bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semangat untuk melestarikan nilai-nilai kultural dan sosial dapat
diawali dengan jalan menggali nilai historis dari cagar budaya yang menjadi
saksi bisu perjuangan bangsa.Pelestarian nilai-nilai historis tersebut ditata
dengan membentuk suatu kebijakan (UU) perlindungan terhadap benda-benda
cagar budaya / bersejarah disetiap kota sesuai dengan ciri khas daerah masing-
masing.1
Menurut Pasal 95 (1) UU No 11 tahun 2010 cagar budaya adalah
warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Banguan
Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya dan Kawasan
Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberdaannya
karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,
agama, dan atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Dari sekian banyak budaya nasional yang perlu mendapat perhatian
adalah benda cagar budaya. Benda cagar budaya ini merupakan kekayaan
budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan
sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan
dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan
1.Erik H. 2002.Jati diri, Kebudayaan dan Sejarah: Pemahaman dan Tanggung Jawab.
Maumere.LPBAJ. Hal 13
2
nasional. Perlindungan hukum merupakan hal yang penting dalam upaya
melindungi dan menjaga keutuhan benda cagar budaya dari kepunahan dan
kerusakan seperti Benda Cagar Budaya berupa Arca. Perlindungan hukum
adalah perlindungan yang didasarkan pada aturan-aturan atau norma-norma
hukum, terutama yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
Dengan adanya perlindungan hukum diharapkan mampu melestarikan benda-
benda cagar budaya seperti Arca agar dapat dilihat oleh generasi mendatang.
Dengan adanya peraturan perundang-undangan yang jelas, akan
memberikan kepastian hukum dan arah tindakan yang tepat tentang hal-hal
apa dan bagaimana yang harus dilakukan dalam menangani dan
menyelesaikan berbagai persoalan yang ditemui secara kongkrit di lapangan.
Perlindungan cagar budaya merupakan salah satu kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh Pemerintah sebagai wadah pelindung benda-benda
peninggalan masa lalu sebagai warisan budaya. Upaya pemerintah dalam hal
perlindungan dilaksanakan dengan cara membentuk lembaga atau dinas yang
berkaitan dengan perlindungan cagar budaya seperti Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan.
Perlindungan hukum yang berkaitan dengan benda cagar budaya
terdapat pada ketentuan dalam pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya bahwa “Pemerintah
dan atau Pemerintah Daerah mempunyai tugas melakukan Perlindungan,
Pengembangan, dan Pemanfaatan Cagar Budaya”. Permasalahan yang muncul
3
berkaitan dengan perlindungan terhadap benda bersejarah diatas adalah
masalah penegakan hukum terhadap barang-barang peninggalan pra sejarah,
sejarah dan benda budaya nasional lainnya terutama yang ada di Kota Malang.
Banyak barang-barang peninggalan sejarah yang ada di Kota Malang yang
ditemukan dan di musiumkan dengan keadaan yang tidak lengkap, seperti
tidak berkepala maupun dengan kondisi terpecah-pecah.
Sebagian besar benda cagar budaya suatu bangsa adalah hasil cipta
budaya bangsa itu pada masa lalu yang dapat menjadi sumber kebanggaan
bangsa yang bersangkutan. Oleh karena itu, perlindungan benda cagar budaya
Indonesia merupakan ikhtiar untuk memupuk kebanggan nasional dan
memperkokoh kesadaran jati diri sebagai bangsa yang berdasarkan Pancasila.
Upaya pelestarian benda cagar budaya dilaksanakan, selain untuk
memupuk rasa kebanggan nasional dan memperkokoh kesadaran jati diri
sebagai bangsa yang berdasarkan Pancasila, juga untuk kepentingan sejarah,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta pemanfaatan lain dalam rangka
kepentingan nasional. Memperhatikan hal-hal tersebut, pemerintah di anggap
perlu dan berkewajiban untuk melaksanakan tindakan penguasaan, pemilikan,
penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pengelolaan, pemanfaatan
dan pengawasan terhadap cagar budaya yang ada di Indonesia berdasarkan
suatu peraturan perundang-undangan.
Banyak hal teknis yang terdapat dalam bentuk perlindungan benda-
benda cagar budaya contohnya mengenai perijinan kepemilikan benda benda
4
cagar budaya seperti keris-keris kuno, arca peninggalan kerajaan kuno,
patung-patung arkeologi dan lain sebagainya. Tetapi penulis disini
mengerucutkan fokus pembahasan terhadap perijinan dan kepemilikan benda
cagar budaya karena masyarakat Indonesia banyak yang memiliki benda-
benda yang masuk dalam benda cagar budaya seperti keris dan arca maupun
patung-patung kuno yang bisa dikategorikan sebagai benda-benda cagar
budaya tanpa adanya perijinan yang sesuai dengan prosedur menurut aturan
yang berlaku.
Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Pasal 13
ayat 1 ditegaskan bahwa
“Setiap orang dapat memiliki atau menguasai Benda Cagar Budaya,
dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan Undang-Undang.”
Pasal 56 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 menyebutkan bahwa
“Setiap orang dapat berperan serta melakukan Pelindungan Cagar
Budaya” dan Pasal 105 yang menyatakan tentang ketentuan menegaskan
bahwa bagi pelanggar akan dipidana dengan pidana penjara selama lamanya
10 (sepuluh) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
Perlunya melestarikan suatu kawasan cagar budaya di dasari oleh
setidaknya dua hal.2 Hal yang pertama adalah kawasan cagar budaya adalah
milik bersama. Kawasan cagar budaya merefleksikan keunikan, konteks dari
suatu kawasan, kota, atau bahkan suatu Negara, sehingga pelestarian cagar
budaya berarti menjaga barang publik yang dapat di pergunakan untuk
2Isjoni. 2007. Pembelajaran Sejarah Pada Satuan Pendidikan. Bandung. Alfabeta. Hal 45
5
meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan membangun rasa memiliki
dalam masyarakat.
Hal yang kedua adalah pelestarian kawasan cagar budaya dapat
membantu pemerintah dalam pengembangan ekonomi. Berdasarkan hal yang
terjadi di Negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika. Pelestarian cagar
budaya tidak bisa bergantung pada dana pemerintah saja, kekuatan sosial dan
pasar berperan penting dalam hal ini. Pada akhirnya, kawasan cagar budaya
yang telah dikelola dan dikonservasi dengan baik, akan dapat menghasilkan
keuntungan yang besar bagi Negara dan sebagai salah satu perwujudan dari
pembangunan berkelanjutan.
Pelestarian kawasan cagar budaya merupakan salah satu isu penting
dalam pembangunan berkelanjutan.3 Dengan melakukan pelestarian suatu
cagar budaya, dan menghidupkannya kembali dengan cara yang baru,
merupakan salah satu bentuk realisasi pembangunan berkelanjutan yang
efektif. Kecenderungan yang terjadi di kota-kota besar adalah pertumbuhan
kota yang dinamis yang terus menerus membutuhkan lahan ntuk
pembangunan. Sedangkan, kawasan-kawasan cagar budaya di kota seringkali
terpusat pada lokasi-lokasi pusat kegiatan ekonomi, sosial, budaya di masa
lalu yang disebut dengan kota lama.
Walaupun telah mengalami penurunan fungsi dan kebaikan-kebaikan
pusat kotanya telah menyusut, lokasi kota lama tetap saja merupakan suatu
3Ibid. Hal 63
6
kawasan yang strategis yang di incar oleh investor sehingga pertumbuhan kota
ini mengancam eksistensi dari kawasan cagar budaya yang ada. Beberapa
kawasan kota lama yang memiliki tatanan kota yang khas dan jati diri kota
yang bertumpu pada evolusi perubahan bentuk yang berlangsung secara
incremental, nyaris tidak tampak lagi. Wajah pusat kota mengalami perubahan
drastis tanpa nuansa cultural. Hal tersebut sangat disayangkan, karena kota
merupakan perwujudan organisasi sosial budaya masyarakat yang harus
dijaga keseimbangan, keadilan serta kesinambungan eksistensinya.4
Kebudayaan yang sudah melekat dalam masyarakatdan sudah turun
temurun sejak dulu, akan semakin terkonsep dalam kehidupan masyarakat
sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang berhubungan
dengan sebuah keyakinan yang sulit dihilangkan. Kepercayaan-kepercayaan
yang masih berkembang dalam kehidupan suatu masyarakat, biasanya
dipertahankan melalui sifat-sifat lokal yang dimilikinya.Dimana sifat lokal
tersebut pada akhirnya menjadi suatu kearifan yang selalu dipegang teguh
oleh masyarakatnya.
Kerusakan benda cagar budaya khususnya yang berupa benda tidak
bergerak, misalnya bangunan, candi, tugu dan lain – lain disebabkan karena:5
4Sujud Purnawan Jati. 2005. Pelaporan Dan Penanganan Temuan Benda Cagar Budaya. Semarang.
Hlm 14 5Kartika Sari. Preservasi Benda Cagar Budaya. Fisip08.web.unair.ac.id. diakses tanggal 27 Oktober
2015 Pukul 19.00 WIB
7
1. Pelapukan yang disebabkan karena umur, pengaruh cuaca, unsur-unsur
dari luar, dan juga chemis/biologis.
2. Macam tanah di bawah bangunan dengan sifat-sifat yang berbeda-beda.
3. Getaran yang timbul karena gempa bumi.
4. Aktivitas manusia, seperti perang, pencurian, pengrusakan, penggalian,
kesalahan dalam pemugaran maupun konservasi, pembangunan di sekitar
atau justru pada situs benda cagar budaya, dan insiden.
5. Pencemaran lingkungan.
Kerusakan benda cagar budaya yang bergerak, misalnya arca, keris,
lukisan, dapat disebabkan karena beberapa faktor, antara lain Iklim, meliputi
kelembaban udara dan temperature, Cahaya, baik cahaya alam maupun cahaya
buatan seperti tumbuh-tumbuhan (mikro organisme), jamur atau cendawan,
serangga dan binatang pengerat, pengotoran/polusi udara.
Upaya perlindungan hukum arca dapat dilakukan dengan menerapkan
pasal 95 UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Selain itu upaya
perlindungan Arca dari kerusakan adalah dengan memasang papan petunjuk,
larangan, ajakan, dan keterangan, pembentukan petugas keamanan, pelaporan
tindak pidana, penyelidikan terhadap kasus-kasus tindak pidana. Maka dari itu
diperlukan penjagaan atas arca, baik dari aspek fisik maupun legalitasnya.
Untuk menjaga kelestarian arca maka diperlukan langkah pengaturan bagi
8
penguasaan, pemilikan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan,
pengelolaan, pemanfaatan, dan pengawasan.6
Pengaturan benda cagar budaya sebagaimana diatur dalam Momenten
Ordonnatie Nomor : 19 Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor : 238),
sebagaimana telah diubah dengan momenten Ordonnantie Nomor : 21 Tahun
1934 (Staatsblad Tahun 1934 Nomor : 515) dewasa ini sudah tidak sesuai
dengan pelestarian benda cagar budaya oleh karena itu dipandang perlu
menetapkan pengaturan benda cagar budaya dengan Undang-undang.
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 menegaskan bahwa “Pemerintah
memajukan kebudayaan nasional Indonesia” serta dalam penjelasannya
dinyatakan “Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adat, budaya,
dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing
yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa
sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia”. Demi
mewujudkan amanat UUD 1945 tersebut, maka diterbitkan UU No 5 Tahun
1992 yang diganti dengan UU No 11 Tahun 2010 tentang Benda Cagar
Budaya. UU ini mempunyai arti penting bagi kebudayaan bangsa, khususnya
untuk memupuk rasa kebanggaan nasional serta memperkokoh kesadaran jati
diri bangsaakan nilai-nilai benda cagar budaya seperti arca.7
6Ibid.
7Ibid.
9
Penerbitan UU ini merupakan langkah konkrit dari Pemerintah yang
berkewajiban untuk melindungi benda cagar budaya sebagai warisan budaya
bangsa Indonesia. Tidak semua benda peninggalan sejarah mempunyai makna
sebagai benda cagar budaya. Sejauh peninggalan sejarah merupakan benda
cagar budaya maka demi pelestarian budaya bangsa, benda cagar budaya
harus dilindungi dan di lestarikan, untuk keperluan ini maka benda cagar
budaya perlu dikuasai oleh Negara bagi pengamanannya sebagai milik
bangsa. Sebagian besar benda cagar budaya suatu bangsa adalah hasil ciptaan
bangsa itu pada masa lalu yang dapat menjadi sumber kebanggaan bangsa
yang bersangkutan. Kesadaran jati diri suatu bangsa banyak dipengaruhi oleh
pengetahuan tentang masa lalu bangsa yang bersangkutan, sehingga
keberadaan kebangsaan itu pada masa kini dan dalam proyeksinya ke masa
depan dapat bertahan kepada ciri khasnya sebagai bangsa yang tetap berpijak
pada landasan filsafah dan budayanya sendiri.8
Ketertarikan penulis untuk meneliti Benda Cagar Budaya ini adalah
karena cagar budaya ini sangat penting untuk mendapatkan legitimasi
keberadaan, keberlangsungan, dan pemanfaatan suatu peninggalan bersejarah
menjadi cagar budaya yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Dalam undang-
undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya, telah menjadi acuan
bersama guna menyikapi situs bersejarah. Di sana dijelaskan, cagar budaya
8Sinopsis Kebijakan: Undang Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Benda Cagar Budaya.
www.pu.go.id. Diakses tanggal 27 Oktober 2015 Pukul 20.00 WIB
10
sebagai warisan kebendaan, berupa benda cagar budaya, bangunan cagar
budaya struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya
perlu di lestarikan keberadaannya. Hal itu karena situs bersejarah memiliki
nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan
kebudayaan melalui proses penetapan.
Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas mengenai Penerapan
pasal 95 UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya sebagai perlindungan
hukum terhadap Arca di Kota Malang. Hal ini di latar belakangi dengan
banyaknya benda cagar budaya yang rusak dan hilang. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap Arca
serta mengetahui apa hambatan-hambatan yang terjadi dalam upaya
perlindungan hukum terhadap Arca di Kota Malang. Mengkaji dan
menganalisa permasalahan berdasarkan hasil penelitian bahwa kurangnya
perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya adalah karena banyak
benda cagar budaya seperti Arca yang rusak dan hilang.
Selama ini perlindungan terhadap bangunan bersejarah, benda-benda
bersejarah seperti Arca yang di tetapkan sebagai cagar budaya di Kota Malang
sangat minim, sehingga banyak bangunan kuno dan bersejarah, bahkan masuk
dalam kawasan yang di lindungi dan di lestarikan tidak bisa di pertahankan
karena tidak adanya payung hukum yang melindunginya.9 Seperti Wilayah
9Seratus Benda Purbakala di Malang Tak Terurus .www.tempo.co.id diakses tanggal 25 Oktober 2015
Pukul 19.00 WIB
11
Dinoyo diketahui merupakan kawasan pemukiman prasejarah. Berbagai
prasasti (misalnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian dan arca-arca,
bekas-bekas pondasi batu bata, bekas saluran drainase, serta berbagai gerabah
ditemukan dari periode akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9) juga
ditemukan di tempat yang berdekatan. Di desa Dinoyo (barat laut Malang)
diketemukan sebuah prasasti berangka tahun 760, berhuruf Kawi dan
berbahasa Sanskerta, yang menceritakan bahwa dalam abad VIII ada kerajaan
yang berpusat di Kanjuruhan (sekarang desa Kejuron) dengan raja bernama
Dewasimha dan berputra Limwa (saat menjadi pengganti ayahnya bernama
Gajayana), yang mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk dewa Agastya
dan diresmikan tahun 760. Upacara peresmian dilakukan oleh para pendeta
ahli Weda (agama Siwa). Bangunan kuno yang saat ini masih ada di desa
Kejuron adalah Candi Badut, berlanggam Jawa Tengah, sebagian masih tegak
dan terdapat lingga (mungkin lambang Agastya).10
Benda Cagar Budaya seperti Arca menjadi salah satu daya tarik pelaku
kejahatan untuk melakukan pencurian. Pencurian yang dilakukan berupa
pencurian benda-benda yang dapat digolongkan sebagai benda cagar budaya
termasuk pencurian arca, baik itu dalam bentuk jumlah, aktivitas maupun
cara-cara pencuriannya. Pencurian dilakukan karena nilai jual dari benda-
10
Sejarah Malang (Di Era Kanjuruhan Abad 8 Masehi -Bagian 1). Jurnal Malang.Com. Diakses
Tanggal 20 Oktober 2015 Pukul 20.15 WIB
12
benda Cagar Budaya ini tinggi.11
Akibat yang langsung terjadi dari semakin
meningkatnya pencurian arca ini adalah selain kerugian secara material
kepada pemerintah, maka akibat lainnya adalah hilangnya peninggalan hasil
karya anak bangsa ini ditinjau dari sejarahnya. Peninggalan-peninggalan
sejarah dalam bentuk arca sangat penting sebagai sarana sosial dan
kebudayaan sebuah bangsa, karena dengan adanya arca sejarah tersebut akan
dapat diketahui dan dipelajari sejarah suatu bangsa.
Peningkatan kejahatan pencurian arca ini dapat dilihat dalam
dasawarsa belakangan ini, dan yang menjadi daya tarik tersendiri bagi
pembahasan pencurian arca ini adalah bahwa pencurian itu sendiri dilakukan
oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan pemeliharaan arca di museum
.Keadaan ini memberikan pandangan bahwa kurangnya disiplin mental
aparatur pemerintahan amat sangat riskan dalam penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia termasuk tugas-tugas pengelolaan museum. Segala
upaya dihalalkan dalam memenuhi kebutuhan ambisi pribadi termasuk
melakukan pencurian atas arca-arca yang seharusnya dijaganya.12
Dengan adanya kewajiban untuk melindungi dan melestarikan cagar
budaya yang salah satunya adalah arca yang telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan maka menurut hemat penulis maka perlu adanya
11
Pencurian Benda Cagar Budaya Cukup Tinggi. www.pikiran-rakyat.com diakses tanggal 29 Januari
2016 pukul 13.00 WIB 12
Pencurian Benda-benda Cagar Budaya Masih Terus Terjadi. www.kompas.com diakses tanggal 27
Oktober 2015 Pukul 20.45
13
penelitian tentang bagaimana penerapan pasal 95 (1) Undang-Undang No 11
Tahun 2010 Tentang cagar Budaya di kota Malang untuk mengetahui apakah
peraturan tersebut telah diterapkan secara efektif di Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata di Kota Malang.
Wilayah Malang masuk dalam jaringan kota pusaka dunia, jadi harus
ada payung hukum seperti yang ada di Surabaya atau Yogyakarta untuk
mengatur dan melindungi bangunan maupun benda-benda bersejarah yang
masuk sebagai cagar budaya. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti
tertarik untuk menulis skripsi dengan judul Penerapan Pasal 95 (1) Undang-
Undang No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Terkait Perlindungan
Hukum Terhadap Arca.
B. Rumusan Permasalahan
Rumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian
karena dapat mengidentifikasikan persoalan yang telah diteliti. Berdasarkan
hal tersebut maka masalah yang hendak diteliti dan dibahas dalam penelitian
ini dapat penulis rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan pasal 95 (1) Undang-Undang No 11 Tahun 2010
Tentang cagar Budaya terkait perlindungan Hukum Arca di Kota
Malang?
2. Apa hambatan dan upaya Dinas Kebudayaan Dalam Melaksanakan
Perlindungan Hukum Terhadap Arca di Kota Malang?
14
C. Tujuan penelitian
Dilakukanya suatu penelitian adalah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu,
begitu pula dengan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan untuk mencapai
tujuan berikut:
1. Untuk Mengetahui penerapan pasal 95 (1) Undang-Undang No 11 Tahun
2010 Tentang cagar Budaya terkait perlindungan Hukum Arca di Kota
Malang.
2. Untuk Mengetahui hambatan dan upaya Dinas Kebudayaan Dalam
Melaksanakan Perlindungan Hukum Terhadap Arca di Kota Malang.
D. Manfaat Penelitian
Memberikan sumbangan pemikiran kepada bidang studi ilmu hukum
terutama yang berkaitan dengan pengetahuan tentang Penerapan Pasal 95 (1)
Undang-Undang No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Terkait
Perlindungan Hukum Terhadap Arca.
Suatu penelitian hukum akan mempunyai manfaat apabila dari penelitian
hukum tersebut memberikan hasil dan manfaat kepada masyarakat.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbang pemikiran
bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya terkait dengan perlindungan
hukum terhadap benda cagar budaya di Kota Malang.
2. Penulisan hukum ini diharapkan dapat berguna dalam memberikan
masukan kepada pihak-pihak yang terkait yaitu bagi pemerintah dan Dinas
15
Kebudayaan dan Kepariwisataan sehingga dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam melindungi benda cagar budaya di Kota Malang.
E. Kegunaan Penelitian
Dalam pemaparaan terhadap objek penelitian, maka akan memberikan
kontribusi pengetahuan, pemahaman dan penambahan materi akan pentingnya
1. Bagi Penulis
Berguna untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pemahaman
tentang pelindungan hukum terhadap Arca di Kota Malang, dapat
digunakan sebagai landasan bagi masyarakat untuk mengetahui bagaimana
perlindungan hukum terhadap Arca berdasarkan pasal 95 (1) Undang-
Undang No 11 Tahun 2010 Tentang cagar Budaya di Kota Malang.
2. Bagi masyarakat
Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan informasi serta
pengetahuan pengetahuan kepada masyarakat khususnya masyarakat
awam tentang perlindungan hukum terhadap Arca berdasarkan Undang-
Undang No 11 Tahun 2010 Tentang cagar Budaya di Kota Malang.
3. Bagi Pemerintah
Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
pemerintah khususnya Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan untuk
melindungi benda cagar budaya yang ada di Kota Malang dengan cara
16
mendata dan menginventaris benda-benda cagar budaya yang ada di
Malang.
F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis
sosiologis yaitu suatu pendekatan dengan metode yang melihat hukum
sebagai perilaku manusia dalam masyarakat. Dalam metode ini, hukum
dikonsepkan sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan
variabel-variabel sosial yang lain. Kegunaan metode pendekatan yuridis
sosiologis ini adalah untuk mengetahui bagaimana hukum itu dilaksanakan
termasuk proses penegakan hukum, sekaligus dapat mengungkapkan
permasalahan-permasalahan yang ada di balik pelaksanaan perlindungan
hukum terhadap Arca berdasarkan pasal 95 (1) Undang-Undang No 11
Tahun 2010 Tentang cagar Budaya di Kota Malang.13
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang di ambil oleh peneliti dalam penelitian ini bertempat
di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang yang terletak di
Perkantoran Terpadu Jalan Mayjen Sungkono Gedung A Lantai 3 Malang.
Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa di Malang pernah
13
Amiruddin dan Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta. Penerbit
PT Raja Grafindo Persada. Hal. 133-135.
17
terdapat kerajaan besar yakni Kerajaan Singosarisehingga terdapat banyak
peninggalan benda-benda cagar budaya.
3. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua)
jenis data yaitu:
a. Data Primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dari lokasi
penelitian,14
yaitu hasil wawancara dengan pihak-pihak terkait serta
meneliti dokumen-dokumen yang berada di lokasi penelitian. Selain
itu data diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap obyek
penelitian seperti Arca di Kota Malang.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan.
Jenis data ini dapat mendukung dan memperkuat data primer yaitu dari
kepustakaan baik dari buku literature, dan dari peraturan perundang
undangan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian15
yaitu
pelaksanaan perlindungan hukum terhadap Arca berdasarkan pasal 95
(1) Undang-Undang No 11 Tahun 2010 Tentang cagar Budaya di Kota
Malang
14
Ronny Hanatijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1990, Hal. 52 15
Ibid
18
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Metode yang digunakan dalam wawancara ini yaitu dengan cara
bertatap muka secara langsung kepada narasumber utama yaitu Kepala
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang dengan cara melakukan
Tanya jawab perihal perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya
di Kota Malang.
b. Studi Dokumen dan Dokumentasi
Metode Studi Dokumen yaitu metode mengumpulkan data
dengan cara membaca serta mempelajari dokumen-dokumen dan arsip-
arsip atau catatan penting yang berkaitan dengan penelitian serta
melakukan pengamatan langsung di situs-situs cagar budaya yang
terdapat di Kota Malang.
5. Analisa Data
Tujuan dari analisa data adalah untuk mereduksi data sehingga data
dapat diolah, dimanfaatkan dan dipahami sedemikian rupa sampai berhasil
menyimpulkan kebenaran yang digunakan untuk menjawab permasalahan
yang diajukan dalam penelitian ini.Metode analisis data yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini adalah metode diskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan, meringkaskan
berbagai kondisi, situasi, fenomena realitas sosial masyarakat yang menjadi
objek penelitian, dan berupaya menarik realitas tersebut ke permukaan
19
sebagai ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran mengenai kondisi,
situasi, atau pun fenomena tertentu. Metode diskriptif kualitatif ini
ditujukan untuk mengumpulkan informasi secara terperinci dan
mengidentifikasikan masalah. Dengan metode ini peneliti akan
mendiskripsikan mengenai fenomena dan realitas yang terjadi di
masyarakat perihal perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya yang
ada di Kota Malang.
G. Rencana Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang garis besar permasalahan dari keseluruhan
penulisan hukum ini yang memuat pendahuluan yaitu terdiri dari latar
belakang masalah, permasalahan yang mendasari pemilihan judul penelitian,
tujuan dan manfaat yang ingin dicapai, kegunaan, metode penulisan hukum,
dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan bab yang didalamnya akan dibahas dan disajikan kajian teoritis (
Pustaka ) sebagai sumber dalam menganalisis permasalahan yang diangkat
oleh penulis yaitu tentang Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap Arca
berdasarkan pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang
Cagar Budaya di Kota Malang dan apa hambatan dan upaya Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata dalam melaksanakan Perlindungan Hukum
terhadap Arca di Kota Malang.
20
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan memaparkan data yang telah dikumpulkan sebagai
hasil dari penelitian untuk menjadi sumber utama dalam pembahasan skripsi
ini yang akan membahas dan menganalisa tentang permasalahan yang
diangkat oleh penulis dalam bab sebelumnya.
BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bagian terakhir dari hasil penelitian yang memuat
kesimpulan dan saran atas setiap permasalahan yang telah dikemukakan.