bab i sba hilmi

5
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ketika kita menyebut kata jamu, mungkin kebanyakan orang langsung berpikir tentang rasanya yang pahit atau obat yang kuno. Di tengah trend kembali ke alam sedang populer, ternyata bukan berarti membentuk kepercayaan masyarakat akan khasiat jamu menjadi mudah. Masyarakat Indonesia pun begitu dimanjakan dengan obat- obatan kimia untuk mengatasi penyakit. Obat-obatan kimia ini pun kemudian menjadi pilihan pertama di setiap pengobatan. Akhirnya peran jamu yang alami dan seharusnya bisa menjadi identitas bangsa Indonesia, kemudian mulai memudar. Walaupun pengobatan konvensional kerap kali menjadi pilihan utama, sebuah survey menunjukkan bahwa masih 50% masyarakat Indonesia pernah mengkonsumsi jamu untuk mengobati dirinya. 50% masyarakat ini dihitung baik yang mengkonsumsi jamu untuk mengganti obat kimia atau sekadar mendampingi obat kimia dalam terapi penyembuhan. Latar belakang inilah yang kemudian membuat Menteri Kesehatan mengeluarkan Permenkes No. 3 tahun 2010 tentang

Upload: irma-nur-listiawati

Post on 07-Dec-2015

232 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

sba

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I sba hilmi

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Ketika kita menyebut kata jamu, mungkin kebanyakan orang langsung

berpikir tentang rasanya yang pahit atau obat yang kuno. Di tengah trend kembali ke

alam sedang populer, ternyata bukan berarti membentuk kepercayaan masyarakat

akan khasiat jamu menjadi mudah.

Masyarakat Indonesia pun begitu dimanjakan dengan obat-obatan kimia untuk

mengatasi penyakit. Obat-obatan kimia ini pun kemudian menjadi pilihan pertama di

setiap pengobatan. Akhirnya peran jamu yang alami dan seharusnya bisa menjadi

identitas bangsa Indonesia, kemudian mulai memudar.

Walaupun pengobatan konvensional kerap kali menjadi pilihan utama, sebuah survey

menunjukkan bahwa masih 50% masyarakat Indonesia pernah mengkonsumsi jamu

untuk mengobati dirinya. 50% masyarakat ini dihitung baik yang mengkonsumsi

jamu untuk mengganti obat kimia atau sekadar mendampingi obat kimia dalam terapi

penyembuhan.

Latar belakang inilah yang kemudian membuat Menteri Kesehatan

mengeluarkan Permenkes No. 3 tahun 2010 tentang program saintifikasi jamu.

Program ini bukan bertujuan untuk menggeser peran obat medik (farmasi) yang

selama ini digunakan dunia kedokteran, namun hanyalah sebagai usaha penyeimbang

dalam upaya melengkapi upaya pelayanan kesehatan. Jamu dan obat herbal bisa

dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan yakni sebagai penyeimbang sistem

pengobatan medis yang selama ini dilakukan dokter dan rumah sakit.Jamu adalah

obat tradisional Indonesia yang dipakai sejak dahulu dan sudah terbukti khasiatnya.

Penggunaan jamu di Indonesia didukung oleh potensi alam negeri ini yang

kaya akan keranekaragaman tanaman obat. Dinyatakan dalam laporan Menkes bahwa

Page 2: BAB I sba hilmi

Indonesia memiliki lebih kurang 7.000 spesies tanaman obat, 1.000 diantaranya telah

digunakan untuk pengobatan dan mengatasi masalah kesehatan. Jamu telah dikenal

luas dan akrab dengan masyarakat sebagai buktinya data Riskesdas 2010 menyatakan

bahwa Dari populasi di 33 provinsi, dengan sekitar 70.000 rumah tangga dan 315.000

individu, secara nasional 59,29 persen penduduk Indonesia pernah minum jamu dan

sebanyak 93,76 persen masyarakat yang pernah minum jamu menyatakan bahwa

minum jamu memberikan manfaat bagi tubuh.

Jika dilihat dari segi ekonomi, bisnis jamu merupakan bisnis yang

berkembang luas di Indonesia. Saat ini di Indonesia rantai kegiatan dan distribusi

perdagangan produk tanaman obat menyedot tenaga kerja lebih dari 3 juta orang.

Angka ini belum termasuk sebagian pelaku informal seperti pengobat tradisional,

bakul jamu gendong, petani dan pengumpul tanaman obat. Adapun nilai perdagangan

jamu di Indonesia mencapai lebih dari Rp 5 trilyun per tahun.

Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

(Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, Prof. dr. Agus Purwadianto, SH, M.Si, Sp.FF

(K); selain bernilai strategis di bidang ekonomi, tanaman obat juga berperan dalam

meningkatkan ketahanan bangsa dalam upaya swasembada bahan baku obat.  Oleh

karena itu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan bertekad untuk menjadikan

jamu sebagai tuan rumah obat tradisional di negeri sendiri. Hal ini beliau ucapkan

dalam seminar Saintifikasi Jamu pada bulan Maret 2010.

Tekad untuk memajukan obat tradisional ini sejalan dengan visi dan misi serta

tujuan dari Program Magister Herbal yang bermunculan dua tahun belakangan ini.

Umumnya Program Magister herbal mempunyai tujuan untuk mengangkat kekayaan

lokal dalam hal ini obat-obatan tradisional atau jamu agar diakui manfaatnya dan

digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia dan dunia.

Masih menurut Prof. Agus, tantangan yang dihadapi dalam pengembangan

jamu antara lain belum terintegrasinya obat tradisional/jamu dengan pelayanan

kesehatan formal karena belum adanya pengakuan dari profesi tenaga kesehatan

Page 3: BAB I sba hilmi

seperti dokter dan dokter gigi; bahwa jamu aman, berkhasiat, dan terjamin mutunya.

Untuk memperoleh pengakuan tersebut harus didasarkan pada bukti-bukti empirik

yang akan didapatkan melalui proses saintifikasi jamu.

Selain itu lemahnya koordinasi dan kerjasama lintas sektor terkait, belum

adanya standarisasi penyediaan bahan baku (penanaman, pemanenan, pengolahan

paska panen), belum dilaksanakannya standar untuk menjamin mutu, manfaat, dan

keamanan, lemahnya data tentang akses obat tradisional yang bermutu, aman, dan

efikasi, serta kurangnya informasi terkait penggunaan rasional obat tradisional adalah

tantangan yang dihadapi jamu untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

II. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih jauh

mengenai jamu dan saintifikasinya di Indonesia menurut peraturan kesehatan No.

003/Menkes/Per/I/2010

III. Rumusan Masalah

a. Pengertian jamu menurut peraturan kesehatan No.

003/Menkes/Per/I/2010?

b. Mengetahui bagaimana sejarah tentang jamu?

c. Mengetahui saintifikasi jamu menurut peraturan kesehatan No.

003/Menkes/Per/I/2010?

d. Mengatahui fasilitas pelayanan kesehatan menurut peraturan kesehatan

No. 003/Menkes/Per/I/2010?