bab i pendahuluan a. latar belakang masalah · ragam karya sastra dibedakan menjadi prosa, puisi...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra sebagai salah satu wujud kebudayaan tersebut merupakan
hasil kreativitas pengarang yang diperuntukkan bagi peminat sastra. Karya sastra
diciptakan oleh pengarang untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh
masyarakat dan pengarang sendiri sebagai anggota masyarakat, yang terikat oleh
status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa
sebagai medium, bahasa itu sendiri ciptaan sosial. Pengertian kehidupan
mencakup hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dengan orang-orang,
juga antar manusia dan antar peristiwa yang terjadidalam batin seseorang dengan
orang lain atau masyarakat (Damono, 1987: 1)
Karya sastra pada umumnya memberikan gambaran masalah kehidupan
masyarakat. Sebuah karya sastra biasanya mengungkapkan tentang masalah
kehidupan sosial manusia. Misalnya makna hidup manusia yang meliputi
perjuangan manusia, penderitaan, kasih sayang, kebencian, nafsu, dan segala
sesuatu yang dialami manusia. Sastra bukanlah kata nan rancak, sastra dapat
berbicara tentang kehidupan, bukan sebagai berita tetapi sebagai sasmita „tanda‟.
Sastra terlebih-lebih bukan karena yang tersurat, melainkan yang tersirat.
Ragam karya sastra dibedakan menjadi prosa, puisi dan drama. Cerita
rekaan atau fiksi merupakan jenis karya sastra yang beragam prosa. Berdasarkan
panjang pendek cerita, cerita rekaan dibedakan menjadi cerita pendek (cerpen),
cerita menengah (cermen), dan cerita panjang (cerpan) (Sudjiman, 1988: 211).
1
2
Lingkungan masyarakat dengan berbagai masalah kehidupan yang ada di
dalamnya adalah lahan ide yang tak pernah habis-habisnya memberi inspirasi para
pengarang untuk berkarya. Oleh itu tidaklah mengherankan apabila dalam proses
penciptaan karyanya, pengarang sering mengangkat permasalahan-permasalahan
yang ada dalam masyarakat. Namun tidak berarti bahwa karya sastra merupakan
tiruan atau jiplakan secara persis dari realitas sosial. Sebab dalam proses
penciptaannya suatu karya sastra akan bervariasi pula dengan gaya imajinatif dan
kreatifitas dari pengarang sehingga mampu membuat karya sastra menjadi dunia
tersendiri yang lain dengan kenyataan yang sesungguhnya. Dengan karya sastra
bukanlah laporan semata-mata terhadap suatu peristiwa yang ada dalam
masyarakat, tetapi merupakan pengungkapan segi-segi kehidupan yang paling
menarik dan mampu dituangkan pengarang melalui proses pengamatan dan
perenungan. Hakikatnya sastra adalah pengungkapan kehidupan lewat bentuk
bahasa (Harjana, 1991: 10).
Seorang pengarang yang hidup dalam lingkungan masyarakat memiliki
tata kemasyarakatan tertentu. Tata kemasyarakatan yang memuat nilai sosial dan
nilai budaya yang bersifat normatif, artinya berfungsi mengatur anggota
masyarakatnya, sehingga hubungan anggota masyarakatnya ditentukan atau
minimal dipengaruhi oleh nilai sosial dan nilai budaya tertentu tersebut. Ketika
seorang pengarang menulis karya sastra, maka secara langsung atau tidak
langsung, nilai sosial budaya itu akan masuk di dalam karyanya. Karya sastra
menceritakan orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu yang terlibat dalam
sistem politik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat sebagaimana dalam dunia
nyata, sehingga bisa dikatakan bahwa karya sastra itu merupakan obsesi batin dari
3
seorang pengarang. Memberikan cerminan gambaran sikap atau refleksi batiniah
pengarang dalam menghadapi realitas kehidupan yang subyektif.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dilihat bahwa penciptaan karya sastra
melalui media bahasa melingkupi banyak aspek, seperti aspek religi, dan aspek
sosial. Pengarang juga mengajak para pembaca untuk menghayati apa yang ada
pada masyarakat, termasuk norma-norma yang ada didalamnya. Ariesta Widya
merupakan satu dari sekian banyak pengarang sastra Jawa yangmengungkapkan
kenyataan sosial dalam karya-karyanya, terutama menyangkut masalah sosial dan
budaya. Pandangan tentang nilai-nilai hidup, pertentangan sosial dan budaya,
tercermin dalam cerkak yang dihasilkan oleh Ariesta Widya.
Ariesta Widya sejak kecil telah menunjukkan kegemarannya dalam hal
tulis-menulis. Pada mulanya karangan yang digemarinya berupa cerita cekak,
geguritan, puisi, cerita landhung, dimuat majalah Panjebar Semangat, Djaka
Lodang,dan Jaya Baya. Karyanya berupa cerkak dengan judul Setoran dimuat
pada majalah Dharma Kandha Sala tahun 1979, bahkan mendapat perhatian yang
cukup besar dari seorang kritikus sastra Jawa Murya Lelana. Cerita ini dengan
berani mengisahkan jatuhnya seorang punggawa (Pamong) atau Lurah, karena
berkaitan dengan masalah korupsi, yaitu seorang Lurah yang menyelewengkan
setoran “Bimas” dari masyarakat. Menurut Ariesta Widya masalah ini timbul
karena masalah sosial budaya dan kebetulan terjadi pada diri seorang Lurah yang
dipecat dari jabatannya.
Antologi cerkak Mawar Abang (selanjutnya ditulis ACMA) karya dari
Ariesta Widya merupakan kumpulan cerkak yang dibukukan tahun 2014 oleh
Azzagrafika. Antologi cerkak ini, terdiri dari 26 cerkak karya Arieta Widya dari
4
tahun 1967-2011. 26 cerkak ini, penulis mengambil 6 cerkak yang bertema religi
yaitu cerkak Wengi Saya Larut yang pernah dimuat oleh Panjebar Semangat No
30, tanggal 24 Juli 1982, cerkak Banda Gaduhan yang pernah dimuat oleh
Panjebar Semangat No. 52, tanggal 29 Desember 1984, cerkak Cathetan
Desember pernah dimuat oleh Panjebar Semangat No. 8, tanggal 18 Februari
1989, cerkak Ganda Samboja pernah dimuat oleh Panjebar Semangat No. 21,
tanggal 23 Mei 1992, cerkak Oh, Renan, Oh, Yaman pernah dimuat oleh Praba,
1983, dan cerkak Ing Citarum Mecaki Urip pernah dimuat juga oleh Praba, No 5,
tanggal 5 Maret 2011.
Enam cerkak di atas mengandung unsur religius. Religiusitas tersebut
mewujudkan kepercayaan adanya kekuatan adikodrati, kekuatan yang menguasai
manusia dan alam semesta. Cerkak yang menggambarkan unsur religi ini
merupakan ciri khas dari seorang pengarang yang bernama Ariesta Widya yang
berlatar belakang penganut agama Nasrani (Katolik) yang taat. Pengarang dalam
menyikapi masalah yang ada digambarkan dengan rasa iklas, sabar, dan pasrah.
Dasar tersebutlah yang menjadikan penulis memilih enam cerkak yang bertema
religius ini. Ciri khas dari seorang pengarang seperti ini jarang dimiliki oleh
pengarang lainnya.
Peneliti menggunakan pendekatan strukturalisme genetik dalam penelitian
ini. Menurut Goldman pendektan ini memandang sebuah karya sastra dari
struktur, pandangan sosial kelompok pengarang dan kondisi eksternal pengarang
untuk menemukan world vision atau pandangan dunia. Pandangan dunia
pengarang yang tertuang dalam novel ini patut diketahui, sejauh mana
gambarannya. Faktor sosial budaya dan latar belakang (genetika) apakah yang
5
membuat pengarang melahirkan novel ini. Hal ini perlu diketahui karena
bagaimanapun pengarang pasti mempunyai landasan yang kuat dan argumen
dalam kapasitasnya sebagai salah satu individu kolektif yang merasakan dan
mengetahui problem-problem kehidupan dalam masyarakat.
ACMA merupakan cerita yang sangat realistis, sebuah tregedi kehidupan
diwarnai dengan konflik dan religi. Dengan uraian yang telah disampaikan di atas
maka penelitian terhadap ACMA karya Ariesta Widya didasarkan atas
pertimbangan sebagai berikut.
1. Pengarang Ariesta Widya merupakan pengarang yang telah lama di dunia
sastra Jawa modern, sehingga karya yang dihasilkan cukup banyak sekali baik
berupa crita cekak, cerita bersambung maupun naskah sandiwara.
Membandingkan karya Ariesta Widya dengan karya pengarang lain, ada hal yang
menarik selain karyanya yang berbobot, karya Ariesta Widya memberikan
gambaran religiusitas yang merupakan ciri khas pengarang Ariesta Widya.
2. Enam cerkak dalam ACMA menampilkan potret masyarakat yang religius
dengan permasalahan dan konflik sosial yang sangat menarik untuk diteliti lebih
lanjut sehingga dapat diambil nilai-nilai didalamnya.
3. Pandangan dunia pengarang yang tertuang dalam novel ini patut diketahui
sejauh mana gambarannya, karena pandangan dunia pengarang mewakili kelas
sosial masyarakat.
Manfaat penelitian mengenai “Pandangan Dunia Pengarang dalam Tragedi
Antologi Cerkak Mawar Abang Karya Ariesta Widya” ini diharapkan dapat
memperkaya wawasan serta memberikan gambaran sebuah model pendekatan
6
terhadap penelitian karya satra, khususnya pendekatan struktural dan
strukturalisme genetik. Selain itu penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber
informasi bagi penelitian berikutnya. Selain itu, penelitian ini memberikan
gambaran tentang pandangan dunia pengarang tentang kehidupan yang bertema
religi, dimana di dalalmnya terkandung maksud manusia harus bersabar, iklas,
dan pasrah kepada Tuhan.
Dari landasan diatas peneliti tertarik untuk meneliti 6 cerkak dalam
ACMA karya Ariesta Widya dengan judul Pandangan Dunia Pengarang dalam
Tragedi Antologi Cerkak Mawar Abang (Suatu Tinjauan Strukruralisme Genetik).
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah berkaitan dengan apa yang diharapkan sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana unsur struktural 6 cerkak dalam ACMA karya Ariesta
Widya menurut Robert Stanton?
2. Bagaimana kondisi sosiohistoris dan ideologi Ariesta Widya yang
mempengaruhi munculnya ACMA?
3. Bagaimana pandangan dunia pengarang pada 6 cerkak dalam ACMA
karya Ariesta Widya terhadap tragedi kehidupan?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang
hendak dicapai adalah sebagai berikut:
7
1. Memapakan unsur struktural 6 cerkak dalam ACMA karya Ariesta
Widya menurut Robert Stanton.
2. Memapakan kondisi sosiohistoris dan ideologi Ariesta Widya yang
mempengaruhi munculnya ACMA.
3. Memaparkan pandangan dunia pengarang pada 6 cerkak dalam ACMA
karya Ariesta Widya terhadap tragedi kehidupan.
D. Batasan Masalah
Pembatasan masalah bertujuan mengarahkan pada pokok persoalan dan
tidak meluas dari apa yang seharusnya dibicarakan, sehingga penelitian ini
menjadi jelas dan terarah. Pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Penelitian ini membahas tentang unsur struktural 6 cerkak dalam ACMA
karya Ariesta Widya menurut Robert Stanton.
2. Penelitian ini membahas tentang kondisi sosiohistoris dan ideologi
Ariesta Widya yang mempengaruhi munculnya ACMA.
3. Penelitian ini membahas tentang pandangan dunia pengarang pada 6
cerkak dalam ACMA karya Ariesta Widya terhadap tragedi kehidupan.
E. Landasan Teori
1. Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang membahas karya sastra berupa cerkak sudah sering
dilakukan oleh peneliti lainnya. Penelitian yang perlu dipelajari sesuai dengan
penelitian yang akan dibahas, diantaranya yaitu pertama, penelitian (Budi
Santoso: 1995) dengan judul Problem-Problem Sosial dalam Beberapa Guritan
Karya Irul Es Budianto Suatu Tinjauan Strukturalisme Genetik. Kedua,
8
penelitian (R. Budi Jatmiko: 1996) dengan judul Cerbung “Ing Samburining
Warana” Karya Tiwik S.A Sebuah Tinjauan Strukturalisme Genetik. Ketiga,
penelitian dari (Joko Maryanto: 1997) dengan judul Sikap Budaya Widi Widayat
yang Tercermin dalam Karyanya yang Berbentuk Roman Panglipur Wuyung
Sebuah Tinjauan Strukturalisme Genetik. Keempat, penelitian dari (Puterei Arni:
2013) dengan judul Dominasi Kekuasaan Kaum Elit Terhadap Rakyat Kecil
dalam Antologi Cerkak Pasewakan Sebuah Tinjauan Strukturalisme Genetik.
(Dwika Apriyani: 2011) mahasiswi UNESA (Universitas Negeri
Surabaya), meneliti karya sastra menggunakan pendekatan strukturaisme genetik
dengan judul Konflik Sosial Ing Cerbung “Sing Kendhang lan Sing Ngandhang”
anggitane Suryadi WS. Cerbung tersebut ditinjau dengan menggunakan tinjauan
strukturalisme genetik yang diuraikan dengan cara intrinsik dan ekstrinsik. Hasil
penelitian menjelaskan bahwa cerbung Sing Kendhang lan Sing
Ngandhangmenggambarkan berbagai macam konflik sosial yaitu konflik
kepercayaan tentang agama, konflik rumah tangga dan konflik asmara. Konflik
rumah tangga dan asmara, terjadi karena perpisahan pasangan anak muda, yang
akhirnya bersatu kembali. Konflik-konflik tersebut disebabkan oleh faktor agama,
faktor ekonomi, dan faktor kecemburuan terhadap kekasihnya. Dari semua konflik
yang ada, berakhir dengan bahagia atau happy ending, dengan bersatunya tokoh
yang memendam rasa cinta sejati. Dalam penelitian tidak disertakan dengan
pandangan dunia pengarang.
Skripsi lain yang berasal dari UNESA adalah penelitian (Suci Mahanani:
2012), dengan judul Pandanga Dunia Pengarang Dalam Novel Trilogi: Jendela-
jendela, Pintu dan Atap karya Fira Basuki. Hasil penelitian ini menjelaskan
9
bahwa novel trilogi Jendela-jendela, Pintu dan Atapmempunyai tokoh utama
sebagai tokoh problematik yang bernama June Larasati Subagio (Juni) dan Djati
Surya Wibowo Subagio (Bowo), dan mempunyai latar cerita di Indonesia,
Amerika Serikat dan Singapura. Selain itu, tema novel trilogi tersebut adalah
kehidupan sosial di masyarakat, seperti kehidupan sosial di sekolah, di tempat
kerja, ekonomi dan budaya. Masalah-masalah yang ada di dalam novel trilogi
Jendela-jendela, Pintu dan Atap karya Fira Basuki mempunyai persamaan dengan
awal kehidupan sosial budaya pengarang disaat novel tersebut ditulis.
Peneliti membahas pandangan dunia pengarang pada ACMA, dalam
penelitian ini Ariesta Widya sebagai pengarang cerkak yang akan diteliti,
sehingga akan diketahui pandangan pengarang Ariesta Widya terhadap karyanya
yaitu ACMA.
2. Teori Struktural Robert Stanton
a. Fakta Cerita
Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini
berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum
menjadi satu, semua elemen ini dinamakan struktur faktualatau tingkatan faktual
cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual adalah
cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2007:22).
Unsur-unsur yang berkaitan dengan fakta cerita adalah sebagai berikut:
(1) Alur
Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah
cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung
10
secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau
yang menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain yang tidak dapat diabaikan
karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya (Stanton, 2007:26). Alur
merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur
dapat membuktikan dirinya sendri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam
sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa
adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur,
hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama halnya dengan elemen-
elemen lain, alur alur memiliki hukum-hukum sendiri, alur hendaknya memiliki
bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinan dan logis, dapat
menciptakan bermacam-macam kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri
ketegangan-ketegangan (Stanton, 2007:28).
Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks.
Konflik utama selalu bersifat fundamental, membenturkan sifat-sifat dan
kekuatan-kekuatan tertentu (Stanton, 2007:32).
(2) Tokoh atau Karakter
Tokoh atau biasa disebut karakter biasanya dipakai dalam dua konteks.
Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam
cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada berbagai percampuran dari berbagai
kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tersebut.
Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu tokoh utama yaitu tokoh yang
terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Alasan seorang
tokoh untuk bertindak sebagaimana yang dilakukan dinamakan motivasi (Stanton,
2007: 33).
11
(3) Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,
semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlansung.
Latar dapat berwujud dekor. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu.
Latar terkadang berpengaruh pada karakter-karakter. Latar juga terkadang menjadi
contoh representasi tema. Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar
memiliki daya untuk memunculkan tone dan mode emosiaonal yang melingkupi
sang karakter. Tone emosional ini disebut dengan istilah atmosfer. Atmosfer bisa
jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter (Stanton,
2007:35-36).
b. Sarana-sarana Sastra
Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih
dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode
semacam ini perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai fakta
melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut
sehingga pengalaman pun dapat dibagi (Stanton, 2007:46-47).
(1) Judul
Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena menunjukkan
karakter, latar, dan tema. Judul merupakan kunci pada makna cerita. Sering kali
judul dari karya sastra mempunyai tingkatan-tingkatan makna yang terkandung
dalam cerita. Judul juga dapat berisi sindiran terhadap kondisi yang ingin
dikritisioleh pengarang atau merupakan kesimpulan terhadap kedaan yang
sebenarnya dalam cerita (Stanton, 2007: 48).
(2) Sudut Pandang
12
(Stanton, 2007: 50) dalam bukunya membagi sudut pandang menjadi
empat tipe utama.
(a) Pertama, pada orang pertama-utama sang karakter utama bercerita dengan
kata-katanya sendiri.
(b) Kedua, pada orang pertama-sampingan cerita dituturkan oleh satu karakter
bukan utama (sampingan).
(c) Ketiga, pada orang ketiga-terbatas pengarang mengacu pada semua
karakter dan emosinya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan
apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu karakter saja.
(d) Keempat, padaorang ketiga-tidak terbatas pengarang mengacu pada setiap
karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat
membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau perpikir atau saat
tidak ada satu karakter pun hadir.
(3) Gaya dan Tone
Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa.
Meski dua orang pengarang memakai alur, karakter dan latar yang sama, hasil
tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak
pada bahasa dan penyebar dalam berbagai aspek sepertikerumitan, ritme, panjang-
pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora.
Campuran dari berbagai aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan
gaya (Stanton, 2007:61).
Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah tone. Toneadalah sikap
emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa menampak dalam
13
berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai
mimpi, atau penuh perasaan (Stanton, 2007:63).
(4) Simbolisme
Dalam fiksi, simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing-
masing bergantung pada bagaimana simbol bersangkutan digunakan. Pertama,
sebuah simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan
makna peristiwa tersebut. Dua, simbol yang ditampilkan berulang-ulang
mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Tiga,
sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita
menemukan tema (Stanton, 2007:65). Salah satu bentuk simbol yang khas adalah
momen simbolis. Istilah ini dapat disamaan dengan momen kunci atau momen
pencerahan (dua istilah ini sering dipakai oleh para kritisi). Momen simbolis,
momen kunci, atau momem pencerahan adalah tabula tempat seluruh detail yang
terlihat dan hubungan fisis mereka dibebani oleh makna (Stanton, 2007:68).
(5) Ironi
Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa
sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat
ditemukan dalam hampir semua cerita (terutama yang dikategorikan bagus).
Dalam dunia fiksi, ada dua jenis ironi yang dikenal luas yaitu ironi dramatisdan
tone ironis (Stanton, 2007:71).
Ironi dramatis atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras
diametris antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang
karakter dan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi.
14
Pasangan elemen-elemen di atas terhubung satu sama lain secara logis (biasanya
melalui hubungan kausal atau sebab-akibat) (Stanton, 2007:71).
Tone ironis atau ironis verbal digunakan untuk menyebut cara berekspresi
yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan (Stanton, 2007:72).
c. Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam
pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat
(Stanton, 2007:36).Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut,
dan berdampak. Bagian awal dan akhir akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan
berkat keberadaan tema (Stanton, 2007:37).
Tema hendaknya memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
(1) Interpretasi yang baik hendaknya selalu menpertimbangkan berbagai detail
menonjol dalam sebuah cerita. Kriteria ini adalah yang paling penting.
(2) Interpretasi yang baik hendaknya tidak terpengaruh oleh berbagai detail cerita
yang saling berkontradiksi.
(3) Interpretasi yang baik hendaknya tidak sepenuhnya tidak
bergantung pada bukti-bukti yang tidak secara jelas diutarakan (hanya secara
implisit).
(4) Terakhir, interpretasi yang dihasilkan hendaknya diujarkan secara jelas oleh
cerita bersangkutan (Stanton, 2007: 44-45).
2. Sosiologi Sastra
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tinjauan sastra. Dalam
subdisiplin tinjauan sosiologi sastra yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
teori strukturalisme genetik. Sebelum membahas strukturalisme genetik akan
15
dibahas terlebih dahulu mengenai konsep sosiologi sastra. Pendekatan mengenai
sastra yang berhubungan dengan segi-segi kemasyarakatan disebut sosiologi
sastra (Damono, 1978:2). Pendekatan ini mementingkan aspek-aspek sosial dalam
penelitian. Sosiologi yaitu salah satu telaah yang objektif dan ilmiah mengenai
manusia dalam masyarakat, juga telaah mengenai kelompok dan proses sosialnya
(Damono, 1978:6). Sosiologi untuk mencari tahu bagaimana masyarakat itu tetap
ada. Bagaimana masyarakat berjalan dan bagaimana masyarakat tetap ada.
Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan unsur-unsur sosial, kita
mendapatkan gambaran tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan lingkungan,
tentang mekanisme sosialisasi, dan proses pembudayaan yang menempatkan
anggota masyarakat di tempatnya masing-masing (Damono, 1978:6).
Rene Wellek dan Austin Warren menambahkan dalam bukunya Theory of
Literature (1990: 54)mengklasifikasikan sosiologi sastra meliputi:
a. Sosiologi pengarang
Masalah yang berkaitan dengan sosiologi pengarang adalah jenis kelamin
pengarang, umur pengarang, tempat kelahiran pengarang, status sosial pengarang,
profesi pengarang, ideologi pengarang, latar belakang pengarang, tempat tinggal
pengarang, dan kesenangan pengarang.
b. Sosiologi karya sastra
Masalah yang berkaitan dengan sosiologi karya sastra adalah isi karya
sastra, tujuan karya sastra, dan hal-hal yang tersirat dalam karya sastra dan yang
berkaitan dengan masalah sosial. Dalam hal ini sosiologi karya sastra dapat
mencakup: (1) aspek sosial (sosial ekonomi, sosial politik, sosial pendidikan,
sosial religi, sosial budaya, sosial masyarakat); (2) aspek adat istiadat (tentang
16
perkawinan, tentang tingkeban, tentang perawatan bayi, tentang kematian, tentang
sabung ayam, tentang judi, tentang pemujaan, dsb; (3) aspek religius (keimanan,
ketakwaan, ibadah, hukum, muamalah); (4) aspek etika (pergaulan bebas antara
laiki-laki dan wanita, pemerasan, penindasan, perkosaan, dermawan, penolong,
kasih sayang, korupsi, ketabahan); (6) aspek nilai (nilai kepahlawanan, nilai religi,
nilai persahabatan, nilai moral, nilai sosial, nilai perjuanagan, nilai didaktik).
c. Sosiologi pembaca
Masalah yang dibahas dalam sosiologi pembaca ini adalah masalah
pembaca dan dampak sosial karya sastra terhadap masyarakatnya. Dalam
kaitannya dengan sosiologi pembaca ini dapat dikaji dari (jenis kelamin pembaca,
umur pembaca, pekerjaan pembaca, kegemaran pembaca, status sosial pembaca,
profesi pembaca, tendensi pembaca).
3. Strukturalisme Genetik
Teori struktural genetik dalam kajian sastra menawarkan alternatif lebih
memadai dalam pengkajian sastra. Hal ini, disebabkan oleh adanya kajian
terhadap sudut dunia pandangan pengarang yang dimaksimalkan di dalam
kajiannya, di samping mempertimbangkan unsur strukturalnya (Ratna, 2004: 32).
Teori strukturalisme genetik dikembangkan oleh seorang sosiolog
Perancis, Lucia Goldmann yang mendasarkan teorinya pada teori sastra seorang
teoritikus beraliran Marxis, George Lukacs. Selanjutnya, teori ini disebut Raman
Selden sebagai teori Marxisme Strukturalis. Pandangan ini, merujuk pada individu
sebagai sesuatu makluk yang bukan bebas, melainkan pendukung kelas-kelas
sosial dalam masyarakat (Ratna, 2004: 34). Analisis karya satra harus dimulai dari
struktur karya sastra itu (kesatuan dan koherensinya) sebagai data dasarnya. Karya
17
sastra adalah totalitas yang bermakna sebagaimna masyarakat. Oleh karena itu,
setiap karya sastra merupakan suatu keutuhan yang hidup, yang dapat dipahami
dari unsur-unsurnya. Sebagai produk dari dunia sosial yang senantiasa berubah-
ubah, karya sastra merupakan kesatuan dinamis yang bermakna karena
mewujudkan nilai-nilai dan peristiwa-peristiwa penting di zamannya.
Karya sastra sebagai struktur bermakna itu mewakili pandangan dunia
(vision du monde) penulis, tidak sebagai individu melainkan sebagai wakil
golongan masyarakatnya (Goldmann, 1981: 14). Pandangan dunia, yang bagi
Goldmann selalu terbayang dalam karya sastra yang agung, adalah abstraksi
(bukan fakta empiris yang memiliki eksistensi objektif). Abstraksi itu akan
mencapai bentuknya yang konkret dalam sastra dan filsafat. Oleh karena
pandangan dunia itu suatu bentuk kesadaran kolektif yang mewakili identitas
kolektifnya, maka dia secara sahih dapat mewakili kelas sosialnya. Pandangan
dunia inilah yang menentukan struktur suatu karya sastra. Oleh karena itu, karya
sastra dapat dipahami asalnya dan terjadinya (unsur genetiknya) dari latar
belakang sosialnya.
Goldmann (1981: 16) mengembangkan konsep tentang pandangan dunia
(vision du monde, world vision) yang terwujud dalam semua karya sastra dan
filsafat yang besar. Yang dimaksud dengan pandangan dunia pengarang ialah
suatu struktur global yang bermakna. Suatu pemahaman total terhadap dunia yang
mencoba menangkap maknanya, dengan segala kerumitannya dan keutuhannya.
Pandangan dunia ini, tidaklah sama dengan ideologi, bukan juga merupakan fakta
empiris yang langsung, tetapi esensinya merupakan struktur gagasan, aspirasi, dan
18
perasaan yang dapat menyatukan suatu kelompok sosial di hadapan kelompok
sosial yang lain.
F. Sumber Data dan Data
1. Sumber Data
Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 cerkak
dalam ACMA yang berjudul Wengi Saya Larut, Banda Gadhuhan, Cathethan
Desember, Ganda Semboja, Oh Renan, Oh Yaman, dan Ing Citarum Mecaki Urip
karya Ariesta Widya yang dibukukan pada tahun 2014. Sumber data sekunder
berasal dari informan yaitu Arietsa Widya sebagai pengarang serta buku-buku
referensi yang menunjang proses penelitian ini.
2. Data
Data yang disajikan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah 6 cerkak dalam ACMA karya
Ariesta Widya berdasarkan unsur struktural yang meliputi fakta cerita (alur, tokoh
atau karakter, dan setting atau latar), sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang,
gaya dan tone, simbolisme, ironi) dan tema, dengan aspek-aspek kondisi
sosiohistoris dan ideologi pengarang dan pandangan dunia pengarang. Data
sekunder atau data pendukung dalam penelitian ini berupa hasil wawancara
dengan Ariesta Widya selaku pengarang ACMA yang bertempat tinggal di
Peterongan Tengah II No. 371 Semarang dan data pelaporan kegiatan teknis, data
biografi, foto, alat rekam serta penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini.
19
G. Metode Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Penelitian menggunakan sebuah metode agar penelitian dapat menemukan
suatu cara, langkah kerja, dan rumusan yang benar dalam menentukan
permasalahan penelitian, sehingga dapat menghasilkan suatu penelitian yang
diinginkan dan tepat sasaran dari awal hingga akhir tujuan (Moleong, 2010: 3).
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian deskriptif kualitatif, yaitu
kegiatan penelitian untuk memperoleh informasi kualitatif dengan deskriptif yang
lebih berharga dari sekunder angka, yang dimaksudkan sebagai penelitian yang
temuanya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau angka, tetapi pada
prosedur non-matematis (Sutopo, 2002:88). Pendapat serupa juga disebutkan oleh
Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (2000:4) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik Analisis Struktural
Teknik ini digunakan untuk mengambil data literer. Data yang
membangun unsur intrinsik struktur cerita 6 cerkak dalam ACMAkarya Ariesta
Widya. Sehingga mendapatkan unsur-unsur intrinsik meliputi aspek tema.
b. Teknik Wawancara
Teknik wawancara merupakan teknik yang dipakai untuk memperoleh
informasi melalui kegiatan interaksi sosial antara peneliti dengan yang diteliti.
Wawancara juga merupakan cara untuk memperoleh data dengan percakapan,
yaitu antara pewawancara dengan yang diwawancarai (Moleong, 2010: 186).
20
Wawancara dilakukan kepada pengarang yang telah menciptakan karya sastra
berupa ACMA. Wawancara dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktur.
Metode wawancara dalam penelitian dilakukan dengan cara terstruktur yaitu
peneliti menggunakan pedoman wawancara yang dirakit dengan sistematis untuk
mendapatkan data yang diinginkan. Pedoman wawancara yang digunakan berupa
garis besar masalah yang akan dibahas. Wawancara tidak terstruktur dilakukan
peneliti dalam mewawancarai Ariesta Widya, metode tersebut digunakan agar
data yang diperoleh peneliti bisa didapatkan dengan sebanyak-banyaknya yang
dilakukan dengan suasana akrab dan terbuka, pelaksanaan tanya jawab mengalir
seperti dalam percakapan sehari–hari dan tentunya data tersebut otentik karena
diperoleh dari narasumber yang bersangkutan.
3. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yaitu cara yang digunakan untuk menganalisis data
(Arikunta, 2002: 107). Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif.
Metode deskriptif digunakan di saat analisis data. Hal tersebut dipetingkan karena
metode ini digunakan untuk mendeskripsikan dengan cara objektif mengenai
keadaan yang ada di masyarakat mengenai kejadian yang terjadi dalam cerkak
Ariesta Widya.
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Prastowo, 2011:242). Tahapan ini
dimulai dengan membaca serta mengelompokkan data berdasarkan deskripsi data
yang meliputi aspek tema 6 cerkak dalam ACMAkarya Ariesta Widya. Selain itu
21
data lainnya diperoleh dari teknik wawancara dengan Ariesta Widya sebagai
pengarang ACMA serta dari studi pustaka baik referensi buku, majalah, artikel,
penelitian sebelumnya yang terrkait dengan masalah yang diangkat. Hasil dari
wawancara dan referensi studi pustaka tersebut mengacu pada pendekatan
sosiologi yaitu strukturalisme genetik.
b. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
data nantinya berupa teks deskriptif (Prastowo, 2011:242). Tahapan ini dimulai
dengan membaca dan mengelompokkan data berdasarkan deskripsi data,
kemudian disajikan dalam analisis aspek tema ACMA dan kemudian memberikan
perhatian terhadap konsdisi sosiohistoris dan ideologi pengarang Ariesta Widya
kemudian pendangan dunia pengarang dalam tinjauan strukturalisme genetik.
c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Proses penarikan kesimpulan merupakan pencarian arti benda-benda,
mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang
mungkin, alur sebab-akibat dan proposisi (Prastowo, 2011:242). Menurut Sutopo,
proses ini disebut model analisis interaktif (2006:120). Penarikan kesimpulan
merumuskan apa yang sudah didapatkan dari reduksi ataupun kegiatan
pengumpulan data.
H. Sistematika Penyajian
22
Sistematika penulisan dalam sebuah penelitian berfungsi untuk
memberikan gambaran mengenai langkah-langkah suatu penelitian. Adapun
sistematika dalam penulisan ini sebagai berikut:
BAB I:
Memaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan
masalah, landasan teori meliputi, sumber data, metode dan teknik, dan sistematika
penulisan.
BAB II:
Memaparkan unsur struktural 6 cerkak dalam ACMA karya Ariesta Widya,
memaparkan sosiohistoris dan ideologi pengarang Ariesta Widya dan
memaparkan pandangan dunia pengarang pada 6 cerkak dalam ACMA.
BAB III:
Meliputi kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN