bab i pendahuluan a. latar belakang masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut...

100
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan memahami agama sebagai kebenaran absolut, sebagian masyarakat meyakini bahwa tidak bisa dibandingkan agama yang satu dengan agama lainnya. Para penganut agama tersebut sering menggunakan klaim kebenaran (truth claim) terhadap agama yang dianutnya sehingga orang-orang mengakui kebenaran mutlak terhadap agama yang dianutnya dan tidak bisa diganggu gugat termasuk dibandingkan. Bahkan agama yang diyakini memiliki kebenaran mutlak tersebut sering digunakan para penganutnya untuk mempertahankan identitasnya, menyerang dan menghancurkan pihak lawan. Hubungan Kristiani dan Islam cenderung bersifat ambivalen, bisa konflik dan bisa konsruktif. 1 Aspek-aspek ganjil dan positif hubungan kedua komunitas agama tersebut dapat dilihat dalam sejarah interaksi kedua komunitas itu. Menurut Mahmoud Ayoub, Al-Qur’an hanya meletakkan sikap kaum Muslim pada saat tertentu terhadap kaum dan agama Kristen dengan pertimbangan-pertimbangan politik, ekonomi, dan sosial konkrit, bukan pertimbangan teologi. 2 Namun, menurut ahli agama lain bahwa sebagian besar aspek negatif dan positif dari hubungan itu berakar dari penekanan yang disengaja terhadap teks-teks 1 Mahmoud Ayoub, Akar-Akar Konflik Muslim- Kristen: Persfektif Muslim Timur Tengah, dalam Buku: Hidayat, Komarudin dan Ahmad Gaus AF. 1998. Passing Over Melintas Batas Agama. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 191. 2 Ibid.

Upload: hoangkien

Post on 06-Mar-2018

240 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dengan memahami agama sebagai kebenaran absolut, sebagian masyarakat

meyakini bahwa tidak bisa dibandingkan agama yang satu dengan agama lainnya.

Para penganut agama tersebut sering menggunakan klaim kebenaran (truth claim)

terhadap agama yang dianutnya sehingga orang-orang mengakui kebenaran mutlak

terhadap agama yang dianutnya dan tidak bisa diganggu gugat termasuk

dibandingkan. Bahkan agama yang diyakini memiliki kebenaran mutlak tersebut

sering digunakan para penganutnya untuk mempertahankan identitasnya,

menyerang dan menghancurkan pihak lawan.

Hubungan Kristiani dan Islam cenderung bersifat ambivalen, bisa konflik dan

bisa konsruktif.1 Aspek-aspek ganjil dan positif hubungan kedua komunitas agama

tersebut dapat dilihat dalam sejarah interaksi kedua komunitas itu. Menurut

Mahmoud Ayoub, Al-Qur’an hanya meletakkan sikap kaum Muslim pada saat

tertentu terhadap kaum dan agama Kristen dengan pertimbangan-pertimbangan

politik, ekonomi, dan sosial konkrit, bukan pertimbangan teologi.2

Namun, menurut ahli agama lain bahwa sebagian besar aspek negatif dan

positif dari hubungan itu berakar dari penekanan yang disengaja terhadap teks-teks

1 Mahmoud Ayoub, Akar-Akar Konflik Muslim- Kristen: Persfektif Muslim Timur Tengah, dalam

Buku: Hidayat, Komarudin dan Ahmad Gaus AF. 1998. Passing Over Melintas Batas Agama. PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 191. 2 Ibid.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

tertentu dari Kitab Injil dan Al-Qur’an yang dianut oleh masing-masing

pemeluknya.3 Salah satu contohnya yaitu pada saat Bapak gereja awal berperang

secara kokoh terhadap ekslusivisme keagamaan seperti yang ditunjukkan dalam

sebuah slogan yang terkenal “Extra ecclesiam nulla salus” dengan mengutip sebuah

firman Yesus yang terdapat dalam Matius Surat keduabelas ayat tigapuluh, “Siapa

yang tidak bersama aku berarti menentangku, dan siapa tidak berkumpul denganku,

maka tersesat.” Pada saat itu pula ditemukan spirit inklusivisme dalam kitab

Cornelius di mana St. Peter berucap kepadanya, “Demi sebuah kebeanaran saya

berkata bahwa Tuhan tidak mengasihi siapa-siapa; tetapi dalam setiap bangsa, dia

yang tunduk kepada-Nya dan bekerja dengan benar, diterima di sisi-Nya” (Act

10:34-35).

Kajian Kristiani dan Islam dapat dilihat secara rinci dari hasil kajian Wilfred

Cantwell Smith melalui hubungan paralel atau pebandingan. Smith mengkaji

agama dari aspek doktrin terutama hubungan proporsional atau pendekatan

persamaan dan perbedaan yang sejajar. Padahal agama sebagai objek kajian para

ahli ilmu agama dapat dikaji melalui pendekatan berbagai aspek. Manifestasi dari

agama itu, perwujudannya sangat beragam. Manifestai tersebut dapat juga disebut

sebagai ekspresi keberagamaan atau pengalaman keagamaan. Smith sendiri

memahami agama terdiri dari beberapa bentuk sebagai unsur keagamaan. Unsur-

unsur tersebut adalah ajaran, symbol, praktek dan lembaga.4

3 Alwi Shihab, Hubungan Islam dan Kristen Abad 21, dalam dalam Buku: Hidayat, Komarudin dan

Ahmad Gaus AF. 1998. Passing Over Melintas Batas Agama.PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

hlm. 185. 4 Romdon, Metodologi Ilmu Perbandingan Agama- Suatu Pengantar Awal, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 1996, hlm, 3.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Menurut Joseph M. Kitagawa, agama itu dapat dipelajari dengan tujuh macam

dari ilmu Perbandingan Agama atau Ilmu Agama berdasar pendekatannya yaitu

sejarah Agama Umum, Sejarah Agama Khusus, Perbandingan Agama, Sosiologi

Agama, Psikologi Agama dan Fenomenologi Agama.5

Begitu juga menurut Ninian Smart seorang ahli studi agama mengungkapakan

bahwa agama sebagai organisme yang memiliki multidimensi, seperti doktrin

(doctrine), mitologi (mythology), etika (ethics), ritual (ritus), institusi sosial (sosial

institution) dan pengalaman keagamaan (religious experience).6 Dengan demikian

seharusnya agama dapat dikaji dari berbagai dimensi.

Wilfred Cantwell Smith seorang ahli Ilmu Perbandingan Agama yang terkenal

dengan teori personalisasi (personalization) dapat mengkaji agama pada aspek

pemahaman doktrin dengan metode perbandingan. Pemahaman doktrin agama

dalam masyarakat termasuk pemahaman seseorang terhadap nilai dan norma,

karena agama merupakan salah satu sturuktur institusional penting yang

melengkapi keseluruhan sistem sosial.7 Setiap agama pada umumnya menawarkan

nilai dan norma berupa ajaran yang mirip sama tentang moral, keselamatan,

kemanusiaan, perdamaian batin individu agar manusia menjadi beradab. Ajaran

atau doktrin dari masing-masing agama senantiasa merupakan pedoman atau aturan

bagi pemeluk agama. Masing-masing penganut agama tertentu meyakini kebenaran

terhadap ajaran agama yang dianutnya.

5 Emile Durkheim, The Elementary Forms of Religious Life. Oxford University Press, US, 2001,

hlm, 5 6 Walter H. Capps, Religious Studies: The Making of a Discipline, Fortress Press Minneapolis, USA,

1995, p. 308. 7 Thomas F. Ode’a, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal, Terjemahan Tim Yasogama, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 1995, cet. ke-6, hlm. 1.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Ternyata Agama yang dianggap sering diklaim memiliki kebenara absolut itu

bisa dikaji dengan metode perbandingan. Bagi Smith, hubungan agama Kristiani

dan Islam dapat dikaji dengan melihat hubungan paralel atau hubungan

proporsional dari unsur-unsur kedua agama tersebut termasuk dimensi doktrin atau

teologi yang dimiliki masing-masing agama. Agama tidak hanya memiliki

perbedaan tetapi juga memiliki kemiripan doktrin antara agama satu dengan agama

lainnya. Fenomenanya adalah hasil pemikiran Smith tentang beberapa persamaan

dan perbedaan antara Kristiani dan Islam yang ditulis dalam berbagai buku.

Kajian agama yang dilakukan Smith melahirkan teori personalisasi. Teori

Personalisasi yang diungkapkan Smith digunakan untuk dialog agama yang

menekankan sikap yang harus digunakan dalam menghadapi agama lain yaitu sikap

yang menganggap orang lain sebagai bagian dari “kita” atau dalam bahasa Inggris

disebut “we”, bukan “it”, “you” dan “They”.8 Dia menyarankan kapada penstudi

agama untuk bersikap kesataraan dengan menggunakan kata “kita” atau dalam

bahasa Inggris disebut “we” sebagai puncak personalisasi. Sebagaimana dia

ungkapkan dengan ungkapan Bahasa Inggris, We all are talking with each other

about us.9

Pentingnya hasil karya Smith mengenai doktrin teologi Kristiani dan Islam

tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian. Ketertarikan penulis

dalam penelitian ini adalah adanya kecenderungan dari Smith mengkaji agama

pada aspek doktrin dan dengan metode perbandingan. Padahal banyak tokoh-tokoh

8 Romdon, 1996, hlm,12 9 Ibid

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

ahli ilmu agama lainnya mengkaji dari aspek sosial, dan budaya, filsafat dan

sebagainya dalam memahami agama.

Fenomena analisa perbandingan mengenai doktrin teologis antara Kristiani dan

Islam yang ditulis Wilfred Cantwell Smith menimbulkan masalah penelitian

sehingga perlu dikaji. Masalah penelitian itu adalah Bagaimana Pemikiran Wilfred

Cantwell Smith menganalisa beberapa persamaan dan perbedaan doktrin teologi

Kristiani dan Islam? Masalah penelitian ini berupaya memahami konsep ajaran

agama Kristiani dan Islam menurut pemikiran Wilfred Cantwell Smith.

B. Rumusan Masalah

Perhatian dalam penelitian ini terfokus pada pemahaman atau pemikiran dari

Wilfred Cantwell Smith sebagai ahli Ilmu Agama mengenai beberapa persamaan

dan perbedaan doktrin teologi Kristiani dan Islam. Fokus penelitian ini cenderung

pada deskripsi analisis mengenai perbandingan doktrin teologi Kristiani dan Islam.

Kajian ini termasuk kajian agama sebagai pemahaman,10 dan kajian agama sebagai

sistem budaya yang memiliki simbol,11

Simbol-simbol agama tersebut dijadikan cara dalam memahami atau

menafsirkan pemikiran agama mengenai konsep doktrin teologi Kristiani dan Islam

dari ahli Ilmu Agama yang dianggap penting dalam mengkaji agama. Deskripsi

analisis pemahaman Wilfred Cantwell Smith mengenai persamaan dan perbedaan

10 Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, Pustaka Setia,

Bandung, 2000, cet. ke-1, hlm.72. 11 Clifford Geertz, From the Native’s Point of View: On the Nature of Anthropological

Understanding, Paul Rabinow dan Wiliam M Sulivan (Ed.), Interpretive Sosial Science A Reader,

University of California Press, California, 1979, p. 228.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

doktrin teologi Kristiani dan Islam dinyatakan dalam tiga rumusan pertanyaan.

Ketiga rumusan pertanyaan itu adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kronologis riwayat hidup Wilfred Cantwell Smith,

termasuk pendidikan dan karya-karya yang telah dibuatnya?

2. Bagaimana analisa persamaan dan perbedaan doktrin teologis

Islam dan Kristen menurut Wilfred Cantwell Smith?

3. Bagaimana implikasi pemikiran Wilfred Cantwell Smith mengenai

persamaan dan perbedaan doktrin Kristiani dan Islam dalam Ilmu

Agama?

C. Tujuan dan Keguanaan Penelitian

Kegiatan penelitian ini merupakan proses pencarian pemahaman analisa

perbandingan ajaran Kristiani dan Islam menurut Ahli ilmu Agama berdasarkan

tulisan-tulisan yang dibuat Wilfred Cantwell Smith.

Menyadari hal tersebut tujuan penelitian ini tidak lepas dari pemahaman

Joachim Wach bahwa mempelajari agama atau bagian agama adalah dengan

maksud to understand meaning, bukan to know.12

Dengan demikian terdapat tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini

yaitu untuk memahami,

12 Romdon, 1996, hlm. 2.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

1. Kronologis riwayat hidup Wilfred Cantwell Smith, termasuk

pendidikan dan karya-karya yang telah dibuatnya.

2. Analisa beberapa persamaan dan perbedaan doktrin teologis

Kristiani dan Islam menurut Wilfred Cantwell Smith

3. Implikasi pemikiran Wilfred Cantwell Smith mengenai persamaan

dan perbedaan doktrin Kristiani dan Islam dalam Ilmu Agama.

Kegiatan ini diharapkan memenuhi kepentingan-kepentingan dan tujuan

tertentu yaitu untuk kepentingan akademik dan berupaya mengatasi persoalan sosial

keagamaan. Secara akademis penelitian ini memiliki keterkaitan dengan relevansi,

unik, penting dan menambah pustaka. Hasil penelitian ini diharapkan berguna

untuk menambah pustaka atau referensi dalam kajian agama menurut ahli ilmu

agama. Fenomena agama khususnya ide doktrin teologi Kristiani dan Islam sebagai

hasil penelitiannya di satu sisi, dan di sisi lain, ahli agama sebagai pengkaji agama.

Keduanya dapat dipahami dalam pemikiran Wilfred Cantwell Smith mengenai

persamaan dan perbedaan doktrin teologi Kristiani dan Islam sehingga perlu diteliti

guna menambah informasi.

Pengkajian mengenai pemikiran Wilfred Cantwell Smith sebagai ahli ilmu

agama penting untuk diteliti, karena untuk menambah wawasan akademik, dan

memelihara integritas sosial berdasarkan pemahaman keberagamaan. Secara

akademik, kajian ini relevan dengan jurusan Perbandingan Agama, karena Ilmu

Perbandingan Agama memiliki unsur kajian diantaranya pemahaman, doktrin,

ritual dan tokoh agama atau umat. Hal tersebut sesuai dengan hasil kajian agama

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan

dalam bentuk pemikiran, peribadatan dan kelompok sosial.13

Pemikiran ahli ilmu agama merupakan bagian dari kajian Ilmu Perbandingan

Agama secara literatur. Hal ini relevan dengan kajian keberagamaan (religious

studies), karena penelitian ini mengkaji agama sebagai kajiaan teoritis dari ahli Ilmu

Agama. Sebagaimana Capps ungkapkan, “Simply put, religious studies provides

training and practice (each an essential quality of a discipline) in directing and

conducting inquiry regarding the subject-fields) utilizes prescribed modes and

techniques of inquiry to make the subject of religion intelligible. This is its twofold

task: to discover as well as to elicit its subject’s intelligibility.”14

Penelitian ini termasuk kajian agama dengan cara dideskripsikan oleh ahli ilmu

agama. Sebagaimana lebih lanjut Capps uraikan bahwa agama dapat dikaji dengan

cara deskripsi atau dipertanyakan dengan kalimat, How shall religion be

described?15 Gambaran ini termasuk bagaimana cara mengkaji agama dari ahli ilmu

agama. Fenomenanya dapat dilihat dari tulisan-tulisan Smith mengenai beberapa

persamaan dan perbedaan Kristiani dan Islam dengan melihat aspek doktrinya.

Penelitian tentang doktrin teologi menurut Wilfred Cantwell Smith masih

terbatas kajiannya terutama di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati

Bandung, sehingga dengan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang cara

memandang bentuk doktrin teologi Kristiani dan Islam. Apabila terdapat penelitian-

penelitian lain yang berkaitan dengan tema tersebut telah dilakukan peneliti lain,

13 Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama, Terjemahan Djamannuri (Ed), PT. Rajawali Press,

Jakarta, 1978, Cet. Ke-5, hlm, VIII. 14Walter H. Capps, 1995, p. xiv. 15 Ibid.p.xvii.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

penelitian ini dapat menambah informasi yang sudah ada terutama dalam aspek

pemahaman doktrin. Di samping itu penelitian ini diharapkan memberi

pengetahuan keherensi dan konvergensi antara pemahaman teori, khususnya Ilmu

Perbandingan Agama (religious studies) melalui pendekatan makna filosofis dari

gejala teks.

Selain itu, penelitian ini relevan dengan konteks pembangunan (reformasi)

nasional Indonesia. Dilihat dari keberadaan Wilfred Cantwell Smith sebagai ahli

Ilmu agama yang menggunakan metode perbandingan dapat dijadikan rujukan atau

referensi dalam berdalog antara muslim dan kelompok Kristiani. Penelitian ini

dapat memberi kontribusi informasi dalam dialog keberagamaan, karena terdapat

model interaksi agama. Model interaksi itu adalah interaksi antara doktrin teologi

Kristiani dan Islam yang diharapkan dapat berdampak pada tanggung jawab

manusia dalam memelihara integritas termasuk integrasi nasional yang menjadi

bagian tak tepisahkan dengan tanggung jawab global termasuk bagi para penganut

agama. Sebagaimana konsep Global Responsibility yang diungkapkan Hans Kung

diantaranya, tidak ada dialog keberagamaan tanpa mempelajari dasar agama-agama

(No religious dialogue without investigating the foundation of the religions).16

Upaya-upaya mengintegrasikan peran masyarakat beragama dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara tersebut dianggap penting, dan perlu mendapat perhatian,

karena upaya tersebut relevan dengan upaya memelihara integrasi bangsa yang

plural termasuk isu-isu agama.

16 Hans Kung, Global Responsibility in Search of A New World Ethic, Translated John Bowden,

Crossroad, New York, 1991, p. vii-xii.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Khusus bagi kelompok muslim Indonesia, karena posisinya dianggap sebagai

kelompok mayoritas, maka peran masyarakat muslim dituntut dalam pelaksanaan

perubahan yang telah diprogramkan oleh Negara. Dengan demikian usaha-usaha

yang mengarah pada upaya integrasi bangsa dianggap penting pula dalam program

pembangunan nasional yang berlandaskan norma-norma pluralisme dan

multikulturalisme atau Bhineka Tunggal Ika. Oleh karena itu penelitian ini

diharapkan menjadi salah satu referensi yang berguna untuk melihat isu

keberagamaan secara lebih dialogis, proporsional dan sosial-kultural. Karena

kemajemukan masyarakat Indonesia secara etnis dan agama akan memiliki pola-

pola hidup yang berbeda terutama akibat berbagai pengaruh yang ditimbulkan, baik

internal maupun eksternal masyarakat.

D. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini diawali dengan penemuan penulis mengenai masalah substantif.

Masalah substantif dalam penelitian ini adalah pemikiran Wilfred Cantwell Smith

tentang beberapa persamaan dan perbedaan doktrin teologi Kristiani dan Islam.

Pemikirang Wilfred Cantwell mengenai doktrin Kristiani dan Islam dipahami

sebagai gejala agama, karena doktrin merupakan aspek dari kajian agama.

Pendekatan Smith mengenai agama adalah internalistik yang berupa teologi yang

merupakan pendukung dari ilmu agama atau Ilmu Perbandingan Agama.

Kemudian, penulis mendisain penelitian ini dengan beberapa pertanyaan untuk

dicari jawaban-jawabannya. Untuk mencari jawaban tersebut penulis menggunakan

kerangka teoritis atau teori-teori yang dikerangkakan (dikonstruksi). Rumusan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

teoritis yang digunakan untuk memahami pemikiran Wilfred Cantwell Smith

mengenai beberapa persamaan dan perbedaan doktrin teologi Kristiani dan Islam

adalah paradigama filosofis dengan pendekatan analisis tekstual.

Adapun paradigma content analisis atau analisis tekstual itu didukung dengan

paradigma filosofis.17 Penelitian dengan menggunakan analisis tekstual ini

digunakan karena bersentuhan langsung dengan teks, dan analisis isi yang

melibatkan pertimbangan fenomena di dalam teks.18 Melalui paradigma filosofis

penulis berusaha memahami pemikiran Wilfred Cantwell Smith mengenai

persaman dan perbedaan doktrin Kristiani dan Islam.

Peran kerangka teori dalam penelitian ini sebagai persfektif. Ia digunakan

untuk menyelami proses penelitian, sebagai cara pandang dan untuk menafsirkan

atau memahami doktrin teologi Kristiani dan Islam menurut pemikiran Wilfred

Cantwell Smith. Pemahaman kerangka teori ini sesuai dengan peran teori sebagai

persfektif atau paradigma yang dijadikan sebagai sudut pandang untuk memahami

atau menafsirkan dan memaknai setiap fenomena, baik benda, tulisan maupun

orang dalam rangka membangun konsep.

Terdapat beberapa buku yang memuat pembahasan pemikiran Wilfred

Cantwell Smith mengenai agama. Buku-buku itu dianggap dapat membantu penulis

dalam penelitian mengenai doktrin Kristiani dan Islam dari pemikiran Wilfred

Cantwell Smith diantaranya, On Understanding Islam Selected Studies diterbitkan

17 Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung, 2001, cet. ke-1, hlm.129. 18 Jane Stokes, How to Do Media and Cultural Studies: Panduan untuk melaksanakan Penelitian

dalam Kajian Media dan Budaya, terjemahan Santi Indra Astuti, Bentang, Bandung, 2006, cet. ke-

1, hlm, 59.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

oleh Mouton di New York pada tahun 1981. Kitab Suci Agama-Agama yang

diterbitkan oleh Teraju di Jakarta pada tahun 2005. Islam dalam Sejarah Modern

yang terjemahan Abusalamah dan diterbitkan oleh penerbit Bhratara pada tahun

1962 di Jakarta merupakan kajian Islam yang cenderung dengan pendekatan doktrin

dan sejarah. Buku Memburu Makna Agama, yang diterjemahkan Landung

Simatupang, Penyunting, Ahmad Baiquni, diterbitkan di Bandung oleh Mizan pada

tahun 2004, dapat memberikan informasi dalam kajian ini.

E. Langkah-Langkah Penelitian

Penelitian ini memiliki prosedur penelitian yang disebut langkah-langkah

penelitian. Di dalam langkah-langkah penelitian ini menjelaskan bagaimana cara

yang digunakan penulis dalam penelitian ini. Sesuai derngan format penulisan

skripsi langkah-langkah penelitian ini terdiri atas metode penelitian, penentuan

jenis data yang dikumpullkan, sumber data yang diperoleh, cara pengumpulan data

yang akan digunakan, cara pengolahan dan analisa data yang akan ditempuh.19 Di

samping itu, penulis mencantumkan pula garis besar penulisan laporan, untuk

mengetahui gambaran yang akan dilaporkan dalam skripsi ini.

1. Metode Penelitian

Penulis menggunakan metode content analisis untuk mengkaji beberapa

doktrin Kristiani dan Islam yang bersumber dari buku-buku yang ditulis Wilfred

19Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Pedoman Penulisan

Skripsi, Laboratorium Fakultas Ushuluddin, Bandung, 2008, cet.ke-1, hlm.46.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Cantwell Smith. Penggunan metode content analysis ini sesuai dengan

pengertiannya yaitu metode yang digunakan dalam jenis penelitian yang bersifat

normatif, dengan menganalisis sumber-sumber tertentu.20

Metode analisis isi (content analysis) ini digunakan mengingat dari aksioma

yang timbul yaitu terdapat proses pemahaman dari Wilfred Cantwell Smith

mengenai persamaan dan perbedaan doktrin Kristiani dan Islam. Hal ini sesuai pula

dengan pemahaman Muhadjir bahwa content analisis berangkat dari aksioma studi

tentang proses dan isi komunikasi yang merupakan dasar bagi semua ilmu sosial.21

2. Jenis Data yang Dikumpulkan

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian dan tujuan penelitian, maka jenis

data dalam penelitian ini merupakan data yang benar-benar dapat menjawab

rumusan atau fokus permasalahan. Data tersebut berupa ungkapan-ungkapan yang

dideskripsikan melalui kata-kata atau tulisan-tulisan sebagai hasil pemikiran yang

terdapat dalam buku-buku pustaka. Terdapat tiga jenis data yang diperlukan.

Pertama, data yang berkaitan dengan kronologis riwayat hidup. Kedua, data yang

berkaitan dengan pemikiran Wilfred Cantwell Smith mengenai beberapa persamaan

dan perbedaan doktrin teologi Kristiani dan Islam. Ketiga, data yang berkaitan

dengan implikasi pemikiran Wilfred Cantwell Smith mengenai persamaan dan

perbedaan doktrin Kristiani dan Islam dalam Ilmu Agama.

20 Ibid, hlm. 47 21 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1996, Edisi III,

hlm. 49.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Pendekatan ilmu yang digunakan dalam penelitian ini adalah teologi, filsafat

dan Antropologi Budaya yang dijadikan pendukung dalam ilmu Perbandingan

Agama.

3. Sumber Pengambilan Data

Sumber data dalam penelitian ini merupakan bahan yang penulis gunakan

untuk menjawab pertanyaan penelitian. Sumber pengambilan data tersebut

diperoleh dari buku-buku, artikel dan situs Web. Sumber data tersebut terbagi

dalam dua kategori yaitu sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer

adalah buku-buku, artikel dan situs web yang ditulis Wilfred Cantwell Smith.

Sedangkan sumber data sekunder adalah buku-buku atau artikel-artikel dan situs

web yang ditulis orang lain atau orang tertentu berkaitan dengan pemikiran Wilfred

Cantwell Smith mengenai doktrin Kristiani dan Islam. Kedua sumber tersebut

dijadikan bahan yang akan dikaji untuk menemukan jawaban-jawaban yang ditulis

dalam rumusan masalah penelitian.

4. Cara Pengumpulan Data yang Digunakan

Penulis mengumpulkan data berdasarkan, pada rumusan masalah, tujuan

penelitian, paradigma, teori dan metode penelitian. Penulis menggunakan cara studi

pustaka atau studi dokumentasi untuk menemukan data-data yang diperlukan.

Kajian pustaka ini sesuai dengan pemahaman Noeng Muhadjir bahwa kajian

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

pustaka seluruh substansinya memerlukan olahan filosofik atau teoritik dan terkait

dengan values.22

Untuk memperoleh jawaban yang diperlukan terdapat beberapa langkah dalam

menyusun pengumpulan data. Pertama, penulis menentukan beberapa buku, artikel

dan situs web yang dianggap bermanfaat dan relevan dengan pemikiran Wilfred

Cantwell Smith mengenai beberapa persamaan dan perbedaan doktrin teologi

Kristiani dan Islam. Kedua, penulis membaca beberapa judul buku, artikel dan situs

web tersebut dengan menyesuaikan dengan relevansi pertanyaan yang telah disusun

dalam rumusan masalah. Penulis memindai kandungan-kandungan bab-bab atau

bagian-bagian paragraf tertentu dalam tulisan di buku, artikel dan situs web yang

telah ditentukan. Dalam langkah ini penulis juga mencatat judul, penulis dan

perincian-perincian lainnya yang terdapat dalam sumber data tersebut, terutama

topik-topik utama yang diliput dan beberapa kalimat mengenai subyek yang

berkaitan pertanyaaan penelitian. Ketiga, penulis mengidentifikasi beberapa buku,

artikel dan situs web yang dianggap menjawab pertanyaan penelitian. Penulis

membaca buku, artikel dan situs web yang telah diidentifikasi sebagai sesuatu yang

relevan dan dianggap penting untuk menjawab pertanyaan penelitian.

5. Cara Pengolahan dan Analisa Data yang Ditempuh.

Tahap berikutnya setelah data terkumpul, penulis mengolah dan menganalisis

data tersebut. Tujuan analisis data adalah menyederhanakan seluruh data yang

22Ibid. hlm. 159.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

terkumpul, menyajikannya dalam suatu susunan yang sistematis, mengolah dan

menafsirkan atau memaknai data yang diperoleh.

Untuk mengolah dan menganalisis data, penulis melakukannya berdasarkan

ciri-ciri tertentu.23 Pertama, teks perlu diproses dengan aturan dan prosedur yang

telah dirancang. Kedua, teks diproses secara sistematis, di sini teks dipilih mana

yang termasuk dalam suatu kategori, dan mana yang tidak termasuk ditetapkan

berdasarkan aturan yang sudah ditetapkan. Kategori yang digunakan dalam analisis

data ini adalah proporsional atau sebanding dalam menentukan persamaan dan

perbedaan. Ketiga, proses menganalisis teks tersebut haruslah mengarah ke

pemberian sumbangan pada teori, artinya ada relevansi teoritiknya. Keempat,

proses analisis tersebut didasarkan pada deskrisipsi yang dimanifestasikan.

6. Garis Besar Penulisan Laporan

Hasil penelitian ini dilaporkan dalam bentuk skripsi sebagai bukti

pertanggungjawaban penulis dalam kegiatan penelitian ilmiah. Adapun garis-garis

besar penulisan laporan hasil penelitian itu diantaranya; Bab Pertama mengenai

Pendahuluan. Di bab ini penulis menjelaskan, latar belakang masalah, rumusan

penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka pemikiran dan langkah

penelitian. Bab Kedua tentang tinjauan teoritis mengenai agama dan sistem

keyakinan. Di bab ini penulis menjelaskan berbagai studi pustaka dan teori

mengenai agama dan sistem keyakinan. Di samping itu penulis juga menjelaskan

secara singkat agama Kristiani dan Islam. Bab Ketiga tentang pembahasan hasil

23 Ibid, hlm. 51.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

penelitian. Di bab ini penulis mendeskripsikan dan menganalisis kronologis riwayat

hidup Wilfred Cantwell Smith, pemikiran persamaan dan perbedaan doktrin

Kristian dan Islam, dan implikasinya bagi ilmu agama. Bab keempat membahas

tentang kesimpulan dan saran. Di sub bab mengenai kesimpulan, penulis akan

menjawab beberapa pertanyaan penelitian secara ringkas sebagai jawaban singkat

dari pertanyaan penelitian. Sedangkan hal-hal yang diungkapkan dalam saran

penelitian ini, penulis mengajukan saran menyangkut hal-hal yang perlu dilakukan

oleh peneliti lain dalam penelitian selanjutnya yang belum ditemukan oleh penulis

dalam penelitian ini. Di samping itu, penulis mengungkapkan pula beberapa

komentar terhadap pemikiran-pemikiran Wilfred Cantwell Smith, baik mendukung

maupun mengkeritiknya berdasarkan fenomena yang ditemukan penulis di

lapangan.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

AGAMA DAN RUANG LINGKUP SISTEM KEYAKINAN

Manusia sebagai makhluk yang memahami kesadaran spiritual dapat

mengungkapkan kesadarannya itu dalam bentuk agama. Dalam memelihara

kehidupan masyarakat, agama sangat diperlukan. Kontribusi nilai-nilai agama

sangat diperlukan terutama dalam upaya membangun etika yang diperlukan

masyarakat. Sebagaimana konsep Global Responsibility yang diungkapkan Hans

Kung bahwa ada beberapa pola dalam membentuk tanggung jawab dunia. Pertama,

dunia tidak akan bertahan tanpa adanya etika dunia (No survival without a world

ethic); Kedua, tidak ada perdamaian dunia tanpa perdamaian keberagamaan (No

world peace without religious peace); Ketiga, tidak ada perdamaian keberagamaan

tanpa dialog keberagamaan (No religious peace without religious dialogue);

Keempat, tidak ada dialog keberagamaan tanpa mempelajari dasar agama-agama

(No religious dialogue without investigating the foundation of the religions).24

Dalam bab ini secara teoritis penulis mendeskripsikan pengeritian agama, teori

sistem keyakinan dan klasifikasi agama.

A. Pengertian Agama

Kata “Agama” terdiri dari dua perkataan yaitu kata “a” yang berarti tidak, dan

“gama” berarti kacau atau berantakan. Jadi arti “agama” itu adalah tidak kacau atau

tidak berantakan. Lebih jelas lagi arti agama itu adalah teratur atau peraturan.25

Istilah agama ini memiliki bermacam-macam pengertian. Seorang ahli agama telah

24 Hans Kung, Global Responsibility …, hlm, vii-xii. 25 Moenawar Chalil, Definisi dan Sendi Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hlm.19.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

mengumpulkan 50 definisi agama, dan beberapa mahasiswa Fakultas Ushuluddin

dari sebuah perguruan tinggi telah berhasil mengumpulkan 98 definisi agama.26

Dengan demikian definisi agama itu berjumlah banyak. Namun penulis di bab ini

hanya menunjukkan beberapa definisi agama menurut beberapa ahli.

Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan agama dari bahasa asing yaitu

kata “relegere”, “religion, “religie” atau “religi” dan “din”. Kata “religi” berasal

dari bahasa Latin. Arti kata “relegere” adalah mengumpulkan dan membaca.

Agama memang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan. Ini

terkumpul dalam Kitab Suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain kata

itu berasal dari kata “religere” yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang

mempunyai sifat mengikat bagi manusia.27 Sedangkan istilah “religi” berasal dari

bahasa Belanda dan kata “religion” berasal dari bahasa Inggris.28

Selain perkataan itu dalam bahasa Inggris istilah agama itu disebut ‘religion’

dan ‘religious’. Sedang dalam bahasa Arab disebut “din” dengan memanjangkan

“I”. Atau sempurnanya disebut “ad-Dien”.29

Dengan melihat pemahaman agama di atas, penulis menemukan tiga

peristilahan yaitu “agama”, “religi” dan “ad-Dien”. Menurut Endang Saifudin

Anshari bahwa dalam arti teknis dan terminologis ketiga istilah tersebut berinti

makna yang sama, walaupun masing-masing mempunyai arti etimologis dan

26 Djam’anuri. (editor), Agama Kita Persfektif Sejarah Agama-Agama Sebuah Pengantar Kurnia

Kalam Semesta, Yogyakarta, 2000, cet. ke-1, hlm. 27. 27 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, UI Press, Jakarta, 1984, jilid ke-1, hlm.

10. 28 Endang Saifudin, Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama , Bina Ilmu, Surabaya, 1982, hlm. 124 29 ibid.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

sejarahnya sendiri.30 Dengan demikian, sekalipun yang berbeda itu hanya latar

belakang sejarahnya, namun sudah tentu dari perbedaan itu akan menimbulkan

konsekuensi-konsekuensi yang berbeda dari masing-masing peristilahan tersebut.

Perkataan kata “ad-Dien” berasal dari bahasa Arab atau bahasa Al-Qur’an yang

sendiri berarti “millah”, “madzhab” dan “tadbier”. Muhammad Adnan pun

menerjemahkan kata “ad-Dien” itu adalah asy-syari’ah, ath-thoriqoh dan al-millah

yang dapat disaring dalam perkataan peraturan dari Allah swt.31

Sedangkan Harun Nasution menjelaskan kata “din” bahwa dalam bahasa Semit

kata itu berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata itu

mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan.32

Secara rinci kata “dien” itu termasuk masdar dari kata kerja daana- yadinu.

Secara bahasa kata itu memiliki arti bermacam-macam diantaranya, cara atau adat

kebiasaan, peraturan, undang-undang, taat atau patuh, menunggalkan Tuhan,

pembalasan, perhitungan, hari kiyamat, nasihat, dan agama.33 Tetapi secara umum

kata “dien” itu diartikan dengan undang-undang atau peraturan Tuhan yang mesti

ditaati dan dipatuhi oleh manusia.

Selanjutnya di dalam Al-Qur’an kata “dien” memiliki persamaan dengan kata-

kata lainnya diantaranya, kaata shirath (QS. al-fatihah: 5), hukum (QS. Yusuf: 76),

millah (QS. Al-an’am: 156), sabil (QS. An-Nahl: 125), al-Ibadah (QS. Al-Araf:

29).

30 ibid. 31 Muhammad Adnan, Tuntutan Iman dan Islam, Jakarta, 1970, hlm.9. 32 Harun Nasution, hlm. 9 33 Moenawar Chalil, hlm. 13.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Selain itu Harun Nasution menjelaskan bahwa intisari dari pengertian istilah-

istilah yang berkaitan dengan agama itu adalah ikatan.34 Menurut Harun, agama

mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Manusia

dalam kehidupan sehari-harinya sangat dipengaruhi oleh ikatan tersebut, karena

ikatan itu bersumber dari suatu kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia dan

kekuatan itu bersifat gaib yang tak dapat dipahami dengan pancaindera manusia.

Munngkin ikatan itu cenderung dipahami secara rasional dan keyakinan.

Para ahli lain pun menjelaskan mengenai pengertian agama, termasuk para

sarjana agama. Para ahli tersebut diantaranya, Hasbi Ash-shiddieqy

mengungkapkan bahwa agama adalah suatu kumpulan peraturan yang ditetapkan

Allah untuk menarik dan menuntun para umat yang berakal kuat dan patuh akan

kebajikan, supaya mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan kejayaan,

kesentosaan di akhirat, negeri yang abadi mengecap kelezatan yang tak ada tolok

bandingannya serta kekal selama-lamanya.35

Ahmad Abdullah Al-Masdoesi pun menjelaskan pengertian agama dengan

bahasa Inggris, “Religion is code of life revealed to mankind from time ever since

the appereance of man in this is globe, and is embodied in its final perfect from in

the Holly Qur’an which revealed by God to His last apostle Muhammad Ibn Adb

Allah (pease be upon him), a code of life certain clear and complete guidance

concerning both the spiritual and the material aspects of life.36

34 Harun Nasution, hlm. 10. 35 Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam I, Bulan Bintang, Jakarta, 1964, hlm. 17. 36 Ahmad Abdullah Al-Masdoosi, Living Religion of The world , Karchi, 1962, p. 7-8.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Mukti Ali seorang ahli Ilmu Perbandingan Agama Indonesia mendefinisikan

agama yaitu kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum yang

diwahyukan kepata utusan-utusan-Nya untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia

dan di akhirat. Sedangkan Sidi Gazalba mendefinisikan agama hampir sama dengan

Mukti Ali yaitu sebagai kepercayaan pada dan hubungan manusia dengan yang

kudus, dihayati sebagai hakikat yang baik, hubungan itu menyatakan diri dalam

bentuk serta sistem dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu.37

Secara rinci Endang Saepudin Anshari menjelaskan bahwa agama, religi dan

dien adalah suatu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya

sesuatu yang mutlak di luar manusia, dan suatu sistem ritus (tata peribadatan)

manusia kepada yang dianggapnya yang mutlak itu, serta sistem norma (tata

kaidah) yang menyatakan hubungan manusia dengan manusia dan hubungan

manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata

peribadatan termaktub.38

Sedangkan menurut WJS. Poerwadarminta bahwa agama merupakan segenap

kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa dan sebagainya) serta dengan ajaran kebaktian

dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Misalnya Islam,

Buddha, Kristen.39

Di dalam kamus The Holy Intermediate Dictionary of American English,

sebagaimana dikutif oleh Nasruddin Razak bahwa religi dijelaskan sebagai Belief

37 Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Pustaka Antara, Jakarta, 1962), hlm.

22. 38 Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam Pustaka, Bandung, 1983), hlm, 9. 39 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1985), cet. ke-

8, hlm. 18.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

in and worship of God or the super natural.40 Artinya kepercayaan dan

penyembahan kepada Tuhan atau kepada Dzat yang Maha Mengatasi. Kamus

lainnya yaitu kamus The Advanced learning Dictionary of Current English tercatat

bahwa religi adalah Belief in existence of supernatural rulling power the creator

and controller of the continues to exist after the death of body. 41Artinya agama

merupakan kepercayaan terhadap adanya kekuatan kodrat yang maha mengatasi,

menguasai, menciptakan dan mengawasi terus menerus keberadaan manusia setelah

mati.

Secara psikologi, Hidayat Nataatmaja menjelaskan arti agama sebagai

pedoman sempurna agar manusia mampu mengembangkan fitrahnya secara utuh.42

Ahli Psikologi lainnya Ogburn dan Nimhoff menjelaskan bahwa agama adalah

suatu pola kepercayaan, sikap-sikap emosional dan praktek-praktek yang dipakai

oleh sekelompok manusia untuk mencoba memecahkan soal-soal “ultimate” dalam

kehidupan manusia.43

Penjelasan agama tersebut mirip dengan penjelasan Immanuel Kant yang

dikutif oleh Hasanudin. Kant berpendapat bahwa agama adalah perasaan kejiwaan

manusia yang berdasar dan bersumber pada Tuhan.44 Penjelasan psikolog agama

lainnya sebagaimana disebutkan oleh William James bahwa agama merupakan

perasaan dan pengalaman batin insan secara individual yang menganggap bahwa

40 Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al- Ma’arif, Bandung, 1981, hlm. 60. 41 Ibid., hlm, 61. 42 Hidayat Nataatmaja, Karsa Menegakkan Jiwa Agama, Iqro, Bandung, hlm. 129. 43 Rasyidi, Empat Kuliah Agama Islam di Perguruan Tinggi, Bulan Bintang, Jakarta, 1977, Cet.

ke-2, hlm. 50. 44 A.H. Hasanuddin, Cakrawala Kulia Agama, Al-Ikhlas, Surabaya, 1982, hlm, 81.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

mereka berhubungan dengan apa yang dipandangnya sebagai Tuhan.45 Selain itu

dijelaskan pula bahwa agama merupakan suatu kata yang dapat digunakan untuk

menjelaskan emosi dan perasaan yang biasa.

Zakiah menjelaskan tentang agama dengan mengutif beberapa pendapat ahli

ilmu agama lainnya seperti Frazer, James Martineau, dan Mattegart.46 Frazer

mengungkapkan bahwa agama adalah kekuatan yang lebih tinggi dari pada

manusia, yaitu kekuasaan yang disangka oleh manusia untuk dapat mengendalikan,

menahan atau menekan kelancaran alam dan kehidupan manusia. Martineau

menjelaskan bahwa agama adalah kepercayaan kepada yang hidup abadi, di mana

diakui bahwa dengan fikiran dan kemauan Tuhan, alam ini diatur dan kelakuan

manusia diperbuat. Sedangkan Mategart berpendapat bahwa agama adalah suatu

keadaan jiwa atau lebih tepat keadaan emosi yang berdasarkan kepercayaan akal

kerahasiaan diri kita dengan alam semesta. Thoules menambahkan bahwa ketiga

definisi tersebut terdapat dalam pandangan ilmu jiwa umum, karena perasaan itu

dapat dibagi tiga segi yakni, tanggapan, emosi dan dorongan.

Tokoh lainnya yang berhaluan atheis seperti Karl Mark mengungkapkan bahwa

agama atau religion is the sigh of the pressed creature, the heart of heart less world,

just as at is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the people.47 Artinya

agama adalah keluh kesah makhluk tertindas, hati nurani dari dunia yang tidak

berhati, tepatnya bahwa agama adalah jiwa dari keadaan yang tidak berjiwa. Ia

adalah candu masyarakat. Pendapat Mark ini mungkin melihat realitas agama

45 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1985, hlm. 30. 46 Ibid., hlm. 36. 47 Karl Mark and F. Engels, On Religion, p. 42.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

menunjukkan peran yang melegitimasi masyarakat tertindas dalam memasuki dunia

modern. Agama yang dilihatnya terutama agama-agama di Erofa.

Goulson pun menyatakan bahwa agama adalah hasil dari pengaruh hubungan

khusus antara manusia dengan lingkungannya.48 Sedangkan menurut Khan, agama

adalah hasil produksi alam bawah sadar manusia dan bukan merupakan hal yang

mempunyai wujud dalam alam nyata.49

Agama sebagai refleksi dari keyakinan tidak hanya terbatas pada kenyataan

saja, tetapi juga refleksi dalam tindakan kolektivitas umat. Hal itu dipertegas oleh

penjelasan Koentjaraningrat bahwa refleksi cara beragama tidak hanya terbatas

pada kepercayaan saja, tetapi juga merefleksi dalam perwujudan tindakan

kolektivitas penganutnya atau dimensi religiusitas yang terangkum dalam empat

unsur. Pertama, emosi keagamaan, yaitu aspek keagamaan yang mendasar, yang

ada dalam lubuk hati manusia, yaitu menyebabkan manusia beragama menjadi

religius atau tidak religius. Kedua, sistem kepercayaan yang mengandung sistem

keyakinan tentang adanya wujud dan sifat Tuhan, tentang keberadaan alam gaib,

makhluk halus, dan kehidupan abadi setelah kematiaan. Ketiga, sistem upacara atau

Ritual keagamaan yang dilakukan oleh para penganutnya yaitu sistem kepercayaan

yang bertujuan mencari hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhan atau

realitas mutlak. Keempat, umat atau kelompok keagamaan yaitu kesatuan sosial

yang menganut suatu sistem kepercayaan dan yang melakukan upacara-upacara

keagamaan.50

48 C.A. Goulson, Science and Christian Belief, Moskow, 1970, p. 4. 49 Waheeduddin Khan, Islam Menjawab Tantangan Zaman, Pustaka, 1983, Bandung, hlm. 6. 50 Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I, UI-Press, Jakarta, 1987, hlm. 81.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Secara singkat hal tersebut dikemukakan pula oleh Harun Nasution bahwa

unsur-unsur yang terdapat dalam agama adalah kekuatan gaib, keyakinan manusia,

respon yang bersifat emosionil dari manusia dan paham adanya yang kudus (sacred)

dan suci.51

B. Teori Sistem Keyakinan

Sistem keyakinan merupakan salah satu unsur dari empat unsur agama atau

religi yaitu emosi keagamaan, sistem keyakinan, ritual keagamaan dan lembaga

keagamaan. Secara Antropologi Koentjaraningrat mengungkapkan bahwa terdapat

tiga konsep yang berorientasi pada keyakinan religi. Pertama, teori Lang mengenai

Dewa Tertinggi. Teori ini dikemukakan oleh Andrew Lang (1844-1922). Dia

seorang satrawan Inggris yang pernah menulis buku berjudul, The Making of

Religion (1898). Di buku itu dia menjelaskan dua bagian yaitu gejala psikologi dan

keyakinan orang-orang suku bangsa primitif tentang tokoh dewa tertinggi. Di

bagian pertama buku itu dia menjelaskan bahwa dalam jiwa manusia ada suatu

kemampuan gaib yang dapat bekerja lebih kuat dengan makin lemahnya aktivitas

pikiran manusia yang rasional. Gejala-gejala gaib itu menurut dia lebih kuat pada

orang-orang bersahaja yang kurang aktif hidup dengan pikirannya, dibandingkan

dengan orang-orang yang cenderung bergantung pada berfikir rasional, seperti

sikap orang-orang Erofa. Di bagian kedua, dia menjelaskan suatu analis tentang

foklor dan mitologi suku-suku bangsa di berbagai daerah di muka bumi. Di dalam

mitologi suku bangsa itu, Lang menemukan adanya tokoh Dewa yang dianggap

51 Harun Nasution, Islam …, hlm. 11.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

dewa tertinggi, pencipta seluruh alam semesta beserta isinya, penjaga ketertiban

alam dan kesusilaan. Pemahaman atau keyakinan terhadap dewa-dewa itu menurut

Lang terdapat pada suku-suku bangsa yang masih rendah sekali tingkat

kebudayaannya yang dicirikan dengan hidup berburu atau meramu. Keyakinan

pada Dewa-Dewa tertinggi itu menurut Koentjaraningrat terdesak oleh keyakinan

pada makhluk-makhluk halus lain seperti dewa-dewa alam, roh nenek moyang,

hantu dan lain-lainnya.

Kedua, teori kekuatan luar biasa. Teori ini dikemukakan oleh R.R. Marett

(1866-1940). Dia seorang ahli kesusastraan Yunani dan Rumawi Kilasik, tetapi dia

banyak membaca karangan foklor dan etnografi yang ditulis para pendeta nasrani.

Dia menulis buku berjudul The Melanesians (1891). Di buku itu dia menjelaskan

tentang keyakinan orang Melanesia yang disebut mana yang dipancarkan oleh roh-

roh atau dewa-dewa, dan dapat dimiliki manusia. Menurut keyakinan orang-orang

Malanesia, orang yang memiliki mana adalah orang yang selalu berhasil dalam

pekerjaannya, berkebun, berburu, atau pekerjaan mencari ikan. Secara singkat

menurut Marett bahwa orang yang memiliki mana itu adalah orang yang berkuasa

dan mampu memimpin yang lain.

Marett mengajukan teori asal mula religi manusia bahwa pangkal religi adalah

suatu emosi atau getaran jiwa yang timbul karena kekaguman manusia terhadap

hal-hal dan gejala-gejala tertentu yang sifatnya luar biasa. Menurut manusia purba

bahwa gejala alam yang luar biasa dianggap memiliki kekuatan luar biasa pula. Hal

ini berarti kekuatan tak dapat diterangkan dengan akal manusia biasa dan ia disebut

kekuatan supernatural. Karena konsep ini dianggap membahas sistem keyakinan

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

manusia purba yang lebih tua dari konsep animisme maka konsep ini disebut

preanimisme.

Ketiga, teori animism dan spiritisme. Tokoh teori ini diantaranya A.C Kruyt

(1869-1949). Dia menulis berbagai buku. Salah satu judul buku itu berjudul Het

Animisme in den Indischen Archipel (1906). Di buku itu, dia tidak hanya menulis

tentang bentuk religi manusia kuno yang berpusat pada kekuatan gaib atau

supernatural, tetapi juga membahas zat halus yang memberi kekuatan hidup dan

gerak kepada banyak hal di dalam alam semesta ini. Kruyt menyebut zat halus ini

dengan nama zielestof. Zat ini berada dalam berbagai makhluk termasuk di dalam

beberapa bagian tubuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda.

Beberapa bagian tubuh manusia yang dijadikan tempat zat halus itu

diantaranya, kepala, rambut, kuku, isi perut, pusat, gigi, ludah, keringat, air mata,

air seni, darah dan kotoran manusia. Beberapa binatang yang dijadikan tempat zat

halus diantaranya, kunang-kunang, laba-laba, jangkrik, kupu-kupu, burung, tikus,

ular, dan harimau. Sedangkan tumbuh-tumbuhan yang mengandung zat halus

diantaranya, padi, nyiur, pohon aren, kampar, dan karet. Benda-benda yang biasa

mengandung zat halus atau zielestof itu seperti besi, batu, periuk dan benda-benda

pusaka. Menurut Kruyt keyakinan terhadap zat halus atau zielestof disebut

animisme.

Selain zat halus itu yang dimiliki makhluk hidup dan benda itu terdapat pula

makhluk halus yang menempati alam sekeliling tempat tinggalnya. Sebagian besar

makhluk halus tidak tinggal di tempat makhluk halus asalnya tetapi diam di

sekeliling lingkungan manusia seperti di pohon yang besar, mata air, persimpangan

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

atau di pelangi. Makhluk halus itu sangat berpengaruh terhadap kehidupan mansia,

karena ia mempunyai kemauan sendiri, dapat bergembira apabila diperhatikan oleh

manusia, tetapi dapat pula marah apabila diabaikan. Sistem keyakinan mengenai

adanya makhluk-makhluk halus tersebut menurut Kruyt disebut spiritisme.

1. Kepercayaan Terhadap Hal Yang Gaib

Suatu konsepsi mengenai azas religi yang berorientasi kepada sikap manusia

dalam menghadapi dunia gaib atau hal yang gaib berasal dari ahli teologi Rudolf

Otto. Konsep itu diuraikannya dalam sebuah buku yang telah menarik perhatian

kalangan luas, berjudul Das Heilige (1917).

Menurut Otto, semua sistem religi, kepercayaan dan agama di dunia berpusat

kepada suatu konsep tentang hal yang gaib (mysterium) yang dianggap maha-

dahsyat (tremendum) dan keramat (sacer) oleh manusia. Sifat dari hal yang gaib

serta keramat itu adalah maha-abadi, maha-dahsyat, maha-baik, maha-adil, maha-

bijaksana, tak terlihat, tak berobah, tak terbatas dan sebagainya. Pada dasarnya, sifat

dan azasnya sulit dilukiskan dengan bahasa manusia manapun juga, karena “hal

yang gaib serta keramat” itu memang memiliki sifat sifat yang sebenarnya tak

mungkin dapat dicakup oleh pikiran dan akal manusia. Tetapi dalam semua

masyarakat dan kebudayaan didunia, “hal yang gaib dan keramat” tadi, yang

menimbulkan sikap kagum-terpesona, selalu akan menarik perhatian manusia, dan

mendorong timbulnya hasrat untuk menghayati rasa bersatu dengannya.

Faktor adanya religi menurut Otto adalah sikap kagum-terpesona, manusia

tertarik untuk bersatu dengan hal yang gaib, keramat dan tak dapat dijelaskan

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

dengan akal manusia itu. Hal itu nampak dalam pandangan Otto pada sub-judul dari

buku tersebut di atas, yang berbunyi, “Uber dan irrational in der idée des

gottlichen”. Teori itu sangat disetujui dan diterima oleh para ahli teologi dan

penganut agama. Namun menurut Koentjaraningrat, teori itu hanya cocok untuk

menerangkan sikap manusia yang menganut agama-agama besar seperti Islam,

Kristen, atau Katolik, tetapi tidak untuk menerangkan adanya ratusan sistem

kepercayaan dan religi yang kecil dalam masyarakat yang bersahaja. Otto tidak

berusaha untuk menerapkan teorinya terhadap sistem religi dan kepercayaan dalam

masyarakat bersahaja. Menurut Otto sistem religi dan masyarakat bersahaja belum

merupakan agama, tetapi hanya suatu tahap pendahuluan dari agama yang sedang

berkembang. Dia berusaha menerapkan konsepnya terhadap religi dan kepercayaan

manusia dalam masyarakat bersahaja ini, serta cara dia mempergunakan bahan

etnografi, menunjukan kelemahannya dalam ilmu antropologi menurut ahli

Antropologi. Meskipun demikian, teori tersebut masih dianggap penting, karena

menunjukan adanya suatu unsur penting dalam tiap sistem religi, kepercayaan atau

agama, yaitu suatu emosi atau getaran jiwa yang sangat mendalam, yang

disebabkan karena sikap kagum-terpesona terhadap hal hal yang gaib dan keramat.

Menurut Koentjaraningrat52 sistem keyakinan dalam religi berwujud pikiran

dan gagasan manusia, yang menyangkut keyakinan dan konsepsi manusia tentang

sifat-sifat Tuhan, wujud dari alam gaib (kosmologi), tejadinya alam dan dunia

(kosmogoni), zaman akhirat (escatologi), wujud dan ciri-ciri kekuatan sakti, roh

nenek moyang, roh alam, dewa-dewa, roh jahat, hantu, dan makhluk-makhluk halus

52 Koentjaraningrat, Sejarah…, hlm. 81

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

lainnya. Selain itu sistem keyakinan itu menurut Koentjaraningrat menyangkut

sistem nilai dan sistem norma keagamaan, ajaran kesusilaan dan ajaran doktrin

religi lainnya yang mengatur tingkah laku manusia.

Sistem keyakinan itu umumnya terdapat dalam narasi suci yang berbentuk

tertulis maupun tidak tertulis. Narasi suci itu berisi ajaran doktrin, tafsiran,

dongeng-dongeng suci dan mitologi dalam bentuk prosa maupun puisi. Isi pesan

narasi suci itu menceritakan kehidupan yang dianggap roh, dewa dan makhluk-

makhluk halus dalam dunia gaib lainnya. Narasi suci itu biasanya dikumpulkan

dalam sebuah kumpulan tulisan yang sering disebut dengan Kitab Suci. Sistem

keyakinan ini menurut Koentjaraningrat terbentuk oleh emosi keagamaan yang

merupakan komponen utama dari gejala religi.

2. Bentuk Ungkapan Keagamaan Secara Intelektual

Sistem keyakinan merupakan bagian dari pengalaman keagamaan secara

teoritis. Secara umum Wach mengungkapkan bahwa pengalaman keagamaan atau

emosi keagamaan dapat diekspresikan dalam tiga bentuk yaitu teoritis, praktis dan

sosilogis.53 Pengalaman keagaman secara teoritis merupakan ungkapan

keberagamaan secara intelektual yang disusun secara sistematis.

Pengalaman keagamaan secara teoritis berkaitan dengan simbol. Kata

“simbol” berasal dari kata “symballien” bahasa Yunani. Kata ini berarti pertalian

yang spontan dan berkesinambungan antara dua bagian, yaitu bagian fisik konkrit

53 Joachim Wach, hlm.VIII

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

dan realitas yang bersifat spiritual atau diberi makna. Sombol ini dapat diuraikan

secara konseptual, menjurus pada perbuatan dan berfungsi secara integratif.

Menurut Wach pengalaman keagamaan yang diungkapkan secara intelektual

bisa bersifat spontan, belum mantap atau baku dan tradisional. Secara rinci unsur-

unsur ungkapan pengalaman keagaman teoritis secara intelektual itu diantaranya,

mite, doktrin, dogma, kredo, dan kitab suci.54

Ungkapan Steithal tetang mite sebagaimana dikutif Wach bahwa biasanya mite

dipahami sebagai sesuatu yang bertentangan dengan fakta, tetapi di balik mite itu

terdapat realitas-realitas atau fenomena asli kehidupan spiritual.55 Wach

menunjukkan bahwa di dalam mite tersebut terkandung persoalan-persoalan yang

perlu ditemukan jawaban-jawabannya. Pertanyaan-pertanyaan itu diantaranya,

mengapa kita ada di sini? Dari mana kita datang? Untuk tujuan apa? Mengapa kita

melakukan ini? Mengapa kita mati?

Bentuk kedua ungkapan keagamaan secara intelektual adalah doktrin. Doktrin

ini merupakan penjelasan mengenai hal-hal yang terkandung dalam simbol yang

digambarkan mite secara sistematis. Doktrin ini ditetapkan sebagai norma dan

dipertahankan untuk menghindari dari penyimpangan. Perkembangan doktrin ini

disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, keinginan untuk bertautan, suatu

dorongan yang sifatnya sistematis. Kedua, keinginan untuk memelihara kemurnian

pandangan. Ketiga, keinginan untuk tahu, kemauan untuk mengisi kehidupan.

54 Ibid., hlm. 98-146. 55 Ibid., hlm. 99.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Keempat tantangan keadaan. Kelima, adanya kondisi-kondisi sosial, terutama

adanya suatu pusat kekuasaan.

Pengetahuan tentang doktrin biasanya disebut teologi. Menurut Richardson,

teologi dan nalar bukan hanya menjadi sumber pengetahuan tentang Tuhan, tetapi

juga merupakan cara-cara intelektual untuk merumuskan dan melihat lebih jelas

kebenaran Tuhan.56 Hal tersebut sesuai dengan peran akal yaitu sebagai alat bantu,

penopang atau alat penghubung, dan sebagai alat kritik, baik kritik maupun

formulasi yang kreatif.

Dalam perkembangan pemikiran Islam, istilah teologi itu hampir mirip dengan

ilmu kalam. Ilmu itu berfungsi menegaskan dan menunjukkan rasionalitas iman.

Ilmu kalam ini berbeda dengan penerimaan yang tanpa bertanya atau taklid

berdasarkan otoritas seorang imam. Definisi Ilmu kalam menurut Ibnu Khaldun

adalah suatu disiplin ilmu yang memberikan sarana untuk menguji dogma iman

melalui argumen-argumen yang rasional dan menunjukkan kesalahan para

pembaharu yang berkaitan dengan iman yang dilakukan golongan tradisionalis.57

Esensi dari doktrin ini adalah pengakuan terhadap Keesaan Allah. Kelompok

Muslim yang menggunakan Ilmu Kalam ini umumnya menggunakan Al-Qur’an,

sunnah dan ijma sebagai sandarannya. Sedangkan kelompok Muslim yang liberal

lebih mengutamakan akal sebagai sumbernya atau sama kedudukannya dengan

sumber yang disebut sebelumnya. Menurut Muhammad Abduh seorang modernis

Islam bahwa akal dapat menguji bukti-bukti bagi keimanan dan aturan tingkah laku

56 Ibid., hlm. 104. 57 Ibid.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

yang telah ditetapkan agama untuk mengetahui apakah benar-benar berasal dari

Tuhan. Dalam sejarah pemikiran Islam, timbulnya Ilmu Kalam ini dibentuk di

Madinah setelah masyarakat Muslim melakukan kontak dengan teologi Kristen.

Masa perdebatan ilmu kalam ini terjadi ketika kelompok Mu’tazilah

dipertentangkan dengan golongan mutakallimin. Sedangkan masa kejayaan ilmu

kalam ini adalah masa Asyariah dan sintesa pemikiran Al-Gadzali. Pemikiran al-

Gadzali ini diikuti oleh kelompok muslim konservatif dan selanjutnya memasuki

periode pemikiran modern.

Dengan demikian doktrin tersebut memiliki beberapa fungsi, penegasan,

penjelasan, pengaturan kehidupan normatif dalam melakukan pemujaan dan

pelayanan, dan fungsi pertahanan iman serta penegasan hubungannya dengan ilmu

pengetahuan yang lain (apologetic).58

Isi dokrtrin keagamaan berkaitan dengan masalah hakikat realitas mutlak

(teologi), alam semesta (kosmologi) dan manusia (antropologi). Realitas mutlak ini

terangkum dalam pembahasan mengenai Tuhan. Pembahasan alam semesta

menunjukkan kehidupan yang tidak mutlak di dunia. Fenomena manusia

merupakan fenomena yang terdapat di alam semesta.

Bentuk lain dari ungkapan pengalaman keagamaan secara intelektual adalah

dogma. Dogma ini mewakili sebuah norma tertentu. Dogma timbul apabila

wewenang sebuah kekuasaan menetapkan dan diakui secara jelas. Kata “dogma “

ini berasal dari bahasa Yunani yang berlawanan dengak kata “doxa” (pendapat).

Dengan kata lain dogma ini merupakan suatu keputusan di antara pelbagai macam

58Ibid., hlm. 103.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

teologi. Dogma ini berkembang dan terdapat dalam berbagai agama, termasuk

agama Kristen dan Islam. Menurut Harnack bahwa terdapat sepuluh faktor yang

membantu pertumbuhan dogma dalam agama Kristen. Pertama, konsep-konsep dan

perkataan-perkataan dalam tulisan yang kanonik. Kedua, tradisi terdahulu yang

tidak dimengerti. Ketiga, kultus. Keempat, keinginan untuk menyelaraskan diri

dengan dunia luar. Kelima, faktor-faktor politik dan sosial. Keenam, ide-ide moral

yang berubah. Ketujuh, konsistensi logika. Kedelapan, harmonisasi

kecenderungan-kecenderungan yang terdapat dalam Gereja. Kesembilan,

penolakan doktrin-doktrin yang keliru. Kesepuluh, kebiasaan-kebiasaan.59

Fungsi dogma ini berfungsi untuk memberikan ketentuan dan kepastian yang

lebih jelas terhadap keyakinan-keyakinan agama, namun tidak sulit dengan

ketepatan dan ketegasan akan timbul adanya bahaya-bahaya ketegaran dan

kemandegan.60

Dogma-dogma dalam agama itu diungkapkan dalam pengalaman keagamaan

dalam bentuk kredo. Semua agama besar dunia memiliki kredo yang dirumuskan

oleh para tokoh-tokohnya melalui kutipan-kutipan dari teks suci. Dalam agama

Kristen terdapat berbagai kredo sebagai bentuk pernyataan keimanan sesuai dengan

kelompok-kelompok keimanan yang prinsif. Selain kredo ekumene, ada pula kredo

agama Katolik Yunani, Katolik Romawi, dan Evangelis. Kredo evangelis dapat

dilihat menjadi bermacam-macam seperti Kredo Lutheran, Reformasi, Anglikan,

Presbyterian dan sebagainya.

59 Ibid. 60 Ibid.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Selanjutnya ungkapan keagamaan secara teoritis lainnya adalah Kitab Suci.

Kitab suci ini berasal dari ungkapan dari mulut ke mulut atau dari tradisi lisan.

Tradisi lisan itu dituangkan dalam cerita-cerita suci, nyanyian, doa dan menjadi

tulisan klasik atau kitab suci. Tradisi lisan sampai menjadi kitab suci itu mengalami

proses yang bertingkat, atau memiliki tingkatan-tingkatannya.

Buku-buku suci ini merupakan tulisan-tulisan yang mempunyai ciri mengikat

(normatif). Teks klasik atau kitab suci itu berfungsi untuk menggembirakan,

memperteguh keyakinan, dan untuk mendidik. Hal tersebut terlihat dari tulisan

kitab suci agama seperti Bibel, Al-Qur’an, Avesta, Weda, Ginza, Grath, Tripitaka

yang cenderung mengungkapkan norma kehidupan.

Untuk memahami kandungan isi pesan kitab suci itu dibutuhkan para ahli kitab

suci tertentu. Para ahli itu berperan menjelaskan makna dari kandungan kitab suci.

Dalam Kristen Katolik, jemaah agama ini merujuk pada para pastor secara hirarkis

yang bersumber pada Paus di Roma. Para penganut Kristen Protestan merujuk pada

tokoh-tokoh gerejanya, seperti Martin Luther dan Calvin. Para penganut Islam

merujuk pada hasil tulisan dari penafsir, seperti tafsir ibn Katsir, Kurtubi, Jalalaen,

al-Maraghi dan sebagainya.

Apabila perasaan keagamaan yang mulai terbentuk terus dipupuk dengan

kekuatan keyakinan (iman), maka kekuatan keyakinan tersebut dapat menyatu padu

dengan konstruksi kepribadian seseorang dengan penganutnya, sehingga dalam

perilaku dan tingkah lakunya merupakan pencerminan dari sistem keyakinannya.

Selain itu, sistem keyakinan bagi orang yang beragama secara fungsional turut

menentukan landasan moral dalam segala perilakunya. Karena itu dengan percaya

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

kepada Tuhan, hati manusia akan mendapatkan siraman ketentraman, ketenangan,

kebahagiaan, kedamaian dan dapat membangkitkan optimisme gairah kerja dan

segala perilakunya.

C. Klasifikasi Agama

Terdapat beberapa pengklasifikasian agama yang dilakukan para ahli agama.

Para ahli agama mengelompokkan agama-agama itu menjadi agama-agama besar

– agama kecil, agama wahyu-agama alam, agama konvensional - agama modern,

agama tinggi – agama rendah dan sebagainya. 61

Selain itu ada pula agama dikelompokkan berdasarkan sifatnya yaitu agama

primitif dan agama yang telah meninggalkan fase keprimitifan.62 Agama yang

termasuk agama Primitif diantaranya dinamisme, animism dan politeisme.

Sedangkan Djam’anuri memilih pengklasifikasian berdasarkan bukan wahyu

dan wahyu, atau agama bukan semit dan semit.63 Kelompok agama yang termasuk

bukan wahyu atau bukan semit terbagi empat kelompok berdasarkan asal usul

bangsanya diantaranya, Bangsa Mongolis melahirkan Konfusianisme, Taoisme,

Shintoisme. Bangsa Arya memunculkan Hinduisme, Jainisme Sikhisme dan

Zoroastrianisme. Bangsa Missellaneous melahirkan Buddhisme. Bangsa

Paganisme melahirkan berbagai agama yang dikelompokkan dalam paganism.

Sedangkan kelompok agama yang termasuk agama wahyu atau agama semit

diantaranya Islam, Kristen dan Yudaisme.

61 Djam’anuri, hlm. 27. 62 Harun Nasution, hlm.11 63 Djam’anuri, hlm. 28.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Sesuai dengan objek kajian penelitian, penulis akan menguraikan secara

teoritis agama Kristen dan Islam. Kedua agama ini termasuk agama wahyu dan

semit.

3. Agama Kristiani

Secara kronologi Agama Kristiani lahir setelah lahirnya agama Yahudi.

Sebagaimana agama lalinnya kelahiran agama Kristiani sebagai reformasi dari

agama-agama sebelumnya. Kehadiran Yesus di dunia dianggap sebagai juru

selamat dan sebagai pendiri agama ini.

Secara umum agama Kristiani ini terbagi dalam tiga kelompok yaitu Katolik,

Kristen Protestan dan Kristen Ortodox. Masing-masing kelompok disebut sebagai

agama. Sering orang menyebut masing-masing agama tersebut dengan istilah

“Agama Katolik”, Agama Kristen” dan “Agama Kristen Ortodox”. Khusus untuk

Agama Kristen Protestan biasanya para penganutnya menyebut agama Kristen.

Pengklasifikasian ketiga agama dalam agama Kristiani ini muncul secara jelas pada

saat reformasi di dalam perkembangan agama Kristiani yang diwujudkan dengan

gerakan Marthin Luther.

Agama Kristiani ini bersumber dari Yesus dari Nazaret dan gerakan sosial

keagamaannya. Bagi penganut agama Katolik, hidup, ajaran dan kematian yang

dialami Yesus merupakan tindakan Allah melalui manusia. Para penganut Katolik

memahami tiga point penting berkaitan dengan Yesus. Pertama, pada pewartaan

Yesus, Dia adalah awal, akhir hidup dan memanggil Abraham dan Musa menyapa

manusia sehingga manusia tidak dapat mengelakkan jawaban (Kerajaan Allah).

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Kedua, pada tindakan Yesus, Allah yang oleh Yesus disebut Bapak yang

menawarkan kehidupan-Nya kepada semua orang agar mereka punya hidup dalam

kelimpahan. Ketiga, pada kematian Yesus, orang Kristiani meyakini terbuka jalan

supaya segala yang hidup menemukan hidup dalam Allah. Dengan demikian

mereka yang tergabung dalam gerakan Yesus mengakui dan mengimani Allah yang

bertindak bersama manusia dalam sejarah manusia, dan mengakui Yesus sebagai

Kristus. Kristus dipahami oleh penganut Kristiani sebagai “juru selamat”, bahasa

Arabnya “al-masih”

Terdapat periodesasi sejarah yang dialami kelompok Kristiani. Pada abad I

sampai dengan abad II Masehi, penganut Agama Kristiani ini dengan sebutan

jemaat rumah. Mereka hidup di tengah-tengah dunia Yahudi, Yunani, dan Romawi.

Pada abad IV sampai dengan XVI Masehi, masyarakat Kristiani hidup dalam

Kekaisaran Roma-Jerman. Pada abad XVI sampai dengan XX, penganut Kristiani

dalam lingkungan Negara-negara termasuk Gereja Katolik dan banyak gereja lain

di seluruh dunia. Pada abad XXI Agama Kristiani hidup di tengah-tengah aneka

kebudayaan, agama dan pergulatan sosial politik.

Selanjutnya dasar iman Kristiani dapat dipahami dari ungkapan Thomas

Michel seorang tokoh Agama Katolik yang banyak belajar tentang agama Islam.

Dia mengungkapkan bahwa agama Kristiani didasarkan pada iman para rasul.64

Para rasul yang dimaksud dia adalah sekolompok murid Yesus khususnya

kelompok inti yang berjumlah dua belas orang yang dipanggil untuk mengikuti

64 Thomas Michel. Pokok-Pokok Iman Kristiani – Sharing Iman Seorang Kristiani dalam Dialog

Antar Agama, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2001, hlm. 45.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Yesus dan terlibat dalam misi Yesus. Mereka hidup selama 1-3 tahun menyaksikan

perbuatan-perbuatan dan mendengarkan ajaran Yesus. Kelompok ini bersama

Yesus termasuk ketika Yesus dikhianati menuruth keyakinan orang-orang

Kristiani. Bahkan penurut pengakuan penganut Kristiani bahwa ada seorang murid

bernama Yohanes berada di bawah salib, ketika Yesus wafat.

Agama Katolik menurut Djam’anuri bersumber pada tiga sumber yang

berbeda.65 Pertama, hidup, keyakinan, dan usaha dari jemaat-jemaat sepanjang

sejarah. Di sini tradisi kitab suci berperan sebagai Kisah Awal Jemaat Kristiani.

Kedua, kesepakatan-kesepakatan antar jemaat tentang keyakinan iman yang

dirumuskan pada pertemuan seluruh pemimpin Katolik yang membahas keyakinan,

ritual dan kehidupan. Kesepakatan itu biasanya disebut konsili. Ketiga, tradisi tidak

tertulis menyangkut kebiasaan-kebiasaan dalam ritual dan moral.

Secara sederhana pokok-pokok ajaran Agama Kristiani termasuk Katolik,

Kristen dan Ortodox mengandung beberapa hal, diantaranya konsep Allah,

inkarnasi, Yesus, sebutan untuk Yesus, Trinitas, Maria, Penebusan, Gereja dan

Sakramen.66

Berkaitan dengan pokok-pokok ajaran Kristiani ini Thomas Michel

menjelaskan dengan sederhana. Orang-orang Kristiani meyakini bahwa Allah itu

abadi, Maha Kuasa, Maha Tahu, Pencipta alam semesta dan segala isinya,

penyelenggara kehidupan, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun,

Transenden sekaligus Imanen, Maha Besar dan Hakim bagi seluruh umat manusia

65 Djam’anuri, hlm. 77. 66 Thomas Michel., hlm. 45-79.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

di Akhir zaman. Selain itu Allah memberi ganjaran dan hukuman yang abadi. Sabda

dan kebijaksanaan-Nya merupakan perwahyuan diri-Nya. Allah pun memiliki

pesan yang abadi, Sabdanya kekal, tidak diciptakan dan tidak terpisahkan dari

Allah.

Orang-orang Kristiani menyebut Bapa untuk memanggil Allah itu. Panggilan

Bapa itu merupakan istilah yang biasa digunakan oleh kalangan Yahudi untuk

menyebut Allah sebagai Bapak, dan umat Yahudi sebagai anak-Nya. Penyebutan

Bapa tersebut dapat dilihat dalam salah satu bagian kitab Mazmur Daud. Di sana

disebutkan bahwa Allah bersabda kepada bangsa Yahudi, “Kamu adalah anak-Ku,

hari ini Aku tinggal bersamamu.” Dalam kesaksian Hosea disebutkan, “Aku

memanggil anak-Ku (bangsa Yahudi) keluar dari Mesir.” Yesus pun menggunakan

itu dengan makna kedekatan hubungan dan kekeluargaan. Yesus mengajarkan

murid-murid-Nya untuk memanggil Allah dengan sebutan Abba (Bapa). Hal ini

bagi orang Kristiani menunjukkan bahwa Yesus memiliki hubungan afektif

semacam cinta kasih, sebagaimana hubungan anak-anak dengan ayah mereka

dengan memanggil Bapak. Pemahaman ini bagi mereka adalah makna metafora

yang diambil dari pengalaman manusiawi.

Konsep inkarnasi dipahami oleh penganut Kristiani sebagai penjelamaan.

Orang Kristiani berkeyakinan bahwa sabda Allah yang kekal diwahyukan dalam

pribadi manusia Yesus. Oleh karena itu, bagi orang Kristiani bahwa Yesus tidak

menyampaikan wahyu dalam bentuk kitab, melainkan diri Yesus itu telah menjelma

menjadi wahyu Allah, atau Yesus adalah wahyu Allah.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Pribadi Yesus mengalami siklus hidup sebagaimana manusia pada umumnya,

yaitu lahir, hidup dan wafat. Yesus lahir dari rahim Maria di Kota Nazareth. Maria

diakui oleh orang-orang Kristiani sebagai wanita perawan ketika melahirkan Yesus.

Dengan kata lain, Yesus dikandung atas kuasa Allah (Roh Kudus) dan dilahirkan

oleh perawan Maria. Yesus mengajarkan pesan-pesan pokok kepada rasulnya dan

pengikutnya selama hidupnya. Pesan itu berisi cara-cara hidup diantaranya,

bertobat kepala Allah, penerimaan kerajaan Allah, memerangi kuasa Setan,

mengampuni dosa-dosa atas nama Allah, menghibur orang sakit, bergaul dengan

para pendosa, mengkritik para pemimpin Yahudi, meramalkan krisis besar yang

melanda dunia, dan membentuk komunitas murid-murid untuk mewartakan pesan-

Nya kepada orang-orang lain.

Cerita luar biasa lainnya yang diakui para penganut Kristiani adalah Allah

membangkitkan Yesus setelah tiga hari wafat. Di sini orang Kristiani memahami

bahwa Allah membangkitkan Yesus dari mati. Yesus menampakkan diri beberapa

kali kepada para murid-muridnya dan kemudian diangkat ke surga.

Orang-orang Kristiani menyebut nama Yesus dengan beberapa nama,

diantaranya putera Allah, anak manusia, Tuhan, Kristus, Sang Sabda, hamba Allah,

penyelamat, nabi (pembawa pesan Allah kepada manusia terutama orang-orang

miskin), Imam perjanjian baru antara Allah dan manusia, Gembala yang baik,

jalan kebenaran, Citra Allah dan sebagainya.

Konsep Trinitas merupakan pemahaman teologi Kristiani untuk menunjuk

pada Tuhan Bapak, Yesus dan Roh Kudus. Konsep Trinitas ini dipahami orang

Kristiani sebagai konsep monoteisme Kristiani. Konsep Trinitas ini berbeda dengan

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

konsep Triteisme (tiga Tuhan). Ketika orang-orang Kristiani berbicara Trinitas, hal

itu bagi mereka selalu dalam rangka mengungkapkan Ke-Esa-an Allah.67 Salah satu

yang mendasari mereka memahami Trinitas adalah Kitab Perjanjian Baru dalam

Injil Matius ditulis, “Baptislah dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus.”

Dalam Injil Yohanes, Yesus berkata, “Saya dan Bapa adalah satu.” Menurut

Thomas, hal ini memiliki makna kekhususan dan kedekatan hubungan dalam kasih,

kehendak dan perbuatan. Yesus diyakini orang-orang Kristiani melaksanakan

kehendak Allah sebagai Tuhan Bapak, karena segala yang dipelajari dan diketahui

Yesus, telah disampaikan Tuhan Bapak kepada Yesus. Namun di sisi lain Yesus

mengakui bahwa Tuhan Bapak lebih besar (lebih tinggi stratanya) dari Yesus.

Sebagaimana dikutif Thomas, “Bapa lebih besar dari Aku.”68

Sedangkan pemahaman orang-orang Kristiani mengenai Roh Kudus dipahami

sebagai Roh Allah. Bagi orang-orang Kristiani, Roh Kudus bukanlah ciptaan yang

terpisah dari Allah, tetapi Allah sendiri yang hidup dan berkarya dalam hati manusia

dan dalam alam raya ciptaan-Nya. Roh Kudus dipahami mereka sebagai kehadiran

Tuhan yang imanen, aktif berkarya di dunia ini. Dalam peristiwa proses kelahiran

Yesus, orang-orang Kristiani memahami bahwa Yesus dikandung dan dibimbing

dari kuasa Roh Kudus sampai Yesus tiba di gurun pasir. Sebagian pemahaman

orang-orang Kristiani menyatakan bahwa dalam Injil digambarkan bahwa Roh

Kudus turun ke atas Yesus dalam rupa burung merpati pada awal karya kenabian-

Nya.

67 Ibid., hlm. 57. 68 Ibid., hlm. 59.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Selain itu orang Kristiani memandang bahwa Roh Kudus membimbing dan

mengajar jemaat Kristiani untuk menyingkap misteri Allah dan memberi inspirasi

untuk penulisan Kitab Suci. Dalam kitab lainnya Roh Kudus pun sering disebut

sebagai penolong, Roh Kebijaksanaan, Iman, Semangat, Kasih, dan Kegembiraan.

Secara sederhana orang Kristiani memahami rumusan Trinitas sebagai dogma,

yaitu Allah yang satu dan sama menyatakan diri-Nya dalam tiga pernyataan.

Pertama, sebagai Pencipta yang Maha Kuasa dan Tuhan atas Kehidupan. Orang-

orang Kristiani menyebut-Nya “Bapa” atau “Bapa kami”. Kedua, sebagai Allah

yang mewahyukan Sabda Ilahi-Nya dalam diri manusia Yesus. Orang Kristiani

menyebut-Nya “Putera”. Ketiga, sebagai Allah yang hadir secara imanen, aktif,

dan memberikan daya hidup dalam alam raya. Orang Kristiani menyebut-Nya

“Roh Kudus”.

Pemahaman mengenai Maria, orang Kristiani tidak pernah menganggap Maria

sebagai isteri Allah, tetapi sebagai manusia dan wanita yang suci dan perawan.

Mereka meyakini bahwa Maria tidak pernah berdosa. Banyak orang memasang

gambar atau patung Maria di rumah maupuan di tempat lainnya. Mereka mengakui

bahwa mereka melakukan semua itu bukan untuk menyembah dia (Maria),

melainkan untuk menunjukkan kedekatan Allah saja. Selain itu mereka melakukan

itu untuk menunjukkan kedekatan dan penghormatan terhadapnya. Orang-orang

Kristiani biasa memohon Maria untuk berdoa kepada Allah bersama mereka dan

untuk mereka. Mereka percaya bahwa Maria yang mengandung Yesus dengan

kuasa Allah. Menurut pemahaman orang Kristiani bahwa pada saat Maria

mengandung Yesus, Sabda Allah yang kekal mewujud dalam daging Yesus. Oleh

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

karena itu orang-orang Kristiani menyebut Maria dengan Theotokos (Bunda Allah)

sebagai bentuk penghormatan. Namun hal itu bagi orang Kristiani bukan berarti

bahwa Allah yang kekal mempunyai ibu. Mereka meyakini bahwa Allah tidak

pernah menurunkan anak secara fisik.

Konsep lainnya dalam pokok-pokok ajaran Kristiani adalah Penebusan.

Orang-orang Kristiani memahami penebusan dengan mengkaitkan pada peristiwa

kematian Yesus. Bagi mereka terdapat tiga hal penting dengan kematian Yesus.

Pertama, kematian Yesus dipahami sebagai pembebasan dari kekuatan dosa

dan maut. Bagi mereka, Yesus hidup di antara kami dalam kesucian, mengajarkan

kasih, dan membuktikannya melalui pelayanan-Nya kepada orang miskin dan sakit,

mengajak orang untuk hidup benar dan taat pada Allah.

Kedua, kematian Yesus sebagai “silih” atau pelunasan atas dosa. Orang-orang

Kristiani memandang bahwa kerusakan berat yang terjadi di alam ini akibat

kesalahan atau ditimbulkan dosa yang melanggar kebaikan Allah dan tatanan moral.

Kerusakan ini merupakan sesuatu yang berada di luar individu yang melakukan

dosa dan hal itu mencemari seluruh umat manusia. Hal itu merupakan sumber

munculnya perasaan berdosa dan perlu disucikan. Dengan demikian bagi orang

Kristiani, Yesus telah membersihkan dosa-dosa itu dengan kematiannya. Yesus

dianggap orang Kristiani telah merobohkan tembok penyekat antara Allah yang

Maha baik dan manusia yang penuh dosa. Tindakan tersebut hanya bisa dilakukan

oleh Yesus yang tidak berdosa dan Yesus mampu menyatu dengan kebijaksanaan

Ilahi.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Ketiga, kematian Yesus dipahami orang-orang Kristiani sebagai kasih yang

memperbaharui. Mereka memahami bahwa kematian Yesus memiliki daya kasih

yang dapat menyentuh dan mengubah hati manusia sehingga kehidupan manusia

dapat diperbaharui. Sebagaimana disebutkan dalam Injil Yohanes bahwa “Tak ada

kasih yang lebih besar daripada orang yang menyerahkan nyawanya bagi saudara-

saudaranya.”

Ajaran pokok Kristiani mengajarkan pula tentang Gereja dan Sakramen. Kata

“gereja” dipahami orang-orang Kristiani pada dasarnya sebagai “jemaat Kristiani.”

Mereka tidak terlalu memahami kata “gereja” sebagai bangunan atau struktur

organisasi umat Kristiani. Mereka memahami bahwa keberadaan Gereja (Jemaat

Kristiani) di dunia ini menunjukkan karya yang telah, sedang, dan akan

dilaksanakan oleh Allah bagi umat manusia melalui manusia Yesus.

Sedangkan kata “sakramen” dipahami orang-orang Kristen sebagai suatu

kenyataan yang tampak yang menghadirkan rahmat penyelamatan Allah. Sakramen

ini bisa pula dipahami sebagai suatu tanda yang tampak dari karya Allah yang tidak

tampak. Secara umum dalam agama Kristiani termasuk dalam Gereja Protestan,

sakramen itu ada dua macam yaitu Baptis dan ekaristi. Tetapi dalam gereja Katolik

dan Orthodox terdapat lima macam sakramen lain, sehingga jumlah sakramen

menjadi tujuh macam diantaranya sakramen Baptis, sakramen penguatan,

sakramen perkawinan, sakramen Imamat, sakramen pengampunan dosa, sakramen

minyak suci dan sakramen ekristi.

Dalam kajian ini, Smith Cenderung lebih menekankan pada agama Kristen

Prostestan daripada Katolik dan Ortodox. Mungkin latar belakang agama yang

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

dianut keluarganya, keaktifan dia di gereja sewaktu remaja dan lingkungan Eropa

yang memiliki banyak penganut Protestan menjadi faktor penyebab dalam

kajiannnya.

4. Agama Islam

Istilah “Islam” merupakan nama agama yang memiliki makna sebagai

penyerahan diri, damai dan selamat. Istilah “Islam” tersebut berbeda dengan nama-

nama agama lainnya. Apabila agama Buddha, Khonghucu, Tao, dan Kristen

cenderung mengkaitkan nama agama itu dengan nama pendiri atau tokoh agama,

kitab dan tempat lahirnya agama, seperti agama Buddha dikaitkan dengan nama

pendirinya yaitu Shidarta Buddha Gautama. Agama Khonghucu dapat dikaitkan

dengan nama Khonghucu atau Confucu sebagai tokoh agama tersebut. Agama Tao

dapat dihubungkan dengan Tao sebagai Kitabnya. Agama Kristiani dapat pula

dikaitkan dengan Yesus Kristus sebagai pendiri atau tokohnya. Agama Hindu

dikaitkan dengan nama tempat yaitu lembah Hindustan. Sedangkan agama Islam

tidak dikaitkan dengan nama Muhammad. Dengan kata lain Agama yang dibawa

Muhammad itu adalah agama Islam, sehingga agama ini bukan Muhammadisme,

sebagaimana yang ditulis para orientalis.69

Kata “Islam” berarti “masuk dalam perdamaian” dan orang yang beragama

Islam disebut Muslim. Dengan kata lain seorang Muslim merupakan orang yang

membikin perdamaian dengan Tuhan dan dengan manusia. Hubungan perdamaian

69 H.A. Mukti Ali, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, Mizan, Bandung, 1993, cet.ke-2, hlm.

49.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

manusia dengan Tuhan ditunjukkan dengan sikap tunduk dan patuh secara total

kepada kehendak-Nya. Sedangkan hubungan perdamaian dengan manusia tidak

hanya meninggalkan pekerjaan jelek dan menyakitkan orang lain, tetapi juga

berbuat baik kepada orang lain. Kedua hubungan tersebut merupakan esensi dari

agama Islam.

Pemahaman lainnya diungkapkan Harun Nasution. Dia memahami bahwa

Islam adalah agama dalam pengertian ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan

kepada manusia melalui seorang Rasul.70 Dia menegaskan bahwa Islam pada

hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi

mengenai berbagai segi kehidupan manusia. Islam memiliki berbagai aspek,

diantaranya aspek moral, mistisisme, falsafat, sejarah, kebudayaan dan sebagainya.

Adapun sumber dari ajaran-ajaran tersebut adalah Al-Qur’an dan Hadits. Dua

sumber ini dianggap sebagai sumber asli dari ajaran-ajaran Islam dalam segala

aspeknya. Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam Islam, karena ia merupakan

Sabda Tuhan atau Kalamullah atau disebut wahyu. Sedangkan Hadits merupakan

cerita-cerita yang bersumber dari perkataan, perbuatan dan sikap Muhammad

terhadap persoalan kehidupan manusia. Terkadang Hadits ini disebut pula Tradisi

Islam. Di samping itu ada pula consensus para ulama dan pendapat ulama dijadikan

sebagai sumber hukum Islam.

Ajaran Islam yang terpenting adalah ajaran Tauhid. Ajaran Tauhid ini

merupakan pengakuan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran Tauhid ini

menjadi dasar untuk ajaran-ajaran lainnya seperti masalah kerasulan, wahyu, kitab

70 Harun Nasution, hlm. 24.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

suci Al-Qur’an, soal percaya kepada ajaran Nabi Muhammad atau soal Mu’min dan

Muslim, soal yang tidak percaya seperti kafir dan musyrik, hubungan makhluk

(manusia) dengan khalik (pencipta), masalah hari akhir (surga dan neraka), dan

sebagainya. Dalam tradisi Suni ajaran Islam itu terangkum dalam rukun iman dan

rukun Islam. Rukun Iman berkaitan dengan kepercayaan kepada Allah, malaikat,

kitab, rasul, hari akhir dan takdir. Sedangkan rukun Islam berkaitan dengan

syahadat (kesaksian), shalat, zakat, puasa dan menunaikan ibadah haji.

Fenomena Agama Islam secara umum kini terbagi dalam kelompok besar yaitu

suni dan syiah. Berbeda dengan klasifikasi dalam Kristen, kelompok suni dan syiah

ini tetap dianggap muslim (beragama Islam) oleh kedua kelompok ini. Artinya

kelompok ini tidak melahirkan agama baru, melainkan aliran. Berbeda dengan

klasifikasi dalam agama Kristiani, dimana kelompok-kelompoknya melahirkan

agama baru.

Pembagian kelompok ini cenderung berdasarkan pada nuansa politik yaitu

pada saat proses pembentuk kepemimpinan setelah Nabi Muhammad meninggal

dunia. Kelompok Suni merupakan kelompok yang berorientasi pada pembentukan

kepemimpinan berdasarkan musyawarah. Kelompok ini mengakui kepemimpinan

empat sahabat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) setelah Nabi Muhammad

meninggal. Sedangkan kelompok Syi’ah merupakan kelompok yang cenderung

hanya mengakui kepemimpinan Ali saja sebagai pemimpin mereka. Kaum Suni

memahami bahwa kepala Negara tidak mesti dari keturunan Nabi melalui Fatimah

dan Ali. Kaum Syi’ah justru memahami dan meyakini bahwa hanya keturunan Nabi

yang boleh menjadi kepala Negara. Dari pemahaman ini berkembang pada

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

pemikiran tentang jabatan kepala Negara jaman sekarang. Di satu sisi meyakini

bahwa jabatan kepala Negara mempunyai sifat turun temurun dari bapak ke anak.

Di sisi lain memahami bahwa pengangkatan kepala Negara didasarkan atas

kesanggupan serta keahlian dan bukan atas keturunan.

Selain itu dalam aspek teologi, Islam memiliki berbagai aliran, seperti aliran

bercorak liberal, tradisional, tidak terlalu liberal, dan tidak terlalu tradisional.

Dalam aspek hukum Islam atau fiqh terdapat empat kelompok pemahaman

mengenai hukum Islam yaitu, Hanafi, Maliki dan Syafi’i, dan Hambali.

Pemahaman-pemahaman terhadap hukum Islam, ada yang menggunakan

tekstual atau tradisional dan ada yang bersifat kontekstual yang cenderung

menggunakan akal. Pemahaman yang bersifat tekstual yaitu pemahaman yang

langsung berdasarkan teks Al-qur’an dan Hadits. Sedang pemahaman kontekstual

yaitu pemahamn yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, tetapi aplikasinya

disesuai dengan konteks masyarakat tertentu. Dalam pemahaman kontekstual Al-

Qur’an dan Hadits berfungsi sebagai konfirmasi. Salah satu contoh yang cenderung

menggunakan tradisional menurut Mukti Ali adalah pengikut-pengikut Ahmad bin

Hanbal. Mereka berjuang berabad-abad lamanya menentang pemikiran-pemikiran

yang bebas yang berusaha untuk melampaui pemikiran-pemikiran ulama-ulama

yang lalu. Mereka pula menentang pemikiran-pemikiran ilmu kalam dan

pendekatan agama secara mistis.71

Khusus mengenai Islam di Indonesia, Harun menilai bahwa Islam di Indonesia

secara umum dikenal hanya pada aspek teologi dan aspek hukum. Itu juga orang

71 H.A. Mukti Ali, hlm. 9-10.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Indonesia melihatnya hanya dari satu kelompok saja. Dalam bidang teologi, hanya

aliran tradisionalnya terutama aliran jabariah yang mengajarkan fatalisme. Aliran

ini dapat menimbulkan kesalahfahaman bahwa Islam mengajarkan kesenangan

materi, karena sorga dan neraka diberi gambaran sebagai kesenangan materi dan

kesenangan jasmani. Sedang dalam bidang hukum Islam, hanya mazhab Safi’i yang

banyak dipelajari orang Indonesia. Sehingga Harun berkesimpulan bahwa

pengetahun orang Indonesia mengenai Islam tidak sempurna.72

Untuk menghindari kesalahfahaman dan untuk menyempurnakan pengetahuan

tentang Islam, Harun mengajukan adanya perubahan dalam memahami

pengetahuan Islam. Beliau mengajukan adanya spesialisasi atau mengetahui aspek-

aspek, dan aliran-aliran lain dalam Islam.

Pendapat lainnya Mukti Ali menjelaskan bahwa cara mendekati dan

memahami Islam dengan tiga cara, yaitu naqli (tradisional), aqli (rasional), dan

kasyfi (mistis).73 Pendekatan-pendekatan ini menurut Mukti Ali sudah ada dalam

fikiran Nabi Muhammad Saw dan terus digunakan oleh ulamg-ulama Islam setelah

beliau wafat. Pasang surut pendekatan ini sering berganti dan berbeda-beda

dilakukan para ulama hingga sekarang. Namun menurut Mukti Ali terdapat tradisi

yang kaku sekarang ini dalam memahami Islam yaitu tradisi yang dilakukan oleh

kalangan Wahabiyah di Arab Saudi dan Tariqat As-Sanusiyah di Afrika Utara.74

72 Harun Nasution, hlm. 34. 73 H.A. Mukti Ali, hlm. 9. 74 Ibid.

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Agama Islam yang dikaji Smith dalam perbandingannya lebih pada kelompok

Islam Suni daripada Islam Syiah. Mungkin pergaulan Smith dengan orang-orang

Islam Suni yang menjadi faktor yang mempengaruhi kajiannya itu.

BAB III

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BEBERAPA PERSAMAAN DAN PERBEDAAN

DOKTRIN TEOLOGIS ANTARA KRISTIANI DAN ISLAM MENURUT

PEMIKIRAN WILFRED CANTWELL SMITH

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Kata "persamaan" dan ”perbedaan” sering penulis dengar dan baca ketika

mengkaji sesuatu yang bersifat ilmiah melalui metode perbandingan. Banyak kajian

ilmiah yang memuat perbandingan antara sesuatu dengan sesuatu lainnya termasuk

dalam kajian agama. Dalam kajian Agama sering para ahli membandingkan unsur-

unsur agama yang satu dengan agama lainnya, seperti konsep ketuhanan,

keselamatan, kitab suci, pendiri agama, ritual, pengalaman keagamaan dan lembaga

atau komunitas sosialnya. Kajian agama melalui metode perbandingan yang banyak

dilakukan sebagian para pengkaji agama biasanya hanya pada hal-hal yang nampak.

Hal itu sepintas dirasakan sebanding atau proporsional, padahal hal itu tidak

proporsional. Contohnya perbandingan Yesus dengan Muhammad. Secara sepintas

hal itu sebanding atau proporsional karena keduanya dipahami sebagai pendiri

agama. Yang satu sebagai pendiri agama Kristiani dan yang satunya lagi sebagai

pendiri Islam. Tetapi apabila dipahami dari aspek pemahaman penurut

penganutnya, hal itu dapat dikatakan tidak sebanding. Yesus bagi orang Kristiani

dipahami sebagai sabda Tuhan atau wahyu, sedangkan Muhammad dipahami

sebagai nabi atau utusan Tuhan (bukan wahyu Tuhan), karena bagi orang Muslim

yang dimaksud wahyu itu adalah Al-Qur’an.

Namun ketika penulis mengkaji pemikiran Smith mengenai perbandingan

antara doktrin Islam dan Kristiani, penulis dapat memahami pentingnya

proporsional unsur-unsur agama yang berdasarkan pemahaman para penganutnya.

Smith menekankan pentingnya proporsional tersebut. Pemahaman agama menurut

penganutnya itu menjadi dasar proporsionalnya unsur-unsur agama jika unsur-

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

unsur agama tersebut dibandingkan. Baik doktrin Islam maupun Kristiani dapat

dianalisa melalui perbandingan dengan mengutamakan proporsional dari

pemahaman penganut kedua agama tersebut. Oleh karena itu untuk memahami

pemikiran Wilfred Cantwell Smith mengenai perbandingan doktrin teologis antara

Kristiani dan Islam, dan sesuai dengan rumusan masalah penelitian, di dalam bab

III ini penulis akan menguraikan riwayat hidup Wilfred Cantwell Smith termasuk

karya-karyanya, pemikiran mengenai persamaan dan perbedaan doktrin teologis,

dan implikasi pemikiran Smith tersebut dalam kajian agama.

A. Kronologis Riwayat hidup Wilfred Cantwell Smith

Wilfred Cantwel Smith adalah seorang teolog dan sejarawan agama yang lahir

di Toronto pada tanggal 21 Juli 1916, anak kedua dan bungsu dari seorang keluarga

yang berstatus ekonomi mapan. Dia seorang anak yang orang tuanya memiliki

perusahaan Ballpoint Parker di Kanada. Pada usia antara delapan dan tujuh belas

tahun dia memasuki Upper Canada College.

Keluarga Smith termasuk keluarga yang berada dalam bidang akademik

maupun dalam bisnis. Kakak Smith yaitu Arnold Cantwell Smith banyak berkiprah

dalam urusan diolomatik di Negara Kanada. Dia pernah menjadi duta besar Kanada

untuk pemerintah Mesir dan Uni Sovier. Dia pernah juga menjadi sekjen Negara-

negara persemakmuran bekas penjajahan kerajaan Inggris.

Keluarga Smith yang menganut agama Kristiani, sekte Presbitarian. Hali ini

menjadi faktor bahwa Smith termasuk orang yang taat dan saleh dalam menerapkan

ajaran agamanya. Smith adalah aktivis gereja yang dominan dan sangat fanatik

terhadap keyakinan yang dipegangnya, hal ini dipengaruhi oleh sikap keagamaan

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

dan pengalaman keagamaan yang telah menjadi sebuah kepribadian yang

melahirkan sikap “Close System” dalam menerima pendapat ajaran Kristiani dan

sekte yang lain. Biasanya setiap sekte dalam ajaran Kristiani mempunyai sikap

dominasi yang berlebihan, kadang menimbulkan konflik sosial dan politik.

Mungkin sikap tersebut dipengaruhi dengan semangat kebebasan beragama di

Eropa. Sikap kompetitif antara sekte, yang juga berkembang dan teralami oleh

Smith dalam kehidupan sebagai seorang yang beragama. Terkadang muncul sikap

emosi dan sikap menyudutkan diantara para penganut sekte-sekte agamanya itu.

Keluarga Smith yang menganut agama Kristiani dalam anggota keluarganya

itu bersifat plural. Ibunya adalah penganut aliran Kristiani metodis. Ketika masih

muda Smith memahami doktrin Kristiani metodis hanya sebatas literal dan hal ini

menajadi pengalaman berharga bagi dirinya. Smith kemudian memahami doktrin

tidak hanya secara literal, akan tetapi ia menafsirkan dan menjabarkan secara

intelektual dan terbuka.

Dalam melihat dan memahami agama tersebut, terkadang agama sebagai suatu

simbol dan realitas yang agung dan sakral. Dia memahami makna dan esensi dari

sesuatu simbolisasi itu. Simbol menyatakan atau mengekspresikan tentang arti

agama yang diwujudkan dalam pengembangan institusi. Sikap agama mewujudkan

kepemilikannya dan dijabarkan dalam doktrin teologi.

Ketika Smith menjelang dewasa, pemikirannya mulai mengalami perubahan

yang asalnya ortodoks, tapi kemudian dia mampu bersikap modern dan

semangatnya sangat terbuka dan pluralis. Dia tidak setuju tentang konsep

keselamatannya untuk orang Kristiani saja, tetapi menurutnya semua umat yang

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

beragama mendapatkan kasih sayang dari Tuhannya. Smith sangat memegang

semangat puritanisme Calvinistik, yaitu ajaran dalam agama protestan yang keras.

Konsep Smith tentang komunitas agama bukan merupakan milik suatu sekte

dalam agama, tetapi kebersamaan dan kesatuan agama. Hal ini yang menjadi titik

acuan bagi Smith untuk mengembangkan ide-ide mengenai agama. Sejak dia

memasuki jenjang perguruan tinggi, dia telah tertarik mengembangkan gagasan

ekumene, yaitu gagasan untuk menyatukan semua mazhab dalam melakukan misi.

Ide ini pertama dikembangkan sejak awal abad ke-20 dan sasarannya kepada

missionaries di luar negeri dan di kampus di mana Smith kuliah pada saat itu.

Kata “ekumene” berasal dari bahasa Yunani kuno yang berati rumah tangga,

semakin besar ruang lingkupnya, kata “ekumene” ini tidak hanya rumah tangga

dalam arti sempit, tetapi lebih luas lagi menjadi dunia. Namun, suatu hal yang

negatif dari ekumene adalah sikap yang berlebihan yang mengarah pada dominasi

dan eksploitasi.

Dilihat dari hasil karya-karyanya, Smith sangat memelihara tradisi humanistik,

yang memandang agama sebagai sesuatu yang hidup yang menurutnya agama

memiliki peranan untuk mengembalikkan hakikat manusia yang sesungguhnya.

Saat Smith masih sekolah di Upper Colledge dan di Lycee Champollion,

Grenomble, Prancis, Smith menunjukkan kemampuan dan otoritas di bidang bahasa

dan sejarah, sehingga banyak pengkajian dan studi agamanya menggunakan

pendekatan sejarah.

Pada tanggal 7 Pebruari 2000, dunia telah kehilangan salah satu ahli Ilmu

Perbandingan Agama yang sangat berpengaruh. Pada waktu itu Smith meninggal

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

dunia. Para kolega menempatkan dia sebagai salah satu pemikir kajian keagamaan

secara perbandingan pasca perang dunia kedua.75

1. Kehidupan Karir

Ketika Smith masih kecil dia sekolah di Upper college dan Lyceee hampolion,

Grenoble, Prancis. Smith kemudian masuk perguruan tinggi dan menamatkan S-1

nya di Universitas Toronto, Kanada dalam bidang orientalis studies. Kemudian dia

melanjutkan studinya ke West Minister College Universitas Cambridge dalam studi

bahasa Arab sampai perang dunia ke-2. Pada selang waktu antara tahun 1941-1945

dia menyempatkan waktu untuk mengajar di India. Dari sanalah dia mendapatkan

kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan penganut agama-agama yang

lain.76

Sekembalinya dari india dia kembali ke Amerika dan di sana dia

menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Princeton dengan pembimbingnya

adalah Prof K. Hitti, dia diangkat menjadi professor untuk studi ilmu perbandingan

Agama di Universitas Mc. Gill Institute of Islamic Studies. Pada Tahun 1964 dia

menjadi direktur Harvard Unversity’s Center for the Study of World Relgions. Baik

di Harvard maupun di Mc Gill dia mengumpulkan para mahasiswa maupun staf

pengajar dari agama-agama besar yang dipelajari di sana dan meminta mereka

mengembangkan dan menguji teologi mereka dengan tujuan menyusun teori-teori

75http://news.harvard.edu/gazette/2001/11.29/27-memorialminute. html diundu

pada tanggal 14 januari 2012. 76 Adeng Muhtar Ghjali, hlm.141.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

yang dapat diterima oleh orang Yahudi, Islam, Buddha, Kristiani dan yang lain guna

meyakinkan dalam tradisi akademis.

2. Karya Publikasi W.C. Smith

Terdapat beberapa bentuk karya ilmiah yang telah dihasilkan Smith,

diantaranya buku, dan artikel ilmiah. Di bawah ini terdapat sebelas buku penting

yang ditulis Smith diantaranya;

1. Modern Islam in India: A social Analysis. Lahore, Minerva, 1943. Edisi

Revisi: London V. Golanez, 1946. Buku ini diterbitkan kembali: Lahore,

Sh. M. Ashraf, 1963, 1969, New York, Russel & Russell, 1972; dan ditulis

oleh penyusun tak dikenal dengan Edisi tanpa ijin, diterbitkan di Lahore,

nama penerbit Rippon, tahun 1947 (dengan sebuah bab palsu “Towards

Pakistas”).

2. Pakistan as an Islamic State, Lahore, Sh. M. Ashraf, 1951.

3. Islam in Modern History, Princeton University Press, 1957. Diterbitkan

kembali di London, oleh penerbit Oxford University Press, 1958; di New

York, New American Library (mentor Books) tahun 1958; Princeton and

London, Princeton University Press (Princeton Paperback), 1977. Direkam

untuk orang buta, Inc, Washington, 1973. Diterjemahkan ke dalam Bahasa

Arab, (diterbitkan tanpa ijin 1960, disusun 1975), Bahasa Swedia, 1961,

Bahasa Prancis, 1962, Bahasa Indonesia 1962-1964, Bahasa Jerman, 1963;

Bahasa Jepang 1974; Beberapa bagian buku itu diterjemahkan ke bahasa

Urdu (1958-1959, 1960) dan bahasa Arab, 1960.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

4. The Faith of Other Men, Toronto, Canadian Broadcasting Corporation,

1962. Edisi diperluas; New York, New American Library, 1963. Diterbitkan

kembali: New York, New American Library (Mentor Books), 1965:

London, New English Library (mentor Books), 1965: New York and

London, Harper & Row (torcbook), 1972. Diterjemahkan kedalam bahasa

Swedia, 1965. Bab II berjudul (The Christian in a Religiously Plural World)

dicetak ulang dalam Religious Diversity (infra) dalam bentuk rangkuman,

juga dalam tulisan John Hick dan Brian Hebblethwaite, ditambahkan

Christianity and Other Religions, London, Collins, fount Paperback, 1980.

5. The Meaning and End of Religion: A New Approach to the Religious

Traditions of Mankind, New York, Macmillan, 1963. Diterbitkan kembali:

New York, New American Library (mentor Books), 1964: London, New

English Library (Mentor Books), 1965; San Pransisco, Harper & Row, dan

London: SPCK, 1978.

6. Modernization of A Traditional Society, Bombay, Calcutta, dll, Asia

Publishing House, 1965. Bab I dicetak ulang dalam jumlah sedikit dalam

jurnal Religious Diversity (infra).

7. Questions of Religious Truth. New York, Charles Scribner’s Sons; dan

London, V.Gollancz Ltd., 1967. Diterjemahkan dalam Bahasa Jepang,

1971. Bab II berjudul Is The Qur’an the Word of God? Dicetak ulang dalam

jumlah terbatas dalam jurnal Religious Diversity (infra).

8. Religious Diversity, Willard G Oxtoby, ed, New York and London, Harper

& Row, 1976.

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

9. Belief and History, Charlottewile: Univesity Press of Virginia, 1977.

10. Faith and Belief, Princeton: Princeton: University Press, 1979.

11. Towards a World Theology, London, Macmillan, and Philadelphia,

Westminster, 1981.

Penulis menemukan duapuluh artikel umum yang ditulis Smith diantaranya,

1. The Comparative Study of Religion: Reflections on the Possibility and

Purpose of a Religious Science, di Mc Gill University, faculty of Divinity,

Inaugural Lectures (montreal, McGill University, 1950.

2. The Christian and the Religions of Asia, dalam: Changing Asia: Report of

the Twenty Eighth Annual Couchiching Conference: Sebuah proyek kerja

sama The Canadian Institute on Public Affairs dan the Canadian

Broadcasting Corporation (Toronto, Canadian Institute on Public Affairs,

1959). Dicetak ulang di Occasional Papers, Department of Missionary

Studies, International Missionary Council (World Council of Churches),

London, No. 5 (April, 1960), juga dalam Christianity’s Third Great

Challenge, The Christian Century 77: 17 (April, 17, 1960). Dicetak dalam

bentuk rangkuman, The Beacon, London 39 (1962).

3. Comparative Religion: Whither and Why? dalam Mircea Eliade dan Joseph

M. Kitagawa editor, The History of Religions: Essays in Methodology

(Chicago, The University of Chicago Press, 1959), pp 31-58. Dicetak ulang

dalam bentuk rangkuman dalam jurnal Religious Diversity (supra).

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Diterjemahkan dalam bahasa Urdu, 1962, Bahasa Jepang 1962 dan Jerman

1963.

4. Mankind’s Religiously Divided History Approaches Self-consciousness,

Harvard Divinity Bulletin 29:1 (1964), pp. 31-58. Dicetak ulang dalam

bentuk rangkuman dalam jurnal Religious Diversity (supra). Diterjemahkan

dalam bahasa Jerman 1967.

5. Scularism: The Problem Posed, Seminar, New Delhi, 67 (1965).

6. Religious Atheism? Early Buddist and Recent American. Milla wa Millaa,

Melbourne, 6 (1966).pp 5-30. Dicetak ulang dalam, John Bowman, Editor,

Comparative Religion: The Charles Strong Trust Lectures 1961-1970

(Leiden, E.J Brill, 1972).

7. The Mission of the Church and the Future of Missions, dalam George

Johnston anf Wolfgang Roth, Editor, The Church in the Modern World:

Essays in Honour of James Sutherland Thomson (Toronto, the Ryerson

Press, 1976).

8. Traditional Religions and Modern Culture, dalam Proceedings of the XIth

International Congress of the International Association for the History of

Religions, vol. I. The Impact of Modern Culture on Traditional Religions

(Leiden, E. J. Brill, 1968). pp. 55-72. Dicetak ulang dalam bentuk

rangkuman dalam Religious Diversity (Supra).

9. Secularity and the History of Religion, dalam Alberth Schilitzer, editor, The

Spirit and Power of Christian Secularity (Notre Dame and London,

University of Notre Dame Press, 1969).

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

10. Studies of Religion in a Global Context, dalam Study of Religion in Indian

Universities: A Report of the Consultation Held in Bangalore pada bulan

September, 1967 (Bangalore), Bangalore Press, n.d 1970.

11. Participation: The Changing Christian Role in Other Culture, Occasional

Bulletin, Missionary Research Library, New York, 20:4 (1969) 1-13.

Dicetak ulang dalam Religion and Society, Bangalore, 17:1 (1970) 56-74,

dalam bentuk rangkuman dalam Gerald H. Anderson and Thomas F.

Stransky, editor. Mission Trends No. 2 (New York, Paulist Press, and Grand

Rapids, Eerdamans, 1975, pp.218-229, dan dalam Religious Diversity

(supra).

12. A Human view of truth, SR: Studies in Religion/ Sciences Religieuses I

(1971), 6-24. Dicetak ulang dalam John Hick editor, Truth and Dialogue:

The Relationship between World Religions (London, Sheldon Press, 1974;

Truth and Dialogue in World Religions: Conflicting Truth-Claims

(Philadelphia, Westminster Press, 1974) pp. 20-44, dengan edisi baru,

Conflicting Truth Claims: A. Rejoinder, pp. 156-162.

13. Programme Notes for a Mitigated Cacophony (Sebuah artikel pandangan

terhadap R.C Zaehner, Concordant Discord, 1970), The Journal of Religion

53 (1973).

14. On “Dialogue and Faith”: A Rejoinder (To Eric J. Sharpe, “Dialogue and

Faith, dalam masalah yang sama), Religion 3 (1973), 106-114.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

15. The Finger that Points to the Moon: Reply to Per Kvaerne (Kvaerne,

Comparative Religion: Weither and Mhy?” A Reply to Wilfred Cantwell

Smith, dalam masalah yang sama, Temenos, Helsinki, 9 (1973) 169-172.

16. World Religions (dalam bagian, What’s in Store for 74? Looking Ahead in

Various Areas of Contemporary Life), The Christian Century, 91:1 (1974).

17. Religion as Simbolism, Introduction to Propaedia, Part 8 Religion,

Encyclopaedia Britannica, 15 th, (Cicago, Encyclopaedia Britannica, 1974),

vol. 1. pp. 498-500.

18. Methodology and the Study of Relgion: Some Misgivings, dalam Robert D.

Baird editor, Methodological Issues in Religious Studies (Chico, Calif.,

New Horizons Press, 1975), pp.1-25. (Discussion, pp 25-30. “Is the

comparative Study of Religion Possible? Panel Diskusi, dengan Jacob

Neusner, Hans H. Penner, pp. 95-109, tanggapan, pp. 123-124.

19. An Historian of Faith Reflects on What We are Doing Here, dalam Donald

G. Dawe and John B. Carman, Editor, Christian Faith in a Religiously

Plural World (Maryknoll, New York, Orbis, 1978), pp. 139-148.

20. Divisiveness and Unity, dalam Gremilion, Joseph editor., Food/ Energy and

the Major Faiths (Maryknoll, New York: Orbis, 1978),pp. 71-85.

Tulisan-tulisan Smith terdapat juga di artikel-artikel yang mengkaji Pendidikan,

Kajian Timur dan Barat, dan Budaya. Artikel-artikel yang memuat tulisan Smith itu

berjumlah delapan artikel diantaranya,

1. Achievement Test in History, Education, Lucknow, 24: 1 (1945) 57-62.

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

2. Objective Test in History, Education, Lucknow, 1945. Dicetak ulang dalam

The Punjab Educational Journal, Lahore, 1944.

3. The Place of Oriental Studies in a Western University, Diogenes no. 16,

1956. Diterjemahkan dalam Bahasa Prancis, 1956, Bahasa Jerman 1957 dan

bahasa Spanyol 1958.

4. The YMCA and the Present, Bulletin, National Council of Young Men’s

Christian Association of Canada, Toronto, 1960.

5. Non-western Studies: The Religious Approach, dalam A Report on an

Invitational Conference on the Study of Religion in the State University,

oktober 1964 di Indiana University Medical Center (New Haven, the

Society for Religion in Higher Education, 1965.

6. Objectivity and the Humane Sciences: A New Proposal, Transactions of the

Royal Society of Canada, Ottawa, royal Society of Canada, 1975. Dicetak

ulang dalam bentuk ringkasan dalam Religious Diversity (supra) dan

Claude Fortier et.al., Symposium on the frontiers and Limitations of

Knowledge/Colloque sur les frontiers et limites du savoir (Ottawa, royal

Society of Canada, 1975.

7. The Royal of Asian Studies in the American University, The plenary

address of the New York State conference for Asian studies, Colgate

University, Oktober 1975.

8. The University, artikel tinjauan terhadap Murray Ross, the University: the

Anatomy of Academy, New York, 1976, dan dalam Dalhousie Review,

thinking about Persons, Humanitas, 1979.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Secara khusus Smith juga menulis Artikel Tentang Islam. Di bawah ini terdapat

tigapuluh delapan artikel Islam diantaranya,

1. The Mughal Empire and the Middle Class: A Hypothesis, Islamic culture,

Hyderabad, 1944.

2. Lower Class Uprisings in the Mughal Empire, Islamic Culture,

Hyderabad, 1946.

3. The Muslim World, dalam one family , Toronto, Missionary Society of

the Church of England in Canada, volume 2 1947-1948.

4. Hyderabad, Muslim Tragedy, Middle East Journal, 1950.

5. The Muslim and the West, foreign Policy Bulletin, New York, 1951.

6. Islam Confronted by Western Secularims, Revolutionary Reaction, dalam

Dorotha Seelye Franck, editor, Islam in the modern world: A Series of

Address Presented at the fifth Annual conference on Middle east affairs,

Washington, Middle east institute, 1951. Diterjemahkan dalam Bahasa

Arab, 1953.

7. Modern Turkey- Islamic Reformation? Islamic Culture, Hyderabad,

1952. Dicetak ulang dalam bentuk ringkasan, Die Welt des Islams, 1954.

8. Pakistan, Collier’s Encyclopedia, 1953.

9. The Institute of Islamic Studies, Mc Gill University, The Islamic

Literature, Lahore, 1953.

10. The Importance of Muhammad, Artikel tinjauan, the Canadian Forum,

1954.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

11. The Intellectuals in the Modern Development of the Islamic World, dalam

Sydney Nettleton Fisher, editor, social Forces in the Middle East, Ithaca,

Cornell University Press, 1955.

12. Propaganda (Muslim), Twentieth Century Encyclopedia of Religious

Knowledge, grand Parids, Baker, Volume 2, 1955.

13. Ahmadiyyah, Encyiclopedia of Islam, new edition , Leiden and London,

E, J. Bill, 1956. Diterjemahkan dalam Bahasa Prancis, 1956.

14. Amir Ali, Sayyid, Encyclopedia of Islam, new edition, Leiden and

London, E, J. Bill, 1956. Diterjemahkan dalam Bahasa Prancis, 1956.

Diterjemahkan dalam Bahasa Prancis, 1956.

15. The Christian and the near East Crisis, The British Weekly, London,

no.3638 Desember, 1956. Dipublikasikan juga dalam The Presbyterian

Record, Toronto, 1957.

16. The Muslim World, (pamphlet), Urusan Aktual angkatan Perang Canada,

volume 10 no. 4, Ottawa, Departemen Pertahanan Nasional, 1956.

Diterjemahkan dalam Bahasa Prancis, 1956.

17. Islam in the Modern World, current History, 1957. Dicetak ulang,

Enterprise, Karachi, Januari, 4, 1958, Morning News, Karachi, april, 12,

1959.

18. Independence Day in Indonesia, The Mc Gill News, Montreal, Winter,

1957.

19. Aga Khan III, Encyclopedia Americana, 1958.

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

20. Law and Ijtihad in Islam: Some Considerations on Their relation to Each

Other and to Ultimate and Immediate Problems, Dawn, Karachi, Januari

5, 1958. Dicetak Ulang dalam Pakistan Quartely, Karachi, 1958, dan di

International Islamic Colloquium Papers, December 29, 1957, Lahore,

Punjab University Press, 1960.

21. Some Similarities and differences between Christianity and Islam:

an essay in Comparative Religion, dalam James Kritzeck and R. Bayly

winder, editor, the world of Islam: Studies in Honour of Philip K. Hitti

(London, Macmillan: and New York, St. Martin’s Press, 1959.

Diterjemahkan dalam bahasa Urdu, 1964.

22. India, Religion and Philosophy: Islam, Encyclopedia Americana, 1960.

Dicetak ulang dalam W. Norman Brown, editor, India, Pakistan, Ceylon,

Edisi Revisi (Philadelphia, University of Pannsylvania. Press: London,

Oxpord University Press, 1964.

23. Modern Muslim Historical Writing in English, dalam C.H Philips, Editor,

Historians of India, Pakistan and Ceylon (Historical Writing on the

Peoples of Asia, London Oxford University Press, 1961.

24. The comparative Study of Religion in General and the Study of Islam as

a Religion in Particular, dalam Colloque sur la sociologie musulmane:

Actes 11-14 September 1961.

25. Iblis, Encyclopedia Britannica, 1962.

26. The Historical Development in Islam of the Concept of Islam as an

Historical Development, dalam Bernard Lewis and P.M. Holt, editor,

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Historians of the Middle East (Historical Writing on the Peoples of Asia,

London, Oxford University Press, 1962.

27. The Ulama in Idian Politic, dalam C. H. Philips, Editor Polities an Society

in India (London, George Allen & Unwin Ltd, 1963.

28. Druze, Encyclopaedia Britannica, 1963.

29. Koran (Qur’an), Encyclopaedia Britannica, 1964.

30. The Concept of Shari’a among some Mutakalimun, dalam George

Makdini Editor, Arabic and Islamic studies in Honor of Hamilton A. R.

Gibbs, Leiden, E. J Brill, 1965.

31. The Islamic Near East: Intelectual Role of Librarianship, Library

Quarterly 35, 1965. Dicetak ulang oleh Tsuen-Hsuin Tsien dan Howard

W. Winger, Editor, Area Studies and the Library, Chicago & Landon, The

University of Chicago Press, 1966.

32. The Crystalization of Religious communities in Mughul India, dalam

Mojtaba Minovi and Iraj Afshar, editor, Yad-name ye Irainis (sic)-ye

Minorsky (Ganjine-ye Tahqiqat-e Irani, no 57. Publication of Tehran

University, no 1241, Tehran, Intisharat Daneshgah, 1969.

33. The End is near, diterbitkan dalam Aziz Ahmad dan G.E von Grunebaum,

editor, Muslim self-Statement in India and Pakistan 1857-1968,

Wiesbaden, Otto Harrassowitz, 1970.

34. Orientalism and truth: A Public Lecture in Honor of T. Cuyler Young,

Horatio Whitridge Garrett Professor of Persian Language and History,

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Chairman of the Departement of Oriental Studies, Princeton, Program in

Near Eastern Studies, Princeton University, 1969.

35. Arkan dalam David P. Little, editor Essays on Islamic Civilization

Presented to Niyazi Berkes, Leiden, E.J, Brill, 1976. Diterjemahkan

dalam Turkish, 1977.

36. Faith and Belief (some considerations from the Islamic instance), dan

Faith and Belief Journal of the Departement of Philosophy, university of

the Punjab, Lahore.

37. Interpreting Religious interrelations: An Hostorian’s View of Christian

and Muslim, dalam SR: Studies in Religion/ Sciences religieuses, 1976-

1977.

38. Tauhid and the Integration of Personality, Studies in Islam: Quarterly

Journal of the Indian Institute of Islamic Studies, New Delhi, 1979.

B. Analisa Beberapa Persamaan dan Perbedaan Doktrin Kristiani dan Islam

Smith menulis suatu pengalaman keagamaan yang berbeda dengan ahli agama

lainnya. Dia mengomentari pemahaman tokoh agama yang bernama Mani.

Sebagaimana dia ungkapkan, “tampaknya tidak seorang pun [pemuka religius besar

di dunia ini—kecuali Mani (216-277M) yang dikenal sebagai agama

Manichaeanisme] yang secara sadar dan terencana mendirikan suatu religi.”77

Argument ini menunjukkan adalanya faktor eksternal yang hadir dan “sama”

77 Wilfred Cantwell Smith. Memburu Makna Agama, Penerjemah Landung Simatupang, Penyunting

Ahmad Baiquni, Mizan, Bandung, 2004, hlm. 156.

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

sebagai subyek kelahirannya, Dialah Tuhan. Kemudian, manusia sesungguhnya

adalah hewan yang berTuhan.78

Agama dalam pengertian sekarang, menurut Smith datangnya belakangan.

Pengetahuan religi seseorang semestinya dibarengi dengan religi orang lain agar

paham makna “agama” secara “kelahiran dan tujuan.” Walaupun kata Smith, ‘tidak

semua pengamat percaya pada Tuhan dan tidak semua orang taat peduli pada

sejarah; tetapi sulit menghindari keduanya.79

Secara khusus Smith mengkaji hubungan proporsional antara Islam dan

Kristiani dalam sub judul, Muslim- Christian Relations: Some Similarities an Some

Differences Between Christianity and Islam.80 Smith mulai membandingkan

doktrin Islam dan Kristiani mengenai ungkapan “Kehendak Tuhan”. Menurut

Smith orang-orang Kristiani dan Islam menggunakan ungkapan ini, namun

menunjukkan konsep yang berbeda. Orang-orang Kristiani telah biasa

menggunakan ungkapan itu dalam doa-doa mereka, karena Kristus mengajarkan

mereka (orang Kristiani) dengan berkata, “Kamu akan diperlakukan”. Ungkapan

ini berkaitan dengan suatu aspirasi terhadap urusan duniawi sesuai dengan pola

yang lebih tinggi yaitu kedatangan Kerajaan Tuhan. Pemahaman tersebut menurut

Smith merupakan ungkapan yang penuh makna dan kehendak Tuhan memiliki

konotasi moral yang sangat besar. Bagi orang Kristiani berjuang untuk mencapai

kehendak Tuhan merupakan panggilan tertinggi –dan kegagalan besar jika tidak

berjuang. Smith menunjukkan imbangan konsep ini dalam Islam, dengan

78 Ibid., hlm. 202. 79 Ibid., hlm. 226. 80Wilfred Cantwell Smith, On Understanding Islam Selected Studies, Mouton, New York, 1981, p.

233.

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

menggunakan istilah yang bersifat teknik teologinya yaitu “ridha (ridwan, mardl)

yang berarti senang. Namun istilah yang lebih umum bagi orang Muslim menurut

Smith adalah amr (perintah).

Smith mengungkapkan perbandingan yang dilakukan orang lain. Seseorang

mungkin bersfekulasi menyusun hubungan, kehendak Tuhan dalam Kristiani

sebanding dengan Syariah (hukum) dalam Islam. Perbandingan ini menurut Smith

merupakan bersifat kasar, tetapi tidak berbahaya karena setiap orang akan melihat

kurang paralel dan barangkali hal ini merupakan seimbang sehingga mendorong

beberapa orang melihat hubungan parsial.

Smith menunjukkan dua kata yang berkaitan dengan istilah “kehendak Tuhan”

dalam Islam yaitu mashiah dan iradah. Sebagaimana menurut orang Muslim, Smith

menyatakan bahwa kehendak Tuhan bagi Islam bukan apa yang seharusnya

manusia kerjakan, tetapi apa yang seharusnya Tuhan kerjakan. Bagaimanapun juga

Kehendak Tuhan menurut Smith beroperasi, dengan sangat menarik. Kehendak

Tuhan itu akan tidak berarti dalam kegiatan berdoa, apabila kehendak Tuhan itu

sungguh-sungguh diperlakukan Tuhan. Pada kenyataannya, barangkali hal itu akan

menjadi lucu, atau kurang ajar, seseorang berkata ‘karena perbuatannya (manusia)”

terhadap kehendak Tuhan. Ini bukan konsep moral melainkan sesuatu yang

menentukan (determinist one).

Smith mengembangkan pemikiran kehendak Tuhan itu dengan proporsi orang-

orang Kristiani. Menurut Smith, imbangan atau perbandingan bagi orang-orang

Kristiani, mereka juga kadang-kadang menyebut kehendak (will) secara rancu,

tetapi masalah teologi hubungan perintah Tuhan dan mashiah-Nya sering

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

ditempatkan dalam lingkaran orang Kristiani dalam istilah pengetahuan Tuhan

(nasib, takdir, kedaulatan dan sebagainya). Bagi orang-orang Muslim kehendak

Tuhan merupakan apa yang terjadi dan telah diperintahkan Tuhan. Dalam istilah

manusia Kehendak Tuhan itu merupakan apa yang seharusnya terjadi. Smith

menegaskan pemahaman orang Islam bahwa seseorang bisa tidak memenuhi

perintah Tuhan, tetapi tidak bertentangan dengan kehendak-Nya.

Dalam istilah yang sangat umum, Smith mengungkapkan bahwa semua orang

bisa memohon. Seorang Muslim sesuai dengan ayat “Kamu akan diperlakukan”

sesuai dengan kata “Islam”. Seorang Muslim didefinisikan sebagai orang yang

menerima perintah untuk memiliki peraturan yang berlaku di bumi (sebagaimana

mereka kerjakan di Surga seperti orang-orang Kristiani tambahkan), untuk

memiliki kedatangan kerajaan-Nya (secara politik Negara Islam).

Bahkan terdapat dalam perkembangan sejarah dua gerakan keagamaan itu

akhirnya memiliki hubungan paralel yang rancu. Istilah Islam mulai bermakna

sebagai penerimaan aktif (kehendak untuk menerima pengabdian) kepada perintah

Tuhan. Hal itu merupakan awal penerimaan sikap aktif dari sikap pasrah menjadi

mashiah Tuhan. Hal ini akan menjadi menarik untuk menyelidiki perkembangan

dan meneliti hubungan yang mungkin tepat dengan kejatuhan agama dan budaya

Islam dalam abad baru-baru tertentu. Menurut Smith hal ini mungkin menjadi

imbangan teologi transisi dari aktifisme menjadi pasif.

Menurut Smith perbandingan Al-Qur’an dalam Islam dan Bible dalam

Kristiani sungguh masuk akal. Hal itu diakui secara luas, dan mungkin dikatakan

valid pada tingkatan pertama kira-kira. Namun penyelidikan lebih dekat

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

menunjukkan bahwa perbandingan itu menjadi terlalu sederhana. Smith telah

mengajukan perbandingan lebih internalistik. Secara mendasar dalam jiwa

keagamaan menurut Smith agak lebih valid yaitu perbandingan Al-Qur’an dalam

Islam sebanding dengan pribadi Yesus Kristus dalam Kristiani. Hubungan paralel

lebih lanjut, Smith membandingkan antara Muhammad dan Santo Paul (bagi katolik

Roma Santo Peter), dan antara Hadith dengan Bible. Smith Menunjukkan intinya

bahwa sentral sistem Islam yang berfokus pada wahyu itu adalah Al-Qur’an, yang

merupakan karunia Tuhan bagi manusia dan inti Agama. Muhammad merupakan

pribadi yang menyampaikan pesan ini kepada setiap manusia, mendakwahkannya,

dan implikasinya mengorganisir masyarakat yang diterimanya sebagai sesuatu yang

bersifat normatif. Komunitas ini secara bertahap tumbuh sebagai kesatuan literatur

yang memperhatikan secara lengkap dan implementasinya dijelaskan secara

lengkap pula bahwa pesan ini terangkum dalam sunnah nabawiyah. Smith

menyimpulkan, pemikiran itu menjadi jelas bahwa tiga unsur dalam skema yaitu

Al-Qur’an, Nabi (prophet) dan Hadits memiliki kedekatan atau sebanding dalam

Kristiani yaitu Yesus, Santo Paul (atau duabelas rasul atau sejaman dengan Santo

Paul) dan Bibel (khususnya Kitab Perjanjian Baru).

Menurut Smith, Bibel merupakan catatan wahyu, bukan wahyu itu sendiri.

Kebenaran sejati ini jelas telah merebut pemahaman secara lebih kuat dalam

pemikiran orang Kristiani baru-baru ini daripada kejadian pada masa lalu. Kejadian

itu dipertegas ketika seseorang memahami kesalahan penafsiran dari orang-orang

Muslim terhadap Kitab-Kitab Injil bahwa Tuhan telah mewahyukannya (Injil-injil)

kepada Isa (Yesus), sebagaimana dalam Al-Qur’an surat ke-57 ayat ke-27). Hal ini

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

tidak bisa, dan dianggap kesalahan oleh orang-orang Kristiani dan para sejarah

Agama. Hal itu mengakibatkan beberapa orang-orang Kristiani tersenyum dan yang

lainnya melakukan protes. Secara singkat hal itu menggambarkan bahwa sesuatu

telah menjadi masalah karena hubungan paralel antara Al-Qur’an dan Perjanjian

Baru atau salah satu dari empat kitab orang Muslim –termasuk beberapa orang

Kristiani, telah menjadikannya secara fasih. Sebenarnya hubungan paralel antara

Perjanjian Baru –khususnya empat Kitab Injil (perjanjian Baru), dengan Hadits

nampak menjadi dekat dengan pemikiran orang-orang. Apabila orang Muslim

mengatakan bahwa Yesus membawa Injil, sebanding dengan perkataan orang-

orang Kristiani bahwa Muhammad membawa sahthan atau al-kutubu al-sittah.

Smith melanjutkan perbandingannya dengan mengungkapkan bahwa

keselamatan dari dua tradisi keagamaan Islam dan Kristiani adalah dengan

keyakinan-keyakinan kepada Tuhan dan wahyu-Nya. Bagi orang Muslim

keyakinan itu adalah keyakinan terhadap apa yang Muhammad bawa. Keyakinan

itu tidak hanya dalam sebuah kitab tetapi apa yang kitab harus katakan. Apa yang

Al-Qur’an harus katakan itu secara fundamental adalah pentingnya sebuah moral

yaitu keyakinan yang bermaksud meluruskan dirinya sendiri secara aktif dengan

orientasi moral. Karena hukum itu menyangkut komunitas dan ummah, maka

hukum itu bersifat sosial. Hubungan paralel di kalangan orang-orang Kristiani,

menunjukkan bahwa keyakinan berada dalam Tuhan dan Kristus yang berarti hidup

dalam naungan Kristus, juga berhubungan atau berpartisipasi di dalam Gereja.

Kemudian terdapat pula hubungan lebih lanjut di tempat lain yang telah Smith

bayangkan, bahwa mediator antara manusia dan Tuhan dalam Islam adalah

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

kebajikan. Kebenaran sejati ini juga terdapat dalam Keyakinan Yahudi (bahkan

sebelum tradisi agama Semit). Oleh sebab itu St. Paul menitik beratkan bahwa

keyakinan Abraham (Ibrahim) terkandung baginya kebajikan dan tersedia juga bagi

para pendosa.

Hal ini mengarahkan orang beragama baik Muslim maupun Kristiani untuk

memahami hubungan paralel lainnya yang jelas dan standar, juga keduanya tidak

bisa disangkal antara peran teologi dalam Kristiani dan peran teologi dalam Islam.

Walaupun hal itu absah, Smith mengingatkan bahwa adanya bahaya akibat dari

terlalu penyederhanaan itu. Bagi orang-orang Kristiani, teologi sejak awal telah

menjadi sentral. Menurut Smith, orang-orang Kristiani bisa menduga kebenarannya

bahwa teologi dan doktrin adalah sentral juga dalam keyakinan lainnya. Memang

kadang-kadang ungkapan pertanyaan mereka mengenai agama-agama yang dianut

seseorang dapat diungkapkan dalam pertanyaan, Apa yang mereka yakini?

Walaupun apa yang orang-orang yakini itu secara nyata bukan masalah pokok

keagamaan, dan sering (dalam Mesir Kuno, dan Polinesia modern) dengan susah

menyamakan dengan masalah pokok itu. Hal ini dipersulit dengan kekacauan

menggunakan kata “keyakinan (belief)” pada kepercayaan yang sangat berbeda.

Untuk alasan tertentu, pengaruh tradisi Yunani terhadap perkembangan awal

Kristiani dan unsur terbesar Yunani dalam budaya Barat secara umum sangat

penting. Teologi telah memainkan dan terus memainkan peran yang sangan

dominan dalam Kristiani. Ungkapan intelektual dari keyakinan telah dianggap

sebagai ungkapan utama. Secara sederhana hal ini bukan masalah dengan Islam.

Semua pengkaji Islam hati-hati menganggap penilaian dari pernyataan Bergstrasser

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

bahwa ungkapan tegas dari keyakinan Islam adalah hukum. Menurut Smith begitu

banyak masalah ini yang dia argumentasikan dalam beberapa cara yang

menganggap bahwa hukum bagi Islam sejajar dengan teologi dalam Kristiani.

Smith menemukan para pengkaji Kristiani kadang-kadang dikagetkan ketika

mereka pertama kali menemukan bahwa para pemimpin keagamaan dari beberapa

orang Muslim telah menyangkal teologi sebagai materi studi yang tidak penting,

hanya selingan atau kesia-siaan manusia. Untuk melengkapi masalah tersebut,

Smith menjelaskan bahwa teologi (ilm al-kalam) bagi Islam sejajar dengan filsafat

agama bagi orang-orang Kristiani. Hal ini merupakan sesuatu yang serius, materi

pelajaran yang brilian bagi orang-orang yang memperhatikan soal tersebut. Hal itu

berguna sebagai pembelaan, tetapi bukan masalah pokok dalam perkembangan

utama, dianggap tidak penting, dan mengandung kecurigaan.

Hal yang sama mirip dengan jelas bahwa mesjid dalam Islam sejajar dengan

gereja dalam Kristiani. Pada awalnya mungkin hal itu dianggap benar. Tetapi

dengan lebih hati-hati, perbandingan terhadap mesjid adalah kapel (gedung gereja

dalam Kristiani). Mesjid adalah suatu kumpulan, lebih dari itu adalah sebuah

institusi yang bersifat eklesia (komunitas keagamaan). Perbedaan mendasar dalam

persoalan orang Kristiani kembali dengan sejarah. Hal itu nampak pada perbedaan

kehidupan keagamaan Yahudi dan awal munculnya Kristiani, antara tempat

beribadah cultic (Kristiani awal) dengan tempat beribadahnya tipe kumpulan yang

menjadi sinagog (tempat beribadah Yahudi). Gereja Kristiani memiliki kedua unsur

tersebut. Islam menyangkal kependetaan, tidak pernah mengenal tipe cultic

sehingga tidak pernah mengenal tempat ibadah itu kecuali semacam al- Haramain

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

(istilah itu berarti pencerahan, selain di dua kota ini, mesjid-mesjid di seluruh dunia

secara teknis tidak ditahbiskan pada bangunan-bangunan).

Poin ini bisa diteruskan lebih lanjut. Istilah gereja (Church) memiliki makna

sebagai bangunan lokal gereja, fokus jemaah atau kumpulan manusia, hanya

sebagai makna yang diperoleh. Makna utamanya adalah komunitas pribadi

(community of persons). Dalam teori atau aspirasi komunitas total orang-orang

Kristiani atau dalam praktek secara lebih jauh lagi merupakan kumpulan manusia

atau jemaah lokal seperti dalam Gereja Presbyterian, orotodox dan sebagainya.

Sebuah bangunan gereja lokal adalah sebuah gereja (dan bukan kapel) sejauh ia

memiliki persetujuan yang diformalkan dari komunitas yang lebih luas.

Seorang Kristiani adalah anggota suatu gereja. seorang Muslim bukan anggota

suatu mesjid. Terbukti telah disebutkan bahwa tidak ada pertentangan dalam Islam

mengenai gereja orang-orang Kristiani. Pada satu sisi poin ini valid, di sisi lain,

seseorang berargumen bahwa dalam beberapa cara secara khusus menganggap

berbagai macam gereja orang Kristiani (denomination) sebanding dengan

persaudaraan Sufi dalam dalam Islam. Dengan ketentuan-ketentuan tertentu, Smith

mengusulkan penyelesaian sementara dari persamaan kedua agama tersebut sebagai

berikut, Mesjid bagi Islam sejajar dengan kapel bagi Kristiani, tariqah (dengan

zawiyahnya dan sejenisnya) bagi Islam sejajar dengan gereja bagi Kristiani.

Jika ada kebenaran dalam tingkatan ini sejajar dengan tingkatan kedua, maka

(Smith yakin bahwa hal itu memiliki penilaian pembenaran sosiologi dan teologi).

Menurut Smith bahwa orang beragama dengan seketika mengakui dan menuntut

perbaikan lebih lanjut mengenai asumsi ketiga dan keempat atau lebuh lanjut. Salah

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

satu dari berbagai kesulitan yang mencolok adalah bahwa seorang Muslim tidak

perlu menjadi anggota sebuah tariqah, walaupun banyak orang dengan beberapa

cara, sepanjang sebuah struktur terkait (tapi tentu bukan dengan cara-cara lain)

hubungan paralel itu akan tergambarkan dengan sebuah oraganisasi semacam

keanggotaan YMCA yang didalamnya merupakan tambahan atau pilihan.

Penyelidikan bermanfaat, Smith mengusulkan bidang lainnya yang menjadi

pemikirannya bahwa ide petunjuk (huda) bagi sebagian kalangan Islam sejajar

dengan roh suci bagi Kristiani. Orang-orang Muslim kurang tertarik dengan teologi

ini. Sebagaimana Smith tegaskan, belum banyak mengembangkan sebuah doktrin

hidayah Allah, secara khusus hidayah-Nya bagi komunitas Muslim itu. Namun

dalam hukum, jika bukan teologi maka doktrin ijma merupakan salah satu

gambaran penghukuman (pendirian) bahwa Kekuasaan Tuhan (dalam beberapa

perasaan penebusan) berhadapan dengan orang yang tidak mengurung inisiatif

terdahulu-Nya dalam wahyu yang terang. Kasih dan sayang-Nya dalam kekusaan-

Nya membawa manusia untuk taat dan berhubungan erat dengan Dia, walaupun

puncaknya secara sejarah pengirimannya Al-Qur’an merupakan proses

berkelanjutan.

Tentu saja konsep roh dalam Kristiani memiliki hubungan kedekatan paralel

dengan Islam dalam ide petunjuk Tuhan (hidayah, al-Hadt) daripada dalam

beberapa ide yang dihubungkan dengan kata “ruh”. Hal ini menurut Smith

membawa kita pada hubungan paralel lainnya yang telah menimbulkan sangat

berkeingintahuan. Tentu saja dorongan keingintahuan dan jauh dari hal yang biasa

dibayangkan orang. Salah satu yang menunjukkan kepada Smith, mungkin secara

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

sementara digambarkan dalam kebiasaan antara pemikiran Trinitas Kristiani dan

nama-nama Tuhan dalam Islam yang Sembilan puluh Sembilan. Kemiripan itu

tidak begitu banyak di dalamnya sebagaimana dalam bentuk hubungannya.

Sekali lagi Smith mengusulkan bahwa sebuah analogi bagi suatu muslim

liberal, seorang sarjana literatur dengan gelar doktornya di London (Mani).

Kehebatan atas ketaajuban dan kecepatan penyangkalan dinyatakan, tetapi Smith

merasa tidak meyakininya. Muslim itu memiliki semacam suatu tradisi

meremehkan terhadap ajaran trinitas Kristiani yang secara mudah. Dia tidak bisa

menganggap masalah sebagaimana orang Muslim berhadapan dengan hubungan

Tuhan dengan sifat-sifat-Nya yang menimbulkan beberapa kesamaan bagi orang

Kristiani di bidang ini. Namun baru-baru ini, Smith menemukan sebuah diskusi

yang hati-hati dan diperpanjang juga sejenisnya telah nampak dalam kenyataannya.

Tentu saja ada ungkapan baik, “Mereka bukan Dia, bukan pula mereka yang

lainnya melebihi daripada Dia” secara indah bisa dilakukan tanpa modifikasi

berbagai konsep modern tentang pribadi orang kedua dan ketiga dari Trinitas.

Persamaan lainnya dalam pandangan Smith bahwa seharusnya ada anggapan

yang diduga benar bahwa Islam menurut Kristiani sebagaimana Kristiani menurut

Islam. Hal ini tidak menghiraukan sejarah yang mana hal itu sangat angkuh tidak

dihiraukannya nilai-nilai tertentu. Masalah yang sangat penting apakah agama yang

satu mendahului atau mengikuti agama yang lainnya secara kronologi. Menurut

Smith orang-orang Muslim telah lama dibingungkan dan terganggu oleh fakta

bahwa orang-orang Kristiani menolak Muhammad dan Islam dengan sangat

bersemangat (berapi-api) orang-orang Muslim melakukannya tehadap orang

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Kristiani. Mereka menanyakan mengapa orang-orang Kristiani bisa tidak mengakui

sedikit pun bahwa Muhammad sebagai Nabi asli. Namun menurut Smith hubungan

paralel itu sejajar dengan semangat berapi-apinya orang-orang Muslim menolak

Ghulam Ahmad dan gerakan Ahmadiyah Qadyan. Hal itu secara mudah berkenaan

dukungan dengan orang-orang penggantinya. Orang-orang Kristiani menerima

seluruh kitab suci Yahudi ke dalam Bibel miliki mereka. Di sisi lain hal itu tidak

gampang menjadi puas ketika gerakan berikutnya muncul, setelah yang satu telah

menduga bahwa masalah keagamaan akhirnya terjawab.

Terdapat sejumlah wilayah lain yang di dalamnya salah satunya bisa

mengkaitkan dengan masalah jenis, mencari terus hubungan paralel yang bisa

diterima dan mengajukan sesuatu yang baru dan halus. Smith mengakhiri dengan

suatu keberanian dan pemikiran propokatif tertentu, salah satu yang mungkin

melukai perasaan baik orang Kristiani maupun Muslim dan mendapatkan ejekan

dari pengkaji perbandingan agama. Walaupun di dalamnya Smith menyampaikan

bukan karena hal itu penting menjadi valid, tetapi karena dia menunjukkan suatu

pelajaran penting secara potensi. Hal itu menimbulkan beberapa implikasi khusus

dalam bentuk tajam dan kesulitan-kesulitan dari jenis karya itu. Smith

menunjukkannya dalam bentuk suatu pertanyaan, Adakah beberapa analogi antara

pentingnya ekaristi bagi orang-orang Kristiani dan pentingnya menghafal Al-

Qur’an bagi orang Muslim?

Smith menganggap bahwa dia bisa membayangkan dengan baik seluruh

jawaban terhadap pertanyaan ini mungkin “tidak”. Barangkali pengajuan yang

seimbang berdasarkan satu atau dua pertimbangan secara logis bisa dicapai dalam

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

jawaban positif yang bisa menyokong. Hal yang lebih penting bahwa dengan

beberapa pertimbangan menunjukkan bahwa pertanyaan itu mungkin tidak bisa

dijawab semuanya. Kemungkinan hal terakhir ini pada dasarnya adalah masalah

penting. Berbagai alasan yang telah menunjukkan dia untuk mengajukan

pertanyaan pada semuanya mungkin sama dalam pemikirannya, termasuk analogi

pertama yang telah dia gambarkan di atas. Kekuatan yang dimiliki telah lahir

dengan penuh semangat dalam wacana mengenai orang-orang Muslim dan

Kristiani, antara peran Kristus dan peran Al-Qur’an. Dengan penuh rasa hormat

terdapat poin-poin di dalam diri orang-orang Kristiani dan Muslim yang memahami

ketuhanan yang telah menerima inisiatif dan diturunkan dalam kehidupan dunia

secara umum. Al-Qur’an –sebelum eksis dan terciptanya doktrin bagi Muslim

merupakan sesuatu yang nyata di dalamnya terdapat sifat alami yakni supernatural.

Masalah itu merupakan tempat keabadian yang telah menghancurkan waktu. Tentu

saja Al-Qur’an bukanlah tinta dan kertas, tetapi isi Al-Qur’an, pesannya, sabdanya,

terutama maknanya.

Hafidz yang dikenal sebagai pengingat, secara literal diartikan “penghafal”,

memiliki jiwa yang sesuai dengan dirinya telah mendalaminya dalam suatu cara

yang bisa dianggap logis mendorong analogi orang-orang Kristiani dengan apa

yang terjadi ketika orang-orang Kristiani dalam pelayanan umat sesuai dengan diri

tubuh Kristus. Kasus ini merupakan ungkapan Tuhan yang mendunia, sifat

supernatural dan perwujudan keabadian.

Sekurang-kurangnya seseorang mesti mencatat bahwa penghormatan umat

Muslim terhadap hafiz, merupakan hal penting. Kecakapan bagi hafiz sendiri secara

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

sederhana bukanlah pengakuan kemampuan intelektual. Untuk mengingat Al-

Qur’an hal itu sungguh berbeda dengan mengingat Mu’alaqat. Melalui karya

Muslim ini (hafiz) sepertinya mendapat “karunia” Tuhan terus tetap pada kitab dan

kertas di dalamnya abadi dan menemaninya, sehingga ia menjadikan dirinya pribadi

yang hidup di jaman sekarang secara tetap.

Namun menurut Smith poin penting dalam masalah ini tidak hanya ajuan itu

apakah benar atau salah, tetapi lebih dari itu yaitu pertanyaan, bagaimana bisa

seseorang mungkin mengetahui? Bagaimana seseorang mendapatkan keterangan

apa yang dialami orang Kristiani dalam komuni (umat) dan apa yang dialami orang

Muslim dalam diri hafiz, bisakah dibandingkan? Seseorang mungkin bertanya,

tetapi mereka tidak bisa bercerita dengan mudah, karena mereka tidak mengetahui

seluruh pelayanan Umat Kristiani itu. Seseorang mungkin bertanya kepada orang

Kristiani, tetapi mereka tidak mengetahui pentingnya upacara orang Muslim. Tentu

saja kedua kelompok itu sedikit kehilangan kemampuan untuk menjelaskannya.

Katakanlah kepada mahasiswa perbandingan agama bahwa apa yang mereka alami

bermaksud diri mereka, biarkan sendiri menilai orang lain itu. Orang beragama

tidak bisa menjelaskan secara terperinci kepada orang luar mengenai pelayanan

umat atau pengalaman nyata yang penting. Mahasiswa perbandingan agama sedang

berhubungan tidak hanya dengan hal yang tidak dinyatakan secara jelas, tetapi

dengan semacam pengajuan yang samar dan sering tak terucapkan dalam hal yang

tidak dinyatakan secara jelas. Posisinya seringkali berada pada tempat yang sangat

sulit. Sifat yang sangat sulit ini telah ditunjukkan Smith dan menjadi cukup

menarik dalam dirinya untuk menilai dengan pertanyaannya yang lebih sulit.

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Sebagaimana Smith telah tunjukkan di atas. Dia tidak percaya seluruhnya bahwa

terdapat semacam dorongan analogi sebagaimana nampak pada Smith semacam

ketika dia pertama kali memikirkan tetang hal itu. Dalam beberapa kasus Smith

merasa bahwa masalah itu menjadi bernilai. Penyelidikan yang hati-hati dari

literatur pada dua sisi itu, mencerahkan pemikiran tidak tergantikan oleh diskusi

personal dengan dua komunitas itu mungkin akhirnya menuntun mahasiswa

berdisiplin dan peka pada suatu posisi dimana dia akan mampu memberi beberapa

jenis jawaban yang memenuhi syarat pada pertanyaan yang Smith tanyakan. Tentu

saja pada saat itu Smith sendiri mengaku belum cukup melakukan penelitian.

Smith menyimpulkan bahwa baik persamaan maupun perbedaan yang dimiliki

orang Kristiani dan Muslim itu (doktrin Islam dan teologi) mungkin tidak terlalu

nampak. Menurut dia semuanya akan menjadi mirip antara unsur-unsur penting

tradisi keagamaan yang dapat disamakan daripada kesamaan, dengan studi

perbandingan yang bersifat hati-hati, dan yang bisa menjadi lebih berhasil jika hal

ini diakui secara tegas.

Tentu saja seseorang mungkin heran bahwa keyakinan bukanlah akhir suatu

masalah pribadi secara mendasar yang dalam beberapa hal mirip kebenarannya di

dalam tradisi masing-masing diantara pribadi-pribadi yang menyusun itu. Jika

seseorang berusaha menganggap lebih bermakna daripada bentuk luarnya.

Sebaliknya seseorang dengan susah sedang belajar agama dalam suatu perasaan

penting, maka seseorang itu mesti meneruskan perhatian sepenuhnya dan mesti siap

menuntun dan memberi bantuan pada tempat-tempat yang tidak dapat dipercaya.

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Untuk megetahui beberapa persamaan dan perbedaan doktrin Kristiani dan

Islam berdasarkan hubungan parallel, di bawah ini penulis rangkum hubungan

paralel pemikiran Smith itu dalam bentuk tabel. Tabel ini mendeskripsikan

hubungan proporsional doktrin Kristiani dan Islam berdasarkan pemahaman dari

kedua penganut agama masing-masing. Terdapat tigabelas poin yang penulis

temukan berkaitan dengan doktrin Kristiani dan Islam yang menjadi bahan

pembahasan Smith. Ketigabelas poin itu adalah sebagai berikut:

Tabel.1

Hubunggan Paralel

NO MATERI KRISTIANI ISLAM KETERANGAN

1

Kehendak

Tuhan

Menggunakan

istilah

kehendak

Tuhan

Menggunakan

kehendak Tuhan

sama

biasa

digunakan

dalam doa-doa,

karena Kristus

mengajarkan

mereka (orang

Kristiani)

dengan

berkata,

“Kamu akan

diperlakukan”.

Ungkapan ini

berkaitan

dengan suatu

aspirasi

terhadap

urusan duniawi

Biasa digunakan

dalam doa,

Iradah Allah

yang

menentukan

nasib atau takdir

Maknanya

berbeda

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

sesuai dengan

pola yang lebih

tinggi yaitu

kedatangan

Kerajaan

Tuhan.

istilah

pengetahuan

Tuhan (nasib,

takdir,

kedaulatan dan

sebagainya).

Kehendak

Tuhan

(mashi’ah,

iradah) Tuhan

bukan apa yang

seharusanya

manusia

kerjakan

melainkan apa

yang Tuhan

kehendaki atau

kerjakan

Hubungan paralel

Istilah

Kehendak

Tuhan bagi

Kristiani

Bermakna

syariah (hukum)

bagi orang Islam

Hubungan paralel

4 Sabda

Tuhan/

Kalamullah

Yesus Kristus. Al-Qur’an Hubungan paralel

5 Utusan/

Nabi

Santo Paul

(bagi katolik

Roma Santo

Peter),

Muhammad Hubungan paralel

6 Cerita

tentang

utusan/Nabi

Bible Hadith Hubungan paralel

7 Sistem

keyakinan

keyakinan

berada dalam

Tuhan dan

Bagi Msulim

keyakinan itu

adalah

Hubungan paralel

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

keselamatan Kristus yang

berarti hidup

dalam naungan

Kristus, juga

berhubungan

atau

berpartisipasi

di dalam

Gereja.

keyakinan

terhadap apa

yang

Muhammad

bawa (Al-

Qur’an yang

mengandung

pesan moral

Karena hukum

itu menyangkut

komunitas dan

ummah, maka

hukum itu

bersifat sosial.

Menurut

perkataan

orang-orang

Kristiani

bahwa

Muhammad

membawa

sahthan atau

al-kutubu al-

sittah.

Menurut Orang

Muslim bahwa

Yesus membawa

Injil,

Hubungan paralel

Keyakinan

kepada Tuhan

dan wahyu-

Nya

Keyakinan

kepada Tuhan

dan wahyu-Nya

sama

Bagi orang

Kristiani

keyakinan

berada dalam

Tuhan dan

Kristus yang

berarti hidup

dalam naungan

Kristus,

Bagi orang

Muslim

keyakinan itu

adalah

keyakinan

terhadap apa

yang

Muhammad

bawa. Al-

Qur’an

Hubungan paralel

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

mengajarkan

pentingnya

sebuah moral

yaitu keyakinan

yang bermaksud

meluruskan

dirinya sendiri

secara aktif

dengan orientasi

moral.

8 Keyakinan Keyakinan

berhubungan

atau

berpartisipasi

di dalam

Gereja.

Karena hukum

itu menyangkut

komunitas dan

ummah, maka

hukum itu

bersifat sosial

Hubungan paralel

keyakinan

Abraham

(Ibrahim)

terkandung

baginya

kebajikan dan

tersedia juga

bagi para

pendosa.

mediator antara

manusia dan

Tuhan dalam

Islam adalah

kebajikan.

Hubungan paralel

hukum teologi Hubungan paralel

filsafat agama

Kristiani.

teologi (ilm al-

kalam)

Hubungan paralel

9 Gereja,

Mesjid, dan

komunitas

kapel (gedung

gereja dalam

Kristiani).

Mesjid (gedung) Hubungan paralel

gereja

(Church)

memiliki

makna sebagai

Mesjid

bermakna

gedung atau

tempat ibadah

berbeda

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

bangunan lokal

gereja, fokus

jemaah atau

kumpulan

manusia,

gereja orang

Kristiani

(denomination)

persaudaraan

Sufi dalam

dalam Islam

Hubungan paralel

Seorang

Kristiani

adalah anggota

suatu gereja.

seorang Muslim

bukan anggota

suatu mesjid

Berbeda

gereja bagi

Kristiani.

tariqah (dengan

zawiyahnya dan

sejenisnya) bagi

Islam

Hubungan paralel

10 Roh Suci roh suci bagi

Kristiani

Hidayah atau ide

petunjuk (huda)

bagi kalangan

orang Islam

Hubungan paralel

11 Konsep

Tuhan

Trinitas

Kristiani

nama-nama

Tuhan dalam

Islam yang

Sembilan puluh

Sembilan

Hubungan paralel

12 Pengakuan Menurut orang

Kristiani

bahwa orang-

orang Muslim

menolak Mirza

Ghulam

Ahmad dan

gerakan

Ahmadiyah

Qadyan.

Orang Muslim

menanyakan

mengapa orang-

orang Kristiani

bisa tidak

mengakui

sedikit pun

bahwa

Muhammad

Hubungan paralel

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

sebagai Nabi

asli.

13 Pengalaman

keagamaan

apa yang

dialami orang

Kristiani dalam

komuni Gereja

(umat)

apa yang dialami

orang Muslim

dalam diri hafiz

(Al-Qur’an)

Hubungan paralel

Dengan demikian analisa Wilfred Cantwell Smith dalam mengungkapkan

persoalan agama baik Kristiani maupun Islam cenderung menggunakan pendekatan

keyakinan (faith). Kajian dengan menggunakan pendekatan keyakinan seperti ini

memiliki karakter internalistik, ineffable, transenden dan berdimensi privat, sesuai

dengan pemahaman para penganut agama masing-masing.

Hal tersebut berbeda dengan kajian agama yang sering dilakukan oleh sebagian

pengkaji agama yang memiliki karakter sebagai tradisi (tradition). Karakter kajian

yang dengan pendekatan tradisi tersebut memiliki sifat eksternalistik, sosial, dan

historis.

C. Implikasi pemikiran Wilfred Cantwell Smith

Kajian mengenai beberapa persamaan dan perbedaan Islam dan Kristiani

menurut Wilfred Cantwell Smith, memiliki implikasi terhadap kajian ilmu agama.

Imlikasi tersebut penting digunakan untuk kajian Ilmu Agama dan dialog

keberagamaan. Dalam kajian ilmu agama, menurut Smith tugas pokok seorang

pengkaji ilmu perbandingan agama seabagaimana dikutif Zakiah Daradjat

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

dirumuskan dengan, it is the business of comparative religion to construct statement

about religion that are intelligible within at least two traditions simultaneously.81

Pemahaman tersebut dapat dibuktikan dengan pernyataan Muzammil Siddiqi82

seorang direktur Masyarakat Islam di Orange County California, anggota dewan

Tinggi Masjid-Masjid Makkah bahwa,

Wilfred Cantwell Smith, barangkali salah seorang cendekiawan

Islam non-Muslim paling terkemuka, membuat komentar menarik

tentang kebenaran. Dalam Bahasa Arab, ada tiga kata berbeda yang

diterjemahkan sebagai kebenara: Sihdq, haqq, dan shahih. Kata yang

pertama biasanya digunakan bagi orang, misalnya untuk menyebut

orang yang jujur dan tulus. Yang kedua digunakan untuk

menggambarkan realitas kebenaran dalam artian faktual. yang ketiga

adalah kebenaran dalam artian pernyataan yang tepat, mungkin

pernyataan yang tepat secara gramatis yang, pada pihak lainnya penuh

dengan kebohongan. Sebagai seorang Muslim, saya memang mellihat

ketulusan, pengabdian yang mendalam dan komitmen pada banyak

orang, apakah itu Musllim, Kristiani, Yahudi, Buddhis, Hindu atau

lainnya. Saya yakin ada orang-orang yang jujur dan tulus dalam setiap

komunitas iman. Pada peringkat kedua, kebenaran realitas dan faktual,

saya juga melihat beberapa kebenaran dan realitas dalam tradisi-traadisi

religious yang lain, Islam berbicara tentang wakyu Allah yang

diberikan kepada semua orang. Karena Allah adalah Kebenaran, maka

realitas kebenaran Allah ini harus juga ada pada seluruh umat manusia.

Pada peringkat ketiga, saya juga mengkui bahwa sering kali kita

membuat pernyataan-pernyataan yang tepat secara gramatis dan

berpikir bahwa itu memang benar, tapi sesungguhnya tidak benar.

Namun kita harus tetap meneruskan pencarian kita bagi kebenaran dan

ketulusan di antara semua orang.

Analisa Smith tentang perbandingan itu direspon juga oleh M. Sastraprateja

seorang cendekiawan Protestan. Menurut M. Sastraprateja, Wilfred Cantwell Smith

membedakan tiga aras perbandingan Agama sebagai disiplin Ilmu yaitu

menemukan fakta luar, mempelajari makna religious dan menarik generalisasi. Dua

81 Zakiah Daradjat dkk, Perbandingan Agama 2, Bumi Aksara dan Depag, Jakarta, 1996, cet.ke-1,

hlm, 86 82 George B. Grose dan Benyamin J. Hubbard (editor), Tiga Agama Satu Tuhan, Terjemahan Santi

Indra Astuti, Mizan, Bandung, 1998, hlm. 163.

Page 91: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

aras pertama berkaitan dengan penentuan data; menemukan fakta kehidupan

religious berbagai komunitas bangsa manusia di masa lalu dan masa kini. Menurut

dia bahwa kita terlibat dalam fakta eksternal dan penafsiran makna. Baru pada tahap

ketiga kita menemukan berbagai titik temu. Generalisasi di sini berlaku bukan

dalam arti ilmu-ilmu positif, yaitu hukum-hukum yang sifatnya hipotesis,

melainkan suatu konvergensi titik temu tanpa mereduksi fakta religious ke dalam

suatu kesatuan metafisik.83

Bagi Smith, bangkitnya kesadaran diri dalam sejarah religius umat manusia

merupakan ‘kejadian yang drastis.’ Akibatnya susah diramalkan secara meyakinkan

oleh siapa saja.84 Dengan demikian, manusia dengan iman religiusnya selalu akan

hidup di dunia. Mereka terpengaruh dan ditentukan oleh tekanan-tekanan dunia,

terbatasi dalam ketidaksempurnaan dunia.85 Akibatnya, agama dan manusia akan

selalu berdampingan, saling menguntungkan serta membentuk hubungan yang

saling melengkapi. Berhentinya kemansiaan, adalah berhentinya agama, begitu

pula sebaliknya. Manusia dituntut untuk selalu meredefinisi keagamaan dan

kemanusiaannya. Memang gagasan ini sungguh prestisius dan ambisius, tetapi

harus dikerjakan oleh manusia yang percaya bahwa setiap diri ada keterbatasannya

dan setiap agama mengharuskan kearifan pemeluknya.

Dengan demikian pemikiran Smith tentang hubungan doktrin Islam dan

Kristiani memiliki implikasi terhadap kajian Ilmu Agama (religious studies) dan

83 M. Sastraprateja, Ilmu Perbandingan Agama dan Disintegrasi Umat Beragama, dalam Buku:

Komarudin Hidayat dan Ahmad Gaus AF. 1998. Passing over Melintas Batas Agama. PT. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 339. 84 Wilfred Cantwell Smith, 2004, hlm. 342. 85 Ibid. 264.

Page 92: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

dialog kebergamaan. Dalam kajian Ilmu Agama, seorang pengkaji agama dengan

pendekatan teologi dan metode perbandingan dalam membandingkan agama satu

dengan agama lainnya perlu memperhatikan proporsional unsur-unsur agama yang

dibandingkan itu, sesuai pemahaman dari penganut agama masing-masing.

Untuk memahami proporsional pemahaman keagamaan dari penganutnya itu,

Smith menggunakan pendekatan lebih ke dalam, sehingga kajiannya memiliki ciri

internalistik, ineffable, transenden dan berdimensi privat. Internalistik dapat

dipahami sebagai sesuatu yang bersifat kedalam (buka ke luar). Apabila kita

melihat penganut agama, maka yang kita pahami adalah bagaimana penganut

agama itu memahami sesuatu yang berkaitan dengan agama, bukan hanya nama

agama penganut itu. Ineffable adalah kemampuan seseorang dalam memahami

sesuatu yang berkaitan dengan agama. Transenden adalah pemahaman seseorang

terhadap sesuatu yang sakral di luar jangkauan dirinya. Berdimensi privat

merupakan corak keberagamaan yang menekankan pada asperk pribadi seseorang.

Page 93: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemahaman Wilfred Cantwell Smith mengenai doktrin Kristiani dan Islam

merupakan fokus perhatian dalam penelitian ini. Doktrin Kristiani dan Islam dapat

dibandingkan dengan mempertimbangkan proporsional. Pertimbangan

Proporsional tersebut didasarkan menurut pemahaman para penganut agama

masing-masing, sehingga pertimbangan proporsional tersebut menimbulkan

hubungan paralel di antara doktrin agama masing-masing. Para penganut agama

dan pengkaji agama menganggap bahwa suatu yang diyakini oleh penganut agama

tertentu sejajar dengan apa yang diyakini penganut agama lainnya.

Adanya gejala beberapa persamaan dan perbedaan doktrin Kristiani dan Islam

itu dapat dibandingkan menurut pemahaman Wilfred Cantwell Smith. Hal ini tidak

lepas dari pemahaman keberagamaan orang-orang Kristiani dan Islam dalam

Page 94: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

memahami doktrin masing-masing. Ekspresi keberagamaan mereka yang

diwujudkan dalam bentuk sistem keyakinan sebagai salah satu ekspresi keagamaan.

Secara sederhana, beberapa persamaan dan perbedaan doktrin Kristiani dan

Islam menurut pemahaman Wilfred Cantwell Smith memiliki karakter tertentu

dalam analisanya. Hubungan paralalel dari kedua agama tersebut menjadi dasar

untuk membandingkan doktrin Kristiani dan Islam. Uraian sederhana mengenai

persamaan dan perbedaan doktrin Kristiani dan Islam menurut pemikiran Wilfred

Cantwell Smith tersebut dapat dirangkum dalam kesimpulan. Selain itu penulis

memberikan beberapa saran atau rekomendasi kepada peneliti lain yang merasa

tertarik untuk mendalami masalah penelitian ini yang tidak ditemukan penulis

selama penulis melakukan penelitian. Oleh karena itu di bab IV ini penulis akan

menguraikan kesimpulan dan saran.

A. Kesimpulan

Untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai kesimpulan penelitian ini,

penulis menguraikan tiga hal penting. Pertama, kronologis riwayat hidup Wilfred

Cantwell Smith, termasuk pendidikan dan karya-karya yang telah dibuatnya.

Kedua, Analisa persamaan dan perbedaan doktrin teologis Islam dan Kristen

menurut Wilfred Cantwell Smith. Ketiga, Implikasi pemikiran Wilfred Cantwell

Smith mengenai persamaan dan perbedaan doktrin Islam dan Kristiani dalam Ilmu

Agama.

Wilfred Cantwel Smith adalah seorang teolog dan sejarawan agama yang lahir

di Toronto pada tanggal 21 Juli 1916. Di lahir dari keluarga yang berada dalam

bidang akademik maupun dalam bisnis, kakak Smith yaitu Arnold Cantwell Smith

banyak berkiprah dalam urusan diolomatik di Negara Kanada, dia pernah menjadi

duta besa Kanada untuk pemerintah Mesir dan Uni Sovier. Dia pernah juga menjadi

sekjen Negara-negara persemakmuran bekas penjajahan kerajaan Inggris.

Latar belakang agama Kristen, sekte Presbitarian dalam keluarga Smith

menjadikan Smith sebagai orang yang taat dan saleh dalam menerapkan ajaran

agamanya. Keluarga Smith yang menganut agama Kristen dalam anggota

keluarganya itu bersifat plural. Ibunya adalah penganut aliran Kristen metodis.

Page 95: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Ketika masih muda Smith memahami doktrin Kristen metodis hanya sebatas literal

dan hal ini menajadi pengalaman berharga bagi dirinya. Smith kemudian

memahami doktrin tidak hanya secara literal, akan tetapi ia menafsirkan dan

menjabarkan secara intelektual dan terbuka.

Ketika Smith masih kecil dia mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi

langsung dengan penganut agama-agama yang lain. Hal itu membawa pengaruh

pada saat menjelang dewasa, pemikiran Smith mulai mengalami perubahan yang

asalnya ortodoks, tapi kemudian dia mampu bersikap modern dan semangatnya

sangat terbuka dan pluralis,.

Dia tidak setuju tentang konsep keselamatannya untuk orang Kristen saja,

tetapi menurutnya semua umat yang beragama mendapatkan kasih sayang dari

Tuhannya. Smith sangat memegang semangaat puritanisme Calvinistik, yaitu

ajaran dalam agama protestan yang keras.

Beberapa karya yang dibuat Smith tentang kajian agama-agama di dunia

diantaranya buku-bukunya yang terkenal adalah; The Muslim League, 1942-1945

(1945), Pakistan as an Islamic State: Preliminary Draft (1954), Islam in Modern

History: The tension between Faith and History in the Islamic World (1957), The

Meaning and End of Religion (1962), Modern Islam in India: A Sosial Analysis

(1963), The Faith of Other Men (1963), Questions of Religious Truth (1967),

Religious Diversity: Essays (1976), Belief and History (1977), On Understanding

Islam: Selected Studies (ed. 1981), Scripture: Issues as Seen by a Comparative

Religionist (1985), Towards a World Theology: Faith and the Comparative History

of Religion (1989), What Is Scripture? A Comparative Approach (1993), Patterns

of Faith Around the World (1998), Faith and Belief (1987), Believing (1998),

Wilfred Cantwell Smith: A Reader (2001).

Pada tanggal 7 Pebruari 2000 Smith yang dikenal sebagai ahli Ilmu

Perbandingan Agama dan perannya sangat berpengaruh meninggal dunia. Para

kolega menempatkan dia sebagai salah satu pemikir kajian keagamaan secara

perbandingan pasca perang dunia kedua.

Analisa persamaan dan perbedaan doktrin teologis Islam dan Kristen. Smith

membandingkan doktrin Islam dan Kristen mengenai berbagai hal diantaranya,

Page 96: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Kehendak Tuhan, Sabda Tuhan/ Kalamullah, Utusan/ Nabi, Cerita tentang

utusan/Nabi, System keyakinan keselamatan, Gereja, Mesjid, dan komunitas, Roh

Suci, Konsep Tuhan, Pengakuan dan Pengalaman keagamaan.

Ungkapan “Kehendak Tuhan” orang-orang Kristen dan Islam menurut Smith

menunjukkan konsep yang berbeda. Orang-orang Kristen telah biasa menggunakan

ungkapan itu dalam doa-doa mereka, karena Kristus mengajarkan mereka (orang

Kristen) dengan berkata, “Kamu akan diperlakukan”. Ungkapan ini berkaitan

dengan suatu aspirasi terhadap urusan duniawi sesuai dengan pola yang lebih tinggi

yaitu kedatangan Kerajaan Tuhan. Pemahaman tersebut menurut Smith merupakan

ungkapan yang penuh makna dan kehendak Tuhan memiliki konotasi moral yang

sangat besar. Bagi orang Kristen berjuang untuk mencapai kehendak Tuhan

merupakan panggilan tertinggi –dan kegagalan besar jika tidak berjuang. Smith

menunjukkan imbangan konsep ini dalam Islam, dengan menggunakan istilah yang

bersifat teknik dalam teologinya yaitu “ridha” (ridwan, mardl) yang berarti senang.

Namun istilah yang lebih umum bagi orang Muslim menurut Smith adalah amr

(perintah).

Doktrin Kristiani dan Islam menggunakan istilah “kehendak Tuhan”. Orang-

orang Islam menggunakan istilah “mashiah dan iradah” yang berarti kehendak

Allah. Istilah itu merupakan sifat dari Tuhan. Dalam dokritn Kristianai kehendak

Tuhan biasa digunakan dalam doa-doa, karena Kristus mengajarkan mereka (orang

Kristen) dengan berkata, “Kamu akan diperlakukan”. Ungkapan ini berkaitan

dengan suatu aspirasi terhadap urusan duniawi sesuai dengan pola yang lebih tinggi

yaitu kedatangan Kerajaan Tuhan. Dalam doktrin Islam kehendak Tuhan biasa

digunakan dalam doa dengan menggunakan istilah Iradah Allah yang menentukan

nasib atau takdir.

Dalam doktrin Kristiani kehendak Tuhan diartikan dengan istilah pengetahuan

Tuhan (nasib, takdir, kedaulatan dan sebagainya). Hal ini memiliki hubungan pralal

dengan doktrin Islam Kehendak Tuhan (mashi’ah, iradah) Tuhan. Istilah itu berarti

bukan apa yang seharusanya manusia kerjakan melainkan apa yang Tuhan

kehendaki atau kerjakan.

Page 97: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Di sisi lain istilah Kehendak Tuhan bagi Kristen sejajar dengan makna dalam

doktrin Islam sebagai syariah (hukum) bagi orang Islam. Sabda Tuhan/ Kalamullah

dalam doktrin Kristiani adalah Yesus Kristus. Sedangkan Sabda Tuhan dalan

doktrin Islam adalah wahyu yang disebut Al-Qur’an.

Akibat dari pemahaman tersebut, maka istilah utusan/ Nabi dalam doktrin

Kristiani disebut Santo Paul (bagi katolik Roma Santo Peter), sedangkan dalam

doktrin Islam utusan atau nabi itu adalah Muhammad. Begitu juga cerita tentang

utusan/Nabi dalam doktrin Kristiani disebut Bible terutama Perjanjian Baru.

Sedangkan dalam doktrin Islam dinamakan Hadith.

Selanjutnya mengenai sistem keyakinan atau doktrin tentang keselamatan

dalam Kristiani dipahami bahwa keyakinan berada dalam Tuhan dan Kristus yang

berarti hidup dalam naungan Kristus, juga berhubungan atau berpartisipasi di dalam

Gereja. Sedangkan dalam doktrin Islam dipahami bahwa keyakinan itu adalah

keyakinan terhadap apa yang Muhammad bawa (Al-Qur’an yang mengandung

pesan moral). Karena hukum itu menyangkut komunitas dan ummah, maka hukum

itu bersifat sosial.

Apabila orang Islam memahami bahwa Yesus membawa Injil, maka hal itu

sejajar dengan pemahaman orang Kristiani bahwa Muhammad membawa sahthan

atau al-kutubu al-sittah.

Di samping itu doktrin Kristiani dan Islam mengajarkan tentang keyakinan

kepada Tuhan dan wahyu-Nya. Bagi orang Kristen keyakinan berada dalam Tuhan

dan Kristus yang berarti hidup dalam naungan Kristus. Bagi orang Muslim

keyakinan itu adalah keyakinan terhadap apa yang Muhammad bawa yaitu Al-

Qur’an. Al-Qur’an mengajarkan pentingnya sebuah moral yaitu keyakinan yang

bermaksud meluruskan dirinya sendiri secara aktif dengan orientasi moral. Ajaran

keyakinan dalam doktrin Kristiani berhubungan atau berpartisipasi di dalam Gereja.

Hal itu sejajar dengan pemahaman orang Islam bahwa karena hukum (fiqh) itu

menyangkut komunitas dan ummah, maka hukum itu bersifat sosial.

Orang-orang Kristiani memahami bahwa dalam keyakinan Abraham (Ibrahim)

terkandung baginya kebajikan dan tersedia juga bagi para pendosa. Dalam doktrin

Islam orang-orang Islam memahami bahwa mediator antara manusia dan Tuhan

Page 98: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

dalam Islam adalah kebajikan. Dalam ajaran Kristiani ada yang disebut hukum. Di

dalam ajaran Islam terdapat teologi. Dalam ajaran Kristiani ada filsafat agama

Kristen, di dalam ajaran Islam ada teologi (ilm al-kalam).

Orang-orang Kristiani memahami kapel sebagai gedung gereja. Hal itu sejajar

dengan orang-orang Islam yang memahami Mesjid sebagai gedung tempat ibadah

ritual. Selain itu di dalam ajaran Kristen ada gereja (Church) memiliki makna

sebagai bangunan lokal gereja, fokus jemaah atau kumpulan manusia. Hal ini

berbeda denga ajaran Islam bahwa mesjid bermakna gedung atau tempat ibadah.

Apabila orang-orang Kristiani memahamai Gereja sebagai komunitas orang

Kristiani (denomination). Hal itu memiliki proporsional dalam ajaran Islam dengan

persaudaraan Sufi. Seorang Kristiani adalah anggota suatu gereja. Sedangkan

seorang Muslim bukan anggota suatu mesjid. Dengan demikian Gereja bagi

Kristtiani, sama halnya dengan tariqah (dengan zawiyahnya dan sejenisnya) bagi

Islam.

Konsep mengenai roh suci. Orang-orang Kristiani meyakini adanya Roh Suci.

Pemahaman orang Kristiani terhadap Roh Suci itu sebanding dengan orang Islam

yang percaya dengan Hidayah atau ide petunjuk (huda) Allah.

Begitu juga orang-orang Kristiani memahami konsep Trinitas yaitu Tuhan

Bapak, Yesus Kristus dan Roh Kudus. Bagi orang Kristiani hal itu merupakan satu

kesatuan yang tidak terpisah. Pemahaman orang Kristiani tersebut sebanding

dengan pemahaman orang-orang Islam tentang nama-nama Tuhan dalam Islam

yang sembilan puluh sembilan yang disebut asmaul husna.

Menurut Smith apabila orang-orang orang-orang Muslim menolak terhadap

kehadiran Mirza Ghulam Ahmad dan gerakan Ahmadiyah Qadyan. Hal itu sejajar

bagi orang Kristiani dengan pemahaman orang-orang Muslim yang menanyakan

mengapa orang-orang Kristen bisa tidak mengakui sedikit pun bahwa Muhammad

sebagai Nabi asli.

Selanjutnya mengenai pengalaman keberagamaan. orang-orang Kristiani

mengalami pengalaman keberagamaan di dalam komuni Gereja (umat).

Pengalaman keagamaan itu dapat dipahami oleh orang-orang Islam yang

mengalami hafidz atau membaca Al-Qur’an.

Page 99: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

Implikasi pemikiran Wilfred Cantwell Smith mengenai persamaan dan

perbedaan doktrin Islam dan Kristiani berpengaruh dalam kajian Ilmu Agama dan

praktek dialog keberagamaan.

Semith memahami bahwa tugas Ilmu Perbandingan Agama adalah menyusun

pernyataan-pernyataan tentang agama yang dapat dimengerti sekurang-kurangnya

dua agama secara simultan. Pemahaman tersebut diakui oleh cendekiawan non

Kristiani yang mengakui bahwa Wilfred Cantwell Smith membuat komentar

menarik tentang kebenaran. Dalam Bahasa Arab, ada tiga kata berbeda yang

diterjemahkan sebagai kebenaran: Sihdq, haqq, dan shahih. Kata “Sihdq” biasanya

digunakan bagi orang yang jujur dan tulus. Kata “haqq” digunakan untuk

menggambarkan realitas kebenaran dalam artian faktual. Kata “shahih” adalah

kebenaran dalam artian pernyataan yang tepat, mungkin pernyataan yang tepat

secara gramatis yang, pada pihak lainnya penuh dengan kebohongan.

Dalam berdialog kajian perbandingan doktrin Kristiani dan Islam itu penting,

karena dapat memahami konsep-konsep doktrin yang diyakini penganut agama

masing-masing. Dalam kajian Ilmu Agama, seorang pengkaji agama dalam

membandingkan agama satu dengan agama lainnya perlu memperhatikan

proporsional unsur-unsur agama yang dibandingkan itu. Tentu saja proporsional itu

menurut pemahaman penganut agama masing-masing. Untuk memahami

proporsional pemahaman keagamaan dari penganutnya itu, Smith menggunakan

pendekatan lebih ke dalam, sehingga kajiannya memiliki ciri internalistik,

ineffable, transenden dan berdimensi privat. Dia tidak menggunakan pendekatan

yang mengutamakan sifat eksternalistik, sosial dan historis.

B. Saran

Setelah penulis melakukan penelitian beberapa persamaan dan perbedaan

doktrin Kristiani dan Islam menurut pemikiran Wilfred Cantwell Smith, penulis

menyarankan kepada peneliti lainnya untuk meneliti lanjutan terhadap hal-hal yang

belum ditemukan penulis dalam penelitian ini. Penulis menyadari ada hal-hal yang

belum sepenuhnya penulis deskripsikan secara terperinci dalam penelitian ini.

Masih banyak unsur-unsur agama lainnya dalam Kristiani dan Islam perlu diteliti,

Page 100: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/753/4/4_bab1sd4.pdf · menurut Joachim Wach bahwa pengalaman keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran,

contohnya doktrin tentang alam, makna hidup, eskatologi dan sebagainya. Ritual

keagamaan dan sosial keagamaan dari kedua agama itu perlu juga dikaji dengan

menggunakan perbandingan yang proporsional.

Di samping itu penulis menyarankan dalam kajian agama Kristiani dan Islam

perlu dikaji dengan metode perbandingan yang menggunakan pendekatan

eksternalistik yang menggunakan karakter sosial dan historis, agar dapat

memperkaya dan mengembangkan kajian keberagamaan.