bab i pendahuluan - sakip.pertanian.go.idsakip.pertanian.go.id/admin/data2/lakip 2013 ditlin.pdf ·...
TRANSCRIPT
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
Perlindungan tanaman merupakan bagian integral penting dari sistem agribisnis
hasil pertanian, terutama dalam mempertahankan produksi hortikultura mantap pada
taraf tinggi baik kualitas maupun kuantitas, menguntungkan petani, menjamin
kesehatan manusia, dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup. Upaya
tersebut diimplementasikan melalui optimalisasi fungsi berbagai unsur dalam sistem
perlindungan dalam rangka meminimalkan kehilangan hasil akibat dampak perubahan
iklim (DPI) seperti tanaman terkena banjir, kekeringan dan serangan organisme
pengganggu tumbuhan (OPT).
Landasan hukum dan dasar pertimbangan pelaksanaan kegiatan perlindungan
hortikultura adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura,
Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan
Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan
Menteri Pertanian No. 887/Kpts/OT/9/1997 tentang Pedoman pengendalian OPT. Di
samping itu, dalam era otonomi daerah, pelaksanaan tugas, fungsi, dan
kewenangannya mengacu kepada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Landasan hukum dan ketentuan-ketentuan peraturan tersebut
diwujudkan dalam kebijakan penerapan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
dalam rangka pengelolaan budidaya tanaman sehat sesuai prinsip-prinsip “Good
Agricultural Practices (GAP)“ (Permentan No.48/OT.140/10/2009 tentang pedoman
budidaya buah dan sayur yang baik).
Untuk mengemban amanah memelihara keseimbangan alam tersebut,
Direktorat Perlindungan Hortikultura melakukan perumusan kebijaksanaan
pengendalian OPT berdasarkan sistem PHT, yang pelaksanaan pada TA 2013
dioperasionalkan dalam 5 (lima) indikator utama (IKU) meliputi, 1) Pengelolaan OPT,
2).Rekomendasi DPI, 3). Peningkatan kapasitas lembaga perlindungan,
4). Pemenuhan persyaratan teknis SPS-WTO, dan 5). Pengembangan SLPHT. Hasil
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
2
pelaksanaan kegiatan utama tersebut diharapkan mampu menurunkan proporsi luas
serangan OPT terhadap total luas panen hortikultura maksimal 5 %.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 299/Kpts/OT.140/ 7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian dan Keputusan Menteri
Pertanian No.341/Kpts/OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Pertanian, Direktorat Perlindungan Hortikultura melaksanakan
tugas dan menyelenggarakan fungsi.
Tugas Direktorat Perlindungan Hortikultura:
1. Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang perlindungan hortikultura.
Fungsi Direktorat Perlindungan Hortikultura:
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran
dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran dan obat,
florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perlindungan
tanaman buah, sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan
persyaratan teknis.
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan tanaman buah,
sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.
5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Hortikultura.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut, Direktorat Perlindungan
Hortikultura, terdiri atas Subdirektorat Dampak Iklim dan Persyaratan Teknis,
Subdirektorat Perlindungan Tanaman Buah, Subdirektorat Perlindungan Tanaman
Sayuran dan Tanaman Obat, Subdirektorat Perlindungan Tanaman Florikultura, 9 unit
Eselon IV dan 1 Sub Bagian Tata Usaha.
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
3
Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura, diukur dari indikator kinerja input,
output, outcome, yang didasarkan pada pedoman yang disusun oleh Lembaga
Administrasi Negara sesuai dengan Keputusan Kepala Administrasi Negara No.
239/IX/6/8/2003, tentang perbaikan pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah, dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010, tentang pedoman
penyusunan penetapan kinerja dan pelaporan instansi pemerintah.
Pelaksanaan pembangunan hortikultura Tahun 2013 merupakan tahun ketiga
dari periode Rencana Strategis 2010-2014. Oleh karena itu pada Tahun 2013
Direktorat Perlindungan Hortikultura telah merumuskan kebijakan dan paradigma
baru yang dilaksanakan dalam 5 kegiatan strategis yang merupakan IKU program
perlindungan hortikultura, guna mendukung pengembangan hortikultura periode
2010-2014 terutama dalam mengawal budidaya tanaman hortikultura sesuai prinsip-
prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ yang didasari pada penerapan prinsip-
prinsip PHT, peningkatan produksi dan mutu hasil hortikultura dan terpenuhinya
persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS) yang ditetapkan organisasi
perdagangan dunia, World Trade Organization (WTO).
Untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan perlindungan TA 2013 dan
menciptakan transparansi publik terhadap pemanfaatan fasilitasi anggaran
pemerintah, maka disusunlah LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun
2013.
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
4
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan salah
satu alat manajemen dalam rangka penyelenggaraan pemerintah terdesentralisasi
yang diharapkan mampu memperbaiki kinerja pemerintah yang terukur dan
tranparan kepada publik terhadap kegiatan yang difasilitasi pemerintah. Melalui
Keppres No. 7/1999 pemerintah mewajibkan setiap instansi pemerintah pusat
maupun daerah sampai eselon II untuk menerapkan SAKIP.
SAKIP tersusun atas beberapa komponen yang merupakan satu kesatuan.
Komponen – komponen tersebut antara lain: Perencanaan Kinerja. Komponen
perencanaan kinerja meliput: a) Indikator Kinerja Utama (IKU), b) Rencana Strategis
(Renstra), c) Rencana Kinerja Tahunan (RKT), dan Penetapan Kinerja (PK) atau juga
sering disebut perjanjian kinerja.
2.1. Perencaaan kinerja
2.1.1 Indikator Kinerja Utama (IKU)
Indikator Kinerja Utama Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2010 telah
ditetapkan dengan keputusan Menteri Pertanian Nomor:
1185/Kpts/OT.140/3/2010 (terlampir)
Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Hortikultura terkait
Perlindungan Hortikultura disajikan dalam tabel berikut:
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
5
Tabel 1. Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Perlindungan
Hortikultura
No Sasaran Indikator Kinerja Utama
Sumber Data
1 Terkelolanya serangan OPT dalam pengamanan produksi hortikultura dan terpenuhinya persyaratan teknis yang terkait dengan perlindungan tanaman dalam mendukung ekspor hortikultura
1. Fasilitas Pengelolaan OPT
- Laporan dari BPTPH dan Dinas Pertanian Provinsi
2. Rekomendasi dampak perubahan Iklim
- Laporan dari BPTPH dan BMKG
3. Lembaga perlindungan tanaman hortikultura
- Laporan dari BPTPH
4. Draft Pest List persyaratan teknis SPS
- Laporan dari BPTPH, Lembaga penelitian dan perguruan tinggi
5. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu( SLPHT )
- Laporan BPTPH
2.1.2 Renstra
Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Perlindungan Hortikultura dirancang
sebagai acuan untuk menyusun kebijakan, strategis, program dan kegiatan
pengembangan sistem perlindungan hortikultura. Dokumen Renstra
tersebut berisi visi, misi, dan tujuan Direktorat Perlindungan Hortikultura
yang selanjutnya dijabarkan dalam kegiatan Sub Direktorat lingkup
Direktorat Perlindungan Hortikultura. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
Direktorat Perlindungan Hortikultura dan berpedoman pada PP RI No. 5
Tahun 2010 tentang RPJMN 2010 – 2014 serta Rencana Strategis
Kementerian Pertanian 2010 – 2014, maka telah disusun Renstra Direktorat
Perlindungan Hortikultura tahun 2010 – 2014, yang mencakup :
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
6
2.1.2.1 Visi dan Misi
Visi perlindungan hortikultura adalah “Terwujudnya Kemandirian
Petani dan Pemasyarakatan Pertanian Lain dalam Penerapan PHT
dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan dan Berwawasan Agribisnis“.
Untuk mewujudkan visi tersebut, perlindungan hortikultura
mempunyai misi:
a. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
petani tentang PHT.
b. Menciptakan kondisi yang kondusif untuk terbinanya
kemandirian petani dalam pengelolaan DPI dan OPT.
c. Melindungi petani dan konsumen hasil pertanian dari akibat
samping penggunaan bahan kimia.
d. Meminimalkan pencemaran lingkungan dan melestarikan
keanekaragaman hayati di ekosistem pertanian.
e. Melindungi dan mengatur hak dan kewajiban petani maupun
masyarakat lainnya yang terkait dalam pengelolaan DPI dan
OPT.
f. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dari
usahataninya.
2.1.2.2. Tujuan, Target dan Sasaran Strategis
Tujuan perlindungan tanaman pada dasarnya adalah memperkecil
resiko DPI dan serangan OPT sehingga produksi hortikultura
mantap pada taraf tinggi baik kualitas maupun kuantitas,
menguntungkan petani, menjamin kesehatan manusia, dan
mempertahankan kelestarian lingkungan hidup, melalui upaya-
upaya:
a. Pengendalian serangan OPT utama melalui upaya penurunan
luas serangan dan kehilangan hasil karena DPI dan serangan
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
7
OPT serta peningkatan mutu hasil hortikultura (buah, sayuran
dan obat, dan florikultura);
b. Perwujudan keberhasilan usahatani melalui pengelolaan
usahatani yang efektif dan efisien dalam menerapkan teknologi
pengendalian OPT sesuai prinsip PHT;
c. Perwujudan produk hortikultura yang bebas dari
cemaran/residu pestisida dan kelestarian lingkungan hidup
melalui upaya apresiasi/sosialisasi dan pemasyarakatan
penggunaan pestisida yang baik dan benar dengan residu
minimum serta terpenuhinya standar perdagangan dunia (SPS-
WTO);
d. Perwujudan pelayanan informasi publik dan peningkatan
kepuasan dan tanggungjawab di bidang perlindungan
tanaman.
Selama lima tahun (2010-2014) program perlindungan baik yang
sudah dan akan dilaksanakan, Direktorat Perlindungan Hortikultura
mencanangkan target melalui 5 kegiatan yang merupakan indikator
kegiatan utama (IKU) yaitu :
1. Peningkatan pengelolaan OPT
2. Pengelolaan Dampak Perubahan Iklim
3. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan laboratorium
perlindungan hortikultura
4. Peningkatan pemenuhan persyaratan teknis SPS mendukung
ekspor produk hortikultura
5. Pengembangan SLPHT
Untuk mewujudkan tujuan pengembangan sistem perlindungan
hortikultura maka sasaran strategis tahun 2010-2014 adalah
meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman
hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan,
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
8
dengan Indikator dari sasaran strategis bidang perlindungan dapat
dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2. Indikator Sasaran Strategis Pembangunan
Hortikultura Tahun 2013
No Indikator Strategis
Komoditas
Buah Sayur Tan. Obat dan
Jamur
Florikultura
1 Proporsi luas serangan OPT hortikultura terhadap total luas panen (%)
5,0 5,0 5,0 5,0
Keterangan: *) maksimal 5,0 %
Sedangkan sasaran strategis perlindungan hortikultura yang
diharapkan meliputi:
a. Terkendalinya serangan atau gangguan OPT maksimum 5,0%
dari total luas panen, pemantauan dampak perubahan iklim
(kebanjiran, kekeringan, serangan dan perubahan status OPT,
dominasi spesies, dsb) mempertahankan potensi produksi
hortikultura baik jumlah maupun mutu; serta meningkatnya
pendapatan dan kesejahteraan petani dan pelaku agribisnis
lainnya; dengan tetap terjaganya kesehatan manusia dan
kelestarian lingkungan hidup.
b. Terbangunnya sinergisme kegiatan perlindungan hortikultura
yang merupakan bagian dari sistem dan usaha agribisnis yang
berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan
terdesentralisasi.
c. Tercapainya koordinasi dan sinkronisasi instansi pemerintah,
swasta dan masyarakat terkait dalam perencanaan,
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
9
pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan perlindungan
hortikultura.
d. Terwujudnya sinkronisasi program dan kegiatan perlindungan
hortikultura antar berbagai instansi atau organisasi di tingkat
pusat, antar instansi tingkat pusat dengan perwakilan di luar
negeri.
2.1.2.3 Arah Kebijakan, Strategi dan Program
Arah kebijakan pengembangan sistem perlindungan hortikultura
terkait dengan sasaran strategis Tahun 2010 – 2014 adalah
menurunkan luas serangan OPT terhadap total luas panen
hortikultura maksimal 5 %, dalam rangka “meningkatkan produksi,
produktifias dan mutu produk tanaman hortikultura yang aman
konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan”, yang dilaksanakan
melalui upaya kegiatan utama dan kegiatan pendukung sebagai
berikut:
1. a. Peningkatan Pengelolaan OPT
- Gerakan pengendalian OPT hortikultura
- Bimbingan teknis pelaksanaan pengendalian OPT hortikultura
- Apresiasi pengendalian OPT hortikultura
b. Pengamatan dan Peramalan OPT pada Komoditas
Hortikultura
- Penerapan metode pengamatan OPT hortikultura
- Pengamatan, analisis dan manajemen data OPT
- Peningkatan kemampuan teknis POPT dan petugas Lab PHP
- Pemetaan wilayah sebar serangan OPT hortikultura
2. Pengelolaan Dampak Perubahan Iklim
- Inventarisasi data dan informasi tentang iklim
- Koordinasi penanganan dampak perubahan iklim
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
10
- Analisa dampak perubahan iklim terhadap tanaman
hortikultura
- TOT/SLI Hortikultura
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Perlindungan
Hortikultura
a. Inisiasi Klinik Komoditas Hortikultura
- Pembinaan dan pemantauan Klinik PHT
- Forum koordinasi dan konsultasi
b. Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan
Hortikultura
- Laporan bulanan, tahunan, keuangan
- Koordinasi, konsultasi dan penyelesaian pekerjaan mendesak
- Sarana kantor
- Alat pengolah data
4. Peningkatan Kapasitas Laboratorium Perlindungan
Hortikultura
- Pembinaan dan pemantauan pengembangan penerapan agens
hayati dan biopestisida pada Lab PHP
- Pengembangan dan perbanyakan agens hayati dan biopestisida
di Laboratorium PHP
- Pembinaan teknis pengelolaan OPT dan DPI pada tanaman
hortikultura
5. Peningkatan Pemenuhan Persyaratan Teknis SPS
Mendukung Ekspor Produk Hortikultura
- Surveillance OPT hortikultura untuk pest list, identifikasi,
pembuatan koleksi, penyusunan laporan, Pest Risk
Management, penerapan ALPP
6. Sekolah Lapang PHT dan pengembangan kelembagaan
perlindungan tanaman hortikultura
- SLPHT hortikultura
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
11
- TOT SLPHT bagi alumni
- SLPHT oleh alumni
Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan kebijakan dan program di
atas pada dasarnya adalah penguatan atau pemantapan subsistem-
subsistem dalam sistem perlindungan tanaman, seperti diuraikan berikut ini:
1. Peningkatan Pengelolaan OPT
Kenaikan suhu udara akibat DPI telah memicu peningkatan populasi dan
serangan OPT hortikultura yang menimbulkan kerugian bagi petani.
Untuk peningkatan pengelolaan OPT diperlukan bimbingan teknis,
apresiasi dan gerakan pengendalian OPT sesuai PHT dengan penggunaan
agens hayati dan biopestisida. Pengamatan diarahkan untuk mengetahui
dengan cepat, lengkap, dan akurat tentang jenis OPT hortikultura,
komoditas yang diserang, dimana, dan kapan yang mencakup intensitas,
luas, dan kerugian yang di timbulkan OPT dan DPI, serta faktor
lingkungan yang mempengaruhinya. Hasil pengamatan digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian dan tindakan lain
yang diperlukan.
Peramalan diarahkan untuk memperkirakan perkembangan DPI dan OPT
hortikultura, baik jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga dapat
diambil tindakan antisipatif yang tepat, terutama apabila didukung
ketersediaan sarana pengamatan dan pelaporan yang memadai, seperti
adanya sistem informasi managemen (SIM) perlindungan yang handal,
dimana arus informasi segera dapat diakses melalui peringatan dini (early
warning system).
2. Pengelolaan Dampak Perubahan Iklim
Dampak perubahan iklim terhadap hortikultura telah banyak
menimbulkan kerugian akibat frekuensi kejadian iklim ekstrim
meningkat seperti banjir, kekeringan, angin kencang dan serangan
OPT. Untuk meminimalkan kerugian akibat DPI pada hortikultura perlu
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
12
upaya peningkatan pengelolaannya, antara lain melalui kegiatan
koordinasi, sosialisasi, dan pembinaan serta sekolah lapang tentang
pemanfaatan informasi iklim kepada pelaku agribisnis hortikultura dan
masyarakat lainnya, sehingga bermanfaat untuk melakukan antisipasi
terhadap DPI melalui upaya mitigasi dan adaptasi pada usahataninya.
Selain itu memfasilitasi pengadaan sarana POPT (kondisi saat ini di 33
BPTPH kurang memadai) guna mempermudah mengakses database
DPI dan OPT, seperti alat pencatat unsur iklim (SMPK/AWS), dan alat
komunikasi via internet.
Hasil pengujian penurunan emisi GRK di Kabupaten Rembang pada
petak PHT dan konvensional pada pertanaman cabai menunjukkan
bahwa perlakuan PHT mampu menurunkan emisi gas N2O sebesar
27% dibandingkan perlakuan konvensional. Selain itu, pada petak
konvensional diasumsikan pemberian 10 kg pupuk Nitrogen (N)
menjadi N2O-N pada 1 ha lahan diketahui sebesar 0,474 kg
N2O/ha/musim pupuk N berubah menjadi emisi sedangkan pada
perlakuan PHT pemberian pupuk sebesar 10 kg mampu merubah emisi
sebesar 0,345 kg N2O/ha/musim.
Hasil pengujian penurunan emisi GRK di Kabupaten Sukabumi pada
petak PHT dan konvensional pada pertanaman cabai menunjukkan
bahwa perlakuan PHT mampu menurunkan emisi gas N2O sebesar
14% dibandingkan perlakuan konvensional. Selain itu, pada petak
konvensional diasumsikan pemberian 10 kg pupuk Nitrogen (N)
menjadi N2O-N pada 1 ha lahan diketahui sebesar 0,489 kg
N2O/ha/musim pupuk N berubah menjadi emisi sedangkan pada
perlakuan PHT pemberian pupuk sebesar 10 kg mampu merubah emisi
sebesar 0,420 kg N2O/ha/musim.
Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pupuk N pada petak PHT
mampu menurunkan emisi gas N2O di lahan cabai. Selain itu
perbedaan perlakuan pemupukan di dataran tinggi (Sukabumi) dan
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
13
dataran rendah (Rembang) menunjukkan adanya penurunan gas N2O
pada perlakuan PHT yang berarti bahwa penerapan PHT di samping
mampu membantu dalam peningkatan produksi tetapi juga
mempengaruhi penurunan emisi GRK.
Hasil analisa mikroba dalam tanah dan air (sampel dari Sumatera
Barat, Banten, dan Garut) diketahui bahwa rata-rata jumlah populasi
bakteri pada rhizosfer dan pada air, jumlah populasi bakteri pada
rhizosfer dan pada air, jumlah total fungi, jumlah bakteri penambat N,
dan jumlah bakteri pelarut P kandungan memenuhi persyaratan teknis
minimal berarti tanah dan air pada lahan tersebut belum ada cemaran
dari mikroba atau residu.
Analisa kehilangan hasil terhadap OPT: terdapat hubungan yang nyata
antara serangan ulat daun bawang merah dengan kehilangan hasil
dengan kontribusi sebesar 74 % (R2=0,74) artinya serangan ulat daun
berkontribusi terhadap kehilangan hasil bawang merah sebesar 74%.
Analisa kehilangan hasil terhadap iklim: interaksi antara faktor iklim
(CH dan intensitas serangan ulat daun) pada 2 bulan sebelum panen
berkontribusi sebesar 71% (R2=0,71) terhadap serangannya pada saat
panen. 2 bulan sebelum panen merupakan waktu kritis untuk
pengendalian ulat bawang. Ledakan OPT ulat bawang dan embun
tepung sangat dipengaruhi oleh pola iklim.
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Perlindungan Hortikultura
Dalam rangka menunjang kegiatan sistem perlindungan tanaman,
maka dibutuhkan kelengkapan kerja pendukung dan fasilitas yang
memadai agar penyelenggaraan kegiatan dapat berjalan dengan baik.
Tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai sangat
berpengaruh terhadap kinerja perlindungan hortikultura baik di pusat
maupun di daerah antara lain berupa alat pengolah data pendukung
pengembangan Sistem Informasi Manajemen (SIM), sarana
pendukung kegiatan sinergisme sistem perlindungan hortikultura
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
14
dengan SPS-WTO, analisis dan mitigasi perubahan iklim. Kegiatan
perlindungan hortikultura difokuskan pada penyelesaian masalah OPT
di lapangan melalui kegiatan Pengelolaan dan Pengendalian OPT
Hortikultura, yang salah satu komponen kegiatannya yaitu Fasilitasi
Sarana/Prasarana pengendalian OPT pada tanaman jeruk di Provinsi
Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Bengkulu.
Kegiatan Fasilitasi Sarana/Prasarana yaitu bahan pengendali OPT pada
tanaman jeruk dalam bentuk bahan pengendali OPT ramah
lingkungan,dengan rincian sebagai berikut:
a. Agensia hayati Trichoderma sp. dan Metarhizium sp. untuk
mengendalikan OPT jeruk di Kabupaten Karo, dan Simalungun
Provinsi Sumatera Utara.
b. Agensia hayati dalam rangka rehabilitasi jeruk di Kabupaten Garut
Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu, dan
Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Selatan, dalam bentuk
agensia hayati Bacillus subtillis (cair), Rizhobacterium sp. (cair),
dan Rizhobacterium sp. (padat).
c. Agensia hayati Beauveria bassiana, kapur tohor, belerang, dan
insektisida berbahan aktif imidakloprid untuk mengendalikan
serangga vektor CVPD (Diaphorina citri) pada jeruk di Kabupaten
Sambas Provinsi Kalimantan Barat.
Kegiatan Fasilitasi Sarana/Prasarana juga untuk pengendalian OPT
sayuran dalam bentuk cendawan penyubur akar dan pengendali OPT
(Mikoriza) pada tanaman kentang di Provinsi Jawa Timur, Jawa
Tengah, Jawa Barat, Bengkulu, Jambi, Sumatera Barat, dan NTB.
Berdasarkan hasil monitoring di lapangan terhadap parameter yang
diamati, petak perlakuan dengan mikoriza menunjukkan hasil lebih
baik, antara lain sebagai berikut:
a. Sistem perakaran (panjang akar) lebih panjang dan akar serabut
lebih banyak
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
15
b. Tinggi tanaman lebih tinggi daripada yang tidak menggunakan
mikoriza
c. Ketegaran tanaman: lebih kokoh
d. Ketahanan tanaman lebih kuat sehingga jenis OPT yang menyerang
hampir tidak ada
e. Produksi kentang : lebih tinggi mencapai 58 ton/ ha dibandingkan
dengan yang tidak menggunakan mikoriza (20 ton/ha)
Pengadaan sarana pendukung di pusat dan daerah antara lain berupa
alat pengolah data pendukung pengembangan Sistem Informasi
Manajemen (SIM), sarana pendukung kegiatan sinergisme sistem
perlindungan hortikultura dengan SPS–WTO, analisis dan mitigasi
perubahan iklim. Hasilnya sebanyak 78 unit dengan capaian 90,14%.
Tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai sangat
berpengaruh terhadap kinerja perlindungan hortikultura baik di pusat
maupun di daerah.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam bentuk penerapan pembinaan
penggunaan pestisida secara baik dan benar dengan residu minimum
dalam usahatani, sinergisme sistem perlindungan hortikultura, dan
pengembangan kelembagaan perlindungan hortikultura BBPOPT
Jatisari.
Hasil kegiatan penting lainnya yang dilaksanakan, antara lain Pest list
pada 13 provinsi yaitu belimbing, papaya, mangga, salak, paptika,
slpukst, jeruk, manggis, dan pisang meningkatnya pemahaman
petugas perlindungan hortikultura tentang standar teknis perdagangan
sesuai SPS-WTO, dan tersedianya peralatan Laboratorium mutu dan
Laboratorium PHP untuk mendukung pelaksanaan sinergisme sistem
perlindungan hortikultura dalam pemenuhan persyaratan teknis SPS–
WTO terutama dalam identifikasi OPT hasil surveillance. Selain itu
terimplementasinya teknologi thermal treatment dalam pengelolaan
lalat buah pada mangga di laboratorium VHT BBPOPT Jatisari.
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
16
a. Inisiasi Klinik Komoditas Hortikultura dan Dukungan
Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura
DPI telah merubah status OPT yang sebelumnya kurang penting
menjadi OPT utama yang menimbulkan kerugian bagi petani
hortikultura. Oleh karena itu tersedianya klinik perlindungan
lapangan diharapkan menjadi wadah bagi petani untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya dalam
pemanfaatan informasi iklim, pengenalan dan pengendalian OPT
terutama OPT baru yang informasinya masih sangat terbatas,
seperti penyakit Erwinia carotovora subsp. atroseptica pada
tanaman Kentang (ECA), Papaya Ring Spot Virus (RSVP) pada
pepaya serta meningkatkan penggunaan pengendali agens hayati
dan biopestisida untuk mengurangi residu pestisida kimia pada
produk hortikultura. Kegiatan teknis perlindungan akan berjalan
baik sesuai rencana apabila didukung oleh kegiatan non teknis,
seperti tersedianya alat pengolah data, peralatan kantor,
kendaraan untuk mobilitas pekerjaan tata usaha, bimbingan
administrasi, konsultasi dan pengendalian kegiatan lapang.
b. Pengembangan dan Penerapan Pemanfaatan Agens Hayati
dan Biopestisida
Pengendali agens hayati dan biopestisida merupakan salah satu
komponen PHT yang penting dikembangkan dan disosialisasikan
secara berkesinambungan kepada petugas, petani dan stakeholder
hortikultura, sehingga pengendali ramah lingkungan ini ke depan
menjadi pilihan utama menggantikan aplikasi pestisida kimia dalam
pengendalian OPT hortikultura yang menimbulkan efek buruk yaitu
selain mencemari lingkungan juga harganya mahal sehingga
menambah biaya produksi usahatani. Kelebihan pengendali ramah
lingkungan antara lain: bahan baku mudah diperoleh, biaya
produksi rendah, juga produknya minim dari investasi OPT dan
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
17
cemaran residu pestisida, sehingga hasilnya diharapkan
mempunyai nilai saing tinggi di pasar lokal, domestik dan pasar
ekspor. Agens hayati yang banyak dikembangkan dewasa ini
antara lain, Trichoderma sp., Gliocladium sp, Metarhizium
anisopliae, Beauperia bassiana, dan Pseudomonas fluorescens,
serta PGPR.
4. Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura dengan SPS-WTO
SPS-WTO merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
memasuki negara tujuan ekspor, dimana daftar OPT dan residu pestisida
harus dilampirkan dalam surat perjanjian ekspor. Ditolaknya beberapa
komoditas hortikultura Indonesia oleh negara impor karena pemahaman
para eksportir terhadap persyaratan SPS-WTO masih parsial atau belum
utuh. Untuk mendukung tujuan tersebut telah dilakukan kegiatan
surveillance OPT hortikultura untuk pest list, identifikasi, pembuatan
koleksi, penyusunan laporan, Pest Risk Management, penerapan ALPP di
13 provinsi, penerapan AWM pada tanaman mangga Gedong di
Indramayu.
5. Sekolah Lapang PHT dan Pengembangan Kelembagaan
Perlindungan Hortikultura
SLPHT merupakan metode pendekatan dalam meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan, pengubah perilaku petani dalam penerapan
prinsip-prinsip PHT, pengendalian OPT atas dasar pengelolaan
lingkungan. Dalam kegiatan SLPHT, petani akan belajar menganalisa
agroekosistem di lahan serta membuat rencana bekerja bersama untuk
keberhasilan pengelolaan usahataninya.
Keberhasilan penerapan PHT dilakukan melalui pola penyelenggaraan
SLPHT yang menekankan kepada partisipasi petani secara kelompok
dalam menerapkan PHT di lahan usahataninya (belajar dari pengalaman),
melalui 4 prinsip dasar yaitu; penerapan budidaya tanaman sehat,
pelestarian musuh alami, pemantauan/pengamatan ekosistem secara
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
18
berkala, dan petani memiliki kemampuan/ahli dalam PHT. Pola SLPHT
yang telah dilaksanakan meliputi SLPHT bagi petani, TOT SLPHT bagi
alumni dan SLPHT oleh alumni.
2.1.3 Rencana Kinerja Tahunan (RKT)
Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura pada
Tahun 2013 telah disusun, dan sasaran strategis yang akan dicapai pada
Tahun 2013 telah sejalan dengan IKU dan disesuaikan dengan sasaran
strategis pada Rencana Strategis 2010-2014, yang telah disepakati di
tingkat Kementerian Pertanian. Dalam rencana kinerja tahunan telah
ditetapkan target-target yang akan dijadikan ukuran tingkat
keberhasilan/kegagalan pencapaiannya. Adapun target Rencana Kinerja
Tahunan 2013 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat
Perlindungan Hortikultura Tahun 2013
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target
Terkelolanya serangan OPT
dalam pengamanan
produksi hortikultura dan
terpenuhinya persyaratan
teknis yang terkait dengan
perlindungan tanaman
dalam mendukung ekspor
hortikultura
Proporsi luas serangan
OPT hortikultura
terhadap total luas
panen (%)
%
5,0
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura
2.2. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pimpinan unit
tertinggi beserta jajarannya (Tabel 4). Dokumen perjanjian kinerja lebih dikenal
dengan Penetapan Kinerja (PK).
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
19
Tabel 4. Tabel Penetapan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
A Terkelolanya serangan
OPT dalam pengamanan
produksi hortikultura
dan terpenuhinya
persyaratan teknis yang
terkait dengan
perlindungan tanaman
dalam mendukung
ekspor hortikultura
1 Peningkatan Pengelolaan OPT
(kali)
1.239
2 Pengelolaan dampak perubahan
iklim (rekomendasi) 78
3 Peningkatan kapasitas
kelembagaan perlindungan
tanaman hortikultura (unit)
250
4 Peningkatan pemenuhan
persyaratan teknis SPS mendukung
ekspor produk hortikultura (Draft
Pest List)
16
5 Pengembangan SLPHT (Klp) 651
6 Maksimal luas serangan terhadap
total luas panen (%) 5,0
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
20
BAB III.
AKUNTABILITAS KINERJA
Untuk melihat realisasi pencapaian kinerja perlindungan hortikultura yang telah
difasilitasi melalui dana APBN, harus dilakukan pengukuran target yang telah
ditetapkan dibandingkan dengan pencapaian realisasi targetnya. Secara rinci realisasi
pencapaian target Penetapan Kinerja perlindungan hortikultura Tahun 2013 dapat
dilihat pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Pengukuran Kinerja Direktorat Perlindungan Tahun 2013
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) %
(1) (2) (3) (4) (5)
Terkelolanya serangan
OPT dalam pengamanan
produksi hortikultura dan
terpenuhinya persyaratan
teknis yang terkait dengan
perlindungan tanaman
dalam mendukung ekspor
hortikultura
1 Peningkatan
pengelolaan OPT
(kali)
1.239 1.086 87,70
2 Pengelolaan dampak
perubahan iklim
(rekomendasi)
78 71 91,10
3 Peningkatan
kapasitas
kelembagaan
perlindungan
hortikultura (unit)
250 229 91,60
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
21
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) %
(1) (2) (3) (4) (5)
4 Peningkatan
pemenuhan
persyaratan teknis
SPS mendukung
ekspor produk
hortikultura (Draft
Pest List)
16 16 100
5 Pengembangan
SLPHT (Klp)
651 626 96,20
6 Proporsi luas
serangan OPT
utama hortikultura
terhadap total luas
panen
- Maksimal luas
serangan terhadap
luas panen (%)
5,0 1,83 173,22
Keterangan: * Realisasi indikator sasaran merupakan angka laporan periode I
(31 Desember 2013)
3.1 Analisis Pencapaian Kinerja
Pada Tahun 2013 berdasarkan dokumen PK besarnya anggaran yang telah
disahkan untuk program perlindungan hortikultura sebesar
Rp.169.804.045.000,- dan terdapat output cadangan atau penghematan
kegiatan sebesar Rp. 23.928.009.000,- sehingga alokasi anggaran Direktorat
Perlindungan Hortikultura menjadi Rp.145.876.036.000,-. Dalam upaya
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
22
pengelolaan DPI (banjir, kekeringan dan serangan OPT) yang ramah lingkungan
dan berkelanjutan, sehingga kehilangan hasil hortikultura akibat DPI dapat
ditekan pada taraf tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi, dan produk yang
dihasilkan memenuhi persyaratan SPS-WTO, aman dikonsumsi dan berdaya saing
tinggi di pasaran baik pasar lokal, regional maupun global.
Sasaran strategi proporsi luas serangan OPT utama terhadap total luas panen
hortikultura maksimal 5,0% merupakan target rasional yang dimungkinkan dapat
dicapai berdasarkan kemampuan penganggaran, SDM dan peningkatan
koordinasi antar instansi terkait di pusat dan daerah. Hasil analisa data yang
masuk hingga periode laporan Desember II Tahun 2013 (16-31 Desember 2013)
bahwa proporsi luas serangan yang terealisasi justru melebihi target yang
ditetapkan, yaitu luas serangan OPT hanya terjadi 1,83% dari 5 % luas serangan
yang ditetapkan, hal ini berarti total luas serangan OPT hortikultura pada Tahun
2013 dapat ditekan serendah-rendahnya dengan capaian 173,22%. Dengan
demikian program perlindungan hortikultura pada TA 2013 mempunyai peran
yang besar atau menunjukkan prestasi yang baik dalamn mendukung pencapaian
produksi dan mutu hortikultura pada taraf tinggi.
Hasil pengukuran pencapaian masing-masing sasaran di atas secara umum
menunjukkan bahwa pencapaian kegiatan Direktorat Perlindungan Hortikultura
Tahun 2013 rata-rata 93,32% atau sangat baik. Namun capaian tersebut relatif
lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pencapaian Tahun 2012 sebesar
95,54%. Rincian Analisis capaian kinerja yang dilaksanakan Direktorat Perlindungan
Hortikultura pada Tahun 2013, baik yang dilaksanakan di Pusat maupun Daerah
sebagai berikut:
1. Pengendalian OPT Hortikultura
Untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil hortikultura yang aman
dikonsumsi dan ramah lingkungan, telah dilakukan upaya pengendalain
OPT sesuai PHT sebanyak 1.239 kali di 33 provinsi, yang dilaksanakan
melalui kegiatan pendukung antara lain gerakan pengendalian OPT
hortikultura, bimbingan teknis pelaksanaan pengendalian OPT hortikultura,
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
23
apresiasi pengendalian OPT hortikultura. Capaian yang diperoleh adalah
87,70 %,
Hasil pengendalian OPT hortikultura berdasarkan PHT pada tahun 2013
mampu menekan luas serangan OPT hortikultura, yaitu proporsi luas
serangan terhadap luas panen Tahun 2013 mencapai 1,83 % atau lebih
tinggi dari target maksimal penurunan luas serangan 5 % yang ditetapkan.
Rincian proporsi luas serangan OPT terhadap luas panen pada tanaman
buah, sayuran, florikultura dan obat dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pengendalian OPT terutama pada komoditas hortikultura, petani masih
mengandalkan pestisida kimia sebagai bahan pengendali OPT, oleh karena
itu perlu terus mengembangkan pengendalian ramah lingkungan untuk
mengurangi penggunaan pestisida kimia. Beberapa pengendali OPT yang
terus dikembangkan antara lain PGPR, Corynebacterium sp., Trichoderma
sp., Metharhizium sp., Beauveria bassiana, dan MOL (Mikroorganisme
Lokal).
Namun demikian hasil analisa residu pestisida kimia pada hortikultura
Tahun 2013 khususnya pada tanaman buah masih di bawah BMR dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. Hasil Analisis Residu Pestisida pada Produk Hortikultura
Tahun 2013
No. Komoditas Terdeteksi dibawah
BMR
Tidak terdeteksi
Belum ditetapkan
1. - Buah Impor
- Buah Ekspor
0 (0%)
1 (5%)
26(77,78%)
4 (20%)
6 (22,22%)
15 (75%)
2. Sayur - - -
3. Tan Obat - - -
4. Florikultura - - -
Jumlah 1 (5%) 30 (97,78%) 21(97,22%)
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
24
2. Antisipasi dan Mitigasi Perubahan Iklim
Kegiatan ini menghasilkan 78 rekomendasi untuk upaya antisipasi dan
mitigasi perubahan iklim dalam rangka menekan kehilangan hasil
hortikultura akibat DPI berupa bencana banjir, kekeringan dan serangan
OPT di 32 provinsi, yang dilaksanakan melalui kegiatan pendukung, yaitu
Inventarisasi data dan informasi tentang iklim, koordinasi penanganan
dampak perubahan iklim, dan analisa dampak perubahan iklim terhadap
tanaman hortikultura. Capaian yang diperoleh adalah 91,10 %. Rendahnya
capaian tersebut karena kemampuan untuk analisis korelasi antara unsure
iklim terhadap OPT masih kurang. Hasil penting kegiatan adaptasi dan
mitigasi iklim antara lain, mengembangkan kegiatan perlindungan
terutama gerakan pengendalian OPT hortikultura yang ramah lingkungan,
sehingga menguntungkan secara ekonomi, ekologi dan mendorong
penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Antisipasi DPI jangka pendek di bidang pertanian dapat dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan kerugian lebih besar pada usahatani khususnya
hortikultura dengan menyusun rencana pengelolaan hortikultura yang
adaptis terhadap DPI, meliputi pemelihan lokasi di luar daerah DPI,
memperbanyak pemupukan organik, penggunaan benih unggul yang
toleran banjir/kekeringan, dan menyesuaikan pola tanam dengan kondisi
musim, serta menyiapkan sarana embung dan pompanisasi untuk
membuang air bila terjadi banjir dan mengairi kebun saat mengalami
kekeringan.
4. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Laboratorium
Perlindungan Hortikultura
a. Pengembangan Agens hayati dan Biopestisida
Untuk meningkatkan penerapan pengendalian ramah lingkungan pada
tanaman hortikultura, sehingga produk yang dihasilkan aman dikonsumsi
dan berdaya saing dalam memasuki pasar domestik dan pasar ekspor,
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
25
maka telah dilaksanakan pembinaan dan pemantauan pengembangan
penerapan agens hayati dan biopestisida pada Laboratorium PHP,
pembinaan teknis dalam pengelolaan OPT pada tanaman hortikultura,
serta pengembangan dan perbanyakan agens hayati dan biopestisida di
104 Laboratorium PHP di 32 propinsi dengan capaian adalah 86,00 %.
Rendahnya capai tersebut terkait pada proses administrasi keuangan
yang belum selesai padahal realisasi fisik mencapai 93,00 %.
b. Inisiasi Klinik Komoditas Hortikultura
Untuk meningkatkan pengetahuandan ketrampilan petugas dan petani
terhadap pengenalan dan pengendalian OPT hortikultura, telah
dilaksanakan kegiatan pembinaan dan pemantauan Klinik PHT, serta
forum koordinasi dan konsultasi di 32 provinsi, yang hasilnya diharapkan
mendorong pemasyarakatan penerapan PHT pada tanaman hortikultura
dan meningkatkan ketersediaan produknya yang aman konsumsi. Untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dan petani
terhadap pengenalan dan pengendalian OPT hortikultura, telah
dilaksanakan kegiatan pembinaan dan pemantauan Klinik PHT, serta
forum koordinasi dan konsultasi. Realisasi kegiatan sebanyak 120 unit
atau capaian adalah 93,10%.
c. Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura dengan SPS – WTO
SPS – WTO merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
memasuki negara tujuan ekspor, dimana daftar OPT dan residu pestisida
harus dilampirkan dalam surat perjanjian ekspor. Untuk mendukung tujuan
tersebut telah dilakukan kegiatan surveillance OPT hortikultura untuk pest
list, identifikasi, pembuatan koleksi, penyusunan laporan, Pest Risk
Management, penerapan ALPP di 13 provinsi, penerapan AWM pada
tanaman mangga Gedong di Indramayu. Hasilnya diperoleh 13 draft pest list
hortikultura atau capaian 100 %. Draft pest list kubis terdapat 11 OPT
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
26
(7 hama dan 4 penyakit), Draft pest list bawang merah 11 OPT (7 hama dan
4 penyakit), Draft pest list kentang 24 OPT (13 hama dan 11 penyakit).
Kerjasama pemerintah Indonesia dengan Jepang (IJ-EPA) telah dirintis
beberapa tahun yang lalu untuk kajian pengendalian lalat buah pada
mangga. Kegiatan dilaksanakan terutama di laboratorium di BBPOPT-
Jatisasri, Karawang, salah satunya adalah uji VHT pada buah mangga
Gedong Gincu. Hasil kajian selama 3 (tiga) tahun diperoleh rekomendasi
treatment yang menguntungkan, yaitu perendaman buah mangga selama
30 menit pada temperatur di dalam buah mangga Gedong 47.0 oC dengan
relatif humidity 55%-95% dan dibiarkan (holding time) dapat mematikan
lebih dari 30.000 lalat buah (40.708 lalat buah) dan tidak ada perbedaan
yang significan terhadap kerusakan pada buah mangga, sehingga
rekomendasi tersebut menjadi referensi penting untuk ekspor kelayakan
buah mangga terutama ke negara Jepang.
d. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan
Pengembangan Kelembagaan Perlindungan Hortikultura
SLPHT merupakan kegiatan unggulan untuk meningkatkan pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan bagi petugas, petani dan kelompok tani dalam
rangka memasyarakatkan perlindungan tanaman hortikultura sesuai prinsip
PHT, yang dilaksanakan melalui sekolah lapang pola pendidikan orang dewasa
yang berbasis responsif gender dengan memberikan kesempatan, peran dan
peluang yang sama bagi laki-laki dan perempuan, yang telah dilaksanakan
melalui kegiatan SLPHT hortikultura bagi petani, TOT SLPHT bagi alumni, dan
SLPHT oleh alumni di 32 provinsi. Pada tahun 2013 realisasi SLPHT adalah
626 kelompok SLPHT dengan capaian 96,20 % dari target 651 kelompok
SLPHT. Kelompok tani yang mengikuti SLPHT pada tahun 2013 sebanyak 651
kelompok yang dilaksanakan pada ± 39 komoditas hortikultura meliputi cabai,
bawang merah, tomat, kentang, jeruk, kubis, pisang, tan. hias, salak, markisa,
krisan, Raphis excels, sayuran organik, buah naga, nenas, durian, anggrek,
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
27
duku, jahe, manggis, semangka, jambu Kristal, papaya, sawo, tan. pot, melati,
alpukat, leather leaf, melon, nangka, jambu dalhari, biofarmaka, sedap malam,
mangga garifta, mawar, durian ripto, nenas smooth cayenne, dan bawang
putih.
e. Pengamatan dan Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan pada
Komoditas Hortikultura
Pengamatan OPT hortikultura merupakan bahagian penting dalam PHT, karena
itu sangat penting pula untuk dilaksanakan di lapangan, agar populasi OPT
hortikultura dapat diketahui secara dini, sehingga pengendalian OPT dapat
dilakukan secara efektif dan efisien serta minimal penggunaan pestisida kimia.
Untuk mendukung kegiatan tersebut telah dilaksanakan kegiatan penerapan
metode pengamatan OPT hortikultura, pengamatan, analisis dan manajemen
data OPT, peningkatan kemampuan teknis POPT dan petugas Laboratorium
PHP, dan pemetaan wilayah sebar serangan OPT hortikultura di 33 provinsi,
yaitu sebanyak 315 kali, dengan capaian 79,60 %. Rendahnya capaian
tersebut terutama disebabkan pelaporan OPT dan bencana alam belum
optimal, antara lain antara lain karena sebagian besar pelaporan masih melalui
pos. Penyampaian laporan oleh UPTD BPTPH rata-rata terlambat 2 bulan
(Lampiran 6):
Hasil penting pengamatan dan peramalan OPT hortikultura lainnya pada Tahun
2013 sebagai berikut:
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan sistem dan teknologi
pengelolaan budidaya tanaman, mulai dari penanaman, pengamatan,
pengendalian, evaluasi hasil pengamatan dan pengendalian, serta
pemasyarakatan hasil-hasil kegiatan tersebut.
Pengamatan merupakan kegiatan penghitungan dan pengumpulan
informasi tentang keadaan populasi atau tingkat serangan OPT dan faktor –
faktor yang mempengaruhinya di tempat dan pada waktu tertentu. Ada dua
macam pengamatan yaitu: (1) pengamatan tetap (pengamatan yang
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
28
dilakukan secara berkala di lokasi atau terhadap alat yang tetap dan
mewakili bagian terbesar wilayah pengamatan), (2) pengamatan keliling
(pengamatan yang dilakukan dengan menjelajahi wilayah pengamatan
untuk mengetahui luas tanaman terserang dan terancam, serta luas
pengendalian).
Umumnya petugas POPT telah melakukan pengamatan, identifikasi,
inventarisasi dan pelaporan OPT tanaman hortikultura secara rutin. Namun
hasilnya belum optimal karena banyaknya komoditas hortikultura dan jenis
OPTnya, maka selain meningkatkan pengetahuan POPT juga metode
pengamatan terus disempurnakan.
Menurut POPT buku metode pengamatan OPT yang diberikan oleh
Direktorat Perlindungan Hortikultura ke BPTPH belum dapat menjangkau
petugas POPT di lapang karena jumlah yang dicetak cukup terbatas.
Berkaitan dengan itu disarankan untuk pencetakan berikutnya diharapkan
dapat dicetak dalam jumlah banyak sehingga dapat menjangkau POPT di
lapangan.
Program SIM dan atau pelaporan melalui email ([email protected])
yang telah dirancang sejak Tahun 2003, belum dimanfaatkan secara optimal
oleh UPTD BPTPH,
Analisa serangan OPT dan rekomendasi pengendaliannya belum dilakukan
optimal, sehingga kadangkala respon terhadap permasalahan OPT dinilai
masih lambat,
Informasi dan analisa DPI terkait terjadinya bencana alam (banjir dan
kekeringan) dan timbulnya OPT baru, belum banyak ditangani secara
optimal).
Sosialisasi keberadaan fungsional, khususnya POPT perlu ditingkatkan untuk
pembinaan karier PNS, sehingga dapat meningkatkan kompetensi dan
pengembangan profesionalisme.
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
29
Juklak/juknis Jabatan Fungsional POPT sudah perlu direvisi/dikaji ulang,
karena banyak kegiatan-kegiatan POPT yang belum terakomodir, serta
banyak kegiatan-kegiatan pokok sebagai POPT pada kegiatan penunjang.
f. Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura
Mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan sistem perlindungan tanaman,
maka dibutuhkan kelengkapan kerja pendukung dan fasilitas yang memadai
agar penyelenggaraan kegiatan dapat berjalan dengan baik. Tersedianya
sarana dan prasarana kerja yang memadai sangat berpengaruh terhadap
kinerja perlindungan hortikultura baik di pusat maupun di daerah antara lain
berupa alat pengolah data pendukung pengembangan Sistem Informasi
Manajemen (SIM), sarana pendukung kegiatan sinergisme sistem
perlindungan hortikultura dengan SPS-WTO, analisis dan mitigasi perubahan
iklim. Kegiatan perlindungan hortikultura difokuskan pada penyelesaian OPT
di lapangan melalui kegiatan Pengelolaan dan Pengendalian OPT
Hortikultura, yang salah satu komponen kegiatannya yaitu Fasilitasi
Sarana/Prasarana pengendalian OPT pada tanaman hortikultura sebagai
berikut:
Fasilitasi Sarana/Prasarana pengendalian OPT pada tanaman jeruk di
Provinsi Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Bengkulu,
Fasilitasi Sarana/Prasarana juga untuk pengendalian OPT sayuran dalam
bentuk cendawan penyubur akar dan pengendali OPT (Mikoriza) pada
tanaman kentang di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat,
Bengkulu, Jambi, Sumatera Barat, dan NTB.
3.2 Analisis Pencapaian Keuangan
Analisis pencapaian keuangan dilakukan untuk melihat sejauh mana pencapaian
sasaran strategis yang telah tergambar di Penetapan Kinerja dapat dicapai
dengan ketersediaan anggaran.
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
30
Pagu awal sesuai penetapan kinerja (PK) sebesar Rp. 169.804.045.000,- dan
selanjutnya menjadi Rp. 145.876.036.000,- karena adanya penghematan atau
output cadangan menjadi sebesar Rp. 23.928.009.000,- .
Pelaksanaan pengembangan agribisnis hortikultura Tahun 2013, menuntut
adanya suatu sistem pengelolaan program, kegiatan dan anggaran yang
dilakukan berbasis kinerja.
Adapun realisasi Kegiatan pada Direktorat Perlindungan Hortikultura per output
tertanggal 20 Januari 2014 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7. Realisasi Anggaran Satuan Kerja Pusat dan Daerah Menurut
Kegiatan Utama
KEGIATAN OUTPUT SATUAN PAGU RKAKL-
DIPA REALISASI-
DIPA %
1773
Pengembangan
Sistem
Perlindungan
Tanaman
Hortikultura
1773.002 Laporan
OPT
Laporan 3,800,904,000 3,503,850,800 92.18
1773.003 SLPHT Kelompok 17,389,396,000 16,952,485,400 97.49
1773.005 Adaptasi
dan Mitigasi Iklim
Rekomendasi 3,297,282,000 3,003,976,450 91.10
1773.006 Pengelolaan dan
Pengendalian OPT Hortikultura
Kali 106,982,273,000 32,479,150,092 30.36
1773.007
Sinergisme Sistem Perlindungan
Hortikultura Dalam Pemenuhan SPS-
WTO
Draft Pestlist 1,409,691,000 1,198,389,320 85.01
1773.008 Pengembangan
Lab. PHP/ Lab.
Agensia Hayati/ Lab. Pestisida
Unit 3,680,413,000 3,401,884,900 92.43
1773.009
Pengembangan Klinik PHT
Unit 1,662,489,000 1,572,692,700 94.60
1773.010 Sarana Prasarana
Unit 2,252,000,000 51,800,000 2.30
1773.013
Pedoman-Pedoman
Judul 662,792,000 630,165,100 95.08
1773.994 Layanan Perkantoran
Bulan Layanan
4,734,796,000 4,411,574,607 93.17
TOTAL 145,872,036,000 67,205,969,369 46.07
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, diakses di
http://monev.anggaran.depkeu.go.id/2013/eselon/bi tanggal 20 Januari 2014.
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
31
Sampai dengan tanggal 20 Januari 2014, realisasi kegiatan Direktorat
Perlindungan Hortikultura setelah penghematan APBN untuk Daerah sebesar
Rp.41.539.100.000,- Total sebesar Rp. 145.876.036.000,- Dengan realisasi Pusat
Rp. 27.784.560.649,- (26,63%) dan Daerah Rp 39.288.573.720,- (94,58%) dari
Total Rp 67.073.134.369,- atau sebesar 46,07%. dan masih memungkinkan
untuk terjadi kenaikan realisasi anggaran karena batas terakhir penyelesaiaan
realisasi anggaran dalam http://monev.anggaran.depkeu.go.id tanggal 8 Februari
2014. Namun karena keterbatasan waktu dan administrasi penyelesaian LAKIP
Direktorat Perlindungan Hortikultura menggunakan data realisasi keuangan per
tanggal 20 Januari 2014. Rendahnya capaian realisasi anggaran di Satker daerah
terjadi setelah satker UPTD-BPTPH berada atau dikelola oleh Satker Diperta
Propinsi.
Nilai capaian rata-rata kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2013
sebesar 93,32 % sudah baik, namun masih perlu ditingkatkan melalui kerja
keras petugas dan stakeholder selaras dengan Sistem Pengendalian Intern yang
memadai, sehingga Direktorat Perlindungan Hortikultura dapat mencapai kinerja
yang efektif, efisien, ekonomis dan tertib aturan dalam penanganan OPT dan
DPI ramah lingkungan untuk mendukung pengembangan agribisnis hortikultura
yang memenuhi persyaratan SPS-WTO, yaitu produk minimal residu pestisida
kimia, aman dikonsumsi dan berdaya saing di pasar global.
3.3. Permasalahan Secara Umum
Berbagai keberhasilan dan manfaat telah dicapai dalam pelaksanaan
pembangunan program perlindungan hortikultura Tahun 2013, namun
demikian dalam pelaksanaannya masih mengalami, berbagai permasalahan
dan hambatan, baik dari aspek teknis maupun aspek manajemen. Beberapa
permasalahan dan hambatan yang ditemui terkait pengembangan program
perlindungan hortikultura selama ini sebagai berikut:
1. Rendahnya capaian serapan anggaran kegiatan perlindungan hortikultura
tersebut antara lain disebabkan keterlambatan administrasi pada proses
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
32
pencairan dana sesuai kebutuhan, setelah satker berada di dinas
pertanian, penetapan PPK dan perangkatnya memerlukan waktu lebih
lama, dan adanya kegiatan lapang menyesuaikan dengan kondisi iklim
(SLPHT).
2. Laporan daerah yang disampaikan belum menggambarkan potret realisasi
5 kegiatan IKU perlindungan hortikultura, tetapi umumnya melaporkan
realisasi kegiatan gerakan pengendalian OPT dan SLPHT. Akibatnya,
menyulitkan untuk mengetahui kendala teknis masing-masing kegiatan
yang terjadi di lapangan, sehingga solusi konkrit yang diberikan untuk
kelancaran pelaksanaan kegiatan ke depan kurang efektif.
3. Masih rendahnya tingkat pemahaman dan pengetahuan petani terhadap
identifikasi OPT, penggunaan bahan kimia masih merupakan alternatif
pertama dalam sistem pengelolaan OPT hortikultura oleh petani, bahan
pengendalian OPT Hortikultura belum tersedia pada tingkat lapang yang
bersifat ramah lingkungan (Agens Hayati ataupun biopestisida)
4. Masih terdapat beberapa wilayah kerja POPT (kecamatan) yang kosong
sehingga pengawalan tanaman hortikultura masih lemah dan berakibat
pengawasan dan laporan OPT hortikultura kurang tertangani, dan sasaran
(obyek) komoditas tanaman yang dikawal oleh seorang POPT terlalu
banyak (pangan dan hortikultura) yang berakibat pada kurang intensifnya
pengamatan OPT
5. Sumber Daya Manusia (SDM), luas lahan pertanian semakin
berkurang/menyempit, dan penggabungan Satuan Kerja.
6. Untuk mengamankan produksi hortikultura dari serangan OPT dan
menghadapi perubahan iklim antara lain perlu digalakkan kembali sistem
peringatan dini/bahaya, SL Iklim, dan sistem pelaporan perlindungan
hortikultura yang baik.
7. Belum adanya sistem pelaporan yang terintegrasi dalam rangka
pelaksanaan pelaporan OPT hortikultura sehingga dalam pengolahan data
membutuhkan rentang waktu yang panjang;
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
33
8. Untuk mendukung kegiatan teknis perlindungan, umumnya di daerah
antara lain kekurangan Sumber Daya Manusia baik dari segi kuantitas
maupun kualitasnya dan sarana prasarana yang tersedia terbatas,
sehingga cukup menyulitkan para petugas POPT – PHP dalam mengcover
wilayah kerja yang umumnya lebih dari 2 kecamatan untuk melaksanakan
tupoksinya. Minimnya sarana untuk menunjang pelaksanaan kegiatan
POPT antara lain, buku pedoman perlindungan bergambar, alat pengolah
data, identifikasi OPT, komputer SIM dan perekam data cuaca/iklim.
Sedangkan prasarana yang belum memadai antara lain ruangan lab untuk
pengembangan agens hayati dan biopestisida, serta dukungan pemerintah
dan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan UU N0. 13 Tahun 2010
tentang Hortikultura, antara lain gerakan pengelolaan OPT dan DPI yang
ramah lingkungan.
9. Standar Biaya Khusus (SBK) yang telah ditetapkan Kementerian Pertanian
untuk kegiatan SLPHT hortikultura dalam implementasinya ada sedikit
kendala mengingat komoditas hortikultura yang beragam sehingga
kebutuhan bahannya berbeda. Dalam pembelajaran PHT dimana sarana
belajar mencakup petak PHT dan petak konvensional untuk komoditas
hortikultura semusim luas petak rata-rata tidak sesuai dengan yang
ditetapkan dikarenakan tidak adanya kompensasi lahan sedangkan biaya
produksi tanaman hortikultura termasuk padat modal sehingga dalam
pembuatan petak PHT dan perlakuan petani disesuaikan dengan
kesadaran petani dan ketersediaan yang ada.
10. Bahan starter yang diperlukan untuk pengembangan agens hayati masih
relatif sulit untuk diperoleh, Sumber Daya Manusia dalam hal ini petani
yang belum sepenuhnya terampil dalam perbanyakan agens hayati, sarana
untuk pengembangan agens hayati di tingkat kelompok tani kurang
memadai, dan tidak semua petugas POPT di lapangan handal dalam teknik
pengembangan agens hayati di tingkat lapangan.
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
34
3.4 Tindak Lanjut
Beberapa upaya tindak lanjut yang telah dan akan dilakukan oleh Direktorat
Perlindungan Hortikultura untuk perbaikan tersebut, antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan koordinasi dengan Satker Diperta provinsi supaya realisasi
capaian kegiatan perlindungan baik keuangan maupun fisik menjadi lebih
baik dibandingkan sebelumnya.
2. Pada TA 2014, sebaiknya Satker dinas menunjuk petugas UPTD menjadi
verifikator kegiatan masing – masing, supaya proses penyiapan administrasi
cepat dan pencairan dana untuk kegiatan dapat dipenuhi dalam jangka waktu
2 – 3 hari.
3. Perubahan pola serangan OPT hortikultura dari musiman menjadi merata
sepanjang tahun, kiranya menjadi bahan rekapan series data (minimal
5 musim/tahun) di daerah karena dengan mengetahui hubungan unsur iklim
dengan perkembangan OPT, menjadi bahan rekomendasi dalam kegiatan
DPI.
4. Revitalisasi SLPHT hortikultura mendesak dilakukan dengan melibatkan pakar
dan stakeholder, agar pelaksanaannya di lapangan sesuai pedum, sehingga
pengendalian OPT ramah lingkungan dan tersedianya mutu produk aman
konsumsi makin meningkat dari tahun ke tahun.
5. Diperlukan peta rawan banjir dan kekeringan di daerah sentra dan
pengembangan hortikultura, agar antisipasi DPI terlaksana dengan baik
sehingga DPI terhadap agribisnis hortikultura tidak menimbulkan kerugian
secara ekonomi.
6. Untuk mengurangi emisi GRK pada hortikultura, diperlukan demplot – demlot
budidaya sesuai GAP yang mampu menurunkan emisi GRK baik pada
hortikultura semusim maupun tanaman tahunan. Hasil pengujian emisi gas
N2O dari lahan pertanaman cabai nantinya dijadikan bahan
rekomendasi/kewaspadaan ke daerah tentang efek GRK dari lahan
pertanaman cabai.
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
35
7. Laporan evaluasi perlindungan yang disampaikan harus memotret realisasi 5
IKU perlindungan, atau minimal menyajikan secara ringkas dalam bentuk
matrik dan permasalahan serta progres penyelesaiannya dijelaskan secara
lisan, sehingga kendala yang timbul di lapangan dapat dicarikan solusi
penanganan yang lebih efektif guna meningkatkan capaian kegiatan pada
tahun mendatang.
8. Upaya pemecahan masalah dalam kegiatan perlindungan hortikultura tahun
2014 yaitu meningkatkan kegiatan fasilitasi pelaksanaan SLPHT/SLI, Klinik
tanaman/PPAH, dan gerakan pengendalian OPT hortikulttura ramah
lingkungan oleh kelompok tani, sehingga mendorong penumbuhan keyakinan
kepada petani terhadap upaya alternatif pengendalian yang
berwawasan/ramah lingkungan, yang apabila dilaksanakan dengan baik dan
benar mampu menekan serangan OPT dan meningkatkan kwalitas hasil.
9. Melakukan forum koordinasi pada tingkat lapang terhadap pengenalan dan
perbanyakan dan pemanfaatan Agens Hayati dan Biopestisida pada petani
dan petugas lapang.
10. Memberikan bimbingan dan pembinaan serta peningkatan
kemampuan/ketrampilan petani dan petugas dalam upaya pengelolaan OPT
berdasarkan sistem PHT, pemberdayaan petani melalui kegiatan SLI dan
SLPHT perlu ditingkatkan THL POPT perlu dimaksimalkan dan diusulkan
menjadi PNS.
11. Peningkatan kapasitas tenaga LPHP/BPTPH ke arah profesionalisme melaui
kegiatan pemberdayaan, antara lain jenjang pendidikan, pelatihan, dan
magang.
12. Tersedianya peta rawan banjir dan kekeringan untuk daerah kawasan dan
pengembangan hortikultura, sehingga di musim kemarau khususnya tanaman
mengalami gagal panen atau produktifitas rendah akibat cekaman
kekeringan. Bahkan untuk kegiatan Bansos sering menjadi temuan rendahnya
capaian fisik karena penanaman tertunda akibat sumber air dilokasi kegiatan
mengalami kekeringan.
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
36
13. Pengadaan alat dan bahan untuk kegiatan perlindungan dalam rangka
kesejahteraan petani, diperlukan perencanaan dan koordinasi yang baik
antara satker, ULP dan tim teknis kegiatan, sehingga ouput yang dihasilkan
tersedianya sarana perlindungan sesuai rencana, efektif, efisien, ekonomis
dan tertib aturan (3 E + 1 T).
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
37
BAB IV.
PENUTUP
Perlindungan tanaman hortikultura sebagai suatu subsistem produksi,
diharapkan berperan luas dalam mempertahankan upaya peningkatan produksi dan
mutu produk yang berdaya saing, dan akses pasar yang lebih baik. Peran tersebut
akan tercapai apabila kinerjanya terukur baik, yaitu antara lain menurunnya luas
kerusakan lahan dan kehilangan hasil akibat DPI dan serangan OPT, terwujudnya
keberhasilan usahatani melalui upaya pengelolaannya yang efektif dan efisien
dengan penerapan teknologi sesuai prinsip PHT, terwujudnya produk hortikultura
yang bebas dari cemaran/residu pestisida dan kelestarian lingkungan hidup, serta
terpenuhinya persyaratan perdagangan global/SPS – WTO. Harapan – harapan
tersebut merupakan sasaran pelaksanaan program dan kegiatan perlindungan
tanaman, yaitu membangun sistem perlindungan tanaman yang efektif dan efisien
serta tertib aturan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat
Perlindungan Hortikultura 2013 ini adalah salah satu media pertanggungjawaban
Direktorat Perlindungan Hortikultura dalam melaksanakan mandat Tupoksi, Misi dan
Visi, serta pertanggungjawaban dalam mengelola anggaran yang difasilitasi
pemerintah, sebagai umpan balik, introspeksi terhadap apa yang selama ini telah
dilaksanakan, apa saja yang belum dilaksanakan, dan perbaikan apa saja yang perlu
dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja institusi dan kesejahteraan keluarga
petani. Spirit disusunnya laporan ini diharapkan mampu membenahi diri dan
meningkatkan prestasi kerja dan kinerja dengan meningkatkan berbagai koordinasi,
sinergisme dan kerjasama antar institusi dan swasta (petani dan pelaku usaha)
sehingga dapat dicapai hasil yang lebih optimal.
Beberapa langkah yang perlu ditingkatkan untuk mencapai kinerja Direktorat
Perlindungan Hortikultura yang baik, efektif dan efisien, antara lain sebagai berikut:
a. Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dievaluasi di bidang perlindungan, antara
lain yang terkait dengan teknis pengendalian, sudahkah tersedia teknologi
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
38
pengendalian OPT ramah lingkungan yang efektif di musim hujan untuk mengatasi
serangan pathogen penyakit sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi petani.
b. Evaluasian dibidang non teknis yaitu menyangkut manajemen kesatkeran,
bagaimana langkah penyelesaian proses administrasi yang efektif dan efisien
sehingga capaian realisasi keuangan terhadap kegiatan yang dilaksanakan minimal
mendekati target triwulan yang ditetapkan.
c. Peningkatan kemampuan SDM pelaku perlindungan hortikultura terutama petugas
dan petani dalam pengelolaan OPT hortikultura (pengenalan/identifikasi,
pengamatan, analisis dan pengambilan keputusan pengendalian). Kegiatan-
kegiatan seperti koordinasi, sosialisasi, pemasyarakatan terkait pengamatan,
pengendalian, penerapan teknologi ramah lingkungan (agens hayati dan
biopestisida), dan penerapan PHT melalui SLPHT, telah menjadi kegiatan penting
jajaran UPTD BPTPH, sehingga perlu dijadikan ciri khusus pelaksanaan
perlindungan tanaman. Dalam memenuhi jumlah petugas/PHP sesuai dengan
wilayah pengamatannya, telah diupayakan pengangkatan PHP/POPT/Tenaga
Harian Lepas (THL) dan biaya operasionalnya bersumber dari Program
Peningkatan Ketahanan Pangan.
d. Koordinasi apresiasi penerapan teknologi pengendalian OPT dengan lembaga
penelitian dan perguruan tinggi perlu ditingkatkan, sehingga hasil-hasil
pengembangan teknologi dari institusi perlindungan tanaman, Laboratorium
Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP), memperoleh dukungan keilmiahan,
sehingga teknologi tersebut mudah diterima, diterapkan dan dimasyarakatkan oleh
petani.
e. Penyediaan sarana, alat dan bahan pengamatan dan pengendalian OPT dalam
rangka memperkuat institusi/kelembagaan perlindungan tanaman di lapangan dan
mobilitas petugas melakukan pengamatan dan pengendalian OPT, serta kegiatan
dasar mendukung pemenuhan persyaratan SPS perlu ditingkatkan.
f. Penyediaan dana yang memadai, baik yang bersumber dari APBN, APBD I, APBD
II, maupun masyarakat petani untuk mendukung kegiatan perlindungan tanaman,
terus diupayakan dan didorong ketersediaannya oleh semua pihak.
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
39
g. PPK selektif memilih pemenang tender barang supaya kualitas dan waktu
penyaluran alat dan bahan sesuai aturan yang ditetapkan bersama dan memenuhi
kaedah SPI, yaitu efektif, efisien, ekonomis dan tertib aturan.
Semoga laporan LAKIP 2013 ini dapat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan di
bidang perlindungan untuk masa – masa yang akan datang.
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
40
Lampiran 1. IKU DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
1. Tugas
Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang perlindungan hortikultura.
2. Fungsi
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah,
sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan
teknis;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran dan
obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perlindungan
tanaman buah, sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim
dan persyaratan teknis;
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan tanaman
buah, sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan
persyaratan teknis; dan
e. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Hortikultura.
3. Sasaran dan Indikator Kinerja Utama
No. Sasaran Indikator Kinerja Utama
Sumber Data
1. Terkelolanya serangan OPT dalam pengamanan produksi hortikultura dan terpenuhinya persyaratan teknis yang terkait dengan perlindungan tanaman dalam mendukung ekspor hortikultura
1. Fasilitas pengelolaan OPT
Laporan dari BPTPH dan Dinas Pertanian Propinsi.
2. Rekomendasi dampak perubahan iklim
Laporan dari BPTPH dan BMKG
3. Lembaga perlindungan tanaman hortikultura
Laporan dari Balai Proteksi tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH)
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
41
4. Draft Pest List persyaratan teknis SPS
Laporan dari Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura(BPTPH), lembaga penelitian dan perguruan tinggi.
5. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu(SL-PHT)
Laporan dari Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura(BPTPH)
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
42
Lampiran 2. RENCANA KINERJA TAHUNAN
UNIT ORGANISASI ESELON II :(a) DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
TAHUN ANGGARAN : (b) 2013
Kegiatan Sasaran Strategis Indikator Kinerja
Target
(1) (2) (3) (4) (5)
Pengembangan Sistem Perlindungan Tanaman Hortikultura (Prioritas Nasional dan Bidang)
Terkelolanya serangan OPT dalam pengamanan produksi hortikultura dan terpenuhinya persyaratan teknis yang terkait dengan perlindungan tanaman dalam mendukung ekspor hortikultura
1 Peningkatan Pengelolaan OPT (kali)
1.239
2 Pengelolaan dampak perubahan iklim (rekomendasi)
78
3 Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan tanaman hortikultura (unit)
250
4 Peningkatan pemenuhan persyaratan teknis SPS mendukung ekspor produk hortikultura (Draft Pest List)
13
5 Pengembangan SLPHT (Klp)
651
6 Maksimal luas serangan terhadap luas panen (%)
5,0
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
43
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
44
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
45
Lampiran 4. PENGUKURAN KINERJA TAHUN 2013 DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) %
(1) (2) (3) (4) (5)
Terkelolanya serangan OPT dalam pengamanan produksi hortikultura dan terpenuhinya persyaratan teknis yang terkait dengan perlindungan tanaman dalam mendukung ekspor hortikultura
1 Peningkatan pengelolaan OPT (kali)
1.239 1.086 87,70
2 Pengelolaan dampak perubahan iklim (rekomendasi)
78 71 91,10
3 Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan hortikultura (unit)
250 229 91,60
4 Peningkatan pemenuhan persyaratan teknis SPS mendukung ekspor produk hortikultura (Draft Pest List)
13 13 100
5 Pengembangan SLPHT (Klp)
651 626 96,20
6 Proporsi luas serangan OPT utama hortikultura terhadap total luas panen
- Maksimal luas serangan terhadap luas panen (%)
5,0 1,83 173,22
Keterangan: * Realisasi indikator sasaran merupakan angka laporan periode I (31 Desember 2013)
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
46
Lampiran 5. Perkembangan Luas Serangan OPT Dibandingkan Luas Panen Hortikultura Tahun 2011-2013*
No. Uraian
Nilai LS/LP *) (+/-),
2013*
-2012
2010 2011 2012 2013*
1 2 3 4 5 6
1. Buah-buahan
Luas panen, LP (ha)
Luas serangan OPT, LS
(ha)
Porsi LS/LP (%)
601.786,6
111.687
1,9
1.970,73
191.440
1,03
189.755,8
4.598,07
2,5
110.654,80
2.567,05
2,3
(0,2)
2. Sayuran
Luas panen, LP (ha)
Luas serangan OPT, LS
(ha)
Porsi LS/LP (%)
1.057.046,9
31.246,7
2,96
587.747
27.117
4,61
511.672
24.862,5
4,9
460.000
20.568,20
4,5
(0,4)
3. Florikultura
Luas panen, LP (ha)
Luas serangan OPT, LS
(ha)
Porsi LS/LP (%)
3.973,1
5,45
0,14
24.829.454
62.945
0,25
4.418.765,5
62.976,7
1,5
2.800.000
6.600
0,24
(1,26)
4. Tanaman Obat
Luas panen, LP (ha)
Luas serangan OPT, LS
(ha)
Porsi LS/LP (%)
24.720,7
2.941,8
11,9
138.190.953
607.000
0,44
34.971,2
48,20
0,2
32.000
92,6
0,28
0,08
Rerata 4,23 1,59 2,28 1,83 (0,45)
*) Nilai LS / LP, proporsi luas serangan terhadap luas panen
*) Data sementara, blm semua data terkumpul
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
47
- Capaian Proporsi Luas Serangan OPT Terhadap Luas Panen, sampai
dengan 6 Desember 2013, rata-rata adalah 1,83 % dengan kisaran antara
0,2 % - 4,5 %. Meliputi (OPT buah 2,3 %, OPT Sayuran 4,5 %, OPT
Florikultura 0,2 % dan OPT tanaman obat 0,3 %). Proporsi luas serangan OPT
Tahun 2013 meningkat 0,45 % dibandingkan dengan TA 2012 (2,28 %).
Namun luas serangan OPT hortikultura TA 2013 tersebut masih rendah
apabila dibandingkan dengan target renstra, yaitu 5 % per tahun, artinya
kemampuan mempertahankan kecilnya luas serangan OPT mencapai 173,30
% terhadap maksimal luas serangan 5 % sesuai target yang ditetapkan.
Perbandingan proporsi luas serangan OPT terhadap luas panen hortikultura 4
tahun terakhir (2010 – 2013) sebagai berikut.
Grafik Proporsi Luas Serangan OPT Hortikultura Terhadap Keseluruhan Luas
Panen (2010-2013*)
- Proporsi luas serangan OPT dibandingkan luas panen untuk komoditas
hortikultura 4 tahun terakhir (2010 – 2013*) umumnya lebih rendah
dibandingkan dengan maksimal luas serangan 4,5-5 % yang ditargetkan,
- Fluktuasi proporsi luas serangan OPT dibandingkan luas panen hortikultura
4 tahun terakhir tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu pada tahun 2011
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2010 karena curah hujan pada 2011
normal sehingga tidak memicu perkembangan OPT. Namun mengalami
peningkatan pada tahun 2012 dan 2013* karena pada dua tahun terakhir pola
2010 2011 2012 2013*
Buah-buahan 1,9 1,03 2,5 2,3
Sayuran 2,96 4,61 4,9 4,5
1,9 1,032,5 2,32,96
4,61 4,9 4,5
0,14 0,251,5
0,24
11,49
0,44 0,2 0,2802468
101214
LS/L
P
Grafik Proporsi Luas Serangan OPT Hortikultura Terhadap Keseluruhan Luas Panen (2010-2013*)
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
48
curah hujan relatif basah (bahkan 2013 terjadi kemarau basah/anomali iklim)
yang menguntungkan bagi perkembangan OPT terutama dari golongan penyakit.
LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2013
49
Lampiran 6. Daftar Laporan OPT dan Bencana Alam Hortikultura Tahun 2013
No Provinsi Bulan %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. NAD √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,70
2. Sumut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 95,90
3. Sumbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 95,90
4. Riau √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,70
5. Jambi √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
6. Sumsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ √ 91,70
7. Bengkulu √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
8. Lampung √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
9. DKI Jakarta √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
10. Jabar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
11. Jateng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ √ 91,70
12. DIY √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
13. Jatim √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
14. Bali √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,70
15. NTB √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,70
16. NTT √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
17. Kalbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
18. Kalteng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
19. Kalsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ √ 91,70
20. Kaltim √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
21. Sulut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 95,90
22. Sulteng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
23. Sulsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ √ 91,70
24. Sultra √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
25. Sulbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ √ 91,70
26. Maluku √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
27. Malut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
28. Papua √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
29. Papua Barat √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
30. Banten √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ √ 91,70
31. Gorontalo √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 95,90
32. Babel
Rata-rata 87,13