bab i pendahuluan -...

71
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta tekanan globalisasi dewasa ini telah menyebabkan terjadinya perubahan nilai-nilai sosial, yang membawa dampak positif dan negatif terhadap pertumbuhan bangsa kita, termasuk sistem pendidikan kita. Dampak positifnya adalah terjadinya peningkatan pola pikir dalam berbagai bidang dan perubahan pola hidup yang lebih efisien. Adapun dampak negatifnya adalah kesulitan masyarakat dalam memahami dan mencerna perkembangan yang demikian pesatnya di berbagai bidang, serta terbenturnya berbagai kecenderungan dengan nilai-nilai luhur bangsa kita. Konsekuensinya adalah bahwa dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan IPTEK harus bersifat realistik serta ditopang dengan pengembangan sikap atau nilai yang diharapkan dapat menghasilkan SDM yang berpengetahuan, terampil, kreatif, inovatif, dan berbudi pekerti. Kehidupan dalam era globalisasi dipenuhi oleh kompetensi- kompetensi yang sangat ketat. Keunggulan dalam berkompetisi terletak pada kemampuan dalam mencari dan menggunakan informasi. Dalam hubungan dengan permasalahan pengembangan SDM dan IPTEK, maka diharapkan dalam kegiatan pembelajaran sains bukan hanya kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan, melainkan sains harus dipermudah agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yang lebih realistis. Konsep-konsep sains yang telah dipelajari dan dikuasai peserta didik diharapkan dapat bermanfaat bagi dirinya dan dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya maupun masalah lingkungan sosialnya. Produk teknologi yang dihasilkan oleh sains dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, namun demikian kemajuan teknologi dapat pula membawa dampak negatif bagi manusia itu sendiri, hal ini terjadi jika 1

Upload: doantuyen

Post on 06-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

serta tekanan globalisasi dewasa ini telah menyebabkan terjadinya perubahan

nilai-nilai sosial, yang membawa dampak positif dan negatif terhadap

pertumbuhan bangsa kita, termasuk sistem pendidikan kita. Dampak

positifnya adalah terjadinya peningkatan pola pikir dalam berbagai bidang dan

perubahan pola hidup yang lebih efisien. Adapun dampak negatifnya adalah

kesulitan masyarakat dalam memahami dan mencerna perkembangan yang

demikian pesatnya di berbagai bidang, serta terbenturnya berbagai

kecenderungan dengan nilai-nilai luhur bangsa kita. Konsekuensinya adalah

bahwa dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan IPTEK harus

bersifat realistik serta ditopang dengan pengembangan sikap atau nilai yang

diharapkan dapat menghasilkan SDM yang berpengetahuan, terampil, kreatif,

inovatif, dan berbudi pekerti.

Kehidupan dalam era globalisasi dipenuhi oleh kompetensi-

kompetensi yang sangat ketat. Keunggulan dalam berkompetisi terletak pada

kemampuan dalam mencari dan menggunakan informasi. Dalam hubungan

dengan permasalahan pengembangan SDM dan IPTEK, maka diharapkan

dalam kegiatan pembelajaran sains bukan hanya kegiatan mentransfer ilmu

pengetahuan, melainkan sains harus dipermudah agar dapat diaplikasikan

dalam kehidupan sehari-hari yang lebih realistis. Konsep-konsep sains yang

telah dipelajari dan dikuasai peserta didik diharapkan dapat bermanfaat bagi

dirinya dan dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya

maupun masalah lingkungan sosialnya.

Produk teknologi yang dihasilkan oleh sains dapat dimanfaatkan untuk

memenuhi kebutuhan manusia, namun demikian kemajuan teknologi dapat

pula membawa dampak negatif bagi manusia itu sendiri, hal ini terjadi jika

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

2

penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai dengan

fungsinya secara tepat. Oleh karena itu faktor utama untuk melengkapi

kemajuan sains maupun teknologi itu adalah moralitas manusia.

Sains bukan hanya sekumpulan informasi tentang alam, melainkan

juga mengandung nilai-nilai di setiap bahan ajarnya yang dapat menopang

hidup budaya peserta didik. Oleh karena itu, sains yang semula hanya

menekankan pada pembelajaran konsep dan meningkatkan kemampuan

kognitif, perlu dikembangkan aspek afektif yakni “sikap” untuk meningkatkan

keterampilan emosional, spiritual dan kemampuan kreatif peserta didik.

Dengan demikian diharapkan dapat menumbuhkan sikap kepedulian terhadap

lingkungan. Konsep Drikarya menyatakan bahwa “perlunya keseimbangan

antara dimensi kognitif dan afektif dalam proses pendidikan”.1Artinya untuk

membentuk manusia seutuhnya tidak cukup hanya dengan mengembangkan

kecerdasan berfikir atau IQ peserta didik, melainkan juga harus disertakan

dengan pengembangan perilaku dan kesadaran moral.

Albert Einstein berpendapat bahwa sains mengandung nilai-nilai,

seperti nilai religi, nilai praktis, nilai intelektual, nilai sosial-politik-ekonomi,

dan nilai pendidikan.2 Nilai pendidikan sains berupa pendidikan moral bagi

peserta didik. Untuk dapat mengambil pelajaran dari sistem nilai dan moral

yang terkandung dalam sains agar dapat direalisasikan dalam kehidupan

peserta didik, maka diperlukan kemampuan membaca tingkat tinggi. Dalam

al-qur’an disebutkan bahwa :

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq : 1-5).

1 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai (Mengumpulkan yang Terserak,

Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai, (Bandung: Alfabeta, 2008), h.13. 2 Suroso Adi Yudianto, Manajemen Alam dan Sumber Pendidikan Nilai, (Bandung:

Mughni Sejahtera, 2005), h.12-13.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

3

Suroso mengemukakan bahwa pembelajaran fisika yang merupakan

bagian dari pendidikan sains perlu mendapat pembaharuan, terutama dalam

pengembangan model pembelajaran yang sasarannya bukan hanya penguasaan

pengetahuan dan keterampilan sains, tetapi juga pencapaian nilai-nilai yang

dikandung oleh setiap bahan ajar fisika.3 Dewasa ini sekolah diharapkan dapat

mengembangkan tiga kemampuan yang pada dasarnya telah ada. Menurut

Benjamin S. Blom ketiga kemampuan itu dikenal dengan istilah Taxonomy of

Educational objectives, meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotor.4

Nilai tercakup dalam domain afektif. Ketiga kemampuan tersebut

saling melengkapi, hal ini mengintegrasikan bahwa pendidikan bukan hanya

menekankan pembentukan kecerdasan intelektual (domain kognitif), tetapi

juga bertanggung jawab untuk pembentukan kepribadian dan pembinaan

akhlak para peserta didik.

Kenyataan yang ditemui sehari-hari dalam proses pembelajaran di

kelas seringkali guru melaksanakan pembelajaran secara tidak kreatif. Guru

menyampaikan materi fisika kurang variatif dalam menggunakan metode

pembelajaran, hal tersebut menimbulkan pemahaman peserta didik hanya

terbatas konsep dan nilai belajar fisika siswa relatif rendah. Hal tersebut

menyebabkan terbatasnya pengetahuan siswa untuk mengaplikasikannya

dalam kehidupan sehari-hari dan terbatasnya pengetahuan nilai-nilai yang

dikandung dalam bahan ajar. Oleh karena itu, perlu diadakan usaha perbaikan

proses pembelajaran dengan menerapkan metode-metode pembelajaran

inovatif.

Metode Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu solusi

agar pemahaman peserta didik tidak hanya terbatas dengan konsep, tetapi juga

siswa diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan dengan berfikir secara

analitis, kritis, dan kreatif. Metode Problem Based Learning (PBL) memiliki

kelebihan diantaranya adalah problem solving, Belajar mandiri (self directed

3 Neneng Olivia, Pengembangan Keterampilan Proses berbasis Nilai-Nilai Sains untuk

meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP Kelas VII, (Skripsi PPS UPI, 2005), h.3 4 Mastukki, Sinergi Madrasah dan Pondok Pesantren (Suatu Konsep Pengembangan Mutu

madrasah), (Jakarta: Departemen Agama RI, 2004), h.14.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

4

learning), belajar sepanjang hayat, identifikasi dan evaluasi sumber belajar,

Critical thingking, creative thinking, Belajar dari masalah nyata, cooperative

dan collaborative learning, peer learning, dan reflection.5 Oleh karena itu,

penelitian ini menggunakan metode Problem Based Learning (PBL).

Pada penelitian ini dipilih konsep cahaya, karena materi tersebut

merupakan salah satu materi fisika pada tingkat SMP yang membutuhkan

tingkat pemahaman konsep konkrit, selain itu konsep cahaya dapat

diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah yang terdapat dalam kehidupan

sehari-hari. Berdasarkan isi materi dari konsep cahaya, siswa dapat diarahkan

untuk menelaah serta mempelajari kandungan nilai-nilai dalam pembelajaran

cahaya yang berguna bagi kehidupan bermasyarakat, sehingga dapat

menghasilkan SDM yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual, tetapi

juga kecerdasan spiritual dan emosional, serta dapat meningkatkan keimanan

dan ketaqwaan peserta didik terhadap Allah SWT. Berdasarkan latar belakang

yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul: “Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Cahaya Bernuansa Nilai”.

B. Identifikasi Masalah

Dari pemaparan di atas kita mendapatkan beberapa permasalahan yang

menarik untuk ditelusuri:

1. Hasil belajar fisika siswa rendah.

2. Terbatasnya pengetahuan siswa untuk mengaplikasikan konsep-konsep

fisika dalam kehidupan sehari-hari.

3. Terbatasnya pengetahuan siswa tentang nilai-nilai yang dikandung dalam

bahan ajar.

5 Zulharman, Mengapa harus Problem Based Learning. http://zulharman79.wordpress.com.

2008

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

5

C. Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian ini lebih terarah maka ruang lingkup

masalahnya dibatasi pada masalah penerapan Problem Based Learning (PBL)

terhadap hasil belajar siswa, dengan aspek-aspek sebagai berikut:

1. Hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini adalah hasil belajar pada

konsep cahaya bernuansa nilai pada ranah kognitif dan afektif. Ranah

kognitif meliputi aspek ingatan (C1), pemahaman (C2), dan aplikasi (C3),

dan analisis (C4).

2. Konsep pembelajaran yang dijadikan bahan kajian penelitian yaitu konsep

cahaya bernuansa nilai.

3. Bernuansa nilai yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penyisipan

muatan nilai dalam kegiatan pembelajaran dengan Problem Based

Learning (PBL). Nilai yang akan disisipkan meliputi nilai religius, nilai

praktis dan nilai intelektual.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah hasil belajar fisika siswa

melalui Problem Based Learning (PBL) pada konsep cahaya bernuansa nilai?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa pada

konsep cahaya bernuansa nilai melalui Problem Based Learning (PBL).

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai masukan mengenai

teknik belajar mengajar metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

pada pelajaran sains fisika.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi

pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa

secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan

menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga

mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan

mereka.1 Siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari

konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses

mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah

dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Menurut Johnson

ada delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual,

yaitu sebagai berikut.2

1). Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful

connections). Artinya, siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai

orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya

secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja

dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat

(learning by doing).

2). Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant

work). Artinya, siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah

1 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:

Kencana Prenada Media, 2006), h.253. 2 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h.274-275.

6

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

7

dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai

pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.

3). Belajar yang diatur Sendiri (self regulated learning).

4). Bekerjasama (collaborating).

5). Berfikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking).

6). Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the

individual). Artinya, siswa memelihara pribadinya: mengetahui,

memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi,

memotivasi, dan memperkuat diri sendiri.

7). Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Artinya,

siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi,

mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya.

8). Menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment).

Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari

penerapan pembelajaran kontekstual di kelas, yaitu sebagai berikut.3

1). Kontruktivisme

Kontruktivisme adalah berfikir pembelajaran kontekstual yang

menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit

demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas

dan tidak sekoyong-koyong. Dalam kontruktivisme pembelajaran

harus dikemas menjadi proses “mengonstruksi” bukan “menerima”

pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun

sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses

belajar dan mengajar.

2). Inkuiri

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran

berbasis kontekstual yang berpendapat bahwa pengetahuan dan

keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil

mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan

sendiri.

3 Ibid, h.283-295

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

8

3). Bertanya

Bertanya dalam pembelajaran sebagai kegiatan guru untuk

mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.

Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam

melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali

informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan

mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.

4). Masyarakat belajar (learning community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran

diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh

dari ‘sharing’ antara teman, antar kelompok, dan antara yang sudah

tahu ke yang belum tahu. Dalam kelas kontekstual, guru

disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-

kelompok belajar.

5). Pemodelan

Pemodelan artinya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau

pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada

dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan,

mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya

untuk belajar, dan melakukan apa yang diinginkan guru agar siswa-

siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi,

pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar.

6). Refleksi

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari dan

berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di

masa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan

atau pengetahuan yan baru saja diterima.

7). Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Penilaian

yang sebenarnya adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

9

pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan

berbagai instrument penilaian.

b. Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) adalah metode pembelajaran

penanaman masalah merupakan bagian dari strategi pembelajaran

kontekstual (CTL). PBL merupakan salah satu solusi dari metode

pembelajaran yang bersifat konvensional, didaktis, dan sebagai metode

yang dapat bermanfaat untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

Bagaimanapun, terdapat beberapa kriteria untuk mendefinisikan PBL.

Hal yang penting adalah PBL dikenal sebagai metode pembelajaran

kontruktivisme. Savery dan Duffy meringkas pusat dari

kontruktivisme:4

1. Pemahaman didasarkan pada pengalaman terhadap isi, konteks,

cita-cita siswa, dan lain-lain. Jadi, pemahaman adalah suatu bentuk

unik pada setiap individual siswa.

2. Pemberian materi tidaklah disebarkan, walaupun mungkin saja

diuji untuk mencocokan dengan materi dari perspektif yang lain,

pengamatan mungkin dianggap sebagai hal yang lebih baik

dibandingkan melokalisir individu.

3. Memecahkan teka-teki menjadi faktor yang memotivasi belajar.

4. Negosiasi sosial dan terus menerus mencoba tentang konsep

kelangsungan hidup berada dihadapan pengalaman pribadi akan

menjadi kekuatan prinsip mengenai evolusi pengetahuan.

4 Tony Greening, Scaffolding for Success in Problem based Learning. http://www.Med-Ed-

Online.org. 1998

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

10

Tiga ciri khusus PBL meliputi:5

1. Pelajaran berkaitan dengan permasalahan yang ada di kehidupan

nyata siswa.

2. Pengembangan pengetahuan melalui interaksi sosial, dimana siswa

bekerjasama dalam kelompok kecil.

3. Pemikiran teori dan belajar secara langsung, dimana berfikir

sendiri dan belajar dari kehidupan adalah suatu pendorong atau

motivasi.

Menurut Ibrahim dan Nur (2000) dan Ismail (2002), PBL

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:6

1. Mengajukan pertanyaan atau masalah.

PBL mengorganisasikan pembelajaran disekitar pertanyaan dan

masalah yang secara sosial pribadi bermakna bagi siswa. Siswa

mengajukan situasi kehidupan nyata secara autentik, menghindari

jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai solusi

untuk situasi ini.

2. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin.

Meskipun PBL mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu,

masalah yang akan diselidiki telah dipilih dengan nyata agar dalam

pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak bidang

ilmu.

3. Penyelidikan autentik.

Pembelajaran PBL mengharuskan siswa melakukan penyelidikan

autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah,

mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, menyimpulkan,

5 Helaine Alessio, “Student Perceptions About and Performance in Problem-Based

Learning”, dalam Journal Of Scholarship Of teaching and Learning, Vol.4., N. 1, may, 2004, h.26. 6 Ida bagus Putu Arnyana, “Penerapan Model PBL pada Pelajaran Biologi untuk

Meningkatkan Kompetensi dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Singaraja Tahun Pelajaran 2006/2007”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 Tahun XXXX 2007, hal.236.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

11

dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen, membuat

inferensi, serta merumuskan kesimpulan.

4. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya

PBL menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam

bentuk karya nyata yang menjelaskan bentuk penyelesaian masalah

yang mereka temukan.

5. Bekerjasama dalam tim.

Ciri PBL adalah siswa bekerja sama dalam tim, berinteraksi satu

dengan yang lainnya. Bekerja sama memberikan motivasi untuk

secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks untuk

mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.

Menurut Brooks & Martin, 1993 ciri penting metode Problem

Based Learning (PBL) adalah :7

1. Tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat merangsang dan

melibatkan siswa dalam pola pemecahan masalah, sehingga siswa

diharapkan mampu mengembangkan keahlian belajar dalam

bidangnya secara langsung dalam mengidentifikasi permasalahan.

2. Adanya keberlanjutan permasalahan, dalam hal ini ada dua

tuntutan yang haris dipenuhi yaitu: pertama, masalah harus

memunculkan konsep dan prinsip yang relevan dengan kandungan

materi yang dibahas. Kedua permasalahan bersifat real (nyata)

sehingga dapat melibatkan siswa tentang kesamaan dengan sutau

permasalahan.

3. Adanya presentasi permasalahan, siswa dilibatkan dalam

mempresentasikan permasalahan sehingga siswa merasa memiliki

permasalahan tersebut.

4. Pengajar berperan sebagai tutor dan fasilitator. Dalam posisi ini

maka peran fasilitator adalah mengembangkan kreativitas berpikir

7 Putu Yasa, “Belajar Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) dalam

Pembelajaran Fisika Matematika 1 dengan Pendekatan Kooperatif Sebagai Upaya Peningkatan kualitas perkuliahan Semester Pendek Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH XXXV Juli 2002, h.167.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

12

para siswa dalam bentuk keahlian dalam pemecahan masalah dan

membantu siswa untuk menjadi mandiri.

Problem Based Learning (PBL) adalah pendekatan

instruksional, dimana pusat pembelajaran para siswa terletak pada cara

pemberian contoh. PBL menegaskan tentang pemecahan masalah-

masalah yang kompleks pada konteks yang beragam bertujuan

mengembangkan kemampuan berfikir siswa sehingga menjadi lebih

maju. Problem Based Learning (PBL) menyusun kerangka dalam

pembelajaran agar siswa dapat bekerja sama dalam kelompok untuk

menyelesaikan masalah-masalah di dunia nyata. Tujuan dari

penyelesaian masalah tersebut adalah agar siswa dapat belajar dengan

menyenangkan dan meningkatkan kemampuan berfikir secara teratur.8

Menurut Duch (1995) Problem Based Learning (PBL) adalah

metode pendidikan yang mendorong siswa untuk mengenal cara

belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian

masalah-masalah di dunia nyata.9 Alder dan Milne mendefinisikan

PBL dengan metode yang berfokus kepada identifikasi permasalahan

serta penyusunan kerangka analisis dan pemecahan.10 Metode ini

dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, banyak kerja

sama dan interaksi, mendiskusikan hal-hal yag tidak atau kurang

dipahami serta berbagi peran untuk melaksanakan tugas dan saling

melaporkan.

Metode PBL banyak dikembangkan berdasarkan pandangan

konstruktivisme-kognitif piaget, yang mengemukakan bahwa siswa

dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan

informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan

8 Brian R. Belland, Peggy A. Ertmer, Krista D. Simons, Perceptions of the Value of

Problem-based Learning among Students with Special Needs and Their Teachers, dalam The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning. Volume.1, no.2

9 Anonim. 2007. PBL. Internet : http://www.uii.ac.id/. 10 Riki Ferdian dan Ainun Na’im, Pengaruh Problem Based Learning (PBL) pada

Pengetahuan tentang Kekeliruan dan kecurangan (Errors And Irregularities), Artikel Simposium Nasional Akuntansi, Padang, agustus 2006. http://info.stieperbanas.ac.ide/makalah/K-AUDi09.pdf? h.3

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

13

bersifat tidak statis, tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah

pada saat siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka

membangun dan memodifikasi pengetahuan awal mereka.

Menurut Barrows (1996) PBL memiliki karakteristik : 11

a. Berpusat pada siswa (student centered)

b. Mengorganisasi siswa untuk fokus terhadap permasalahan-

permasalahan autentik saat pembelajaran berlangsung.

c. Mengarahkan siswa untuk terus mendapatkan informasi terbaru.

d. Proses pembelajaran menggunakaan kelompok-kelompok kecil.

e. Guru sebagai fasilitator

Menurut Gallagher PBL memiliki tiga karakteristik, yaitu;12

a. PBL bersifat eksperimental

Dalam ruang lingkup PBL, para siswa harus berinteraksi dengan

lingkungan mereka untuk melakukan penelitian dan menyelesaikan

tugas-tugas mereka untuk menemukan hal-hal baru. Frew dan

Klein menspesifikasi alasan-alasan tentang proses eksperimen:

“Dengan mengadakan proses eksperimen, para siswa belajar

dengan cara yang lebih efektif dalam menghadapi lingkungan

mereka, memproses informasi, da menyikapinya.kita harus

menyediakan kesempatan untuk para siswa mencatat untuk

mengembangkan skill mereka dalam melakuan penelitan agar dapat

menemukan penemuan baru”.

b. PBL meliputi proses belajar yang kooperatif

Dalam ruang lingkup PBL, para siswa harus bekerja dengan

kooperatif, tercatat bahwa endekatan instruksional yang meliputi

proses belajar yang kooperatif sangat membantu siswa dengan

kebutuhan-kebutuhan yang khusus, sehingga mereka dapat

mengembangkan prestasi. Dalam proses belajar kooperatif, para

11 Min Liu, Motivating Students through Problem-based Learning, http://utexas.edu.com.

2005 12 Brian R. Belland, Peggy A. Ertmer, Krista D. Simons, op.cit h.3

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

14

siswa menemukan banyak pengalaman, dan mereka pun

mempunyai usaha yang besar untuk memperoleh prestasi.

c. PBL terdapat pada konteks yang otentik

PBL mempunyai potensi untuk menarik para siswa yang

mempunyai masalah dalam belajar, diambil dari luar konteks

menjelaskan bahwa siswa mempunyai resiko gagal dalam

ketidakmampuan kognitif (berhitung), mereka mempunyai

kesempatan yang lebih baik untuk menggunakan pengetahuan

mereka dalam memecahkan masalah, ketika masalah tersebut

muncul dari dunia nyata.

Robbs dan Merideth mengemukakan sejumlah keuntungan

yang berhubungan dengan metode pembelajaran PBL.13

a. Meningkatkan penyimpanan informasi.

b. Mengembangkan dasar pengetahuan.

c. Suatu dorongan kearah pelajaran yang dapat di aplikasikan dalam

dunia nyata.

d. Membuka secara lebih besar kepada pengalaman kejiwaan siswa

dan merupakan langkah awal di dalam kurikulum.

e. Hubungan sosial antar siswa lebih ditingkatkan.

f. Meningkatkan motivasi siswa.

Selain itu berdasarkan pendapat Dincer dan Guneysu, 1998;

Treagust dan Peterson, 1998; Kalayci 2001; Senocak, 2005,

keuntungan metode problem based learning antara lain adalah:14

1. Ruang kelas adalah pusat pembelajaran siswa dan guru.

2. Metode pembelajaran ini mengembangkan pengawasan diri pada

siswa. PBL mengajarkan siswa membuat rencana-rencana ke

13 Tony Greening, op.cit h.2 14 Orhan Akinoglu dan Ruhan ozkardes Tandongan, The Effects of Problem-Based Active

Learning in Science Education on Students’ Academic Achievenment, Attitude and Concept Learning, dalam Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2007, 3 (1), h.73.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

15

depan, menghadapi kenyataan, dan mengekspresikan emosi

mereka.

3. PBL mampu membuat siswa bisa melihat kejadian-kejadian secara

multidimensi, dan juga siswa mempunyai perspektif yang dalam.

4. PBL mengembangkan kemampuan problem solving (memecahkan

masalah).

5. PBL mendorong siswa untuk mempelajari materi dan konsep baru

ketika mereka memecahkan masalah.

6. PBL mengembangkan skill berkomunikasi dan rasa sosialisasi

mereka karena PBL membentuk tim dalam kerja kelompok

diantara siswa.

7. PBL mengembangkan kemampuan berfikir maju, kemampuan

mengkritik, dan berfikir sains mereka.

8. PBL menyatukan teori dan praktek.

9. PBL memotivasi guru dan siswa dalam belajar

10. Para siswa mampu dalam mengatur waktu, fokus, pengumpulan

data, evaluasi dan persiapan laporan.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

16

Penerapan Metode Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran Problem based Learning (PBL) merupakan suatu

kaidah pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata yang

relevan serta fokus dalam pembelajaran merupakan makna PBL.

Problem based learning mempersiapkan peserta didik untuk dapat

belajar dari kehidupan nyata dengan melibatkan pembelajaran aktif

dimana para siswa bertanggung jawab untuk menemukan fakta dan

menemukan kunci dari suatu konsep. Semakin meningkat fakta-fakta

bahwa pembelajaran dari permasalahan dunia nyata siswa

diidentifikasi dari tipe pertanyaan pada saat kegiatan belajar mengajar

berlangsung hal ini merupakan student-centered dimana lebih afektif

jika dibandingkan dengan metode tradisional teacher-centered di mana

pemberian informasi didominasi oleh guru, mengerjakan studi kasus

atau tugas. (Martin et al., 1998;Norman & Smidt, 1992).15

Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua

dimensi.16 Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau

materi pelajaran disajikan pada siswa melalui penerimaan atau

penemuan. Dimensi kedua berhubungan dengan cara “bagaimana

siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah

ada”. Struktur kognitif ini berupa fakta-fakta, konsep-konsep, dan

generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.

Belajar bermakna Ausubel erat kaitannya dengan model pembelajaran

penanaman masalah atau Problem Based Learning (PBL) karena

dalam pembelajaran ini pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi

melainkan siswa berusaha menemukan kembali.

15 Helaine Alessio, Student perceptions about and performance in problem-based learning,

dalam Journal Of Scholarship Of teaching and Learning, Vol.4., N. 1, may, 2004, h.25-26. 16 Leny Nurdiyaningsih, Pengembangan Pembelajaran dengan Pendekatan PBL (Problem

Based Learning) untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Surat Pembaca Siswa Kelas XI IPS 5 SMAN 23 Kota Bandung, , (Skripsi PPS UPI, 2007), h.24.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

17

Proses belajar dengan metode pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya

masalah yang ada di dunia nyata. Masalah yang disajikan disesuaikan

dengan konsep-konsep maupun prinsip-prisnsip yang relevan dengan

materi belajar yang akan dibahas, masalah tersebut didesain sehingga

dapat memberi tantangan pada siswa untuk lebih mengembangkan

keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara

afektif.

Beberapa karakteristik yang ikut serta dalam PBL:

1. Proses belajar harus dimulai dengan menghadirkan sebuah

masalah, khususnya masalah yang berupa kritik yang masih sulit

dipecahkan.

2. Isi masalah dan prakteknya harus membuat siswa atraktif dan

tertarik.

3. Guru menjadi fasilitator dan pembimbing di kelas.

4. Siswa diberikan waktu yang cukup untuk berfikir, mengumpulkan

informasi dan untuk mengatur strategi mereka dalam memecahkan

masalah. Cara berfikir kreatif siswa juga dituntut dalam proses ini.

5. Memotivasi para siswa untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dari

masalah yang dipelajari karena level yang terlalu tinggi, sehingga

membuat siswa berkecil hati.

6. Suasana dan lingkungan belajar yang aman, nyaman dan santai

harus diterapkan agar kemampuan berfikir siswa dalam

memecahkan masalah bisa berkembang dengan baik.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

18

Dalam implementasi pembelajaran dengan metode belajar

belajar berdasarkan masalah dirancang dengan struktur pembelajaran,

Savoi dan Andrew (1994), mengemukakan enam tahapan proses

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai berikut:17

1. Mulai dengan menyajikan masalah.

2. Masalah hendaknya berkaitan dengan dunia siswa (masalah riil).

3. Organisasi materi pembelajaran sesuai dengan masalah.

4. Memberi siswa tanggung jawab utama untuk membentuk dan

mengarahkan pembelajaran sendiri.

5. Menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam proses

pembelajaran.

6. Menuntut siswa untuk menampilkan sesuatu yang telah mereka

pelajari.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam merancang

program metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

sehingga proses pembelajaran benar-benar menjadi berpusat pada

siswa (student centered) adalah sebagai berikut :

1. Fokuskan permasalahan (problem) sekitar pembelajaran konsep-

konsep sains yang esensial dan strategis.

2. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi

gagasannya melalui eksperimen atau studi lapangan. Siswa akan

menggali data-data yang diperlukan untuk memecahkan masalah

yang dihadapinya.

3. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengolah data yang

mereka miliki, yang merupakan proses latihan metakognisi.

4. Berikan kesempatan pada siswa untuk mempresentasikan solusi-

solusi yang mereka kemukakan.

17 Putu Yasa, “Belajar Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) dalam

Pembelajaran Fisika Matematika 1 dengan Pendekatan Kooperatif Sebagai Upaya Peningkatan kualitas perkuliahan Semester Pendek Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH XXXV Juli 2002, h.165

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

19

Struktur Pelajaran

Struktur pelajaran, peran siswa, dan aktifitas mereka, berperan

seperti halnya peran guru, hal ini secara signifikan berbeda dengan

metode konvensional. Moust, Bouhuijs es Schmidt menentukan fase

metode PBL dalam tujuh fase. Tabel di bawah ini menjelaskan tentang

tujuh langkah dalam metode PBL.18

Tabel 2.1 Tujuh Tahap Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menurut Moust, Bouhuijs es Schmidt

Tahap Aktivitas Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

1. Memperjelas terminologi dan memperjelas konsep

Menjelaskan konsep dan terminologi yang tidak dipahami oleh siswa.

2. Menggambarkan Masalah

Memperjelas masalah yang akan dipecahkan dengan merumuskan satu atau lebih pertanyaan.

3. Menganalisis masalah

Memberi penjelasan tentang ilmu pengetahuan. Tidak ada diskusi atau pengungkapan pendapat dengan kelompok lain. Banyak perbedaan pendapat mungkin akan menjadi dasar ilmu pengetahuan, pengalaman praktis atau gagasan siswa.

4. Diskusi Diskusi memberi penjelasan dari langkah 3. membuat koneksi antara kelompok satu dengan yang lainnya.

5. Merumuskan tujuan belajar

Pada langkah ini berkaitan dengan hasil dari langkah 4. merumuskan tujuan belajar merupakan pertanyaan yang harus dijawab.

6. Belajar sendiri

Mencari literatur dan sumber informasi untuk memperoleh pemahaman dan pengetahuan yang berkaitan dengan perumusan pokok materi sebagai tujuan belajar. Pertama, belajar konsep teori, kemudian menerapkannya pada masalah yang telah didiskusikan.

7. evaluasi Agenda dari evaluasi ditentukan oleh tujuan belajar yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya. Memeriksa referensi-referensi yang telah digunakan. Mendiskusikan teori dan menjelaskan tentang masalah yang ditemukan.

18 Andrea Tick, Application of Problem-Based learning in Classroom activities and

Multimedia. 2007, h. 366

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

20

Cuhadaroglu et al., mengemukakan beberapa karakteristik

skenario pembelajaran sebagai alat pendidikan dalam PBL, sebagai

berikut:19

1. Masalah-masalah yang akan disajikan harus dipilih terlebih dahulu,

yang paling tepat dan berkaitan dengan kehidupan nyata.

2. Masalah tersebut open-ended.

3. Masalah tersebut harus membuat siswa penasaran dan ingin tahu.

4. Masalah tersebut harus fokus terhadap satu kasus.

5. Masalah tersebut harus mengajarkan mereka bersikap baik dan

mempuntai etika dalam bertingkahlaku.

6. Masalah tersebut harus bisa membantu siswa merasa bebas

mengekspresikan diri mereka.

7. Dengan membuat perumpamaan yang tepat, siswa harus diberikan

kesempatan untuk mengangap masalah tersebut adalah masalah

mereka sehingga mereka sangat ingin memecahkan dan

menyelesaikan masalah tersebut.

19 Orhan Akinoglu dan Ruhan ozkardes Tandongan, op.cit h.73.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

21

Peran Siswa

Di dalam metode PBL guru membentuk siswa dari pasif

menjadi aktif. Hal ini berlawanan dengan metode konvensional,

“berinteraksi” pelajaran tidaklah hanya aktif memberikan pendapat

atau diskusi. Siswa dapat bermain dengan tiga peran utama di dalam

proses pembelajaran, peran di ambil dalam suatu pembelajaran di

dalam diskusi atau berperan sebagai kelompok yang tidak

mendengarkan pelajaran, pemimpin diskusi, asisten, dan anggota

kelompok. Tugas yang berhubungan dengan peran diringkas dalam

tabel di bawah ini.20

Tabel 2.2 Peran Siswa dalam Problem Based Learning (PBL) menurut Moust, Bouhuijs es Schmidt

Peran Tugas

Pemimpin

diskusi

• Memimpin diskusi

• Memantau diskusi dan waktu

• Meringkas setiap hasil dari langkah-langkah diskusi

sesuai dengan tujuh tahap dalam PBL.

• Memotivasi keikutsertaan anggota kelompok untuk

aktif berdiskusi

• Memotivasi dirinya untuk aktif berdiskusi

Asisten • Menuliskan di papan tulis tujuh tahap pembelajaran

PBL agar siswa yang lain dapat membacanya.

• Menyediakan perlengkapan diskusi

• Berpartisipasi secara aktif selama berlangsungnya

diskusi.

Anggota

kelompok

Memberikan kontribusi secara aktif dalam berdiskusi

Mencatat dan membuat tulisan berbagai hal yang

relevan dengan isi materi untuk kelompok mereka

masing-masing atau untuk dirinya.

20 Andrea Tick, op.cit h.367.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

22

Dalam metode PBL siswa harus mencari informasi, bahan

materi pelajaran, dan menyampaikan ilmu pengetahuan yang diperoleh

kepada siswa lainnya dan guru ketika mereka berada dalam kelompok

mereka sesuai dengan tahap-tahap PBL.21 Kriteria pokok dari

kelompok adalah kerjasama kelompok, siswa berpartisipasi secara

aktif dalam menyelesaikan masalah dengan berfikir kreatif dan

memberikan pendapat, seperti halnya mereka mengumpulkan

informasi pada saat mereka belajar sendiri untuk menyelesaikan

masalah mereka. Selanjutnya, siswa harus mempelajari teori atau

mengumpulkan informasi, hal ini agar memungkinkan mereka

mengingat kembali pengetahuan mereka tentang teori yang akan

didiskusikan dan digunakan secara aktif ketika diskusi.

Peran Guru

Dengan cara yang sama pada saat peran siswa berubah, peran

guru juga berubah tidak lagi pembelajaran berpusat pada guru. Guru

hanya mengawasi pada saat pembelajaran dan berperan sebagai

fasilitator, hal ini akan menciptakan lingkungan belajar di mana para

siswa merasa nyaman dan akan mendukung mereka untuk berpendapat

secara bebas. Pada kegiatan belajar mengajar kesalahan akan mungkin

menjadi suatu kesempatan untuk terus berusaha belajar. Guru tentu

saja memiliki pengetahuan yang lebih profesional, oleh karena itu

setelah para siswa diskusi guru memberikan refleksi tentang kegiatan

diskusi dan menjelaskan kembali materi yang telah didiskusikan

ketujuan pembelajaran yang benar. Jika pemecahan masalah hanya

berpusat pada guru pembimbing, maka guru cukup memberikan

pertanyaan dalam rangka “Tanya-jawab” seharusnya guru “hanya

menilai para siswa dengan membiarkan mereka berdiskusi dan ikut

serta dalam interaksi dalam kelompok”.

21 Semra Sungur, Ceren Tekkaya. “Effects of Problem-Based Learning an Traditional Instruction on Self-Regulated Learning”. dalam Journal of Educational Research, Vol. 99 No. 5, may, 2006. h. 308.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

23

Guru seharusnya memberikan rangsangan dalam proses

pembelajaran, untuk tetap aktif pada saat bekerjasama dengan

kelompok mereka, mengawasi, menilai keseluruhan dan menilai

kesulitan dari diskusi, proses belajarnya, dan mencapai tujuan

pembelajaran. Seorang guru tidak hanya memberikan intruksi, tetapi

memberikan contoh kepada siapa saja siswa yang membutuhkan

pertolongan agar mereka dapat menyelesaikan masalah yang diberikan

guru, sehingga mereka menemukan penyelesaian sendiri. Siapa saja

yang mampu berfikir kreatif diantara siswa yang lain maka akan

diberikan penambahan nilai dan dikategorikan sukses dalam

menyelesaikan masalah. Konsekuensinya adalah PBL lebih efisien dan

membuat siswa lebih termotivasi dalam proses pembelajaran.

2. Hasil Belajar

Hasil belajar pada dasarnya adalah suatu kemampuan yang berupa

keterampilan dan perilaku baru sebagai akibat latihan atau pengalaman.

Dalam hal ini Soedijarto mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat

penguasaan suatu pengetahuan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti

program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang

ditetapkan. Gagne dan Briggs menyatakan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan yang diperoleh seseorang sesudah mengikuti proses belajar.

Reigeluth mengemukakan bahwa hasil belajar adalah prilaku yang dapat

diamati yang menunjukkan kemampuan yang dimiliki seseorang. 22

Benjamin S. Bloom membagi hasil belajar ke dalam tiga ranah,

yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif berkaitan dengan

tujuan-tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan kemampuan berpikir,

mengetahui dan memecahkan masalah. Ranah afektif berkaitan dengan

tujuan-tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, nilai, dan sikap

22 Dr. Wahyudin Nur Nasution, M. Ag, Efektivitas Strategi Pembelajaran Koperatif dan

Ekspositori Terhadap Hasil Belajar Sains Ditinjau Dari Cara Berpikir. http://www.litagama.org/Jurnal/Edisi5/StrategiPemb.htm. 2006

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

24

yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Ranah

psikomotor berkaitan dengan keterampilan motorik, manipulasi bahan atau

objek.

Hasil belajar dalam ranah kognitif tersebut secara rinci

dikategorikan ke dalam enam jenjang kemampuan yaitu ingatan,

pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif

adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai, sikap adalah salah

satu istilah bidang psikologi yang berhubungan dengan persepsi dan

tingkah laku. Ranah afektif ini dirinci oleh Krathwohl dkk., menjadi lima

jenjang, yaitu perhatian atau penerimaan (receiving), tanggapan

(responding), penilaian atau penghargaan (valuing), pengorganisasian

(organization), dan karakterisasi terhadap suatu atau beberapa nilai

(characterization by a value or value complex).23

Simpson (1956) menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini

tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu.

Ranah psikomotor ada yang membagi menjadi tujuh tingkatan dan ada

pula yang hanya enam tingkatan, yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan

terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola

gerakan, dan kreatifitas.24 Semua itu bersifat hirarki, artinya kemampuan

yang pertama harus dikuasai terlebih dahulu sebelum menguasai

kemampuan kedua.

3. Definisi Nilai

Kata “value”, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia menjadi nilai, berasal dari bahasa latin valere atau bahasa

Prancis Kuno valoir. Sebatas arti denotatifnya, valere, valoir, value, atau

nilai dapat dimaknai sebagai harga. Namun, ketika kata tersebut sudah

dihubungkan dengan suatu obyek dari sudut pandang tertentu, harga yang

terkandung di dalamnya memiliki tafsiran yang bermacam-macam. Ada

23 Ahmad Sofyan, et al. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta : UIN Jakarta press, 2006), h.20.

24 Ibid, hal. 23-24

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

25

harga menurut ilmu ekonomi, psikologi, sosiologi, antropologi,

pendidikan, politik, maupun agama. Istilah nilai banyak digunakan dalam

kehidupan sehari-hari, baik secara lisan, maupun secara tertulis. Istilah

nilai mempunyai pengertian yang mirip dengan kebaikan.

Ada dua pandangan tentang nilai. Yang pertama berpandangan

bahwa nilai merupakan ukuran tertinggi dari perilaku manusia dan

dijunjung tinggi oleh sekelompok masyarakat serta digunakan sebagai

pedoman dalam sikap dan bertingkah laku. Pandangan lain menganggap

bahwa nilai merupakan hal yang tergantung pada penangkapan dan

perasaan orang yang menjadi subyek terhadap sesuatu atau fenomena

tertentu.25

Nilai didefinisikan dengan cara berbeda-beda oleh banyak ahli, hal

ini dikarenakan pengertian nilai disesuaikan dengan teori atau sudut

pandang yang dianut oleh para ahli. Seperti dinyatakan Kurt Baier,

seorang sosiologi menafsirkan nilai dari sudut pandangnya sendiri tentang

keinginan, kebutuhan, kesenangan seseorang sampai pada sanksi dan

tekanan dari masyarakat. Seorang psikolog menafsirkan nilai sebagai suatu

kecenderungan perilaku yang berawal dari gejala-gejala psikologis, seperti

hasrat, motif, sikap, kebutuhan, dan keyakinan yang dimiliki secara

individual sampai pada wujud tingkah lakunya yang unik. Seorang

antropolog melihat nilai sebagai “harga” yang melekat pada pola budaya

masyarakat seperti dalam bahasa, adat kebiasaan, keyakinan, hukum, dan

bentuk-bentuk organisasi sosial yang dikembangkan manusia. Lain lagi

dengan seorang ekonom yang melihat nilai sebagai “harga” sutau produk

dan pelayanan yang dapat diandalkan untuk kesejahteraan manusia.26

Dalam pendidikan tentu saja pilihan yang diharapkan adalah nilai-nilai

yang sesuai dengan tuntutan yang ada, baik yang berlaku dalam

masyarakat maupun ajaran agama.

25 Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat (model Pembelajaran kontekstual

Bermuatan Nilai), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h.82. 26 Rohmat mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung : Alfabeta, 2004), h.8-

9.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

26

Perbedaan cara pandang mereka dalam memahami nilai telah

berimplikasi pada perumusan definisi nilai. Berikut ini dikemukakan

empat definisi nilai yang masing-masing memiliki tekanan yang berbeda.

1. Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar

pilihannya. Definisi ini kemukakan oleh Gordon Allport. Menurut

Allport nilai terjadi pada wilayah psikologis yang disebut keyakinan.

2. Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam

menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif

(Kupperman, 1983). Definisi ini memiliki tekanan utama pada norma

sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku manusia.

3. Nilai adalah sesuatu yang ditunjukan dengan kata “ya”. Definisi ini

merupakan definisi yang memiliki kerangka yang lebih umum dan luas

dari pada dua definisi sebelumya.

4. Nilai adalah konsepsi (tersirat arau tersurat, yang sifatnya

membedakan individu atau ciri-ciri kelompok) dari apa yang

diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara

dan tujuan akhir tindakan. Definisi ini dirumuskan oleh Kluckhohn

(Brameld, 1957). Menurut Brameld, definisi itu memiliki banyak

implikasi terhadap pemaknaan nilai-nilai budaya dalam pengertian

yang lebih spesifik jika dikaji secara mendalam. Namun Brameld

dalam bukunya tentang landasan-landasan budaya pendidikan hanya

mengungkapkan enam implikasi penting, yaitu :

a. Nilai merupakan konstruk yang melibatkan proses kognitif (logis

dan rasional) dan proses katektik (ketertarikan atau penolakan

menurut kata hati).

b. Nilai selalu berfungsi secara potensial, tetapi selalu tidak bermakna

apabila diverbalisasi.

c. Apabila hal itu berkenanaan dengan budaya, nilai diungkapkan

dengan cara yang unik oleh individu atau kelompok.

d. Karena kehendak tertentu dapat bernilai atau tidak, maka perlu

diyakini bahwa nilai pada dasarnya disamakan dari pada

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

27

diinginkan, ia didefinisikan berdasarkan keperluan sistem

kepribadian dan sosio-budaya untuk mencapai keteraturan atau

untuk menghargai orang lain dalam kehidupan sosial.

e. Pilihan diantara nilai-nilai alternatif dibuat dalam konteks

ketersediaan tujuan antara (means) dan tujuan akhir (ends).

f. Nilai itu ada, ia merupakan fakta alam, manusia, budaya, dan pada

saat yang sama ia adalah norma-norma yang telah disadari.

Definisi nilai di atas merupakan empat dari sekian banyak definisi

nilai yang dapat dirujuk. Untuk kebutuhan pengertian nilai yang lebih

sederhana, namun mencakup keseluruhan aspek yang terkandung dalam

empat definisi di atas, kita dapat menarik suatu definisi baru, yaitu : nilai

adalah rujukan atau keyakinan dalam menentukan pilihan.27

Untuk memahami pengertian nilai secara lebih dalam, berikut ini

akan disajikan sejumlah definisi nilai dari beberapa ahli.

1. Joseph R. Roncek dan Ronald L.Warren, manyatakan bahwa nilai

merupakan suatu kemampuan yang memuaskan setiap keinginan

manusia, yang dinyatakan sebagai ciri sesuatu benda, buah pikiran,

atau isi dari sesuatu pengalaman.28

2. Nilai adalah bentuk khusus dari motivasi yang melekat pada diri

seseorang dalam masa yang lama, diekspresikan secara konsisten,

stabil, dan layak untuk digunakan. Definisi ini dirumuskan oleh

Straughan dan Wrigley.

3. Menurut Kniker, nilai sebagai gabungan sikap yang menghasilkan

perbuatan atau pilihan dengan sengaja untuk menghindari tindakan

tersebut.

4. Frankel menjelaskan nilai sebagai gagasan atau suatu konsep tentang

apa yang dipikirkan seseorang yang penting dalam kehidupan.

5. Menurut Shaver dan String nilai adalah patokan dan prinsip-prinsip

kita yang merupakan kriteria untuk menimbang atau menilai suatu hal

27 Ibid, hal. 11 28 Neneng Olivia, Pengembangan Keterampilan Proses berbasis Nilai-Nilai Sains untuk

meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP Kelas VII, (Skripsi PPS UPI, 2005), h.23

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

28

apakah baik atau buruk, berguna atau sia-sia, dihargai atau tercela, atau

di antara kedua ekstrim itu.

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa nilai

merupakan suatu gagasan atau konsep yang dijadikan acuan atau patokan

dan motivasi dalam menentukan suatu hal atau tindakan yang hasilnya

berguna atau sia-sia. Konsep atau gagasan tersebut dipegang dalam waktu

yang relatif lama sehingga stabil dan dinyatakan secara konsisten.

Rokesch (dalam Lim Loong Fatt) mendefinisikan nilai sebagai

berikut:

A “Value” is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-

state of existence is personally or socially preferable to an opposite or

converse mode of conduct or end-state of existence.29

Secara singkat dapat diartikan nilai adalah kepercayaan bahwa

suatu tindakan atau hasil memiliki suatu kelebihan (baik secara sosial atau

personal) dibandingkan hal lain yang berbeda atau yang menjadi

kebalikannya.

Seah dan Bishop (2001) menjelaskan bahwa nilai yang dipahami

pengajar mewakili “pengaturan kognisi” dalam berbagai variabel semacam

kepercayaan dan perilaku, dan penghayatan nilai tersebut dalam sistem

afektif kognitif pribadi mereka.30 Pengertian nilai menurut Schwartz

(1994) adalah:31

1. Suatu keyakinan,

2. Berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu,

3. Melampaui situasi spesifik,

4. Mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu,

dan kejadian-kejadian, serta

29 Lim Loong Fatt, Inculcating Values Through Science Pratical Work, makalah

disampaikan dalam seminar International Seminar On Development of Value In Mathematics And Science Education, Faculty of Education, University of Malaya, 3 Agustus 2007, h.3.

30 Alan J. Bishop, Value in Mathematics and Science Education: Similarities and Differences, dalam Journal The Montana Mathematics Enthusianst, ISSN 1551-3440, Vol.5, no.1, h.1.

31 Anonim, Nilai, http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/nilai.html.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

29

5. Tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.

4. Nilai dalam Pembelajaran Sains

Istilah nilai, seperti halnya ilmu pengetahuan, berakar dan

diperoleh dari sumber yang objektif. Pengetahuan itu sendiri memiliki

nilai-nilai tertentu. Cara para ahli mengklasifikasi nilai juga cukup

beragam tergantung pada sudut pandang dan disiplin ilmu yang mereka

miliki. Albert Einstein berpendapat bahwa sains mengandung nilai-nilai,

seperti nilai religi, nilai praktis, nilai intelektual, nilai sosial-politik, dan

nilai pendidikan. 32

Science without religion is blind, religion without science is limb

Gambar 2.1 Nilai Sains Menurut Einstein

32 Suroso Adi Yudianto, Manajemen Alam Sumber Pendidikan Nilai (Bandung: Mughni

Sejahtera, 2005), h.305.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

30

Berbeda dengan Bishop dalam jurnalnya mengklasifikasikan nilai

dalam pendidikan sains, yakni:33

Tabel 2.3 Value in Science

Sains

Rasionalisme

Sebab, penjelasan, alasan hipotetis, abstraksi, pemikiran

logis, teori

Empiris

Atomisme, tujuan, materialisasi, simbolisasi, pemikiran

analogis, pengukuran, ketepatan, koherensi, ketertarikan,

keterbatasan, identifikasi masalah

Kontrol

Prediksi, penguasaan masalah, pengetahuan, aturan,

paradigma, kondisi aktifitas

Kemajuan

Pertumbuhan, perkembangan pengetahuan secara

kumulatif, generalisasi, pemahaman mendalam,

alternatif kemungkinan

Keterbukaan

Artikulasi, sharing, kredibilitas, kebebasan individu,

konstruksi pribadi

Misteri

Intuisi, perkiraan, khayalan, keingintahuan, kesan

33 Alan J. Bishop, op. cit, h. 5

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

31

Klasifikasi nilai berdasarkan pendapat Albert Einstein akan

dikemukakan dalam uraian di bawah ini.

1. Nilai religi

Nilai religi berorientasi kepada nilai keimanan sebagai

dasar segala pemikiran dan tindakan yang berhubungan kepada

kesadaran akan kekuasaan Tuhan YME dengan segala sifat asmaul

husna lainnya. Nilai keimanan ini dapat meningkatkan ketakwaan

kepada Tuhan YME. Menurut pandangan Einstein bahwa nilai

religi sains adalah nilai yang dapat membangkitkan kesadaran akan

keberadaan Tuhan di alam sebagai Sang Maha Pencipta dan sifat-

sifat Tuhan lainnya.

Dalam sains dipelajari berbagai fenomena dan keajaiban

alam yang luar biasa, beserta hukum-hukumnya yang teratur, rapi,

dan harmonis. Selain berperan penting menghasilkan berbagai

teknologi dan produknya, sains juga berperan sebagai media

pengenalan dan peningkatan rasa kekaguman serta keimanan

kepada Tuhan. Kesadaran manusia terhadap kekuasaan Tuhan akan

muncul bila dihadapkan kepada segala keteraturan fenomena alam,

keseimbangan alam, peristiwa sebab akibat yang terjadi di alam,

daur hidup materi dan aliran energi.

Mencurahkan akal untuk memikirkan Zat Sang Pencipta

adalah pemborosan energi akal, mengingat pengetahuan tentang

zat-Nya tidak mungkin dicapai oleh manusia. Maka, manusia

cukup memikirkan tentang ciptaan-ciptaanNya di langit, di bumi,

dan dalam diri manusia sendiri. Penciptaan alam oleh Sang

Pencipta yang sungguh luar biasa teraturnya mengandung hikmah

dan pelajaran kepada manusia. Diantaranya, suatu sistem dan

lingkungan akan terganggu jika ada unsur yang rusak, terganggu,

serta tidak mengikuti aturan dan hukum-hukum alam yang telah

ditetapkan di dalamnya. Jadi, ketika belajar sains, nilai-nilai

religius dan nilai keteraturan dapat dikembangkan.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

32

2. Nilai praktis

Nilai praktis berhubungan dengan aspek-aspek manfaat

sains bagi kehidupan manusia. Sains telah membuka jalan ke arah

penemuan-penemuan yang manfaatnya langsung dapat digunakan

manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Aplikasi sains

dalam bidang ini adalah teknologi. Sains dan teknologi adalah

saling membutuhkan, saling mengisi untuk berkembang.

3. Nilai intelektual

Nilai intelektual mengajarkan kecerdasan seseorang agar

menggunakan akalnya untuk memahami sesuatu. Sains dengan

metode ilmiahnya, banyak digunakan manusia untuk memecahkan

masalah-masalah. Sains adalah sesuatu yang menuntut kecerdasan

dan ketekunan. Di dalam mencari jawaban persoalan, yang

merupakan kebenaran ilmiah seorang ilmuan harus mengambil

keputusan atau pertimbangan yang rasional, dan didasarkan atas

pertimbangan yang objektif, atas kebenaran fakta. Kemajuan sains

dapat dicapai, apabila setiap saintis dapat mengembangkan nilai

intelektul dari sains itu secara terus menerus. Dengan

mengembangkan nilai intelektual suatu bahan ajar sains dapat

dianalisis suatu kelemahan dan kelebihannya untuk peningkatan

bahan ajar tersebut.

4. Nilai sosial-politik-ekonomi

Nilai sosial-politik-ekonomi memberikan suatu model

menjalin hubungan sesama manusia sebagai makhluk sosial yang

tidak bisa hidup sendiri, melainkan membutuhkan orang lain. Di

bidang politik, kemajuan sains suatu Negara akan menempatkan

Negara itu dalam kedudukan politik yang menguntungkan. Produk

sains dan teknologi membuka jalan ke arah berkembangnya

perekonomian suatu Negara. Kemajuan sains dan teknologi suatu

bangsa juga akan membawa pada tingginya rasa kebangsaan

nasional bangsa itu.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

33

Nilai sosial berorientasi pada hubungan sosial di dalam

kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain nilai sosial terbentuk

karena manusia saling membutuhkan satu sama lain. Secara

instrinsik hukum-hukum dan rumus-rumus sains selalu melibatkan

berbagai faktor pendukung, sehingga hukum-hukum dan rumus-

rumus sains tidak dapat berdiri sendiri. Dengan demikian, nilai

sosial suatu bahan ajar sains menunjukkan satu kesatuan. faktor-

faktor yang berinteraksi sehingga menimbulkan fenomena dalam

suatu bahan ajar sains itu yang berupa konsep, prinsip-prinsip, dan

teori dalam sains. Nilai ekonomi menekankan bahwa tujuan

pembelajaran sains harus diarahkan agar peserta didik mampu

memproduksi sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupannya dan

kesejahteraan kehidupan masyarakat.

5. Nilai pendidikan

Menurut Einstein, bahwa nilai pendidikan sains adalah

kandungan nilai yang dapat memberi inspirasi atau ide untuk

memenuhi kebutuhan manusia dengan belajar dari prinsip-prinsip

atau aturan-aturan yang berlaku dalam sains. Dengan demikian,

nilai pendidikan ini bukan hanya meyangkut pendidikan mental

sebagaimana disebutkan di atas, tetapi juga mencakup pendidikan

teknik, pendidikan seni dan lukis, pendidikan sistem pemerintahan

dan kepemimpinan, dan pendidikan lainnya yang sifatnya meniru

atau memodifikasi dari hukum alam untuk diterapkan menjadi hasil

karya manusia.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

34

Menurut Sukarno, dkk, nilai-nilai sains yang dapat

diterapkan dalam dunia pendidikan adalah :34

1. Kecakapan berfikir dan bekerja menurut langkah-langkah yang

teratur.

2. Keterampilan mengadakan pengamatan dan penggunaan alat-

alat eksperimentasi.

3. Memiliki sikap ilmiah, antara lain :

a. Tidak berprasangka dalam mengambil keputusan.

b. Sanggup menerima gagasan-gagasan dan saran-saran baru

(sikap toleran).

c. Sanggup mengubah kesimpulan dari hasil eksperimennya

bila ada bukti-bukti yang lebih menyakinkan.

d. Bebas dari takhyul.

e. Dapat membedakan antara fakta dan opini.

f. Membuat perencanaan teliti sebelum bertindak.

g. Teliti, hati-hati, dan seksama dalam bertindak.

h. Ingin tahu apa, bagaimana, dan mengapa demikian?

i. Menghargai pendapat dan penemuan para ahli sains.

j. Menghargai baik isi maupun metode sains.

5. Nilai dalam Pembelajaran Konsep Cahaya

Berikut ini adalah nilai-nilai yang dapat dikembangkan dalam

pembelajaran cahaya, berdasarkan pendapat Einstein IPA mengandung

lima nilai yaitu: nilai religius, praktis, intelektual, sosial-politik, dan

pendidikan.

1. Nilai Religius

Berikut nilai religius yang dapat dikembangkan dalam

pembelajaran cahaya, yaitu:

34 Neneng Olivia, Pengembangan Keterampilan Proses berbasis Nilai-Nilai Sains untuk

meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP Kelas VII, (Skripsi PPS UPI, 2005), h.26

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

35

a. Cahaya dalam hal ini dapat diartikan sebagai petunjuk dari Allah

SWT, petunjuk ke arah kebenaran dalam melaksanakan kehidupan

di dunia untuk bekal di akhirat. Dalam kenyataannya kita tidak

mungkin melihat alam beserta segala isinya dalam wujud dan

warna yang bermacam-macam tanpa datangnya cahaya pada benda

yang bersangkutan dan mengirimkannya kembali ke mata kita.

Peristiwa ini terjadi karena adanya pemantulan cahaya, seperti

dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 40, yang artinya:

“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang meliputi

oleh ombak yang diatasnya lagi awan; gelap gulita yang tindih

tertindih, apabila ia mengeluarkan tangannnya, tiadalah ia dapat

melihatnya dan barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk)

oleh Allah tiadalah mempunyai cahaya sedikitnya.” (QS. An Nuur,

24: 40)

b. Gambaran tentang gejala fisis yang terjadi akibat peristiwa

pemantulan cahaya digaungkan dengan pembelokkan cahaya

(pembiasan), selalu terjadi di atas permukaan datar. Pada

permukaan yang tidak halus gelombang akan mengalami

penyebaran dan tidak akan terlihat dari jarak jauh. Seperti

dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 39, yang artinya:

“…..laksana fatamorgana di tanah yang datar…” (QS. An Nuur:

39)

c. Dengan adanya peristiwa pemantulan pada permukaan kasar dan

permukaan halus mencerminkan bahwa Allah akan memberikan

cahaya atau petunjuk kepada umat-Nya bergantung dari amal yang

kita perbuat. Jika permukaan kasar maka terjadi pemantulan yang

berbaur, artinya perbuatan kita yang tidak baik itu akan sia-sia

sehingga untuk menghindarkan dari perbuatan tersebut maka kita

harus mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebaliknya jika

permukaannya halus, artinya perbuatan kita yang baik akan

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

36

mendapat pahala baik di dunia maupun di akhirat. Seperti

dikemukakan dalam surat An Nuur ayat 35. yang artinya:

“….cahaya di atas cahaya Allah membimbing kepada cahaya-Nya

siapa yang dikehendaki.” (QS. An Nuur:35)

2. Nilai Praktis

Nilai praktis yang bisa diperoleh dari pembelajaran konsep

cahaya bernuansa nilai antara lain:

a. Cahaya memiliki sifat dapat dipantulkan sehingga kita dapat

melihat bayangan diri kita pada cermin, juga kaca spion kendaraan

dapat membantu melihat pandangan di bagian belakang kendaraan

sehingga tidak perlu menengok lagi.

b. Pembiasan cahaya pada lensa bisa membantu manusia yang

menderita cacat mata dengan kaca mata sesuai ukuran lensa jenis

cacat matanya.

c. Dengan prinsip polarisasi, manusia bisa membuat foto dari lapisan

Polaroid kemudian mencetaknya ke dalam lembaran kertas foto.

d. Dengan prinsip pemantulan cahaya, manusia bisa membuat api dari

pantulan cahaya itu terhadap cermin cembung pada jarak fokus

tertentu.35

3. Nilai Intelektual

Berikut ini beberapa pendidikan nilai intelektual pada

pembelajaran konsep cahaya bernuansa nilai, yaitu:

a. Ketika cahaya menembus air laut mengalami interferensi,

sehingga tiram yang terdapat di dasar laut yang memiliki

lapisan keras akan memantulkan cahaya yang sampai

kepadanya, maka dasar laut menjadi terang.

b. Cahaya dapat mengalami polarisasi sehingga hal tersebut dapat

membuktikan bahwa cahaya merupakan gelombang

transversal.

35 Suroso Adi Yudianto, op.cit, h. 307.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

37

c. Adanya cahaya pemantulan, difraksi dan interferansi, manusia

bisa melihat benda-benda langit pada malam hari sehingga kita

bisa mempelajari jenis lain dari benda langit, selain matahari.

d. Dengan mengetahui bahwa cahaya merupakan gelombang

elektromagnetik maka kita bisa mengetahui cepat rambat

cahaya sama dengan 3 × 108 m/s.

e. Dengan adanya cahaya melalui teleskop luar angkasa, kita

dapat mengetahui umur alam semesta sehingga kita bisa

menghitung jarak antara benda langit lain dengan bumi dari

prinsip ini.

f. Dengan prinsip difraksi maka kita bisa melihat riak-riak air laut

pada malam hari dan menyimpulkan bahwa cahaya merupakan

gelombang.36

4. Nilai Sosial-Politik

Pendidikan nilai sosial-politik pada pembelajaran konsep

cahaya bernuansa nilai yaitu:

a. Sifat cahaya yang dapat mengalami pembiasan, kita bisa

melihat intan atau berlian berkilauan ketika terkena cahaya

sehingga memberikan nilai jual yang tinggi, oleh karena itu

manusia bisa saling berinteraksi untuk melakukan transaksi jual

beli barang tersebut.

b. Dengan mengggunakan prinsip semua sifat-sifat yang dimiliki

oleh cahaya sebagai gelombang, kita dapat memuat kamera

yang dipakai untuk saling berinteraksi.

c. Dengan adanya cahaya kita bisa melihat siaran televisi

sehingga kita bisa melihat perkembangan kehidupan di seluruh

belahan dunia.37

36 Ibid,h.307 - 308. 37 Ibid, h.308.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

38

5. Nilai Pendidikan

Berkaitan dengan nilai pendidikan, maka ada beberapa nilai

yang dapat dikembangkan dari pembelajaran cahaya, yaitu:

a. Dengan berprinsip pada semua sifat-sifat yang dimiliki oleh

cahaya sebagai gelombang, kita dapat membuat bermacam-

macam alat optik, seperti; Lup, Mikroskop, Teleskop,

Teropong, dan lain-lain untuk kita gunakan dalam

pembelajaran dan berbagai keperluan hidup manusia.

b. Dengan adanya cahaya kita dapat membedakan berbagai jenis

warna, kita bisa memanfaatkannya untuk berbagai jenis

kegiatan.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan,

antara lain:

Leny Nurdiyaningsih (2007) dalam skripsinya yang berjudul

“Pengembangan Pembelajaran dengan Pendekatan PBL (Problem Based

Learning) untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Surat Pembaca Siswa

Kelas XI IPS 5 SMAN 23 Kota Bandung” menyatakan bahwa pembelajaran

dengan pendekatan PBL menunjukan adanya perkembangan kemampuan

siswa dalam menulis surat pembaca.38

Suherman (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Penerapan Model

Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)” memperoleh

kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah dapat

meningkatkan hasil belajar fisika siswa.39

38 Leny Nurdiyaningsih, Pengembangan Pembelajaran dengan Pendekatan PBL (Problem

Based Learning) untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Surat Pembaca Siswa Kelas XI IPS 5 SMAN 23 Kota Bandung, (Skripsi PPS UPI, 2007)

39 Suherman, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning), ( Skripsi PPS UIN, 2008)

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

39

Fitri Yuni Astiti (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Model

pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Semester II SMP N 5 Semarang

Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar Tahun pelajaran 2006/2007”. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.40

Sementara itu Neneng Olivia (2005) dalam skripsinya yang berjudul

“Pengembangan Keterampilan Proses Berbasis Nilai-Nilai Sains untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP Kelas VII” menyatakan bahwa terjadi

peningkatan hasil belajar siswa yang mencakup aspek kognitif, psikomotorik,

dan afektif dari kegiatan pembelajaran dengan penanaman nilai-nilai sains.41

C. Kerangka Pikir

Kondisi sumber daya manusia Indonesia baik dari ilmu pengetahuan

dan teknologi juga dari sisi sosialnya, masih memperhatinkan. Percepatan

globalisasi dan masuknya era industri modern membawa dampak yang luar

biasa. Perkembangan Arus informasi yang pesat, persaingan yang ketat dan

pembaruan etnis, suku dan ras, mengakibatkan banyak perubahan pada wajah

dunia.

Sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan, dimana eksistensinya

secara otomatis terkena efek dari perkembangan dunia saat ini. Maka

pengetahuan yang dipelajari di sekolah dan hal-hal yang berkaitan dengan

proses belajar mengajar harus disesuaikan dengan keadaan real di lapangan

dan perkembangan pendidikan dunia, tentu saja tidak mengabaikan bahwa

sekolah sebagai salah satu tempat pembentukan karakter dan akhlak peserta

didik dalam rangka meningkatkan kemampuan manusia Indonesia disertai

dengan akhlak yang baik.

40 Fitri Yuni Astiti, Model pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Semester II SMP N 5 Semarang Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar Tahun pelajaran 2006/2007, http://digilib.unnes.ac.id/.

41 Neneng Olivia, Pengembangan Keterampilan Proses berbasis Nilai-Nilai Sains untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP Kelas VII, (Skripsi PPS UPI, 2005)

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

40

Belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu ke arah sudah

mampu, dan proses perubahan itu terjadi selama jangka waktu tertentu.

Adanya perubahan tingkah laku itulah yang disebut dengan kegiatan belajar.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kegiatan tersebut dapat disebut

dengan hasil belajar.

Pencapaian hasil belajar yang optimal perlu memperhatikan beberapa

faktor yang mempengaruhi belajar itu sendiri, sehingga kita dapat

menggunakan metode yang tepat untuk merealisasikan faktor-faktor tersebut.

Dalam buku Muhibin Syah disebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi

kegiatan belajar adalah faktor eksternal, faktor internal, dan faktor pendekatan

belajar.

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar, digolongkan

menjadi dua, yaitu faktor sosial dan non sosial. Faktor sosial berkaitan dengan

interaksi siswa. Adapun faktor non sosial berkaitan dengan sarana dan

prasarana, seperti keadaan udara, tempat belajar, penggunaan alat-alat belajar,

dll. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri. Faktor

internal digolongkan menjadi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor

pendekatan belajar, yakni sejenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi

dan metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan pembelajaran.

Dalam memilih metode pembelajaran yang tepat dan inovatif, terdapat

beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan. Salah satu aspek yang

dipertimbangkan adalah tingkat kemampuan siswa yang begitu beragam,

sehingga guru tidak dapat memberikan perlakuan yang sama kepada siswa.

Selain itu, mempersiapkan strategi atau perencanaan dalam pembelajran

dinilai sangat penting. Hal ini termasuk dalam metode pembelajaran dalam

menyampaikan materi kepada peserta didik, dengan demikian diharapkan

dapat mencapai hasil belajar yang diharapkan.

Penerapan Problem Based Learning (PBL) pada konsep cahaya

bernuansa nilai dalam kegiatan belajar mengajar, diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan siswa tidak hanya sebatas konsep, tetapi konsep-

konsep sains yang telah dipelajari dan dikuasai peserta didik diharapkan dapat

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

41

bermanfaat bagi dirinya dan dapat diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah

pada kehidupan sehari-hari maupun masalah lingkungan sosialnya.

Dari landasan inilah dalam penelitian ini peneliti menerapkan Problem

Based Learning (PBL) pada konsep cahaya bernuansa nilai dalam kegiatan

belajar mengajar, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, selain

itu diharapkan dapat membantu siswa dalam pemahaman nilai yang

terkandung dalam pembelajaran yang disampaikan, sehingga dapat

menghasilkan SDM yang berpengetahuan, kreatif, berbudi pekerti luhur, dan

dapat meningkatkan keimanan serta ketakwaan kepada Allah SWT.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

42

Permasalahan

Tantangan Globalisasi

KBM di sekolah belum maksimal (pemahaman siswa sebatas konsep, teacher center, metode kurang variatif)

Kualitas SDM (intelektual, emosional, spiritual)

Materi ajar bernuansa nilai

Metode inovatif

Metode PBL

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir

Pembelajaran pada konsep cahaya bernuansa nilai melalui PBL

Ranah Kognitif Ranah afektif

Tes objektif Angket Skala sikap

Peningkatan hasil belajar pada konsep cahaya bernuansa nilai

Pemahaman siswa tidak sebatas konsep, pemahaman nilai yang terkandung dalam materi ajar, menghasilkan SDM (memiliki kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosional)

Uji Statistik Presentase

Konsep Cahaya

Page 43: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

43

D. Pengajuan Hipotesis

Dari landasan teori yang dituliskan dan kerangka berpikir yang

dipaparkan maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

“Terdapat pengaruh pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap

hasil belajar siswa pada konsep cahaya bernuansa nilai”.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP N 7 Tangerang, pada kelas VIII

semester genap tahun ajaran 2008-2009 pada bulan Maret sampai Mei 2009.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kuasi-eksperimen. Kuasi eksperimen adalah suatu eksperimen semu di mana

penelitian menggunakan rancangan penelitian yang tidak dapat mengontrol

secara penuh terhadap ciri-ciri dan karakteristik sampel yang diteliti, tetapi

cenderung menggunakan rancangan yang memungkinkan pada pengontrolan

dengan situasi yang ada.1 Kuasi-eksperimen mempunyai kelompok kontrol,

tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel

luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.

Penelitian kuasi-eksperimen berbeda dengan penelitian eksperimen

karena tidak memenuhi tiga karakteristik, yaitu manipulasi, kontrol, dan

randomisasi.2 Dalam penelitian kuasi-eksperimen tidak dilakukan randomisasi

untuk memasukkan subjek ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol, melainkan menggunakan kelompok subjek yang sudah ada

sebelumnya.

1 Ahmad Sandy Rizani, “Meningkatkan Pemahaman Konsep siswa pada Pokok Materi

Momentum, Impuls, dan Tumbukan dengan Pemanfaatan Multimedia Pembelajaran”, ( Skripsi PPS UIN, 2008), h.40.

2 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R &D). (Bandung: Alfabeta, 2006) h.144

44

Page 45: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

45

Tabel 3.1 Nonrandomized Control Group Pretest-Postest Design

C. Desain Penelitian

Pada penelitian ini desain atau rancangan penelitian yang digunakan

adalah desain pretest-postest group kontrol tidak secara random

(Nonrandomized Control Group Pretest-Postest Design), dimana dalam

rancangan ini dilibatkan kelompok yang dibandingkan, yaitu kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan

untuk jangka waktu tertentu.

Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan dan pengaruh

dari perlakuan diukur berdasarkan perbedaan antara pengukuran awal dan

pengukuran akhir kedua kelompok. Adapun desain penelitian ini dapat

dinyatakan sebagai berikut:

Kelompok Pretest Treatment Posttest

Eksperimen T1 XA T2

Kontrol T1 XB T2

Keterangan :

T1 = Tes prestasi yang diberikan sebelum proses belajar mengajar dimulai

(Pretest), diberikan kepada kedua kelompok (eksperimen dan kontrol).

XA = Pemberian proses belajar mengajar untuk kelompok eksperimen pada

konsep cahaya bernuansa nilai dengan menerapkan Problem Based

Learning (PBL).

XB = Pemberian proses belajar mengajar untuk kelompok eksperimen pada

konsep cahaya bernuansa nilai dengan tidak menerapkan Problem Based

Learning (PBL).

T2 = Tes prestasi yang diberikan sesudah proses belajar mengajar dimulai

(Postest), diberikan kepada kedua kelompok (eksperimen dan kontrol).

Page 46: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

46

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, sedangkan sampel

adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.3 Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh siswa SMP N 7 Tangerang tahun pelajaran 2008-2009.

Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas

VIIIH dan VIIII SMP N 7 Tangerang yang diambil secara simple random

sampling. Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang

memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dijadikan

sampel penelitian. Sampel penelitian yang digunakan adalah kelas yang

anggota populasinya beragama islam, hal ini dikarenakan dalam pembelajaran

di kelas menyisipkan nilai religius. Kelas VIIIH sebagai kelompok eksperimen

dan kelas VIIII sebagai kelompok kontrol.

Tabel 3.2 Data dan Sumber Data

E. Data dan Sumber Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa nilai hasil belajar

siswa yang mencakup penguasaan konsep cahaya bernuansa nilai dan respon

siswa terhadap pembelajaran yang diberikan. Data dan sumber data secara

lengkap dapat dilihat pada tabel 3.2.

No Jenis Data Sumber Data Instrument 1 Hasil belajar sebelum

menggunakan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Siswa Tes hasil belajar

2 Hasil belajar sesudah menggunakan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Siswa Tes hasil belajar

3 Respon siswa terhadap pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada konsep cahaya bernuansa nilai

Siswa Kuesioner

3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktik, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2006), h.130-131.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

47

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara tes dan nontes. Tes

berupa pretest dan postest dengan menggunakan 20 butir soal pilihan ganda

yang bertujuan untuk mengetahui penguasaan konsep siswa. Sedangkan

nontes berupa kuesioner digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada konsep cahaya bernuansa

nilai.

G. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua instrument, yaitu :

1. Tes

Instrumen tes tertulis pada penelitian ini digunakan untuk

mengetahui hasil belajar pada aspek kognitif siswa. Tes tertulis yang

digunakan adalah tes objektif jenis pilihan ganda berjumlah 20 butir soal

dengan empat option pada konsep cahaya bernuansa nilai. Tes objektif

adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif.4

2. Kuesioner

Kuesioner adalah suatu daftar pertanyaan tertulis yang digunakan

untuk memperoleh keterangan tertentu dari responden. Kuesioner ini

digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan

menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) pada konsep cahaya

bernuansa nilai. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup.

Butir-butir kuesioner menggunakan skala likert yang telah dimodifikasi

menjadi empat alternatif jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak

setuju (TS), dan sangat tidak setujun (STS).5

4 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.164.

5 Luhut P. Panggabean, Penelitian Pendidikan, (Bandung: FPMIPA-IKIP, 1996), h.50.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

48

H. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari

orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.6 Dalam penelitian terdapat dua variabel utama, yaitu

variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat.

Sedangkan variabel terikat adalah merupakan variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.

Variabel bebas pada penelitian ini adalah penerapan metode

pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Sedangkan variabel terikat

pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa pada konsep cahaya

bernuansa nilai.

I. Uji Coba Instrumen Penelitian

Uji coba instrumen untuk menganalisis butir soal yang akan diuji

cobakan pada sampel menggunakan rumus-rumus sebagai berikut :

1. Uji Instrumen Hasil Belajar

a. Pengujian Validitas instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas merupakan syarat

yang terpenting dalam suatu evaluasi. Suatu alat ukur disebut memiliki

validitas bilamana alat ukur tersebut isinya layak mengukur objek yang

seharusnya diukur sesuai dengan kriteria tertentu, artinya ada

kesesuaian antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran

pengukuran. Untuk mengukur validitas instrumen dalam penelitian ini

digunakan rumus Point Biserial:7

6 Ibid, h.61. 7 Suharsimi Arikunto, op.cit, h.79.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

49

qp

SDMM

rt

tppbis

−=

Tabel 3.3 Interpretasi Kriteria Validitas Instrumen

Keterangan:

rpbis = r point biserial

Mt = mean skor total yang berhasil dicapai peserta tes

Mp = mean skor dari subyek yang menjawab betul bagi item yang

dicari

validitasnya

p = proporsi peserta tes yang menjawab betul

q = proporsi peserta tes yang menjawab salah

Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran indeks

validitasnya sebagai berikut:8

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,80-1,000 Sangat Tinggi

0,60-0,799 Tinggi

0,40-0,599 Sedang

0,20-0,399 Rendah

0,00-0,199 Sangat Rendah (Tidak Valid)

Setelah dilakukan perhitungan dengan rumus tersebut,

didapatkan hasil sebagai berikut: validitas soal dengan kriteria tinggi

hanya butir soal 35, kriteria sedang ada 16 butir soal, kriteria sangat

rendah 10 butir soal, dan 13 butir soal dengan kriteria rendah. Butir

soal yang dinyatakan valid sebanyak 22 butir soal, tetapi yang

digunakan dalam penelitian ini sebagai instrumen sebanyak 20 butir

soal yaitu butir soal 1, 2, 3, 8, 10, 11, 16, 18, 21, 22, 23, 25, 26, 30, 31,

32, 33, 35, 37, dan 40.

8 Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan, dan peneliti Pemula, (Bandung: ALFABETA, 2005), h.98.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

50

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎥⎦⎤

⎢⎣⎡

−= ∑

2

2

11 1 SpqS

nnr

Tabel 3.4 Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen

b. Pengujian Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas menunjukan bahwa suatu instrumen dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai pengumpulan data dan apabila

digunakan akan memberikan hasil yang tetap meskipun diteskan

berulang kali. Suatu alat evaluasi dikatakan baik jika antara lain

reliabilitasnya tinggi

Uji relabilitas yang digunakan dalam menguji instrumen

pemahaman konsep (Y) dengan menggunakan rumus Kurder

Richardson atau KR-20.9

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumensecara keseluruhan

n = jumlah item

S = standar deviasi dari tes

p = proporsi responden yang menjawab benar

q = proporsi responden yang menjawab salah (q=1-p)

∑pq= jumlah hasil perkalian antara p dan q

Jika instrumen itu reliabel, maka dilihat kriteria penafsiran

indeks reliabilitasnya sebagai berikut:10

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,81-1,00 Sangat Tinggi

0,61-0,80 Tinggi

0,41-0,60 Sedang

0,21-0,40 Rendah

<0,20 Sangat Rendah

9 Suharsimi Arikunto, op.cit, h.100. 10 Ahmad Sandy Rizani, “Meningkatkan Pemahaman Konsep siswa pada Pokok Materi

Momentum, Impuls, dan Tumbukan dengan Pemanfaatan Multimedia Pembelajaran”, ( Skripsi PPS UIN, 2008), h.49.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

51

Setelah dianalisis dengan rumus tersebut, didapatkan hasil

bahwa soal yang digunakan reliabel dengan nilai 0,76 dengan kriteria

reliabilitas tinggi.

JSBP =

c. Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak

terlalu sulit, bilangan yang menunjukan sukar atau mudahnya suatu

soal disebut indeks kesukaran (P). Besarnya indeks kesukaran antara

0,00 sampai 1,00. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks

kesukaran yaitu : 11

Keterangan :

P = Indeks Kesukaran

B = Banyak siswa yang menjawab dengan benar

JS = Jumlah siswa yang mengikuti tes

Kriteria tingkat kesukaran soal adalah sebagai berikut :12

P = 0,00 – 0,30 adalah soal sukar

P = 0,30 – 0,70 adalah soal sedang

P = 0,70 - 1,00 adalah soal mudah

Setelah dianalisis dengan rumus tersebut, didapatkan hasil

sebagai berikut: tingkat kesukaran dengan klasifikasi sukar ada 10

butir soal, klasifikasi sedang ada 28 butir soal, dan 2 butir soal yaitu

butir soal 19 dan 39 diklasifikasikan mudah.

11 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002), h.208.

12 Ibid, h.210.

Page 52: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

52

BAB

B

A

A PPJB

JBD −=−=

d. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda item adalah kemampuan suatu butir item tes

hasil belajar untuk dapat membedakan antara test yang berkemampuan

tinggi dengan test yang berkemampuan rendah. Daya pembeda

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :13

Keterangan :

D : Daya pembeda

BA : Banyaknya siswa kelas atas yang menjawab benar

BB : Banyaknya siswa kelas bawah yang menjawab benar

JA : Jumlah siswa kelas atas

JB : Jumlah siswa kelas bawah

Klasifikasi daya pembeda soal :14

D : 0,00 – 0,20 termasuk kategori jelek

D : 0,20 – 0,40 termasuk kategori cukup

D : 0,40 – 0,70 termasuk kategori baik

D : 0,70 – 1,00 termasuk baik sekali

Setelah dilakukan perhitungan dengan rumus tersebut,

didapatkan hasil sebagai berikut: daya pembeda soal dengan klasifikasi

jelek ada 17 butir soal, klasifikasi cukup 6 butir soal, dan 17 butir soal

diklasifikasikan baik.

J. Teknik Analisis Data

Setelah melakukan uji coba instrumen, selanjutnya dilakukan

penelitian. Data yang diperoleh melalui instrumen penelitian selanjutnya

diolah dan dianalisis dengan maksud agar hasilnya dapat menjawab

pertanyaan penelitian dan menguji hipotesis. Dalam pengolahan dan

penganalisisan data tersebut digunakan statistik.

13 Ibid, h.213. 14 Ibid, h.218.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

53

1. Analisis Data Hasil Belajar

a. Persyaratan Uji Hipotesis

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu

dilakukan pengujian uji hipotesis, yang terdiri dari uji normalitas dan

uji homogenitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian yang dilakukan untuk

melihat sifat distribusi data yang didapatkan. Jika dari hasil

pengujian didapatkan data yang terdistribusi normal, maka

pengujian hipotesis menggunakan uji-t, jika tidak terdistribusi

normal maka pengujian hipotesis menggunakan uji-z. teknik yang

digunakan untuk menguji normalitas dalam penelitian ini adalah uji

chi-kuadrat.

a). Mencari chi-kuadrat hitung (χ2 hitung )

( )∑=

−=

k

i fefefox

1

22

b). Membandingkan χ2 hitung dengan χ2

tabel untuk α = 0,05 dan

derajat kebebasan (dk) = n-1, dengan kriteria:

Jika χ2 hitung > χ2

tabel, artinya distribusi data tidak normal dan

Jika χ2 hitung < χ2

tabel, artinya data berdistribusi normal

Untuk uji normalitas,

H0 = data terdistribusi normal

Ha= data tidak terdistribusi normal

Dengan taraf signifikasi (α) 0,05.

Jika didapat P-value > α maka terima H0, begitu sebaliknya.

2. Uji Homogenitas

Setelah kelas diuji kenormalannya maka setelah itu kelas

diuji kehomogenitasannya. Teknik yang digunakan untuk uji

Page 54: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

54

homogenitas pada penelitian ini adalah dengan uji Bartlett. Adapun

langkah-langkah uji hmogenitas dengan Bartlett, yaitu:15

( )( )∑

∑−

−=

11

i

iigabungan n

SnS

a). Menghitung varians gabungan

b). Menghitung Log S

Bc). Menghitung nilai B, yaitu: ( )∑ −×= 1log inSd). Menghitung nilai χ2

hitung

( )∑ ⋅−= ihitung LogSdkB10ln2χ

e). Membandingkan χ2 hitung dengan nilai χ2

tabel untuk (α) 0,05 dan

derajat kebebasan (dk) = n-1, dengan criteria sebagai berikut:

Jika χ2 hitung > χ2

tabel, artinya tidak homogen

Jika χ2 hitung < χ2

tabel, artinya data homogen.

b. Uji Hipotesis

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan mean antara dua

kelompok, dilakukan dengan uji-t dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:16

21

_

2

_

1

11nn

S

xxt

g +

−=

Dengan:

( ) ( )2

11

21

222

211

−+−+−

=nn

SnSnSg

Dimana: _

1x = rata-rata skor kelompok eksperimen

15 Riduwan, op.cit h.119-120. 16 Ahmad Sandy Rizani, op.cit, h.54.

Page 55: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

55

_

2x = rata-rata skor kelompok kontrol

Sg = varians gabungan (kelompok eksperimen dan kontrol) 2

1S = varians kelompok eksperimen 22S = varians kelompok kontrol

n1 = jumlah anggota sampel kelompok eksperimen

n2 = jumlah anggota sampel kelompok kontrol

Langkah selanjutnya adalah sebagai beriut:

1). Mengajukan hipotesis, yaitu:

a. Uji kesamaan dua rata-rata hasil pretest

Ho : X = Y

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata

skor pretest kelompok eksperimen dengan kelompok

kontrol.

Ha : X ≠Y

Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor

pretest kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

b. Uji kesamaan dua rata-rata hasil postest

Ho : X = Y

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata

skor postest kelompok eksperimen dengan kelompok

kontrol.

Ha : X ≠Y

Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor

postest kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

2). Menghitung nilai thitung dengan rumus uji-t

3). Menentukan derajat kebebasan (dk), dengan rumus:

dk = (n1-1) + (n2-1)

4). Menentukan nilai ttabel dengan (α) 0,05

5). Menguji hipotesis

Page 56: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

56

Jika -ttabel < thitung < ttabel maka Ho diterima pada tingkat

kepercayaan 0,95.

Jika thitung < -ttabel atau ttabel < thitung maka Ha diterima pada tingkat

kepercayaan 0,95.

N-Gain= Skor Posttest – Skor Pretest Skor Ideal – Skor Pretest

c. Normal Gain (N-Gain)

Gain adalah selisih antara nilai posttest dan pretest. Gain

menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa

setelah pembelajaran dilakukan oleh guru.17 Hal ini dilakukan untuk

menghindari hasil kesimpulan yang akan menimbulkan bias penelitian,

karena pada nilai pretest dan posttest dalam penelitian sudah berbeda.

Rumus normal gain menurut Meltzer, yaitu:18

Dengan kategorisasi perolehan:19

G-tinggi : nilai (<g>) > 0,70

G-sedang : nilai 0.70 e” (<g>) e” 0,30

G-rendah : nilai (<g>) < 0,70

17 Yanti Herlanti, Tanya Jawab Seputar Penelitia Tindakan Sains, (Jakarta: Jurusan

Pendidikan IPA, FITK, UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h.70. 18 David E. Meltzer, “Addentum to: The Relation Between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible Hidden Variabel in Diagnostic Pretest Scores”, dari http://physics.iastate.edu/per/docs/addendum_on_normalized_gain.pdf.

19 Nengsih Juanengsih, Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Melalui Pendekatan Induktif untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Biologi Siswa, hasil Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah jakarta, 31 Mei 2007, h.44.

Page 57: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

57

%100×=NFP

2. Analisis Respon Siswa Terhadap Pembelajaran dengan

Menggunakan Metode Problem Based Learning (PBL) Pada Konsep

Cahaya Bernuansa Nilai

Analisis respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan

metode Problem Based Learning (PBL) pada konsep cahaya bernuansa

nilai dapat diperoleh dengan mencari persentase (frekuensi relatif) dari

setiap pernyataan pada lembar kuesioner, yaitu dengan menggunakan

rumus:20

P : Presentase

F : Frekuensi

N : Number of Cases

20 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.

43

Page 58: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hasil belajar test

kognitif yang terdiri dari hasil pretest dan posttest yang telah diberikan kepada

siswa SMP N 7 Tangerang. Hasil pretest mencakup hasil belajar pretest

kelompok eksperimen dan kontrol, begitu juga dengan hasil posttest

mencakup hasil belajar posttest kelompok eksperimen dan kontrol. Aspek

penilaian dan butir soal yang digunakan kelompok eksperimen sama dengan

butir soal yang diberikan pada kelompok kontrol.

1. Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Hasil pretest merupakan skor yang diperoleh dari hasil tes sebelum

pembelajaran konsep cahaya diajarkan dengan menggunakan metode

pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Pretest ini dilakukan untuk

mengetahui kemampuan awal berfikir siswa pada kelompok eksperimen

dan kontrol. Pada kelompok eksperimen berdasarkan hasil perhitungan

data penelitian mengenai tes hasil belajar siswa pada konsep cahaya, dari

40 siswa yang dijadikan sampel diperoleh nilai terendah 15 dan nilai

tertinggi 50, nilai rata-rata sebesar 37, simpangan baku (standar deviasi)

7,03 dan varians (7,03)2. Pada kelompok kontrol berdasarkan hasil

perhitungan data penelitian mengenai tes hasil belajar siswa pada konsep

cahaya, dari 40 siswa yang dijadikan sampel diperoleh nilai terendah 20

dan nilai tertinggi 45, nilai rata-rata sebesar 37,125, simpangan baku

(standar deviasi) 6,15 dan varians (6,15)2.

2. Hasil Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Hasil posttest merupakan skor yang diperoleh dari hasil tes sesudah

pembelajaran konsep cahaya diajarkan dengan menggunakan metode

pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Posttest ini dilakukan

untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada konsep cahaya

58

Page 59: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

59

bernuansa nilai setelah selesai diberikan perlakuan. Pada kelompok

eksperimen berdasarkan hasil perhitungan data penelitian mengenai tes

hasil belajar siswa pada konsep cahaya, dari 40 siswa yang dijadikan

sampel diperoleh nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 95, nilai rata-rata

sebesar 71,5, simpangan baku (standar deviasi) 11,56 dan varians (11,56)2.

Pada kelompok kontrol berdasarkan hasil perhitungan data penelitian

mengenai tes hasil belajar siswa pada konsep cahaya, dari 40 siswa yang

dijadikan sampel diperoleh nilai terendah 40 dan nilai tertinggi 80, nilai

rata-rata sebesar 61,55, simpangan baku (standar deviasi) 12,23 dan

varians (12,23)2.

Dari keseluruhan hasil pretest dan posttest pada kelompok

eksperimen dan kontrol dapat lihat pada tabel 4.7. Pada kelompok

eksperimen nilai rata-rata pretest sebesar 37 dan nilai rata-rata posttest

sebesar 71,5, hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami

peningkatan sebesar 34,5 poin. Sedangkan pada kelompok kontrol nilai

rata-rata pretest sebesar 37,125 dan nilai rata-rata posttest sebesar 61,55,

hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan

sebesar 24,425 poin. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan nilai rata-rata

kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan dengan peningkatan nilai

rata-rata kelompok kontrol.

Tabel 4.1

Hasil Belajar Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Eksperimen Kontrol Keterangan

pretest posttest pretest posttest Rata-rata 37 71,5 37,125 61,55

Standar Deviasi 7,03 11,56 6,15 12,23 Skor Tertingi 50 95 45 80

Skor Terendah 15 50 20 40 n 40 40

Page 60: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

60

3. Analisis Data

Analisis data tes hasil belajar terdiri dari uji normalitas, uji

homogenitas, pengujian hipotesis, dan normal gain. Sebelum dilakukan

pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat, yang terdiri

dari uji normalitas dan uji homogenitas.

3.1 Uji Normalitas Tes Hasil Belajar

Dalam penelitian ini, uji normalitas didapat dengan

menggunakan chi-kuadrat. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui

apakah data berdistribusi normal atau tidak, dengan ketentuan bahwa

data berdistribusi normal bila memenuhi kriteria χ2 hitung < χ2

tabel

diukur pada taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu.

Hasil uji normalitas pretest dan posttest kedua kelompok sampel

penelitian dapat dilihat seperti pada tabel di bawah ini, sedangkan

perhitungan lengkap dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 4.2

Hasil Uji Normalitas Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Statistik Kelompok eksperimen Kelompok kontrol N 40 40

Rata-rata 37 37,125 s 7,03 6,15

χ2 hitung 8,05 3,37

χ2 tabel 11,070 11,070

kesimpulan Data berdistribusi Normal Data berdistribusi Normal

Pengujian pretest dilakukan pada taraf kepercayaan 95% (α =

0,05) dengan derajat kebebasan (dk) = 5 untuk kedua kelompok sampel

penelitian. Dari tabel 4.8 dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok

sampel penelitian berdistribusi normal karena memenuhi kriteria χ2

hitung < χ2 tabel. Dengan nilai kelompok eksperimen 8,05 < 11,070 dan

kelompok kontrol 3,37 < 11,070.

Page 61: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

61

Tabel 4.3

Hasil Uji Normalitas Posttest kelompok eksperimen dan kontrol

Statistik Kelompok eksperimen Kelompok kontrol N 40 40

Rata-rata 71,5 61,55 s 11,56 12,23

χ2 hitung 6,49 8,57

χ2 tabel 11,070 11,070

Kesimpulan Data berdistribusi Normal Data berdistribusi Normal

Pengujian posttest dilakukan pada taraf kepercayaan 95% (α =

0,05) dengan derajat kebebasan (dk) = 5 untuk kedua kelompok sampel

penelitian. Dari tabel 4.9 dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok

sampel penelitian berdistribusi normal karena memenuhi kriteria χ2

hitung < χ2 tabel. Dengan nilai kelompok eksperimen 6,49 < 11,070 dan

kelompok kontrol 8,57 < 11,070.

3.2 Uji Homogenitas Tes Hasil Belajar

Setelah kedua kelompok sampel penelitian dinyatakan

berdistribusi normal, selanjutnya dicari nilai homogenitasnya. Dalam

penelitian ini, nilai homogenitas didapat dengan menggunakan uji

Barlet. Kriteria pengujian yang digunakan, yaitu: kedua kelompok

sampel dinyatakan homogen apabila χ2 hitung < χ2

tabel diukur pada taraf

signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu. Hasil homogenitas

pretest dan posttest kedua kelompok sampel penelitian dapat dilihat

seperti tabel di bawah ini, sedangkan penghitungan lengkap dapat

dilihat pada lampiran.

Page 62: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

62

Tabel 4.4

Hasil Uji Homogenitas Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Statistik s2

eksperimen 49,3846 s2

kontrol 37,8045 s2

gabungan 43,59 χ2

hitung 0,690 χ2

tabel 3,841 Kesimpulan Homogen

Pengujian pretest dilakukan pada taraf kepercayaan 95% (α =

0,05) dengan derajat kebebasan (dk) = 1 untuk kedua kelompok sampel

penelitian. Dari tabel 4.10 dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok

sampel penelitian berasal dari populasi yang homogen karena

memenuhi kriteria χ2 hitung < χ2

tabel.

Tabel 4.5

Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Statistik s2

eksperimen 133,7436 s2

kontrol 149,6385 s2

gabungan 141,69 χ2

hitung 0,117 χ2

tabel 3,841 Kesimpulan Homogen

Pengujian posttest dilakukan pada taraf kepercayaan 95% (α =

0,05) dengan derajat kebebasan (dk) = 1 untuk kedua kelompok sampel

penelitian. Dari tabel 4.11 dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok

sampel penelitian berasal dari populasi yang homogen karena

memenuhi kriteria χ2 hitung < χ2

tabel.

3.3 Pengujian Hipotesis

a. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Hasil Pretest

Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat

perbedaan yang signifikan antara skor pretest kelompok

Page 63: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

63

eksperimen dengan skor pretest kelompok kontrol. Untuk

pengujian tersebut diajukan hipotesis berikut:

Ho : X = Y

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor

pretest kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

Ha : X ≠Y

Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest

kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

Pengujian hipotesis tersebut akan diuji dengan

menggunakan rumus uji-t, dengan kriteria pengujian sebagai

berikut:

Jika -ttabel < thitung < ttabel maka Ho diterima pada tingkat

kepercayaan 0,95.

Jika thitung < -ttabel atau ttabel < thitung maka Ha diterima pada tingkat

kepercayaan 0,95.

Tabel 4.6 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-Rata

Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Keterangan Kelompok eksperimen

Kelompok kontrol

Jumlah sampel 40 40 Rata-rata 37 37,125

S2 49,38 37,80 t-hitung 1,72 t-tabel 2,00

kesimpulan Tidak berbeda

Dari perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 1,72 dan ttabel

2,00. hasil pengujian yang diperoleh menunjukan bahwa thitung

berada didaerah penerimaan Ho, yaitu -ttabel < thitung < ttabel atau -

2,00 < 1,72 < 2,00. Dengan demikian Ho diterima dan Ha ditolak

pada taraf kepercayaan 0,95 hal ini menunjukan bahwa tidak

terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest

kelompok eksperimen dengan rata-rata skor pretest kelompok

Page 64: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

64

kontrol. Perhitungan lengkap uji kesamaan dua rata-rata hasil

pretest dapat dilihat pada lampiran.

b. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Hasil Posttest

Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat

perbedaan yang signifikan antara skor posttest kelompok

eksperimen dengan skor posttest kelompok kontrol. Untuk

pengujian tersebut diajukan hipotesis berikut:

Ho : X = Y

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor

posttest kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

Ha : X ≠Y

Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor

posttest kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

Pengujian hipotesis tersebut akan diuji dengan

menggunakan rumus uji-t, dengan kriteria pengujian sebagai

berikut:

Jika -ttabel < thitung < ttabel maka Ho diterima pada tingkat

kepercayaan 0,95.

Jika thitung < -ttabel atau ttabel < thitung maka Ha diterima pada tingkat

kepercayaan 0,95.

Tabel 4.7 Hasil Uji kesamaan Dua Rata-Rata Hasil Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Keterangan Kelompok eksperimen

Kelompok kontrol

Jumlah sampel 40 40 Rata-rata 71,5 61,55

S2 133,74 149,64 t-hitung 3,80 t-tabel 2,00

kesimpulan Berbeda

Dari perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 3,80 dan ttabel

2,00. Ternyata memenuhi kriteria ttabel < thitung atau 2,00 < 3,80.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

65

Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima pada taraf

kepercayaan 0,95 hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan antara rata-rata skor posttest kelompok eksperimen

dengan rata-rata skor posttest kelompok kontrol. Perhitungan

lengkap uji kesamaan dua rata-rata hasil posttest dapat dilihat pada

lampiran.

3.4 Normal Gain

Pengumpulan data hasil penelitian dilakukan dengan

menggunakan alat pengumpulan data berupa tes objektif pilihan ganda.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest- posttest

desain, maka data yang disajikan untuk kedua kelompok sampel

tersebut digolongkan menjadi data hasil pretest dan posttest. Untuk

mengetahui hasil penelitian yang dilakukan, maka perlu diadakan

perbandingan hasil pretest dengan posttest dari kedua kelompok

tersebut. Dari hasil perhitungan untuk normal gain, diperoleh data

sebagai berikut:

Tabel 4.8 Hasil Dua Rata-Rata Normal Gain

Keterangan Kelompok eksperimen

Kelompok kontrol

Jumlah sampel 40 40 Rata-rata 0,55 0,43

Peningkatan hasil belajar fisika siswa diperoleh dari nilai

normal gain. Adapun nilai rata-rata normal gain dari hasil belajar fisika

siswa kelompok eksperimen sebesar 0,55 dan kelompok kontrol

sebesar 0,43. Dari nilai tersebut dapat dikatakan bahwa rata-rata

normal gain pada kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan

dengan kelompok kontrol. Kategori peningkatan hasil belajar fisika

siswa diperoleh dari perhitungan normal gain. Peningkatan hasil

belajar fisika siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

secara umum termasuk kategori sedang. Dengan nilai rata-rata normal

Page 66: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

66

gain dari hasil belajar fisika siswa kelompok eksperimen sebesar 0,55

dan kelompok kontrol sebesar 0,43.

4. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Pada Konsep Cahaya Bernuansa Nilai

Kuesioner diberikan dengan tujuan untuk mengetahui respon siswa

terhadap pembelajaran PBL pada konsep cahaya bernuansa nilai.

Kuesioner tersebut terdiri dari 6 butir item pernyataan yang diberikan

kepada siswa yang mengikuti pembelajaran PBL pada konsep cahaya

bernuansa nilai. Seluruh siswa yang menjadi subyek penelitian diminta

memberikan contreng dikolom yang menurut mereka sesuai dengan respon

mereka atas pembelajaran yang disajikan. Hasil kuesioner dianalisis

dengan menghitung persentase banyaknya jenis respon untuk setiap

pernyataan.

Rata-rata persentase respon siswa yang menjawab sangat setuju

sebanyak 66,7 % karena mudah dalam memahami materi yang dipelajari.

33,3 % siswa menjawab setuju terhadap pembelajaran PBL. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa respon siswa terhadap pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) pada konsep cahaya bernuansa nilai

merespon positif. Siswa sangat tertarik dengan pembelajaran ini karena

digunakan pada konsep cahaya bernuansa nilai, sehingga dapat

menambah wawasan, keimanan, dan keyakinan kita terhadap Allah SWT.

Page 67: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

67

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian, pada kelompok kontrol

diperoleh nilai rata-rata pretest, posttest dan N-Gain siswa pada konsep cahaya

bernuansa nilai berturut-turut sebesar 37,125, 61,55, dan 0,43. Sedangkan

pada kelompok eksperimen diperoleh nilai rata-rata pretest, posttest dan N-

Gain siswa pada konsep cahaya bernuansa nilai berturut-turut sebesar 37, 71,5,

dan 0,55. Pada kelompok eksperimen hasil belajar siswa mengalami

peningkatan sebesar 34,5 poin, sedangkan pada kelompok kontrol hasil belajar

siswa mengalami peningkatan sebesar 24,425 poin. Dapat disimpulkan bahwa

peningkatan nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan

dengan peningkatan nilai rata-rata kelompok kontrol.

Peningkatan nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih besar

dibandingkan dengan peningkatan nilai rata-rata kelompok kontrol,

disebabkan karena pada kelas kontrol pembelajaran lebih monoton dengan

pemberian materi yang disampaikan guru, sehingga siswa tidak memiliki

cukup peluang untuk mengeluarkan pendapat mereka dan menggali

kemampuan berfikir mereka. Selain itu siswa tidak dapat berinteraksi untuk

saling mengajarkan dan bertukar informasi, sehingga siswa terlihat kurang

aktif dalam proses pembelajaran dan dan cenderung bergantung pada orang

lain dalam menyelesaikan tugas.

Pada kelas eksperimen pembelajaran lebih bersifat interaktif. Siswa

belajar secara kelompok, untuk melakukan percobaan-percobaan sederhana

untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dengan bekal pengetahuan

yang mereka miliki. Pemasalahan yang akan diselesaikan berhubungan dengan

dunia nyata siswa dan siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik

untuk dipecahkan. Dengan demikian siswa terlihat lebih aktif dan antusias

dalam proses pembelajaran. Hal itu diperkirakan terjadi karena kelompok

dalam pembelajaran ini terdiri dari siswa yang kemampuannya berbeda-beda.

Keadaan tersebut akan memberikan kesempatan pada siswa untuk saling

mengajarkan dan bertukar informasi, sehingga para siswa dapat memberi

Page 68: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

68

pengalaman-pengalaman belajar yang beragam seperti kerjasama dan interaksi

dalam kelompok.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t, pada taraf

kepercayaan 95 %. Hasil uji kesamaan dua rata-rata pretest, dilakukan untuk

mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretest

kelompok eksperimen dengan skor pretest kelompok kontrol, diperoleh nilai

nilai thitung sebesar 1,72 dan ttabel 2,00. Hasil pengujian yang diperoleh

menunjukan bahwa thitung berada didaerah penerimaan Ho, yaitu -ttabel < thitung

< ttabel atau -2,00 < 1,72 < 2,00. Dengan demikian Ho diterima dan Ha ditolak

pada taraf kepercayaan 0,95 hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest kelompok eksperimen

dengan rata-rata skor pretest kelompok kontrol. Sedangkan berdasarkan hasil

uji kesamaan dua rata-rata posttest, dilakukan untuk mengetahui apakah skor

posttest kelompok eksperimen yang diajarkan dengan pembelajaran Problem

based Learning (PBL) lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan skor

posttest kelompok kontrol yang tidak diajarkan dengan pembelajaran Problem

based Learning (PBL), diperoleh nilai thitung sebesar 3,80 dan ttabel 2,00. hasil

pengujian yang diperoleh menunjukan bahwa thitung berada didaerah

penerimaan Ho, yaitu -ttabel < thitung < ttabel atau -2,00 < 3,80< 2,00. Dengan

demikian Ho ditolak dan Ha diterima pada taraf kepercayaan 0,95 hal ini

menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor

posttest kelompok eksperimen dengan rata-rata skor posttest kelompok

kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penerapan PBL

terhadap hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil uji normal gain, diketahui nilai rata-rata normal gain

dari hasil belajar fisika siswa kelompok eksperimen sebesar 0,55 dan

kelompok kontrol sebesar 0,43. Dari nilai tersebut dapat dikatakan bahwa rata-

rata normal gain pada kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan dengan

kelompok kontrol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa normal gain

pada pada kelompok eksperimen berbeda secara signifikan dari kelompok

kontrol.

Page 69: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

69

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan

PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dikarenakan dalam

pembelajaran PBL siswa bekerja sama dalam tim, berinteraksi satu dengan

yang lainnya. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan

terlibat dalam tugas-tugas kompleks untuk mengembangkan keterampilan

sosial dan keterampilan berfikir. Hal ini terbukti dengan siswa merespon

positif terhadap pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada konsep

cahaya bernuansa nilai. Temuan penelitian ini sejalan dengan beberapa

penelitian sebelumnya. Penelitian Suherman dan Fitri Yuni Astiti

menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berdasarkan masalah dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.

Page 70: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian, maka dapat disimpulkan secara

umum bahwa: “Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada konsep

cahaya bernuansa nilai dapat meningkatkan hasil belajar siswa”. Hal tersebut

dapat disimpulkan berdasarkan peningkatan hasil nilai rata-rata sebesar 34,5

poin. Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada konsep cahaya

bernuansa nilai mendapat respon positif dari siswa. Hal ini dapat dilihat dari

hasil perolehan rata-rata persentase jawaban perindikator dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 5.1 Persentase Rata-rata Jawaban Pernyataan Per-indikator

Indikator Respon Pernyataan SS S TS STS

Positif 66 % 34 % 0 % 0% Nilai Religius

negatif 0 % 0 % 55 % 45 %

Positif 57,5 % 40 % 2,5 % 0% Nilai Intelektual

negatif 0 % 20 % 54 % 26 %

Positif 18% 77% 5 % 0% Nilai Praktis

negatif 0 % 5 % 55 % 40 %

B. Saran

Dalam penelitian ini tidak dilengkapi dengan data observasi selama

kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung, sehingga peneliti tidak dapat

memantau kegiatan pembelajaran lebih mendalam. Oleh karena itu untuk hasil

penelitian yang lebih baik lagi diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat

menggunakan lembar observasi. Pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) dapat menjadi alternatif pembelajaran pada konsep fisika yang lain

untuk meningkatkan hasil belajar siswa, contohnya diterapkan pada konsep

gelombang mekanik, momentum, implus dan tumbukan.

78

Page 71: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2606/1/SYLVIA... · 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai

89