bab i pendahuluan a. latar belakang masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/wisnu alam darmawan bab...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kardinah merupakan salah satu tokoh masyarakat Tegal yang telah berjasa
dalam pengembangan masyarakat Tegal baik pemikiran maupun tindakan demi
menyejahterakan masyarakat kota Tegal. Kardinah memiliki saudara kandung
dalam julukannya Tiga saudara, yaitu Kartini, Kardinah, dan Roekmini. Mereka
bertiga mempunyai persamaan cita-cita untuk bangsa Indonesia, yaitu
menyejahterakan masyarakat Indonesia dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan
pemerataan ekonomi. Setelah Kartini dan Roekmini dua saudaranya tersebut
menikah, Kardinah memutuskan untuk meneruskan cita-cita Tiga saudara yang
sudah mereka bangun sejak masa kanak-kanak dengan besar hati kepada Tuhan
yang Maha Kuasa dan rakyat Indonesia ( Daryono.2014 : 126).
Beliau terlahir pada hari Selasa pahing, 30 Maulud 1311 atau 1 Maret
1881. Darah biru membuatnya menyandang gelar Raden Ajeng sebagaimana
layaknya seorang putri bupati, yakni putri seorang bupati Jepara R. Arya
Sosroningrat. Sejak kecil Kardinah mendapatkan pendidikan rakyat modern. Ia
mendapatkan pendidikan ala Belanda. Kecerdasan dan kesempatan yang
dimilikinya tersebut membuat kemampuan baca-tulis, termasuk juga bahasa
Belanda sebagai salah satu ciri masyarakat elit yang dikuasai dengan baik
(Daryono.2014:126)
1
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
22
Cita-citanya terwujud setelah Kardinah menikah dengan anak bupati Tegal
Ario Reksonegoro bernama R.M. Reksoharjono, tugas pertamanya adalah
mendampingi suaminya yang menjadi patih Pemalang selama 6 tahun dan
kemudian pulang ke Tegal sebagai bupati Tegal tanggal 16 Juni 1908.
Mewujudkan cita-citanya Tiga saudara tidaklah mudah bagi Kardinah karena
harus melewati proses rintangan yang rnenyakitkan terlebih dulu sebelum
menggapai cita-citanya, tetapi berkat keyakinannya serta keinginannya untuk
menyejahterakan masyarakat Tegal akhirnya Kardinah mampu mewujudkan cita-
citanya dengan peranannya dalam pembangunan RSUD Kardinah kota Tegal.
Sebagai bangsa yang merdeka dan sebagai penerus generasi muda wajib
menghargai tokoh masyarakat yang mempunyai peran penting dalam suatu
daerah, selain itu dapat mengambil nilai-nilai positif sehingga dapat dipraktikkan
dalam kehidupan sehari-hari, berbangsa, dan bernegara (Daryono.2015 : 116).
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Situasi Tegal pada tahun 1920-1927 dan profil RSUD Kardinah kota Tegal.
2. Riwayat hidup Raden Ajeng Kardinah.
3. Peran Raden Ajeng Kardinah dalam pendirian RSUD Kardinah kota Tegal.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Situasi Tegal pada tahun 1920-1927 dan profil RSUD Kardinah kota Tegal.
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
3
2. Riwayat hidup Raden Ajeng Kardinah.
3. Peran Raden Ajeng Kardinah dalam pendirian RSUD Kardinah kota Tegal.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan sebagai tambahan
referensi ilmu pengetahuan khususnya sejarah, serta dapat memperkaya wawasan
tokoh masyarakat Tegal, yaitu supaya generasi muda dapat menjunjung tinggi
nilai nasionalisme terhadap bangsanya.
2. Manfaat praktis.
Penelitian ini dapat dijadikan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat
Tegal, agar menghargai serta mengetahui peran Kardinah dalam menjaga serta
memelihara sebagai warisan sejarah Tegal.
E. Kajian Pustaka dan Penelitian Relevan
Dalam menyusun skripsi ini, penulis perlu melakukan tinjauan pustaka
untuk memastikan tidak ada karya ilmiah yang sama dalam penyusunan penulis
lakukan. Tinjauan pustaka yang penulis lakukan selama ini menggunakan
beberapa sumber jurnal, skripsi, dan buku untuk meninjau jika ada kesamaan
dalam melakukan penelitian ini.
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
4
yang populer dan senantiasa sangat menarik serta banyak dibutuhkan.
Dipandang dari teknik penulisan memang perlu diakui biografi menuntut keahlian
memakai bahasa dan retorik tertentu, pendekatan seni menulis. Di sini, sejarah
lebih merupakan seni dari pada ilmu. Untuk menokohkan seorang pelaku biografi
menjadi alat utama. Biografi yang ditulis secara baik sangat mampu
membangkitkan inspirasi kepada pembaca, dipandang dari sudut ini biografi
mempunyai fungsi penting dalam pendidikan untuk memahami dan mendalami
kepribadian seseorang dituntut pengetahuan latar belakang lingkungan sosio-
kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang
dialami, watak-watak orang yang ada di sekitarnya (Kartodirdjo, 1992 : 210 ).
Biografi atau catatan tentang kehidupan seseorang itu meskipun sangat
mikro, menjadi bagian dalam mozaik sejarah yang lebih besar. Ada yang
berpendapat bahwa sejarah adalah penjumlahan dari biografi. Memang, dengan
biografi dapat dipahami para pelaku sejarah zaman yang menjadi latar belakang
biografi lingkungan sosial-politiknya, tetapi sebenarnya sebuah biografi tidak
perlu menulis tentang hal yang menentukan jalan sejarah, namun tidak menulis
seorang tokoh tentu mempunyai resiko tersendiri (Kartodirdjo, 1992 : 211).
Biografi kolektif (prosopography) adalah penelitian tentang sekelompok
orang yang mempunyai karakteristik latar belakang yang sama dengan
mempelajari kehidupan mereka. Latar belakang yang sama itu berarti zaman
(rentan waktu, abad, tahun), persamaan nasib, kedudukan ekonomi, persamaan
pekerjaan, persamaan pemikiran, dan peristiwa yang sama. Dalam serba
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
5
persamaan selain persamaan itu sendiri, pasti ditemukan juga perbedaan, kontras,
varian, bahkan pertentangan (Kartodirdjo, 1992 : 212).
Berbicara masalah biografi seorang tokoh, kehadirannya selalu menarik
untuk dikaji sebab yang menjadi kajian itu sendiri adalah manusia dengan
permasalahan yang dihadapinya, dengan demikian biografi dapat mendekatkan
diri pada gerak sejarah yang sebenarnya dan membuat lebih mengerti tentang
pergumulan hidup seseorang dengan zamannya yang dituntut oleh pandangan
hidupnya dan harapan masyarakat. Kebanyakan para penulis biografi yang ada
memilih dan menitikberatkan kajiannya pada tokoh terkenal, baik di barat maupun
di timur (Kartodirdjo, 2002: 212).
Untuk dapat memahami sebuah biografi, seorang penulis harus mampu
menempatkan diri pada subjek yang diteliti seakan-akan peneliti terlibat dalam
proses kejiwaan yang dialami tokohnya dan sekaligus berada di luar agar
mengetahui hal-hal yang tidak terjangkau indra dan kesadaran sang tokoh.
Biografi adalah mikro sejarah yang paling basis, dan sering disebut sebagai salah
satu genre dari sastra yang merupakan rekaman kejadian, dan situasi yang
mengikat kehidupan seorang tokoh (Abdullah, 1987: 5).
Biografi, sama halnya dengan sejarah kota, negara atau bangsa. Biografi
ditulis tidak oleh sejarawan, tetapi oleh pengarang dan jurnalis. Padahal, biografi
lebih marketable dari pada buku-buku sejarah biasa. Ladang yang subur ini belum
mendapat perhatian yang memadai dari sejarawan dan mahasiswa sejarah.
Mungkin, kesulitan mencari sumber wawancara untuk sebuah biografi
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
6
memerlukan kepercayaan yang tinggi dari narasumber yang tentu sukar diperoleh
dari mahasiswa dan sejarawan muda (Kuntowijoyo, 2003: 203).
Biografi atau catatatan tentang hidup seseorang itu meskipun sangat
mikro, menjadi bagian dalam mosaik sejarah yang lebih besar. Malah, ada
pendapat bahwa sejarah adalah penjelmaan dari beberapa biografi, dengan adanya
biografi dapat dipahami para pelaku sejarah, zaman yang menjadi latar belakang
biografi, dan lingkungan sosial-politiknya. Sebenarnya, sebuah biografi tidak
perlu menulis tentang hero yang menentukan jalan sejarah, cukup partisipan,
bahkan the unkenown. Namun, tidak menulis seorang tokoh tentu mempunyai
resiko tersendiri (Kuntowijoyo, 2003: 203-204).
Biografi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu biografi yang
komperhensif, biografi yang topikal, dan biografi yang diedisikan. Biografi yang
komperhensif adalah biografi yang panjang dan bersegi banyak. Biografi
komperhensif mempunyai tema penelitian lebih dari satu dan sifat dari isi
pembahasannya lebih umum. Apalagi isinya pendek dan sangat khusus sifatnya,
biografi tersebut disebut biografi topikal. Biografi topikal memuat satu kejadian
atau tema penelitian dan isinya khusus, sedangkan biografi yang diedisikan adalah
biografi yang disesuaikan oleh pihak lain (Kuntowijoyo, 2003 : 205).
Ada dua macam biografi, yaitu portrayal (portrait) dan scientific (ilmiah),
yang masing-masing mempunyai metodologi sendiri. Biografi disebut portrayal
bila hanya mencoba memahami. Biografi yang termasuk dalam katagori ini adalah
biografi politik, bisnis, olahraga, dan lain sebagainya, sedangkan dalam biografi
scientific orang berusaha menerangkan tokohnya berdasarkan analisis ilmiah.
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
7
Dalam hal ini penggunaan konsep dan teori dalam psychoanalysis menghasilkan
apa yang disebut psychohistory atau sejarah kejiwaan (Kuntowijoyo, 2003: 208).
Biografi dipandang mempunyai kelemahan pada teknik penulisan. Teknik
penulisan biografi membutuhkan kemahiran dalam pemakaian bahasa dan retorik
tertentu dalam seni menulis. Disamping itu, biografi juga mempunyai fungsi
penting dalam pendidikan apabila biografi yang ditulis dengan baik dan mampu
membangkitkan inspirasi kepada pembaca ( Kartodirdjo 1992: 76-77).
Dalam biografi harus memuat empat hal atau empat unsur, yaitu pertama
kepribadian tokoh. Masyarakat penganut teori Hero in History percaya bahwa
sejarah adalah kumpulan biografi. Mereka lebih menonjolkan kepribadian tokoh
yang menurut mereka, individu merupakan pendorong tranformasi sejarah. Unsur
yang kedua, kekuatan sosial yang mendukung memiliki pengaruh lebih besar dari
pada individu. Pengaruh dapat berupa kepercayaan atau kekaguman terhadap
seorang tokoh masyarakat. Unsur yang ketiga adalah sejarah zamannya, yaitu
lukisan zamannya menjadi seorang tokoh memiliki peranan penting bagi
kehidupan sosial pada masa itu. Seorang tokoh mempunyai kesan tersendiri bagi
masyarakat. Kesan tersebut timbul karena tokoh tersebut mampu melukiskan
keadaan atau situasi pada saat itu. Unsur yang keempat, keberuntungan dan
kesempatan yang datang tidak semua orang bisa dapatkan (Kuntowijoyo,2003:
206).
Indah Ahdiah (2013) dalam jurnalnya Peran-peran Perempuan Dalam
Masyarakat. Pada umumnya, masyarakat di Indonesia, pembagian kerja antara
lelaki dan perempuan menggambarkan peran perempuan. Basis awal dan
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
8
pembagian kerja menurut jenis kelamin ini tidak diragukan lagi terkait dengan
perbedaan peran lelaki dan perempuan dalam fungsi reproduksi. Dalam
masyarakat mempresentasikan peran yang ditampilkan oleh seorang perempuan.
Analisis peran perempuan dapat dilakukan dari perspektif posisi mereka dalam
berurusan dengan pekerjaan produktif tidak langsung (domestik) dan pekerjaan
produktif langsung (publik), yaitu sebagai peran tradisi menempatkan perempuan
dalam fungsi reproduksi (mengurus rumah tangga, melahirkan, dan mengasuh
anak, serta mengayomi suami) serta hidupnya 100% untuk keluarga. Pembagian
kerja sangat jelas, yaitu perempuan di rumah dan lelaki di luar rumah. Peran
transisi mempolakan peran tradisi lebih utama dari peran yang lain. Pembagian
tugas mengikuti aspirasi gender, tetapi eksistensi mempertahankan keharmonisan
dan urusan rumah tangga tetap tanggung jawab perempuan. Dwi peran
memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia, yaitu menempatkan peran
domestik dan publik dalam posisi sama penting. Dukungan moral suami pemicu
ketegaran atau sebaliknya keengganan suami akan memicu keresahan atau bahkan
menimbulkan konflik terbuka atau terpendam (Ahdiah, 2013 : 4).
Peran egalitarian menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan
di luar. Dukungan moral dan tingkat kepedulian lelaki sangat hakiki untuk
menghindari konflik kepentingan pemilahan dan pendistribusian peranan. Jika
tidak, yang terjadi adalah masing-masing akan saling berargumentasi untuk
mencari pembenaran atau menumbuhkan ketidaknyamanan suasana kehidupan
berkeluarga. Peran kontemporer adalah dampak pilihan perempuan untuk mandiri
dalam kesendirian. Jumlahnya belum banyak, tetapi benturan demi benturan dan
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
9
dominasi lelaki atas perempuan yang belum terlalu peduli pada kepentingan
perempuan mungkin akan meningkatkan populasinya (Ahdiah, 2013 : 4).
Elan vital gerakan perempuan dalam menjalankan perannya di tengah
masyarakat, sebagai contoh dalam perjuangan Indonesia mencapai kemerdekaan
bisa dilihat pada sosok Tjut Nyak Dien, Tjut Mutia, atau Martha Kristina Tiahahu,
dan dalam mengisi awal-awal kemerdekaan melalui pendidikan bagi perempuan
bisa dilihat pada sosok Nyai Ahmad Dahlan atau Rasuna Said. Kartini pahlawan
perempuan di Indonesia melakukan negosiasi politik feminitas dalam salah satu
cara perjuangannya. Dalam kultur tradisional, memasak, dikawinkan, dan dipingit
adalah kegiatan yang melekat pada diri perempuan. Kartini menggunakan peran
domestik sebagai strategi accommodating protest, memasak dalam konteks
Kartini bisa ditafsirkan sebagai upaya menyejajarkan egalitarianisme pribumi
dengan kolonial melalui ranah domestik tradisi perempuan. Kecanggihan Kartini
memasak aneka masakan lokal dan Eropa membuatnya dianggap berbudaya,
beradab, dan pada saat yang sama masih memelihara kelaziman sebagai ide-ide
progresifnya (Ahdiah, 2013 : 5).
Sudarta (2003) dalam jurnalnya berjudul Peranan Wanita Dalam
Pembangunan Berwawasan Gender menjelaskan, bahwa hak dan kewajiban yang
dijalankan oleh wanita pada status atau kedudukan tertentu dalam pembangunan,
baik pembangunan di bidang politik, ekonomi sosial budaya, maupun
pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan di dalam keluarga maupun di
masyarakat. Peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender,
berarti peranan wanita dalam pembangunan sesuai dengan konsep gender atau
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
10
peran gender mencakup peran produktif, peran reproduktif, dan peran sosial yang
sifatnya dinamis dalam arti, dapat berubah sesuai dengan perkembangan keadaan
dapat ditukarkan antara pria dengan wanita dan bisa berbeda lintas budaya
(Sudarta, 2003 : 8).
Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut
pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun
untuk diperdagangkan. Peran ini sering pula disebut dengan peran disektor publik.
Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatan
yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan
rumah tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian, dan alat-alat
rumah tangga, menyetrika, membersihkan rumah, dan lain-lain. Peran reproduktif
ini disebut juga peran di sektor domestik. Peran sosial adalah peran yang
dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi di dalam kegiatan sosial
kemasyarakatan, seperti gotong royong dalam menyelesaikan beragam pekerjaan
yang menyangkut kepentingan bersama (Sudarta, 2003 : 9 ).
Arbaningsih (2005) dalam bukunya Kartini dan Sisi Lain termuat kutipan surat
Kardinah, dalam Sitisoesman 1986:421 menyatakan:
„‟Kami adik-adik Kartini dengan sendirinya meneruskan perjuangan
mbakyu almarhumah, oleh sebab semangat ini sudah ada dalam darah kami.Kami
terutama kontinyu menghubungi kaum pemuda, seperti ayunda dahulu, untuk
menganjurkan supaya mereka berkumpul dan bersatu, supaya kuat untuk
memperjuangkan peningkatan kaum wanita dan bangsa.Sementara itu suasana
kebangkitan mulai di udara, seperti telah dikatakan oleh mbakyu. Dimana mana
sudah mulai ada percikan api pergerakan nasional. Kami berusaha menghidup-
hidupkan api itu sampai beberapa tahun kemudian timbul suatu gerakan yang
kemudian dinamakan gerakan nasional, mbakyu Kartini memang perintis segala
kemajuan nasional‟‟.
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
11
Dalam hal ini menunjukkan, bahwa peran perjuangan bangsa tidak hanya
pada laki-laki saja, tetapi perempuan juga ikut berjuang menyejahterakan
masyarakat Indonesia. Peran perempuan setelah Kartini wafat justru semakin
meningkat dengan juga di dorongnya organisasi-organisasi wanita, yang pertama
kali dipelopori organisasi Boedi Utomo semenjak itulah peran perempuan menjadi
tonggak sejarah pergerakan bangsa Indonesia.
Industri jasa (service industry) saat ini berkembang dengan sangat cepat.
Persaingan yang terjadi saat ini sangat kompetitif dalam bidang industry ini.
Pelayanan yang diberikan antara satu penyedia jasa (service provider) dengan
pemberi jasa lainnya sangat bervariatif yang sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan konsumennya. Salah satu industri jasa yang berkembang dengan sangat
cepat di Indonesia adalah industri jasa rumah sakit, baik rumah sakit milik
pemerintah maupun milik swasta, bahkan milik asing. Rumah sakit merupakan
bagian dan sistem pelayanan publik kesehatan yang harus memenuhi kriteria
availability, appropriateness, continuity sustainability, acceptability, affordable,
dan quality. Di dalam Undang-undang no. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,
menerangkan, bahwa institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Suryawati dkk., 2006 : 177).
Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan
yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan
upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna mengutamakan penyembuhan
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
12
dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan
pelaksanaan upaya rujukan untuk menyelenggarakan fungsinya, maka rurnah
sakit umum menyelenggarakan kegiatan, yakni (1) pelayanan medis, (2) asuhan
keperawatan, (3) pelayanan penunjang medis, (4) pelayanan kesehatan
kemasyarakatan dan rujukan pendidikan (Suryawati dkk., 2006 : 178).
Sedangkan menurut Undang-undang no.44 tahun 2009 tentang rumah
sakit. Fungsi rumah sakit, yaitu sebagai (1) penyelenggaraan pelayanan
pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit sesuai kebutuhan medis, (2) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian
pelayanan kesehatan, (3) penyelenggaraan penelitian dan pengembangan
teknologi bidang kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang
kesehatan (Suryawati dkk., 2006 : 179).
Di sinilah, perlu adanya penelitian tentang biografi tokoh lokal, dalam hal
ini R.A. Kardinah yang riwayat hidupnya cukup menarik untuk diteliti. Hal ini
paling tidak, karena ia seorang tokoh masyarakat yang mencetuskan berdirinya
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tegal.
Di dalam penelitian skripsi ini digunakan beberapa buku yang dianggap
penting dan relevan dengan penelitian yang dilakukan untuk dijadikan tinjauan
pustaka. Buku yang berjudul surat-surat adik R.A. Kartini, buku ini merupakan
karya dari Fitris G.P. Jaquet yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh
Mia Bustam dengan editor Jaap Erkelens dan Saeno M. Abdi buku ini berisi dari
saudara- saudara Kartini yang ada di dalam buku ini disebut sebagai Lima
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
13
Saudara (Roekmini, Kardinah, Soematri, dan Sosro Kartono). Surat- surat itu
ditulis setelah Kartini meninggal tanggal 17 September 1904. Diantaranya ada 10
surat yang ditulis Kardinah yang ditulis mulai tanggal 15 juli 1911. Buku ini,
terutama dari ke sepuluh suratnya dapat dilihat bagaimana pemikiran dan
pengorbanannya Kardinah dalam memperjuangkan masyarakat Tegal, terutama
dalam hal pendidikan bagi kaum wanita.
Buku karya Sitisoermandari Soeroto yang berjudul Kartini Sebuah
Biografi, menjadi bahan perbandingan sumber yang didapat, termasuk keadaan
Kardinah masa kecil dan bagaimana pengaruh Kartini pada diri seorang Kardinah.
Buku karya Kardinah Reksonegoro yang berjudul Tiga Saudara yang
menjadi sumber data utama dikarenakan data tersebut berisikan autobiografi yang
ditulis oleh Subjek tokoh yang akan diteliti oleh penulis. Di dalam buku tersebut
menceritakan masa kecil Tiga Saudara Kartini, Roekmini, dan Kardinah dalam
memimpikan dan meneruskan cita-cita untuk perempuan bangsa Indonesia.
B. Penelitian yang relevan
Dalam penulisan skripsi penulis mendapati penelitian relevan yang ditulis
oleh Fatkhudin (2014) dalam skripsinya Kardinah Reksonegoro, Peranan, dan
Pemikirannya Dalam Pembangunan Masyarakat Tegal Tahun 1908-1945. Dalam
penulisan tersebut berisikan tentang garis perjuangan yang diturunkan Kartini,
yaitu model yang diterapkan oleh Kardinah dalam pengembangan masyarakat
kota Tegal dengan kepandaiannya dan kecerdasannya berbahasa Belanda, maka
Kardinah mendirikan sekolah kepandaian putri dengan menggunakan model
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
14
modern, agar masyarakat kota Tegal semakin maju dan berkembang. Cita-citanya
sama seperti kakaknya, salah satunya adalah mencerdaskan bangsa dengan
pendidikan karena menurut Kartini pendidikan merupakan tonggak kemajuan
bangsa. Dalam pengembangan kota Tegal, tentunya didedikasikan melalui
pemikirannya yang dipengaruhi oleh Kartini ketika masih hidup (Fatkhudin. 2014
: 49 ).
Yono Daryono (2014-2015), dalam artikelnya yang berjudul Kardinah Sisi
Kemanusian dari Tiga Serangkai. Dalam penulisan tersebut berisikan tentang
garis perjuangan Kardinah dibentuk oleh Kartini dengan pola kehidupan sehari-
hari dalam masyarakat Jawa, yaitu sisi kemanusiaan Tiga Serangkai tertanam
pada Kardinah dan Roekmini seorang adik yang senantiasa hormat kepada
kakanya, adik-adik Kartini mulai keluar dari adat feodal setelah menikah dan
mampu menata kembali cita-cita Tiga Serangkai, Kardinah adalah bentuk nyata
dari cita-cita Tiga Serangkai yang selama ini menjadi impiannya. Pemikiran
Kardinah juga banyak dipengaruhi Kartini, yaitu dengan pendidikan maka pola
pikir masyarakat tidak akan menjadi feodal. Yono Daryono beranggapan bahwa
perjuangan emansipasi wanita bukan hanya Kartini saja yang dikenal, tetapi
Kardinah juga sebagai tokoh emansipasi dalam menyejahterkan masyarakat Tegal,
yaitu dengan mendirikan sekolah kepandaian putri Wismo Pranawa dan rumah
sakit Kardinah. Persamaan nasib dan cita-cita menjadikan Kardinah tetap
berpegang teguh untuk mewujudkan cita-citanya sehingga muncul pergolakan
batin setelah Peristiwa Tiga Daerah menghilang dan kembali lagi setelah dicari
oleh Bu Sarjoe istri walikota Tegal tahun 1967-1979 (Daryono, 2014 : 116).
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
15
Penelitian yang terdahulu dijadikan sebagai sumber referensi dan
perbandingan data ketika penulis akan teliti. Penelitian yang akan penulis teliti
dalam penelitian ini memfokuskan pada subjek Kardinah sebagai perempuan
(perannan wanita) dan rurnah sakit sebagai objek peneliti sebagai hasil dari
perjuangannya dalam pembangunan menuju masyarakat modern di kota Tegal
dalam bidang kesehatan.
F. Kerangka Teoretis dan Pendekatan
1. Landasan Teori
Peranan merupakan aspek dinamis yang dimiliki oleh seseorang apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang
dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya. Peranan wanita seluruhnya
hanya dalam pekerjaan rumah tangga atau pemeliharaan kebutuhan hidup semua
anggota keluarga. Peran merupakan pola perikelakuan yang dikaitkan dengan
status atau kedudukan setiap manusia yang menjadi warga, suatu masyarakat
senantiasa mempunyai status atau kedudukan dan peranan masing-masing
(Soekanto, 2009 : 213).
Moser framework menganggap, bahwa kebanyakan masyarakat,
perempuan memiliki tiga peran, yakni mengurusi kegiatan-kegiatan produktif,
reproduktif dan pengaturan masyarakat, sedangkan laki-laki mengurusi kegiatan
produktif dan politik dalam masyarakat. Kerja reproduktif sangatlah penting bagi
kelangsungan hidup manusia dan pelestarian reproduktif angkatan kerja, tetapi hal
itu jarang dianggap sebagai pekerjaan yang benar-benar pekerjaan. Di masyarakat
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
16
miskin pekerjaan reproduktif adalah kerja kasar yang intensif dan menyita waktu.
Hal-hal tersebut hampir selalu menjadi kewajiban para perempuan dan anak-anak
perempuan melibatkan produksi barang dan jasa untuk dikonsumsi dan
diperdagangkan berupa hasil pertanian dan perikanan. Pekerjaan produktif
perempuan seringkali lebih tidak terlihat dan lebih tidak dihargai, jika
dibandingkan produktif laki-laki. Melibatkan pengorganisasian kegiatan-kegiatan
dan tugas-tugas sosial secara bersama dalam masyarakat dapat meningkatan
partisipasi dalam kelompok dan organisasi kegiatan politik, tetapi jenis pekerjaan
ini jarang dipertimbangkan atau dilihat dalam analisis ekonomi suatu masyarakat,
tetapi jenis pekerjaan ini melibatkan perkembangan spiritual dan budaya
masyarakat dalam kegiatan pengaturan penentu nasib masyarakat, baik perempuan
atau laki-laki (Soekanto,2009 :305).
Kegiatan-kegiatan yang ditangani oleh perempuan di tingkat masyarakat,
yaitu sebagai peluasan dari peran reproduktif mereka untuk menjamin
ketersediaan dan pelestarian sumber-sumber daya konsumsi kolektif seperti air,
perawatan kesehatan, dan pendidikan. Kegiatan yang ditangani oleh laki-laki pada
tingkat masyarakat, pengaturan pada tingkat politik formal yang seringkali berada
dalam suatu kerangka politik nasional. Pekerjaan ini biasanya dibayar, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pekerjaan laki-laki terlihat lebih sedikit dalam
pekerjaan reproduktif dibandingkan perempuan yang mengerjakan hampir sernua
pekerjaan reproduktif dan banyak pekerjaan produktif (Soekanto,2009:306).
Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma
norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan,
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
17
lapisan dalam masyarakat, kekuasaan, interaksi sosial, dan lain sebagainya.
Menurut beberapa ahli sosologi, yaitu (1) William F.Ogburn, mengemukakan
bahwa ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur
kebudayaan baik material maupun immaterial, (2) Kingsley mengemukakan
bahwa sosiologi sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan
fungsi masyarakat, (3) Selo Soemardjan, menurutnya adalah segala perubahan-
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat
yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan
pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soekanto, 2009 :
301).
Pembangunan masyarakat merupakan proses perubahan menuju kondisi
yang dianggap lebih baik ditandai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kesejahteraan akan meningkat apabila dapat diwujudkan hubungan yang serasi
antara needs dan resources. Proses perubahan terwujudnya hubungan yang serasi
antara needs dan resources tersebut lebih dimungkinkan melalui peningkatan
kapasitas masyarakat untuk membangun. Lebih lanjut keseluruhan proses tersebut
melibatkan interaksi, interelasi, dan interdependensi dari berbagai dimensi yang
terkandung dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan atau pembangunan
masyarakat pada dasarnya proses perubahan semakin terciptanya hubungan yang
harmonis antara kebutuhan masyarakat dengan potensi sumber daya dan peluang.
Proses peningkatan kapasitas masyarakat untuk merespons berbagai persoalan
yang berkembang merupakan proses yangbersifat multidimensi (Soekanto, 2009 :
302).
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
18
2. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah pendekatan
psikologi dan pendekatan sosiologi. Pendekatan pesikologi digunakan untuk
menjelaskan atau memberi gambaran tentang bagaimana kehidupan Kardinah.
Psikologi juga memiliki pendekatan-pendekatan yang berbeda untuk melihat
perilaku manusia. Setiap pendekatan memandang manusia dengan cara berlainan,
berikut pendekatan psikologi yang digunakan dalam penelitian ini. Pendekatan
perilaku (behaviorisme) adalah pendekatan yang sangat bermanfaat untuk
menjelaskan persepsi interpersonal, konsep diri, eksperimen, sosialisasi, kontrol
sosial, serta ganjaran, dan hukuman. Perilaku manusia hanya berdasarkan perilaku
yang tampak dan dapat diukur. Perilaku manusia merupakan hasil dari proses
belajar. Manusia belajar dari lingkungannya dan dari hasil belajar itulah ia
berperilaku (Sugiyono, 2009 :23).
Pendekatan sosiologi digunakan dalam penelitian ini adalah untuk
menjelaskan tentang peran Kardinah perjuangan mendirikan RSUD kota Tegal
serta biografi riwayat hidupnya. Pendekatan sosiologi yang digunakan dalam
penelitian ini karena berdasarkan ilmu-ilmu sosial yang ada dalam masyarakat dan
ilmu sosiologi digunakan saat tokoh masyarakat ini berinteraksi dengan
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses
sosial, termasuk di dalamnya perubahan-perubahan sosial. Definisi struktur sosial
adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-
kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
19
serta lapisan-lapisan sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara
berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh timbal balik antara segi
kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik (Soekanto, 2009 : 2-3).
Obyek sosiologi adalah masyarakat. Masyarakat yang dilihat dari sudut
hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam
masyarakat. Pengertian masyarakat (society) adalah sejumlah orang yang hidup
bersama dalam waktu yang cukup lama, secara sadar merupakan kesatuan dan
membentuk sistem hidup bersama. Sistem hidup bersama ini kemudian
menimbulkan kebudayaan termasuk sistem hidup itu sendiri (Soekanto, 2009 :
15).
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti berusaha mengungkap sejarah riwayat hidup
Kardinah dan peranannya di kota Tegal. Guna membantu memperlancar proses
penelitian ini, peneliti membutuhkan suatu metode penelitian. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian historis atau
metode penelitian sejarah.
Metode sejarah adalah suatu cara seorang sejarahwan mendekati objek
penelitianya dengan langkah-langkah yang terstruktur sehingga akan
mempermudah dalam pemerolehan data sejarah. Dalam penelitian sejarah, data
berkedudukan sangat penting sebab tanpa data, sejarah tidak mungkin ditulis (no
data, no history). Data menjadi harga mati bagi para peneliti untuk
mengungkapkan suatu fenomena sejarah dari peristiwa-peristiwa yang telah
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
20
terjadi. Peristiwa akan meninggalkan jejak sejarah yang dapat diamati dari proses
pencarian dan peneman. Jika sebuah peristiwa telah kehilangan jejaknya, maka
sejarah sangat sulit untuk diteliti dan ditulis (Priyadi 2013: 111).
Adapun langkah-langkah dalam metode sejarah antara lain.
1. Heuristik (Pengumpulan Sumber).
Heuristik atau pengumpulan sumber adalah kegiatan atau usaha untuk
mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah sebagai bahan yang akan
dikaji dalam penelitian baik itu berupa sumber benda, sumber tulisan, maupun
sumber lisan. Upaya peneliti untuk mendapatkan data yang aktual, yaitu melalui
dokumentasi dan wawancara atau interview. Pencarian data pada lembaga-
lembaga museum, kearsipan, atau perpustakaan akan lebih mudah karena sudah
ada penanganan dan penataan. Artifact-artifact di museum sudah dikatagorikan
berdasarkan zaman dan asal kebudayaan suku bangsa. Arsip-arsip di lembaga
kearsipan sudah ditata berdasarkan wilayah dan juga ada penerbitan bahan-bahan
arsip seperti yang sudah di lakukan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Pencarian dan penemuan data sejarah yang tersimpan pada koleksi-koleksi
perorangan justru yang paling sulit karena tidak semua orang tidak mewarisi data
itu (Priyadi 2013: 112-113).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang
dipaparkan sebagai berikut. Sumber sejarah yang berupa sumber tertulis dapat
diperoleh dengan cara dokumentasi. Sumber tertulis yang ditemukan dalam
penelitian ini berupa tulisan otobiografi Kardinah yang di dapat dari tokoh
budayawan Tegal, yaitu Yono Daryono, ia adalah mantan staf dari Bu sarjoe
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
21
mantan istri walikota Tegal pada tahun 1967-1979. Bu sarjoe adalah seorang yang
peduli dengan keberadaan Kardinah pada saat itu, ketika Kardinah menghilang
setelah Peristiwa Tiga Daerah. Kedekatan Kardinah dengan Bu Sarjoe
menghasilkan sumber sejarah berupa kaset wawancara yang berisi tentang
Kardinah setelah Peristiwa Tiga Daerah, kaset tersebut yang menjadikan sumber
refrensi penulisan artikel yang berjudul Kardinah Sisi Kemanusiaan Dari Tiga
Serangkai yang di tulis Yono Daryono dan dijadikan sebagai penelitian relavan
penulis. Sumber data lainnya yang ditemukan adalah arsip bangunan RSUD
Kardinah Tegal (Kardinah Ziekenhuis) yang ditemukan penulis di arsip Jawa
tengah yang berupa nota-nota pembangunan berbahasa Belanda dan sumber
mengenai profil RSUD Kardinah kota Tegal didapat setelah penulis observasi
meminta data kepada direktur RSUD Kardinah kota Tegal serta dinas kesehatan
kota Tegal.
Selain sumber tertulis, peneliti juga mengumpulkan sumber lisan yang
didapatkan dengan serangkaian wawancara. Sejarawan harus mencari sebanyak-
banyaknya pelaku sejarah yang terlibat. Pencarian itu melibatkan seorang atau
beberapa pelaku yang mengetahui ada pelaku yang lain yang perlu diwawancarai.
Wawancara yang dilakukan sejarawan terhadap para pelaku tentu harus berkali-
kali. Wawancara pertama merupakan upaya penjajakan sejarawan dan perkenalan
dari sumber sejarah lisan. Sejarawan harus ulet dengan memancing-mancing
memori yang telah terlupakan sebagai akibat turunnya daya ingat. Cara tersebut
bertujuan untuk menelusuri lorong waktu ingatan individual dengan
memanfaatkan hasil wawancara dari pelaku lain yang juga mempunyai ingatan
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
22
individual. Jawaban wawancara yang tidak jelas, tidak rasional, bahkan keliru
jawabannya, maka sejarawan itu harus menanyakan kembali kepada pelaku
sehingga wawancara sejarawan dengan seorang pelaku mestinya bisa dilakukan
lebih dari tiga kali, bahkan lebih dari sepuluh kali. Wawancara berkali-kali akan
banyak mengungkap hal-hal yang disembunyikan atau dilupakan, atau yang
terlupakan. Pengetahuan yang fragmatis yang didukung ingatan-ingatan individual
akan menjadi pengetahuan kolektif, yang bersifat intersubjektif. Ingatan
individual cenderung subjektif karena didukung oleh perasaan pribadi bahwa
peristiwa tertentu sangat berkaitan dengan dirinya, dan bukan orang lain. Sumber
sejarah lisan yang menjadi sasaran sejarawan untuk menggali data memang
terbatas daya eksistensinya, sejarawan tidak boleh bersantai-santai dalam
memburu sejarah lisan (Priyadi, 2014 : 90-94)
Dalam hal melakukan wawancara, ada dua teknik yang dilakukan peneliti,
yaitu wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Wawancara bebas dilakukan
secara spontan dan tanpa didasari oleh informan sehingga terkesan seperti
pembicaraan biasa, sedangkan wawancara terstruktur dilakukan dengan
mempersiapkan daftar pertanyaan terlebih dahulu. Dalam wawancara penulis
menggunakan alat bantu berupa alat tulis, buku catatan, dan alat rekam agar
memudahkan penulis dalam mengolah hasil wawancara tersebut. Dalam penelitian
ini informan yang peneliti wawancarai adalah direktur/kepala bagian umum
RSUD Kardinah, sejarawan/budayawan Tegal. Pemerintahan kota Tegal dan
masyarakat.
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
23
2. Verifikasi (Kritik Sumber)
Metode kritik sejarah adalah pengujian atau penilaian terhadap sumber
sejarah. Metode kritis sejarah terdiri atas dua langkah, yaitu kritik ekstern dan
kritik intern. Kritik ekstern adalah pengujian atas penilaian kepada hal-hal yang
tampak dari luar. Kritik ekstern bersikap pada tiga pertanyaan penting, yaitu
pertama, adakah sumber itu memang sumber yang dikehendaki, kedua, adakah
sumber itu asli atau turunan, dan yang ketiga, adakah sumber itu utuh atau telah
diubah-ubah, sedangkan kritik intern bertalian dengan penilaian intrinsik terhadap
sumber-sumber dan melakukan perbandingan dari berbagai kesaksian atau sumber
sejarah yang lain. Kritik intern yang menilai apakah sumber itu kredibilitas atau
tidak (Priyadi, 2015: 98-103).
Tujuan dari kegiatan ini adalah bahwa setelah peneliti berhasil
mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitiannya, ia tidak akan menerima
begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber itu. Langkah
selanjutnya, ia harus menyaring secara kritis, terutama terhadap sumber-sumber
pertama, agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Langkah-langkah inilah
yang disebut kritik sumber, baik terhadap bahan mentah (ekstern) sumber maupun
terhadap substansi (isi) sumber (Sjamsuddin, 2007: 131 ).
Sumber tertulis dikritik dengan cara membandingkan sumber yang satu
dengan sumber yang lainnya yang sudah terkumpul, baik dari segi isi, bahasa
maupun segi fisiknya, sedangkan sumber lisan dikritik dengan cara
membandingkan informasi yang sudah dikumpulkan dari para informan, dan
kondisi fisik informan tersebut, apakah masih keturunan atau bukan. Sumber lisan
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
24
juga dapat diakui kreadibilitasnya apakah memenuhi syarat apabila sumber
disampaikan oleh saksi yang berantai dan dilaporkan oleh orang tersebut. Sumber
lisan mengandung kejadian yang diketahui umum dan telah menjadi kepercayaan
umum pada masa tertentu (Sjamsuddin, 2007: 133).
3. Interpretasi (Penafsiran).
Interpretasi adalah langkah metode sejarah yang harus didukung oleh
heuristik sebagai petunjuk kearah penelitian dan kritik. Tanpa dukungan mereka,
sejarawan akan melampaui jalan pintas yang menyesatkan dengan hanya
membandingkan interpretasi. Interpretasi yang disokong oleh heuristik dan kritik
akan menghasilkan historiografi yang benar-benar Indonesiasentrisme dengan
bekerja dari titik nol (Priyadi, 2013 : 107).
Penafsiran dalam metode sejarah menimbulkan subjektivitas sejarah yang
sangat sukar dihindari, karena ditafirkan oleh sejarawan (si subjek), sedangkan
yang objektif adalah faktanya. Penafsiran model sejarah tersebut dapat diterapkan
dalam ilmu antropologi, seni pertunjukan, studi agama, filologi, arkeologi, dan
ilmu sastra (Priyadi, 2011: 88-89).
Dalam menginterpretasikan fakta sejarah, sejarawan berusaha
mendeskripsikan secara detail fakta-fakta yang disebut analisis. Deskripsi ini
dilakukan agar fakta-fakta yang sudah diperoleh akan menampilkan jaringan antar
fakta sehingga fakta-fakta itu sangat bersinergi. Fakta yang satu akan menjelaskan
kedudukan fakta yang lain (Priyadi, 2013: 121).
Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti fakta-fakta yang terdapat pada
sumber sejarah yang telah terkumpul dan sudah mengalami tahapan verifikasi
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
25
kemudian peneliti menafsirkan data tersebut. Penafsiran dilakukan sesuai dengan
teori dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini.
4. Historiografi (Penulisan Sejarah).
Jika sejarah lokal Indonesia bekerja aktif dalam meneliti sejarah di
masing-masing lokal, maka dapat dibayangkan, bahwa hasil penelitian akan
melimpah. Namun, apabila yang terjadi adalah sebaliknya, maka sejarah lokal
yang diharapkan memberi sumbangan berada pada posisi mandul merupakan
malapetaka bagi sejarah lokal itu sendiri, yang selanjutnya berimbas kepada SNI.
Sesungguhnya SNI mempunyai ketergantungan yang besar kepada sejarah lokal
yang sumbangannya bersifat wajib dan secara terus-menerus diharapkan dalam
pemerolehan data baru. Sejarah lokal pada level provinsi bisa menjebatani sejarah
lokal pada level kabupaten. Pada level kabupaten, seorang sejarawan dapat
bekerja untuk meneliti dan menulis sejarah mikro (micro-history). Sejarah mikro
kabupaten akan berinteraksi dengan sejarah mikro di tetangganya. Pertemuan
antarsejarah lokal tersebut akan menggambarkan sinergitas sehingga penulisan
sejarah lokal provinsi akan mudah diwujudkan (Priyadi, 2015 : 193-194)
Langkah terakhir atau puncak metode sejarah adalah penulisan sejarah
atau sering disebut historiografi. Ketika sejarawan memasuki tahap menulis, maka
ia akan mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan saja ketrampilan teknis
penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama
penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisisnya. Karena ia pada akhirnya harus
menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitannya atau penemuannya itu
dalam suatu penulisan utuh yang disebut historiografi. Keberartian (signifikansi)
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
26
semua fakta yang dijaring melalui metode kritik baru dapat dipahami
hubungannya satu sama lain setelah semuanya ditulis dalam suatu keutuhan bulat
historiografi (Sjamsuddin, 2007: 156).
Penulisan sejarah tidak semudah dalam penulisan ilmiah lainnya, tidak
cukup dengan menghadirkan informasi dan argumentasi. Penulis sejarah,
walaupun terikat pula oleh aturan-aturan logika dan bukti-bukti empirik, tidak
boleh dilupakan, bahwa ia adalah juga karya sastra yang menuntut kejelasan,
keteguhan, dan gaya bahasa, aksentuasi serta nada retorika tertentu. Apabila
sejarawan mampu menampilkan kejelasan, keteguhan, serta kerapian dalam
ekpresi penulisan, ia akan mampu mencapai apa yang menjadi dambaan setiap
sejarawan, yaitu memadukan kesejarawan dan kesastrawanan, antara keahlian,
dan ekpresi bahasa (Daliman, 2012: 99).
Dalam penulisan ini, peneliti lebih memperhatikan aspek-aspek kronologi
peristiwa. Aspek ini sangat penting karena arah penelitian ini adalah penelitian
sejarah, sehingga proses peristiwa akan dijabarkan dalam beberapa bab berikutnya
yang terkait satu sama lain agar mudah dipahami.
H. Sistematika Penyajian
Penyusunan yang dilakukan dalam sebuah penelitian secara ilmiah harus
sesuai dengan sistematika penulisan yang telah ditentukan. Tujuan dari
sistematika penulisan ini adalah agar penelitian yang dilakukan dan hasil yang
diperoleh dapat lebih sistematis dan terinci dengan baik.
Bab 1 Pendahuluan
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016
27
Bab satu pendahuluan, bab ini terdiri dan latar belakang masalah yang
berisi latar belakang atau alasan mengapa peneliti mengambil penelitian ini,
rumusan masalah yang berisi mengenai poin-poin apa saja yang akan diteliti oleh
peneliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, penelitian relevan,
kajian teori, dan bagaimana metode penelitian yang penulis sajikan dalam
penelitian ini.
Bab II Pembahasan profil RSUD
Berisi tentang situasi kota Tegal tahun 1920-1927 dan Profil RSUD
Kardinah.
Bab III Riwayat Hidup
Berisi tentang kehidupan kardinah semasa kecil bersama Tiga Saudara
dan dinamika kehidupan Kardinah setelah menikah.
Bab IV Peran Kardinah dalam pendirian RSUD Kardinah Tegal.
Kardinah sebagai penggagas dan pemberi modal awal dan latar belakang
pemikiran Kardinah sebelum mendirikan rumah sakit Kardinah Tegal.
Bab V Penutup
Bab lima berisi tentang simpulan dan saran.
Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016