bab i pendahuluan i.1. latar belakang masalah€¦ · tenggara timur dan maluku. bahkan gereja...

16
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Gereja telah hadir di kepulauan Nusantara 1 sekitar tahun 1543, 2 sebagai hasil pekerjaan misi gereja-gereja Barat, pada masa ekspansi kolonialis, imperialis dan kapitalis bangsa-bangsa Barat ke Asia, yang berlangsung dalam kurun waktu lima abad dari tahun 1492 sampai dengan tahun 1947. 3 Sejarah pekerjaan misi gereja-gereja Eropa di kepulauan Nusantara yang berlangsung pada masa penjajahan bangsa-bangsa Eropa, menunjukkan bahwa pada satu pihak pekerjaan misi itu, memang ada hubungannya dengan ekspansi Barat, sebab pekerjaan misi itu sering ditunggangi penjajah demi kepentingan politik dan ekonomi, namun dilain pihak terpisah dari penjajah, dimana bila di suatu daerah seperti di Banten, Jawa Timur, dan Bali; tatkala kepentingan politik dan ekonomi pemerintah kolonial terancam oleh kehadiran gereja, pemerintah kolonial dengan berbagai cara menghambat bahkan kalau bisa menutup daerah itu bagi kehadiran gereja. 4 Kedatangan gereja di kepulauan Nusantara dalam arti seperti termaksud di atas, menunjukkan bahwa gereja datang ke kepulauan Nusantara tidak bergandengan tangan dengan 1 Istilah Nusantara berasal dari dua kata: nusa dan antara, dibaca nusantara. Huruf a dibuang satu, sebuah kaidah yang umum dalam bahasa Indonesia. Nusa adalah bahasa Sanskerta yang berarti pulau atau tanah air. Antara berarti jarak, sela, selang di tengah-tengah dua benda. Jadi nusantara adalah pulau-pulau yang terletak antara Benua Asia dan Australia, antara lautan India dan lautan Pasifik. Lihat J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan,1994), 63, 950. Jumlah pulau-pulau di Nusantara ini sekitar 17.667, sehingga Nusantara ini tidak salah jika dikatakan sebagai Benua Kepulauan dimana jaraknya antara barat dan timur 5.110km, dari utara ke selatan 1.888 km. Benua kepulauan ini bertebaran pada kedua sisi khatulistiwa antara 94 15’ dan 141 05 bujur timur dan dari 6 08’ lintang utara ke 11 15’ lintang selatan. Luas seluruh daratan Nusantara 1.919.443 km2 sedangkan luas lautan mencapai 5.800.000 km2 dengan panjang garis pantai seluruhnya 81.000 km. Lihat Biro Pusat Statistik, Statistik Indonesia (Jakarta: 1975), 3. 2 Dick Hartoko S.Y, “Perjumpaan Gereja Dengan Budaya” dalam Chris Hartono (ed.), Perjumpaan Gereja di Indonesia Dengan Dunianya Yang Sedang Berubah (Jakarta:Persetia,1995),159. Berbicara tentang kapan gereja hadir di Indonesia, memang kadang-kadang terlintas dalam diskusi para teolog, gereja telah hadir di Indonesia pada abad ke-7, dengan mengatakan bahwa pada pertengahan abad ke-7 terdapat banyak gereja Nestorian di Fansur Barus daerah pantai barat Tapanuli Sumatera utara. Namun, karena perkembangan gereja Nestorian di Fansur Barus tidak tercatat dalam sejarah bahkan karena keberadaannya sendiri telah lenyap tanpa meninggalkan bekas dan berita, maka kita tidak punya dasar untuk mengklaim bahwa gereja telah hadir di kepulauan Nusantara pada abad ke-7. Lihat F. Ukur dan Cooley, Jerih dan Juang, Laporan Nasional Survey Menyeluruh Gereja di Indonesia (Jakarta:Lembaga Penelitian dan Studi DGI,1979), 450. 3 F.Ukur dan Cooley, Jerih dan Juang . . . , 453. 4 S. Hardiyanto, “Gereja dan Ilmu Pengetahuan, Sebuah Tantang-Jawab Yang Berkelanjutan”, dalam Chris Hartono,Perjumpaan Gereja di Indonesia Dengan Dunianya Yang Sedang Berubah (Jakarta:Persetia, 1995), 132-3.

Upload: others

Post on 01-Oct-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Gereja telah hadir di kepulauan Nusantara1sekitar tahun 1543,

2 sebagai hasil pekerjaan

misi gereja-gereja Barat, pada masa ekspansi kolonialis, imperialis dan kapitalis bangsa-bangsa

Barat ke Asia, yang berlangsung dalam kurun waktu lima abad dari tahun 1492 sampai dengan

tahun 1947.3 Sejarah pekerjaan misi gereja-gereja Eropa di kepulauan Nusantara yang

berlangsung pada masa penjajahan bangsa-bangsa Eropa, menunjukkan bahwa pada satu pihak

pekerjaan misi itu, memang ada hubungannya dengan ekspansi Barat, sebab pekerjaan misi itu

sering ditunggangi penjajah demi kepentingan politik dan ekonomi, namun dilain pihak terpisah

dari penjajah, dimana bila di suatu daerah seperti di Banten, Jawa Timur, dan Bali; tatkala

kepentingan politik dan ekonomi pemerintah kolonial terancam oleh kehadiran gereja,

pemerintah kolonial dengan berbagai cara menghambat bahkan kalau bisa menutup daerah itu

bagi kehadiran gereja.4

Kedatangan gereja di kepulauan Nusantara dalam arti seperti termaksud di atas,

menunjukkan bahwa gereja datang ke kepulauan Nusantara tidak bergandengan tangan dengan

1Istilah Nusantara berasal dari dua kata: nusa dan antara, dibaca nusantara. Huruf a dibuang satu, sebuah

kaidah yang umum dalam bahasa Indonesia. Nusa adalah bahasa Sanskerta yang berarti pulau atau tanah air. Antara

berarti jarak, sela, selang di tengah-tengah dua benda. Jadi nusantara adalah pulau-pulau yang terletak antara Benua

Asia dan Australia, antara lautan India dan lautan Pasifik. Lihat J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain,Kamus

Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan,1994), 63, 950. Jumlah pulau-pulau di Nusantara ini

sekitar 17.667, sehingga Nusantara ini tidak salah jika dikatakan sebagai Benua Kepulauan dimana jaraknya antara

barat dan timur 5.110km, dari utara ke selatan 1.888 km. Benua kepulauan ini bertebaran pada kedua sisi

khatulistiwa antara 94 15’ dan 141 05 bujur timur dan dari 6 08’ lintang utara ke 11 15’ lintang selatan. Luas

seluruh daratan Nusantara 1.919.443 km2 sedangkan luas lautan mencapai 5.800.000 km2 dengan panjang garis

pantai seluruhnya 81.000 km. Lihat Biro Pusat Statistik,Statistik Indonesia (Jakarta: 1975), 3. 2Dick Hartoko S.Y, “Perjumpaan Gereja Dengan Budaya” dalam Chris Hartono (ed.), Perjumpaan Gereja

di Indonesia Dengan Dunianya Yang Sedang Berubah (Jakarta:Persetia,1995),159. Berbicara tentang kapan gereja

hadir di Indonesia, memang kadang-kadang terlintas dalam diskusi para teolog, gereja telah hadir di Indonesia pada

abad ke-7, dengan mengatakan bahwa pada pertengahan abad ke-7 terdapat banyak gereja Nestorian di Fansur Barus

daerah pantai barat Tapanuli Sumatera utara. Namun, karena perkembangan gereja Nestorian di Fansur Barus tidak

tercatat dalam sejarah bahkan karena keberadaannya sendiri telah lenyap tanpa meninggalkan bekas dan berita,

maka kita tidak punya dasar untuk mengklaim bahwa gereja telah hadir di kepulauan Nusantara pada abad ke-7.

Lihat F. Ukur dan Cooley, Jerih dan Juang, Laporan Nasional Survey Menyeluruh Gereja di Indonesia

(Jakarta:Lembaga Penelitian dan Studi DGI,1979), 450. 3F.Ukur dan Cooley, Jerih dan Juang . . . , 453.

4S. Hardiyanto, “Gereja dan Ilmu Pengetahuan, Sebuah Tantang-Jawab Yang Berkelanjutan”, dalam Chris

Hartono,Perjumpaan Gereja di Indonesia Dengan Dunianya Yang Sedang Berubah (Jakarta:Persetia, 1995), 132-3.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

2

penjajahan. Bangsa-bangsa penjajah datang ke kepulauan Nusantara bukan untuk

mengkristenkan Nusantara, tetapi untuk mengambil kekayaan Nusantara demi kepentingan

ekonomi negara penjajah. Kenyataan yang demikian ini membuat gereja-gereja yang telah hadir

di kepulauan Nusantara ini, sejak awal telah bersikap kritis kepada penjajah. Api nasionalisme

untuk bersatu mengusir penjajah guna untuk membangun sebuah negara-bangsa yang merdeka,

yang menyala di Jawa dengan kelahiran Budi Utomo(1908), juga menyala di daerah–daerah

dimana penduduknya mayoritas beragama Kristen seperti di tanah Minahasa, Batak, Nusa

Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada

penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura di Maluku pada tahun 1817.5 Semangat nasionalisme

yang bercikal-bakal pada suku-suku bangsa yang telah lama ada di bumi Nusantara, selalu ada di

hati gereja. Gereja tidak pernah absen sejak awal munculnya pergerakan nasional, mulai dengan

lahirnya Budi Utomo (1908), dilanjutkan dengan Sumpah Pemuda (1928) dan berpuncak pada

Proklamasi Kemerdekaan (1945).6

Nasionalisme Nusantara sebagai konteks kelahiran Indonesia atau kelahiran Pancasila,7

adalah ekspresi dan sekaligus perlawanan seluruh rakyat Indoesia dari berbagai suku, ras dan

agama terhadap penderitaan mereka atas kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme, guna

memperoleh kemerdekaan, sebagai jalan untuk membangun negara-bangsa Indonesia yang

memiliki kedaulatan politik, kedaulatan ekonomi dan kepribadian nasional. Dalam membangun

sebuah negara kebangsaan yang diberi nama Indonesia,8 sebagaimana pada umumnya bahwa

5Richard M. Daulay, Agama &Politik di Indonesia, Umat Kristen di Tengah Kebangkitan Islam(Jakarta:

BPK Gunung Mulia,2015), 3-4. 6Bahkan Proklamasi Kemerdekaan yang dipercepat menjadi tanggal 17 Agustus 1945 terjadi karena

desakan para pemuda dari berbagai latar belakang, termasuk pemuda Kristen, seperti Johannes Leimena, yang di

kemudian hari pernah dipercaya Soekarno menjadi pejabat Presiden Republik Indonesia. Lihat Richard M. Daulay,

Agama&Politik . . . , 4. 7Menurut John A.Titaley, Pancasila dan Indonesia adalah seperti dua sisi dari satu mata uang. Hal itu

terjadi demikian karena kelahiran Indonesia bersamaan dengan kelahiran akan dasar dan cita-citanya sebagaimana

tertuang dalam Pancasila. Dalam hal ini, Indonesia tanpa Pancasila bukanlah Indonesia. Lihat John A. Titaley,

“Pertimbangan-pertimbangan Pendirian Program Pasca-sarjana Bidang Studi Agama dan Masyarakat(PpSAM)”

(Salatiga:UKSW,1991), 2. Lihat juga John A.Titaley, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Arah Pembinaan Dan

Pengembangan Pendidikan Agama Di Indonesia (Salatiga:Fakultas Teologi.UKSW,1999),26-7. 8Perkumpulan mahasiswa Indonesia di Belanda yang dikenal dengan nama Perhimpunan Indonesia, yakni

orang-orang dari daerah Nusantara, adalah orang-orang Nusantara yang pertama kali memakai kata Indonesia untuk

menunjuk kepada, penduduk dan budaya yang ada di wilayah Nusantara. Mohammad Hatta menjelaskan bahwa,

kata Indonesia sudah dipakai oleh ethnolog Inggris bernama G.R. Logan dalam bukunya The Ethnology of the

Indian Archipelago. Dalam buku ini, Logan menulis bahwa kata “Indonesia” berasal dari kata India (Lathin:Hindia)

dan Nesos (Yunani: Kepulauan), sehingga Indonesia berarti kepulauan Hindia. Lihat Mohammad

Hatta,Memoir(Jakarta:TintamasIndonesia,1979), 126. Bandingkan juga, Hassan Shadiliy,Ensiklopedi Indonesia

Vol.3 (Jakarta:Ichtiar Baru-Van Hoeve,1982), 1437.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

3

suatu negara kebangsaan, patut memiliki landasan ideologi berupa kontrak sosial atau religiositas

negara kebangsaan, yang melahirkan dan sekaligus yang akan memelihara bahkan yang akan

menyelamatkan perjalanan sebuah bangsa dalam mewujudkan cita-citanya, Indonesia bangsa

yang majemuk dalam suku, budaya dan agama,9 setelah melewati percakapan yang mendalam

dan cerdas, berdasarkan pada kesadaran dan kesepakatan bersamanya pada tanggal 18 Agustus

1945, menetapkan Pancasila sebagai dasar negara, dengan urutan dan rumusan : Ketuhanan yang

maha esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh

rakyat indonesia.10

Menyimak proses dan tujuan penetapan Pancasila sebagai dasar negara, lalu mempelajari

maksud urutan dan rumusan dari masing-masing sila Pancasila, kemudian menelaah nilai-nilai

Pancasila sebagaimana terjabar pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945 (UUD’45) dan Batang Tubuh UUD’45, selanjutnya mencermati aktualisasi

Pancasila dalam perjalanan sejarah bangsa; menampak lugas bahwa Pancasila adalah sebuah

sumber otoritas transendental dari negara-bangsa Indonesia berupa pengagungan akan

kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan.11

Sebagai sumber otoritas transendental berupa

pemuliaan akan kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan, Pancasila menempatkan nilai

kemanusiaan, nilai kesatuan dan nilai kesetaraan sebagai nilai-nilai yang telah melahirkan, yang

sedang merawat dan yang akan menyelamatkan pluralitas dan kebersamaan sosial Indonesia

dalam menggapai cita-cita bersamanya yakni Indonesia mensejahtera. Dalam keadaannya yang

demikian, Pancasila bukanlah seperti sebuah institusi agama baru, yang tidak akan memerlukan

lagi agama-agama Indonesia, namun ia adalah agama sipil Indonesia, yakni religiositas atau

keagamaan seluruh rakyat Indonesia berupa pengagungan akan nilai kemanusiaan, kesatuan dan

kesetaraan dalam bernegara kebangsaan Indonesia.

Berpijak pada pengertian dan fungsi agama sipil yang asasnya telah menampak dalam

gagasan agama Marx, Weber, khususnya Durkheim bahwa ia adalah kesadaran kolektif

9Di Indonesia paling tidak ada 30 etnis dengan bahasa suku yang tak kurang dari 250 bahasa. Semua

agama besar dunia ada di Indonesia ditambah lagi dengan agama lokal Indonesia dimana masing-masing memiliki

pemeluknya yang eksis. Lihat Flip P.B.Litaay,Pemikiran Sosial Johanes Leimena Tentang Dwi Kewargaan di

Indonesia(Salatiga:Satya Wacana University Press,2007),2-3. 10

H.Djoko Santoso,Menggagas Indonesia Masa Depan (Jakarta:Tebet Center 66,2014),16. 11

St.Sularso, “Sila Pertama:Kesalehan Sosial Bangkrut,” dalam Mulyawan Karim,Merajut Nusantara

Rindu Pancasila(Jakarta:Kompas,2010),5.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

4

masyarakat yang berfungsi sebagai kohesi sosial; kemudian berlandaskan pada pengertian dan

fungsi agama sipil dalam gagasan Rousseau, Bellah, Shank, Coleman dan Kung, bahwa ia adalah

kesepakatan bersama masyarakat yang berfungsi sebagai tuntunan dan tuntutan masyarakat, guna

untuk mewujudkan kehendak umum masyarakat; selanjutnya berdasarkan pada pemahaman

tentang hubungan antara agama dan negara sebagaimana ditunjukkan oleh Wogaaman, Leege,

Tocqueville, Glock, Hammond, Beiner dan Cox; bahwa keduanya baik agama maupun negara

patut mengagungkan otoritas transendental itu lewat kata dan tindakan sebagai tuntunan dan

tuntutan sosial dalam mewujudkan kesejahteraan negara kebangsaan; maka dapat dikatakan

bahwa sebagai religiositas Indonesia, Pancasila bukanlah sebuah institusi agama dengan

keyakinan-keyakinan eksklusif, yang menafikan institusi agama-agama, tetapi ia adalah hukum

keutamaan Indonesia atau keagamaan Indonesia berupa pemuliaan akan nilai-nilai :

kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan yang mengakomodir semua prinsip fundamental dari

semua ajaran agama dan kelompok Indonesia, bahkan yang melahirkan Indonesia,12

sehingga

baik negara maupun warga negara patut mengaktualisasikan nilai-nilai itu dalam kehidupan

bernegara, berbangsa, bermasyarakat dan beragama, guna untuk merawat dan menyelamatkan

pluralitas dan kebersamaan sosial Indonesia dalam mewujudkan secara bersama-sama kehendak

umum Indonesia, yakni kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.13

Dalam rangka mengaktualisasikan Pancasila sebagai agama sipil Indonesia dalam misi

agama-agama Indonesia, nilai-nilai keindonesiaan itu memang harus diformulasikan dalam misi

agama-agama Indonesia, agar misi agama-agama Indonesia kontekstual dan fungsional, yakni

sesuai dengan roh dan karakter Indonesia. Dalam membangun misi agama yang kontekstual dan

fungsional ala Indonesia seperti termaksud di atas, masing-masing agama Indonesia tidak boleh

memaksakan religionismenya di negara Indonesia. Sebaliknya justru religiositas Indonesialah

yakni moralitas bangsa yang mengagungkan nilai-nilai: kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan,

12

Djohan Effendi,Pluralisme dan Kebebasan Beragama,Cetakan IV(Yogyakarta:Institute

Dian/Interfidei,2013),1-3. St.Sularso, “Sila Pertama:Kesalehan Sosial Bangkrut” dalam Mulayawan Karim,Merajut

Nusantara Rindu Pancasila(Jakarta:Kompas,2010),6. 13

Soekarno, “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme”, dalam Di Bawah Bendera Revolusi(Jakarta:Panitia

Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi,1963),1-23. John Legge,Sukarno Sebuah Biografi Politik,Terjemahan Tim

Penerbit Sinar Harapan (Jakarta:Sinar Harapan,1995),218. Parakitri T.Simbolon,Menjadi Indonesia:Akar-akar

Kebangsaan Indonesia (Jakarta:Kompas Grasindo,1995), 250-1. John A.Titaley,A Socio Historical Analysis of The

Pancasila as Indonesia’s State Ideology in The Light of The Royal Ideology in The Davidic State(California:Th.D

dissertation at Graduate Theological Union Berkeley,1991),141. Saafrodin Bahar dkk.,Risalah Sidang . . . , 82.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

5

yang harus berfungsi sebagai roh yang menggerakkan kehidupan agama-agama Indonesia demi

terciptanya kesejahteraan Indonesia.14

Upaya untuk menjadikan nilai-nilai agama sipil Indonesia sebagai misi agama-agama

Indonesia, tentu sangat dimungkinkan, sebab nilai-nilai keindonesiaan itu tidak bertentangan,

malah justru mengakomodir aspirasi keagamaan semua agama Indonesia. Oleh karena nilai-nilai

Pancasila itu mengakomodir aspirasi keagamaan semua agama Indonesia, maka setiap penganut

agama yang mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam hidupnya, senyatanya bersamaan

dengan itu pula, yang bersangkutan juga mempraktekkan ajaran agamanya. Moralitas Pancasila

berupa pemuliaan akan nilai-nilai: kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan yang senyatanya tidak

berseberangan dengan aspirasi keagamaan, sangat dimungkinkan teraktualisasi dalam misi

agama.15

Di tangan John A.Titaley misalnya, Pancasila dan UUD’45 dipandang sangat Injili, dengan

alasan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD’45 berupa pemuliaan akan

kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan; selaras dengan nilai-nilai Injil.Bahwa nilai-nilai Injil

adalah juga berupa pemuliaan akan rasa kemanusiaan, kebersamaan dan kesetaraan,

diperlihatkan oleh Titaley dengan mendudukkan misipelayanan Yesus sebagaimana tertayang

dalam ceritera pada Yohanes 8: 1-11 tentang “Perempuan Yang Berzinah”, sebagai misi untuk

memperjuangkan dan menghadirkan nilai kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan antar manusia

akibat diskriminasi yang dibuat manusia16

. Pandangan yang substansinya sama, juga datang dari

Abdurrahman Wahid. Wahid mengemukakan bahwa Pancasila itu sangat Islami. Wahid

berpendirian demikian karena menurut dia, nilai-nilai Pancasila berupa kemanusiaan, kesatuan

dan kesetaraan, tidak berseberangan dengan pokok-pokok ajaran Islam sebagaimana terkandung

dalam Alquran.17

Tidak dapat disangkal bahwa Pancasila adalah sebagai misi Indonesia yang sangat luhur,

sari pati bangsa Indonesia danhasil kesepakatan para pendiri bangsa. Sebagai misi Indonesia

14

Yudi Latif,Negara Paripurna,Historisitas,Rasionalitasdan Aktualitas Pancasila,Cetakan

Keempat(Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,2012), 110-1. 15

Yudi Latif, Negara Paripurna . . . , 110-1. 16

John A.Titaley,Religiositas Di Alinea Tiga, Pluralisme, Nasionalisme dan Transformasi Agama-Agama

(Salatiga:Satya Wacana University Press,2013), 61-7. 17

Abdurrahman Wahid,Islamku Islam Anda, Islam Kita:Agama Masyarakat Negara

Demokrasi,(Jakarta:The Wahid Institute,2006),75-89.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

6

Pancasila merupakan sebuah pengakuan dan sekaligus kesaksian bangsa Indonesia.18

Melalui

misi Pancasila, bangsa Indonesia hendak selalu menyampaikan pengakuannya bahwa ia adalah

bangsa yang beragam suku, ras, budaya dan agama, namun ada dalam bingkai kesatuan

Indonesia, bangsa yang dalam satu bingkai kesatuan namun terdiri dari beraneka suku, ras,

budaya dan agama. Melalui misi Pancasila, bangsa Indonesia juga selalu hendak menyaksikan

bahwa ia adalah bangsa yang terlahir dalam pengagungan akan nilai-nilai: kemanusiaan,

kesatuan dan kesetaraan, sehingga mereka senantiasa berupaya mengaktualisasikan lewat kata

dan tindakan nilai-nilai itu, demi termanifestasinya kehendak umum bangsa Indonesia, yaitu

kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam rentang waktu 18 tahun belakangan ini, rumah bersama yang bernama Indonesia,

terasa berada dalam keadaan tegang dan semakin sulit untuk dihidupi bersama. Dalam situasi

akhir-akhir ini, semakin menampak bahwa persoalan toleransi yang menjadi sendi dasar

kehidupan bersama dalam masyarakat majemuk Indonesia, khususnya dalam hidup beragama

yang berbeda, sedang tergugat oleh keingingan dan proses-proses yang mengkuatirkan.

Penyebab dari keadaan yang demikian ini, sebagaimana diperlihatkan oleh sejarah perjalanan

bangsa, nampaknya adalah karena masyarakat Indonesia belum sepenuhnya

menginternalisasikan dan mengaktualisasikan Pancasila dalam misi dan kehidupan mereka.

Sebagai contoh masing-masing agama dunia yang ada di Indonesia, sering menumbuh-

kembangkan identitasnya tidak sepenuhnya berkiblat ke Indonesia dimana dirinya tumbuh tetapi

berkiblat ke negeri dari mana agama-agama itu berasal. Sejarah perjalanan bangsa juga

memperlihatkan bahwa negara dan warga negara Indonesia tidak sepenuhnya mencintai

Pancasila dan menundukkan diri padanya, sehingga sebagai dampaknya beberapa komponen

bangsa acapkali mengabaikan bahkan menggugat nilai-nilai Pancasila yang berupa kesatuan,

kemanusiaan dan kesetaraan itu, sembari ingin menggantinya dengan ideologi lain.19

Namun

18

George McTurman Kahin,Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, diterjemahkan oleh Nin Bak

Sumantri(Jakarta:Sebelas Maret University Press,1995),153. Saafroedin Bahar dkk(Penyunting), Risalah Sidang

BPUPKI dan PPKI 28 Mei sampai 22 Agustus 1945(Jakarta:Sekretariat Negara Republik Indonesia,1995),38. Eka

Darmaputra,Pancasila, Identitas dan Modernitas,Cetakan III(Jakarta:BPK Gunung Mulia,1991),104-5. 19

Beberapa contoh perbuatan dan sikap anak bangsa bahwa mereka sering tidak menundukkan diri pada

Pancasila dalam berbangsa dan bernegara, dapat disebutkan sebagai berikut: Pertama, pemberontakan Partai

Komunis Indonesia pada bulan September 1948 di Madiun. Partai ini karena terobsesi oleh ideologi komunis,

melakukan tindak kekerasan menentang sistem pemerintahan yang dinilainya kurang berafiliasi bagi kepentingan

rakyat; sehingga mereka berjuang menegakkan kelas proletar. Kedua, pemberontakan Darul Islam Indonesia (DII)

pimpinan Kartosuwiryo pada bulan Agustus 1949, pimpinan Ibnu Hajar di Kalimantan Selatan pada tahun 1950,

pimpinan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan pada tahun 1951, pimpinan Daud Beureueh di Aceh pada tahun 1953.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

7

sejarah Indonesia menunjukkan bahwa, segala upaya untuk mengganti Pancasila dengan ideologi

lain mengalami kegagalan. Fakta sejarah itu menyaksikan bahwa Pancasila senyatanya

membuktikan dirinya sebagai religiositas negara-bangsa Indonesia berupa pengagungan akan

nilai-nilai kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan sebagai yang paling feasible dan sebab itu lebih

viable bagi keberlangsungan hidup bangsa Indonesia pada hari ini dan di masa datang.20

I.2 Perumusan Masalah

Pancasila yang luhur, final dan sakral sebagaimana terdiskripsi di atas, terlahir di Indonesia

negara-bangsa kepulauan yang berpotensi besar sebab bertanah subur dan berkelautan luas. Oleh

karena kesuburannya, Indonesia dijuluki sebagai “tanah surga” dimana tongkat dan batu bisa jadi

tanaman. Oleh karena lautmya yang luas, Indonesia juga dijuluki sebagai “negeri berkolam

susu”, dimana ikan dan udang menghampiri anak negeri, sehingga kail dan jala akan cukup

menghidupi mereka. Melihat Pancasila begitu luhur dan melihat Indonesia begitu subur,

semestinya Indonesia tidak terlambat dan tidak ringkih dalam meraih cita-citanya yaitu

mewujudkan“Indonesia Raya Sejahtera”.21

Segala keterlambatan dan kegagalan dalam

DII karena terobsesi oleh ideologi agama, melakukan tindak kekerasan yang mengadu kekuatan, memproklamirkan

negara Islam sebagai jalan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Ketiga, pemberontakan Republik

Maluku Selatan pada tahun 1950. Pemberontakan ini bersifat kesukuan di daerah Maluku yang ingin mendirikan

negara kesukuan di daerah Maluku. Keempat, pemberontakan pemerintah revolusioner Republik Indonesia (PRRI)

di Sumatera yang kemudian begabung dengan gerakan Pembangunan Semesta(Permesta). Kelima, gerakan

kontroversi mengenai Pancasila sebagai dasar negara yang datang dari Partai-Partai Islam paska Dekrit Presiden 5

Juli 1959. Partai-Partai Islam mengajukan agar Piagam Jakarta memiliki kedudukan hukum sebagai kaidah

fundamental negara. Keenam, pemunculan gerakan Nasional, Agama dan Komunis (NASAKOM) dan Manifestasi

Politik UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia

(MANIPOL USDEK) yang disebut sebagai proyeksi dari Pancasila, tetapi dalam paraktiknya penghayatannya

jauh sekali dari ideologi Pancasila. Hal ini menampak jelas pada sikap Partai Komunis Indonesia yang sangat

membela NASAKOM dan MANIPOL USDEK namun sangat membenci kelompok Nasionalis dan Agamais.

Ketujuh, pemaknaan Pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status quo kekuasaan pemerintahan Order

Baru. 20

Azyumardi Azra, “Revisitasi Pancasila” dalam Mulyawan Karim(Penyunting), Merajut

Nusantara,Rindu Pancasila,(Jakarta:Kompas,2010),11. 21

Keterlambatan dan keringkihan kita dalam mewujudkan cita-cita kebangsaan dapat digambarkan

sebagai berikut: Setelah 71 tahun kita mengindonesia, semangat para pendiri bangsa yang bersedia saling menerima

dalam perbedaan, tercekik oleh kepicikan intoleransi, kecurigaan dan kebencian primordial. Banyak anak bangsa

kini memberhalakan suku, agama dan budaya mereka, sampai mereka menjalankan politik “ proporsionalisasi” dan

mengabaikan “merit system, atau sistem “the right man on the right place”, sehingga mereka bersikap diskriminatif

serta intoleran terhadap suku,agama dan budaya di luar mereka; dalam berbangsa dan bernegara. Perilaku yang

demikian ini sering membuat anak bangsa merasa asing hidup di tanah air mereka sendiri. Lihat Franz Magnis-

Suseno, “Pancasila 2010” dalam Mulyawan Karim, Merajut Nusantara Rindu Pancaila,(Jakarta:Kompas,2010), 18.

Pada masa Reformasi merebak partai-partai politik berdasarkan agama sebagai sinyalemen munculnya kembali

politik aliran dan juga muncul sejumlah Undang-Undang yang hanya berlaku bagi umat Islam antara lain Undang-

Undang Nomer 17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji dan Undang-Undang Nomer 38 tahun 1999 tentang

Pengelolahan Zakat. Puncaknya adalah kelahiran Undang-Undang Nomer 44 tahun 1999 tentang Keistimewahan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

8

mewujudkan Indonesia yang sejahtera, diyakini bukan berasal dari Pancasila tetapi diduga

penyebabnya justru karena masing-masing komponen bangsa sekalipun mereka secara formal

telah sangat sadar diri sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,22

namun pelaksanaan misi mereka tidak sepenuhnya mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila

yaitu: kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan.23

Demikianlah halnya dengan Gereja Kristen Protestan di Bali.24

Gereja yang lahir pada

tanggal 11 Nopember 1931 dan berbadan hukum: 214 LN.No.8 Tgl. 11 Agustus 1949 ini,

merumuskan dan menetapkan visinya pada periode 2008- 2028, “Bumi Bersukacita Dalam

Damai Sejahtera “dan misinya pada periode yang sama “Membangun Peradaban Yang Dijiwai

Kasih Terhadap Tuhan, Sesama Dan Lingkungan”,25

serta menetapkan tema pelayanannya pada

periode 2012-2016“Menjadi Gereja Yang Bertumbuh Bersama Masyarakat”.26

Melalui visi dan

Daerah Istimewa Aceh dan Undang-Undang Nomer 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Daerah

Istimewa Aceh. Sejalan dengan maraknya perundang undangan syariat Islam pada dasawarsa pertama 2000-an,

lebih marak lagi “perdaisasi” syariat Islam, yakni dengan memasukkan prinsip-prinsip syariat Islam ke dalam

berbagai peraturan daerah, yang peluangnya dibuka oleh Undang-Undang Nomer 22 tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah, sekitar 150 perda bernuansa syariat Islam telah terbit di berbagai provinsi, kabupaten dan kota

di Indonesia. Perda-perda tersebut mengatur antara lain kewjiban berbusana muslim, zakat, kewajiban pandai

membaca Al-Quran bagi siswa dan calon pengantin. Fenomena ini memicu bertumbuh suburnya fanatisme

beberapa anak bangsa dalam beragama. Fakta ini juga melahirkan rasa dan sikap saling curiga mencurigai diantara

sesama anak bangsa. Lihat, Richard M.Daulay, Agama &Politik . . . , 13-5. Meskipun sudah 71 tahun kita

berindonesia, masih sering anak bangsa melakukan tindak kekerasan dalam berbagai bentuk dengan tingkat yang

semakin masif, dari yang fisik hingga simbolis. Sementara anak bangsa berbuat demikian, para pemimpin yang

dipercaya untuk mengurus bangsa yang seyogianya harus melindungi setiap warga negara, terkesan sering bersikap

lambat dan gamang dalam merespon tindakan-tindakan kekerasan itu. Keadaan yang demikian ini semakin

membuka ruang bagi kelompok preman-preman untuk mengganggu orang lain seakan-akan mereka itu menjadi

wakil Tuhan. Realitas ini membuat tidak sedikit anak bangsa merasa tidak nyaman dan terancam hidup di negeri

mereka sendiri. Lihat, St.Sularto, “Sila Pertama:Kesalehan Sosial Bangkrut”, dalam Mulyawan Karim,Merajut

Nusantara Rindu Pancasila (Jakarta:Kompas,2010),3-6. Kendati sudah 71 tahun kita melaksanakan pembangunan

nasional, kita masih banyak memilki penduduk miskin tinimbang yang tidak miskin. Choromaster mengemukakan

bahwa prosentase penduduk Indonesia yang miskin sekali 7,5 %, miskin 38,55 %, hampir miskin 37,19 % dan tidak

miskin 16,69 %. Lihat Choromaster,NKRI HARGA MATI (Yogyakarta:Penerbit Samudra Biru,2012),73. 22

Selanjutnya disingkat NKRI 23

Ahmad Syafii Maarif,Islam Dalam . . . , 23. Keadaan bangsa yang demikian ini diperparah lagi oleh

kenyataan bahwa sebagian anak bangsa tenggelam dalam hedonisme konsumeristik sehingga mereka melupakan

cita-cita kebangsaan. Perasaan kebangsaan dan solidaritas mereka dengan saudara-saudari sebangsa yang masih

dalam kekurangan terkesan menguap. Keadaan bangsa yang masih banyak memiliki penduduk miskin juga

diperparah lagi oleh kenyataan bahwa banyak pemimpin bangsa mataduwitan, memakai demokrasi sebagai sarana

untuk melayani diri sendiri, dimana rakyat tidak diperhatikan namun dimanfaatkan. Bila keadaan yang demikian ini

berlangsung lama, tidak mustahil rakyat akan memberi kesempatan kepada mereka yang menawarkan ideologi yang

lain daripada Pancasila. Lihat Frans Magnis Suseno, “Pancasila 2010”, dalam Mulyawan Karim,Merajut Nusantara

Rindu Pancasila(Jakarta:Kompas,2010),20-1. 24

Selanjutnya disingkat GKPB. 25

Gereja Kristen Protestan Di Bali (GKPB),Visi dan Misi (Mangupura:Percetakan MBM,2006), 2. 26

Gereja Kristen Protestan Di Bali,Posisi GKPB Dan Isi Pelayanannya(Mangupura:Percetakan

MBM,2010),10.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

9

misi GKPB pada periode 2008-2028, dan melalui tema pelayanannya pada periode 2012-2016,

GKPB sebagai bagian integral dari Indonesia berupaya menyelaraskan cita-cita luhurnya dengan

kehendak Sang Transenden agar bumi ini secara keseluruhan, bukan hanya dirinya saja, ada pada

keadaan bersukacita dalam damai sejahtera, dengan jalan bersama dengan semua sesamanya

manusia menciptakan suatu tatanan kehidupan yang dijiwai oleh kasih terhadap Tuhan, sesama

dan lingkungan.27

Dilihat dari cita-cita yang hendak dituju dan nilai-nilai yang ingin

dipraktikkannya ini, maka dalam tataran ideal nampaknya GKPB memang berkehendak

mengaktualisasikan Pancasila dalam misinya. Namun dalam praksis apakah sesungguhnya

GKPB telah mengaktualisasikanPancasila dalam misinya,28

dalam arti sejauh mana dia sudah

terobsesi oleh nilai-nilai Kesatuan, Kemanusiaan Kesetaraan dan sejauh mana dia masih ringkih

dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut, baru akan menjadi nyata dalam pelaksanaan misi

GKPB sebagaimana terjabar dalam tri kegiatan GKPB berupa Persekutuan, Pelayanan dan

Kesaksian.

I.3.The Purpose Statement

Berangkat dari perumusan masalah dan hipotesa termaksud di atas, maka the purpose

statement yang berperan untuk memberi arah kemana penelitian ini harus berjalan dan tiba

adalah sebagai berikut:Mengkaji Pelaksanaan Misi GKPB Pada Periode 2012-2016 Dalam Tri

Kegiatannya: Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian dari Perspektif Nilai-Nilai Pancasila

berupa Kesatuan, Kemanusiaan dan Kesetaraan.

I.4. PertanyaanPenelitian

Dalam rangka mengkaji pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016 sebagaimana

terjabar dan terimplementasi dalam tri kegiatan GKPB Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian;

dari sudut pandang nilai-nilai Pancasila berupa Kesatuan, Kemanusiaan dan Kesetaraan, maka

27

Gereja Kristen Protestan Di Bali(GKPB),Visi dan Misi(Mangupura:Percetakan MBM,2006),5-10. 28

Yang dimaksud dengan aktualisasi ialah sikap lewat kata dan tindakan yang mewujudkan sebuah nilai.

Pancasila ialah agama sipil Indonesia, sebab ia adalah kesadaran bersama bangsa indonesia berupa nilai-nilai yang

mengagungkan kesatuan, kemanusiaan dan kesetaraan dan ia sekaligus adalah kesepakatan bersama bangsa

Indonesia berupa jalan kehidupan yang menuntun dan menuntut seluruh rakyat Indonesia dalam rangka

meuwujudkan kehendak bersama bangsa yakni Indonesia mensejahtera. Misi adalah muara pelayanan seseorang

atau lembaga sebagaimana tertuang dalam pemahaman, keyakinan dan tindakannya. Gereja Kristen Protestan Di

Bali adalah sebuah lembaga agama Kristen yang ada di Bali, yang berdiri sejak 11 Nopember 1931, berbadan

hukum:214 LN. No.8 Tgl.11 Agustus 1949, berbentuk persekuutuan Jemaat-Jemaat, yang kantor sinodenya

beralamat di Jalan Raya Kapal 20, Kapal, Mengwi, Badung, Bali.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

10

ditetapkan pertanyaan utama penelitian ini sebagai berikut: Bagaimana Pelaksanaan Misi GKPB

Pada Periode 2012-20016 Dalam Bidang Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian dari Perspektif

Pancasila. Kemudian dari pertanyaan utama penelitian ini, dirumuskan tiga sub pertanyaan yang

berfungsi untuk memerinci fokus penelitian. Ketiga pertanyaan itu ialah sebagai berikut:

1. Apa saja yang menjadi program GKPB pada bidang Persekutuan, Pelayanan dan

Kesaksian pada periode 2012-2016, dan bagaimana GKPB melaksanakan

program- program tersebut.

2. Apa yang menjadi motif GKPB dalam melakukan program-program itu.

3. Bagaimana pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016 dalam bidang

Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian ditinjau dari nilai kesatuan, kemanusiaan

dan kesetaraan Pancasila

I.5. Tujuan Penelitian

Berkiblat pada the purpose statement dari penelitian ini dan berangkat dari pertanyaan-

pertanyaan penelitian, maka tujuan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengobservasi dan mendiskripsi nama program-program GKPB dalam bidang

Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian pada periode 2012-2016.

2. Mengeksplorasi dan mendiskripsi perkataan, tindakan dan sikap GKPB dalam

melakukan masing-masing program tersebut.

3. Menginvestigasi dan mendiskripsi cara berpikir dan motif GKPB dalam melakukan

setiap program itu.

4. Mengkaji pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016 dalam bidang

Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian ditinjau dari nilai kesatuan, kemanusiaan

dan kesetaraan Pancasila.

I.6. Signifikansi Penelitian

Literatur akademis tentang pelaksanaan misi GKPB dari sudut pandang nilai-nilai

Pancasila berupa Kesatuan, Kemanusiaan dan Kesetaraan belum ada, paling tidak belum pernah

Page 11: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

11

diterbitkan dalam bentuk buku. Studi ini merupakan sebuah terobosan untuk mengisi kekosongan

itu. Oleh karena begitu keadaannya, maka studi ini akan menjadi informasi empiris tentang

bagaimana pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016 dari perspektif Pancasila. Studi ini

akan mengkaji bagaimana pelaksanaan misi GKPB 2012-2016 dalam bidang Persekutuan,

Pelayanan dan Kesaksian ditinjau dari nilai-nilai Pancasila yang memuliakan kesatuan,

kemanusiaan dan kesetaraan.

Penemuan akan fakta dan pemunculan gagasan tentang aktualisasi nilai-nilai Pancasila

dalam misi gereja berdasarkan pada studi atas pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016,

akan menjadi masukan teoritis dan empiris bagi masyarakat Indonesia, terutama umat Kristen,

untuk meningkatkan kemampuan mereka, sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia, dalam

menghayati Pancasila sebagai religiositas dan ideologi terbuka yang dapat dimaknai secara terus

menerus, sehingga Pancasila tetap relevan dan fungsional dalam misi agama-agama. Bahkan

Pancasila tetap relevan dan fungsional sebagai misi gereja. Hal itu terjadi demikian sebab nilai-

nilai Pancasila sangat Injili, sehingga mengiternalisasi dan mempraktikkan nilai-nilai Pancasila

dalam kehidupan demi kesejahteraan bersama adalah menghidupi nilai-nilai Injil itu sendiri.

Gagasan-gagasan tentang pengiternalisasian nilai-nilai Pancasila dalam misi agama, akan

menjadi masukan bagi para pemimpin bangsa dalam berbagai tingkatan, baik pemimpin formal

maupun informal, untuk menjadi teladan dan untuk meningkatkan keberanian moral mereka

dalam kata dan tindakan, dalam rangka membawa Pancasila ke dalam wacana dan kesadaran

publik rakyat Indonesia. Hal itu patut dilakukan oleh para pemimpin bangsa sebab jika Pancasila

hilang dari jiwa-jiwa bangsa Indonesia, maka bangsa Indonesia akan kehilangan jati dirinya.

Sebaliknya jika nilai-nilai Pancasila itu dipahami dan diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara, bangsa Indonesia akan semakin kokoh, dan akan semakin arif meminimalisir

persengketaan antar suku, pergesekan antar umat beragama, perseteruan dan tindak kekerasan,

permasalahan dalam kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin.

I.7. Metode Penelitian

Page 12: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

12

Bertolak dari kerangka berpikir yang beraturan, dan berarah29

sebagaimana terpapar dalam

uraian tentang: Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Signifikansi Penelitian; dan dalam

rangka dapat memahami objek yang hendak diteliti30

sebagaimana terjabar dalam The Purpose

Statement, Tujuan dan Pertanyaan-Pertanyaan Penelitian, maka dalam meneliti pelaksanaan misi

GKPB periode 2012-2016 pada bidang Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian dari perspektif

nilai-nilai kesatuan, kemanusiaan dan kesetaraan Pancasila, digunakan pendekatan kualitatif,

yang oleh J. Smith disebutnya dengan nama interpretative approach31

yaitu sebuah prosedur

penelitian yang menghasilkan apa yang disebut Clifford Geertz dengan thick descriptionyakni

sebuah diskripsi tentang makna, filosofi dan cara berpikir dari komunitas yang menjadi objek

penelitian, yang dibuat peneliti bukan berdasarkan apriori namun berdasarkan pada

interpretasinya dalam mengobservasi, mengeksplorasi dan menginvestigasi; bahasa tubuh,

bahasa lisan, bahasa tertulis, perilaku dan simbol-simbol dari komunitas yang diteliti.32

Berdasarkan pada pendekatan kualitatif dengan prosedur seperti termaksud di atas, maka

dalam rangka meneliti bagaimana pelaksanaanmisi GKPB periode 2012-2016 pada bidang

Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian dari perspektif Pancasila, dilakukan langkah-langkah

sebagai berikut: Pertama, melakukan observasi partisipatif. Pada langkah ini penulis terlibat

langsung dan aktif dalam lingkungan GKPB dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun untuk

mengamati apa saja yang menjadi program GKPB dalam bidang Persekutuan, Pelayanan dan

Kesaksian. Setelah mengetahui nama-nama program GKPB pada bidang Persekutuan, Pelayanan

dan Kesaksian, diteliti bagaimana GKPB melakukan prgram-program itu dengan jalan

mengekplorasi bahasa oral, bahasa tubuh, tindakan dan simbol-simbol yang GKPB katakan,

lakukan dan gunakan dalam kegiatan-kegiatan itu.

Kedua, melaksanakan wawancara. Pada langkah ini diinterview beberapa informan

representatif GKPB guna untuk menginvestigasi dan menemukan data-data yang mengungkap

cara berpikir dan motif GKPB dalam: Melakukan masing-masing program GKPB pada bidang

Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian.Ketiga, melakukan pemeriksaan dokumen. Pada tahap

29

Koentjaraningrat,Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta:PT Gramedia,1973),16. 30

Ibid. 31

John W.Creswell,Research Design Qualitative &Quantitative Approaches (London:SAGE Publications

Inc,2003),4-11. 32

Clifford Geertz,The Interpretation of Cultures Selected Essays (New York:Basic Books Inc,

Publishers,1973),4-10. Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung:PT Rosdakarya,2002),3.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

13

ini, diperiksa beberapa dokumen GKPB guna untuk mengecek dan menyempurnakan data-data

yang penulis telah dapatkan dari observasi partisipatif dan wawancara.

Keempat, melakukan penganalisaan data.Mengawali langkah penganalisaan data, akan

diseleksi semua data yang terkumpul, membuang data-data yang tidak relevan dengan tujuan

penelitian, lalu mendiskripsi pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016 dalam bidang

Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian. Kemudian sesuai dengan tujuan penelitian, dianalisa

pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016, dari sudut pandang nilai kesatuan,

kemanusiaan dan kesetaraan Pancasila. Berdasar pada pekerjaan analisa yang demikian itu

terhadap data dan fakta berupa diskripsi tentang pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-

2016, didiskripsi hasil analisa termaksud menjadi sebuah kajianatas Pelaksanaan Misi GKPB

Pada Periode 2012-2016 dari sudut pandang Pancasila. Akhirnya bertolak dari hasil kajian atas

pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016 dalam bidang Persekutuan, Pelayanan dan

Kesaksian dari perspektif nilai-nilai Pancasila berupa kesatuan, kemanusiaan dan kesetaraan;

dicetuskan gagasan-gagasan tentang Aktualisasi Pancasila Dalam Misi Gereja.

I.8. Sistematika Penulisan

Penulisan studi ini dibagi menjadi delapan bab yang pengaturan pembahasannya adalah

sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab pendahuluan merupakan bab pengantar. Ia dimaksudkan untuk mengantar

sidang pembaca mengetahui kerangka berpikir penulis, pokok permasalahan yang hendak

dibahas dan bagaimana pokok permasalahan itu dibahas dalam studi ini. Oleh karena

begitu fungsi bab ini, maka ia memaparkan tentang: Latar Belakang Masalah, Perumusan

Masalah, The Purpose Statement, Pertanyaan Penelitian, Tujuan Penelitian, Signifikansi

Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II. AGAMA SEBAGAI FENOMENA SOSIAL

Bab II merupakan landasan teoritik mengenai agama sebagai fenomena sosial.

Dalam mengurai bangunan teori ini, pertama sekali akan dipaparkan sejarah

terbentuknya agama dalam pemikiran manusia modern, pengertian agama secara

Page 14: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

14

etimologis, pengertian agama dalam pemahaman masyarakat,pemahaman agama oleh

masyarakat berdasarkan pendekatan teologis. Setelah paparan tentang hal-hal ini, akan

dikemukakan pengertian agama berdasarkan pendekatan sosiologis, yakni sebagai sebuah

sistem hubungan masyarakat yang sangat mengagungkan kebersamaan manusia demi

keberlangsungan kehidupannya, sebagaimana digagas oleh Karl Marx, Max Weber dan

Emile Durkheim.

BAB III. AGAMA SIPIL: RELIGIOSITAS NEGARA KEBANGSAAN

Bab III merupakan landasan teoritik mengenai hakikat agama sipil sebagai

religiositas sebuah negara kebangsaan. Dalam mengurai konstruksi teori ini, akan

diketengahkan pengertian dan fungi dari agama sipil yang asasnya telah menampak

dalam gagasan agamadari Marx,Weber dan Durkheim, dan sebagaimana digagas dan

diperkenalkan oleh: Jean Jacques Rousseau, dan juga sebagaimana dijabarkan lebih lanjut

oleh Robert N. Bellah, Andrew Shank, John A. Coleman dan Hans Kung.Setelah

mengupas tentang arti dan fungsi agama sipil, penulis akan memaparkan tentang model-

model hubungan antara agama dan negara sebagaimana diperlihatkan oleh Philip

Wogaman, David C.Leege, Charles Glock, Alexis De Tocqueville, Philip E.Hammond,

Ronald Beiner dan Harvey Cox. Kemudian, dalam menutup Bab ini, akan disuguhkan

makna agama sipil sebagai keagamaan dari sebuah negara kebangsaan.

BAB. IV. PANCASILA SEBAGAI RELIGIOSITAS INDONESIA.

Bab IV merupakan landasan teoritik mengenai Pancasila sebagai keagamaan

Indonesia. Dalam mengurai bangunan teori ini, akan diuraikan secara runut tentang

konteks kelahiran Pancasila, proses penetapan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia,

maksud Pancasila sebagaimana tertuang dalam urutan dan rumusan masing-masing sila

dari Pancasila, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagaimana terjabar dalam

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Batang

Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, aktualisasi Pancasila dalam perjalanan sejarah

bangsa. Sesudah uraian tentang hal-hal ini, bab ini akan ditutup dengan kesimpulan

bahwaPancasila adalah religiositas Indonesia.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

15

BAB V: ESENSI MISI GEREJA DAN REKONSTRUKSI MISI GEREJA DALAM

KONTEKS PANCASILA

Bab V merupakan landasan teoritik mengenai hakikat misi gereja yang dari

padanya dimungkinkan adanya rekonstruksi misi gereja dalam konteks Pancasila. Dalam

mengurai konstruksi teori ini, bab ini akan diawali dengan pemaparan tentang sejarah

pelaksanaan misi gereja sejak kelahiran gereja sampai dengan abad ke 20, model misi

gereja Eropa di Indonesia, pengaruh model misi gereja Eropa bagi eksistensi gereja

Indonesia, reinterpretasi Matius 28: 18-20. Setelah paparan akan hal-hal ini, akan

diuraikan bahwa esensi misi gereja ialah menghadirkan kerajaan Allah di bumi. Bab ini

akan ditutup dengan uraian tentang rekonstruksi misi gereja dalam konteks Pancasila.

BAB VI. GAMBARAN UMUM TENTANG BALI, SEJARAH PENGINJILAN DI

BALI DAN KARAKTERISTIK GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI.

Pada bab iniakan diuraikan secara runut dan urut: gambaran umum tentang Bali, sejarah

penginjilan di Bali dan karakteristik Gereja Kristen Protestan Di Bali. Uraiantentang

ketiga haltersebut dipaparkan, agar sidang pembaca mengetahui konteks kelahiran Gereja

Kristen Protestan Di Bali, dimana konteks ituagaknya tidak hanya berkontribusi tetapi

juga sangat berpengaruhbagi pelaksanaan misi Gereja Kristen Protestan Di Bali.

BAB VII. PROGRAM DAN MOTIF MISI GKPB PERIODE 2012-2016 PADA

BIDANG PERSEKUTUAN, PELAYANAN DAN KESAKSIAN DALAM

PERSPEKTIF PANCASILA

Pokok utama atau puncak uraian dari bab VII adalah berupa kajian atas

pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016 sebagaimana tertuang dan terkandung

dalamprogram dan motif dari pelaksanaan misi GKPB pada bidang: Persekutuan,

Pelayanan, Kesaksian dari sudut pandang nilai-nilai Pancasila berupa pemuliaan akan

kesatuan, kemanusiaan dan kesetaraan. Mendahului deskripsi itu, akan dipaparkan, arah

pelayanan GKPB pada periode 2012-2016, program dan motif dari misi GKPB pada

periode 2012-2016 dalam bidang Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah€¦ · Tenggara Timur dan Maluku. Bahkan gereja pernah melakukan perlawanan bersenjata kepada penjajah, seperti yang dilakukan Pattimura

16

BAB VIII. KESIMPULAN

Pada bab ini, akan disampaikan gagasan-gagasan tentang “Misi Gereja Yang

Menginternalisasikan dan Mengaktualisasikan Pancasila” yang dapat dibangun berdasar

pada landasan-landasan teoritik tentang agama sebagai fenomena sosial, agama sipil

sebagai religiositas negara kebangsaan, Pancasila sebagai keagamaan Indonesia,

Pancasila sebagai misi gereja, dan hasil pengkajian atas pelaksanaan misi GKPB pada

periode 2012-2016 dalam bidang Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian dalam

perspektif Pancasila. Walau mungkin sangat sederhana, sangat diharap gagasan-gagasan

termaksud bisa menjadi kontribusi bagi gereja, bangsa dan dunia untuk menjunjung

tinggi kesatuan, kemanusiaan dan kesetaraan demi kedamaian dan kesejahteraan, sebagai

tanda kita belajar mengenal makna ketuhanan dari Sang Misteri itu.