bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.umm.ac.id/57068/2/bab i.pdf · jaminan dibagi menjadi 2,...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional,
merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam rangka pembangunan ekonomi di Indonesia dibutuhkan
partisipasi dari berbagai pihak, yang mana para pelakunya meliputi
pemerintah maupun masyarakat sebagai orang-perseorangan dan badan
hukum, salah satunya adalah dalam bentuk dana, lembaga yang dapat
memberikan partisipasi berupa dana ialah perbankan.
Perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan, mempunyai peran
penting dalam kehidupan perekonomian nasional. Lembaga tersebut sebagai
perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of fund),
dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lack of funds),
sehingga peranan dari lembaga keuangan yang sebenarnya, yaitu sebagai
perantara keuangan masyarakat (financial intermediary) dengan adanya
penyaluran dana melalui kredit berdasarkan prinsip 5C.1
Prinsip 5C tersebut ialah kriteria yang dinilai Bank menyalurkan dana
dalam bentuk kredit, meliputi:
1) Character (Karakter)
1 Muhammad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, PT. Citra
Aditya Bakti, hal 77
2
2) Capacity (Kemampuan)
3) Capital (Modal)
4) Collateral (Jaminan)
5) Condition of Economy (Kondisi Ekonomi)
Penyaluran dana melalui Bank dalam bentuk kredit selalu mengalami
peningkatan setiap tahunnya yang dalam angka Rp. 5.952.279.000.000.000
(lima ribu sembilan ratus lima puluh dua trillun dua ratus tujuh puluh
sembilan milyar rupiah) pada tahun 2015, meningkat pada angka Rp.
6.570.903.000.000.000 (enam ribu lima ratus tujuh puluh trilliun sembilan
ratus tiga milyar rupiah) pada tahun 2016 lalu pada tahun 2017 menjadi Rp.
7.177.051.000.000.000 (tujuh ribu seratus tujuh puluh tujuh trilliun lima
puluh satu milyar rupiah). 2
Dalam memenuhi kebutuhan setiap individu memperoleh dengan
berbagai upaya, baik upaya sendiri atau bantuan pihak lain atau harus
diperoleh dari pihak lain karena keterbatasan kemampuan untuk
menyediakan sendiri.
Perbankan sebagai pihak lain yang membantu memenuhi kebutuhan
hidup berupa perjanjian kredit. Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam
instruksi pemerintah dan berbagai surat edaran, antara lain:
1) Instruksi presidium cabinet nomor 15/eka/10/96, yang berisi instruksi
kepada bank bahwa dalam memberikan kredit bentuk apapun, bank-bank
mempergunakan “akad perjanjian kredit”.
2 Otoritas Jasa Keuangan, 2018, Statistik Perbankan Indonesia, Vol. 16 No. 2, Menara
Radius Prawiro, Jakarta, hal 2-4
3
2) Surat Edaran Bank Indonesia unit 1 nomor : 2/539/pemb/1996 tentang
pedoman kebijaksanaan di bidang perkreditan.3
Kredit pada perkembangannya adalah suatu kegiatan pinjam-
meminjam bermula karena adanya kepercayaan antara kreditur percaya
bahwa debitur akan mengembalikan pinjamannya pada saat yang telah
dijanjikan. Dalam arti unsur tersebut berguna dalam rangka pertimbangan
yang menyeluruh dalam mendapatkan atau memperoleh keyakinan dan
kepercayaan untuk terjadinya suatu hubungan atau perikatan hukum dalam
perkreditan tersebut.4
Makin banyak yang mengajukan kredit dengan kondisi ekonomi yang
berbeda-beda, pemberian kredit akan menimbulkan resiko oleh sebab itu
pelaksanaannya harus benar-benar teliti. Maka pemohon kredit (debitur)
harus menyerahkan jaminan dalam pelaksanaan perjanjian kredit. Pihak
perbankan (kreditur) menjadikan jaminan untuk melindungi kredit macet
dikemudian hari.5
Dalam perkreditan istilah jaminan sering bertukar dengan istilah
agunan. Menurut Muhammad Djumhana, apabila yang dimaksud jaminan
itu adalah sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28
Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, maka jaminan itu adalah
3 Eva Sartika Siregaar, Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan SK
Pegawai Oleh PT. BRI (Persero) Kantor Cabang Iskandar Muda Medan,
https://www.researchgate.net diakses tanggal 25 November 2017 10.08
4 Medina, Fakultas Hukum, 2016, Implementasi Perjanjian Kredit Dengan Jaminan SK
PNS Ditinjau dari Besarnya Gaji (Studi Di PT Bank NTB), hal vii
5 Ibid
4
suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai
dengan yang diperjanjikan. 6
Kegiatan penyaluran kredit secara umum membutuhkan adanya
jaminan utang atau yang disebut jaminan kredit (agunan). Kredit melalui
jaminan dibagi menjadi 2, yakni:
a) Kredit dengan jaminan
Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan
tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya
setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi sesuai jaminan yang
diberikan si calon debitur.
b) Kredit tanpa jaminan
Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang
tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter
serta loyalitas si calon debitur selama berhubungan dengan bank yang
bersangkutan. 7
Agunan yang dijadikan salah satu persyaratan dalam pemberian
kredit, agunan dapat berupa benda yang menurut hukum digolongkan
sebagai barang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan dan dapat juga
berupa benda yang menurut hukum digolongkan sebagai barang bergerak
seperti Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (SK PNS).8
Jaminan berupa surat-surat berharga maupun surat-surat yang berharga yang
6 Muhammad Djumhana, Op.Cit, hal 398
7 Kasmir, 2010, Analisis Laporan Keuangan, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hal 101
8 Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta, Kencana, hal 12
5
di dalamnya melekat hak tagih, seperti saham, efek, surat keputusan
pengangkatan pegawai negeri sipil atau berupa Surat Keputusan Pensiun
Pegawai Negeri Sipil, dan lain sebagainya.
Pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah
mengatur mengenai jaminan umum dan jaminan khusus, namun pada
perkembangannya saat ini ditemukan praktek pemberian kredit kepada
pegawai negeri sipil dengan menjaminkan Surat Keputusan PNS (SK
PNS).9
Menurut pakar hukum J. Satrio dalam bukunya yang berjudul Hukum
Jaminan Hak-Hak Jaminan Kebendaan mengemukakan bahwa di Indonesia
SK PNS tidak termasuk dalam jaminan kebendaan maupun jaminan
perorangan, tetapi termasuk sebagai hak istimewa (prevelege) yang
wujudnya dapat berupa ijazah, Surat Keputusan (SK), Surat pensiun dan
lain-lain.10 Sehingga dalam perkreditan di Indonesia SK PNS dapat
dijadikan sebagai jaminan kredit, apabila terjadi wanprestasi, dalam hal ini
terjadi disebabkan karena meninggal dunia, mengundurkan diri atau
diberhentikan oleh instansi terkait, berarti secara otomatis juga
menyebabkan berakhirnya keanggotaan sebagai PNS, maka bank akan sulit
untuk mengeksekusi, karena SK PNS bukan benda yang dapat diperjual
belikan sehingga tidak bisa dieksekusi secara langsung.11
9 Mutia Az Zahra, 2017, Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil sebagai
jaminan dalam perjanjian kredit dengan Bank di Kabupaten Probolinggo, Yogyakarta, Fakultas
Hukum, UGM, hal viii
10 J. Satrio, 1993, Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung, Citra Aditya
Bakti, hal 11
11 Ibid
6
Saat ini bank memberikan peluang kepada nasabah debitur yang ingin
memperoleh fasilitas kredit tanpa disertai dengan adanya agunan/ suatu aset
yang dijadikan jaminan atas pinjaman tersebut, dengan fasilitas ini akan
sangat meringankan dalam melakukan pinjaman, kredit ini disebut dengan
nama Kredit Tanpa Agunan. Kredit Tanpa Agunan merupakan salah satu
produk perbankan dalam bentuk pemberian fasilitas pinjaman tanpa adanya
suatu aset yang dijadikan jaminan atas pinjaman tersebut. Oleh kerena tidak
adanya jaminan yang menjamin pinjaman tersebut maka keputusan
pemberian kredit semata adalah berdasarkan pada riwayat kredit dari
pemohon kredit secara pribadi, atau dalam arti kata lain bahwa kemampuan
melaksanakan kewajiban pembayaran kembali pinjaman adalah merupakan
pengganti jaminan.12
Kredit Tanpa Agunan atau disebut juga dengan unsecured loans atau
negative pladge atau clean basic dipahami sebagai makna kata apa adanya
hal tersebut dapat menyesatkan calon kreditur, karena secara arti kata,
makna kata tersebut tidak selaras dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, Pasal 8 dan Penjelasannya. Dalam ketentuan tersebut, antara lain
diatur bahwa dalam pemberian kredit, bank harus melakukan penilaian yang
seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha
dari debitur. Agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka tidak
mungkin dalam pemberian kredit tidak didukung oleh adanya agunan yang
memadai karena tidak mungkin timbul keyakinan untuk memberikan
12 Bank BI, Konsultasi Mengenai Kredit Tanpa Agunan, https://www.bi.go.id diakses
tanggal 25 November 2018 11.02 PM
7
fasilitas kredit jika debitur tidak mempunyai agunan yang memadai, oleh
karena itu pengertian pemberian Kredit Tanpa Agunan atau disebut juga
dengan unsecured loans atau negative pladge atau clean basic harus dilihat
dari sudut pandang yang lain, seperti dalam hukum perdata.13
Dilihat dari hukum perdata, pengertian agunan kredit antara lain diatur
dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan
bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian
hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Sehingga dengan
demikian Pasal menentukan bahwa harta kekayaan seseorang debitur demi
hukum menjadi agunan bagi kewajiban yang berupa membayar utangnya
kepada kreditur yang megutanginya (berdasarkan perjanjian kredit atau
perjanjian pinjam-meminjam uang), tetapi juga menjadi agunan bagi semua
kewajiban lain yang timbul karena perikatan-perikatan lain, baik perikatan
yang timbul karena undang-undang maupun karena perjanjian selain
perjanjian selain perjanjian kredit atau perjanjian pinjam-meminjam uang.14
Harta benda yang diatur dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata merupakan harta benda yang menjadi tanggungan kredit
yang bersifat konkruen dimana pendapatan penjualan benda-benda itu
dibagi-bagikan menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya
piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para piutang itu ada alasan-
13 Try Widiyono, 2009, Agunan Kredit dalam Financial Engineering: Panduan Bagi
Analis Kredit dan Perbankan, Jakarta, PT Ghalia Indonesia, hal 70
14 Ibid
8
alasan yang sah untuk didahulukan (Pasal 1132 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata).15
Menurut Pasal 1 Undang-Undang No 43 tahun 1999 tentang
perubahan atas Undang-undang No 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian adalah: “Pegawai Negeri Sipil adalah setiap warga Negara
Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan,diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas Negara lainnya dan digaji
berdasarkan Perundang-Undangan yang berlaku”.16
Pemberian kredit kepada Pegawai Negeri Sipil yang menggunakan
Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil sebagai jaminan bank harus benar-
benar memperhatikan hal-hal yang memang meyakinkan bank berdasarkan
prinsip 5C. Bank bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit
tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh
bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan
kepada nasabah.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan Pokok Kepegawaian
Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil terdapat beberapa fungsi diantaranya
sebagai persyaratan kenaikan pangkat, sebagai persyaratan kenaikan
jabatan, sebagai persyaratan pensiun dan sebagai kelengkapan ahli waris
dalam mengurus tunjangan jika Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
meninggal dunia. Melihat dari fungsi Surat Keputusan Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil diatas, dapat dijadikan alasan mendasar bahwa Surat
15 Ibid
16 Undang-Undang No. 43 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 8
Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
9
Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil merupakan surat yang
berharga bagi kalangan Pegawai Negeri Sipil sehingga, banyak digunakan
sebagai jaminan kredit oleh pemberi kredit.17
Walaupun Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil bukan
merupakan benda yang dapat dipindah tangankan (yang mempunyai nilai
pengalihan), tetapi perkembangan dalam praktek perbankan yang melihat
sisi ekonomis pada surat tersebut menjadikannya dapat diterima oleh
beberapa bank sebagai jaminan kredit.18
Bank lebih menekankan unsur kepercayaan untuk memberikan kredit
dengan jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil. Dari
unsur tersebut dapat diketahui bahwa pihak bank tetap memakai prinsip
kehati-hatian dan prinsip mengenal nasabah, dimana juga debitur sebagai
Pegawai Negeri Sipil seharusnya selalu menjaga dan tidak merusak
kredibilitasnya. Selain itu dilihat dari fungsi Surat Keputusan Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil yang berharga untuk pegawai negeri sipil memberikan
tingkat keamanan yang mengikat. Namun disisi lain terdapat pertentangan
atas Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan yang dijadikan sebagai jaminan kredit mengingat Surat
Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil tidak dapat dialihkan
sehingga akan menimbulkan kesulitan terhadap pihak bank untuk dapat
17 Ibid
18 Ibid
10
melakukan eksekusi apabila terjadi kredit macet dalam masa pelunasan atas
kredit yang dimaksud.19
Pada praktek pinjam-meminjam tidak menutup kemungkinan apabila
pihak debitur tidak melaksanakan kewajibannya berupa membayar atau
menganggsur uang yang dibutuhkan untuk melunasi perjanjian kredit
kepada kreditur, berbagai hal yang dapat terjadi sehingga debitur tidak dapat
membayar atau menggangsur sesuai dengan waktu yang telah disepakati,
seperti dipecat sebelum pelunasan terlaksana.20
Kredit Macet adalah kondisi dimana debitur mengingkari janjinya
membayar bunga dan atau kredit induk yang telah jatuh tempo, sehingga
terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran.21
Penggolongan Kredit Bermasalah (Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Bank
Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum)
antara lain:
1) Lancar
a) Kredit digolongkan lancar apabila memnuhi kriteria seperti di bawah
ini: Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu; dan
b) Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
19 Ibid
20 Ibid
21 Ibid
11
c) Bagian kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral).22
2) Dalam Perhatian Khusus
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum
melampaui 90 hari; atau
b) Kadang-kadang terjadi cerukan; atau
c) Mutasi rekening relatif aktif; atau
d) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau
e) Didukung oleh pinjaman baru.23
3) Kurang Lancar
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 90 hari
b) Sering terjadi cerukan
c) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah
d) Terjadi pelanggaran kontrak yang telah diperjanjikan selama 90 hari
e) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur
f) Dokumentasi pinjaman yang lemah24
4) Diragukan
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 180 hari
b) Terjadi cerukan yang bersifat permanen
c) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari
22 Ibid
23 Ibid
24 Ibid
12
d) Terjadi kapitalisasi bunga
e) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun
pengikatan jaminan25
5) Macet
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 270 hari
b) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru. 26
Bank bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit
tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh
bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan
kepada nasabah.
Berdasarkan uraian permasalahan pada latar belakang dan beberapa
alasan tersebut diatas, maka mendorong penulis untuk mengadakan
penelitian hukum yang berjudul: “Penyelesaian Perjanjian Kredit Dengan
Agunan Surat Keputusan PNS Pada Bank BRI Terhadap Pihak
Debitur Yang Dipecat Secara Tidak Hormat (Studi Kasus Atas Nama
Debitur “M” di Bank BRI Kcp Unit Situbondo 2)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, adapun masalah yang akan
dibahas dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah implementasi pemberian kredit dengan agunan Surat Keputusan
Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh Bank BRI KCP Unit Situbondo 2?
25 Ibid
26 Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum
13
2. Bagaimanakah mekanisme penyelesaian yang dilakukan oleh Bank BRI
KCP Unit Situbondo 2 terhadap debitur yang dipecat secara tidak hormat
sebelum pelunasan terlaksana?
3. Apakah agunan alternatif untuk menanggulangi perjanjian kredit pada
Bank BRI KCP Unit Situbondo 2 terhadap debitur yang dipecat secara
tidak hormat sebelum pelunasan terlaksana?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui implementasi dalam pemberian kredit dengan agunan
Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh Bank BRI KCP Unit
Situbondo 2
2. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian yang dilakukan oleh Bank BRI
KCP Unit Situbondo 2 terhadap debitur yang dipecat secara tidak hormat
sebelum pelunasan terlaksana
3. Untuk mengetahui agunan alternatif dalam menanggulangi perjanjian kredit
pada Bank BRI KCP Unit Situbondo 2 terhadap debitur yang dipecat secara
tidak hormat sebelum pelunasan terlaksana
D. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan dari penelitian ini, maka penulis berharap
penelitian ini bisa memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran dan
pengetahuan tambahan dibidang perbankan, sehingga dapat dipergunakan
14
dalam penulisan karya ilmiah yang berkaitan dengan hukum dan
diharapkan dapat dijadikan acuan untuk menciptakan regulasi baru
dibidang hukum terutama dalam perbankan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat jika Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
(PNS) dapat dijadikan jaminan sebagai dasar peminjaman kredit kepada
Bank.
3. Manfaat Akademik
Untuk mendapatkan gelar kesarjanaan Ilmu Hukum S-1 di Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
pengembanganan keilmuan Hukum Perdata atau Bisnis khususnya pada
bidang Perbankan di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
terkait dengan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil yang
dijadikan sebagai jaminan kredit pada Bank BRI (Studi Kasus di Kabupaten
Situbondo).
15
F. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data yang valid terkait dengan permasalahan yang
diuraikan diatas, maka penulis memerlukan suatu metode penulisan hukum
yang meliputi:
1. Metode Pendekatan
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau
penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga
mencapai tujuan penelitian atau penulisan.27 Metode pendekatan yang
digunakan dalam menyusun penelitian hukum ini menggunakan yuridis
sosiologis yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata
masyarakat atau lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk
menemukan fakta (fact-finding), yang kemudian menuju pada identifikasi
(problem-identification) dan pada akhirnya menuju kepada penyelesaian
masalah (problem-solution).28 Pendekatan sosiologi hukum akan dapat
memahami persoalaan hukum dalam masyarakat lebih empiric dan
komprehensif, tidak tekstual, namun kontekstual mengimbangi kondisi
sosio-kultural masyarakatnya. Dalam kajian sosiologi hukum,
pendekatan ini berusaha memahami hukum secara senyatanya (quid
facta), bukan seharusnya (quid juri). Pendekatan sosiologi hukum
merupakan kajian hukum dilihat dari perspektif sosiologis.29
27 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, Citra Aditya
Bakti, hal 112
28 Soerjono Soekanto, 1982, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hal 10 29 Umar Sholahudin, 2011, Hukum dan Keadilan Masyarakat (Merombak pendekatan
Hukum Yuridis-Normatif, Membangun Pendekatan Yuridis-Sosiologis), Malang, Intrans-
Publishing, hal 3
16
2. Jenis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa jenis data,
yaitu sebagai berikut:
a. Data Primer
Jenis data primer adalah jenis data primer yang langsung dari sumber
utama tanpa adanya perantara, yang didapat melalui proses
wawancara di Bank BRI KCP Unit Situbondo 2.
1) Wawancara
Data yang didapatkan dari responden atau pihak-pihak yang terkait
permasalahan dalam penelitian ini. Data yang mana langsung
diperoleh dalam proses tanya-jawab dengan narasumber terkait
dengan penyelesaian perjanjian kredit dengan agunan Surat
Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil apabila pihak
debitur dipecat secara tidak hormat.
2) Dokumen
Studi Dokumentasi melalui dokumen atau arsip-arsip dari pihak
Bank mengenai dokumen-dokumen debitur. Data yang didapatkan
dari penelitian ini berupa foto dokumen-dokumen.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah jenis data melalui kutipan tentang hukum terkait
seperti studi kepustakaan, jurnal, skripsi terdahulu, internet, dan
perundang-undangan termasuk hasil penelitian-penelitian sebelumnya.
17
c. Data Tersier
Data Tersier adalah jenis data mengenai pengertian baku, istilah baku
yang diperoleh dari Ensiklopedi, dan Glossary.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipergunakan untuk melakukan pengumpulan bahan
oleh penulis adalah dengan melakukan wawancara kepada salah satu staf
Bank BRI KCP Unit Situbondo 2 dan terhadap beberapa Pegawai Negeri
Sipil yang menggunakan Surat Keputusan Kepegawaiannya untuk
dijaminkan terhadap pinjaman kredit disertai dengan dokumentasi. Dan
juga dengan melakukan studi kepustakaan (study research) serta
pencarian istilah-istilah melalui kamus atau ensiklopedia yang terkait
dengan penelitian tersebut.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
Yaitu memperoleh dan mengumpulkan data melalui tanya jawab,
dialog atau diskusi dengan narasumber dari penelitian ini, yaitu:
1) Kepada Bapak Mahbub Muqawwam selaku Mantri pada Bank BRI
KCP Unit Situbondo 2 yang menangangi perjanjian kredit pada
kasus ini.
18
b. Dokumen
Pengumpulan data-data berupa foto dokumen yang dimiliki oleh pihak
pada Bank BRI KCP Unit Situbondo 2 mengenai debitur pada
perjanjian kredit dengan agunan SK PNS.
c. Studi Kepustakaan
Melakukan penelusuran dan pencarian bahan-bahan kepustakaan dari
berbagai literatur atau buku-buku, atau studi internet ataupun jurnal.
4. Teknik Analisa Data
Seluruh data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis
deskriptif kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu
menjelaskan, menguaraikan, dan menggambarkan sesuai dengan
permasalahan penelitian hukum. Penelitian-penelitian kualitatif yakni
penelitian-penelitian tersebut harus mampu menjelaskan secara cukup
rinci tentang metode-metode dan prosedur-prosedur untuk
memungkinkan peniruan (replikasi) penelitian.30 Sedangkan, Penelitian
Kualitatif adalah deskriptif. Data Deskriptif adalah Data yang
dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar daripada
angka-angka. Hasil penelitian tertulis berisi kutipan-kutipan dari data
untuk mengilustrasikan dan menyediakan bukti presentasi.31 Dari
penjabaran pengertian mengenai metodologi penulisan yang akan
dilakukan dalam penelitian ini menjadikan peneliti mengaplikasikan
30 Hartono, 2002, Bagaimana Menulis Tesis “Petunjuk Komprehensif tentang Isi dan
Proses”, Malang, UMM Press, hal 7
31 Emzir, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, hal 3
19
metode-metode yang ada dalam teori dengan hasil penelitian serta
mengambil data dari hasil penelitian yang dilakukan di Bank BRI KCP
Unit Situbondo 2.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis membagi dalam IV
Bab dan masing-masing bab terdiri atas sub yang bertujuan agar
mempermudah pemahamannya. Adapaun sistematika penulisannya sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat 8 sub bab yang meliputi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode
penelitian, jadwal penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan lebih dalam mengenai teori-teori yang melandasi
penulisan dan pembahasan yang berkaitan dengan judul “Penyelesaian
Perjanjian Kredit Dengan Agunan Surat Keputusan PNS Pada Bank BRI
Terhadap Pihak Debitur Dipecat Secara Tidak Hormat (Studi Kasus di Bank
BRI KCP Unit Situbondo 2)”. Teori ini diperoleh dari studi kepustakaan dan
digunakan sebagai kerangka untuk memudahkan penulisan penelitian.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini penulis memaparkan hasil dari penilitian dan menguraikan
pembahasan permasalahan yang diangkat oleh penulis. Dalam pembahasan
ini penulis akan memaparkan tinjauan yuridis sosiologis penyelesaian
20
perjanjian kredit dengan agunan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil terhadap debitur yang dipecat secara tidak hormat.
BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan tentang kesimpulan dan
saran terkait dengan permasalahan yang diangkat.