bab i pendahuluan - abstrak.uns.ac.id · karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah...

27
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah artefak yang merupakan benda mati, baru mempunyai makna dan menjadi objek estetik. Pemberi makna dalam suatu karya sastra adalah manusia. Pemaknaan itu menjadikan suatu karya sastra bermedium bahasa. Hal ini dikarenakan bahasa telah menjadi sebuah medium karya sastra. Selain itu, bahasa sendiri juga mempunyai arti sebagai sistem tanda. Menurut para ahli sejarah, kesusastraan Arab dibagi menjadi lima periode, yaitu zaman jahiliyah, awal Islam dan zaman Umawiyyah, zaman Abbasiyyah, zaman pemerintahan Turki, dan zaman modern (Wargadinata dan Fitriani dalam Aunillah, 2014: 2). Kesusastraan Arab modern terbagi menjadi tiga periode. Periode pertama dimulai dari tahun 1843 sampai tahun 1914, periode tersebut disebut periode terjemahan dan adaptasi. Periode kedua yaitu pada masa perang dunia pertama dan kedua. Periode tersebut digambarkan sebagai masa romantisme dan nasionalisme. Periode ketiga dimulai sejak berakhirnya perang dunia kedua sampai sekarang. Periode tersebut lebih mudah disebut sebagai masa pertarungan ideology (Badawi, 1992: 16). Berkaitan dengan penelitian ini, salah satu bentuk kesusastraan Arab yang digunakan adalah syair. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang membutuhkan pemaknaan dan pemahaman. Puisi sangat berkaitan dengan sistem tanda dan

Upload: others

Post on 19-Oct-2019

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban

manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

artefak yang merupakan benda mati, baru mempunyai makna dan menjadi

objek estetik. Pemberi makna dalam suatu karya sastra adalah manusia.

Pemaknaan itu menjadikan suatu karya sastra bermedium bahasa. Hal ini

dikarenakan bahasa telah menjadi sebuah medium karya sastra. Selain itu,

bahasa sendiri juga mempunyai arti sebagai sistem tanda.

Menurut para ahli sejarah, kesusastraan Arab dibagi menjadi lima

periode, yaitu zaman jahiliyah, awal Islam dan zaman Umawiyyah, zaman

Abbasiyyah, zaman pemerintahan Turki, dan zaman modern (Wargadinata dan

Fitriani dalam Aunillah, 2014: 2). Kesusastraan Arab modern terbagi menjadi

tiga periode. Periode pertama dimulai dari tahun 1843 sampai tahun 1914,

periode tersebut disebut periode terjemahan dan adaptasi. Periode kedua yaitu

pada masa perang dunia pertama dan kedua. Periode tersebut digambarkan

sebagai masa romantisme dan nasionalisme. Periode ketiga dimulai sejak

berakhirnya perang dunia kedua sampai sekarang. Periode tersebut lebih

mudah disebut sebagai masa pertarungan ideology (Badawi, 1992: 16).

Berkaitan dengan penelitian ini, salah satu bentuk kesusastraan Arab yang

digunakan adalah syair.

Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang membutuhkan

pemaknaan dan pemahaman. Puisi sangat berkaitan dengan sistem tanda dan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

2

makna. Sejak kelahirannya, puisi memiliki ciri khas tersendiri meski telah

mengalami perubahan dari tahun ke tahun (Waluyo: 1995). Syair merupakan

rekaman interpretasi pengalaman manusia yang penting digubah dalam bentuk

wujud yang paling berkesan (Pradopo, 1995: 7). Pengalaman dan peristiwa

penyair dapat diwujudkan dalam bentuk syair. Dengan demikian, syair

merupakan suatu bentuk ekspresi untuk membangkitkan perasaan yang

memengaruhi imajinasi panca indera. Syair dalam bahasa Arab disebut dengan

syair yang berasal dari kata sya’ara, yasy’uru yang berarti meraba, merasa,

merasakan, menyadari (Baalbaki, 2006: 513). Badr (1991: 139) menambahkan

bahwa, syair merupakan bentuk karya sastra yang menggambarkan kehidupan

sebagaimana yang dirasakan oleh penyair itu sendiri dengan mengaitkan suatu

peristiwa, perasaan, dan imajnasi.

Imajinasi diperlukan dalam menciptakan karya sastra, khususnya pada

syair. Dengan demikian, dalam sastra Arab dijelaskan bahwa imajinasi ini

tampak pada ungkapan yang berbentuk tasybi>h, majaz, istiʻa>rah, dan kinayah

(Muzakki, 2011: 82). Imajinasi merupakan daya pikir membayangkan

(berangan-angan) untuk menciptakan suatu gambaran dari suatu pengalaman

atau peristiwa (KBBI, 2008: 546). Imajinasi adalah bagian yang penting

sebagai bentuk keindahan syair. Imajinasi penyair dapat menuliskan kata-kata

indah yang dipadukan dengan penggunaan majas. Hal terpenting lainnya

adalah perasaan penyair yang diungkapkan dalam syair. Ungkapan perasaan

penyair tersebut dapat memengaruhi pembacanya, sehingga pembaca tertarik

untuk masuk ke dalam pengalaman dan keadaan penyair.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

3

Syair Ra‘syatun fil-Ufuq karya Sweilem merupakan salah satu judul

utama yang terdapat dalam antologi syair Ra‘syatun fil-Ufuq. Judul tersebut

menjadi inti dari semua syair-syair yang telah dituliskan oleh penyair. Selain

itu, antologi syair tersebut merupakan suatu bentuk cerita yang ditulis

berdasarkan pengalaman penyair. Syair ini tidak berbentuk narasi atau prosa,

namun berbentuk rangkaian suatu peristiwa.

Achmad Sweilem adalah penyair generasi enam puluhan di Mesir. Dia

lahir pada tanggal 1 Juni tahun 1942 di Pella, provinsi Kafr El-Sheikh, Mesir.

Beliau memiliki kreativitas di berbagai daerah. Sweilem mendapatkan gelar

sarjana Departemen Perdagangan pada tahun 1966. Dia menjadi seorang

direktur dan bekerja sebagai dosen pengampu mata kuliah tentang pendidikan

anak-anak di Fakultas Pendidikan Universitas Khalwan. Selain itu, dia sangat

unggul dalam menulis sesuatu yang bertemakan anak-anak. Tokoh ini juga

menjadi dewan tertinggi dalam organisasi syair di bidang budaya, sebagai

dewan Writers Union, dan Federasi Serikat Manajemen Wartawan. Achmad

Sweilem mendapatkan piagam tertinggi di bidang seni dan sastra pada tahun

1965-1966. Dia mendapat gelar Honoris Causa di California dan juga

mendapatkan piagam penghargaan pada karya syairnya yang berjudul

“Andalus” pada tahun 1997 (albabtainprize.org; kutubpdf.net).

Karya Sweilem yang berupa syair cukup banyak. Beberapa karyanya

terbit sekitar tahun 2000-an yaitu jana<cha<n ila> al-jauza<‟ (2000) dan ra‘syatun

fil-ufuq (2002). Hasil karya yang ditulis oleh Sweilem banyak bercerita tentang

anak-anak. Beberapa karya Achmad Sweilem di antaranya adalah hikayat:

chika<ya<t min alfi lailah wa lailah (1980), qishasusy sya„riyah: busta<nu al-

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

4

chika<ya<t (1996), diwa<nu ath-thifli al-„arabiy (1997), dan syair: uchibbu „an

aku<na (2001). Dia juga menulis buku-buku pelajaran, beberapa di antaranya

yaitu al-Fikri al-islamiy fi< tsaqa<fati ath-thifli al-„arabiy (1997), machmu<d sa<mi

al-ba<rudi<y (1998), syu'ara<il al-„umru al-qashi<r (2000). Selain itu, beliau juga

menulis dalam bidang sastra klasik, di antaranya adalah ru„yatun asy-syi„riyah,

al-mar‟ah fi< syi„ri al-baya<ti<y, ath-fa<luna< fi< uyaini asy-syu„ara<‟, dan

muhammad harawiy.

Sweilem adalah seorang penyair yang handal. Hal ini dibuktikan melalui

syair-syairnya yang membahas perihal politik dan sosial. Dia tidak memiliki

latar belakang Sejarawan, namun syair-syair yang ditulis dalam bidang tersebut

terlihat nyata selayaknya sejarawan. Adapun karya-karyanya yang lain yaitu

at-thari<qu wa al-qalbu al-cha<‟in (1967), al-hijrah min al-juhha<tul arba„u

(1970), al-bachtsu an ad-da<„iratil wajhu<lah (1973), al-lailu wa dza<kiratu al-

‟aura<q (1977), al-khuru<j ila> an-nahri (1980), as-safaru wa al-‟ausamah (1985),

al-athsyu al-akbar (1986), asy-syauq fi< mada<nini al-„asyqi (1987), qira<‟atun fi<

kita<bi al-laili (1989), al-a„ma<lu asy-sya„riyah (1992), az-zamanu al-‟asha<

(1996), ar-rachi<lu ila> al-muduni as-sa<hirah (1997), lizu<miya<t (1997),

mukhta<ratun sya„riyah (1999), wa masrakhi<chiyatun sya„riyah: akhna<tu<n

(1982), syahraya<r (1983), antarah (1991), al-faris (1997) (Sweilem, 2002: 105-

107).

Salah satu karya Sweilem adalah syair dengan judul Ra‘syatun fil-Ufuq

dan ketiga syair yang digunakan, yaitu lahfah, ar-riha>n, dan Ra„syatun fil-

Ufuq. tiga syair tersebut berisikan pengalaman dan perasaan penyair tentang

kehidupan secara nyata. Pada syair tersebut terdapat beberapa tema dan tidak

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

5

senantiasa menggunakan satu tema saja. Adapun beberapa bentuk ekspresif

penyair yang disajikan di antaranya adalah kebahagiaan, kesedihan,

penyesalan, dan keputusasaan. Penelitian ini menggunakan tiga syair yang

menggambarkan suatu impian dan harapan. Ketiganya menjelaskan tentang

kehidupan penyair serta lika-liku hidup yang pernah dialaminya. Semua lika-

liku kehidupan penyair ini, akhirnya memunculkan rasa penyesalan dan

pengorbanan dalam mencapai segala mimpi dan harapan penyair.

Tiga syair yang digunakan beraliran romantisme yang merupakan salah

satu aliran sastra. Aliran romatisme merupakan aliran yang mendasarkan

ungkapan perasaan sebagai dasar perwujudan, yang ungkapannya dengan

menggambarkan realitas kehidupan dalam bentuk yang seindah-indahnya

(Ka>mil, 2009: 165). Tujuan utamaaliran tersebut yaitu agar pembaca mampu

tersentuh dan terbuai emosinya, sehingga setiap gejolak atau konflik yang

ditonjolkan biasanya disusun secara dramatis dan setuntas-tuntasnya. Selain

itu, aliran ini juga berkecenderungan menggambarkan keindahan alam, bunga,

sungai, tumbuhan, gunung, daun, dan bulan. Jika kesedihan ditampilkan, akan

membuat air mata pembaca terkuras, karena aliran romantik sering dikaitkan

dengan sifat yang sentimentil (Ka>mil, 2009: 165).

Penelitian ini berjudul “Makna Tiga Syair dalam Antologi Ra‘syatun fil-

Ufuq Karya Achmad Sweilem: Kajian Semiotika Michael Riffaterre".

Penelitian dengan menggunakan objek tiga syair tersebut merupakan jenis syair

modern. Dikatakan syair modern karena karakteristik yang terdapat pada tiga

syair tersebut benar-benar tidak terikat oleh satu qa>fiyah, satu bachr, dan satu

taf‘i>lah. Tiga syair tersebut diteliti dengan menggunakan teori semiotik

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

6

Michael Riffatere, karena dalam penelitian ini akan diungkapkan makna-

makna yang terkandung di dalamnya. Adapun teori ini telah banyak digunakan

oleh para peneliti sastra, baik itu skripsi, tesis, atau bentuk penelitian ilmiah

lain di bidang sastra. Adapun tinjauan pustaka yang ditemukan berdasarkan

kajian semiotika Michael Riffaterre sebagai berikut:

Pertama, yaitu Qodaria (2011) dengan skripsi yang berjudul “Syair 25

Wardatan fi Sya‘ri Balqis dalam al-A‘mal al-Kamilah Karya Nizar Qabbani:

Analisis Semiotik”. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi tersebut adalah

pemaknaan syair dengan memanfaatkan pembahasan pada teori semiotik

Michael Riffaterre. Berdasarkan hasil penelitiannya disimpulkan bahwa 25

(dua puluh lima) kutipan syair merupakan penggambaran seorang wanita

cantik bernama Balqis. Wanita cantik tersbut dideskripsikan oleh Qodaria

memiliki sifat baik hati, mulia, luhur, agung, memiliki kepercayaan yang

tinggi, memegang teguh prinsip, gigih dalam mencapai sesuatu dan mencintai

tanah airnya, sehingga bentuk kepribadiannya dapat memberikan inspirasi bagi

orang-orang di sekitarnya.

Kedua, yaitu Darajat (2015) dengan skripsi yang berjudul “Makna Syair

“Kam Marratan Yantahi Amruna” dalam Antologi Limaza Taraktu al-Hisana

Wahidan Karya Mahmud Darwisy: Analisis Semiotik Riffaterre”.

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi tersebut yaitu makna yang

terkandung dalam syair dengan memanfaatkan teori semiotik Riffaterre.

Berdasarkan hasil penelitiannya, dapat diambil kesimpulan bahwa nasib orang-

orang Palestina yang meninggalkan tanah airnya, menjadikan mereka

kehilangan kehidupan yang layak dan damai.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

7

Ketiga, yaitu Jatmiko (2014) dengan skripsi yang berjudul “Makna Syair

“Al-Bulbulu As-Sajinu” dalam Antologi Syair Al-Kha>ma>‘ilu Karya Iliyya>

Abu> Ma>di>: Analisis Semiotik Riffaterre”. Permasalahan yang dibahas dalam

skripsi tersebut yaitu makna yang terkandung di dalam syair Al-Bulbulu As-

Sajinu dengan memanfaatkan teori semiotik Riffaterre. Berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penyair menggambarkan

keadaan pemaknaan dari negara Lebanon yang sedang mengalami penjajahan

terus menerus oleh negara lain.

Keempat, yaitu Ahsin (2015) dengan skripsi yang berjudul “Makna

Puisi “Ya> Zama>nul-Huzni fi> Bairu>ta” dalam Antologi Puisi Syai'un Sayabqa>

Bainana> Karya Fa>ruq Juwaidah: Analisis Semiotik ”. Permasalahan yang

dibahas adalah makna puisi Ya> Zama>nul-Huzni fi> Bairu>ta dengan

memanfaatkan teori semiotik Michael Riffaterre. Kesimpulan yang dapat

diambil dalam penelitian tersebut adalah gambaran keadaan Beirut pada tahun

1975 hingga 1983 yang sedang diterpa tiga konflik besar. Adapun tiga konflik

yang disebutkan adalah perang saudara Lebanon antara Islam dan Kristen,

konflik antara Israel dan Lebanon, dan konflik antara Israel dengan Palestina di

Beirut. Konflik ini menyebabkan masyarakat Beirut hidup dalam ketakutan dan

kekhawatiran.

Kelima, yaitu Arofah (2016) dengan skripsi yang berjudul “Makna Puisi

Al-Qudsu Anti Karya Syihab Muhammad: Analisis Semiotik Riffaterre”.

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi adalah makna yang terkandung

dalam syair Al-Qudsu Anti dengan memanfaatkan semiotik Michael Riffaterre

yaitu ketidaklangsungan ekspresi, heuristik, dan hermeneutik. Kesimpulan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

8

yang terdapat dalam penelitian adalah tiga hal pokok yang diungkapkan

tentang keindahan dan kemuliaan Jerussalem, kerinduan, impian, dan harapan

penduduk Palestina serta penderitaan yang telah mereka alami. Kerinduan,

harapan, dan impian seluruh penduduk Palestina adalah Jerussalem kembali

berjaya sebagaimana sebelum datangnya zionis Israel, mendapatkan kehidupan

yang damai tanpa ada kekerasan dan kekejian. Selain itu, harapan mereka

memiliki kebebasan dalam beraktivitas dan kehidupan yang lebih baik.

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, pembahasan difokuskan pada

analisis semiotik Michael Riffaterre. Adapun penelitian yang membahas

pemaknaan syair dengan memanfaatkan teori semiotika Michael Riffterre telah

banyak digunakan. Akan tetapi, penelitian terhadap tiga syair Achmad

Sweilem dalam antologi syair Ra‘syatun fil-ufuq terdapat perbedaan yaitu

terletak pada objek syair yang digunakan dan penelitian tersebut belum pernah

dilakukan. Maka, tiga syair tersebut layak untuk diteliti untuk mengetahui

makna yang terkandung di dalamnya.

Penelitian tiga syair Achmad Sweilem dalam antologi Ra‘syatun fil-ufuq

dengan menggunakan teori semiotik. Semiotika (semiotics) adalah ilmu yang

mempelajari lambang-lambang dan tanda-tanda (Kridalaksana, 2011: 219).

Pengertian tanda ada prinsip, yaitu penanda (signifier) atau yang menandai,

yang merupakan bentuk tanda, dan petanda (signified) atau yang ditandai, yang

merupakan arti tanda (Pradopo, 2014: 123). Teori semiotik dalam penelitian

ini digunakan untuk mengartikan tanda-tanda atau simbol yang digunakan

dalam pengungkapan kata atau isyarat baik itu secara verbal maupun non

verbal. Semiotik juga digunakan untuk mempresentasikan makna-makna yang

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

9

dikodifikasikan (Danesi, 2011: 5). Seperti halnya satu kata yang digunakan

dalam ekspresi merupakan bahasa kiasan yang merujuk pada kondisi

emosional tanpa harus menyebutkan secara gamblang, pengungkapan hanya

menggunakan tanda atau simbol. Tanda merupakan segala sesuatu-warna,

isyarat, kedipan mata, objek, dan lain-lain yang mempresentasikan sesuatu

yang lain selain dirinya (Danesi, 2011: 6).

Adapun konsep dan teori yang digunakan oleh Riffaterre lebih

mengkhususkan pada pemaknaan syair secara semiotik, sehingga

memungkinkan adanya ruang untuk menginterpretasikan makna dalam

penelitian ini. Pemaknaan syair menurut Michael Riffaterre dalam bukunya

Semiotic of Poetry (1978) mengemukakan empat hal pokok dalam pemaknaan,

yaitu: pertama, syair merupakan bentuk ketidaklangsungan ekspresi yang

disebabkan beberapa hal, yaitu: a) penggantian arti (displascing of meaning);

b) penyimpangan arti (distoring of meaning); dan c) penciptaan arti (creating

of meaning). Kedua, pembacaan heuristik dan hermeneutik atau Retroaktif.

Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasar struktur kebahasaannya atau

secara semiotik adalah berdasarkan sistem semiotik tingkat pertama.

Pembacaan hermeneutik dipakai untuk mendapatkan arti yang sebenarnya

sesuai dengan yang dikehendaki oleh penyair atau berdasarkan konvensi

sastranya (Pradopo, dkk, 2001: 71, 80). Ketiga adalah matriks, hal ini

digunakan untuk mendapatkan makna syair secara lebih dalam dengan mencari

tema masalah yang terkandung dalam syair tersebut. Keempat, hipogram

adalah teks yang menjadi latar belakang terciptanya karya sastra tersebut

(transformasi dari teks lain) (Riffaterre dalam Pradopo, dkk, 2001: 78).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

10

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca

dalam memahami syair Ra‘syatun fil-ufuq dan menambah wawasan penelitian

tentang kajian semiotika Michael Riffaterre. Kemudian pemaknaan terhadap

tiga syair Achmad Sweilem dalam antologi syair Ra‘syatun fil-Ufuq dapat

memberikan pengaruh kepada pembaca untuk memahami perasaan yang

sedang dialami oleh penyair.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang

dirumuskan dalam dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana struktur teks tiga syair dalam antologi syair Ra‘syatun fil-

Ufuq karya Achmad Sweilem menurut teori struktural model Farhud?

2. Bagaimana makna tiga syair dalam antologi syair Ra‘syatun fil-Ufuq

karya Achmad Sweilem menurut teori semiotika Michael Riffaterre?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan hasil penelitian yang

jelas, adapun tujuan yang ingin dicapai, di antaranya:

1. Menguraikan struktur teks tiga syair dalam antologi syair Ra‘syatun

fil-Ufuq karya Achmad Sweilem berdasarkan teori struktural model

Farhud.

2. Memaknai tiga syair dalam antologi syair Ra‘syatun fil-Ufuq karya

Achmad Sweilem berdasarkan teori semiotika Michael Riffaterre.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

11

D. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ini dimaksudkan agar pembahasan lebih jelas dan

terarah, sehingga dalam penelitian ini tidak terdapat pembahasan yang meluas,

adapun pembatasan yang dikehendaki oleh peneliti, adalah sebagai berikut:

1. Struktur teks tiga syair dalam antologi syair Ra‘syatun fil-Ufuq karya

Achmad Sweilem.

2. Makna semiotik melalui pembacaan heuristik dan hermeneutik

terhadap tiga syair dalam antologi syair Ra‘syatun fil-Ufuq karya

Achmad Sweilem.

E. Landasan Teori

1. Pengertian Puisi (Syair)

Puisi merupakan salah satu hasil karya sastra yang dapat dikaji dari segala

aspeknya, dan puisi adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam

unsur. Adapun puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan

perubahan konsep estetiknya (Riffaterre dalam Pradopo, 2014: 12). Puisi

merupakan karya estetis yang bermakna, memiliki arti, dan bukan karya tanpa

makna (Pradopo, 2014: 3). Maka, dalam puisi digunakan kata-kata yang bukan

sebenarnya, dengan tujuan suatu hasil karya sastra yang paling utama adalah

untuk mencapai aspek keindahan dan estetikanya. Selain itu, pemaknaan

seharusnya dilakukan agar karya tersebut dapat dipahami dengan mudah apa

yang disampaikan oleh penyair.

Syair merupakan bagian dari kehidupan yang diceritakan oleh seorang

penyair dari perasaan-perasaan dan ide-idenya yang mengandung hikmah dan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

12

pelajaran sebagai bentuk hiburan bagi pembaca (Dhoif, 1971: 9). Syair menjadi

salah satu seni dalam bentuk ucapan yang mengemas suatu kejadian atau

peristiwa dengan menggunakan majas (Kamil, 1984: 210). Oleh karena itu,

syair banyak dibuat dari bentuk-bentuk ucapan yang diaplikasikan dalam

bentuk tulisan dengan menggunakan gaya bahasa yang indah. Syair berasal

dari bahasa Arab yaitu syi„run merupakan bentuk masdar dari kata sya„ara,

yasy„uru yang berarti meraba, merasa, merasakan, menyadari (Baalbaki, 2006:

513). Syair juga menjadi salah satu bentuk karya sastra yang beraspek

keindahan dengan menggunakan bahasa kiasan. Maka, pembaca dapat

memberikan makna pada syair tersebut dan memahami isi syair yang berasal

dari pengalaman penyair.

Syair pada masa lampau memiliki pengertian yang lain yaitu suatu ucapan

atau perkataan yang harus memiliki wazan dan qafiyah (sajak) (Jami<„atul

Ima<m Muhammad Ibnu Su„u<d, 1990: 16). Dua hal tersebut menjadi ciri

pembeda yang dimiliki oleh syair dengan karya sastra yang lainnya. Menurut

Ahmad Sya>yib (dalam Kamil, 2009:10) syi‘r atau puisi Arab adalah ucapan

atau tulisan yang memiliki wazan atau bahr (mengikuti prosodi atau ritme

gaya lama) dan qa>fiyah (rima akhir atau kesesuaian akhir baris/satr) serta unsur

ekspresi rasa dan imajinasi yang lebih dominan dibanding prosa. Adapun hal-

hal khusus yang dimiliki oleh syair, di antaranya: (1) al-i>qa>‟ yaitu kata-kata

yang diatur dengan dentingan musik; (2) al-uslu<b yaitu gaya bahasa dalam

penulisannya yang disesuaikan dengan imajinasi. Selain itu dalam al-uslu<b atau

gaya bahasa terdapat istilah lughatusy syi‘ir (bahasa syair), bahasa tersebut

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

13

digunakan untuk mengungkapkan makna-makna yang ada di dalam hati

penyair (Badr, 1991: 139).

Berdasarkan sejarah syair, syair memiliki beberapa jenis, di antaranya: (1)

asy-syi„rul wijda<niy yaitu syair yang mengungkapkan pengalaman dan

perasaan penyair, jenis syair ini menjadi lebih indah jika terdapat perasaan

yang mendalam dari si penyair, penggambaran seni yang indah, kata-kata yang

jelas, ungkapan-ungkapan yang indah, dan irama yang menyentuh; (2) asy-

syi„rul qasha<siy yaitu syair yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa

sejarah (Badr, 1991: 147); (3) asy-syi„rut tamtsiliy yaitu syair yang memiliki

bentuk seperti drama dan unsur-unsurnya mirip unsur drama dengan

menambahkan irama syair di dalamnya; (4) asy-syi„rut ta„li<miy yaitu syair

yang memiliki unsur yang sama namun tidak ada unsur imajinasi dan perasaan.

Syair ini berkaitan dengan pengetahuan (Badr, 1991: 149).

Berdasarkan bentuknya, syair Arab dibagi menjadi 3 yaitu: (1) syi‘r

multazam, yaitu syair yang terikat dengan aturan wazan dan qa>fiyah; (2) Syi‘r

mursal, yaitu syair yang terikat dengan satuan rima (taf‘ila>t), tetapi tidak

terikat dengan aturan wazan dan qa>fiyah (Muzakki, 2011:56); dan (3) Syi‘r

churr, yaitu syair yang tidak sama sekali terikat dengan aturan wazan maupun

qa>fiyah (Muzakki, 2011:57). Syi‘r churr (syair bebas) adalah pusi yang tidak

terikat dengan prosodi gaya lama atau aru>d (wazan atau bachr) dan qa>fiyah,

yang secara bentuk terkadang mendekati gaya prosa sastra dan enjambemen

(susunan bait)-nya tidak dalam bentuk qasi>dah (dua bait sejajar), tetapi

tersusun ke bawah. Selain itu, Syi‘r churr sering disebut juga dengan sebutan

as-syi‘r al-mansu>r (syair yang diprosakan) atau al-qasi>dah an-natsariyyah

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

14

(sajak keprosa-prosaan) (Kamil, 2009: 16). Secara umum Syi‘r churr terbagi

menjadi tiga yaitu: (1) syair yang menggunakan satu bachr tertentu dalam satu

bait (satr)-nya sementara dalam bait yang lain menggunakan bachr lain (Kamil,

2009:16); (2) jenis syair yang menggunakan satu taf‘ilah (kaki sajak); dan (3)

syair yang memang benar-benar tidak lagi terikat sama sekali oleh satu

qa>fiyah, satu bachr, dan satu taf‘ilah sekalipun dalam bait-baitnya (Kamil,

2009: 17).

2. Pendekatan Struktural

Struktur berarti sebuah bentuk keseluruhan yang kompleks (complex

whole). Setiap objek atau peristiwa adalah pasti sebuah struktur, yang terdiri

dari berbagai unsur, yang setiap unsurnya tersebut menjalin hubungan. Struktur

memiliki ide keseluruhan, struktur memilki ide transformasi, dan struktur

memiliki ide mengatur diri sendiri (Siswantoro, 2010: 13).

Strukturalisme merupakan suatu hal yang paling tuntas apabila yang

dianalisis adalah keseluruhan sajak, yang unsur-unsur atau bagian-bagiannya

saling berjalinan (Hawkes dalam Pradopo, 2005: 127). Salah satu aspek studi

sastra yaitu strukturalisme yang mengaplikasikan analisis dari peran pembaca

dalam memproduksi makna, sehingga dengan cara itu karya-karya sastra

memperoleh efek-efeknya dengan mempertahankan atau mematuhi harapan-

harapan pembacanya (Jonathan Culler dalam Kurniawan, 2001: 88).

Sebagaimana teori struktural yang akan diaplikasikan pada Tiga Syair

Achmad Sweilem dalam Syair Antologi Ra‘syatun fil-Ufuq menggunakan teori

struktural model Farhud. Objek berupa teks syair dalam penjabarannya dengan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

15

menjadikan dalam bentuk prosa setiap paragraf atau bab, Badr dalam (Sangidu,

2008:300). Metode struktural merupakan suatu metode yang digunakan untuk

membongkar unsur-unsur intrinsik yang ada pada syair (Sangidu, 2008: 296).

Dengan demikian, metode struktural yang digunakan bertujuan untuk

mengetahui unsur-unsur intrinsik pada Tiga Syair Achmad Sweilem dalam

Antologi Syair Ra‘syatun fil-Ufuq.

3. Struktural Model Farhud

Teori struktural yang diaplikasikan berdasarkan model Farhud terdapat

beberapa kesamaan dengan teori-teori struktural syair pada umumnya. Adapun

unsur-unsur yang terdapat dalam teori model Farhud yaitu:

a.) Al-Maˈna (ide)

Syair diciptakan berdasarkan gagasan atau ide yang ada pada

penciptanya. Dalam syair dapat ditemukan satu atau beberapa gagasan

yang berada di dalam wadah gagasan yang lebih besar lagi. Seperti halnya

dalam satu qashidah mengandung satu gagasan yang merupakan jabaran

dari pokok keseluruhan qashidah. Gagasan-gagasan tersebut diungkapkan

secara eksplisit seperti dalam tulisan-tulisan yang diungkapkan melalui

kode-kode yang ada dalam syair (Farhud, 1981: 99).

b.) „A<thifah (Perasaan atau Emosi)

Perasaan ini adalah sekumpulan perasaan dan emosi yang muncul

di dalam teks, baik monoton dengan rasa tunggal: sedih, gembira, atau

marah, maupun beraneka ragam perasaan yang dipindahkan oleh penyair

yang berpindah dari satu rasa ke rasa yang lain setiap kali berpindah dari

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

16

satu tujuan ke tujuan yang lain atau terbagi pada peristiwa-peristiwa dan

tokoh-tokoh secara beruntun (Badr, 1991: 208).

c.) Khaya<l (Imajinasi)

Khaya<l (imajinasi) adalah penelusuran gambaran-gambaran imajinatif

yang diciptakan oleh penyair, baik itu dia menciptakannya secara kreatif

atau sekedar meniru dari sumber-sumber imajinasinya dan pengaruhnya

terhadap kejelasan makna. Penelusuran ini tidak terbatas pada teks syair

saja melainkan dari teks yang lainnya, seperti teks prosa. Sehingga penyair

dapat menggambarkan bentuk karakter tokoh yang dia tuliskan dalam teks

syairnya (Badr, 1991: 209).

d.) Lughatusy-syi„ir (Bahasa Syair, Gaya bahasa atau Ushlu<b)

Lughatusy-Syi„ir (bahasa syair) merupakan bahasa yang digunakan

dalam penulisan syair. Adapun di dalamnya mengandung: (a) Kosa kata

yaitu berada pada kefasihannya, keluwesannya, akurasi penunjukan

maknanya, tingkat popularitas di masa kita dan kesesuaiannya dengan

tema; (b) Struktur merupakan gaya konstruksinya, tingkat kesesuaiannya

dengan kaidah-kaidah klausa bahasa Arab, panjang pendeknya, dan

kelugasan indikasinya; (c) Ketrampilan bersastra yaitu kepiawaian

pengarang dalam memilih kata, meletakkannya dalam konteks yang

memberinya petunjuk tambahan atau mengubah maknanya; dan (d) Irama

merupakan wazan-wazan yang terdapat dalam syair, kemampuan penyair

dalam menundukkannya pada pikiran-pikiran, dan kecanggihannya dalam

merasakan getaran melodinya, selain itu irama-irama internal yang

ditimbulkan oleh sambung-menyambung huruf dan kata juga dipandang

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

17

bagus. Sementara itu Uslu<b yang digunakan meliputi (a) Kosa kata yaitu

digunakannya bahasa yang sederhana, mudah dipahami, dan lazim

digunakan; (b) Struktur, digunakan oleh penyair dalam membangun

struktur-struktur kata yang bersih dari cacat bahasa dan kesalahan

sintaksis, sehingga menjadikannya singkat, padat, luwes, dan kosong dari

kata-kata pengulangan yang tidak tepat; dan (c) Kemahiran bersastra

merupakan kepiawaian penyair tampak ketika ia menggunakan kosa kata

biasa untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya,

serta memberikan daya kepuitisan tersendiri (Badr, 1991: 209).

e.) Mu<syiqasy-Syi„ir (Rima atau Irama)

Rima atau irama merupakan salah satu unsur yang tidak boleh

ditinggalkan oleh penyair dalam penciptaan syair. Sebab Rima dan irama

menjadi unsur utama terbentuknya syair Arab, dan pola-pola itu disusun

sebagai Ilmu Arudl dan Qafiyah sebagai pola yang harus diikuti oleh

penyair (Farhud, 1981: 111-112). Irama dalam bahasa merupakan

pergantian turun naik, panjang, pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa

dengan teratur. Dalam irama terdapat dua macam yaitu (1) metrum adalah

irama yang tetap, yaitu pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu;

(2) ritme adalah irama yang disebabkan pertentangan atau pergantian

bunyi tinggi rendah secara teratur, tetapi tidak merupakan jumlah suku

kata yang tetap, melainkan hanya menjadi gema dendang sukma

penyairnya (Pradopo, 2014: 41).

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

18

Gambar 1. Skema Teori Struktural Model Farhud

4. Teori Semiotika Riffaterre

Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda. Semiotik

mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang

memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki arti (Pradopo, dkk, 2001:67-68).

Hal yang penting dalam lapangan semiotik adalah sistem tanda yang

merupakan pengertian tanda itu sendiri. Dalam pengertian tanda ada dua

prinsip yaitu penanda (signifier) atau yang menandai yaitu bentuk tanda itu

sendiri, dan petanda (signified) yang merupakan arti tanda (Pradopo, 2005:

121).

Dalam pemaknaan syair tidak lepas dari konvensi-konvensi tanda-tanda

sastra, dalam konvensi itu adalah bahasa kiasan (symbolic extrapolation)

(Preminger dalam Pradopo, 2014: 215). Konvensi tambahan puisi bahwa puisi

menyatakan pengertian-pengertian atau hal-hal secara tidak langsung, yaitu

’Athifah (Perasaan

)

Khayyal (Imajinasi)

Lugatusy-Syi’ir

(Bahasa

Kosa Kata, Struktur,

Kemahiran bersastra

Teori struktural Model Farhud

Musyiqasy-Syi’ir (Irama atau Rima)

Al-Makna (Ide)

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

19

menyatakan sesuatu hal dan berarti yang lain (Riffaterre, 1978: 1). Dengan

demikian, bahasa syair memberikan makna lain dari pada bahasa biasa.

Adapun metode yang digunakan dalam analisis penelitian syair adalah

dengan memaknai bahasa syair yang digunakan memiliki makna lain.

Penelitian ini menggunakan empat langkah dari semiotika Riffaterre untuk

melahirkan makna syair. Sebagaimana hal tersebut diungkapkan oleh Riffaterre

di dalam bukunya yang berjudul Semiotics of Petry (1978), yaitu (a)

ketidaklangsungan ekspresi (hlm: 2); (b) pembacaan heuristik dan hermeneutik

atau retroaktif (hlm: 4-5); (c) menentukan matriks atau kata kunci (hlm:12);

dan (d) menentukan hipogram (hlm:22).

a. Ketidaklangsungan Ekspresi

Ketidaklangsungan ekspresi menurut Riffaterre disebabkan oleh tiga

hal (Riffaterre, 1978: 2), yaitu:

1) Penggantian Arti (displacing of meaning)

Pada umumnya penggantian disebabkan oleh penggunaan metafora

dan metonimi dalam karya sastra. Metafora dan metonimi ini dalam

arti luasnya untuk menyebut bahasa kiasan pada umumnya, tidak

terbatas pada bahasa kiasan metafora dan metonimi saja. Hal ini

disebabkan bahwa metafora dan metonimi merupakan bahasa kiasan

yang penting hingga mengganti bahasa kiasan yang lain, seperti simile

(perbandingan), personifikasi, sinekdok, perbandingan epos, dan

alegori arti (Riffaterre, 1978: 2). Metafora merupakan bahasa kiasan

yang menyatakan sesuatu seharga dengan hal lain yang sesungguhnya

tidak sama (Altenbernd dalam Pradopo, 2014: 217). Adapun dalam

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

20

bahasa Arab penggantian arti identik dengan tasybi>h, isti‘a>rah, dan

maja>z (Melia, 2014:21). Pertama, tasybi>h merupakan penjelasan

bahwa suatu hal atau beberapa hal memiliki kesamaan sifat dengan hal

yang lain (Ja>rim, 2007: 25). Kedua, isti‘a>rah merupakan tasybi>h yang

dibuang salah satu tharaf-nya dan hubungan antara makna hakiki

dengan makna majazi> adalah musyabbahah selamanya (Ja>rim, 2007:

83). Ketiga, majaz (majaz lughawi) adalah lafaz yang digunakan

dalam makna yang bukan seharusnya karena adanya hubungan disertai

qarinah yang menghalangi pemberian makna hakiki (Ja>rim, 2007:

77). Dengan demikian, kedalaman imajinasi dan gaya bahasa (bahasa

kiasan) yang digunakan oleh penyair, memiliki hubungan yang erat

dengan gagasan yang disampaikan oleh penyair di dalam syair

(Muzakki, 2011: 180).

2) Penyimpangan Arti (distorting of meaning)

Dikemukakan oleh (Riffatere, 1978: 2) bahwa penyimpangan arti

terjadi apabila dalam sajak ada ambiguitas, kontradiksi, ataupun

nonsense. Dalam syair kata-kata, frase, dan kalimat sering mempunyai

arti ganda, menimbulkan banyak tafsir atau ambigu (Pradopo, 2014:

217). Ambiguitas syair memberi kesempatan kepada pembaca untuk

memberikan arti sesuai dengan asosiasinya. Dengan demikian, setiap

kali sajak dibaca selalu memberikan arti baru, hal ini senada dengan

yang dikemukakan oleh Julia Kristeva (tokoh semiotik terkenal)

(Preminger dalam Pradopo, 2014: 220).

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

21

Kontradiksi merupakan salah satu cara menyampaikan maksud

secara berlawanan, berbalikan, menarik perhatian dengan cara

membuat pembaca berpikir, dan membuat orang tersenyum atau

membuat orang berbelas kasihan terhadap sesuatu yang menyedihkan

(Pradopo, 2014: 220). Kontradiksi mengandung pertentangan yang

disebabkan oleh paradoks atau ironi. Ironi menyatakan suatu hal

secara berkebalikan, biasanya untuk mengejek atau menyindir suatu

keadaaan (Pradopo, dkk, 2001: 78).

Nonsense merupakan bentuk kata-kata yang secara linguistik tidak

mempunyai arti, sebab tidak terdapat dalam kosakata. Nonsense ini

menimbulkan asosiasi-asosiasi tertentu, menimbulkan arti dua segi,

menimbulkan suasana aneh, suasana gaib, ataupun suasana lucu

(Pradopo, 2014: 224).

3) Penciptaan Arti (creating of meaning)

Penciptaan arti terjadi apabila ruang teks (spasi teks) berlaku

sebagai prinsip pengorganisasian untuk membuat tanda-tanda keluar

dari hal-hal ketatabahasaan yang sesungguhnya secara linguistik tidak

ada artinya (Riffaterre, 1978: 2). Adapun bentuk penciptaan arti

tersebut adalah pembaitan, enjambemen, persajakan (rima), tipografi,

dan homologues (Pradopo, dkk, 2001: 75).

b. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik

Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur

kebahasaannya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem

semiotik tingkat pertama, pembacaannya dengan memberikan konvensi

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

22

sastranya (Pradopo, 2014: 227). Dengan demikian, puisi atau sajak dibaca

berdasarkan kebahasaannya. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan

karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan

konvensi sastranya. Hermeneutik adalah pembacaan ulang (retroaktif)

dengan memberikan tafsiran sesuai dengan konvensi sastranya (Pradopo,

dkk, 2001: 80-81).

c. Matrix atau Kata Kunci

Matrix merupakan kata-kata yang menjadi kunci penafsiran sajak yang

dikonkretisasikan (Pradopo, 2014: 311). Dengan demikian, berdasarkan

adanya kata kunci itu sajak atau syair mudah untuk dipahami dan dapat

sampai pada pengungkapan pokok masalah pada temanya (Pradopo, 2014:

259). Matriks selalu terwujud dari varian-varian. Adapun bentuk varian-

varian tersebut ditentukan oleh wujud pertama, yaitu model. Matriks,

model, dan teks adalah varian-varian dari struktur yang sama (Riffaterre,

1978: 19).

d. Hipogram

Riffaterre mengemukakan bahwa hipogram merupakan teks yang

menjadi latar penciptaan teks lain atau sajak yang menjadi latar penciptaan

sajak lain (Riffaterre, 1978: 22). Adanya sebuah sajak atau syair baru

mendapatkan makna hakikinya bila dikontraskan (dijajarkan) dengan sajak

atau syair yang menjadi hipogramnya. Jadi, syair itu tidak dapat

dilepaskan dari hubungan kesejarahannya dengan syair sebelumnya

(Pradopo, 2014: 313).

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

23

Gambar 2. Skema Teori Semiotika Michael Riffatere

Dalam penelitian ini teori semiotika Michael Riffaterre dimanfaatkan

secara tidak keseluruhan. Hal ini dipandang cukup untuk mendapatkan makna

dari ketiga syair tersebut dengan hanya mengaplikasikan tiga poin

pembahasan, yaitu: Pertama, ketidaklangsungan ekspresi yang meliputi;

penyimpangan arti, pergantian arti, dan penciptaan arti. Penyimpangan arti,

pergantian arti, dan penciptaan arti. Kedua, pembacaan heuristik dan

hermeneutik. Penelitian yang dibahas ini secara rinci dapat dilihat pada gambar

3 (tiga) berikut ini:

Semiotika Michael Riffaterre

Gambar 3. Skema Pembahasan Penelitian

Semiotika Michael Riffatere

Matriks (Kata Kunci)

Penyimpangan Arti

Pergantian Arti

Penciptaan Arti

Heuristik dan Hermeneutik

Makna

Ketidaklangsungan Ekspresi

Hipogram

Ketidaklangsungan ekspresi

Heuristik dan Hermeneutik

Penyimpangan arti Penggantian arti Penciptaan arti

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

24

F. Data dan Sumber Data

1. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah Tiga Syair dalam Antologi

Ra‘syatun fil-Ufuq Karya Achmad Sweilem dengan memanfaatkan kajian

semiotika Michael Riffaterre.

2. Data

Data adalah sumber informasi yang akan diseleksi sebagai lahan

analisis. Data penelitian sastra merupakan data dalam bentuk verbal yaitu

berwujud kata, frasa, atau kalimat (Siswantoro, 2010: 70). Bentuk data

dalam penelitian ini berupa kata-kata, frasa, kalimat, atau wacana yang

terdapat pada Tiga Syair Achmad Sweilem dalam Antologi Ra‘syatun fil-

Ufuq.

3. Sumber Data

Sumber data adalah subjek penelitian dari mana data diperoleh

(Siswantoro, 2010: 72). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kepustakaan yang berupa buku, situs atau sumber internet, data

penelitian dan lain sebagainya yang diuraikan dengan perincian sebagai

berikut:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah data utama yaitu data yang diseleksi

atau diperoleh langsung dari sumbernya tanpa perantara (Siswantoro,

2010: 70). Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teks Tiga Syair Achmad Sweilem dalam Antologi Syair Ra‘syatun fil-

Ufuq yang diterbitkan oleh Da<rusy-Syuru<q di Kairo pada tahun 2002.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

25

Secara keseluruhan, di dalam antologi syair Ra‘syatun fil-Ufuq

terdapat 35 (tiga puluh lima) syair. Adapun tiga syair yang digunakan

adalah: (1) Lahfah; (2) Ar-Riha>n (3) Ra„syatun fil-Ufuq.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data senkunder adalah data yang diperoleh secara tidak

langsung atau lewat perantara, tetapi tetap bersandar pada kategori

atau parameter yang menjadi rujukan (Siswantoro, 2010: 71). Sumber

data sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang bersumber

dari buku-buku, karya tulis, hasil penelitian, dan website yang

berhubungan dan menunjang penelitian ini.

G. Metode dan Teknik Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode merupakan cara yang digunakan oleh peneliti di dalam usaha

memecahkan masalah yang diteliti (Siswantoro, 2010: 55-56). Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Penelitian

kualitatif merupakan penelitian yang perlu dilakukan seusai suatu masalah

diteliti secara kuantitatif dan hasil analisisnya berupa deskripsi dari gejala-

gejala yang diamati, yang tidak selalu berbentuk angka-angka atau

koefisien antar variabel (Subana dan Sudrajat, 2001: 19).

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses diperolehnya data dari sumber

data (Subana dan Sudrajat, 2001: 115). Dalam pengumpulan data

digunakan penguasaan teori atau konsep struktur, untuk mengambil data

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

26

yang dibutuhkan sesuai dengan parameter yang telah ditentukan

(Siswantoro, 2010: 74). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini

adalah membaca, memahami, mencatat hal-hal penting, dan memaknai

Tiga Syair Achmad Sweilem dalam Antologi Ra‘syatun fil-Ufuq dengan

melihat struktur dan isi teks sesuai dengan teori semiotika Michael

Riffaterre yang dapat melengkapi dan menunjang penelitian.

3. Teknik Analisis Data

Berdasarkan judul penelitian yaitu “Makna Tiga Syair dalam Antologi

Ra‘syatun fil-Ufuq Karya Achmad Sweilem: Kajian Semiotika Michael

Riffaterre”, maka tahapan analisisnya dapat dikemukakan sebagai berikut:

Pertama, membaca dengan cermat tiga syair Achmad Sweilem yang

mengacu pada bahasa syair. Sebab bahasa yang digunakan syair bukanlah

bahasa yang sebenarnya, melainkan bahasa yang tidak sebenarnya

(kiasan). Sehingga dengan kecermatan bacaan tersebut dapat dimengerti

dan dipahami dengan mudah.

Kedua, memanfaatkan pembacaan secara semiotik yaitu dengan

pembacaan heuristik dan hermeneutik untuk memberikan makna pada

syair tersebut. Pembacaan heuristik dibaca berdasarkan konvensi bahasa

dengan bahasa sebagai sistem semiotik tingkat pertama. Pembacaan

hermeneutik merupakan pengulangan bacaan untuk mendapatkan

pemahaman makna sastra yang terdapat dalam syair tersebut.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.uns.ac.id · Karya sastra merupakan salah satu genre dari sejumlah besar peradaban manusia. Menurut Teeuw (dalam Pradopo, 2005: 106) karya sastra adalah

27

H. Sistematika Penulisan

Agar diperoleh suatu pembahasan yang jelas dan berkesinambungan

antara bab demi bab, maka sistematika penulisan penelitian ini sebagai

berikut:

Bab I Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

Pembatasan Masalah, Landasan Teori, Data dan Sumber Data, Metode dan

Teknik Penelitian, Sistematika Penyajian.

Bab II struktur Tiga Syair Achmad Sweilem dalam Antologi Raʻsyatun

fil-Ufuq dengan menggunakan teori struktural Model Farhud.

Bab III pemaknaan Tiga Syair Achmad Sweilem dalam Antologi

Raʽsyatun fil-Ufuq dengan menggunakan teori semiotika Michael

Riffaterre melalui pembacaan heuristik dan hermeneutik.

Bab IV simpulan dan saran.