bab i pendahuluan -...

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, tidak dapat terlepas dari interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Pembangunan dan pertambahan penduduk yang sangat cepat menyebabkan meningkatnya segala kebutuhan baik perorangan maupun kebutuhan sosial. Hal tersebut secara tidak langsung telah menimbulkan berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan penurunan kualitas atau degradasi lingkungan (Daryanto, 2013: 4). Kerusakan lingkungan pada dasarnya disebabkan oleh aktivitas manusia. Adanya kesalahan cara pandang manusia turut melahirkan pola perilaku yang salah atau keliru terhadap alam dan lingkungan hidup. Keraf (2010: 80) mengatakan bahwa cara pandang ini kemudian melahirkan sikap dan perilaku yang eksploitatif dan tidak peduli kepada alam. Menurut Hamzah (2012: 14) pengelolaan lingkungan yang dilakukan dapat dikatakan efektif tergantung dari bagaimana upaya mengadopsi etika yang baik dalam berperilaku. Perilaku yang dimaksud adalah perilaku yang ramah dan peduli dengan keadaan lingkungan.

Upload: vuthuy

Post on 04-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, tidak

dapat terlepas dari interaksi dengan lingkungan

sekitarnya. Pembangunan dan pertambahan penduduk

yang sangat cepat menyebabkan meningkatnya segala

kebutuhan baik perorangan maupun kebutuhan sosial.

Hal tersebut secara tidak langsung telah menimbulkan

berbagai dampak, terutama dampak negatif pada

lingkungan, diantaranya pencemaran dan kerusakan

lingkungan hidup yang mengakibatkan penurunan

kualitas atau degradasi lingkungan (Daryanto, 2013: 4).

Kerusakan lingkungan pada dasarnya disebabkan oleh

aktivitas manusia. Adanya kesalahan cara pandang

manusia turut melahirkan pola perilaku yang salah atau

keliru terhadap alam dan lingkungan hidup. Keraf (2010:

80) mengatakan bahwa cara pandang ini kemudian

melahirkan sikap dan perilaku yang eksploitatif dan

tidak peduli kepada alam. Menurut Hamzah (2012: 14)

pengelolaan lingkungan yang dilakukan dapat dikatakan

efektif tergantung dari bagaimana upaya mengadopsi

etika yang baik dalam berperilaku. Perilaku yang

dimaksud adalah perilaku yang ramah dan peduli

dengan keadaan lingkungan.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

2

Melihat dari sikap dan aktivitas yang dimiliki oleh

manusia terhadap lingkungan maka Pendidikan

Lingkungan Hidup (PLH) perlu diberikan kepada

masyarakat terutama kepada anak agar terbentuk

kesadaran dan sikap peduli lingkungan sejak dini. PLH

menurut Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) (Karim,

2012: 12) dibangun dengan tujuan untuk mendorong

dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk

memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang

pada akhirnya dapat menumbuhkan kepedulian,

komitmen untuk melindungi, memperbaiki serta

memanfaatkan lingkungan hidup secara bijaksana,

turut menciptakan pola perilaku baru yang bersahabat

dengan lingkungan hidup, mengembangkan etika

lingkungan hidup, dan memperbaiki kualitas hidup. PLH

merupakan salah satu faktor penting keberhasilan

dalam pengelolaan lingkungan hidup dan merupakan

aspek sentral dari proses menuju pembangunan

berkelanjutan (BPLH, 2016: 1).

Widaningsih (2008: 8) mengatakan bahwa PLH

dalam lingkup sekolah merupakan pendidikan yang

membelajarkan siswa didik pada kearifan alam dan

lingkungan, kreativitas, strategi dan metode

pembelajarannya harus senantiasa dikembangkan

berdasarkan kebutuhan perkembangan siswa didik

serta kondisi alam dan lingkungan dimana siswa berada.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

3

Menurut Nurjhani dan Widodo (Landriany, 2014: 82)

pendidikan lingkungan dibutuhkan dan harus diberikan

kepada anak sejak dini agar mereka mengerti dan tidak

merusak lingkungan. Dalam hal ini PLH mempengaruhi

beberapa aspek antara lain: (1) aspek kognitif,

pendidikan lingkungan hidup mempunyai fungsi untuk

meningkatkan pemahaman terhadap permasalahan

lingkungan, juga mampu meningkatkan daya ingat,

penerapan, analisis, dan evaluasi; (2) aspek afektif,

pendidikan lingkungan hidup berfungsi meningkatkan

penerimaan, penilaian, pengorganisasian dan

karakteristik kepribadian dalam menata kehidupan

dalam keselarasan dengan alam; (3) aspek psikomotorik,

pendidikan lingkungan hidup berperan dalam meniru,

memanipulasi dalam berinteraksi dengan lingkungan di

sekitarnya dalam upaya meningkatkan budaya

mencintai lingkungan; dan (4) aspek minat, pendidikan

lingkungan hidup berfungsi meningkatkan minat dalam

diri anak. Dari beberapa pendapat diatas dapat

diketahui bahwa PLH merupakan langkah yang sangat

efektif untuk terus menggerakkan kesadaran manusia

akan kepedulian terhadap lingkungan.

PLH dapat diselenggarakan melalui pendidikan

formal, misalnya melalui sekolah; informal, misalnya

dalam lingkungan keluarga; non formal, misalnya dalam

kelompok-kelompok belajar (Maryani, 2014: 172). Dalam

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

4

lingkup pendidikan formal sendiri, PLH didukung

dengan adanya kebebasan yang dimiliki sekolah dimana

manajemen dan pengelolaannya sepenuhnya diserahkan

kepada pihak sekolah yang disebut Manajemen Berbasis

Sekolah (MBS) sehingga selain menghasilkan generasi-

generasi yang melek lingkungan juga akan mendukung

dalam ketercapaian penyelenggaraan pendidikan di

sekolah, sesuai dengan aturan perundang-undangan

pendidikan yang berlaku (Barlian, 2013: 2). Melalui

MBS, sekolah memiliki otonomi dalam hal: (1)

pengetahuan (knowledge), dimana sekolah memiliki

kewenangan berkaitan dengan kurikulum, termasuk

membuat keputusan mengenai tujuan dan sasaran

pendidikan atau pembelajaran yang akan dicapai, (2)

teknologi (technology), dimana sekolah memiliki

kewenangan memutuskan sarana teknologi belajar

mengajar apa saja yang digunakan untuk mencapai

kualitas, (3) kekuasaan (power), dimana sekolah memiiki

otonomi dalam membuat keputusan terbaik yang

mendorong kualitas di sekolah, (4) material (material),

dimana sekolah memiliki otonomi dalam hal pengadaan

dan penggunaan berbagai fasilitas peralatan sekolah

secara optimal, (5) manusia (people), dimana sekolah

memiliki otonomi keputusan mengenai pengembangan

sumber daya manusia di sekolah, termasuk

pengembangan profesionalisme yang berkaitan dengan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

5

proses belajar mengajar yang mendukung terjadinya

proses belajar mengajar secara efektif, (6) waktu (time),

dimana sekolah memiliki otonomi keputusan mengenai

pemanfaatan alokasi waktu, dan (7) keuangan (finance),

dimana sekolah memiliki otonomi keputusan mengenai

alokasi keuangan (Barlian, 2013: 6-7). Dengan

demikian, setiap sekolah dapat menerapkan kurikulum

dengan fokus penekanan kemampuan yang berbeda-

beda, sesuai dengan apa yang akan dicapai oleh peserta

didik. Penekanan kemampuan yang berbeda-beda ini

bergantung pada sumber daya tenaga pendidik yang ada

di sekolah dimana yang menjadi fokusnya adalah

pengembangan kompetensi peserta didik. Oleh karena

itu, pendidikan lingkungan hidup yang diintegrasikan

secara formal ke dalam kurikulum sekolah merupakan

salah satu alternatif yang rasional (Landriany, 2014: 82),

dimana sekolah merupakan komunitas masyarakat yang

di dalamnya terdiri dari siswa, guru, kepala sekolah, dan

tata usaha serta karyawan merupakan salah satu

medium efektif bagi pembelajaran dan penyadaran

terutama warga sekolah agar individu-individu, mulai

dari guru, murid, dan pekerja terlibat dalam upaya

menghentikan laju kerusakan lingkungan yang

disebabkan tangan manusia.

Pada tahun 2004, Kebijakan Pendidikan

Lingkungan Hidup kemudian disusun oleh Kementerian

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

6

Negara Lingkungan Hidup yang didukung oleh

Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Dalam

Negeri dan Kementerian Agama. Selanjutnya, pada

tahun 2006 disepakati pembinaan dan pengembangan

pendidikan lingkungan hidup yang lebih intensif oleh

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian

Pendidikan Nasional melalui program Adiwiyata

(Program Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan).

Program Adiwiyata merupakan program dalam rangka

mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran

warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan

hidup melalui prinsip edukatif, partisipatif dan

berkelanjutan. Program adiwiyata ini diikuti oleh tingkat

sekolah dasar, tingkat SMP dan tingkat SMA atau level

pendidikan yang sama (BPLH, 2016: 2).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan

dibeberapa negara mengenai program yang serupa

dengan program adiwiyata, yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Steven A. Marable pada tahun 2015 di

Public Schools in Virginia, Virginia Beach City Public

Schools, Virginia dengan judul “Green schools-the

Implementation and Practices of Environmental Education

in LEED and USED Green Ribbon” menemukan bahwa

dengan mengimplementasikan program LEED dan

USED serta dengan adanya penghargaan yang diberikan

berdampak kepada lingkungan, terutama di sekolah.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

7

Sekolah memiliki lingkungan yang sehat dan kesadaran

yang kuat akan pentingnya menjaga lingkungan.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Brit Shay-

Margalit and Ofir D. Rubin dari Department of Public

Policy & Administration, Ben-Gurion University of the

Negev, Beer-Sheva, Israel pada 9 Mei 2016 yang lalu yang

meneliti tentang Effect of the Israeli “Green Schools”

Reform on Pupils’ Environmental Attitudes and Behavior”

menemukan bahwa pendidikan lingkungan memberikan

efek positif pada lingkungan. Dampak sekolah hijau

menunjukkan efek langsung pada perubahan tingkah

laku terhadap lingkungan. Dia juga menemukan bahwa

terdapat perbedaan antar siswa, dimana siswa yang

lebih banyak menghabiskan waktu luang mereka

dengan menonton TV atau berhubungan dengan media

elektronik lainnya cenderung memiliki sikap peduli

lingkungan yang kurang.

Dari beberapa penelitian diatas kita menemukan

bahwa penerapan program Adiwiyata di sekolah memang

memberikan dampak positif terhadap sikap kepada

lingkungan. Gordon mengatakan (2010: 1) sekolah hijau

atau sekolah yang menerapkan program Adiwiyata akan

berusaha untuk menciptakan lingkungan yang optimal

dengan menyediakan udara yang segar, rentang suhu

yang nyaman, dengan banyak pencahayaan alami, dan

meminimalkan gangguan suara di sekitar sekolah.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

8

Selain itu pula memaksimalkan efisiensi sumber daya,

meminimalkan polusi, dan mengajarkan kepada siswa

pentingnya inovasi di lingkungan. Sehingga,

terintegrasinya pendidikan lingkungan hidup ke dalam

program sekolah diharapkan dapat menjadi proses

pembiasaan sehingga diharapkan adanya

pengembangan perilaku, sikap dari siswa untuk

menghargai, mencintai dan memelihara lingkungan

hidup yang dapat menjadi kebiasaan sehari-hari (Aini,

2014: 279).

Di kota Salatiga terdapat beberapa sekolah yang

memang sudah menjalankan program Adiwiyata dan

sudah mendapatkan penghargaan baik di tingkat kota,

provinsi, nasional maupun Adiwiyata Mandiri, salah

satunya SMP Negeri 6 Salatiga. SMP Negeri 6 Salatiga

merupakan salah satu sekolah yang fokus untuk

mengembangkan diri menjadi sekolah yang peduli dan

berbudaya lingkungan atau yang disebut dengan

sekolah Adiwiyata. Hal ini terlihat dari visinya yaitu

unggul dalam mutu, berpijak pada iman dan taqwa yang

berwawasan lingkungan. Untuk mewujudkannya

sekolah memiliki satu misi yang berkaitan dengan

lingkungan yaitu mewujudkan lingkungan pembelajaran

yang kondusif dan mewujudkan sekolah Adiwiyata.

Dalam rangka mewujudkan visi dan misi sekolah, yaitu

mewujudkan sekolah Adiwiyata, sekolah telah

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

9

melakukan persiapan sejak tahun 2010 sehingga pada

tahun 2011 sekolah tersebut mendapatkan penghargaan

sebagai calon sekolah Adiwiyata tingkat kota Salatiga,

kemudian pada tahun 2012 sekolah mendapatkan

penghargaan sebagai sekolah Adiwiyata tingkat kota,

dan pada tahun 2013 sekolah mendapatkan

penghargaan sebagai sekolah Adiwiyata tingkat

nasional. Pencapaian yang diraih sekolah tidak bisa

lepas dari adanya kerjasama seluruh warga sekolah,

termasuk di dalamnya kepala sekolah sebagai manajer

sekolah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Sugiyantono pada tahun 2015, secara institusional SMP

Negeri 6 Salatiga telah berhasil mengembangkan sekolah

Adiwiyata dimana di dalamnya terdapat kegiatan-

kegiatan yang dibuat berorientasi lingkungan yang baik

dan mampu menanamkan nilai-nilai cinta lingkungan

kepada seluruh warga sekolah.

Untuk terus mengembangkan sekolah Adiwiyata,

sekolah mengajukan diri sebagai calon sekolah

Adiwiyata Mandiri pada tahun 2015 sebagai usulan dari

pemerintah provinsi. Dalam rangka mempersiapkan diri

menjadi sekolah Adiwiyata Mandiri, SMP Negeri 6

Salatiga melakukan pembinaan kepada sekolah-sekolah

di Salatiga sebagai salah satu prasyarat bahwa sebagai

calon sekolah Adiwiyata Mandiri sekolah harus memiliki

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

10

minimal 10 (sepuluh) sekolah imbas yang memenuhi

kriteria Adiwiyata minimal kabupaten/kota. Hasil

wawancara awal dengan salah satu pengurus Adiwiyata

SMP Negeri 6 Salatiga didapat bahwa bahwa dalam

menjalankan pembinaan, pada awalnya sekolah

mengadakan pertemuan dengan mengundang setiap

perwakilan dari sekolah-sekolah yang bisa dijadikan

sebagai calon sekolah Adiwiyata yang dalam hal ini

disebut sekolah imbas, kemudian melakukan sosialisasi

mengenai sekolah Adiwiyata dengan harapan nantinya

calon sekolah imbas mau dibina untuk menjadi calon

sekolah Adiwiyata. Setelah itu sekolah dibina, diawasi,

dan dievaluasi. Dalam pelaksanaannya, pembinaan yang

dilakukan kepada sekolah imbas dilakukan oleh kepala

sekolah saja dan bersifat monitoring untuk melihat

bagaimana capaian yang telah dilakukan oleh sekolah

dalam rangka mengikuti program Adiwiyata.

Berdasarkan hasil observasi peneliti lebih lanjut, SMP

Negeri 6 mengalami pergantian kepala sekolah, sehingga

peneliti kesulitan untuk mencari informasi lebih lanjut

mengenai pelaksanaan pembinaan di sekolah tersebut

karena pengurus Adiwiyata lainnya di sekolah tersebut

kurang memahami proses pembinaan itu sendiri. Oleh

karena itu, peneliti kemudian mencoba mencari sekolah

lain yang juga memiliki kriteria seperti SMP Negeri 6

Salatiga, yaitu sekolah yang sedang mengikuti program

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

11

Adiwiyata Mandiri ataupun sekolah yang sudah pernah

berhasil menjadi sekolah Adiwiyata Mandiri, yaitu SD

Marsudirini 77 Salatiga dimana sekolah tersebut juga

merupakan sekolah yang berfokus untuk

mengembangkan diri dengan mengikuti program

Adiwiyata Mandiri.

Berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan

kepada ketua Adiwiyata di SD Marsudirini 77 Salatiga,

Bapak Fx. Ernastyono, S.Pd didapatkan bahwa

pembinaan Adiwiyata dilakukan oleh ketua Adiwiyata

sekolah dan bersifat monitoring. Tinjauan atau

kunjungan ke sekolah-sekolah imbas jarang dilakukan,

dan apabila dilakukan hanya jika ada sekolah imbas

yang meminta agar pembina datang untuk melihat

capaian sekolah imbas itu sendiri. Lebih lanjut beliau

mengatakan bahwa hal tersebut terjadi karena adanya

kesulitan pembina dalam membagi waktu untuk

membina sekolah imbas dan beban mengajar yang harus

dijalankan serta tugas administrasi lainnya. Sejalan

dalam proses pembinaan, pembina merasa kesulitan

karena ada beberapa sekolah imbas kurang memiliki

motivasi dan antusias, serta komitmen dalam mengikuti

program Adiwiyata, sehingga hal inipun menjadi

tantangan bagi pembina untuk bagaimana memberikan

motivasi kepada sekolah imbas dalam pembinaan.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

12

Studi pendahuluan lebih lanjut mendapatkan

bahwa keefektifan pembinaan Adiwiyata yang dilakukan

oleh sekolah masih rendah, hal ini sesuai dengan hasil

wawancara lebih lanjut dengan ketua Adiwiyata di SD

Marsudirini 77 yang sekaligus sebagai pembina

mengatakan bahwa belum ada perencanaan khusus

untuk pembinaan itu sendiri karena mengingat adanya

beberapa pertimbangan terutama waktu, sehingga

pembinaan bisa dilakukan ketika ada waktu kosong

atau tidak sedang mengajar dan juga harus

menyesuaikan dengan waktu yang dimiliki oleh sekolah

imbas itu sendiri, sehingga dalam hal ini dapat

dikatakan bahwa pembinaannya masih bersifat

isidental. Selain itu pula adanya perubahan rencana

karena antara pihak sekolah imbas dan sekolah induk

sering berbenturan jadwalnya dengan kegiatan dinas

lainnya.

Dalam pengorganisasiannya sendiri belum ada

pembentukan tim khusus pembinaan, sehingga selama

ini yang melakukan pembinaan hanya ketua Adiwiyata

terkadang juga bersama Suster Kepala. Hal ini juga

menjadi kendala karena dengan begitu seluruh tugas

dan peran yang seharusnya tidak dikerjakan oleh

pembina, maka kemudian dikerjakan oleh pembina.

Untuk pelaksanaan pembinaan belum berjalan dengan

efektif dan maksimal dikarenakan sekolah imbas belum

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

13

banyak berpartisipasi secara utuh karena kurang

termotivasi dan juga masih memiliki komitmen yang

rendah dalam melaksanakan program Adiwiyata ini,

padahal keberhasilan untuk mewujudkan harapan

seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup,

sesungguhnya membutuhkan partisipasi masyarakat

melalui berbagai aktivitas yang dapat dihubungkan

dengan pembinaan untuk kepentingan pelestarian

lingkungan hidup, sehingga evaluasi yang dilakukan

oleh pembina belum dapat mempengaruhi sekolah

imbas secara optimal.

Dari paparan tersebut terlihat bahwa model

pembinaan Adiwiyata yang ada belum dapat menjawab

permasalahan di dalam melaksanakan pembinaan,

dimana pembinaan belum terkonsep dengan baik serta

kurangnya partisipasi secara tidak langsung pula

memberi dampak negatif baik kepada sekolah induk

maupun sekolah imbas dimana program Adiwiyata sulit

atau tidak berjalan sebagaimana mestinya dan pada

akhirnya tujuan program Adiwiyata sulit untuk tercapai.

Jika merujuk kepada teori mengenai pembinaan

sebuah organisasi yang dikemukakan oleh Ivancevich

(2009: 46) pembinaan adalah sebuah proses sistematis

untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok

pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

14

Untuk menghasilkan kinerja pada tingkat yang tinggi,

maka seorang manajer atau pemimpin berjuang untuk

memotivasi orang-orang di dalamnya dengan melibatkan

mereka untuk turut ambil bagian dalam setiap

prosesnya, sehingga muncul pertanggungjawaban dalam

diri mereka untuk melaksanakan setiap tugas dan

tanggungjawab yang diberikan. Terkait dengan hal

tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Abdul Karim

pada tahun 2012 mengenai “Manajemen Pendidikan

Lingkungan Hidup Berbasis Partisipasi” juga

menyatakan bahwa partisipasi dapat memberikan

kontribusi untuk mengisi dan mengatasi berbagai

permasalahan lingkungan. Bentuk-bentuk partisipasi

bisa mulai dari spektrum yang paling ekstrim sampai

pada bentuk kemitraan. Melalui partisipasi yang aktif,

mereka dapat mengeksplorasikan kepeduliaannya

maupun melakukan kontrol.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ratna Dwi

Utami Juliari dan rekan-rekannya pada tahun 2015

mengenai “Strategi Pembinaan Sekolah Adiwiyata di

Kota Batu” menemukan hasil bahwa status pengelolaan

sekolah adiwiyata nasional sangat baik pada aspek

kebijakan dan aspek sarana dan prasarana, tetapi pada

aspek kurikulum dan aspek partisipatif memiliki status

baik. Hal ini sesuai dengan hasil penilaian tim adiwiyata,

dimana pada kedua aspek ini merupakan aspek yang

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

15

sedang diupayakan untuk ditingkatkan melalui upaya

menjalin kemitraan dengan pihak luar, aktif menjadi

narasumber dan meningkatkan kompetensi guru dalam

mengembangkan isu lokal dan global serta

mengembangkan indikator pembelajaran dan pada

sekolah adiwiyata provinsi serta sekolah adiwiyata kota,

status pengelolaan yang paling lemah justru pada aspek

partisipatif, hal ini dikarenakan sekolah adiwiyata

provinsi dan sekolah adiwiyata kota belum memiliki

keberanian untuk menjalin kemitraan dengan pihak luar

terutama sebagai narasumber pada instansi/sekolah

lain.

Dari paparan tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa untuk melakukan pembinaan harus jelas

prosesnya dan harus sistematis, tahapan-tahapannya

harus jelas mulai dari perencanaan hingga evaluasinya

sehingga pembinaan dapat berjalan dengan efektif.

Selain itu pula, motivasi di dalam diri seseorang atau

dalam organisasi diperlukan dalam membantu

ketercapaian strategi yang telah direncanakan. Motivasi

dapat dimunculkan melalui pelibatan secara langsung

ke dalam setiap tahapan pembinaan. Dalam hal ini

berarti diperlukan sebuah model pembinaan Adiwiyata

yang terkonsep mulai dari tahap perencanaan hingga

tahap evaluasinya secara kongkret. Selain itu

memasukkan basis partisipasi dalam model sangat

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

16

diperlukan sehingga dapat memotivasi sekolah-sekolah

imbas dan dapat memunculkan keberanian dalam diri

sekolah imbas untuk menjalin kerja sama dengan pihak

atau instansi lainnya. Dengan adanya model pembinaan

berbasis partisipasi pula akan diketahui seberapa jauh

keefektifan dan keberhasilan pembinaan tersebut

dilakukan. Selain itu bila dilihat dari segi waktu akan

menjadi lebih efisien serta apabila sewaktu-waktu

sekolah imbas dilepas atau dihentikan pembinaannya,

mereka dapat berdiri sendiri karena sudah memiliki

patokan yang jelas dalam melaksanakan program

Adiwiyata.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang, dilihat dari

model pembinaan yang selama ini dilaksanakan, didapat

bahwa: (1) dari segi perencanaan pembinaan belum ada

perencanaan khusus yang dibuat untuk pembinaan

karena mengingat adanya beberapa pertimbangan

terutama waktu, sehingga pembinaan masih bersifat

isidental. Selain itu pula ada perubahan rencana

pembinaan karena antara pihak sekolah imbas dan

sekolah induk sering berbenturan jadwalnya dengan

kegiatan dinas lainnya; (2) dalam pengorganisasiannya

sendiri belum ada pembentukan tim khusus pembinaan,

sehingga selama ini yang melakukan perencanaan dan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

17

pembinaan hanya ketua Adiwiyata; (3) dalam

pelaksanaan pembinaan belum berjalan dengan efektif

dikarenakan sekolah imbas belum banyak berpartisipasi

secara utuh, kurang termotivasi dan juga masih

memiliki komitmen yang rendah dalam melaksanakan

program Adiwiyata, sehingga evaluasi yang dilakukan

oleh pembina belum dapat mempengaruhi sekolah

imbas secara optimal.

Paparan diatas menunjukkan bahwa pembinaan

yang dijalankan di sekolah belum terkonsep dengan baik

dari segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,

dan evaluasi sehingga berdampak kepada pelaksanaan

pembinaan Adiwiyata yang tidak efektif. Jika merujuk

kepada tujuan dari sebuah pembinaan, apabila

masalah-masalah tersebut tidak segera diatasi maka

akan berdampak kepada kegagalan sekolah untuk

menjadi sekolah Adiwiyata Mandiri. Selain itu pula bagi

sekolah imbas ketika menghadapi permasalahan

menyangkut program Adiwiyata tidak segera mendapat

solusi sehingga program Adiwiyata tidak berjalan

sebagaimana mestinya dan pada akhirnya tujuan

program Adiwiyata sulit untuk tercapai. Untuk

mengatasi masalah tersebut diperlukan model

pembinaan yang terkonsep berbasis partisipasi sehingga

dapat memberikan motivasi agar pembinaan terhadap

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

18

sekolah imbas dapat berjalan dan tujuan utama dari

pembinaan dapat tercapai.

1.3 Pembatasan Masalah

Melihat luasnya cakupan mengenai konsep dan

pelaksanaan Adiwiyata, maka dalam penelitian ini

dibatasi khusus untuk menyelesaikan masalah dalam

pembinaan Adiwiyata, dimana dikhususkan untuk

merancang sebuah model pembinaan yang bisa

memotivasi sekolah imbas sebagai langkah untuk

menuju sekolah Adiwiyata yang dalam hal ini adalah

model pembinaan berbasis partisipasi.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka

rumusan masalah untuk penelitian ini adalah

1. Bagaimana model manajemen pembinaan sekolah

imbas Adiwiyata yang digunakan selama ini?

2. Bagaimana pengembangan model pembinaan

sekolah imbas Adiwiyata berbasis partisipasi?

1.5 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah penelitian, maka

tujuan dari pengembangan ini adalah:

1. Mengetahui model manajemen pembinaan sekolah

imbas Adiwiyata yang digunakan selama ini.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

19

2. Mengembangkan model pembinaan sekolah imbas

Adiwiyata berbasis partisipasi.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Melalui pengembangan ini, diharapkan dapat

memberikan sumbangan pengetahuan dibidang

pengembangan model pembinaan khususnya

pengembangan model pembinaan sekolah imbas

Adiwiyata berbasis partisipasi.

1.6.2 Manfaat Praktis

1. Bagi sekolah pembina, model diharapkan

dapat membantu dalam pelaksanaan

pembinaan menjadi lebih terkonsep atau

terprogram sehingga capaian sekolah imbas

dapat maksimal dalam mengikuti program

Adiwiyata dan pada akhirnya tujuan

pembinaan juga dapat tercapai dengan

maksimal.

2. Bagi sekolah imbas, model diharapkan

menjadi pedoman dalam melaksanakan

program Adiwiyata.

3. Bagi BLH dapat digunakan sebagai bahan

penyusunan kembali model pembinaan.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

20

1.7 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang dikembangkan adalah sebuah model

prosedural, dimana di dalamnya terdapat rangkaian

langkah kegiatan untuk mencapai suatu tujuan yaitu

pencapaian maksimal program Adiwiyata oleh sekolah

imbas yang berbasis partisipasi. Model ini

dikembangkan berdasarkan langkah-langkah

pengembangan model yang dipaparkan oleh Borg and

Gall. Model tersebut menjelaskan komponen

pengelolaan pembinaan, yaitu dari tahap perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, serta monitoring dan

evaluasi dimana pada setiap tahap dilengkapi dengan

komponen-komponen yang disediakan untuk kegiatan

pembinaan. Basis partisipasi yang digunakan di dalam

model digunakan untuk melibatkan seluruh personil

dalam setiap komponen pembinaan untuk

memunculkan rasa tanggung jawab dan motivasi kepada

seluruh personil yang terlibat. Model berisi: (1) rasional

pelaksanaan pembinaan berbasis partisipasi; (2) materi

pembinaan berbasis partisipasi; (3) perencanaan

pembinaan yang meliputi, identifikasi kebutuhan,

perumusan tujuan, penyusunan program, materi,

metode, media, serta buku panduan; (4)

pengorganisasian pembinaan yang meliputi, sekolah

imbas, pembina, jadwal pembinaan, tempat pembinaan,

biaya, serta evaluasinya; (5) pelaksanaan yang meliputi

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

21

persiapan pembinaan, pra-pembinaan, pembinaan, dan

pengakhiran; (6) evaluasi yang meliputi evaluasi

program pembinaan, evaluasi pelaksanaan, evaluasi

sekolah imbas, pembina, dan evaluasi hasil.

Model juga dilengkapi dengan panduan

pelaksanaan pembinaan untuk sekolah induk dan juga

untuk sekolah imbas, serta dilengkapi dengan buku

panduan monitoring dan evaluasi bagi sekolah induk

dan juga sekolah imbas.

1.8 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

Pengembangan model ini didasarkan pada asumsi

bahwa dalam rangka mengikuti program sekolah

Adiwiyata Mandiri, maka sekolah induk harus

melakukan pembinaan, dimana pelaksanaan

pembinaan sekolah imbas merupakan bentuk upaya

untuk meningkatkan kesadaran warga terutama warga

sekolah akan pentingnya menjaga dan mengelola

lingkungan dengan bijaksana yang dilakukan oleh

sekolah induk, sebagai bentuk bagian dari program

Adiwiyata Mandiri. Mengingat pentingnya pembinaan

tersebut, maka agar pembinaan berhasil maka

diperlukan pembinaan yang terkonsep mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasinya sehingga

dapat diketahui bagaimana kemajuan dari pembinaan

itu sendiri. Sebuah program pembinaan harus

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13300/1/T2_942015010_BAB I.pdf · berbagai dampak, terutama dampak negatif pada lingkungan, diantaranya

22

memberikan kesempatan kepada seluruh pihak yang

terlibat di dalamnya. Model berbasis partisipasi yang

dimasukkan dalam pengembangan model hendaknya

dapat memotivasi sekolah imbas dalam mengikuti

program Adiwiyata.

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah

subyek ujicoba model ini hanya dilakukan pada satu

sekolah calon Adiwiyata mandiri yang ada di Salatiga,

sehingga belum dapat menjamin bahwa model ini dapat

memecahkan semua kendala yang ada dalam

pembinaan sekolah imbas Adiwiyata serta

pengembangan yang dilakukan difokuskan kepada

sistem manajemen pembinaannya.