tesis eksitensi resi gudang sebagai jaminan kredit …
TRANSCRIPT
TESIS
EKSITENSI RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT DALAM
PRAKTIK PERBANKAN
Disusun dan diajukan oleh
A. RESKY IKA SARY SYAHRIR
P3600211036
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
HALAMAN JUDUL
EKSISTENSI RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT DALAM
PRAKTIK PERBANKAN
Oleh:
B. RESKY IKA SARY SYAHRIR P3600211036
Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Program
Magister Kenotariatan
Pada
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum Wr. Wb.,Puji dan
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya yang senantiasa memberi petunjuk dan
bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah
satu syarat tugas akhir pada jenjang studi strata dua (S2) pada Program
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Penulis
menyadari tesis ini jauh dari kesempurnaan. Dalam proses pembuatannya
penulis mengalami berbagai permasalahan dan tantangan, namun berkat
arahan dan bimbingan dari komisi pembimbing serta pihak-pihak yang
telah memberikan bantuan dan dukungan dalam segala hal sehingga tesis
ini dapat diselesaikan.
Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. Rektor Universitas Hasanuddin dan segenap jajarannya.
2. Direktur Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin dan segenap
jajarannya.
3. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
4. Ketua Program Studi Magister Kenotariatan, Sekretaris bagian, dan
para dosen di bagian Hukum Perdata khususnya di bidang
kenotariatan, serta para dosen pada Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin.
5. Bapak Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H.,M.H., selaku pembimbing I yang
selalu meluangkan waktu untuk dapat membimbing, berdiskusi dan
menyemangati penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini.
6. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H.,M.H.,M.Si., selaku pembimbing II yang di
tengah kesibukan dan aktivitas beliau sebagai Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan, selalu bersedia membimbing dan berdiskusi
serta menyemangati penulis hingga selesainya tesis ini.
7. Ibu Prof. Dr. Nurhayati Abbas, S.H., M.H., Ibu Prof. Dr. Farida
Patittingi, S.H.,M.H., dan Ibu Harustiati A. Moein, S.H.,S.U., selaku tim
penguji, atas segala saran dan masukan yang sangat berharga dan
bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.
8. Para staf akademik, Ibu Alfiah Firdaus, S.T dan Bapak Aksa yang telah
banyak membantu penulis.
9. Orang tua penulis Papi (Alm) H. Andi Syahrir, S.H., dan Mami Hj Andi
Sri Bulan yang telah mendidik, mendoakan, menasehati dan
memberikan semangat kepada penulis untuk dapat menyelesaikan
tesis ini serta tak pernah lelah mencurahkan segala perhatan dan
kasih sayangnya demi keberhasilan penulis.
10. Suami penulis H. Andi Mario, S.T., S.H.,M.H., yang telah banyak
membantu, mendoakan dan memberi motivasi hingga selesainya tesis
ini, juga untuk anak saya tercinta Andi Maika Imaniratu Mario yang
selalu menemani saya menyelesaikan tesis ini.
11. Keluarga besar Bapak H. Sutrimansyah Ridwan Bc.Ip.,S.H.,M.H., dan
Mama Hj. Andi Hawatia, S.H., yang selalu memberikan dorongan,
motivasi, dan doa kepada penulis.
12. Saudara-saudara penulis yang telah memberikan dukungan dan doa
kepada penulis khususnya buat Puang Sinar, Lulu dan Viras.
13. Teman-teman angkatan 2011 Magister Kenotariatan Unhas yang telah
berbagi ilmu dan pengetahuan serta bantuan dan kerjasama selama
proses perkuliahan sampai dengan selesainya tesis ini.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah memberikan bantuan, dukungan, kerjasama, motivasi dan doa
sampai dengan selesainya proses penyusunan tesis ini.
Demikian atas segala kata yang tidak berkenan dalam tesis ini
penulis mohon maaf dan dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih atas selesainya tesis ini. Semoga Allah SWT
senantiasa membalas kebaikan dengan limpahan rahmat dan hIdayah-
Nya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Makassar, Januari 2014
PENULIS
ABSTRAK
ANDI RESKY IKA SARI SYAHRIR. Eksistensi Resi Gudang Sebagai Jaminan kredit Dalam Praktek Perbankan. (di bimbing oleh Anwar Borahima dan Nurfaidah Said).
Penelitian ini bertujuan : 1) Mengetahui gambaran Undang-undang sistem Resi Gudang sebagai jaminan kredit sudah memenuhi syarat prinsip-prinsip jaminan. 2) Mengetahui bentuk pengikatan sistem Resi Gudang dapat dijadikan sebagai jaminan.
Seluruh data yang diperoleh dalam penelitian baik data primer maupun data sekunder, dikumpulkan dan di analisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Setelah itu dideskripsikan dengan menelaah permasalahan yang ada, menguraikan hingga menjelaskan permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini.
Berdasarkan analisis kualitatif dari data tersebut maka disimpulkan bahwa Resi Gudang sebagai lembaga jaminan kredit yang lahir dari Undang-undang Resi Gudang belum memenuhi syarat prinsip-prinsip jaminan karena tidak sesuai dengan prinsip jaminan yaitu asas publisitas sementara lahirnya jaminan adalah pada saat objek tersebut didaftarkan. Sistem Resi Gudang juga tidak mengatur mengenai asas Droit de Suite dan asas Vervalbedding yang dalam sistem lembaga jaminan asas tersebut adalah mutlak. Dalam praktik perbankan sertifikat Resi Gudang dapat dikategorikan sebagai surat berharga sehingga bentuk pengikatannya lebih tepat dalam bentuk Gadai karena dikategorikan sebagai benda bergerak yang tidak berwujud, begitu juga sebagai barang inventory yang dititipkan dalam gudang dapat dikategorikan sebagai benda persediaan yang pengikatannya lebih tepat dalam bentuk Gadai atau Fidusia.
Kata kunci : Resi Gudang, Jaminan Kredit dan Praktik Perbankan.
ABSTRACT
ANDI RESKY IKA SARI SYAHRIR. Existence of warehouse receipt as collateral for loans in the banking practice. (guided by Anwar Borahima and Nurfaidah Said).
This study aims to: 1) Know the description of the legislation system of warehouse receipts as collateral for loans already qualified insurance principles. 2) Determine the form of the binding system can be used as warehouse receipts as collateral.
All data obtained in the study primary data and secondary data, collected and analyzed using qualitative analysis techniques. After that described by reviewing the existing problems, outlines to explain issues related to this study.
Based on a qualitative analysis of these data, we conclude that the warehouse receipts as collateral the credit institution born of the law of warehouse receipts is not eligible for insurance principles incompatible with the principle that guarantees the principle of publicity as the the birth of a guarantee is when the object is registered. Warehouse Receipt System also does not regulate the Droit de Suite principle and the principle Vervalbeding that the security system is an absolute principle. In banking practice certificate Warehouse Receipt can be categorized as securities that form binding lebig in the form of a pledge right because the moving objects are classified as intangible, as well as an inventory of goods deposited in the warehouse can be categorized as inventory objects In the form of more precise binding fiduciary lien.
Keyword: warehouse receipts, credit guarentees and banking practices.
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : A. Resky Ika Sari Syahrir
Nomor Pokok : P3600211036
Program : Magister (S2)
Program Studi : Magister Kenotariatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul
“Eksistensi Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit Dalam Praktik
Perbankan” adalah benar benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian
atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 17 Januari 2014
Yang membuat pernyataan
A.Resky Ika Sari Syahrir
DAFTAR ISI
SAMPUL
HALAMAN JUDUL……………………………………...………………………ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………...iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...iv
ABSTRAK………………………………………………………………………vii
ABSTRACT……………………………………………………………………viii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS…………………………………………..ix
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………….……………………………….1
B. Rumusan Masalah………………………………………….....………11
C. Tujuan Penelitian……………………………………………..………..11
D. Manfaat Penelitian……………………………………………………..11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan………………………….13
B. Tinjauan Sistem Resi Gudang………………………………..………28
1. Pengertian Resi Gudang…………………………….……………29
2. Penerbitan Resi Gudang………………………………………….34
3. Dasar Hukum Hak Jaminan Resi Gudang……………………...42
C. Kerangka Pikir………………………………………………………….49
D. Definisi Operasional……………………………………………………50
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian………………………………………………………….52
B. Lokasi Penelitian………………………………………...…………….52
C. Jenis Dan Sumber Data….………………………………………...…53
D. Teknik Pengumpulan data………………………………………….…55
E. Analisis Bahan Hukum………………………………………………...56
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit………………………………57
B. Bentuk Pengikatan Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit………79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………..93
B. Saran…………………………………………...……………………….94
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………......96
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesuai konstisusi UUD 1945, negara bertanggung jawab atas
kesejahteraan sosial yang merupakan esensi dari pembangunan ekonomi
yang berkelanjutan. Itu sebabnya sejak awal kemerdekaan para pendiri
negara kita merancang sistem perekonomian yang berorientasi
kebangsaan dan kerakyatan sesuai Pasal 33 UUD 1945. Oleh karena itu,
pemerataan pembangunan dan peningkatan ekonomi di segala lapisan
masyarakat harus menjadi perhatian khusus dari pemerintah.
Negara Indonesia yang merupakan negara agraris telah
memberikan peluang yang sangat besar bagi penduduk Indonesia untuk
bekerja atau melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian. Usaha di
bidang pertanian tidak terbatas hanya pada profesi petani tetapi juga
termasuk pengusaha yang bidang usahanya mencakup bidang pertanian
yang pada umumnya termasuk dalam golongan pengusaha kecil dan
menengah. Namun masih banyak dari para pengusaha kecil dan
menengah tersebut menemui kendala dalam menjalankan usahanya yaitu
masalah permodalan. Dalam memenuhi kebutuhan modal usaha tersebut
banyak yang terlilit oleh hutang piutang pada rentenir sehingga hasil
panen atau hasil usaha dari pertanian tersebut hanya dapat digunakan
untuk membayar utang. Hal ini disebabkan lembaga keuangan perbankan
kurang atau tidak menyentuh mereka dalam menyalurkan kredit dengan
berbagai alasan antara lain mengenai kelayakan usaha yang akan
dibiayai, kemampuan pengembalian hutang dan masalah jaminan.
Jaminan merupakan salah satu jalan keluar bagi terbatasnya modal
tersebut. Jaminan memungkinkan adanya konstruksi yuridis yang
memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-
benda sebagai jaminan (H.Salim, 2004: 5).
Pengamat ekonomi dan Komisaris Independen Bank Rakyat
Indonesia, Aviliani mengatakan bahwa sepanjang ada jaminan
kelangsungan usaha dalam bentuk jaminan pasar dan jaminan harga,
perbankan akan berbondong-bondong memberi kredit ke sektor pertanian.
Rendahnya penyaluran kredit ke sektor pertanian disebabkan risiko usaha
tani masih dianggap tinggi. Bank tidak berani mengambil risiko lebih besar
karena bank harus berhati-hati mengelola dana dari masyarakat. Telah
menjadi permasalahan yang klasik bahwa perbankan sangat sulit untuk
menyalurkan dananya pada sektor agribisnis dengan alasan tingginya
risiko kegagalan usaha dan karena usaha agribisnis sangat tergantung
pada faktor alam yang sulit dikendalikan namun dengan melihat fakta
pada masa krisis ekonomi 1997-2002 sektor agribisnis tetap dapat
bertahan hidup tanpa fasilitas pemerintah maka boleh dikatakan
perbankan nasional tidak boleh meremehkan prospek usaha agribisnis
dan usaha mikro/kecil. (Hariyani Iswi & Serfianto, 2010 : 3).
Di dalam pengembangan usaha sarana yang mutlak adalah modal.
Jasa bank berupa kredit telah menjadi urat nadi para pengusaha. Oleh
karena itu, perangkat hukum jaminan yang memadai dan dapat
mengimbangi perkembangan bidang ekonomi sangat dibutuhkan
(Djuhaendah Hasan,1996 : 229).
Pentingnya pengaturan (hukum) lembaga hak jaminan ini
disebabkan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan pada
umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Untuk itu
dibutuhkan tersedianya dana pembangunan yang cukup besar, yang
sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan. Dalam kaitan ini
sudah semestinya jika pemberi kredit (kreditor) dan penerima kredit
(debitor) serta pihak lainnya yang terlibat di dalamnya mendapatkan
perlindungan hukum yang sama dan seimbang melalui suatu lembaga hak
jaminan yang kuat dan memberikan kepastian hukum.
Ketentuan ketentuan hukum jaminan yang ada dan berlaku dewasa
ini, sebagian besar merupakan warisan colonial seperti Gadai dan Hipotek
ternyata kurang mampu menampung kebutuhan dan perkembangan
ekonomi masa kini dan yang akan datang, baik yang bersifat nasional
maupun yang selaras dengan lalu lintas perdagangan internasional.
Selain itu, perkembangan kebutuhan masyarakat, perkembangan
ekonomi, dan perkembangan kredit dalam masyarakat kita sekarang,
memerlukan bentuk bentuk jaminan baru, disamping bentuk jaminan yang
telah diatur di dalam undang - undang (Rachmadi Usman,1999 : 23).
Oleh karena itu, dirasakan sangat mendesak adanya lembaga
jaminan dan hukum jaminan modern. Perlu sekali adanya hukum jaminan
yang mampu mengatur konstruksi yuridis, yang memungkinkan pemberian
fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda benda yang akan dibelinya
sebagai jaminan. Peraturan peraturan demikian kiranya harus cukup
meyakinkan dan memberikan kepastian bagi lembaga lembaga pemberi
kredit, baik dari dalam maupun luar negeri (Sri Soedewi Masjchoen
Sofwan,1977 : 8).
Dengan mempertimbangkan bahwa faktor modal merupakan salah
satu penyebab utama dari kurang berkembangnya usaha di bidang
pertanian dan para petani memerlukan tambahan dana segar untuk
pengembangan usahanya, maka pemerintah telah mengeluarkan Undang-
undang Nomor 9 tahun 2006 tentang Jaminan Resi Gudang selanjtnya
disebut UUSRG guna memberikan solusi atas permasalahan kesulitan
biaya pada masa panen yang umumnya menimpa petani kecil di
Indonesia dan jatuhnya harga komoditas agribisnis pada saat musim
panen raya.
Adanya UUSRG telah memberikan harapan kepada petani untuk
tidak terburu-buru menjual hasil panennya dan bisa menyimpan hasil
panennya di gudang - gudang terakreditasi yang telah di tunjuk oleh
pemerintah dan dapat menjadikan dokumen Resi Gudang yang dimilikinya
sebagai jaminan kredit di bank. Melalui Sistem Resi Gudang, petani dan
pengusaha bidang pertanian dapat menjadikan dokumennya sebagai
salah satu bentuk jaminan dalam mencairkan kredit untuk
mengembangkan usahanya.
Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan
penerbitan, pengalihan, penjaminan dan penyelesaian transaksi Resi
Gudang. Pada dasarnya Resi Gudang adalah satu cara komoditi bisa
dijadikan jaminan. Petani ataupun pemilik komoditi tidak perlu menjual
komoditinya sewaktu harga rendah, dan masih dapat mendapatkan dana
dari perbankan untuk dapat memulai kegiatan usaha pertaniannya tanpa
harus terburu-buru menjual hasil panen dalam harga yang belum stabil.
Sistem Resi Gudang mulai dikenal di Indonesia sejak beberapa
tahun terakhir. Seperti yang dikutip di dalam "http://www.bappebti.go.id/
"www.bappebti.go.id, sebelum muncul UUSRG banyak dikenal berbagai
macam terobosan yang ditempuh baik oleh pemerintah maupun pelaku
usaha dalam sistem tata niaga komoditi pertanian seperti Resi Gudang
dengan pola CMA (Collateral Management Asset) yang sudah terlebih
dahulu ada. Perbedaan Resi Gudang dengan pola CMA dengan Resi
Gudang berdasarkan Undang Undang Sistem Resi Gudang yaitu dari
bukti hak nya itu sendiri. Resi gudang CMA hanya merupakan bukti
penyimpanan atas barang dalam gudang, bahwa barang yang tertentu
dengan jumlah, kualitas dan grade tertentu telah disimpan oleh pemilik
barang pada sebuah gudang bukan bukti kepemilikan barang. Lain halnya
dengan Resi Gudang berdasarkan Undang Undang Sistem Resi Gudang
yang diterbitkan oleh pengelola gudang yang terdaftar di Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi selanjutnya disebut Bappebti
merupakan bukti kepemilikan dari objek jaminan, merupakan surat
berharga yang dapat diperjual belikan atau dijadikan jaminan untuk
mempermudah fasilitas kredit dari bank.
Dalam Sistem Resi Gudang berdasarkan Undang Undang Sistem
Resi Gudang terdapat jaminan keamanan bagi perbankan karena semua
data penatausahaan Resi Gudang terpusat di Pusat Registrasi dan
diawasi oleh Dewan Pengawas (BAPPEBTI), serta terdapat kepastian
mutu bagi pemilik barang maupun calon pemilik barang karena barang
yang disimpan dikelola dengan baik oleh Pengelola Gudang dan diuji
mutu sebelumnya oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian independen yang
telah mendapat sertifikasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan
disetujui oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
(BAPPEBTI). Perbankan dapat mempercayai nilai komoditi yang
diagunkan. Kualitas komoditi tersebut tidak menurun untuk beberapa
lama. Hal inilah yang merupakan tugas pengelola gudang untuk dapat
memberikan jaminan kepada bank.
Dengan adanya Undang-Undang No. 9 Tahun 2011 sebagai
perubahan dari Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi
Gudang maka terbentuklah lembaga jaminan yang baru dengan nama
Lembaga Jaminan Resi Gudang sebagaimana terdapat pada Pasal 37 (a)
Undang-undang No. 9 Tahun 2011. UUSRG bermaksud untuk membuat
lembaga hukum jaminan baru selain yang sudah di kenal dalam hukum
jaminan di Indonesia, yaitu hipotik, gadai, fidusia, dan hak tanggungan.
Hal ini terlihat dari pencantuman istilah hak jaminan atas Resi Gudang di
dalam undang undang ini. Hak jaminan yang dibebankan pada Resi
Gudang untuk pelunasan utang yang memberikan kedudukan yang
diutamakan bagi pemegangnya terhadap kreditor lain (Pasal 1 angka 9
Undang Undang Sistem Resi Gudang). Selanjutnya berdasarkan
penjelasan UUSRG, ditemukan juga bahwa Resi Gudang adalah alas hak
(document of title) atas barang dapat digunakan sebagai agunan karena
Resi Gudang tersebut dijamin dengan komoditas tertentu dalam
pengawasan pengelola gudang yang terakreditasi. Sistem Resi Gudang
merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pemasaran yang telah
dikembangkan di berbagai negara. Sistem ini terbukti telah mampu
meningkatkan efisiensi sektor agroindustri karena baik produsen maupun
sektor komersial dapat mengubah status sediaan bahan mentah dan
setengah jadi menjadi suatu produk yang dapat diperjualbelikan secara
luas. Hal ini dimungkinkan karena Resi Gudang juga merupakan
instrumen keuangan yang dapat diperjualbelikan, dipertukarkan, dan
dalam perdagangan derivatif dapat diterima sebagai alat penyelesaian
transaksi kontrak berjangka yang jatuh tempo di bursa berjangka. Dalam
mengawasi, menilai serta mendaftarkan Resi Gudang, pemerintah
membentuk Badan Pengawas Sistem Resi Gudang, Lembaga Penilaian
Kesesuaian, serta Pusat Registrasi Resi Gudang (Pasal 1 angka 11, 12,
dan 13 UU Sistem Resi Gudang).
Dalam perspektif hukum perdata (Rachmadi Usman,2009 : 46),
pembedaan kebendaan bergerak dan kebendaan tidak bergerak diatur di
dalam Pasal 504 dan Pasal 506 sampai dengan Pasal 518 KUHPerdata.
Suatu benda dikategorisasikan sebagai kebendaan bergerak bisa karena
sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan tempat (verplaatsbaar) tanpa
mengubah wujud, fungsi, dan hakikatnya, kebendaan bergerak karena
undang undang. Demikian pula sebaliknya ketegorisasi kebendaan tidak
bergerak bisa karena sifatnya adalah benda yang apabila dipindahkan
tempat mengubah wujud, fungsi, dan hakikatnya atau benda tidak
bergerak karena tujuan atau peruntukannya, atau karena Undang
Undang.
Pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak ini penting
untuk penguasaan (bezit), penyerahan (levering), pembebanan
(bezwaring) dan kadaluwarsa (verjaring). Sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata, orang yang menguasai (bezitter) suatu
benda bergerak dianggap sebagai pemilik (eigenaar). Disini berlaku asas
bezit sebagai title yang sempurna (bezit gels als volkomend title). Artinya
siapa yang menguasai (bezitter) suatu benda bergerak dianggap sebagai
pemilik (eigenaar) dari benda bergerak tersebut. Adapun penguasaan
terhadap benda tidak bergerak tidak demikian halnya. Pasal 1977 ayat (1)
KUHPerdata menegaskan: Terhadap benda bergerak yang tidak berupa
bunga maupun piutang yang tidak atas tunjuk, maka bezitnya berlaku
sebagai alasan hak yang sempurna.
Asas di dalam bezit bagi benda bergerak yang tercantum dalam
ketentuan Pasal 1977 KUHPerdata itu, pada saat ini sebenarnya sudah
tidak dapat diterapkan terhadap semua benda bergerak, karena benda
bergerak dalam perkembangannya terdapat klasifikasi atas benda
bergerak atas nama dan tidak atas nama atau dapat pula dalam benda
terdaftar dan tidak terdaftar. Ketentuan Pasal 1977 hanya benda bergerak
tidak terdaftar atau benda bergerak tidak atas nama saja (Djuhaendah
Hasan,1996 : 98).
Sebagai undang undang yang terhitung masih baru dan kurang
dikenal oleh masyarakat, ada beberapa hal yang menarik perhatian untuk
dikaji pada UUSRG ini yaitu tidak terdapat pengaturan mengenai
pendaftaran, seperti yang terdapat pada lembaga jaminan fidusia dan hak
tanggungan dan hal ini tidak sesuai dengan Asas publicitiet yaitu bahwa
semua hak baik hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek harus
didaftarkan (H. Salim,2011 : 9), sementara lahirnya hak jaminan adalah
pada saat objek tersebut didaftarkan kecuali dalam penjaminan secara
Gadai yang berlaku asas inbezitstelling. Kemudian dalam hal eksekusi
jaminan, tidak ada klausula mengenai Title Eksekutorial yang memuat
irah-irah dengan kata 'DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA'.
Hak kebendaan mengandung asas droit de suite, yang berarti hak
tersebut selalu mengikuti dimanapun benda itu berada, jadi hak
kebendaan itu melekat pada bendanya, sehingga kalau berpindah
tangan, yang bersangkutan akan terkena pula untuk wajib
menghormatinya ( Moch.Isnaeni,1996 : 47). Di dalam Resi Gudang tidak
ada ketentuan yang menyiratkan adanya asas publiciteit dan asas droit
de suite yang merupakan ciri dari hak kebendaan.
Berhubungan dengan Daluarsa, untuk kebendaan bergerak tidak
dikenal daluarsa sebab bezitter dari kebendaan bergerak dianggap
sebagai Eigenaar dari kebendaan bergerak tersebut. Daluarsa tidak
dikenal pada benda bergerak, hal ini terkait dengan asas bezit yang ada
pada benda bergerak tersebut, kecuali bunga dan piutang yang tidak
dibayar atas tunjuk. Semua benda yang bergerak yang tidak dikecualikan
oleh Pasal 1977 KUHPerdata daluarsanya nol tahun, sehingga hal itu
mempunyai pengaruh terhadap cara mendapatkan hak dan proses
penyerahan (J.Satrio,1991: 21). Daluarsa hanya diperuntukkan untuk
benda tak bergerak dengan batasan waktu tertentu yaitu 20 tahun jika
penguasaan benda yang bersangkutan mempunyai suatu title yang sah,
dan 30 tahun jika tidak mempunyai title yang sah sebagaimana diatur
dalam Pasal 1963 KUHPerdata.
Berdasarkan hal tersebut, ada indikasi bahwa bentuk jaminan Resi
Gudang yang berlaku berdasarkan Undang Undang Sistem Resi Gudang
tidak memenuhi ketentuan dalam Hukum Jaminan di Indonesia. Hal ini
disebabkan UUSRG bermaksud untuk membuat lembaga hukum jaminan
baru selain yang sudah dikenal dalam hukum jaminan di indonesia, antara
lain: Hipotek, Gadai, Fidusia, dan Hak Tanggungan yang mana tidak
sesuai dengan hukum kebendaan yang terdapat dalam buku II
KUHPerdata yang bersifat tertutup dalam arti bahwa orang tidak dapat
menciptakan atau mengadakan hak - hak kebendaan yang baru
menyimpang dari apa yang telah ditentukan dalam perundang undangan
sehingga keberlakuannya dapat diduga tidak memberikan kepastian
hukum kepada para pihak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan
masalah dalam penulisan ini adalah seperti berikut:
1. Apakah Resi Gudang sebagai jaminan kredit sudah memenuhi syarat
prinsip-prinsip jaminan?
2. Bagaimana bentuk pengikatan sistem Resi Gudang sebagai
jaminan pada transaksi perbankan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui gambaran Undang-Undang Sistem Resi Gudang
sebagai jaminan kredit sudah memenuhi syarat prinsip-prinsip jaminan.
2. Untuk mengetahui bentuk pengikatan Sistem Resi Gudang dapat
dijadikan sebagai jaminan.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini akan berguna pada beberapa aspek, seperti berikut
ini:
1. Dari segi keilmuan diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
memperkaya kajian tentang penjaminan terhadap Resi Gudang dalam
menjalankan peningkatan dan perkembangan ekonomi baik secara
global maupun lokal.
2. Sebagai bahan informasi mengenai: (1) Tingkat penjaminan Resi
Gudang dalam kemajuan perekonomian melalui perkreditan di bank,
(2) Potensi yang dapat dikembangkan pada orang yang berkecimpung
pada Resi Gudang demi kelancaran penjaminan hukum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan
Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,
zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan Seminar Hukum
Jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di
Yogyakarta menyimpulkan, bahwa istilah “hukum jaminan” itu meliputi
pengertian baik jaminan kebendaan maupun perorangan.
Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak
literatur yang merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio,
hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang
jaminan-jaminan piutang seorang kreditor terhadap seorang debitor
(J.Satrio,2007 : 3). Definisi ini difokuskan pada pengaturan pada hak-hak
kreditor semata-mata, tetapi juga erat kaitannya dengan debitor.
Sedangkan yang menjadi objek kajiannya adalah benda jaminan.
Hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur
atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman
uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang
berlaku saat ini (M.Bahsan, 2008 : 3)
Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan
adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan
antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan
pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit ( Salim HS, 2008
: 6).
Unsur-unsur yang tercantum di dalam definisi ini adalah :
1. Adanya kaidah hukum
Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan
tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum
yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan
yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah
kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang
dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat
yang dilakukan secara lisan.
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan
Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang
menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak
sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang
membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitor.
Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima
barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi
jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah
lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga
perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank.
3. Adanya jaminan
Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditor adalah
jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang
berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan
benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan
nonkebendaan.
4. Adanya fasilitas kredit
Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan
bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga
keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang
berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan
nonbank percaya bahwa debitor sanggup untuk mengembalikan pokok
pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitor percaya bahwa bank atau
lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.
Jaminan merupakan kebutuhan kreditor untuk memperkecil risiko
apabila debitor tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang
berkenaan dengan kredit yang telah dikucurkan. Dengan adanya jaminan
apabila debitor tidak mampu membayar maka debitor dapat memaksakan
pembayaran atas kredit yang telah diberikannya (Badriyah Harun,2010 :
67).
Hukum jaminan mempunyai peran yang penting dalam praktek
perkreditan, adapun prinsip prinsip yang mendasari hukum jaminan
adalah ( Djuhaendah Hasan, 2011; 46):
1. Prinsip kebendaan bersifat mutlak yaitu dapat dipertahankan terhadap
siapapun juga, jumlah hak kebendaan bersifat terbatas dalam arti
hanya ada hak hak sepanjang yang sudah di tentukan oleh undang
undang .
2. Prinsip mengikuti bendanya (Droit de suite) yaitu asas berdasarkan
hak suatu kebendaan seseorang yang berhak terhadap benda itu
mempunyai kekuasaan atau wewenang untuk mempertahankan atau
menggugat bendanya dari tangan siapapun juga atau dimanapun
benda itu berada.
3. Prinsip hak mendahulu (Droit de Preference) yaitu suatu kedudukan
yang diutamakan atau hak untuk memperoleh pelunasan terlebih
dahulu dari pada kreditor lain.
4. Prinsip khusus atau spesialitas yaitu asas yang mewajibkan bahwa
objek jaminan yang dijaminkan harus mengatur secara spesifik atau
menunjuk kepada barang tertentu yaitu yang telah tercantum dalam
uraian pada perjanjian accessoir.
5. Prinsip terbuka atau publisitas yaitu asas yang mewajibkan agar
seluruh hak hak yang dijaminkan didaftarkan pada instansi yang
memiliki otoritas untuk pendaftaran hak hak tersebut.
6. Prinsip vervalbeding yaitu asas yang melarang untuk diperjanjikan
yaitu dalam hak debitor cidera janji atau tidak mampu memenuhi
kewajibannya sesuai yang diperjanjikan maka objek jaminan menjadi
milik kreditor.
Dalam suatu lembaga jaminan kebendaan baru dapat dikatakan
sebagai lembaga jaminan apabila memenuhi unsur unsur tersebut diatas.
Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang
menetapkan bahwa segala hak kebendaan debitor baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan
ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya.
Dengan demikian, segala harta kekayaan debitor secara otomatis menjadi
jaminan manakala orang tersebut membuat perjanjian utang meskipun
tidak dinyatakan secara tegas sebagai jaminan. Terhadap jaminan ini
akan timbul masalah manakala seorang debitor memiliki lebih dari
seorang kreditor di mana masing-masing kreditor menginginkan hak nya
didahulukan. Hukum mengantisipasi keadaan demikian dengan membuat
jaminan yang secara khusus diperjanjikan dengan hak-hak istimewa
seperti hak tanggungan, fidusia, gadai, maupun cessie piutang. Kreditor
yang memegang hak tersebut memiliki hak utama untuk mendapatkan
pembayaran kredit seluruhnya dari hasil penjualan benda jaminan.
Apabila terdapat kelebihan dalam penjualan benda jaminan terebut dapat
diberikan kepada kreditor lain.
Begitu pula dalam Pasal 1132 KUHPerdata yang mensyaratkan
bahwa tanpa diperjanjikan seluruh harta kekayaan debitor merupakan
jaminan bagi pelunasan hutangnya.
Pasal 1132 KUHPerdata menegaskan bahwa:
“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda benda itu dibagi bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan alasan untuk didahulukan”.
Dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132
KUHPerdata kemudian melahirkan pembagian dan macam macam
jaminan yaitu:
1. Jaminan Umum, yakni suatu bentuk jaminan yang diberikan oleh
debitor kepada setiap kreditor atas jaminan umum ini para kreditor
tidak mempunyai hak untuk mendahului (konkuren) atas hak hak tagih
yang dimilikinya. Jaminan umum diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal
1132 KUHPerdata. Menurut Frieda Husni Hasbullah jaminan umum
mempunyai ciri ciri sebagai berikut (2009; 9):
a. Para kreditor mempunyai kedudukan yang sama/seimbang, tidak
ada yang lebih didahulukan dalam pemenuhan piutangnya dan
disebut sebagai kreditor konkuren.
b. Ditinjau dari sudut haknya, para kreditor konkuren mempunyai hak
yang bersifat perorangan, yaitu hak yang dapat dipertahankan
terhadap orang tertentu.
c. Jaminan umum timbul karena undang undang, artinya para pihak
tidak diperjanjikan terlebih dahulu. Dengan demikian para kreditor
konkuren secara bersama sama memperoleh jaminan umum
berdasarkan undang undang.
2. Jaminan Khusus, suatu jaminan yang muncul untuk mengatasi
kelemahan kelemahan yang terdapat pada jaminan umum sehingga
pengaturannya pada Pasal 1132 KUHPerdata dapat dikatakan
mempunyai sifat mengatur/mengisi/melengkapi (aanvullendrecht)
dimana KUHPerdata memberikan kesempatan bagi para pihak untuk
mengadakan jaminan khusus yang menyimpang dari ketentuan Pasal
1131 KUHPerdata tentang jaminan umum. Pada jaminan khusus
kreditor pemegang jaminan khusus memiliki kedudukan yang
didahulukan dari kreditor lainnya dalam pemenuhan piutangnya.
Kreditor pemegang jaminan khusus disebut sebagai kreditor preferent.
Berdasarkan objek jaminannya, maka jaminan dapat digolongkan
menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu:
1. Jaminan perorangan (personal guarantee), yaitu suatu perjanjian
jaminan antara kreditor dengan pihak ketiga yang menjamin
dipenuhinya kewajiban oleh debitor sehingga apabila debitor
wanprestasi maka penjaminlah yang akan menyelesaikan kewajiban
debitor karena penjamin telah memberikan janji dan kesanggupannya
dalam perjanjian penjaminan. Perjanjian jaminan perorangan adalah
hak relatif yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang
tertentu yang terikat dalam perjanjian (H.R.Daeng Naja, 2005 : 210).
Jaminan perseorangan dapat berupa:
a. Penanggungan( borgtocht ) yang dalam Pasal 1820 KUHPerdata
dirumuskan sebagai persetujuan dengan mana seorang pihak
ketiga guna kepentingan yang berhutang (debitor) mengikatkan diri
untuk memenuhi perikatan yang berhutang apabila ia tidak
memenuhi.
b. Bank garansi ( bank guarantee)
c. Jaminan perusahaan ( corporate guarantee)
2. Jaminan kebendaan adalah suatu bentuk jaminan yang memberikan
hak mutlak kepada kreditor atas suatu benda/barang tertentu yang
menjadi objek jaminan. Apabila debitor melakukan wanprestasi atau
cidera janji maka kreditor pemegang jaminan kebendaan mempunyai
hak didahulukan (preferent) dalam pemenuhan piutangnya
dibandingkan dengan kreditor lainnya. Jaminan kebendaan itu dapat
berupa kebendaan bergerak dan jaminan kebendaan tidak bergerak.
Benda bergerak dibagi dalam dua golongan yaitu :
a. Benda bergerak yang dapat berpindah sendiri atau dipindahkan
tempatnya (verplaatsbaar). Hal ini diatur dalam pasal 509
KUHPerdata. Memperhatikan redaksi pasal 509 KUHPerdata
tersebut, maka pada hakikatnya terdapat dua jenis benda bergerak
yaitu: benda bergerak yang dapat berpindahkan sendiri dan
bergerak karena dapat dipindahkan.
b. Benda bergerak karena ditentukan oleh perundang-undangan
sebagaimana diatur dalam Pasal 511 KUHPerdata.
Untuk kebendaan bergerak ada dua jenis jaminan kebendaan yang
mengaturnya yaitu:
1. Gadai
Istilah Gadai bersal dari terjemahan kata pand atau pawn.
Pengertian Gadai tercantum dalam Pasal 1150 KUHPerdata. Menurut
Pasal ini Gadai adalah :
“ Suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak yang
diserahkan kepadanya oleh debitor atau oleh kuasanya, sebagai jaminan
atas utangnya dan yang memberi wewenang kepada kreditor untuk
mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului
kreditor kreditor lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai
pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau
penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan
setelah barang itu diserahkan sebagai gadai dan yang harus
didahulukan”
Pengertian gadai yang tercantum dalam Pasal 1150 KUHPerdata
sangat luas ( Salim.H.S:2004: 34 ), tidak hanya mengatur tentang
pembebanan jaminan atas barang bergerak, tetapi juga mengatur tentang
kewenangan kreditor untuk mengambil pelunasannya dan mengatur
eksekusi barang gadai, apabila debitor lalai dalam pemenuhan
kewajibannya.
Menurut Salim H.S gadai adalah suatu perjanjian yang dibuat
antara kreditor dan debitor, dimana debitor menyerahkan benda bergerak
kepada kreditor, untuk menjamin pelunasan suatu hutang gadai, ketika
debitor lalai melaksanakan prestasinya. Dalam definisi ini di gadai
konstruksikan sebagai perjanjian accesoir (tambahan). Sedangkan
perjanjian pokoknya adalah perjanjian pinjam meminjam uang dengan
jaminan benda bergerak. Apabila debitor lalai dalam melaksanakan
kewajibannya, barang yang telah dijaminkan oleh debitor kepada kreditor
dapat dilakukan pelelangan untuk melunasi hutang debitor.
Dasar hukum gadai yaitu pada Pasal 1150 KUHPerdata sampai
dengan Pasal 1160 KUHPerdata. Berdasarkan Pasal 1150 dan pasal
pasal lainnya dari KUHPerdata, dapat disimpulkan sifat dan ciri - ciri yang
melekat pada gadai adalah (Rachmadi Usman,2009; 108):
a. Objek atau barang – barang yang gadai adalah kebendaan yang
bergerak, baik kebendaan bergerak berwujud maupun kebendaan
bergerak yang tidak berwujud ( Pasal 1150 – Pasal 1153
KUHPerdata );
b. Gadai merupakan hak kebendaan atas kebendaan atau barang –
barang yang bergerak milik seseorang ( Pasal 1152 ayat ( 3 ) juncto
Pasal 528 KUHPerdata ), karenanya walaupun barang barang yang
digadaikan tersebut beralih atau dialihkan kepada orang lain, hak
barang barang yang digadaikan tersebut tetap atau terus mengikuti
kepada siapa pun objek barang – barang yang digadaikan itu
berada (droit de suite). Apabila objek yang digadaikan tersebut
hilang atau dicuri orang lain, maka kreditor pemegang gadai berhak
untuk menuntut kembali;
c. Hak gadai memberikan kedudukan yang diutamakan (droit de
preference) kepada kreditor pemegang gadai (Pasal 1133, Pasal
1150 KUHPerdata);
d. Kebendaan atau barang barang yang digadaikan harus berada
dibawah penguasaan kreditor pemegang gadai atau pihak ketiga
untuk dan atas nama pemegang hak gadai (Pasal 1150, Pasal
1152 KUHPerdata);
e. Gadai bersifat accessoir pada perjanjian pokok atau pendahuluan
tertentu, seperti perjanjian pinjam meminjam uang, utang piutang,
atau perjanjian kredit (Pasal 1150 KUHPerdata);
f. Gadai mempunyai sifat yang tidak dapat dibagi bagi (ondeelbaar),
yaitu membebani secara utuh objek kebendaan yang digadaikan,
dengan ketentuan bahwa apabila telah dilunasi sebagian dari utang
yang dijamin, maka tidak berarti terbebasnya pula sebagian
kebendaan atau barang barang yang digadaikan dari beban hak
gadai, melainkan hak gadai itu tetap membebani seluruh objek
kebendaan untuk sisa utang yang belum dilunasi (Pasal 1160
KUHPerdata).
Objek gadai adalah benda bergerak. Benda bergerak terbagi
menjadi 2 macam yaitu kebendaan bergerak yang berwujud dan
kebendaan bergerak yang tidak berwujud, yang berupa piutang atau
tagihan tagihan dalam bentuk surat surat berharga.
2. Fidusia
Jaminan Fidusia telah gunakan di Indonesia sejak zaman
penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari
yurisprudensi, yang semula berasal dari Romawi. Di negeri asalnya
tersebut selain bentuk jaminan, juga sebagai lembaga titipan.
Fidusia yang berasal dari kata fiduciair atau fides, yang artinya
kepercayaan, yakni penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan
sebagai jaminan (agunan) bagi pelunasan piutang kreditor. Penyerahan
hak milik atas benda ini dimaksudkan hanya sebagai agunan bagi
pelunasan utang tertentu, dimana memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada penerima fidusia ( kreditor) terhadap kreditor lainnya.
Dengan demikian, arti bahwa dalam fidusia telah terjadi
penyerahan dan pemindahan dalam kepemilikan atas suatu benda yang
dilakukan atas dasar fiduciair dengan syarat bahwa benda yang hak
kepemilikannya tersebut diserahkan dan dipindahkan kepada penerima
fidusia tetap dalam penguasaan pemilik benda (pemberi fidusia). Dalam
hal ini yang diserahkan dan dipindahkan itu dari pemiliknya kepada
kreditor (penerima fidusia) adalah hak kepemilikan atas suatu benda yang
dijadikan jaminan, sehingga hak kepemilikan secara yuridis atas benda
yang dijaminkan beralih kepada kreditor ( penerima fidusia). Sementara itu
hak kepemilikan secara ekonomis atas benda yang dijaminkan tersebut
tetap berada di tangan atau dalam penguasaan pemiliknya.
Penjaminan melalui lembaga fidusia yang tumbuh dengan pesat di
Indonesia, sebagaimana yang terjadi dalam praktik perbankan, kiranya
dapat dirasakan bagi kedua belah pihak. Bagi debitor menguntungkan,
karena melalui fidusia kebutuhan akan kredit dapat tercapai, dengan
masih tetap dapat menguasai benda jaminan untuk pekerjaannya dan
kehidupan sehari hari. Adapun bagi kreditor, menguntungkan, karena
selain prosedur pemasangan fidusia lebih sederhana, juga karena ikatan
fidusia tidak mensyaratkan berpindahnya benda jaminan dalam
kekuasaan kreditor, maka bank tidak usah menyewakan tempat khusus
bagi penyimpanan benda – benda jaminan ( Sri Soedewi M. sofwan, 1977;
75 ).
Adapun sifat dan ciri – ciri fidusia yaitu antara lain :
a. Perjanjian fidusia merupakan perjanjian obligatoir yang berarti hak
penerima fidusia merupakan hak milik yang sepenuhnya, meskipun
hak tersebut dibatasi oleh hal hal yang ditetapkan bersama dalam
perjanjian. Akan tetapi, pembatasan demikian hanya bersifat
pribadi. Karena hak yang diperoleh penerima fidusia merupakan
hak milik sepenuhnya, ia bebas untuk menentukan cara
pemenuhan piutangnya, terhadap benda yang dijaminkan melalui
fidusia. Hak yang timbul dari perjanjian fidusia adalah hak yang
bersifat pribadi, yang lahir karena adanya hubungan perutangan
antara kreditor dan debitor. Ketentuan ketentuan yang bersifat
memaksa dari gadai tidak dapat diterapkan terhadapnya. Juga para
pihak bebas untuk menentukan manakala terjadi kepailitan pada
debitor dan kreditor ( Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,1977; 23 ).
b. Sifat Accessoir dari perjanjian jaminan fidusia
Ketentuan dalam Pasal 4 Undang Undang Fidusia beserta
penjelasannya menegaskan, bahwa jaminan fidusia merupakan
perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan
kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi yang
berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat
sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang.
Sifat Accessoir dari jaminan fidusia ini membawa akibat hukum,
bahwa:
1. Dengan sendirinya jaminan fidusia menjadi hapus karena
hukum, apabila peranjian pokoknya itu berakhir atau karena
sebab lainnya yang menyebabkan perjanjian pokoknya menjadi
hapus;
2. Fidusia yang menjaminnya karena hukum beralih pula kepada
penerima fidusia yang baru dengan dialihkannya perjanjian
pokoknya kepada pihak lain;
3. Fidusia merupakan bagian tidak terpisahkan dari atau selalu
melekat pada perjanjian pokoknya, karena itu hapusnya fidusia
tidak menyebabkan hapusnya perjanjian pokok. ( Rachmadi
Usman, 2009;165 )
c. Sifat Droit de suite dari Fidusia
Sifat droit de suite, juga dianut jaminan fidusia, disamping jaminan
hipotek dan hak tanggungan. Hal ini ditegaskan oleh ketentuan
Pasal 20 Undang Undang Fidusia, dan pada penjelasannya pun
menyatakan:
“ Ketentuan ini mengakui prinsip “droit de suite” yang telah
merupakan bagian dari peraturan perundang – undangan
Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan”
Pemberian sifat hak kebendaan di sini dimaksudkan untuk
memberikan kedudukan yang kuat kepada pemegang hak
kebendaan, yang berarti bahwa benda jaminan tetap menjadi
pemilik pemberi jaminan dan pemberi jaminan pada asasnya
selama penjaminan berlangsung tetap berwenang untuk
mengambil tindakan pemilikan atas benda jaminan miliknya.
Dengan memberikan sifat droit pada fidusia, maka hak kreditor
tetap mengikuti bendanya ke dalam siapa pun ia berpindah,
termasuk terhadap pihak ketiga pemilik baru, yang berkedudukan
sebagai pihak ketiga pemberi jaminan ( J. Satrio, 2001 : 278 – 280)
d. Fidusia memberikan kedudukan diutamakan (sifat Droit de
preference)
Sifat droit de preference atau hak mendahulu atau yang
diutamakan juga melekat pada jaminan fidusia. Hal ini ditegaskan
pada Pasal 27 Undang Undang Fidusia. Dalam ketentuan tersebut
dapat diketahui bahwa penerima fidusia memiliki hak untuk
didahulukan atau diutamakan terhadap kreditor lainnya.
Sebelum Undang Undang Fidusia, pada umumnya benda yang
menjadi objek jaminan fidusia itu benda bergerak yang terdiri atas benda
persediaan, benda dagangan, piutang, peralatam mesin dan kendaraan
bermotor. Dengan lahirnya Undang Undang Fidusia maka objek fidusia
diberikan pengertian yang luas yaitu:
1. Benda bergerak yang berwujud
2. Benda bergerak yang tidak berwujud
3. Benda tidak bergerak, yang tidak dapat dibebani dengan hak
tanggungan.
B. Tinjauan Sistem Resi Gudang
Sistem Resi Gudang memakai kata sistem di depannya karena di
dalam Resi Gudang banyak pihak yang terkait dan ada hubungan antara
pihak yang satu dengan yang lain. Pihak-pihak yang terkait dalam sistem
Resi Gudang ini antara lain adalah petani sebagai pemilik komoditi yang
menyimpan barang di gudang, Pengelola Gudang, Badan Pengawas
Sistem Resi Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian, dan Pusat
Registrasi Resi Gudang. Pihak-pihak tersebut antara satu dengan yang
lainnya saling berkaitan/berhubungan. Para pihak tidak bisa berdiri sendiri
sebagai salah satu pihak saja.
1. Pengertian Resi Gudang
UUSRG merupakan landasan hukum untuk kegiatan sistem Resi
Gudang di Indonesia. Undang-undang ini dinamakan Sistem Resi Gudang
karena di dalamnya diatur mengenai sistem yang berhubungan dengan
Resi Gudang.
Resi Gudang berdasarkan Pasal 1 Angka (2) UUSRG didefinisikan
sebagai dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di
gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang. Dari pengertian tersebut
ini terdapat beberapa unsur yang didukung dalam Resi Gudang tersebut,
yakni sebagai berikut:
a. Resi Gudang merupakan dokumen bukti kepemilikan (document of
title) yang pada akhirnya menjadi suatu instrument keuangan yang
dalam praktik transaksi perdagangan disebut dengan jaminan
persediaan barang terhadap keuangan (conversion of stock into
financing) di mana suatu barang persediaan yang dalam hal ini
komoditi yang oleh Sistem Resi Gudang telah dikonversi menjadi
surat berharga karena mempunyai nilai ekonomis tertentu sehingga
nilai ekonomis dari Resi Gudang tersebut setara dengan nilai
komoditi yang tercantum dalam Resi Gudang tersebut, dengan
demikian Resi Gudang mempunyai kekuatan hukum untuk menjadi
pengganti atas sejumlah barang komoditi dalam hal ini terjadi
pengalihan komoditi, penjamin komoditi pada bank serta transaksi
komoditi.
b. Resi Gudang sebagai dokumen bukti kepemilikan menjadi alat bukti
atas barang yang disimpan dalam gudang dengan demikian dapat
sebagai pengganti atas sejumlah barang komoditi yang jenisnya
tercantum dalam Resi Gudang yang diterbitkan tersebut. Barang
komoditi yang dimaksud disini adalah setiap benda bergerak yang
dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu dan diperdagangkan
secara umum dan harus memenuhi persyaratan yang berkaitan
dengan penyimpanan barang di dalam gudang dalam Sistem Resi
Gudang, Pasal 1 angka (1) jo Pasal 3 Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 26/M-DAG/PER/6/2007, selanjutnya disebut
Permendag. Adapun persyaratan tersebut adalah:
1. Memiliki daya simpan paling sedikit 3 (tiga) bulan,
2. Memiliki standar mutu tertentu, dan
3. Jumlah minimum barang yang disimpan.
Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) Permendag tersebut ditentukan
komoditas yang dapat disimpan di dalam gudang dan Sistem Resi
Gudang ini antara lain adalah gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada,
karet, rumput laut di mana penetapan barang komoditi tersebut dapat
berkembang sesuai dengan rekomendasi dari Pemerintah Daerah,
instansi terkait dan asosiasi komoditas dengan syarat harus memenuhi
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Gudang tempat menyimpan komoditas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 Angka (4) UUSRG adalah semua ruangan yang tidak
bergerak dan tidak dapat dipindah-pindahkan dengan tujuan untuk tidak
dikunjungi oleh umum, tetapi untuk dipakai khusus sebagai tempat
penyimpanan barang yang dapat diperdagangkan secara umum dan
memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri. Resi Gudang
sebagai dokumen kepemilikan ini diterbitkan oleh Pengelola Gudang
sebagai tanda terima atas komoditas yang disimpan di dalam gudang
kepada pihak pemilik. Dengan demikian Resi Gudang baru diterbitkan
setelah pemilik barang yang menyerahkan miliknya ke gudang yang
berada dalam tanggung jawab Pengelola Gudang. Tanda bukti tersebut
dijamin dengan adanya persediaan komoditi tertentu dalam satu gudang
yang dikelola perusahaan pergudangan (warehouse manager) secara
professional.
Dalam penjelasan Pasal 2 Ayat (1) UUSRG dikatakan bahwa sebagai
bukti kepemilikan Resi Gudang adalah surat berharga memiliki unsur-
unsur sebagai Surat Berharga yakni surat bukti tuntutan uang, pembawa
hak dan dapat diperjualbelikan. Unsur-unsur surat berharga yang
terdapat adalah sebagai berikut ini:
1. Surat bukti tuntutan uang, merupakan bukti adanya perikatan yang
harus ditunaikan oleh si penandatangan atau penerbit surat
tersebut dan sebaliknya si pemegang surat tersebut mempunyai
hak menuntut kepada penandatangan/penerbit surat tersebut.
2. Pembawa hak, adalah hak menuntut sesuatu kepada
penandatangan/penerbit. Surat berharga membawa hak sehingga
bagi pemegang surat berharga mempunyai hak untuk menuntut
sesuatu kepada penandatangan/penerbit.
3. Mudah diperjualbelikan, maka bentuk surat berharga adalah surat
atas pengganti/atas perintah (aan order) atau surat atas bawa (aan
toonder). Bentuk surat tersebut berpengaruh pada pengalihannya
kepada orang lain sehingga mudah untuk diperjualbelikan. Surat
berharga atas pengganti, pengalihannya kepada orang lain atau
pihak lain dengan cara menggunakan endosement, sedang surat
berharga atas bawa penyerahannya cukup dengan penyerahan
fisik dari surat berharga tersebut.
Dalam sistem Resi Gudang, penerbit Resi Gudang bukanlah
pemilik dari barang melainkan adalah pengelola dari gudang, namun
demikian tidak menghilangkan hak dari pemegang Resi Gudang atas
barang yang disimpan di gudang yang tercantum dalam gudang tersebut.
Pasal 3 UUSRG menentukan Resi Gudang adalah Resi Gudang atas
nama dan Resi Gudang atas perintah. Resi Gudang atas nama
peralihannya harus dengan akta otentik, sedangkan Resi Gudang atas
perintah peralihannya cukup dengan endosement yang disertai dengan
penyerahan Resi Gudang sehingga mudah diperjualbelikan.
Dilihat dari sisi keamanannya, Resi Gudang atas nama dan atas
perintah memberikan perlindungan kepada pemilik apabila Resi Gudang
tersebut jatuh kepada pihak yang tidak berhak, hal ini berbeda dengan
surat berharga atas bawa di mana pihak yang memegang fisik surat
tersebut dianggap sebagai pemilik.
Bentuk Resi Gudang sebagai surat berharga sebagaimana diatur
dalam UUSRG, ada dua yaitu sebagai berikut.
a. Resi Gudang atas nama, yaitu Resi Gudang yang mencantumkan
nama pihak yang berhak menerima penyerahan barang.
Pengalihan Resi Gudang jenis ini dapat dilakukan dengan Akta
Otentik dan harus dilaporkan kepada Pusat Registrasi. Konsep ini
serupa dengan Resi Gudang jenis Non Negotiable Warehouse
Receipt yakni Resi Gudang yang memuat ketentuan bahwa barang
yang dimaksud hanya dapat diserahkan kepada pihak yang
namanya telah ditetapkan.
b. Resi Gudang atas perintah, yaitu Resi Gudang yang
mencantumkan perintah pihak yang berhak menerima penyerahan
barang. Pengalihan Resi Gudang jenis ini dilakukan dengan cara
endosement yang disertai dengan penyerahan Resi Gudang dan
harus dilanjutkan dengan melaporkan perihal pengalihan tersebut
kepada Pusat Registrasi. Konsep Resi Gudang ini serupa dengan
jenis Resi Gudang Negotiable Warehouse Reciept yakni Resi
Gudang yang memuat perintah penyerahan bahan kepada siapa
saja yang memegang Resi Gudang tersebut atau suatu perintah
pihak tertentu.
2. Penerbitan Resi Gudang
Resi Gudang sebagai bukti kepemilikan atas barang yang disimpan
di gudang diterbitkan oleh Pengelola Gudang harus memenuhi
persyaratan dan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala
BAPPEBTI Nomor 07/BAPPEBTI/PER-SRG/3/2008 Tahun 2008 tentang
Pedoman Teknis Penerbitan Resi Gudang, di mana sebelum pemilik
barang menitipkan barangnya kepada Pengelola Gudang untuk
menyimpan barang miliknya. Antara Pengelola Gudang dan pemilik
barang atau kuasanya membuat Surat Perjanjian Pengelolaan Barang, di
mana setelah pemilik atau kuasanya memasukkan barang, Pengelola
Gudang mengajukan permohonan penilaian kesesuaian kepada Lembaga
Penilaian Kesesuaian untuk melakukan penilaian kesesuaian untuk
barang sesuai dengan surat permintaan kesesuaian barang. Lembaga
Penilaian Kesesuaian menyampaikan hasil penilaian tersebut kepada
Pengelola Gudang melalui Sistem Resi Gudang-Online dan mengirimkan
sertifikat untuk barang dalam gudang dibuat dan ditandatangani Berita
Acara Barang Masuk. Pengelola Gudang melakukan verifikasi atas nilai
atas barang yang disimpan dengan menggunakan acuan harga yang
tersedia dan juga memasukkan data jumlah barang yang disimpan sesuai
dengan Berita Acara Barang Masuk dan juga memverifikasi data sertifikat
untuk barang melalui SRG-Online.
Pengelola Gudang wajib mengasuransikan barang yang disimpan
yang dapat meliputi asuransi kebakaran, kecurian, dan kebanjiran, sesuai
dengan kebutuhan bisnis. Setelah melakukan penyimpanan barang,
Pengelola Gudang berdasarkan Pasal 6 UUSRG jo Pasal 4 PP Nomor 36
Tahun 2007 Pengelola Gudang wajib memberikan Resi Gudang, dengan
tata cara sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Kepala BAPPEBTI
Nomor 07/BAPPEBTI/PER-SRG/3/2008 Tahun 2008 (Indrawan, 2009: 37)
dijelaskan seperti berikut:
a. Pengelola Gudang menginput data untuk Resi Gudang melalui
SRG-Online dan menerima registrasi untuk Resi Gudang kepada
Pusat Registrasi melalui SRG-Online.
b. Dalam hasil verifikasi data untuk Resi Gudang memenuhi syarat,
maka Pusat Registrasi menerbitkan kode registrasi, dan verifikasi
data untuk Resi Gudang tidak memenuhi syarat, maka Pusat
Registrasi menolak menerbitkan kode registrasi dan menerbitkan
alasan penolakan penerbitan kode registrasi. Pusat Registrasi
melakukan verifikasi terhadap:
1) Legalitas Pengelola Gudang;
2) Legalitas Lembaga Penilai Kesesuaian;
3) Legalitas Gudang;
4) Jenis Barang;
5) Polis Asuransi;
6) Jangka waktu Resi Gudang; dan
7) Nilai Barang, nilai barang dicantumkan dalam Resi Gudang
tidak melebihi toleransi harga sesuai informasi harga yang
tersedia atau harga pasar.
c. Pengelola Gudang mengirimkan bukti konfirmasi telah diterimanya
kode registrasi melalui SRG-Online.
d. Pengelola Gudang mencetak Resi Gudang dengan bentuk dan isi
yang telah ditentukan dan menandatangani Resi Gudang bersama-
sama dengan pemilik barang atau kuasanya.
e. Pengelola Gudang menyerahkan Resi Gudang kepada pemilik
barang atau kuasanya.
f. Pengelola Gudang memberitahukan telah diterbitkanya Resi
Gudang melalui SRG-Online kepada Pusat Registrasi.
g. Pusat Registrasi melakukan penatausahaan Resi Gudang atas
dasar pemberitahuan dari Pengelola Gudang Melalui SRG-Online.
h. Pusat Registrasi memberikan identitas pemakai (user id) dan kode
akses rahasia (password) langsung kepada setiap Pemegang Resi
Gudang.
Berdasarkan Pasal 7 UUSRG jo Pasal 7 PP Nomor 36 Tahun 2007
dimungkinkan diterbitkannya Resi Gudang pengganti. Penerbitan Resi
Gudang penganti terjadi sebagai akibat rusak atau hilangnya Resi Gudang
sehingga atas Resi Gudang tersebut harus dibuat Resi Gudang Penganti.
Penerbitan Resi Gudang Pengganti dilakukan dengan tata cara yang telah
ditentukan dalam Peraturan Kepala BAPPEBTI tersebut di atas dijelaskan
seperti berikut.
a. Pemegang Resi Gudang atau Penerima Hak Jaminan dalam hal
Resi Gudang dibebani Hak Jaminan, mengajukan permohonan
penerbitan Resi Gudang Pengganti dengan menggunakan formulir
yang telah ditentukan.
b. Berdasarkan permohonan penerbitan Resi Gudang Pengganti yang
diterima Pengelola Gudang. Pengelola Gudang melakukan
verifikasi keabsahan pemohon.
c. Setelah melakukan verifikasi, Pengelola Gudang menyatakan Resi
Gudang yang rusak atau hilang tidak berlaku lagi dengan
membubuhkan tanda “Resi Gudang Tidak Berlaku” pada Resi
Gudang yang rusak atau hilang dan menyimpannya selama 3 (tiga)
tahun.
d. Resi Gudang yang telah disimpan selama 3 (tiga) tahun
sebagaimana dimaksud pada butir 3 di atas dimusnahkan dengan
menandatangani Berita Acara Pemusnahan Resi Gudang yang
bentuk dan isinya telah ditetapkan dalam peraturan Kepala
BAPPEBTI ini.
e. Pengelola Gudang meminta kode registrasi yang baru kepada
Pusat Registrasi.
f. Pusat Registrasi menerbitkan kode registrasi yang baru setelah
melakukan verifikasi data Resi Gudang serta mencatat bahwa Resi
Gudang yang akan diganti tidak berlaku lagi.
g. Pengelola Gudang menyampaikan konfirmasi kepada Pusat
Registrasi bahwa kode registrasi telah diterima kode registrasi
dengan baik.
h. Pengelola Gudang mencetak dan menerbitkan Resi Gudang
Pengganti yang bentuk dan isinya telah ditentukan atau dibakukan
dalam Peraturan Kepala BAPPEBTI ini.
i. Pengelola Gudang memberitahukan telah diterbitkannya Resi
Gudang Pengganti kepada Pusat Registrasi melalui SRG-Online.
j. Pusat Registrasi melakukan penatausahaan Resi Gudang
Pengganti atas dasar pemberitahuan dari Pengelola Gudang.
k. Pengelola Gudang menyerahkan Resi Gudang Penganti kepada
pemegang Resi Gudang yang mengajukan permohonan
pengantian atau penerima hak jaminan yang mengajukan
permohonan pengantian atau penerima hak jaminan dalam Resi
Gudang dibebani hak jaminan.
Pada penerbitan Resi Gudang dapat saja terjadi kesalahan
ataupun kekeliruan penulisan, maka berdasarkan Pasal 27 UUSRG
Pengelola Gudang harus bertanggung jawab atas kesalahan penulisan
tersebut. Dalam hal terjadi kesalahan penulisan Pengelola Gudang wajib
segera mengganti dengan menerbitkan Resi Gudang baru. Penerbitan
Resi Gudang baru ini dilakukan dengan tata cara yang telah ditentukan
dalam peraturan Kepala BAPPEBTI tersebut di atas adalah sebagai
berikut:
a. Dalam hal Pengelola Gudang menemukan kesalahan penulisan
setelah Resi Gudang mendapatkan kode registrasi dan dicetak
namun belum ditandatangani dan/ataubelum diserahkan kepada
pemilik barang, Pengelola Gudang wajib memberitahukan adanya
kesalahan penulisan kepada Pusat Registrasi dan Badan
Pengawas.
b. Dalam hal Pengelola Gudang menemukan kesalahan penulisan
setelah Resi Gudang dicetak, ditandatangani, dan diserahkan
kepada pemilik barang, Pengelola Gudang wajib meberitahukan
adanya kesalahan penulisan kepada Pemegang Resi Gudang
terakhir, penerima hak jaminan, Pusat Registrasi, dan Badan
Pengawas.
c. Pengelola Gudang bersama pihak terkait melakukan verifikasi atas
kesalahan penulisan Resi Gudang tersebut dengan mengacu
kepada dokumen-dokumen yang dipergunakan dalam menerbitkan
Resi Gudang dan dituangkan dalam Berita Acara hasil verifikasi
dan dipergunakan sebagai dasar peneribitan Resi Gudang baru.
d. Pengelola Gudang wajib segera memperbaiki kesalahan penulisan
tersebut dengan menerbitkan Resi Gudang baru dengan tata cara
dalam Peraturan Kepala BAPPEBTI ini.
e. Dalam hal terjadi kerugian akibat kesalahan penulisan, menjadi
tanggung jawab Pengelola Gudang.
f. Resi Gudang yang mengandung kesalahan dinyatakan tidak
berlaku dan dibatalkan oleh Pengelola Gudang serta wajib
melaporkan kepada Pusat Registrasi dan BAPPEBTI.
g. Dalam hal Resi Gudang dibebani dengan hak jaminan, Pengelola
Gudang wajib melaporkan Resi Gudang yang dinyatakan tidak
berlaku dan dibatalkan oleh Pengelola Gudang kepada Pusat
Registrasi, BAPPEBTI, dan penerima hak jaminan keabsahan
pemohon.
h. Pusat Registrasi melakukan pemutakhiran data berdasarkan
laporan pengelola Gudang.
Pasal 1 angka 14 UUSRG menyatakan bahwa Lembaga Jaminan
Resi Gudang yang selanjutnya disebut Lembaga Jaminan badan hukum
Indonesia yang menjamin hak dan kepentingan pemegang Resi Gudang
atau penerima hak jaminan terhadap kegagalan, kelalaian, atau ketidak
mampuan Pengelola Gudang dalam melaksanakan kewajibannya dalam
menyimpan dan menyerahkan barang. Dengan adanya pembentukan
Lembaga Jaminan Resi Gudang yang diatur dalam UUSRG, pengelola
gudang diwajibkan untuk menjadi anggota Lembaga Jaminan Resi
Gudang dan membayar sejumlah uang iuran ke Lembaga Jaminan Resi
Gudang, yang nantinya apabila terdapat pengelola gudang yang
melakukan wanprestasi terhadap pemegang Resi Gudang ataupun
memegang hak jaminan Resi Gudang, Lembaga Jaminan Resi Gudang
inilah yang akan bertindak sebagai penjamin.
Berdasarkan Pasal 37A ayat (1) UUSRG dibentuk Lembaga
Jaminan yang bernama Lembaga Jaminan Resi Gudang. Lembaga ini
melaksanakan tugas dan wewenangnya secara independen, transparan,
dan akuntabel. Salah satu tujuan dibuatnya Lembaga Jaminan Resi
Gudang adalah untuk menampung kebutuhan pemegang Resi Gudang
yang menyimpan barang komoditasnya di gudang untuk memperoleh
pembiayaan dengan jaminan Resi Gudang yang dimilikinya.
Lembaga Jaminan Resi Gudang ini memiliki fungsi (UUSRG Pasal
37D) sebagai berikut:
a. Melindungi hak pemegang Resi Gudang dan/atau penerima hak
jaminan apabila terjadi kegagalan, ketidakmampuan, dan/atau
kebangkrutan Pengelola Gudang dalam menjalankan
kewajibannya.
b. Memelihara stabilitas dan integritas Sistem Resi Gudang sesuai
dengan kewenangannya.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai pelindung dari hak
Pemegang Resi Gudang atau penerima hak jaminan apabila terjadi
kegagalan, ketidakmampuan, dan/atau kebangkrutan Pengelola Gudang
dalam menjalankan kewajibannya, Lembaga Jaminan Resi Gudang ini
(UUSRG Pasal 37E ayat (1)) memiliki tugas sebagai berikut:
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjamin
pengelolaan barang oleh Pengelola Gudang.
b. Melaksanakan penjaminan pengelolaan barang oleh Pengelola
Gudang.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai pemelihara stabilitas dan
integritas Sistem Resi Gudang sesuai dengan kewenangannya, Lembaga
Jaminan Resi Gudang ini (UUSRG Pasal 37E ayat (2)) memiliki tugas
sebagai berikut:
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka memelihara
stabilitas dan integritas Sistem Resi Gudang.
b. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan
penyelesaian Pengelola Gudang gagal yang tidak berdampak luas
(sistemik), dan:
c. Melaksanakan penanganan Pengelola Gudang gagal yang
berdampak luas (sistemik).
3. Dasar hukum hak jaminan Resi Gudang
Hak-hak jaminan, mempunyai ciri bahwa selain ia bersifat lebih
memberikan jaminan atas pemenuhan suatu piutang, sebagian besar juga
memberikan hak untuk didahulukan di dalam mengambil pelunasan. Hak
jaminan memberikan 2 (dua) keuntungan (Satrio, 2002; 13 ), yakni seperti
berikut ini:
a. Jaminan yang lebih baik atas pemenuhan tagihan kreditor
dan/atau:
b. Hak untuk lebih didahulukan di dalam pengambil pelunasan atas
hasil penjualan barang-barang debitor.
Maka hal ini berarti pemegang/penerima hak jaminan mempunyai
kedudukan yang lebih baik dan lebih didahulukan daripada kreditor yang
tidak mempunyai jaminan khusus yaitu para kreditor konkuren. Pasal 1
angka 9 UUSRG menjelaskan definisi hak jaminan atas Resi Gudang
untuk pelunasan utang yang memberikan kedudukan untuk diutamakan
bagi penerima hak jaminan terhadap kreditor yang lain. Hak jaminan
dalam UUSRG tersebut juga meliputi klaim asuransi dalam hal barang
sebagaimana tersebut dalam Resi Gudang yang menjadi objek hak
jaminan diasuransikan (Penjelasan Pasal 12 ayat (1) UUSRG ).
Tujuan memberlakukan UUSRG ini adalah untuk memberikan dan
meningkatkan akses masyarakat terhadap kepastian hukum, melindungi
masyarakat dan memperluas akses mereka untuk memanfaatkan fasilitas
pembiayaan. Undang-undang tersebut menjawab kebutuhan akan suatu
instrument yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang selama ini
terkendala untuk memperoleh pembiayaan usaha.
UUSRG memberikan manfaat terutama bagi perusahaan kecil dan
menengah, petani dan kelompok tani, perusahaan pengelola gudang,
perusahaan pemberi pinjaman dari bank, untuk mengakses permodalan
guna meningkatkan usahanya. Ketentuan yang mengatur Resi Gudang
adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang.
b. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 tentang perubahan Atas
Undang Undang Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi
Gudang.
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2007
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang
Resi Gudang.
d. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 26/M-
DAG/PER/6/2007 tentang Barang yang dapat disimpan di gudang
dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang.
e. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/6/PBI/2005 tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Bank Umum.
Ketentuan-ketentuan penunjang Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2006 tentang Sistem Resi Gudang dan peraturan pelaksanaannya
diterbitkan oleh BAPPEBTI selaku Badan Pengawas. Surat
Keputusan/Peraturan Kepala BAPPEBTI mengenai Sistem Resi Gudang
adalah sebagai berikut:
a. Nomor 13/BAPPEBTI/PER-SRG/5/2009 tentang Tata Cara
Pemeriksaan Teknis Dalam Sistem Resi Gudang.
b. Nomor 12/BAPPEBTI/PER-SRG/5/2009 tentang Tata Cara
Penyampaian Laporan Pengelola Gudang, Lembaga Penilai
Keseuaian, dan Pusat Registrasi.
c. Nomor 11/BAPPEBTI/PER-SRG/5/2009 tentang Tata Cara
Pemeriksaan Teknis Dalam Sistem Resi Gudang.
d. Nomor 10/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 tentang Pedoman Teknis
Penyelesaian Transaksi Resi Gudang.
e. Nomor 9/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 tentang Pedoman Teknis
Penjaminan Resi Gudang.
f. Nomor 8/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 tentang Pedoman Teknis
Pengalihan Resi Gudang.
g. Nomor 7/BAPPEBTI/PER-SRG/3/2008 tentang Pedoman Teknis
Penerbitan Resi Gudang.
h. Nomor 6/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 tentang Penetapan Hari
Kerja dalam Sistem Resi Gudang.
i. Nomor 5/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 tentang Persyaratan dan
Tata Cara untuk Memperoleh Persetujuan Sebagai Pusat
Registrasi.
j. Nomor 4/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 tentang Persyaratan dan
Tata Cara Untuk Memperoleh Persetujuan Sebagai Lembaga
Penilai Kesesuaian dalam Sistem Resi Gudang.
k. Nomor 3/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 tentang Persyaratan Umum
dan Persyaratan Teknis Gudang.
l. Nomor 2/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 tentang Peryaratan dan
Tata Cara untuk Memperoleh Persetujuan Sebagai Gudang dalam
Sistem Resi Gudang.
m. Nomor 1/BAPPEBTI/PER-SRG/5/2009 tentang Persyaratan dan
Tata Cara untuk Memperoleh Persetujuan Sebagai Pengelola
Gudang.
Dasar hukum penggunaan Resi Gudang sebagai jaminan kredit
tertera pada Pasal 4 UUSRG yang menyatakan bahwa Resi Gudang
dapat dialihkan, dijadikan jaminan utang, atau digunakan sebagai
dokumen penyerahan bahan, dan Resi Gudang sebagai dokumen
kepemilikan tersebut dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa
dipersyaratkan adanya jaminan lainnya Pasal 16 ayat (1) PP Nomor 36
Tahun 2007 juga menyatakan bahwa Resi Gudang dapat dibebani hak
jaminan untuk pelunasan utang.
Pasal 14 UUSRG menegaskan bahwa pembebanan hak jaminan
terhadap Resi Gudang dibuat dengan akta perjanjian hak jaminan.
Perjanjian hak jaminan tersebut sekurang-kurangnya meliputi hal-hal
berikut ini:
a. Identitas pihak pemberi dan penerima hak jaminan.
b. Data perjanjian pokok yang dijamin dengan hak jaminan.
c. Spesifikasi Resi Gudang yang digunakan.
d. Nilai jaminan utang.
e. Nilai barang berdasarkan harga harga pasar pada saat barang
dimasukaan ke dalam gudang.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, tidak dicantumkan adanya
kewajiban pembebanan hak jaminan terhadap Resi Gudang dibuat secara
notariil. Bebeda dengan hak jaminan kredit lainnya seperti jaminan fidusia,
hipotek, dan hak tanggungan yang ada kewajiban untuk dibuat secara
notariil. Penjelasan Pasal 12 ayat (2) menyatakan bahwa Resi Gudang
yang dijadikan jaminan disimpan oleh kreditor yang menerima jaminan
sedangkan barang yang tercantum dalam Resi Gudang yang menjadi
dasar penerbitan Resi Gudang tetap dikelola dan disimpan di gudang oleh
pengelola gudang. Hal inilah yang membedakan hak jaminan atas Resi
Gudang dengan hak jaminan fidusia, karena dalam jaminan fidusia objek
jaminannya dipegang oleh pemberi jaminan fidusia, sedangkan dalam hak
jaminan atas Resi Gudang objek jaminannya dipegang oleh pihak ketiga,
yaitu pengelola gudang.
Selain diatur dalam Undang-Undang Sistem Resi Gudang,
penggunaan Resi Gudang sebagai jaminan atau yang dalam bidang
perbankan disebut agunan juga diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
(PBI) Nomor 9/6/PBI/2007 disebutkan bahwa mesin yang merupakan
kesatuan dengan tanah diikat dengan Hak Tanggungan, sedangkan Resi
Gudang diikat dengan Hak Jaminan Atas Resi Gudang
(Haryani&Serfianto, 2010: 60).
Berdasarkan Pasal 46 PBI Nomor 9/6/PBI/2007, dinyatakan bahwa
agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam
pembentukan PPA (Penyisihan Penghapusan Aktiva) ditetapkan sebagai
berikut:
a. Surat berharga dan saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek
di Indonesia atau memiliki peringkat investasi dan diikat secara
gadai.
b. Tanah, gedung, dan rumah tinggal yang diikat dengan hak
tanggungan.
c. Mesin yang merupakan satu kesatuan dengan tanah diikat dengan
hak tanggungan.
d. Pesawat udara atau kapal laut dengan ukuran 20 meter kubik yang
diikat dengan hipotek.
e. Kendaraan bermotor dan persediaan yang diikat secara fidusia.
f. Resi gudang yang diikat dengan hak jaminan Resi Gudang.
Penjamin Resi Gudang juga diatur dalam Peraturan Kepala
BAPPEBTI Nomor 09/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 tentang Pedoman
Teknis Penjaminan Resi Gudang. Pembebanan hak jaminan dan
pemberitahuan pembebanan hak jaminan dalam Sistem Resi Gudang
harus mengikuti tata cara yang diatur dalam peraturan tersebut.
C. Kerangka Pikir
D. gka Pikir
Eksistensi Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit Dalam Praktik Perbankan
- Kitab Undang Undang Hukum Perdata Tentang Gadai Pasal 1150 – 1160
- Undang Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia - Undang–Undang Nomor 9 tahun 2011 Tentang Perubahan atas
UndangUndang Nomor 9 tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang. - Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 36 Tahun 2007 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Resi Gudang.
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26/M-DAG/PER/6/2007 tentang Barang Yang Dapat Disimpan dalam Gudang Dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang
Prinsip – Prinsip Hukum Jaminan
Prinsip kebendaan bersifat mutlak
Prinsip terbuka atau Publisitas
Prinsip mengikuti bendanya (Droit de suite)
Prinsip hak mendahulu (Droit de preference)
Prinsip Khusus (spesialitas)
Prinsip vervalbeding
Bentuk Pengikatan Jaminan
.Gadai
Fidusia
Terwujudnya Perlindungan Hukum Atas Pengikatan Resi Gudang Sebagai Jaminan
D. Definisi Oprasional
1. Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang
bergerak yang dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu dan
dapat di perdagangkan secara umum yang disimpan dalam gudang
diterbitkan oleh pengelola gudang.
2. Hak jaminan atas Resi Gudang adalah hak jaminan yang
dibebankan pada Resi Gudang untuk pelunasan utang yang
memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak
jaminan terhadap kreditor lain.
3. Prinsip kebendaan bersifat mutlak adalah KUH Perdata telah
mengatur bahwa untuk benda bergerak jaminannya diikat dengan
Gadai dan Fidusia dan untuk benda tidak bergerak diatur dengan
Hak Tanggungan dan hipotek. Sesuai dengan objek jaminan Resi
Gudang hanya dimungkinkan dua pengikatan yaitu gadai dan
fidusia.
4. Prinsip kebendaan bersifat terbuka atau publisitas yaitu
pendaftaran yang berbentuk pengumuman yang berkaitan dengan
Resi Gudang sebagai jaminan.
5. Prinsip Specialitas yaitu spesifikasi dari benda benda yang akan di
ikat dengan jaminan Resi Gudang sesuai Permendag nomor 26/M-
DAG/PER/6/2007.
6. Prinsip hak mendahului adalah dengan dibuatnya Resi Gudang
sebagai hak jaminan maka akan membuat kedudukan kreditor
untuk didahulukan
7. Prinsip vervalbeding yaitu adalah dengan semua benda yang diikat
dengan jaminan Resi Gudang tidak mengakibatkan pengalihan
kepemilikan kepada kreditor.
8. Gadai adalah lembaga jaminan atas benda bergerak, sesuai
Permendag nomor 26/M-DAG/PER/6/2007 objek pengikatan bisa
dengan gadai tetapi penguasaan objek jaminan harus di tangan
kreditor.
9. Fidusia adalah lembaga jaminan atas benda bergerak yang
penguasaannya oleh debitor sementara hak milik tetap dikuasai
oleh kreditor yang diatur berdasarkan Undang undang Jaminan
Fidusia.
10. Perlindungan hukum adalah perlindungan atas pemegang jaminan
Resi Gudang yang diwujudkan oleh Undang undang sistem Resi
Gudang.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif
dengan jenis pendekatan yang dipakai adalah pendekatan undang-
undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah
semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang sedang ditangani, seperti: Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2006 tentang Sistem Resi Gudang, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang
Sistem Resi Gudang, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007
tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang
Sistem Resi Gudang, dan peraturan lain yang berhubungan dengan objek
penelitian ini. Sedangkan pendekatan konseptual yaitu dengan menelaah
dan menganalisis warkah warkah yang berkaitan dengan jaminan Resi
Gudang. Penelitian yuridis empirik adalah melakukan penelitian langsung
pada Bank yang melakukan pengikatan Resi Gudang.
B. Lokasi Penelitian
Pada penulisan tesis yang berjudul “Eksistensi Resi Gudang
Sebagai Jaminan Kredit Dalam Praktik Perbankan” penulis akan
melakukan penelitian pada Bank kantor cabang BRI kabupaten Sidrap,
Karena kabupaten ini yang menerapkan sistem Resi Gudang.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang akan digunakan oleh penulis dalam proses
pelaksanaan penelitian ini yaitu :
a. Data primer berupa data yang penulis peroleh dilapangan melalui
wawancara. Wawancara dilakukan kepada narasumber terkait
dengan penelitian ini yaitu Muhammad Yusran, Supervisor
Pelayanan Bisnis Bank BRI cabang Sidrap, Suciadi sebagai
pengelola gudang PT.Pertani kabupaten Sidrap, dan Kepala
Bagian Perekonomian kabupaten Sidrap, Yarham Yasmin.
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui penelitian
kepustakaan berupa bahan bahan tertulis berupa warkah warkah
yang berkaitan dengan jaminan Resi Gudang, yaitu:
1. Model formulir nomor: SRG - OPR.012 perihal Permohonan
verifikasi Resi Gudang yang akan dibebani Hak Jaminan
kepada Pusat Registrasi.
2. Model formulir nomor: SRG – OPR. 13 perihal Bukti konfirmasi
Resi Gudang dapat/tidak dapat dibebani hak jaminan.
3. Model formulir nomor: SRG – OPR. 14 perihal Perjanjian hak
jaminan atas Resi Gudang.
4. Model formulir nomor: SRG – OPR. 15 perihal Pemberitahuan
pembebanan hak jaminan atas Resi Gudang.
5. Model formulir nomor: SRG – OPR 16 perihal Bukti konfirmasi
pemberitahuan pembebanan hak jaminan telah diterima dan
pencatatannya telah dilakukan.
6. Model formulir nomor: SRG – OPR 17 perihal pemberitahuan
perubahan pembebanan hak jaminan atas Resi Gudang.
7. Model formulir nomor: SRG – OPR 18 perihal Bukti konfirmasi
pemberitahuan perubahan pembebanan Hak jaminan telah
diterima dan pencatatannya telah dilakukan.
8. Model formulir nomor: SRG – OPR 19 perihal Pelaporan
hapusnya hak jaminan.
9. Model formulir nomor: SRG – OPR 20 perihal Bukti konfirmasi
pemberitahuan hapusnya pembebanan Hak jaminan telah
diterima dan pencatatannya telah dilakukan.
10. Model formulir nomor: SRG – OPR 21 perihal Surat
pemberitahuan rencana penjualan objek Hak jaminan karena
pemberi Hak jaminan cidera janji.
11. Model formulir nomor: SRG – OPR 22 perihal Surat
pemberitahuan pengalihan Resi Gudang kepada pembeli Resi
Gudang akibat penjualan objek hak jaminan karena cidera janji
pemberi hak jaminan kepada penerima hak jaminan.
12. Model formulir nomor: SRG – OPR 23 perihal Bukti konfirmasi
pencatatan pemindahan catatan kepemilikan Resi Gudang dari
rekening pemberi Hak jaminan Resi Gudang kepada rekening
pembeli Resi Gudang yang dijual karena cidera janji pemberi
hak jaminan.
D. Teknik pengumpulan Data
Dalam rangka pengumpulan data primer dan sekunder, maka
penulis menggunakan jenis pengumpulan data yaitu dengan :
1. Penelitian lapangan dengan Teknik Wawancara
Wawancara yaitu usaha pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengadakan tanya jawab berkaitan dengan kegiatan penelitian.
Wawancara dalam pengumpulan data primer dilakukan terhadap para
nara sumber yaitu Supervisor Pelayanan Bisnis Bank Rakyat Indonesia
cabang kabupaten Sidrap, Pengelola gudang yang memiliki izin dari
Badan Pengawas untuk menerbitkan Resi Gudang dan debitor yang
berkompeten terkait masalah dalam penelitian penulis.
2. Penelitian Kepustakaan
Yaitu dengan menelaah bahan bahan tertulis berupa warkah
warkah, yang berkaitan dengan jaminan Resi Gudang.
E. Analisis Bahan Hukum
Seluruh data yang diperoleh dalam penelitian, baik data primer dan
data sekunder, dikumpulkan, dianalisis dengan menggunakan analisis
kualitatif. Setelah itu di deskripsikan, dengan menelaah permasalahan
yang ada, menguraikan hingga menjelaskan permasalahan permasalahan
yang berkaitan dengan penelitian ini dengan menekankan dan
memperhatikan pandangan dari sisi hukum perdata dan hukum jaminan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit
Adanya Undang Undang nomor 9 tahun 2011 tentang Sistem Resi
Gudang sebagai perubahan dari Undang undang nomor 9 tahun 2006
selanjutnya disebut UUSRG berikut peraturan pelaksanaannya yaitu PP
nomor 36 tahun 2007 tentang pelaksanaan Undang Undang nomor 9
tahun 2006 merupakan upaya untuk memberikan solusi pembiayaan
usaha terutama bagi pengusaha yang termasuk didalam golongan
pengusaha Usaha Kecil Menengah (UKM) dan petani untuk
mengangunkan hasil usahanya walaupun pada kenyataannya lembaga
keuangan perbankan dalam negeri yang telah menerima Resi Gudang
sebagai jaminan atas fasilitas kredit yang diberikan kepada pengusaha
UKM dan petani masih dapat dihitung jari. Bank Jatim adalah bank yang
pertama kali menggunakan Resi Gudang sebagai jaminan, dan inilah yang
menjadi Pilot Project kepercayaan perbankan terhadap Resi Gudang
sebagai salah satu instrument penjaminan di Indonesia.
Sebagai salah satu jaminan kebendaan, Sistem jaminan Resi
Gudang harus memenuhi prinsip prinsip dari hukum jaminan. Menurut
Mahadi (1989; 119 ) kata prinsip atau asas identik dengan principle dalam
bahasa Inggris erat kaitannya dengan istilah principium (kata latin) yang
berarti permulaan, awal, mula sumber, asas, pangkal, pokok, dasar,
sebab. Adapun prinsip atau asas adalah sesuatu yang dapat di jadikan
alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk
menyandarkan, untuk mengembalikan sesuatu hal. Dalam arti tersebut,
kata principle dipahamkan sebagai sumber yang abadi dan tetap dari
banyak hal, aturan atau dasar bagi tindakan seseorang, suatu pernyataan
(hukum, aturan, kebenaran) yang di pergunakan sebagai dasar untuk
menjelaskan sesuatu peristiwa (Herowati Poesoko, 2013; 62).
Pada asasnya janji menimbulkan perikatan (J.Satrio, 2001;7),
terutama adanya kesepakatan kehendak yang dilakukan oleh para pihak
dalam suatu perjanjian akan menimbulkan suatu hubungan hukum yang
mempunyai akibat hukum bagi para pihak tersebut. Akibat hukumnya bagi
masing masing pihak selain terikat kepada janjinya, juga menimbulkan hak
dan kewajiban bagi pihak secara timbal balik. Hak kreditor yang bentuknya
prestasi sebagai kewajiban debitor dalam menyerahkan pengembalian
hak beserta bunganya kepada kreditor, seandainya debitor tidak
memenuhi kewajibannya untuk menyelesaikan prestasinya kepada
kreditor, maka posisi kreditor menjadi rawan akan kerugian. Terlebih lagi
perjanjian kredit hanya sebagai suatu perikatan yang hanya melahirkan
hak perseorangan, yang sifatnya relatif dan kedudukan kreditor hanya
sebagai kreditor konkuren. Posisi perjanjian kredit demikian ini hanyalah
jaminan umum yang diatur dalam Pasal 1132 KUHPerdata, oleh karena itu
perlu mendayagunakan ketentuan ketentuan tentang lembaga jaminan,
guna mengantisipasi risiko apabila debitor wanprestasi.
Ada beberapa prinsip yang berlaku bagi hak jaminan, seperti pada
Gadai, Hipotek, Hak Tanggungan dan Fidusia. Hukum jaminan merupakan
bagian dari hukum benda yang juga mengacu pada hak kebendaan
sebagai asas organik yang bersifat umum konkrit, terdiri atas asas sistem
tertutup, asas absolut, asas mengikuti benda, asas publisitas, asas
spesialitas, asas totalitas, asas asensi perlekatan, asas konsistensi, asas
pemisahan horizontal dan asas perlindungan hukum (Mariam Darus
Badrulzaman, 2000; 12).
Berdasarkan UUSRG, Resi Gudang yang dijaminkan menghasilkan
hak jaminan atas Resi Gudang, Pada Pasal 37A ayat (1 ) Undang
Undang Sistem Resi Gudang menegaskan bahwa “ Berdasarkan Undang
Undang ini dibentuk Lembaga Jaminan “. Kedudukan Lembaga jaminan
Resi Gudang ini memang memiliki objek penjaminan yang sama dengan
jaminan Gadai dan jaminan Fidusia yaitu benda bergerak, namun untuk
menjadi suatu lembaga jaminan, lembaga jaminan atas Resi Gudang
harus memenuhi unsur unsur dari prinsip jaminan itu sendiri.
Dalam pelaksanaan dari sistem jaminan Resi Gudang terdapat
beberap tahapan yang telah diatur oleh Bappebti nomor
09/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 mengenai Pedoman Tekhnis Penjaminan
Resi Gudang. Diawali dengan tahap permohonan pemasukan barang oleh
debitor sampai dengan tahap penghapusan pembebanan oleh pihak bank
yang dilaporkan kepada pusat registrasi melalui SRG – Online.
Surat perjanjian utang piutang yang disebut juga sebagai perjanjian
kredit yang dibuat oleh kedua belah pihak sebagai tanda perikatan bahwa
si debitor dan kreditor mengakui adanya kesepakatan pelaksanaan suatu
prestasi oleh debitor dan pemenuhan suatu hak si kreditor, lalu terbit akta
pembebanan yang merupakan adanya agunan yang dibebankan terhadap
suatu benda merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian kredit tersebut.
UUSRG bermaksud membentuk sebuah lembaga jaminan baru namun
dapat dikatakan sebagai lembaga jaminan jika memenuhi prinsip prinsip
jaminan, yaitu:
1. Prinsip yang bersifat mutlak, yang dapat dipertahankan terhadap
siapapun juga. Menurut Sri Soedewi M. Sofwan (1980; 24) yang
dimaksud dengan hak kebendaan ( Zakelijkrecht ), ialah hak mutlak
atas sesuatu benda dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung
atas sesuatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.
Hak kebendaan inilah yang absulut yang artinya dapat dipertahankan
terhadap siapapun juga, pemegang hak itu dapat mempertahankan
haknya, dan orang lain wajib menghargai hak tersebut. Hak jaminan
atas Resi Gudang juga merupakan hak yang mutlak, dimana Resi
Gudang merupakan dokumen bukti kepemilikan atas barang yang
disimpan dalam gudang, oleh karena itu pemilik barang yang disimpan
di gudang tersebut atau pemilik Resi Gudang yang sah dapat
mempertahankan haknya dengan Resi Gudang miliknya tersebut. Hal
ini tersirat dalam akta pembebanan hak jaminan Resi Gudang atas
Resi Gudang pada ayat E yang menyatakan “ bahwa Pihak Pertama
menjamin bahwa Resi Gudang yang diberikan sebagai jaminan
dengan akta perjanjian Hak Jaminan ini adalah benar benar hak Pihak
Pertama, bebas dari sitaan, tidak sedang dijaminkan atau
dipertanggungkan secara apapun juga kepada orang atau pihak lain
terlebih dahulu, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa
dan oleh karenanya Pihak Kedua dibebaskan dari segala tuntutan
apapun juga dari pihak lain”
2. Prinsip asas Preferent (droit de preference), yaitu hak untuk
memperoleh pelunasan piutang terlebih dahulu dari kreditor lain
bilamana debitor cidera janji, kreditor berhak atas penjualan barang
jaminan melalui pelelangan umum atau sesuai ketentuan peraturan
perundang undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu dari
pada kreditor kreditor lain. Dalam akta pembebanan Resi Gudang
Pasal 3 yaitu “ Dalam hal PIHAK PERTAMA lalai membayar hutangnya
sebagaimana tersebut pada butir d Perjanjian ini di atas kepada PIHAK
KEDUA, maka PIHAK KEDUA berhak mencairkan atau menjual RESI
GUDANG dengan tata cara sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan untuk itu PIHAK KEDUA berhak mengambil
hasil penjualan RESI GUDANG tersebut sebagai pembayaran atas
seluruh hutang PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA”. Pasal ini
memaknai bahwa hak jaminan atas Resi gudang mengandung asas
preferent yaitu dalam hal pelunasan utang, pihak kreditor berhak atas
hak mendahulu untuk mengambil hasil penjualan Resi Gudang
tersebut sebagai pembayaran atas seluruh hutang debitor terhadap
kreditor. Dalam UUSRG tercantum dalam Pasal 1 ayat (9) yaitu hak
jaminan atas Resi Gudang yang selanjutnya di sebut hak jaminan,
adalah hak jaminan yang dibebankan pada Resi Gudang untuk
pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi
penerima hak jaminan terhadap kreditor lain. Maka Resi Gudang
memenuhi prinsip asas Doit de Preference.
3. Prinsip Spesialitas yaitu asas yang mewajibkan objek jaminan harus
diatur atau dicantumkan secara spesifik dalam uraian pada perjanjian
accessoir. Berdasarkan akta pembebanan hak jaminan atas Resi
Gudang tercantum dengan jelas spesifikasi dari Resi gudang, yaitu:
a. nomor penerbitan;
b .kode registrasi;
c. jenis Resi gudang;
d. nama dan alamat pemilik barang;
e. nama dan lokasi pengelola gudang;
f. nomor dan tanggal surat perjanjian pengelolaan barang;
g. nama barang yang disimpan;
h. jenis barang;
i. mutu barang;
j. kelas barang;
k. tanggal barang di terima dan disimpan;
l. nomor dan tanggal sertifikat;
m. nama penerbit sertifikat;
n. biaya penyimpanan;
o. nilai barang;
p. jumlah barang;
q. lokasi gudang;
r. jenis asuransi barang serta nama perusahaan asuransi serta nomor
polisnya;
s. tanggal keberlakuan Resi Gudang.
Berdasarkan uraian di atas jelas adanya asas Spesialitas dalam
akta pembebanan hak jaminan atas Resi Gudang, karena di dalam Resi
Gudang harus memuat terinci informasi mengenai barang dan nilai barang
yang disimpan dalam gudang tersebut. Dalam UUSRG Pasal 5 yaitu ”Resi
Gudang harus memuat sekurang-kurangnya:
a. Judul Resi Gudang
b. Jenis Resi Gudang, yaitu Resi Gudang Atas Nama atau Resi
Gudang Atas Perintah
c. Nama dan alamat pihak pemilik barang
d. Lokasi gudang tempat penyimpanan barang
e. Tanggal penerbitan
f. Nomor penerbitan
g. Waktu jatuh tempo;simpan barang
h. Deskripsi barang
i. Biaya penyimpanan
j. Tanda tangan pemilik barang dan pengelola gudang”.
4. Prinsip Publisitas atau prinsip keterbukaan. Untuk mencapai tujuan
kepastian hukum perlu adanya prinsip publisitas atau pendaftaran.
Didalam akta pembebanan hak jaminan atas Resi Gudang tidak
mengatur adanya pendaftaran, dalam Pasal 2 ayat (2) “ Atas
pembebanan Hak Jaminan tersebut dalam Pasal 1, Pihak Kedua wajib
memberitahukan kepada Pusat Registrasi setelah melakukan verifikasi
dengan hasil sesuai persyaratan, menerbitkan konfirmasi bahwa
Pembebanan Hak Jaminan tersebut telah ditatausahakan pada Pusat
Registrasi paling lambat 1 (satu) hari setelah tanggl pejanjian ini. Pasal
ini hanya mengatur mengenai kewajiban untuk memberitahukan ke
Pusat Registrasi untuk kepentingan verifikasi bukan merupakan suatu
pendaftaran. Surat konfirmasi ke Pusat Registrasi menurut penulis
tidak dapat memaknai pendaftaran karena hanya berupa surat
permohonan verifikasi Resi Gudang yang akan dibebani hak jaminan,
dalam hal ini kreditor yang meminta verifikasi kepada Pusat Registrasi
yaitu dapat atau tidak Resi gudang tersebut dibebani hak jaminan.
Setelah itu Pusat Registrasi akan menerbitkan konfirmasi kembali yang
berbentuk surat pemberitahuan hasil verifikasi dapat atau tidak Resi
Gudang tersebut dibebani dengan hak jaminan bukan berbentuk
sertifikat jaminan. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2007
tentang pelaksanaan Undang Undang nomor 9 tahun 2006 tentang
Resi Gudang pada Pasal 17 ayat (1) hanya mencantumkan “penerima
Hak Jaminan harus memberitahukan perjanjian pengikatan Resi
Gudang sebagai Hak Jaminan kepada Pusat Registrasi dan pengelola
Gudang”. Jika dibandingkan dengan jaminan Fidusia, pada Undang
Undang Jaminan Fidusia dengan tegas mengatur mengenai asas ini.
Pendaftaran pada jaminan Fidusia diatur pada Pasal 11 ayat (1) yaitu “
Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan” lalu
dalam Pasal 14 ayat (3) yang menegaskan kembali bahwa “Jaminan
Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya
Jaminan Fidusia dalam buku daftar Fidusia “. Ketika terjadi
pendaftaran maka akan terbit sertifikat fidusia yang mempunyai
kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap. Pada Hak Tanggungan juga
dengan tegas mengatur mengenai pendaftaran yaitu pada Pasal 13
ayat (1) “Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor
Pertanahan”. Pendaftaran pada Hak Tanggungan merupakan syarat
mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak
Tanggungan terhadap Pihak ketiga (Penjelasan Pasal 13 ayat (1)
UUHT). Pada gadai tidak ada pendaftaran karena gadai menganut
asas inbezitstelling. Dalam UUSRG tidak mengatur adanya kewajiban
pendaftaran atas pembebanan jaminan tersebut. Menurut penulis
dalam hal pemberitahuan terhadap Pusat Registrasi tidak dapat
dimaknai sebagai asas Publisitas karena tidak ada akibat hukum yang
timbul bilamana akta tidak di daftarkan. Tidak seperti pada Undang
undang Hak Tanggungan dan Undang undang jaminan Fidusia yang
dengan tegas mengatur mengenai pendaftaran tersebut lengkap
dengan konsekuensi hukum bilamana akta jaminan tersebut tidak
didaftarkan. Namun wawancara penulis dengan Supervisor Pelayanan
Bisnis BRI cabang Sidrap yaitu Muhammad Yusran (wawancara
tanggal 23 Oktober 2013 di Bank Rakyat Indonesia cabang Sidrap)
menurut beliau pemberitahuan ke Pusat Registrasi dapat dimaknai
sebagai asas Publisitas karena dengan melakukan verifikasi sertifikat
Resi Gudang ke Pusat Registrasi menjadi salah satu persyaratan bagi
financing bank untuk mengucurkan pembiayaan kepada pihak debitor
karena bilamana Pusat Registrasi menolak untuk memberikan
persetujuan maka pihak Bank tidak akan bisa untuk memproses
pembiayaan tersebut.
5. Prinsip Droit de Suite, yang berarti hak tersebut selalu mengikuti
dimanapun benda itu berada. Asas kebendaan merupakan asas yang
melekat setiap bentuk perjanjian yang objeknya adalah suatu benda,
baik benda bergerak maupun tidak bergerak. Pada akta pembebanan
hak jaminan atas Resi Gudang tidak ada suatu pasal pun yang
menyiratkan adanya asas Droit de Suite ini, begitu pun dalam UUSRG
tidak ada ketentuan yang menyiratkan adanya asas Droit de Suite,
yang berarti Hak jaminan atas Resi Gudang tidak mengandung asas
Droit de Suite, yang merupakan salah satu indikator bahwa hubungan
hukum suatu perjanjian jaminan adalah dengan memberlakukan
prinsip prinsip jaminan kebendaan dalam hak jaminan atas Resi
Gudang. Pada Undang undang Fidusia sangat tegas diatur pada
ketentuan Pasal 20 yang mencantumkan bahwa “Jaminan Fidusia
tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan Fidusia dalam
tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas
benda persediaan yang menjadi objek jaminan Fidusia” . Begitu pula
pada Undang Undang Hak Tanggungan Pada Pasal 7 tampak jelas
bahwa sifat Hak Tanggungan itu tetap mengikuti objeknya dalam
tangan siapapun objek tersebut berada. Dalam Gadai Droit de Suite
tidak berlaku karena dalam Gadai berlaku Bezit yaitu penguasaan
barang jaminan ada pada kreditor, walaupun Pasal 1152 ayat (3)
KUHPerdata mencerminkan adanya sifat droit de suite, karena hak
gadai terus mengikuti bendanya di tangan siapapun.
6. Prinsip Vervalbeding yaitu asas yang melarang untuk diperjanjikan
yaitu dalam hak debitor cidera janji atau tidak mampu memenuhi
kewajibannya sesuai yang diperjanjikan maka objek jaminan menjadi
milik kreditor. Pada Undang Undang jaminan Fidusia dengan tegas
diatur mengenai prinsip ini yaitu pada Pasal 33 yang menegaskan
“setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia
untuk memiliki benda yang menjadi yang menjadi objek jaminan
Fidusia bila debitor cidera janji adalah batal demi hukum” begitu pula
pada gadai pada Pasal 1154 ayat 1 dan 2 KUHPerdata dengan tegas
mengatur mengenai hal ini yaitu larangan untuk menjanjikan klausul
beding namun pada Undang Undang Sistem jaminan Resi Gudang
tidak ada ketentuan yang dengan tegas mengatur mengenai prinsip
Vervalbeding. Dalam akta pembebanan hak jaminan atas Resi Gudang
hanya menyatakan dalam Pasal 4 yaitu “ Apabila hasil dari pencairan
atau penjualan atas Resi Gudang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 lebih besar dari jumlah fasilitas yang diterima oleh debitor, ditambah
dengan biaya bunga dan biaya administrasi dan/atau biaya pencairan
agunan, maka yang dapat diambil oleh kreditor adalah sebesar jumlah
yang dimaksud; sedang kelebihannya harus dikembalikan oleh kreditor
kepada debitor” .
UUSRG Pasal 14 menegaskan bahwa pembebanan hak jaminan
terhadap Resi Gudang dibuat dengan akta perjanjian hak jaminan.
Perjanjian hak jaminan tersebut sekurang kurangnya memuat:
a. Identitas pihak pemberi dan penerima hak jaminan;
b. Data perjanjian pokok yang dijamin dengan hak jaminan;
c. Spesifikasi Resi Gudang yang diagunkan;
d. Nilai jaminan utang;
e. Nilai barang berdasarkan harga pasar pada saat barang
dimasukkan ke dalam gudang.
Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut, tidak disebutkan adanya
kewajiban pembebanan hak jaminan terhadap Resi Gudang dibuat secara
notariil. Berbeda dengan hak jaminan kredit lainnya seperti jaminan
fidusia, hipotek dan hak tanggungan yang ada kewajiban secara notariil.
Sejak tahun 2010 sejak dijalankan Sistem jaminan Resi Gudang di
Kabupaten Sidrap menurut Muhammad Yusran, Supervisor Pelayanan
Bisnis BRI cabang Sidrap (wawancara tanggal 23 Oktober 2013, di kantor
Bank Rakyat Indonesia kabupaten Sidrap), perjanjian kredit dibuat
dibawah tangan tidak dalam bentuk akta notaril demikian halnya dengan
akta pembebanannya tidak dalam bentuk grosse akta. Hal ini terjadi
karena didalam UUSRG tidak mewajibkan membuat akta secara notariil,
akta pembebanannya dibuat sesuai dengan format yang telah di tetapkan
oleh Bappebti. Dengan akta dibawah tangan, menurut penulis akan
membuat posisi kreditor lemah karena tidak mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna baik itu dari segi formil maupun materil. Akta
dibawah tangan kekuatan pembuktiannya akan sangat bergantung pada
kebenaran atas pengakuan atau penyangkalan para pihak atas isi dari
akta dan masing masing tanda tangan, apabila suatu akta dibawah tangan
diakui isi dan tanda tangan oleh masing masing pihak maka kekuatan
pembuktiannya hampir sama dengan akta otentik. Perbedaannya terletak
pada kekuatan pembuktian keluar, yang tidak secara otomatis dimiliki oleh
akta dibawah tangan.
Pada eksekusi objek hak jaminan atas Resi Gudang, tidak dapat
dieksekusi berdasarkan title eksekutorial seperti halnya jaminan Fidusia,
karena hak jaminan atas Resi Gudang tidak mengandung title
eksekutorial. Dalam akta pembebanan hak jaminan atas Resi Gudang
tidak tercantum mengenai title eksekutorial begitupun dalam UUSRG tidak
mengatur mengenai kewajiban pendaftaran hak jaminan yang diikuti
dengan penerbitan sertifikat yang mempunyai title eksekutorial (Arief R
Permana dan Yulita Kuntari , 2006; 55). Dalam penjualan lelang agunan
hanya diatur berdasarkan kaidah adanya wanprestasi dan tidak mengatur
mengenai adanya penjualan lelang agunan berdasarkan adanya irah irah
“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa“ yang
seharusnya hal ini dituangkan dalam akta pembebanan jaminan hak atas
Resi Gudang sehingga penjualan lelang dapat berdasarkan perjanjian
pembebanan hak jaminan yang bertitel eksekutorial, yang langsung dapat
dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat
para pihak untuk melaksanakan putusan (Try Widiono, 2009; 249), sama
halnya dengan sertifikat Resi Gudang yang diterbitkan oleh pengelola
gudang hanya berupa sertifikat yang merupakan bukti kepemilikan barang
yang berada dalam gudang.
Pasal 26 Undang Undang Sistem Resi Gudang menegaskan:
“Dalam hal pemegang Resi Gudang cidera janji, pengelola gudang dapat
menjual Resi Gudang secara langsung atau melalui lelang umum
berdasarkan peraturan perundang undangan dengan persetujuan Badan
Pengawas”
Hal ini menunjukan bahwa dalam UUSRG hanya mengatur
eksekusi dengan parate eksekusi saja melalui lelang umum dan penjualan
langsung di bawah tangan.
Menurut keterangan dari Suciadi, operasional manager pengelola
gudang PT.Pertani (wawancara pada tanggal 24 oktober 2013,
wawancara dilakukan pada Kantor PT. Pertani cabang Sidrap), bahwa
untuk memberikan perlindungan kepada bank bilamana debitor
melakukan wanprestasi dalam pemenuhan prestasinya maka pihak bank
meminta pengelola gudang dalam hal ini PT. Pertani untuk membuat surat
pernyataan akan membeli barang jaminan milik debitor apabila terjadi hal
yang sekiranya akan membawa kerugian pada pihak bank salah satunya
yaitu bila debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada bank hal ini
merupakan salah satu upaya bank agar memperoleh perlindungan
hukum. Walaupun kecenderungan perjanjian membeli kembali ini dapat
dikatakan menyerupai buy back guarantee namun tidak dapat
memberikan implikasi hukum karena perjanjian buyback guarantee juga
tidak dengan tegas diatur dalam buku II KUHPerdata tidak seperti dengan
lembaga jaminan yang telah ada. Dalam KUHPerdata hanya mengatur
mengenai hak untuk membeli kembali pada Pasal 1519 KUHPerdata yaitu
“Kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual diterbitkan
dari suatu janji, dimana si penjual diberikan hak untuk mengambil kembali
barang yang di jualnya, dengan mengembalikan harga pembeli asal
dengan disertai penggantian yang disebutkan dalam Pasal 1532”. Tidak
adanya ketentuan yang mengatur mengenai buyback guarantee ini akan
memberikan konsekuensi hukum bahwa penggunaan pernyataan dengan
buyback guaraante hanya sekedar pelengkap dari berbagai macam akta
penjaminan yang sudah ada dan memiliki kekuatan eksekutorial. Hal ini
menurut penulis nantinya dapat mengakibatkan melemahnya posisi
kreditor dalam pelaksanaan perintah akta karena asumsi negatif dari
penjamin bahwa bila debitor wanprestasi maka barang jaminan debitor
tersebut akan dilelang atau dieksekusi. Hal ini tentu saja tidak diharapkan
oleh para pihak yang terkait atas penggunaan buyback guarantee karena
keberadaan akta yang semestinya dapat memberikan perlindungan
hukum para pihak khususnya bagi lembaga perbankan terhadap risiko
kerugian dalam pemberian fasilitas pinjaman. Hasil wawancara dengan
bapak Yusran (Supervisor Pelayanan Bisnis BRI cabang Sidrap) pada
tanggal 23 Oktober 2013 di kantor Bank Rakyat Indonesia cabang Sidrap,
buyback guarantee ini hanya berbentuk surat pernyatan kesangggupan
untuk membeli kembali oleh pihak pengelola gudang, dan tidak dalam
bentuk akta notarill serta tidak dituangkan sebagai kewajiban didalam akta
perjanjian kredit antara debitor dan kreditor. Didalam surat pernyatan
tersebut tidak dicantumkan apabila terjadi wanprestasi oleh pihak debitor
maka pengelola gudang berkewajiban untuk membeli semua objek
jaminan milik debitor, menurut penulis jelas hal ini semakin memperjelas
bahwa pernyataan buyback guarantee yang dibuat oleh pengelola gudang
ini tidak mempunyai implikasi hukum apapun sebagai perlindungan hukum
bagi pihak kreditor.
Munculnya perjanjian buyback guarantee ini di dalam praktik hukum
jaminan merupakan konsekuensi dari sifat terbukanya hukum perikatan
pada buku III BW yang di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang
menganut asas kebebasan berkontrak yang memberikan kebebasan
seluas luasnya kepada setiap orang atau badan hukum untuk membuat
dan menentukan sendiri kontraknya, sepanjang tidak bertentangan
dengan undang undang, kesusilaan dan ketertiban umum yang berlaku.
Prinsip kebebasan berkontrak ini yang mendasari lembaga perbankan
untuk menerapkan prinsip kehati hatian pada pengikatan kredit dan
jaminan, sehingga selain yang telah ditentukan oleh undang undang
jaminan pihak bank memerlukan alternatif cara penyelesaian masalah
bilamana terjadi kredit kredit bermasalah atau macet dalam hal terjadi
wanprestasi.
Bila ditinjau dari akibat hukum dalam hal terjadi wanprestasi
debitor, maka hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian atau
pernyataan buyback guarantee ini mirip dengan subrogasi yang dikenal
dalam Pasal 1400 KUHPerdata. Oleh karena baik dalam buyback
guarantee maupun pada subrogasi terjadi penggantian hak hak oleh
seorang pihak ketiga atau penjamin yang membayar kepada kreditor,
bedanya buyback guarantee hanya timbul berdasarkan perjanjian
sedangkan subrogasi diatur dalam undang undang.
Terkait dengan objek jaminan Resi Gudang yang berupa komoditi
pertanian, penulis mencoba mengidentifikasi dan menganalisis
permasalahan yang dihadapi oleh pemegang hak jaminan Resi Gudang
sehubungan dengan objek jaminan Resi Gudang.
Dalam penerbitan Resi Gudang, pengelola gudang tidak
bertanggung jawab atas kebenaran atau keabsahan cara memperoleh
barang yang disimpan dalam gudang tersebut. Saat wawancara dengan
pengelola gudang PT.Pertani kabupaten Sidrap yaitu Suciadi (wawancara
pada tanggal 23 Oktober 2013, pada kantor PT. Pertani kabupaten
Sidrap), mengungkapkan bahwa siapapun yang bermohon untuk
menyimpan barang dan barang tersebut memenuhi syarat untuk disimpan
di dalam gudang untuk diagunkan itu dianggap pemilik. Hal ini yang akan
menjadi permasalahan bagi bank karena dapat terjadi barang yang
menjadi objek jaminan yang disimpan dalam gudang itu belum dibayar
lunas harga perolehannya, sehingga bank harus berhati hati dalam
menerima jaminan ini dan harus ada bukti lunas atas pembelian objek
jaminan tersebut. Suciadi menambahkan “ karena barang yang
dijaminkan ini adalah barang komoditi pertanian yang berasal dari alam
maka akan sulit untuk melakukan verifikasi terhadap keabsahan barang
barang tersebut kerena tidak ada pencatatan, pendaftaran, bukti
kepemilikan ataupun legalitas formal lainnya” akan tetapi menurutnya
kebanyakan dari para debitor itu adalah petani yang umumnya masih baik
dan jujur dan sejauh ini belum pernah ada permasalahan seperti tersebut
diatas. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata,
orang yang menguasai (bezitter) suatu benda bergerak dianggap sebagai
pemilik (eigenaar). Disini berlaku asas bezit sebagai title yang sempurna
(bezit gels als volkomend title). Artinya siapa yang menguasai (bezitter)
suatu benda bergerak dianggap sebagai pemilik (eigenaar) dari benda
bergerak tersebut. Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata menyatakan:
Terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga maupun piutang yang
tidak atas tunjuk, maka bezitnya berlaku sebagai alasan hak yang
sempurna.
Dalam proses eksekusi jaminan hal yang timbul yaitu, didalam
pasal 16 ayat (1) UUSRG ditegaskan bahwa:
“ Apabila pemberi hak jaminan cidera janji, penerima hak jaminan
mempunyai hak untuk menjual objek jaminan atas kekuasaan sendiri
melalui lelang umum atau penjualan langsung”
Di dalam Pasal 21 ayat (1) PP Nomor 36 tahun 2007 menegaskan
mengenai kekuasaan untuk melakukan parate executie ini,bahwa :
“ Dalam hal pemberi hak jaminan cidera janji terhadap kewajibannya
kepada penerima hak jaminan,maka penerima hak jaminan mempunyai
hak untuk melakukan penjualan objek hak jaminan atas kekuasaan sendiri
tanpa memerlukan penetapan pengadilan setelah memberitahukan secara
tertulis mengenai hal itu kepada pemberi hak jaminan”
Dalam rangka penjualan objek jaminan Resi Gudang, penerima hak
jaminan melakukan pemberitahuan tentang rencana penjualan objek hak
jaminan akibat cidera janjinya pemberi hak jaminan dengan menggunakan
model formulir yang telah ditentukan. Pemberitahuan dilakukan melalui
SRG-Online dan disampaikan melalui pos tercatat kepada pemberi hak
jaminan, Pusat Registrasi, dan Pengelola Gudang paling lambat 3 (tiga)
hari sebelum pelaksanaan penjualan langsung atau lelang umum
(Peraturan Kepala BAPPEBTI Nomor 09/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008
tanggal 24 Juli 2008 tentang Pedoman Teknis Penjaminan Resi Gudang
yang mengatur teknis dari pelaksanaan eksekusi jaminan melalui
penjualan objek jaminan).
Permasalahan dapat muncul apabila kreditor/penerima hak jaminan
yang tidak beritikad baik, dengan dalih telah melakukan pemberitahuan
secara tertulis kepada pemilik barang, maka kreditor merasa berhak untuk
melakukan eksekusi hak jaminan, begitu pula sebaliknya pemilik
barang/pemberi hak jaminan karena alasan belum menerima
pemberitahuan dari kreditor maka debitor dapat melakukan gugatan atas
dasar pemegang hak jaminan telah melakukan perbuatan melanggar
hukum.
Pasal 1365 KUHPerdata:
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada
seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu,mengganti kerugian tersebut”
Disatu sisi kreditor atau penerima hak jaminan berhak untuk
melakukan Parate executie tetapi di sisi lain apabila ia menjalankan
haknya maka dia harus menerima risiko untuk digugat oleh debitor karena
alasan melakukan tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) dan
melakukan perbuatan melanggar hukum berdasarkan Pasal 1365
KUHPerdata tersebut.
Permasalahan yang lain juga karena masih terbatasnya prasarana,
infrastruktur dan jumlah lembaga yang menunjang kegiatan sistem Resi
Gudang, yaitu dapat dilihat pada sedikit daerah yang memiliki gudang
yang telah terakreditasi sesuai dengan kriteria sistem Resi Gudang yang
pada kenyataanya belum seluruh gudang dilengkapi dengan sarana SRG-
Online yang bertujuan untuk mengatur mekanisme sistem Resi Gudang
yaitu mengenai penerbitan, pengecekan keabsahan pendaftaran dan
penghapusan pembebanan.
Menurut Supervisor Pelayanan Bisnis BRI cabang Sidrap,
Muhammad Yusran (tanggal 23 Oktober 2013, wawancara di kantor Bank
Rakyat Indonesia cabang Sidrap), salah satu hambatan yang mereka
hadapi dalam pelaksanaan sistem jaminan Resi Gudang yaitu karena
masih kurangnya pengetahuan dan pemahaman petani ataupun
pengusaha yang menjadi debitor utama mereka sehingga masih sebagian
kecil dari para petani ataupun pengusaha yang hendak melakukan
jaminan dengan sistem tersebut. Walaupun telah seringkali diadakan
sosialisasi antara PT.Pertani sebagai Pengelola Gudang dan Bank Rakyat
Indonesia sebagai financial banking yang difasilitasi oleh pemda
kabupaten Sidrap. Hal ini juga dibenarkan oleh Kepala Bagian
Perekonomian Yarham Yasmin ( wawancara tanggal 22 Oktober 2013, di
kantor Pemerintah Kabupaten Sidrap), bahwa tahun lalu telah diadakan
sosialisasi tentang sistem jaminan Resi Gudang yang difasilitasi oleh
Pemda kabupaten Sidrap. Tujuannya yaitu agar para petani atau calon
debitor lebih paham akan kegunaan fasilitas dari Resi Gudang. Adapun
kendala atau hambatan adalah sosialisasi mengenai Resi Gudang belum
menyentuh masyarakat, Infrastruktur penunjang kegiatan Resi Gudang
belum memadai, sumber daya masyarakat pengolahan Resi Gudang
masih rendah. Harga gabah sebagai produksi unggulan Kabupaten
Sidenreng Rappang saat ini memiliki nilai jual yang relatif tinggi sehingga
petani cenderung menjual langsung ke pedagang besar (usaha pabrik),
selain itu juga karena keterbatasan jenis komoditi yang menjadi objek
jaminan Resi Gudang, menyebabkan para pelaku usaha atau petani
dengan komoditi pertanian yang belum termasuk dalam jenis barang yang
yang dapat disimpan dalam penyelenggaraan Sistem Resi Gudang
sebagai barang agunan pembiayaan modal kerja berdasarkan UUSRG
atau jenis barang yang telah diatur dalam Permendag nomor 26 tahun
2007, sehingga hal tersebut semakin memperkecil ruang lingkup
pembiayaan.
B. Bentuk Pengikatan Resi Gudang sebagai Jaminan Kredit
Kewajiban untuk menyerahkan jaminan hutang oleh pihak
peminjam dalam rangka pinjaman uang sangat terkait dengan
kesepakatan di antara pihak pihak yang melakukan pinjam meminjam
uang. Pada umumnya pihak pemberi pinjaman mensyaratkan adanya
jaminan hutang sebelum memberikan pinjaman uang kepada pihak
peminjam. Fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum
pelunasan hutang di dalam perjanjian hutang piutang atau kepastian
realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian, dengan mengadakan
perjanjian penjaminan melalui lembaga lembaga yang dikenal dalam
hukum Indonesia (Djuhaendah Hasan, 1998: 68)
Lembaga jaminan untuk benda bergerak hanya ada dua (2) yaitu
Gadai dan Fidusia, namun dengan terbitnya UUSRG ini seolah
mengisyaratkan bahwa Undang Undang Resi Gudang bermaksud untuk
membuat lembaga hukum jaminan baru selain yang telah dikenal seperti
Hak Tanggungan yang lahir dari Undang Undang Pokok Agraria nomor 5
tahun 1960 yang selanjutnya diatur dalam Undang Undang Hak
Tanggungan, Fidusia yang lahir dari Yurisprudensi selanjutnya diatur
dalam Undang Undang Jaminan Fidusia, dan yang diatur dalam buku II
KUHPerdata yakni Hipotek dan Gadai.
Pengertian Gadai tercantum pada Pasal 1150 KUHPedata:
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang lain atas
namanya, dan yang memberikan kekuasaannya kepada si berpiutang itu
untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan
daripada orang orang yang berpiutang lainnya”
Gadai merupakan lembaga hak jaminan kebendaan bagi kebendaan
bergerak. Gadai adalah suatu perjanjian yang dibuat antara kreditor
dengan debitor, dimana debitor menyerahkan benda bergerak kepada
kreditor untuk jaminan pelunasan suatu hutang Gadai, ketika debitor lalai
melaksanakan prestasinya. Dalam definisi ini gadai dikonstruksikan
sebagai perjanjian accessoir, sedang perjanjian pokoknya adalah
perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan benda bergerak.
Apabila debitor lalai dalam melaksanakan kewajibannya, barang yang
telah dijaminkan oleh debitor kepada kreditor dapat dilakukan pelelangan
untuk melunasi hutang debitor. Unsur unsur pokok dalam Gadai yaitu:
1. Adanya penyerahan kekuasaan atas barang gadai dari pihak
debitor (pemberi gadai) kepada kreditor (pemegang hak Gadai)
2. Penyerahan kekuasaan itu dapat dilakukan oleh debitor (pemberi
Gadai) atau oleh orang lain atas nama debitor.
3. Barang yang menjadi objek Gadai atau barang Gadai adalah
barang bergerak.
4. Adanya kewenangan kreditor berhak untuk mengambil pelunasan
dari barang Gadai lebih dahulu daripada kreditor lainnya.
Dasar hukum Gadai yaitu Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160
KUHPerdata. Gadai atas kebendaan yang bergerak dan berwujud pada
umumnya dilakukan dengan cara membawa objek gadainya dan
menyerahkan secara fisik kepada pihak kreditor, sedangkan Gadai atas
kebendaan bergerak yang tidak berwujud pada dasarnya dilakukan
dengan cara memberitahukan kepada orang yang berkewajiban
melaksanakan pemenuhan atas pembayaran suatu utang tersebut dan
pihak pemberi Gadai juga harus ada bukti tertulis yang mana
memberikan hak kepada kreditor untuk mengambil hak haknya seperti
yang sudah di perjanjikan sebelumnya.
Dimungkinkan Gadai atas kebendaan bergerak yang tidak berwujud
atau bertubuh ini dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1150 KUHPerdata
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1152 ayat (2), Pasal 1152 bis dan
Pasal 1153 KUHPerdata. Dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa
kebendaan bergerak yang tidak berwujud berupa hak tagihan atas piutang
dan surat surat berharga. Gadai atas surat surat berharga yang
digadaikan berupa piutang piutang atas pembawa (tunjuk) (aan toonder,
to bearer), seperti cek, sertifikat deposito, saham obligasi, yang
memungkinkan pembayaran uang kepada siapa saja yang
memegangnya, maka penggadaiannya dilakukan dengan cara membawa
dan menyerahkan secara fisik surat surat berharga yang akan digadaikan
kepada kreditor pemegang hak Gadai.
Dikaitkan dengan lembaga hak jaminan Resi Gudang keduanya
memiliki kesamaan yaitu antara lain objeknya sama yaitu benda
bergerak, sama sama memberikan hak istimewa atau kesempatan
pertama kepada kreditor untuk mengambil pelunasan piutangnya atas
penjualan barang jaminan jika debitor terbukti wanprestasi serta sama
merupakan perjanjian ikutan (accessoir) dari suatu perjanjian utang
piutang sebagai perjanjian pokok. Sertifikat Resi Gudang yang merupakan
bukti kepemilikan hak atau tanda terima yang diterbitkan oleh pemilik atau
pengelola gudang yang diberikan sebagai tanda bukti kepemilikan barang
yang dititipkan/diletakkan di dalam gudang kepada penyimpan atau
pemilik barang tersebut menurut penulis dapat dikategorikan sebagai
surat berharga karena memenuhi unsur unsur dari surat berharga.
Pembagian Resi gudang atas nama dan Resi Gudang atas perintah
(Pasal 3 ayat (1) UUSRG) juga memperkuat pemikiran penulis bahwa
Resi Gudang adalah sejenis surat berharga. Definisi keduanya dapat
dilihat pada Pasal 3 ayat (2) UUSRG. Sebagai surat berharga, maka Resi
Gudang dapat dialihkan, dijadikan jaminan utang, atau dokumen
penyerahan barang ( Pasal 4 ayat (1) UUSRG).
Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan
sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi yang berupa
pembayaran sejumlah uang, tetapi pembayaran ini tidak dilakukan dengan
menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar
lain. Alat bayar itu berupa surat yang didalamnya mengandung suatu
perintah kepada pihak ketiga atau pernyataan sanggup membayar
sejumlah uang kepada pemegang surat itu ( Abdulkadir Muhammad,1984;
4). Sedangkan surat surat yang mempunyai harga atau nilai bukan alat
pembayaran, penerbitan tidak untuk diperjualbelikan, melainkan sekedar
sebagai alat bukti diri bagi pemegang bahwa dia sebagai orang yang
berhak atas apa yang disebutkan atau untuk menikmati hak yang
disebutkan dalam surat itu. Bahkan bagi yang berhak, apabila surat bukti
itu lepas dari penguasaannya, ia masih dapat memperoleh barang atau
haknya itu dengan menggunakan alat bukti lain (Abdulkadir
Muhammad,1984; 6)
Surat berharga menurut H.M.N.Purwosutjipto (H.M.N. Purwosutjipto,
1994; 5-6) adalah surat bukti tuntutan utang, pembawa hak, dan mudah
diperjual belikan, sedangkan surat yang berharga adalah surat bukti
tuntutan utang yang sukar diperjual belikan.
Pasal 8 ayat (1) UUSRG menegaskan bahwa pengalihan Resi Gudang
atas nama dilakukan dengan akta otentik, sedangkan Pasal 8 ayat (2)
juga menegaskan Resi Gudang atas perintah dilakukan dengan
endosemen yang disertai penyerahan Resi Gudang. Resi Gudang juga
dapat diperdagangkan di bursa dan dijelaskan sifat jaminan Resi Gudang
sebagai perjanjian berkarakter accessoir ( Pasal 12 ayat (1)UUSRG).
Resi Gudang dapat diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat.
Resi Gudang dengan warkat adalah surat berharga yang kepemilikannya
berupa sertifikat, baik atas nama maupun atas perintah, sedangkan Resi
Gudang tanpa warkat adalah bukti kepemilikan secara elektronis seperti
layaknya perdagangan saham melalui bursa efek Jakarta saat ini
(Bappebti.go.id/media/brochures_2012-11-16_17-42-51_brochures.pdf).
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa surat berharga mempunyai
tiga (3) ciri utama yaitu:
1. Sebagai alat pembayaran ( alat tukar uang)
2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih ( diperjualbelikan
dengan mudah dan sederhana)
3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi) (Abdulkadir
Muhammad, 1984; 5).
Tujuan penerbitan surat berharga itu ialah sebagai pemenuhan
prestasi berupa pembayaran sejumlah uang. Apabila suatu surat telah
memenuhi tiga (3) ciri tersebut, maka surat itu dapat digolongkan sebagai
surat berharga karena hal ini sesuai dengan ciri ciri yang ditetapkan dalam
Pasal KUHD.
Sebagai surat berharga, menurut penulis Resi Gudang dapat
dikategorikan sebagai surat kebendaan (zakenrechtelijke papieren), yaitu
surat yang berisikan perikatan untuk menyerahkan barang barang, seperti
konosemen, dan sebagainya. Tentu saja Resi Gudang dapat dialihkan
dan tunduk pada Pasal 613 KUHPerdata. Ketentuan ini mengatur
penyerahan piutang atas nama dan barang lain yang tidak bertubuh
dengan jalan membuat akta otentik atau dibawah tangan dan penyerahan
tersebut diberitahukan kepada orang yang berutang.
Berdasarkan wawancara penulis dengan Supervisor Pelayanan
Bisnis BRI cabang Sidrap, Muhammad Yusran (wawancara dilakukan
pada tanggal 23 oktober 2013 pada kantor Bank Rakyat Indonesia cabang
Sidrap) dalam melakukan penjaminan sistem Resi Gudang yang dijadikan
jaminan adalah barang komoditasnya akan tetapi yang menjadi bukti
kepemilikan dari barang tersebut atau yang dijadikan alas hak dari barang
yang berada di dalam gudang adalah Resi Gudang, dalam hal ini Resi
Gudang adalah bukti kepemilikan hak. Didalam akta pembebanan hak
jaminan atas Resi Gudang tertuang bahwa yang dibebankan hak jaminan
adalah Resi Gudang itu sendiri. Akta perjanjian kredit dibuat di bawah
tangan, tidak di notarilkan begitu juga dengan akta pembebanannya
semua dibuat di bawah tangan, jadi kekuatan hukumnya hanya terletak
pada undang – undang, dan pernyataan untuk buyback guarantee oleh
pihak pengelola gudang serta jaminan kerugian yang diakibatkan oleh
kebakaran termasuk dalam kewajiban pengelola gudang untuk
mengasuransikan jaminan tersebut. Pernyataan buyback guarantee yang
dibuat oleh pihak bank (kreditor) berisi surat pernyataan dari pengelola
gudang bahwa bersedia membeli barang milik debitor manakala terjadi
wanprestasi dari pihak debitor dibuat untuk melindungi kepentingan
kreditor. Namun menurut penulis konsekuensi hukum dengan dibuatnya
akta perjanjian kredit, akta pembebanan jaminan, serta pernyataan
buyback guarantee secara di bawah tangan dan secara notaril itu
berbeda. Hal ini akan membuat posisi kreditor tidak mempunyai kekuatan
hukum yang sempurna, akan sulit bagi mereka untuk melakukan eksekusi
benda jaminan, apalagi jika terjadi penjualan secara langsung baik itu
melalui pelelangan umum ataupun secara dibawah tangan.
Lembaga jaminan Fidusia merupakan lembaga jaminan untuk
kebendaan bergerak selain Gadai. Jaminan Fidusia telah digunakan di
Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan
yang lahir dari yurisprudensi, yang semula berasal dari zaman Romawi.
Dalam hukum Romawi dikenal ada dua (2) yaitu Fiducia cum creditore dan
Fiducia cum amico. Dalam hal Fiducia cum creditore pemberi Fidusia
tetap menguasai benda yang dijadikan sebagai jaminan utang, pemberi
Fidusia dapat menggunakan benda dimaksud dalam menjalankan
usahanya (Fred B.G Tumbuan, 1999; 14 dan 2000; 18), sedangkan
Fiducia cum amico adalah kepercayaan yang diberikan kepada seseorang
untuk mengurus kepentingan yang memberikan kepercayaan atau
mengurus benda milik yang memberikan kepercayaan itu. Disini jelas
perbedaan antara fiducia cum creditore dan Fiducia cum Amico. Di
Indonesia yang sering di gunakan adalah Fiducia cum creditore yang
terkait dengan jaminan utang atau kredit. Fiducia cum creditore
merupakan hubungan hukum yang memberikan jaminan pada seorang
kreditor berupa penyerahan hak milik suatu benda bergerak secara
kepercayaan milik debitor. Lembaga jaminan Fidusia adalah lembaga
jaminan yang hadir karena kebutuhan dalam praktek. Lembaga jaminan
Hipotek dan Gadai tidak dapat mengakomodir keinginan debitor untuk
memperoleh modal dengan benda jaminan tetap dalam kekuasaannya, (
Nurfaidah Said, 2008; 36 ). Proses lahirnya perjanjian penjaminan
termasuk Fidusia, baik yang ditentukan dalam Undang Undang maupun
yang terjadi dalam praktik sesuai akta akta notaris, merupakan tahap
tahap terjadinya suatu perjanjian dengan jaminan kebendaan atau
perorangan secara utuh (integriteit). Lembaga jaminan sebagai bagian
dari sistem hukum jaminan harus pula memenuhi tahap tahap tertentu
yang diatur dalam Undang Undang Fidusia yang terjadi dalam praktek.
Dengan berlakunya Undang Undang Fidusia maka tahap tahap perjanjian
fidusia menjadi 4 ( empat) yaitu (Nurfaidah Said,2008; 37):
1. Tahap perjanjian pinjam meminjam uang;
2. Tahap perjanjian penjaminan;
3. Tahap penyerahan kembali objek fidusia kepada debitor;
4. Tahap pendaftaran perjanjian jaminan fidusia.
Pada umumnya yang dapat menjadi objek jaminan Fidusia adalah
benda benda bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada.
Barang barang bergerak yang dapat digunakan sebagai jaminan Fidusia
misalnya: perkakas rumah tangga (mebel, radio, lemari es, mesin jahit,
kendaraan bermotor (sepeda motor, mobil, truk), alat alat pertanian, alat
alat inventaris perusahaan, timbunan tembakau dalam gudang,barang
barang persediaan dalam perusahaan, barang barang persediaan di toko
toko dan barang barang persediaan pada pengecer (R.Subekti,1982; 75-
76). Barang yang masih akan ada yang dapat menjadi objek jaminan
Fidusia adalah barang yang pada saat terjadinya Fidusia masih belum
ada, tetapi barang tersebut akan diperoleh kemudian. Fidusia atas barang
barang yang masih akan ada sering dipakai sebagai jaminan atas kredit
dalam rekening yang berjalan, atau digunakan untuk membiayai barang
barang persediaan perdagangan dan tagihan tagihan. Debitor yang belum
menjadi pemilik benda benda tersebut pada saat membuat akta jaminan
harus menyatakan bahwa benda benda yang telah ada dan yang akan
diperolehnya akan ditambahkan sebagai jaminan atas utangnya
(R.Subekti, 1982; 75-76 ).
Sebelum berlaku Undang Undang Fidusia Nomor 42 tahun 1999
pada umumnya benda yang menjadi objek jaminan Fidusia adalah benda
bergerak yang terdiri atas benda dalam persediaan (inventory), barang
dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor, Setelah
berlakunya Undang undang jaminan Fidusia nomor 42 tahun 1999, maka
pengertian objek jaminan Fidusia menjadi lebih luas, yaitu meliputi benda
yang berwujud maupun benda tidak berwujud, dan benda tidak bergerak
yang tidak dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan (H.R. Daeng Naja,
2005;278).
Ketentuan mengenai benda yang dapat menjadi objek jaminan
Fidusia diatur dalam Undang Jaminan Fidusia nomor 42 tahun 1999 yaitu
pada Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 20.
Pada Pasal 1 angka 4 Undang Undang Fidusia menegaskan
bahwa yang dimaksud dengan benda yang menjadi objek dari jaminan
Fidusia adalah sebagai berikut :
“ Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan
dialihkan,baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar
maupun tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak, yang tidak
dapat dibebani Hak Tanggungan dan Hipotek”.
Dari perumusan benda dalam Pasal 1 angka 4 Undang Undang
Fidusia diatas, objek jaminan fidusia itu meliput benda bergerak dan tidak
bergerak tertentu yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan
atau Hipotek, dengan syarat bahwa kebendaan tersebut “dapat dimiliki
dan dialihkan “ ( Rachmadi Usman,2008).
Berdasarkan uraian di atas bila dilihat dari objek jaminannya, antara
Fidusia dan Resi Gudang memiliki kesamaan yaitu sama sama
menjadikan barang persediaan (inventory) sebagai objek jaminan.
Khususnya barang barang hasil panen pertanian, perkebunan, dan
perikanan. Seperti halnya Jaminan Fidusia, jaminan Resi Gudang juga
lebih mengutamakan aspek kepercayaan antara debitor dan kreditor.
Perjanjian jaminan Resi Gudang dan Fidusia merupakan perjanjian ikutan
( accessoir ) dari suatu perjanjian utang piutang yang merupakan
perjanjian pokok.
Wawancara penulis dengan Supervisor Pelayanan Bisnis Bank
Rakyat Indonesia bapak Muhammad Yusran (wawancara pada tanggal 23
Oktober 2013, dilakukan di Kantor Bank Rakyat Indonesia cabang Sidrap)
bahwa bentuk pengikatan jaminan Resi Gudang adalah pengikatan
dengan sistem Resi Gudang, menurut Yusran jaminan dengan Sistem
Resi Gudang hampir menyerupai jaminan Fidusia jika dilihat dari objek
penjaminannya dan mengutamakan aspek kepercayaan karena dalam
jaminan sistem Resi Gudang kreditor tidak menguasai barang jaminan
melainkan dititip kepada pengelola gudang hanya saja perbedaannya
pada jaminan Fidusia khususnya untuk benda persediaan bila terjadi
penyusutan harga dari objek jaminan maka debitor wajib menambah atau
mengganti jaminan sesuai dengan nilai jaminan sebelum dijaminkan,
namun pada Resi Gudang tidak ada penambahan objek jaminan bila
terjadi penyusutan harga karena sertifikat Resi Gudang hanya boleh terbit
satu kali dengan objek dan jaminan yang sama. Perbedaan lainnya yaitu
bila dalam jaminan Resi Gudang dan Fidusia benda jaminan ada pada
pihak lain, sementara dalam Gadai benda jaminan ada pada kreditor
(inbezitstelling). Menurut penulis hal ini merupakan salah satu kelemahan
dari sistem Resi Gudang.
Wawancara dengan Muhammad Yusran (Supervisor Pelayanan
Bisnis BRI cabang Sidrap, wawancara dilakukan pada tanggal 23 oktober
2013 pada kantor Bank Rakyat Indonesia cabang Sidrap) pada sistem
jaminan hak atas Resi Gudang, walaupun benda jaminan dititipkan pada
pihak ketiga yaitu pada pengelola Gudang namun tidak ada kesepakatan
khusus yang berdiri sendiri ataupun yang tertuang dalam perjanjian kredit
antara pihak bank dan pengelola gudang menitipkan benda jaminan
tersebut kedalam gudang yang dapat memaknai asas inbezitstelling.
Menurut penulis berdasarkan uraian di atas jelas bahwa objek dari
Gadai, Fidusia dan Resi Gudang sama yaitu sama sama benda bergerak
bila dilihat dari objek jaminannya yaitu benda inventory dan sertifikat Resi
Gudang yang merupakan surat berharga. Resi Gudang sebenarnya bukan
hal yang asing, bila dilihat dari objek jaminannya baik itu merupakan
barang komoditas boleh dijadikan objek dalam Gadai dan Fidusia maupun
itu sertifikat Resi Gudangnya yang dapat dijadikan sebagai jaminan Gadai.
Dalam KUHPerdata sudah mengatur mekanisme tentang penjaminan
dalam Gadai, begitupun dengan Jaminan Fidusia yang lahir berdasarkan
Yurisprudensi lalu diatur dalam Undang Undang Jaminan Fidusia.
Resi Gudang sebagai surat berharga dapat dijadikan jaminan
utang. Cara peralihan pun telah diatur dalam KUHPerdata. Sebenarnya
KUHPerdata dan Undang Undang Jaminan Fidusia masih bisa
mengakomodir penjaminan dengan Resi Gudang tinggal memaksimalkan
aturan yang sudah ada. Pencantuman istilah Lembaga Jaminan Hak Atas
Resi Gudang dalam undang undang ini, tidak sesuai dengan buku II
KUHPerdata yang bersifat mutlak dan tertutup yang berarti tidak
diperbolehkan mengadakan hak hak kebendaan selain yang telah diatur
dalam ketentuan perundang undangan.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Jaminan Resi Gudang berdasarkan Undang Undang Sistem Resi
Gudang tidak memenuhi syarat umum prinsip prinsip hukum
jaminan, karena didalam Undang Undang Sistem Resi Gudang
tidak terdapat asas Publisitas, asas Droit de Suite, dan tidak
dengan tegas mengatur asas Vervalbeding sementara dalam suatu
lembaga jaminan syarat ini adalah mutlak. Bila dilihat pada
konsideran Undang Undang Sistem Resi Gudang yaitu membentuk
sebuah lembaga jaminan baru yakni Lembaga Jaminan Resi
Gudang namun pada beberapa pasalnya tidak memuat hal hal
yang seharusnya ada dalam suatu undang undang jaminan.
Undang Undang Sistem Resi Gudang tidak memberikan suatu
kepastian hukum terhadap kreditor.
2. Lembaga Jaminan Resi Gudang merupakan lembaga jaminan baru
untuk kebendaan bergerak. Dalam hal ini yang dijaminkan adalah
sertifikat Resi Gudang yang merupakan tanda bukti kepemilikan
hak yang berada dalam gudang. Dilihat dari objek jaminannya
sertifikat Resi Gudang dapat dikategorikan sebagai surat berharga
karena memenuhi unsur unsur dari surat berharga, sebagai surat
berharga Resi Gudang lebih tepat pengikatannya dalam bentuk
Gadai karena di kategorikan sebagai benda bergerak yang tidak
berwujud. Begitupun sebagai barang inventory yang dititipkan
dalam gudang dapat dikategorikan sebagai benda persediaan yang
pengikatannya lebih tepat dalam bentuk Gadai ataupun dengan
Fidusia. Lembaga jaminan Resi Gudang bukan sebagai suatu
bentuk pengikatan jaminan melainkan suatu Badan Hukum
Indonesia yang menjamin hak dan pemegang Resi Gudang atau
penerima hak jaminan terhadap kegagalan, kelalaian atau ketidak
mampuan pengelola gudang dalam melaksanakan kewajibannya
dalam menyimpan atau menyerahkan barang.
B. SARAN
1. Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang
jaminan Resi Gudang, perlu untuk di revisi kembali Undang
Undang Sistem Resi Gudang tersebut. Dengan menggunakan
lembaga jaminan yang telah ada sebelumnya lebih efektif dan
efesien dibanding membuat suatu undang undang baru.
2. Terdapat inkonsistensi dalam batang tubuh pada Undang Undang
Sistem Resi Gudang, yaitu dalam konsideran yang menegaskan
mengenai lembaga jaminan namun pada pasal pasalnya tidak
memuat hal hal yang seharusnya ada dalam suatu undang undang
jaminan atau tidak memberikan pengikatan yang pasti tentang
suatu jaminan, Pada pasal pasal Undang Undang Resi Gudang
lebih mengatur mengenai mekanisme atau administrasi Resi
Gudang sebagai jaminan bukan lembaga jaminan Resi Gudang.
Substansi dalam suatu jaminan harus jelas baik itu kedudukan para
pihak, objeknya, peraturan mengenai pendaftaran yang terbuka
untuk umum, dan bentuk pengikatannya. Pengikatan Jaminan Resi
Gudang lebih tepat dalam bentuk Jaminan Gadai atau Jaminan
Fidusia.bukan dalam bentuk pengikatan jaminan Hak atas Resi
Gudang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Muhammad,1984, Hukum Dagang Tentang Surat Berharga. Bandung:Citra Aditya Bakti.
Abdul R. Saliman, dkk. 2005. Hukum Bsnis Untuk Perusahaan; Teori Dan Contoh Kasus. Jakarta:Prenada Media.
Arief R Permana dan Yulita Kuntari. 2006. Selayang Pandang Undang-undang Sistem Resi Gudang. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Vol 4 no 2.
Badriyah Harun, 2010, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Pustaka Yustisia.
Fred B.G Tumbuan. 2000. Mencermati Pokok-Pokok Undang-Undang Fiducia. Jakarta: Media Notariat.
Herowati Poesoko. 2013. Dinamika Hukum Parate Executie Objek Hak Tanggungan. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
H.M.N. Pirwosutjipto. 1994. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 7 “ Hukum Surat Berharga “.Jakarta: Djambatan
H.R. Naja.. 2005. Hukum Kredit dan Bank Garansi: The Banker Hand Book. Bandung: Cipta Aditya Bakti.
Indrawan Florentinus. 2009. Perlindungan Hukum Bagi Hak Jaminan Resi Gudang. Tesis Tidak Diterbitkan. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Iswi Hariyani, & Serfianto, R. 2010. Resi Gudang sebagai Jaminan Kredit
dan Alat Perdagangan. Jakarta: Sinar Grafika. J. Satrio. 2002. Hukum Jaminan: Hak Jaminan Kebendaan Fidusia.
Bandung: Citra Aditya Bakti. -------------2007. Hukum Jaminan: Hak Jaminan Kebendaan Bandung: Citra
Aditya Bakti. ------------.1991.Cessie,Subrogarie,Novatie,Compensatie dan Percampuran
Utang. Alumni,Bandung.
-------------.2001. Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Mahadi. 1989. Falsafah Hukum Suatu Pengantar. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Mariam Darus Badrulzaman. 1987. Bab-Bab tentang Creditverband, Gadai, danFiducia. Cetakan 4. Bandung: Alumni.
Marzuki Peter Mahmud,. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana.
Moch Isnaeni,Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan dalam kerangka tata Hukum Indonesia, Jurnal Hukum Ekonomi, Edisi V, Agustus 1996.
Muhammad. Djumhana, 1993. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Munir Fuady. 2000. Jaminan Fidusia. cetakan 1 Bandung :Citra Aditya Bakti.
Nisa Mulia. 2012. Resi Gudang Sebagai Lembaga Jaminan. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surabaya: Universitas Airlangga.
Nurfaidah Said. 2008. Prinsip Penyerahan Objek jaminan atas Dasar Kepercayaan Dalam Perjanjian Fidusia. Disertasi Tidak Diterbitkan. Surabaya: Universitas Airlangga.
Oey Hoey Tiong. 1984. Fidusia sebagai jaminan unsur unsur perikatan. cetakan pertama. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Prof. R.Subekti.,SH. 1982. Hukum Acara perdata Indonesia. Jakarta: Bina Cipta.
R. Subekti. 2001. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.
Rachmadi, Usman.1999. Pasal Pasal Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah. Jakarta: Djambatan.
--------------.2009. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Sinar Grafika.
Salim.HS. 2004. Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sofwan Sri Soedewi Masjchoen. 1980. Hukum Jaminan di Indonesia; Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty Offset.
------------ . 1981. Hukum Perdata; Hukum Benda. Yogyakarta: Liberty Offset.
Try Widiyono. 2009. Anggunan Kredit dalam Financial Engineering. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Jurnal jurnal
Bappebti.go.id/media/brochures_2012-11-16_17-42-51_brochures.pdf
Legalbanking.wordpress.com
Hukumonline.com/berita/baca/hol17277/Analisis resi gudang sebagai surat berharga
Lontar.ui.ac.id/file=digital/136535-T%2028198- Prosedur%pelaksanaan-literatur.pdf