bab i pendahuluan a. latar belakang masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. bab i.pdf · a....

26
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala dinamikanya seakan menjadi sumber inspirasi yang tidak akan pernah habis. Merebaknya bentuk kajian yang membahas tentang isu perempuan merupakan suatu kelaziman dibanding dengan mencuatnya permasalahan yang membahas tentang isu laki-laki. Kecenderugan tersebut muncul karena kehidupan perempuan senantiasa dianggap unik sehingga selalu menjadi stressing dalam berbagai aspek kehidupan. Bagi perempuan sendiri, keunikan tersebut tidak selalu berarti sesuatu yang menyenangkan karena dalam banyak hal mereka merasakan ketidakadilan. 1 Dominasi laki-laki dalam peran publik dan domestikasi perempuan bukanlah hal yang baru, tetapi sudah berlangsung sepanjang perjalanan sejarah peradaban umat manusia. Oleh sebab itu tidak heran kalau kemudian dianggap sebagai sesuatu yang sudah bersifat alami atau kodrati. 2 Fakta inilah yang memang terjadi di sekitar masyarakat, khususnya perempuan jawa. Perempuan cuma wajib mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya, jika sudah berumur dua belas tahun maka dia dipingit. Pingitan adalah ditutup di dalam rumah, tidak diperbolehkan 1 Amiroh Ambarwati, Perspektif Feminis dalam Novel Perempuan di Titik Nol dan Perempuan Berkalung Sorban, Muwazah, Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2009, hlm. 1. 2 Yunahar Ilyas, Kesetaraan Gender dalam al-Qur’an; Studi Pemikiran Para Mufassir, (Yogyakarta: Labda Press, 2006), hlm. 2.

Upload: buianh

Post on 22-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perempuan dengan segala dinamikanya seakan menjadi sumber

inspirasi yang tidak akan pernah habis. Merebaknya bentuk kajian yang

membahas tentang isu perempuan merupakan suatu kelaziman dibanding

dengan mencuatnya permasalahan yang membahas tentang isu laki-laki.

Kecenderugan tersebut muncul karena kehidupan perempuan senantiasa

dianggap unik sehingga selalu menjadi stressing dalam berbagai aspek

kehidupan. Bagi perempuan sendiri, keunikan tersebut tidak selalu berarti

sesuatu yang menyenangkan karena dalam banyak hal mereka merasakan

ketidakadilan.1

Dominasi laki-laki dalam peran publik dan domestikasi perempuan

bukanlah hal yang baru, tetapi sudah berlangsung sepanjang perjalanan

sejarah peradaban umat manusia. Oleh sebab itu tidak heran kalau kemudian

dianggap sebagai sesuatu yang sudah bersifat alami atau kodrati.2

Fakta inilah yang memang terjadi di sekitar masyarakat, khususnya

perempuan jawa. Perempuan cuma wajib mengurus rumah tangga dan

mendidik anak-anaknya, jika sudah berumur dua belas tahun maka dia

dipingit. Pingitan adalah ditutup di dalam rumah, tidak diperbolehkan

1 Amiroh Ambarwati, Perspektif Feminis dalam Novel Perempuan di Titik Nol dan

Perempuan Berkalung Sorban, Muwazah, Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2009, hlm. 1.

2 Yunahar Ilyas, Kesetaraan Gender dalam al-Qur’an; Studi Pemikiran Para Mufassir,

(Yogyakarta: Labda Press, 2006), hlm. 2.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

2

berpergian apalagi menjalin kontak dengan masyarakat luar karena usia sudah

mencapai 12 tahun, dalam adat yang ada seorang anak gadis lebih lagi gadis

priyayi harus sudah menikah, meskipun banyak kewajiban tetapi haknya tidak

suatu juga.3 Perempuan yang menghabiskan masa remajanya dalam pingitan,

membuat mereka tidak punya pengetahuan yang cukup untuk berinteraksi dan

mengembangkan dirinya dalam masyarakat. Konsekuensinya, istri hanya

bisa manut kepada perintah dan kelakuan suami. Laki-laki pun

memperlakukan istrinya semaunya, sewaktu-waktu dia dapat menceraikan

istrinya tanpa memberi alasan, atau memadunya dengan perempuan lain tanpa

meminta persetujuan. Karena tidak memiliki bekal pengetahuan yang cukup,

perempuan sering menjadi terlantar akibat kesewenangan laki-laki.4

Mayoritas masyarakat tidak mengerti makna, sejatinya tugas, sifat dan kodrat

perempuan itu sendiri, yang mereka tahu seorang perempuan harus ‘manut’.

Entah itu masih lajang ‘manut’ kepada kedua orangtuanya atau sudah

menikah, ‘manut’ kepada suaminya.

Perempuan adalah sumber daya manusia yang jumlahnya besar,

bahkan di seluruh dunia jumlahnya melebihi pria. Akan tetapi jumlah

perempuan di sektor publik selalu berada jauh di bawah pria, terutama di

bidang politik dan pendidikan. Hal ini tidak terjadi di Indonesia, tetapi

bersifat mendunia.5

3 Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm.16.

4 Mukhrizal Arif dkk, Pendidikan Pos Modernisme; Telaah Kritis Pemikiran Tokoh

Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm.186.

5 Siti Muslikhati, Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam,

(Jakarta : Gema Insani, 2004), hlm.13.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

3

Sebagaimana telah diteliti oleh Tim PSG (Pusat Studi Gender)6

STAIN Pekalongan Hasil penelitian Tingkat pendidikan penduduk kabupaten

Pekalongan secara umum terbilang cukup tinggi, sebab dari penduduk total

berdasar jenis kelamin yaitu laki-laki 452.991 jiwa dan perempuan 446.251

jiwa, yang mengenyam pendidikan (baik yang lulus SD, sampai lulusan dari

perguruan tinggi) adalah sebanyak 409.500 jiwa penduduk laki-laki dan

406.670 jiwa penduduk perempuan . Namun yang mendominasi adalah hanya

pada lulusan SD (laki-laki= 176.500 jiwa dan perempuan 197.413 jiwa )

sedang yang lulusan perguruan tinggi atu yang bergelar sarjana hanya

berkisar 2.304 laki-laki dan 1.235 perempuan.7

Kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan yang lebih

tinggi belum bisa terwujud, karena masih ada anggapan tradisional yang

mengatakan “nggo opo bocah wadok sekolah duwur-duwur, mengko yo

bakale nang pawon”. “Buat apa perempuan sekolah tinggi, nanti ujung-

ujungnya juga hanya di dapur saja”. Pendapat yang seperti itulah sepertinya

belum bisa hilang sama sekali, hanya terkikis sedikit demi sedikit, dan masih

banyak melekat pada pemikiran penduduk setempat.8

Padahal secara Nasional, penduduk laki-laki dan perempuan sudah

memiliki peluang yang setara untuk mendapatkan layanan pendidikan,

misalnya: anak laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama untuk

6 Tim PSG STAIN Pekalongan, “Peran Perempuan di Sektor Pertanian (Studi Perempuan

Petani Tebu Kec. Sragi Pekalongan)”, Muwazah, Vol. 2, No. 2, Desember 2010, hlm.217.

7 Tim PSG STAIN Pekalongan, “Peran Perempuan di Sektor Pertanian (Studi Perempuan

Petani Tebu Kec. Sragi Pekalongan)” ... hlm.219.

8 Tim PSG STAIN Pekalongan, “Peran Perempuan di Sektor Pertanian (Studi Perempuan

Petani Tebu Kec. Sragi Pekalongan)” ...

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

4

dapat mengikuti pendidikan sampai ke jenjang pendidikan formal tertentu.

Tentu tidaklah adil jika dalam era global ini menomorduakan pendidikan bagi

perempuan, apalagi jika anak perempuan mempunyai kecerdasan dan

kemampuan lebih.9

Kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dipengaruhi salah

satunya oleh budaya patriarki yang sudah mengejawantah dalam pola pikir

masyarakat. Hal tersebut sebagaimana dipertegas oleh Khofifah Indar

Parawansa, bahwa beberapa hal yang mempengaruhi belum terwujudnya

keserasian gender antara lain, masih kuatnya nilai-nilai sosial budaya yang

patriarkis. Nilai-nilai ini menempatkan laki-laki dan perempuan pada

kedudukan dan peran yang berbeda dan tidak setara. Keadaan ini ditandai

dengan adanya pembakuan peran, beban ganda, sub-ordinasi, marjinalisasi,

dan diskriminasi terhadap perempuan yang menyebabkan perempuan tidak

memiliki akses, kesempatan dan kontrol atas pembangunan serta tidak

memperoleh manfaat dari pembangunan yang adil dan setara dengan laki-

laki.10

Memperjuangkan persamaan antara dua jenis manusia, laki-laki dan

perempuan adalah idiologi feminisme yaitu mewujudkan kesetaraan gender

secara kuantitatif.11

Perempuan tidak berbeda dengan laki-laki, boleh saja

mereka melakukan kegiatan-kegiatan di dalam atau di luar rumah tanpa

9 Dwi Edi Wibowo, Sekolah Berwawasan Gender, Pekalongan: STAIN Press, Jurnal

Muwazah. Vol. 2, No. 1, Juli 2009, hlm. 189.

10

Dwi Edi Wibowo, Sekolah Berwawasan Gender, Pekalongan: STAIN Press, Jurnal

Muwazah. ... hlm. 190.

11 Muhandis Azzuhri, Muhammad Seorang Feminis, Muwazah, Vol. 1, No. 1, Januari-

Juni 2009, hlm. 3.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

5

perbedaan. laki-laki dan perempuan harus sama–sama berperan baik di dalam

maupun di luar rumah (fifty – fifty).12

Pada hakikatnya gerakan feminisme adalah isu milik kaum

perempuan kelas menengah keatas (golongan elit) yang ingin membebaskan

diri dari pekerjaan–pekerjaan rutin rumah tangganya di negeri–negeri barat

(terutama AS) pada tahun 1960-an dan 1970-an. Ditahun 1963 itulah Betty

Friedan menerbitkan buku The Feminine Mystique, dari sinilah mulai isu

persamaan kekuasaan dikampanyekan.13

Di Indonesia, gerakan feminisme lebih dikenal dengan istilah

emansipasi. Frekuensi pembahasannya akan mengalami peningkatan cukup

drastis manakala tanggal 21 April tiba. Bangsa Indonesia mengenang hari itu

dengan istilah hari Kartini14

. Karena bulan tersebut lahir putri Indonesia

bernama Kartini yang kemudian dianggap menjadi pendobrak “emansipasi

wanita”.15

Kartini, ningrat jawa yang mendobrak kungkungan adat melalui

pikiran-pikirannya dapat mencerahkan dan mengilhami kalangan yang lebih

luas. Untuk hal ini Kartini meningalkan ratusan pucuk surat bagian dari

12 Siti Muslikhati, Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam, ...

hlm. 13.

13 Mansour Fakih et all, Membincang Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam, Cet

II, (Surabaya : Risalah Gusti, 2000), hlm. 252.

14 Jiz Azizah dkk, The Gallant Womens From Java, (Yogyakarta: IN AzNa Books, 2011),

hlm. 32. Untuk selanjutnya penulis hanya menggunakan nama ‘Kartini’. Tidak disertai gelar

ataupun keningratan.

15 Siti Muslikhati, Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam ...

hlm. 12.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

6

korenpondensinya dengan sahabat-sahabatnya di Belanda.16

Wujud dari

pemikiran Kartini telah dituangkan ke dalam tulisan, mengandung sastra dan

membuat semangat bagi perempuan yang membacanya.

Menurut Kartini, pendidikan wanita adalah kunci utama untuk

menuju jalan kemerdekaan ini. Namun titik tolak kemerdekaan wanita,

bukanlah melihat wanita sebagai makhluk otonom yang terpisah dari

lingkungannya, melainkan sebagai pribadi yang terkait dengan kemajuan

Bangsa. Semangat Kartini adalah juga untuk kemerdekaan wanita, terutama

membebaskan wanita dari lembah kemiskinan.17

Surat-surat Kartini banyak berbicara tentang nilai tradisi yang

membelenggu perempuan, menjadikannya tergantung kepada lelaki,

memperlakukannya sewenang-wenang dan tak berdaya. Kondisi yang tidak

jauh berbeda dengan di Barat18

pada masa itu. Namun, berbeda dari

pendekatan di Barat yang menunjuk lelaki sebagai biang permasalahan,

Kartini secara tepat menempatkan permasalahan penindasan perempuan

sebagai bagian dari permasalahan sistem budaya masyarakatnya. Maka,

berdasar pemahaman yang cerdas atas permasalahan konteksnya, Kartini

mengambil pendidikan sebagai titik strategis yang harus di dobrak dan dibuka

untuk kaum perempuan. Satu pendekatan yang tepat, karena pendidikan

merupakan salah satu faktor dengan nyata mengubah sistem nilai dalam

16 Dwi Wiyana dkk, Feminis di Balik Tembok, Majalah Tempo: Gelap Terang Hidup

Kartini, Edisi 22-28 April 2013.hlm. 36.

17 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?; Sudut Pandang Baru Tentang Gender,

(Bandung: Pustaka Mizan, 2001), hlm. 215.

18 Efantino Febriana, Kartini Mati dibunuh: Membongkar Hubungan Kartini dengan

Freemason, (Jakarta: Navila Idea, 2010), hlm. 13.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

7

masyarakat, selain menawarkan berbagai kesempatan bagi perempuan untuk

mengaktualkan dan mengemansipasikan diri.19

Disinilah letak perbedaan fundamental yang mendasari konsep

kebebasan wanita di Barat melalui teori feminisme dan semangat Kartini. Bila

di Barat perjuangan kebebasan wanita semata-mata demi kemajuan wanita

sebagai individu yang mandiri, sedangkan Kartini berharap kemerdekaan

wanita adalah untuk mengangkat derajat masyarakat secara umum. Seperti

telah diuraikan, kaum feminis modern ‘alergi’ terhadap segala istilah

romantisme keibuan yang dapat menghambat aktualisasi diri, Kartini justru

menjunjung peran ini.20

Surat-surat itu sejauh ini merupakan dokumen tertulis paling awal

hasil pemikiran perempuan, dengan cakupan topik yang beragam terutama

meliputi kebebasan, kemerdekaan,dan kemandirian, yang biasa diperoleh dari

masa itu adalah sebagian dari surat itu dikumpulkan dan diterbitkan sebagai

buku yang aslinya berjudul Door Duisternis Tot Licht (diterjemahkan

menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang), dari surat-surat tersebut dapat

membangun gambaran mengenai Kartini lebih dari sekadar profilnya saja.

Gambaran itu memuat kisah hidup Kartini, serta bagaimana pikiran-

pikirannya ditempa sebagai respons terhadap situasi menindas yang

dialaminya.21

Semangat Kartini yang menggelora, perjuangan melawan

19 Wardah Hafidz, Gerakan Perempuan Dulu, Sekarang, dan Sumbangannya kepada

Transformasi Bangsa, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1993), hlm. 93.

20 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?; Sudut Pandang Baru Tentang Gender, ...

hlm. 217.

21 Dwi Wiyana dkk, Feminis di Balik Tembok, ... hlm. 36.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

8

kebodohan dan kemelaratan di kalangan rakyatnya akibat penjajahan asing.

Kartini juga berhadapan dengan tirani adat istiadat feodal22

di kalangan kaum

bangsawan menengah dan atas, dengan peraturan yang ketat menjadi

halangan besar bagi kemajuan Bangsanya khususnya wanita.23

Surat-surat itu kartini tulis sejak 25 Mei 1899 sampai 7 September

1904. Surat terakhir Ia tulis tepat sepuluh hari sebelum meninggal.24

Hidupnya yang singkat seakan-akan memantulkan misteri yang cukup

memukau, karena Kartini adalah gadis bangsawan pingitan, namun ia

mempunyai jiwa yang peka terhadap lingkungan bangsanya. Sebagai

penentang poligami Kartini membiarkan dirinya menjadi istri ke empat dari

R.M. Joyohadiningrat seorang Bupati Rembang. Surat-surat Kartini memang

telah menjadi bukti sejarah tentang kemelut yang terjadi di sebuah

masyarakat yang sedang mengalami perubahan mendasar. Ia bukan hanya

mewakili cita-cita tentang perubahan, namun juga menjadi kiblat. Yakni,

kiblat baru yang ditandai oleh masuknya pengaruh pendidikan barat ke benak

masyarakat Jawa tradisional pada masa itu.25

Dalam surat-surat yang membentang pada jarak kurang lebih waktu

lima tahun, dapat ditelusuri tentang pengalaman Kartini, sebagai anak zaman

yang sedang mengalami perubahan. Kartini bukanlah pemenang dalam

22 Sitisoemandari Soeroto dan Myrtha Soeroto, Kartini; Sebuah Biografi (Rujuakan Figur

Pemimpin Teladan), (Jakarta: Balai Pustaka, 2011), hlm. 4.

23 Sitisoemandari Soeroto dan Myrtha Soeroto, Kartini; Sebuah Biografi (Rujuakan Figur

Pemimpin Teladan), ... hlm. 5.

24 Sitisoemandari Soeroto dan Myrtha Soeroto, Kartini; Sebuah Biografi (Rujuakan Figur

Pemimpin Teladan), ... hlm. 302.

25 Sitisoemandari Soeroto dan Myrtha Soeroto, Kartini; Sebuah Biografi (Rujuakan

Figur Pemimpin Teladan), ... hlm. 300.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

9

perlawanannya tersebut. Kartini harus berani melawan terhadap penjajah,

penindasan, kekolotan, kebodohan, dan keserakahan tanpa harus menyebut

dirinya “pahlawan”. Kartini juga harus berhadapan dengan pihak kolonial

Barat yang hendak menghalangi perubahan-perubahan yang sedang terjadi di

tengah Bangsanya.26

Langkah Kartini yang strategis, sebagaimana kita lihat telah

menumbuhkan sejumlah perempuan terpelajar yang kemudian membentuk

organisasi-organisasi modern.27

Pengalaman Kartini tidak sekedar pahlawan

bangsa, tokoh emansipasi wanita akan tetapi Kartini juga tokoh feminis.

Termasuk tokoh feminis pada akhir abad ke-20, dimana pengalaman Kartini

ialah bagaimana dia menanggung kepedihan sebagai perempuan di masanya

dan juga Kartini dapat menyongsong masa depan (sementara) yang lain

masih terkungkung dalam tersandera keadaan. Semangat, perjuangan dan

ide-ide pikirannya sangat dibutuhkan untuk kemashlahatan bangsa. Hal inilah

yang mendorong peneliti untuk memilih judul : “Pendidikan Feminis R.A.

Kartini (Relevansi Pendidikan Feminis R.A. Kartini dengan Pendidikan

Islam di Indonesia)”, dengan alasan sebagai berikut :

1. Kartini adalah pahlawan Indonesia, tokoh legendaris pemikir wanita. Apa

yang dirasakan dan dipikirkan Kartini sangat mewakili perasaan wanita

Indonesia pada umumnya.

26 Soebagio, Maryati dan Sapariah Sadli, Kartini Pribadi Mandiri, (Jakarta: Gramedia,

1990), hlm. 100.

27 Wardah Hafidz, Gerakan Perempuan Dulu, Sekarang, dan Sumbangannya kepada

Transformasi Bangsa, ... hlm. 94.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

10

2. Kartini termasuk salah satu tokoh feminis dengan mengkritisi adat

istiadat perempuan jawa. Semangat dan perjuangannya yang bertolak

belakang dengan adat istiadat Bangsa menjadikan Kartini luar biasa.

3. Pendidikan perempuan dirasa sangat penting karena dapat mengubah

meanset para perempuan untuk mendidik anak dan mengatur rumah

tangganya agar tetap maju dalam perkembangan zaman, karena apabila

satu rumah terkoordinir dengan baik dan merembet rumah satu ke rumah

yang lain maka majulah Negara itu.

4. Kartini berada di tanah jawa Indonesia dengan beragama Islam. Sedang

buku-buku yang dipelajari dari Barat. Hal ini menjadikan penulis untuk

mencari relevansi pendidikan feminis Kartini dengan pendidikan Islam di

Indonesia.

Sampai saat ini, kepahlawan Kartini masih banyak mengundang

diskusi. Surat-surat Kartini yang sempat dikumpulkan sahabatnya, telah

banyak melahirkan inspirasi untuk dianalisis dari berbagai aspek. Di mana

kepahlawanannya selalu dihubungkan dengan bidang pendidikan yang terkait

dengan upaya meningkatkan harkat dan martabat perempuan,28

karena

perempuan adalah sumber dari merubah peradaban.

28 A. Nunuk P. Murniati, Getar Gender (Perempuan Indonesia dalam Perspektif Sosial,

Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM), Cet, 1, (Magelang : Yayasan Adikarya IKAPI, 2004),

hlm.120-121.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

11

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pertimbangan yang penulis kemukakan dalam latar

belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pendidikan feminis Kartini?

2. Bagaimana relevansi pendidikan feminis Kartini dengan pendidikan Islam

di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pengolahan data yang sesuai dengan masalah-masalah

yang telah dirumuskan dalam penelitian dan mengumpulkan data yang

relevan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan pendidikan feminis Kartini.

2. Untuk mengetahui relevansi pendidikan feminis Kartini dengan

pendidikan Islam di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan sebuah wacana dan menambah

wawasan bagi para pembaca sebagai bentuk kontribusi keilmuwan

pendidikan agama Islam.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

12

2. Manfaat Praktis

Sekiranya dapat bermanfaat bagi para akademisi untuk

mempraktekan pola pembelajaran pendidikan wanita yang terintegrasi

perspektif gender dalam kesehariannya lebih lagi dapat dilaksanakan di

bangku kuliah.

E. Tinjauan Pustaka

1. Analisis Teoritis

Feminisme sebagai idiologi dan gerakan merupakan upaya

memperjuangkan persamaan antara dua jenis manusia, laki-laki dan

perempuan. Istilah feminisme ini sering juga disebut kesetaraan gender.

Gender berarti perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan.

Perbedaan biologis adalah perbedaan jenis kelamin (sex) yang merupakan

kodrat Tuhan, dan oleh karenanya secara permanen berbeda.29

Adapun feminisme berasal dari kata latin femina yang berarti

memiliki sifat keperempuanan. Feminisme diawali oleh persepsi pada

adanya ketimpangan posisi perempuan dibanding posisi lelaki di

masyarakat. Akibat dari persepsi seperti ini, timbul berbagai usaha untuk

mengkaji penyebab ketimpangan tersebut sebagai upaya mengeliminasi

dan menemukan formula memersamakan hak perempuan dan lelaki dalam

29 Muhandis Azzuhri, Muhammad Seorang Feminis, Muwazah, ... hlm. 2.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

13

segala bidang, sesuai dengan potensi mereka sebagai manusia (human

being).30

Menurut Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan dalam buku

Kesetaraan Gender dalam al-Qur’an mendefinisikan feminisme sebagai

‘Suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan

dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalam keluarga serta tindakan

sadar oleh perempuan maupun lelaki untuk mengubah keadaan

tersebut’.31

Secara umum feminisme adalah alat untuk menganalisis maupun

dapat diartikan gerakan yang selalu bersifat historis konstekstual sesuai

dengan kesadaran baru yang berkembang dalam menjawab masalah-

masalah perempuan secara aktual yang menyangkut ketidakadilan dan

ketidaksederajatan dengan realitas perlakuan terhadap perempuan.32

Karena kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap

perempuan hanyalah salah satu saja dari kesadaran terhadap ketidakadilan

gender, maka kiranya menurut hemat penulis, feminis adalah sebuah

pertarungan idiologi dari alam fikir timbul ketidaksamaan antara apa yang

diharapkan dengan fakta realita yang ada.

30 Aida Vitayala S. Hubeis, Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa, (Bogor: PT

Penerbit IPB Press, 2010), hlm. 199.

31 Yunahar Ilyas, Kesetaraan Gender dalam al-Qur’an; Studi Pemikiran Para Mufassir,

... hlm. 16.

32

Abdul Ghofur, Islam dan Problem Gender, (Malang: Aditya Media, 2000), hlm. 124

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

14

Adapun dalam survei penelitian yang hampir sama dengan masalah

di atas, penulis mencoba mencari tesis, jurnal ataupun penelitian lainnya

untuk mengantisipasi adanya kesalahpahaman dalam penelitian:

Hasil jurnal Nur Hadi dengan judul Dari Kartini Hingga Ayu Utami:

Memposisika Penulis Perempuan dalam Sejarah Sastra Indonesia adalah

lebih menekankan pada penulis perempuan dalam sejarah Indonesia salah

satunya adalah Kartini. Penelitiannya mengemukakan bahwa Sebenarnya

para kritikus dan sejarawan sastra telah dengan sengaja melupakan

seorang penulis perempuan Jawa ini sekitar tahun 1879-1904. Entah

faktor apakah yang menjadikannya tidak dimasukkan sebagai penulis atau

pengarang Indonesia (bukan sekedar Jawa) dalam sejarah sastra

Indonesia. Kartini biasanya dibicarakan sepanjang berkaitan dengan

emansipasi wanita.33

Padahal, dia penulis handal yang menulis dengan bahasa Belanda

yang sangat fasih dan tertata. Faktor tulisan tulisannya dalam bahasa

Belanda-lah yang sepertinya menjadi kendala tidak disinggungnya penulis

ini dalam Sejarah Sastra Indonesia, juga Sejarah Sastra Jawa. Kita harus

ingat, bahwa aspek kebahasaan yang menjadi lambang elan nasionalisme

menjadi aspek yang sangat penting pada masa kelahiran sastra Indonesia

kala itu.34

33 Nur Hadi, Dari Kartini Hingga Ayu Utami: Memposisikan Penulis Perempuan Dalam

Sejarah Sastra Indonesia, UNY: Jurnal Diksi FSB UNY, Edisi Juli 2007, hlm. 6.

34

Nur Hadi, Dari Kartini Hingga Ayu Utami: Memposisikan Penulis Perempuan Dalam

Sejarah Sastra Indonesia, ... hlm. 7

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

15

Menurut penulis penelitian ini memposisikan Kartini dengan sebaik-

baiknya mencoba mengangkat nama Kartini dengan menelaah pemikiran-

pemikirannya yang telah dituangkan dalam tulisan dan surat-surat yang

telah terkumpul dengan judul Door Duisternis tot Licht.

Hasil penelitian dari Didi Kwartanada dengan judul jurnal Kartini

Pelopor Pluralisme Hasil penelitiannya mengemukakan bahwa pemikiran

Kartini berbeda dengan pemikiran golongan elit semasa, ternyata Kartini

justru memiliki pandangan positif akan etnis Tionghoa dan Arab, bagi

Kartini tidak ada sekat menyekat dalam pergaulan meskipun nanti tahu

bahwa ayahnya melarang Kartini bergaul dengan orang Tionghoa.35

Diceritakan Ny R. M Abendanon-Mandiri tanggal 27/10/1902 bahwa

Kartini pernah sakit keras, tidak ada yang bisa menolong termasuk dokter

Eropa. Kartini baru sembuh setelah seorang Tionghoa menganjurkannya

minum abu lidi sesaji dari klenteng di welahan. Maka dengan penuh

syukur dikatakannya “bahwa Saya anak Budha”.36

Pada Bab II dalam penelitian ini berusaha membahas kajian-kajian

ilmiah sebagai landasan teori salah satunya adalah pluralisme Kartini,

akan tetapi penelitian ini lebih menekankan pluralisme kartini dalam

memandang pendidikan.

Menurut Moh Roqib dengan judul penelitiannya pendidikan

perempuan termasuk hasil reinkarnasi dua penelitian penulis Perspektif

35 Didi Kwartanada, Kartini Pelopor Pluralisme, AGSI: Jurnal Pendidikan Sejarah, Edisi

ke-4/ Juli-September 2011, hlm. 2.

36 Didi Kwartanada, Kartini Pelopor Pluralisme, ... hlm. 3.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

16

Muhammad Athiyah al-Abrasy berasal dari tesis saat studi S2 IAIN Sunan

Kalijaga tahun 1996-1998, sedangkan yang kedua adalah penelitian

penulis tahun 2002 dengan judul Perempuan, Bahasa dan Agama:

Bahasa Arab dalam Perspektif Gender.37

Dalam penelitiannya Moh

Roqib berpegang kepada hadits bahwa “Belajar adalah kewajiban bagi

setiap muslim laki-laki dan “perempuan” menyatakan bahwa tidak ada

perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam menuntut ilmu dan

melaksanakannya.

Agama Islam menganjurkan setiap lelaki dan perempuan studi,

menggunakan ilmu yang dimilikya serta berjihad untuk menyebarkan

ilmu tersebut. Islam tidak saja menganjurkan agar belajar, tetapi

memotivasi agar setiap individu secara kontinu belajar, melakukan kajian,

dan studi.”38

Pendidikan perempuan dalam penelitian ini adalah bagaimana cara

pikir menyikapi pendidikan perempuan semasa Kartini dimana nasib

perempuan dipinggirkan, disubordinasikan tidak mengenyam pendidikan.

Satu lagi yang menurut penulis dianggap penting untuk survei

penelitian yaitu hasil disertasi Dri Arbaningsih dengan judul Kartini dari

Sisi Lain: Melacak Pemikiran Kartini tentang Emansipasi Bangsa.39

Mempersepsikan Kartini bukan sekadar pendekar emansipasi wanita,

37

Moh. Roqib, Pendidikan Perempuan, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hlm. 91.

38 Moh. Roqib, Pendidikan Perempuan, ... hlm. 92.

39 Dri Arbaningsih, Kartini dari Sisi Lain: Melacak Pemikiran Kartini tentang

Emansipasi Bangsa, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2005).hlm. 10.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

17

akan tetapi jauh lebih luas yakni “emansipasi bangsa” dengan

menampilkan visi ideologisnya tentang jawa sebagai nasion.

Dalam penelitian ini dilihat bagaimana konsep Kartini dan

pandangan pendidikan feminis, dimana pendidikan dinilai tidak penting

bagi perempuan.

Dari survei penelitian yang telah ada, penulis mencoba

mengklasifikasikan dalam bentuk tabel guna tidak terjadi penelitian ulang

oleh penulis:

Tabel 1.1

Survei Penelitian

No. Judul Hasil Penelitian Hal Terbaru

1. Dari Kartini

Hingga Ayu

Utami:

Memposisika

Penulis

Perempuan

dalam Sejarah

Sastra

Indonesia40

- Kartini seorang

penulis sastra.

- Tidak diakui oleh

Indonesia bahwa dia

penulis.

- Bergelar Mendunia

tokoh emansipasi

wanita.

- Penulis intelektual

muda.

- Diakui oleh Negara

dengan adanya nota

Kartini.

- Mengorbitkan

Kartini sebagai

tokoh pendidikan

feminisme.

2. Kartini

Pelopor

Pluralisme

- Pemikiran Kartini

berbeda dengan

orang sezamannya.

- Sadar toleransi

agama.

- Apa yang difikirkan

Kartini berbeda

dengan

kehidupannya.

Pendidikan

perempuan

khususnya.

40

Nur Hadi, Dari Kartini Hingga Ayu Utami: Memposisikan Penulis Perempuan Dalam

Sejarah Sastra Indonesia, UNY: Jurnal Diksi FSB UNY, Edisi Juli 2007.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

18

3. Pendidikan

Perempuan41

- Perempuan juga

wajib menerima

pendidikan.

- Pendidikan

perempuan tidak

terbatasi usia dan

jenjang pendidikan

yang lebih tinggi.

4. Kartini dari

Sisi Lain:

Melacak

Pemikiran

Kartini tentang

Emansipasi

Bangsa.

.- Kartini tokoh

beridiologi jawa

menjiwai bangsanya.

- Menjunjung harkat

martabat perempuan

dengan

memperjuangkan

pendidikan.

Selanjutnya, untuk menciptakan kemaslahatan bersama dalam

kehidupan sebuah masyarakat, perlu kiranya upaya untuk membangun

sebuah kesadaran bahwa perempuan adalah bagian yang tidak terpisahkan

dari sebuah masyarakat yang memiliki hak, kewajiban, serta kedudukan

yang setara dengan laki-laki.42

Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama

yang baik antara laki-laki dan perempuan, karena hubungan antara laki-

laki dan perempuan dalam sebuah keluarga adalah hubungan

komplementer, saling melengkapi.

2. Kerangka Teoritis

Isu- isu mengenai kiprah perempuan di sektor publik tidak akan

pernah hilang, selalu dibahas dan dipergunjingkan karena perempuan

dilihat tidak seperti apa yang seharusnya dilihat dari sosok anak manusia,

tetapi dilihat seperti apa yang dipersepsikan orang tentang perempuan,

41

Moh. Roqib, Pendidikan Perempuan, ... hlm. 91.

42 Amiroh Ambarwati, Perspektif Feminis dalam Novel Perempuan di Titik Nol

dan Perempuan Berkalung Sorban, ... hlm. 30.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

19

atau dengan alasan psikologis seperti perempuan itu perasa, lembut dan

emosional dengan alasan biologis menyatakan bahwa ia adalah makhluk

yang lemah dan berkarakter tubuh yang lembut.43

Maka jadilah hubungan

antara laki- laki dan perempuan direfleksikan dalam model hubungan

antara pemimpin dan dipimpin, pendominan dan didominasi, dan antara

dilayani dan melayani.44

Untuk mengatasi ini semua tentu diperlukan suatu paradigma baru

mengenai otonomi individu yang tidak mengandung antagonisme, maka

dari itu penulis mengangkat tokoh Kartini dengan sengaja menggali

pemikiran karena menurut hemat penulis apa yang dipikirkan dan

dirasakan beliau sangat mewakili perasaan dan pikiran para wanita

Indonesia pada umumnya.

Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan teori feminis dan

implikasinya dalam melihat bagaimana posisi kaum perempuan dalam

pendidikan Islam. Teori Feminis merupakan suatu wilayah yang

memberikan kontribusi penting dan orisinal terhadap pemikiran

kontemporer, yang unik dalam teori feminisme adalah ketegasannya

mengenai keterkaitan antara teori dan praktik dan antara publik dan

privat. Teori dan pengalaman mempunyai hubungan khusus di dalam

feminisme yang dikemas dalam slogan “the personal is poltical.”45

43 Moh Roqib, Pendidikan Perempuan, ... hlm. 4.

44 Aida Vitayala S Hubbies, Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa, ... hlm. 70.

45 Maggie Humm, Dictionary of Feminist Theories, diterj. Mundi Rahayu, Ensiklopedia

Feminisme, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2007), hlm. ix.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

20

Istialah-istilah tertentu dalam teori-teori yang sudah ada digunakan

untuk meringkas hal-hal yang dianggap sebagai pengalaman-pengalaman

penting yang dialami oleh perempuan. Diantara berbagai pengalaman

tersebut adalah kerja, keluarga, patriarki dan seksualitas. Konsep-konsep

ini merefleksikan upaya-upaya feminis untuk mengungkap proses sosial

yang mendasar sekaligus menemukan hal-hal yang terus-menerus muncul

dalam perbincangan sejarah perempuan dengan berbagai topiknya.46

Tujuan pokok dari teori feminis adalah memahami penindasan

perempuan secara ras, gender, kelas dan pilihan seksual, serta bagaimana

mengubahnya. Teori feminis mengungkapkan nilai penting individu

perempuan beserta pengalaman yang dialami bersama dan perjuangan

yang mereka lakukan. Teori feminis menganalisa bagaimana perbedaan

seksual dibangun di dalam setiap dunia dan intelektual serta bagaimana ia

membuat penjelasan mengenai pengalaman dari berbagai perbedaan ini.47

Penelitian disini, penulis mencoba mendeskripsikan pendidikan

feminis Kartini, kemudian menganalisis hasil penelitian pendidikan

feminis Kartini dengan teori feminis-feminis yang sudah ada, yaitu:

liberal, marxis, radikal dan sosialis.

Feminisme liberal dijunjung tinggi, termasuk di dalamnya nilai

otonomi, nilai persamaan dan nilai moral yang tidak boleh dipaksakan.

Paham ini secara tegas ingin menolak superioritas laki-laki atas

46 Maggie Humm, Dictionary of Feminist Theories, diterj. Mundi Rahayu, Ensiklopedia

Feminisme, ... hlm. ix.

47

Maggie Humm, Dictionary of Feminist Theories, diterj. Mundi Rahayu, Ensiklopedia

Feminisme, ...

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

21

perempuan dengan jalan menghancurkan sistem patriarkal. Bahwa laki-

laki dan perempuan harus membentuk suatu masyarakat baru yang

harmonis berdasarkan atas azaz kesetaraan.48

Feminisme Marxis ini merupakan reaksi terhadap faham feminisme

liberal.49

Sedang feminisme radikal memiliki tujuan untuk

menghancurkan patriarki sebagai sebuah sistem nilai yang melembaga di

dalam masyarakat.50

dan feminisme sosialis termasuk sisntesis antara

feminisme marxis dan feminisme radikal.51

Teori-teori feminis tersebut dikolaborasikan dengan pemikiran

Kartini, apakah ada kesesuaian dengan pendidikan feminis Kartini dengan

feminisme ke empat tersebut?, atau salah satu diantara empat, atau Kartini

mempunyai teori feminis lain? yang nanti akan dijelaskan pada bab 2 teori

feminis dan bab 4 tentang analisis hasil penelitian.

Adapun landasan teori-teori feminis yang ditawarkan, penelitian ini

berupaya mensinergikan antara teori dan praktik yang diselaraskan

dengan pendidikan Islam. Pendidikan Islam disini menekankan adanya

suatu perubahan perilaku manusia yang disesuaikan dengan al-qur’an dan

hadits. Sedang dalam pendidikan Islam lingkup formal, seorang guru

dituntut untuk dapat mengaplikasikan kurikulum berbasis gender dengan

tanpa membeda-bedakan laki-laki dan perempuan.

48 Mochammad Nor Ichwan, Membincang Persoalan Gender, (Semarang: RaSAIL Media

Group, 2013), hlm. 14

49 Mochammad Nor Ichwan, Membincang Persoalan Gender, ... hlm. 16.

50 Mochammad Nor Ichwan, Membincang Persoalan Gender, ... hlm. 19.

51 Mochammad Nor Ichwan, Membincang Persoalan Gender, ... hlm. 20.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

22

F. Metode Peneliltian

Metode penelitian adalah cara yang akan ditempuh oleh peneliti

untuk menjawab permasalahan penelitian atau rumusan masalah. Metode

penelitian sering disebut dengan teknik-teknik penelitian, dimana di dalam

teknik penelitian ini terdapat berbagai macam teknik yang harus sesuai

dengan kerangka teoritis yang diasumsikan.52

Dalam penelitian ini penulis

menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Menurut peneliti, penelitian menggunakan pendekatan deskriptif

kualitatif53

dan jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian ini

termasuk penelitian pustaka (Library Research) yaitu mengumpulkan data

atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau

pengumpulan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek

penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan. Atau telaah

yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya

tertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan

pustaka yang relevan.54

Yaitu dengan menganalisa tulisan-tulisan Kartini

pada segi pemikiran kefeminisannya, dan berusahan mengkonsep

pendidikan feminis Kartini.

52

Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2004), hlm.146.

53 Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, ... hlm. 156.

54 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2007), hlm. 61.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

23

2. Sumber Data

Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

a. Data primer

Merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama,55

yaitu

buku-buku pokok dalam penelitian ini. Sumber data primer disini

adalah yang berasumsikan pada tulisan-tulisan R.A. Kartini yang

dibukukan dengan judul Door Duisternis tot Licht atau diterjemahkan

dalam bahasa Indonesia yaitu Habis Gelap Terbitlah Terang56

, Selain

buku tersebut data primer dalam penelitian ini adalah jurnal dan buku

lainnya yang berkaitan dengan Kartini, karya Pramoedya Ananta Toer:

Panggil Aku Kartini Saja, Kartini Sebuah Biografi: Rujukan Figur

Sebuah Pemimpin karya Sitisoemandari Soeroto dan Myrtha Soeroto,

R.A. Kartini, dan jurnal ataupun majalah yang berisi tentang Kartini.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua,57

yaitu buku-buku sebagai sumber data yang menunjang dalam

penelitian ini. Penulis menggunakan pustaka dan literatur-literatur

yang berhubungan dengan penelitian yaitu antara lain : Hasil disertasi

Dr. Nasaruddin Umar yang berjudul Argumen Kesetaraan Jender.

Membincang Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam karya

55

S. Eko Putro Widoyoko, Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian, Cet ke-2,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 22.

56 Diterjemahkan oleh Armijn Pane, Habis Gelap terbitlah terang: Kumpulan Surat R.A.

Kartini yang diterbitkan oleh Narasi.

57 S. Eko Putro Widoyoko, Penyusunan Instrumen Penelitian, ... hlm. 23.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

24

Mansour Fakih dkk, Buku Kodrat Perempuan dalam Islam karya

Nasrudin Umar, Pendidikan Perempuan yang ditulis oleh Moh Roqib

dari hasil reinkarnasi dua penelitian yaitu Pendidikan Perempuan;

Dalam Perspektif Muhammad Athiyyah al-Abrasy dan Perempuan,

Bahasa, dan Agama; Bahasa Arab dalam Perspektif Gender serta buku

dan jurnal lainnya yang menunjang dalam penelitian.

3. Metode Pengumpulan Data

Karena penelitian ini termasuk penelitian pustaka (Library

Research) maka dalam metode pengumpulan data yang digunakan adalah

metode dokumentasi yaitu mencari dan menggali data dari bahan-bahan

bacaan yang berkaitan dengan permasalahan.58

Setelah data terkumpul

penulis kemudian mengklarifikasikan dan membaginya ke dalam beberapa

bab dan sub bab sesuai dengan sifatnya, guna mempermudah dalam

menjawab rumusan masalah.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dipakai adalah dengan menggunakan

metode Content Analisys (analisis isi), yaitu analisis terhadap makna yang

terkandung dalam pemikiran Kartini tentang nilai-nilai pendidikan agama

Islam, menganalisa dan memahami dari sebuah pendapat maupun sebuah

buku, baik sebagian maupun keseluruhan untuk mengetahui, memahami

dan menjelaskan isi dari sebuah buku tersebut. Surat-surat yang ada dalam

buku Habis Gelap Terbitlah Terang, dianalisis sesuai dengan isi yang

58

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:

PT.Rineka Cipta, 2002), hlm. 135.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

25

tersurat, kemudian diinterprtasikan sesuai pesan atau isinya. Disamping

itu, analisis juga digunakan untuk membandingkan relevansi antara

pendidikan feminismenya dengan isi surat-surat Kartini.

G. Sistematika Penulisan

Adapun penulisan sistematika pembahasan dalam penelitian ini akan

dibagi dalam lima bab dan masing-masing bab dicabangkan kepada beberapa

sub-bab untuk mencapai pembahasan yang utuh dan sistematis.

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua, dengan sub judul pendidikan feminis dan pendidikan

Islam di Indonesia adalah sebagai landasan teori ilmiah yang berkaitan

dengan pembahasan sebagai berikut, pengertian pendidikan feminis, sejarah

feminis, macam-macam aliran feminisme, selain itu dalam bab ini juga

digambarkan mengenai konteks historis pendidikan Islam di Indonesia

sebelum merdeka dan pendidikan Islam setelah merdeka.

Bab ketiga, adalah laporan hasil penelitian pendidikan feminis

Kartini yang meliputi sejarah singkat Kartini dan pemikiran- pemikiran

Kartini. Bab ini menguraikan bagaimana pandangan Kartini mengenai

pendidikan perempuan. Bab ini akan dibagi sub-bab yang sekiranya menurut

penulis dapat mewakili pandangan Kartini, meliputi biografi Kartini,

pendidikan feminis Kartini, dan Kartini dengan Pendidikan Islam yang

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.iainpekalongan.ac.id/247/4/7. BAB I.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perempuan dengan segala ... Kartini juga harus berhadapan

26

meliputi pemahaman Kartini tentang Al-Qur’an, pentingnya moral bagi

Kartini.

Bab empat, dengan judul relevansi pendidikan feminis Kartini

dengan pendidikan Islam di Indonesia adalah berisi analisa tentang

pendidikan feminis Kartini dan relevansi pendidikan feminis Kartini dengan

pendidikan Islam

Bab lima, sebagai penutup. Bab ini terdiri dari kesimpulan yang

berisikan jawaban atas rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini,

serta beberapa saran dari penulis dalam kaitannya dengan penelitian ini.