bab i pendahuluan a. latar belakang file(fisiologi), sehingga psikologi dianggap sebagai bagian dari...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara yang memiliki banyak suku bangsa, memiliki
banyak kebudayaan dan peninggalan sejarah masa lampau. Kebudayaan terbentuk
sebagai hasil dari pengalaman masa lalu. Diperlukan informasi dari masa lalu untuk
memahami kebudayaan suatu bangsa. Hal tersebut dapat ditemukan dari bebagai macam
bentuk peninggalan kebudayaan jaman dahulu, seperti: istana, candi, masjid atau
bangunan lain. Ada juga peninggalan masa lalu yang berupa tulisan yaitu naskah–
naskah lama. Dalam naskah–naskah lama inilah dapat diperoleh informasi lebih jelas
mengenai adat–istiadat, kepercayaan, intelektualitas masyarakat, dan sistem nilai jaman
dahulu, namun tidak hanya itu, pada zaman sebelum Masehi, jiwa manusia sudah
menjadi topik pembahasan para filsuf. Saat itu, para Filsuf sudah membicarakan aspek–
aspek kejiwaan manusia dan mereka mencari dalil, pengertian, serta berbagai aksioma
umum, yang berlaku pada manusia.
Sebelum tahun 1879, jiwa dipelajari oleh para filsuf dan para ahli ilmu faal
(fisiologi), sehingga psikologi dianggap sebagai bagian dari kedua ilmu tersebut (Fauzi,
1977 ; 14). Selain pengaruh dari ilmu faal, psikologi juga dipengaruhi oleh satu hal yang
tidak sepenuhnya berhubungan dengan ilmu faal, meskipun masih erat hubungannya
dengan ilmu kedokteran, yaitu hipnotisme (Dirgagunarsa, 1996 : 36). Menurut Singgih
Dirgagunarsa, hipnotisme timbul karena adanya kepercayaan bahwa dalam alam ini
terdapat kekuatan–kekuatan yang misterius, yaitu magnetisme. Paracelsus (1493 –

2
1541), seorang ahli mistik, menunjukkan bahwa dalam tubuh manusia terdapat magnet
yang sama halnya dengan binatang–binatang di langit dapat mempengaruhi tubuh
manusia melalui pemancaran yang menembus angkasa. Dalam hubugan itu, Van
Helmont (1577 – 1644) mengemukakan doktrin Animal magnetism, yaitu “Cairan yang
bersifat magnetis dalam tubuh manusia dapat dipancarkan untuk mempengaruhi badan,
bahkan jiwa orang lain” (Dirgagunarsa, 1996:36). Hal-hal semacam itulah yang
mempengaruhi seseorang dalam membuat karya, seperti layaknya pujangga yang
menggunakan pancaran-pancaran energi dalam diri yang dituangkan dalam sebuah
karya sastra yang kemudian disebut sebagai naskah.
Naskah ialah semua peninggalan tertulis nenek moyang kita pada kertas, lontar,
kulit kayu, dan rotan. Tulisan tangan pada kertas itu biasa dipakai pada naskah-naskah
yang berbahasa Melayu dan berbahasa Jawa (Edwar Djamaris, 1992:20). Naskah adalah
sebuah karya sastra yang sangat mudah mengalami kerusakan. Banyak naskah kuno
yang ditemukan namun yang tersimpan dan terawat hanya sedikit, karena perawatan
yang relatif rumit dan bahan-bahan naskah yang memang tidak dapat bertahan lama
sejalan dengan bertambahnya umur naskah. Banyak naskah yang hilang atau bahkan
rusak, sehingga usaha penyelamatan dan pelestarian naskah tersebut perlu dilakukan.
Kerusakan fisik dan perubahan ini dapat terjadi pada fisik naskah yang berupa bahan
tulis atau tulisan itu sendiri dan dapat juga dalam kandungan isi teksnya dari naskah
tersebut. Dua hal tersebut dikarenakan adanya pergeseran pemahaman penyalin naskah
dalam proses penyalinannya. Adanya kesalahan dalam naskah tersebut adalah alasan
perlunya penanganan naskah untuk penyelamatan naskah. Haryati Soebadio (1975: 1)
menyatakan bahwa,”naskah-naskah lama merupakan dokumen bangsa yang menarik

3
bagi peneliti kebudayaan lama, karena memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan
informasi yang lebih luas dibanding puing bangunan megah seperti candi, istana raja
dan pemandian suci yang tidak dapat berbicara dengan sendirinya tetapi harus
ditafsirkan”. Baried (1983:84) menyatakan bahwa “naskah yang disebut juga
handschift ‘tulisan tangan’ atau manuscript memuat berbagai ungkapan pikiran dan
perasaan penulis sebagai hasil budaya masa lampau.”
Bidang ilmu yang erat kaitannya dengan usaha penanganan naskah adalah
filologi. Edwar Djamaris (2006:7) mengungkapkan bahwa tugas utama seorang filolog
yaitu mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan, yang berarti
memberikan pengertian yang sebaik-baiknya dan yang bisa dipertanggungjawabkan,
sehingga kita dapat mengetahui naskah yang paling dekat dengan aslinya karena naskah
itu sebelumnya mengalami penyalinan untuk kesekian kalinya, serta cocok dengan
kebudayaan yang melahirkannya.
Salah satu naskah yang di dalamnya terdapat varian-varian adalah Naskah
Sȇrat Kawruh Mahnitismȇ dalam bendel Naskah Serat Kawruh Mahnitisme Saha
Sanaprabu yang disebut SKMSS. Sȇrat Kawruh Mahnitismȇ selanjutnya disebut
Naskah SKM. Naskah SKM dilacak lewat berbagai katalog. Adapun katalog yang
dimaksud, yaitu:
1. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book in the Main
Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet dan Sutanto, 1983)
2. Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java A Preliminary
Descriptive Catalogus Level I (Florida, 1993),

4
3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sono Budoyo Yogyakarta
(Behrend, 1990),
4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3A dan 3B (Fakultas Sastra
Universitas Indonesia, 1997a dan 1997b),
5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia (Lindsay, 1994),
6. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 5-A (Ekadjati dan Darsa, 1999).
Berdasarkan pelacakan pada katalog-katalog tersebut di atas Naskah SKM
merupakan naskah tunggal. Berdasarkan hasil inventarisasi dari berbagai katalog
tersebut, ditemukan naskah berjudul Sȇrat Kawruh Mahnitismȇ (selanjutnya disingkat
SKM). Naskah tersebut ditemukan dalam katalog Nency Florida, Naskah SKM ini
tersimpan di perpustakaan Sasanapustaka Kraton Surakarta dengan nomor katalog
Nency Florida KS 379 dan nomor katalog lokal 251 Ha. Setelah dideskripsikan maka
dapat diperoleh informasi bahwa naskah SKM berbentuk prosa atau gancaran berbahasa
Jawa dan beraksara Jawa Carik. Menurut keterangan dari catalog naskah SKM tidak di
ketahui tahun penulisan dan pengarangnya.
Untuk mendapatkan kevalidan data, peneliti melakukan penelusuran dan
pengecekan ulang terhadap enam katalog tersebut, hanya ditemukan satu buah naskah
SKM yang ada di perpustakaan Sasanapustaka Kraton Surakarta Hadiningrat, sehingga
diambil kesimpulan naskah SKM ini merupakan naskah tunggal.
Sêrat Kawruh Mahnitismê merupakan naskah golongan piwulang ( pelajaran )
yang mengajarkan tentang ilmu hati atau kekuatan batin lengakap dengan cara
mempelajari dan pengaplikasiannya.

5
Naskah SKM dipilih untuk diteliti karena beberapa alasan. Pertimbangan
pertama karena naskah tersebut merupakan naskah tunggal yang dikhawatirkan
keselamatannya, baik dari segi fisik maupun isi. Naskah ini belum pernah diteliti
sebelumnya sehingga perlu dilakukan penyelamatan melalui langkah-langkah filologis.
Alasan kedua adalah karena di dalam Naskah SKM ditemukan kesalahan-kesalahan
yang perlu di tangani secara filologis. Kesalahan yang ditemukan antara lain adalah
berupa adisi, lakuna, hiperkorek ketidakkonsistenan penulisan, tanda baca yang tidak
ada pada tulisan Jawa dan penggunaan selain bahasa Jawa.
a. Adisi, adalah jenis varian yang disebabkan oleh penambahan teks. Penambahan
itu dapat berupa penambahan huruf, suku kata, kata, frasa, kalimat, ataupun
penambahan paragraf. Berikut ini contoh adisi dalam teks adalah sebagai
berikut:
Gambar 1. Penulisan kata mangkono
Pada teks SKM halaman 103 baris 3 penulisan kata mangkokono dalam
kalimat “sawuse mangkokono kowe…” pada gambar merupakan adisi.
Mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi “sawuse
mangkono kowe….”
Terjemahan: ‘setelah seperti itu kamu….”

6
b. Lakuna adalah kelainan bacaan yang disebabkan oleh bagian teks yang hilang
atau berkurang. Pengurangan itu dapat berupa pengurangan huruf, suku kata,
kata, frasa, kalimat, atau pun pengurangan paragraf. Berikut ini beberapa lakuna
yang terdapat dalam teks.
Gambar 2. Penulisan kata kang kapisan
Pada teks SKM halaman 3 baris 9 penulisan kata ka kapisan dalam kalimat
“Piwulang ka kapisan” pada gambar merupakan lakuna. Mengalami pembetulan
berdasarkan pertimbangan konteks isi menjadi “ Piwulang kang kapisan”
Terjemahan: ‘ Pelajaran yang pertama”
Gambar 3. Penulisan kata ahli
Pada teks SKM halaman 8 baris 1 penulisan kata ali dalam kalimat “ bab
panêngêrane wong kang ali...” pada gambar merupakan lakuna. Mengalami
pembetulan berdasarkan pertimbangan konteks isi menjadi “bab panêngêrane
wong kang ahli...”
Terjemahan: ‘ tentang penanda orang yang ahli...’
Gambar 4. Penulisan kata anggêr

7
Pada teks SKM halaman 16 baris 3 penulisan kata agêr dalam kalimat “
Sabarang lakune miturut agêr.” pada gambar merupakan lakuna. Mengalami
pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi “Sabarang lakune
miturut anggêr”
Terjemahan: ‘ Segala perbuatannya menurut peraturan’
Gambar 5. Penulisan kata pambujuk
Pada teks SKM halaman 47 baris 1 penulisan kata pabujuk dalam
kalimat “…mêsthi dhêmên marang pabujuk mau,” pada gambar merupakan
lakuna. Mengalami pembetulan berdasakan pertimbangan linguistik menjadi
“…mêsthi dhêmên marang pambujuk mau,”
Terjemahan: ‘ pasti senang terhadap pengaruh tersebut’
c. Hiperkorek, yaitu perubahan ejaan karena pergeseran lafal. Berikut ini adalah
beberapa hiperkorek yang ada dalam teks.
Gambar 6. Penulisan kata babad
Pada teks SKM halaman 33 baris 7 penulisan kata babat dalam kalimat “
Ing layang-layang babat, ana caritane…” pada gambar merupakan hiperkorek.
Mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan konteks isi menjadi “ Ing
layang-layang babad, ana caritane…”

8
Terjemahan: ‘ pada naskah-naskah babad, ada cerita…’
Gambar 7. Penulisan kata kowe
Pada teks SKM halaman 33 baris 3 penulisan kata kewe dalam kalimat
“,kewe prasasat simpên wêwadi…….” pada gambar merupakan hiperkorek.
Mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan konteks isi menjadi “kowe
prasasat simpên wêwadi…….”
Terjemahan: ‘,kamu seolah menyimpan rahasia…...’
d. Ketidakkonsistenan penulis dalam penggunaan aksara Jawa dalam menulis kata.
Berikut adalah beberapa ketidakkonsistenan penulis dalam penggunaan aksara Jawa
dalam menulis kata.
Gambar 8. Penulisan kata denning dan dening
Dalam teks halaman 2 baris 11 ditemukan penggunaan kata “dening”
dengan dobel aksara na, sedangkan pada halam 7 baris 5 juga ditemukan kata
dening tanpa adanya na dobel.

9
Gambar 9. Penulisan morfem tak dan morfem dak
Dalam teks halaman 6 baris 7 ditemukan penggunaan morfem tak, dan
dalam teks halaman 8 baris ke 9-10 ditemukan morfem dak. Untuk morfem dak
tepat digunakan untuk bahasa tulis dan morfem tak digunakan untuk bahasa lisan.
Alasan ketiga perlunya naskah SKM diteliti adalah, penulis ingin mengetahui
dan mengkaji isi naskah SKM. Naskah Sêrat Kawruh Mahnitismê ini merupakan jenis
naskah piwulang yang terdapat di dalam Karaton Surakarta. Naskah SKM ini memuat
adanya cara–cara seseorang bila ingin menguasai dan menggunakan ilmu mahnitismê
ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa SKM merupakan ilmu yang mempelajari tentang
ilmu hati atau batin yang memiliki daya tarik magnet dalam diri mausia dan cara
pengaplikasiannya. Dalam naskah ini tertulis memiliki 14 piwulang, namun setelah
dibaca dengan seksama, ternyata hanya memiliki 13 piwulang karena setelah piwulang
kelima langsung piwulang ketujuh yang diteruskan sampai piwulang keempatbelas yang
saling berkaitan. Ketigabelas piwulang tersebut merujuk pada sebuah hal yang menjadi
inti dari naskah SKM ini, yaitu tentang kekuatan hati atau batin. Hal tersebut dijelaskan
pada halaman 5 sampai 7 pada naskah SKM
Kasêbut ing dhuwur wis tetela yѐn sajroning badaning manusa ana kêkuwatan
kang tumindak.
Apa iku kêkuwataning pamikir, dudu, sa- [6]bab wêtune tanpa kinira-kira, mung pancѐn bêbarêngan bae karo thukuling mikir.

10
Apa iku elictrisciteit dudu, elictrisciteit iku mung pangaran –aran bae, mungguh kaanane kang sajati durung ana kang sumurup.
Sarѐhning aku durung wêruh kang bênêr kêkuwatan iku tak arani Magnetisme nanging iya kêna uga tak arani Inner Lijke Strooms (kêkuwataning ati utawa lakuning batin)sabab akѐh cocoge karo electrische strooms( lakune electris [7] cit eit) kêkuwatan mau kêna disinau , dianggo lan diêrѐh, padha bae karo daya electris cit eit.
Terjemahan:
Disebutkan di atas sudah jelas kalau dalam diri manusia ada kekuatan yang bekerja.
Apa itu kekuatan pikiran, bukan, munculnya tanpa perkiraan, hanya memang
bersamaan dengan pemikiran.
Apa itu electrisciteit bukan, electrisciteit itu hanya sebutan saja ,yaitu keadaan
yang sejati belum ada yang mengerti.
Karena saya belum mengetahui yang benar kekuatan itu saya sebut Magnetisme
tapi bisa juga saya sebut Inner Lijke Strooms ( kekuatan hati atau perjalanan batin)
karena banyak kecocokan dengan electrische strooms ( perjalanan electrisciteit)
kekuatan tadi dapat dipelajari, dipakai dan diperintah, sama saja dengan energi
electrisciteit.
Tigabelas piwulang ‘pelajaran’ itu adalah:
1. Piwulang Kang Kapisan ‘Pelajaran Pertama ‘
- Bab Wadhahing Kêkuwatan ‘Tentang Tempat Kekuatan ‘
- Bab Lakune Kêkuwatan Ati ‘Tentang Kerja Kekuatan Hati ‘
2. Piwulang Kang Kapindho ‘Pelajaran Kedua’
- Bab Panêngêrane Wong kang Ahli Magnetisme ‘Tentang Penanda Orang
yang Ahli Mahnetisme’
- Bab Antênging Pangrasa ‘Tentang Ketenangan Jiwa’
- Bab Pamandênge ‘Tentang Penglihatannya’

11
3. Piwulang Kaping Têlu ‘Pelajaran Ketiga’
- Panêngêrane Wong kang Ora Kadunungan Magnetisme ( neet
Maghnetiseh persoon ) ‘Penanda Orang yang Tidak Memiliki
Mahnetisme’
4. Piwulang Kaping Pat ‘Pelajaran Keempat’
- Diditan ‘Uang-uangan’
- Katrangan Kêkuwataning Kêkarêpan ‘Keterangan Kekuatan Keinginan’
- Wadi ‘Rahasia’
- Angunjara Kêkarêpan ‘Menahan Keinginan’
- Anganggo Kêkuwatane Wong Liya ‘Menggunakan Kekuatan Orang
Lain’
- Ngati–ati ‘Berhati-hati’
- Anyingkirna Pagunggung ‘Menyingkiri Pujian’
5. Piwulang Kang Kaping Lima ‘Pelajaran Kelima’
- Dayaning Pepenginan Marang Pangalêm Iku Kang Gigirisi ‘Kekuatan
Keinginan karena Pujian yang Menghawatirkan’
- Panulaking Sambekala ‘Menghindari Gangguan’
- Amêruhi Kêkuwatan kang Migunani ‘Mengetahui Kekuatan yang
Bermanfaat ‘
6. Piwulang Kang Kaping Pitu ‘Pelajaran Ketujuh’
- Bisane kalakon, kudu ana antaraning mangsa ‘Bisa terlaksana , Harus
Ada Antara Musim’
7. Piwulang Kang Kaping Wolu ‘Pelajaran Kedelapan’
- Bab Sinaune ‘Tentang Belajarnya’
8. Piwulang kang Kaping Sanga ‘Pelajaran Kesembilan’

12
- Sêsorah kang migunani marang tumindaking kawruh ‘Pidato yang
Berguna dalam Penggunaan Ilmu’
- Paraning Pandulu ‘Arah Penglihatan’
- Salaman Kang Narik Mahnetismê ‘Bersalaman yang Menarik
Magnetisme’
9. Piwulang Kaping Sepuluh ‘Pelajaran Kesepuluh’
- Amêncarake Pandêlêng ‘Memancarkan Penglihatan ‘
- Anggêgulang Nganggo Pangilon ‘Belajar Dengan Menggunakan
Cermin’
10. Piwulang Kang Kaping Sewelas ‘Pelajaran Kesebelas’
- Laku têlung rupa bab pêncaring daya mahnetismê ‘Tiga Cara
Memancarkan Energi Mahnetisme’
- Pangolahing Otot Daging ‘Mengolah Otot Daging’
11. Piwulang Kang Kaping Rolas ‘Pelajaran Keduabelas’
- Pracaya ( geloof ) Iku Mitulungi, Nanging Satêmêne Dudu Barang
Parlu ‘Percaya Itu Menolong , Tapi Bukan Hal yang Penting’
12. Piwulang Kaping Telulas ‘Pelajaran Ketigabelas’
- Pancêring Kêkuwataning Kakarêpan ‘Pusat Kekuatan Keinginan’
- Pathokan Angundhakake Dayaning Kakarêpan ‘Pathokan Meningkatkan
Energi Keinginan’
- Patrap kang Prayoga Dhewe Tumindake ‘Sikap yang Baik Dalam
Bertindak’
13. Piwulang Kang Kaping Pat Bêlas ‘Pelajaran Kempatbelas’
- Pathokane Anglêpasake Soroting Kawruh ‘Pathokan Menunjukkan
Pancaran Ilmu)
- Lakune Daya Panggèndèng ‘Lakunya Daya Pamikat’

13
Berdasarkan alasan tersebut di atas , Naskah SKM ini penting untuk di
teliti baik dari segi filologis maupun segi isi.
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, sangat
dimungkinkan bahwa naskah SKM dapat diteliti dari berbagai sudut pandang dan bidang
ilmu pengetahuan yang lain. Oleh karena itu,diperlukan batasan masalah untuk
mencegah melebarnya permasalahan yang akan diteliti. Penelitian ini dititikberatkan
pada dua kajian utama, yaitu kajian filologis dan kajian isi. Kajian filologis
dimaksudkan untuk menganalisis banyaknya masalah yang terdapat dalam naskah SKM
agar mendapatkan suntingan teks SKM yang bersih dari kesalahan. Kajian isi berguna
untuk mengungkapkan ajaran magnetisme yang terkandung dalam SKM ini.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam naskah
Sêrat Kawruh Mahnitsmê adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana suntingan teks dari naskah SKM yang bersih dari kesalahan atau
dekat dengan aslinya sesuai langkah kerja folologi?
2. Bagaimana isi ajaran mahnitismȇ yang terdapat dalam naskah SKM ?

14
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menyajikan suntingan teks naskah SKM yang dekat dengan aslinya serta teks
yang bersih dari kesalahan.
2. Mengungkapakan isi ajaran mahnitismȇ yang terkandung di dalam naskah SKM.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni
manfaat teoretis dan praktis:
1. Manfaat Teoretis
a. Memperkaya penerapan teori filologi terhadap naskah.
b. Menambah kajian terhadap naskah Jawa yang masih banyak dan belum
terungkap isinya.
c. Memberikan kontribusi dan membantu peneliti lain yang relevan untuk
mengkaji lebih lanjut naskah SKM khususnya dan naskah Jawa pada umumnya
dari berbagai disiplin ilmu.
2. Manfaat Praktis
a. Menyelamatkan data dalam naskah SKM dari kerusakan dan hilangnya data
dalam naskah tersebut.
b. Mempermudah pemahaman isi teks SKM, sekaligus memberikan informasi
kepada diri sendiri dan masyarakat tentang ilmu Mahnitismê.

15
F. Kajian Teori
Kajian teori ini meliputi kajian filologis dan kajian isi. Kajian filologis akan
mengkaji tentang suntingan naskah SKM yang mendekati asli dan bersih dari kesalahan,
sedangkan kajian isi mengungkapkan apa saja yang ada dalam naskah SKM.
Di dalam Kajian Filologis ini akan dijelaskan tentang Pengertian Filologi,
Objek Kajian Filologi, Cara Kerja Filologi, dan Pengertian Mahnitismê.
1. Pengertian Filologi
Filologi secara etimologi, berasal dari bahasa Yunani philologia yang berasal
dari dua kata yaitu philos yang berarti “teman” atau bisa berarti “cinta” dan logos yang
berarti “pembicaraan” atau “ilmu” atau bisa juga berarti “kata”. Sehingga filologi dapat
diartikan sebagai “senang berbicara”yang kemudian berkembang menjadi “senang
belajar”, “senang kepada ilmu”, “senang kepada tulisan-tulisan” dan kemudian
“senang kepada tulisan-tulisan yang bernilai tinggi” (Baried, 1994 :2). Menurut Edward
Djamaris filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama
(2006:3). Menurut Achadiati Ikram, filologi dalam arti luas adalah ilmu yang
mempelajari segala segi kehidupan di masa lalu seperti yang ditemukan dalam tulisan.
Di dalamnya tercakup bahasa, sastra, adat istiadat, hukum, dan lain sebagainya
(1980:1).
2. Objek Filologi
Siti Baroroh Baried, dkk (1994) mengemukakan bahwa filologi mempunyai
objek penelitian yaitu naskah dan teks. Naskah merupakan teks tulisan yang berupa
tulisan tangan (handschrift atau manuschrift), sedangkan teks adalah kandungan atau

16
muatan naskah berupa abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja dan memuat berbagai
ungkapan pikiran serta perasaan penulis yang disampaikan kepada pembacanya. Dalam
filologi istilah teks menunjukkan sesuatu yang abstrak, sedangkan naskah merupakan
sesuatu yang Konkret. Objek filologi adalah naskah dan teks. “Filologi adalah ilmu
yang obyek penelitiannya naskah-naskah lama” (Edwar Djamaris, 1977: 2).
3. Langkah Kerja Penelitian Filologi
Langkah-langkah yang dilakukan oleh seorang filolog adalah mengumpulakan data
(inventarisasi naskah), deskripsi naskah, pertimbangan dan pengguguran naskah,
penentuan naskah autoritatif, transliterasi, kritik teks, dan sutingan teks (Djamaris,
2002:9). Akan tetapi, karena naskah yang diteliti adalah naskah tunggal, maka ada
langkah-langkah yang tidak dipakai, yaitu pertimbangan dan pengguguran naskah, dan
penentuan naskah autoritatif.. Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi naskah
SKM adalah sebagai berikut.
a. Penentuan Sasaran Penelitian
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan sasaran penelitian,
mengingat banyaknya ragam yang perlu dipilih, baik dari segi tulisan, bahan, bentuk,
maupun isinya. Ada naskah yang bertuliskan huruf Arab, Jawa, Bali, dan Batak.
Adapula naskah yang ditulis pada kertas, daun lontar, kulit kayu, atau rotan. Dari segi
bentuk terdapat naskah yang berbentuk puisi dan ada pula yang berbentuk prosa.
Naskah juga memiliki isi yang beragam, diantaranya sejarah atau babad, kesusastraan,
cerita wayang, cerita dongeng, primbon, adat istiadat, hukum, ajaran atau piwulang,

17
agama, dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, sasaran yang ingin diteliti telah
ditentukan yaitu naskah bertuliskan Jawa carik yang ditulis pada kertas, berbentuk prosa
atau gancaran dan berisi tentang ajaran atau ilmu mahnitismê.
b. Inventarisasi Naskah
Inventarisasi naskah dilakukan dengan mendaftar dan mengumpulkan naskah
yang judulnya sama dan sejenis untuk dijadikan objek penelitian. Menurut Edi S.
Ekadjati (1980), bila hendak melakukan penelitian filologi, pertama-tama harus mencari
dan memilih naskah yang akan dijadikan pokok penelitian, dengan mendatangi tempat-
tempat koleksi naskah atau mencarinya melalui katalog. Langkah ini dilakukan untuk
mengetahui jumlah naskah, dimana tempat penyimpanannya, dan penjelasan lain
tentang keadaan naskah. Inventarisasi naskah dilakukan dengan cara mendata dan
mengumpulkan naskah yang berjudul sama dan sejenis untuk kemudian dijadikan
sebagai objek penelitan.
Menurut informasi katalog, naskah SKM terdapat di Perpustakaan Sasana
Pustaka Karaton Surakarta Hadiningrat dan berjumlah 1 (satu) buah. Keadaan naskah
masih baik, artinya naskah masih dapat terbaca dengan jelas.
c. Observasi Pendahuluan dan Deskripsi Naskah
Observasi pendahuluan dilakukan dengan cara mengecek data secara langsung
ke tempat koleksi naskah sesuai dengan informasi yang diungkapkan oleh katalog.
Setelah mendapatkan data yang dimaksud yakni SKM, kemudian dilanjutkan dengan
deskripsi atau identifikasi naskah. Deskripsi naskah ialah uraian ringkasan naskah
secara terperinci. Deskripsi naskah penting untuk mengetahui kondisi naskah dan sejauh

18
mana isi mengenai naskah yang diteliti. Emuch Herman Sumantri (1986: 2),
menguraikan bahwa deskripsi naskah merupakan sarana untuk memberikan informasi
atau data mengenai: judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal
naskah, keadaan naskah, ukuran naskah, tebal naskah, jumlah baris setiap halaman,
huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, umur
naskah, pengarang atau penyalin, asal-usul naskah, fungsi sosial naskah, serta ikhtisar
teks atau cerita.
d. Ringkasan Isi Naskah
Umumnya naskah ditulis dalam bahasa dan aksara yang sulit dipahami dan
dibaca. Menurut Edi S Ekadjati (1980), ringkasan isi naskah berguna untuk
mempermudah pengenalan isi naskah-naskah yang akan diteliti lebih lanjut.
e. Transliterasi
Translitersi adalah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad
yang satu ke abjad yang lain. Dalam proses transliterasi ini sebaiknya peneliti tetap
menjaga kemurnian bahasa dalam naskah, khususnya penulisan kata (Edwar Djamaris,
2006:19). Dalam melakukan transliterasi, perlu diikuti pedoman yang berhubungan
dengan pemisahan dan pengelompokan kata, ejaan, dan pungtuasi. Berdasarkan
pedoman, transliterasi harus memperhatikan ciri-ciri teks asli sepanjang hal itu dapat
dilaksanakan karena penafsiran teks yang bertanggungjawab sangat membantu pembaca
dalam memahami isi teks (Baried, 1994:64) Penyajian bahan transliterasi harus
selengkap-lengkapnya dan sebaik-baiknya, agar mudah dibaca dan dipahami.

19
Transliterasi dilakukan dengan menyusun kalimat yang jelas disertai tanda-tanda baca
yang teliti, pembagian alinea dan bab untuk memudahkan konsentrasi pikiran, serta
disesuaikan dengan ejaan bahasa yang bersangkutan. Naskah SKM ini banyak
dipengaruhi oleh bahasa Jawa dan bahasa Belanda. Kata-kata yang ditransliterasi ini
disesuaikan dalam Bahasa Jawa dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
f. Kritik Teks
Kata “kritik” berasal dari bahasa Yunani krites yang artinya “seorang hakim”,
krinein berarti “menghakimi”, dan criterion berarti “dasar penghakiman”. Kritik teks
adalah menempatkan tempat pada teks yang sewajarnya, memberikan evaluasi terhadap
teks meneliti atau mengkaji lembaran bacaan naskah, lembaran bacaan yang
mengandung kalimat atau rangkaian kata–kata tertentu (Paul Maas, 1972 dalam
Darusuprapta 1984:20). Kritik teks menurut (Siti Baroroh Baried, 1994: 61) adalah
memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada tempatnya
yang tepat. Kegiatan kritik teks bertujuan untuk menghasilkan teks yang sedekat-
dekatnya dengan teks aslinya (constitutio textus). Untuk mempermudah di dalam usulan
pembenaran kata atau edisi teks dipakai beberapa tanda untuk membedakan berdasarkan
edisi teks itu dipilih.
@ : menerangkan bahwa edisi teks diambil berdasarkan pertimbangan
konteks isi.
# : menerangkan bahwa edisi teks diambil berdasarkan pertimbangan
linguistik.

20
g. Suntingan Teks dan Aparat Kritik
Suntingan teks adalah menyajikan teks yang mendekati asli dan bersih dari
kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi. Aparat
kritik merupakan suatu pertanggungjawaban dalam penelitian naskah yang menyertai
suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks. Dalam aparat kritik juga
ditampilkan kelainan bacaan yang merupakan kata-kata atau bacaan salah di dalam
naskah.
h. Terjemahan
Terjemahan adalah pemindahan makna teks sumber ke teks sasaran yang
sepadan dalam hal isi dan gaya bahasanya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
pembaca teks sasaran dalam memahami isi teks dari suatu naskah. Sehingga masyarakat
yang tidak menguasai bahasa naskah aslinya dapat juga menikmati, sehingga naskah itu
lebih tersebar luas (Darusuprapta, 1989:27).
Metode penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan teks SKM ini
sebagian besar menggunakan metode penerjemah Semantis, hal ini dimaksudkan supaya
kandungan isi teks tidak terlalu menyimpang sesudah dilakukan penerjemahan, namun
tidak menutup kemungkinan penerjemahan dilakukan secara bebas. Hal itu dilakukan
ketika penerjemahan kata demi kata dan penerjemahan semantis sudah tidak dapat lagi
dilakukan. Terjemahan teks SKM didasarkan pada kamus Kamus Bausastra Jawa-
Indonesia jilid I dan II (Prawiroatmojo, 1980), Kamus Baoesastra Djawa
(Poerwadarminta, 1939).

21
4. Pengertian Magnetisme
Magnetisme artinya kekuatan besi berani atau kekuatan ghaib. Timbulnya
magnetisme pada manusia disebabkan bekerjanya atau bergeraknya electriciteit
kehidupan yang ada pada manusia sehingga tubuh yang memiliki pancaran, merupakan
aliran magnet yang senantiasa bergolak dan mempunyai garis edar sendiri yang dapat
menimbulkan pengaruh kepada orang lain, yang memiliki nilai magnet lemah, A. Hasan
(1981: 1216 dalam Soal Jawab Berbagai Masalah Agama jilid 4).
Magnetisme termasuk bagian dari ilmu ghaib karena pengambilannya dari tiap–tiap
yang halus dan tersembunyi.
Sebagaimana ilmu ghaib yang lain, magnetisme tidak lepas dari tiga pokok :
1. Sehat badan
2. Teguh dan tetap kemauan
3. Bersih dan kuat roh / jiwa
Sumber – sumber tenaga magnetis antara lain:
Unsur yang ada di dalam zat udara yang kita hirup, inti, hawa atau zat magnetik
Menyehatkan badan sampai mencapai top kondisi (kondisi magnetisme) dan
membagun sifat serta jiwa menuju keselarasan.
Memampatkan pikiran dengan konsentrasi atau pemusatan
Gerakan terpadu antara kehendak yang kuat, pikiran beserta daya cipta
Membangun dan memperkokoh keyakinan, kepercayaan, pada diri sendiri tentang
pengusahaan tenaga magnetisme, Soroso Orakas ( 2001 : 6 dalam Belajar Praktek
Magnetisme).

22
G. Metode Penelitian
1. Bentuk dan Jenis Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian naskah SKM ini adalah
penelitian filologis yang sesuai dengan cara kerja filologi. Penelitian ini bersifat
deskriptif kualitatif yang artinya melalui pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif,
yaitu mendeskripsikan secara mendalam temuan penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian perpustakaan (library research)
yaitu penelitian yang dilakukan di kamar kerja peneliti atau di ruang perpustakaan.
Dimana peneliti memperoleh data dan informasi tentang objek telitiannya lewat buku-
buku atau alat-alat audiovisual lainnya (Atar Semi, 1993:8).
2. Data dan Sumber Data
Data adalah yang dihasilkan dari sumber data. Data utama yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teks dan naskah dari naskah SKM .
Sumber data adalah segala sesuatu yang mampu menghasilkan atau memberikan
data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah SKM, teks SKM,
dan katalog yang memuat judul naskah SKM.
3. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti secara langsung terjun ke lapangan untuk mencari naskah–naskah koleksi
koleksi perpustakaan. Setelah yakin naskah SKM adalah obyek yang diteliti, langkah
selanjutnya yaitu membaca katalog di berbagai perpustakaan, untuk mencari naskah
atau teks yang berjudul sama dan berisi cerita yang sama, ternyata naskah SKM tidak
ditemukan di tempat lain dan hanya ada di Perpustakaan Sasanapustaka Kraton
Surakarta Hadiningrat. Berdasarkan data yang diperoleh dari inventarisasi dan

23
pengecekan naskah tersebut, peneliti menetapkan bahwa naskah SKM sebagai naskah
tunggal. Untuk memudahkan cara kerja filologi, peneliti melakukan penggandaan
gambar naskah SKM yang kebetulan sudah didigitalisasi. Teknik yang digunakan
selanjutnya adalah teknik content analysis atau yang biasa disebut kajian isi. Content
analysis dilakukan dengan cara membuat catatan-catatan dokumen atau arsip yang
diteliti untuk mendukung proses interpretasi dari setiap peristiwa yang diteliti
(Sutopo,2002:69). Teknik tersebut dimaksudkan agar data yang berupa variant-variant
dan isi pada naskah SKM dapat ditemukan dan dikumpulkan untuk kemudian diolah
dalam analisis data.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dibagi menjadi dua yaitu, teknik analisis data dan teknik
analisis teks. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis interaktif, yang terdiri dari tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data
dan penarikan simpulan (Sutopo, 2002:97).
Komponen yang pertama, yaitu reduksi data sebagai teknik analisis data.
Reduksi data dilakukan dengan metode penyuntingan naskah tunggal pada naskah SKM,
yaitu dengan metode standar (biasa). Metode standar digunakan apabila isi naskah
dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut
agama maupun sejarah, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam edisi standar ialah mentransliterasikan teks,
membetulkan kesalahan teks, membuat catatan perbaikan/perubahan, memberi
komentar maupun tafsiran, membagi teks dalam beberapa bagian dan menyusun daftar

24
kata sukar/glosari (Edwar Djamaris, 2006:28), namun dalam penelitian ini peneliti
hanya sampai pada tahap membagi teks dalam beberapa bagian. Pada bagian reduksi
data juga perlu dibuat isi pokok penting ringkasan isi naskah SKM dalam kalimat yang
pendek dan jelas.
Untuk komponen yang kedua yaitu sajian data dan penarikan kesimpulan
merupakan teknik analisis teks SKM ini.Sajian data disusun dengan pengelompokan
unit sajian berdasarkan kelompok rumusan masalah. Dalam penelitian ini, sajian data
meliputi sajian filologis dan isi. Sajian filologis mencakup deskripsi naskah,
transliterasi, kritik teks, suntingan teks dan aparat kritik, dan terjemahan. Sajian isi
menjabarkan apa yang menjadi masalah, menganalisa lebih dalam dan menafsirkan data
yang adadalam naskah SKM.
Simpulan akhir merupakan jawaban atas tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini. Sajian data yang berupa suntingan teks dari naskah SKM yang bersih dari
kesalahan dan telaah isi yang telah dibahas, dijadikan dasar dalam penarikan
kesimpulan.

25
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam skripsi Naskah Sêrat Kawruh Mahnitismê adalah
sebagai berikut:
BAB I
Pendahuluan, bab berisi uraian tentang latar belakang masalah, batasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian teori yang berisi berisi
uraian tentang pengertian filologi, objek penelitian Filologi, cara kerja Filologi, dan
pengertian mahnitismê.
Metode Penelitian, bab ini berisi uraian tentang bentuk dan jenis penelitian, sumber data
dan data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Sistematika penulisan.
BAB II
Pembahasan, bab ini berisi uraian tentang pembahasan kajian filologis dan pembahasan
kajian isi Naskah SKM.
BAB III
Penutup, bab ini berisi simpulan dan saran. Pada bagian akhir dicantumkan daftar
pustaka dan lampiran Naskah SKM.