bab i pendahuluan - sinta.unud.ac.id i.pdfbank yang terkena dampak dari kebijakan single presence...

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di tengah pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat pesat, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat, maka pemerintah melaksanakan pembangunan di segala bidang khususnya bidang ekonomi. Hal ini dikarenakan pembangunan di bidang ekonomi memiliki pengaruh dan berkaitan erat dengan bidang-bidang lainnya seperti bidang sosial, politik, budaya, pendidikan, pertahanan keamanan, serta bidang-bidang lainnya. Keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi diharapkan mampu memberikan dukungan terhadap pembangunan di bidang lainnya sehingga tujuan pembangunan nasional dapat terwujud. Dalam perkembangan pembangunan nasional dan kemajuan teknologi, saat ini muncul perusahaan-perusahaan baru dengan modal yang kuat serta diimbangi dengan tenaga kerja yang potensial. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan yang memiliki modal terbatas terpaksa harus gulung tikar ataupun melakukan tindakan penyelamatan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan. Begitu pula halnya di dalam dunia perbankan. Menghadapi persaingan yang makin lama makin tajam di dunia bisnis, lebih-lebih memasuki era globalisasi pada saat ini, perusahaan-perusahaan besar berupaya mencari jalan untuk meningkatkan

Upload: duongdang

Post on 24-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di tengah pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat pesat, dalam rangka

mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat, maka pemerintah

melaksanakan pembangunan di segala bidang khususnya bidang ekonomi. Hal ini

dikarenakan pembangunan di bidang ekonomi memiliki pengaruh dan berkaitan erat

dengan bidang-bidang lainnya seperti bidang sosial, politik, budaya, pendidikan,

pertahanan keamanan, serta bidang-bidang lainnya. Keberhasilan pembangunan di

bidang ekonomi diharapkan mampu memberikan dukungan terhadap pembangunan di

bidang lainnya sehingga tujuan pembangunan nasional dapat terwujud.

Dalam perkembangan pembangunan nasional dan kemajuan teknologi, saat ini

muncul perusahaan-perusahaan baru dengan modal yang kuat serta diimbangi dengan

tenaga kerja yang potensial. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan yang

memiliki modal terbatas terpaksa harus gulung tikar ataupun melakukan tindakan

penyelamatan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan.

Begitu pula halnya di dalam dunia perbankan. Menghadapi persaingan yang

makin lama makin tajam di dunia bisnis, lebih-lebih memasuki era globalisasi pada

saat ini, perusahaan-perusahaan besar berupaya mencari jalan untuk meningkatkan

efisiensinya dan apabila mungkin, meningkatkan daya saing, size, dan kinerjanya.1

Sama halnya dengan perusahaan-perusahaan lain, jika tidak dapat mengimbangi maka

akan terjadi gulung tikar.

Krisis moneter di Indonesia pada tahun 1998 telah banyak memberikan

pelajaran kepada masyarakat. Salah satunya upaya dalam rangka menyelamatkan

industri perbankan, dilakukan melalui pembentukan lembaga khusus yaitu Badan

Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Langkah itu diambil pemerintah guna

menyelamatkan industri perbankan dengan menjaga kepercayaan masyarakat

terhadap industri perbankan, mengingat industri perbankan merupakan salah satu

komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional.2

Sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien diharapkan akan tercipta

dengan kriteria dukungan bank-bank besar maupun kecil yang secara individual

memenuhi berbagai kriteria sehingga memiliki daya saing tinggi serta memiliki

ketahanan dalam menghadapi resiko. Tantangan untuk menciptakan perbankan yang

kuat, diantaranya, masih lemahnya kapabilitas perbankan yang ada.3

Dalam prakteknya sekarang, bank besar cenderung lebih agresif dan inovatif

dengan memberikan pelayanan baru serta mempunyai jumlah asset yang memadai

1 Adrian Sutedi, 2008, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,Likuidasi, dan Kepailitan, Cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, h. 83.

2 Muhammad Djumhana, 2008, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti,Bandung, h. 11. (Selanjutnya disebut Muhammad Djumhana I)

3 Ibid, h. 144.

untuk melakukan investasi dalam pemberian pinjaman. Keadaan tersebut

menimbulkan masalah yang serius yaitu bahwa bank-bank yang bermodal kecil

kurang dapat menghimpun dana dan menyalurkan kembali kepada masyarakat. Untuk

mengatasinya pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yang merupakan tindak

lanjut dari Paket 27 Oktober 1988, yaitu Paket 25 Maret 1989. Paket tersebut

merupakan upaya dari pemerintah untuk memperluas usaha bank dan meningkatkan

kesehatan bank melalui pelaksanaan restrukturisasi perbankan seperti Merger.

Intensitas merger akan meningkat ketika masa krisis. Karenanya, kontrol atas aksi

korporasi itu harus terus dilakukan untuk mencegah praktek monopoli dan persaingan

tidak sehat.4

Merger disebut sebagai penggabungan dalam Pasal 1 angka 9 Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4756) (selanjutnya disingkat UUPT 2007), yang merupakan

perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk

menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan

aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum

kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum

perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

4 Herdaru Purnomo, 2011, Merger dan Akuisisi Marak Ketika Krisis, URL:http://www.kppu.go.id/id/2011/04/merger-dan-akuisisi-wajib-lapor-ke-kppu/ diakses tanggal 3Oktober 2014.

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182) (selanjutnya disingkat UU Perbankan)

dimana pada Pasal 1 angka 25 menentukan bahwa merger adalah penggabungan dari

dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank

dan membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi.

Diatur pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank, serta pada SK Direksi BI Nomor

32/51/Kep/DIR/14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi,

dan Akuisisi Bank Umum pada Pasal 1 ayat (2).

Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan kepemilikan tunggal pada bulan

Oktober 2006 dan mulai diimplementasikan pada tahun 2008 (Pasal 8 Butir 4

Peraturan Bank Indonesia No. 8/16/PBI/2006). Kebijakan kepemilikan tunggal

(single presence policy) adalah kebijakan yang melarang (termasuk pemerintah)

menjadi pemegang saham pengendali pada beberapa bank umum yang beroperasi di

Indonesia. Bank yang terkena dampak dari kebijakan single presence policy yaitu

bank Niaga dan bank Lippo yang dimiliki oleh Khazanah, serta bank milik

pemerintah seperti Bank Mandiri, Bank BNI46, Bank BRI, dan Bank BTN. Bank

Niaga dan Bank Lippo sudah melakukan merger terhitung tanggal 1 November

2008.5

Bank Lippo dan Bank Niaga berada dibawah pengawasan dari Badan

Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Secara struktural BPPN merupakan badan

yang bertanggung jawab kepada Menteri BUMN dan diawasi oleh Komite Kebijakan

Sektor Keuangan (KKSK) yang beranggotakan menteri-menteri kabinet bidang

keuangan. Penggabungan kedua bank tersebut merupakan opsi terbaik bagi seluruh

pemangku kepentingan (stakeholder) yang diambil oleh Pemegang Saham dalam

rangka mematuhi kebijakan Bank Indonesia khususnya mengenai Kebijakan

Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy.6 Pemerintah juga ingin

membentuk suatu bank yang memiliki struktur permodalan yang kuat, kondisi

keuangan yang sehat dan berdaya saing tinggi dalam menjalankan fungsi

intermediasi, dengan jaringan layanan yang lebih luas dan produk yang lebih

beragam.7

Namun dalam proses merger tersebut tidak hanya memperhatikan kepentingan

dari kedua pihak bank saja, secara langsung dan tidak langsung pasti akan

5 Agung Triraharja, 2014, “Analisis Dampak Merger Terhadap Profitabilitas Pada PT. BankCIMB Niaga”, Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Manajemen Universitas Bengkulu, h. 3.

6 M. Irsan Nasarudin et Al, 2004, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Cet. 5, KencanaPrenada Media Group, Jakarta, h. 39.

7 Ida Savitri Kusmargiani, 2006, “Analisis Efisiensi Operasional Dan Efisiensi ProfitabilitasPada Bank Yang Merger Dan Akuisisi Di Indonesia”, Tesis Program Studi Magister ManajemenProgram Pascasarjana Universitas Diponogoro, h. 1.

berpengaruh terhadap pihak-pihak lain seperti para pemegang saham, para kreditur

bank, para karyawan bank, dan kepentingan dari nasabah penyimpan dana pada bank

yang akan melakukan merger. Yang paling disayangkan, tidak menutup kemungkinan

kepentingan para pihak di dalam bank tersebut, khususnya kepentingan karyawan

bank, nantinya terabaikan.

Di Indonesia cukup banyak ditemukan bank-bank yang memilih melakukan

merger untuk menyelamatkan ataupun menyehatkan perusahaan (bank). Seperti

diantaranya merger sehingga terbentuk Bank Permata, Bank CIMB Niaga, Bank

Commonwealth, Bank Interpacific, Bank OCBC NISP, Bank Rabobank Duta, dan

lain lain.8

Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian di PT. Bank CIMB Niaga

khususnya pada cabang Denpasar karena terjadi pengurangan karyawan bank oleh

pihak pengusaha sebagai akibat terjadinya penumpukan karyawan terkait

penggabungan dari 2 (dua) bank yakni Bank Niaga dengan Bank Lippo. Selama

proses penyelesaian hal tersebut, didapati bahwa pihak pengusaha (dalam hal ini PT.

Bank CIMB Niaga Cabang Denpasar) tidak membayarkan sepenuhnya hak-hak

karyawan bank sesuai dengan ketentuan dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan.

8 http://www.sahamok.com/bank/bank-merger/ diakses pada tanggal 30 Oktober 2014.

Meskipun pihak pengusaha telah mengeluarkan rencana tindakan-tindakan

agar kepentingan karyawan tidak terabaikan, namun tetap saja ada karyawan bank

yang merasa tidak nyaman berada pada manajemen bank yang baru akibat dari

adanya tekanan sebagai dampak dari merger dan terjadinya penumpukan jumlah

karyawan sehingga harus dilakukan suatu perampingan. Dalam hal ini para karyawan

atau pekerja selalu dalam posisi yang lemah sehingga apakah karyawan atau pekerja

telah mendapatkan hak yang selayaknya, serta apakah pengusaha telah menjalankan

kewajibannya.

Menurut Zainal Asikin, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi dapat

memberikan dampak terhadap kedua belah pihak, lebih-lebih bagi pekerja yang

dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika

dibandingkan dengan pihak pengusaha. PHK bagi pihak pekerja akan memberi

pengaruh psikologis, ekonomis, maupun finansial, sebab:9

a. Dengan adanya pemutusan hubungan kerja, bagi buruh atau pekerja telahkehilangan mata pencaharian.

b. Untuk mencari pekerjaan yang baru sebagai penggantinya, harus banyakmengeluarkan biaya (keluar masuk perusahaan, di samping biaya-biayalain seperti pembuatan surat-surat untuk keperluan lamaran dan foto copysurat-surat lain).

c. Kehilangan biaya hidup untuk diri dan keluarganya sebelum mendapatpekerjaan yang baru sebagai penggantinya.

Selama proses penyelesaian PHK terkadang karyawan tidak menerima upah

dari pihak pengusaha. Padahal di dalam ketentuan Pasal 155 ayat (3) Undang-Undang

9 Zainal Asikin et. al., 2010, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cet. 8, Rajawali Pers, Jakarta,h. 174.

Ketenagakerjaan ditentukan bahwa pihak pengusaha tetap wajib membayar upah

beserta hak-hak lainnya kepada karyawan selama proses penyelesaian pemutusan

hubungan kerja. Namun biasanya, pengusaha menolak untuk membayar upah atau

hak-hak lain yang semestinya diterima karyawan, dengan alasan karena karyawan

selama proses penyelesaian PHK tidak melakukan kewajibannya di perusahaan

bersangkutan.

Oleh karenanya, pihak pengusaha selain melihat ketentuan yang ada dalam

Undang-Undang Ketenagakerjaan hendaknya juga melihat ketentuan dalam Pasal 27

ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 agar melakukan tindakan yang tidak hanya

menguntungkan pihak pengusaha namun juga menguntungkan pihak karyawan yang

memiliki posisi terlemah di dalam suatu perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas dan mengingat pentingnya perlindungan hukum

terhadap karyawan bank, maka sangat menarik bagi penulis untuk mengkaji lebih

mendalam mengenai, “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN

BANK SEBAGAI PIHAK YANG TERAFILIASI TERKAIT DILAKUKANNYA

MERGER BANK PADA P.T. BANK CIMB NIAGA”

1.2 Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan alasan pemilihan judul penelitian, maka dirumuskan

masalah-masalah untuk dijadikan pedoman penelitian agar mencapai sasarannya.

Adapun masalah-masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut.

1. Bagaimakah pelaksanaan ketentuan merger bank dalam kaitannya dengan

merger pada PT. Bank CIMB Niaga?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap karyawan bank sebagai pihak

yang terafiliasi terkait dilakukannya merger bank pada PT. Bank CIMB

Niaga?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk lebih mendapat uraian yang lebih terarah perlu kiranya diadakan

pembatasan pembahasan terhadap permasalahan tersebut. Hal ini untuk menghindari

adanya pembahasan yang menyimpang dari permasalahan yang dikemukanan.

Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di atas, maka pokok pembahasan dalam hal

ini adalah mengenai prosedur pelaksanaan merger serta bagaimana perlindungan

hukum terhadap karyawan bank sebagai pihak yang terafiliasi terkait dilakukannya

merger pada PT. Bank CIMB Niaga.

1.4 Orisinalitas

Penelitian mengenai perlindungan hukum terhadap karyawan bank sebagai

pihak yang terafiliasi terkait dilakukannya merger bank sudah terdapat penelitian

yang sejenis, namun tidak sama dengan penelitian yang penulis angkat sebagai

skripsi. Berikut penelitian lain dengan indikator pembeda untuk membedakan

penelitian yang penulis angkat.

Skripsi oleh Dwi Ratna Indri Hapsari, Tahun 2013, Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret, Surakarta, berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap

Pekerja Pada Perusahaan Yang Melakukan Merger Ditinjau Dari Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”.

Permasalahan pada skripsi Dwi Ratna Indri Hapsari membahas mengenai

perlindungan terhadap pekerja di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas yang

dirasa masih kabur meskipun telah memberikan perlindungan hukum preventif dan

bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

UUPT tersebut tidak memberikan perlindungan hukum represif dan hanya

memberikan hak-hak prosedural kepada pekerja, sehingga kurang memberikan

perlindungan hukum secara menyeluruh bagi pekerja.

Skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum doctrinal atau yuridis

normatif yang bersifat preskriptif.

Sedangkan, penulis melakukan penelitian mengenai perlindungan terhadap

karyawan bank sebagai akibat dari dilakukannya merger bank. Penelitian ini

membahas proses pelaksanaan merger dari PT. Bank CIMB Niaga serta perlindungan

hukumnya terhadap karyawan bank sebagai pihak yang terafiliasi terkait merger bank

tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dengan

lokasi penelitian dilakukan di PT. Bank CIMB Niaga, Denpasar.

Skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum empiris.

1.5 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian pasti memiliki tujuan, karena dengan tujuan yang jelas dapat

memberikan arah yang jelas pula dalam mencapai tujuan tersebut. Adapun tujuan

tersebut antara lain.

a. Tujuan Umum

a) Untuk dapat memahami asas-asas keilmuan sehingga dapat berpikir,

bersikap dan bertindak sebagai ilmuan;

b) Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya dalam bidang

penelitian yang dilakukan untuk menyatakan pikiran ilmiah secara

tertulis;

c) Untuk dapat menguasai ilmu dan metodelogi penelitian dibidang

keahlian sehingga dapat mengorganisasikan dan melaksanakan

penelitian ilmiah;

d) Mengkomunikasikan persyaratan akademis dalam menyelesaikan studi

di Perguruan Tinggi;

e) Untuk dapat memperluas dan memperdalam pengetahuan dalam

bidang materi penelitian.

b. Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui pelaksanaan ketentuan merger bank dalam

kaitannya dengan merger pada PT. Bank CIMB Niaga.

2) Untuk mengetahui penerapan perlindungan hukum terhadap karyawan

bank sebagai pihak yang terafiliasi terkait dilakukannya merger bank

PT. Bank CIMB Niaga.

1.6 Manfaat Penelitian

Kegunaan dari penelitian antara lain.

1) Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini mempunyai manfaat dan menjadi

sumbangan pemikiran bagi pengembangan substansi disiplin bidang ilmu

hukum khususnya hukum perbankan yang terkait pula dengan hukum

ketenagakerjaan.

2) Manfaat Praktis

a. Menambah wawasan dan cakrawala bagi penulis dalam kaitannya

dengan pelaksanaan merger suatu bank serta perlindungan hukum

terhadap karyawan bank sebagai pihak yang terafiliasi terkait merger

bank;

b. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan materi

penulisan hukum ini;

c. Dapat digunakan sebagai pedoman bagi penelitian-penelitian

berikutnya.

1.7 Landasan Teoritis

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap

subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif

(pencegahan) maupun yang bersifat represif (setelah adanya sengketa), baik yang

tertulis maupun tidak tertulis.10 Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu

gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu

keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Berdasarkan Pasal 1

angka 25 UU Perbankan, merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih,

dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan

bank-bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi.

Merger merupakan suatu penggabungan perseroan, dimana sebuah perseroan

mengambil alih satu atau lebih perseroan yang lain. Setelah pengambilalihan tersebut,

maka perseroan yang diambil alih dibubarkan atau dilikuidasi. Sehingga

eksistensinya sebagai badan hukum lenyap. Dengan demikian kegiatan usahanya

dilanjutkan oleh perseroan yang mengambilalih.

10 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu,Surabaya, h. 2.

Merger dimaksudkan sebagai “fusi” atau “absorpsi” dari suatu benda atau hak

kepada benda atau hak lainnya. Menurut Black’s Law Dictionary,11 fusi atau absorpsi

dalam merger tersebut dilakukan oleh suatu subjek yang kurang penting dengan

subjek lain yang lebih penting. Subjek yang kurang penting tersebut kemudian

membubarkan diri. Dengan demikian merger perusahaan berarti dua perusahaan

melakukan fusi, dimana salah satu diantaranya akan lenyap (dibubarkan).

Mekanisme merger sebenarnya dapat dilaksanakan baik untuk tujuan

penyelamatan (Rescue) maupun untuk tujuan pengembangan usaha (Improving

Business). Bagi bank bermasalah, merger dengan bank lain yang lebih besar dan sehat

merupakan pilihan yang menguntungkan, penyelamatan oleh bank lain yang kuat

akan mengurangi masalah likuiditas karena memperoleh tambahan dana. Untuk

pengembangan usaha maka merger bertujuan mempercepat berkembangnya bisnis

dan operasi serta keuntungan lebih cepat jika dibandingkan dengan perkembangan

alamiah.12 Suatu merger dapat bermasalah bagi internal perusahaan apabila terjadi

hal-hal yang tidak menjadi tujuan awal dilakukannya merger, seperti mengurangi

jumlah para pekerja. Hal tersebut biasanya terjadi karena merger yang merupakan

gabungan dari beberapa perusahaan yang masing-masing memiliki karyawannya

sendiri, sehingga terjadi penumpukan karyawan di dalam satu perusahaan dan hal

11 Adrian Sutedi, op.cit, h. 84.

12 Ida Savitri Kusmargiani, op.cit, h. 37.

tersebut dapat mengakibatkan bertambahnya pengeluaran dari segi gaji dan tunjangan

karyawan nantinya.

Dalam pelaksanaannya, merger juga harus memperhatikan kepastian hukum

dari merger tersebut. Pemikiran biasanya beranggapan bahwa kepastian hukum

merupakan keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun

organisasi, terikat dan berada dalam suatu peraturan yang sudah digariskan dan

ditentukan dalam hukum.13 Jadi, bahwa semua perusahaan perbankan yang berbadan

hukum harus menaati peraturan yang telah ditentukan.

Adapun pengaturan tentang merger dapat ditemukan pada Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan dan pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger,

Konsolidasi dan Akuisisi, serta Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

32/51/Kep/DIR/14 Mei 1999 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Merger,

Konsolidasi Dan Akuisisi Bank Umum.

UU Perbankan mengenal dua macam merger saham bank, yaitu sukarela dan

imperatif. Merger sukarela adalah merger yang dilakukan secara sukarela oleh

masing-masing pemegang saham bank yang akan melakukan merger. Sedangkan

13 Yance Arizona, 2011, Apa Itu Kepastian Hukum? Available from URL:http://yancearizona.net/2008/04/13/apa-itu-kepastian-hukum/ diakses pada tanggal 3 Oktober 2014.

merger imperatif adalah merger yang merupakan pelaksanaan dari pemerintah Bank

Indonesia dalam rangka menyelamatkan suatu bank yang bermasalah.14

Pasal 28 UU Perbankan mengatur mengenai merger sukarela, sedangkan Pasal

37 ayat (2) mengatur mengenai merger imperatif. Menurut Pasal 28 ayat (1) UU

Perbankan menentukan bahwa merger, konsolidasi dan akuisisi wajib terlebih dahulu

mendapat izin dari Pimpinan Bank Indonesia. Jadi setiap perusahaan perbankan yang

akan melakukan merger secara sukarela harus mendapatkan izin dari Pimpinan Bank

Indonesia, mengingat ketentuan Pasal 10 jo. Pasal 7 huruf b dan c UU Perbankan

bahwa bank hanya boleh melakukan merger dan konsolidasi dengan perseroan yang

berupa bank saja dan hanya boleh melakukan akuisisi perseroan bank dan perusahaan

lain, sepanjang usahanya dibidang keuangan (seperti perusahaan sewa guna usaha,

modal ventura, perusahaan efek, perusahaan asuransi serta lembaga kliring

penyelesaian dan penyimpanan). Dari ketentuan Pasal 7 huruf b UU Perbankan itu

dapat diketahui bahwa pelaksanaan merger oleh suatu bank terhadap saham bank lain

dibidang keuangan harus dilakukan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan

oleh Bank Indonesia. Di samping harus dilaksanakan dengan ketentuan Pasal 28 UU

Perbankan yang merupakan ketentuan khusus (lex specialis), juga harus diperhatikan

ketentuan umum (lex generalis) yang diatur dalam UUPT 2007.15 UUPT 2007 dan

peraturan pelaksanaannya merupakan dasar hukum utama bagi suatu merger,

14 Adrian Sutedi, op.cit, h. 111.

15 Adrian Sutedi, op.cit, h. 112.

mengingat di dalam ketentuan UUPT 2007 terdapat tata cara melakukan merger yang

dapat ditemukan di dalam Pasal 122 sampai dengan Pasal 134.

Tenaga kerja sangat berpengaruh besar di dalam dunia bisnis, khususnya

dunia perbankan. Karena tenaga kerja sebagai penggerak roda perekonomian,

meskipun derajatnya lebih rendah dibandingkan para pengusaha-pengusaha di dalam

suatu perusahaan. Apalagi jika suatu perusahaan memiliki power yang lebih besar,

perusahaan tersebut tidak akan bertahan karena tidak seimbangnya perilaku

pengusaha terhadap tenaga kerja.

Menurut Abdul Khakim, tenaga kerja adalah tiap-tiap orang yang mampu

melaksanakan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna

menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.16 Batasan ini

mengandung pengertian lebih luas lagi yakni, meliputi pejabat negara, pegawai negeri

sipil atau militer, pengusaha buruh, swa-pekerja, penganggur dan lain-lain.

Sedangkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, pengertian istilah tenaga kerja adalah:

“Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan gunamenghasilkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendirimaupun untuk masyarakat.”

Pasal 131 Undang-Undang Ketenegakerjaan mengatur mengenai dampak

penggabungan dan pengambilalihan terhadap buruh sebatas mengenai perjanjian

16 Abdul Khakim, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti,Bandung, h. 2.

kerja bersama dan status hubungan kerja. Sedangkan Pasal 127 ayat (2) UUPT 2007

hanya mengatur hak prosedural buruh, bersama dengan pihak berkepentingan lainnya

untuk memperoleh rancangan penggabungan dan pengambilalihan.

Walaupun dinyatakan bahwa penggabungan dan pengambilalihan perusahaan

hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan kepentingan karyawan perusahaan

yang bersangkutan, seperti yang terkandung dalam Pasal 126 ayat (1) UUPT bahwa,

“Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atauPemisahan wajib memperhatikan:a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; danc. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.”

Dengan demikian, kebijakan di Indonesia sebenarnya tidak menjadikan

karyawan atau pekerja sebagai partner pengusaha dalam menentukan arah jalannya

perusahaan. Sebab jika kita menelisik hak-hak dan partisipasi pekerja dalam proses

penggabungan dan pengambilalihan, maka terlihat jelas bahwa peran dan hak-hak

pekerja sangat minim.

1.8 Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, yaitu

suatu penelitian yang mencari adanya kesenjangan antara keadaan teori

dengan dunia realita dan atau kesenjangan antara keadaan teoritis dengan

fakta hukum. Penelitian ini meneliti data sekunder terlebih dahulu dan

kemudian dilanjutkan dengan melakukan penelitian data primer di lapangan.

b. Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach), Pendekatan Kasus

(Case Approach) dan Pendekatan Analisis Konsep hukum (Analitical &

Conceptual Approach).

Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua

undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

sedang ditangani.17 Seperti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang

Perseroan Terbatas, khususnya mengenai perlindungan terhadap para pihak

khususnya tenaga kerja terkait adanya penggabungan (merger). Mengenai

pendekatan kasus, dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus yang

berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Mengenai pendekatan analisis

konsep hukum dilakukan dengan menelusuri pandangan-pandangan dan

doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum yang berkaitan

dengan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja pasca merger.

c. Sifat Penelitian

17 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan II, Kencana, Jakarta, h.93.

Penelitian ini bersifat penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan

menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala

atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala,

atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan

gejala lain dalam masyarakat.

d. Data dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a) Data primer yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu data yang

diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari

responden maupun informan. Dalam penelitian ini akan dilakukan di

PT. Bank CIMB Niaga. Dengan mewawancarai beberapa informan

yang bekerja maupun terlibat dalam kegiatan di bank tersebut.

b) Data sekunder bersumber dari penelitian kepustakaan. Dalam

penelitian ini menggunakan beberapa peraturan perundang-undangan

seperti:

1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia

Tahun 1945;

2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;

3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan

Terbatas;

4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan;

5) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Merger,

Konsolidasi, dan Akuisisi Bank; dan

6) SK Direksi BI No. 32/51/KEP/DIR Tanggal 14 Mei 1999 tentang

Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank

Umum.

Ditunjang pula dengan buku teks karena buku teks berisi mengenai

prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik

para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi. Disamping buku

teks, bahan hukum sekunder dapat berupa tulisan-tulisan tentang

hukum baik dalam bentuk buku ataupun jurnal-jurnal.18 Buku-

buku yang digunakan diantaranya mengenai Perseroan Terbatas,

Perbankan, dan Ketenagakerjaan, serta jurnal, skripsi maupun

artikel yang dimuat di internet.

e. Teknik Pengumpulan Data

18 Ibid, h. 182.

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah melalui:

a) Teknik Studi Dokumen, baik berupa membaca buku-buku, peraturan

perundang-undangan, dokumen-dokumen seperti berkas perkara, dan

sebagainya. Studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang

relevan dengan permasalahan penelitian.

b) Teknik Wawancara (interview), yakni melakukan wawancara atau

tanya jawab langsung dengan pihak bank/perusahaan terkait, manager

bank/perusahaan maupun dengan lembaga lain yang ada hubungannya

dengan penelitian ini.

f. Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik non-probability

sampling yaitu memberikan peran yang sangat besar untuk menentukan

pengambilan sampelnya. Dalam hal ini tidak ada ketentuan yang pasti

berapa sampel harus diambil agar dapat dianggap mewakili populasi.

Sedangkan mengenai bentuk dari non-propability sampling yang

digunakan adalah Purposive Sampling yaitu teknik berdasarkan tujuan

tertentu, yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh si peneliti, yang

mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa

sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu

yang merupakan ciri utama dari populasinya.

g. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data kepustakaan dan data lapangan terkumpul, kemudian data-data tersebutdiolah secara analisis kualitatif. Keseluruhan data yang terkumpul akan diolah dandianalisis dengan cara menyusun secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema,diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukaninterpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukanpenafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Sertauntuk penyajiannya dilakukan secara deskriptif kualitatif dan sistematis yaitumemberikan gambaran atau pemaparan secara apa adanya dan sistematis sehinggadiperoleh suatu kesimpulan.