bab i pendahuluan a. latar belakang penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/f. bab i.docx.pdfhal...

31
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi, seiring dengan perkembangan teknologi berkembang pula kebutuhan hidup yang semakin meningkat mengikuti arus perkembangan jaman. Sehingga dengan semakin pesatnya temuan sistem perbankan saat ini, membuat kegiatan transaksi keuangan mengarah pada penggunaan uang sebagai suatu komoditi yang tidak berbentuk secara konkret (intangible money). Bank selalu dituntut untuk bersikap profesional agar dapat berfungsi secara efisien, sehat serta menghadapi persaingan global. Dalam era globalisasi perkembangan ilmu dan teknologi maju dengan pesatnya. Hal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi tersebut untuk melayani nasabahnya dengan baik. Kartu kredit adalah alat pembayaran yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban dari kegiatan ekonomi, termasuk transaksi belanja dan atau tarik tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh penerbit dan pemegang kartu berkewajiban untuk melunasi pembayaran tersebut pada waktu yang

Upload: vuque

Post on 25-Aug-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin

tinggi, seiring dengan perkembangan teknologi berkembang pula

kebutuhan hidup yang semakin meningkat mengikuti arus perkembangan

jaman. Sehingga dengan semakin pesatnya temuan sistem perbankan saat

ini, membuat kegiatan transaksi keuangan mengarah pada penggunaan

uang sebagai suatu komoditi yang tidak berbentuk secara konkret

(intangible money). Bank selalu dituntut untuk bersikap profesional agar

dapat berfungsi secara efisien, sehat serta menghadapi persaingan global.

Dalam era globalisasi perkembangan ilmu dan teknologi maju dengan

pesatnya. Hal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana

perbankan diharuskan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan

teknologi tersebut untuk melayani nasabahnya dengan baik.

Kartu kredit adalah alat pembayaran yang dapat digunakan untuk

melakukan pembayaran atas kewajiban dari kegiatan ekonomi, termasuk

transaksi belanja dan atau tarik tunai, dimana kewajiban pembayaran

pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh penerbit dan pemegang

kartu berkewajiban untuk melunasi pembayaran tersebut pada waktu yang

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

2

telah disepakati, baik secara kontan maupun angsuran.1 Walaupun

eksistensi kartu kredit tidak dimaksudkan untuk menghapus secara total

sistem pembayaran dengan menggunakan uang cash atau cek, tetapi

terutama untuk kegiatan pembayaran yang setiap hari dengan jumlah

pembayaran tingkat menengah, maka keberadaan kartu kredit

sesungguhnya dapat menggeser peranan uang cash ataupun cek. Untuk

pembayaran yang bukan tingkat menengah, memang penggunaan kartu

kredit masih belum populer. Karena, untuk transaksi kecil, orang

cenderung menggunakan uang cash, sementara untuk transaksi yang besar,

pilihannya jatuh pada alat bayar cek ataupun surat-surat berharga lainnya.

Kartu kredit atau credit card merupakan gaya hidup dan bagian dari

komunitas manusia untuk dapat dikategorikan modern dalam tata

kehidupan sebuah kota yang beranjak menuju metropolitan atau

cosmopolitan.2 Kartu kredit merupakan suatu alat berbentuk kartu yang

diterbitkan oleh bank dan dapat digunakan untuk berbagai macam

transaksi keuangan. Kartu kredit diberikan kepada pemegang untuk dapat

dipergunakan sebagai alat pembayaran di berbagai tempat yang telah

mengadakan kerjasama dengan penerbit dari kartu tersebut. Kartu kredit,

di samping berfungsi sebagai alat pembayaran dapat pula berfungsi

sebagai alat ligitimasi bagi seseorang yang namanya tercantum di dalam

kartu yang bersangkutan hingga orang dengan identitas tersebutlah yang

1 Penjelasan dari Peraturan Bank Indonesia No 7/52/PBI/2005 Tentang Kegitan alat

pembayaran dengan menggunakan kartu 2 Johanes Ibrahim, Kartu Kredit Dilematis Antar Kontrak dan Kejahatan, Refika

Aditama, Bandung, 2004, hlm. 7

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

3

berhak menggunakan fasilitas yang diberikan oleh kartu kredit yang

bersangkutan.

Kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan kartu kredit dalam

memenuhi kegiatan ekonomi menunjukkan perkembangan yang sangat

pesat dari tahun ke tahun. Sejalan dengan meningkatnya penggunaan kartu

kredit sebagai alat pembayaran, tingkat keamanan teknologi, baik

keamanan kartu maupun keamanan sistem yang digunakan untuk

memproses transaksi alat pembayaran dengan menggunakan kartu kredit,

perlu ditingkatkan agar penggunaan kartu sebagai alat pembayaran dapat

senantiasa berjalan dengan aman dan lancar.

Sistem pembayaran secara elektronik ini dapat memberikan

kenyamanan dengan proses yang lebih cepat, efisien, paperless, waktu

yang lebih fleksibel, tanpa perlu hadir di counter bank telah memberikan

electronic funds transfer beberapa kelebihan. Namun harus disadari bahwa

dengan sifatnya yang unik tersebut perlindungan terhadap nasabah dapat

menjadi tidak jelas, dimana pada akhirnya dapat mengakibatkan masalah –

masalah yang timbul dari transaksi tersebut. Bahkan nasabah sering

menjadi pihak yang sangat dirugikan, misalnya terjadi penggesekan ganda

(double swipe) kartu kredit saat melakukan tranksaksi non tunai.

Di era modern, saat berbelanja di pasar swalayan seringkali banyak

orang yang membayar menggunakan kartu kredit. Kartu tersebut digesek

oleh kasir pada mesin Electronic Data Capture (EDC) dan mesin kasir.

Padahal, Bank Indonesia melarang adanya penggesekan ganda dalam

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

4

transaksi nontunai. Pengaturan mengenai larangan penggesekan ganda

kartu nontunai telah tercantum dalam Peraturan BI Nomor 18/40/PBI/2016

tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Pada Pasal

34 huruf b, BI melarang penyelenggara jasa sistem pembayaran

menyalahgunakan data dan informasi nasabah maupun data dan informasi

transaksi pembayaran selain untuk tujuan transaksi pemrosesan

pembayaran.

Bukan hanya Bank Indonesia saja yang melarang penggesekan

kartu ganda, namun Asosiasi Kartu Kredit Indonesia atau (AKKI) juga

melarangnya. Asosiasi Kartu Kredit Indonesia atau (AKKI) menyebutkan

perlu adanya langkah tegas untuk memberantas merchant yang masih

melakukan penggesekan ganda pada transaksi nontunai dari kartu debit

dan kredit.

Penggesekan ganda (double swipe) terjadi ketika pedagang

menggesekan kartu non tunai lebih dari sekali. Selain di mesin Electronic

Data Capture (EDC), penggesekan biasanya dilakukan di mesin kasir

pedagang. Gesekan ke mesin EDC dilakukan untuk proses pembayaran.

Untuk gesekan kedua pada mesin kasir merchant bertujuan memperoleh

nomor kartu konsumen. Tidak hanya itu gesekan di alat milik kasir

menimbulkan risiko yang cukup besar berupa ter-copy nya berbagai data

nasabah yang tersimpan di kartu, tidak hanya nomor kartu tetapi juga card

verification value, expiry date, ataupun service code. Kemungkinan

penyalahgunaan data nasabah pun akan sulit dibendung. Konsumen tidak

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

5

memperoleh jaminan dari merchant bahwa data yang disimpan di mesin

gesek kasir akan aman. Akibat dari bocornya data milik nasabah tentu

banyak, misalnya, penggandaan kartu, transaksi on line oleh pihak lain,

jual beli data, dan lain-lain. Untuk itu, data nasabah merupakan informasi

yang sangat sensitif. Tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak yang

memanfaatkan data nasabah di merchant.

Pada Maret 2013 Bank BCA mendapat informasi dari Fraud

Detection Unit atau bagian monitoring menginformasikan ke beberapa

nasabah yang transaksinya mencurigakan yaitu melakukan transaksi di

luar negeri diantaranya di Mexico, Colombia dan Amerika dan adanya

laporan dari beberapa Bank penerbit Kartu Kredit dan Debit di dalam

Negeri yang menyatakan adanya indikasi pencurian data di beberapa toko

The Body Shop, selanjutnya bagian monitoring melakukan konfirmasi ke

beberapa nasabah tersebut, dan diperoleh keterangan bahwa yang

bersangkutan tidak pernah melakukan transaksi di luar negeri di antaranya

di Mexico, Colombia dan Amerika. Setelah mendapat konfirmasi

tersebut kemudian pihak Bank BCA meminta kepada nasabah untuk

membuat surat sanggahan, selanjutnya beberapa nasabah membuat surat

sanggahan yang diminta oleh Bank BCA tersebut, setelah itu pihak Bank

BCA melakukan pemblokiran terhadap ke 163 (seratus enam puluh tiga)

kartu Kredit yang telah melakukan transaksi mencurigakan tersebut.

Setelah dilakukan analisa, ternyata pada sekitar awal bulan Februari 2013

ke 163 (seratus enam puluh tiga) Acount tersebut pernah bertransaksi di

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

6

toko atau merchant The Body Shop yang berada di wilayah Jakarta dan

Tangerang. Setelah di analisa kemudian disimpulkan bahwa ada dugaan

penggandaan atau pencurian data Kartu Kredit di toko atau merchant The

Body Shop. Pelaku diduga mengambil data nasabah dari mesin Cash

Register (POS atau Point Of Sale) yang ada di toko The Body Shop

setelah nasabah yang sebenarnya melakukan transaksi, dimana cara

mengambil data nasabah tersebut saksi tidak tau apakah menggunakan alat

atau melalui jaringan internet, selanjutnya pelaku menggandakan data

nasabah, setelah di gandakan pelaku dengan bebas menggunakan data

nasabah tersebut untuk bertransaksi di Luar Negeri diantaranya di

Colombia, Mexico dan Amerika. Untuk Bank BCA jumlah kerugiannya

sampai saat ini yaitu sekitar Rp. 500.0000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Kasus ini terjadi saat nasabah melakukan pembayaran dengan kartu

kredit di gerai The Body Shop. Kejadian ini terjadi, saat nasabah

melakukan pembayaran, biasanya kartu kredit ini cukup di-deep di mesin

Electronic Data Capture (EDC) milik bank penerbit kartu kredit. Namun

oleh petugas gerai, ternyata kartu kredit tersebut masih digesek di mesin

cash register atau istilah lainnya adalah telah dilakukan penggesekan

ganda (double swipe). Di mesin inilah data kartu kredit tersebut dicuri.

Sehingga nasabah merupakan pihak yang sangat dirugikan serta dapat

menimbulkan hilangnya kepercayaan nasabah terhadap bank.

Hal tersebut juga bertentangan dengan ketentuan mengenai rahasia

bank menurut ketentuan Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 10

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

7

Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan, yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan

mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Adapun Pasal 40 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang mengemukakan bahwa

bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul sebagai berikut: PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP NASABAH ATAS PENGGESEKAN GANDA

(DOUBLE SWIPE) KARTU KREDIT PADA TRANSAKSI NON

TUNAI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR

10 TAHUN 1998 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG

NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka identifikasi

masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah atas penggesekan

ganda (double swipe) kartu kredit pada transaksi non tunai

dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang

Perbankan?

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

8

2. Bagaimana akibat hukum dari penggesekan ganda (double swipe) kartu

kredit pada transaksi non tunai dihubungkan dengan Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7

tahun 1992 tentang Perbankan?

3. Bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam permasalahan

penggesekan ganda (double swipe) kartu kredit pada transaksi non

tunai?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis bagaimana

perlindungan hukum terhadap nasabah atas penggesekan ganda

(double swipe) kartu kredit pada transaksi non tunai dihubungkan

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

2. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis tentang akibat hukum

dari penggesekan ganda (double swipe) kartu kredit pada transaksi non

tunai dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang

Perbankan

3. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis tentang peran Otoritas

Jasa Keuangan (OJK) dalam permasalahan penggesekan ganda (double

swipe) kartu kredit pada transaksi non tunai.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

9

D. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh hasil yang dapat

memberikan kegunaan dan manfaat kepada pihak-pihak yang

berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.

1. Secara Teoritis

a. Hasil penulisan ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan

ilmu hukum baik secara umum dan khususnya dalam bidang ilmu

hukum perbankan terutama dalam perlindungan hukum terhadap

nasabah atas penggesekan ganda (double swipe) kartu kredit pada

transaksi non tunai dihubungkan dengan Undang-Undang

Perbankan.

b. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis

khususnya dan bagi para mahasiswa fakultas hukum pada

umumnya mengenai perlindungan hukum terhadap nasabah

penggesekan ganda (double swipe) kartu kredit pada transaksi non

tunai dihubungkan dengan Undang-Undang Perbankan.

c. Sebagai bahan kajian ilmu hukum perbankan dan sebagai informasi

mengenai hukum terhadap nasabah atas penggesekan ganda

(double swipe) kartu kredit pada transaksi non tunai.

2. Secara Praktis

a. Bagi Industri

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan positif

bagi instansi yang terkait yang bergerak di dalam bidang apapun

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

10

agar dapat menelaah terhadap perlindungan hukum bagi nasabah

atas penggesekan ganda (double swipe) kartu kredit pada transaksi

non tunai.

b. Bagi Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

kajian penambahan informasi dalam perlindungan hukum bagi

nasabah atas penggesekan ganda (double swipe) kartu kredit pada

transaksi non tunai, dan juga sebagai sumbangan kontruksi dalam

pembentukan budaya tertib dan adil sesuai aturan hukum, dan

menelaah perlindungan hukum bagi nasabah atas penggesekan

ganda (double swipe) kartu kredit pada transaksi non tunai.

c. Bagi Pemerintah

Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk memberikan masukan

terkait dalam melakukan pengaturan di bidang Perbankan,

khususnya perlindungan hukum bagi nasabah atas penggesekan

ganda (double swipe) kartu kredit pada transaksi non tunai yang

terjadi sebagai acuan untuk melindungi para nasabah secara lebih

serius lagi agar mereka mendapatkan suatu kepastian hukum yang

mutlak.

E. Kerangka Pemikiran

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk

tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai

pedoman perilaku dalam hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

11

bermasyarakat dan bernegara. Proses penegakan hukum melibatkan semua

subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang

menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesutau dengan mendasarkan diri pada norma atau hukum yang

berlaku, maka ia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.

Pancasila sebagai dasar filosofis dan falsafah Negara Indonesia

menjadi tonggak dan nafas bagi pembentukan aturan-aturan hukum.

Sejalan dengan hal itu, H.R. Otje Salman S dan Anton F. Susanto

menyatakan bahwa:

“Memahami Pancasila berarti menunjuk kepada konteks historis

yang lebih luas. Namun demikian ia tidak saja menghantarkannya

ke belakang tentang sejarah ide, tetapi lebih jauh mengarah kepada

apa yang harus dilakukan pada masa mendatang.” 3

Kutipan diatas jelas menyatakan Pancasila harus dijadikan dasar

bagi kehidupan di masa yang akan datang termasuk dalam hal

pembentukan dan penegakan hukum. Pancasila sebagai dasar negara dan

pedoman bangsa Indonesia yang di dalamnya mencakup pengaturan secara

umum mengenai kehidupan masyarakat Indonesia, sebagaimana di atur

dalam sila ke lima “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” bahwa

kegiatan ekonomi didasarkan kepada pertumbuhan kesejahteraan bagi

masyarakat sehingga mampu memberikan keadilan. Landasan filosofis

Pancasila, dalam praktik hubungan nasabah dan bank haruslah sesuai

dengan pelaksanaan kegiatan operasional perbankan. Hal ini dapat di

3 Otje salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan dan

Mebuka Kembali), refika Aditama, Bandung,2004, hlm 61

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

12

analisis oleh peneliti melalui kajian nilai-nilai makna yang terkandung

filosofis Pancasila. Nilai-nilai makna yang hidup di masyarakat tersebut,

harus menciptakan itikad baik kedua belah pihak atau lebih yang

mewujudkan keharmonisan demi tercapainya kesejahteraan haruslah

berlandaskan pada etika kebangsaan bangsa Indonesia yakni Pancasila.4

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mencantumkan tujuan

negara yang menjadi dasar dan cita-cita bangsa yaitu :

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah

negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum”5

Tujuan Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum

mengandung makna bahwa negara berkewajiban untuk melindungi

seluruh warganya dengan suatu peraturan perundang-undangan demi

kesejahteraan hidup bersama dengan jelas tercantum dalam Pasal 1 ayat

(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasca

perubahan menyatakan, bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”.

Ketentuan tersebut sesungguhnya lebih merupakan penegasan sebagai

upaya menjamin terwujudnya kehidupan bernegara berdasarkan hukum.

Negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang

menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat

bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negara serta keadilan itu

perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar menjadi warga

4 http://kuliahhukumonline.blogspot.co.id/2014/09/analisis-hakikat-hukum-pancasila-

dalam html Diakses tanggal 16 November 2017. 5 Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke-IV

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

13

negara yang baik. Peraturan yang sebenarnya ialah peraturan yang

mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar warga negara. Maka yang

memerintah negara bukanlah manusia melainkan pikiran yang adil.

Hukum sebagai gejala sosial mengandung berbagai aspek, faset, ciri,

dimensi ruang dan waktu serta tatanan abstraksi yang majemuk.6 Adapun

pengertian hukum itu sendiri menurut P.Brost menyatakan bahwa Hukum

adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di

dalam masyarakat, yang pelaksaannya dapat di paksakan dan bertujuan

mendapatkan tata atau keadilan.7 Sehingga hak setiap warga negara dapat

terpenuhi, selain itu Menurut Mochtar Kusumaatmadja, menyatakan

bahwa :

“Hukum berfungsi sebagai sarana pembaharuan atau sarana

pembangunan adalah didasarkan atas anggapan, bahwa hukum

dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi

sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti

penyalur arah kegiatan manusia kearah yang dikehendaki

pembangunan”.8

Menurut Pasal 28D Undang-Undang Dasar Tahun 1945,

menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta mendapat perlakuan

yang sama dihadapan hukum.” Sehingga sangatlah perlu untuk

mendapatkan keadilan dan hak yang sama dalam mendapatkan pengakuan,

jaminan, perlindungan serta mendapat perlakuan yang sama dimuka

hukum. Selain itu, Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945

6 Wawan, Pengantar Ilmu Hukum, Pustaka Setia Bandung, 2012, Hlm. 29 7 R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Bandung, 1992, Hlm 27 8 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina

Cipta, 1995, hlm 12-13

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

14

menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas

demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan

menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Selanjutnya, mengenai rahasia bank menurut ketentuan Pasal 1

angka 28 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala

sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah

penyimpan dan simpanannya. Adapun Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 yang mengemukakan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan

mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Kecuali dalam hal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44,

dan Pasal 44 A. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa pengertian dan

ruang lingkup mengenai rahasia bank yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan lebih sempit cakupannya karena

hanya berlaku bagi nasabah penyimpan dan simpanannya saja.

Suatu hal yang menarik bagi siapa pun yang berhubungan dengan

bank adalah terjaminnya jati diri nasabah. Hal ini dapat dimaklumi, sebab

bisnis perbankan adalah bisnis kepercayaan. Dengan kata lain, nasabah

berhubungan dengan bank sebab nasabah percaya, bahwa bank akan tetap

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

15

memegang teguh norma-norma dalam usaha perbankan.9 Satu diantara

norma yang dimaksud adalah rahasia bank. Dibeberapa negara, baik yang

menganut sistem common law maupun civil law mengatur rahasia bank

dengan titik tolak untuk melindungi rahasia keuangan (financial privacy)

dari nasabah agar tidak mudah diakses oleh pihak-pihak yang tidak

berhak.10 Rahasia bank dalam perkembangannya diakui sebagai bagian

hak asasi manusia untuk melindungi rahasia pribadinya (right of privacy),

terutama berkaitan dengan rahasia miliknya atau keuangannya (financial

privacy).11

Terdapat dua teori berkenaan dengan rahasia bank, yaitu teori

rahasia bank yang bersifat mutlak (absolute theory) dan teori rahasia bank

yang bersifat relatif atau nisbi (relative theory). Berikut ini adalah uraian

dari kedua teori tesebut:

1. Teori Mutlak (Absolute Theory)

Menurut teori ini, rahasia bank bersifat mutlak. Semua keterangan

mengenai nasabah dan keuangannya yang tercatat dibank wajib

dirahasiakan tanpa pengecualian dan pembatasan. Dengan alasan apa

pun dan oleh siapa pun, kerahasiaan mengenai nasabah dan

keuangannya tidak boleh dibuka (diungkapkan). Apabila terjadi

pelanggaran terhadap kerahasiaan tersebut, bank yang bersangkutan

harus bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkannya.

9 Santosa Sembiring, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung, 2012. Hlm. 30. 10 Yunus Husein, Rahasia Bank Privasi versus Kepentingan Umum, Program

Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, Hlm. 145. 11 Muhamad Djuma, Rahasia Bank (Ketentuan dan Penerapannya) di Indonesia, PT Citra

Aditnya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 112.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

16

Menurut teori ini, bank mempunyai kewajiban untuk menympan

rahasia atau keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang

diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apapun,

dalam keadaan biasa atau luar biasa. Teori ini sangat menonjolkan

kepentingan individu sehingga kepentingan negara dan masyarakat

sering terabaikan.12

2. Teori Relatif/Nisbi (Relative Theory)

Menurut teori ini, rahasia bank bersifat relatif (terbatas). Semua

keterangan mengenai nasabah dan keuangannya yang tercatat di bank

wajib dirahasiakan. Namun, bila ada alasan yang dapat dibenarkan

oleh undang-undang, rahasia bank mengenai keuangan nasabah yang

bersangkutan boleh dibuka (diungkapkan) kepada pejabat yang

berwenang. Di Indonesia, teori relatif ini diatur dalam Pasal 40

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan. Dengan demikian dapat disimpulkan,

bahwa menurut teori relatif, bank diperbolehkan membuka rahasia

bank atau memberi keterangan mengenai nasabahnya, jika untuk

kepentingan mendesak, misalnya untuk kepentingan negara atau

kepentingan hukum.13

Simpanan nasabah penyimpan adalah sumber dana bagi bank, oleh

karena itu wajar apabila undang-undang mengatur agar bank

melindunginya. Akan tetapi di sisi lain, tentu ada juga nasabah penyimpan

12 Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2015, hlm. 176. 13 Ibid, Hlm. 177.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

17

yang berstatus debitur beritikad jahat (bad faith). Untuk menghadapi hal

tersebut, bank tidak perlu ragu melakukan blacklist dan kepada Otoritas

Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas dan pembina perbankan.

Penegakan hukum yang tegas justru meningkatkan kepercayaan

masyarakat terhadap bank.14

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang

dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang

berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang

terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan

baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank

seperti Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa

Keuangan lainnya.

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Otoritas Jasa

Keuangan berlandaskan asas-asas sebagai berikut:15

1. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan

dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap

sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang

mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan

dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;

14 Abdulkadir Muhammad, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 74-85 15 http://www.ojk.go.id/id/Pages/Frequently-Asked-Questions-OJK.aspx Diakses pada

tanggal 1 Februari 2018

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

18

3. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi

kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan

umum;

4. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak

masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak

diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan

tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan

golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

5. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam

pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan

tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

6. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral

dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam

penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan

7. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan

dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa

Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

Dalam hukum perbankan dikenal beberapa prinsip perbankan,

yaitu prinsip kepercayaan (fiduciary relation principle), prinsip kehati-

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

19

hatian (prudential principle), prinsip kerahasiaan (secrecy principle), dan

prinsip mengenal nasabah ( know how costumer principle).16

1. Prinsip Kepercayaan ( Fiduciary relation principle )

Prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang melandasi hubungan

antara bank dan nasabah bank. Bank berusaha dari dana masyarakat

yang disimpan berdasarkan kepercayaan, sehingga setiap bank perlu

menjaga kesehatan banknya dengan tetap memelihara dan

mempertahankan kepercayaan masyarakat. Prinsip kepercayaan diatur

dalam Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan.

2. Prinsip Kehati-hatian ( Prudential principle )

Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa

bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan

terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat

berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank

selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan

mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku

di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan

Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan.

16 Neni Sri Imaniyati dan Panji Adam Agus Putra, Pengantar Hukum Perbankan

Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2016, hlm 18.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

20

3. Prinsip Kerahasiaan ( Secrecy principle)

Prinsip kerahasiaan bank diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal

47 Huruf A Undang-Undang Perbankan. Menurut Pasal ini bank wajib

merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya. Namun dalam ketentuan tersebut kewajiban

merahasiakan itu bukan tanpa pengecualian. Kewajiban merahasiakan

itu dikecualikan untuk dalam hal-hal untuk kepentingan pajak,

penyelesaian utang piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan

Urusan Piutang dan Lelang / Panitia Urusan Piutang Negara

(UPLN/PUPN), untuk kepentingan pengadilan perkara pidana, dalam

perkara perdata antara bank dengan nasabah, dan dalam rangka tukar

menukar informasi antar bank.

4. Prinsip Mengenal Nasabah ( Know how costumer principle )

Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank

untuk mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan

transaksi nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi yang

mencurigakan. Prinsip mengenal nasabah nasabah diatur dalam

Peraturan Bank Indonesia No.3/1 0/PBI/2001 tentang Penerapan

Prinsip Mengenal nasabah. Tujuan yang hendak dicapai dalam

penerapan prinsip mengenal nasabah adalah meningkatkan peran

lembaga keuangan dengan berbagai kebijakan dalam menunjang

praktik lembaga keuangan, menghindari berbagai kemungkinan

lembaga keuangan dijadikan ajang tindak kejahatan dan aktivitas

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

21

illegal yang dilakukan nasabah, dan melindungi nama baik dan

reputasi lembaga keuangan.

Bank Indonesia mendefinisikan perbankan yakni sebagai berikut :

“Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai

lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran,

dan yang tidak kalah pentingnya adalah lembaga yang menjadi

sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

moneter. Karena fungsi-fungsinya tersebut, maka keberadaan bank

yang sehat, baik secara individu maupun secara keseluruhan

sebagai suatu sistem, merupakan prasyarat bagi suatu

perekonomian yang sehat. Untuk menciptakan perbankan yang

sehat antara lain diperlukan pengaturan dan pengawasan bank yang

efektif. Kebijakan perbankan dirumuskan dan dilaksanakan oleh BI

pada dasarnya merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan,

menjaga, dan memelihara sistem perbankan yang sehat.”17

Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk

selalu berhati-hati dalam menjalankan fungsinya dan kegiatan usahanya,

dalam arti luas selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-

undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan itikad

baik. Selain itu juga bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank

Indonesia (PBI) No.3/10/PBI/2001 tanggal 18 Juni 2001 tentang

Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, yang telah diubah dengan Peraturan

Bank Indonesia (PBI) No.5/21/PBI/2003 tanggal 17 oktober 2003 tentang

Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Nasabah adalah

orang yang biasa berhubungan dengan atau menjadi pelanggan bank

(dalam hal keuangan). Dengan demikian, nasabah merupakan konsumen di

17 http://www.bi.go.id/id/perbankan/Contents/Default.aspx Diakses pada tanggal 16

November 2017.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

22

dalam perbankan, sebagai konsumen nasabah wajib mendapatkan

perlindungan sebagaimana dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa hak

atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa. Dengan demikian nasabah harus mendapatkan

jaminan sebagai konsumen dan pengguna jasa-jasa dari perbankan.

Pada usaha penyelesaian pengaduan nasabah sesuai dengan Pasal 6

ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian

Pengaduan Nasabah menyatakan: “Bank wajib menerima setiap

pengaduan yang diajukan oleh nasabah dan atau perwakilan nasabah yang

terkait dengan transaksi keuangan yang dilakukan oleh nasabah”.

Terkait dengan pengaduan nasabah menurut Pasal 10 ayat (1)

Peraturan Bank Indonesia No.7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian

Pengaduan Nasabah menyatakan bahwa bank wajib menyelesaikan

pengaduan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal

penerimaan pengaduan nasabah.

Bagi bank yang telah menerima pengaduan dari nasabah sesuai

Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia No.7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian

Pengaduan Nasabah berlaku Pasal 52 Undang-Undang No.10 tahun 1998

tentang perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang

Perbankan.

Dalam upaya penyelesaian pengaduan nasabah berdasarkan Pasal

15 Peraturan Bank Indonesia No.7/7/PBI/2015 tentang Penyelesaian

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

23

Pengaduan Nasabah bahwa bank wajib memiliki mekanisme pelaporan

internal penyelesaian pengaduan.

Kartu kredit adalah alat pembayaran yang dapat digunakan untuk

melakukan pembayaran atas kewajiban dari kegiatan ekonomi, termasuk

transaksi belanja dan atau tarik tunai, dimana kewajiban pembayaran

pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh penerbit dan pemegang

kartu berkewajiban untuk melunasi pembayaran tersebut pada waktu yang

telah disepakati, baik secara kontan maupun angsuran.18

Sistem pembayaran dengan menggunakan kartu kredit ini dapat

memberikan kenyamanan dengan proses yang lebih cepat, efisien,

paperless, waktu yang lebih fleksibel, tanpa perlu hadir di counter bank

telah memberikan electronic funds transfer beberapa kelebihan. Namun

harus disadari bahwa dengan sifatnya yang unik tersebut perlindungan

terhadap nasabah dapat menjadi tidak jelas, dimana pada akhirnya dapat

mengakibatkan masalah – masalah yang timbul dari transaksi tersebut.

Bahkan nasabah sering menjadi pihak yang sangat dirugikan, misalnya

terjadi penggesekan ganda (double swipe) kartu kredit saat melakukan

tranksaksi non tunai.

Selanjutnya yang dimaksud dengan Penggesekan ganda (double

swipe) yaitu ketika pedagang menggesekan kartu non tunai lebih dari

sekali. Selain di mesin Electronic Data Capture (EDC), penggesekan

biasanya dilakukan di mesin kasir pedagang.

18 Penjelasan dari Peraturan Bank Indonesia No 7/52/PBI/2005 Tentang Kegitan alat

pembayaran dengan menggunakan kartu

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

24

Perlindungan hukum terhadap pemegang kartu kredit terdapat

beberapa perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar hukum untuk

mencegah pelanggaran hukum terhadap pemegang kartu kredit, sebagai

instrument hukum dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang

timbul akibat penggunaan kartu kredit. Di dalam peraturan perundang-

undangan setingkat undang-undang. Undang-Undang No 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No 10 Tahun 1998

Atas Perubahan Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

Undang-Undang No 3 Tahun 2004 Atas Perubahan Undang-Undang No

23 Tahun 1993 tentang Bank Indonesia Serta Undang-Undang No 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, dapat menjadi dasar bagi

perlindungan hukum terhadap pemegang kartu kredit di Indonesia.

Selain itu, terdapat peraturan perundang-undangan lainnya dibawah

undang-undang yang dapat dijadikan dasar hukum bagi perlindungan

hukum terhadap pemegang kartu kredit di Indonesia saat ini, salah satunya

adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang

Penyelenggaraan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK).

F. Metode Penelitian

Untuk mengetahui dan membahas suatu permasalahan, maka

diperlukan adanya pendekatan dengan menggunakan metode tertentu yang

bersifat ilmiah. Metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

25

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi Penelitian ini bersifat Deskriptif Analitis 19yaitu penelitian

dengan menuliskan fakta dan memperoleh gambaran menyeluruh

mengenai peraturan perundang-undangan dan dikaitkan dengan teori-

teori hukum dalam praktik pelaksanaanya yang menyangkut

permasalahan yang diteliti. Selanjutnya akan menggambarkan antara

pengaturan mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap nasabah

atas penggesekan ganda (double swipe) kartu kredit pada transaksi non

tunai.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara Yuridis Normatif20, yakni suatu penelitian yang

menekankan pada segi-segi yuridis terhadap Pasal 1365 KUHPerdata

dengan cara mengkaji dan menguji permasalahan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang ada.

Penelitian hukum normatif meliputi:

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum.

b. Penelitian terhadap sistematik hukum, yaitu terhadap pengertian-

pengertian dasar yang terdapat dalam system hukum (subjek

hukum, objek hukum dan hubungan hukum).

19 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Pengantar Penelitian Hukum dan Jurimetri,

Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 97 20 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 14.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

26

c. Mengkaji dan menguji permasalahan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang ada.

3. Tahap Penelitian

Sebelum penulis melakukan penelitian, terlebih dahulu menetapkan

tujuan agar jelas mengenai apa yang akan diteliti, kemudian dilakukan

perumusan masalah dari berbagai teori dan konsep yang ada, untuk

mendapatkan data primer dan data sekunder sebagaimana dimaksud di

atas. Dalam penelitian ini tahap penelitian dilakukan melalui:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Reasearch)

Penelitian kepustakaan adalah mengumpulkan sumber data primer,

sekunder dan tersier. Dan penelitian ini dimaksudkan untuk

mendapatkan data sekunder, dengan mempelajari literature,

majalah, koran dan artikel lainnya yang berhubungan dengan

obyek yang diteliti.

1) Bahan-bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

terdiri atas peraturan perundang-undangan yang diurut

berdasarkan herarki peraturan perundang-undangan, yaitu

mencakup Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 Amandemen ke-empat (IV), Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang –Undang No

21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

27

Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia,

Peraturan Bank Indonesia No7/52/PBI 2005 Tentang Kegiatan

Alat Pembayaran Menggunakan Kartu, Peraturan Bank

Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan

Pemrosesan Transaksi Pembayaran.

2) Bahan hukum sekunder berupa tulisan-tulisan para ahli

dibidang hukum yang berkaitan dengan hukum primer dan

dapat membantu menganalisa bahan-bahan hukum primer,

berupa buku-buku yang relevan, internet dan surat kabar.

3) Bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia dan lain-

lain.21

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Guna menunjang data sekunder yang diperoleh dari penelitian

kepustakaan, maka dapat dilakukan penelitian lapangan yaitu guna

melengkapi data yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian

lapangan dilakukan dengan dialog dan tanya jawab dengan pihak-

pihak yang akan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan

dalam penelitian ini.22

21 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 13. 22 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Pengantar Penelitian Hukum dan Jurimetri,

Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 98

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

28

4. Teknik Pengumpul Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses pengadaan data untuk

keperluan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Studi Dokumen

Studi dokumen yaitu suatu alat pengumpulan data, yang digunakan

melalui data tertulis,23 dengan mempelajari materi-materi bacaan

berupa literature-literatur, catatan-catatan dan peraturan

perundangundangan yang berlaku untuk memperoleh data

sekunder yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang

dibahas.

b. Wawancara

Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan

bertanya langsung kepada para pihak yang terlibat dalam

permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini untuk memperoleh

jawaban-jawaban yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

5. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Dalam penelitian kepustakaan, alat pengumpul data dilakukan

dengan cara menginvertarisasi bahan-bahan hukum berupa catatan

tentang bahan-bahan yang relevan dengan topic penelitian,

23 Ibid, hlm. 52.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

29

kemudian alat elektronik (computer) untuk mengetik dan

menyusun data yang diperoleh.

b. Dalam penelitian lapangan, alat pengumpul data yang digunakan

berupa daftar pertanyaan yang dirinci untuk keperluan wawancara

yang merupakan proses tanya jawab secara tertulis dan lisan,

kemudian direkam melalui alat perekam suara seperti handphone

recorder dan flashdisk.

6. Analisis Data

Untuk tahap selanjutnya setelah memperoleh data, maka dilanjutkan

dengan menganalisis data, dengan metode Yuridis Kualitatif yaitu

suatu cara dalam penelitian yang menghasilkan data Deskriptif

Analistis, yaitu data yang diperoleh data sekunder apa yang ditanyakan

oleh responden secara tertulis atau lisan, diteliti dan dipelajari sebagai

sesuatu yang utuh. Data dianalisis dengan cara melakukan interpretasi

atas peraturan perundang-undangan.

7. Lokasi Penelitian

Penelitian untuk penyusun skripsi ini dilakukan ditempat-tempat yang

memiliki kolerasi dengan masalah yang diangkat pada penulisan

hukum ini. Lokasi penelitian dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Penelitian Kepustakaan

1) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung,

Jalan Lengkong Dalam Nomor 17 Bandung.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

30

2) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Bandung, Jalan Dipati Ukur No. 35 Bandung;

b. Study Lapangan

1) Kantor Regional 2 Jawa Barat OJK, Jalan Ir. H.Juanda No.152,

Lebak Siliwangi, Coblong, Lebakgede, Bandung, Kota

Bandung, Jawa Barat 40132

2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia, Jalan Braga No.108,

Babakan Ciamis, Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat

40111

8. Jadwal Penelitian

Dalam hal ini penulis melakukan kegiatan, diawali dengan pembuatan

judul dan setelah judul disetujui, kemudian penulis mencari bahan

dengan menyusun jadwal kegiatan sebagai berikut:

No Kegiatan Bulan

Des Jan Feb Mar Apr Mei

1

Persiapan / Penusunan

Proposal

3 Seminar Proposal

4 Persiapan Penelitian

5 Pengumpulan Data

6 Pengolahan Data

7 Analisis Data

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/34049/2/F. BAB I.docx.pdfHal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk menyesuaikan

31

8 Penyusunan Hasil

Penelitian ke dalam

Bentuk Penulisan

Hukum

9 Sidang Komprehensif

10 Perbaikan

11 Penjilidan

12 Pengesahan

Keterangan : Perencanaan Penulisan Sewaktu-waktu Dapat Berubah