bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/bab_i.pdf · faktor penyebab yang...

67
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia, secara normatif konstitusional, adalah negara berdasarkan hukum, atau yang sering juga disebut sebagai negara hukum. Di tengah-tengah itu polisi merupakan salah satu pilar yang penting, karena badan tersebut mempunyai peranan sangat penting dalam mewujudkan janji-janji hukum menjadi kenyataan (Rahardjo, 2007: xxv). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998) polisi adalah badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum, menangkap orang yang melanggar undang- undang. Pada hakekatnya tugas pokok polri adalah menegakkan hukum dan membina keamanan dan ketertiban masyarakat atau Kamtibnas (Kunarto, 1997: 111). Institusi berlambang Tri Brata ini belakangan memang terus diuji citranya akibat diterpa berbagai persoalan yang terus bermunculan seperti tidak ada habisnya. Belum tuntas satu kasus, muncul kasus baru. Apalagi di era kesenjangan ini membuat segalanya sangat transparan dan menjadikan rakyat sangat kritis dan berani melawan kemapanan semu. Bila diarifi beragam fenomena kerakyatan menuntut kasus Marsinah, kasus Udin, kasus Priok dan kasus-kasus lain yang memiliki derajad keseriusan sangat tinggi justru tidak terungkap. Masyarakat juga memprediksi kasus Andi Arif, sebagai contoh

Upload: others

Post on 03-Jul-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia, secara normatif konstitusional, adalah negara berdasarkan

hukum, atau yang sering juga disebut sebagai negara hukum. Di tengah-tengah

itu polisi merupakan salah satu pilar yang penting, karena badan tersebut

mempunyai peranan sangat penting dalam mewujudkan janji-janji hukum

menjadi kenyataan (Rahardjo, 2007: xxv). Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (1998) polisi adalah badan pemerintah yang bertugas memelihara

keamanan dan ketertiban umum, menangkap orang yang melanggar undang-

undang. Pada hakekatnya tugas pokok polri adalah menegakkan hukum dan

membina keamanan dan ketertiban masyarakat atau Kamtibnas (Kunarto,

1997: 111).

Institusi berlambang Tri Brata ini belakangan memang terus diuji citranya

akibat diterpa berbagai persoalan yang terus bermunculan seperti tidak ada

habisnya. Belum tuntas satu kasus, muncul kasus baru. Apalagi di era

kesenjangan ini membuat segalanya sangat transparan dan menjadikan rakyat

sangat kritis dan berani melawan kemapanan semu. Bila diarifi beragam

fenomena kerakyatan menuntut kasus Marsinah, kasus Udin, kasus Priok dan

kasus-kasus lain yang memiliki derajad keseriusan sangat tinggi justru tidak

terungkap. Masyarakat juga memprediksi kasus Andi Arif, sebagai contoh

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

2

loyalitas Polri terhadap kekuasaan tertentu secara hierarki komando. Kasus

Trisakti dipertanyakan kalangan intelektual sebagai rekayasa pengalihan

perhatian aksi reformasi dengan mengorbankan Polri (Tabah, 1998: 2).

Selanjutnya dari kajian di Indonesian Police Watch (IPW) yang

mengungkapkan tentang terjadinya aksi pungli atau pungutan liar, pemerasan,

suap-menyuap di lembaga kepolisian. Dari kasus tersebut justru yang paling

mengerikan terjadi di lembaga pendidikan kepolisian. Kejahatan tersebut telah

meracuni dunia kepolisian dari tingkat bawah hingga atas (Suwarni, 2009: 2).

Contoh lebih aktual di tahun 2010 kasus kepolisian yang ramai

diperbincangkan adalah adanya Markus atau makelar kasus di tubuh Polri.

Dalam situs berita online berita.liputan6.com tanggal 22 Maret 2010

diceritakan bahwa kasus bermula saat mantan Kabareskrim Komjen Polisi

Susno Duadji yang terang-terangan membuka aib institusinya sendiri dengan

mengungkap adanya jenderal yang berperan sebagai makelar kasus di Institusi

Kepolisian. Adanya jenderal Markus tersebut dikaitkan dengan kasus korupsi

dan pencucian uang senilai Rp. 25 miliar dengan tersangka pegawai pajak

Gayus T. Tambunan. Diduga, kasus ini sempat ditutup akibat ulah dari

jenderal Markus. Persoalan yang menimpa kepolisian ini berbuntut panjang

hingga tudingan Susno ini membuat Brigjen Radja Erizman dan Brigjen

Edmon Ilyas merasa dirugikan dan merekapun akhirnya saling menjatuhkan

(http://berita. liputan6.com, 24/4/2011).

Kasus lain yang tidak kalah menghebohkan adalah persoalan rekening

gendut sejumlah perwira di lembaga Kepolisian Republik Indonesia,

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

3

tampaknya, belum mendapatkan jawaban pasti. Hal ini disebabkan

pengumuman hasil penyelidikan terhadap rekening yang mengundang

kecurigaan publik itu tidak memuaskan. Dari 23 rekening yang mencurigakan,

17 diantaranya dianggap wajar. Polisi pun tidak berani menyebutkan nama

serta inisial pemiliknya. Alasannya, jika hasil penyelidikan itu dibeberkan

secara detail, maka justru pihak kepolisian telah melanggar undang-undang

(majalah.tempointeraktif. com, 24/4/2011). Kasus tersebut menambah daftar

panjang kasus di tubuh Polri.

Gambaran-gambaran citra negatif Institusi Kepolisian tersebut akan

membentuk stereotipe tertentu di masyarakat. Stereotipe merupakan bentuk

kontroversial pengelompokan karakterisasi. Stereotipe mendorong pembacaan

karakter dari sudut pandang nilai baku, yang ditentukan sebelumnya oleh

konvensi sosial. Perepresentasian identitas sosial dari sudut pandang stereotipe

merupakan praktik yang sangat umum dalam media. Penstereotipean sebuah

mediasi yang menerjemahkan kompleksitas karakter individu kedalam

sejumlah pengkhasan (distinctions) sederhana yang didefinisikan secara sosial

(Thwaites, Davis dan Mules, 2002: 227). Sedangkan menurut Jhonson dalam

Liliweri (2005: 208) mengemukakan, stereotipe adalah keyakinan seseorang

untuk menggeneralisasi sifat-sifat tertentu yang cenderung negatif tentang

orang lain karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman. Keyakinan

itu membuat orang untuk memperkirakan perbedaan antar kelompok yang

mungkin terlalu tinggi atau terlalu rendah sebagai ciri khas individu atau

kelompok sasaran.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

4

Menurut Sarlito W. Sarwono dan Eko A Meinarno (2009:226), stereotipe

adalah dasar dari prasangka dan diskriminasi, sehingga stereotipe merupakan

faktor penyebab adanya prasangka dan diskriminasi. Prasangka sendiri adalah

suatu penilaian terhadap suatu kelompok atau individu yang terutama

didasarkan pada keanggotaan kelompok orang itu, pengamat menilai orang

lain tidak berdasarkan kategori sosial atau kategori rasial mereka dan tidak

berdasarkan informasi atau fakta tentang diri mereka sebagai individu (Sears,

Freedman dan Peplau, 1994: 149).

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Lepore & Brown (dalam Baron

dan Byrne, 2006), bahwa stereotipe berhubungan dengan prasangka, yaitu

prasangka mengaktifkan stereotipe dan stereotipe menguatkan prasangka.

Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap

etnosentrisme yang cenderung menganggap baik kelompok sendiri dan

menganggap buruk kelompok luar. Kedua, adanya kenyataan sederhana

bahwa setiap hari seseorang selalu melakukan penilaian terhadap orang yang

tidak dikenal. Ketiga, berdasarkan pengalaman tentang beberapa individu dari

kelompok lain, seseorang bisa membuat generalisasi mengenai kelompok itu.

Keempat, seseorang cenderung menentukan stereotipe yang menunjang

anggapan tentang bagaimana seharusnya hubungan dan hak-hak istimewa dari

kelompok-kelompok yang berbeda. Terakhir, seseorang cenderung melakukan

prasangka terhadap orang yang bersaing dengannya (Horton dan Hunt, 1992,

65).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

5

Berikutnya, stereotipe merupakan faktor penyebab adanya diskriminasi.

Stereotipe secara umum diartikan pelabelan negatif terhadap kelompok atau

jenis kelamin tertentu. Akibat dari stereotipe ini biasanya timbul diskriminasi

dan berbagai ketidakadilan (Nugroho, 2008: 12). Diskriminasi adalah setiap

pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung maupun tak langsung

didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar suku, ras, etnis, kelompok,

golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan

politik yang berakibat pengurangan, penyimpanan, atau penghapusan

pengakuan, pelaksanaan atau pengunaan hak asasi manusia dan kebebasan

dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik,

ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya (Rumadi, 2006:

270).

Dari data-data di atas, stereotipe dapat dikaitkan dari tingkatan penyebab

munculnya penilaian stereotipe terhadap Institusi Kepolisian yaitu pertama,

karakteristik prilaku individu polisi sendiri. Berbagai contoh prilaku individu

polisi yang menyimpang dari sosok polisi yang seharusnya seperti yang

diutarakan di awal-awal paragraf adanya pengunaan kekerasan seorang polisi

dalam penyelidikan, persekongkolan polisi dengan penjahat dalam kasus

kasus kriminal, seorang polisi yang melakukan pungutan liar, seorang polisi

yang melakukan korupsi dan beberapa prilaku polisi yang tidak menunjukan

mentalitas sebagai aparat dan penegak hukum.

Kedua, peran kepolisian dalam masyarakat. Polisi pada dasarnya memiliki

peran sebagai pengayom masyarakat sekaligus menjaga ketertiban masyarakat

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

6

(Kamtibmas). Meskipun begitu berat peran yang diemban polisi, tapi citra

polisi dimata masyarakat belum dapat disebut menggembirakan. Acapkali

terdengar nada-nada sumbang yang di alamatkan kepada polisi, bahkan citra

tersebut telah mengkristal membentuk stigma yang cenderung miror. Hal ini

tentu saja tidak menguntungkan bagi kredibilitas Institusi Kepolisian,

disamping merugikan masyarakat sendiri dalam rangka menciptakan

keamanan dan ketentraman (Tabah, 1998: 137). Dalam filsafat liberal, polisi

menjadi tokoh antagonis, yaitu yang ditakdirkan untuk berhadapan dan

“bermusuhan” dengan rakyat. Polisi sudah menjadi simbol kekuasaan publik

dan karena itu “jahat”. Sebutan yang paling simpatik yang masih tersisa bagi

polisi adalah sebagai “penjaga status quo”, yaitu aparat yang menjaga agar

kondisi hukum yang ada dipertahankan (Rahardjo, 2007: 198).

Salah satu jenis media massa yang mengkontruksi realitas tentang Institusi

Kepolisian adalah sampul majalah Tempo. Sampul sendiri menurut George

Gerbner (1958) sampul majalah yaitu identitas perusahaan dan penghimpun isi

pemberitaan yang memegang peran utama dalam memasarkan sebuah majalah

yang bertujuan untuk membentuk karakter budayanya. George Gerbner

menyatakan salut pada majalah percintaan, desain dan isi sampulnya

menggambarkan syarat yang harus dipenuhi dan bagaimana hubungan pasar

dengan majalah itu (Baehr dan Gray, 1997 : 97).

Majalah Tempo dipilih oleh peneliti sebagai objek peneliti karena selama

tahun 2010 banyak menyajikan berita utama bertemakan kepolisian. Selain itu

majalah Tempo saat memberitakan Institusi Kepolisian berusaha

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

7

mengkontruksi realitas dalam masyarakat menjadi realitas media. Sebanyak

sembilan edisi dari lima puluh dua edisi atau sekitar 17% yang bergambar

sampul depan tentang Institusi Kepolisian. Sehingga perhatian majalah Tempo

tentang Kepolisian pada waktu itu cukup tinggi. Berikut adalah tabel

kesembilan sampul Tempo yang mengulas tentang Institusi Kepolisian.

Tabel 1.1

Sampul majalah Tempo yang merepresentasikan

tentang Institusi Kepolisian selama periode 2010

No. Edisi Tanggal terbit Gambar

Sampul

1. 05/39 29 Maret 2010

2. 06/39 05 April 2010

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

8

3. 07/30 12 April 2010

4. 08/39 19 April 2010

5. 10/39 03 Mei 2010

6. 18/39 28 Juni 2010

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

9

7. 21/39 19 Juli 2010

8. 26/39 23 Agustus 2010

9. 33/39 11 Oktober 2010

Peneliti memilih sampul majalah Tempo karena secara umum majalah ini

sendiri banyak menuai kritikan karena gambar sampulnya yang terlalu berani.

Seperti sampul majalah Tempo edisi 18/39, saat itu Polri mengajukan protes

atas sampul majalah Tempo yang menggambarkan pria berseragam polisi

tengah menggiring celengan babi. Polri menilai gambar itu tidak beretika.

"Ketika ada gambar polisi yang menggiring celengan babi rasanya etikanya

kurang. Mungkin siapapun akan risih melihat itu," kata Wakadiv Humas

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

10

Mabes Polri Brigjen Pol Zainuri Lubis di Mabes Polri, Jl Trunojoyo. Zainuri

menilai, Tempo tidak memakai bahasa etik yang tepat, tidak memakai

kedewasaan dan pertimbangan pikiran, dan kelihatannya cenderung emosional

(www.detiknews.com, 27/09/2011).

Selain itu jauh hari, masih ada sampul yang mengalami kecaman habis-

habisan oleh orang Kristen (tidak semua) atas covernya yang dianggap

sensasional. Cover edisi 4-10 Februari 2008 itu sendiri diakui oleh

perancangnya diilhami oleh lukisan Leonardo Davinci “The Last Supper”,

perjamuan terakhir Yesus bersama murid-muridNya sebelum Dia disalibkan.

Namun tokoh-tokoh yang duduk di sekitar meja perjamuan itu adalah

Soeharto, dan anak-anaknya (Tutut di kanan dan Sigit di kiri, dan Tomi

sedang berbisik entah apa). Postur tubuh tokoh-tokohnya persis lukisan The

Last Supper (rumametmet.com, 07/02/12).

Dalam dunia jurnalistik, majalah Tempo telah menjelma menjadi

barometer majalah berita di Indonesia. Simbol kebebasan berekspresi ini

menyajikan porsi berita baik berskala regional maupun internasional dalam

bentuk politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, hukum, seni dan

olahraga. “Dalam hal bahasa, Tempo memainkan peranan yang unik. Tempo

menggunakan kata-kata yang biasanya dipakai untuk sajak, tanpa terasa berat

atau sok pintar. Cara ini terasa segar dan belum pernah dipakai oleh majalah

atau koran Indonesia lainnya” (Janet Steele, 2007:62).

Dalam ilmu komunikasi, peneliti memilih objek penelitian ini karena

fenomena tentang Kepolisian yang direpresentasikan oleh majalah Tempo

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

11

sangat menarik. penelitian sampul majalah Tempo akan lebih difokuskan pada

pesan sebagai elemen komunikasi. Dalam studi pesan sampul majalah Tempo

tidak semata-mata berfungsi sebagai daya tarik penjualan. Ilustrasi dalam

sampul tersebut membawa pesan-pesan secara simbolik, baik secara aspek

visual ataupun aspek verbal untuk dikomunikasikan ke pembaca.

Ketepatan komunikasi menunjukkan kepada kemampuan orang untuk

mereproduksi atau menciptakan suatu pesan dengan tepat. Dalam komunikasi,

istilah ketepatan digunakan untuk menguraikan tingkat persesuaian diantara

pesan yang diciptakan oleh komunikator dan reproduksi dari komunikan

mengenai pesan tersebut, atau dengan kata lain tingkat penyesuaian arti pesan

yang dimaksudkan oleh komunikator sama dengan arti yang diinterpretasi

oleh komunikan. Kekurangan ketepanan atau perbedaan arti diantara yang

dimaksudkan oleh komunikator dengan interpretasi komunikan dinamakan

distorsi. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa informasi dan arti pesan

berubah dari apa yang dimaksudkan, ketika pesan itu melewati individu-

individu dalam jaringan komunikasi. Proses komunikasi kebawah, keatas,

horizontal dan berbagai arah ada yang terjadi dengan cara yang simultan,

secara seri atau berantai. Pesan yang didistribusikan dengan cara yang

simultan mudah kena perubahan dan distorsikan bila dibandingkan dengan

komunikasi interpersonal (Muhammad, 2007: 206-207).

Dengan demikian perlu untuk dikaji secara mendalam agar dapat

menelaah makna pesan dibalik kata-kata dan gambar visual di dalam sampul

majalah Tempo. Maka dari itu, diperlukan kajian tentang pesan untuk

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

12

menggalinya. Studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja dinamakan

semiotika (Fiske, 2010: 60). Semiotika dari Charles Sanders Pierce merupakan

analisis yang tepat sebagai alternatif untuk mengungkapkan pesan yang

direpresentasikan sampul depan majalah Tempo, karena ilustrasi pesan berupa

visual seperti gambar kartun, foto dan karikatur yang mana merupakan paduan

kompleks dari ikon, indeks dan simbol, selain itu Charles Sanders Pierce lebih

menekankan pada cara tanda dikaitkan dengan objeknya. Dari interpretasi

tersebut, maka dapat diungkapkan muatan pesan yang terkandung dalam

ilustrasi sampul depan majalah Tempo selama 2010 tentang konstruksi realitas

Institusi Kepolisian di mata majalah Tempo.

B. Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang diatas tersebut maka secara umum penelitian ini

ingin melihat bagaimana simbol-simbol sosial dan pemaknaan tentang

stereotipe terhadap Institusi Kepolisian yang direpresentasikan dalam sampul

majalah Tempo selama tahun 2010. Secara khusus lebih jauh penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana simbol-simbol dan pemaknaan stereotipe tentang karakteristik

individu polisi yang direpresentasikan dalam sampul majalah Tempo

selama tahun 2010?

2. Bagaimana simbol-simbol dan pemaknaan stereotipe tentang peran polisi

yang direpresentasikan dalam sampul majalah Tempo selama tahun 2010?

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

13

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui simbol-simbol dan pemaknaan stereotipe berdasarkan

karakteristik individu polisi yang direpresentasikan dalam sampul majalah

Tempo selama tahun 2010.

2. Mengetahui simbol-simbol dan pemaknaan stereotipe tentang peran polisi

yang direpresentasikan dalam sampul majalah Tempo selama tahun 2010.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi majalah Tempo

Sebagai acuan bahwasanya setiap simbol-simbol pesan yang dibawa

sampul majalah Tempo tidak semuanya dapat diterima oleh khalayak

karena sifat penyampaiannya yang satu arah sehingga dapat menimbulkan

distorsi pesan.

2. Bagi Institusi Kepolisian

Sebagai acuan bahwasanya saat ini media-media seperti sampul majalah

Tempo sering mengkonstruksi berita-berita tentang Institusi Kepolisian.

3. Bagi masyarakat

Masyarakat secara umum, dapat memberikan pengetahuan mengenai

simbol-simbol sosial yang direpresentasikan sampul majalah Tempo,

sehingga masyarakat akan jeli dalam menyimak isi pesan sebenarnya dari

sampul majalah tersebut. Diharapkan masyarakat untuk tidak melihat

media yang memberitakan Institusi Kepolisian dari satu sisi saja.

Masyarakat tidak punya gambaran asli tentang polri .

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

14

4. Bagi Program Studi

Memberikan sumbangan pemikiran atau referensi penelitian yang dapat

digunakan sebagai referensi semua pihak baik dosen maupun mahasiswa

akan perkembangan penelitian dalam Ilmu Komunikasi khususnya

penelitian yang menggunakan analisis semiotika.

5. Bagi Peneliti

Memberikan pengetahuan bahwa sampul majalah ternyata mempunyai

pesan yang terkandung di balik pesan visual dan verbalnya.

E. Kajian Teori

1. Definisi Komunikasi

Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan

manusia lainnya. Manusia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya,

bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu

ini memaksa perlu berkomunikasi. Oleh sebab itu, menurut Dr. Everett

Kleinjan dari East West Center Hawaii, “komunikasi sudah merupakan

bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernapas” (Cangara,

2006:1). Sepanjang manusia hidup, ia perlu berkomunikasi. Komunikasi

merupakan salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam kehidupan

umat manusia untuk berhubungan dengan sesamanya.

Dedy Mulyana (2005:41) menuturkan bahwa istilah “komunikasi” atau

communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communicatio

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

15

dan berasal dari kata communis yang berarti “sama”. Sama di sini diartikan

sebagai sama makna.

Para ahli mendefinisikan komunikasi menurut sudut pandang mereka

masing-masing. Karena dalam sejarah ilmu komunikasi itu dikembangkan

dari ilmuwan yang berasal dari berbagai disiplin. “Sarah Trenholm dan

Arthur Jensen mendefisikan komunikasi adalah: “A process by which a

source transmits a message to a reciever through some channel”

(komunikasi adalah suatu proses di mana sumber mentransmisikan pesan

kepada penerima melalui beragam saluran)” (Wiryanto, 2006:6).

Stoner dan Wankel komunikasi adalah: “Communication as the

process by which people attempt to share meaning via the transmission of

symbolic messages (Komunikasi sebagai proses dengan mana orang-orang

berusaha memberikan pengertian melalui penyampaian pesanpesan berupa

lambang)” (Moekijat, 1993:2). Raymond S. Ross mendefinisikan

“komunikasi sebagai suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan

simbol-simbol sedemikian rupa, sehingga membantu pendengar

membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan

yang dimaksudkan oleh sang komunikator” (Wiryanto, 2006:6).

Bernard Berelson dan Gary A. Steiner “komunikasi adalah “transmisi

informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan

menggunakan simbol-simbol⎯kata-kata, gambar, figur, grafik, dan

sebagainya” (Mulyana, 2005:62).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

16

Secara umum komunikasi didefinisikan sebagai proses pengiriman

pesan secara disengaja atau kebetulan antara orang pertama dengan orang

lain (Gamble dan Gamble, 2005:7). Menurut Mulyana (2005: 68),

komunikasi adalah suatu proses yang dinamis yang secara sinambungan

mengubah pihak-pihak yang berkomunikasi. Berdasarkan pandangan ini,

maka orang-orang yang berkomunikasi dianggap sebagai komunikator

yang secara aktif mengirimkan dan menafsirkan pesan.

Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang

sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat (Cangara,

2006:1). Harold D. Laswell dalam Cangara menuturkan tiga fungsi dasar

yang menjadi penyebab manusia perlu berkomunikasi, pertama, adalah

hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya. Melalui komunikasi

manusia dapat mengetahui peluang-peluang yang ada untuk dimanfaatkan,

dipelihara, dan menghindar pada hal-hal yang mengancam alam

sekitarnya. Melalui komunikasi manusia dapat mengetahui suatu kejadian

atau peristiwa. Kedua, upaya manusia untuk dapat beradaptasi dengan

lingkungannya. Proses kelanjutan suatu masyarakat sesungguhnya

tergantung bagaimana masyarakat itu bisa beradaptasi dengan

lingkungannya. Ketiga, upaya untuk melakukan transformasi warisan

sosialisasi. Suatu masyarakat yang ingin mempertahankan keberadaannya,

maka anggota masyarakatnya pun dituntut untuk melakukan pertukaran

nilai, perilaku, dan peranan (Cangara, 2006:2).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

17

Dari situ komunikasi jelas tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan

umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.

Sebab berkomunikasi dengan baik akan memberi pengaruh langsung pada

struktur keseimbangan seseorang dalam bermasyarakat (Cangara, 2006:3).

Jadi pada dasarnya komunikasi merupakan suatu proses yang tertanam

dalam kehidupan kita sehari-hari yang menginformasikan cara kita dalam

menerima, memahami, dan mengkonstruksi pandangan kita tentang

realitas dan dunia.

2. Mazhab Komunikasi

Dalam studi komunikasi terdapat dua mazhab utama yang sering

dijadikan landasan berpikir para ilmuwan komunikasi dalam meneliti

berbagai fenomena komunikasi. Kedua mazdab itu adalah komunikasi

sebagai proses transmisi pesan dan komunikasi sebagai pembangkitan

makna.

a. Komunikasi sebagai Proses Transmisi Pesan

Menurut Onong Uchjana Efendy dalam Jamaludin (2010: 9),

komunikasi sebagai proses adalah proses di mana seseorang individu

(komunikator) mengoperkan perangsang (biasanya berupa lambang

bahasa) untuk merubah tingkah laku individu-individu yang lain.

Sedangkan menurut Cangara (2006: 49), suatu proses kegiatan yang

berlangsung secara dinamis.

Menurut John Fiske (2010: 9), model kerja proses ini

dititkberatkan bagaimana pengirim dan penerima mengkonstruksi

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

18

pesan (encode) dan menerjemahkannya (decode), dan bagaimana

transmiter menggunakan saluran dan media komunikasi. Mazhab ini

tertarik dengan dengan hal-hal seperti efisiensi dan akurasi.

Cara pandang komunikasi sebagai suatu proses ini melihat seorang

pribadi memengaruhi perilaku atau state of mind pribadi lain. Melihat

dari sisi lain, kecenderungan komunikasi sebagai proses berbicara

tentang kegagalan komunikasi. Dalam mazhab ini pula, melihat pesan

sebagai sesuatu yang ditransmisikan melalui proses komunikasi. Jadi

mazhab pertama ini mempercayai bahwa tujuan merupakan suatu

faktor krusial dalam memutuskan apa yang membentuk pesan (Fiske,

2010:9). Berikut adalah gambar dari komunikasi sebagai proses.

Skema 1.1

Model Proses Komunikasi Shannon dan Weaver

(Sumber: Fiske, 2010:14)

b. Komunikasi sebagai Pembangkitan Makna

Menurut Fiske dalam model komunikasi sebagai pembangkitan

makna, mencoba untuk mengakrabkan dengan sejumlah istilah baru.

Seperti halnya tanda, pertandaan, ikon, indeks, denotasi, konotasi yang

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

19

semuanya mengacu pada berbagai cara menciptakan makna. Model ini

tidak mengandung anak panah yang menunjukan arus pesan. Model ini

adalah model struktural dan setiap anak panah menunjukan relasi di

antara unsur-unsur dalam penciptaan makna. Model struktural ini tidak

mengasumsikan adanya serangkaian tahapan atau langkah yang dilalui

pesan. Melainkan, lebih memusatkan perhatiannya pada analisis

serangkaian relasi terstruktur yang memungkinkan sebuah pesan

menandai sesuatu.

Dengan kata lain, model ini memusatkan perhatian pada apa yang

membuat tulisan di atas kertas atau suara di udara menjadi pesan. Studi

komunikasi dalam hal ini menekankan pada studi tentang teks dan

kebudayaan. Di mana studi ini tidak memandang kesalahpahaman

sebagai bukti yang penting dari kegagalan komunikasi. Hal itu,

mungkin akibat dari perbedaan budaya antara pengirim dan penerima.

Maka dari itu, pesan bukanlah sesuatu yang dikirim dari A ke B,

melainkan suatu elemen dalam sebuah hubungan terstruktur yang

elemen-elemen lainnya termasuk realitas eksternal dan

produser/pembaca. Untuk mengkaji hal ini, metode utamanya adalah

semiotika (Fiske, 2010:59-60).

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti nantinya lebih

memfokuskan pada model komunikasi sebagai pembangkitan makna

(the generation of meaning). Sebab penelitian ini menitikberatkan

kepada makna yang dibuat oleh pembacanya.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

20

3. Elemen Komunikasi

Sebagaimana diketahui bahwa semua interaksi dalam komunikasi

mempunyai berbagai elemen untuk mendukung terjadinya proses

komunikasi. Sebagaimana juga diutarakan oleh Onong Uchjana Effendy,

seluruh interaksi dalam komunikasi mempunyai berbagai elemen di

dalamnya. Di antaranya:

a. Sender: Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang

atau sejumlah kelompok.

b. Encoding: Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran kedalam

bentuk lambang.

c. Message: Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang

disampaikan oleh komunikator.

d. Media: Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator

kepada komunikan.

e. Receiver: Komunikan yang menerima pesan dari komunikator.

f. Response: Tanggapan, seperangkat reaksi atau efek pada komunikan

setelah diterpa pesan.

g. Feedback: Umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila

tercapaikannya pesan dari komunikator.

h. Noise: Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi

sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda

dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya

(Uchjana, 2001: 18-19).

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

21

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti nantinya akan lebih

difokuskan pada sisi pesan atau message sebagai elemen komunikasi.

Sebab kajian yang akan dilakukan adalah kajian tentang pesan. Menurut

Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss (2009: 80) pesan adalah teks

atau seperangkat tanda yang terorganisir dan memiliki makna dalam

komunikasi. Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Cangara (2006:

23), pesan merupakan sesuatu yang disampaikan pengirim kepada

penerima. Menengok dari sisi lain, pesan dibangun lebih dari sekedar

menyampaikan informasi, melainkan pesan memberitahukan kepada orang

lain tentang diri sendiri, masa lalu, kebudayaan, dan harapan (Litlejohn

dan Foss, 2009:204).

Littlejohn menguraikan bahwa teori pembuatan pesan (message

production) dan penerimaan pesan (message reception) menggunakan tiga

tipe penjelasan psikologis, yaitu:

a. Trait explanations

Tipe ini lebih memfokuskan pada pada karakteristik individual

yang relatif statis dan cara karakteristik berasosiasi dengan sifat-sifat

variabel lain, memfokuskan pada hubungan antara tipe personalitas

tertentu dan jenis pesan-pesan tertentu. Teori-teori ini memprediksikan

bahwa ketika seseorang memiliki sifat-sifat personalitas tertentu, akan

cenderung berkomunikasi dengan cara-cara tertentu pula dalam

menyampaikan atau menerima pesan.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

22

b. Behavioral Explanations

Tipe ini lebih memfokuskan pada sisi perilaku. Bagaimana

perilaku berkembang, bagaimana perilaku menentukan dalam

berhubungan, merasakan, memikirkan dan mencirikan atau

membedakan dengan yang lain.

c. Cognitive Explanation

Tipe ini lebih memfokuskan pada sisi pikiran, yang mana berusaha

menangkap mekanisme-mekanisme yang ada dalam pikiran saat

informasi diperoleh dan diorganisir. Mekanisme tersebut seperti

bagaimana memori dipakai, bagaimana seseorang mencurahkan

pikirannya dalam seni, bagaimana pesan didesain untuk

menyempurnakan tujuan dan kepentingan yang sama (Littlejohn,

1995:94).

Berdasarkan penelitian data di atas penelitian yang akan dilakukan

nantinya lebih berfokus pada penerimaan pesan (message reception)

karena sifat dari komunikasi massa pada sisi komunikan sendiri yang

heterogen, anonim dan tersebar. Ketepatan komunikasi menunjukkan

kepada kemampuan orang untuk mereproduksi atau menciptakan suatu

pesan dengan tepat. Dalam komunikasi, istilah ketepatan digunakan untuk

menguraikan tingkat persesuaian diantara pesan yang diciptakan oleh

komunikator dan reproduksi dari komunikan mengenai pesan tersebut,

atau dengan kata lain tingkat penyesuaian arti pesan yang dimaksudkan

oleh komunikator sama dengan arti yang diinterpretasi oleh komunikan.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

23

Kekurangan ketepanan atau perbedaan arti diantara yang dimaksudkan

oleh komunikator dengan interpretasi komunikan dinamakan distorsi.

Hasil penelitian menunjukkkan bahwa informasi dan arti pesan berubah

dari apa yang di maksudkan, ketika pesan itu melewati individu-individu

dalam jaringan komunikasi. Proses komunikasi kebawah, keatas,

horizontal dan berbagai arah ada yang terjadi dengan cara yang simultan,

secara seri atau berantai. Pesan yang didistribusikan dengan cara yang

simultan mudah kena perubahan dan distorsikan bila dibandingkan dengan

komunikasi interpersonal (Muhammad, 2007: 206-207).

Menurut Fiske, studi tentang teks dan kebudayaan mempunyai

pemahaman atas apa yang membentuk pesan. Studi ini mempunyai

pandangan bahwa pesan merupakan suatu konstruksi tanda yang melalui

interaksinya dengan komunikan menghasilkan makna. Komunikator, yang

didefinisikan sebagai transmiter pesan, menurun arti pentingnya.

Penekanan bergeser pada teks dan bagaimana teks itu “dibaca’. Membaca

adalah proses menemukan makna yang terjadi ketika pembaca berinteraksi

atau bernegoisasi dengan teks. Negoisasi ini terjadi karena komunikan

membawa aspek-aspek pengalaman budayanya untuk berhubungan dengan

kode dan tanda yang menyusun teks. Negoisasi juga melibatkan

pemahaman yang agak sama tentang apa sebenarnya teks tersebut. Maka

komunikan dengan pengalaman sosial yang berbeda atau dari budaya yang

berbeda mungkin menemukan makna yang berbeda pada teks yang sama

(Fiske, 2010:10).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

24

4. Level Komunikasi

Komunikasi mempunyai berbagai tingkatan, sebagaimana dituturkan

oleh Stephen W. Littlejohn secara umum kegiatan atau proses komuikasi

kedalam empat tingkatan sebagai berikut:

a. Interpersonal communications

Proses komunikasi yang terjadi secara langsung antara seseorang

dengan orang yang lainnya, biasanya bersifat privasi.

b. Group communications

Kegiatan komunikasi yang berlangsung didalam suatu kelompok.

Pada tingkatan ini, setiap individu yang terlibat masing-masing

berkomunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam

kelompok. Biasanya dalam keputusan dilakukan secara musyawarah.

c. Organizational communications

Komunikasi organisasi mencangkup kegiatan komunikasi dalam

suatu organisasi dan komunikasi antar organisasi. Perbedaan dengan

komunikasi kelompok bahwa sifat organisasi lebih formal dan

mengutamakan prinsip-prinsip efisiensi dalam melakukan kegiatan

komunikasi.

d. Mass communications

Pada tingkatan ini kegiatan komunikasi ditujukan kepada

masyarakat luas. Biasanya komunikasi ini dilakukan dengan

mengunakan media perantara. (Littlejohn, 1995: 14).

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

25

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti nantinya berada pada

tingkatan komunikasi yang akan dikaji adalah komunikasi pada tingkatan

komunikasi massa. Mursito BM dalam Nur Heni Widyastuti (2009: 18)

mengatakana bahwa media massa memiliki enam karakteristik khusus

yang bersifat umum, pertama, penyampaian pesan ditujukan ke khalayak

luas, heterogen, anonim, tersebar, sertatak, serta tidak mengenal batas

geografis-kultural. Kedua, bentuk kegiatan komunikasi yang dilakukan

bersifat umum, bukan perorangan atau pribadi. Ketiga, pola

penyampaiannya cenderung berjalan satu arah. Keempat, komunikasi

massa dilakukan secara terencana, terjadwal dan terorganisir, dengan

manajemen modern. Kelima, penyampaian pesan dilakukan secara berkala,

tidak bersifat temporer. Keenam, isi pesan yang disampaikan mencakup

berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat informatif, edukatif, maupun

hiburan.

Media massa memang secara teoritis memiliki fungsi sebagai

informatif, edukatif, maupun hiburan, namun kenyataannya media massa

mampu memberikan efek lain. Efek media massa tidak hanya

mempengaruhi sikap seseorang namun dapat pula mempengaruhi perilaku,

bahkan pada tataan yang lebih jauh dapat mempengaruhi sistem sosial

maupun budaya di masyarakat (Indico, 2010: 202).

Nurudin (2007: 2), pada dasarnya komunikasi massa sendiri adalah

studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan,

pembaca/pendengar/penonton yang akan coba diraihnya, dan efeknya

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

26

terhadap mereka. Menurut Deddy Mulyana (2005:75), komunikasi massa

(mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media

massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi),

yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang

ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat,

anonim, dan heterogen. Begitu juga dengan pendapat Gerbner dalam

Sunarjo dan Sunarjo dalam Jamaludin (2010:15), komunikasi massa

adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga

dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam

masyarakat industri.

Semua tingkatan dalam komunikasi tentunya mempunyai fungsi

masing-masing. Begitu juga dengan komunikasi massa yang mempunyai

fungsi. Menurut Dominick, fungsi komunikasi massa adalah:

a. Pengawasan

Pada fungsi media yang satu ini mungkin lebih jelas atau nyata.

Pengawasan merujuk pada peraturan yang lebih cenderung pada berita

dan informasi dari media.

b. Penafsiran (interpretan)

Media massa tidak hanya memberikan fakta-fakta dan data-data.

Media juga menyediakan informasi pokok penjelasan dan arti pada

moment tersebut.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

27

c. Hubungan

Media massa dapat bekerjasama dengan elemen-elemen dari

masyarakat secara langsung untuk menyambung hubungan komunikasi

antarpersonal.

d. Pengiriman Nilai-nilai

Pengiriman nilai-nilai ini merupakan salah satu fungsi komunikasi

massa yang paling luas, meskipun paling sedikit dibicarakan.

Pengiriman nilai-nilai ini tidak dapat dihindari, karena selalu hadir

dalam berbagai bentuk komunikasi yang mempunyai dampak pada

penerimaan individu.

e. Hiburan

Dalam fungsi-fungsi media yang menduduki posisi terlaris adalah

hiburan. Terutama televisi sebagai hiburan dengan kira-kira

tigaperempat dari acara yang disuguhkan oleh media (Dominick dalam

Jamaludin, 2010: 15).

Dari fungsi komunikasi di atas sudah barang tentu komunikasi massa

menduduki posisi teratas dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana

diungkapkan oleh Nurudin, suatu kenyataan yang tidak bisa terbantahkan

dan sangat memengaruhi proses komunikasi dalam masyarakat modern

sekarang ini adalah keberadaan media massa (cetak ataupun elektronik).

Media massa telah menjadi fenomena tersendiri dalam proses komunikasi

dewasa ini. Bahkan ketergantungan manusia terhadap media sudah

sedemikian besar.ketergantungan tinggi pada media massa tersebut akan

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

28

mendudukkan media sebagai alat yang akan ikut membentuk apa dan

bagaimana masyarakat (Nurudin, 2007:33). Oleh sebab itu, dalam

pembahasan ini menandakan bahwa komunikasi massa mempunyai andil

yang cukup besar dalam membentuk sikap khalayak.

5. Majalah

Berbicara mengenai media yang digunakan dalam komunikasi

memang bermacam-macam, namun yang bisa menjangkau khalayak lebih

luas adalah media massa, salah satunya majalah. Majalah merupakan salah

satu media yang digunakan dalam proses komunikasi massa. Majalah

identik dengan suatu media yang dicetak dan dikemas secara khusus dan

biasanya tersegmentasi. Klapper mengkarakteristikan majalah dalam 3

aspek meliputi:

a. Majalah lebih beragam dan tersegmentasi;

b. Majalah lebih personal penggunaannya;

c. Tema majalah lebih bersifat mendalam, memungkinkan pembacanya

untuk menganalisis kembali pesan yang disampaikan (Klapper,

1960:16).

Majalah sendiri mempunyai fungsi yang jauh lebih besar dari sekedar

menyampaikan dan menyebarkan informasi. Karena majalah juga

merupakan refleksi dari masyarakat atau keadaan zamannya, maka dari

situ pula pembaca diharapkan akan mendapatkan gambaran utuh mengenai

segala sesuatu. Menurut Kurniawan Junaedhi, majalah adalah (sebuah)

penerbitan berkala yang terbit secara teratur dan sifat isinya tak

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

29

menampilkan pemberitaan atau sari berita, melainkan berupa artikel atau

bersifat pembahasan yang menyeluruh dan mendalam (Junaedhie,

1995:xiii)

Melihat dari sejarahnya, majalah mulai dikenal oleh masyarakat luas

sekitar tahun 1941 oleh Benjamin Frankin dan Andre Bradford. Mereka

berdua menerbitkan dan memperkenalkan majalah pertama di Amerika

kala itu. Benjamin Frankin mendirikan General Magazine dan Andre

Bradford mendirikan American Magazine. Pada tahun 1821 The Saturday

Evening Post menjadi majalah pertama yang menyebar di seluruh penjuru

Amerika. Berselang sembilan tahun Louis A. Godey memperkerjakan

Sarah Josepha sebagai editor wanita pertama untuk majalah wanita

Godeys Lady Book. Majalah pertama yang mengedepankan investigasi

jurnalistik adalah McClure’s Magazine yang didirikan oleh Samuel A.

McClure pada tahun 1893. Sedangkan majalah pertama yang berisi berita

umum adalah majalah Time yang didirikan oleh Henry Luce pada tahun

1923, kemudian disusul terbitnya majalah Fortune, Life, Sports Illustrated,

The New Yorkers pada tahun 1925, Ebony dan Jet pada tahun 1945. Pada

tahun 1993 majalah mulai merambah ke dunia maya yakni internet.

Newsweek adalah majalah yang menerbitkan edisinya melalui internet.

Pada tahun 1997 Dennis Publishing, pemilik majalah Rolling Stone

meluncurkan majalah Maxim yang sukses dalam satu dekade. Di era tahun

2000 Oprah Winref meluncurkan majalah gaya hidup bernama O (Biagi,

2010: 92).

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

30

Salah satu majalah Indonesia yang terkenal adalah majalah Tempo.

Secara visual bila melihat dari segi desain sampul majalah Tempo

merupakan bentuk dari komunikasi yang pesan-pesannya ditransfer dan

disampaikan melalui desain dalam bentuk tanda-tanda visual untuk

mewakili suatu maksud tertentu didalam pesannya. Maksud pesannya

terkemas dalam bentuk visual yang sarat akan lambang, tanda, kode, dan

makna. Jadi berbagai macam gambaran akan termuat berbagai hal

didalamnya dan maknanya-pun tidak dapat disebutkan secara definitif

melalui tampilannya. Pada proses ini kultur dan berbagai konvensi

masyarakat sangat berpengaruh pada pemahaman pesan.

Desain visual sampul majalah Tempo sebagai bentuk konstruksi tanda,

merepresentasikan ide kepada publik.

Sampul majalah sendiri menurut George Gerbner (1958) sampul

majalah yaitu identitas perusahaan dan penghimpun isi pemberitaan yang

memegang peran utama dalam memasarkan sebuah majalah yang

bertujuan untuk membentuk karakter budayanya. George Gerbner

menyatakan salut pada majalah percintaan, desain dan isi sampulnya

menggambarkan syarat yang harus dipenuhi dan bagaimana hubungan

pasar dengan majalah itu. Ellen McCracken menjelaskan bagaimana peran

sampul depan majalah ini dalam tulisannya The Cover : window to the

future self dalam buku Turning It On, A Reader in Women and Media. Ia

menulis bahwa sampul majalah menjadi sebuah nilai tambah serta menjadi

iklan yang paling penting yang dilakukan oleh sebuah majalah, karena

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

31

inilah salah satu alat yang bisa membedakan majalah satu dengan yang

lain. Gaya dan aliran suatu majalah adalah elemen terpenting dalam

memposisikan sebuah majalah dimana majalah tersebut akan menawarkan

dan membentuk pembaca melalui sebuah proses pemahaman (Baehr dan

Gray, 1997 : 97).

McCracken menjelaskan tentang fungsi dari sampul majalah yaitu

untuk membantu apa yang dibangun majalah tersebut dengan melekatkan

definisi awal melalui judul majalah, berita utama, dan foto. Kalimat,

penekanan, warna, gambar visual dari keindahan yang ideal dan

keberhasilan, gambaran tersembunyi dari karya yang dinikmati sampai

pada posisi pada isi sebuah majalah. Pembaca tidak harus melihat sebuah

isi majalah dari sampulnya, tapi model interpretasi yang diberikan adalah

bagian dari simbol yang ada pada sampul yang mempunyai pengaruh yang

kuat. Sampul adalah hal yang paling penting dalam pemasaran di dunia

majalah, dan melalui perannya sebagai identitas gaya, sistem semiotik, dan

kerangka. Hubungan saling mempengaruhi dari fotografi, kata verbal, dan

teks yang berwarna dalam tiap sampul majalah menciptakan nilai yang

dimuat dalam pengertian kebudayaan tetapi bermaksud untuk menarik

meningkatkan penjualan. Sampul majalah menjalankan peran sebagai

pengenal aliran, sistem tanda, dan kerangka untuk meraih hasil. Setiap

peran yang dimainkan sangat dekat hubungannya dengan struktur

komersial dari industri majalah dan akan menjadi berbeda dengan tujuan

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

32

majalah lain yaitu untuk melakukan perubahan (Baehr dan Gray, 1997 :

100).

Desain dari sampul majalah sendiri tidak sekedar menjadi konsumsi

desainernya, namun membawa orang-orang “pemakainya atau

pembacanya” untuk membentuk makna. Pada desain sampul majalah

Tempo, perhatian audiens atas sesuatu (makna dibalik tanda dalam desain)

akan terbangun. Pilihan visual, penggunaan kata, dan simbol yang tepat

membuat khalayak segera membentuk pemaknaan ataupun mengenali

maksud desain sampul tersebut. Pada dasarnya komunikasi merupakan

suatu bentuk transfer informasi pesan dari sumber ke penerima. Dalam

pertukaran ini dibutuhkan media. Terdapat tiga kategori utama media

yakni:

a. Media presentasional; berupa tubuh, wajah, dan suara. Media ini

menggunakan bahasa natural untuk kata-kata yang diucapkan,

ekspresi, bahasa tubuh, dan seterusnya. Media ini membutuhkan

kehadiran komunikator sebagai medium. Media jenis ini dibatasi oleh

ruang dan waktu (disini-sekarang) dan menghasilkan tindakan

komunikasi.

b. Media representasional; berupa buku, foto, lukisan, tulisan, arsitektur,

dekorasi interior, dan lain-lain. Terdapat beberapa media yang

menggunakan konvensi-konvensi keindahan dan kebudayaan untuk

menciptakan teks dari beberapa jenis. Media ini bersifat

representasional dan kreatif. Media jenis ini membuat teks yang dapat

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

33

merekam media dari kategori satu dan dapat eksist secara independent

dari komunikator.

c. Media mekanis; yaitu telepon, radio, dan televisi. Media ini adalah

transmiter media dari kategori satu dan dua. Perbedaan utama antara

kategori dua dan ketiga, bahwa media kategori ketiga menggunakan

channel (Fiske, 2010:29-30).

Disini desain sampul majalah Tempo yang kebanyakan berupa

karikatur dan foto masuk dalam kategori kedua (representasional), karena

dalam desain sampul majalah Tempo tidak dibutuhkan kehadiran

komunikator secara langsung. Komunikator ada ketika sampul majalah

Tempo tersebut dibuat. Transfer informasi pesan yang dibuat sampul

majalah Tempo berupa tanda-tanda yang sarat akan makna.

6. Semiotika

Banyak hal yang dapat dikomunikasikan di dunia ini. Proses

komunikasi yang dilakukan oleh manusia dengan sesamanya yakni melalui

perantara tanda-tanda. Karena tanda-tanda (signs) itu sendiri merupakan

basis dari seluruh komunikasi. Menurut Littlejohn dan Foss (2009: 80)

sejatinya ada beberapa tradisi yang memberikan kontribusi bagaimana

pesan itu disusun dan disampaikan serta bagaimana pesan tersebut

diartikan, diantaranya melalui semiotika, fenomenologis, sosiopsikologis,

dan sosiokultural. Dalam pembahasan ini, akan memfokuskan untuk

mengkaji tentang bagaimana pesan dibuat dan pesan dimaknai lewat

semiotika.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

34

“Studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja dinamakan

dengan semiotika” (Fiske, 2010:60). Sementara itu, menurut Yasraf Amir

Piliang (2003:21) semiotika (semiotics) adalah “ilmu tentang tanda dan

kode-kodenya serta penggunaannya dalam masyarakat”. Sedangkan

menurut Riyadi Santoso (2003:1) “Ilmu yang mempelajari sistem tanda

seperti: bahasa, kode, sinyal, dan lain sebagainya” adalah semiotika.

Semiotik pada dasarnya lebih merunjuk pada “doktrin formal tentang

tanda-tanda” (Sobur, 2004:13). Yang menjadi dasar dari studi ilmu

semiotika adalah “konsep tentang tanda: tak hanya bahasa dan sistem

komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri

pun-sejauh terkait dengan pikiran manusia-seluruhnya terdiri atas tanda-

tanda karena, jika tidak begitu, manusia tidak akan dapat menjalin

hubungannya dengan realitas” (Sobur, 2004:13).

Semiotik adalah topik baru dan tidak mudah untuk dilakukan, karena

didalam teori tersebut terdapat suatu teori yang menjelaskan sebuah

filosofi tentang teori logika yang sulit untuk dimengerti. Pada awal

kemunculannya, teori semiotika telah diajarkan di sekolah Peirce. Teori

semiotika yang diajarkan oleh Peirce, dapat diaplikasikan untuk

komunikasi pada skala tim, namun cukup sulit untuk dimengerti karena

memilki vocabulary yang rumit. Semiotik sebagai bagian dari desain

grafis sejak beberapa abad yang lalu, telah diberikan secara kontiyu

sebagai dasar untuk mengkritisi teori sosial, dekonstruksi, dan hubungan

interaktif pada humanitas (Storkerson, 2010:2). Jika dilihat secara

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

35

eksplisit, semiotika adalah jantung dari teori desain, yang mana hanya

sebagai mesin implicit (subconscious) pada praktek desain grafis

(Storkerson, 2010:6).

Kata semiotika itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semion yang

berarti “tanda” atau seme, yang berarti “penafsir tanda”. Semiotika berakar

dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika. Istilah

semiotika atau semiotika itu sendiri, dimunculkan pada akhir abad ke-19

oleh filsuf aliran pragmatik Amerika, Charles Sanders Peirce. Charles

Sanders Peirce (1839-1914) adalah seorang ahli matematika, ilmu kimia,

ilmuan, dan seorang filosofer analisis kurva (Storkerson, 2010:6).

Semiotik Charles Sanders Peirce adalah sebuah cara yang digunakan untuk

memahami bagaimana memberikan arti, ditinjau dari semua aspek, yang

membutuhkan pemikiran (Storkerson, 2010:6). Terutama yang merunjuk

pada doktrin formal tentang tanda-tanda. Tanda-tanda adalah “perangkat

yang kita pakai dalam upaya memaknai makna yang terkandung

didalamnya” (Suprapto, 2006:113). Sehingga dalam semiotika hendak

mempelajari bagaimana manusia memaknai hal-hal. “Memaknai berarti

bahwa objekobjek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana

objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem

terstruktur dari tanda” (Sobur, 2004:15).

Maka, yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda,

tidak hanya pada bahasa dan sistem komunikasi yang telah tersusun oleh

tanda-tanda, melainkan pada dunia itu sendiri pun sejauh terkait dengan

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

36

pikiran manusia seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena, jika tidak

demikian manusia tidak akan dapat menjalin hubungannya dengan realitas.

Dunia semiotika modern memiliki dua tokoh penting, yaitu Ferdinand

de Saussure dan Charles Sanders Pierce. Menurut Sobur, istilah semiotika

ini dipopulerkan oleh Charles Sanders Pierce yang berasal dari Amerika.

Kendatipun demikian, ada yang menyebutnya sebagai semiologi yang

diprakarsai oleh Ferdinand De Saussure dari Prancis. Dari kedua istilah

itu, pada dasarnya samasama mempelajari makna atau arti dari suatu tanda

atau lambang. Yang membedakan adalah menunjukan pemikir

pemakainya (Sobur, 2005:11).

a. Ferdinand de Saussure

Tokoh semiotika pertama adalah Ferdinand de Saussure seorang

ahli lingustik dari Swiss. Menurut Saussure sistem tanda disebut

dengan semiologi, tanda tersebut mempunyai dua entitas yaitu penanda

(signifier) dan petanda (signified) (Sudjiman dan Zoest, 1992:42).

Secara implisit tanda dianggap sebagai alat komunikasi antara dua

orang manusia secara disengaja dan bertujuan menyatakan maksud.

Dalam berkomunikasi menggunakan bahasa, sedangkan bahasa

merupakan suatu kesatuan sistem tanda yang mampu mengungkapkan

ide-ide. Jadi, tanda dapat mengekspresikan ide-ide yang ada pada

benak manusia sehingga mampu diterjemahkan atau dimaknai. Tanda

menurut Saussure selalu mempunyai tiga wajah, yaitu :

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

37

1) Tanda itu sendiri (sign)

2) Aspek material (entah berupa suara, huruf, bentuk, gambar, gerak)

dari tanda yang berfungsi menandakan atau yang dihasilkan oleh

aspek material (signifier) Aspek mental atau konseptual yang

ditunjuk oleh aspek material (signified). (Sunardi, 2002:48)

Saussure menyebut signifier sebagai bunyi atau coretan bermakna,

sedangkan signified adalah gambaran mental atau konsep sesuatu dari

signifier. Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental.

Lebih jelas berikut peta model semiotika dari Ferdinand de Saussure:

Skema 1.2

Model semiotika Ferdinand de Saussure

(Sumber: Fiske, 2010:66)

Berdasarkan model pemaknaan ini, petanda lebih banyak

merupakan produk kultur tertentu seperti halnya juga penanda.

Petanda-penanda tersebut merupakan konsep mental yang digunakan

untuk membagi realitas dan mengkategorikannya sehingga bisa

memahami realitas tersebut (Fiske, 2010: 66-67).

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

38

Salah satu pengikut Ferdinand de Saussure yaitu Roland Barthes,

membuat suatu model sistematis dalam menganalisa tanda-tanda.

Kajian Barthes lebih terfokus pada signifikasi dua tahap, yaitu

signifikasi tahap pertama(denotasi) dan signifikasi tahap kedua

(konotasi). Berikut ini adalah pemaknaan tanda menurut Roland

Barthes :

Skema 1.3

Model Peta Tanda Roland Barthes

(Sumber : Cobley & Jansz, 1999: 69).

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa menurut Barthes, tanda

denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Denotasi

merupakan tingkat makna yang deskriptif dan literal yang dipahami

oleh hampir semua anggota kebudayaan. Pada saat yang bersamaan

pula, tanda denotatif dapat menjadi penanda konotatif(4). Penanda

konotatif yang dihubungkan dengan petanda konotatif (5), akan

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

39

membentuk tanda konotatif (6). Pada signifikasi tingkat dua, yakni

konotasi, makna tercipta dengan cara menghubungkan penanda-

penanda dengan aspek kebudayaan yang lebih luas: keyakinan-

keyakinan, sikap, kerangka kerja, dan ideologi-ideologi suatu formasi

sosial tertentu.

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi,

yang disebutnya sebagai “mitos”, dan berfungsi untuk mengungkapkan

dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku

dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga

dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang

unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada

sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem

pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat

memiliki beberapa penanda (Sobur, 2004:71).

Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa

informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi,

tetapi juga mengkonstitusi sistem signifikasi dari tanda, Barthes dalam

jurnal internasional Muslikh Madiyant (2009) yang berjudul

SINEMASASTRA: Mencari Bahasa Di DalamTeks Visual mengatakan:

“semiologi have the object of research as any sign system,

both in substantial and nonsubstansial form such as images,

behaviour, melodius sounds, objects, and the complex

substance that can be found in rituals, protocols or

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

40

performance. As a matter of fact, all of that build the

marking system”.

Semiologi memiliki objek penelitian berupa sistem tanda apa saja,

baik dalam wujud substansial dan nonsubstansial seperti gambar,

tindaktanduk, bunyi melodius, benda-benda, dan substansi kompleks

yang dapat ditemukan dalam ritus-ritus, protocol-protokol atau

pertunjukan. Pada hakikatnya, semua itu membangun sistem

penandaan.

Roland Barthes identik dengan penggunaan istilah mitos(myth).

Mitos menurut Barthes adalah sistem semiologis tingkat kedua atau

metabahasa. Mitos merupakan bahasa kedua yang berbicara mengenai

sebuah bahasa tingkat pertama. Tanda pada sistem yang pertama

(penanda dan petanda) yang memunculkan makna-makna denotatif

menjadi sebuah penanda bagi suatu makna mitologis konotatif tingkat

kedua. Ketika konotasi-konotasi mengalami pengalamiahan menjadi

hegemonis atau dengan kata lain, telah diterima sebagai hal yang

”normal” dan ”alamiah”, mereka akan berfungsi sebagai peta-peta

makna yang menunjukkan bagaimana memahami dunia. Konotasi-

konotasi hegemonis inilah yang disebut mitos (Barker, 2005: 93).

Semiotika digunakan pada analisis media dengan asumsi media

dikomunikasikan oleh seperangkat tanda. Dengan mempertanyakan

bagaimana tanda tersebut bekerja, adalah tugas semiotika untuk

menganalisisnya. Teks media tersusun atas seperangkat tanda (yang

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

41

terbentuk bahasa) tidak pernah membawa makna tunggal didalamnya.

Kenyataanya teks media selalu memiliki ideologi dominan yang

terbentuk melalui tanda tersebut. Ini berarti teks media membawa

kepentingan-kepentingan tertentu yang luas dan kompleks (Sobur,

2004: 138)

b. Charles Sanders Peirce

Semiotika model Charles Sanders Peirce lebih memfokuskan

perhatiannya pada tanda yang dikaitkan dengan objeknya. “Peirce

melihat tanda (representamen) sebagai bagian yang tidak terpisahkan

dari objek referensinya serta pemahaman subjek atas tanda

(interpretant)” (Piliang, 2003:266). Tanda,

menurut pandangan Peirce adalah “....something which stands to

somebody for something in some respect or capacity” dari definisi

Peirce ini tampak peran subjek (somebody) sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dari pertandaan, yang menjadi landasan bagi semiotika

(Piliang, 2003:266).

Dengan semiotika, maka dalam perjalanannya tidak lepas dari

suatu tanda yang menandakan sesuatu selain dirinya dan makna

(meaning) yang merupakan hubungan suatu objek atau idea dan suatu

tanda. Tanda pada dasarnya akan mengisyaratkan suatu makna yang

hanya dapat dipahami oleh manusia yang menggunakannya.

Bagaimana manusia dapat menangkap sebuah makna tergantung pada

bagaimana manusia dapat mengasosiasikan objek atau idea dengan

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

42

tanda. Dimana hal ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh

Charles Sanders Peirce bahwa semiotika sebagai “a relationship

among a sign, an object, and a meaning (suatu hubungan di antara

tanda, objek, dan makna)” (Sobur, 2004:16).

Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, dapat dipersepsi oleh

indra kita; tanda mengacu pada sesuatu diluar tanda itu sendiri; dan

bergantung pada pengamatan oleh penggunanya sehingga dapat

disebut sebagai tanda. “Peirce melihat tanda, acuannya, dan

penggunaannya sebagai tiga titik dalam segitiga” (Fiske, 2010:62).

Model yang dikeluarkan oleh Peirce ini sangatlah sederhana, berikut

penjelasan yang dikeluarkan oleh Peirce:

“Tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang untuk

sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda menunjuk pada

seseorang, yakni menciptakan di benak orang tersebut suatu tanda

yang setara, atau barangkali suatu tanda yang lebih berkembang.

Tanda yang diciptakannya saya namakan interpretant dari tanda

pertama. Tanda itu menunjukkan sesuatu, yakni objeknya” (Fiske,

2010:63).

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

43

Skema 1.4

Unsur Makna Dari Peirce

(Sumber: John Fiske, 2010:63)

Menurut Peirce, salah satu bentuk dari tanda adalah kata.

Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk dari tanda. Sementara

interpretant adalah tanda yang ada di dalam benak seseorang tentang

obyek yang dirujuk sebuah tanda. Dimana ketiga istilah tersebut,

menunjukkan panah dua arah yang menekankan bahwa masing-masing

istilah yang dapat dipahami hanya dalam relasinya dengan yang lain.

“Sebuah tanda mengacu pada sesuatu di luar dirinya sendiri⎯objek,

dan ini dipahami oleh seseorang: dan ini memiliki efek di benak

penggunanya⎯interpretant” (John Fiske, 2010:63). Apabila ketiga

elemen makna itu saling berinteraksi di dalam benak-benak seseorang,

maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda-tanda

tersebut. Jadi makna akan lebih baik dirumuskan melalui relasi satu

tanda dengan tanda yang lain. Karena makna merupakan suatu hasil

yang dinamis antar tanda, interpretant, dan objek.

Sementara itu, dalam ranah ilmu semiotika sebuah teks yang

terdapat pada suatu gambar dapat terlihat adanya aktivitas penanda:

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

44

yakni, suatu proses signifikasi yang menggunakan tanda yang

menghubungan objek dan interpretasi. Tanda, menurut pandangan

Peirce, adalah sesuatu yang hidup dan dihidupi (cultivated) serta hadir

dalam proses interpretasi (semiosis) yang mengalir. Hal ini terlihat

bahwa sistem panandaan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam

mendesain suatu gambar.

Untuk menjelaskan cara dalam menyampaikan makna dalam

gambar, Peirce membuat tiga kategori tanda yang masing-masing

menunjukkan hubungan yang berbeda di antara tanda dan objeknya

yakni sebagai berikut:

1) Ikon adalah tanda yang memiliki kemiripan dengan objek yang

diwakilinya. Dapat pula dikatakan, ikon adalah tanda yang

mempunyai ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkan.

Misalnya, Foto Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Raja

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah ikon dari Sultan, peta

Yogyakarta adalah ikon dari wilayah Yogyakarta yang

digambarkan dalam bentuk peta itu.

2) Indeks adalah tanda yang mempunyai hubungan sebab akibat

dengan apa yang diwakilinya atau disebut juga tanda sebagai bukti.

Misalnya, asap dan api menunjukkan adanya api, jejak telapak kaki

di tanah merupakan tanda indeks orang yang melewati tempat

tersebut.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

45

3) Simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau

perjanjian yang telah disepakati bersama. Simbol baru dapat

dipahami jika seseorang sudah mengerti arti yang telah disepakati

sebelumnya. Contohnya, Garuda Pancasila bagi bangsa Indonesia

adalah burung yang memiliki perlambang kaya makna, namun bagi

orang yang memiliki latar budaya berbeda, misalnya orang Inggris,

Garuda Pancasila dipandang sebagai burung elang biasa

(Tinarbuko, 2009:16-17).

Ketiga kategori tipe tanda, ikon, indeks, dan simbol dapat

dimodelkan ke dalam sebuah segitiga. “Peirce merasa bahwa ini

merupakan model yang sangat bermanfaat dan fundamental”

(Suprapto, 2006:120-121).

Skema 1.5

Unsur Makna Dari Peirce

dalam Ikon, Indeks dan Simbol

(Sumber: Fiske, 2010:70)

Tidak dapat dipungkiri bahwa melalui analisis semiotika dapat

menjelaskan mengenai jalinan tanda atau ilmu tentang tanda secara

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

46

sistematik menjelaskan esensi, ciri-ciri, dan bentuk suatu tanda, serta

proses signifikasi yang menyertainya. Oleh sebab itu, belakangan ini

semiotika menunjukan perhatian besar dalam produksi tanda yang

dihasilkan oleh masyarakat dan budaya yang salah satunya tercemin

pada desain sampul majalah Tempo yang merepresentasikan Institusi

Kepolisian yang sarat akan simbol-simbol dan pemaknaan stereotipe di

dalamnya.

Model semiotika Charles Sanders Peirce dipilih oleh peneliti

karena merupakan analisis yang tepat sebagai alternatif untuk

mengungkapkan pesan yang direpresentasikan sampul depan majalah

Tempo, karena ilustrasi pesan berupa visual seperti gambar kartun,

foto dan karikatur yang mana merupakan paduan kompleks dari ikon,

indeks dan simbol, selain itu Charles Sanders Pierce lebih menekankan

pada cara tanda dikaitkan dengan objeknya. Dari interpretasi tersebut,

maka dapat diungkapkan muatan pesan yang terkandung dalam

ilustrasi sampul depan majalah Tempo selama 2010 tentang konstruksi

realitas Institusi Kepolisian di mata majalah Tempo.

7. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang membahas tentang kajian semiotika pada sampul

majalah Tempo pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu: Aji

Widodo (2010) berupa skripsi berjudul Pemaknaan Karikatur ”Ancang-

Ancang Cicak Vs Buaya”: Studi Semiotik tentang Pemaknaan Karikatur

”Ancang-Ancang Cicak vs Buaya” pada Majalah Tempo Edisi 3-9

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

47

Agustus 2009). Lebih jauh penelitian ini membahas tentang penggambaran

dari sampul majalah Tempo saat peristiwa yang sedang dialami oleh

bangsa Indonesia, dimana dalam pertengahan tahun 2009 terjadi

ketegangan hubungan antara aparat penegak hukum di Indonesia yaitu

Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Perseteruan dua Institusi ini digambarkan karikatur dua ekor hewan

yang didentifikasikan sebagai cicak dan buaya yang berperawakan

layaknya manusia yang sedang bertarung di arena mirip pertarungan

gladiator guna memperebutkan gelar sebagai pemenang sedangkan

diatasnya adalah penonton yang melihat pertarungan itu yaitu sekumpulan

hewan tikus yang kelihatan senang dan antusias melihat pertarungan

antara kedua hewan tersebut.

Kemunculan gambar karikatur tersebut disebabkan karena pada

pertengahan tahun ini masyarakat dikejutkan oleh perseteruan yang terjadi

antara aparat penegak hukum di negeri ini yang sebenarya tugas mereka

membasmi korupsi malah terlibat perselisihan. Perseteruan yang membuat

malu aparat penegak hukum dan membuat tertawa para koruptor yang

awalnya takut akan Polri dan KPK, justru dengan keadaan tersebut

membuat mereka semakin tenang karena aparat yang akan mengusut kasus

mereka justru sibuk dengan perselisihan mereka.

Istilah "Cicak versus Buaya" diawali statemen Kabareskrim Mabes

Polri, Komjen Pol Susno Duadji yang merasa tersinggung dengan aksi

penyadapan terhadap handphone pribadinya. Ketika itu, Susno

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

48

mengistilahkan cicak untuk lembaga anti korupsi (KPK) yang menyadap

telepon pribadinya. "Masak cicak kok berani lawan buaya". Ternyata

ketegangan cicak dan buaya tak berhenti sampai di situ. Kini ada tindakan

kejut lanjutan yang dilakukan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri yang

melakukan pemeriksaan terhadap delapan pejabat KPK sekaligus. Kabiro

Hukum KPK, Chaidir Ramli menjelaskan pemeriksaan pimpinan dan staf

KPK oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri terkait dengan dugaan

penyalahgunaan kewenangan KPK.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah saat ini bangsa Indonesia

mengalami hal yang saat kritis dimana dua institusi penegak hukum yang

dipercaya masyarakat sedang berselisih paham atas tindakan yang

dilakukan kedua belah pihak, dari sisi Polri mereka sudah berani

memenjarakan dua pimpinan KPK yang saat itu sangat gencar melawan

ketidakadilan yang sudah diterima masyarakat, permasalahan hukum di

Indonesia terjadi karena beberapa hal, baik dari sistem peradilannya,

perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi

kekuasaan, maupun perlindungan hukum.

Penelitian lain yang lebih menonjolkan stereotipe yaitu oleh Dida

Aruming Dyah (2010) berupa thesis berjudul The Stereotypes of Cuban-

American as Reflected in Bad Boys II, Directed by Michael Bay. Penelitian

ini menganalisa bagaimana dua karakter polisi menggambarkan

stereotipe-stereotipe orang Kuba-Amerika. Keduanya diperankan oleh dua

aktor Hollywood berkulit hitam yaitu Martin Lawrence dan Will Smith.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

49

Berdasarkan hasil analisa peneliti, didapati bahwa sterotipe orang

Kuba-Amerika adalah; mereka penjual narkoba, kejam, dan punya

hubungan yang kuat pada keluarga inti. Mereka juga berbicara

menggunakan bahasa Spanglish untuk berkomunikasi dengan sesama.

Salah satu stereotipe yang baik adalah dilihat dari segi kesehatan orang

Kuba-Amerika yang lebih baik jika dibandingkan dengan masyarakat

Hispanic-Amerika.

Berdasarkan dari penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti ingin

melengkapi dua penelitian di atas. Dari skripsi Aji Widodo (2010) berupa

skripsi berjudul Pemaknaan Karikatur ”Ancang-Ancang Cicak Vs

Buaya”: Studi Semiotik tentang Pemaknaan Karikatur ”Ancang-Ancang

Cicak vs Buaya” pada Majalah Tempo Edisi 3-9 Agustus 2009), peneliti

berusaha melengkapi pemaknaan sampul-sampul majalah Tempo tentang

Institusi Kepolisian dari penelitian terdahulunya. Sedangkan dari tesis

milik Dida Aruming Dyah (2010) berjudul The Stereotypes of Cuban-

American as Reflected in Bad Boys II, Directed by Michael Bay, peneliti

berusaha melengkapi tentang stereotipe dari kepolisian yang ada di

Indonesia khususnya.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

50

F. Definisi Konsep

1. Sampul majalah Tempo

Salah satu ciri khas dari majalah berita adalah desain sampulnya atau

halaman satu. Ukuran publikasinya biasanya berukuran tabloid atau 8,5 x

11 inci. Dari ukuran tersebut menyebabkan berita mana yang harus fokus

dipilih menjadi berita utama dan tergambar di sampulnya, sebab jika

dimuati tiga atau empat berita maka halaman sampul akan penuh dan

padat. Sampul biasanya berupa foto atau gambar lainnya. Sampul biasanya

berupa foto atau gambar lainnya. Sampul sering juga dilengkapi dengan

teater headline atau berita lain yang ada dalam publikasi. Sering sekali

berita sampul (cover story) diletakkan di halaman tengah atau dalam

beberapa halaman khusus yang tidak berada dihalaman awal (Rolnicki,

Tate dan Taylor, 2008: 301-302).

Desain sampul majalah Tempo yang diusungnya lebih banyak

digambarkan melalui gambar kartun karikatur yang sarat akan simbol-

simbol kritikan sosial di dalamnya. Dibandingkan dengan majalah-majalah

sejenis lainnya, desain sampul majalah Tempo memiliki karakteristik kuat

dan memiliki ciri khas majalah yang independent. Pengambaran tokoh

sebagai berita utama yang terpampang di sampul majalah dikemas secara

unik dan artistik dengan tujuan supaya pesan yang akan disampaikan

menarik dan tidak terlihat monoton sehingga desain sampul majalah

Tempo mampu menjadi magnet para khalayak luas saat melihatnya dalam

menyampaikan pesannya.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

51

Selama tahun 2010 sampul majalah Tempo telah menerbitkan

sembilan sampul yang menggambar tentang Institusi Kepolisian. Secara

kasat mata gambaran dari sampul majalah tersebut delapan diantaranya

digambarkan dalam bentuk karikatur. Karikatur sendiri adalah sebuah

kritik dalam bentuk gambar yang sarat pesan moral (Waluyanto, 2000:

129). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998) karikatur diartikan

sebagai gambar olok-olok yang mengandung pesan, sindiran dan

sebagainya. Merupakan gambaran yang diadaptasi dari realitas, tokoh-

tokoh yang digambarkan adalah tokoh-tokoh bukan fiktif yang ditiru untuk

memberikan persepsi tertentu terhadap pembaca.

Hanya satu sampul dari sampul majalah Tempo tentang Institusi

Kepolisian yang berupa foto jurnalistik. Sebuah foto mampu berdiri

sendiri dan memiliki nilai berita, atau yang biasa disebut single picture.

Namun foto juga dapat sebagai pelengkap atau penegas dari sebuah berita.

Sebuah foto dapat mewakili ribuan kata atau kalimat. Nilai sebuah foto

sama halnya dengan sebuah informasi atau berita (tulisan). Foto jurnalistik

adalah foto dengan kriteria yang mengungkapkan dan memaparkan semua

aspek dari semua kenyataan dengan menyiratkan rumus 5W+H (Alwi,

2004:7).

Foto jurnalistik menurut Oscar I. Motuloh, adalah suatu medium sajian

untuk menyampaikan beragam bukti visual atas beberapa kejadian pada

masyarakat seluas-luasnya, bahkan hingga kerak di balik peristiwa

tersebut, tentu dalam tempo yang sesingkat-singkatnya (Motuloh, 2003:1).

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

52

Sedangkan menurut Hermanus Prihatna, foto berita atau foto

jurnalistik adalah sebuah berita visual yang disampaikan pada masyarakat

luas dan tentunya mempunyai nilai berita tinggi bahkan sampai kejadian

secepat mungkin. Syarat utama yang paling mendasar dari sebuah berita

haruslah ingin diketahui orang banyak dan dari sudut pandang itulah kita

bisa menilai kekuatan foto yang dapat disebut sebagai foto berita

(Prihatna, 2003:1).

Melihat dari perbandingan sampul majalah yang lebih menonjolkan

sisi karikatur yang merupakan gambar sindiran tentunya hal ini akan

berdampak pada khalayak yang melihatnya. Setiap khalayak,

membutuhkan sarana atau media untuk berkomunikasi. Media yang

digunakan yakni dalam bentuk-bentuk simbolis sebagai pembawa maupun

pelaksana makna sosial atau pesan sosial yang akan dikomunikasikan

sepertihalnya majalah Tempo. Seharusnya makna sosial atau pesan sosial

harus disesuaikan dengan maksud dari pihak komunikator dan ditangkap

dengan baik oleh para pembaca yang melihatnya. Media alternatif yang

membawa simbol-simbol sosial yang didalamnya terkandung suatu pesan-

pesan tersirat yang dapat ditemukan pada desain sampul majalah Tempo.

Sampul-sampul tersebut yang menerpa pembaca atau komunikan secara

satu arah tentunya akan ditafsirkan dalam berbagai makna. Makna-makna

pesan dalam sampul majalah Tempo tersebut bukan tidak mungkin akan

menciptakan distorsi pesan seperti penstereotipean terhadap Institusi

Kepolisian.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

53

2. Stereotipe terhadap Institusi Kepolisian Dalam Sampul Majalah

Tempo

Sampul majalah Tempo yang akan menjadi objek penelitian ini adalah

kesembilan sampul majalah yang merepresentasikan tentang Institusi

Kepolisian yang terbit di tahun 2010. Pada dasarnya gambaran-gambaran

Institusi Kepolisian oleh majalah Tempo hampir kesemuanya berupa

kritikan atau sindiran. Tentu saja gambar-gambar sampul Institusi

Kepolisian dengan demikian akan membentuk citra negatif berupa

stereotipe tertentu di masyarakat. Stereotipe merupakan bentuk

kontroversial pengelompokan karakterisasi. Stereotipe mendorong

pembacaan karakter dari sudut pandang nilai baku, yang ditentukan

sebelumnya oleh konvensi sosial. Perepresentasian identitas sosial dari

sudut pandang stereotipe merupakan praktik yang sangat umum dalam

media. Penstereotipean sebuah mediasi yang menerjemahkan kompleksitas

karakter individu kedalam sejumlah pengkhasan (distinctions) sederhana

yang didefinisikan secara sosial (Thwaites, Davis dan Mules, 2002: 227).

Menurut Jhonson (1986) mengemukakan, stereotipe adalah keyakinan

seseorang untuk menggeneralisasi sifat-sifat tertentu yang cenderung

negatif tentang orang lain karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan

pengalaman. Keyakinan itu membuat orang untuk memperkirakan

perbedaan antarkelompok yang mungkin terlalu tinggi atau terlalu rendah

sebagai ciri khas individu atau kelompok sasaran (Liliweri, 2005: 208).

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

54

Menurut Sarlito W. Sarwono dan Eko A Meinarno (2009:226),

stereotipe adalah dasar dari prasangka dan diskriminasi, sehingga

stereotipe merupakan faktor penyebab adanya prasangka dan diskriminasi.

Prasangka sendiri adalah suatu penilaian terhadap suatu kelompok atau

individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok orang itu,

pengamat menilai orang lain tidak berdasarkan kategori sosial atau

kategori rasial mereka dan tidak berdasarkan informasi atau fakta tentang

diri mereka sebagai individu (Sears, Freedman dan Peplau, 1994: 149).

Sedangkan menurut David O. Sears (1994: 148) stereotipe merupakan

suatu keyakinan tentang sifat-sifat pribadi yang dimiliki orang dalam

kelompok atau kategori sosial tertentu. Stereotipe biasanya meliputi

pemberian ciri negatif kepada orang yang berbeda dengannya.

Dalam melihat stereotipe Institusi Kepolisian yang direpresentasikan

oleh majalah Tempo peneliti mengelompokkan sampul majalah kedalam

prasangka sosial dilihat dari karakteristik dan peran negatif polisi. Secara

harfiah karakteristik dapat diartikan sebagai kualitas moral, kekuatan

moral, nama atau reputasi. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia

(1998), karakteristik adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti

yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Sedang

berkarakter berarti mempunyai watak, mempunyai kepribadian (Kamisa

1997:281). Dorland’s Pocket Medical Dictionary dalam M. Furqon

Hidayatullah (2008:11) menyatakan bahwa karakteristik adalah sifat nyata

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

55

yang menjadi pembeda yang ditunjukkan oleh individu; sejumlah atribut

yang diamati pada individu.

Peran sendiri menurut Horton dan chester (1992:118), mengartikan

peran sebagai perilaku yang dimainkan dari seseorang (lembaga) yang

mempunyai status tertentu. Institusi Kepolisian memegang peran yang

sangat besar dalam menjaga keamanan, ketertiban dan mengayomi

masyarakat.

Dari segi sosiologi, peran (role) selalu ditinjau dalam hubungan

dengan kelompok. Sebagaimana manusia satu sama lain mengadakan

interaksi dan mengadakan pengaruh timbal balik, demikian pula kelompok

dan lembaga-lembaga sosial mengadakan interaksi satu sama lain dan

mempengaruhi lingkunganya. Sebaliknya setiap lembaga sosial peka

sekali terhadap perubahan lingkunganya, terhadap nilai-nilai kelompoknya

serta penilaian orang terhadap lembaga sosial tadi (Susanto, 1999:231).

Secara umum peran merupakan seperangkat patokan yang membatasi

apa prilaku yang mesti dilakukan seseorang yang menduduki suatu posisi

(Suhardono, 1994: 15).

Dengan menganalisis sampul majalah Tempo melalui gambaran

karakteristik dan peran negatif maka akan mengetahui makna tersirat dari

simbol-simbol yang dibawa oleh gambar-gambar sampul majalah Tempo.

3. Semiotika Model Charles Sanders Peirce

Berkenaan dengan gambar yang berada dalam sampul majalah Tempo

yang berupa delapan gambar karikatur dan satu gambar foto, untuk

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

56

mengkaji semua gambar tersebut dalam perspektif semiotika, dapat

membedahnya lewat sistem tanda. Gambar-gambar tersebut menggunakan

sistem tanda yang terdiri atas lambang, baik verbal maupun yang berupa

ikon. Sobur berpendapat bahwa pada dasarnya lambang yang digunakan

terdiri atas dua jenis, yaitu verbal dan non verbal. Lambang verbal adalah

bahasa yang dikenal. Sedangkan lambang non verbal adalah bentuk dan

warna yang disajikan, yang tidak secara khusus meniru rupa atas bentuk

realitas. Ikon adalah bentuk dan warna yang serupa atau mirip dengan

keadaan sebenarnya seperti gambar benda, orang, atau binatang. Ikon di

sini digunakan sebagai lambang ataupun simbol (Sobur, 2005:116).

“Secara etimologis, lambang ataupun simbol sendiri berasal dari kata

Yunani “symballein” yang berarti melemparkan bersama suatu (benda,

perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide” (Sobur, 2004:155). Selain itu, ada

pula yang menyebutkan “symbolos”, yang berarti tanda atau ciri yang

memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang (Herusatoto, 2001:10).

Melalui simbol, manusia dapat berkomunikasi antara yang satu

dengan yang lainnya dalam suatu proses komunikasi. Kemampuan

manusia dalam berkomunikasi dan bentuk-bentuk komunikasi yang

dilakukan oleh manusia sangatlah ditunjang dengan simbol-simbol yang

mereka gunakan, karena melalui simbol manusia dapat mengungkapkan

suatu pendapat berupa pesan-pesan sosial. Konsep dari pesan-pesan sosial

itu sendiri yakni tidak dapat dipisahkan dengan budaya. Hubungan antara

manusia dengan kebudayaan sangatlah erat dan tidak dapat terpisahkan,

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

57

bahkan disebut sebagai makhluk budaya. Kebudayaan terdiri atas gagasan-

gagasan, simbol-simbol, dan nilai-nilai sebagai hasil karya dari tindakan

manusia, sehingga terdapat ungkapan, “Begitu eratnya kebudayaan

manusia dengan simbol-simbol, sampai manusia pun disebut makhluk

dengan simbol-simbol; manusia berpikir, berperasaan dan bersikap dengan

ungkapan-ungkapan yang simbolis” (Sobur, 2004:177).

Dalam konsep Charles Sanders Peirce, simbol diartikan sebagai

“tanda yang megacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri” (Sobur,

2004:156). Hubungan antara simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang

ditandakan (petanda) sifatnya konvensional. Berdasarkan konvesi itu,

maka masyarakat pemakainya dapat menafsirkan ciri hubungan antara

simbol dengan objek yang diacu serta dapat menafsirkan maknanya.

Dalam arti demikian, kata misalnya, merupakan suatu bentuk simbol

karena hubungan kata dengan dunia acuannya ditentukan berdasarkan

kaidah bahasanya. Dimana kaidah kebahasaan itu secara artifisial

ditentukan berdasarkan konvensi masyarakat pemakainya. Simbol

memiliki kesatuan bentuk dan makna. Simbol merupakan “kata atau

sesuatu yang bisa dianalogikan sebagai kata yang telah terkait dengan

penafsiran pemakai, kaidah pemakaian sesuai dengan jenis wacananya,

dan kreasi pemberian makna sesuai dengan intensi pemakainya” (Sobur,

2004:156).

Dari situ, untuk melihat dan menemukan makna dalam sampul

majalah Tempo maka peneliti mengunakan semiotika model Charles

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

58

Sanders Peirce yang lebih memfokuskan perhatiannya pada tanda yang

dikaitkan dengan objeknya. “Peirce melihat tanda (representamen) sebagai

bagian yang tidak terpisahkan dari objek referensinya serta pemahaman

subjek atas tanda (interpretant)” (Piliang, 2003:266). Tanda, menurut

pandangan Peirce adalah “....something which stands to somebody for

something in some respect or capacity” dari definisi Peirce ini tampak

peran subjek (somebody) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari

pertandaan, yang menjadi landasan bagi semiotika (Piliang, 2003:266).

Untuk menjelaskan cara dalam menyampaikan makna dalam gambar,

Peirce membuat tiga kategori yaitu ikon, indeks dan simbol (Tinarbuko,

2009:16-17).

Dengan analisis semiotika model Charles Sanders Peirce penulis akan

mengungkap simbol-simbol pemaknaan stereotipe terhadap Institusi

Kepolisian yang direpresentasikan oleh sampul depan majalah tempo

selama tahun 2010.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

59

G. Kerangka Berpikir

Kerangka pikir sebagaimana digunakan dalam penelitian ini dapat

digambarkan dalam skema sebagai berikut:

Skema 1.6

Kerangka berfikir

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

60

H. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun

alasannya karena metode ini lebih mampu mendekatkan peneliti dengan

objek yang dikaji, sebab peneliti langsung meneliti pada objek-objek

yang dikaji.

Penelitian bersifat interpretatif kualitatif, artinya data dalam

penelitian ini adalah data kualitatif. Data yang ada kurang bersifat

kuantum (bilangan-bilangan), melainkan lebih bersifat substantif, yang

kemudian diinterpretasikan dengan rujukan, acuan, atau referensi-

referensi ilmiah.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Metode Analisis Semiotika. Analisis semiotika (semiotikal analysis)

merupakan “cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan

makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat suatu paket

lambang-lambang pesan atau teks” (Pawito, 2007: 155). pesan yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah simbol-simbol yang

menitikberatkan pada hubungan antar tanda di dalam sampul depan

majalah Tempo tentang Institusi Kepolisian selama tahun 2010.

3. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah sampul majalah Tempo yang

merepresentasikan Institusi Kepolisian selama tahun 2010 yang

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

61

keseluruhan berjumlah sembilan sampul. Kesembilan sampul majalah

tersebut dikategorikan dalam dua tema yaitu kasus Markus dalam Institusi

Kepolisian dan kepemimpinan Kapolri. Tema kasus Markus terdiri dari

enam sampul dan tema kepemimpinan Kapolri terdiri dari tiga sampul.

Masing-masing tema dari setiap sampul majalah akan dianalisis

berdasarkan pemaknaan simbol-simbol dari sisi karakteristik dan peran

negatif yang ada. Tujuannya supaya desain tidak saling menumpuk dan

lebih tersistematis. Selanjutnya dianalisis berdasar ikon, indeks, dan

simbol.

4. Validitas Data

Menurut Pawito, validitas data dalam penelitian komunikasi kualitatif

lebih menunjukan pada tingkat sejauh mana data yang diperoleh telah

secara akurat mewakili realitas atau gejala yang diteliti (Pawito, 2008:97).

Validitas data merupakan bentuk batasan yang berkaitan dengan suatu

kepastian bahwa yang berukur benar-benar merupakan variabel yang ingin

diukur. Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data

yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi. Teknik

triangulasi, yaitu “menganalisis jawaban subjek dengan meneliti

kebenarannya dengan data empiris (sumber data lainnya) yang tersedia”

(Kriyantono, 2008:70).

Menurut Patton dalam HB Sutopo, terdapat empat macam triangulasi

sebagai tekni pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu:

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

62

a. Triangulasi data

Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, buku

pustaka, artikel, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan

mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut

pandang yang berbeda

b. Triangulasi pengamat

Adanya pengamat di luar peneliti sebagi pengamat (expert

judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan

data dan turut memeriksa hasil pengumpulan data

c. Triangulasi teori

Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan

bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian

ini, berbagai teori telah dijelaskan pada telaah pustaka untuk

dipergunakan dalam menganalisis penelitian.

d. Triangulasi metode

Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti

metode wawancara dan metode observasi (Sutopo, 2002: 78-85).

Untuk menjamin validitas data dan kredibilitas yang diperoleh dalam

penelitian ini, digunakan teknik triangulasi data. Triangulasi data

dilakukan oleh penulis dengan menggunakan perspektif lebih dari satu

data seperti dokumen, arsip, buku pustaka, dan artikel dalam membahas

permasalahan yang dikaji.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

63

Prosedur ini dipilih karena disesuaikan dengan fokus penelitian

kualitatif yang dilakukan, yang berdasarkan analisis semiotika sampul

depan majalah Tempo tentang Institusi Kepolisian selama tahun 2010 di

mana peneliti merupakan instrument riset utama. Triangulasi data adalah

upaya peneliti untuk mengakses sumber-sumber yang lebih bervariasi

guna memperoleh data yang berkenaan dengan persoalan yang sama

(Pawito, 2007: 99).

5. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini, teori yang digunakan adalah stereotipe yang

kemudian dijabarkan melalui pelabelan dengan karakteristik dan peran

negatif Institusi Kepolisian dari masing-masing sampul majalah Tempo.

Dari tehnik triangulasi, berikut langkah langkah yang akan diterapkan

peneliti dalam menganalisis data, pertama, mengkroscekan data sampul

depan majalah Tempo tentang Institusi Kepolisian selama tahun 2010

yang terbit di media cetak. Kedua, menggali informasi terkait dengan

penelitian tentang stereotipe Institusi Kepolisian saat ini. Ketiga,

mengaitkan data penelitian tentang stereotipe Institusi Kepolisian dengan

penelitian yang diteliti dari karakteristik dan peran negatif yang muncul

dalam sampul majalah Tempo.

Dari langkah-langkah yang akan diterapkan diatas, untuk melakukan

penelitian peneliti menangkap, mencatat, menginterpretasikan, dan

menyajikan informasi yang terkait dengan sampul depan majalah Tempo

tentang Institusi Kepolisian selama tahun 2010. Maka dari itu, terdapat

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

64

tiga hal yang yang menjadi pusat perhatian peneliti di antaranya adalah

penyajian data (data display), reduksi data, dan penarikan dan pengujian

kesimpulan (Pawito, 2008:104).

a. Penyajian Data (Data Display)

Pawito berpendapat bahwa penyajian data melibatkan langkah-

langkah mengoraganisasikan data, menjalin data yang satu dengan

yang lain sehingga seluruh data yang dianalisis benar-benar dilibatkan

dalam satu kesatuan karena dalam penelitian kualitatif data biasanya

beranekaragam dimensi dan terasa bertumpuk makan penyajian data

pada umumnya diyakini sangat membantu dalam proses analisis

(Pawito, 2008:105-106).

Dalam peneiltian ini, peneliti mencari dan mengamati keseluruhan

sampel yakni sembilan sampul Majalah Tempo. Berdasarkan dari data-

data sampul depan majalah Tempo tentang Institusi Kepolisian selama

tahun 2010, kebanyakan sampul-sampul tersebut dalam kurun waktu

satu tahun, lebih menitikberatkan pada segi visualnya yang berupa

gambar kartun karikatur karena dari sembilan sampul hanya satu yang

berupa gambar foto.

b. Reduksi Data

Menurut Pawito, reduksi data bukan asal membuang data yang

tidak diperlukan, melainkan merupakan upaya yang dilakukan oleh

peneliti selama analisis data. Langkah reduksi data melibatkan

beberapa tahap. Tahap pertama, melibatkan langkah-langkah editing,

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

65

pengelompokan, dan meringkas data (Pawito, 2008:104). Pada tahap

ini peneliti berusaha mengelompokan data dan meringkas data. Dalam

hal ini adalah meliputi data penelitian yang diperoleh tentang

stereotipe Institusi Kepolisian yang masih “mentah” akan dipilih sesuai

dengan apa yang dibutuhkan dan sekiranya dapat dikaitkan dengan

sampul depan majalah Tempo tentang Institusi Kepolisian selama

tahun 2010.

Tahap kedua, peneliti menyusun kode-kode dan catatan-catatan

(memo) mengenai berbagai hal, termasuk berkenaan dengan aktivitas

serta proses-proses sehingga peneliti dapat menemukan tema-tema,

kelompok-kelompok, dan pola-pola data (Pawito, 2008:104). Terkait

dengan penelitian ini adalah data yang telah diproses dari langkah

pertama akan diberikan tanda ataupun catatan yang diperkirakan sesuai

dengan sampul depan majalah Tempo tentang Institusi Kepolisian

selama tahun 2010.

Tahap ketiga, peneliti menyusun rancangan konsep-konsep serta

penjelasan berkenaan dengan tema, pola, atau kelompok-kelompok

data bersangkutan (Pawito, 2008:105). Berkaitan dengan penelitian

yang dilakukan, tahap ketiga ini mencoba untuk menyusun konsep data

dari catatan-catatan yang telah dibuat ditahap kedua.

Berdasarkan tujuan penelitian, peneliti melihat serta mengamati

stereotipe Institusi Kepolisian melalui karakteristik dan peran negatif

yang tergambarkan dalam sampul majalah Tempo.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

66

c. Penarikan dan Pengujian Kesimpulan

Pada komponen terakhir ini, peneliti pada dasarnya

mengimplementasikan prinsip induktif dengan mempertimbangkan

pola-pola data yang ada dan kecenderungan dari display data (Pawito,

2008:106).

Dalam hal ini, dari data display peneliti melakukan pemaknaan

menggunakan metode penganalisaan unsur-unsur tanda yang ada

dalam sampul depan majalah Tempo tentang Institusi Kepolisian

selama tahun 2010 dengan menggunakan analisis semiotika. Penelitian

ini meminjam pisau analisis semiotika milik Charles Sander Peirce.

Untuk menjelaskan cara dalam menyampaikan makna dalam gambar,

peneliti membuat tiga kategori tanda yang masing-masing

menunjukkan hubungan yang berbeda di antara tanda dan objeknya

yaitu ikon, indeks dan simbol dalam setiap karakteristik dan peran

negatif dari sampul majalah Tempo tentang Institusi Kepolisian selama

tahun 2010.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data atau sumber data dalam penelitian ini

mencangkup dua hal primer dan skunder, yaitu:

a. Sumber Primer

Data primer pada penelitian ini adalah desain sampul majalah

Tempo yang merepresentasikan Institusi Kepolisian selama tahun

2010.

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/18669/2/BAB_I.pdf · Faktor penyebab yang mempengaruhi prasangka sendiri adalah pertama, sikap etnosentrisme yang cenderung menganggap

67

b. Sumber Sekunder

Teknik ini merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan

dengan klasifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan

permasalahan penelitian. Peneliti berusaha menjelajahi cakrawala

disiplin ilmu lewat sumber-sumber yang dipercaya meliputi artikel-

artikel, situs internet dan buku-buku yang dipercaya, guna untuk

memperkuat pendapat peneliti dalam memaknai tanda dan simbol yang

ada di dalam sampul depan majalah Tempo tentang Institusi

Kepolisian selama tahun 2010.