bab i urtika
DESCRIPTION
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat berbagai macam sebab, dapat ditandai dengan edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.1Urtikaria merupakan erupsi kulit yang berbatas tegas, berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah disertai rasa gatal. Dalam istilah awam lebih dikenal dengan istilah “kaligata” atau “biduran”.TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat berbagai macam sebab, dapat ditandai
dengan edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat
dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.1Urtikaria
merupakan erupsi kulit yang berbatas tegas, berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah
disertai rasa gatal. Dalam istilah awam lebih dikenal dengan istilah “kaligata” atau “biduran”.
Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik,keadaan ini merupakan masalah bagi
penderita maupun bagi dokter. Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah
diketahui, ternyata pengobatan yang diberikan kadang tidak memberi hasil seperti yang
diharapkan. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan dalam menentukan penyebab dari urtikaria
tersebut. Banyak sekali faktor penyebab urtikaria, baik faktor dari dalam tubuh berupa reaksi
imunitas yang berlebihan atau faktor dari luar berupa penggunaan obat-obatan, makanan,
gigitan serangga, bahan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, dan banyak macam lain.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Sinonim biasa untuk urtikaria
adalah “hives","nettle rash”, biduran dan kaligata. Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit
akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul
dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit,
sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk.
2.2 ETIOLOGI
Pada penelitian, ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab
urtikaria bermacam-macam, di antaranya: obat, makanan, gigitan/sengatan serangga, bahkan
fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi dan infestasi parasit, psikis, genetik, dan
penyakit sistemik.
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun
non-imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria secara imunologik
(Tipe I atau II). Contohnya ialah obat-obatan golongan penisilin, sulfonamid, analgesik,
pencahar, hormon, dan diuretik. Ada pula obat yang secara non-imunologik langsung
merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium, dan zat
kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari
asam arakidonat.
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat reaksi
imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan ke dalamnya
seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet sering menimbulkan urtikaria
alergika. Contoh makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan,
kacang, udang, cokelat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka serta bahan
yang dicampurkan ke dalam makanan seperti asam nitrat, asam benzoat, dan ragi.
3. Gigitan/sengatan Serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat. Hal ini sering
diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe selular (tipe IV). Tetapi venom dan toksin bakteri,
biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding, dan serangga
lainnya menimbulkan urtikaria berbentuk papular di sekitar tempat gigitan, biasanya
sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari, minggu, atau bulan.
4. Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan kosmetik, dan
sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang, dan aerosol
umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik. Reaksi ini sering dijumpai pada
penderita atopi dan disertai gangguan pernapasan.
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air
liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia seperti insect repelent
(penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut
menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.
7. Trauma fisik
Trauma fisik dapat disebabkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang
benda dingin; faktor panas misalnya sinar matahari, sinar UV, radiasi dan panas
pembakaran; faktor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, atau semprotan
air; faktor vibrasi dan tekanan yang berulang-ulang contohnya pijatan dapat
menyebabkan urtikaria fisik baik secara imunologik maupun non-imunologik.
8. Infeksi dan Infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus,
jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri contohnya infeksi pada tonsil, gigi,
dan sinus paranasal. Masih merupakan pertanyaan apakah urtikaria muncul karena
toksin bakteri atau oleh sensitisasi. Infeksi virus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi
virus coxsackie pernah dilaporkan sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria
yang idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus subklinis. Infeksi jamur
kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab urtikaria. Infestasi cacing
pita, cacing tambang, cacing gelang, Schistosoma atau Echinococcus dapat
menyebabkan urtikaria.
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11.5% penderita urtikaria
menunjukkan gangguan psikis. Penyelidikan memperlihatkan bahwa hipnosis dapat
menghambat eritema dan urtikaria. Pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit
dan ambang rangsang eritema meningkat.
10. Genetik
Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria dan angioedema, walaupun
jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. Diantaranya ialah angioneurotik
edema herediter, familial cold urticaria, familial localized heat urticaria, vibratory
angioedema, heredo-familial syndrome of urticaria deafness and amyloidosis, dan
erythropoietic protoporphyria.
11. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria dan lebih
sering disebabkan oleh reaksi komplek antigen-antibodi. Penyakit vesikobulosa seperti
pemfigus dan dermatitis herpetiformis Duhring sering menimbulkan urtikaria. Beberapa
penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, artritis
reumatoid, urtikaria pigmentosa, demam reumatik dan lupus eritematosus sistemik.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami
urtikaria disbanding dengan usia muda. SHELDON menyatakan bahwa umur rata-rata penderita
urtikaria adalah 35 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 60
tahun. Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama angioudema, 11%
angioudema saja. Di Amerika sekitar 15-20% populasi penduduk pernah menderita urtikaria.
Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti tentang populasi penduduk yang menderita
urtikaria.
Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria diabnding orang normal, disebabkan
mungkin karena faktor sensitivitas terhadap antigen yang lebih tinggi dri orang normal. Tidak
ada perbedaan frekuensi jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Umur, jabatan, letak
geografis dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitifitas seseorang terhadap
antigen yang dapat menyebabkan urtikaria yang diperantai oleh IgE. Penisilin tercatat sebagai
obat yang paling sering menyebabkan urtikaria.
2.4 KLASIFIKASI
Terdapat bermacam penggolongan urtikaria, berdasar lamanya serangan berlangsung
dibedakan urtikaria akut dan kronik. Disebut akut apabila serangan berlangsung kurang dari 6
minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tapi setiap hari, bila melebihi waktu tersebut
digolongkan urtikaria kronik. Urtikaria akut sering terjadi pada usia muda, umumnya laki-laki
lebih sering daripada wanita. Urtikaria kronik lebih sering pada wanita usia pertengahan.
Penyebab urtikaria akut lebih budah diketahui sedangkan urtikaria kronik lebih sukar, ada
kecenderungan urtikaria lebih sering diderita oleh penderita atopik.
Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan:
Urtikaria popular
Urtikaria gutata
Urtikaria girata
Urtiakria anular
Urtikaria arsinar
Berdasarkan luas dan dalam jaringan yang terkena yaitu:
Urtikaria lokal
Urtikaria general
Angioedema
Selain itu terdapat penggolongan berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme
terjadinya urtikaria, maka dikenal urtikaria imunologik,non imunologik dan idiopatik sebagai
berikut:
I. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik
A. Bergantung pada IgE (alergi tipe I)
- Pada atopi
- Antigen spesifik (polen, obat, venom)
B. Ikut serta komplemen
- Pada reaksi sitotoksik (alergi tipe II)
- Reaksi kompleks imun (alergi tipe III)
- Defsiensi C1 esterase inhibitor (genetik)
C. Reaksi alergi tipe IV(urtikaria kontak)
II. Urtikaria atas dasar reaksi non imunoogik
A. Langsung memicu sel mas, sehingga terjadi pelepasan mediator (misalbahan kontras
atau obat golongan opiat).
B. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolism asam arakidonat (misal aspirin, obat
anti-inflamasi non-steroid, golongan azodyes).
C. Trauma fisik, misal dermografisme, rangsang dingin, panas atau sinar (urtikaria solar)
dan bahan koliergik.
III. Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanisme digolongkan idiopatik.
Sel MasBasofil
FAKTOR NON-IMUNOLOGIK FAKTOR IMUNOLOGIK
Bahan kimia pelepas mediator (morfin, kodein)
Reaksi Tipe I (IgE) inhalan, obat, makanan, infeksi
Faktor fisik (panas, dingin, trauma, sinar X, cahaya
Reaksi Tipe IV (kontaktan)
Efek Kolinergik
Pengaruh komplemen
Aktivasi komplemen(Ag-Ab, venom, toksin)
Reaksi Tipe II
Reaksi Tipe III
Faktor Genetik: Defisiensi C1 esterase inhibitorFamilial cold urticariaFamilial heat urticaria
Pelepasan Mediator:H1, SRSA, serotonin,
kinin, PEG, PAF
Vasodilatasi, Peningkatan Permeabilitas Kapiler
Urtikaria
Alkohol, Emosi, Demam
Idiopatik
2.5 PATOFISIOLOGI
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat,
sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan terjadinya pengumpulan cairan setempat,
sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis
(SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil. Selain itu terjadi pula inhibisi
proteinase oleh enzim proteolitik misalnya kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam
sel mast.
Baik faktor imunologik maupun non-imunologik mampu merangsang sel mas atau
basofil untuk melepaskan mediator-mediator tersebut. Pada yang non-imunologik, mungkin
sekali siklik AMP (Adenosine Mono Phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan
mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti
kodein, morfin, polimiksin dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik
seperti asetilkolin dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit, dengan mekanisme yang belum
diketahui dapat mempengaruhi sel mas untuk melepaskan mediator.
Gambar 3. Diagram Faktor Imunologik dan Non-imunologik
yang Menimbulkan Urtikaria
Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat secara
langsung merangsang sel mas. Beberapa keadaan, misalnya demam, panas, emosi, dan alkohol
dapat merangsang langsung pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas.
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria akut daripada kronik, biasanya IgE
terikat pada permukaan sel mas dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc. Bila ada antigen
yang sesuai berikatan dengan IgE, maka terjadi degranulasi sel, sehingga terjadi pelepasan
mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan
makanan. Komplemen juga ikut berperan. Aktivasi komplemen secara klasik maupun alternatif
menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mas dan basofil.
Hal ini terjadi pada urtikaria akibat venom atau toksin bakteri.
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan
kompleks imun. Pada keadaan ini, juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak
juga terjadi, misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga (insect repelent), bahan
kosmetik, dan penggunaan obat-obatan golongan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase
inhibitor secara genetik menyebabkan edema angioneurotik yang herediter.
2.6 Manifestasi Klinis
Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis tampak eritema dan
edema setempat berbatas tegas, kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Eritema akan
memutih bila ditekan. Bentuknya papular seperti pada urtikaria sengatan serangga, besarnya
dapat lentikular, numular sampai plakat. Bila mengenai jaringan lebih dalam sampai dermis dan
jaringan submukosa atau subkutan juga pada saluran cerna dan napas disebut angiodema.
Urtikaria dan angiodema dapat terjadi di beberapa lokasi secara bersamaan, atau sendiri-sendiri.
Angioedema umumnya terjadi di wajah atau bagian ekstremitas.
Pada dermografisme lesi sering berbentuk linier di kulit yang terkena goresan benda
tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria dingin dan panas, lesi akan
terlihat pada daerah yang terkena dingin dan panas. Urtikaria akibat penyinaran tampakan klinis
berbentuk urtikaria papular. Lesi urtikaria kolinergik timbul pada peningkatan suhu tubuh,
emosi, pekerjaan berat, sangat gatal, daerah warna merah dapat berkonfluen membentuk plakat,
biasanya pada daerah yang berkeringat.Untuk urtikaria akibat obat atau makanan umumnya
timbul secara akut dan generalisata.
2.7 Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Informasi awal mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi ruam dan gatal
bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau kronik.Beberapa
pertanyaan untuk menentukan penyebab alergi atau non-alergi adalah sebagai berikut:
- Apakah biduran berhubungan dengan makanan? Adakah makanan baru yang
ditambahkan dalam menu makan?
- Apakah pasien sedang menjalani pengobatan rutin atau menggunakan obat baru, jika
iya apa jenis obat tersebut?
- Apakah pasien mempunyai penyakit kronik atau riwayat penyakit kronik?
- Apakah pasien sedang hamil?
- Apakah sebelumnya ada stimulus panas, dingin, tekanan atau vibrasi?
- Apakah ada senyawa yang dihirup atau kontak dengan kulit yang mungkin timbul di
tempat kerja?
- Apakah sebelumnya pasien sempat terkena gigitan serangga?
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kulit pada urtikaria meliputi:
- Lokalisasi (badan, ekstremitas, kepala dan leher),
- efloresensi (eritema, edema, berbatas tegas dengan elevasi kulit kadang bagian tengah
tampak pucat),
- ukuran (milier hingga sentimeter),
- bentuk (lentikular hingga plakat),
- dermografisme.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah, urin, feses rutin.
Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau
kelainan pada alat dalam. Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria
dingin.1,2 Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal
ginjal, faal hati dan urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1
inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.
Tes Alergi
Pada prinsipnya tes kulit(prick test) dan RAST(radioallergosorbant tests), hanya bisa
memberikan informasi adanya reaksi hipersensitivitas tipe I. Untuk urtikaria akut, tes-tes alergi
mungkin sangat bermanfaat, khususnya bila urtikaria muncul sebagai bagian dari reaksi
anafilaksis. Untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing
autoantibodies, tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum
skin test-ASST) dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana.
Tes Eliminasi Makanan
Tes ini dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu
mencobanya kembali satu demi satu.
Tes Foto Tempel
Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.
Injeksi mecholyl intradermal
Injeksi mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik
Tes fisik
Tes fisik lainnya bisa dengan es (ice cube test) atau air hangat apabila dicurigai adanya alergi
pada suhu tertentu.
2.8 Diagnosis Banding
Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat dapat ditegakkan
diagnosis urtikaria serta penyebabnya. Namun hendaknya dipikirkan pula beberapa penyakit
sistemik yang sering disertai urtikaria. Urtikaria kronik harus dibedakan dengan purpura
anafilaktoid, dan ptiriasis rosea bentuk popular dan urtikaria pigmentosa.
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang paling ideal untuk pengobatan urtikaria tentu saja mengobati
factor penyebabnya atau bila mungkin menghindari penyebab yang dicurigai. Urtikaria akut
lebih mudah diatasi daripada urtikaria kronik, namun prinsipnya ialah:
A. Penanganan Umum
- Menghindari factor penyebab
- Antihistamin
- Golongan adrenergic
- Kortikosteroid
B. Pengobatan penyebab
C. Pengobatan topikal
Pengobatan lokal di kulit dapat diberikan secara simtomatik misalnya antipruritus di dalam
bedak kocok atau bedak.
Antihistamin
Antihistamin bekerja menghambat histamine pada reseptor-reseptor histamine.
Berdasarkan reseptor yang dihambat digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu:
a. Antihistamin 1 (AH1)
b. Antihistamin 2 (AH2)
Secara klinis pengobatan pada urtikaria dan angioedema dipercayakan pada efek
antagonis histamine pada reseptor H1, namun sering menimbulkan efek sedasi. Golongan ini
disebut antihistamin klasik. Sedangkan yang tidak menimbulkan efek sedasi disebut dengan
antihistamin non klasik.
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sistemik diperlukan pada pasien urtikaria akut tapi tidak ada
manfaatnya pada manfaatnya pada urtikaria kronik, dapat pula dberikan pada pasien yang tidak
berespon dengan pemberian antihistamin klasik. Kortikosteroid akan lebih bermanfaat bila
dikombinasikan dengan AH1. Preparat yang biasa digunakan adalah prednisone, dengan dosis
40mg/hari.
2.10 Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya lebih cepat diatasi, urtikaria
kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit diidentifikasi. Namun secara garis besar
urtikaria mempunya prognosis yang baik karena gejala yang timbul dapat diatasi dengan
pemberian pengobatan yang tepat.
BAB III
KESIMPULAN
Urtikaria merupakan kelainan kulit yang sering dijumpai. Urtikaria dapat timbul akibat
berbagai macam penyebab, antara lain obat, makanan, gigitan serangga, fotosensitizer, inhalan,
kontaktan, trauma fisik, infeksi, psikis, genetic dan penyakit sistemik. Urtikaria timbul didasari
oleh eritema akibat dilatasi kapiler, dan timbulnya edema akibat ekstravasasi cairan karena
peningkatan vaskuler. Urtikaria terjadi karena adanya degranulasi sel mast yang akan
menyebabkan pengeluaran mediator kimia terutama histamine. Hal ini bisa tejadi akibat reaksi
imun, non imun ataupun idiopatik. Sehingga utuk mendukung diagnose dilakukan pemeriksaan
reaksi hipersensitifitas.
Penatalaksanaan urtikaria bisa pengobatan simtomatik berupa pemberian antihistamin,
kortikosteroid ataupun golongan adrenergic yang bermanfaat pada urtikaria kronik. Namun
tetap yang paling terbaik adalah dengan mengobati etiologi contohnya urtikaria karena alergi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A, Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2008: 169-176
2. Akib A AP, Munasir Z, Kurniati N, Buku Ajar Alergi Imunologi Anak, Jakarta : Balai
Penerbit IDAI, 2007.
3. Wong H K, Uticaria Diunduh dari: http://www.emedicine.com/derm.
4. Huang, Shih Wen. 2010. Pediatrics Angioedema. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/885100-overview.
5. Siregar, Saripati Penyakit Kulit, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003.
6. Wolf, Klaus. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. Ed. 6 th.
The McGraw-Hill. United States of America. 2009.
7. Sheikh, J. Urticaria Emedicine, Artikel, Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/137362