asas jaminan kredit

43
21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT 2.1. Pengertian dan Unsur-Unsur Jaminan Kredit Istilah Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu ” Zakerheid ”, sedangkan istilah ” Zakerheidsrecht ” digunakan untuk hukum jaminan atau hak jaminan. Namun istilah hukum jaminan ternyata mempunyai makna yang lebih luas dan umum serta bersifat mengatur dibandingkan dengan hak jaminan seperti halnya hukum kebendaan yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan mempunyai sifat mengatur dari pada hak kebendaan. Sedangkan istilah kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu ” Credere ”, yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi kredit, yang artinya ialah kepercayaan. Seseorang atau badan hukum yang memberikan kredit percaya bahwa si penerima dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar diberikan kredit ialah kepercayaan. Apabila dilihat dari sudut ekonomi, kredit adalah penundaan pembayaran. Maksud dari penundaan pembayaran ialah pengembalian atas penerimaan uang atau barang yang tidak dilakukan bersama pada saat menerimanya tetapi pengembaliannya dilakukan pada masa yang telah ditentukan.

Upload: gatut-suliana

Post on 26-Nov-2015

29 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 21

    BAB II

    TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT

    2.1. Pengertian dan Unsur-Unsur Jaminan Kredit

    Istilah Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

    Zakerheid , sedangkan istilah Zakerheidsrecht digunakan untuk

    hukum jaminan atau hak jaminan. Namun istilah hukum jaminan ternyata

    mempunyai makna yang lebih luas dan umum serta bersifat mengatur

    dibandingkan dengan hak jaminan seperti halnya hukum kebendaan yang

    mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan mempunyai sifat mengatur

    dari pada hak kebendaan.

    Sedangkan istilah kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu

    Credere , yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi kredit,

    yang artinya ialah kepercayaan. Seseorang atau badan hukum yang

    memberikan kredit percaya bahwa si penerima dimasa mendatang akan

    sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan. Dengan

    demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar diberikan kredit ialah

    kepercayaan. Apabila dilihat dari sudut ekonomi, kredit adalah penundaan

    pembayaran. Maksud dari penundaan pembayaran ialah pengembalian atas

    penerimaan uang atau barang yang tidak dilakukan bersama pada saat

    menerimanya tetapi pengembaliannya dilakukan pada masa yang telah

    ditentukan.

  • 22

    Ada beberapa pengertian jaminan dan kredit yang terdapat di

    dalam literatur hukum, yaitu :

    1. Mariam Darus Badrulzaman merumuskan jaminan sebagai suatu

    tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga

    kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.1

    2. Thomas Suyatno, ahli perbankan menyatakan bahwa jaminan adalah

    penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk

    menanggung pembayaran kembali suatu hutang.2

    3. Hartono Hadisaputro menyatakan jaminan adalah sesuatu yang diberikan

    debitur kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur

    akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul

    dari suatu perikatan.3

    4. J. Satrio berpendapat bahwa hukum jaminan adalah peraturan hukum

    yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur

    terhadap seorang debitur.4

    5. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan berpendapat bahwa hukum jaminan

    adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan

    hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan

    pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.5

    1 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Cet. 2, (Bandung : PT. Alumni, 2005),

    hal. 12.2 Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta : PT. Gramedia, 1989), hal. 70.3 Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Jilid 2, (Jakarta : Ind - Hil Co,

    2002), hal. 6.4 J. Satrio, Hukum Jaminan. Hak-hak Jaminan Kebendaan, (Bandung : PT. Citra Aditya

    Bakti, 1991), hal. 3.5 Indrawati Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia,

    2002), hal. 9.

  • 23

    6. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

    pada Pasal 1 ayat 11 yang berbunyi kredit adalah penyediaan uang atau

    tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

    atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang

    mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka

    waktu dengan pemberian bunga.6

    7. J.A. Levy menyatakan bahwa pengertian kredit adalah menyerahkan

    secara sukarela sejumlah uang dipergunakan secara bebas oleh penerima

    kredit, penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk

    keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu

    di belakang hari.7

    Dari beberapa pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan

    bahwa pengertian jaminan kredit atau kredit garansi adalah bentuk

    penanggungan dimana seseorang penanggung (perorangan) menanggung

    untuk memenuhi hutang debitur sebesar sebagaimana tercantum dalam

    perutangan pokok. Sedangkan dalam praktek perbankan, jaminan kredit atau

    kredit garansi disebut dengan istilah jaminan perseorangan / orang, personal

    guaranty adalah perjanjian antara kreditur dan penanggung, dimana seorang

    mengikatkan diri sebagai penanggung untuk memenuhi hutang debitur, baik

    itu karena ditunjuk oleh kreditur (tanpa sepengetahuan atau persetujuan

    debitur) maupun yang diajukan oleh debitur atas perintah dari kreditur.

    6 Indonesia, Undang-Undang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, Pasal 1 ayat 11.7 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Cet. 1, (Bandung : Alumni, 1989),

    hal. 24.

  • 24

    Unsur-unsur dari jaminan kredit adalah :8

    1. Adanya kaidah hukum

    Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2

    macam, yaitu kaidah hukum tertulis dan kaidah hukum tidak tertulis.

    Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang

    terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan

    yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan hukum tidak tertulis

    adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan

    berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam

    masyarakat yang dilakukan secara lisan.

    2. Adanya pemberi dan penerima jaminan

    Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang

    menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak

    sebagai pemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang

    membutuhkan fasilitas kredit. Penerima jaminan adalah orang atau

    badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan.

    Yang bertindak sebagai penerima jaminaan ini adalah orang atau badan

    hukum.

    8 Salim, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo

    Persada, 2007), hal. 7.

  • 25

    3. Adanya jaminan

    Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan

    material dan immaterial. Jaminan material merupakan jaminan yang

    berupa hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda

    tidak bergerak. Jaminan immaterial merupakan jaminan non kebendaan.

    4. Adanya fasilitas

    Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan

    untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan

    lainnya.

    2.2. Sumber-Sumber Hukum Jaminan Kredit

    Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua

    macam yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber

    hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukkan

    hukum, misalnya hubungan sosial, kekuatan politik, situasi sosial ekomomi,

    tradisi (pandangan keagamaan dan kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, dan

    keadaan geografis. Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh

    kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan

    peraturan hukum formal berlaku. Contoh dari sumber hukum formal adalah

    undang-undang, perjanjian antar negara, yurisprudensi, dan kebiasaan.

    Sumber hukum formal dapat digolongkan menjadi dua macam

    yaitu sumber hukum formal tertulis dan tidak tertulis. Dengan hal ini, maka

    sumber hukum jaminan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu sumber

  • 26

    hukum jaminan tertulis dan tidak tertulis. Yang dimaksud dengan sumber

    hukum jaminan tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum

    jaminan yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya sumber hukum

    jaminan tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat,

    dan yurisprudensi. Sedangkan sumber hukum jaminan tidak tertulis adalah

    tempat ditemukannya kaidah hukum jaminan yang berasal dari sumber tidak

    tertulis, seperti terdapat dalam hukum kebiasaan. Adapun yang menjadi

    sumber hukum jaminan tertulis antara lain : 9

    1. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan ketentuan hukum

    yang berasal dari produk Pemerintah Hindia Belanda, yang diundangkan

    pada tahun 1848. Diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas

    konkordasi. KUH Perdata terdiri atas 4 buku, yaitu Buku I tentang

    Orang, Buku II tentang Hukum Benda, Buku III tentang Perikatan, dan

    Buku IV tentang Pembuktian dan Kadaluarsa. Jaminan-jaminan yang

    masih berlaku dalam Buku II KUH Perdata hanyalah gadai (pand) dan

    hipotek kapal laut. Gadai diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan 1160

    KUH Perdata dan hipotek diatur dalam Pasal 1162 sampai 1232 KUH

    Perdata. Sedangkan ketentuan tentang hipotek atas tanah kini sudah

    tidak berlaku lagi karena telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 4

    tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan ketentuan yang masih berlaku

    9 Ibid., hal. 14.

  • 27

    hanya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hipotek kapal laut,

    yang beratnya 20 m3 (dua puluh meter kubik) ke atas.

    2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang)

    KUH Dagang diatur dalam Staatsblad 1847 Nomor 23. KUH Dagang

    terdiri atas 2 buku, yaitu Buku I tentang Dagang pada umumnya dan

    Buku II tentang Hak-hak dan Kewajiban yang timbul dalam Pelayaran.

    Pasal-pasal yang erat kaitan dengan jaminan adalah pasal-pasal yang

    berkaitan dengan hipotek kapal laut. Pasal-pasal yang mengatur hipotek

    kapal laut adalah Pasal 314 sampai dengan Pasal 316 KUH Dagang.

    3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    Pokok Agraria (UUPA)

    Ketentuan-ketentuan yang erat kaitannya dengan jaminan adalah Pasal

    51 dan Pasal 57 UUPA. Pasal 51 UUPA berbunyi Hak Tanggungan

    yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha, dan hak guna

    bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan undang-

    undang . Sedangkan dalam Pasal 57 UUPA berbunyi Selama undang-

    undang mengenai Hak Tanggungan tersebut dalam Pasal 51 belum

    terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan mengenai

    hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    Indonesia dan Credietverband tersebut dalam Staatsblad (Stb). 1908-542

    sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190.

  • 28

    4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

    Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

    Undang-undang ini mencabut berlakunya hipotek sebagaimana yang

    diatur dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan

    ketentuan mengenai Credietverband dalam Stb. 1908-542 sebagaimana

    telah diubah dalam Stb. 1937-190. Tujuan pencabutan ketentuan yang

    tercantum dalam Buku II KUH Perdata dan Stb. 1937-190 adalah tidak

    sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan

    perkembangan tata perekonomian Indonesia.

    5. Undang-Undang Nomor 42 Tv ahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

    Ada tiga pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999,

    yaitu : pertama kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi

    dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya

    ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai

    lembaga jaminan, kedua jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk

    lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi

    dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap

    dan komprehensif, ketiga untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat

    lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian

    hukum serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang

    berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai

    jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor

    Pendaftaran Fidusia.

  • 29

    6. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.

    Dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang

    Pelayaran yang berbunyi ayat pertama kapal yang telah didaftar dapat

    dibebani hipotek, ayat kedua ketentuan sebagaimana yang dimaksud

    dalam ayat pertama diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

    Peraturan Pemerintah tentang penjabaran Pasal ini sampai saat ini belum

    ada, namun di dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992

    ditentukan substansi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut,

    yang meliputi syarat dan tata cara pembebanan hipotek. Sedangkan

    pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai dengan

    peraturan perundang-undangan.

    2.3. Sifat Perjanjian Jaminan Kredit

    Dalam hukum perdata terdapat berbagai pembedaan perjanjian

    sebagaimana yang terkait dengan hukum perikatan. Perjanjian dapat

    dibedakan satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang sering dikemukakan

    adalah mengenai adanya perjanjian pokok dan perjanjian accessoir

    (perjanjian buntut atau perjanjian turutan). Kedua jenis perjanjian tersebut

    terutama ditemukan dalam suatu kegiatan pinjaman uang.10

    1. Perjanjian Pokok

    Perjanjian Pokok adalah perjanjian yang mendasari atau

    mengakibatkan dibuatnya perjanjian lain. Perjanjian lain tersebut adalah

    10 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT.

    Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 132.

  • 30

    perjanjian accessoir (perjanjian buntut atau perjanjian turutan). Salah

    satu contoh perjanjian pokok adalah berupa perjanjian kredit yang dibuat

    bank bersama debitur dalam rangka kegiatan usaha pemberian kredit

    perbankan.

    2. Perjanjian Accessoir

    Perjanjian Accessoir adalah perjanjian yang dibuat berdasarkan

    atau berkaitan dengan perjanjian pokok. Pejanjian accessoir timbul

    (terjadi) karena adanya perjanjian pokok yang mendasarinya. Salah satu

    perjanjian accessoir adalah berupa perjanjian pengikatan objek jaminan

    kredit yang dibuat bank bersama debitur atau pemilik objek jaminan

    kredit.

    Beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan perjanjian

    pokok dan perjanjian accessoir adalah sebagai berikut.

    1. Tidak ada suatu Perjanjian accessoir bila sebelumnya tidak ada

    perjanjian pokok. Perjanjian pengikatan jaminan hutang dibuat karena

    adanya perjanjian uang. Perjanjian pengikatan objek jaminan kredit

    dibuat berdasarkan perjanjian kredit yang telah ditandatangani oleh bank

    dan debitur.

    2. Bila perjanjian pokok berakhir maka perjanjian accessoir harus diakhiri.

    Perjanjian pengikatan jaminan kredit harus diakhiri dengan berakhirnya

    perjanjian kredit karena pinjaman debitur kepada bank telah dilunasinya

    dan perjanjian kredit sudah berakhir.

  • 31

    Dengan adanya dua jenis perjanjian yang timbul dari kegiatan

    peminjaman uang, hendaknya bank menyadari pentingnya perbuatan

    perjanjian pengikatan jaminan kredit bagi kelengkapan pengamanan

    pemberian kreditnya.

    Sementara itu, dalam peraturan perundang-undangan yang

    berlaku juga terdapat ketentuan yang menegaskan keterkaitan perjanjian

    pengikatan jaminan hutang dengan perjanjian pinjaman uang atau perjanjian

    pokok, misalnya dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996

    tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan

    Dengan Tanah dan Pasal 4 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

    Sifat dari accessoir dari hak jaminan dapat menimbulkan akibat

    hukum antara lain sebagai berikut :

    1. Adanya dan hapusnya perjanjian tambahan tergantung pada perjanjian

    pokok.

    2. Jika perjanjian pokok batal, maka perjanjian tambahan juga batal.

    3. Jika perjanjian pokok beralih, maka perjanjian tambahan ikut beralih.

    4. Jika perjanjian pokok beralih karena cessie, subrogasie maka perjanjian

    tambahan juga beralih tanpa penyerahan khusus.

    2.4. Macam-Macam Jaminan Kredit

    Jaminan dapat dibedakan menjadi dua yaitu jaminan umum dan

    jaminan khusus. Dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    (KUH Perdata) mencerminkan suatu jaminan umum. Sedangkan Pasal 1132

  • 32

    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) disamping sebagai

    kelanjutan dan penyempurnaan Pasal 1131 yang menegaskan persamaan

    kedudukan para kreditur, juga memungkinkan diadakannya suatu jaminan

    khusus apabila diantara kreditur ada alasan-alasan yang sah untuk

    didahulukan dan hal ini dapat terjadi karena ketentuan Undang-Undang

    maupun karena diperjanjikan.11

    1. Jaminan Umum

    Dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

    Perdata) yang menyatakan bahwa Segala kebendaan si berhutang, baik

    yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada

    maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk

    segala perikatan perseorangan . Sedangkan dalam Pasal 1132 Kitab

    Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa Kebendaan

    tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang

    mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-

    bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang

    masing-masing kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-

    alasan yang sah untuk didahulukan .

    Dari isi pasal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa

    jaminan umum adalah jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua

    kreditur dan menyangkut semua harta kekayaan debitur. Hal ini berarti

    benda jaminan tidak diperuntukkan bagi kreditur tertentu dan dari hasil

    11 Frieda Husni Hasbullah, Op. Cit., hal. 8.

  • 33

    penjualannya dibagi diantara para kreditur seimbang dengan piutang-

    piutang masing-masing.

    Karena jaminan umum menyangkut seluruh harta benda debitur

    maka ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata dapat menimbulkan dua

    kemungkinan yaitu pertama adalah kebendaan tersebut sudah cukup

    memberikan jaminan kepada kreditur jika kekayaan debitur paling

    sedikit (minimal) sama ataupun melebihi jumlah hutang-hutangnya

    artinya hasil bersih penjualan harta kekayaan debitur dapat menutupi

    atau memenuhi seluruh hutang-hutangnya, sehingga semua kreditur akan

    menerima pelunasan piutang masing-masing karena pada prinsipnya

    semua kekayaan debitur dapat dijadikan pelunasan hutang.

    Kemungkinan kedua adalah, harta benda debitur tidak cukup

    memberikan jaminan kepada kreditur dalam hal nilai kekayaan debitur

    itu kurang dari jumlah hutang-hutangnya atau bila pasivanya melebihi

    aktivanya. Hal ini dapat terjadi mungkin karena harta kekayaannya

    menjadi berkurang nilainya atau apabila harta kekayaan debitur dijual

    kepada pihak ketiga sementara hutang-hutangnya belum dibayar lunas

    atau dapat juga terjadi ada lebih dari seorang kreditur melaksanakan

    eksekusi, sementara nilai kekayaan debitur hanya cukup untuk menutupi

    satu piutang kreditur. Jika hanya ada satu kreditur saja, maka ia dapat

    melaksanakan eksekusi atas kekayaan debitur secara bertahap sampai

    piutangnya terlunasi semuanya atau sampai harta benda debitur habis

    terjual.

  • 34

    Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jaminan

    umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

    1. Para kreditur mempunyai kedudukan yang sama atau seimbang,

    artinya tidak ada yang lebih didahulukan dalam pemenuhan

    piutangnya dan disebut sebagai kreditur yang konkuren.

    2. Ditinjau dari sudut haknya, para kreditur konkuren mempunyai hak

    yang bersifat perorangan, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan

    terhadap orang tertentu.

    3. Jaminan umum timbul karena undang-undang, artinya antara para

    pihak tidak diperjanjikan terlebih dahulu. Dengan demikian para

    kreditur konkuren secara bersama-sama memperoleh jaminan umum

    berdasarkan undang-undang.

    2. Jaminan Khusus

    Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada jaminan

    umum, Undang-Undang memungkinkan diadakannya jaminan khusus.

    Hal ini tersirat dari Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    (KUH Perdata) yang berbunyi Kebendaan tersebut menjadi jaminan

    bersama-sama bagi orang yang mengutangkan padanya, pendapatan

    penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu

    menurut besar kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila diantara

    para piutang itu ada alasan-alasan yang sah didahulukan . Dengan

    demikian Pasal 1132 mempunyai sifat mengatur / mengisi / melengkapi

  • 35

    (aanvullendrecht) karena para pihak diberi kesempatan untuk membuat

    perjanjian yang menyimpang. Dengan kata lain ada kreditur yang

    diberikan kedudukan yang lebih didahulukan dalam pelunasan

    hutangnya dibanding kreditur-kreditur lainnya. Kemudian Pasal 1133

    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan pernyataan yang

    lebih tegas lagi yaitu Hak untuk didahulukan diantara orang-orang

    berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gadai, dan dari hipotek .

    Jaminan Khusus dapat dibedakan menjadi dua yaitu jaminan

    perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan perorangan dapat

    dilakukan melalui perjanjian penanggungan misalnya borgtocht, garansi

    dan lain sebagainya sedangkan jaminan kebendaan dapat dilakukan

    melalui gadai, fidusia, hipotek, dan lain sebagainya.

    Jaminan Perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang

    berpiutang atau kreditur dengan seorang ketiga yang menjamin

    dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang atau debitur.

    Adapun ciri-ciri dari jaminan perorangan antara lain :

    1. Mempunyai hubungan langsung dengan orang tertentu.

    2. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu.

    3. Seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan pelunasan hutang

    misalnya borgtocht.

    4. Menimbulkan hak perseorangan yang mengandung asas kesamaan atau

    keseimbangan (konkuren) artinya tidak membedakan mana piutang

    yang terjadi lebih dahulu dan mana piutang yang terjadi kemudian.

  • 36

    Dengan demikian tidak mengindahkan urutan terjadinya karena semua

    kreditur mempunyai kekedukan yang sama terhadap harta kekayaan

    debitur.

    5. Jika suatu saat terjadi kepailitan, maka hasil penjualan dari benda-

    benda jaminan dibagi diantara para kreditur seimbang dengan besarnya

    piutang masing-masing.

    Jaminan kebendaan ialah jaminan yang memberikan kepada

    kreditur atas suatu kebendaan milik debitur untuk memanfaatkan benda

    tersebut jika debitur melakukan wanprestasi.

    Jika debitur melakukan wanprestasi maka dalam jaminan

    kebendaan kreditur mempunyai hak didahulukan (preferent) dalam

    pemenuhan piutangnya diantara kreditur-kreditur lainnya dari hasil

    penjualan harta benda milik debitur. Dengan demikian jaminan kebendaan

    mempunyai ciri-ciri yang berbeda dari jaminan perorangan.

    Adapun ciri-ciri dari jaminan kebendaan antara lain :

    1. Merupakan hak mutlak (absolut) atas suatu benda.

    2. Kreditur mempunyai hubungan langsung dengan benda-benda tertentu

    milik kreditur.

    3. Dapat dipertahankan terhadap tuntutan oleh siapapun.

    4. Selalu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada (droit

    de suite / Zaaksqevolg).

  • 37

    5. Mengandung asas prioritas, yaitu hak kebendaan yang lebih dulu

    terjadi akan lebih diutamakan daripada yang terjadi kemudian (droit de

    preference).

    6. Dapat diperalihkan seperti hipotek.

    7. Bersifat perjanjian tambahan (accessoir).

    2.5. Asas-Asas Hukum Jaminan Kredit

    Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan

    perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian

    terhadap berbagai literatur tentang jaminan, maka ditemukan 5 asas penting

    dalam hukum jaminan, sebagaimana dipaparkan sebagai berikut :12

    1. Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak

    fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan

    supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut

    sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di

    Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten / Kota, pendaftaran

    fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor

    Departeman Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran

    hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat

    balik nama, yaitu syahbandar.

    12 Salim, Op. Cit., hal. 9.

  • 38

    2. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek

    hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah

    terdaftar atas nama orang tertentu.

    3. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat

    dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun

    telah dilakukan pembayaran sebagian.

    4. Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada

    penerima gadai.

    5. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu

    kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah

    negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang

    bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain,

    berdasarkan hak pakai.

    2.6. Ruang Lingkup dan Obyek Jaminan Kredit

    Ruang Lingkup dalam jaminan kredit meliputi jaminan umum

    dan jaminan khusus. Jaminan Khusus dibagi menjadi dua macam, yaitu

    jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan dibagi

    menjadi jaminan benda bergerak dan tidak bergerak. Yang termasuk dalam

    jaminan benda bergerak meliputi gadai dan fidusia, sedangkan jaminan

    benda tidak bergerak meliputi hak tanggungan, hipotek kapal laut, dan

    pesawat udara. Sedangkan jaminan perseorangan meliputi borg, tanggung-

    menanggung (tanggung renteng), dan garansi bank.

  • 39

    Sebagaimana obyek jaminan hutang yang lazim digunakan dalam

    suatu hutang-piutang, secara umum jaminan kredit dapat dikelompokkan

    menjadi tiga kelompok, yaitu barang bergerak, barang tidak bergerak, dan

    jaminan perorangan (penanggungan hutang). Berdasarkan ketentuan

    Undang-Undang No. 42 Tahun 1999, barang bergerak terdiri atas yang

    berwujud dan yang tidak berwujud.

    Masing-masing kelompok jaminan kredit tersebut terdiri dari

    bermacam jenis dan nama yang sulit untuk dirinci secara tegas. Barang

    bergerak yang berupa barang berwujud, misalnya, adalah barang-barang

    perhiasan, surat berharga, kendaraan bermotor, perlengkapan rumah tangga,

    perlengkapan kantor, alat berat, alat transportasi laut dan sungai, alat

    transportasi udara, barang persediaan, barang dagangan dan sebagainya.

    Barang tidak bergerak dapat berupa tanah dan benda-benda yang

    berkaitan (melekat) dengan tanah seperti rumah tinggal, gedung kantor,

    gudang, hotel dan sebagainya. Barang yang tidak berwujud dapat berupa

    tagihan, piutang, dan sejenisnya. Sementara itu penanggungan hutang dapat

    berupa jaminan pribadi (personal guaranty) dan jaminan perusahaan

    (company / corporate / guaranty). Sebagaimana penanggungan hutang itu

    sendiri diatur oleh ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

    Perdata), Buku Ketiga. Penanggungan hutang lebih dikenal dalam

    lingkungan perbankan dengan istilah borgtocht.13

    13 M Bahsan, Op. Cit., hal. 108.

  • 40

    2.7. Syarat-syarat dan Manfaat Benda Jaminan Kredit

    Pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan

    pada lembaga perbankan dan lembaga keuangan nonbank, namun benda

    yang dapat dijaminkan adalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat

    tertentu. Syarat-syarat benda jaminan yang baik adalah :14

    1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang

    memerlukannya.

    2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan

    atau meneruskan usahanya.

    3. Memberikan kepastian kepada si kreditur, dalam arti bahwa barang

    jaminan setiap waktu bersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah

    diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit.

    Jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yng sangat penting

    dalam menunjang pembangunan ekonomi. Karena keberadaan lembaga ini

    dapat memberikan manfaat bagi kreditur dan debitur. Manfaat bagi kreditur

    adalah :

    1. Terwujudnya keamanan terhadap transaksi dagang yang tutup.

    2. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur.

    14 J. Satrio, Op. Cit., hal. 4.

  • 41

    Bagi debitur dengan adanya benda jaminan dapat memperoleh

    fasilitas kredit dari bank dan tidak khawatir dalam mengembangkan

    usahanya. Keamanan modal adalah dimaksudkan bahwa kredit atau modal

    yang diserahkan oleh kreditur kepada debitur tidak merasa takut atau

    khawatir tidak dikembalikannya modal tersebut. Memberikan kepastian

    hukum adalah memberikan kepastian bagi pihak kreditur dan debitur.

    Kepastian bagi kreditur adalah kepastian untuk menerima pengembalian

    pokok kredit dan bunga dari debitur. Sedangkan bagi debitur adalah

    kepastian untuk mengembalikan pokok kredit dan bunga yang ditentukan.

    Disamping itu, bagi debitur adalah adanya kepastian dalam berusaha.

    Karena dengan modalnya yang dimilikinya dapat mengembangkan bisnisnya

    lebih lanjut. Apabila debitur tidak mampu dalam mengembalikan pokok

    kredit dan bunga, maka kreditur dapat melakukan eksekusi terhadap benda

    jaminan.

    2.8. Jenis-Jenis Jaminan Kredit

    2.8.1 Hak Tanggungan

    A. Pengertian Hak Tanggungan

    Hak Tanggungan menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-

    Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas

    Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

    adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

    sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5

  • 42

    Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

    berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu

    kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang

    memberikan kekedudukan yang diutamakan kepada kreditur

    tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.15

    B. Subyek Hak Tanggungan

    Subyek hak tanggungan diatur dalam Pasal 8 sampai

    dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

    Hak Tanggungan. Dalam Kedua Pasal itu ditentukan bahwa yang

    dapat nenjadi subyek hukum dalam pembebanan hak tanggungan

    adalah pemberi hak tanggungan dan pemegang hak tanggungan.

    Pemberi hak tanggungan dapat perorangan atau badan hukum,

    yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan

    hukum terhadap obyek hak tanggungan. Pemegang hak

    tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum, yang

    berkedudukan sebagai pihak berpiutang. Biasanya dalam praktek

    pemberi hak tanggungan disebut dengan debitur, yaitu orang

    meminjamkan uang di lembaga perbankan, sedangkan penerima

    hak tanggungan disebut dengan istilah kreditur, yaitu orang atau

    badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.

    15 Indonesia, Undang-Undang Hak Tanggungan, UU No. 4 Tahun 1996, Pasal 1 ayat 1.

  • 43

    C. Obyek Hak Tanggungan

    Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan

    ketentuan mengenai Credietverband dalam Staatsblad 1908-542

    sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190, telah

    diatur tentang obyek hipotek dan Credietverband yang meliputi

    Hak Milik (Eigendom), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak

    Guna Usaha (HGU).

    Obyek hipotek dan Credietverband hanya meliputi hak-

    hak atas tanah saja tidak meliputi benda-benda yang melekat

    dengan tanah, seperti bangunan, tanaman segala sesuatu di atas

    tanah. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996,

    tidak hanya pada ketiga hak atas tanah tersebut yang menjadi

    obyek hak tanggungan. Dalam Pasal 4 sampai 7 Undang-Undang

    Nomor 4 Tahun 1996 telah ditunjuk secara tegas hak atas tanah

    yang dapat dijadikan jaminan hutang. Ada lima jenis hak atas

    tanah yang dapat dijaminkan dengan hak tanggungan, antara lain

    Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai

    baik hak milik maupun hak atas negara, dan hak atas tanah

    berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau

    akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan

    merupakan hak milik pemegang hak atas tanah yang

    pembebannya dengan tegas dan dinyatakan didalam akta

    pemberian hak atas tanah yang bersangkutan.

  • 44

    D. Hapusnya Hak Tanggungan

    Hapusnya hak tanggungan diatur dalam Pasal 18

    sampai dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996.

    Yang dimaksud dengan hapusnya hak tanggungan adalah tidak

    berlakunya lagi hak tanggungan. Ada empat sebab hapusnya hak

    tanggungan, yaitu :

    1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan.

    2. Dilepaskan hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan.

    3. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan

    peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri.

    4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.

    E. Eksekusi Hak Tanggungan

    Eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan yang

    telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Yang dapat dieksekusi

    adalah salinan putusan dan grosse akta (salinan pertama dari akta

    autentik). Grosse akta dapat dieksekusi karena memuat titel

    eksekutorial, sehingga grosse akta disamakan dengan putusan

    pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang

    memuat titel eksekutorial dengan demikian dapat dieksekusi.

    Eksekusi hak tanggungan diatur dalam Pasal 20 sampai

    dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Latar

    belakang lahirnya eksekusi adalah disebabkan pemberi hak

  • 45

    tanggungan atau debitur tidak melaksanakan prestasinya

    sebagaimana mestinya, walaupun yang bersangkutan telah

    diberikan somasi tiga kali berturut-turut oleh kreditur. Dalam

    Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 diatur tentang

    tata cara eksekusi hak tanggungan. Eksekusi hak tanggungan

    dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :

    1. Hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual hak

    tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum.

    Hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan

    sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan

    diutamakan yang dipunyai oleh pemegang hak tanggungan

    atau pemegang hak tanggungan pertama dalam hal terdapat

    lebih dari pemegang hak tanggungan. Hak tersebut

    didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi hak

    tanggungan.

    2. Eksekusi atas eksekutorial yang terdapat dalam Sertifikat Hak

    Tanggungan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14

    ayat 2. Irah-irah (kepala keputusan) yang dicantumkan pada

    sertifikat hak tanggungan dimaksudkan untuk menegaskan

    adanya kekuatan eksekutorial pada sertifikat hak tanggungan.

    3. Eksekusi di bawah tangan adalah penjualan obyek hak

    tanggungan yang dilakukan oleh pemberi hak tanggungan,

  • 46

    berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak tanggungan,

    jika dengan cara ini akan diperoleh harga yang tertinggi.

    F. Pencoretan (Roya) Hak Tanggungan

    Roya hak tanggungan diatur dalam Pasal 22 Undang-

    Undang Nomor 4 Tahun 1996. Roya adalah pencoretan hak

    tanggungan pada buku hak atas tanah dan sertifikat. Apabila hak

    tanggungan hapus, maka Kantor Pertanahan melakukan roya

    (pencoretan) catatan hak tanggungan pada buku tanah hak atas

    tanah dan sertifikatnya. Sertifikat hak tanggungan tidak berlaku

    oleh Kantor Pertanahan. Apabila sertifikat karena sesuatu sebab

    tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut

    dicatat pada buku tanah hak tanggungan.

    Permohonan pencoretan dilakukan oleh pihak yang

    berkepentingan dengan melampirkan, hal-hal sebagai berikut :

    1. Sertifikat hak tanggungan yang telah diberi catatan oleh

    kreditur bahwa hak tanggungan hapus karena piutangnya

    telah lunas atau

    2. Pernyataan tertulis dari kreditur bahwa hak tanggungan telah

    hapus karena piutang yang dijamin dengan hak tanggungan

    telah lunas atau kreditur melepaskan hak tanggungan yang

    bersangkutan.

  • 47

    2.8.2 Jaminan Fidusia

    A. Pengertian Jaminan Fidusia

    Jaminan Fidusia menurut Pasal 1 angka 2 Undang-

    Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah

    Hak Jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun

    yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya

    bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan

    sebagaimana yang dimaksud di dalam Undang-Undang Nomor 4

    Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam

    penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang

    tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

    penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.16

    B. Obyek Dan Subyek Jaminan Fidusia

    Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun

    1999 tentang Jaminan Fidusia, maka yang menjadi obyek

    jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda

    dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan

    mesin, dan kendaraan bermotor. Tetapi dengan berlakunya

    Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,

    maka obyek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas.

    16 Indonesia, Undang-Undang Jaminan Fidusia, UU No. 42 Tahun 1999, Pasal 1 angka 2.

  • 48

    Berdasarkan undang-undang ini, obyek jaminan fidusia dibagi

    dua macam, yaitu :

    1. Benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak

    berwujud, dan

    2. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak

    dibebani hak tanggungan.

    Yang dimaksud dengan bangunan yang tidak dibebani

    hak tanggungan disini dalam kaitannya dengan bangunan rumah

    susun, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

    16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Subyek dari jaminan

    fidusia adalah pemberi dan penerima fidusia. Pemberi Fidusia

    adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang

    menjadi obyek jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia

    adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang

    yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.

    C. Hapusnya Dan Roya Jaminan Fidusia

    Yang dimaksud dengan hapusnya jaminan fidusia

    adalah tidak berlakunya lagi jaminan fidusia. Ada tiga sebab

    hapusnya jaminan fidusia, yaitu :

  • 49

    1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia. Yang

    dimaksud hapusnya hutang adalah antara lain karena

    pelunasan, dan bukti hapusnya hutang berupa keterangan

    yang dibuat oleh kreditur.

    2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia,

    atau

    3. Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

    Musnahnya benda jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim

    asuransi.

    Apabila hutang dari pemberi fidusia telah dilunasi

    olehnya, menjadi kewajiban penerima fidusia, kuasanya, atau

    wakilnya untuk memberitahukan secara tertulis kepada Kantor

    Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia

    disebabkan karena hapusnya hutang pokok. Pemberitahuan

    dilakukan paling lambat 7 hari setelah hapusnya jaminan fidusia

    yang bersangkutan dengan dilampiri dengan dokumen

    pendukung tentang hapusnya jaminan fidusia. Dengan

    diterimanya surat pemberitahuan tersebut, maka ada 2 hal yang

    dilakukan Kantor Pendaftaran Fidusia, yaitu :

    1. Pada saat yang sama mencoret pencatatan jaminan fidusia,

    dan

  • 50

    2. Pada tanggal yang sama dengan tanggal pencoretan jaminan

    fidusia dari buku daftar fidusia, Kantor Pendaftaran Fidusia

    menerbitkan surat keterangan yang menyatakan Sertifikat

    jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi .

    D. Eksekusi Jaminan Fidusia

    Eksekusi Jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 29 sampai

    dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

    Jaminan Fidusia. Yang dimaksud dengan eksekusi jaminan

    fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi

    obyek jaminan fidusia. Yang menjadi penyebab timbulnya

    eksekusi jaminan fidusia ini adalah karena debitur atau pemberi

    cedera janji atau tidak memenuhi prestasinya tepat pada

    waktunya kepada penerima fidusia, walaupun telah diberikan

    somasi. Ada 4 cara eksekusi benda jaminan fidusia, yaitu :

    1. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia. Yang

    dimaksud dengan titel eksekutorial (alas hak eksekusi), yaitu

    tulisan yang mengandung pelaksanaan putusan pengadilan,

    yang memberikan dasar untuk penyitaan dan lelang sita

    (excecutorial verkoop) tanpa perantaraan Hakim.

  • 51

    2. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas

    kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum

    serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;

    dan

    3. Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan

    kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara

    demikian dapat diperoleh harga yang tertinggi yang

    menguntungkan para pihak. Penjualan ini dilakukan setelah

    lewat waktu 1 bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh

    pemberi dan penerima fidusia kepada pihak yang

    berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 surat

    kabar yang beredar didaerah yang bersangkutan (Pasal 29

    Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

    Fidusia).

    Untuk melaksanakan eksekusi terhadap objek jaminan

    fidusia maka pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang

    menjadi objek jaminan fidusia. Apabila benda yang menjadi

    objek jaminan fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek

    yang dapat dijual dipasar atau di bursa, penjualan dapat

    dilakukan ditempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan

    perundang-undangan yang berlaku. Ada dua kemungkinan dari

    hasil pelelangan atau penjualan barang jaminan fidusia, yaitu :

  • 52

    1. Hasil eksekusi melebihi nilai jaminan, penerima fidusia wajib

    mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia.

    2. Hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan hutang,

    debitur atau pemberi fidusia tetap bertanggung jawab atas

    hutang yang belum dibayar.

    2.8.3 Hipotek

    A. Pengertian Hipotek

    Hipotek menurut Pasal 1162 Kitab Undang-Undang

    Hukum Perdata (KUH Perdata) adalah suatu hak kebendaan atas

    benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian

    daripadanya bagi pelunasan bagi suatu perikatan.

    B. Subyek dan Obyek Hipotek

    Ada dua pihak yang berkaitan dalam perjanjian

    pembebanan hipotek, yaitu pemberi hipotek (hypotheekgever)

    dan penerima hipotek. Pemberi hipotek adalah mereka yang

    sebagai jaminan memberikan suatu hak kebendaan / zakelijke

    recht (hipotek), atas bendanya yang tidak bergerak, biasanya

    mereka mengadakan suatu hutang yang terikat pada hipotek,

    tetapi hipotek atas beban pihak ketiga. Penerima hipotek disebut

    juga hypotheekbank, hypotheekhouder atau hypotheeknemer.

    Hypotheekhouder atau Hypotheeknemer, yaitu pihak yang

  • 53

    menerima hipotek, pihak yang meminjamkan uang di bawah

    ikatan hipotek. Biasanya yang menerima hipotek ini adalah

    lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank.17

    Hypotheekbank adalah lembaga kredit dengan jaminan

    tanah, bank yang khusus memberikan pinjaman uang untuk

    benda tidak bergerak, kapal laut, kapal terbang dan dari segi lain

    yang mengeluarkan surat-surat gadai. Obyek hipotek diatur Pasal

    1164 KUH Perdata. Obyek hipotek, yaitu :18

    1. Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindahtangankan

    beserta segala perlengkapannya.

    2. Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala

    perlengkapannya.

    3. Hak numpang karang dan hak usaha.

    4. Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang

    harus dibayar dengan hasil tanah.

    5. Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli

    merupakan yang melekat padanya.

    Yang termasuk benda-benda tak bergerak adalah hak

    atas tanah, kapal laut, dan pesawat terbang. Hak atas tanah terdiri

    dari Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna Usaha.

    Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

    17 Salim, Op. Cit., hal. 200. 18 Ibid

  • 54

    Hak Tanggungan, maka hipotek atas tanah tidak berlaku lagi,

    tetapi yang digunakan dalam pembebanan hak atas tanah tersebut

    adalah hak tanggungan. Sedangkan benda tidak bergerak, seperti

    kapal laut tetap berlaku ketentuan-ketentuan tentang hipotek

    sebagaimana yang diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang

    Hukum Perdata (KUH Perdata). Ukuran kapal lautnya 20 m3

    (dua puluh meter kubik), sedangkan di bawah itu berlaku

    ketentuan tentang jaminan fidusia. Benda-benda yang tidak dapat

    dibebani hipotek :

    1. Benda bergerak.

    2. Benda dari orang yang belum dewasa.

    3. Benda-benda dari orang yang berada di bawah pengampuan

    dan

    4. Benda dari orang-orang yang tak hadir selama penguasaan

    atas benda-bendanya hanya dapat diberikan untuk sementara

    waktu.

    C. Asas-asas Hipotek

    Ada dua asas yang terkandung di dalam Hipotek adalah

    sebagai berikut :

    1. Asas Publiciteit

    Asas Publiciteit berarti bahwa pengikatan hipotek harus

    didaftarkan dalam Register Umum agar masyarakat

  • 55

    khususnya pihak ketiga dapat mengetahuinya. Pendaftaran

    yang dimaksud adalah pendaftaran akte hipotek pada Pejabat

    Kantor Badan Pertanahan Nasional. Namun setelah

    berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan otomatis

    Hipotek tidak lagi didaftarkan pada Kantor Pertanahan

    Nasional.

    2. Asas Specialiteit

    Asas Specialiteit yaitu asas yang menghendaki, bahwa

    hipotek hanya dapat dijadikan atas benda-benda yang

    ditunjukkan secara khusus untuk dipakai sebagai tanggungan.

    D. Hapusnya Hipotek

    Hapusnya hipotek adalah tidak berlaku lagi hipotek

    yang dibebankan atas kapal laut. Di dalam Pasal 1209 KUH

    Perdata diatur tentang hapusnya hipotek. Hapusnya hipotek

    karena 3 hal, yaitu :

    1. Hapusnya perikatan pokoknya.

    2. Pelepasan hipotek oleh kreditur dan

    3. Pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan.

    E. Pencoretan (Roya) Akta Hipotek Kapal Laut

    Roya atas akta hipotek kapal laut erat kaitannya dengan

    pelunasan kredit oleh debitur. Apabila kredit sudah dibayar /

  • 56

    lunas, kreditur mengajukan surat permohonan untuk dilakukan

    roya kepada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal

    yang menerbitkan akta hipotek tersebut. Misalnya, yang

    membuat akta hipotek tersebut adalah Pejabat pendaftar dan

    pencatat balik nama kapal yang berkedudukan di Mataram, maka

    tempat royanya pun pada pejabat pendaftar dan pencatat balik

    nama kapal yang berkedudukan di Mataram. Surat permohonan

    tersebut harus dilampirkan dengan grosse akta hipotek asli.

    Pelaksanaan roya adalah membuat catatan roya pada grosse akta

    hipotek asli dan membuat catatan roya pada daftar induk.

    2.8.4 Penanggungan (borg)

    A. Pengertian Penanggungan

    Penanggungan menurut Pasal 1850 Kitab Undang-

    Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) adalah suatu perjanjian,

    dimana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan

    dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak

    memenuhi perikatannya.

    B. Tujuan dan isi Penanggungan

    Tujuan dan isi Penanggungan adalah memberikan

    jaminan untuk dipenuhinya perutangan dalam perjanjian pokok.

    Adanya penanggungan itu dikaitkan dengan perjanjian pokok,

  • 57

    mengabdi pada perjanjian pokok. Maka dapat disimpulkan

    bahwa perjanjian penanggungan itu bersifat accessoir.19

    C. Sifat dari Penanggungan

    Sifat dari perjanjian Penanggungan hutang adalah

    bersifat accessoir (tambahan), sedangkan perjanjian pokoknya

    adalah perjanjian kredit atau perjanjian pinjam uang antara

    debitur dan kreditur. Di tinjau dari sudut cara pemenuhannya

    adalah bersifat subsidair. Hal ini disimpulkan dari ketentuan

    Pasal 1820 KUH Perdata yang menyatakan bahwa Penanggung

    mengikatkan diri untuk memenuhi perutangan debitur, manakala

    si debitur sendiri tidak memenuhinya .

    D. Akibat-akibat Hukum antara Penanggung dan Kreditur

    Pada prinsipnya, penanggung hutang tidak wajib

    membayar hutang debitur kepada kreditur, kecuali jika debitur

    lalai membayar hutangnya. Untuk membayar hutang debitur

    tersebut, maka barang kepunyaan debitur harus disita dan dijual

    terlebih dahulu untuk melunasi hutangnya (Pasal 1831 KUH

    Perdata).

    19 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op. Cit., hal. 81.

  • 58

    Penanggungan tidak dapat menuntut supaya barang

    milik debitur lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi

    hutangnya, jika

    1. Ia (penanggung hutang) telah melepaskan hak istimewanya

    untuk menuntut barang-barang debitur lebih dahulu disita dan

    dijual.

    2. Ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitur

    utama secara tanggung menanggung dalam hal itu akibat-

    akibat perikatannya diatur menurut asas-asas yang telah

    ditetapkan untuk perutangan tanggung menanggung.

    3. Debitur dapat mengajukan suatu eksepsi yang hanya

    mengenai dirinya sendiri secara pribadi.

    4. Debitur dalam keadaan pailit dan

    5. Dalam hal penanggungan yang diperintahkan hakim.

    E. Akibat-akibat Hukum antara Penanggung dan Debitur

    Hubungan hukum antara penanggung dan debitur

    adalah erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran

    hutang debitur kepada kreditur. Untuk itu, pihak penanggung

    menuntut kepada debitur supaya membayar apa yang telah

    dilakukan oleh penanggung kepada kreditur. Di samping

    penanggung hutang juga berhak untuk menuntut :

  • 59

    1. Pembayaran ongkos perkara yaitu ongkos perkara yang telah

    dibayar oleh penggugat karena dia digugat oleh kreditur

    untuk memenuhi hutang debitur.

    2. Pembayaran bunga yaitu bunga terhadap hutang pokok yang

    telah dibayar oleh penanggung.

    3. Pembayaran kerugian yaitu penanggung berhak untuk

    menuntut pengganti kerugian yang lain yang dideritanya

    sebagai akibat pemenuhan perutangan dalam penanggungan.

    F. Hapusnya Penanggungan

    Hapusnya penanggungan hutang diatur dalam Pasal

    1845 sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata. Di dalam Pasal

    1845 KUH Perdata disebutkan bahwa perikatan yang timbul

    karena penanggungan, hapus karena sebab-sebab yang sama

    dengan menyebabkan berakhirnya perikatan lainnya.20

    Di dalam Pasal 1381 KUH Perdata ditentukan 10 cara

    berakhirnya perjanjian penanggungan hutang, yaitu pembayaran;

    penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau

    penitipan; pembaruan hutang; kompensasi; pencampuran hutang;

    pembebasan hutang; musnahnya barang yang terhutang;

    kebatalan atau pembatalan; dan berlakunya syarat pembatalan.

    20 Salim, Op. Cit., hal. 221.

  • 60

    2.9 2.8.5 Tanggung Menanggung

    Pada perutangan tanggung menanggung atau perutangan

    tanggung renteng terdapat hak yang bersifat memberi jaminan bagi

    kreditur. Karena pada perutangan tanggung renteng di mana ada

    beberapa debitur yang wajib membayar untuk seluruh prestasi

    kreditur merasa terjamin pemenuhan piutangnya. Yang dimaksud

    tanggung renteng yang bersifat memberi jaminan adalah tanggung

    renteng yang pasif, yaitu di mana dalam perutangan tersebut dalam

    terdapat beberapa orang debitur yang wajib berprestasi.

    Kebalikannya ialah tanggung renteng aktif di mana dalam

    perutangan tersebut terdapat beberapa kreditur yang berhak atas

    prestasi. Perutangan tanggung renteng timbul karena diperjanjikan

    atau karena ketentuan undang-undang.

    Dalam tanggung renteng pasif menimbulkan dua macam

    akibat hubungan hukum antara lain hubungan hukum yang bersifat

    extern yaitu hubungan hukum antara para debitur dengan pihak lain

    (kreditur). Dan hubungan hukum yang bersifat intern yaitu hubungan

    hukum antara sesama debitur yang satu dengan lainnya.21

    Dalam hubungan hukum yang bersifat extern berakibat

    bahwa masing-masing debitur bertanggung jawab untuk seluruh

    prestasi terhadap kreditur. Kreditur berhak untuk meminta 21 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta : Badan Pembinaan Nasional Departeman Kehakiman, 1980), hal. 71.

  • 61

    pemenuhan prestasi dengan memilih dari salah satu seorang debitur,

    tetapi dapat juga menuntut pemenuhan prestasi dari semuanya.

    Pemenuhan seluruh prestasi oleh salah seorang debitur

    membebaskan debitur-debitur lainnya. Sedangkan hubungan hukum

    intern antara sesama debitur, menimbulkan hak bagi debitur yang

    telah memenuhi seluruh prestasi untuk menuntut pembayaran

    kembali dari para debitur lainnya.

    2.10 2.8.6 Perjanjian Garansi

    Dalam perjanjian garansi sebagaimana diatur dalam Pasal

    1316 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi

    Seseorang boleh menanggung seorang pihak ketiga dan menjanjikan

    bahwa pihak ketiga akan berbuat sesuatu, tetapi hal ini tidak

    mengurangi tuntutan ganti rugi terhadap penanggung atau orang

    yang berjanji itu, jika pihak ketiga tersebut menolak untuk

    memenuhi perjanjian itu . Contoh perjanjian di mana si A berjanji

    kepada B untuk menanggung bahwa pihak ketiga akan berbuat

    sesuatu. Figur yang dimaksudkan ini adalah menanggung atau

    menjamin pihak ketiga dan Zich voor een derde sterk maken of

    instaan yaitu memperkuat atau bertanggung jawab guna

    kepentingan pihak ketiga.22

    22 Ibid., hal. 74.

  • 62

    Contoh dari perjanjian garansi sebagaimana terdapat di

    dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) ialah dalam

    Hukum Wesel (Pasal 108 KUHD). Di mana terdapat ketentuan

    bahwa si penerbit wesel menanggung akseptasi dan pembayarannya.

    Jadi dalam Pasal 1316 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa

    tentang berbuat atau tidak berbuatnya pihak ketiga itu dapat dijamin /

    ditanggung.

  • 63