bab i pendahuluan -...

14
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat telah memanfaatkan teknologi sebagai bagian utama dalam menjalankan roda kehidupan mereka baik dalam melakukan usaha, bekerja, sekolah, bahkan menjadi gaya hidup bagi sebagian elemen masyarakat. Pemanfaatan Teknologi Informasi juga berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. 1 Untuk menunjang kemajuan teknologi itu maka di buatlah hukum telematika, sebagai pedoman dan dasar hukum bagi setiap perbuatan hukum masyarakat yang berkaitan dengan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Penggunaan teknologi yang marak saat ini menyulitkan pemisahan antara teknologi informasi dan telekomunikasi. Hal ini disebabkan karena hukum telematika merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat telah mendorong terjadinya perubahan 1 Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, huruf C.

Upload: truongmien

Post on 08-Apr-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11585/1/T1_312012009_BAB I.pdf · Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat telah memanfaatkan teknologi

sebagai bagian utama dalam menjalankan roda kehidupan mereka baik dalam

melakukan usaha, bekerja, sekolah, bahkan menjadi gaya hidup bagi sebagian elemen

masyarakat. Pemanfaatan Teknologi Informasi juga berperan penting dalam

perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional dalam mewujudkan

kesejahteraan masyarakat. Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi

menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang

secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.1

Untuk menunjang kemajuan teknologi itu maka di buatlah hukum telematika, sebagai

pedoman dan dasar hukum bagi setiap perbuatan hukum masyarakat yang berkaitan

dengan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Penggunaan teknologi yang marak saat ini menyulitkan pemisahan antara

teknologi informasi dan telekomunikasi. Hal ini disebabkan karena hukum telematika

merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan

hukum informatika. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi

telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat telah mendorong terjadinya perubahan

1 Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik, huruf C.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11585/1/T1_312012009_BAB I.pdf · Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang

2

mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara

pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi.2

Globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari

masyarakat informasi dunia. Oleh sebab itu Indonesia yang wajib membentuk

pengaturan mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik di tingkat

nasional. Tujuannya agar pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara

optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Hukum yang mengatur

jaringan informasi diperlukan oleh masyarakat untuk mengakses dan

mendistribusikan informasi, baik di dalam negeri maupun global.3

Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional sudah

merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor swasta

dalam penyelenggaraan telekomunikasi, penguasaan teknologi telekomunikasi, dan

keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.4

Indonesia merupakan negara yang turut aktif dalam perkembangan hukum ITE

di dunia internasional. Oleh karena itu perkembangan hukum teknologi informasi di

Indonesia juga tetap memperhatikan perkembangan hukum ITE di dunia

internasional. Antaralain, Singapura yang proses perkembangan hukum tersebut

menjadi latar belakang disusunnya skripsi ini dengan judul Pembuktian Dalam

Transaksi Elektonik di Indonesia dan Singapura. Adapun masalah (legal issue) yang

akan dikaji dalam proposal ini antaralain kaidah dan asas-asas tentang pembuktian

2 Penjelasan UU Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999, Paragraf ke 2. 3 Hinca P, L.H. Pranoto, M. D. A. Siregar. Irfan Fahmi, Membangun Cyber Law Indonesia

yang Demokratis, Jakarta, 2005, hal.,17. 4 Ibid.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11585/1/T1_312012009_BAB I.pdf · Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang

3

yang berlaku di UU ITE dan UU Telekomunikasi Indonesia serta beberapa putusan

pengadilan mengenai ITE perlu dibandingkan dengan ETA 2010 Singapura dan

yurisprudensi tentang ITE.

Kehadiran teknologi informasi telah merubah paradigma dalam kehidupan

manusia. Dalam aspek hukum perubahan paradigma ini berkaitan dengan penggunaan

komputer sebagai media untuk melakukan kegiatan di dunia ITE khususnya

kejahatan, memiliki tingkat kesulitan tersendiri dalam pembuktiannya. Meskipun

secara substansi pasal-pasal dalam KUHP dan KUHAP dapat saja diupayakan untuk

mengakomodasikan modus kejahatan ITE.5 Namun dalam hukum pidana terjadi

perdebatan mengenai apakah masih relevan model pembuktian konvensional

dihadapkan pada kejahatan di dunia maya.6

Pembuktian sebagai issue dalam perbandingan ini memegang peranan penting

dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dalam kasus ITE dan Telekomunikasi

pembuktian dalam persidangan menjadi sedikit berbeda, pembuktian yang berkaitan

dengan dunia maya menggunakan sarana internet.

Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang relevan

dengan apa yang akan dibuktikan. Alat bukti yang relevan adalah suatu alat bukti di

mana penggunaan alat bukti tersebut dalam proses pengadilan lebih besar

kemungkinan akan dapat membuat fakta yang akan dibuktikan menjadi lebih jelas

5 Maskun, Kejahatan Siber (Cyber Crime), Kencana, Makassar, 2012, hal., 18. 6 Abdul Wahid, Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), Refika Aditama,

Malang, 2005, hal., 104.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11585/1/T1_312012009_BAB I.pdf · Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang

4

daripada jika alat bukti tersebut tidak digunakan.7 Dengan demikian relevansi alat

bukti tidak hanya diukur dari ada tidaknya hubungan antara alat bukti dengan fakta,

melainkan berkaitan apakah alat bukti ini dapat mengungkap fakta menjadi lebih

jelas.

Seperti yang sudah diketahui bersama jika menggunakan sarana internet maka

data-data jaringan internet atau komputer relatif sulit dan berbeda caranya untuk

ditemukan oleh aparat penegak hukum. Aparat relatif kesulitan dalam mengumpulkan

bukti-bukti untuk menjerat pelaku tindak pidana. Oleh karena itu UU ITE 2008

mengatur secara khusus mengenai alat bukti dalam Pasal 5. Dalam pasal 5 UU ITE

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

merupakan alat bukti yang sah. Kemudian dalam UU Telekomunikasi dalam Pasal 42

(2), rekaman informasi yang dikirim dan atau diterima oleh jasa penyelenggara

telekomunikasi dapat diberikan kepada penyidik untuk keperluan proses peradilan

pidana. Berdasarkan aturan dalam Pasal 5 UU ITE 2008 maka alat bukti konvensional

yang telah diatur dalam KUHAP dan KUHPerdata mengalami perubahan

(penambahan). Sedangkan dalam Pasal 6 ETA 2010 Singapura, alat bukti yang sah

dalam kasus transaksi elektonik adalah setiap informasi yang dibuat dalam bentuk

catatan elektronik.

Selain alat bukti, hal yang juga penting diperhatikan adalah beban

pembuktikan. Beban pembuktian (onus) terdapat dalam Pasal 7 UU ITE 2008 dan

Pasal 15 (1) UU Telekomunikasi. Dalam pasal 7 UU ITE 2008, setiap orang yang

7 Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, Citra Adytia Bakti, 2012,

hal., 27.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11585/1/T1_312012009_BAB I.pdf · Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang

5

dalam kaitannya dengan informasi/dokumen elektronik menolak hak orang lain, maka

ia wajib membuktikan atau memastikan bahwa informasi/dokumen elektronik yang

dimaksud dapat digunakan sebagai alasan timbulnya hak.8 Untuk beban pembuktian

UU Telekomunikasi dalam 15 (1) dijelaskan bahwa pihak-pihak yang dirugikan

akibat kesalahan atau kelalaian dari penyelenggara telekomunikasi berhak

mengajukan tuntutan ganti rugi. Apabila dibandingkan dengan ETA 2010 Singapura,

pengaturan mengenai beban pembuktian terdapat dalam Pasal 19. Dirumuskan dalam

Pasal 19 ETA 2010, setiap proses yang melibatkan catatan elektronik harus dianggap

ada kecuali dibuktian sebaliknya pada waktu tertentu catatan elektronik tersebut telah

diubah.

Perlu juga diketahui mengenai rumusan tindak pidana dan perbuatan melawan

hukum dalam ketiga peraturan mengenai ITE, sebagai bahan hukum dari penelitian

ini. Dalam UU Telekomunikasi 1999 rumusan tindak pidana dan perbuatan melawan

hukum adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang mengakibatkan kerugian serta

praktek monopoli, persaingan usaha, menimbulkan gangguan fisik dan

elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi, dan kegiatan penyadapan

atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun

kecuali untuk keperluan pembuktian.

Kemudian rumusan tindak pidana dan perbuatan melawan hukum dalam UU

ITE 2008 yaitu tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak yang

menimbulkan kerugian dan dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik. Sedangkan tindak pidana dan perbuatan melawan

8 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektonik, Pasal 7.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11585/1/T1_312012009_BAB I.pdf · Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang

6

hukum menurut ETA 2010 Singapura adalah mengakses informasi pribadi dan

memberitahukan informasi tersebut tanpa adanya persetujuan dari si pemilik

informasi dan mengintersepsi jaringan dengan tujuan untuk mengakses informasi

pribdi seseorang.

Matrix 1: Perbandingan Hukum ITE Indonesia dan Singapura

No

Pumpunan

Indonesia

Singapura

UU Telekomunikasi

1999

UU ITE 2008

ETA 2010

1 Pembuktian:

Alat Bukti Pasal 42 (2): Rekaman informasi

yang dikirim dan

atau diterima oleh

penyelenggara jasa

telekomunikasi serta

dapat memberikan

informasi yang

diperlukan untuk

proses peradilan

pidana.

Pasal 5:

Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen

Elektronik dan/atau

hasil cetaknya

merupakan alat bukti

hukum yang sah.

Pasal 6:

For the avoidance of

doubt, it is declared

that information

shall not be denied

legal effect, validity

or enforceability

solely on the ground

that it is in the form

of an electronic

record.

2 Pembuktian:

Beban

Pembuktian

Pasal 15 (1):

Atas kesalahan dan

atau kelalaian

penyelenggara

Telekomunikasi

yang

menimbulkan

kerugian, maka

pihak-pihak yang

dirugikan berhak

mengajukan tuntutan

ganti rugi kepada

penyelenggara

telekomunikasi.

Pasal 7:

Setiap Orang yang

menyatakan hak,

memperkuat hak

yang telah ada, atau

menolak hak Orang

lain harus

memastikan bahwa

Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen

Elektronik berasal

dari Sistem

Elektronik dan

memenuhi syarat

Berdasarkan

Peraturan

Perundang-

undangan.

Pasal 19:

In any proceedings

involving a secure

electronic record, it

shall be presumed,

unless evidence to

the contrary is

adduced, that the

secure electronic

record has not been

altered since the

specific point in time

to which the secure

status relates.

Sumber Tabel: diolah dari tiga UndangUndang; (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik, (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,

(3) Electronik Transaction Act 2010 Singapura.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11585/1/T1_312012009_BAB I.pdf · Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang

7

Variabel pembanding pertama adalah alat bukti. Alat bukti elektronik secara

jelas telah diatur dalam UU Telekomunikasi 1999, UU ITE 2008, dan ETA 2010.

Dalam ke tiga peraturan ini menyatakan bahwa pengadilan tidak dapat menolak suatu

alat bukti dengan alasan bahwa alat bukti tersebut adalah alat bukti elektronik.

Variabel pembanding kedua adalah beban pembuktian. Pengaturan tentang

beban pembuktian di Indonesia dan di Singapura menyatakan bahwa setiap orang

yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak orang lain

harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik berasal

dari Sistem Elektronik dan memenuhi syarat Berdasarkan Peraturan Perundang-

undangan.

Matrix 2: Perbandingan Hukum ITE Indonesia dan Singapura

No

Pumpunan

Indonesia

Singapura

UU Telekomunikasi

1999

UU ITE 2008

ETA 2010

1 Penyidik Pasal 44 (1): Penyidik Pejabat Polisi

Negara Republik

Indonesia, Pejabat

Pegawai Negeri Sipil

tertentu di lingkungan

Departemen yang

lingkup tugas dan

tanggung jawabnya di

bidang

telekomunikasi, diberi

wewenang khusus

sebagai penyidik yang

diatur dalam Undang-

Undang Hukum Acara

Pidana untuk

Pasal 43 (1): Penyidik Pejabat Polisi

Negara Republik

Indonesia, Pejabat

Pegawai Negeri Sipil

tertentu di lingkungan

Pemerintah yang

lingkup tugas dan

tanggung jawabnya di

bidang Teknologi

Informasi dan

Transaksi Elektronik

diberi wewenang

khusus sebagai

penyidik

sebagaimana dimaksud

Pasal 27: The Controller

shall, subject to

any general or

special directions

of the Minister,

perform such

duties as are

imposed and may

exercise such

powers as are

conferred upon

him by this Act or

any other written

law.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11585/1/T1_312012009_BAB I.pdf · Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang

8

melakukan penyidikan

tindak pidana di

bidang

telekomunikasi.

dalam Undang-Undang

tentang Hukum Acara

Pidana untuk

melakukan penyidikan

tindak pidana di

bidang ITE. Sumber Tabel: diolah dari tiga UndangUndang; (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik, (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,

(3) Electronik Transaction Act 2010 Singapura.

Variabel pembanding ketiga adalah penyidikan. UU Telekomunikasi 1999 dan

UU ITE 2008 mengatur tentang penyidik kasus ITE adalah penyidik POLRI,

penyidik khusus yaitu Pegawai Negeri Sipil yang tugas dan tanggung jawabnya di

bidang telekomunikasi dan transaksi elektronik. Sedangkan dalam ETA 2010,

penyidik kasus transaksi elektronik adalah seseorang yang di tunjuk Menteri yang

dianggap mampu membantu melaksanakan tujuan ETA 2010.

Matrix 3: Perbandingan Hukum ITE Indonesia dan Singapura

No

Pumpunan

Indonesia

Singapura

UU Telekomunikasi

1999

UU ITE 2008

ETA 2010

1 Waktu

berlakunya

kontrak

PP 82 2012 Pasal 50

(3):

Kesepakatan kontrak

dapat dilakukan

dengan cara

penerimaan yang

menyatakan

persetujuan dan

penerimaan dan/atau

pemakaian objek oleh

Pengguna Sitem

Elektronik.

Pasal 20:

Transaksi elektronik

pada saat penawaran

yang dikirim oleh

pengirim telah di

terima dan di setujui

oleh penerima dengan

cara memberikan

pernyataan penerimaan

secara elektronik.

Pasal 13 (2):

The time of receipt

of an electronic

communication is

the time when the

electronic

communication

becomes capable

of being retrieved

by the addressee at

an electronic

address designated

by the addressee. Sumber Tabel: diolah dari tiga UndangUndang; (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik, (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,

(3) Electronik Transaction Act 2010 Singapura.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11585/1/T1_312012009_BAB I.pdf · Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang

9

Variabel pembanding keempat adalah waktu berlakunya kontrak elektronik.

Dalam ETA 2010 suatu kontrak elektronik dinyatakan mulai berlaku sejak kontrak

tersebut telah dikirim dan dapat di unduh oleh penerima melalui alamat elektronik

penerima. Sedangkan waktu berlakunya kontrak menurut UU Telekomunikasi 1999

dan UU ITE 2008 adalah ketika kontrak telah diterima dan penerima harus

memberikan pernyataan penerimaan kepada pengirim kontrak.

Alasan dipilihnya keempat variable tersebut sebagai variabel dalam penelitian

ini karena variabel yang telah diuraikan adalah elemen-elemen penting, setiap kali

orang hendak membicarakan mengenai hukum pembuktian. Demikian pula dengan

yang dilakukan dalam skripsi ini. Keempat variabel tersebut dibandingkan dalam dua

hukum pembuktian dari dua sistem hukum yang berbeda.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan hukum Pembuktian Informasi dan Transaksi

Elektronik di Indonesia?

2. Bagaimana pengaturan hukum Pembuktian Informasi dan Transaksi

Elektronik di Singapura?

3. Bagaimana perbandingan aspek-aspek hukum Pembuktian yang mengatur

Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia dan Singapura?

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11585/1/T1_312012009_BAB I.pdf · Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang

10

1.3. Tujuan Penelitian

1. Ingin mengetahui dan menganalisis tentang pengaturan hukum Pembuktian

Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia

2. Ingin mengetahui dan menganalisis tentang pengaturan hukum Pembuktian

Informasi dan Transaksi Elektronik di Singapura

3. Ingin membandingkan hukum Pembuktian Informasi dan Transaksi Elektonik

di Indonesia dan Singapura.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis dan Manfaat Praktis:

Dengan penelitian ini dapat digambarkan aspek-aspek dari konsep pengatutan

transaksi elektonik dan telekomunikasi dan diharapkan dapat memberikan kontribusi

bagi pembelajaran ITE di Indonesia.

Ingin menemukan hal-hal baru dalam pengaturan ITE dan Telekomunikasi

sehingga dapat dipergunakan dalam pembaruan hukum yang mengatur ITE dan

Telekomunikasi di Indonesia.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian ini adalah suatu penelitian orisinil. Belum pernah ada penelitian

sejenis yang dilakukan sebelumnya. Sebagai gambaran mengenai hal itu, dibawah ini

disajikan beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya:

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11585/1/T1_312012009_BAB I.pdf · Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang

11

Matrix 5: Perbandingan Skripsi-Skripsi yang Pernah Ditulis Sebelumnya

No Nama

Penulis

Judul Skripsi Rumusan Masalah Kesimpulan

1 Henry

Nugraha

Pembuktian

Tindak Pidana

Siber Dalam

Perspektif

Undang-Undang

No. 11 Tahun

2008 Tentang

Informasi dan

Transaksi

Elektronik.

1. Bagaimana sistem

pembuktian tindak

pidana siber (Cyber

Crime) ?

2. Siapakah yang

berwenang (yang

memiliki kapasitas

dan kekuasaan)

untuk melakukan

penyidikan

terhadap dugaan

adanya tindak

pidana siber?

Dalam

perspektif UU ITE ada

penambahan alat bukti

yaitu perluasan dari

alat bukti yang diatur

dalam Pasal 184

KUHP,ditambah

dengan Pasal 5 UU

ITE.

Pihak yang

berwenang melakukan

penyidikan tindak

pidana siber dalam

perspektif UU ITE:

yang berwenang

melakukan penyidikan

dalam perspektif UU

ITE terdiri dari dua

peyidik, pertama

penyidik POLRI

kedua penyidik PPNS.

Sumber: Diolah dari skripsi-skripsi yang pernah ditulis

Skripsi yang pertama ditulis oleh Henry Nugraha dengan judul “Pembuktian

Tindak Pidan Siber Dalam Perspektif Undang-Undang No. 11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”. Rumusan masalah yang dibahas

dalam skripsi ini adalah pembuktian tindak pidana siber (CyberCrime) dan pihak

yang berwenang menangani tindak pidana siber.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11585/1/T1_312012009_BAB I.pdf · Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang

12

Matrix 6: Perbandingan Skripsi-Skripsi yang Pernah Ditulis Sebelumnya

No Nama

Penulis

Judul Skripsi Rumusan Masalah Kesimpulan

1 Aryo

Hendrawan

Pengaturan Alat

Bukti Elektronik

Dalam Pembuktian

Kejahatan Dunia

Maya (Cyber

Crime)

1. Bagaimana

pengaturan

alat bukti

elektronik

dalam

pembuktian

kejahatan

dunia maya

(cyber crime)?

2. Kesulitan-

kesuliatan di

dalam

penggunaan

alat bukti

elektronik.

Pengaturan alat bukti

elektronik yang sah

diatur dalam UU ITE

Tahun 2008 Pasal 5.

Alat bukti elektronik

khususnya yang

berkaitan dengan

rekaman/salinan data

yang dapat diperoleh

dari sebuah sistem

jaringan komputer

yang aman dan dapat

di percaya serta dapat

diterima untuk

membuktikan

kejahatan di dunia

maya dan di jadikan

Real Evidence Sumber: Diolah dari skripsi-skripsi yang pernah ditulis

Skripsi yang pertama ditulis oleh Henry Nugraha dengan judul “Pembuktian

Tindak Pidan Siber Dalam Perspektif Undang-Undang No. 11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”. Rumusan masalah yang dibahas

dalam skripsi ini adalah pembuktian tindak pidana siber (CyberCrime) dan pihak

yang berwenang menangani tindak pidana siber.

Matrix 7: Perbandingan Skripsi-Skripsi yang Pernah Ditulis Sebelumnya

No Nama

Penulis

Judul Skripsi Rumusan Masalah Kesimpulan

1 Joko

Kusuma

Pengaturan KUHP

dalam

Menanggulangi

1. Apakah KUHP

dapat di

gunakan

KUHP bisa di

gunakan dalam

menanggulangi cyber

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11585/1/T1_312012009_BAB I.pdf · Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang

13

Cyber Crime sebagai

perangkat

hukum dalam

menanggulangi

cyber crime?

crime. Pasal-pasal

yang dapat diterapkan

dalam kasus cyber

crime yaitu Pasal 263

KUHP, Pasal 362

KUHP, Pasal 378

KUHP, dan Pasal 407

KUHP. Sumber: Diolah dari skripsi-skripsi yang pernah ditulis.

Skripsi yang ketiga ditulis oleh Joko Kusuma dengan judul “Pengaturan

KUHP dalam menanggulangi Cyber Crime”. Skripsi ini menganalisi tentang

apakah KUHP dapat di gunakan sebagai dasar hukum jika terjadi cyber crime. Dari

hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa KUHP dapat digunakan untuk

menanggulangi cyber crime.

Jika di bandingkan dengan skripsi-skripsi yang sudah pernah di tulis

sebelumnya, penelitian ini menjadi berbeda karena selain akan membahas pengaturan

hukum ITE di Indonesia, juga akan menganalisis pengaturan hukum ITE di

Singapura. Walaupun Indonesia dan Singapura telah memberlakukan undang-undang

tentang transaksi elektronik, namun pada kenyataannya Singapura berada jauh di atas

Indonesia dalam hal penggunaan kecanggihan teknologi serta peraturan yang

menunjang kegiatan-kegiatan di bidang transaksi elektronik. Oleh karena itu,

penelitian ini juga akan membandingakan aspek-aspek hukum yang mengatur hukum

ITE di Singapura dan Indonesia.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum. Untuk membandingkan pengaturan tentang pembuktian Informasi dan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11585/1/T1_312012009_BAB I.pdf · Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang

14

Transaksi Elektronik di Indonesia dan Singapura serta perbandingannya. Pendekatan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hukum Komparatif (Comparative Law).

Pendekatan Hukum Komparatif bertujuan memaparkan persamaan dan perbedaan

sistem hukum asing dengan maksud untuk membandingkannya. Kemudian dengan

Pendekatan Undang-undang (Statute Approach).9 Pendekatan peraturan perundang-

undangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Dan

dengan Pendekatan Analitis (Analitycal Approach), yaitu menganalisis pengertian

hukum, asas hukum, kaidah hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis.10

9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,

2007, hal., 96. 10 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia

Publishing, 2006, hal., 45.