bab i pendahuluan a. latar belakang masalahdigilib.uinsgd.ac.id/28763/4/4_bab1.pdf · ketentuan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya dalam fatwa mengenai pembiayaan multijasa disebutkan
bahwa boleh menggunakan akad ijarah dan kafalah. Tapi kebanyakan bank lebih
menggunakan akad ijarah disertai dengan perwakilan atau wakalah. Ijarah sendiri
merupakan akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa. Melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikutinya dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu
sendiri.1
Jadi yang menjadi objek dalam akad ijarah dapat berupa barang atau juga
dapat berupa jasa. Jika dalam sewa menyewa barang ada kejelasan mengenai
barang yang disewa tersebut maka adanya pemanfaatan barang dengan jelas.
Sedangkan dalam jasa bank hanya memberikan jasa berupa skill atau keahlian
yang mana bank menjadi mitra yang membayar kebutuhan nasabahnya pada pihak
penyedia jasa (pihak ketiga). Dalam aplikasinya di perbankan syariah akad ijarah
ini salah satunya ada pada pembiayaan multijasa. Pembiayaan multijasa adalah
kegiatan menyalurkan dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan akad ijarah
yang antara lain berupa pelayanan pendidikan, kesehatan, umrah, kepariwisataan,
bahkan sampai pada biaya nikah atau biaya walimah2.
1 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani
2001), Hlm. 117 2 Fatwa Dewan Syariah Nasional NO.44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan
Multijasa.
2
Adapun akad yang dipakai dalam pembiayaan multijasa ini yaitu akad
ijarah dan kafalah. Akan tetapi Bank Syariah Mandiri (BSM) dalam
melaksanakan pembiayaan multijasa ini dengan menggunakan akad ijarah. jika
menggunakan akad ijarah maka bank di perbolehkan mengambil upah (ujrah) atau
fee yang telah disepakati oleh kedua belah pihak di awal akad dan dinyatakan
dalam bentuk nominal bukan dalam prosentase. Dalam beberapa artikel telah
dijelaskan bahwa dalam sewa-menyewa sesuatu yang tidak dapat dikonsumsi
kecuali harus menggunakannya terlebih dahulu tidak diperbolehkan. Dalam ijarah
(upah-mengupah) yang menjadi objeknya adalah jasa. Maka senantiasa Bank
harus membayarkannya langsung pada penyedia jasa atau bank mengadakan kerja
sama dengan pihak penyedia jasa tersebut. Karena jasanya tersebut, bank
memperoleh upah atau ujrah dalam akad ijarah. Disini bank menjadi mitra yang
mempertemukan antara penyedia jasa dengan nasabah dimana biaya ditanggung
terlebih dahulu oleh bank syariah. Setelah demikian barulah nasabah tersebut
mengangsurnya kepada bank dengan tambahan ujrah yang telah disepakati di
awal.
Dalam menggunakan akad ijarah, nyatanya dalam praktik perbankan.
Bank mewakilkan pada nasabah untuk membayar sejumlah dana pada pihak yang
bersangkutan, Dimana dalam salah satu produknya yaitu pada dana Pendidikan.
Yaitu dimana pada produk pembiayaan ini nasabah mengajukan pembiayaan
untuk keperluan Pendidikan seperti alat tulis kantor (ATK), uang pembangunan
dan fasilitas, serta pembayaran untuk keperluan pribadi seperti sumbangan
pembinaan Pendidikan (SPP). Dalam hal ini nasabah menjadi wakil dari bank
3
untuk membayar pada pihak penyedia jasa. Tanpa pihak bersangkutan tahu bahwa
bank syariah ikut terlibat dalam pembayaran tersebut. Dengan kata lain bank tidak
melaksanakan transaksi atau jasa apapun. Apabila seperti ini maka bank tidak
melakukan tugasnya untuk menyediakan jasa pada nasabah. Bank hanya
memberikan dana saja. Dan kemudian bank mendapatkan ujrah atau fee sebesar
18-24% tergantung plafond. Mungkin secara logika tujuan dari perwakilan
tersebut adalah supaya lebih cepat sehingga bank tidak perlu membuang banyak
waktu. Bahkan dalam menentukan ujrah atau fee bank menyatakan dalam bentuk
prosentase bukan dengan nominal. Namun dalam pelaksanaannya akad ijarah
yang digunakan tidak demikian, jika bank mewakilkan pada nasabah dan
menentukah ujrah atau fee di awal akad dengan berbentuk prosentase maka akan
menimbulkan ketidaksesuaian pada akad ijarah dengan fatwa DSN MUI No.
09/DSN-MUI/VI/2000 pada poin kedua tentang objek ijarah yaitu; Manfaat
barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. Dan
pada Pembiyaan Multijasa dengan Fatwa DSN MUI No. 44/DSN-MUI/VIII/2004
pada poin yang pertama tentang ketentuan umum yaitu; dalam hal LKS
menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada
dalam fatwa ijarah, dan besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase.
Dengan demikian hal ini melanggar Fatwa DSN MUI No. 9 tahun 2000
mengenai ijarah ketentuan kedua poin ke-2, yang berbunyi “Manfaat barang atau
jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak” Poin ke-4,
“Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah” dan
4
poin ke-6 “Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik” serta
ketentuan ketiga poin ke-1 yang berbunyi “Menyediakan barang yang disewakan
atau jasa yang diberikan”
Yang mana artinya penerapan Pembiayaan Multijasa di bank Syariah
mandiri ini belum sesuai dengan Fatwa DSN No. 44 tahun 2004 ini karena dalam
Fatwa DSN MUI No. 44 tahun 2004 Ketentuan Utama Point ke-2 disebutkan
bahwa “Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua
ketentuan yang ada dalam Fatwa Ijarah” Selain itu pada penetapan ujrah nya pun
didasarkan dalam bentuk prosentase. Padahal dalam hal ini telah diatur jelas
dalam Fatwa DSN MUI No. 44 tahun 2004 Ketentuan Umum point ke-5 yang
berbunyi “Besar ujrah atau free harus disepakati diawal akad dan dinyatakan
dalam bentuk prosentase”. Secara tidak langsung ini pun melanggar syarat dalam
pembiayaan multijasa dengan akad ijarah
Disini semakin terlihat bahwa aturan Fatwa DSN MUI masih belum
terlaksanakan dengan baik. Terlebih lagi adanya perbedaan teori dengan
kenyataan dilapangan. Oleh sebab itu, akad yang menjadi bagian dari penelitian
saya ini adalah akad ijarah dan wakalah nya yang merupakan masih bagian dari
pembiayaan multijasa di bank syariah. hal ini tentunya membuat saya selaku
penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut dalam penelitian skripsi yang
berjudul “ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN MUI NO 44/DSN-
MUI/VIII/2004 TERHADAP PEMBIAYAAN MULTIJASA PADA
5
PRODUK DANA PENDIDIKAN DI BANK SYARIAH MANDIRI (BSM)
KANTOR CABANG KOTA SUKABUMI”
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan Fatwa DSN MUI No. 44 tahun 2004 tentang pembiayaan
multijasa. Dalam pemberian pembiayaan multijasa akad yang digunakan adalah
akad ijarah hanya saja pelaksanaannya diwakilkan oleh bank pada nasabahnya
padahal seharusnya bank ikut terlibat dalam pembayaran pada pihak penyedia jasa
tersebut. Sehingga akad ijarah-nya terlihat jelas dan nyata. Bahkan bank
menetapkan ujrah nya diawal akad dalam bentuk prosentase. Sedangkan
seharusnya berbentuk nominal. Berdasarkan masalah diatas, maka penulis
merumuskannya dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme pembiayaan multijasa pada produk dana pendidikan di
Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Kota Sukabumi?
2. Bagaimana Penerapan Fatwa DSN MUI No. 44 tahun 2004 dengan
pembiayaan multijasa produk dana pendidikan di BSM Kantor Cabang Kota
Sukabumi?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin penulis capai diantaranya:
1. Untuk mengetahui mekanisme pembiayaan multijasa pada produk dana
pendidikan yang ada pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Kota
Sukabumi.
2. Untuk melihat penerapan Fatwa DSN MUI No. 44 mengenai Pembiayaan
Multijasa pada produk dana pendidikan.
6
D. Kegunaan
1. Bagi Penulis
Mampu menambah wawasan dan pengetahuan mengenai mekanisme
pembiayaan multijasa di Bank Syariah Mandiri KC Kota sukabumi serta
menumbuhkan sikap kepekaan terhadap sosial.
2. Bagi Bank Syariah Mandiri
Memberikan informasi bagi pihak pengelola sehingga dapat meningkatkan
kembali kualitasnya dalam pelaksanaan usahanya.
3. Bagi Para Pembaca
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai mekanisme pembiayaan
multijasa di Bank Syariah Mandiri KC Kota sukabumi serta penambahan
wawasan akan akad yang digunakan dalam pembiayaan multijasa.
E. Studi Terdahulu
Penulis berusaha mencari, membaca dan mempelajari penelitian terdahulu
yang terkait dengan materi penelitian yang akan penulis ambil untuk dapat
menjadi acuan. Untuk membandingkan, maupun menyempurnakan penelitian
terdahulu. Dalam beberapa literatur yang penulis dapatkan yang ada kaitannya
dengan penulisan kajian ini yaitu sebagai berikut:
Pertama, skripsi Nisa Nurfauki Sa’adah (2014). Mahasiswa UIN SGD
Bandung, Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Muamalah. Penelitian skripsi
berjudul “Pelaksanaan Pembiayaan Ijarah Multijasa Tanpa Agunan di Bank
Jabar Banten Syariah Kantor Pusat Braga”. Mengatakan bahwa 1) pelaksanaan
pembiayaan ijarah mutijasa tanpa agunan ini khusus diberikan kepada pegawai
7
yang dimana perusahaan tempat pegawai/ nasabah tersebut bekerja telah meiliki
kerjasama atau ikatan dengan bank, dan dalam persyaratannya bank meminta SK
pegawai untuk dijadikan jaminan. 2) cara penyelesaiannya jika terjadi kredit
macet Bank Jabar Banten Syariah mengutamakan cara damai dengan
bermusyawarah. Penyelesaian akan dilakukan di Badan Arbitrase Syariah
Nasional apabila bank dan nasabah benar-benar tidak mufakat pada hasil
musyawarah tersebut. 3) pelaksanaan akad ijarah multijasa tanpa agunan
dibolehkan karena telah memenuhi rukun dan syarat akad ijarah dan akad rahn
dalam ketentuan fiqh muamalah.3
Kedua, skripsi Nida’ul Hoeriah (2017). Mahasiswa UIN SGD Bandung,
Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Muamalah. Penelitian skripsi ini berjudul
“Pelaksanaan Pembiayaan Ijarah Multijasa di BMT Mitra Sadaya Caringin
Bandung”. Mengatakan bahwa dalam pelaksanaan pembiayaan ijarah multijasa di
BMT Mitra Sadaya Caringin Bandung ini lebih banyak mudharatnya
dikaeranakan ketidak harmonisan dari Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000
tentang ketentuan objek ijarah dan ketentuan kementrian koperasi tentang
karakteristik transaksi syariah terkait pelaksanaan yang diterapkan. Dan dari
klausul akad yang tidak dicantumkannya objek sewa yang merupakan rukun dan
syarat terbentuknya akad yang sah (fasad), adanya ketidak jelasan objek tersebut
3 Nisa Nurfauki Sa’adah, Pelaksanaan Pembiayaan Ijarah Multijasa Tanpa Agunan Di
BJB Syariah KP Braga. Skripsi S1, Universitas Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Fakultas
Syariah Dan Hukum, Bandung. 2014
8
bisa menjadikan adanya sengketa. Karena dalam bermuamalah rukun dan syarat
dari akad yang dilaksanakan merupakan hal-hal yang harus disepakasti.4
Ketiga, skripsi Febry Purnama Nisaa Cantika (2014). Mahasiswa UIN
SGD Bandung, Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Muamalah. Penelitian
skripsi ini berjudul “Pelaksanaan Pembiayaan Ijarah Multijasa Di Bank Jabar
Banten Syariah KCP Sumedang”. Mengatakan bahwa penetapan ujrah dalam
pembiayaan multijasa di Bank Jabar Banten Syariah KCP Sumedang
menggunakan metode penetapan Ujrah dalam bentuk Prosentase. Hal ini
menimbulkan terjadinya ketidak-sesuaian atas manfaat jasa yang diberikan.
Karena hal ini bertentangan dengan ketentuan Fatwa DSN No. 44/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa, bahwa besar ujrah atau fee harus
disepakati di awal dan dalam bentuk Nominal bukan dalam bentuk Prosentase.
Penetapan ujrah yang telah ditetapkan oleh Bank adalah dalam bentuk Prosentase,
yaitu antara 16%-17% tergantung pada plafond yang diajukan. Adanya
ketidaksesuaian antara penerapan praktik di bank dan ketentuan Fatwa DSN No.
44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa.5
Berdasarkan paparan pustaka diatas, skripsi ini memiliki beberapa
perbedaan dengan skripsi terdahulu tersebut yaitu, pertama skripsi yang ditulis
oleh Nisa Nurpauki Sa’adah, perbedaannya terdapat pada masalah yang diteliti
yaitu pemberian pembiayaan hanya dikhususkan untuk pegawai yang telah meiliki
4 Nida’ul Hoeriah, Pelaksanaan Pembiayaan Ijarah Multijasa Di BMT Mitra Sadaya
Caringin Bandung, Skripsi S1, Universitas Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Fakultas Syariah
Dan Hukum, Bandung. 2017 5 Febry Purnama Nisaa Cantika, Pelaksanaan Pembiayaan Ijarah Multijasa Di Bank
Jabar Banten Syariah Kcp Sumedang, Skripsi S1, Universitas Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung, Fakultas Syariah Dan Hukum, Bandung. 2014
9
SK dan SK yang dijadikan persyaratan dalam pengajuan pembiayaan multijasanya
dan membahas cara penyelesaian jika terjadi kredit macet. Perbedaan dengan
skripsi yang kedua yaitu dari Nida’ul Hoeriah yaitu ketidaksesuaian dengan teori
ijarah yang ada dimana terdapat ketidakjelasan dalam objek sewa yang merupakan
rukun dan syarat terbentuknya akad yang sah. Perbedaan dari skripsi yang terakhir
yaitu dari Febry Purnama Nisaa Cantika ialah terdapat ketidaksesuaian dengan
Fatwa DSN No. 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang pembiaayan multijasa. Dimana
penetapan ujrah (fee) yang dinyatakan dalam bentuk prosentase bukan dalam
bentuk nominal. Maka terdapat ketidaksesuaian antara praktik di bank dengan
ketentuan Fatwa.
Setelah melihat perbedaan-perbedaan studi terdahulu dengan ini. Penulis
akan memaparkan persaaman yang terdapat pada ketiga skripsi tersebut yakni,
sama-sama menggunakan akad ijarah dalam pembiaayan multijasa yang diteliti
sebelumnya.
F. Kerangka Pemikiran
1. Landasan hukum
Al-Quran
هاى قالج احد جرت القي الني ي جره ان خي نو استأ
اةج استأ
Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (Qs. Al-qasas:
26)6
6 Kementrian Agama RI, Ar-Rahim Al-Qur’an Dan Terjemahan, (Bandung: CV Mikraj
Khazanah Ilmu, 2014) Hlm. 388
10
Yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita)”. Ungkapan tersebut menunjukkan adanya
jasa yang diberikan berkat kewajiban membayar upah secara patut. Ungkapan
tersebut menunjukkan adanya jasa yang diberikan berkat kewajiban membayar
upah (fee) secara patut.7
Hadits :
بو ي ثيا عتد الل نس حديل، عو أ ىا نالك، عو حيد الط خب
سف، أ، قال عي ة » :ةو نالك رض الل
صل الل علي وسلم أ حجم رسل الل
صل الل علي وسلم ةصاع نو مر ل رسل الل طيتث، فأ ل
مر أ
تهر، وأ
نو خراج ا عي ن يفف «أ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah
mengabarkan kepada kami Malik dari Humaid dari Anas bin Malik
radliallahu 'anhu berkata; Abu Thoybah membekam Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam lalu Beliau membayar dia dengan satu sha' kurma dan
memerintahkan keluarganya untuk meringankan pajaknya". (HR. Bukhori,
shahih)8
Ushul Fiqh :
ة ب ع ل ا م ه ع ةبت ا لس ص ص ب ل ظ ف الل
Artinya: Yang dipandang dasar (titik tolak) adalah petunjuk umum dasar
lafadz bukan sebab khusus.9
Maksudnya, dalam menggali suatu hukum yang dipandang dasar adalah
petunjuk lafadz bukan sebab khusus.
2. Konsep multijasa
Ibnu Taimiyah berkata, tingkah laku manusia baik berupa perkataan
maupun tindakan. Ada dua macam: ibadah yang dengannya ia memperbaiki
7 Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktik… Hlm. 108
8 Al Waqfeya, Maktabah Syamilah, Hadits Riwayat Bukhari, Hadits No.2102
9 Hasbiyallah, Fiqh Dan Ushul Fiqh, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2017),
Hlm. 130
11
agama, dan tradisi yang dengannya ia membangun dunia. Dengan mencermati
pokok-pokok syariat, kita memahami bahwa ibadah yang diwajibkan dan dicintai
allah tidak dapat ditunaikan kecuali dengan syariat. Adapun adat istiadat, ia adalah
sesuatu yang biasa dilakukan oleh masyarakat dalam urusan dunia mereka yang
mereka butuhkan, tidak ada larangan padanya kecuali apa-apa yang dilarang Allah
SWT.10
Di era modern ini, kegiatan jual beli, sewa menyewa dan perjanjian
kerjasama lainnya sudah banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan
berprinsip syariah, baik berupa bank maupun non bank. Produk-produk yang
diciptakan tidak lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin
konsumtif. Salah satu produk pembiayaan yang diciptakan Lembaga Keuangan
Syari'ah (LKS) untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan suatu jasa seperti
pendidikan, kesehatan, kepariwisataan, dan ketenagakerjaan adalah pembiayaan
multijasa, di mana akad yang digunakan adalah akad ijarah atau kafalah.
Bank pada hakikatnya adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat
bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan milik negara,
bahkan lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui
kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan
pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor
perekonomian.11
Sebagai lembaga intermediasi, maka bank syariah disamping melakukan
kegiatan penghimpunan dana secara langsung kepada masyarakat dalam bentuk
10
Yusuf Qardhawi. Halal Haram Dalam Islam. (Solo: Era Intermedia, 2003). Hlm 40 11
Chatamarrasid. Badan hukum yayasan. (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2009). Hlm 7
12
simpanan juga akan menyalurkan dan dalam bentuk pembiayaan. Instrument
bunga yang ada dalam bentuk kredit digantikan dengan akad-akad yang
berdasarkan prinsip syariah. Penerapan dari akad-akad yang berdasarkan prinsip
Islam kedalam produk pembiayaan bank.12
Pembiayaan multijasa adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berupa transaksi multijasa dengan menggunakan akad
ijarah berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah
pembiayaan yang mewajibkan nasabah untuk melunasi kewajibannya sesuai
dengan akad.13
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 44 Tahun 2004
tentang Pembiayaan Multijasa, ialah pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu
jasa.14
Akad yang digunakan dalam pembiayaan multijasa ini ada dua, yaitu akad
ijarah. Ijarah dalam fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 9 Tahun 2000
adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemjndahan
kepemilikan barang itu sendiri.15
Maka, dapat disimpulkan bahwa ijarah adalah akad yang digunakan untuk
melakukan jual beli manfaat atas suatu barang atau jasa (sewa menyewa) atau jasa
12
Abdul Ghofur Anshori. Perbankan Syariah Indonesia. (Yogyakarta: 2008). Hlm 20 13
Erwandi Tarmizi. Pembiayaan Multijasa. Www.Erwantarizi.Wordpress.Com. Diakses
Pada 20 April 2019 pukul 17.00 14
Fatwa Dewan Syariah Nasional NO.44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Pembiayaan
Multijasa. 15
Rachmat Syafe’i. Fiqh Muamalah. (Bandung: Pustaka Setia, 2001). Hlm 121-122
13
(upah mengupah) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakan ketika
akad.
Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pembiayaan Ijarah menyebutkan bahwa salah satu kewajiban Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) sebagai pemberi manfaat barang atau jasa adalah menyediakan
barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.
Secara umum, timbulnya ijarah disebabkan oleh adanya kebutuhan akan
manfaat suatu barang atau jasa dari nasabah yang tidak memiliki kemampuan
keuangan. Dengan kata lain, praktik pelaksanaan akad ijarah di perbankan syariah
ini merupakan perubahan cara pembayaran hak guna (manfaat) atas suatu barang
atau jasa dari tunai di muka menjadi angsuran.
Adapun wakalah yaitu berarti penyerahan, delegasian, atau pemberian
mandate. Dalam bahasa arab, hal ini dapat dipahami sebagai at-tafwidh. Akan
tetapi, yang dimaksud sebagai al-wakalah disini adalah pelimpahan kekuasaan
oleh seseorang kepada yang lain dalam hal yang diwakilkan.16
Wakalah (deputyship), atau biasa disebut perwakilan, adalah pelimpahan
kekuasaan oleh suatu pihak (muwakil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal-hal
yang boleh diwakilkan. Atas jasanya, maka penerima dapat meminta imbalan
tertentu dari pemberi amanah.17
Produk pembiayaan multijasa idealnya dilakukan dengan menggunakan
akad ijarah atau kafalah, di mana jika Lembaga Keuangan Syariah menggunakan
akad ijarah, maka harus mengikuti ketentuan yang ada dalam fatwa ijarah. Jika
16
Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik…. Hlm 120-121 17
Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2007),
Hlm 104
14
Lembaga Keuangan Syariah menggunakan akad kafalah, maka harus mengikuti
ketentuan yang ada dalam fatwa kafalah. Tapi pada kasus ini, pembiayaan
multijasa dilaksanakan seperti murabahah, di mana bank mewakilkan kepada
nasabah untuk menyewa aset atau melakukan jasa yang dibutuhkannya atas nama
bank yang kemudian nantinya bank akan menyewakannya kembali kepada
nasabah dengan harga yang lebih tinggi. Di sini, bank hanya memfasilitasi
sejumlah dana yang dlbutuhkan nasabah untuk memenuhi kebutuhan pembayaran
biaya pendidikan, kesehatan, kepariwisataan atau ketenagakerjaan, dengan syarat
nasabah harus melampirkan bukti-bukti pembayaran untuk diserahkan kepada
bank sebagai bukti bahwa pembiayaan telah dilaksanakan dengan baik.
Jika dilihat dari fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 9 Tahun 2000
tentang Pembiayaan Ijarah, dalam ketentuan umumnya dikatakan bahwa salah
satu kewajiban Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemberi manfaat barang atau
jasa adalah menyediakan barang atau jasa yang diberikan.
Dewan Syariah Nasional masih bisa memaklumi apabila pelaksanaan
pembiayaan multijasa dilaksanakan seperti pada kasus di atas, dengan syarat
nasabah yang bersangkutan harus melampirkan bukti-bukti pembayaran. Akan
tetapi, timbul permasalah lain, dalam kasus ini nasabah tidak melampirkan bukti-
bukti pembayaran yang seharusnya dilampirkan kepada bank sebagai tanda bukti
bahwa pembiayaan telah dilaksanakan sesuai dengan akad. Di sini pihak bank
juga tidak melakukan tindakan apapun kepada nasabah yang bersangkutan,
sehingga masih terdapat kejanggalan dalam pembiayaan multijasa tersebut.
15
G. Langkah-langkah Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel
mandiri, baik satu variabel atau lebih (independent) tanpa membuat
perbandingan atau menghubungkannya dengan variabel lain.18
Jadi secara
singkat, dikatakan penelitian deskriptif jika penelitian yang dilakukan bersifat
pemaparan atau menjelaskan tentang Ujrah dan pelaksanaan pembiayaan
multijasa di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Kota Sukabumi
2. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Kota Sukabumi,
jalan Jend. Sudirman No.Blok 112, Gunungparang, Kec. Cikole, Kota
Sukabumi, Jawa Barat 43131
3. Jenis Data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data deskriptif kualitatif,
penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah,
dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti
yang tertarik secara alamiah. Dimana penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan
manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi,
pendapat atau kepercayaan orang yang diteliti dan kesemuanya tidak dapat
diukur dengan angka.
18
Ety Rochaety, dkk, Metodologi Penelitian Bisnis Dengan Aplikasi SPSS, (Jakarta:
Mitra Wacana Media, 2009), hlm.17
16
4. Sumber Data
a. Sumber data primer
Yaitu informasi yang diperoleh secara langsung dari pihak yang terlibat dalam
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Berupa pendapat subjek secara
individual atau kelompok, hasil observasi yang dilakukan oleh penulis.
Diperoleh dari hasil wawancara pada retal banking relationship manager di
Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Kota Sukabumi.
b. Sumber data sekunder
Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung. Biasanya didapat dari media
perantara. Disini penulis mendapatkan data melalui arsip atau dokumen yang
menjadi alat bukti untuk menjawab yang menjadi masalah peneliti. Diperoleh
dari berbagai catatan, artikel serta buku-buku yang merupakan literatur yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
5. Tehnik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi yang dilakukan oleh penulis adalah pengamatan terhadap proses
atau mekanisme dalam pembiayaan multijasa yang dilakukan di Bank Syariah
Mandiri Kantor Cabang Kota Sukabumi. Tujuan dari observasi adalah untuk
memperoleh data yang sebenarnya dengan melakukan pengamatan langsung
pada mekanisme pembiayaan multijasa di Bank Syariah Mandiri Kantor
Cabang Kota Sukabumi.
b. Wawancara
17
Suatu tehnik pengumpulan data dengan menggali informasi secara langsung
pada pihak-pihak yang terkait. Penulis menyiapkan dan mengajukan beberapa
pertanyaan yang sebelumnya disusun kepada staff seputar mekanisme
pembiayaan multijasa di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Kota
Sukabumi, sehingga diharapkan mendapatkan data yang sesuai dan akurat.
c. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan sarana pengumpulan data yang bersifat kualitatif
dengan mencari data dari berbagai buku, artikel dan sumber tertulis lainnya.
Yang mana hasilnya dapat dijadikan sebagai landasan atau sumber data
pelengkap mengenai konsep, teori, dan praktik pembiayaan multijasa di Bank
Syariah Mandiri Kantor Cabang Kota Sukabumi.
6. Analisis Data
Ada pun langkah terakhir yang dilakukan oleh penulis adalah menganalisis
data dengan cara sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data. Langkah ini di lakukan dengan mengumpulkan data dan
berbagai informasi yang diperoleh mengenai penetapan ujrah pada
pembiayaan multijasa di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Kota
Sukabumi.
b. Menyeleksi data-data yang telah diperoleh dengan cara mengelompokkan
data-data yang diperoleh saat penelitian.
c. Menganalisis data, merupakan tahapan dari proses penelitian. Yang mana
akan diperoleh jawab-jawaban atas permasalahan dalam penelitian yang
dilakukan.