bab i pendahuluan 1.1 latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan rangkaian aktivitas yang meliputi banyak komponen.
Seseorang yang ingin melakukan aktivitas wisata mula-mula harus melakukan
perpindahan ke luar dari lingkungannya menuju daerah tujuan wisata yang berupa
destinasi di dalam kawasan tertentu. Setiap destinasi dan kawasan daya tarik wisata
memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda satu dengan yang lain. Hal ini
kemudian menarik perhatian wisatawan untuk melakukan transaksi yang dapat berupa
apa saja kaitanya dengan apa yang ditawarkan oleh daerah tersebut. Aktivitas ini
kemudian dikenal dengan istilah belanja . Menurut Kinley dkk (via Khairunisa, 2015)
belanja dan pariwisata adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Belanja menjadi
aktivitas yang banyak dilakukan oleh wisatawan ketika berkunjung ke sebuah
destinasi. Hal tersebut juga ditegaskan oleh fakta yang ditemukan Yu dan Littrell (via
Mayasita, 2016), mereka menemukan bahwa di Amerika Serikat dan Inggris
merupakan contoh negara, dimana belanja menempati peringkat pertama dalam
aktivitas rekreasi oleh wisatawan domestik dan wisatawan asing.
Potensi kegiatan wisata belanja di Indonesia sebenarnya dapat dikembangkan
dengan optimal, khususnya di daerah seperti Yogyakarta. Yogyakarta memiliki
banyak sentra kerajinan yang menjadikan belanja sebagai salah satu atraksi utamanya.
Desa Wisata Kasongan merupakan salah satu destinasi wisata di Kabupaten Bantul,
2
Yogyakarta yang memberikan ruang pada wisatawan untuk berbelanja sebagai atraksi
utamanya. Hal ini tidak terlepas karena produk kerajinan dengan bahan baku tanah
liat atau keramik yang diproduksi oleh masyarakat di Desa W isata Kasongan, ini
sesuai dengan disematkannya kawasan ini sebagai sentra industri gerabah . Tercatat
pada tahun 2009 jum lah UKM (usaha kecil dan menengah) yang terdiri dari rumah
produksi hingga showroom dengan rentang skala usaha mikro atau rumah tangga
hingga usaha menengah terdapat sekitar 478. 1 Selain itu, hingga tahun 2016 lalu
tercatat ada 582 pengrajin gerabah yang terdiri dari tiga kelom pok pekerja gerabah
yaitu pembuat bahan baku, abangan dan finishing (Mayasita, 2016).
Saat kita masuk ke kawasan desa wisata ini melalui Gapura Utama Desa
Wisata Kasongan, kita akan melihat banyak showroom dan galeri di kanan dan kiri
jalan utama desa memamerkan produk-produknya. Produk yang ditawarkan pun kini
semakin beragam, tidak hanya variasi desain gerabah melainkan juga patung hingga
meubel. Seluruh potensi yang ada di Desa Wisata Kasongan dengan strategi
pengembangan yang tepat dapat menjadikannya sebagai salah satu ikon destinasi
wisata belanja di Daerah Istimewa Yogyakarta. Identitas sebagai destinasi wisata
belanja sendiri tentu memiliki banyak keuntungan selain memiliki potensi untuk
meningkatkan daya tarik bagi wisatawan, tentu dapat meningkatkan kunjungan
wisatawan itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Mayasita (2016), telah
membuktikan bahwa klaster industri kreatif Sentra Kerajinan Gerabah Desa W isata
1 http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/127951-D%2000973%20%20Pengelolaan%20modal-
%20Analisis.pdf. Diakses pada 30 Agustus 2017, pukul 15.21 WIB.
3
Kasongan berpotensi menjadi salah satu destinasi wisata belanja di Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Sebagai sebuah destinasi wisata belanja tentu harus memenuhi beberapa
indikator, maka dari itu perlu dilakukan pengkajian pemenuhan indikator tersebut
melalui berbagai perspektif. Menurut Mayasita (2016), setelah dilakukan analisis dan
pengkajian, ada beberapa indikator pariwisata yang perlu dikembangkan di Sentra
Industri Kerajinan Gerabah Kasongan antara lain:
1. Ketersediaan fasilitas penunjang seperti kuliner, toko souvenir, fasilitas
keamanan, tempat parkir, tempat duduk, toilet, pemandu wisata, dan
penginapan;
2. Kemudahan transportasi umum dan kendaraan pribadi menuju industri
kreatif;
3. Kemudahan akses informasi terkait dengan keberadaan industri kreatif;
4. Penanda dan informasi perjalanan;
5. Keterlibatan masyarakat lokal dalam memberikan jasanya kepada
wisatawan.
Poin satu dan empat dapat ditafsirkan bahwa kebutuhan amenitas bagi wisatawan
belum terpenuhi dengan baik. Keadaan Desa Wisata Kasongan saat ini, seperti yang
telah disebutkan tadi tentu tidak mendukung keberadaan sebuah destinasi wisata
belanja, sehingga perlu dikaji lebih jauh.
4
Penulis juga telah melakukan observasi dan menemukan bahwa amenitas yang
ada di kawasan Desa W isata Kasongan belum cukup memadai. Penulis menemukan
bahwa belum terdapat fasilitas TIC atau Tourist Information Center padahal ini
merupakan sarana penyampaian informasi yang penting bagi wisatawan . Papan
penunjuk jalan atau fasilitas serupa pun akan sulit kita temukan di kawasan ini
sehingga tidak jarang ada wisatawan yang kebingunggan ketika be rkunjung ke
kawasan desa wisata ini. Fasilitas seperti lahan parkir dan toilet umum di sepanjang
kawasan desa wisata juga sulit kita temukan. Keadaan tersebut sama sekali tidak
mendukung keberadaan wisatawan, padahal pemenuhan amenitas untuk kunjungan
wisatawan merupakan faktor yang fundamental dalam menjaga eksistensi sebuah
destinasi wisata.
Melihat banyak unsur-unsur yang dibutuhkan oleh wisatawan belum terpenuhi
dengan baik maka perlu dilakukan analisis mendalam mengenai strategi
pengembangan kawasan ini khususnya pada aspek amenitas. Penelitian ini bertujuan
untuk menemukan dan menyusun strategi pengembangan amenitas di Desa Wisata
Kasongan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini
mengacu pada potensi amenitas atau fasilitas fisik dalam aspek pariwisata (wisata
belanja) yang seharusnya dapat dikembangkan. Hasil dari analisis dalam penelitian
ini selanjutnya diharapkan bisa memberikan solusi pada permasalahan yang dihadapi,
selain itu dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan acuan untuk mengevaluasi
5
ataupun mendesain ulang pembangunan dan penataan amenitas di kawasan Desa
Wisata Kasongan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis akan menganalisis keadaan
amenitas yang ada di Desa Wisata Kasongan beserta strategi pengembangannya,
yaitu:
1. Bagaimana kondisi aktual amenitas yang ada di Desa Wisata Kasongan?
2. Bagaimana strategi pengembangan amenitas di Desa Wisata Kasongan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi
tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui kondisi aktual amenitas yang ada di Desa Wisata Kasongan.
2. Mengetahui strategi dan dapat menyusun strategi pengembangan amenitas di
Desa Wisata Kasongan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua yaitu
manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Memberikan tambahan informasi bagi penelitian-penelitan selanjutnya dan
memberi kontribusi bagi ilmu kepariwisataan khususnya mengenai penyusunan
strategi pengembangan yang memiliki fokus pada segi amenitas.
6
1.4.2 Manfaat Praktis
Memberikan informasi kepada pihak Desa Wisata Kasongan mengenai
strategi pengembangan amenitas untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Data-data
yang dihasilkan dari pene litian ini diharapkan mampu dijadikan bahan dan sudut
pandang baru bagi pihak desa wisata dalam mengambil keputusan untuk
mengembangkan Desa Wisata Kasongan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memiliki fokus pembahasan pada amenitas atau fasilitas
pariwisata yang berlokasi di kawasan Desa Wisata Kasongan. Pertama-tama peneliti
akan membahas mengenai keadaan aktual amenitas yang ada di Desa Wisata
Kasongan selanjutnya peneliti melakukan analisis mengenai potensi amenitas yang
dapat dikembangkan. Temuan potensi pengembangan amenitas tadi selanjutnya akan
digunakan sebagai bahan dasar penyusunan strategi pengembangan amenitas yang
akan dilakukan di Desa Wisata Kasongan. Penyusunan strategi pengembangan
amenitas tersebut juga dilakukan berdasrkan prinsip sustainable tourism development
(pengembangan pariwisata berkelanjutan).
1.6 Tinjauan Pustaka
Adapun penelitian yang mendasari penelitian ini, penelitian yang dilakukan
oleh Mayasita (2016) memaparkan bagaimana sebuah klaster industri kreatif dapat
berpotensi menjadi destinasi wisata belanja. Salah satu klaster industri kreatif yang
berpotensi tersebut adalah Sentra Industri Gerabah Desa Wisata Kasongan. Penelitian
tersebut melakukan beberapa analisis yang salah satunya menjelaskan dengan analisis
7
kuadran (IPA) yang telah diukur melalui perspektif tingkat kepuasan wisatawan
terhadap Sentra Industri Gerabah Desa Wisata Kasongan dengan 14 indikator.
Penelitian tersebut menggunakan empat jenis penilaian yaitu Kuadran A
(Prioritas Utama), Kuadran B (Lanjutan Prioritas), Kuadran C (Prioritas Rendah), dan
Kuadran D (Berlebihan). Keempat kuadran tersebut menjelaskan mengenai indikator
apa yang paling berpengaruh terhadap kepuasan wisatawan dan bagaimana
kondisinya. Kuadran tersebut juga menjelaskan indikator apa yang harus
mendapatkan prioritas peningkatan atau tidak. Dari 14 indikator dalam analisis
tersebut ada tiga indikator yang memiliki keterkaitan den gan segi amenitas di Desa
Wisata Kasongan. Indikator tersebut merupakan:
1. Penanda (signage) dan informasi perjalanan.
2. Fasilitas penunjang seperti kuliner, toko souvenir, fasilitas keamanan,
tempat parkir, tempat duduk, toilet, pemandu wisata, dan penginapan .
3. Ketersediaan akses pedestrian di desa wisata.
Indikator satu dan dua masuk dalam kategori Kuadran A yang menjelaskan
bahwa indikator tersebut dapat mempengaruhi kepuasan wisatawan terhadap kinerja
yang kondisinya tidak memuaskan sehingga perlu mendapatka n prioritas
peningkatan. Sementara indikator tiga masuk dalam kategori Kuadran C yang
menjelaskan bahwa indikator tersebut dapat mempengaruhi kepuasan wisatawan
terhadapa kinerja yang kondisi pelaksanaannya cukup atau biasa saja . Hasil analisis
penelitian tersebut menunjukan bahwa salah satu elemen pariwisata yang harus
dikembangkan pada kawasan tersebut adalah amenitasnya.
8
Penelitian mengenai pengembangan destinasi wisata memang telah banyak
dilakukan tetapi penelitian yang berkonsentrasi pada segi amenitas saja sebagai salah
satu komponennya belum begitu banyak dilakukan. Berikut beberapa penelitian yang
memaparkan mengenai bagaimana peran amenitas pada suatu destinasi. Penelitian
oleh Indri Kurniawati (2015) memaparkan bahwa komponen-kom ponen di
Lokawisata Baturadden yang salah satunya adalah amenitas turut m endukung
motivasi wisatawan untuk berkunjung kesana. Ketersediaan amenitas di lokasi
tersebut sangat mendukung kebutuhan wisatawan dan mudah dijangkau sehingga
dapat meningkatkan kepuasan wisatawan. Pene litian tersebut juga menyimpulkan
bahwa amenitas yang disediakan memuaskan wisatawan dengan cakupan nilai 89% .
Penelitian oleh Martinus Rakke (2008) menguraikan lebih jauh bagaimana
komponen amenitas menjadi salah satu unsur yang perlu dikaji perferensi dan
ekspektasinya oleh pengunjung. Penelitian ini dilatar belakangi oleh upaya untuk
menemukan acuan-acuan baru dalam menentukan arah perencanaan dan
pengembangan kawasan obyek wisata Pantai Nambo. Analisis preferensi dan
ekspektasi pengunjung yang dilakukan berdasarkan faktor demografi, psikografi, dan
sosiografi menemukan bahwa preferensi pengunjung terhadap amenitas adalah
gazebo sebagai pilihan utama yang berfungsi sebagai tempat istirahat. Sementara
ekspektasi pengunjung terhadap amenitas diantaranya adalah penambahan jumlah
gazebo, tersedianya toilet yang memadai, rumah makan terapung, toko souvenir atau
cinderamata, dan halaman parkir yang tertata rapi.
9
Penelitian yang memiliki fokus mengenai strategi pengembangan desa wisata
juga telah dilakukan oleh Hanggara Nursetya Hendrayana (2015), penelitian tersebut
memiliki fokus lokasi di Desa Wisata Samiran itu menjelaskan bahwa desa wisata
tersebut memiliki potensi utama seperti suasana alam pengunungan karena berada
diantara kaki Gunung Merapi dan Merbabu. Daya tarik berupa pemerahan sapi dan
pengolahannya menjadikan desa wisata tersebut sangat menarik bagi wisatawan.
Namun desa wisata belum mengembangkan potensi daya tarik yang dimiliki dengan
maksimal. Strategi untuk menjadikan desa wisata tersebut menjadi wisata unggulan
perlu dilakukan, penulis menyarankan seperti meningkatkan kerja sama antar
masyarakat sekitar dalam pengelolaannya, mengadakan festival buah atau sayuran di
Desa Wisata Samiran, membuat paket menginap untuk para pendaki Gunung Merapi
dan Gunung Merbabu, pengembangan produk olahan susu sebagai wisata m inat
khusus, dan membuat ikon khas Desa Wisata Samiran.
Penelitian yang menjadikan amenitas sebagai salah satu dasar pengembangan
juga telah dilakukan oleh Marhafiz Luthfi (2011), penelitian tersebut menemukan
bahwa amenitas yang ada di Pulau Senoa sangat terbatas, hanya ada sarana pelabuhan
yang sudah patah, pondok berteduh milik masyarakat, dan Pembangkit Listrik Tenaga
Angin. Maka dari itu, persepsi wisatawan terhadap keberadaan amenitas di kawasan
ini kurang memuaskan. Penulis juga memberikan saran kepada pihak stakeholder
Pulau Senoa untuk menyediakan amenitas yang memadai. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan amenitas yang harusnya disediakan antara lain papan
10
pengumuman dan pemberitahuan, gazebo, rumah makan maupun toko penjaja
makanan dan minuman ringan juga toko souvenir.
Berdasarakan uraian mengenai penelitian yang telah dilakukan, posisi
penelitian ini berada pada bagian interseksi antara strategi pengembangan dan peran
segi amenitas di sebuah destinasi wisata. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan
strategi dalam mengoptimalkan fungsi amenitas di sebuah destinasi wisata. Sehingga
penulis perlu melakukan kajian pustaka pada penelitian-penelitian terdahulu yang
memiliki fokus serupa ataupun menyinggung fokus dari penelitian ini. Informasi
yang didapat dari penelitian-penelitian terdahulu tersebut selanjutnya akan digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan hasil akhir dari penelitian in i.
1.7 Landasan Teori
1. Destinasi W isata
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
destinasi wisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas
pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisataan.
Cooper dkk (1993:103), menjelaskan bahwa ada empat komponen yang harus
dimiliki oleh sebuah destinasi pariwisata, yaitu attractions, amenities, access, dan
ancillary services. Kom ponen destinasi pariwisata tersebut kemudian dikenal dengan
istilah 4A. Berikut merupakan uraian dari komponen-komponen 4A tersebut:
11
a. Attraction atau atraksi wisata merupakan daya tarik utama yang terkait dengan
apa-apa saja yang ditawarkan oleh sebuah destinasi. Undang-Undang Nom or
10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, menjelaskan bahwa daya tarik wisata
adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang
berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia
yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
b. Amenity atau amenitas merupakan segala bentuk fasilitas fisik yang
disediakan untuk mendukung keberadaan wisatawan di suatu destinasi wisata.
Cooper dkk (1993:106), menjelaskan bahwa fasilitas tersebut terdiri dari
fasilitas akomodasi, fasilitas makanan dan minuman, dan fasilitas lainnya
yang sesuai dengan kebutuhan perjalanan wisatawan.
c. Access atau akses dalam konteks pariwisata berkaitan dengan sulit atau
mudahnya wisatawan untuk berkunjung ke sebuah destinasi wisata. M enurut
Pusat Studi Pariwisata UGM (2012), akses merupakan komponen aksesibilitas
meliputi jaringan jalan, moda transportasi atau angkutan, kepadatan jalan/lalu
lintas, waktu tempuh, serta rambu-rambu petunjuk menuju objek.
d. Ancillary service segala sesuatu yang berkaitan dengan kelembagaan.
Menurut Damanik dan Weber (2006:16-17), kelembagaan diartikan baik
sebagai kebijakan maupun kegiatan-kegiatan yang mendukung perkembagaan
pariwisata.
12
2. Destinasi W isata Belanja
Hubungan antara belanja dan pariwisata dibedakan menjadi dua kategori.
Pertama ketika tujuan utama wisatawan dalam melakukan perjalanan adalah untuk
berbelanja, maka istilah itu disebut wisata belanja. Kedua disebut turis belanja ketika
belanja menjadi aktivitas kedua atau pendamping dimana motivasi utam a selain
belanja seperti ecotourism , wisata budaya, wisata sejarah dll (Timothy dalam Tomori,
2010). Adanya hubungan yang signifikan antara pariwisata dan kegiatan belanja
menjadi latar belakang terbentuknya destinasi wisata yang memiliki spesialisasi
sebagai kawasan atau destinasi untuk berbelanja. Singkatnya destinasi wisata belanja
merupakan sebuah destinasi wisata yang atraksi utamanya adalah kegiatan berbelanja .
Sebagai destinasi wisata belanja perlu ada beberapa hal yang harus dilakukan agar
dapat mengoptimalkan peran destinasi tersebut.
Menurut Fredrich (2005), di dalam jurnalnya Shopping Tourism in Germany
terdapat enam faktor-faktor penentu suksesnya wisata belanja:
a. Regulasi : Peraturan daerah yang ters truktur dari pusat ke daerah dimana
destinasi tersebut berada merupakan hal yang penting. Penetapan hokum
dapat memberikan keamanan dan mempertahankan daya tarik wisata dari
pusat perdagangan.
b. Area : Area yang ditawarkan wisata belanja merupakan dampak dari
perdagangan lokal. Area dengan tipe dari daya tarik dari penawaran pariwisata
perlu diperhatikan.
13
c. Harga : Level harga memberikan pengaruh yang penting terlebih lagi untuk
kategori merchandise yang biasa dicari wisatawan. Karena terdapat perbedaan
nilai tukar mata uang, level harga menjadi tidak tetap.
d. Posisi : Lokasi destinasi yang strategis menjadi penting dengan didukung
aksesibilitas dan transportasi yang mudah dijangkau wisatawan.
e. Infrastruktur : Faktor kesuseksesan yang penting dari wisata belanja adalah
adanya daya tarik wisata. Kota dengan pertum buhan yang ideal maupun tidak
ideal dapat dikembangkan dengan adanya daya tarik wisata dan infrastrukstur
sebagai pelengkap. Infrastruktur sebagai penunjang pariwisata seperti
ketersediaan air bersih, listrik, pembuangan limbah cair dan padat, drainase,
telekomunikasi serta fasilitas lain bagi pekerja pariwisata seperti sekolah,
perpustakaan, klinik, kesehatan, tempat peribadatan, kantor pos, pusat
komunitas, dan tempat perbelanjaan.
f. Popularitas dan marketing : Pemasaran membutuhkan struktur organisasi yang
memadai dan berkompeten. Tantangan saat ini penaaran ditangani oleh
pemasaran kota yang memiliki anggota dalam jumlah banyak sehingga
membutuhkan anggaran yang besar.
3. Pengembangan Amenitas
Menurut Poerwardaminta (2005), pengembangan adalah suatu proses atau
cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik sempurna dan berguna. Pelaksanaan
pengembangan destinasi wisata sendiri memiliki beberapa aspek penting yang perlu
diutamakan. Strategi dalam mengembangkan sebuah destinasi wisata akan lebih
14
efektif dan efisien ketika didasarkan pada pokok utama permasalahan yang ada di
desa tersebut, terutama ketika salah satu komponen dalam destinasi wisata tersebut
dirasa belum memberikan perannya dengan maksimal. Cooper dkk (1993:103), telah
menjelaskan mengenai komponen 4A (Attraction, access, amenities, dan ancillary
service) pada suatu destinasi wisata, selain itu Fredrich (2005), melalui perspektif
sebagai Destinasi Wisata Belanja juga telah menjelaskan mengenai enam faktor
penentu suksesnya destinasi wisata belanja sehingga pengembangan suatu destinasi
wisata belanja dapat difokuskan pada komponen atau faktor apa yang menjadi
prioritas untuk dikembangkan.
Keputusan strategis pertama yang diperlukan untuk mencapai pengembangan
pariwisata secara cepat dan ekonomis, adalah konsentrasi investasi dari fasilitas fisik
dalam kawasan dengan prioritas pengembangan tinggi untuk membangun fasilitas
rekreasi yang user oriented, yang berfungsi bersamaan dengan fasilitas yang resource
oriented dalam kawasan prioritas tersebut (Hadinoto, 1996:166). Amenity atau
amenitas merupakan segala bentuk fasilitas (user oriented) pendukung yang terkait
dengan fasilitas fisik yang disediakan untuk wisatawan disuatu destinasi wisata. Yoeti
(2002:211), menjelaskan bahwa amenitas adalah fasilitas yang dimiliki daerah tujuan
wisata, meliputi akomodasi, usaha pengolahan makanan, transportasi, rekreasi dan
lain-lain. Dari beberapa uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengembangan
amenitas pariwisata dapat disimpulkan sebagai segala upaya dalam melengkapi
15
sebuah destinasi wisata dengan aspek fisiknya yang berupa amenitas atau fasilitas
yang menunjang kegiatan pariwisata.
Strategi pengembangan amenitas di sebuah des tinasi wisata melalui prinsip
sustainable tourism development (pengembangan pariwisata berkelanjutan) dapat
dilakukan dengan mengimplementasikan metode spatial strategis untuk
memanipulasi ruang atau area sehingga selanjutnya dapat ditentukan dimana lokasi
amenitas yang akan dibangun atau dikembangkan (Butterword – Hinneman, 2006 :
154). McCannell (via Butterword – Hinneman, 2006 : 154), menjelaskan mengenai
konsep menbedakan fungsi dan manipulasi zona dalam konteks pariwisata , the
frontstage merupakan zona yang sepenuhnya dipergunakan untuk keperluan
wisatawan (pengembangan amenitas, akomodasi dan kegiatan pariwisata ) dan the
backstage yang merupakan zona bagi masyarakat lokal. Pembatasan dua zona ini
dilakukan untuk menghindari efek negatif pada aspek sosial masyarakat lokal. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan metode landscaping untuk memisahkan zona
aktivitas pariwisata dan zona tinggal masyarakat lokal. Metode landscaping biasanya
dilakukan dengan pembangunan pembatas yang bersifat bisa dilihat atau bersuara
seperti pagar pembatas, jalan raya, dan kanal sungai (Butterword – Hinneman, 2006 :
160).
Rencana fisik detail untuk pengembangan kawasan harus disediakan untuk
menentukan fasilitas tambahan yang diperlukan, dengan tidak mengguncangkan
karakteristik ligkungan dan menjamin preservasi kualitas aslinya (Hadinoto,
16
1996:208). Penggembangan destinasi wisata dengan prinsip sustainable tourism
development menjadi solusi untuk mereduksi guncangan atau dampak negatif pada
aspek–aspek kehidupan masyarakat lokal dan lingkungan. Menurut UNWTO
(2004:7), dalam buku “Indicators of Sustainable Tourism Developments for Tourism
Destinations”, pengembangan destinasi wisata memiliki 3 indikator yaitu
environmental (lingkungan), socio-cultural (sosio-kultural), dan economic (ekonom i),
dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Enviromental : Mengoptimalisasi penggunaan sumber daya alam sebagai
faktor utama pengembangan pariwisata, mendorong pelestarian lingkungan
dan konservasi keragaman hayati di dalamya.
2. Socio-cultural : Menghormati nila-nilai kelokalan dan budaya masyarakat
setempat, serta turut berkontribusi menumbuhkan toleransi dalam pemahaman
lintas budaya.
3. Economic : Memastikan adanya pertumbuhan ekonom i bagi masyarakat
sekitar untuk pengentasan kemiskinan yang dapat berupa menumbuhkan
lapangan kerja bagi masyarakat setempat, menumbuhkan benih usaha lokal ,
dan pemerataan pendapatan dari pengembangan yang telah dilakukan.
17
Gambar 1: Kerangka Konseptual
.
(Sumber : Amin, September 2017)
1.8 Metode Penelitian
Metode yang dipakai pada penelitia n ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian
dengan pendekatan kualitatif adalah proses penelitian dan pemahaman yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah
manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti
kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan m elakukan studi pada situasi
yang alami (Creswell via Utama dan Mahadewi, 2012:119). Hasil dari penelitian ini
bertujuan untuk menyusun dan mendeskripsikan pemodelan strategi pengembangan
pada amenitas pariwisata yang belum terdapat dan perlu ditambahkan di Desa Wisata
18
Kasongan sebagai upaya untuk menjadikan desa wisata tersebut sebagai destinasi
wisata belanja. Hasil tersebut didapat melalui observasi, wawancara, dan studi
pustaka untuk mengumpulkan data - data yang diperlukan. Pada tahap selanjutnya
data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan teori untuk mengambil keputusan
dalam pembuatan pemodelan mengenai strategi pengembangan amenitas di Desa
Wisata Kasongan.
1.8.1 Sumber Data
1. Data Primer
Data primer merupakan informasi yang diperoleh dari sumber utama atau
langsung dari responden. Data primer dapat berupa opini subjek (responden) secara
individual maupun komunal, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian
atau kegiatan, dan hasil ujian. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data
primer yaitu metode observasi dan wawancara.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan informasi yang diperoleh secara tidak langsung dari
sumber utama, melainkan melalui media perantara (diperoleh atau dicatat oleh pihak
lain). Data sekunder dapat berbentuk bukti, laporan maupun catatan historis yang
telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan atau tidak
dipublikasikan.
19
1.8.2 Metode Pengumpulan Data
1. Observasi
Pengambilan data dilakukan melalui observasi atau pengamatan langsung
tentang bagaimana keadaan amenitas yang ada di Desa Wisata Kasongan . Observasi
adalah cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat
secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki (Utama dan Mahadewi, 2012:52).
Observasi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum objek yang sedang
diteliti. Hasil dari melakukan metode observasi ini adalah kondisi aktual dan data
visual fisik lapangan yang berguna bagi pembentukan konsep strategi pengembangan
aspek amenitas yang ada di Desa Wisata Kasongan.
2. Wawancara
Wawancara bebas terpimpin adalah wawancara yang memuat pokok-pokok
masalah yang akan diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung
mengikuti situasi. Pewawancara harus pandai mengarahkan yang diwawancarai
apabila ternyata ia menyimpang. Pedoman interview berfungsi sebagai pengendali,
jangan proses wawancara kehilangan arah (Utama dan Mahadewi, 2012:64). Dalam
proses wawancara ini dilakukan metode sampling untuk menentukan narasumber
yang sesuai dengan kebutuhan penelitian yaitu mengenai aspek amenitas di Desa
Wisata Kasongan.
3. Studi Pustaka
Pengumpulan data dengan cara studi pustaka dilakukan sebagai acuan dalam
penelitian ini. Data didapatkan dari seluruh literatur yang terkait dengan objek yang
20
akan diteliti dan memiliki fokus yang sama dengan penelitian ini melalui perpustakan
dan sistem dalam jaringan atau internet.
1.8.3 Metode Sampling
Utama dan Mahadewi (2012:68), menjelaskan sampel yang diambil dalam
penelitian sebagai pertimbangan efisiensi dan mengarah pada sentralisasi
permasalahan dengan memfokuskan pada sebagian dari populasinya. Teknik
sampling yang digunakan adalah teknik nonrandom sampling, Utama dan Mahadewi
(2012:70), menjelaskan tidak semua individu atau elemen dalam populasi mendapat
peluang atau kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Jadi, bersifat
subjektif, bergantung kepada kebutuhan petugas yang mengambil sampel. Jenis
sampel yang dipilih merupakan non probability sampling, menurut Utama dan
Mahadewi (2012:74), dalam non probability sampling individu tidak mendapat
propability atau kemungkinan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Secara
teknis pengambilan sampel yang dilakukan dengan menggunakan teori terbatas (non
probability), salah satunya adalah purposive sampling. Utama dan Mahadewi
(2012:75), menjelaskan purposive sampling merupakan sampel yang diambil
berdasarkan pertimbangan subjektif peneliti, di mana persyaratan yang dibuat sebagai
kriteria harus dipenuhi sebagai sampel, jadi dasar pertim bangannya ditentukan
tersendiri oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peniliti menentukan sampel atau
narasumber berdasarkan pengetahuan dan kepemilikan kewenangan terhadap aspek
amenitas di Desa W isata Kasongan, contohnya kepala dukuh, pegawai kelurahan,
atau pengurus desa wisata.
21
1.8.4 Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif,
yaitu: a) mengadakan klasifikasi data, b) memaparkan atau mendeskripsikan data-
data yang ada, c) menginterpretasikan data yang diperoleh ke dalam bentuk kalimat
(Kartono, 1996). Data yang telah didapat akan diklasisfikasikan m enurut pokok
bahasan yang akan dipaparkan dalam hal ini terkait dengan data mengenai amenitas
pariwisata di Desa Wisata Kasongan. Seluruh data mengenai hal tersebut kemudian
akan deskripsikan secara rinci sebagai acuan untuk melakukan analisis. Pada bagian
selanjutnya seluruh data yang telah ditemukan tadi akan dianalasis sesuai dengan
teori yang digunakan dalam penelitian. Hasil analisis tersebut lalu akan
diinterpretasikan dalam bentuk kalimat yang menjelasakan mengenai strategi
pengembangan amenitas pariwisata dan disertakan pemodelan mengenai strategi
pengembangan amenitas di Desa W isata Kasongan.
22
1.9 Sistematika Penulisan
Bab I: PENDAHULUAN
Bab pertama merupakan pendahuluan, pada bagian ini diuraikan mengenai
latar belakang penelitian, rumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori yang digunakan,
metode penelitian, dan sistematika penulisan yang diterapkan.
Bab II: GAMBARAN UMUM
Bab kedua merupakan gambaran umum, pada bagian ini diuraikan mengenai
kondisi aktual Desa Wisata Kasongan.
Bab III: HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ketiga merupakan hasil dan pembahasan, pada bagian ini diuraikan
mengenai uji validitas dan reliabilitas, deskripsi, responden, analisis variable dan
pengujian hipotesis dari hasil temuan dari penelitian yang telah dilakukan.
Bab IV: PENUTUP
Bab keempat merupakan kesimpulan dan saran, pada bagian ini diuraikan
pernarikan kesim pulan pada hasil penelitian yang telah dilakukan serta saran bagi
pemangku kebijakan dan bagi penelitian selanjutnya.