bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.ump.ac.id/5921/2/susanto bab i.pdf · kesehatan dunia...

34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare sampai saat ini masih merupakan penyebab kematian utama di dunia, terhitung 5-10 juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia dan 2,2 juta diantaranya meninggal, dan sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun. Meskipun diare membunuh sekitar 4 juta orang/tahun di negara berkembang, ternyata diare juga masih merupakan masalah utama di negara maju. Di Amerika, setiap anak mengalami 7-15 episode diare dengan rata-rata usia 5 tahun. Di negara berkembang rata-rata tiap anak dibawah usia 5 tahun mengalami episode diare 3 kali pertahun (WHO, 2009). Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Laporan Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa penyakit Diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang ke empat (13,2%) (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data Dinkes Jateng tahun 2013 diketahui bahwa angka kejadian diare pada tahun 2013 sebesar 3,3% dengan karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki (5,5%), tinggal di daerah pedesaan (5,3%) dan kelompok kuintil indeks kepemilikan Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Upload: others

Post on 29-Oct-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare sampai saat ini masih merupakan penyebab kematian utama di

dunia, terhitung 5-10 juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat

dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia dan

2,2 juta diantaranya meninggal, dan sebagian besar anak-anak dibawah umur 5

tahun. Meskipun diare membunuh sekitar 4 juta orang/tahun di negara

berkembang, ternyata diare juga masih merupakan masalah utama di negara

maju. Di Amerika, setiap anak mengalami 7-15 episode diare dengan rata-rata

usia 5 tahun. Di negara berkembang rata-rata tiap anak dibawah usia 5 tahun

mengalami episode diare 3 kali pertahun (WHO, 2009).

Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga

merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian.

Laporan Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa penyakit Diare

merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita

(25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab

kematian yang ke empat (13,2%) (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan data Dinkes Jateng tahun 2013 diketahui bahwa angka

kejadian diare pada tahun 2013 sebesar 3,3% dengan karakteristik diare balita

tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki (5,5%),

tinggal di daerah pedesaan (5,3%) dan kelompok kuintil indeks kepemilikan

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

terbawah (6,2%). Berdasarkan program Surveilance Terpadu Penyakit (STP)

berbasis Puskesmas tahun 2013 di Kabupaten Banyumas, diare merupakan

penyakit terbanyak yang diderita oleh balita, yaitu sebanyak 56,2 %. Adapun

data kasus baru penderita rawat inap penyakit menular berbasis rumah sakit

tahun 2013 menunjukkan bahwa diare masuk ke dalam urutan tiga teratas

penyakit terbanyak. Sedangkan pada tahun 2012, tiga penyakit rawat inap

terbanyak yang diderita balita adalah diare, DBD, dan tifus perut klinis

(Dinkes Banyumas, 2013).

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis

lingkungan, dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan

pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku

manusia, apabila faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercemar bakteri

atau virus serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula,

maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes RI, 2005).

Menurut Sucipto (2003), penyebab diare pada anak balita adalah

ketersediaan air bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat. Menurut penelitian

Nilton, dkk (2008) faktor-faktor penyebab diare adalah menggunakan air

sumur, minum air yang tidak dimasak, sumur < 10 meter, tidak mempunyai

jamban, tidak menggunakan jamban, tidak mempunyai tempat sampah dan

tidak cuci tangan.

PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar

kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga,

kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat

(Kemenkes RI, 2011). PHBS di tatanan rumah tangga adalah upaya untuk

memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu

melakukan PHBS untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya,

mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman

penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Depkes

RI, 2009).

Berdasarkan data Riskesdas (2013), proporsi nasional rumah tangga

dengan PHBS baik pada tahun 2013 mengalami penurunan dibandingkan pada

tahun 2007. Proporsi nasional rumah tangga PHBS baik pada tahun 2007

adalah sebesar 38,7% dan proporsi nasional rumah tangga PHBS baik pada

tahun 2013 adalah sebesar 32,2%, dengan proporsi tertinggi pada DKI Jakarta

(56,8%) dan terendah pada Papua (16,4%). Proporsi rumah tangga dengan

PHBS baik lebih tinggi di perkotaan (41,5%) dibandingkan di perdesaan

(22,8%). Terdapat 20 dari 33 provinsi yang masih memiliki rumah tangga

PHBS baik di bawah proporsi nasional.

Berdasarkan 10 indikator PHBS di rumah tangga yang berhubungan

dengan kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif, menggunakan air

bersih, mencuci tangan pakai sabun, dan menggunakan jamban sehat

(Proverawati & Rahmawati, 2012).

Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Kembaran I pada bulan

Januari sampai September tahun 2014 angka kejadian diare pada balita sebesar

119 kasus. Dimana kejadian diare tertinggi di Desa Kembaran sebanyak 29

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

kasus (24,4%), Desa Linggasari sebanyak 21 kasus (17,6%), Desa

Dukuhwaluh sebanyak 17 kasus (14,3%), Desa Karangsari sebanyak 15 kasus

(12,6%), Desa Tambaksari sebanyak 13 kasus (10,9%), Desa Bantarwuni dan

Desa Purbadana masing-masing 11 kasus (9,2%) dan Desa Karangsoka

sebanyak 2 kasus (1,7%).

Hasil survei di 2 desa dengan kejadian diare tertinggi terhadap 13

rumah warga dengan menggunakan indikator PHBS yang berhubungan

dengan kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif, penimbangan bayi dan

balita, mencuci tangan pakai sabun, menggunakan air bersih, dan

menggunakan jamban, diketahui bahwa 44,91% masih menggunakan sumur

sebagai sumber air bersihnya dan untuk sarana jamban keluarga masih ada

20,66 % yang belum mempunyai jamban keluarga.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti merasa perlu untuk

melakukan penelitian tentang ”Hubungan Antara PHBS dengan Kejadian

Diare Pada Balita di Desa Kembaran dan Desa Linggasari Tahun 2015”.

B. Rumusan Masalah

Kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat dapat penyebab diare pada

anak. Berdasarkan 10 indikator PHBS di rumah tangga yang berhubungan

dengan kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif, menggunakan air

bersih, mencuci tangan pakai sabun, dan menggunakan jamban sehat.

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis

lingkungan, dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku

manusia, apabila faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercemar bakteri

atau virus serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula,

maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Adakah hubungan antara PHBS dengan kejadian diare

pada balita di Desa Kembaran dan Desa Linggasari Tahun 2015?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara PHBS dengan kejadian diare

pada balita di Desa Kembaran dan Desa Linggasari Tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik ibu balita meliputi umur, pendidikan,

pekerjaan di Desa Kembaran dan Desa Linggasari Tahun 2015.

b. Untuk mengetahui PHBS di Desa Kembaran dan Desa Linggasari

Tahun 2015.

c. Untuk mengetahui kejadian diare pada balita di Desa Kembaran dan

Desa Linggasari Tahun 2015.

d. Menganalisis hubungan antara PHBS dengan kejadian diare pada

balita di Desa Kembaran dan Desa Linggasari Tahun 2015.

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Skripsi ini dapat memberikan informasi dan gambaran secara

nyata, memperkuat dan mengembangkan teori yang ada serta menambah

wawasan ilmu pengetahuan berkenaan dengan pelaksanaan PHBS dan

kejadian diare pada balita.

2. Secara Praktis

a. Bagi Peneliti

Skripsi ini diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang metode

penelitian serta dapat memberikan informasi yang cukup jelas bagi

peneliti mengenai hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

dengan kejadian diare pada balita dan pengalaman khususnya dalam

mengadakan penelitian ilmiah.

b. Bagi Puskesmas

Skripsi ini dapat digunakan sebagai data masyarakat yang

melakukan PHBS serta bahan pertimbangan dalam menyelesaikan

masalah kesehatan mengenai pencegahan penyakit dan sebagai bahan

informasi dalam mengoptimalkan program-program PHBS.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya

dalam memperbanyak referensi tentang PHBS dengan kejadian diare

dan sebagai acuan penelitian selanjutnya.

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

d. Bagi Profesi Keperawatan

Skripsi ini diharapkan sebagai bahan informasi dalam upaya

peningkatan pelayanan keperawatan pada keluarga tentang pentingnya

perilaku hidup bersih dan sehat dalam upaya untuk pencegahan

penyakit dan diharapkan perawat menjadi change agent dalam

masyarakat untuk merubah paradigma sakit menjadi paradigma sehat.

E. Keaslian Penelitian

Sebagai acuan penelitian ini, beberapa penelitian yang telah dilakukan

oleh orang lain sebagai berikut:

1. Kusumawati (2011), “Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Dengan

Kejadian Diare Pada Balita Usia 1-3 Tahun di Desa Tegowanu Wetan

Kecamatan Tegowanu Grobogan”. Hasil penelitian menunjukan bahwa

pada karakteristik responden, tingkat pendidikan responden yang paling

tinggi adalah SMA (55,3 %), dan terendah adalah SD (8,5 %). Pada usia

ibu yang resiko tinggi (usia < 20 tahun dan > 30 tahun) (23,4%),

sedangkan resiko rendah (20-30 tahun) (76,6%). Pada kategori pekerjaan,

ibu yang tidak bekerja (78,7%), sedangkan yang tidak bekerja (21,3%).

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat (PHBS) dengan kejadian diare dengan p value 0,025.

2. Agustin (2009), dengan judul penelitian Beberapa faktor lingkungan

terhadap kejadian diare di Puskesmas Serayu Larangan, Kecamatan

Mrebet, Kabupaten Purbalingga. Penelitian ini menggunakan metode

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

pendekatan Case control yaitu suatu pendekatan penelitian yang dilakukan

dengan cara mengidentifikasi pasien dengan penyakit tertentu (kasus) dan

kelompok tanpa penyakit (kontrol). Hasil penelitian ini adalah faktor

sanitasi yang berpengaruh secara bersama- sama terhadap kejadian diare

adalah ketersediaan jamban (p=0,000 dengan OR= 3,098 CI = 3,098 –

7,907) dan faktor kondisi tempat sampah (p=0,003 dengan OR= 2,098

dengan nilai CI = 3,098 – 7,907).

Skripsi ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dikarenakan pada penelitian

ini meneliti tentang hubungan PHBS dengan kejadian diare pada anak, dengan

menggunakan metode penelitian croos sectional. Pada penelitian ini berbeda

dikarenakan variabel PHBS yang diteliti adalah PHBS terhadap orang tua

balita yang dilihat dalam hubungannya terhadap kejadian diare pada balitanya.

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Definisi

Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil “tahu” dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni: indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,

2007).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Pengetahuan diperlukan

sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan

perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan

merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

2. Adopsi Pengetahuan

Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa apabila

suatu pembuatan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari

pada perbuatan yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan apabila manusia

mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang tersebut akan terjadi proses

sebagai berikut:

a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tertentu disini

sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya terhadap

stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih

baik lagi.

d. Trial, dimana subjek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

3. Tingkat Pengetahuan

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan yang dicakup

dalam bidang atau ranah kognitif mempunyai enam tingkatan bergerak dari

yang sederhana sampai pada yang kompleks yaitu:

a. Tahu (Know)

Mengetahui berdasarkan mengingat kepada bahan yang sudah

dipelajari sebelumnya.Mengetahui dapat menyangkut bahan yang luas

atau sempit seperti fakta (sempit) dan teori (luas). Namun, apa yang

diketahui hanya sekedar informasi yang dapat disingkat saja. Oleh karena

itu tahu merupakan tingkat yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dapat menginterpretasi materi

tersebut secara benar.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Penerapan adalah kemampuan menggunakan suatu ilmu yang

sudah dipelajari ke dalam situasi baru seperti menerapkan suatu metode,

konsep, prinsip atau teori.

d. Analisa (Analysis)

Analisa adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitan suatu sama lainnya.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja,

dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas,

menyelesaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang

telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkenaan dengan kemampuan menggunakan

pengetahuan untuk membuat penelitian terhadap suatu berdasarkan

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

maksud atau kriteria tertentu. Misalnya, dapat membandingkan,

menanggapi dan dapat menafsirkan dan sebagainya

B. Sikap

1. Pengertian

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih

tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, salah seorang ahli

psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau

kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif

tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek

(Notoatmodjo, 2007).

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007), sikap itu

mempunyai 3 komponen pokok :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

2. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan

Notoatmodjo (2007), membagi tingkatan sikap menjadi 4 yaitu:

a. Menerima (receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sikap orang terhadap gizi

dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah.

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

b. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan

suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang

diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang

menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan

orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat

tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatuyang dipilihnya dengan segala

risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Arah sikap

Sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau

tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak

atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orang

yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti

memiliki sikap yang positif sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak

mendukung dikatakan memiliki sikap yang arahnya negatif (Azwar, 2009).

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

C. Diare

1. Pengertian

Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan bertambahnya

frekuensi defeksi lebih dari biasanya (> 3 kali / hari) disertai perubahan

konsistensi tinja menjadi cair, dengan atau tanpa darah dan atau lendir

(Suratmadja 2007). Menurut Suriadi & Yuliani (2006) diare merupakan

kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena

frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer

atau cair.

2. Klasifikasi

Menurut Suraatmadja (2007) klasifikasi diare terdiri dari diare akut

dan diare kronik.

a. Diare akut

Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi

dan anak yang sebelumnya sehat (Suraatmadja 2007). Secara

operasional, diare akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan

dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya dan

berlangsung kurang dari 14 hari (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah

2008).

b. Diare kronik

Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan

tidak disebabkan oleh infeksi (Suraatmadja 2007). Menurut Suharyono

(2007) diare kronik merupakan diare yang berlanjut sampai 2 minggu

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

atau lebih dan kehilangan berat badan atau tidak bertambah berat badan

selama masa tersebut.

Menurut Suraatmadja (2007), diare kronik dapat dibagi menjadi 6

klasifikasi yaitu: Persistent diarrhea, diare yang menetap dan

berlangsung lebih dari 14 hari, diare ini disebabkan oleh infeksi.

Protracted diarrhea, diare yang diperlambat dan berlangsung lebih dari

2 minggu dengan tinja cair. Intractable diarrhea, diare yang tidak dapat

diobati atau disembuhkan. Prolonged diarrhea, diare yang diperpanjang

atau berlangsung lebih dari 7 hari. Recurrent diarrhea, diare yang

berulang-ulang selama 3 bulan dan sedikitnya tiap bulannya 1 kali

episode diare. Cronic non spesific diarrhea, diare yang berlangsung

lebih dari 3 minggu tetapi tidak disertai gangguan pertumbuhan dan

tidak ada tanda-tanda infeksi maupun malabsorpsi.

3. Etiologi

Menurut Suharyono (2009), dilihat dari sudut patofisiologi, penyebab

diare akut dapat dibagi menjadi 2 golongan sebagai berikut:

a. Diare sekresi (secretory diarrhea), disebabkan oleh: Infeksi virus, seperti

kuman-kuman patogen dan apatogen. Hiperperistaltik usus halus yang

dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan (misalnya keracunan

makanan, makanan yang pedas, makanan yang sudah basi dan lain-lain),

gangguan syaraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya. Defisiensi imun

terutama Secretory imunnoglobulin A (SIgA) yang mengakibatkan

terjadinya bakteri atau jamur tumbuh berlipat ganda.

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

b. Diare osmotik (osmotic diarrhea), disebabkan oleh: malabsorpsi

makanan, Kekurangan Kalori Protein (KKP), Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) dan bayi baru lahir.

Menurut Suraatmadja (2007), faktor-faktor penyebab diare kronik

dapat dibagi menjadi:

a. Infeksi bakteri / infestasi parasit yang sudah resisten terhadap antibiotika

atau anti parasit, disertai overgrowth bakteri non pathogen seperti

Pseudomonas, Klabsiella, Streptokok, Stafilokok dan sebagainya.

b. Kerusakan epitel usus. Sebagai akibat kerusakan epitel usus terjadi

kekurangan enzim laktase dan protease dengan akibat terjadinya

maldigesti dan malabsorpsi karbohidrat dan protein, dan pada tahap

lanjut setelah terjadi KKP yang menyebabkan terjadinya atrofi mukosa

lambung, mukosa usus halus disertai penumpukan villi, serta kerusakan

hepar dan pankreas, terjadilah defisiensi enzim-enzim yang dikeluarkan

oleh organ-organ tersebut, menyebabkan terjadinya maldigesti dan

malabsorpsi dari seluruh nutrien. Makanan yang tidak dicerna dengan

baik tersebut akan menyebabkan osmotik diare. Selain itu juga akan

menyebabkan overgrowth bakteri yang menyebabkan terjadinya

dekonjugasi dan dehidroksilasi asam empedu.

c. Gangguan imunologis. Usus merupakan organ utama untuk daya

pertahanan tubuh. Defisiensi dan sekretori IgA (SIgA) dan cell mediated

immunity akan menyebabkan tidak mampu mengatasi infeksi bakteri dan

infestasi parasit di dalam usus. Akibatnya bakteri, virus, parasit dan

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

jamur akan mausk ke dalam usus dan berkembangbiak dengan leluasa,

menjadi overgrowth dengan akibat lebih lanjut berupa diare persisten dan

malabsorpsi makanan yang lebih berat.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare

Menurut Silva et al (2008), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi diare adalah:

a. Penyediaan air bersih.

Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan

lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan

makanan. Kebutuhan manusia akan air sangat komplek antara lain untuk

minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Diantara kegunaan-

kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk

minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum termasuk untuk masak,

air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak

menimbulkan penyakit bagi manusia (Silva et al, 2008).

Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat

kesehatan dan dapat diminum. Air bersih adalah air yang digunakan

untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak

terlebih dahulu. Penyakit-penyakit yang biasanya ditularkan melalui air

adalah Thypus abdominalis, Cholera, Dysentri basiler, Diare akut,

Poliomyelitis, Dysentri amoeba, penyakit-penyakit cacing seperti

Ascariasis, Trichiuris, parasit yang menggunakan air untuk daur

hidupnya (Sarudji, 2006).

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

b. Jamban keluarga.

Faktor jamban keluarga yang perlu diperhatikan adalah

kepemilikan jamban keluarga di rumah, buang air besar di jamban, dan

keadaan jamban. Dalam hal pemanfaatan sanitasi, masyarakat umumnya

memiliki beberapa pilihan akses yang digunakan secara bergantian,

sebelum dialirkan ke sungai. Khusus bagi masyarakat rural dan peri-

urban, meski memiliki toilet di rumah, mereka juga masih memanfaatkan

toilet terbuka seperti sungai atau empang. Masyarakat peri-urban

menjadikan kepraktisan dan norma umum sebagai alasan utama untuk

menyalurkan kotorannya ke sungai. Tidak heran, sungai-sungai di

Indonesia dapat disebut sebagai jamban raksasa karena masyarakat

Indonesia umumnya menggunakan sungai untuk buang air. Masyarakat

urban di perkotaan yang tinggal di gang-gang sempit atau rumah-rumah

petak di Jakarta umumnya tidak mempunyai lahan besar untuk

membangun septic tank. Karena itu, mereka biasanya tak memiliki

jamban. Jika kemudian mereka memiliki sumur, umumnya tidak diberi

pembatas semen. Ketika hujan tiba, kotoran yang ada di tanah terbawa air

hujan masuk ke dalam sumur. Air yang sudah terkontaminasi inilah yang

memudahkan terjadinya diare (Hiswani, 2008).

Menurut Sarudji (2006), keadaan jamban di rumah atau lingkungan

sebagai tempat pembuangan tinja diperlukan beberapa persyaratan yaitu

tidak menimbulkan kontaminasi pada air tanah yang masuk ke dalam

sumber atau mata air dan sumur, tidak menimbulkan kontaminasi pada

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

air permukaan, tidak menimbulkan kontaminasi pada tanah permukaan

sehingga dapat mencegah penularan penyakit cacing, tinja tidak dapat

dijangkau oleh lalat atau binatang-binatang lainnya dan tidak

menimbulkan bau dan terlindung dari pandangan.

c. Pengelolaan sampah.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pengelolaan sampah

adalah tempat pembuangan sampah, keadaan tempat sampah dan faktor

adanya vektor lalat melalui lalat. Tempat pembuangan sampah yang

dimaksud adalah kegiatan menyingkirkan sampah dengan metode

tertentu dengan tujuan agar sampah tidak lagi mengganggu kesehatan

lingkungan atau kesehatan masyarakat. Ada dua istilah yang harus

dibedakan dalam lingkup pembuangan sampah solid waste (pembuangan

sampah saja) dan final disposal (pembuangan akhir) (Sarudji, 2006).

d. Sanitasi makanan.

Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk

kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya dan

penyakit pada manusia (Wijayanti, 2008). Sanitasi makanan meliputi

tindakan-tindakan saniter yang ditujukan pada semua tingkatan, sejak

makanan mulai dibeli, disimpan, diolah dan disajikan untuk melindungi

agar konsumen tidak dirugikan kesehatannya. Tujuan sanitasi makanan

yaitu untuk menjamin keamanan dan kebersihan makanan, mencegah

penularan wabah penyakit, mengurangi tingkat kerusakan atau

pembusukan pada makanan (Wijayanti, 2008).

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

e. Fasilitas sanitasi makanan

Fasilitas sanitasi peranannya sangat penting, dalam hubungannya

sebagai salah satu faktor penyebab diare. Fasilitas makanan yang

dimaksud seperti tempat untuk mencuci tangan yang kurang, minimnya

tempat untuk mencuci peralatan rumah tangga, serta pola perilaku sehari-

hari masyarakat (Hiswani, 2008).

f. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan

dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebagian besar kuman infeksius

penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut

ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang

mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada

penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat

tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman

penyakit masuk ke tubuh manusia (Howard & Bartram, 2003).

Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare

dikemukakan oleh Bozkurt et al (2003) di Turki, orang tua yang tidak

mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, anak

mempunyai risiko lebih besar terkena diare.

Berdasarkan 10 indikator PHBS di rumah tangga yang

berhubungan dengan kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif,

menggunakan air bersih, mencuci tangan pakai sabun, dan menggunakan

jamban sehat (Proverawati & Rahmawati, 2012).

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

5. Patofisiologi

Menurut Suraatmadja (2007), sebagai akibat diare baik akut maupun

kronik akan terjadi keadaan sebagai berikut:

a. Kehilangan air (dehidrasi)

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada

pemasukan air (input), keadaan ini merupakan penyebab kematian pada

diare.

b. Gangguan keseimbangan asam-basa (metabolik asidosis)

Metabolik asidosis dapat terjadi karena: kehilangan Na-bikarbonat

bersama tinja. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak

sempurna sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh. Terjadi

penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan. Produk

metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat

dikeluarkan oleh ginjal sehingga terjadi oliguria/ anuria.

c. Hipoglikemia

Keadaan ini terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare. Pada

anak-anak dengan gizi cukup atau baik, hipoglikemia ini jarang terjadi,

lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KKP.

d. Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan

akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal

ini dapat disebabkan makanan yang dihentikan orang tua karena orang

tua takut diare atau muntahnya akan bertambah hebat. Orang tua sering

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

hanya memberikan air teh saja sebagai dietnya. Walaupun susu

diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan susu yang encer ini

diberikan terlalu lama

e. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan disertai muntah, dapat terjadi gangguan

sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolemik.

6. Gejala Klinis

Mula-mula anak balita menjadi cengeng, gelisah, suhu badan

meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare.

Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin

lama berubah kehijau-hijauan karena tercampur empedu, karena seringnya

defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam

akibat banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak

diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan

atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit

maka akan terjadi gejala dehidrasi. Berat badan menurun, pada bayi ubun-

ubun besar dan cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir

mulut dan bibir terlihat kering (Hasan et al, 2007).

7. Cara Penularan

Menurut Lanny (2007) cara penularan diare diantaranya dapat melalui :

a. Jalur penularan diare melalui mulut dan anus dengan perantaraan

lingkungan dan perilaku yang tidak sehat

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

b. Tinja penderita yang mengandung kuman bila mengeluarkan tinja akan

mencemari lingkungan terutama air.

c. Alat dapur yang dicemari kuman akan masuk ke mulut, kemudian terjadi

diare.

d. Infeksi oleh agen penyebab terjadinya diare bila makanan / air minum

yang terkontaminasi tinja / muntahan penderita diare.

e. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar dipergunakan

untuk menyuap makanan.

8. Pencegahan Diare

Menurut Suraatmadja (2007), pencegahan diare yang benar dan efektif dapat

dilakukan dengan cara:

a. Memberikan ASI

ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6

bulan. ASI bersifat steril berbeda dengan sumber susu lain seperti susu

formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan

dapat terkontaminasi dalam botol kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan

atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak

dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.

b. Memperbaiki makanan pendamping ASI

Makanan pendamping ASI dimulai saat bayi secara bertahap, bayi

dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut

merupakan masa yang berbahaya bagi bayi, sebab perilaku pemberian

makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya risiko

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian.

Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik dapat meliputi

perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI

diberikan.

c. Menggunakan air bersih yang cukup

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai

risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang

tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko

terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan

melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai

penyimpanan di rumah.

d. Mencuci tangan dengan air dan sabun

Kebiasaan berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting

adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun terutama sesudah

buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi

makan anak dan sebelum makan mempunyai dampak dalam kejadian

diare.

e. Menggunakan jamban

Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam

menurunkan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak

mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air

besar di jamban.

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

f. Membuang tinja bayi yang benar

Banyak orang yang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya.

Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit

pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.

g. Memberikan imunisasi campak

Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian

imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu, segera

beri anak imunisasi campak segera setelah umur 9 bulan.

9. Komplikasi Diare

Menurut Suraatmadja (2007), kebanyakan diare sembuh tanpa

mengalami komplikasi, tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dari

dehidrasi, kelainan elektrolit atau pengobatan yang diberikan. Komplikasi

tersebut meliputi:

a. Hipertermia. Biasanya terjadi pada diare yang disertai muntah dengan

intake cairan atau makanan kurang, atau cairan yang diminum terlalu

banyak mengandung natrium. Pada bayi juga dapat terjadi jika setelah

diare sembuh diberi oralit dalam jumlah yang berlebihan.

b. Hiponatermia. Keadaan ini dapat terjadi pada penderita minum cairan

sedikit atau tidak mengandung natrium. penderita gizi buruk mempunyai

kecenderungan mengalami hiponatremia.

c. Demam. Keadaan sering terjadi pada infeksi Shigella disentriae dan

Rotavirus. Pada umumnya demam akan timbul apabila penyebab diare

mengadakan invasi ke dalam sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

akibat dehidrasi. Demam yang timbul akibat dehidrasi pada umumnya

tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup.

Demam yang tinggi mungkin diikuti dengan kejang.

d. Oedema atau overhidrasi. Keadaan ini terjadi apabila penderita

mendapatkan cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala oedema kelopak

mata, kejang-kejang jika terjadi oedema otak, oedema paru-paru.

e. Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya

basa cairan ektraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis

respiratorik, yang ditandai dengan pernapasan yang dalam dan cepat.

f. Hipokalemia (serum K > 3.0 mMol/L). keadaan ini terjadi jika

penggantian K selama dehidrasi tidak cukup, akan terjadi kekurangan K

yang ditandai dengan kelemahan pada tungkai, ileus, kerusakan ginjal

dan aritma jantung.

g. Illeus paralitikus. Komplikasi ini penting dan sering fatal terutama sering

terjadi pada anak kecil sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas.

Tanda dan gejala perut kembung, muntah, peristaltik usus berkurang atau

tidak ada.

h. Kejang karena hipoglikemia. Terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama.

Bila penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberi IV dengan

dosis 2,5 mg/kg berat badan. Jika koma tersebut disebabkan oleh

hipoglikemia, dengan pemberian glukosa intrvena, kesadaran akan cepat

pulih kembali.

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

i. Intoleransi laktosa. Pada penderita intoleransi laktosa, pemberian susu

formula selama diare dapat menyebabkan: volume tinja bertambah, berat

badan tidak bertambah atau gejala dehidrasi memburuk, dalam tinja

terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.

j. Malabsorpsi glukosa. Komplikasi ini jarang terjadi, namun dapat terjadi

pada penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau penderita dengan

gizi buruk.

k. Malabsorpsi dan intoleransi laktosa. Pada penderita intoleransi laktosa,

pemberian susu formula selama diare dapat menyebabkan volume tinja

bertambah, berat badan tidak bertambah atau tanda dehidrasi memburuk,

dan dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah yang cukup banyak.

l. Muntah. Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus dan

gastritis Karena infeksi, ileus yang menyebabkan gangguan fungsi usus

atau mual yang berhubungan dengan infeksi sistemik. Muntah dapat juga

disebabkan pemberian cairan oral terlalu cepat.

D. Perilaku Hidup Bersih Sehat

Perilaku hidup bersih dan sehat adalah upaya untuk memberikan

pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga,

kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan

informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan

perilaku guna membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya

sendiri sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS

melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Sosial Suport) dan

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Terdapat 5 tatanan PHBS yaitu

PHBS Rumah Tangga, PHBS Sekolah, PHBS Tempat Kerja, PHBS Sarana

Kesehatan, PHBS Tempat-tempat Umum (Dinkes Jateng, 2009).

1. Perilaku Hidup Bersih Sehat pada Keluarga

a. PHBS Keluarga

PHBS keluarga adalah wahana atau wadah dimana orang tua

(bapak dan ibu) dan anak serta anggota keluarga yang lain dalam

melaksanakan kehidupan sehari-hari bertolak dari pengertian di atas

PHBS tatanan rumah tangga adalah suatu upaya yang dilakukan untuk

memberdayakan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam

berperilaku hidup bersih dan sehat (Dinkes Jateng, 2009).

b. Manfaat

Perilaku hidup bersih dan sehat sangat banyak bermanfaat bagi

penduduk Indonesia, yaitu (Kamisah, 2009) :

1) Setiap rumah tangga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit.

2) Rumah tangga sehat dapat meningkat produktivitas kerja anggota

keluarga.

3) Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya

yang tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk

biaya investasi seperti biaya pendidikan dan usaha lain yang dapat

meningkatkan kesejahteraan anggota rumah tangga.

4) Salah satu indikator menilai keberhasilan Pemerintah Daerah

Kabupaten /Kota di bidang kesehatan.

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

5) Meningkatkan citra pemerintah dalam bidang kesehatan.

6) Dapat menjadikan percontohan rumah tangga sehat bagi daerah lain.

c. Manajemen Pelaksanaan

Sasaran PHBS pada keluarga adalah seluruh anggota keluarga

yaitu pasangan usia subur, ibu hamil dan menyusui, anak dan remaja,

usia lanjut dan pengasuh anak (Kamisah, 2009).

d. Indikator PHBS Keluarga

Indikator PHBS adalah suatu alat ukur untuk menilai keadaan atau

permasalahan kesehatan. Indikator PHBS keluarga yang digunakan

yaitu mengacu kepada standar pelayanan minimal bidang kesehatan

antara lain (Dinkes, 2009) :

1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan (Dokter atau Bidan).

2) Bayi diberi ASI saja sejak usia 0-6 bulan tanpa makanan tambahan

lain termasuk susu formula.

3) Penimbangan balita dilakukan satu bulan sekali /minimal 8 kali

setahun di sarana kesehatan (Posyandu, PKD, puskesmas dan lain-

lain).

4) Anggota keluarga mengkonsumsi makanan yang bergizi dan

beraneka ragam.

5) Anggota keluarga menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-

hari.

6) Anggota keluarga menggunakan jamban sehat.

7) Anggota keluarga membuang sampah pada tempatnya.

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

8) Setiap anggota keluarga menempati ruangan rumah minimal 9 m².

9) Anggota keluarga yang berumur 10 tahun keatas melakukan

aktifitas fisik /olahraga.

10) Semua ruangan rumah berlantai kedap air (bukan tanah) dan dalam

keadaan bersih.

11) Anggota keluarga tidak ada yang merokok.

12) Anggota keluarga mencuci tangan sebelum makan dan sesudah

BAB.

13) Anggota keluarga menggosok gigi minimal 2 kali sehari sesudah

makan dan sebelum tidur.

14) Anggota keluarga tidak minum minuman keras dan tidak

menyalahgunakan narkoba.

15) Anggota keluarga menjadi peserta jaminan pemeliharaan kesehatan

(Dana Sehat, Askes Maskin, Jamsostek dan lain- lain).

16) Anggota keluarga melakukan PSN (Pemberantasan Sarang

Nyamuk).

e. Indikator PHBS yang berhubungan dengan diare

Berdasarkan 10 indikator PHBS di rumah tangga yang

berhubungan dengan kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif,

menggunakan air bersih, mencuci tangan pakai sabun, dan

menggunakan jamban sehat (Proverawati & Rahmawati, 2012).

Pengukuran dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung.

Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan

dengan pernyataan-pernyataan hipotetis, kemudian ditanyakan pendapat

responden (Notoatmodjo, 2007). Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan kuesioner sebagai alat ukur untuk indicator PHBS yang

berhubungan dengan diare.

Untuk mencari nilai kriteria peneliti menggunakan rumus

kategorisasi dalam Syarifudin (2010) sebagai berikut, dengan jumlah

soal sebanyak 35 dengan kriteria jawaban sangat selalu, sering, kadang-

kadang dan tidak pernah. Untuk nilai skor jawaban menggunakan skala

likert adalah sebagai berikut:

1) Selalu : 4

2) Sering : 3

3) Kadang-kadang : 2

4) Tidak pernah : 1

Untuk mencari nilai kriteria peneliti menggunakan rumus kategorisasi

dalam Syarifudin (2010) sebagai berikut:

1) Tentukan skor maksimal ideal dengan cara skor tertinggi dari

jawaban dikali dengan jumlah butir soal.

2) Tentukan skor minimal ideal dengan cara skor terendah dari jawaban

dikali dengan jumlah butir soal.

3) Tentukan nilai rentang dengan cara skor mak ideal dikurangi skor

min ideal kemudian dibagi 3.

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Sehingga didapatkan nilai sebagai berikut:

a) Nilai Maksimal (tertinggi) : 140

b) Nilai Minimal (terendah) : 35

c) Rentang Nilai : 35

Jadi kriteria beban kerja berdasarkan skala linkert adalah

a) Baik : 105-140

b) Cukup : 75-104

c) Kurang : 35-74

Jadi responden akan diketahui memiliki PHBS baik jika memperoleh

nilai sejumlah 105-140, memiliki PHBS cukup jika memperoleh nilai

75-104 dan memiliki PHBS kurang jika memperoleh nilai 35-74.

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

E. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Silva at all (2008), Suaratmadja (2007), Sarudji (2006), Suriadi &

Yuliani (2006), Mida (2009), Wahab (2007), Suharyono (2009)

Sehat

Diare

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare: 1. Faktor penyediaan air bersih. 2. Faktor sanitasi makanan. 3. Faktor penyediaan jamban keluarga. 4. Faktor pengolahan sampah. 5. Faktor fasilitas sanitasi.

Lingkungan

PHBS

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

F. Kerangka Konseptual Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen

Keterangan: : variabel yang diteliti : arah penelitian

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

G. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang telah

dirumuskan. Pernyataan tersebut merupakan asumsi tentang hubungan antara

dua atau lebih variabel yang diharapkan dapat menjawab suatu pertanyaan

dalam penelitian (Nursalam, 2008). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha : Ada hubungan antara PHBS dengan kejadian diare pada balita di

Desa Kembaran dan Desa Linggasari Tahun 2015.

Ho : Tidak ada hubungan antara PHBS dengan kejadian diare pada balita

di Desa Kembaran dan Desa Linggasari Tahun 2015.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Kejadian Diare 1. 1 bulan yang lalu 2. 2 bulan yang lalu 3. 3 bulan yang lalu

Hubungan Antara Perilaku..., Susanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015