita, cacing tambang, cacing gelang, Schistosoma atau Echinococcus dapat

menyebabkan urtikaria.

9. Psikis

Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan

permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11.5% penderita urtikaria

menunjukkan gangguan psikis. Penyelidikan memperlihatkan bahwa hipnosis dapat

Page 4: BAB I Urtika

menghambat eritema dan urtikaria. Pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit

dan ambang rangsang eritema meningkat.

10. Genetik

Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria dan angioedema, walaupun

jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. Diantaranya ialah angioneurotik

edema herediter, familial cold urticaria, familial localized heat urticaria, vibratory

angioedema, heredo-familial syndrome of urticaria deafness and amyloidosis, dan

erythropoietic protoporphyria.

11. Penyakit sistemik

Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria dan lebih

sering disebabkan oleh reaksi komplek antigen-antibodi. Penyakit vesikobulosa seperti

pemfigus dan dermatitis herpetiformis Duhring sering menimbulkan urtikaria. Beberapa

penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, artritis

reumatoid, urtikaria pigmentosa, demam reumatik dan lupus eritematosus sistemik.

2.3 EPIDEMIOLOGI

Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami

urtikaria disbanding dengan usia muda. SHELDON menyatakan bahwa umur rata-rata penderita

urtikaria adalah 35 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 60

tahun. Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama angioudema, 11%

angioudema saja. Di Amerika sekitar 15-20% populasi penduduk pernah menderita urtikaria.

Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti tentang populasi penduduk yang menderita

urtikaria.

Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria diabnding orang normal, disebabkan

mungkin karena faktor sensitivitas terhadap antigen yang lebih tinggi dri orang normal. Tidak

ada perbedaan frekuensi jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Umur, jabatan, letak

geografis dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitifitas seseorang terhadap

antigen yang dapat menyebabkan urtikaria yang diperantai oleh IgE. Penisilin tercatat sebagai

obat yang paling sering menyebabkan urtikaria.

2.4 KLASIFIKASI

Terdapat bermacam penggolongan urtikaria, berdasar lamanya serangan berlangsung

dibedakan urtikaria akut dan kronik. Disebut akut apabila serangan berlangsung kurang dari 6

minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tapi setiap hari, bila melebihi waktu tersebut

digolongkan urtikaria kronik. Urtikaria akut sering terjadi pada usia muda, umumnya laki-laki

Page 5: BAB I Urtika

lebih sering daripada wanita. Urtikaria kronik lebih sering pada wanita usia pertengahan.

Penyebab urtikaria akut lebih budah diketahui sedangkan urtikaria kronik lebih sukar, ada

kecenderungan urtikaria lebih sering diderita oleh penderita atopik.

Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan:

Urtikaria popular

Urtikaria gutata

Urtikaria girata

Urtiakria anular

Urtikaria arsinar

Berdasarkan luas dan dalam jaringan yang terkena yaitu:

Urtikaria lokal

Urtikaria general

Angioedema

Selain itu terdapat penggolongan berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme

terjadinya urtikaria, maka dikenal urtikaria imunologik,non imunologik dan idiopatik sebagai

berikut:

I. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik

A. Bergantung pada IgE (alergi tipe I)

- Pada atopi

- Antigen spesifik (polen, obat, venom)

B. Ikut serta komplemen

- Pada reaksi sitotoksik (alergi tipe II)

- Reaksi kompleks imun (alergi tipe III)

- Defsiensi C1 esterase inhibitor (genetik)

C. Reaksi alergi tipe IV(urtikaria kontak)

II. Urtikaria atas dasar reaksi non imunoogik

A. Langsung memicu sel mas, sehingga terjadi pelepasan mediator (misalbahan kontras

atau obat golongan opiat).

B. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolism asam arakidonat (misal aspirin, obat

anti-inflamasi non-steroid, golongan azodyes).

C. Trauma fisik, misal dermografisme, rangsang dingin, panas atau sinar (urtikaria solar)

dan bahan koliergik.

III. Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanisme digolongkan idiopatik.

Page 6: BAB I Urtika

Sel MasBasofil

FAKTOR NON-IMUNOLOGIK FAKTOR IMUNOLOGIK

Bahan kimia pelepas mediator (morfin, kodein)

Reaksi Tipe I (IgE) inhalan, obat, makanan, infeksi

Faktor fisik (panas, dingin, trauma, sinar X, cahaya

Reaksi Tipe IV (kontaktan)

Efek Kolinergik

Pengaruh komplemen

Aktivasi komplemen(Ag-Ab, venom, toksin)

Reaksi Tipe II

Reaksi Tipe III

Faktor Genetik: Defisiensi C1 esterase inhibitorFamilial cold urticariaFamilial heat urticaria

Pelepasan Mediator:H1, SRSA, serotonin,

kinin, PEG, PAF

Vasodilatasi, Peningkatan Permeabilitas Kapiler

Urtikaria

Alkohol, Emosi, Demam

Idiopatik

2.5 PATOFISIOLOGI

Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat,

sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan terjadinya pengumpulan cairan setempat,

sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan.

Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan

mediator-mediator misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis

(SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil. Selain itu terjadi pula inhibisi

proteinase oleh enzim proteolitik misalnya kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam

sel mast.

Baik faktor imunologik maupun non-imunologik mampu merangsang sel mas atau

basofil untuk melepaskan mediator-mediator tersebut. Pada yang non-imunologik, mungkin

sekali siklik AMP (Adenosine Mono Phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan

mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti

kodein, morfin, polimiksin dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik

seperti asetilkolin dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit, dengan mekanisme yang belum

diketahui dapat mempengaruhi sel mas untuk melepaskan mediator.

Page 7: BAB I Urtika

Gambar 3. Diagram Faktor Imunologik dan Non-imunologik

yang Menimbulkan Urtikaria

Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat secara

langsung merangsang sel mas. Beberapa keadaan, misalnya demam, panas, emosi, dan alkohol

dapat merangsang langsung pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan

peningkatan permeabilitas.

Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria akut daripada kronik, biasanya IgE

terikat pada permukaan sel mas dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc. Bila ada antigen

yang sesuai berikatan dengan IgE, maka terjadi degranulasi sel, sehingga terjadi pelepasan

mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan

makanan. Komplemen juga ikut berperan. Aktivasi komplemen secara klasik maupun alternatif

menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mas dan basofil.

Hal ini terjadi pada urtikaria akibat venom atau toksin bakteri.

Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan

kompleks imun. Pada keadaan ini, juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak

juga terjadi, misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga (insect repelent), bahan

kosmetik, dan penggunaan obat-obatan golongan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase

inhibitor secara genetik menyebabkan edema angioneurotik yang herediter.

2.6 Manifestasi Klinis

Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis tampak eritema dan

edema setempat berbatas tegas, kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Eritema akan

memutih bila ditekan. Bentuknya papular seperti pada urtikaria sengatan serangga, besarnya

dapat lentikular, numular sampai plakat. Bila mengenai jaringan lebih dalam sampai dermis dan

jaringan submukosa atau subkutan juga pada saluran cerna dan napas disebut angiodema.

Urtikaria dan angiodema dapat terjadi di beberapa lokasi secara bersamaan, atau sendiri-sendiri.

Angioedema umumnya terjadi di wajah atau bagian ekstremitas.

Pada dermografisme lesi sering berbentuk linier di kulit yang terkena goresan benda

tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria dingin dan panas, lesi akan

terlihat pada daerah yang terkena dingin dan panas. Urtikaria akibat penyinaran tampakan klinis

berbentuk urtikaria papular. Lesi urtikaria kolinergik timbul pada peningkatan suhu tubuh,

emosi, pekerjaan berat, sangat gatal, daerah warna merah dapat berkonfluen membentuk plakat,

biasanya pada daerah yang berkeringat.Untuk urtikaria akibat obat atau makanan umumnya

timbul secara akut dan generalisata.

Page 8: BAB I Urtika

2.7 Penegakan Diagnosis

Anamnesis

Informasi awal mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi ruam dan gatal

bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau kronik.Beberapa

pertanyaan untuk menentukan penyebab alergi atau non-alergi adalah sebagai berikut:

- Apakah biduran berhubungan dengan makanan? Adakah makanan baru yang

ditambahkan dalam menu makan?

- Apakah pasien sedang menjalani pengobatan rutin atau menggunakan obat baru, jika

iya apa jenis obat tersebut?

- Apakah pasien mempunyai penyakit kronik atau riwayat penyakit kronik?

- Apakah pasien sedang hamil?

- Apakah sebelumnya ada stimulus panas, dingin, tekanan atau vibrasi?

- Apakah ada senyawa yang dihirup atau kontak dengan kulit yang mungkin timbul di

tempat kerja?

- Apakah sebelumnya pasien sempat terkena gigitan serangga?

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kulit pada urtikaria meliputi:

- Lokalisasi (badan, ekstremitas, kepala dan leher),

- efloresensi (eritema, edema, berbatas tegas dengan elevasi kulit kadang bagian tengah

tampak pucat),

- ukuran (milier hingga sentimeter),

- bentuk (lentikular hingga plakat),

- dermografisme.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah, urin, feses rutin.

Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau

kelainan pada alat dalam. Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria

dingin.1,2 Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal

ginjal, faal hati dan urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1

inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.

Tes Alergi

Pada prinsipnya tes kulit(prick test) dan RAST(radioallergosorbant tests), hanya bisa

memberikan informasi adanya reaksi hipersensitivitas tipe I. Untuk urtikaria akut, tes-tes alergi

Page 9: BAB I Urtika

mungkin sangat bermanfaat, khususnya bila urtikaria muncul sebagai bagian dari reaksi

anafilaksis. Untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing

autoantibodies, tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum

skin test-ASST) dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana.

Tes Eliminasi Makanan

Tes ini dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu

mencobanya kembali satu demi satu.

Tes Foto Tempel

Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.

Injeksi mecholyl intradermal

Injeksi mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik

Tes fisik

Tes fisik lainnya bisa dengan es (ice cube test) atau air hangat apabila dicurigai adanya alergi

pada suhu tertentu.

2.8 Diagnosis Banding

Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat dapat ditegakkan

diagnosis urtikaria serta penyebabnya. Namun hendaknya dipikirkan pula beberapa penyakit

sistemik yang sering disertai urtikaria. Urtikaria kronik harus dibedakan dengan purpura

anafilaktoid, dan ptiriasis rosea bentuk popular dan urtikaria pigmentosa.

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang paling ideal untuk pengobatan urtikaria tentu saja mengobati

factor penyebabnya atau bila mungkin menghindari penyebab yang dicurigai. Urtikaria akut

lebih mudah diatasi daripada urtikaria kronik, namun prinsipnya ialah:

A. Penanganan Umum

- Menghindari factor penyebab

- Antihistamin

- Golongan adrenergic

- Kortikosteroid

B. Pengobatan penyebab

C. Pengobatan topikal

Pengobatan lokal di kulit dapat diberikan secara simtomatik misalnya antipruritus di dalam

bedak kocok atau bedak.

Page 10: BAB I Urtika

Antihistamin

Antihistamin bekerja menghambat histamine pada reseptor-reseptor histamine.

Berdasarkan reseptor yang dihambat digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu:

a. Antihistamin 1 (AH1)

b. Antihistamin 2 (AH2)

Secara klinis pengobatan pada urtikaria dan angioedema dipercayakan pada efek

antagonis histamine pada reseptor H1, namun sering menimbulkan efek sedasi. Golongan ini

disebut antihistamin klasik. Sedangkan yang tidak menimbulkan efek sedasi disebut dengan

antihistamin non klasik.

Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid sistemik diperlukan pada pasien urtikaria akut tapi tidak ada

manfaatnya pada manfaatnya pada urtikaria kronik, dapat pula dberikan pada pasien yang tidak

berespon dengan pemberian antihistamin klasik. Kortikosteroid akan lebih bermanfaat bila

dikombinasikan dengan AH1. Preparat yang biasa digunakan adalah prednisone, dengan dosis

40mg/hari.

2.10 Prognosis

Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya lebih cepat diatasi, urtikaria

kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit diidentifikasi. Namun secara garis besar

urtikaria mempunya prognosis yang baik karena gejala yang timbul dapat diatasi dengan

pemberian pengobatan yang tepat.

Page 11: BAB I Urtika

BAB III

KESIMPULAN

Urtikaria merupakan kelainan kulit yang sering dijumpai. Urtikaria dapat timbul akibat

berbagai macam penyebab, antara lain obat, makanan, gigitan serangga, fotosensitizer, inhalan,

kontaktan, trauma fisik, infeksi, psikis, genetic dan penyakit sistemik. Urtikaria timbul didasari

oleh eritema akibat dilatasi kapiler, dan timbulnya edema akibat ekstravasasi cairan karena

peningkatan vaskuler. Urtikaria terjadi karena adanya degranulasi sel mast yang akan

menyebabkan pengeluaran mediator kimia terutama histamine. Hal ini bisa tejadi akibat reaksi

imun, non imun ataupun idiopatik. Sehingga utuk mendukung diagnose dilakukan pemeriksaan

reaksi hipersensitifitas.

Penatalaksanaan urtikaria bisa pengobatan simtomatik berupa pemberian antihistamin,

kortikosteroid ataupun golongan adrenergic yang bermanfaat pada urtikaria kronik. Namun

tetap yang paling terbaik adalah dengan mengobati etiologi contohnya urtikaria karena alergi.

Page 12: BAB I Urtika

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A, Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta: Balai Penerbit FKUI,

2008: 169-176

2. Akib A AP, Munasir Z, Kurniati N, Buku Ajar Alergi Imunologi Anak, Jakarta : Balai

Penerbit IDAI, 2007.

3. Wong H K, Uticaria Diunduh dari: http://www.emedicine.com/derm.

4. Huang, Shih Wen. 2010. Pediatrics Angioedema. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/885100-overview.

5. Siregar, Saripati Penyakit Kulit, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003.

6. Wolf, Klaus. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. Ed. 6 th.

The McGraw-Hill. United States of America. 2009.

7. Sheikh, J. Urticaria Emedicine, Artikel, Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/137362