etnobotani tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh …
TRANSCRIPT
i
ETNOBOTANI TUMBUHAN OBAT
YANG DIMANFAATKAN OLEH MASYARAKAT
KECAMATAN TOMPOBULU KABUPATEN GOWA
SULAWESI SELATAN
BAIQ FARHATUL WAHIDAH
PUSAT PENELITIAN UIN ALAUDDIN
SAMATA-GOWA
2013
ii
PRAKATA
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada ALLAH SWT atas
perkenaan-Nya sehingga Laporan Hasil Penelitian judul "Etnobotani
Tumbuhan Obat yang dimanfaatkan oleh Masyarakat Kecamatan Tompobulu
Kabupaten Gowa Sulawesi selatan” dapat diselesaikan.
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan juli-
september tahun 2013 pada delapan desa/kelurahandikecamatan Tompobulu
kabupaten Gowa. Penelitian ini dilaksanakan menurut prosedur penelitian
deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan
wawancara semi terstruktur yang respondennya terdiri dari dukun (sanro)
setempat, pemuka adat, dan beberapa penduduk yang biasa menggunakan
pengobatan tradisional untuk menanggulangi masalah kesehatannya.
Dengan selesainya Laporan Hasil Penelitian ini kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu mulai dari persiapan,
pelaksanaan kegiatan dilapangan sampai dengan tersusunnya laporan ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Kami menyadari bahwa laporan ini
masih jauh dari kesempumaan.
Akhir kata kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
semua pihak dan semoga laporan ini dapat bermanfaat.
Penulis
iii
ABSTRAK
Pengobatan tradisional sudah lama dilakukan oleh nenek moyang kita
sejak jaman dahulu dan diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Penelitian mengenai Etnobotani Tumbuhan Obat Yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat KecamatanTompobulu Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan telah dilakukan. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan informan terpilih seperti dukun kampung, masyarakat pengguna tumbuhan obat dan mengikuti sebagian aktivitas harian penduduk serta observasi lapangan. Tercatat tidak kurang dari 73 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Cara pengolahan dan aspek etnobotani lainnya akan dijelaskan dalam makalah ini. Kata kunci: Etnobotani, tumbuhan obat, Tompobulu
iv
ABSTRACT
Traditional medicine has been utilized by ancestor since long time ago and inherited from generation to generation. This research is about Ethnobotany of medicinal plant used by Tompobulu Society, Regency of Gowa, South Sulawesi. Data were collected by interviewing and observing informants such as traditional healers (dukun) and society members who use medicinal plant as well as daily activity life of inhabitants. The research listed about 73 species of plants which is usually used by society to treat various diseases/illness. Preparation method and other ethnobotanical aspects would be explained in further sections.
Keyword : Etnobotany, medicinal plant, Tompobulu
v
DAFTAR ISI
Halaman Judul ………………………………………………………………… i
Prakata ………………………………………………………………………...... ii
Abstrak ………………………………………………………………………...... iii
Abstract ………………………………………………………………………..... iv
Daftar isi ……………………………………………………………………....... v
Bab I Pendahuluan ………………………………………………………… 1
Bab II Tinjauan Pustaka ……………………………………………………. 8
Bab III Metode penelitian ……………………………………………………. 32
Bab IV Hasil …………………………………………………………………… 36
BAB V Penutup ……………………………………………………………….. 54
Daftar Pustaka …………………………………………………………………. 56
Lampiran ………………………………………………………………………... 58
Biodata penulis ………………………………………………………………... 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Maha Sempurna Allah yang telah menciptakan tingkat diversitas
mahkluk hidup yang tinggi di seluruh alam semesta, manusia, hewan dan
tumbuhan dengan segala potensi yang dimilikinya. Tumbuhan khususnya di
Indonesia merupakan jenis makhluk hidup yang memiliki tingkat diversitas
paling tinggi dengan pola penyebaran yang bervariasi tergantung ekologi
daerahnya dan dalam jumlah yang banyak yaitu terbesar kedua setelah
Brazil.
Tumbuh-tumbuhan merupakan ciptaan Allah SWT yang diturunkan ke
bumi dengan berbagai jenis, sebagaimana Allah Swt berfirman dalam Q.S.
Thaahaa/20: 53, yang berbunyi:
“Ï% ©!$# Ÿ≅ yèy_ ãΝ ä3s9 uÚ ö‘ F{ $# #Y‰ôγ tΒ y7 n=y™ uρ öΝ ä3s9 $pκ Ïù Wξç7 ß™ tΑ t“Ρr& uρ z⎯ ÏΒ Ï™!$yϑ¡¡9 $# [™!$ tΒ
$oΨ ô_t÷zr'sù ÿ⎯ Ïμ Î/ %[`≡ uρø—r& ⎯ ÏiΒ ;N$t7 ¯Ρ 4©®Lx© ∩∈⊂∪≅ yèy_
Terjemahnya: “Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam”
Sebagai salah satu negara tropis, Indonesia dikenal memiliki tingkat
keanekaragaman tumbuhan yang tinggi yaitu memiliki lebih dari 38.000
spesies tumbuhan termasuk di antaranya tumbuhan obat (Bappenas 2003).
2
Kondisi tanah yang subur, iklim yang baik serta didukung oleh
keanekaragaman flora membuat Indonesia menjadi negara penghasil
komoditas obat-obatan asal alam yang cukup potensial.
Obat tradisional merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang
berakar kuat dalam budaya bangsa, oleh karena itu baik dalam ramuan
maupun dalam penggunaannya sebagai obat tradisional masih berdasarkan
pengalaman yang diturunkan dari generasi ke generasi baik secara lisan
maupun tulisan. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di
Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang
lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa),
Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon
Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang nDalem dan relief candi Borobudur yang
menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan
sebagai bahan bakunya (Sukandar E Y, 2006).
Indonesia memiliki lebih dari 500 entri atau lema dalam kategori sosial
budaya. Lema-lema itu sendiri bervariasi dalam kategori suku bangsa, sub
suku bangsa, kelompok sosial masyarakat yang khas, komunitas masyarakat
yang mendiami suatu pulau, dan lain-lainnya (Melalatoa, 1995). Lema-lema
ini memiliki pengetahuan yang berbeda-beda dalam memanfaatkan sumber
daya alam yang ada di sekitarnya. Salah satu di antaranya adalah
pemanfaatan tumbuhan untuk bahan obat tradisional. Keragaman etnobotani
berbanding lurus dengan keragaman kebiasaan suatu masyarakat. Setiap
3
masyarakat dalam suatu kawasan tertentu pasti memiliki cara dalam menjaga
kesehatannya atau mempertahankan hidupnya yang dilakukan secara turun
temurun. Pemanfaatan tumbuhan obat sebagai bahan obat tradisional pun
diimplementasikan dengan cara yang cukup beragam. Pengobatan penyakit
tertentu bisa dilakukan dengan cara berbeda atau dengan tumbuhan yang
berbeda serta ritual-ritual berbeda pula. Bahkan beberapa tumbuhan tertentu
meski secara medis bermanfaat untuk mengobati penyakit tertentu tetapi
karena kepercayaan yang berlaku di daerah tersebut sehingga tidak
memperbolehkan pemanfaatan tumbuhan tersebut sebagai obat dan
masyarakat tidak berani menggunakannya. Rahayu dkk (2000) menjelaskan
bahwa tumbuhan sambiloto (Andfographis paniculata Nees) di Indonesia
terutama di jawa biasa dimanfaatkan untuk mengobati gigitan serangga dan
ular berbisa, disentri, kencing manis, penyakit kelamin, radang usus buntu,
darah kotor, gatal-gatal, eksema, radang tonsil, borok, dan keracunan
makanan. Tetapi di Bali dipergunakan untuk mengobati penyakit tipes.
Sedangkan menurut Riswan dan Andayaningsih (2008) suku sasak di pulau
Lombok, Nusa Tenggara Barat tidak menggunakan sambiloto tetapi
menggunakan tumbuhan Kethuk (Alocasia sp) untuk mengatasi keluhan
gatal-gatal akibat gigitan serangga dan bisa ular.
Dewasa ini pemanfaatan obat tradisional oleh masyarakat digunakan
sebagai pengobatan alternatif untuk diri sendiri, terutama untuk masyarakat
kelas bawah. Meskipun begitu pengguna pengobatan secara tradisional ini
4
tidak hanya berlaku di masyarakat kelas bawah saja, saat ini tren back to
nature juga sedang banyak digalakkan meskipun pemanfaatan obat
tradisional untuk menanggulangi penyakit rakyat dalam pelayanan kesehatan
formal masih kurang atau belum digunakan dalam pelayanan kesehatan
formal. Tetapi banyak masyarakat yang tetap memilihnya karena
penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada
penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki
efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern.
Pengobatan tradisional dengan menggunakan obat-obatan herbal
sudah mulai diterima secara luas dihampir seluruh Negara di dunia. Menurut
WHO, Negara-negara di Afrika, Asia, dan AmerikaLatin menggunakan obat
herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di
Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk
pengobatan primer (WHO, 2003). Faktor pendorong terjadinya peningkatan
penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang
lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya
kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya
kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh
dunia (Sukandar E Y, 2006).
WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal
dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan
penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker.
5
WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan
khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003). Biasanya pengetahuan tradisional
tentang pemanfaatan tumbuhan obat dalam masyarakat tersebut jika tidak
ditulis, lama kelamaan akan menghilang, oleh karena itu dilakukan
penggalian informasi salah satunya terhadap masyarakat kecamatan
Tompobulu kabupaten Gowa yang berdasarkan survey pendahuluan
masyarakatnya masih banyak mempraktikkan pengobatan tradisional baik
dengan menggunakan jasa dukun (Sanro), alternatif atau dipraktikkan sendiri
di rumah berdasarkan pengetahuan turun temurun.
Kecamatan Tompobulu merupakan salah satu kecamatan di
kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi selatan. Kecamatan ini terletak di garis
lintang: 5o26’8.21”S dan garis bujur: 119o50’26.50”T TM3 Kordinat BPN X:
0348491 Y: 0898819. Ibukota Kecamatan Tompobulu adalah Malakaji
dengan jarak sekitar 147 km dari Sungguminasa. Tompobulu merupakan
daerah dataran tinggi yaitu mempunyai rata-rata ketinggian 1000 meter diatas
permukaan laut. Dengan kondisi tanahnya sangat subur, sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani padi/palawija dan
perkebunan kopi. Hasil pertanian berupa padi, jagung, kedelai, kacang
tanah,kacang hijau, ubi jalar. Sedangkan hasil perkebunan berupa kopi
robusta,kopi arabika, kakako,kelapa hibrida, kelapa dalam, cengkeh, kapas
tebu, jambu mete, kemiri, kapuk,panili, lada dan the (BPS GOWA, 2012) .
6
Sebagai bagian dari pulau Sulawesi, penulis berasumsi bahwa
Kecamatan Tompobulu yang terdapat di kabupaten Gowa juga memiki
keanekaragaman flora yang cukup tinggi mengingat keadaan geografis dan
kondisi wilayah yang sangat mendukung untuk pertumbuhan tumbuhan.
Sejalan yang disampaikan oleh Prof Ngakan Putu Oka dari Laboratorium
Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekowisata Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin (kompas, 2011) menyebutkan bahwa Pulau
Sulawesi mempunyai sumber plasma nutfah yang kaya dan khas serta
diperkirakan memiliki lebih dari 4.222 jenis flora. Jumlah ini pun sebenarnya
terlalu kecil karena sangat banyak wilayah di Sulawesi yang belum
dieksplorasi karena mayoritas peneliti lokal dan asing lebih tertarik meneliti
ke Kalimantan dan Papua. Bahkan diperkirakan masih ada ratusan jenis flora
khas Sulawesi yang belum teridentifikasi. Hal inilah yang menyebabkan
penulis tertarik untuk mengambil penelitian etnobotani tumbuhan obat yang
berlokasi di wilayah kecamatan Tompobulu kabupaten Gowa Sulawesi
selatan.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Tumbuhan apa saja yang dipergunakan sebagai bahan obat
tradisional oleh masyarakat kecamatan Tompobulu kabupaten Gowa?
7
2. Bagaimana cara pengolahan tanaman obat tersebut dalam mengatasi
keluhan penyakit pada masyarakat Kecamatan Tompobulu Kabupaten
Gowa?
III. TUJUAN DAN KEGUNAAN
A. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang dipergunakan sebagai
bahan obat tradisional pada masyarakat kecamatan Tompobulu
kabupaten Gowa.
2. Untuk mengetahui cara pengolahan tanaman obat tersebut dalam
mengatasi keluhan penyakit pada masyarakat kecamatan tompobulu
Kabupaten Gowa.
B. Kegunaan Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
pemerintah, pihak terkait dalam pengelolaan, pengembangan,
pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam hayati khususnya
tumbuhan obat bagi peningkatan kesehatan masyarakat terutama
yang berada di kecamatan Tompobulu wilayah kabupaten Gowa.
2. Mengungkap pengetahuan masyarakat tentang pemanfatan tumbuhan
sebagai bahan obat tradisional dalam rangka melestarikan warisan
nilai-nilai budaya leluhur, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
ikut berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sejak zaman dulu, obat tradisional telah dimanfaatkan secara luas dan
membudaya dalam masyarakat Indonesia dan merupakan tradisi pengobatan
yang diwariskan dari generasi ke generasi. Obat tradisional adalah obat yang
berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, dan campuran dari
bahan-bahan tersebut yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan
dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman. Ramuan obat tradisional
digunakan untuk pengobatan darurat yaitu apabila obat modern tidak segera
diperoleh. Namun seiring dengan semakin tingginya tingkat kesadaran
masyarakat akan kesehatan, penggunaan obat yang berasal dari tumbuhan
atau pengobatan dengan cara tradisional atau alami berkembang dengan
cukup pesat dan lebih digemari karena lebih murah dan minim efek samping
dibanding dengan menggunakan obat-obat modern atau obat-obatan dari
bahan kimia. Sehingga kajian etnobotani terkait tumbuhan obat juga mulai
banyak diteliti oleh peneliti di Indonesia.
Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan
sumber daya alam yang cukup tinggi, tentu memiliki kajian etnobotani yang
cukup menarik untuk dieksplorasi. Berbagai daerah memiliki beragam cara
yang berbeda dalam menangani beberapa keluhan kesehatan di dalam
masyarakatnya. Pemanfaatan tumbuhan obat sebagai bahan obat tradisional
9
pun diimplementasikan dengan cara yang cukup beragam. Rahayu dkk
(2000) menjelaskan bahwa tumbuhan sambiloto (Andfographis paniculata
Nees) di Indonesia terutama di jawa biasa dimanfaatkan untuk mengobati
gigitan serangga dan ular berbisa, disentri, kencing manis, penyakit kelamin,
radang usus buntu, darah kotor, gatal-gatal, eksema, radang tonsil, borok,
dan keracunan makanan. Tetapi di Bali dipergunakan untuk mengobati
penyakit tipes. Sedangkan menurut Riswan dan Andayaningsih (2008) suku
sasak di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat tidak menggunakan sambiloto
tetapi tumbuhan Kethuk (Alocasia sp) untuk mengatasi keluhan gatal-gatal
akibat gigitan serangga dan bisa ular. Selain itu Suku Sasak juga
memanfaatkan Kulit batang durenan (Knema sumatrana (Blume) W.J. de
Wilde) yang direbus untuk mengobati malaria tetapi menurut Hamidu (2009)
suku Buton di Sulawesi tenggara cukup menggunakan remasan daun dan
bunga papaya (Carica papaya) untuk mengobati penyakit malaria tersebut.
Lain lagi dengan masyarakat kabupaten Pontianak, menurut Leonardo dkk
(2000) masyarakat pontinak memanfaatkan tumbuhan liar terong (Solanum
Torvum) yang biasa ditemukan sawah untuk mengobati darah tinggi,
sementara masyarakat suku Muna di Sulawesi Utara menggunakan
campuran kulit batang kelapa (Cocos nucifera) dan akar alang-alang
(Imperata cylindrical) untuk mengobati penyakit darah tinggi
(Windadri,dkk.2006)
10
1) Tinjauan Umum Tentang Etnobotani
a. Definisi Etnobotani
Istilah etnobotani yang pertama sekali diusulkan oleh Harsberger
pada tahun 1895, dan didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang
mendalami hubungan budaya manusia dengan sumberdaya nabati di
lingkungannya (Ashar 1994). Etnobotani berasal dari dua kata Yunani
yaitu ethnos dan botany. Etno berasal dari kata ethnos yang berarti
memberi ciri pada kelompok dari suatu populasi dengan latar belakang
budaya yang sama dari adat istiadat, karakteristik bahasa dan
sejarahnya, sedangkan botani adalah ilmu yang mempelajari tentang
tumbuhan. Dengan demikian etnobotani berarti kajian interaksi antara
manusia dengan tumbuhan atau dapat diartikan sebagai studi mengenai
pemanfaatan tumbuhan pada suatu budaya tertentu (Martin 1998).
b. Ruang lingkup Etnobotani
Pengkajian etnobotani dibatasi oleh ruang lingkup bahwa
etnobotani yaitu cabang ilmu pengetahuan yang mendalami tentang
persepsi dan konsepsi masyarakat tentang sumberdaya tumbuhan di
lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini kajian diarahkan dalam upaya untuk
mempelajari kelompok masyarakat dalam pemanfaatannya terhadap
tumbuhan di lingkungan sekitar mereka. Pemanfaatan yang dimaksud di
11
sini yaitu pemanfaatan tumbuhan baik sebagai bahan obat, sumber
pangan maupun sumber kebutuhan hidup manusia lainnya.
Terdapat empat usaha utama yang berkaitan erat dalam
etnobotani, yaitu: 1) Pendokumentasian pengetahuan etnobotani
tradisional; 2) Penilaian kuantitatif tentang pemanfaatan dan pengelolaan
sumber-sumber botani; 3) Pendugaan tentang keuntungan yang dapat
diperoleh dari tumbuhan, untuk keperluan sendiri maupun untuk tujuan
komersial; dan 4) Proyek yang bermanfaat untuk memaksimumkan nilai
yang dapat diperoleh masyarakat lokal dari pengetahuan ekologi dan
sumber-sumber ekologi (Martin 1998).
c. Berkembangan Etnobotani
Etnobotani pada masa sekarang ini mengalami kemajuan yang
sangat pesat, terutama di Amerika, India dan beberapa negara Asia
seperti Cina, Vietnam dan Malaysia. Berbagai program penelitian
mengenai sistem pengetahuan masyarakat lokal terhaciap dunia
tumbuhan obat-obatan banyak dilakukan akhir-akhk ini terutama
bertujuan untuk menemukan senyawa kimia baru yang berguna dalam
pembuatan obat-obatan modern untuk menyembuhkan penyakit-penyakit
berbahaya seperti kanker, AIDS, dan jenis penyakit iainnya. Sedangkan
di benua Afrika, penelitian etnobotai difokuskan pada pengetahuan
tentang sistem pertanian tradisional masyarakat lokal, krtujuan untuk
12
menunjang pembangunan pertanian bagi masyarakat pedesaan.
Sedangkan di Australia, penelitian etnobotani dicurahkan untuk
mempelajari cara-cara tradisional dalam pengelolaan sumber daya alam
tumbuhan, dengan memperhatikan aspek ekologis. Secara proporsional
penelitian etnobotani banyak dilakukan di benua Amerika (Cotton, 1996),
dimana lebih dari 41 % dilakukan di benua tersebut. Hal ini kemungkinan
karena di benua ini memiliki kekayaan keanekaragaman jenis tumbuhan,
kultural dan memiliki kekayaan data arkeologi, sehingga para peneliti
lebih tertarik melakukan penelitian di benua ini. Perkembangan
selanjutnya banyak peneliti terutama yang berasal dari Eropa mulai
mengalihkan penelitian etnobotani di benua Asia, terutama bertujuan
untuk mendapatkan senyawa kimia baru guna bahan obat-obatan
modern. Sebenarnya perkembangan ilmu etnobotani diawali dengan
eksplorasi dan petualangan bangsa Eropa yang meneliti dan
mendokurnentasi penggunaan tanaman oleh masyarakat lokal selarna
mereka melakukan penjelajahan ke suatu wilayah baru guna
mendapatkan sumberdaya alam yang mempunyal niIai ekonomi. Diawali
oleh Cristopher Columbus yang menemukan pemanfaatan tembakau
(Nicotiana spp.) oleh masyarakat local di Cuba selama perjalanannya
pada tahun 1492, dalam perkernbangan selanjutnya dimulailah usaha
introduksi berbagai jenis tanaman budidaya ke daratan Eropa. Sebagai
contoh tanaman ternbakzti muiai di tanam di Perancis dan diikuti dengan
13
penyebaran tanaman jagurlg ke berbagai penjuru dunia, bersamaan
dengan penyebaran tanaman karet.
Sejak dimulai masa eksplorasi keilmuan (1663-1870) dan
kolonialisasi yang mempunyai kepentingan ekonomi maka eskplorasi
berbagai jenis tumbuhan yang memiliki prospek ekonomi menjadi tujuan
utama. Negara-negara colonial berlomba mengirimkan ilmuwan mereka
untuk melakukan ekspedisi ke daerah-daerah barn untuk mendapatkan
jenis-jenis tumbuhan yang memiliki prospek ekonomi tinggi, sebagai
eontoh tanaman tebu yang berasal dari pulau Papua yang selanjutnya
dikembangkan di Jawa dan menyebar ke berbagai klahan dunia.
Pada kurun waktu tahuan 1873- 1980 an dianggap sebagai masa
munculnya disiplin ilmu baru yaitu ilmu yang mempelajari penggunaan
berbagai jenis tumbuhan oleh masyarakat lokal telah berkembang
menjadi disiplin baru yang telah diterima oleh masyarakat akademik.
Sejak pertama kali dimunculkan istilah “aboriginal botany”pada tahun
1873 oleh Power dan istilah "etnobotany" yang dikenalkan oleh
Harsberger tahun 1895, kemudian etnobotani berkembang sangat pesat
dan pada tahun 1900 teIah lahir doctor pertama David Barrow dibidang
etnobotani dengan disertasi berjudlil "The etnobotany of the Coahuilla
Indian of Southern Califonia", dari Universitas Chicago. Studi tentang
pengetahuan tradisional dalam memanfaatan berbagai jenis tumbuhan
memiliki peranan dalam perkembangan teori antropologi, misalnya studi
14
tentang sistem pertanian masyarakat Tsembaga di Papua Nugini
memberikan masukan berkembangnya ide di dalam ekologi kultural,
sehingga analisis dari nama-nama tumbuhan dan sistem klasifikasi
tradisional mendukung dan meningkatkan dasar untuk melaksanakan
eksplorasi human cognition.
Pada tahun 1980, etnobotani telah dikenal tidak hanya masyarakat
akademika tetapi juga masyarakat awam. Dan pada tahun 1981 pertama
kali diterbitkan journal Etnobotani dan diikuti dengan didirikannya
perhimpunan masyarakat etnobotani pada tahun 1983 yang diprakarsai
oleh perhimpunan kkeologi Amerika, merupakan bukti eksistensi dan
perkembangan llmu etnobotani.
Sedangkan perkembangan etnobotani di Asia dimulai di India
sejak tahun 1920 melalui publikasi tumbuhan obat. Bersamaan dengan
waktu tersebut etnobotani di Asia berkernbang yang cakupan
bahasannya meliputi hrbagai aspek seperti aspek representasi tumbuhan
sebagai bahan seni, ritual dan peran lain dalam kehidupan masyarakat
lokal. Sedangkan di Afrika, etnobotani berkembang untuk mempelajari
sistem pengetahuan tentang pertanian tradisional. Dari pengungkapan
sistem pengetahuan tradisional itu memberikan kontribusi pada inovasi
teniang peningkatan produksi pertanian.
15
d. Perkembangan Etnobotani di Indonesia
Sebenarnya di Indonesia penelitian etnobotani telah diawali oleh
seorang ahli botani Rumphius pada abad XVII dalam bukunya
"Herbarium Amboinense" yang telah menulis mengenai tumbuh-
tumbuhan di Ambon dan sekitarnya. Dalam uraian isinya, buku ini lebih
mengarah kepada ekonomi botani. Seabad kemudian tepatnya pada
tahun 1845 Hasskarl telah menyebutkan dalam bukunya mengenai
kegunaan lebih 900 jenis tumbuhan Indonesia. Setelah masa kolonial
etnobotani telah mendapat perhatian yang cukup menggembirakan
terutama oleh pakar botani dan antropologi. Namun demikian perhatian
para pakar tersebut belum menyentuh hakekat etnobotani itu sendiri.
Penelitian yang dilakukan hanya merupakan kulit dari etnobotani. Para
peneliti di Indonesia hanya mengungkapkan kegunaan berbagai jenis
tumbuhan yang dimanfaatkan oleh berbagai kelompok masyarakat dan
etnik saja tanpa melakukan bahasan interdisipliner seperti yang dituntut
etnobotani masa kini. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman para
peneliti kita tentang cakupan ilmu etnobotani. Sebagian besar para
ilmuwan memandang etnobotani hanya pada pengertian pemanfaatan
berbagai jenis tumbuhan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu untuk
mengembangkan etnobotani perlu dilakukan persamaan pandangan dan
persepsi mengenai cakupan bidang ilmu etnobotani, sehingga data yang
diperoleh akan menjadi jembatan untuk pengembangan selanjutnya
16
seperti penelitian tumbuhan obat dan potensi dan kandungan senyawa
kimianya, sehingga akan menjadi dasar dalam pengembangan
bioteknologi. Sebagai contoh adalah pengungkapan potensi suatu jenis
tumbuhan yang unggul (tahan hama dan penyakit, tahan kekeringan,
misalnya), merupakan bahan sumber genetik bagi pernuliaan tanaman
dan rekayasa genetika untuk perbaikan suatu jenis tanaman.
Pengungkapan pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan
tumbuhan sebagai bahan obat-obatan ini sangat rnenguntungkan balk
secara ekonomis maupun waktu. Kita dapat membayangkan berapa
besarnya biaya dan lamanya penelitian untuk rnendapatkan senyawa
kirnia baru bahan aktlf obat-obatan modern seandainya tanpa adanya
pengetahuan tradisional ini. Pengungkapan pengetahuan tradisional
masyarakat Indonesia tentang pengelolaan keanekaragaman hayati dan
ligkungan, perlu segera dilakukan sebelum pengetahuan tersebut
semakin hilang.
e. Peranan dan keuntungan pemanfaatan data etnobotani
Penelitian tentang pemanfaatan tumbuhan secara tradisional dan
pengelolaannya tidak hanya aspek fisik dan kandungan kimianya, tetapi
juga aspek ekologi, proses domestikasi, sistem pertanian tradisional,
paleoetnobotani dan pengaruh aktivitas manusia terhadap alam
lingkungannya (etnoekologi), etnotaksonomi dan ilmu sosial lainnya. Data
17
hasil penelitian etnobotani dapat memberikan informasi tentang
hubungan antara manusia dengan tanaman dan lingkungan dari masa
lalu dan masa sekarang.
Secara garis besar penerapan dan peranan data etnobotani dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok utama yaitu:
1. Pengembangan ekonomi: memiliki keuntungan ditingkat nasional dan
global meliputi prospek dari keanekaragaman hayati secara langsung
kepada masyarakat lokal. Sedangkan keuntungan secara lokal
rnencakup aspek pendapatan yang berasal dari sumber daya
tumbuhan terbarukan dan pemeliharaan serta perbaikan produksi yang
disesuaikan dengan kondisi lingkungan lokal.
2. Konservasi sumber daya alam hayati: Memiliki keuntungan secara
nasionaI meliputi konservasi habitat untuk keanekaragaman hayati dan
lingkungan serta konservasi keanekaragaman plasma nutfah untuk
program pemuliaan tanaman berpotensi ekonomi. Sedangkan
keuntungan secara lokal antara lain Konservasi dan pengakuan
pengetahuan lokal Konservasi keanekaragaman jenis dan habitat
secara tradisional.
Peranan dan penerapan data etnobotani tersebut bila dijabarkan
lebih lanjut mempunyai keuntungan sebagai berikut :
1. Keuntungan ekonomi : Sudah tidak mengherankan bahwa penelitian
etnobotani masa kini dapat mengidentifikasi jenis-jetnis tumbuhan
18
yang baru ditemukan dan memiliki potensi ekonomi. Selain itu sistem
pengeiolaan sumberdaya alam lingkungan mulai mempunyai andil
yang penting dalam program konservasi. Dari hasil pengembangan
data etnobotani memiliki 3 top & pokok yang menjadi daya tarik
internasional yaltu identifikasi jenis-jenis tanaman baru yang
mempunyai nilai komersial; penerapan teknik tradisional dalam
mengkonservasi jenis-jenis khusus dan habitat yang rentan; dan
konservasi tradisional plasma nutfah tanaman budidaya guna program
pemuliaan masa datang.
2. Peranan etnobotani dan prospek pengembangan keanekaragaman
hayati : Tidak kurang dari 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi di
dunia ini hanya sekitar 5 % saja yang telah diidentifikasikan
pemanfaatannya sebagai bahan obat. Sedangkan khusus di Amerika
Serikat sekitar 25 % dari seluruh kandungan obat berasal dari jenis-
jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebenarnya sebagian besar kandungan
bahan aktif sintetik obat berdasar pada fitokimia alami. Oleh karena itu
diperlukan pengungkapan kandungan senyawa kimia bahan obat dari
keanekaragaman tumbuhan. Untuk kepentingan tersebut secara
prinsip terdapat tiga cara mengkoleksi tumbuhan untuk kepentingan
skrining farmakologi yaitu metodologi random, mengkoleksi seluruh
jenis tumbuhan yang ada di suatu daerah; pylogenetic targeting,
19
mengumpulkan seluruh jenis tumbuhan berdasarkan pada suku,
misalnya Solanaceae, Euphorbiaceae dan lainnya ; dan ethno-
directed sampling, yang mendasarkan pada pengetahuan tradisional
penggunaantumbuhan sebagai bahan obat. Dengan rnelakukan
koleksi pengetahuan tumbuhan obat langsung ke rnasyarakat lokaI
membuktikan lebih efisien dibandingkan dengan cara pengambilan
contoh secara random. Sebagai ilustrasi penelitian dengan
menggunakan metoda yang mendasarkan pada pengetahuan
tradisional masyarakat lokal tentang tumbuhan obat menghasilkan
sekitar 50 jenis bahan aktif obat-obatan, salah satunya adalah aspirin
berasal dari Filipendula ulmaria ; digoxine dari Digitalis purpurea ;
morphine dari Papaver somniferum ; dan quinine dari Cinchona
pubescens. Penelltian lain yang mendukung efisiensi penggunaan
rnetoda yang mendasarkan pada data etnobotani adalah
pemanfaatan jenis tumbuhan Holmalanthus nuthans oleh masyarakat
Samoa yang digunakan untuk mengobati penyakit demam kuning
(yellow fever). Hasil anaiisis selanjutnya menunjukkan bahwa jenis ini
rnengandung bahan aktif yang kemungkinan dapat mngambat
pertumbuhan virus-HIV- I. Dalam ulasan tersebut di atas merupakan
tarnpiIan sebagian data etnobotani dalam mengungkapkan
pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan obat-obatan.
20
Penelitian etnobotani mampu mengungkapkan pemanfaaian berbagai
jenis sumber daya alam. Pengungkapan potensi sumber daya alam
tumbuhan merupakan titik awal pengembangannya menjadi jenis
unggulan yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat banyak.
f. Kearifan Tradisional Masyarakat
Bangsa Indonesia yang mendiami seluruh pulau-pulau yang
tersebar dari Sabang sampai Merauke terdiri dari suku-suku yang
masing-masing mempunyai kebudayaan dan adat istiadat yang
berkembang dan diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Kehidupan suku-suku tersbut memiliki interaksi yang
dekat dengan sumberdaya alam dan lingkungannya, serta secara turun
temurun pula mewarisi pola hidup tradisional yang dijalani leluhurnya.
Masyarakat setempat yang hidup secara tradisional tersebut dikenal
dengan berbagai istilah, diantaranya yaitu masyarakat suku (tribal
people), orang asli (indigenous people), penduduk asli (native people)
dan masyarakat tradisional (tradisional people) (Primack et al. 1998 diacu
dalam Afrianti 2007). Masyarakat tradisional telah lama hidup secara
berdampingan dengan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya.
21
2) Tinjauan Umum Keanekaragaman Tumbuhan yang Dimanfaatkan
Masyarakat Tradisional
Masyarakat tradisional telah lama hidup secara berdampingan dengan
keanekaragaman hayati atau sumberdaya alam yang ada di sekelilingnya.
Dalam sejarah perkembangan manusia, tumbuhan memiliki peranan yang
sangat penting dalam perkembangan budaya masyarakat (Afrianti 2007).
Manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya untuk memenuhi
kebutuhannya. kekayaan alam di sekitar manusia sebenarnya sedemikian
rupa sangat bermanfaat dan belum sepenuhnya digali, dimanfaatkan, atau
bahkan dikembangkan (Lusia, 2006).
Kebiasaan membuat ramuan herbal atau kebiasaan meminum jamu
merupakan bagian dari keanekaragaman budaya Indonesia. Pengetahuan
menggunakan obat tradisional sejatinya telah diwariskan secara turun
temurun dan biasanya didasarkan pada pengalaman, tradisi, kepercayaan
yang ada di masyarakat, serta tergantung dengan jenis tanaman di daerah
setempat. Untuk menunjang keberlangsungan tradisi dalam memanfaatkan
tanaman obat warisan budaya bangsa tersebut, kelestariannya harus terus
diupayakan secara optimal yang pengembangannya ditujukan untuk
pembangunan kesehatan nasional.hal ini ditunjang oleh berbagai hasil
penelitian yang telah membuktikan bahwa obat herbal dapat menjaga
kesehatan, mempengaruhi metabolism tubuh, dan memperbaiki kerusakan
organ sehingga memeiliki efek pengobatan yang efektif. Selain itu, WHO juga
22
telah merekomendasikan penggunaan obat herbal untuk promotif, preventif,
rehabilitative, dan kuratif, tertama untuk penyakit-penyakt yang sifatnya
kronis, degenerative dan kanker (Dalimartha, 2008).
Menurut Sastropradjo (1990), banyaknya masyarakat yang tinggal
dipedesaan terutama daerah yang sulit dijangkau (terisolir) menyebabkan
pemerataan hasil-hasil pembangunan seperti bidang pendidikan dan
kesehatan sulit untuk dilaksanakan. Namun pada daerah-daerah terisolir
pemanfaatan lingkungan terutama tumbuhan untuk pemenuhan kebutuhan
kesehatan seperti untuk obat-obatan tradisional sangat tinggi (Sutarjadi,
1992).
a. Keanekaragaman Habitus Tumbuhan Yang Dimanfaatkan
Tumbuhan yang dimanfaatkan berasal dari beberapa habitus. Habitus
merupakan penampakan luar dan sifat tumbuh suatu tumbuhan
(Tjitrosoepomo,1988) yang terdiri dari pohon, perdu, semak, herba, rumput,
liana dan epifit. Adapun habitus berbagai jenis tumbuhan menurut
Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut:
1) Pohon merupakan tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki satu
batang yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan tanah,
2) Perdu merupakan tumbuhan berkayu yang tidak terlalu besar dan
bercabang dekat dengan permukaan tanah atau di dalam tanah,
23
3) Semak merupakan tumbuhan berkayu yang mengelompok dengan
anggota yang sangat banyak membentuk rumpun, tumbuh pada
permukaan tanah dan tingginya dapat mencapai 1 m,
4) Herba merupakan tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan
berair,
5) Liana merupakan tumbuhan berkayu, yang batangnya menjalar atau
memanjat pada tumbuhan lain,
6) Epifit merupakan tumbuhan yang menumpang pada tumbuhan lain
sebagai tempat hidupnya.
b. Tumbuhan Obat
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam surat Keputusan Menteri
Kesehatan No.149/SK/Menseknes/IV/1978 diacu dalam Kartikawati (2004)
definisi tumbuhan obat adalah tumbuhan atau bagian tumbuhan yang
digunakan sebagai bahan baku obat (prokursor), atau tumbuhan yang
diekstraksi dan ekstrak tumbuhan tersebut digunakan sebagai obat.
Menurut Zuhud (1994), tumbuhan obat adalah seluruh spesies
tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya memiliki khasiat obat.
Tumbuhan obat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:
1) Tumbuhan obat tradisional yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau
dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai
bahan baku obat tradisional,
24
2) Tumbuhan obat modern yaitu spesies tumbuhan yang mengandung
senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan telah dibuktikan secara
ilmiah serta penggunaanya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
3) Tumbuhan obat potensial yaitu spesies tumbuhan yang diduga
mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum
dibuktikan secara ilmiah dan medis atau dengan kata lain
penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri.
Zein (2005) mengatakan bahwa tumbuhan obat memiliki kelemahan
sebagai obat, yaitu antara lain:
1) Sulitnya mengenali spesies tumbuhan dan berbedanya nama tumbuhan
berdasarkan daerah tempat tumbuh;
2) Kurangnya sosialisasi tentang manfaat tumbuhan obat, terutama di
kalangan profesi dokter;
3) Penampilan tumbuhan obat yang berkhasiat berupa fitofarmaka yang
kurang menarik dan kurang meyakinkan dibandingkan dengan
penampilan obat paten;
4) Kurangnya penelitian yang komprehensif dan terintegrasi dari tumbuhan
obat ini di kalangan profesi dokter;
5) Belum adanya upaya pengenalan terhadap tumbuhan yang berkhasiat
obat di institusi pendidikan yang sebaiknya dimulai dari pendidikan dasar.
25
c. Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Tumbuhan obat merupakan salah satu komponen penting dalam obat
tradisional, sehingga perkembangan pemanfaatan tumbuhan obat dapat
dilihat dari perkembangan pemanfaatan obat tradisional. Suku-suku bangsa
di Indonesia telah banyak memanfaatkan tumbuhan obat untuk kepentingan
pengobatan tradisional. Setiap suku bangsa memiliki kearifan tersendiri
dalam pengobatan tradisional, termasuk pengetahuan mengenai tumbuhan
yang berkhasiat obat. Hal ini dapat dilihat dari berbedanya ramuan obat
tradisional yang digunakan untuk mengobati penyakit yang sama. Menurut
Aliadi dan Roemantyo (1994), berdasarkan intensitas pemanfaatannya,
masyarakat pemanfaat tumbuhan obat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
1) Kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan
tradisional. Masyarakat ini umumnya tinggal di pedesaan atau daerah
terpencil yang tidak memiliki sarana dan prasarana kesehatan. Cara
pengobatan sangat dipengaruhi oleh adat dan tradisi setempat,
2) Kelompok masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional dalam
skala keluarga. Masyarakat ini umumnya tinggal di daerah pedesaan
dengan sarana dan prasarana kesehatan yang terbatas, dan
3) Kelompok industriawan obat tradisional.
26
d. Senyawa kimia yang berkhasiat sebagai obat pada tumbuhan
Proses biokimia dalam tumbuhan menghasilkan metabolit primer dan
metabolit sekunder. Metabolit primer seperti karbohidrat, lemak dan asam
amino digunakan untuk perturribuhan dan perkembangan tumbuhan.
Sedangkan metabolit sekunder dihasilkan tumbuhan berkaitan dengan
eksistensi dan kelangsungan hidup tumbuhan dalam lingkungan tumbuhnya.
Senyawa ini merupakan senyawa aktif yang berkhasiat sebagai obat. Fungsi
metabolit sekunder bagi tumbuhan adalah sebagai atrakan (alat pemikat bagi
serangga, burung atau mikroba), sebagai repelan (penolak terhadap
serangga herbifora, mikroba dan tanaman pesaing) dan sebagai protektan
(alat pelindung dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan)
(Sumaryono, 2004). Senyawa metabolit sel'Ullder dihasilkan melalui tiga jalur
yaitu (1) Jalur 6 asetat malonat, (2) jalur asam shikimat dan (3) jalur asetat
mevalonat. Melalui jalur asetat malonat dihasilkan senyawa golongan
poliketida dan senyawa aromatik seperti kuinon dan aflatoksin; melalui jalur
asam shikimat dihasilkan senyawa alkaloid fenol dan senyawa aromatik
tanaman; melalui jalur asetat mevalonat dihasilkan senyawa golongan terpen,
seperti diterpen dan steroid; (Vickeri dan Vickeri, 1981). Selain ketiga jalur ini,
metabolit sekunder juga dihasilkan melalui gabungan beberapa jalur seperti
senyawa golongan flavonoida. Khasiat senyawa-senyawa mt adalah antara
lain sebagai (a) Antimikrobabakteriostatik ( alkaloid,glikosida,rninyak asiri dan
asam organik; (b) Antidiabetik (flavonoid, antosianin, sulfur organik, alkaloid);
27
(c) Antitumor (alkaloid, terpen, flavonoid, liginan; (d) antifertilitas (gosipol dan
diosgenin) (Sutarjadi,1991).
e. Sumber Tumbuhan Obat
Sejak ribuan tahun yang lalu, obat dan pengobatan tradisonal sudah
ada di Indonesia, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-
obatab modernnya dikenal masyarakat. Pengobatan tradisional dengan
memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat merupakan pengobatan yang
dimanfaatkan dan diakui masyarakat dunia, yang menandai kesadaran untuk
kembali ke alam (back to nature) adalah untuk mencapai kesehatan yang
optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami (Wijayakusuma,
2000).
Indonesia memiliki lahan hutan tropis cukup luas dengan
keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna. Kita boleh berbangga
dengan kekayaan tumbuhan berkhasiat obat yang tidak dimiliki Negara lain.
Lebih kurang 30.000 sampai 40.000 jenis tumbuhan tersebar dari Aceh
sampai Papua, dari dataran rendah hingga dataran tinggi, dari daerah tropic
hingga daerah sejuk, bahkan hingga tumbuhan dan kekayaan lau dapat
dimanfaatkan sebagai bahan obat. Dalam rangka memanfaatkan berkhasiat
obat tersebut, haruslah dipikirkan juga bagaimana agar tumbuhan tersebut
tidak punah (Wijayakusuma, 2000).
28
Indonesia kaya akan sumber bahan obat alam dan obat tradisional
yang telah digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia secara
turun menurun. Keuntungan obat tradisional yang dirasakan langsung oleh
masyarakat adalah kemudahan untuk memperolehnya dan bahan bakunya
dapat ditanam di pekarangan sendiri, murah dan dapat diramu sendiri
dirumah (Departemen Kesehatan RI, DitJen POM 1983, Pemanfaatan
Tanaman Obat, Jakarta).
Masyarakat yang berada di daerah pedesaan dan ingin
memanfaaatkan tumbuhan berkhasiat obat, biasanya memperolehnya
dengan cara memetik langsung, sedangakan masayarakat yang berada di
daerah perkotaan memeperolehnya dengan ara membeli di tempat-tempat
secara khusus menjual tumbuhan berkhasiat obat ini, misalnya di proyek
Inpres Blok 6, Pasar Senen, jalan-jalan, pekarangan rumah, lapangan dan
sebagainya, sesuai dengan informasi di masing-masing daerah
(Wijayakusuma, 2000).
f. Pengembangan Tumbuhan Obat
Menurut Hamzari (2008), tumbuhan obat yang beranekaragam
spesies, habitus dan khasiatnya mempunyai peluang besar serta memberi
kontribusi bagi pembangunan dan pengembangan hutan. Karakteristik
berbagai tumbuhan obat yang menghasilkan produk berguna bagi
masyarakat memberi peluang untuk dibangun dan dikembangkan bersama
29
dalam hutan di daerah tertentu. Berbagai keuntungan yang dihasilkan dengan
berperannya tumbuhan obat dalam hutan. adalah pendapatan,
kesejahteraan, konservasi berbagai sumberdaya, pendidikan nonformal,
keberlanjutan usaha dan penyerapan tenaga kerja serta keamanan nasional.
Di Indonesia, pemanfaatan dan pemasaran bahan tumbuhan obat dapat
digolongkan menjadi bentuk jamu gendong, jamu kemasan modern dan
fitofarmaka (Sangat 2000). Industri jamu berkembang seiring dengan
meningkatnya pemanfaatan tanaman obat.
Adanya industri tersebut, menuntut keberadaan bahan baku secara
kontinyu. Begitu pula dalam proses pembuatannya yang memerlukan tenaga
ahli dan tenaga kerja. Peningkatan kualitas sumberdaya produsen, yaitu
petani produsen tanaman obat harus mengikuti perkembangan IPTEK,
seperti penggunaan bibit yang unggul. Cara pembudidayaan yang sesuai
untuk tanaman obat adalah cara pembudidayaan secara organik tanpa
menggunakan pestisida, mengingat banyaknya tanaman obat yang langsung
dikonsumsi tanpa diolah terlebih dahulu (Hoesen 2000).
Sedangkan dalam peningkatan perusahaan dan pabrik, peningkatan
kualitas jamu secara tidak langsung ditunjukan dengan adanya ijin resmi dari
pemerintah terhadap produk jamu yang dibuat. Contoh perusahaan jamu
skala besar yang produknya telah dikenal di dalam maupun di luar negeri
adalah Sido Muncul, Mustika Ratu, Sari Ayu, Air Mancur dan Nyonya Meneer
(Sangat 2000).
30
Fitofarmaka mengandung komponen aktif tertentu yang berasal dari
tumbuhan obat, mempunyai khasiat penyembuhan penyakit lebih khusus dan
dikemas seperti obat modern. Jika berhasil dikembangkan, peluang
penggunaannya selain dapat dijual secara bebas juga dapat diperoleh
melalui resep dokter. Hal tersebut menyebabkan fitofarmaka dapat bersaing
dengan obat-obatan modern. Hingga saat ini, fitofarmaka belum banyak
diproduksi. Industri farmasi yang sudah memproduksi fitofarmaka, yaitu Kimia
Farma dan Endo Farma (Sangat 2000).
Tukiman (2004) mengatakan bahwa upaya pengobatan tradisional
dengan tumbuhan obat merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat
dan penerapan teknologi tepat guna yang potensial untuk menunjang
pembangunan kesehatan. Dalam lingkup pembangunan kesehatan keluarga,
upaya pengobatan tradisonal dengan pemanfaatan tumbuhan obat dapat
diwujudkan melalui apotik hidup atau TOGA. TOGA adalah singkatan dari
tanaman obat keluarga yaitu berbagai spesies tumbuhan yang dibudidayakan
dengan memanfaatkan lahan di halaman atau sekitar tempat tinggal dan
merupakan persediaan obat bagi keluarga atau tetangga sebelum mendapat
pengobatan dokter atau puskesmas. Pengembangan TOGA atau apotek
hidup ditujukan sebagai alternatif penggunaan maupun pendamping obat
kimia sintetik (Hoesen 2000). Spesies tumbuhan obat yang ditanam di TOGA
atau apotek biasanya merupakan tumbuhan yang relatif mudah tumbuh tanpa
perawatan intensif dan biasanya digunakan untuk mengobati penyakit-
31
penyakit ringan yang sering diderita anggota keluarga. Hoesen (2000)
mengatakan bahwa Zingiberaceae merupakan famili tumbuhan yang
biasanya paling umum dan banyak ditanam pada TOGA. Selain itu, sering
juga dijumpai tumbuhan dari famili Euphorbiaceae, Acanthaceae,
Apocynaceae dan Lamiaceae. Tumbuhan-tumbuhan tersebut biasanya
dimanfaatkan untuk mengobati penyakit-penyakit, seperti batuk, sariawan,
sakit gigi, mencret, demam, pegal linu, sakit perut, cacingan, penyakit kulit
dan mimisan. Namun, tumbuhan TOGA pun dapat dimanfaatkan untuk
mengobati penyakit kronis, seperti ginjal, diabetes, asma, TBC, penyakit hati,
tekanan darah tinggi dan tekanan darah rendah.
Selain untuk pengobatan, tumbuhan TOGA ada yang berfungsi ganda
sebagai sayuran, bumbu, tanaman hias/pelindung rumah dan ada juga yang
digunakan untuk menambah penghasilan keluarga.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dikabupaten Gowa Sulawesi Selatan,
selama kurang lebih 3 bulan yaitu pada bulan Juli sampai september 2013.
Sampel penelitian diambil dari 8 desa/kelurahan yang ada di kecamatan
Tompobolu yaitu : Datara, Cikoro, Bontobuddung, Malakaji, Rappoala,
Rappolemba, Garing dan Tanete.
33
B. Jenis Data Yang Dikumpulkan
Ada dua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu :
1. Data primer
Data primer diperoleh langsung dari lapangan yang
dikumpulkan melalui wawancara responden, pengamatan dan
pengambilan spesimen. Data primer yang dikumpulkan meliputi data
botani seperti jenis tumbuhan, pemanfaatan tumbuhan oleh
masyarakat, bagian tumbuhan yang dimanfaatkan, persentase habitus,
asal tumbuhan, tingkat kegunaan dan tindakan konservasi yang
dilakukan oleh masyarakat. data tersebut diperoleh melalui survey
langsung di lapangan, cek silang dengan herbarium ataupun melalui
foto.
2. Data sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data kondisi umum
lokasi penelitian, data sosial ekonomi dan budaya masyarakat serta
referensi mengenai kebijakan pemerintah yang dalam hal ini dari Dinas
Kesehatan terkait tingkat kesehatan masyarakat dan program
programnya.
34
C. Alat Penelitian
1. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
Alat tulis menulis
Kamera untuk dokumentasi objek penelitian
Buku panduan pemanfaatan tanaman tradisional
2. Menggunakan instrument atau alat pengumpulan data sebagai berikut:
Panduan wawancara (depth interview) yaitu melakukan wawancara
dengan menggunakan beberapa pertanyaan yang telah disiapkan
sebelumnya. Mengisi daftar pertanyaan antara lain: jenis-jenis
tumbuhann yang dimanfaatkan sebagai obat, bagian-bagian tumbuhan
yang digunakan, bagaimana cara penggunaannya, sejak kapan
digunakan, mengapa digunakan dan dimana tumbuhnya.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penentuan sampel wilayah penelitian dilakukan secara purfosive
sampling dengan kritria wilayah tersebut diasumsi memiliki
keanekaaragaman tumbuhan yang tinggi,kekentalan budaya lokal,
kecendrungan morbiditas (angka kesakitan masyarakat) tinggi. Wawancara
dilakukan terhadap masyarakat di lokasi penelitian dengan sasaran
responden ditentukan secara terpilih (key person). Adapun kriteria responden
adalah penduduk setempat terutama yang memiliki pengetahuan tentang
keanekaragaman jenis tumbuhan yang tumbuh di sekitarnya seperti dukun
35
setempat, penduduk lokal yang mengenal atau menggunakan tetumbuhan di
sekitarnya untuk mengobati suatu penyakit, dan juga wawancara dengan
pemuka adat . Pemuka adat umumnya juga mempunyai pengetahuan dalam
pengobatan tradisional. Wawancara dilakukan secara semi terstruktur,
dengan menggunakan kuisioner dengan pendalaman pertanyaan sesuai
keperluan.
Seluruh informasi mengenai spesies tumbuhan dicatat kemudian
disurvey di lapangan, dikumpulkan dan dibuat material herbariumnya.
Pembuatan herbarium ditujukan untuk pengkoleksian spesimen tumbuhan
yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun,
serta bunga dan buahnya jika ada). Herbarium dibuat dengan cara kering.
E. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara deskriptif untuk
memperoleh informasi Tumbuhan mengenai jenis tumbuhan, kelompok
pemanfaatan/kegunaan, persentase habitus, persentase bagian yang
dimanfaatkan, asal tumbuhan, tingkat kegunaan dan tindakan konservasi
yang dilakukan oleh masyarakat.
36
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Sekilas tentang Kecamatan Tompobulu
Kecamatan Tompobulu merupakan salah satu kecamatan di
kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi selatan. Kecamatan ini terletak di garis
lintang : 5o26’8.21”S dan garis bujur : 119o50’26.50”T TM3 Kordinat BPN X:
0348491 Y: 0898819. Kecamatan Tompobulu merupakan daerah dataran dan
lereng yang berbatasan Sebelah Utara Kabupaten Sinjai, Sebelah Selatan
Kabupaten Jeneponto, Sebelah Barat Kecamatan Biringbulu dan Kabupaten
Jeneponto di Sebelah Timur yang dibatasi oleh sungai. Adapun jumlah
wilayah administrasi terdiri dari 6 (enam) desa, 2 (dua) kelurahan dan
dibentuk berdasarkan PERDA No. 7 Tahun 2007. luas kecamatan 132,54
Km2. Ibukota Kecamatan Tompobulu adalah Malakaji dengan jarak sekitar
147 km dari Sungguminasa dan mempunyai rata-rata ketinggian 1000 meter
diatas permukaan laut. Jumlah penduduk Kecamatan Tompobulu sebesar
29.749 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebesar 14.385 jiwa dan perempuan
sebesar 15.364 jiwa dengan jumlah Rumah Tangga 7.534 dengan dan sekitar
99.9 persen beragama Islam.
Beberapa fasilitas umum yang terdapat di Kecamatan Tompobulu
seperti sarana pendidikan antara lain Taman Kanak-Kanak sebanyak 6 buah,
Sekolah dasar negeri 11 buah, Sekolah dasar Inpres 11 buah, Sekolah
37
lanjutan pertama 5 buah, Sekolah Menengah Umum 1 Buah, Madrasah
Ibtidaiyah 6 buah, Madrasah Tsanawiah 4 buah. Madrasah Aliyah 3 Buah,
Disamping itu terdapat beberapa sarana kesehatan, tempat ibadah (Masjid),
dan pasar.
Sebagai daerah yang terletak di dataran tinggi, penduduk Kecamatan
Tompobulu pada umumnya berprofesi sebagai petani padi/palawija dan
perkebunan kopi,sedangkan sektor non pertanian terutama bergerak pada
lapangan usaha perdagangan besar dan enceran.
Terkait masalah sarana kesehatan, puskesmas hanya terdapat di desa
Malakaji sedang desa/kelurahan lain masih berupa Puskesmas Pembantu
dengan pelayanannya hanya difasilitasi oleh bidan desa yang dibantu
masing-masing 1 dukun bayi tradisional. Dokter dan paramedis hanya
ditemukan di desa Malakaji saja, itupun dengan jumlah yang sangat terbatas.
Dari data BPS GOWA tahun 2012 tercatat jumlah dokter yang terdapat pada
puskesmas Malakaji hanya 1 orang dengan 16 paramedis dan 1 orang bidan.
Tentu saja ini adalah jumlah yang minim mengingat jumlah masyarakat yang
harus terlayani cukup banyak. Adapun beberapa penyakit yang biasa di derita
oleh masyarakat kecamatan Tompobulu menurut hasil wawancara dengan
pihak Dinas kesehatan Kabupaten Gowa meliputi penyakit-penyakit sebagai
berikut: types, kolera, diare, infeksi saluran pernafasan atas, batuk, demam,
disentri, hipertensi, demam yang tidak diketahui sebabnya, infeksi saluran
38
usus, TB paru, TB selain Paru, dan lain-lain. Angka tertinggi pada penyakit
Typus dan Diare (termasuk tersangka kolera).
2. Hasil dan Pembahasan
A. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Kecamatan
Tompobulu
Hasil penelitian menunjukkan pada umumnya masih banyak
masyarakat kecamatan Tompobulu yang memanfaatkan pengobatan
secara tradisional. Berdasarkan wawancara dengan dukun (sanro) serta
beberapa penduduk di 8 desa yang terdapat pada kecamatan Tompobulu
Kabupaten Gowa tercatat tidak kurang dari 73 jenis tumbuhan (Tabel 1)
yang dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit rakyat. Tumbuhan
obat tradisional ini sebagian ada yang telah dibudidayakan secara
terbatas dan sebagian masih tumbuh liar di kawasan hutan dan kawasan
non hutan. Dari hasil wawancara dengan sanro dan penduduk setempat
ternyata bukan hanya penyakit ringan yang diobati secara tradisional tapi
juga penyakit yang tergolong berat, ada Lebih dari 30 jenis penyakit yang
diobati dengan ramuan dari tumbuh-tumbuhan di antaranya adalah sakit
batuk, diare, luka, cacingan, demam, cacar, panas dalam, sariawan,
migren,darah tinggi,tipes,sakit kepala, maag, gusi bengkak, sakit gigi,
kurang nafsu makan, pelangsing badan, penambah ASI pada ibu
menyusui, luka luar, asma, keracunan, kencingb batu, jantung, paru-paru,
39
sakit mata, hilang kesadaran, gatal-gatal, bisul,kanker payudara,
memperlancar proses melahirkan, bengkak, penyakit dalam, loyo,
muntah-muntah, penghitam rambut, reumatik,ngilu-ngilu, memperlancar
pencernaan, ginjal, dan diabetes. Tanaman obat tersebut dipergunakan
secara tunggal atau secara majemuk (ramuan dibuat dengan kombinasi
beberapa jenis tanaman obat tertentu).
Table 1. Daftar Tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat
kecamatan Tompobulu kabupaten Gowa
No Nama Ilmiah
Nama Lokal Bagian yang digunakan
Bahan Tambahan
Cara Penggunaan Kegunaan
1 ( Imperata cylindrica (L.) Beauv.)
Alang-alang, Bendrong
Akar Dimasak,diminum Panas dalam
2 (Persea americana P. Mill.)
Alpukat , Alpoka
Daun Daun muda
- Dimasak, diminum Demam, tekanan darah tinggi Diare
3 (Pterocarpus indicus Willd.(1802)
Angsana Campaga
Kulit kayu Direbus, dikumur Direbus, minum
Sariawan Diare, Migren
4 (Ficus septicum Burm.b.) Awar-awar Tobo-tobo
Daun - Daun cemangi + Daun ubi kayu + minyak tanah
Ditempelkan Diremas, diurutkan
Demam, sakit perut Pencegah tipes
5 (Bambusa sp.) Bambu kuning Pucuk daun Daunt obo-tobo + daun sirih
Diremas, Ditempelkan
Sakit kepala
6 (Ageratum conyzoides L.)
Bandotan Ruku-ruku bembe
Daun Dimasak,diminum Sakit perut, maag
7 (Allium cepa var. aggregatum L.)
Lasuna Eja Umbi lapis - Diparut, ditempelkan Sakit perut dan kepala
8 (Allium sativum L.) Bawang putih
Umbi lapis Diparut, ditempelkan Gusi bengkak
9 (Aceratium oppositifolium DC.)
Belimbing hutan Bainang lompo
Daun Dimasak, diminum Tekanan darah tinggi
40
10 Benalu kayu Kame cui Semua Direbus, diminum Kurang nafsu makan, sariawan
11 (Benincasa hispida (Thunb,) Cogn.)
Bligu Boyo’ laba
Buah Diparut,diminum Tipes, demam
12 (Tinospora crispa (L.) Miers.hen jin t)
Brotowali Tambara pai
Batang Direbus,diminum Penyakit dalam
13 (Antidesma bunius (L.) Spreng.)
Buni Bu’ne
Getah Sakit gigi
14 (Syzygium aromaticum (L.) Merr. & L. M. Perry)
Cengkeh
Buah Ditumbuk, ditempelkan
Sakit gigi
15 (Kalanchoe pinnata (Lam.) Pers.)
Cocor bebek Tawara
Daun - Beras -
Ditumbuk, ditempelkan Ditempelkan
Kanker payudara, Meyegarkan ibu dan demam anak” Sakit kepala
16 (Syzygium cumini (L.) Skeels)
Coppeng / duwet Rappo ballo
Kulit batang Dimasak, diminum Tekanan darah tinggi
17 (Acalypha hispida Burm.F)
Ekor kucing
Bunga Dimasak, diminum Cacingan
18 (Justicia gendarussa Burm.)
Gandarusa Kaddoro buku
Daun Daun mece-mece
Dimasak, diminum Rematik
19 (Zea mays L.) Jagung
Buah Dimasak, dimakan Gula
20 (Zingiber officinale Rosc.)
Jahe Laiya
Rimpang - Beras
Diparut, ditempelkan
Sakit kepala, tipes, sakit perut
21 (Psidium guajava L.) Jambu batu
Daun Dikunyah, diminum Diare
22 (Anacardium occidentale L.)
Jambu monyet Kulit batang Dimasak, diminum Diare
23 (Jatropha curcas L.) Jarak pagar, Tangan –tangan kanjoli
Getah Dioleskan Diusapkan dilidah
Sakit gigi Penambah napsu makan
24 (Citrus aurantifolia (Christm.) Swing)
Jeruk Nipis
Air Bawang merah + ragi, Daun mudanya Air + gula
Dihaluskan, rebus, urut Digosokkan Diminum
Demam Sakit kepala Pelangsing, batuk
25 (Phaseolus radiatus L.) Kacang ijo Tiboang caddi
Daun Diremas,diteteskan Luka luar
26 (Sauropus androgynus (L.) Merr.)
Daun Dimasak Penambah asi
27 Kayu Cina Getah - Diteteskan Luka luar
41
( Dacrydium elatum Wall.) Tammate Kulit kayu Dimasak,diminum Penyakit dalam
28 (Datura suaveolens Humb.)
Kecubung gunung, Katuk
Bunga Dihirup Asma
29 (Cocos nucifera L.) Kelapa , Kaluku
Air - Gula merah + garam Kuning telur
Diminum Keracunan, loyo Muntah-muntah, Penyakit dalam, Magh
30 (Moringa oleifera Lam) Kelor
Daun air Dimasak, dimakan Penambah asi, mata
31 (Hibiscus rosa-sinensis L.)
Kembang sepatu
Bunga, akar Dimasak, diminum Keputihan
32 (Aleurites moluccana (L.) Willd)
Kemiri , Sapiri
Daun Buah Getah Batang
Daun kapuk + lumut batu - - -
Dihaluskan,diusap Dipijat dileher Diolesi Dimasak, diminum
Perlancar kelahiran Batuk penghitam rambut Sariawan Panas dalam
33 (Cassia alata L.)
Ketapeng Cina Kiti-kiti
Daun Kapas lompo Diremas, dioleskan Paru
34 (Orthosiphon stamineus Benth.)
Kumis Kucing Leko sumi nyaong
Daun Daun
- Kunyit batang
Dimasak, diminum Kencing batu Jantung
35 (Curcuma caesia Roxb.) Kunyit hitam Ba’ra le’leng
Rimpang Santan Diparut, diminum Paru-paru, tipes
36 (Arcangelisia flava Merr) Kunyit kuning
Rimpang Santan Kemiri Santan + jeruk nipis
Diparut, ditempelkan Gatal-gatal Cacar Benkak Penyakit dalam
37 (Sechium edule (Jacq.) Sw.)
Labu Siam
Buah - Diparut, diminum Diparut dioleskan
Darah tinggi Hilang kesadaran
38 (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit)
Lamtoro/ petai cina Kopi kupang
Biji Air hangat Dikeringkan, disangrai, ditumbuh, diminum
Penyakit dalam
39 (Aloe vera L.) Lidah buaya Getah - Diteteskan Dioleskan
Sakit gigi Luka luar
40 (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.)
Mahoni Buah Biji Daun
- Dimasak,diminum Dimasak,diminum Dimasak,diolesi
Asma Demam Gatal-gatal
41 (Aegle marmelos (L.) Corr)
Maja , Bila Daun Dimasak, diminum Darah tinggi
42
42 Mangga macan Daun Dimasak,diminum Darah tinggi
43 (Phyllanthus niruri L.) Meniran Srmua Dimasak, dikumur-kumur
Sakit gigi
44 (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd)
Miyana Daun Direbus, minum Demam
45 (Impatiens platypetala) Pacar banyu Risik (bungan Basah)
Semua Ditumbuk, oleskan Mau melahirkan
46 (Drynaria rigida) Barang-barang Batang - Kunyit + kemiri
Diparut,dioleskan Bengkak Cacar
47 (Momordica charantia L.) Pare, Paria Daun Ditumbuk, digosok Demam
48 (Centella asiatica L. Urban)
Pegagan Ta’dung-ta’dung balao
Daun Diremas-remas,ditempelkan
Pusing-pusing Ngilu,capek
49 (Carica papaya L.) Pepaya Tangan-tangan
Daun muda Dimasak, diminum Demam,asma,obat dalam,tipes,sakit kepala, gula
50 (Areca catechu L.) Pinang , Rappo Buah Buah setengah tua
Dimasak, dikumur-kur Dimasak, diminum
Sakit gigi Asma
51 (Musa paradisiaca) Pisang , Unti Bunga Buah
Dimasak, makan Penambah air susu Melancarakan pencernaan
52 (Musa brachycarpa Back)
Pisang batu Unti batu
Batang pohon muda
Gula merah Direbus,diminum Penyakit dalam
53 ( Alstonia scholaris R.Br. )
Pulai
To’ba rita
Getah Batang
Ditempelkan Dimasak, diminum
Sakit gigi Demam
54 (Rubus occidentalis L.) Rasbery hitam Garuta
Buah Makan Gatal-gatal
55 ( Abrus Precatorius, Linn.)
Saga Bilalang
Getah Diteteskan Sakit gigi
56 (Andrographis paniculata Nees)
Sambiloto
Daun muda - Direbus,diminum Sakit perut
57 (Cymbopogon nardus L. Rendle)
Sereh
Akar Daun
Garam Dimasak, diminum Penambah nafsu makan, sakit gigi Penyakit dalam
58 (Sida rhombifolia L.) Sidaguri La’lupang
Daun Ditumbuk,ditempelkan
Bisul
59 (Piper betle L.) Sirih Daun Direbus, diminum Direbus,dicelupkan
Sakit perut,maag, bau badan Sakit mata
43
60 (Piper crocatum Ruiz & Pav.)
Sirih merah
Akar Dimasak, diminum Sakit magh
61 (Annona muricata L.) Sirsak Srikaya balanda
Daun Direbus,diminum Dihaluskan,diusap
Demam, tekanan darah tinggi Kanker payudara
62 (Lantana camara L.)
Tahi ayam/ telekan Gandi-gandi
Daun muda - Diremas, diperas, diteteskan Dimasak,diminum Diremas, diurutkan
Luka luar Darah tinggi,obat kuat, magh Demam
63 (Colocasia gigantea (Blume) Hook f.)
Talas
Getah Dioleskan Luka luar
64 (Catharanthus roseus (L.) G. Don)
Tapak darah
Daun,akar Dimasak, diminum Rematik
65 (Curcuma aeruginosa Roxb.)
Temu hitam
Rimpang Air + kuning telur ayam kampong, Air Sirih
Parut, minum Ambeyen Tipes, penyakit kuning, ginjal Batuk berdarah
66 Temu kuning Santan + gula merah
Parut, masak, minum
Sakit perut, magh
67 (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Temulawak
Rimpang Diparut, diminum Mengecilkan perut
68 (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe)
Temu putih Rimpang Diparut, diusapakan Kanker payudara
(Kleinhovia Hospita) Timoho Paliasa
Daun Dimasak, diminum Penyakit kuning, melancarkan air kencing, penyakit dalam, ginjal
69 (Cucumis sativus L.) Mentimun Timun
Buah Dimakan Darah tinggi
70 (Solanum lycopersicum L.)
Tomat
Buah Dimakan Sariawan
71 (Manihot esculenta Crantz)
Ubi kayu Lame kayu
Daun Bawang merah + minyak tanah
Ditumbuk, diurutkan Demam
72 (Graptophyllum pictum, (Linn), Griff.)
Ungu Raung Kayu Le’leng
Daun Bawang merah,merica,minyak kelapa
Ditumbuk, oleskan Diurut
Mau melahirkan Tipes
73 (Ageratum sp.) Wedusan Botto-botto
Daun Diremas, diurutkan Demam
44
Pemanfaatan pengobatan tradisional oleh masyarakat tompobulu
ini tidak terlepas dari salah satu faktor yaitu masih kurangnya sentra-
sentra kesehatan yang tersedia di daerah tersebut, sehingga sebagian
masyarakat masih mempercayakan masalah kesehatannya kepada
dukun (sanro) setempat atau mengobati diri sendiri berdasarkan
pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini juga sangat didukung oleh kondisi
daerah yang terletak di dataran tinggi dan tanah yang subur sehingga
keanekaragaman tumbuhannya cukup tinggi.
Dari beberapa spesies dalam tabel di atas terlihat bahwa adanya
keberagaman habitus tumbuhan mulai dari pohon, semak, herba, rumput,
dan liana. Tetapi habitus berupa pohon dan perdu lebih mendominasi
daripada yang lain. Habitus tumbuhan obat yang berupa pohon dan
perdu misalnya seperti Mangifera Indica, Pterocarpus indicus, bambusa
sp, Psidium Gudjava, Anacardium occidentale,Dacrydium elatum,
swietenia mahagoni, Cocos nucifera, Moringa oleifera, carica papaya,
Musa paradisiaca, Musa brachycarpa, anonna muricata, areca catechu,
dan lain-lain. Habitus tumbuhan obat yang berupa semak antara lain :
antidesma bunius, syzgium aromaticum, acalypha hispida, gandarusa,
rubus occidentalis, jatropa curcas, citrus aurantifolia, hibiscus rosa
sinensis, dan lain-lain. Habitus tumbuhan obat yang berupa herba
misalnya seperti: orthosiphon stamineus, archangelisia flava, aloe
vera,kalanchoe pinnata, dan lain-lain. Sedangkan habitus tumbuhan yang
45
berupa liana misalnya pada sechium edule, piper betle,piper crocanum
dan lain-lain
Adapun bagian tumbuhan obat yang biasa dipergunakan adalah
akar, daun, batang, kulit kayu, buah, umbi, rimpang atau hanya getahnya
saja. Bagian terbanyak yang digunakan adalah daunnya baik daun muda,
daun dewasa atau masih dalam bentuk tunas. Tumbuh-tumbuhan yang
dipergunakan ini bisa dalam bentuk tunggal (satu tumbuhan saja) atau
dicampur dengan tumbuhan yang lain.
Daun tumbuhan yang dipergunakan secara tunggal misalnya daun
Persea americana (alpukat) terutama daun muda untuk mengobati
penyakitb demam, diare dan tekanan darah tinggi. Caranya yaitu hanya
dengan merebus beberapa lembar daun dalam air lalu diminum.Daun
Centella asiatica (pegagan) oleh masyarakat setempat dipergunakan
untuk mengobati keluhan pusing kepala, ngilu-ngilu dan capek caranya
yaitu cukup dengan diremas-remas lalu ditempelkan pada organ yang
sakit. Daun Ageratum conyzoides (bandotan) dengan cara yang sama
juga bisa untuk mengobati penyakit maag dan sakit perut. Selain itu
daun Aceratium oppositifolium bisa dimanfaatkan untuk menurunkan
tekanan darah. Penyakit diare dan hipertensi adalah 2 penyakit yang
termasuk 10 penyakit yang paling sering diderita oleh masyarakat
Kecamatan Tompobulu. Selain dengan daun alpukat, untuk mengobati
diare masyarakat Tompobulu juga menggunakan daun-daun dari
46
tumbuhan Psidium guajava (jambu biji), dan kulit batang Anacardium
occidentale (jambu monyet). Sedangkan untuk racikan yang
mempergunakan beberapa macam tumbuhan misalnya bisa dilihat pada
penggunaan daun Kalanchoe pinnata (cocor bebek) dicampur beras
untuk mengobati kanker payudara serta meringankan sakit kepala,
caranya daun cocor bebek dicampur beras lalu ditumbuk dan
ditempelkan pada bagian yang sakit. Selain itu untuk memperlancar
proses kelahiran anak, sanro biasanya meracik Aleurites molluccana
(kemiri) dicampur daun kapuk dan beberapa lumut tertentu yang digiling
halus dan diusap pada bagian perut. Mengenai hal ini belum ada studi
ilmiah tentang kandungan-kandungan yang ada pada racikan tersebut
sehingga mampu memperlancar proses kelahiran, tetapi masyarakat
setempat sangat mempercayainya. Mungkin karena bahan-bahan yang
terdapat dalam racikan tersebut berkonotasi licin (dalam kehidupan
sehari-hari) sehingga diasumsikan bisa memperlicin jalan lahir. Hal yang
sama terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia, banyak berkembang di
masyarakat kita bahwa menjelang persalinan seorang ibu biasanya
dianjurkan untuk minum minyak goreng karena memiliki konotasi lancar
dan licin, tetapi secara ilmiah hal tersebut sama sekali tidak berguna.
Terkecuali mungkin atas pertimbangan psikologis sang ibu.
Bagian lain dari tumbuhan yang banyak dipergunakan adalah
buah, dari tabel di atas bisa dilihat misalnya buah pada tumbuhan
47
mahoni (Swietenia mahagoni) untuk mengobati penyakit asma, caranya
sangat sederhana yaitu dengan merebus buah tersebut dan air hasil
rebusannya diminum. Selain mengobati asma, ternyata biji dan daunnya
bisa dimanfaatkan masing-masing untuk menurunkan demam dan gatal-
gatal; buah mentimun (Cucumis sativus) dan labu siam ( Sechium edule)
untuk mengobati penyakit darah tinggi; buah tomat (Solanum
lycopersicum) untuk mengobati sariawan; buah pinang (Areca catechu)
untuk mengobati sakit gigi; buah pisang (Musa paradisiaca) untuk
melancarkan pencernaan; dan buah bligu (Benincasa hispida) untuk
mengobati penyakit tipes dan demam.
Bagian batang tumbuhan tertentu juga dipergunakan sebagai
bahan dalam racikan obat tertentu. Yang biasa dipakai adalah kulit
batangnya misalnya pada tumbuhan duwet (Syzgium cumini) untuk
mengobati penyakit tekanan darah tinggi; kulit batang tumbuhan Angsana
(Pterocarpus indicus) untuk mengobati penyakit sariawan, migren, dan
diare; kulit batang kayu cina (Dacridium elatum) untuk mengobati
penyakit-penyakit dalam; kulit batang tumbuhan jambu monyet
(Anacardium occidentale) untuk mengobati penyakit diare; Selain kulit
kayunya, pada bagian batang kadang-kadang hanya diambil getahnya
saja misalnya batang jarak pagar (Jatropa curcas) dan getah tumbuhan
Pulai (Alstonia scholaris) untuk mengobati penyakit gigi; getah kayu cina
(Dacridium elatum) dan getah talas (Colocasia gigantea) untuk mengobati
48
luka di kulit. Sedangkan batang tumbuhan yang dipergunakan secara
utuh adalah batang tumbuhan brotowali (Tinospora crispa) yang
bermanfaat untuk mengobati penyakit-penyakit dalam.
Selain daun, buah, batang, maka bagian akar juga banyak
dimanfaatkan sebagai obat. Hal ini bisa ditemukan pada tumbuhan alang-
alang (Imperata cylindrica) untuk mengobati panas dalam; akar tumbuhan
kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis) dipakai untuk mengobati
penyakit keputihan pada wanita; akar tumbuhan tapak dara
(Catharanthus roseus) untuk mengobati penyakit reumatik; dan akar
tumbuhan sirih merah (piper crocatum) untuk mengobati penyakit sakit
maag.
Tumbuhan temu-temuan juga banyak dimanfaatkan sebagai
tanaman obat. Hampir semua responden yang diwawancarai pernah
menggunakan setidaknya 2 macam temu untuk mengobati penyakit
tertentu. Temu yang banyak dipergunakan misalnya kelompok kunyit,
baik kunyit kuning atau putih. Kunyit ini memiliki banyak manfaat
diantaranya untuk mengobati sakit perut berlebihan, atau untuk penyakit
yang tergolong berat seperti kanker payudara.
Beberapa penduduk penderita kanker yang diwawancarai lebih
memilih pengobatan tradisional yang dilakukan oleh sanro setempat.
Alasan pertama karena tidak mau dioperasi dan tentu saja permasalahan
ekonomi sebagai gambaran, jika menggunakan pengobatan medis maka
49
biaya yang pengobatan bisa jutaan rupiah, sedangkan bila berobat pada
sanro maka biaya berkisar 700-800 ribu saja. Selain menggunakan kunyit
putih (Curcuma zedoria), penyakit kanker payudara diobati dengan
menggunakan daun cocor bebek ( Kalanchoe pinnata) yang ditumbuk
dan ditempelkan pada area yang sakit. Tumbuhan lain yang biasa
digunakan untuk mengobati kanker adalah dengan menggunakan daun
sirsak (Annona muricata) , tumbuhan obat yang satu ini memang sudah
popular sebagai obat sakit berbagai macam kanker.
B. Peranan Sanro Dalam Masyarakat Kecamatan Tompobulu.
Keterbatasan akses kesehatan di kecamatan Tompobulu seperti
puskesmas, klinik klinik kesehatan menyebabkan masyarakat memilih
alternatif lain untuk mengatasi permasalahan kesehatannya. Salah
satunya adalah dengan menggunakan sistem pengobatan tradisional.
Sebagian masyarakat mempercayakan masalah kesehatannya pada
dukun (sanro), ini sangat umum terjadi pada masyarakat di desa-desa
atau kelurahan yang terdapat pada kecamatan Tompobulu. Dalam
kehidupan masyarakat tradisional, apabila seseorang memiliki
pengetahuan tentang pengobatan tradisional, maka dengan sendirinya
yang bersangkutan akan mendapatkan pengakuan status sosial yang
lebih tinggi dengan istilah dukun kampung. Pengetahuaan tentang obat-
obat tradisional dijaga kerahasiaannya dan hanya disampaikan secara
50
turun-temurun, serta sulit disampaikan secara bebas. Sanro yang ada di
kecamatan Tompobulu umumnya yang mempunyai pengetahuan tentang
pengobatan tradisional dan sudah berumur diatas 50 tahun sehingga
dikhawatirkan tidak ada generasi penerus yang memahami tentang
pengobatan tradisional dan akibatnya kesinambungan penggunaan obat
tradisional yang sudah dipakai akan terputus. Pada masyarakat
kecamatan Tompobulu dikenal 3 macam sanro yaitu: sanro pamanak
(dukun beranak), sanro pauruk (dukun ahli patah tulang), dan sanro
pakballe/biasa (memiliki keahlian mengobati penyakit dalam dan
sejenisnya).
Metode pengobatan yang dilakukan sanro untuk mengobati
penyakit para pasien pada umumnya adalah metode tradisional yang
telah di dapatkan secara turun temurun dari keluarga para sanro. Dari
hasil wawancara dengan beberapa sanro bahkan menyebutkan jika
pengetahuan-pengetahuan tentang pengobatan didapatkan dari mimpi
atau bisikan sehingga bisa jadi antara satu pasien dengan pasien yang
lain akan diterapkan cara pengobatan dan bahan yang berbeda meskipun
penyakitnya sama. Tetapi intinya jika ada pasien yang datang kepada
sanro, para sanro akan menerima mereka dengan senang hati,
memberikan pelayanan yang membuat para pasien senang.
Jika pasien datang ke rumah sanro untuk berobat, maka
pengobatan secara tradisional dilakukan di rumah sanro. Tapi
51
kadangkala para sanro di panggil ke rumah pasien atau di rumah sakit
tentunya dijemput oleh keluarga pasien untuk mengobati pasien di
rumahnya sendiri/rumah sakit. Selama ini, menurut pengakuan beberapa
sanro yang diwawancarai belum pernah ada pasien yang berobat kepada
sanro kemudian sembuh dan datang lagi berobat berobat kepada sanro
bersangkutan dengan penyakit yang sama. Jika ada pasien yang tidak
bisa diobati oleh para sanro, biasanya para sanro akan mengarahkan ke
puskesmas atau pustu setempat. Menurut para sanro, semua penyakit
ada obatnya, dan semua tumbuhan yang ada di sekitar kita merupakan
bahan obat yang bermanfaat untuk semua penyakit. Tapi diantara
semua tumbuahan hanya sedikit saja yang diketahui fungsi dan
manfaatnya.
Biasanya jika ada pasien yang berobat, para sanro menyiapkan
sendiri obatnya, tumbuhan obat biasanya diambil dari alam sekitar, baik
langsung dari hutan maupun dipinggir-pinggir jalan kampung, di ladang
atau di ambil dari pekarangan rumah. Beberapa sanro membudidayakan
tanaman obat secara sederhana sehingga bila diperlukan tidak perlu
jauh-jauh mencari bahannya.
Pengambilan bahan ini dilakukan apabila ada anggota masyarakat
yang sakit atau untuk dikeringkan dan disimpan sebagai cadangan obat
bagi keluarga atau masyarakat yang memerlukannya. Penyimpanan ini
biasanya dalam bentuk utuh atau racikan dari satu jenis tumbuhan obat,
52
biasanya dalam bentuk minyak obat yaitu racikan tumbuh-tumbuhan
tertentu yang dicampurkan minyak kelapa. Hampir semua sanro yang
ada dilokasi penelitian membuat racikan berupa minyak obat untuk
mengobati berbagai macam penyakit. Minyak ini kebanyakan dipakai
sebagai obat luar saja. Sangat jarang digunakan sebagai obat dalam. Hal
berbeda yang terjadi di daerah-daerah yang terdapat di pulau Lombok
atau Bali. Racikan obat dukun (belian) yang ada di pulau Lombok, selain
tersedia dalam bentuk minyak juga mereka biasa membuat racikan
berupa bubus (semacam lulur padat yang terbuat dari campuran rempah-
rempah dan beras). Perbedaan berikutnya minyak atau bubus ini selain
sebagai obat luar juga bisa menjadi obat dalam.
Tidak semua penyakit dapat disembuhkan oleh para sanro,
biasanya sesuai dengan keahlian masing-masing. Misalnya sanro
pamanak (Dukun beranak) memiliki keahlian untuk proses persalinan ibu
yang mau melahirkan, sanro pauruk (dukun urut) memiliki keterampilan
untuk penyakit patah tulang. Sedangkan sanro biasa/paballe (Dukun
Pengobatan) mengobati penyakit dalam, menular, dsb. Rata-rata para
sanro dalam praktek pengobatannya menggunakan do’a-do’a/mantra
yang telah dipelajari secara turun temurun. Ada do’a yang menggunakan
bahasa arab, ada juga do’a yang menggunakan bahasa daerah
setempat. Kebanyakan sanro pauruk (dukun urut) dalam praktek
pengobatannya hanya menggunakan minyak disertai do’a-do’a, tetapi jika
53
sakit korban agak parah, biasanya menggunakan ramuan herbal supaya
mempercepat proses penyembuhan patah tulang. Penggunaan do’a pada
saat pengobatan ini tidak terlepas dari kepercayaan para sanro bahwa
penyakit itu datangnya dari Allah, maka yang mampu menyembuhkan
hanyalah Allah. Di antara rahmat Allah bahwa bagaimanapun berat dan
memayahkannya suatu penyakit, namun Allah hendak memberikan bagi
seorang hamba, pasti si hamba akan diberi kemudahan mendapat obat
yang mujarab dan penyembuhan yang efektif.Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
“Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah akan menurunkan
obatnya.”(Diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim)
Sehingga tidak mengherankan jika do’a-do’a yang diamalkan pada
saat pengobatan juga mengambil juga dari ayat-ayat suci Alqur’an. Yang
menarik dari penggunaan tanaman obat untuk sanro pauruk di
kecamatan Tompobulu ini adalah beberapa rempah seperti jahe juga di
pakai dalam racikannya. Sedangkan dukun patah tulang yang ada di
pulau Lombok sangat pantang menggunakan jahe, mereka meyakini
bahwa jahe adalah salah satu media untuk memanggil roh-roh jahat.
Sehingga jika digunakan akan berbahaya bagi pasien.
54
BAB V
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukan bahwa masih banyak masyarakat
kecamatan Tompobulu kabupaten Gowa yang menerapkan pengobatan
tradisional untuk mengatasi masaah kesehatannya terutama dengan
menggunakan tumbuhan obat. Dari hasil penelitian tercatat sebanyak 73
jenis tumbuhan untuk mengobati lebih dari 30 macam penyakit diantaranya
sakit batuk, diare, luka, cacingan, demam, cacar, panas dalam, sariawan,
migren, darah tinggi, tipes, sakit kepala, maag, gusi bengkak, sakit gigi,
kurang nafsu makan, pelangsing badan, penambah ASI pada ibu menyusui,
luka luar, asma, keracunan, kencing batu, jantung, paru-paru, sakit mata,
hilang kesadaran, gatal-gatal, bisul, kanker payudara, memperlancar proses
melahirkan, bengkak, penyakit dalam, loyo, muntah-muntah, penghitam
rambut, reumatik, ngilu-ngilu, memperlancar pencernaan, ginjal, dan
diabetes.
Adapun bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dari tumbuhan obat
tersebut mulai dari akar, batang, daun, kulit kayu, bunga, buah, biji dan
rimpangnya dengan cara pengolahan yang bermacam-macam tergantung
dari jenis penyakitnya. Sebagian tumbuhan dipergunakan secara tunggal
dalam racikannya, sebagian lagi diracik dengan bahan-bahan yang lain.
55
II. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan sehubungan dengan kandungan
kimia dari setiap jenis tumbuhan tersebut walaupun sudah ada beberapa
tanaman yang diketahui kandungan kimianya namun masih perlu diuji lagi
termasuk dosis yang tepat dalam penggunaannya beserta uji klinisnya.
56
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti UR. Kajian Etnobotani dan Aspek Konservasi Sengkubak
(Pycnarrhena cauliflora (Miers.) Diels.) di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 2007.
Arifin HS. Tanaman Hias Tampil Prima. Jakarta: Penebar Swadaya. 2005. Ashar H. Etnobotani Rempah Dalam Makanan Adat Masyarakat Batak
Angkola Dan Mandailing [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 1994. Hamidu, Herna. Kajian Etnobotani Suku Buton (Kasus Masyarakat Sekitar
Hutan Lambusango Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi. (unpublik). 2009.
Kartiwa S, M Wahyuno. Hubungan Antara Tumbuhan dan Manusia dalam
Upacara Adat di Indonesia. Prosiding dan Lokakarya Nasional Etnobotani. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. 1992.
http://www. Kompas.com. 2011. Hayati ,Sulawesi Miliki Lebih dari 4.222 Jenis Flora . Kompas 14 November 2011. diakses tgl 25 maret 2013.
Martin GI. 1998. Etnobotani. M.Mohamed, penerjemah. Gland Switzerland : Kerjasama Natural History Publication (borneo), Kota Kinibalu dan World Life Fund for Nature.
Melalatoa, M.Y. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia jilid 1 & 2. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. . 1995 Rahayu, Mulyati., Fransisca, M Setyawati. 2000. Etnobotani Sambiloto,
Pemanfaatannya Sebagai Bahan Obat Tradisional Warta Tumbuhan Obat Indonesia . Volume 3 No. 1
Riswan, Soedarsono Dan Dwi Andayaningsih. Keanekaragaman Tumbuhan
Obat YanDigunakan Dalam Pengobatan Tradisional Masyarakat Sasak Lombok Barat. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 2 Juli 2008.
57
Roemantyo, HS dan A. Aliadi, 1994. Kaitan Pengobatan Tradisional dengan Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Lembaga Alam Tropika Indonesia, Bogor
Soekarman, S Riswan. Status Pengetahuan Etnobotani di Indonesia.
Prosiding dan Lokakarya Nasional Etnobotani. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. 1992.
Sukandar E Y, Tren dan ParadigmaDunia Farmasi, Industri-Klinik- Teknologi
Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB, http://itb.ac.id/focus/ focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf, diakses Januari 2013
Sumaryono,W. Strategi Pengembangan Teknologi Formulasi dan Manufactur
Obat Alami, Kasus: Temulawak, Mengkudu dan Jinten. Prosiding Seminar Nasional XXV Tumbuhan Obat Indonesia. BPTO. Tawangmangu. 2004.
Sutarjadi. Jamu Menjadi Obat Tradisional Menuju ke Fitofarmaka
Laboratorium Farmasi-Farmakonosi. Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya. 1991.
Tjitrosoepomo G. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. 1988. WHO, 2003, Traditional medicine, http://www.who.int/mediacentre/
factsheets/fs134/en/, diakses Januari 2013 Windadri, lorentina Indah Mulyati Rahayu, Tahan Uji , Himmah Rustiami.
2006. Pemanfaatan Tumbuhan Sebagai Bahan Obat Oleh Masyarakat Lokal Suku Muna Di Kecamatan Wakarumba, Kabupaten Muna, Sulawesi Utara. Biodiversitas. Volume 7, Nomor 4 Oktober 2006 Halaman: 333-339
Zuhud EAM, Ekarelawan, Riswan S. Hutan Tropika Indonesia sebagai
Sumber Keanekaragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat dalam Zuhud,E.A.M. dan Haryanto (eds.). Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan IPB – Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN). 1994.
58
LAMPIRAN
Foto-Foto Penelitian di Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
BIODATA PENULIS
Baiq Farhatul Wahidah, lahir tanggal 22 Pebruari
1975. Menamatkan studi sarjana pada program studi
Biolologi Fakultas MIPA Universitas Udayana pada
tahun 1999 dan Pasca Sarjana pada Program Studi
Biologi Universitas Gadjah Mada tahun 2004. Selepas
menyelesaikan studi, penulis mengabdikan diri sebagai
pengajar pada jurusan Biologi STKIP Hamzanwadi Selong (Lombok timur,
NTB) dan IKIP Mataram terhitung tahun 2004-2009.
Selain mengajar penulis aktif sebagai kepala Laboratorium Biologi
dan bendahara di unit PPKM (Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat) serta meneliti dibidang biologi dan pendidikan. Pada akhir
tahun 2009 penulis hijrah ke Makassar dan melanjutkan karir sebagai staf
pengajar dan dan dipercaya sebagai kepala laboratorium Biologi di UIN
Alauddin Makassar.