bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.ump.ac.id/5921/2/susanto bab i.pdf · kesehatan dunia...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare sampai saat ini masih merupakan penyebab kematian utama di
dunia, terhitung 5-10 juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat
dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia dan
2,2 juta diantaranya meninggal, dan sebagian besar anak-anak dibawah umur 5
tahun. Meskipun diare membunuh sekitar 4 juta orang/tahun di negara
berkembang, ternyata diare juga masih merupakan masalah utama di negara
maju. Di Amerika, setiap anak mengalami 7-15 episode diare dengan rata-rata
usia 5 tahun. Di negara berkembang rata-rata tiap anak dibawah usia 5 tahun
mengalami episode diare 3 kali pertahun (WHO, 2009).
Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga
merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian.
Laporan Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa penyakit Diare
merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita
(25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab
kematian yang ke empat (13,2%) (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan data Dinkes Jateng tahun 2013 diketahui bahwa angka
kejadian diare pada tahun 2013 sebesar 3,3% dengan karakteristik diare balita
tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki (5,5%),
tinggal di daerah pedesaan (5,3%) dan kelompok kuintil indeks kepemilikan
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
terbawah (6,2%). Berdasarkan program Surveilance Terpadu Penyakit (STP)
berbasis Puskesmas tahun 2013 di Kabupaten Banyumas, diare merupakan
penyakit terbanyak yang diderita oleh balita, yaitu sebanyak 56,2 %. Adapun
data kasus baru penderita rawat inap penyakit menular berbasis rumah sakit
tahun 2013 menunjukkan bahwa diare masuk ke dalam urutan tiga teratas
penyakit terbanyak. Sedangkan pada tahun 2012, tiga penyakit rawat inap
terbanyak yang diderita balita adalah diare, DBD, dan tifus perut klinis
(Dinkes Banyumas, 2013).
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan, dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku
manusia, apabila faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercemar bakteri
atau virus serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula,
maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes RI, 2005).
Menurut Sucipto (2003), penyebab diare pada anak balita adalah
ketersediaan air bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat. Menurut penelitian
Nilton, dkk (2008) faktor-faktor penyebab diare adalah menggunakan air
sumur, minum air yang tidak dimasak, sumur < 10 meter, tidak mempunyai
jamban, tidak menggunakan jamban, tidak mempunyai tempat sampah dan
tidak cuci tangan.
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga,
kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat
(Kemenkes RI, 2011). PHBS di tatanan rumah tangga adalah upaya untuk
memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu
melakukan PHBS untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya,
mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman
penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Depkes
RI, 2009).
Berdasarkan data Riskesdas (2013), proporsi nasional rumah tangga
dengan PHBS baik pada tahun 2013 mengalami penurunan dibandingkan pada
tahun 2007. Proporsi nasional rumah tangga PHBS baik pada tahun 2007
adalah sebesar 38,7% dan proporsi nasional rumah tangga PHBS baik pada
tahun 2013 adalah sebesar 32,2%, dengan proporsi tertinggi pada DKI Jakarta
(56,8%) dan terendah pada Papua (16,4%). Proporsi rumah tangga dengan
PHBS baik lebih tinggi di perkotaan (41,5%) dibandingkan di perdesaan
(22,8%). Terdapat 20 dari 33 provinsi yang masih memiliki rumah tangga
PHBS baik di bawah proporsi nasional.
Berdasarkan 10 indikator PHBS di rumah tangga yang berhubungan
dengan kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif, menggunakan air
bersih, mencuci tangan pakai sabun, dan menggunakan jamban sehat
(Proverawati & Rahmawati, 2012).
Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Kembaran I pada bulan
Januari sampai September tahun 2014 angka kejadian diare pada balita sebesar
119 kasus. Dimana kejadian diare tertinggi di Desa Kembaran sebanyak 29
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
kasus (24,4%), Desa Linggasari sebanyak 21 kasus (17,6%), Desa
Dukuhwaluh sebanyak 17 kasus (14,3%), Desa Karangsari sebanyak 15 kasus
(12,6%), Desa Tambaksari sebanyak 13 kasus (10,9%), Desa Bantarwuni dan
Desa Purbadana masing-masing 11 kasus (9,2%) dan Desa Karangsoka
sebanyak 2 kasus (1,7%).
Hasil survei di 2 desa dengan kejadian diare tertinggi terhadap 13
rumah warga dengan menggunakan indikator PHBS yang berhubungan
dengan kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif, penimbangan bayi dan
balita, mencuci tangan pakai sabun, menggunakan air bersih, dan
menggunakan jamban, diketahui bahwa 44,91% masih menggunakan sumur
sebagai sumber air bersihnya dan untuk sarana jamban keluarga masih ada
20,66 % yang belum mempunyai jamban keluarga.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti merasa perlu untuk
melakukan penelitian tentang ”Hubungan Antara PHBS dengan Kejadian
Diare Pada Balita di Desa Kembaran dan Desa Linggasari Tahun 2015”.
B. Rumusan Masalah
Kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat dapat penyebab diare pada
anak. Berdasarkan 10 indikator PHBS di rumah tangga yang berhubungan
dengan kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif, menggunakan air
bersih, mencuci tangan pakai sabun, dan menggunakan jamban sehat.
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan, dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku
manusia, apabila faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercemar bakteri
atau virus serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula,
maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Adakah hubungan antara PHBS dengan kejadian diare
pada balita di Desa Kembaran dan Desa Linggasari Tahun 2015?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara PHBS dengan kejadian diare
pada balita di Desa Kembaran dan Desa Linggasari Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik ibu balita meliputi umur, pendidikan,
pekerjaan di Desa Kembaran dan Desa Linggasari Tahun 2015.
b. Untuk mengetahui PHBS di Desa Kembaran dan Desa Linggasari
Tahun 2015.
c. Untuk mengetahui kejadian diare pada balita di Desa Kembaran dan
Desa Linggasari Tahun 2015.
d. Menganalisis hubungan antara PHBS dengan kejadian diare pada
balita di Desa Kembaran dan Desa Linggasari Tahun 2015.
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Skripsi ini dapat memberikan informasi dan gambaran secara
nyata, memperkuat dan mengembangkan teori yang ada serta menambah
wawasan ilmu pengetahuan berkenaan dengan pelaksanaan PHBS dan
kejadian diare pada balita.
2. Secara Praktis
a. Bagi Peneliti
Skripsi ini diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang metode
penelitian serta dapat memberikan informasi yang cukup jelas bagi
peneliti mengenai hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
dengan kejadian diare pada balita dan pengalaman khususnya dalam
mengadakan penelitian ilmiah.
b. Bagi Puskesmas
Skripsi ini dapat digunakan sebagai data masyarakat yang
melakukan PHBS serta bahan pertimbangan dalam menyelesaikan
masalah kesehatan mengenai pencegahan penyakit dan sebagai bahan
informasi dalam mengoptimalkan program-program PHBS.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya
dalam memperbanyak referensi tentang PHBS dengan kejadian diare
dan sebagai acuan penelitian selanjutnya.
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
d. Bagi Profesi Keperawatan
Skripsi ini diharapkan sebagai bahan informasi dalam upaya
peningkatan pelayanan keperawatan pada keluarga tentang pentingnya
perilaku hidup bersih dan sehat dalam upaya untuk pencegahan
penyakit dan diharapkan perawat menjadi change agent dalam
masyarakat untuk merubah paradigma sakit menjadi paradigma sehat.
E. Keaslian Penelitian
Sebagai acuan penelitian ini, beberapa penelitian yang telah dilakukan
oleh orang lain sebagai berikut:
1. Kusumawati (2011), “Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Dengan
Kejadian Diare Pada Balita Usia 1-3 Tahun di Desa Tegowanu Wetan
Kecamatan Tegowanu Grobogan”. Hasil penelitian menunjukan bahwa
pada karakteristik responden, tingkat pendidikan responden yang paling
tinggi adalah SMA (55,3 %), dan terendah adalah SD (8,5 %). Pada usia
ibu yang resiko tinggi (usia < 20 tahun dan > 30 tahun) (23,4%),
sedangkan resiko rendah (20-30 tahun) (76,6%). Pada kategori pekerjaan,
ibu yang tidak bekerja (78,7%), sedangkan yang tidak bekerja (21,3%).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) dengan kejadian diare dengan p value 0,025.
2. Agustin (2009), dengan judul penelitian Beberapa faktor lingkungan
terhadap kejadian diare di Puskesmas Serayu Larangan, Kecamatan
Mrebet, Kabupaten Purbalingga. Penelitian ini menggunakan metode
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
pendekatan Case control yaitu suatu pendekatan penelitian yang dilakukan
dengan cara mengidentifikasi pasien dengan penyakit tertentu (kasus) dan
kelompok tanpa penyakit (kontrol). Hasil penelitian ini adalah faktor
sanitasi yang berpengaruh secara bersama- sama terhadap kejadian diare
adalah ketersediaan jamban (p=0,000 dengan OR= 3,098 CI = 3,098 –
7,907) dan faktor kondisi tempat sampah (p=0,003 dengan OR= 2,098
dengan nilai CI = 3,098 – 7,907).
Skripsi ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dikarenakan pada penelitian
ini meneliti tentang hubungan PHBS dengan kejadian diare pada anak, dengan
menggunakan metode penelitian croos sectional. Pada penelitian ini berbeda
dikarenakan variabel PHBS yang diteliti adalah PHBS terhadap orang tua
balita yang dilihat dalam hubungannya terhadap kejadian diare pada balitanya.
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Definisi
Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil “tahu” dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni: indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2007).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Pengetahuan diperlukan
sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan
perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan
merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
2. Adopsi Pengetahuan
Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa apabila
suatu pembuatan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perbuatan yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan apabila manusia
mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang tersebut akan terjadi proses
sebagai berikut:
a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tertentu disini
sikap subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya terhadap
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
3. Tingkat Pengetahuan
Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan yang dicakup
dalam bidang atau ranah kognitif mempunyai enam tingkatan bergerak dari
yang sederhana sampai pada yang kompleks yaitu:
a. Tahu (Know)
Mengetahui berdasarkan mengingat kepada bahan yang sudah
dipelajari sebelumnya.Mengetahui dapat menyangkut bahan yang luas
atau sempit seperti fakta (sempit) dan teori (luas). Namun, apa yang
diketahui hanya sekedar informasi yang dapat disingkat saja. Oleh karena
itu tahu merupakan tingkat yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dapat menginterpretasi materi
tersebut secara benar.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Penerapan adalah kemampuan menggunakan suatu ilmu yang
sudah dipelajari ke dalam situasi baru seperti menerapkan suatu metode,
konsep, prinsip atau teori.
d. Analisa (Analysis)
Analisa adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitan suatu sama lainnya.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja,
dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas,
menyelesaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang
telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkenaan dengan kemampuan menggunakan
pengetahuan untuk membuat penelitian terhadap suatu berdasarkan
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
maksud atau kriteria tertentu. Misalnya, dapat membandingkan,
menanggapi dan dapat menafsirkan dan sebagainya
B. Sikap
1. Pengertian
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, salah seorang ahli
psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007), sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
2. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan
Notoatmodjo (2007), membagi tingkatan sikap menjadi 4 yaitu:
a. Menerima (receiving)
Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sikap orang terhadap gizi
dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah.
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
b. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan
suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang
menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan
orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat
tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatuyang dipilihnya dengan segala
risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
3. Arah sikap
Sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau
tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak
atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orang
yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti
memiliki sikap yang positif sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak
mendukung dikatakan memiliki sikap yang arahnya negatif (Azwar, 2009).
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
C. Diare
1. Pengertian
Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defeksi lebih dari biasanya (> 3 kali / hari) disertai perubahan
konsistensi tinja menjadi cair, dengan atau tanpa darah dan atau lendir
(Suratmadja 2007). Menurut Suriadi & Yuliani (2006) diare merupakan
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer
atau cair.
2. Klasifikasi
Menurut Suraatmadja (2007) klasifikasi diare terdiri dari diare akut
dan diare kronik.
a. Diare akut
Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi
dan anak yang sebelumnya sehat (Suraatmadja 2007). Secara
operasional, diare akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan
dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya dan
berlangsung kurang dari 14 hari (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah
2008).
b. Diare kronik
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan
tidak disebabkan oleh infeksi (Suraatmadja 2007). Menurut Suharyono
(2007) diare kronik merupakan diare yang berlanjut sampai 2 minggu
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
atau lebih dan kehilangan berat badan atau tidak bertambah berat badan
selama masa tersebut.
Menurut Suraatmadja (2007), diare kronik dapat dibagi menjadi 6
klasifikasi yaitu: Persistent diarrhea, diare yang menetap dan
berlangsung lebih dari 14 hari, diare ini disebabkan oleh infeksi.
Protracted diarrhea, diare yang diperlambat dan berlangsung lebih dari
2 minggu dengan tinja cair. Intractable diarrhea, diare yang tidak dapat
diobati atau disembuhkan. Prolonged diarrhea, diare yang diperpanjang
atau berlangsung lebih dari 7 hari. Recurrent diarrhea, diare yang
berulang-ulang selama 3 bulan dan sedikitnya tiap bulannya 1 kali
episode diare. Cronic non spesific diarrhea, diare yang berlangsung
lebih dari 3 minggu tetapi tidak disertai gangguan pertumbuhan dan
tidak ada tanda-tanda infeksi maupun malabsorpsi.
3. Etiologi
Menurut Suharyono (2009), dilihat dari sudut patofisiologi, penyebab
diare akut dapat dibagi menjadi 2 golongan sebagai berikut:
a. Diare sekresi (secretory diarrhea), disebabkan oleh: Infeksi virus, seperti
kuman-kuman patogen dan apatogen. Hiperperistaltik usus halus yang
dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan (misalnya keracunan
makanan, makanan yang pedas, makanan yang sudah basi dan lain-lain),
gangguan syaraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya. Defisiensi imun
terutama Secretory imunnoglobulin A (SIgA) yang mengakibatkan
terjadinya bakteri atau jamur tumbuh berlipat ganda.
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
b. Diare osmotik (osmotic diarrhea), disebabkan oleh: malabsorpsi
makanan, Kekurangan Kalori Protein (KKP), Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) dan bayi baru lahir.
Menurut Suraatmadja (2007), faktor-faktor penyebab diare kronik
dapat dibagi menjadi:
a. Infeksi bakteri / infestasi parasit yang sudah resisten terhadap antibiotika
atau anti parasit, disertai overgrowth bakteri non pathogen seperti
Pseudomonas, Klabsiella, Streptokok, Stafilokok dan sebagainya.
b. Kerusakan epitel usus. Sebagai akibat kerusakan epitel usus terjadi
kekurangan enzim laktase dan protease dengan akibat terjadinya
maldigesti dan malabsorpsi karbohidrat dan protein, dan pada tahap
lanjut setelah terjadi KKP yang menyebabkan terjadinya atrofi mukosa
lambung, mukosa usus halus disertai penumpukan villi, serta kerusakan
hepar dan pankreas, terjadilah defisiensi enzim-enzim yang dikeluarkan
oleh organ-organ tersebut, menyebabkan terjadinya maldigesti dan
malabsorpsi dari seluruh nutrien. Makanan yang tidak dicerna dengan
baik tersebut akan menyebabkan osmotik diare. Selain itu juga akan
menyebabkan overgrowth bakteri yang menyebabkan terjadinya
dekonjugasi dan dehidroksilasi asam empedu.
c. Gangguan imunologis. Usus merupakan organ utama untuk daya
pertahanan tubuh. Defisiensi dan sekretori IgA (SIgA) dan cell mediated
immunity akan menyebabkan tidak mampu mengatasi infeksi bakteri dan
infestasi parasit di dalam usus. Akibatnya bakteri, virus, parasit dan
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
jamur akan mausk ke dalam usus dan berkembangbiak dengan leluasa,
menjadi overgrowth dengan akibat lebih lanjut berupa diare persisten dan
malabsorpsi makanan yang lebih berat.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare
Menurut Silva et al (2008), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi diare adalah:
a. Penyediaan air bersih.
Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan
lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan
makanan. Kebutuhan manusia akan air sangat komplek antara lain untuk
minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Diantara kegunaan-
kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk
minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum termasuk untuk masak,
air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak
menimbulkan penyakit bagi manusia (Silva et al, 2008).
Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat
kesehatan dan dapat diminum. Air bersih adalah air yang digunakan
untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak
terlebih dahulu. Penyakit-penyakit yang biasanya ditularkan melalui air
adalah Thypus abdominalis, Cholera, Dysentri basiler, Diare akut,
Poliomyelitis, Dysentri amoeba, penyakit-penyakit cacing seperti
Ascariasis, Trichiuris, parasit yang menggunakan air untuk daur
hidupnya (Sarudji, 2006).
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
b. Jamban keluarga.
Faktor jamban keluarga yang perlu diperhatikan adalah
kepemilikan jamban keluarga di rumah, buang air besar di jamban, dan
keadaan jamban. Dalam hal pemanfaatan sanitasi, masyarakat umumnya
memiliki beberapa pilihan akses yang digunakan secara bergantian,
sebelum dialirkan ke sungai. Khusus bagi masyarakat rural dan peri-
urban, meski memiliki toilet di rumah, mereka juga masih memanfaatkan
toilet terbuka seperti sungai atau empang. Masyarakat peri-urban
menjadikan kepraktisan dan norma umum sebagai alasan utama untuk
menyalurkan kotorannya ke sungai. Tidak heran, sungai-sungai di
Indonesia dapat disebut sebagai jamban raksasa karena masyarakat
Indonesia umumnya menggunakan sungai untuk buang air. Masyarakat
urban di perkotaan yang tinggal di gang-gang sempit atau rumah-rumah
petak di Jakarta umumnya tidak mempunyai lahan besar untuk
membangun septic tank. Karena itu, mereka biasanya tak memiliki
jamban. Jika kemudian mereka memiliki sumur, umumnya tidak diberi
pembatas semen. Ketika hujan tiba, kotoran yang ada di tanah terbawa air
hujan masuk ke dalam sumur. Air yang sudah terkontaminasi inilah yang
memudahkan terjadinya diare (Hiswani, 2008).
Menurut Sarudji (2006), keadaan jamban di rumah atau lingkungan
sebagai tempat pembuangan tinja diperlukan beberapa persyaratan yaitu
tidak menimbulkan kontaminasi pada air tanah yang masuk ke dalam
sumber atau mata air dan sumur, tidak menimbulkan kontaminasi pada
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
air permukaan, tidak menimbulkan kontaminasi pada tanah permukaan
sehingga dapat mencegah penularan penyakit cacing, tinja tidak dapat
dijangkau oleh lalat atau binatang-binatang lainnya dan tidak
menimbulkan bau dan terlindung dari pandangan.
c. Pengelolaan sampah.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pengelolaan sampah
adalah tempat pembuangan sampah, keadaan tempat sampah dan faktor
adanya vektor lalat melalui lalat. Tempat pembuangan sampah yang
dimaksud adalah kegiatan menyingkirkan sampah dengan metode
tertentu dengan tujuan agar sampah tidak lagi mengganggu kesehatan
lingkungan atau kesehatan masyarakat. Ada dua istilah yang harus
dibedakan dalam lingkup pembuangan sampah solid waste (pembuangan
sampah saja) dan final disposal (pembuangan akhir) (Sarudji, 2006).
d. Sanitasi makanan.
Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk
kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya dan
penyakit pada manusia (Wijayanti, 2008). Sanitasi makanan meliputi
tindakan-tindakan saniter yang ditujukan pada semua tingkatan, sejak
makanan mulai dibeli, disimpan, diolah dan disajikan untuk melindungi
agar konsumen tidak dirugikan kesehatannya. Tujuan sanitasi makanan
yaitu untuk menjamin keamanan dan kebersihan makanan, mencegah
penularan wabah penyakit, mengurangi tingkat kerusakan atau
pembusukan pada makanan (Wijayanti, 2008).
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
e. Fasilitas sanitasi makanan
Fasilitas sanitasi peranannya sangat penting, dalam hubungannya
sebagai salah satu faktor penyebab diare. Fasilitas makanan yang
dimaksud seperti tempat untuk mencuci tangan yang kurang, minimnya
tempat untuk mencuci peralatan rumah tangga, serta pola perilaku sehari-
hari masyarakat (Hiswani, 2008).
f. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan
dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebagian besar kuman infeksius
penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut
ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang
mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada
penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat
tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman
penyakit masuk ke tubuh manusia (Howard & Bartram, 2003).
Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare
dikemukakan oleh Bozkurt et al (2003) di Turki, orang tua yang tidak
mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, anak
mempunyai risiko lebih besar terkena diare.
Berdasarkan 10 indikator PHBS di rumah tangga yang
berhubungan dengan kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif,
menggunakan air bersih, mencuci tangan pakai sabun, dan menggunakan
jamban sehat (Proverawati & Rahmawati, 2012).
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
5. Patofisiologi
Menurut Suraatmadja (2007), sebagai akibat diare baik akut maupun
kronik akan terjadi keadaan sebagai berikut:
a. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada
pemasukan air (input), keadaan ini merupakan penyebab kematian pada
diare.
b. Gangguan keseimbangan asam-basa (metabolik asidosis)
Metabolik asidosis dapat terjadi karena: kehilangan Na-bikarbonat
bersama tinja. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh. Terjadi
penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan. Produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal sehingga terjadi oliguria/ anuria.
c. Hipoglikemia
Keadaan ini terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare. Pada
anak-anak dengan gizi cukup atau baik, hipoglikemia ini jarang terjadi,
lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KKP.
d. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan
akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal
ini dapat disebabkan makanan yang dihentikan orang tua karena orang
tua takut diare atau muntahnya akan bertambah hebat. Orang tua sering
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
hanya memberikan air teh saja sebagai dietnya. Walaupun susu
diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan susu yang encer ini
diberikan terlalu lama
e. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolemik.
6. Gejala Klinis
Mula-mula anak balita menjadi cengeng, gelisah, suhu badan
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare.
Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin
lama berubah kehijau-hijauan karena tercampur empedu, karena seringnya
defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam
akibat banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak
diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan
atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit
maka akan terjadi gejala dehidrasi. Berat badan menurun, pada bayi ubun-
ubun besar dan cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir
mulut dan bibir terlihat kering (Hasan et al, 2007).
7. Cara Penularan
Menurut Lanny (2007) cara penularan diare diantaranya dapat melalui :
a. Jalur penularan diare melalui mulut dan anus dengan perantaraan
lingkungan dan perilaku yang tidak sehat
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
b. Tinja penderita yang mengandung kuman bila mengeluarkan tinja akan
mencemari lingkungan terutama air.
c. Alat dapur yang dicemari kuman akan masuk ke mulut, kemudian terjadi
diare.
d. Infeksi oleh agen penyebab terjadinya diare bila makanan / air minum
yang terkontaminasi tinja / muntahan penderita diare.
e. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar dipergunakan
untuk menyuap makanan.
8. Pencegahan Diare
Menurut Suraatmadja (2007), pencegahan diare yang benar dan efektif dapat
dilakukan dengan cara:
a. Memberikan ASI
ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6
bulan. ASI bersifat steril berbeda dengan sumber susu lain seperti susu
formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan
dapat terkontaminasi dalam botol kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan
atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak
dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
b. Memperbaiki makanan pendamping ASI
Makanan pendamping ASI dimulai saat bayi secara bertahap, bayi
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut
merupakan masa yang berbahaya bagi bayi, sebab perilaku pemberian
makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya risiko
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian.
Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik dapat meliputi
perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan.
c. Menggunakan air bersih yang cukup
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai
risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko
terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan
melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai
penyimpanan di rumah.
d. Mencuci tangan dengan air dan sabun
Kebiasaan berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun terutama sesudah
buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi
makan anak dan sebelum makan mempunyai dampak dalam kejadian
diare.
e. Menggunakan jamban
Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam
menurunkan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak
mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air
besar di jamban.
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
f. Membuang tinja bayi yang benar
Banyak orang yang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya.
Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit
pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.
g. Memberikan imunisasi campak
Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu, segera
beri anak imunisasi campak segera setelah umur 9 bulan.
9. Komplikasi Diare
Menurut Suraatmadja (2007), kebanyakan diare sembuh tanpa
mengalami komplikasi, tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dari
dehidrasi, kelainan elektrolit atau pengobatan yang diberikan. Komplikasi
tersebut meliputi:
a. Hipertermia. Biasanya terjadi pada diare yang disertai muntah dengan
intake cairan atau makanan kurang, atau cairan yang diminum terlalu
banyak mengandung natrium. Pada bayi juga dapat terjadi jika setelah
diare sembuh diberi oralit dalam jumlah yang berlebihan.
b. Hiponatermia. Keadaan ini dapat terjadi pada penderita minum cairan
sedikit atau tidak mengandung natrium. penderita gizi buruk mempunyai
kecenderungan mengalami hiponatremia.
c. Demam. Keadaan sering terjadi pada infeksi Shigella disentriae dan
Rotavirus. Pada umumnya demam akan timbul apabila penyebab diare
mengadakan invasi ke dalam sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
akibat dehidrasi. Demam yang timbul akibat dehidrasi pada umumnya
tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup.
Demam yang tinggi mungkin diikuti dengan kejang.
d. Oedema atau overhidrasi. Keadaan ini terjadi apabila penderita
mendapatkan cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala oedema kelopak
mata, kejang-kejang jika terjadi oedema otak, oedema paru-paru.
e. Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya
basa cairan ektraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis
respiratorik, yang ditandai dengan pernapasan yang dalam dan cepat.
f. Hipokalemia (serum K > 3.0 mMol/L). keadaan ini terjadi jika
penggantian K selama dehidrasi tidak cukup, akan terjadi kekurangan K
yang ditandai dengan kelemahan pada tungkai, ileus, kerusakan ginjal
dan aritma jantung.
g. Illeus paralitikus. Komplikasi ini penting dan sering fatal terutama sering
terjadi pada anak kecil sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas.
Tanda dan gejala perut kembung, muntah, peristaltik usus berkurang atau
tidak ada.
h. Kejang karena hipoglikemia. Terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama.
Bila penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberi IV dengan
dosis 2,5 mg/kg berat badan. Jika koma tersebut disebabkan oleh
hipoglikemia, dengan pemberian glukosa intrvena, kesadaran akan cepat
pulih kembali.
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
i. Intoleransi laktosa. Pada penderita intoleransi laktosa, pemberian susu
formula selama diare dapat menyebabkan: volume tinja bertambah, berat
badan tidak bertambah atau gejala dehidrasi memburuk, dalam tinja
terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.
j. Malabsorpsi glukosa. Komplikasi ini jarang terjadi, namun dapat terjadi
pada penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau penderita dengan
gizi buruk.
k. Malabsorpsi dan intoleransi laktosa. Pada penderita intoleransi laktosa,
pemberian susu formula selama diare dapat menyebabkan volume tinja
bertambah, berat badan tidak bertambah atau tanda dehidrasi memburuk,
dan dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah yang cukup banyak.
l. Muntah. Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus dan
gastritis Karena infeksi, ileus yang menyebabkan gangguan fungsi usus
atau mual yang berhubungan dengan infeksi sistemik. Muntah dapat juga
disebabkan pemberian cairan oral terlalu cepat.
D. Perilaku Hidup Bersih Sehat
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan
informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku guna membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya
sendiri sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS
melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Sosial Suport) dan
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Terdapat 5 tatanan PHBS yaitu
PHBS Rumah Tangga, PHBS Sekolah, PHBS Tempat Kerja, PHBS Sarana
Kesehatan, PHBS Tempat-tempat Umum (Dinkes Jateng, 2009).
1. Perilaku Hidup Bersih Sehat pada Keluarga
a. PHBS Keluarga
PHBS keluarga adalah wahana atau wadah dimana orang tua
(bapak dan ibu) dan anak serta anggota keluarga yang lain dalam
melaksanakan kehidupan sehari-hari bertolak dari pengertian di atas
PHBS tatanan rumah tangga adalah suatu upaya yang dilakukan untuk
memberdayakan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam
berperilaku hidup bersih dan sehat (Dinkes Jateng, 2009).
b. Manfaat
Perilaku hidup bersih dan sehat sangat banyak bermanfaat bagi
penduduk Indonesia, yaitu (Kamisah, 2009) :
1) Setiap rumah tangga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit.
2) Rumah tangga sehat dapat meningkat produktivitas kerja anggota
keluarga.
3) Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya
yang tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk
biaya investasi seperti biaya pendidikan dan usaha lain yang dapat
meningkatkan kesejahteraan anggota rumah tangga.
4) Salah satu indikator menilai keberhasilan Pemerintah Daerah
Kabupaten /Kota di bidang kesehatan.
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
5) Meningkatkan citra pemerintah dalam bidang kesehatan.
6) Dapat menjadikan percontohan rumah tangga sehat bagi daerah lain.
c. Manajemen Pelaksanaan
Sasaran PHBS pada keluarga adalah seluruh anggota keluarga
yaitu pasangan usia subur, ibu hamil dan menyusui, anak dan remaja,
usia lanjut dan pengasuh anak (Kamisah, 2009).
d. Indikator PHBS Keluarga
Indikator PHBS adalah suatu alat ukur untuk menilai keadaan atau
permasalahan kesehatan. Indikator PHBS keluarga yang digunakan
yaitu mengacu kepada standar pelayanan minimal bidang kesehatan
antara lain (Dinkes, 2009) :
1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan (Dokter atau Bidan).
2) Bayi diberi ASI saja sejak usia 0-6 bulan tanpa makanan tambahan
lain termasuk susu formula.
3) Penimbangan balita dilakukan satu bulan sekali /minimal 8 kali
setahun di sarana kesehatan (Posyandu, PKD, puskesmas dan lain-
lain).
4) Anggota keluarga mengkonsumsi makanan yang bergizi dan
beraneka ragam.
5) Anggota keluarga menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-
hari.
6) Anggota keluarga menggunakan jamban sehat.
7) Anggota keluarga membuang sampah pada tempatnya.
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
8) Setiap anggota keluarga menempati ruangan rumah minimal 9 m².
9) Anggota keluarga yang berumur 10 tahun keatas melakukan
aktifitas fisik /olahraga.
10) Semua ruangan rumah berlantai kedap air (bukan tanah) dan dalam
keadaan bersih.
11) Anggota keluarga tidak ada yang merokok.
12) Anggota keluarga mencuci tangan sebelum makan dan sesudah
BAB.
13) Anggota keluarga menggosok gigi minimal 2 kali sehari sesudah
makan dan sebelum tidur.
14) Anggota keluarga tidak minum minuman keras dan tidak
menyalahgunakan narkoba.
15) Anggota keluarga menjadi peserta jaminan pemeliharaan kesehatan
(Dana Sehat, Askes Maskin, Jamsostek dan lain- lain).
16) Anggota keluarga melakukan PSN (Pemberantasan Sarang
Nyamuk).
e. Indikator PHBS yang berhubungan dengan diare
Berdasarkan 10 indikator PHBS di rumah tangga yang
berhubungan dengan kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif,
menggunakan air bersih, mencuci tangan pakai sabun, dan
menggunakan jamban sehat (Proverawati & Rahmawati, 2012).
Pengukuran dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan
dengan pernyataan-pernyataan hipotetis, kemudian ditanyakan pendapat
responden (Notoatmodjo, 2007). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan kuesioner sebagai alat ukur untuk indicator PHBS yang
berhubungan dengan diare.
Untuk mencari nilai kriteria peneliti menggunakan rumus
kategorisasi dalam Syarifudin (2010) sebagai berikut, dengan jumlah
soal sebanyak 35 dengan kriteria jawaban sangat selalu, sering, kadang-
kadang dan tidak pernah. Untuk nilai skor jawaban menggunakan skala
likert adalah sebagai berikut:
1) Selalu : 4
2) Sering : 3
3) Kadang-kadang : 2
4) Tidak pernah : 1
Untuk mencari nilai kriteria peneliti menggunakan rumus kategorisasi
dalam Syarifudin (2010) sebagai berikut:
1) Tentukan skor maksimal ideal dengan cara skor tertinggi dari
jawaban dikali dengan jumlah butir soal.
2) Tentukan skor minimal ideal dengan cara skor terendah dari jawaban
dikali dengan jumlah butir soal.
3) Tentukan nilai rentang dengan cara skor mak ideal dikurangi skor
min ideal kemudian dibagi 3.
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
Sehingga didapatkan nilai sebagai berikut:
a) Nilai Maksimal (tertinggi) : 140
b) Nilai Minimal (terendah) : 35
c) Rentang Nilai : 35
Jadi kriteria beban kerja berdasarkan skala linkert adalah
a) Baik : 105-140
b) Cukup : 75-104
c) Kurang : 35-74
Jadi responden akan diketahui memiliki PHBS baik jika memperoleh
nilai sejumlah 105-140, memiliki PHBS cukup jika memperoleh nilai
75-104 dan memiliki PHBS kurang jika memperoleh nilai 35-74.
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
E. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Silva at all (2008), Suaratmadja (2007), Sarudji (2006), Suriadi &
Yuliani (2006), Mida (2009), Wahab (2007), Suharyono (2009)
Sehat
Diare
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare: 1. Faktor penyediaan air bersih. 2. Faktor sanitasi makanan. 3. Faktor penyediaan jamban keluarga. 4. Faktor pengolahan sampah. 5. Faktor fasilitas sanitasi.
Lingkungan
PHBS
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
F. Kerangka Konseptual Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan: : variabel yang diteliti : arah penelitian
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
G. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang telah
dirumuskan. Pernyataan tersebut merupakan asumsi tentang hubungan antara
dua atau lebih variabel yang diharapkan dapat menjawab suatu pertanyaan
dalam penelitian (Nursalam, 2008). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ha : Ada hubungan antara PHBS dengan kejadian diare pada balita di
Desa Kembaran dan Desa Linggasari Tahun 2015.
Ho : Tidak ada hubungan antara PHBS dengan kejadian diare pada balita
di Desa Kembaran dan Desa Linggasari Tahun 2015.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Kejadian Diare 1. 1 bulan yang lalu 2. 2 bulan yang lalu 3. 3 bulan yang lalu
Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015