pemberdayaan kelompok disabilitas melalui...
TRANSCRIPT
PEMBERDAYAAN KELOMPOK DISABILITAS MELALUI
KEGIATAN KETRAMPILAN HANDICRAFT DAN
WOODWORK DI YAYASAN WISMA CHESHIRE JAKARTA
SELATAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
Mia Maisyatur Rodiah
1110054000022
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014/1436
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka ssaya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Oktober 2014
Mia Maisyatur Rodiah
i
ABSTRAK
Mia Maisyatur Rodiah
Pemberdayaan Kelompok Disabilitas Melalui Kegiatan Ketrampilan
Handicraft dan Woodwork Di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan
Pada dasarnya kelompok disabilitas merupakan bagian dari warga Negara
yang memiliki hak, kewajiban serta peran yang sama dalam bernegara, namun hal
tersebut belum begitu terihat nyata dalam kehidupan. Kurangnya akses
pendidikan, pekerjaan dll menjadikan kelompok disabilitas sulit menjalani
kehidupan seperti masyarakat umum lainnya. Salah satu upaya agar mereka bisa
mendapatkan hak, kewajiban serta peran dalam bernegara adalah dengan cara
diberdayakan. Pemberdayaan terhadap kelompok disabilitas merupakan upaya
pemandirian bagi mereka agar tidak selalu bergantung kepada orang lain.
Salah satu bentuk pemberdayaan bagi kelompok disabilitas adalah melalui
kegiatan ketrampilan, seperti halnya Yayasan Wisma Cheshire yang
memberdayakan kelompok disabilitas melalui kegiatan ketrampilan handicraft dan
woodwork. Melalui kegiatan ketrampilan tersebut para disabilitas mampu
menjalani kehidupan yang mandiri seperti masyarakat pada umumnya. Dengan
kegiatan ketrampilan ini mereka bisa terus melatih kemampuan serta bakat yang
dimilikinya. Selain itu mereka bisa mendapatkan penghasilan dari ketrampilan
tersebut.
Oleh sebab itu penulis merasa perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai
pemberdayaan kelompok disabilitas melalui kegiatan ketrampilan handicraft dan
woodwork di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan dengan menggunakan
pendekatan kualitatif, melalui tehnik wawancara, observasi serta studi
dokumentasi, guna mengungkapkan suatu fenomena pada kelompok diasbilitas di
Yayasan Wisma Cheshire. Penelitian ini bermaksud untuk mempelajari dengan
seksama proses pelaksanaan pemberdayaan di Yayasan Wisma Cheshire serta
pengaruh kegiatan pemberdayaan terhadap kelompok disabilitas melalui
keterampilan.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat
serta karunia yang tak terhingga kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik tanpa suatu kendala yang berarti. Sholawat
beserta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW,
sebagai Nabi dan Rasul terakhir yang telah membimbing umatnya ke jalan yang
benar yaitu jalan yang diridhai Allah SWT.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
meraih gelar Sarjana Strata I (SI). Adapun skripsi ini penulis beri judul
“Pemberdayaan Kelompok Disabilitas Melalui Kegiatan Ketrampilan
Handicraft dan Woodwork Di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan”
Penulis menyadari tanpa bimbingan, bantuan dan dukungan dari semua
pihak, skripsi ini tidaklah mungkin dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis
ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A. selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi beserta jajaran pembantu Dekan I, II, III Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. H. Syamsir Salam, M.S Dosen Pembimbing skripsi
penulis yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahannya
secara detail dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga
menjadi lebih sempurna.
4. Ibu Wati Nilamsari M.Si, selaku Ketua Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam (PMI).
5. Bapak M. Hudri, M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam (PMI).
iii
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan PMI Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang selalu memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada
penulis selama berada dibangku kuliah.
7. Orangtua dan segenap keluarga tercinta, yang senantiasa selalu
memberikan doa, nasihat, semangat, motivasi, bimbingan dan kasih
sayang yang tak terhingga serta dukungan moril maupun materiil, yang
tak pernah putus.
8. Ibu Petty Eliot, Mas Fendo Parama Sardi, Ibu Poniati, yang telah
mengizinkan serta memberi kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian skripsi di Yayasan yang sedang dikelolanya.
Kepada Resident YWC, staf serta alumni yang telah bersedia
meluangkan waktunya.
9. Teman seperjuangan Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam angkatan
2010 Nurul Vivi AP, Nurhandayani dan Resa Purnama, yang selalu
menemani penulis dalam melakukan penelitian. Umu Salamah yang
selalu menemani dan bimbingan bersama selama proses bimbingan.
Serta Lilis Yunengsih, Badzlia R Framutami, Yulia Yusyunita, Sri
Rahmayani, Vivih Rahmawati, Maya Indah J, Anisa Fatonah, Desia
Cahya N, Ika Septi T, Tiflah Safitri, A. Septiawan, A. Suheri, Adiatma,
M. Iqbal, A Taufik, Viqih Akbar, M Imamudin Arya, Fikri Dzulkarnain,
Anfal, Ade Ramdhan, M. Irfan Jaya, Ujang Kosasih, Rendy Saputra,
Rian, Abdul Basith, Yusuf, dll.
Semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu dengan
iringan doa kepada Allah SWT, penulis menghaturkan banyak terimakasih yang
tak terhingga atas segala dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis
selama ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa,
khususnya bagi penulis.
Jakarta, 17 September 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................. 7
C. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................ 9
D. Subjek dan Objek Penelitian .................................................... 10
E. Tujuan Peneliatian .................................................................... 11
F. Manfaat Penelitian ................................................................... 11
G. Metodologi Penelitian .............................................................. 12
1. Pendekatan Penelitian ........................................................ 12
2. Lokasi Penelitian ................................................................ 13
3. Sumber Data ....................................................................... 13
4. Teknik pengumpulan data .................................................. 14
a. Observasi ..................................................................... 14
b. Wawancara ................................................................... 15
c. Studi dokumentasi ........................................................ 15
5. Teknik Keabsahan Data ...................................................... 16
6. Analisis data ........................................................................ 17
H. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 18
I. Sistematika Penulisan .............................................................. 20
BAB II : LANDASAN TEORITIS ............................................................. 22
A. Pemberdayaan .......................................................................... 22
1. Pengertian Pemberdayaan ................................................. 22
2. Tujuan Pemberdayaan ....................................................... 26
v
3. Indikator Pemberdayaan ................................................... 28
4. Strategi Pemberdayaan ...................................................... 30
5. Tahapan Pemberdayaan .................................................... 32
B. Disabilitas ................................................................................. 35
1. Pengertian Disabilitas ....................................................... 35
2. Jenis Disabilitas ................................................................. 37
3. Karakteristik Kelompok Disabilitas .................................. 38
4. Dampak Disabilitas Pada Identitas Diri ............................. 38
C. Ketrampilan .............................................................................. 39
1. Pengertian Ketrampilan ..................................................... 39
2. Jenis Ketrampilan .............................................................. 41
BAB III : GAMBARAN UMUM ................................................................. 42
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................ 42
1. Letak dan Batas Wilayah Kelurahan Cilandak Barat ........ 42
2. Topografi ........................................................................... 42
3. Data Aparat Pemerintah Kelurahan Cilandak Barat ......... 43
B. Gambaran Umum Yayasan Wisma Cheshire ........................... 44
C. Maksud dan Tujuan Didirikannya Yayasan Wisma Cheshire . 47
D. Visi dan Misi Yayasan Wisma Cheshire .................................. 47
E. Struktur Organisasi Yayasan Wisma Cheshire ........................ 49
F. Program Kegiatan Yayasan Wisma Cheshire .......................... 50
G. Kerjasama Yayasan Wisma Cheshire ...................................... 51
H. Sumber Dana Yayasan Wisma Cheshire .................................. 51
I. Sasaran Pelayanan .................................................................... 52
J. Sarana dan Prasarana................................................................. 52
K. Rekrutmen Anggota/Resident .................................................. 52
L. Kegiatan Sehari-hari Yayasan Wisma Cheshire ...................... 54
M. Aturan Umum warga Yayasan Wisma Cheshire ..................... 55
N. Nama-nama Anggota Para Disabilitas di Yayasan Wisma
Cheshire .................................................................................... 57
vi
BAB IV : ANALISIS DAN TEMUAN LAPANGAN YAYASAN WISMA
CHESHIRE DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN
KELOMPOK DISABILITAS .................................................... 58
A. Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Kelompok
disabilitas melalui Ketrampilan di Yayasan Wisma
Cheshire (YWC) ....................................................................... 58
1. Kegiatan Ketrampilan ........................................................ 58
2. Waktu Pelaksanaan Ketrampilan ....................................... 58
3. Metode Ketrampilan .......................................................... 59
4. Proses Pembuatan Ketrampilan Woodwork dan
Handicraft........................................................................... 60
5. Produk Ketrampilan ........................................................... 63
6. Pemasaran Produk Ketrampilan ......................................... 63
7. Tim Woodwok dan Handicraft .......................................... 65
B. Pengaruh Kegiatan Pemberdayaan terhadap Kelompok
Disabilitas (Resdient) Melalui Ketrampilan di Yayasan
Wisma Cheshire ....................................................................... 66
BAB V : PENUTUP ....................................................................................... 79
A. Kesimpulan .............................................................................. 79
B. Saran ....................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Table Pegawai Kelurahan Cilandak Barat Tahun 2013 .............. 43
2. Tabel 2 Jenis Disabilitas Yang diderita Anggota/Resident di Yayasan
Wisma Cheshire Berdasarkan Persentase dan Jenis Kelamin
Tahun 2014 ................................................................................ 46
3. Tabel 3 Jadwal Kegiatan Sehari-hari Resident di Yayasan Wisma
Cheshire, Tahun 2014 .................................................................. 54
4. Tabel 4 Tabel Anggota/Resident di Yayasan Wisma Cheshire Tahun
2014 ............................................................................................ 57
5. Tabel 5 Tabel Pembagian Waktu Kegiatan Ketrampilan Resident
Dalam Satu Hari di Yayasan Wisma Cheshire Tahun 2014 ........ 59
6. Tabel 6 Pelaksanaan Bazar Organisasi Ekspatriat dalam satu tahun di
yayasan wisma Cheshire berdasarkan jumlah pelaksanaannya ... 64
7. Tabel 7 Jenis Kegiatan Woodwork Pada Yayasan Wisma Cheshire
Berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun 2014 .................................... 65
8. Tabel 8 Jenis Kegiatan Handicraft Pada Yayasan Wisma Cheshire
Berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun 2014 ..................................... 66
viii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Tahapan Pemberdayaan ........................................................... 34
2. Gambar 2 Struktur Organisasi YWC Jakarta Selatan Tahun 2014 ........... 49
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kecacatan mental atau fisik terkadang membuat banyak orang merasa
kurang beruntung dan psimis untuk menjalani berbagai kegiatan. Oleh karena itu
penyandang cacat dipandang sebagai kelompok yang kurang beruntung karena
dianggap tidak mampu mendapatkan keuntungan material dari kehidupan sosial,
misalnya kesempatan untuk menikah, bekerja, berkeluarga, dll.
Berdasarkan hasil pendataan, jumlah penyandang disabilitas pada 9 provinsi
di Indonesia sebanyak 299.203 jiwa, sekitar 67,33% disabilitas dewasa tidak
memiliki keterampilan dan pekerjaan. Jenis keterampilan utamanya adalah pijat,
pertukangan, petani, buruh dan jasa.1
Data tersebut menjelaskan bahwa mayoritas kelompok disabilitas tidak
memiliki peluang untuk bekerja. Itu berarti secara tidak langsung kelompok
disabilitas kehilangan sebagian haknya dalam bernegara. Peluang atau kesempatan
untuk memiliki pekerjaan merupakan salah satu hak setiap warga didalam suatu
Negara. Namun peluang dan akses pekerjaan di ranah publik bagi kelompok
disabilitas seakan-akan tidak diperuntukkan bagi mereka. Sehingga melalui
keterampilan yang dimilikinya, seolah-olah peluang bekerja para disabilitas hanya
sebagai tukang pijat, petukangan, dll.
Survey terhadap penyandang cacat membuktikan ketidakpuasan mereka
akan kehidupan sosial apa lagi mereka yang berusia lebih muda. Ini dikarenakan
1 Nawir, Expose Data Penyandang Cacat Berdasarkan Klasifikasi ICF Tahun 2009,
artikel di akses pada 27 September 2014,dari
http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=1013
2
mereka lebih menekankan pada hubungan mereka terhadap teman seusia dan gaya
hidup yang relative lebih tergantung pada aktivitas diluar rumah untuk melakukan
kontak social.2
Persepsi terhadap penyandang cacat sebagai orang yang tidak berguna,
mengalir begitu saja sejak dari sedikitnya keterlibatan mereka dalam aktivitas
ekonomi. Hal ini sebagai konsekuensi dari kegagalan mereka dalam
menyesuaikan diri dengan kelompok mayoritas. Mereka terpola sedemikian rupa
sebagai orang yang “berbeda”. Terlebih lagi, reaksi kekagetan yang ditunjukkan
orang-orang terhadap “penyandang cacat” menstimulasi ketakutan yang
mendalam, kegagalan mereka untuk menerima diri mereka seperti itu dan orang
lain yang secara sederhana melihat mereka sebagai orang lain”.3
Kelompok-kelompok tertentu yang mengalami diskriminasi dalam suatu
masyarakat, seperti masyarakat kelas sosial ekonomi rendah, kelompok minoritas
etnis, wanita, populasi lanjut usia, serta para penyandang cacat (disabilitas),
adalah orang-orang yang mengalami ketidakberdayaan. Keadaan dan perilaku
mereka yang berbeda dari „keumuman‟ kerapkali dipandang sebagai „deviant‟
(penyimpang). Mereka seringkali kurang dihargai dan bahkan di cap sebagai
orang yang malas, lemah, yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Padahal
ketidakberdayaan mereka seringkali merupakan akibat dari adanya
kekurangadilan dan diskriminasi dalam aspek-aspek kehidupan tertentu.4
Kelompok disabilitas di Negara inipun nampaknya masih rentan dengan
diskriminasi. Seringkali mereka di pandang rendah oleh sebagian besar
2 Kusmana, dan Siti Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar, (Jakarta: PIC UIN
Jakarta, 2007), h.84-85. 3Kusmana, dan Siti Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Penganta.,h.14-17.
4 Edi Suharto, Mengembangkan Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT.
Rifka Aditama, 2005), h. 60-61
3
masyarakat, mereka dianggap sebagai orang yang berbeda dari masyarakat pada
umumnya. Perlakuan tersebut menjadikan para disabilitas menerima berbagai
ketidakadilan dari kehidupan sosial.
Pada kenyataannya kelompok disabilitas merupakan bagian dari warga
Negara yang memiliki hak, kewajiban serta peran yang sama. Mereka perlu
diupayakan untuk meningkatkan kesejahteraan sosialnya, sebagaimana tertulis
dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang
penyandang cacat.5
Selain itu disebutkan pula dalam konvensi PBB mengenai hak-hak
kelompok disabilitas (UNCRPD, 2007). Konvensi tersebut bertujuan untuk
mempromosikan, melindungi dan memastikan kelompok disabilitas dapat
menikmati secara penuh dan setara semua hak asasi manusia dan kebebasan
fundamental serta mempromosikan penghargaan terhadap harkat dan martabat
mereka.
Konvensi tersebut menandai sebuah „pergeseran paradigma‟ dalam perilaku
dan pendekatan terhadap kelompok disabilitas. Kelompok disabilitas tidak dilihat
sebagai obyek kegiatan amal, perlakuan medis, dan perlindungan sosial, namun
dilihat sebagai manusia yang memiliki hak yang mampu mendapatkan hak-hak itu
serta membuat keputusan terhadap hidup mereka sesuai dengan keinginan dan ijin
yang mereka berikan seperti halnya anggota masyarakat lainnya.6 Untuk
merealisasikan isi Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
5 Media Elektronik Sekretariat Negara Artikel diakses pada tanggal 09 februari 2014, dari
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_4_1997.pdf. 6 ILO, Mempromosikan Pekerjaan Layak Bagi Semua Orang: Membuka Kesempatan
pelatihan dan Kerja bagi Penyandang Disabilitas, Artikel diakses pada 23 April 2014
4
1997 tentang kelompok disabilitas serta hasil konvensi PBB, maka kelompok
disabilitas perlu diberdayakan.
Istilah keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu
yang bersenyawa dengan individu-individu lainnya dalam masyarakat untuk
membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Memberdayakan
masyarakat adalah upaya memperkuat unsur-unsur keberdayaan itu untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi
tidak mampu dengan mengandalkan kekuatannya sendiri sehingga dapat keluar
dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan atau proses memampukan dan
memandirikan masyarakat.7
Pemberdayaan menurut Parsons adalah sebuah proses dengan mana orang
menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan
mempengaruhi terhadap, kejadia-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang
memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk
mempenggaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya.8 Pemberdayaan menurut Parsons pada intinya dilakukan sebagai
proses memampukan diri seseorang sehingga ia dapat berpartisipasi serta dapat
berpengaruh dalam kehidupannya.
Upaya pemberdayaan masyarakat merupakan tuntutan utama pembangunan,
ini terkait dengan teori sumberdaya manusia yang memandang mutu penduduk
sebagai kunci utama pembangunan. Banyaknya penduduk bukan beban suatu
7 Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan, (Bandung: Alfabeta CV, 2007), h.1.
8 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. (Bandung: PT Refika Aditama, 2005),
h. 59
5
bangsa bila mutunya tinggi, untuk itu pembangunan hakekat manusiawi
hendaknya menjadi arah pembangunan dan perbaikan sumber daya manusia akan
menumbuhkan inisiatif dan kewiraswastaan.9
Kemudian Rousoltone berpendapat bahwa Penyandang cacat/disabilitas
secara spesifik, sangat rendah pada bidang profesi dan manajemen, dimana ini
merupakan pekerjaan dengan pendapatan dan security atau kemapanan kerja yang
lebih tinggi serta kesempatan promosi yang lebih menjanjikan. Akan tetapi,
penyandang cacat memiliki angka tinggi pada pekerjaan yang berketerampilan
dan berpenghasilan rendah dan pekerjaan yang tidak secure.10
Menurut Anwar dalam Human capital theory, manusia merupakan sumber
daya utama, berperan sebagai subjek baik dalam upaya meningkatkan taraf hidup
dirinya maupun dalam melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya.11
Pada umumnya masyarakat mendambakan kondisi yang ideal yang
merupakan tatanan kehidupan yang diinginkannya. Kondisi tersebut
menggambarkan sebuah kehidupan yang disitu kebutuhan-kebutuhan dapat
terpenuhi, suatu kondisi yang tidak lagi diwarnai kekhawatiran hari esok,
kehidupan yang member iklim kondusif guna aktualisasi diri dan untuk
terwujudnya proses relasi yang berkeadilan.12
Apabila kehidupan sekarang belum memenuhi kondisi ideal tersebut selalu
ada dorongan usaha untuk mewujudkannya. Demikian juga apabila terdapat
realitas yang dianggap menghambat tercapainya kondisi ideal tersebut, akan
mendorong usaha untuk mengubah dan memperbaikinya. Dalam hal ini Chodak
9 Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan, h.1-3.
10 Kusmana, dan Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar , h.73.
11 Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan, h.3.
12 Soetomo, Pembangunan Masyarakat; Merangkai Sebuah Kerangka, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012), h.1
6
mencoba menganalisis realitas tersebut, ia menggunakan lima pendekatan dalam
menjelaskan proses perkembangan masyarakat, salah satunya adalah
perkembangan masyarakat terjadi karena tumbuhnya dorongan dan motivasi
untuk berubah.13
Edward de Bono selalu mendalilkan bahwa di masa yang akan datang, orang
harus lebih konstruktif. Untuk menjadi lebih konstruktif, manusia harus menjadi
lebih kreatif.Persoalan dunia tidak menjadi semakin sederhana, melainkan
semakin hari semakin bertumpuk, ruwet dan membikin pening kepala. Untuk itu
manusia dituntut lebih kreatif dan konstruktif.14
Budaya disabilitas dibangun atas premis bahwa ada suatu kewajiban moral
dan politis untuk menghargai perbedaan. Munculnya gerakan kesenian kaum
penyandang cacat menandai suatu titik penting dalam tradisi menuju gambaran
yang lebih positif tentang kaum penyandang cacat, dan suatu tanda yang jelas
tentang kebangkitan politis mereka.15
Berkaitan dengan masalah tersebut, maka Yayasan Wisma Cheshire
merupakan salah satu lembaga yang dapat mendorong, menggali, dan
mengoptimalkan potensi dan kreatifitas kelompok disabilitas untuk mencapai
kemandiriannya. Yayasan Wisma Cheshire adalah wadah bagi kelompok
disabilitas seperti penyandang Pharaplegia, Polio, dan yang tidak bisa berjalan
lainnya dengan tujuan membuka peluang dan kesempatan yang lebih besar bagi
mereka untuk membuktikan potensi yang dimilikinya di masyarakat luas.
13
Soetomo, Pembangunan Masyarakat; Merangkai Sebuah Kerangka, h.17 14
Dra. Nanih Machendrawaty, M.Ag. dan Agus Ahmad Safei, M.Ag., Pengembangan
Masyarakat Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h.129. 15
Kusmana, dan Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar , h.165-166.
7
Dengan adanya wadah tersebut diharapkan kelompok disabilitas dapat
mengubah status sosialnya menjadi lebih baik dengan cara memandirikan
kehidupannya melalui keterampilan dan skill yang mereka miliki. Kegiatan yang
diterapkan di Yayasan Wisma Cheshire adalah, pertama, keterampilan handycraft
dan woodwork, melalui keterampilan tersebut mereka mengasah bakat membuat
kerajinan tangan dan kerajinan dari kayu. Kedua ada keterampilan tambahan
melalui pendidikan kursus B. Inggris, dan Computer, dan olahraga melalui
supporting program ini mereka dapat belajar serta mendapatkan hal lain tentunya.
Ketiga, ada program pendukung yang meliputi perawatan kesehatan serta rencana
pengembangan pribadi. Dan yang terakhir ada kegiatan Young Voice, kegiatan
tersebut adalah kegiatan yang diadakan oleh para disabilitas muda khususnya,
untuk menyerukan serta menyuarakan hak-hak yang sepatutnya mereka dapatkan.
Seluruh program tersebut merupakan program yang diterapkan pada anggota
(resident) yang dianggap berpotensi dan memiliki kemauan untuk belajar. Melalui
program tersebut mereka bisa belajar untuk lebih mandiri dari sebelumnya,
sehingga diharapkan mereka akan lebih siap untuk bermasyarakat.
Dari penjelasan tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai
“PEMBERDAYAAN KELOMPOK DISABILITAS MELALUI KEGIATAN
KETRAMPILAN HANDICRAFT DAN WOODWORK DI YAYASAN WISMA
CHESHIRE JAKARTA SELATAN”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mencoba untuk mengidentifikasi
beberapa masalah yang ada. Dalam UU No.4 Tahun 1997 tentang penyandang
disabilitas yang menyatakan bahwa:
8
1. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur, penyandang cacat
merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki
kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama;
2. Penyandang cacat secara kuantitas cenderung meningkat, oleh karena itu
perlu semakin diupayakan peningkatan kesejahteraan sosial bagi
penyandang cacat;
3. Dalam rangka terwujudnya kesamaan kedudukan, hak, kewajiban, dan
peran sebagaimana tersebut di atas, dipandang perlu memberikan
landasan hukum bagi upaya peningkatan kesejahteraan sosial
penyandang cacat di segala aspek kehidupan dan penghidupan dalam
suatu Undang-undang.16
Namun pada kenyataannya isi UUD tersebut belum begitu terealisasikan
dalam kehidupan sosial. Sehingga ada beberapa masalah yang terlihat dalam
kehidupan ini khususnya yang bersangkutan dengan para penyandang disabilitas,
diantaranya:
1. Masyarakat pada dasarnya dapat memiliki kedudukan, hak, kewajiban,
serta peran yang sama, tetapi pada kenyataannya kelompok disabilitas
masih belum dapat merasakan hal tersebut, seperti kebanyakan
kelompok disabilitas masih saja dipandang sebagai pengangguran,
pemalas, tidak memiliki pekerjaan, tidak memiliki kegiatan dan
keterampilan yang dapat dilakukan.
16
Media Elektronik Sekretariat Negara Artikel diakses pada tanggal 09 februari 2014, dari
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_4_1997.pdf.
9
2. Sejauh ini kelompok disabilitas masih di pandang dan dianggap rendah
oleh sebagian besar masyarakat karena kekurangannya yang membuat
mereka merasa terbatas dalam melakukan berbagai hal sehingga mereka
terlihat seperti tidak memiliki keahlian atau kegiatan dalam hidupnya.
Hal tersebut yang kemudian membuat kelompok disabilitas merasakan
ketidaknyamanan dalam bermasyarakat. Mereka lebih memilih untuk
menghindar dan menjauhkan diri serta mereka enggan untuk melakukan
kontak sosial dengan masyarakat lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut YWC menggagaskan beberapa program
pemberdayaan yang diterapkan untuk kelompok disabilitas. Namun peneliti hanya
membatasi penelitiannya pada pemberdayaan melalui keterampilan.
C. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti membatasi penelitian ini
pada pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, masing-masing adalah:
a. Keterampilan handicraft
b. Keterampilan woodwork
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pelaksanaan pemberdayaan kelompok disabilitas
melalui kegiatan keterampilan handicraft dan woodwork?
b. Bagaimana pengaruh kegiatan keterampilan handicraft dan
woodwork dalam pemberdayaan kelompok disabilitas di Yayasan
Wisma Cheshire Jakarta Selatan?
10
D. Subyek dan Obyek Penelitian
1. Subyek Penelitian ini adalah kelompok disabilitas yang mengikuti
kegiatan keterampilan handycraft dan woodwork di Yayasan Wisma
Cheshire beserta pengurusnya. Diantaranya:
a. Ketua lembaga, dari ketua lembaga peneliti akan mendapatkan
informasi mengenai Gambaran Umum Lokasi Penelitian, tujuan
pendirian yayasan, kerjasama yayasan, sumber dana yayasan,
sasaran pelayanan, dll.
b. Manager Program, dari Manager Program peneliti akan
mendapatkan informasi mengenai program di yayasan, pelaksanaan
dan langkah-langkah pembuatan keterampilan, produk yang
dihasilkan serta pemasaran produk.
c. Ibu Asrama, dari Ibu Asrama peneliti akan mendapatkan informasi
mengenai pengelolaan resident, perkembangan resident, sarana dan
prasarana yayasan, jadwal kegiatan sehari-hari resident, kapasitas
anggota di asrama.
d. Staf dan Resedent/kelompok disabilitas, peneliti akan mendapatkan
informasi mengenai alasan resident masuk yayasan, perkembangan
setelah masuk yayasan, respon resident terhadap kegiatan
keterampilan di yayasan, hasil atau manfaat yang diperoleh dari
kegiatan di yayasan.
e. Alumni Yayasan, dari alumni peneliti akan mendapatkan informasi
mengenai pengalamannya tinggal di yayasan, manfaat yang
diperoleh, dll.
11
2. Objek penelitian ini adalah pemberdayaan di Yayasan Wisma Cheshire
melalui kegiatan keterampilan handicraft dan woodwork.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mempelajari dengan seksama pelaksanaan pemberdayaan
melalui keterampilan di Yayasan Wisma Cheshire
2. Untuk menjelaskan pengaruh pemberdayaan masyarakat terhadap
kelompok disabilitas melalui kegiatan keterampilan di Yayasan
Wisma Cheshire Jakarta Selatan.
F. Manfaat Penelitian
1. Secara akademis penelitian ini diharapkan:
a. Dapat memberikan kontribusi bagi jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam, khususnya di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan pemberdayaan penyandang cacat
b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber referensi dan
tambahan pengetahuan dalam kerangka pengembangan
pemberdayaan lainnya.
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan:
a. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas, untuk lebih
memperdulikan masalah social seperti ini khususnya masalah
para penyandang disabilitas.
12
b. Memberikan wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi
peneliti khususnya, sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang
telah didapat
c. Diharapkan dapat memberi kontribusi kepada keluarga
penyandang disabilitas akan pentingnya kegiatan keterampilan
guna meningkatkan kreatifitas sehingga mereka dapat menumbuh
kembangkan dan mengoptimalkan tingkat kreatifitas mereka
dalam kehidupannya secara layak.
G. Metodologi penelitian
1. Pendekatan penelitian
Adapun pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menurut Hamidi (2010) adalah
untuk mengetahui tentang makna (berupa konsep) yang ada dibalik cerita
detail para responden dan latar social yang diteliti, peneliti dalam hal ini
mengumpulkan data berupa cerita rinci dari para responden dan diungkap
apa adanya sesuai dengan bahasa serta pandangan para responden.17
Bodgan dan Taylor mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.Penelitian kulitatif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal
itu merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk
17
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif; Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan
Laporan Penelitian, (Malang, UMM Press, 2010), h.20
13
menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu
atau sekelompok orang.18
Oleh sebab itu dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
kualitatif dan bermaksud untuk mendeskripsikan keadaan atau fenomena
sebenarnya dari hasil penelitian mengenai “PEMBERDAYAAN
KELOMPOK DISABILITAS MELALUI KEGIATAN KETRAMPILAN
HANDICRAFT DAN WOODWORK DI YAYASAN WISMA CHESHIRE
JAKARTA SELATAN”.
2. Lokasi Penelitian
Untuk menentukan lokasi yang akan diteliti, penelitian ini dilakukan
secara purposive (ditunjuk/ditentukan) di Yayasan Wisma Cheshire yang
berlokasi di Jl. Wijaya Kusuma, No.15a, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.
Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena Yayasan Wisma
Cheshire merupakan tempat pemberdayaan bagi kelompok disabilitas
melalui kegiatan keterampilan handicraft dan woodwork. yang memberikan
kesempatan dan peluang untuk para disabilitas agar tidak ketergantungan
dan lebih mandiri dan untuk mengasah bakat yang mereka miliki.
3. Sumber data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah hasil langsung dari penelitian yang
dilakukan, diperoleh dari beberapa dokumentasi dan para informan
yang ada di Yayasan Wisma Cheshire pada waktu penelitian. Data
18
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,
2012), h.4-5
14
primer ini diperoleh melalui observasi atau pengamatan, wawancara
dan studi dokumentasi.
b. Sumber Data Skunder
Data skunder adalah sumber-sumber pendukung dalam penelitian,
serta data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi tidak
langsung seperti data yang diperoleh dari catatan-catatan, buku,
majalah, bulletin dan dokumen tertulis yang berhubungan dengan
penelitian ini.
4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan
informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab
permasalahan-permasalahan yang akan diteliti. Teknik pengumpulan data
ini dilakukan dengan:
a. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis,
objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi
yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan
tertentu.Teknik observasi sering digunakan dalam penelitian kualitatif.19
Menurut Marshall, dalam Sugiyono (2010:64) menyatakan bahwa
“through observation, the researcher learn about behavior and the
19
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma Baru, (Bandung,
PT.Remaja Rosdakarya, 2011), h.170.
15
meaning attached to those behavior”. Melalui observasi peneliti belajar
tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.20
Dalam hal ini peneliti akan melakukan observasi agar peneliti
mendapatkan data dan informasi yang objektif dalam kegiatan
keterampilan. Keterampilan handicraft dan woodwork merupakan
bentuk kegiatan dari pemberdayaan yang akan diteliti.
Observasi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran kehidupan,
dan perilaku serta kegiatan sehari-hari para penyandang disabilitas.
Selain itu untuk mengetahui pelaksanaan pemberdayaan melalui
keterampilan yang diterapkan oleh Yayasan Wisma Cheshire.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (inteerviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan
wawancara, seperti ditegaskan oleh Loncoln dan Guba antara lain:
mengonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan,
motivasi, tuntutan, kepedulian, dll.21
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah teknik untuk mempelajari dan
menganalisis bahan-bahan tertulis. Sejumlah besar fakta dan data
tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar
20
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung, CV. Alfabeta, 2010), h.64 21
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 186.
16
data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, cendera
mata, laporan, artefak, foto dan sebagainya.22
Dari hasil studi dokumentasi, peneliti akan mendapatkan informasi
mengenai visi dan missi yayasan, struktur organisasi yayasan, daftar
nama-nama resident (anggota) yayasan, serta aturan umum yang
diterapkan di yayasan.
5. Keabsahan Data (Triangulasi)
Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data diriberbagai sumber
dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.23
Teknik keabsahan data dalam penelitian memiliki kriteria:24
a. Kredibilitas (derajat kepercayaan)
Dengan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan
jalan membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang lain. Dalam hal ini penulis
membandingkan jawaban yang diberikan oleh sample yaitu para
resident (disabilitas), pengurus, staf dan alumni Yayasan Wisma
Cheshire (YWC) Jakarta Selatan. Selanjutnya penulis membandingkan
hasil wawancara dengan data hasil pengamatan (Observasi).
b. Ketekunan dan pemusatan pengamatan
Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan cirri-ciri dan unsur-
unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang
22
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma Baru, h.171. 23
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung, CV. Alfabeta, 2010), Cet. Ke-6,
h. 125 24
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan
Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 256
17
sedang dicari, kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara
rinci.
c. Kepastian dengan teknik pemeriksaan audit
Disini pemastian bahwa sesuatu itu objektif atau tidak bergantung
pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan
penemuan seseorang.
6. Analisis data
Dilihat dari tujuan analisis, maka ada dua hal yang ingin dicapai dalam
analisis data kualitatif, yaitu: menganalisis proses berlangsungnya suatu
fenomena social dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap
proses tersebut. Selain itu untuk menganalisis makna yang ada dibalik
informasi, data, dan proses suatu fenomena social itu.25
Analisis data adalah proses yang dilakukan secara sistematis untuk
mencari, menemukan dan menyusun transkip wawancara, catatan-catatan
lapangan, dan bahan-bahan lainnya yang telah dikumpulkan peneliti dengan
teknik-teknik pengumpulan data lainnya. Tahap-tahap kegiatan dalam
menganalisis data kualitatif, tahap tersebut adalah:
a. Reduksi data, untuk memudahkan pemahaman terhadap data yang
diperoleh. Dalam tahap ini peneliti mencoba memilah data yang
relevan dengan tujuan dan masalah penelitian. Tujuannya adalah
untuk mencari tahu pola pemberdayaan masyarakat disabilitas
melalui keterampilan dan untuk mengetahui manfaat serta hasil dari
pemberdayaan tersebut.
25
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan
Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 153
18
b. Penyajian data, Penyajian data ini digunakan sebagai bahan untuk
menafsirkan dan mengambil simpulan atau dalam penelitian
kualitatif dikenal dengan istilah inferensi yang merupakan makna
terhadap data yang terkumpul dalam rangka menjawab
permasalahan.
c. Menarik simpulan/verifikasi. Simpulan tersebut merupakan
pemaknaan terhadap data yang telah dikumpulkan. Penarikan
simpulan dilakukan dengan jalan membandingkan kesesuaian
pernyataan responden dengan makna yang terkandung dalam
masalah penelitian secara konseptual.26
Dan dalam tahapan ini
peneliti akan menginterpretasikan data-data yang didapat
berdasarkan teori yang digunakan dalam penelitian.
Namun dalam proses ini peneliti akan menggunakan analisis data
dengan beberapa tahapan yaitu, Pertama membaca hasil kegiatan
pengumpulan data, kedua, melengkapi data yang kurang, ketiga,
menginterpretasikan data berdasarkan teori yang digunakan dalam
penelitian.
H. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini, sebelum penelitian lebih lanjut kemudian
menyusunnya menjadi suatu karya ilmiah, maka langkah awal yang penulis
tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu skripsi-skripsi yang mempunyai
mempunyai judul yang hampir sama dengan yang akan penulis teliti. dantaranya:
26
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma Baru, h.172-173.
19
1. Judul : Pemberdayaan Penyandang Cacat Tunagrahita Oleh
Yayasan Wahana Bina Karya Penyandang Cacat di
Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak Jakarta
Selatan
Penulis : Riyan Rusdiyanto/104054002094, Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam, Lulus Tahun 2011
Isi Pokok : Skripsi ini membahas mengenai proses pemberdayaan
penyandang cacat tunagrahita di Yayasan Wahana Bina
Karya Penyandang Cacat serta keberlangsungan
penyandang cacat tunagrahita dalam melaksanakan
proses pemberdayaan tersebut.
2. Judul : Pengaruh Program Pemberdayaan Melalui Koperasi
Simpan Pinjam Terhadap Peningkatan Penghasilan
Anggota Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Di
Kelurahan Duri Utara Kecamatan Tambora Jakarta Barat
Penulis : Irhineu Dwi Wahyu Pratiwi/109054100022, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Kesejahteran
Sosial, Lulus Tahun 2014
Isi Pokok : Skripsi ini membahas mengenai pengaruh dari program
simpan pinjam terhadap peningkatan penghasilan
anggota usaha mikro kecil menengah (UMKM)
20
I. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, secara sistematis,
penyususnannya dibagi kedalam empatbab, yang masing-masing bab terdiri dari
sub-sub bab. Adapun sistematika penyusunan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi
Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Subjek dan Objek
Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan. Dalam bab ini
penulis berusaha mendeskripsikan secara umum tentang intisari
keseluruhan skripsi ini.
Bab II Pengertian Judul yang meliputi: Pengertian Pemberdayaan, Tujuan
Pemberdayaan, Indikator keberdayaan, Strategi Pemberdayaan,
Tahapan Pemberdayaan, Pengertian Disabilitas, Karakteristik
Penyandang Disabilitas, Dampak Disabilitas Pada Identitas Diri,
Pengertian Ketrampilan, Jenis Ketrampilan.
Bab III Dalam bab ini akan membahas tentang Gambaran Umum Lokasi
Penelitian, Letak dan Batas Wilayah Kelurahan Cilandak Barat,
Topografi, Data Aparat Pemerintah Kelurahan Cilandak Barat,
Gambaran Umum Yayasan Wisma Cheshire, Maksud dan Tujuan
Didirikannya Yayasan Wisma Cheshire, Visi dan Misi Yayasan
Wisma Cheshire, Struktur Organisasi Yayasan Wisma Cheshire,
Program Kegiatan Yayasan Wisma Cheshire, Kerjasama Yayasan
Wisma Cheshire, Sumber Dana Yayasan Wisma Cheshire, Sasaran
Pelayanan, Sarana dan Prasarana, Rekrutmen Anggota/Resident,
21
Kegiatan Sehari-hari Yayasan Wisma Cheshire, Aturan Umum warga
Yayasan Wisma Cheshire, Nama-nama Anggota Para Disabilitas di
Yayasan Wisma Cheshire.
Bab IV Merupakan bentuk analisa terhadap temuan lapangan yang meliputi
Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Kelompok disabilitas melalui
Ketrampilan di Yayasan Wisma Cheshire (YWC), serta Pengaruh
Kegiatan Pemberdayaan Melalui Ketrampilan terhadap Kelompok
Disabilitas (Resdient) di Yayasan Wisma Cheshire
Bab V Penutup merupakan akhir dari pembahasan skripsi ini. Adapun
bahasannya meliputi kesimpulan dari semua pembahasan skripsi ini,
dan saran-saran penulis.
22
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pemberdayaan
1. Pengertian Pemberdayaan
Upaya-upaya pembangunan untuk mensejahterakan rakyat banyak
dilakukan oleh pemerintah maupun non pemerintah. Baik itu melalui
peminjaman modal, pelatihan, keterampilan, pengembangan karakter, dll.
Hal tersebut merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan masyarakat
agar dapat mencapai kehidupan yang lebih baik.
Istilah “pemberdayaan” adalah terjemahan dari istilah asing
empowerment. Secara leksikal, pemberdayaan berarti penguatan. Secara
teknis, istilah pemberdayaan dapat disamakan –atau setidaknya diserupakan-
dengan istilah pengembangan. Bahkan dua istilah ini, dalam batas-batas
tertentu bersifat interchangeable atau dapat dipertukarkan. Dalam
pengertian lain, pemberdayaan atau pengembangan –atau tepatnya
pengembangan sumber daya manusia- adalah upaya memperluas horizon
pilihan bagi masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat
dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Dengan memakai logika
ini, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang dapat
memilih dan mempunyai kesempatan untuk mengadakan pilihan-pilihan.1
Dalam Edi Suharto (2005:58) dijelaskan bahwa pemberdayaan
menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah
1 Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam; dari
Ideologi, Strategi sampai Tradisi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h.41-42
23
sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam
arti bukan saja bebas dalam mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari
kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; selain itu mampu
menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat
meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa
yang mereka perlukan; dan dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan
dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.2
Menurut Kartasasmita dalam Anwar (2007:1), istilah keberdayaan
dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa
dengan individu-individu lainnya dalam masyarakat untuk membangun
keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu maka
memberdayakan masyarakat adalah upaya memperkuat unsur-unsur
keberdayaan itu untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan
masyarakat yang berada dalam kondisi tidak mampu dengan mengandalkan
kekuatannya sendiri sehingga dapat keluar dari perangkap kemiskinan dan
keterbelakangan, atau proses memampukan dan memandirikan masyarakat.3
Selain itu pemberdayaan menurut Gunawan Sumodiningrat dapat
dilihat dari tiga sisi. Pertama, pemberdayaan menciptakan suasana atau
iklim yang berkembang. Kedua, pemberdayaan untuk memperkuat potensi
ekonomi atau daya yang dimiliki masyarakat. Ketiga, pemberdayaan melalui
pengembangan ekonomi rakyat dengan cara melindungi dan mencegah
2 Edi Suharto, Mengembangkan Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT.
Rifka Aditama, 2005), h.58 3 Dr. Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 1
24
terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta menciptakan kebersamaan
dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang.4
Beberapa pengertian pemberdayaan menurut para ahli, diantaranya:
a. Shardlow mengemukakan bahwa pada intinya pemberdayaan
membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas
berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan
mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan
keinginan mereka.5
b. Biestek mengenai pemberdayaan, menurutnya prinsip ini pada
intinya mendorong klien untuk menemukan sendiri apa yang harus
ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan
yang ia hadapi.6
c. McArdle lebih menitikberatkan pemberdayaan pada proses
pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen
melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah
mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya,
bahkan merupakan keharusan untuk lebih diberdayakan melalui
usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan
serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa
tergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.7
4 Moh Aziz, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat: Paradigma Aksi Metodologi,
(Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005), h. 136 5 Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan
Sosial, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2002), 162 6 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan, Intervensi
Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, (Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2001), h. 33 7 Syamsir Salam, MS., dan Amir Fadhilah, S.Sos., M.Si., Sosiologi Pedesaan, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h.
25
Jika diruntut dari seluruh pengertian yang ada, penulis menyimpulkan
bahwa pengertian pemberdayaan merupakan proses yang dilakukan untuk
meningkatkan kapasitas masyarakat melalui kemandiriannya dengan upaya
menyediakan sarana yang dapat mengembangkan potensi atau bakat yang
dimiliki masyarakat tersebut melalui berbagai kegiatan atau peluang yang
ada, selain itu mereka dapat lebih aktif dan bisa berpartisipasi di dalam
masyarakat, serta dilibatkan dalam pengambilan keputusan, dapat
berpengaruh dalam lingkungannya dan mampu menyelesaikan segala
permasalahan yang ada, agar terciptanya kesejahteraan bersama sesuai
dengan harapan.
Pada intinya pemberdayaan fokus pada tiga hal, yaitu:
Pemberkuasaan, Penguatan kapasitas diri, dan Memandirikan. Ketiga hal
tersebut merupakan hal yang penting dalam proses pemberdayaan, dimana
pemberkuasaan merupakan fase untuk menguatkan diri seseorang
khususnya mereka yang rentan dan lemah serta mereka yang masih
termarginalkan dalam kehidupan bermasyarakat, melalui partisifasi
masyarakat yang bersangkutan agar tercipta kemampuan dan kekuasaan
akan dirinya untuk akif dan ikut andil dalam kehidupan sosial melalui
penguatan kapasitas diri dengan memanfaatkan skill atau kemampuan yang
ada sehingga tercipta kemandirian. Tentu saja kegiatan pemberdayaan
dilakukan demi terwujudnya taraf hidup yang lebih baik.
Menurut pandangan penulis, pada dasarnya setiap orang memiliki
kemampuan untuk merubah kehidupannya, dari yang tadinya belum mampu
menjadi mampu, belum berdaya menjadi berdaya, belum berani menjadi
26
berani, dll. Semua hal tersebut akan terlaksana dengan baik jika masyarakat
yang diberdayakan ikut berpartisipasi aktif untuk melakukan perubahan
yang nyata dalam kehidupannya.
2. Tujuan Pemberdayaan
Tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk menciptakan
kondisi yang dapat mendorong kemampuan masyarakat untuk memperoleh
dan memanfaatkan hak-hak ekonomi, social, dan politik dalam rangka
peningkatan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat.8
Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau
hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan social; yaitu masyarakat
yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik,
ekonomi, maupun social seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan social, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya. Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan
masarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan,
baik karena kondisi internal maupun karena kondisi eksternal.9
Selain itu ada pula tujuan pemberdayaan masyarakat miskin
perkotaan, diantaranya adalah: Pertama, meningkatkan kualitas lingkungan
permukiman melalui suatu upaya penanganan terpadu, baik dari aspek fisik,
sarana dan prasarana, maupun kondisi social ekonomi masyarakatnya.
8 Ibid., h.77
9 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005),
Cet ke-1, h. 59-60
27
Kedua, pemberdayaan masyarakat untuk menumbuhkan inisiatif, kreatifitas
dan jiwa kemandirian dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan
kesejahteraan dilingkungan tempat tinggalnya. Ketiga, meningkatkan
kemampuan usaha dalam rangka pengembangan sumber pendapatan yang
dapat menunjang perekonomian keluarga/warga.10
Dalam kaitan dengan hal ini, Payne mengemukakan bahwa suatu
proses pemberdayaan (empowerment), pada intinya ditujukan guna
membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka,
termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan social dalam melakukan
tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa
percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui
transfer daya dari lingkungannya.11
Konsep pemberdayaan ada, karena adanya ketidakberdayaan. Bentuk
ketidakberdayaan tersebut secara tidak langsung membuat dan membentuk
masyarakat ketergantungan. Oleh sebab itu konsep atau strategi
pemberdayaan cukup penting untuk menguatkan dan meningkatkan
kemampuan masyarakat serta membentuk masyarakat yang mandiri.
Biasanya pemberdayaan dibentuk didalam masyarakat melalui berbagai
program dan kegiatan, dengan proses berkelanjutan dan bersifat partisipatif.
Pada intinya tujuan pemberdayaan dilakukan melalui berbagai proses
ini adalah untuk meningkatkan kapasitas masyarakat yang dianggap kurang
10
Rr. Suhartini, dkk., Model-Model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS
Pelangi Aksara, 2005), h. 8 11
Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan, Intervensi Komunitas:
Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, h. 32
28
berdaya dengan memanfaatkan berbagai peluang melalui kemandiriannya.
Selain itu tujuan pemberdayaan ini adalah sebagai bentuk penguatan bagi
masyarakat, agar mereka mampu mempertahankan dan memperjuangkan
apa yang menjadi hak-haknya sebagai warga masyarakat yang berdaulat,
sehingga sampai pada kehidupan yang sejahtera.
3. Indikator Keberdayaan
Menurut Kiefer pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi
kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi
partisipatif. Parson mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk
pada:
a. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan
individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan
social yang lebih besar.
b. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri,
berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.
c. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan social, yang
dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan
kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang
lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah
struktur-struktur yang masih menekan.12
12
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005),
Cet ke-1, h.63.
29
Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indicator
pemberdayaan yang mereka sebut sebagai Empowerment Index atau indeks
pemberdayaan13
:
a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar
rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas
medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat
mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.
b. Kemampuan membeli komoditas kecil: kemampuan individu
untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari
(beras, minyak tanah, minyak goring, bumbu); kebutuhan dirinya
(minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu
dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat
membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya;
terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan
menggunakan uangnya sendiri.
c. Kemampuan membeli komoditas besar: kemampuan individu
untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier seperti lemari
pakaian, TV, radio, Koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti
halnnya indicator diatas, poin tinggi diberikan terhadap individu
yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin
pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang
tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
13
Ibid, h.63-66
30
d. Terlibat dalam keputusan-keputusan rumah tangga: mampu
membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri
mengenai keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai
renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternak, memperoleh
kredit usaha.
e. Kebebasan relative dari dominasi keluarga.
f. Kesadaran hokum dan politik: mengetahui salah seorang pegawai
pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat;
nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan
hokum-hukum waris.
g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang
dianggap „berdaya‟ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau
bersama orang lain melakukan protes, misalnya terhadap suami
yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dan
keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan social;
atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah.
h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki
rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap
memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara
sendiri atau terpisah dari pasangannya.
4. Starategi Pemberdayaan
Dalam konteks pekerja social, pemberdayaan dapat dilakukan melalui
tiga aras atau matra pemberdayaan, diantaranya: mikro, mezzo dan makro.
31
a. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara
individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis
intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih
klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini
sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task
centered approach).
b. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai
media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok
biasanya dilakukan sebagai intervensi dalam meningkatkan
kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar
memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang
dihadapinya.
c. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi system
besar (large-system strategi), karena sasaran perubahan diarahkan
pada system lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan,
perencanaan social, kampanye, aksi social, lobbying,
pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah
beberapa strategi dalam pendekatan ini. System strategi besar
memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk
memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serrta
menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.14
14
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2005), h. 66-67.
32
Didalam Jim Ife dan Frank Tesoriero (2008) disebutkan beberapa
strategi untuk mencapai pemberdayaan, diantaranya adalah:
a. Pemberdayaan melalui kebijakan dan perencanaan, dicapai dengan
mengembangkan atau mengubah struktur-struktur dan lembaga-
lembaga untuk mewujudkan akses yang lebih adil kepada sumber daya
atau berbagai layanan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam
kehidupan masyarakat.
b. Pemberdayaan melalui aksi social dan politik, menekankan pentingnya
perjuangan dan perubahan politik dalam meningkatkan kekuasaan
yang efektif.
c. Pemberdayaan melalui pendidikan dan penyadar-tahuan, menekankan
pentingya suatu proses edukatif (dalam pengertian luas) dalam
melengkapi masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan mereka. Ini
memasukkan gagasan-gagasan peningkatan kesadaran --membantu
masyarakat memahami masyarakat dan sturuktur opresi, memberikan
masyarakat kosakata dan keterampilan untuk bekerja menuju
perubahan yang efektif dan seterusnnya.15
5. Tahapan Pemberdayaan
Sebagaimana disebutkan oleh Rr Suhartini dkk (2005: 135) ada
beberapa tahapan yang seharusnya dilalui dalam melakukan pemberdayaan,
diantaranya:
a. Membantu masyarakat dalam menemukan masalahnya.
15
Sastrawan Manullang, ed., Community Development: Alternatif Pengembangan
Masyarakat di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h.147-148
33
b. Melakukan analisis (kajian) terhadap permasalahan tersebut secara
mandiri (partisipatif).
c. Menentukan skala prioritas masalah, dalam arti memilah dan memilih
tiap masalah yang paling mendesak untuk diselesaikan.
d. Mencari cara penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, antara lain
dengancara sosio-kultural yang ada di masyarakat.
e. Melaksanakan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang
sedang dihadapi.
f. Mengevaluasi seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan itu untuk
dinilai sejauh mana keberhasilan dan kegagalannya.16
Nampaknya tahapan yang disebutkan oleh Rr Suhartini diatas cukup
berbeda dengan tahapan menurut Isbandi Ruknimto Adi (2001:173-178).
Menurutnya tahapan yang dilakukan mencakup:
a. Tahap persiapan. Tahapan ini mencakup penyiapan petugas, dan
penyiapan lapangan
b. Tahap Assesment. Tahap ini dilakukan untuk mengidentifikasi
masalah/kebutuhan dan sumberdaya yang dimiliki klien
c. Tahap perencanaan alternative program atau kegiatan. Proses ini
dilakukan untuk menemukan dan memecahkan permasalah yang
ada, dan dilakukan secara partisiatif dengan melibatkan warga
d. Tahap performulasian rencana aksi. Dalam tahapan ini seorang
pemberdaya berusaha menjadi fasilitator dengan membantu
kelompok masyarakat untuk memformulasikan gagasan mereka
sehingga dalam bentuk tulisan
16
Suhartini, Model-Model Pemberdayaan Masyarakat, h.135
34
e. Tahap pelaksanaan (Implementasi) program atau kegiatan. Ini
merupakan tahapan yang paling penting dalam prosesnya
f. Tahap evaluasi. Kegiatan ini dilaksanakan dengan melibatkan
warga karena tahapan ini merupaka proses pengawasan dari
warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan
g. Tahap terminasi. Ini merupakan tahap pemutusan hubungan
secara formal dengan komunitas sasaran.17
Gambar 1
Tahapan Pemberdayaan
Sumber : Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan,
Intervensi Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, 2001
17
Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan, Intervensi Komunitas:
Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, h. 173-178
Persiapan
Assesment
Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan
Performulasian Rencana Aksi
Pelaksanaan Program atau Kegiatan
Evaluasi
Terminasi
35
B. Disabilitas
1. Pengertian Disabilitas
Masyarakat mengenal istilah disabilitas atau difabel sebagai seseorang
yang menyandang cacat. Inilah yang secara kasat membuat kita mengartikan
penyandang disabilitas sebagai individu yang kehilangan anggota atau
struktur tubuh seperti kaki/tangan, lumpuh, buta, tuli, dan sebagainya.
Dengan demikian disabilitas diidentikkan dengan kecacatan yang terlihat.
Pembatasan makna disabilitas dengan kecacatan inilah yang
menyebabkan undercoverage, sehingga pendataan disabilitas yang mengacu
pada konsep kecacatan akan menghasilkan data yang underestimate.18
Dalam Convention on the Right of Person with Disabilities (CRPD)
tahun 2007 di New York, Amerika Serikat, Negara di dunia telah
menyepakati bahwa penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki
keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu
lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat menemui hambatan
yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif. Penekanan makna
disabilitas dalam konsep ini adalah adanya gangguan fungsi yang
berlangsung lama dan menyebabkan terbatasnya partisipasi di masyarakat.19
Dalam kehidupan masyarakat, paling tidak terdapat dua macam
dimensi dalam melihat sakit. Salah satunya melihat sakit sebagai gangguan
biologis akibat dari suatu penyakit tertentu (disease) yang membuat organ-
organ tubuh tidak berfungsi dengan sempurna. Segala bentuk pengobatan
18
BPS Dukung Hak Penyandang Disabilitas, artikel diakses pada 27 Oktober 2014 dari
http://www.bps.go.id/aboutus.php?info=91 19
Ibid.,
36
yang diberikan ditujukan untuk menghilangkan penyakit atau meredakan
aktifitasnya sehingga semua kembali berfungsi normal.20
Di abad ke duapuluh hampir semua masyarakat Barat,
menghubungkan disabilitas dengan kekurangan pikiran dan tubuh, yaitu
meliputi orang pincang, duduk dikursi roda, menjadi korban keadaan seperti
kebutaan, kekurangan pendengaran, sakit jiwa, dan gangguan jiwa.
Singkatnya disabilitas sebagai sebuah „tragedi personal‟ dan problem social
atau bahkan dianggap sebagai beban bagi sebagian masyarakat.21
Konvensi ILO menjabarkan disabilitas sebagai “seseorang yang
kemungkinan untuk mengamankan, mendapatkan, dan meningkatkan
kondisi pekerjaan mereka secara substansial terkurangi sebagai akibat dari
keterbatasan fisik atau mental yang terlihat.22
Adapun pengertian disabilitas yang dikemukakan oleh Disabled
People‟s International (DPI) adalah hilangnya atau terbatasnya kesempatan
untuk mengambil bagian dalam kehidupan normal didalam masyarakat dan
tingkat yang sama dengan yang lain dikarenakan halangan fisik dan social.23
Sedangkan pengertian disabilitas menurut WHO adalah terbatasnya
atau kurangnya (yang disebabkan oleh kekurangsempurnaan fisik)
kemampuan untuk menjalankan aktivitas dalam cara yang dikategorikan
normal untuk manusia.24
20
Sunyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), h.21 21
Kusmana, dan Siti Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar, (Jakarta: PIC UIN
Jakarta, 2007), h.1 22
ILO, Mempromosikan Pekerjaan Layak Bagi Semua Orang: Membuka
Kesempatan pelatihan dan Kerja bagi Penyandang Disabilitas, Artikel diakses pada 23 April
2014 23
Kusmana, dan Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar , h.105 24
Ibid, h, 21
37
Pengertian disabilitas menurut penulis sendiri adalah seseorang yang
menyandang keterbatasan fisik baik itu terjadi setelah dewasa ataupun
semenjak lahir, yang mengakibatkan:
a. Ketidakberdayaan dalam menjalani kehidupan sosialnya
b. Keterbatasan akses pendidikan, kerja, dll.
c. Keterbatasan dalam bersosialisasi
2. Jenis Disabilitas25
Dalam membahas mengenai disabilitas, tidak hanya berpacu pada
keterbatasan fisik seperti orang dengan pengguna kursi roda saja, namun ada
jenis lain yang termasuk pada disabilitas. Dalam istilah yang lebih umum,
disabled world (http://www.disabled-world.com) memberikan delapan
kategori disabilitas, diantaranya:
1. hambatan gerak dan fisik
2. disabilitas tulang belakang
3. disabilitas cedera kepala-otak
4. disabilitas penglihatan
5. disabilitas pendengaran
6. disabilitas kognitif atau belajar
7. gangguan psikologis
8. disabilitas takterlihat
25
Sekilas Tentang Disabilitas, artikel diakses pada 27 Oktober 2014 dari sumber :
http://www2.agendaasia.org/index.php/id/informasi/sekilas-tentang-disabilitas/102-sekilas-
tentang-disabilitas
38
3. Karakteristik Penyandang Disabilitas
Menurut data di AS menunjukan bahwa mereka berkemungkinan dua
kali untuk hidup sendiri (menyendiri), memiliki tingkat yang lebih tinggi
akan ketidakpuasan terhadap kehidupan social, mereka memiliki teman,
tetangga, dan kerabat yang lebih sedikit dibandingkan mereka yang normal.
Dalam kajian yang telah dilakukan oleh Elizabeth Anderson dan
Lynda Clarke Disability in Adolescence dalam Kusmana dan Napsiyah
(2007: 85) menyebutkan bahwa anak-anak yang disable memiliki kehidupan
yang lebih menyendiri, dan ketika mereka melakukan kegiatan diluar
rumah, mereka lebih melakukan kegiatan yang dilakukan bersama anggota
keluarga. Selain itu mayoritas anak dalam kelompok disabilitas ini hanya
berhubungan dengan mereka yang juga memiliki kekurangan.26
Ketidak inginan untuk bersosialisasi bahkan tidak ingin keluar dari
lingkungannya adalah salah satu karakteristik kelompok disabilitas. Mereka
sadar bahwa keadaannya bahwa keadaan fisiknya yang dianggap “berbeda”
akan menimbulkan kekagetan dan keanehan tersendiri untuk orang lain yang
masih tabu dengan penyandang disabilitas. Respon masyarakat tersebutlah
yang mengakibatkan kelompok disabilitas lebih memilih untuk tidak
melakukan kontak social dengan masyarakat pada umumnya.
4. Dampak Disabilitas Pada Identitas Diri
Berdasarkan isu riset yang spesifik mengenai dampak disabilitas
adalah pada identitas diri, shingga konsekwensinya berdampak pada
aktivitas sehari-hari. Survey terhadap penyandang cacat membuktikan
26
Ibid., h.85
39
ketidakpuasan mereka akan kehidupan social, apalagi bagi mereka yang
berusia lebih muda, dimana pada usia tersebut seharusnya mereka lebih
banyak berinteraksi dengan teman seusia mereka dan asik dengan gaya
hidup yang cenderung lebih banyak melakukan aktivitas diluar rumah untuk
melakukan kontak social, bahkan mereka seringkali mengalami perasaan
isolasi yang begitu mendalam karena mereka kehilangan kontak dengan
teman yang tidak disable. Selain itu mereka akan memiliki aspirasi kerja dan
advis karir yang rendah, marginalisasi pada pasar tenaga kerja yang akan
memberikan dampak pada sisi material. Usia meninggalkan rumah, menikah
dan menjadi orang tua serta masuk keduania kerja lebih terlambat,
kurangnya akses pada sarana umum atau lingkungan yang terbangun, serta
pilihan dan kesempatan untuk berpartisipasi social yang terbatas.27
Dalam kehidupan social, disabilitas cukup memberikan dampak yang
signifikan, tidak sedikit dari mereka yang merasa shock dan terpukul dengan
keadaannya yang dianggap “berbeda”. Banyak waktu yang mereka abaikan
hanya karna mereka tidak ingin bersosialisasi dengan masyarakat lainnya.
Hal tersebut tidak lain karena banyak masyarakat yang menganggap
kelompok disabilitas sebagai orang yang “berbeda”.
C. Keterampilan
1. Pengertian Keterampilan
Menurut Syamsuar Muchtar keterampilan adalah cara memandang
siswa serta kegiatannya sebagai manusia seutuhnya, yang diterjemahkan
dalam kegiatan belajar mengajar yang memperhatikan perkembangan
27
Ibid., h.98-117
40
pengetahuan, nilai hidup serta sikap, perasaan dan keterampilan sebagai satu
kesatuan baik berupa tujuan maupun sekaligus bentuk pelatihannya, yang
akhirnya semua kegiatan belajar dan hasilnya tersebut tampak dalam bentuk
kreatifitas. Sedangkan keterampilan menurut The Liang Gie adalah kegiatan
menguasai sesuatu keterampilan dengan tambahan bahwa mempelajari
keterampilan harus dibarengi dengan kegiatan praktik, berlatih dan
mengulang-ulang suatu kerja. Seseorang yang memahami semua asas,
metode, pengetahuan dan teori dan mampu melaksanakan secara praktis
adalah orang yang memiliki keterampilan.28
Keterampilan adalah pelajaran yang berisi kemampuan konseptual,
apresiatif dan kreatif produktif dalam menghasilkan benda produk kerajinan
dan atau produk teknlogi yang memberikan penekanan pada penciptaan
benda-benda fungsional dari karya kerajinan, karya teknologi sederhana,
yang bertumpu pada keterampilan tangan. Keterampilan menjadi hal yang
cukup penting dalam kehidupan, karena salah satu tujuan dari pendekatan
melalui keterampilan adalah untuk mengembangkan sikap percaya diri,
bertanggung jawab, dan rasa kesetiakawanan social dalam menghadapi
berbagai problem kehidupan.29
Pengertian keterampilan menurut penulis adalah sebuah kemampuan
atau skill yang dapat ditemukan pada setiap diri manusia. Keterampilan
adalah hal yang harus dilatih dan terus di asah agar kemampuan yang
28
Amelia, Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan Keterampilan Teknisi
Handphone di Institu Kemandirian Dompet Dhuafa,(Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009), h.40-41 29
Ari Kurniawan, Peran Yayasan Kumala Dalam Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui
Pendidikan Keterampilan di Kelurahan Rawa Badak Utara Kecamatan Koja Jakarta Utara,
(Skripsi S1 Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010), h. 52-53
41
dimilikinya terus berkembang. Keterampilan erat kaitannya dengan praktik,
biasanya keterampilan ini merupakan hal yang bersifat kreatif dan inovatif.
2. Jenis Keterampilan
Keterampilan dapat dikelompokan kedalam empat jenis, diantaranya:
a. Keterampilan personal (personal skill) yang mencakup
keterampilan mengenai diri sendiri, keterampilan berpikir rasional
dan percaya diri
b. Keterampilan social (social skill) seperti keterampilan melakukan
kerjasama, bertenggang rasa dan tanggung jawab social
c. Keterampilan akademik (academic skill) adalah keterampilan yang
berkaitan dengan melakukan penelitian, percobaan-percobaan
dengan pendekatan ilmiah
d. Keterampilan vokasional (vocacional skill) adalah keterampilan
yang berkaitan dengan suatu bidang kejuruan/keterampilan
tertentu seperti bidang perbengkelan, menjahit, peternakan,
pertanian, produksi barang tertentu.30
30
Sarifudin, Starategi Panti Sosial Development Center For Children (SDC) Dalam
Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Pelatihan Keterampilan, (Skripsi S1 Dakwah dan
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2012), h. 50
42
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak dan Batas Wilayah Kelurahan Cilandak Barat
Kelurahan Cilandak Barat merupakan salah satu dari 5 (lima)
kelurahan di wilayah kecamatan Cilandak Kota Administrasi Jakarta Selatan
yang dibentuk berdasarkan surat keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor
1251 tahun 1985 dengan luas wilayah 604,60 Ha, dari luas wilayah tersebut
±453 Ha digunakan untuk perumaha, ±30,2 Ha digunakan untuk fasilitas
umum, ±5,2 Ha digunakan untuk pemakaman, dan ±120 Ha digunakan
untuk Jalan raya/lingkungan.
Kelurahan Cilandak Barat terbagi ke dalam 13 RW dan 148 RT yang
berbatasan dengan:
- Sebelah Utara : Kel.Gandaria Selatan dan Kel.Cipete Selatan
- Sebelah Timur : Kali Krukut Kel.Cilandak Timur
- Sebelah Selatan: Jl.Taman Wijaya Kusuma Kel.Pd.Labu
- Sebelah Barat : Kali Grogol Kel.Lebak Bulus & Kel.Pd.Pinang.1
2. Topografi
Kelurahan Cilandak Barat mempunyai jarak orbitasi sebagai berikut:
- Jarak ke Kecamatan : 1,2 Km
- Lama jarak tempuh ke Kecamatan
dengan kendaraan bermotor : 10 menit
1 Profil Kelurahan Cilandak Barat, 2013
43
- Jarak ke Wlikota : 5,6 Km
- Lama jarak tempuh ke Walikota
dengan kendaraan bermotor : 30 menit
- Jarak ke Provinsi : 14,7 Km
- Lama jarak tempuh ke provinsi
dengan kendaraan bermotor : 1 Jam.2
3. Data Aparat Pemerintahan Kelurahan Cilandak Barat
Kelurahan Cilandak Barat merupakan salah satu dari 5 (lima)
Kelurahan di Wilayah Kecamatan Cilandak Kota Administrasi Jakarta
Selatan. Adapun jumlah aparat pemerintahan Kelurahan Cilandak Barat,
diantaranya adalah:
Tabel 1
Table Pegawai Kelurahan Cilandak Barat Tahun 2013
No Nama NIP/NRK Pend. Jabatan
1 Mundari, S.IP, M.Si 196308051984031003 S.2 Lurah
2 Dra. Nurmiyati 196801151994032003 S.1 Wkl. Lurah
3 Maryono, S.KM 197105171992031003 S.1 Sekkel
4 Ichsan Darman 196812051996031001 SLTA Kasi Pemerintahan
& Trantib
5 Achyana, S.Kom 196910131997032001 S.1 Kasi Perekonomian
6 Triyas Mindriyati,
S.Sos
196605081968032008 S.1 Kasi Kesejahteraan
Masyarakat
2 Profil Keluraha Cilandak Barat, 2014
44
7 Lumiati Sinaga 196910251989032003 SPK Kasi Prasarana &
Sarana
8 Nata Kusumah 196006161982101002 SLTA Kasi Kebersihan &
LH
9 Zuriah 196405021985032008 SLTA Kasi Pelayanan
Umum
10 Fatulloh 196309071989031009 SLTA Staf
11 Vina Gugus Pualam,
A.Md
198803282010012014 D.III Staf
12 Yudi Setia Prawira,
A.Md
198708302010011005 D.III Staf
13 Sutarni 196303041986032014 SD Staf
14 Kusnarno 196206041983121001 SD Staf
15 Nuryadi 196205101989071001 SD Staf
Sumber : Dokumen Profil Kelurahan Cilandak Barat, Tahun 2013
B. Gambaran Umum Yayasan Wisma Cheshire
Yayasan Wisma Cheshire (YWC) merupakan sebuah Yayasan yang
terdaftar di Indonesia. Yayasan yang berada di Jakarta ini telah dibuka sejak
November 1974 oleh grup Captain Leonard Cheshire, VC. Pada mulanya yayasan
ini dibangun diatas lahan yang disumbangkan oleh Rumah Sakit Fatmawati yang
digunakan sebagai panti atau tempat penampungan bagi para disabilitas yang
dirawat di Rumahsakit tersebut, karena Rumahsakit Fatmawati merupakan salah
satu rumah sakit yang merawat para disabilitas setelah kecelakaan, sehingga
dokter dan para perawatnya pun didatangkan dari Rumahsakit Fatmawati.
45
Yayasan berlokasi di sebelah selatan rumah sakit yang dikelola oleh para komite,
sukarelawan Indonesia dan para ekspatriat. Pembuatan bangunan yayasan ini
dibiayai atau didanai dari London, dan dari sumbangan lokal.
Setelah berjalan beberapa tahun yayasan berkembang, pengelolaanpun terus
mengalami perubahan. Dahulu wisma ini merupakan sebuah panti, dimana para
anggota yang tinggal disana dapat tinggal sampai kapan saja atau bahkan
selamanya. Kira-kira setelah 10 tahun kebelakang pengelolaan dirubah seperti
halnya training center, sehingga para penghuni tidak dapat tinggal di yayasan
selamanya, para penyandang disabilitas hanya dapat tinggal di yayasan selama 1-2
tahun saja, setelah itu yayasan akan merekrut anggota baru lagi dengan tujuan
untuk memperluas sasaran dan banyak pihak yang menerima manfaat dari
keberadaan yayasan ini.3
Kapasitas keanggotaan di Yayasan ini maksimal 30 orang, namun resident
yang ada pada tahun 2014 berjumlah 14 orang baik itu laki-laki ataupun
perempuan, pada umumnya mereka adalah para pengguna kursi roda, sebagian
besar diantaranya mengalami disabilitas karena kecelakaan, selain itu ada pula
yang menderita polio, cacat sejak lahir dll. Biasanya perekrutan anggota baru di
Yayasan Wisma Cheshire dikhususkan bagi penyandang disabilitas yang berasal
dari keluarga kurang mampu4. Dari beberapa jenis disabilitas tersebut, berikut
peneliti paparkan data resident sesuai jenis disabilitas yang di derita.
3 Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot, Jakarta 16 Juli 2014
4 Wawancara Pribadi dengan Ibu Poniati, Jakarta 27 Juni 2014
46
Tabel 2
Jenis Disabilitas Yang diderita Resident di Wisma Cheshire Tahun 2014
No Jenis Disabilitas
Jenis Kelamin
Jumlah Persentase
P W
1. Paraplegia 6 3 9 64,29%
2. Cerebral Palsy 1 1 7,14%
3. Polio 2 2 14,29%
4. Amputasi 1 1 7,14%
5. Tetraplegia 1 1 7,14%
Total 14 100%
Sumber : Olahan data dari Studi Dokumentasi “Guidelines Yayasan Wisma Cheshire” tahun 2014
Data tebel tersebut menunjukkan bahwa dari seluruh resident/anggota
Yayasan Wisma Cheshire 64,29% menderita disabilitas jenis paraplegia, jenis
disabilitas ini biasanya dikarenakan kaki atau setengah badan yang lumpuh akibat
kecelakaan. Penderita paraplegia cenderung lebih banyak karena biasanya
sebagian penderita paraplegia merupakan pasien rujukan dari Rumah sakit
fatmawati dan mengetahui informasi mengenai Yayasan dari Rumahsakit
Fatmawati. Sebagaimana penuturan Mba Echi, bahwa:
“Awal mula saya tahu wisma, ketika saya kecelakaan kemudian dirujuk ke Rumah
sakit fatmawati untuk di rehab medic, kemudian resident disini suka maen kesana
dan memang perawatnya ngambil dari fatmawati. Jadi tahu infomasi yayasan ini
dari perawatnya dan dari anggota disini yang suka maen kesana, kemudian saya
maen ke wisma dan tertarik untuk lebih bisa belajar mandiri, bisa nambah-nambah
pelajaran, pengalaman, sehingga ga monoton di rumah saja”.5
5 Wawancara Pribadi dengan Mba Echi Pramitasari, Jakarta 27 Juni 2014
47
C. Maksud dan Tujuan didirikan Yayasan Wisma Cheshire
Tujuan didirikannya YWC adalah untuk memungkinkan seluruh resident
belajar keterampilan baik itu didalam maupun diluar yayasan, dengan harapan
mereka bisa mendapatkan dan menemukan lapangan pekerjaan, dapat
memperoleh kemerdekaan ekonomi secara mandiri dan mendapatkan kehidupan
yang bebas.
Kebanyakan dari anggota yayasan, lebih mendorong residentnya untuk
belajar keahlian atau keterampilan yang akan membantu mereka untuk dapat
menunjang toko yang dimiliki oleh yayasan yaitu The Red Feather Shop, yang
masih berlokasi di Yayasan Wisma Cheshire. Toko tersebut merupakan tempat
penyaluran barang-barang dari tim woodwork serta tim handicraft yang sudah
diproduksi oleh para disabilitas dan siap untuk dipasarkan. Selain untuk
mempermudah para pelanggan memilah dan memilih barang atau pesanannya.
Selain itu tujuan lain dari Yayasan Wisma Cheshire adalah untuk
memandirikan para resident (penyandang disabilitas), sehingga ketika para
penyandang disabilitas itu sudah mengikuti kegiatan keterampilan selama 1-2
tahun, maka ketika kembali ke masyarakat ataupun kembali pada keluarganya,
mereka mampu mandiri dengan segala keterampilan yang telah dimilikinya.6
D. Visi dan Misi Yayasan Wisma Cheshire
1. Visi
Yayasan Wisma Cheshire adalah organisasi non-pemerintah yang
disediakan untuk para penyandang disabilitas, melalui bantuan tempat dan
program-program pelatihan kejuruan. Kami mendukungnya dengan tempat
6 Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot, Jakarta 16 Juli 2014
48
yang aman di mana setiap anggota terinspirasi dan diberdayakan untuk
memenuhi potensi mereka sebagai anggota masyarakat.
2. Misi
a. Mendorong Warga untuk bertanggung jawab serta dapat
mempertanggung jawabkan pilihan mereka
b. Memberdayakan dan memfasilitasi Warga untuk mengambil
bagian aktif dalam rehabilitasi mereka sendiri dan re-introduksi
ke dalam masyarakat
c. Menemukan program pelatihan di mana penduduk akan mencapai
keterampilan tertentu/keterampilan yang sesuai dengan tujuan
individu dan tingkat kemampuan
d. Menemukan pelatihan kerja yang tepat atau penempatan kerja
yang ada dalam lingkup yayasan.
e. Mendukung dan mendorong kemandirian dalam berbagai
keterampilan hidup sehari-hari: perawatan pribadi, kebersihan
lingkungan, mengurus properti pribadi dan publik dan
pengelolaan keuangan
f. Memfasilitasi kemandiriannya melalui Yayasan dengan
mendirikan Half-Way Home untuk mengajarkan kemandirian diri
untuk kehidupan sehari-hari
g. Mengajarkan keterampilan tertentu yang berhubungan dengan
woodwork dan handycraft sehingga anggota/Resident akan
mampu untuk mencari nafkah dari kegiatan keterampilan tersebut
49
Board Member of
YWC
Programme Manager
Marton
President
Shop
Manager
Woodwork
Section
Handicraft Section
Staff
Kitchen
Staff
Cleaning
StaffDriver
Nurse &
Physiotherapist
Volunteer
Computer
& ITEnglish
Language
President's Personal
Development
Halfway Home
Programme
YWC National Coordinator
Patron LCD
h. Untuk mempromosikan kejujuran dan advokasi diri dengan
mendorong warga untuk berbicara untuk diri mereka sendiri7.
E. Struktur Organisasi Yayasan Wisma Cheshire
Gambar 2
Struktur Organisasi Yayasan Wisma Cheshire Tahun 2014
Sumber: Yayasan Wisma Cheshire Guidelines 2013
Anggota Dewan
1. Untuk operasional organisasi sehari-hari:
a. Petty Elliot (Presiden)
b. Rachel Jackson (Bendahara)
c. Anita Othman (Sekretaris)
d. Shilpa Dhoka (Anggota Komite)
2. Dalam dokumen legal:
a. Ratih Dardo Subroto (Patron)
b. Janthy Nihardjo (Supervisor)
c. Laksmi Pratiwi (Kepala Badan)
7 Yayasan Wisma Cheshire, Guidelines, Jakarta 2014
50
d. Petty Bernadeth (Bendahara)
e. Yustysia Pandean (Sekretaris)
3. Staf
a. Fendo Parama Sardi (Program Manager)
b. Mahmudi Yusbi (Young Voices Koordinator Nasional)
c. Poniati (Matron)
d. Yadi (Staf Kitchen)
e. Sayem (Staf Kitchen)
f. Supardi (Driver and Staf Cleaning)8.
F. Program Kegiatan Yayasan Wisma Cheshire
Ada beberapa program yang diterapkan didalam YWC, diantara:
1. Keterampilan (Pelatihan Utama)
a. Pelatihan Handicraft
b. Pelatihan kayu (woodwork)
2. Keterampilan tambahan
a. Bahasa Inggris
b. Computer dan IT
c. Olahraga
3. Program Pendukung
a. Perawatan Kesehatan
1) Keperawatan
2) Fisioterapi
3) Refexology Facial
8 Yayasan Wisma Cheshire, Guidelines, Jakarta 2014
51
b. Rencana Pengembangan Pribadi
1) Penempatan Kerja
2) Rencana Bisnis
3) Pendidikan Formal atau Kursus
4) Program Hlafway Home
4. Proyek
a. Young Voice merupakan program untuk menyuarakan kaum muda
untuk berkampanye tentang hak-hak pada disabilitas dan untuk
meningkatkan kesadaran social terhadap disabilitas.9
G. Kerjasama Yayasan Wisma Cheshire
Dalam menjalankan berbagai kegiatan keterampilan yang ada, tentunya
yayasan bekerjasama dengan berbagai instansi, lembaga ataupun individu, seperti
halnya para volunteer, sukarelawan individual seperti para expatriate, organisasi
expatriate (BWA, ANZA, AWA). Selain itu Yayasan bekerjasama dengan LSM
pemerhati disabilitas, dan organisasi internasional seperti Leonard Cheshire
Disabilities, European Unio, dan United Nation seperti ILO.10
H. Sumber Dana Yayasan Wisma Cheshire
Adapun Sumber dana yang dikelola oleh yayasan adalah hasil yang
diperoleh dari beberapa instansi, diantaranya:
1. Donator (individual, organisasi social, perusahaan)
2. Fundraising komite yayasan
3. Hasil penjualan produk kerajinan
9 Guidelines Yayasan Wisma Cheshire, tahun 2014
10 Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot, Jakarta 16 Juli 2014
52
4. Dari pemerintah (subsidi dari kementerian sosial).11
I. Sasaran Pelayanan
Sasaran pelayanan dari Yayasan Wisma Cheshire merupakan para
penyandang disabilitas, khususnya yang memiliki keterbatasan fisik/tubuh,
misalnya para penyandang paraplegia, polio, amputasi, dan CP dengan level
tertentu. Para PWD tersebut berasal dari keluarga yang tidak mampu secara
ekonomi, dan hal yang paling penting adalah mereka memiliki semangat untuk
mau belajar, kerja keras, dan keinginan yang kuat untuk hidup mandiri.12
J. Sarana dan Prasarana
Kamar, lemari pakaian, kamar mandi, dan tempat mencuci pakaian. TV,
meja tenis meja, meja untuk makan bersama, tempat latihan berjalan, ruang
fisioterapi untuk program fisioterapi, ruang computer, kipas, mobil, ruang kerja,
toko, kantor, dapur, tempat makan. Selain fasilitas, kami juga menyediakan
pelayanan kesehatan dimana kami berkerja sama dengan RS Fatmawati. Kami
menyediakan perawat yang datang setiap hari. Kami juga meyediakan makan 3
kali setiap hari dan cemilan dimana disiapkan oleh seorang koki dan assistannya.13
K. Rekrutmen Anggota/Resident
Langkah-langkah dalam penerimaan warga baru/resident ke Yayasan
Wisma Cheshire (YWC). Proses seleksi:
1. Kandidat akan diberitahu tentang semua peraturan dan persyaratan
penduduk di YWC.
11
Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot 12
Ibid. 13
Wawancara Pribadi dengan Ibu Poniati, Jakarta 27 Juni 2014
53
2. Kandidat harus menulis surat lamaran dan kirimkan bersama dengan
dokumen yang diperlukan kepada Manajer YWC. Dengan menyertakan
surat pribadi yang menyatakan mengapa potensi penduduk ingin tinggal
di YWC dan apa yang ingin mereka capai.
3. Menggunakan surat lamaran, Anggota Komite membahas aplikasi.
4. Jika Anggota Komite setuju, potensi pemohon akan diberitahu untuk
datang ke YWC untuk wawancara awal dan menjalani tes medis.
5. Hasil wawancara dan tes kesehatan akan dilaporkan kepada Komite
untuk diskusi lebih lanjut, dan persetujuan.
6. Anggota Komite akan memberitahukan Manajer penerimaan atau
penolakan dari pemohon.
Jika diterima:
1. Manager YWC akan memberitahu Calon melalui telepon dan / atau
email.
2. Manager YWC akan menginformasikan Calon dari tanggal mulai
mereka dan barang-barang pribadi apa yang diperlukan.
3. Matron YWC akan menyiapkan tempat tidur untuk penduduk baru.
4. Manajer akan mempersiapkan kontrak untuk ditandatangani oleh
Resident baru dan Presiden YWC. Isi kontrak akan mencakup jangka
waktu kontrak, peraturan dan aturan. Kontrak didasarkan pada
kebutuhan dan tujuan individu.14
14
Yayasan Wisma Cheshire, Guidelines, Jakarta 2014
54
L. Kegiatan Sehari-hari di Yayasan Wisma Cheshire
Yayasan Wisme Cheshire dibentuk sebagai yayasan yang dapat
mengaktifkan dan membentuk para disabilitas yang terampil, dan mandiri, oleh
sebab itu yayasan menerapkan berbagai kegiatan didalamnya, dan menjadwalkan
setiap kegiatan.15
Berikut jadwal kegiatan resident di YWC:
Tabel 3
Jadwal Kegiatan Sehari-hari Resident di Yayasan Wisma Cheshire,
Tahun 2014
SENIN
Waktu dan Kegiatan:
10:00-11:30 : kelas bahasa Inggris
16:30-06:30 : Keperawataan
SELASA
Waktu dan Kegiatan:
09:30 - selesai: Kayu kontrol kualitas
10:00-12:00: Kelas Komputer
16:30-06:30: Perawatan
RABU
Waktu dan Kegiatan:
09:30-11:00.: kelas bahasa Inggris
10:00 - selesai: relawan untuk
membantu kerajinan
12:00-13:00: saran kesehatan dan
pengawasan
16:30-06:30: pengobatan Fisioterapi
16:30-06:30: Keperawatan
KAMIS
Waktu dan Kegiatan:
10:00 – 12:00: kelas bahasa Inggris
10:00-12:00: Rencana Pengembangan
Pribadi
16:30-06:30: Keperawatan
JUMAT
Waktu dan Kegiatan:
07:00-08:00: olahraga Senam
SABTU
Waktu & Kegiatan:
10:00-12:00: kelas bahasa Inggris
15
Wawancara Pribadi dengan Ibu Poniati, Jakarta 27 Juni 2014
55
13:00 – 15:00: Kelas Komputer
16:30-18:30: Pengobatan Fisioterapi
16:30-06:30: Perawatan
16:30-06:30: Perawatan
Sumber: Dokumentasi Guidelines Yayasan Wisma Cheshire, tahun 2014
M. Aturan Umum Warga Yayasan Wisma Cheshire
1. Kegiatan rutin setiap hari:
a. 05:00-06:00 warga harus bangun, berdoa, latihan fisik dan mandi.
b. Waktu Makan:
1) Sarapan pagi: 07:00-09:00
2) Makan siang dan istirahat: 12:30-02:00
3) Makan malam: 18:00-19:30
c. Jam kerja: 9:00-04:30
d. Aktivitas pribadi: 05:00-18:00
e. Istirahat: 10:00 (gerbang utama akan ditutup pada 22:00).
2. Kehidupan sehari-hari:
a. Setiap warga harus mendukung lingkungan yang damai dengan
menghormati hak dan kewajiban masing-masing.
b. Warga harus memastikan lingkungan yang bersih, khususnya di
setiap kamar mana mereka tinggal, misalnya:
1) Jangan membuang sampah atau merokok di toilet.
2) Jangan merokok atau makan di kamar tidur.
3) Jangan gunakan telepon genggam mereka di kamar tidur
setelah jam 9. Setelah waktu yang telah ditetapkan tersebut,
mereka harus pindah ke tempat umum untuk menelepon.
56
c. Warga harus tepat waktu untuk waktu makan. Tidak diperbolehkan
untuk memiliki makanan di kamar tidur kecuali warga yang sakit.
d. Jangan mengeluarkan suara keras yang mengganggu warga lainnya.
e. Tidak diperbolehkan untuk mengundang atau memasukkan orang
luar ke dalam kamar tidur tanpa izin dari manajer atau Matron.
f. Perjudian, alkohol dan obat-obatan yang dilarang.
g. Setiap perkelahian fisik/intimidasi tidak akan ditoleransi. Hanya
satu kali peringatan akan diberikan, jika menyinggung lagi YWC
berhak menarik dukungan dan meminta penghapusan mereka dari
yayasan.
h. Warga diminta untuk mengikuti kegiatan kesehatan yang diberikan
kepada mereka oleh petugas kesehatan. Jika tidak, YWC berhak
menarik dukungan dan meminta penghapusan mereka dari yayasan.
i. Warga harus berpakaian dengan tepat setiap saat.
j. Setiap warga yang berencana untuk tinggal di luar Wisma, mereka
harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari manajer atau Matron.
k. Setiap warga wajib berpartisipasi dalam program yang
diselenggarakan oleh Komite.
l. Setiap kegiatan yang tidak terkait dengan Program Wisma, maka
terlebih dahulu harus disetujui oleh Komite sebelum
pelaksanaannya.
m. Semua Warga/Freelancer harus memperoleh persetujuan terlebih
dahulu dari manajer/Matron mengenai kegiatan di luar mereka
ingin hadir, terutama selama jam kerja di YWC.
57
n. Warga harus mematuhi peraturan dan kebijakan dari Komite.
o. Warga harus berhati-hati untuk menjaga barang pribadi dan
Wisma.16
N. Nama-nama Anggota Para Disabilitas17
Tabel 4
Tabel Anggota/Resident di Yayasan Wisma Cheshire Tahun 2014
No Nama Jenis Kelamin Usia Pendidikan
1. Baijuri Laki-laki 26 SMA
2. Dewi Rizki Perempuan 31 SD
3. Esti Nainggolan Perempuan 59 SD
4. Narti Perempuan 39 SD
5. Nursad Laki-laki 57 SD
6. Rio Jailani Laki-laki 47 SMA
7. Sumarto Laki-laki 52 SD
8. Sumiranto Laki-laki 43 SD
9. Wiwin Laki-laki 20 SMA
10. Yakub K Laki-laki 69 SD
11. Yessy Perempuan 38 SMA
12. Yos Heat P Laki-laki 45 SMA
13. Maisty A Perempuan 21 SMP
14. Echi P Perempuan 23 SMA
Sumber : Data Dokumentasi “Guidelines Yayasan Wisma Cheshire” tahun 2014
16
Yayasan Wisma Cheshire, Guidelines, Jakarta 2014 17
Yayasan Wisma Cheshire, Guidelines, Jakarta 2014
58
BAB IV
ANALISIS
A. Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Kelompok disabilitas melalui
Ketrampilan di Yayasan Wisma Cheshire (YWC)
1. Kegiatan Ketrampilan
Kegiatan ketrampilan woodwork dan handicraft merupaka
ketrampilan inti di Yayasan Wisma Cheshire, oleh sebab itu kelompok
disabilitas yang tinggal di Yayasan Wisma Cheshire wajib mengikuti dan
menguasai ketrampilan tersebut. Dengan harapan kegiatan ini akan menjadi
bekal untuk memandirikan para disabilitas setelah keluar dari yayasan,
sehingga dengan bekal yang dimilikinya mereka mampu hidup
berdampingan dengan masyarakat pada umumnya, mereka sudah dapat
mandiri tanpa harus bergantung pada orang lain, mereka sudah dapat
menghasilkan penghasilan sendiri tanpa harus menerima belas kasihan dari
orang lain, selain itu mereka dapat terus mengembangkan potensinya.1
2. Waktu Pelaksanaan Ketrampilan
Kegiatan ketrampilan woodwork dan handicraft dilakukan selama 6
hari dalam seminggu sesuai dengan hari kerja, yaitu dari hari senin sampai
hari sabtu, namun untuk hari sabtu para resident bisa melakukannya hanya
setengah hari saja. Untuk hari senin sampai hari jumat, ketrampilan
handicraft dilaksanakan dari pukul 09:00-12:00 setelah itu resident istirahat
dari pukul 12:00-14:00, dalam waktu istirahat ini para resident bebas
1 Wawancara Pribadi dengan Ibu Poniati, Jakarta 27 Juni 2014
59
melakukan kegiatan apapun, ada yang makan, beribadah, tidur ataupun
mengerjakan hal lainnya. Setelah itu dari pukul 14:00-16:30 mereka
kembali pada pekerjaannya masing-masing. Berikut table pembagian waktu
kerja dalam satu hari:
Tabel 5
Tabel Pembagian Waktu Kegiatan Ketrampilan Resident
Dalam Satu Hari di Yayasan Wisma Cheshire Tahun 2014
No. Waktu Kegiatan Keterangan
1. 09:00-12:00 Praktik membuat ketrampilan
handicraft dan woodwork
Masing-masing resident
fokus pada keterampilan yang
ditekuni
2. 12:00-14-00 Istirahat beribadah, makan, tidur, dll
3. 14:00-16:30 Praktik membuat handicraft
dan woodwork
Masing-masing resident
fokus pada keterampilan yang
ditekuni
Sumber : Olahan data dari Wawancara dengan Ibu Poniati, 27 Juni 2014
3. Metode Ketrampilan
Dalam pelaksanaannya, Yayasan Wisma Cheshire tidak memberikan
kursus atau pelatihan khusus bagi para disabilitas dalam keterampilan
woodwork ataupun handicraft. Keterampilan tersebut dilakukan dengan cara
saling mengajarkan antara satu sama lain, hal ini biasa dilakukan oleh para
senior kepada juniornya, sehingga antara anggota/resident baik yang lama
ataupun yang baru akan saling mengajarkan. Metode tersebut biasa disebut
dengan metode learning by doing yaitu belajar sambil bekerja/praktik.2
2 Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot, Jakarta 16 Juli 2014
60
4. Proses Pembuatan Ketrampilan Woodwork dan Handicraft
a. Woodwork
1) Langkah 1
Mendistribusikan pekerjaan kepada tim woodwork yang
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok memotong dan
mengatur (cut and set) dan kelompok cat.
Pembagian kelompok tersebut biasanya berdasarkan
keinginan dan minat para pekerja. Jika ia menginginkan pada
posisi cut & set maka ia bisa bekerja pada posisi tersebut, jika
ingin posisi pengecatan ia pun bisa bekerja pada posisi tersebut.
2) Langkah 2
Langkah selanjutnya adalah memotong dan mengatur (cut &
set). Hal ini melibatkan pemotongan, membentuk dan
pengampelasan kayu untuk rumah-rumahan boneka dan produk
woodwork lainnya.
Pekerjaan pada posisi ini biasa dilakukan oleh para senior
yang sudah mahir dalam keterampilan woodwork, karena dalam
tahap ini diperlukan keahlian khusus dalam pembuatannya. Untuk
pekerja yang masih baru dan belum mengerti cara pembuatan
keterampilan woodwork, biasanya sambil belajar dia akan
diposisikan pada bagian pengecatan (painter) terlebih dahulu.
3) Langkah 3
Langkah ini adalah untuk memeriksa pekerjaan kelompok
sebelumnya. Proses ini adalah untuk memastikan bahwa semua
61
pekerjaan kayu diproduksi dengan kualitas tinggi, terutama dalam
permukaan dan bentuk. Dalam tahap ini checker akan memeriksa
pekerjaan dari kelompok sebelumnya, jika pekerjaan yang
dilakukan masih kurang dari 60%, seperti permukaan produk
yang belum terlihat sempurna maka pekerjaan ini akan
dikembalikan pada kelompok sebelumnya untuk diperbaiki
sebelum diperiksa oleh quality control.
4) Langkah 4
Tahapan selanjutnya adalah tahapan pelukisan, dalam
tahapan ini semua produk yang sudah siap di cat akan dilukis.
Produk ini akan dilukis berdasarkan standar jenis yang biasa
diproduksi atau berdasarkan pesanan khusus dari pembeli. Selain
menjual produk tetap, Yayasan pun dapat menerima pesanan
sesuai keinginan konsumen.
5) Langkah 5
Tahapan selanjutnya checker/pemeriksa ditunjuk untuk
memeriksa kualitas sebuah lukisan produk setelah dilukis.
Checker akan memeriksa seluruh bagian produk yang telah di cat,
dan kemudian produk akan dibawa kepada supervisor quality
control untuk pemeriksaan terakhir sebelum dimasukkan ke toko.
6) Langkah 6
Dan tahapan akhir adalah memasukkan produk ke toko.
Semua produk yang sudah jadi akan ditampilkan di toko atau
disimpan di ruang penyimpanan. Manajer toko harus
menghubungi pelanggan yang telah meminta untuk pesanan
62
khusus untuk memberitahu mereka bahwa barang-barang mereka
siap untuk di koleksi.3
b. Handicraft
1) Belanja bahan berdasarkan order atau stock yang akan dibuat.
Dalam tahap ini biasanya staf yang dipercaya untuk belanja
bahan-bahan untuk handicraft adalah Ibu asrama. Motif yang
dipilih untuk pembuatan handicraft akan mempengaruhi minat
pembeli. Untuk keterampilan handicraft ini sendiri biasanya
bahan yang digunakan adalah bahan yang bermotif batik, karena
para peminat kebanyakan dari ekspatriat, sehingga mereka
menjadikan handicraft ini sebagai oleh-oleh khas Indonesia.
2) Langkah selanjutnya masuk pada proses pengerjaan.
Proses ini dilakukan diruang menjahit. Tahapan ini biasa
dikerjakan oleh para senior yang sudah mahir dalam hal jahit-
mejahit, disamping itu merekapun mengajarkan kepada juniornya
cara-cara membuat dan menjahit handicraft, sehingga sesekali
mereka mulai mempraktikan pembuatan handicraft ini. Untuk
tahap awal para junior biasanya mengerjakan hal-hal yang lebih
mudah, seperti menjahit bahan secara vertika ataupun secara
horizontal, sehingga dengan sering belajar dan melihat lambat
laun mereka dapat menekuni dan membuat handicraft sendiri.
3) Kemudian produk akan masuk pada proses control kualitas.
Setelah menjalani proses pembuatan, maka bahan yang sudah
jadi akan diperiksa, apakah keterampilan yang dihasilkan tersebut
3 Wawancara Pribadi dengan Mas Fendo Parama Sardi, Jakarta 16 Mei 2014
63
sudah bagus dan layak untuk dipasarkan atau masih perlu
diperbaiki. Jika dari segi kualitas sudah cukup memuaskan, maka
produk sudah layak untuk dipasarkan.
4) Langkah terakhir adalah proses pengepakan/packaging
Setelah produk handicraft ini diperiksa dan ternyata hasilnya
sudah layak jual, maka barang yang sudah jadi masuk pada tahap
pengepakan, yang kemudian akan dimassukkan ke toko.4
5. Produk Ketrampilan
a. Woodwork
Doll house, advance calendar, panggung kecil untuk boneka
tangan, miniature bath tub, miniature chair, miniature wastafle,
miniature bed, miniature dressing table, miniature tree, Furniture.
b. Handicraft
Small stars, casserole carrier, short ang long oven gloves, pot
holder, batik shopping bag, napkin, coaster, pouch, tea cozy, gift
bag for all size, lingerie, santa sacks, ipad case, songket wine bag,
tree skirt, bon-bon, apron, runner, bread basket, banana bag.5
6. Pemasaran Produk Ketrampilan
a. Toko Red Feather Shop
Toko Red Feather Shop ini merupakan sebuah toko yang masih
berlokasi di dalam YWC. Barang yang sudah di produksi akan di
stor oleh para resident ke toko tersebut untuk di pasarkan.
4 Wawancara Pribadi dengan Mas Fendo Parama Sardi, Jakarta 16 Mei 2014
5 Wawancara Pribadi dengan Mas Fendo Parama Sardi, Jakarta 16 Mei 2014
64
b. Bazar-bazar organisasi ekspatriat
Adapula pemasaran yang dilakukan melalui bazaar-bazar dari
organisasi. Untuk pelaksanaan bazaar melalui organisasi ini
tergantung dari organisasi penyelenggara bazaar, diantara
penyelenggara bazaar tersebut adalah:
Table 6
Pelaksanaan Bazar Organisasi Ekspatriat dalam Satu Tahun di
Yayasan Wisma Cheshire Berdasarkan Jumlah Pelaksanaannya
No. Organisasi Jumlah
Pelaksanaan
1. AWA (American Woman Association) 3-4 kali/tahun
2. BWA (British Woman Association) 3-4 kali/tahun
3. ANZA (Australian & New Zeland Association) 3-4 kali/tahun
4. IWA (Indian Woman Association) 1 kali/tahun
5. Hiland Gethering (Scotland Community) 1 kali/tahun
Sumber: Olahan data dari Hasil Wawancara Dengan Manager Program, Mas Fendo
Parama Sardi
Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah pelaksanaan bazaar
yang di selenggarakan oleh organisasi ekspatriat mencapai 11-14
kali pelaksanaan dalam setiap tahunnya.
Selain bazaar yang diselenggarakan oleh organisasi ekspatriat,
kadang YWC menyelenggarakan bazaar di sekolah-sekolah,
seperti Binus, dll.
c. Bazaar tahunan khusus yang di-organize oleh YWC sendiri
65
Selain bazar yang diselenggarakan dari organisasi, instansi dll,
YWC pun rutin menyelenggarakan bazaar setiap 1 tahun sekali.
Untuk bazaar tahunan ini, biasanya pada akhir bulan Oktober.
Bazaar tahunan ini pun biasa diselenggarakan oleh pemerintah
seperti Kementeraian Sosial/Departemen Sosial pada bulan Desember
sekaligus untuk memperingati hari disabilitas6.
7. Tim Woodwork dan Handicraft
Jumlah resident di Yayasan pada tahun ini berjumlah 14 orang. Dari
ke-14 resident tersebut 8 orang diantaranya focus pada keterampilan
woodwork dan 6 orang lainnya focus pada keterampilan handicraft. Berikut
table data resident berdasarkan tim keterampilan woodwork dan handicraft:
Tabel 7
Jenis Kegiatan Woodwork Pada Yayasan Wisma Cheshire
Berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun 2014
No Jenis Kegiatan
Jenis Kelamin
Jumlah
P W
1. Furniture 1 0 1
2. Cut and Set 4 0 4
3. Paint/Pengecatan 1 0 1
4. Doll House 1 0 1
5. Cut and Set, Painter 1 0 1
Total 8
Sumber : Olahan data dari Hasil Wawancara dan Studi Dokumentasi “Guidelines YWC” tahun 2014
6 Ibid
66
Tabel 8
Jenis Kegiatan Handicraft Pada Yayasan Wisma Cheshire
Berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun 2014
No Jenis Kegiatan
Jenis Kelamin
Jumlah
P W
1. Handicraft 1 3 4
2. Floor Mate Maker 1 1
3. Small Star Maker 1 1
Total 6
Sumber : Olahan data Hasil Wawancara dan Studi Dokumentasi “Guidelines YWC” tahun 2014
B. Pengaruh Kegiatan Pemberdayaan Terhadap Kelompok Disabilitas
Melalui Ketrampilan di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan
Pada intinya Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh
keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempenggaruhi
kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.7
Pemberdayaan merupakan salahsatu metode yang digunakan dalam rangka
meningkatkan kapasitas seseorang yang dianggap kurang berdaya.
Pendekatan pemberdayaan yang diterapkan di Yayasan Wisma Cheshire
melalui kegiatan keterampilan handicraft dan woodwork ternyata cukup
mempengaruhi kehidupan kelompok disabilitas yang tinggal di wisma. Hal
tersebut dibuktikan oleh perkembangan-perkembangan yang terjadi pada mereka
selama menjalani kegiatan pemberdayaan tersebut, diantaranya:
7 Edi Suharto. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. (Bandung: PT Refika Aditama, 2005),
h. 59
67
1. Menambah pengetahuan dan ketrampilan kelompok disabilitas
(resident) di Yayasan Wisma Cheshire
Sebelum resident masuk wisma bahkan awal mula resident masuk
Yayasan Wisma Cheshire pun resident tidak mengetahui apa yang dapat ia
kerjakan dengan kondisi yang dideritanya. Bahkan belum ada yang bisa
mereka kerjakan baik itu membuat handicraft/menjahit, ataupun woodwork.
Setelah masuk wisma, dan mulai mengikuti kegiatan keterampilan
handicraft dan woodwork, sedikit demi sedikit resident menjadi lebih
terampil dan memiliki kegiatan yang dapat dikerjakan meskipun dengan
keterbatasan yang di derita. Untuk tiga bulan pertama biasanya resident
beradaptasi terlebih dahulu terhadap kegiatan baru mereka di wisma
mengenai keterampilan, baik keterampilan woodwork ataupun keterampilan
handicraft. Semasa itu, biasanya resident belajar mengenal dan memahami
cara kerjanya kemudian mempraktikannya. Seperti penuturan mas Heru:
“Kalo yang baru-baru awalnya sih paling biar mereka kenal aja dulu, terus kalo
mereka udah bisa dan ingin naik lagi bisa ke bagian merakitnya. Namun itu juga
tergantung dari kita nya juga sih, kita lebih tertarik dimana nih kalo tertarik di bagian
mana kita bisa langsung ke situ, jadi tidak di paksakan.”8
Pihak wisma mewajibkan kepada setiap residentnya mengikuti dan
menekuni kegiatan keterampilan dalam rangka memandirikan serta meberi
bekal untuk masa depannya. Kegiatan keterampilan di wisma memang
dikondisikan dengan keadaan dan keterbatasan para disabilitas. Seperti
halnya mesin jahit didesain elektrik dengan dynamo yang dioperasikan
dengan tangan sehingga memudahkan resident untuk mengoperasikannya.
8 Wawancara Pribadi dengan Mas Heru Zainudin, Jakarta 24 Agustus 2014
68
Begitu pula dengan keterampilan woodwork yang dikondisikan pula dengan
resident yang mengerjakannya.
Dengan adanya kegiatan tersebut menjadikan resident lebih terampil,
dan mengetahui hal-hal yang masih dapat dikerjakan dengan
keterbatasannya. Sebagaimana diungkapkan oleh Mba Maisty:
“Kegiatan ini sangat menolong saya, karena bisa mengetahui gimana kondisi buruk
kita, jadi lebih terampil juga untuk saya”.9
Hal yang sama diungkapkan oleh Mba Echi, bahwa:
“Kegiatan keterampilan ini sangat bagus banget untuk para disabilitas, kaya kita yang
tadinya tidak bisa menjadi bisa. Yang tadinya saya ga bisa menjahit menjadi bisa
menjahit buat handicraft. Kadang kita yang kebiasaan di rumah mungkin berpikir bisa
apa sih sekang dan apa yang bisa dilakukan dengan kondisi seperti ini dan dengan
segala keterbatasan seperti ini, kadang orang tua juga ada rasa takut dan was-was
dengan kondisi anaknya yang seperti saat ini, namun dengan adanya keterampilan di
wisma membuat kita dan orang tua menilai bahwa kegiatan ini sangat bagus untuk
belajar dan memandirikan, karena tidak mungkin juga kita selamanya bergantung
pada orang tua, suatu saat pasti akan ada masanya dimana kita harus melakukan
segalanya sendiri sehingga tidak mungkin untuk bergantung terus. Sehingga dengan
kegiatan keterampilan ini saya mau berusaha sendiri dan mau berusaha untuk mandiri
sehingga tidak ketergantungan kepada orang”.10
Dengan keterampilan yang telah dimiliki diharapkan setelah keluar dari
wisma resident mampu bertahan dalam kehidupan sosial dengan keahlian
dan keterampilan yang telah ditekuninya selama tinggal di wisma.
Setidaknya melalui keterampilan yang telah dimilikinya menjadikan mereka
lebih mandiri dan dapat hidup seperti masyarakat pada umumnya yang tidak
dipandang sebelah mata.
9 Wawancara Pribadi dengan Mba Maisty Akhdaniah, Jakarta 27 Juni 2014
10 Wawancara Pribadi dengan Mba Echi Pramitasari, Jakarta 27 Juni 2014
69
Melalui kegiatan keterampilan handicraft dan woodwork di wisma,
kelompok disabilitas khususnya resident di wisma tersebut dapat melakukan
hal baru dalam hidupnya. Keterampilan yang telah dimilikinya itu dapat
mereka manfaatkan sebagai peluang pekerjaannya di masa yang akan
datang. Seperti penuturan Ibu Fetty, bahwa:
“Melalui keterampilan yang mereka miliki, mereka akan memiliki pengalaman
mempraktikkan kemampuannya dalam menghasilkan woodwork dan handicraft
selama tinggal di YWC, dengan itu mereka akan mendapatkan ketrampilan dan
income walaupun income bukan gaji. Karena tujuannya adalah resident bisa belajar
ketrampilan dan sekaligus belajar untuk mandiri dan lebih percaya diri dimana
merupakan modal besar untuk terjun dan menjadi warga yang aktif di dalam
komunitasnya.”11
Hal yang sama di tuturkan oleh Mas fendo, bahwa:
“Memberikan kesempatan dan peluang agar dapat hidup mandiri setelah diberi bekal
selama di yayasan. Selain itu yayasan ini lebih fokus pada pemandirian anggota dan
memaksimalkan potensi anggota untuk lebih mandiri.”12
2. Menambah penghasilan resident ketika ketrampilan yang
dimilikinya mampu menghasilkan sebuah karya
Dari kegiatan keterampilan yang ditekuni resident di wisma, selain
menambah pengetahuan, mengasah kemampuan serta menjadi bekal untuk
masa depan, kegiatan keterampilan inipun menghasilkan income atau
penghasilan dari usahanya sendiri tanpa harus meminta belas kasihan orang
lain. Walaupun dengan penghasilan yang belum begitu besar, namun
penghasilan yang didapatnya dari yayasan, mereka sudah bisa memenuhi
11
Wawancara Pribadi dengan Ibu Fetty Elliot, Jakarta 16 Juli 2014 12
Wawancara Pribadi dengan Mas Fendo, Jakarta 16 Mei 2014
70
kebutuhan pribadinya tanpa harus meminta kepada orang tua ataupun
saudara. Seperti yang dituturkan oleh Mba Maisty, bahwa:
“Kalo sekarang udah punya uang dari hasil keringet sendiri dan udah mulai bisa
mandiri, sudah bisa menghasilkan dari usaha sendiri meskipun dengan keadaan
terbatas seperti ini Lumayan bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari”.13
Pendapatan yang dihasilkan oleh setiap resident tidak menentu dan
penghasilan yang didapatkan oleh masing-masing berbeda-beda. Semakin
rajin, mereka bekerja dan semakin banyak produk yang dihasilkan, maka
akan semakin bertambah pula penghasilan yang akan mereka dapatkan.
Sebagaimana penuturan Pak Yono bahwa:
“Alhamdulillah saya jadi dapat penghasilan yah lumayan mecukupi perbulan dapat
Rp1.200.000,- kalau yang lain resident ada juga yang Rp. 200.000,- bahkan lebih dari
itu, kadang ada yang mendapatkan penghasilan Rp.400.000 sampai Rp. 500.000,-
tergantung banyaknya pekerjaan yang mereka kerjakan”.14
Hal yang sama dituturkan oleh alumni Yayasan, Heru bahwa:
“Dulu setiap tahun sih beda-beda yah yang awalnya masih kecil, tahun-tahun awal saya
masuk pada 2002 sekitar Rp. 50.000 namun lama-lama kan kita ada motivasi lagi, kalo
kita butuh apa gitu jadi bisa lebih giat lagi. Kalo rata-ratanya dulu paling Rp.100.000
sampai Rp.150.000 an lah”.15
Dengan berbagai pengalaman yang telah didapatkan selama tinggal di
yayasan, para resident diharapkan mampu hidup dilingkungan masyarakat
dan mampu bekerja serta bersaing di ranah public dengan masyarakat
lainnya. Beberapa alumni sudah dapat melakukannya, dan salah satunya
adalah Bapak Heru Zainudin yang sampai saat ini sudah menjadi karyawan
13
Wawancara Pribadi dengan Mba Maisty Akhdaniah, Jakarta 27 Juni 2014 14
Wawancara Pribadi dengan Pak Yono, Jakarta 02 September 2014 15
Wawancara Pribadi dengan Mas Heru Zainudin, Jakarta 24 Agustus 2014
71
di salah satu bank di Indonesia. Sebagaimana penuturan Bapak Heru
Zainudin:
“Saya saat ini focus pada bidang perbankan, salah satu bank swasta. Jadi awalnya ada
yang rekomendasi dari komite wisma yang sebelumnya ada kerjasama dengan pihak
bank swasta, dicari dan disaring dari beberapa kandidat dan kemudian saya yang
terpilih. Di bank HSBC”.16
Selain itu ada pula alumni Yayasan Wisma Cheshire yang sudah
menjadi pengusaha woodwork (rumah boneka beserta furniture), beliau
sudah bisa meng-gaji para karyawan yang bekerja dengannya. Sampai saat
ini beliau memiliki kurang lebih 12 karyawan, sebagian dari karyawannya
merupakan para disabilitas. Sebagaimana penuturan Bapak Sony Suhery,
bahwa:
“Setelah keluar dari wisma, saya melanjutkan keterampilan ini dan sampai sekarang
sudah memiliki karyawan,kurang lebih 11-12 ada. Kalau penghasilan sekarang ga
tentu yang penting cukup lah, yang penting ada karyawan kan. Namanya karyawan
kan macem-macem penghasilannya pun ga tentu sih, penghasilan mereka juga ada yg
perhari Rp. 30.000 yg hanya setengah hari saja. Ada juga yang Rp. 75.000 per hari.
Dan beda lagi hitungannya kalau untuk yang lembur”.17
3. Memiliki kesempatan dan peluang agar dapat hidup mandiri
setelah menjalani kehidupan selama di yayasan.
Kelompok disabilitas termasuk pada kategori kelompok lemah khusus
dan ketidakberdayaan.18
Dengan segala keterbatasan yang dideritanya,
kelompok disabilitas tercipta sebagai orang yang selalu harus dibantu dan
16
Wawancara Pribadi dengan Mas Heru Zainudin, Jakarta 24 Agustus 2014 17
Wawancara Pribadi dengan Bapak Sony Suheri, Jakarta 02 September 2014 18
Edi Suharto. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. (Bandung: PT Refika Aditama, 2005),
h.60
72
didampingi oleh keluarga ataupun saudaranya. Sulit baginya untuk hidup
jauh dari keluarga dan menjalani kehidupan yang mandiri layaknya orang
lain, karena ia sadar akan segala hal yang diderita membuatnya harus selalu
bergantung pada orang-orang terdekatnya. Seperti penuturan beberapa
resident :
“Jauh dari saudara itu sangat berat, Musti ada yang membantu, Perlu tempat dan akses
untuk beraktifitas, kegiatan agar lebih bebas, dan perlu nyali untuk tinggal diluar (jauh
dari keluarga). Pas masuk kesini Sempet kaget pas masuk wisma, dan ada rasa takut
juga, sementara kondisi fisik belum mampu untuk hal itu dan masih belum kuat.”19
“Seneng, sedih juga karna kan kalo di wisma jauh dari orang tua, dll.”20
“Wisma Cheshire membuat kita dan orang tua menilai bahwa kegiatan ini sangat
bagus untuk belajar dan memandirikan, karena tidak mungkin juga kita selamanya
bergantung pada orang tua, suatu saat pasti aka nada masanya dimana kita harus
melakukan sendiri sehingga tidak mungkin untuk bergantung terus.21
Mengambil keputusan untuk jauh dari keluarga merupaka salah satu
usaha yang cukup hebat bagi kelompok disabilitas. Ketika sebelumya
mereka selalu dibantu dan didampingi oleh sanak saudaranya, namun
dengan tinggal di wisma, mereka dapat belajar untuk tidak selalu
bergantung pada orang lain. Di wisma, resident melakukan berbagai
kegiatannya dengan sendiri, hal tersebut dilakukan agar mereka terbiasa dan
tidak begitu mengandalkan orang lain. Sehingga ketika mereka dituntut
untuk hidup jauh dari orang-orang terdekatnya mereka dapat menjalaninya
tanpa harus merasa kesulitan. Seperti di jelaskan oleh mas Fendo, bahwa:
19
Wawancara Pribadi dengan Mba Teguh Budi Warni, Jakarta 27 Juni 2014 20
Wawancara Pribadi dengan Mba Maisty Akhdaniah, Jakarta 27 Juni 2014 21
Wawancara Pribadi dengan Mba Echi Pramitasari, Jakarta 27 Juni 2014
73
“Yayasan Wisma Cheshire merupakan Yayasan yg bergerak dalam bidang
pemberdayaan yang memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas
khususnya tuna daksa terutama paraplegia, polio, dan amputasi. Memberikan
kesempatan dan peluang agar dapat hidup mandiri setelah diberi bekal selama di
yayasan. Selain itu yayasan ini lebih fokus pada pemandirian anggota dan
memaksimalkan potensi anggota untuk lebih mandiri”.22
Seperti halnya penuturan mba Teguh Budi Warni salah satu resident di
yayasan bahwa:
“Bergabung di wisma karena ingin melatih fisik dan mental agar lebih kuat. Karena
selama ini saya tinggal di rumah sebelumnya belum pernah berpisah dengan keluarga,
saudara, saya ingin coba bagaimana hidup mandiri jauh dari keluarga, sambil melatih
mental. Ada perasaan minder sehingga bergabung agar lebih kuat mental dan
fisiknya.”23
4. Menumbuhkan sifat berani sehingga dengan keberanianya mampu
menjadikannya bersosialisasi dengan masyarakat lainnya
Abberley mengatakan bahwa: “bagi penyandang disabilitas tubuh
merupakan tempat penindasan, baik dalam bentuknya maupun dalam apa
yang dilakukan terhadap tubuh tersebut”.24
Tubuh merupakan tampilan yang
dapat dilihat secara kasat mata, oleh sebab itu jika tampilan tubuh terlihat
berbeda dari keumuman maka masyarakat melihatnya sebagai hal yang
dianggap tidak wajar dan aneh. Itu sebabnya mengapa tubuh menjadi factor
utama tertindasnya kelompok disabilitas.
Bagi kelompok disabilitas, kehidupan sosial dianggap sebagai
kehidupan yang kurang sehat, karena menurutnya kehidupan sosial yang ia
jalani tidak seperti kehidupan orang lain. Didalam kehidupan sosial mereka
22
Wawancara Pribadi dengan Mas Fendo, Jakarta 16 Mei 2014 23
Wawancara Pribadi dengan Mba Teguh Budi Warni, Jakarta 27 Juni 2014 24
Kusmana, dan Siti Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar, (Jakarta: PIC UIN
Jakarta, 2007), h.31-32
74
dianggap sebagai kelompok yang berbeda karena keterbatasan yang
dideritanya. Sering kali kelompok disabilitas dijadikan sebagai objek
pandangan-pandangan yang berbeda dari masyarakat ketika ia berada di
keramaian atau di tempat umum. Bahkan tidak jarang kelompok disabilitas
menerima cibiran atau perkataan yang menyinggung mereka serta reaksi-
reaksi kekagetan yang ditunjukkan kepada mereka. Selain itu terkadang
kehadirannya didalam kerumunan masyarakat dijadikan beban bahkan
dianggap menyusahkan orang lain.
Perlakuan dan tindakan-tindakan kurang baik dari orang lain yang
mereka terima memberikan dampak yang cukup signifikan bagi
kehidupannya. Hal tersebut menjadikan kelompok disabilitas minder,
enggan bersosialisasi dengan masyarakat umum, mereka lebih memilih
untuk menyendiri dan tidak keluar dari rumah, selain itu mereka tidak berani
keluar jauh dari rumahnya dan hadir di tempat umum atau tempat
keramaian. Karna hal-hal tersebut hanya akan mengundang rasa sakt hati
bagi mereka.
Sebelum masuk wisma para disabilitas (resident) hanya dapat meratapi
nasib mereka yang ditakdirkan tidak sama seperti orang lain. Mereka hanya
berdiam diri di rumah, menutup diri dari tetangga, teman dll. Namun setelah
masuk wisma, para disabilitas sedikit demi sedikit mulai belajar berinteraksi
dengan yang lainnya, belajar bersosialisasi dengan orang disekelilingnya,
dan mulai berkomunikasi dengan masyarakat yang berkunjung ke wisma.
Selain itu para disabitas sudah mulai belajar aktif dalam berbagai kegiatan
yang diselenggarakan di wisma. Seperti halnya penuturan mba Echi, bahwa:
75
“Yang tadinya ga berani untuk ngomong sama orang, sekarang justru kadang kita ikut
istilahnya kampanye. Yang tadinya kita diem aja ketika ada orang dan sekarang
banyak ngobrol, banyak ngasih tahu, tuker pendapat juga sama orang, banyak banget
manfaatnya. Mungkin saya juga sebelum kesini ga bakal jadi kaya gini gitu kan,
yaudahlah terima nasib mau gimana, sekarang kan setelah bergabung di wisma kita
lebih peduli dengan sesama karena semuanya emang harus diperjuangin. Dan bahkan
sekarang lebih PD aja, ke mall juga kita biasa aja, dan sama tatapan orangpun lebih
biasa Bahkan sekarangpun dari yayasan sendiri sudah ada 5 orang yang aktif di
organisasi Young Voice”25
.
“Pada tahaun 2012, Yayasan Wisma Cheshire mulai menjalankan inisiatif baru yaitu
Young Voice Indonesia dimana kami bekerja sama dengan pemuda-pemudi disabilitas
yang berumur dari 16-25 tahun untuk mengkampanyekan hak-hak disabilitas lewat
seminar, lagu, pentas seni dan terjun langsung di satu kelompok masyarakat”.26
Begitu pula di tuturkan oleh ketua yayasan Ibu Fetty Elliot mengenai
perkembangan yang dilihatkan oleh resident di yayasan wisma Cheshire,
bahwa:
“Perbedaan dapat dilihat ketika mereka pada masa-masa awal bergabung dengan
YWC, masih terlihat tidak percaya diri, tidak memiliki skill yang memadai, dan masih
berada pada masa-masa trauma. Setelah bergabung dengan YWC dan terlibat aktif
dalam program dan aktivitas di sini, banyak di antara mereka yang percaya dirinya
meningkat, lebih disiplin, memiliki berbagai keterampilan hidup, dan mau berusaha
untuk meningkatkan taraf hidup dan mengejar cita-cita mereka”.27
Di wisma, resident dibiasakan untuk selalu bertemu dan ditemui oleh
masyarakat umum, sehingga mau tidak mau mereka harus belajar
berkomunikasi sedikit demi sedikit agar mereka mulai terbiasa. Mereka
mulai berani untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.selain
itu resident sering dilibatkan langsung dalam kegiatan bazar, dll. Seperti
penuturan Ibu Poniati, bahwa:
25
Wawancara Pribadi dengan Mba Echi Pramitasari, Jakarta 27 Juni 2014 26
Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot, Jakarta 16 Juli 2014 27
Ibid.,
76
“Terlihat perkembangannya semakin baik. Para resident masuk wisma dengan sistim
batas waktu jadi mereka tidak bisa tinggal di wisma selamanya, sehingga mereka
harus bisa mandiri, bisa bersosialisasi di masyarakat, dan diharapkan bisa dapet kerja
di luar seperti disini juga banyak yang sudah mendapatkan kerja. Perkembangan yang
terlihat ya kalo dulu kegiatannya kayu dan handycraft, mengikuti training, dll.
Sehingga jika kedepannya mereka nanti ada kapasitas untuk bekerja diluar jadi
mereka tidak gerogi, karena melalui berbagai kegiatan tersebut mereka dilatih untuk
percaya diri, bisa ngomong.”28
Mengaktifkan kembali seseorang yang telah mengalami trauma
bukanlah hal yang mudah, menyadarkan seseorang yang berada dalam
kondisi keterpurukanpun tidak mudah, namun secara perlahan dengan
pemberdayaan yang diterapkan di Yayasan Wisma Cheshire sedikit demi
sedikit para resident mulai menata dan membangun kehidupannya kembali.
Sebagaimana yang telah dituturkan oleh Mas Heru:
“mental kita menjadi balik lagi seperti semula sebelum kecelakaan, karna waktu itu
sempet drop selama 3 tahun, kemudian setelah bergabung di yayasan baru bisa balik
lagi seperti dulu. Dan selain itu saya mulai berani bergabung dalam organisasi
PERPARI (Persatuan Paraphlegia Indonesia), sampai saat ini kurang lebih ada 10
orang dari Yayasan yang bergabung didalamnya”.29
Melalui berbagai kegiatan tersebut, para disabilitas sedikit demi sedikit
mulai membuka diri dan belajar untuk lebih maju lagi. Dengan berbagai
motivasi dan dorongan melalui kegiatan yang diberikan oleh pihak Yayasan,
lambat laun resident mulai sadar dan secara perlahan mereka mulai merubah
pola pikirnya dengan terus belajar untuk lebih baik lagi.
28
Wawancara Pribadi dengan Ibu Poniati, Jakarta 27 Juni 2014 29
Wawancara Pribadi dengan Mas Heru Zainudin, Jakarta 24 Agustus 2014
77
Selain itu dengan kegiatan pemberdayaan melalui keterampilan
handicraft dan woodwork, kelompok disabilitas di Yayasan Wisma
Cheshire bisa mendapatkan banyak hal, diantaranya:
1. Dengan pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, mereka akan
mendapatkan dan terus melatih skill yang melekat pada diri
mereka.
2. Dengan pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, mereka bisa
belajar untuk bekerja dalam tim work.
3. Dengan pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, mereka
dapat belajar mengenai pengutamaan kualitas yang baik dalam
bekerja
4. Dengan pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, mereka
dapat belajar mengenai disiplin diri terutama bagaimana mengelola
waktu terkait dengan perencanaan kerja dan produksi
Pendekatan pemberdayaan yang diterapkan di Yayasan Wisma Cheshire
nampaknya dapat membantu kelompok disabilitas dalam memperbaiki
kehidupannya. Keterpurukan, rasa minder, dan sikap menghindar yang ada pada
dirinya perlahan terkikis. Dengan pemberdayaan melalui keterampilan ini
kelompok disabilitas terus berusaha unutk memperkuat kapasitas diri. Program
pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan yang diterapkan di Yayasan dapat
mengembangkan potensi diri dan mengasah kemampuan yang mereka miliki.
Kemajuan-kemajuan serta Keaktifan yang telah diperlihatkan oleh para
disabilitas tersebut merupakan salah satu hasil dari kegiatan pemberdayaan yang
telah dicapai dalam proses dan usaha pemberdayaan di Yayasan Wisma Cheshire.
78
Dari beberapa pemaparan diatas telah dijelaskan bahwa, pendekatan
pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan cukup berpengaruh bagi kelompok
disabilitas. Pemberdayaan di wisma Cheshire memfokuskan residentnya untuk
lebih mandiri melalui keterampilan yang sudah diberikan. Selain itu pendekatan
pemberdayaan melalui keterampilan ini pun mengajarkan para disabilitas cara
bagaimana ia dapat memanfaatkan skill yang dimilikinya agar lebih bermanfaat
serta bisa mendapatkan hasil yang berguna dan positif untuk sekarang ataupun di
masa yang akan datang, untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain.
Dalam hal ini peran yang dilakukan Yayasan Wisma Cheshire sebagai
pelaku perubahan dalam memberdayakan kelompok disabilitas cukup
berpengaruh positif bagi kemajuan dan kehidupan para disabilitas. Sejauh ini para
resident ataupun para alumni yang pernah merasakan dan menjalani serangkaian
kegiatan di wisma merasakan manfaat yang baik khususnya untuk diri sendiri.
Oleh karenanya, kelompok disabilitas merupakan kelompok yang perlu
diberdayakan. Pemberdayaan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk
memperbaiki kehidupan melalui penguatan kapasitas diri.
Tiga indicator keberdayaan menurut Parsons, diantaranya adalah:
1. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan
individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan
social yang lebih besar.
2. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri,
berguna dan mampu mengandalkan diri sendiri dan orang lain.
3. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakkan social, yang dimulai
dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian
79
melibatkna upaya kolektif dari orang lemah tersebut untuk memperoleh
kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan30
.
Dapat disimpulkan bahwa menurut Parsons pemberdayaan dilakukan
sebagai proses memampukan diri seseorang sehingga ia dapat berpartisipasi serta
dapat berpengaruh dalam kehidupannya.
30
Suharto. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 63
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan
Kegiatan keterampilan (handicraft dan woodwork) merupakan
kegiatan inti di Yayasan Wisma Cheshire. Oleh sebab itu seluruh resident di
wajibkan untuk mengikuti kegiatan keterampilan tersebut dimana para
resident harus bisa memanfaatkan potensi serta kemampuan yang ada pada
dirinya, dengan tujuan untuk memandirikan para disabilitas dan
memberikan bekal bagi masa depan mereka melalui kegiatan keterampilan
tersebut.
Dalam Pelaksanaannya, seluruh resident akan diajarkan dan diasah
kemampuannya mengenai keterampilan sampai mereka tahu, mau dan
mampu menghasilkan sebuah karya yang bernilai. Program pemberdayaan
yang dilakukan di Yayasan Wisma Cheshire dalam kegiatan keterampilan
woodwork dan handicraft tidak menghadirkan pelatih secara khusus. Dalam
pelaksanaannya kegiatan keterampilan woodwork dan handicraft ini pihak
yayasan menggunakan system “Learning by Doing” antara satu resident
dengan resident lainnya, sehingga mereka saling share dan saling
mengajarkan antara satu sama lain.
Banyak dari masyarakat yang mulai mengakui dan menyenangi hasil
karya para disabilitas. Keterampilan woodwork dan handicraft ini banyak
diminati oleh berbagai kalangan masyarakat khususnya para ekspatriat. Para
peminat dapat membeli langsung atau bahkan memesan sesuai
80
keinginannya. Melalui kegiatan keterampilan ini para penyandang
disabilitas dapat menjalin hubungan baik dengan masyarakat, selain itu
melalui kegiatan keterampilan ini para penyandang disabilitas dapat
membuktikan berbagai kemampuan serta keahliannya kepada berbagai
kalangan dan lapisan masyarakat umum lainnya.
2. Pengaruh kegiatan pemberdayaan terhadap kelompok disabilitas
Kegiatan keterampilan ini cukup memberikan pengaruh dan manfaat
besar bagi para resident, ketika mereka putus asa serta tidak tahu apa yang
dapat dilakukan dengan keadaannya yang sangat terbatas dan berbeda
dengan orang lain ini, ternyata melalui kegiatan keterampilan yang diadakan
di Yayasan Wisma Cheshire mereka masih bisa menghasilkan hal yang
bermanfaat serta bernilai untuk dirinya dan orang lain.
Melalui kegiatan ini pula mereka mampu untuk hidup mandiri
layaknya masyarakat pada umumnya yang mampu menghasilkan hal-hal
yang bernilai dari hasil usahanya. Selain itu dengan kegiatan pemberdayaan
tersebut resident memiliki kesepatan dan peluang untuk belajar hidup
mandiri jauh dari keluarga dan orang-orang terdekatnya. Melalui kegiatan
pemberdayaan di wisma pula resident mulai berani untuk bersosialisasi serta
berinteraksi dengan masyarakat.
Kegiatan pemberdayaan melalui keterampilan yang diterapkan di
Yayasan Wisma Cheshire ini membuat para disabilitas terbangun dan sadar
bahwa masih banyak kegiatan dan hal-hal yang bermanfaat yang bisa
mereka lakukan meskipun dengan segala keterbatasan yang mereka miliki.
81
B. Saran
1. Terus meningkatkan program dan kegiatan pemberdayaan untuk
kelompok disabilitas, agar kelompok disabilitas lebih kreatif dan
terampil
2. Terus menambah jaringan, agar semakin bertambah masyarakat yang
mengetahui dan sadar akan hasil keterampilan para disabilitas
3. Meningkatkan pelayanan agar hasil yang didapat akan semakin baik
4. Terus meningkatkan kreatifitas dalam hal keterampilan, agar hasil
keterampilan akan semakin baik dan fariatif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Referensi Buku dan Skripsi
Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan
Praktis. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2001.
Adi, Isbandi Rukminto. Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteaan
Sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2002.
Amelia, “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan Keterampilan Teknisi
Handphone di Institu Kemandirian Dompet Dhuafa”. Skripsi S1 Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009.
Anwar. Manajemen Pemberdayaan Perempuan: Perubahan Sosial Melalui
Pembelajaran Vacation Skills Pada Keluarga Nelayan. Bandung:
Alfabeta, 2007.
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma Baru. Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya, 2011.
Aziz, Moh. Ali, ed. Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta: PT LKiS
Pelangi Aksara, 2005.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik
dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif; Pendekatan Praktis Penulisan Proposal
dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press, 2010.
Kurniawa, Ari. Peran Yayasan Kumala Dalam Pemberdayaan Anak Jalanan
Melalaui Pendidikan Keterampilan di Kelurahan Rawa Badak Utara
Kecamatan Koja Jakarta Utara. Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010.
Kusmana dan Napsiyah, ed. Disabilitas Sebuah Pengantar. Jakarta: PIC UIN
Jakarta, 2007.
Machendrawaty, Nanih. Dan Safei, Agus Ahmad. Pengembangan Masyarakat
Islam. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2001.
Manullang, Sastrawan. dkk. ed. Community Development: Alternatif
Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya, 2012.
Sarifudin. Strategi Panti Sosial Development Center For Children (SDC) Dalam
Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Pelatihan Keterampilan. Skripsi
S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta,
2012.
Salam, Samsir dan Fadhilah, Amir. Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008.
Soetomo. Pembangunan Masyarakat; Merangkai Sebuah Kerangka. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta, 2010.
Suhartini, Rr. Dkk. Model-Model Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2005.
Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT
Refika Aditama, 2005.
Usman, Sunyoto. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006.
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus IbuKota Jakarta. Profil Kelurahan Cilandak
Barat, Jakarta, 2013.
2. Referensi Arsif Dokumentasi dan Wawancara Pribadi
Wawancara Pribadi dengan Mas Fendo Parama Sardi, Jakarta 16 Mei 2014.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Poniati, Jakarta 27 Juni 2014.
Wawancara Pribadi dengan Mba Echi Pramitasari, Jakarta 27 Juni 2014.
Wawancara Pribadi dengan Mba Maisty Akhdaniah, Jakarta 27 Juni 2014.
Wawancara Pribadi dengan Teguh Budi Warni, Jakarta 27 Juni 2014.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot, Jakarta 16 Juli 2014.
Wawancara Pribadi dengan Heru Zainudin, Jakarta 24 Agustus 2014.
Wawancara Pribadi dengan Sony Suheri, Jakarta 02 September 2014.
Wawancara Pribadi dengan Pak Yono, Jakarta 02 September 2014.
Yayasan Wisma Cheshire, Profil Yayasan Wisma Cheshire, Jakarta, 2013.
Yayasan Wisma Cheshire, Guidelines, Jakarta, 2014.
3. Referensi Media Elektronik
ILO, “Mempromosikan Pekerjaan Layak Bagi Semua Orang: Membuka
Kesempatan pelatihan dan Kerja bagi Penyandang Disabilitas.” Artikel
diakses pada 23 April 2014.
Media Elektronik Sekretariat Negara.Artikel diakses pada tanggal 9 Februari 2014
dari http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_4_1997.pdf.
Nawir, Expose Data Penyandang Cacat Berdasarkan Klasifikasi ICF Tahun
2009, artikel di akses pada tanggal 27 September 2014, dari
http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=1
013
Sekilas Tentang Disabilitas, artikel diakses pada 27 Oktober 2014 dari
http://www2.agendaasia.org/index.php/id/informasi/sekilas-tentang-
disabilitas/102-sekilas-tentang-disabilitas
LAMPIRAN
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN KETUA YAYASAN
Nama : Fetty Elliot
Jabatan dalam organisasi : Ketua
Jabatan dalam organisasi : Ketua Yayasan Wisma Cheshire
1. Apa yang dimaksud dengan Yayasan Wisma Cheshire?
YWC adalah Organisasi Non Pemerintah, didirikan oleh Captain Leonard
Cheshire. yang memiliki tujuan untuk memberikan kesempatan pada para
penyandang disabilitas dalam mengembangkan potensi mereka sehingga
mereka dapat hidup mandiri dalam masyarakat.
2. Bagaimana sejarah yang melatar belakangi berdirinya Wisma
Cheshire?
Yang menjadi inisiator pertama adalah Captain Leonard Cheshire, seorang
tentara kebangsaan Inggris, yang pada awalnya merasa ingin membangun
rumah sebagai tempat beraktivitas untuk para penyandang disabilitas
akibat korban perang supaya mereka termotivasi kembali untuk menjalani
kehidupan mereka. Dalam perkembangannya Leonard Cheshire
mendapatkan dukungan dari banyak stakeholder dan akhirnya berhasil
menginisiasi pendirian “Cheshire Home” (sebutan untuk organisasi /
rumah yang didirikannya) di berbagai wilayah di dunia (ada di 56 negara).
Salah satunya di Indonesia, yaitu di Jalan Wijaya Kusuma No 15 A
Cilandak, Jakarta dengan nama Yayasan Wisma Cheshire (YWC) yang
didirikan pada tahun 1974. Lahan / tanah yang ditempati adalah sebuah
donasi dari Rumah Sakit Fatmawati Jakarta, sedangkan untuk pendirian
bangunannya merupakan bantuan dari Leonard Cheshire sendiri dan dalam
perkembangannya, renovasi-renovasi bangunan dan fasilitas banyak
disuport oleh donatur individual maupun dari organisasi atau perusahaan.
Kini YWC dikelola secara independen oleh sebuah komite yang terdiri dari
pimpinan komite dan anggota dimana komite ini sekaligus merupakan
sukarelawan. Banyak juga anggota sukarelawan dari komunitas expatriate,
orang asing yang tinggal di Jakarta sementera waktu. Baik ketua komite /
ketua yayasan maupun anggota komite adalah para sukarelawan / volunteer
yang bekerja menjalankan program YWC.
3. Apa maksud didirikannya Yayasan Wisma Cheshire?
Untuk memberikan kesempatan kepada PWD, terutama dengan
keterbatasan tubuh, untuk mengembangkan dirinya dan memberikan rasa
percaya diri yang tinggi melalui program keterampilan kerajinan tangan
dan keterampilan hidup lainnya yang diselenggarakan secara residensial /
berasrama, dengan tujuan akhir supaya para PWD dapat hidup mandiri di
dalam masyarakat melalui keterampilan di YWC. Pada tahun 2012, YWC
mulai menjalankan inisiatif baru yaitu Young Voice Indonesia dimana kami
bekerja sama dengan pemuda-pemudi disabilitas yang berumur dari 16
sampai dengan 25 untuk mengkampanyekan hak-hak disabilitas lewat
seminar, lagu, pentas seni dan terjun langsung di satu kelompok masyrakat.
4. Dari mana sumber dana Yayasan Wisma Cheshire diperoleh?
- Dari donatur baik individual maupun organisasi sosial atau
perusahaan.
- Fund raising oleh Komite YWC.
- Dari hasil penjualan produk kerajinan tangan.
- Dari pemerintah (Subsidi Kementerian Sosial) dengan prosentase yang
tidak besar.
5. Dengan pihak apa saja Yayasan Wisma Cheshire bekerjasama?
Kami bekerjasama dengan para volunteer, sukarelawan individual yang
sebagian besar adalah para expatriat yang sedang tinggal di Jakarta,
organisasi expatriat (seperti BWA, ANZA AWA), LSM pemerhati disabilitas,
dan organisasi internasional (seperti Leonard Cheshire Disabilities,
European Union, dan United Nation seperti ILO, dsb.)
6. Siapa sajakah yang menjadi sasaran dari pelayanan Yayasan?
Para penyandang disabilitas, khususnya yang memiliki keterbatasan fisik /
tubuh, misalnya para penyandang paraplegia, polio, amputasi, dan CP
dengan level tertentu. Para PWD tersebut berasal dari keluarga yang tidak
mampu secara ekonomi, dan hal yang paling penting adalah mereka
memiliki semangat untuk mau belajar, kerja keras, dan keinginan yang kuat
untuk hidup mandiri.
7. Bagaimana pola dan pelaksanaan pemberdayaan yang dilakukan oleh
Yayasan Wisma Cheshire dalam program keterampilan?
Kami memanfaatkan potensi para volunteer yang ada dalam network YWC.
Setiap divisi, misalnya handicraft dan woodwork dipimpin oleh seorang
volunteer yang menjadi “head” dari divisi tersebut. Para volunteer akan
memberikan ide-ide mengenai produk apa yang menarik untuk dibuat dan
laku di pasaran, menggunakan material apa, dan sebagainya. Kemudian
ide-ide tersebut diteruskan kepada para residen untuk dicoba direalisasikan
dalam bentuk produk kerajinan tangan.Pelatihan kami dilakukan dengan
system “learning by doing” artinya banyak praktik yang harus dilakukan
supaya bisa. Bila ada residen baru, dia akan dimentoring oleh residen yang
sudah berpengalaman secara bertahap sampai akhirnya bisa menghasilkan
banyak ragam produk handicraft maupun woodwork. Masukan dan
perbaikan mengenai kerajinan tangan yang telah dibuat diberikan oleh
volunteer yang berperan dalam quality control, dan residen akan terus
memperbaiki hasil karyanya sampai benar-benar maksimal hasilnya, baru
setelah itu produk bisa dimasukkan di toko yang selanjutnya akan
dipasarkan. Ketika produk sudah masuk di toko, maka residen tersebut akan
mendapatkan “reward” dalam bentuk uang sesuai dengan harga per satuan
dari berapa banyak yang bisa dihasilkan.
8. Apa tujuan adanya program keterampilan (woodwork dan
handicraft)?
Untuk memberikan residen keterampilan dalam membuat kerajinan tangan
dari kayu (woodwork) dan kerajinan tangan yang berhubungan dengan
jahit-menjahit (handicraft).Dengan keterampilan tersebut, residen dilatih
untuk berkontribusi kepada Yayasan melalui produksi yang dihasilkan
untuk dijual di event-event bazaar di Jakarta. Melalui keterampilan yang
mereka miliki, mereka akan memiliki pengalaman mempraktikkan
kemampuannya dalam menghasilkan woodwork dan handicraft selama
tinggal di YWC – dengan itu mereka akan mendapatkan ketrampilan dan
income walaupun income bukan gaji. Karena tujuannya adalah resident
bisa belajar ketrampilan dan sekaligus belajar untuk mandiri dan lebih
percaya diri dimana merupakan modal besar untuk terjun dan menjadi
warga yang aktif di dalam komunitasnya.
9. Adakah pelatihan khusus yang diberikan kepada para resident dalam
program keterampilan?
Tidak memerlukan metode khusus, hanya saja sarana kerjanya perlu
disesuaikan dengan kondisi fisik para residen. Misalnya, mesin jahit harus
dimodifikasi menggunakan elektrik yang bisa dikontrol dari tangan, karena
sebagian besar paraplegia kurang maksimal dalam menggunakan kaki
untuk mengayuh mesin jahit secara konvensional. Ketinggian mesin potong
kayupun harus disesuaikan dengan rata-rata ketinggian kursi roda dalam
menjangkau meja kerja.
10. Apa manfaat yang diterima oleh para resident dari kegiatan
keterampilan tersebut?
Manfaat yang diperoleh adalah, selain skill yang melekat pada diri mereka,
mereka juga belajar bagaimana untuk bekerja dalam tim work, belajar
mengenai administrasi sederhana, belajar mengenai pengutamaan kualitas
yang baik dalam bekerja, belajar mengenai disiplin diri terutama
bagaimana mengelola waktu terkait dengan perencanaan kerja dan
produksi. Kesemuanya itu, ujungnya adalam memberikan bekal skill dan
mental yang sangat penting untuk kehidupan mandiri mereka kelak, karena
realitas kehidupan menuntut setiap orang untuk memiliki kemampuan dasar
tersebut.
11. Adakah kemajuan yang terlihat dari para anggota setelah mengikuti
kegiatan pemberdayaan di Yayasan Wisma Cheshire?
Tentunya ada, meskipun level dan kecepatan kemajuannya berbeda antara
residen yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan dapat dilihat ketika
mereka pada masa-masa awal bergabung dengan YWC, masih terlihat tidak
percaya diri, tidak memiliki skill yang memadai, dan masih berada pada
masa-masa trauma. Setelah bergabung dengan YWC dan terlibat aktif
dalam program dan aktivitas di sini, banyak di antara mereka yang percaya
dirinya meningkat, lebih disiplin, memiliki berbagai keterampilan hidup,
dan mau berusaha untuk meningkatkan taraf hidup dan mengejar cita-cita
mereka. Beberapa dari mereka kemudian keluar dari YWC karena
mendapatkan pekerjaan, berwirausaha, menikah, dan kembali ke keluarga
atau komunitas asal mereka.
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN MANAGER PROGRAM
YAYASAN
Nama : Fendo Parama Sardi
Jabatan dalam organisasi : Manager Program
Tanggal, waktu wawancara : Jakarta 16 Mei 2014
Tempat wawancara : Yayasan Wisma Cheshire
1. Apa yang dimaksud dengan Yayasan Wisma Cheshire?
Yayasan Wisma Cheshire merupakan Yayasan yg bergerak dalam bidang
pmberdayaan yang memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas
khususnya tuna daksa trutama paraplegia, polio, dan amputasi.
Memberikan kesempatan dan peluang agar dapat hidup mandiri setelah
diberi bekal selama di yayasan. Selain itu yayasan ini lebih fokus pada
pemandirian anggota dan memaksimalkan potensi anggota untuk lebih
mandiri. dari segi produk yg lebih ditonjolkan adalah keterampilan yaitu
keterampilan menjahit dan woodwork untuk ajang bagaimana bekerja dan
bagaimana belajar berbisnis.
2. Bagaimana sejarah yang melatarbelakangi berdirinya Wisma
Cheshire?
Awalnya yayasan ini didirikan seperti panti, sehingga banyak para
disabilitas yang tinggal semaunya bahkan selamanya sampai selesai,
namun setelah 10 tahun belakangan ini yayasan berubah menjadi training
center sehingga mereka tidak tinggal di yayasan selamanya mereka Cuma
bisa tinggal 1-2 tahun, kemudian kita merekrut yang baru sehingga
dampaknya meluas kepada yang lainnya.
3. Apa maksud didirikannya Yayasan Wisma Cheshire?
Tujuannya Lebih pada memandirikan anggota dan memaksimalkan potensi
anggota untuk lebih mandiri. dari segi produk yg lebih ditonjolkan adalah
keterampilan menjahit dan woodwork untuk ajang bagaimana bekerja dan
bagaimana belajar berbisnis
4. Program apa saja yang ada di Wisma Cheshire?
Program utama: Handicraft dan Woodwork. Ada pula Keterampilan
tambahan yaitu English language dan Computer and IT. Selain itu ada
Supporting program, Personal development plan, Formal Education or
Course, Halfway home program, serta Comminity program.
5. Apa tujuan adanya program keterampilan?
Memberikan kesempatan dan peluang agar dapat hidup mandiri setelah
diberi bekal selama di yayasan. Selain itu yayasan ini lebih fokus pada
pemandirian anggota dan memaksimalkan potensi anggota untuk lebih
mandiri
6. Produk apa saja yang dihasilkan dari kegiatan keterampilan yang ada
di Yayasan Wisma Cheshire?
Untuk keterampilan Woodwork produk yang dihasilkan ada doll house,
advance calendar, panggung kecil untuk boneka tangan, miniature bath tub,
miniature chair, miniature wastafle, miniature bed, miniature dressing
table, miniature tree, Furniture, dll.
Untuk keterampilan handicraft ada small stars, casserole carrier, short ang
long oven gloves, pot holder, batik shopping bag, napkin, coaster, pouch,
tea cozy, gift bag for all size, lingerie, santa sacks, ipad case, songket wine
bag, tree skirt, bon-bon, apron, runner, bread basket, banana bag.
7. Kemana saja sasaran pemasaran produk yang sudah jadi?
a. Toko Red Feather Shop
Toko Red Feather Shop ini merupakan sebuah toko yang masih
berlokasi di dalam YWC. Barang yang sudah di produksi akan di stor
oleh para resident ke toko tersebut untuk di pasarkan.
b. Bazar-bazar organisasi ekspatriat,
diantaranya organisasi: AWA (American Woman Association), BWA
(British Woman Association), ANZA (Australian and New Zeland
Association), IWA (Indian Woman Association) dan Hiland
Gethering.Masing-masing organisasi tersebut biasa
menyelenggarakan bazaar ini 3-4 kali dalam satu tahun. Jadi jumlah
pelaksanaan bazaar yang di selenggarakan oleh organisasi ekspatriat
mencapai 11-14 kali pelaksanaan dalam setiap tahunnya. Selain
bazaar yang diselenggarakan oleh organisasi ekspatriat, kadang YWC
menyelenggarakan bazaar di sekolah-sekolah, seperti Binus, dll.
c. Bazaar tahunan khusus yang di-organize oleh YWC sendiri
Selain bazar yang diselenggarakan dari organisasi, instansi dll, YWC
pun rutin menyelenggarakan bazaar setiap 1 tahun sekali. Untuk
bazaar tahunan ini, biasanya dilaksanakan pada akhir bulan Oktober.
Bazaar tahunan ini pun biasa diselenggarakan oleh pemerintah
seperti Kementeraian Sosial/Departemen Sosial pada bulan Desember
sekaligus untuk memperingati hari disabilitas.
8. Bagaimana pendapat bapak/ibu dengan adanya kegiatan keterampilan
untuk para disabilitas?
Kegiatan keterampilan sangat bagus untuk dikembangkan. Dengan adanya
program tersebut, kita bisa memberikan bekal kepada mereka supaya bisa
menigkatkan taraf hidup dan mendapatkan penghasilan, dan yang juga
penting adalah melalui program tersebut kita menumbuhkan rasa percaya
diri bagi mereka karena mereka merasa bisa melakukan hal-hal yang
dilakukan oleh orang lain, tidak lagi merasa perlu dikasihani, tetapi mereka
bisa mengembangkan potensinya dan berperan aktif dalam kehidupan
masyarakat.
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN IBU ASRAMA YAYASAN
Nama : Poniati
Jabatan dalam organisasi : Ibu Asrama
Tanggal, waktu wawancara : 15:55, Jumat 27 Juni 2014
Tempat wawancara : Yayasan Wisma Cheshire
1. Apa yang dimaksud dengan Yayasan Wisma Cheshire?
Kalo yayasan wisma Cheshire ini kan memang kita membantu penyandang
disabilitas dari semua kalangan, namunyang diutamakan sih para
pengguna kursi roda yang paraphlegia yang memang mereka beraktifitas
sehari-harinya menggunakan kursi roda. Disinikan ada kegiatan jahit-
menjahit dan pelatihan juga jadi mereka bisa megikuti kegiatan itu. Jadi
Yayasan Wisma Cheshire itu adalah lembaga untuk para penyandang
disabilitas dan diutamakan bagi penyandang disabilitas yang berasal dari
keluarga kurang mampu.
2. Bagaimana sejarah yang melatarbelakangi berdirinya Wisma
Cheshire?
Kalo sejarah Wisma Cheshire ini kan dilihat dari namanya juga kan Wisma
Cheshire, nah Cheshire itu pendiri awalnya, namanya itu Leonard Cheshire
orang Inggris makanya wisma Cheshire ini Cheshire Home itu di seluruh
dunia memang ada, dan yang di Indonesia hanya satu ini saja.
Awal-awal didirikannya itu karena si Mister Cheshire itu memang tentara
jadi beliau itu pilot pesawat Bomber yang perang itu dan dia melihat
banyak korban-korban perang yang bergeletakan dan dari mereka ituh
kebanyakan cacat ga ada kaki jadi mereka ada inisiatif bahwa harus
didirikannya ini Cheshire home jadi memang rumah yang memang untuk
menampung mereka para penyandang disabilitas. Jadi awal mula ide
Cheshire Home itu karena melihat banyak korban-korban perang. Dan ini
sangat bermanfaat sekali untuk para penyandang disabilitas, jika di
rumahnya ga bisa maka di wisma ini di bikinin akses sehingga kebanyakan
para resident merasakan aman dan nyaman karena segala sesuatunya
dilakukan sendiri tanpa bantuan orang lain. Begitupun didirikannya wisma
di Indonesia karena ingin menolong para disabilitas.
3. Sebagai pengelola, bagaimana perkembangan Yayasan sampai
sekarang?
Terlihat perkembangannya semakin baik. Para resident masuk wisma
dengan sistim batas waktu jadi mereka tidak bisa tinggal di wisma
selamanya, jadi disini untuk pelatihan sehingga mereka harus bisa mandiri,
bisa bersosialisasi di masyarakat, dan diharapkan bisa dapet kerja di luar
seperti disini juga banyak yang sudah mendapatkan kerja. Perkembangan
yang terlihat ya kalo dulu kegiatannya masih kayu dan handycraft,
mengikuti training, dll. Sehingga jika kedepannya mereka nanti ada
kapasitas untuk bekerja diluar jadi mereka tidak gerogi, karena melalui
berbagai kegiatan tersebut mereka dilatih untuk percaya diri, bisa
ngomong.
4. Apa saja sarana dan prasarana yang tersedia di Yayasan Wisma
Cheshire?
Kalau sarananya memang seperti ini segala sesuatunya tinggal disini tanpa
membayar apapun, makan semuanya gratis dan kita sudah urusin, para
residen mendapatkan fasilitas kamar, lemari pakaian, kamar mandi, tempat
mencuci pakaian.dan dapur. Selain itu juga bisa memanfaatkan fasilitas
umum seperti TV, meja tenis meja untuk olahraga, dan beberapa fasilitas
umum lainnya seperti meja untuk makan bersama, tempat latihan berjalan,
ruang fisioterapi untuk program fisioterapi, dan ruang computer, ada juga
mobil. Sarana untuk kegiatan keterampilan kerajinan tangan adalah ruang
workshop menjahit dan ruang workshop untuk pemotongan kayu untuk
keterampilan woodwork, sekaligus tokonya. Selain itu ada juga ruang
kantor. Kami juga menyediakan pelayanan kesehatan dimana kami berkerja
sama dengan RS Fatmawati. Kami menyediakan perawat yang datang
setiap hari. Kami juga meyediakan makan 3 kali setiap hari dan cemilan
dimana disiapkan oleh seorang koki dan assistannya.
5. Sampai saat ini berapa jumlah keseluruhan anggota (resident) yang
mengikuti pelatihan keterampilan di YayasanWisma Cheshire?
Untuk isi kapasitas asrama bisa sampai 30 orang, namun berhubung bulan-
bulan lalu banyakyang sudah keluar jadi saat ini resident yang ada
berjumlah 14 orang
6. Apa saja kegiatan sehari-hari para resident di Yayasan Wisma
Cheshire?
Kegiatan kterampilan dilakukan melalui jadwal yang sudah ditetapkan,
namun untuk peraturan itu sendiri kembali pada diri masing-masing.
Keterampilan ini merupakan pekerjaan rutin bagi para disabilitas yang
berlangsung dari hari senin sampai jumat dan sabtu setengah hari.
Pekerjaan ini dilakukan dari jam 09-12 kemudian istirahat sampai jam
14.00 dari jam 14.00-16.30 melanjutkan pekerjaan kembali.Karena mereka
disini kan tidak hanya makan dan tidur yah, kalo disni para resident dibuat
aktif, jadi disini kita berdayakan mereka karena mereka dapat
menghasilkan sesuatu yang dapat bermanfaat bagi orang lain dan
menghasilkan pula untuk mereka sendiri gitu, selain itu mereka juga ada
uang saku dari penghasilan kerjanya, jika mereka bekerja dan
mengerjakannya banyak maka mereka pun akan menghasilkan uang saku
banyak pula.
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN RESIDENT YAYASAN
Nama : Echi PramitaSari
Jabatan dalam organisasi : Resident/Shop manager
Tanggal, waktu wawancara : 12:37, Jumat 27 Juni 2014
Tempat wawancara : red feather shop
1. Sudah berapa lamakah saudara/i tinggal di Yayasan Wisma Cheshire?
Saya tinggal di Yayasan sudah 9 bulan. Awalnya saya mengalami
kecelakaan ketika masih kelas 3 SMA, waktu itu saya pulang les bersama
adik saya dengan menggunakan kendaraan bermotor. Saya mengalami
cidera tulang belakang sama rahang kemudian di bawa ke salah satu rumah
sakit dilampung, namun pihak rumah sakit angkat tangan karena ga bisa,
terus dibawa ke Cipto dioperasi rahang dan tulang belakang 2 bulan,
kemudian saya menyelesaikan sekolah dulu dilampung dengan kondisi
seperti ini, setelah lulus baru saya masuk fatmawati untuk menjalani rehab
medic.
2. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YayasanWisma
Cheshire?
Untuk belajar juga untuk memandirikan diri sendiri agar tidak
ketergantungan kepada orang lain. Karena memang di wisma ini
melakukan segalanya dengan sendiri mulai dari bangun tidur, mandi, dll,
dari situ saya tidak takut untuk mencoba belajar mandiri. Awalnya ketika
saya masih sekolah dengan kondisi seperti ini baik itu orang tua ataupun
teman-saya itu mereka care banget, mereka bantuin dorong bantuin dan
ngangkatin kalau saya ada perlu apa mereka yang bantuin. Kalau untuk
teman-teman sekitar atau teman sekolah sih masih biasa aja ga melihat
pandangan mereka yang gimana gitu, tapi kalau udah keluar rumah atau
kita jalan ditempat umum gitu udah deh pandangan-pandangannya mulai
berbeda, dan itu dirasa ada rasa-rasa minder aja gitu, yang tadinya kita
jalan biasa aja dan sekarang harus seperti ini dan tatapan orang-orang
yang ga enak, dipandang sebelah mata, kadang ada omongan-omongan ga
enak yang membuat kita menjadi nge-down.Setelah saya menjalani rehab di
fatmawati dan banyak bertukar fikiran dengan yang lainnya kemudian saya
memutuskan untuk mencoba dan tertarik juga tinggal di wisma.
3. Dari mana saudara/i mengetahui informasi yayasan wisma Cheshire?
Awal mula saya tahu wisma ketika saya kecelakaan kemudian dirujuk ke RS
fatmawati untuk rehab medic, kemudian resident disini suka maen kesana
dan memang perawatnya ngambil dari fatmawati. Jadi tau infomasi
yayasan ini dari perawatnya dan dari anggota disini yang suka maen
kesana, kemudian saya maen ke wisma dan tertarik untuk lebih bisa belajar
mandiri, bisa nambah pelajaran, pengalaman, jadi ga monoton di rumah
aja, kalau di rumah lebih dijaga namun di wisma kita bisa banyak belajar
lah, banyak manfaatnya banget. Masuk sini menggunakan surat lamaran,
karena memang tidak sembarangan sehingga dipilih oleh para komitenya
yang ingin masuk ke wisma, kemudian di wawancara kemudian di telpon
untuk bergabung dan kemudian bergabung disini
4. Perkembangan apa yang anda rasakan setelah masuk dan tinggal di
wisma?
Semenjak masuk wisma saya sudah mulai berani untuk ikut bergabung
dengan orang-orang Karena saya fikir banyak juga ko orang yang kaya
gini, jadi mau diliatin pun it’s oke gitu. Dan disini juga ada organisasi
untuk anak muda disabilitas namanya Young Voice yang menyuarakan hak-
hak disabilitas selain itu kadang ngadain sosialisasi ke department-
departement social, ke kantor kelurahan, kesekolah, kekampus gitu buat
menyadarkan bahwa ini lho kita disabilitas kita nunjukin hak kita dimana,
terus hal apa yang harus dilakukan oleh masyarakat umum untuk kita dan
kami pun bekerja sama dengan organisasi disabilitas lain seperti JBFT
namanya, itu kita memang sengaja keluar, kita jalan-jalan diluar pake
kendaraan umum naek angkot, naek kereta, naek busway, dll dan itu
dilakukan secara sengaja biar masyarakat tahu apa yang harus dilakuin
buat kita, terus pemerintah juga biar sadar nyediain fasilitas umum buat
seperti untuk tuna rungu yang harus disedian ini, untuk tuna daksa dan
untuk pengguna kursi roda yang harus disedianin ini dan hal itu memang
disini adanya gitu.
5. Bagaimana pendapat saudara/saudari dengan adanya kegiatan
keterampilan untuk para disabilitas?
Kegiatan keterampilan ini sangat bagus banget untuk para disabilitas,
kadang kita yang kebiasaan di rumah mungkin berpikir bisa apa sih sekang
dan apa yang bisa dilakukan dengan kondisi seperti ini dan dengan segala
keterbatasan seperti ini, kadang orang tua juga ada rasa takut dan was-was
dengan kondisi anaknya yang seperti saat ini, namun dengan adanya
keterampilan di wisma Cheshire membuat kita dan orang tua menilai
bahwa kegiatan ini sangat bagus untuk belajar dan memandirikan, karena
tidak mungkin juga kita selamanya bergantung pada orang tua, suatu saat
pasti aka nada masanya dimana kita harus melakukan sendiri sehingga
tidak mungkin untuk bergantung terus. Sehingga dengan kegiatan
keterampilan ini saya mau berusaha sendiri dan mau berusaha untuk
mandiri sehingga tidak ketergantungan kepada orang.
6. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC? Dan ketika
menjalani kegiatan keterampilan?
Kan Wisma Cheshire itu sebenenarnya kaya panti rehabilitasi, tempat
vocational, karena disini kita di training terus dilatih keterampilan, dimana
perempuan dilatih handycraft dan kalau untuk laki-laki itu woodwork
paling hambatannya yah pas pertama masuk sini aja, kaya belum bisa
keterampilan gitu gitu sih, tapi kan kita juga sambil belajar yah, jadi bisa.
7. Manfaat apa yang saudara/i dapatkan dari YWC? Materi/nonmateri
Banyak banget, kaya kita yang tadinya tidak bisa menjahit menjadi bisa
menjahit, dimana dynamo mesinnya digerakkan oleh tangan namun
sekarang jadi bisa tentunya hal tersebut bisa dimanfaatkan untuk
kedepannya nanti.Selain itu yang tadinya ga berani untuk ngomong sama
orang, sekarang justru kadang kita ikut istilahnya kampanye secara ga
langsung. Yang tadinya kita diem aja ketika ada orang dan sekarang
banyak ngobrol, banyak ngasih tahu, tuker pendapa juga sama orang,
banyak banget manfaatnya. Belajar banyak manfaat dari sini, mendapatkan
motifasi juga dari orang lain sehingga tidak nge-down dengan melihat
kondisi kita seperti ini, melihat alumni yang sudah bisa kerja dimana-mana
dan itupun merupakan salah satu mptivasi untuk saya, kalau mereka bisa
kenapa saya tidak.
Kadang kesempatan-kesempatan itu justru dateng dari mereka.Mungkin
saya juga sebelum kesini ga bakal jadi kaya gini gitu kan, saya mungkin
masih cuek yang yaudahlah terima nasib mau gimana lagi gitu kan, ga mau
tau sama sekali terserah deh gitu, sekarang kan setelah bergabung di wisma
kita lebih peduli dengan sesama karena semuanya emang harus
diperjuangin. Dan bahkan sekarang lebih PD aja, ke mall juga kita biasa
aja, dan sama tatapan orangpun lebh biasa dan lebih cuek aja
sekarang.Dan juga untuk menambah penghasilan sendiri, dan untuk
memenuhi kebutuhan pribadi. Jadi dari keterampilan tersebut hasilnyapun
dapat mereka terima secara materi berupa gaji perbulan. Penghasilan yang
didapatkan tidak menentu, semakin tekun ia bekerja maka semakin banyak
pula hasil yang didapatkan dan akan semakin banyak pula gaji yang ia
dapatkan dalam setiap bulannya.
8. Rencana kedepannya bagaiamana?
Kalau saya ingin melanjutkan untuk kerja diluar, namun karena disini ada
system kontrak satu tahun dan itu tergantung komitenya mau diperpanjang
atau tidak. Jika dirasa kita mampu untuk berkompetendi wisma biasanya di
perpanjang, namun jika terlihat malas, dan ogah-ogahan itu biasanya tidak
diperpanjang. Kalo untuk sekarang sih jalanin aja dulu yang disini karena
masih ada kontrak selama satu tahun, jadi jalanin aja yang disini dulu tapi
sambil belajar banyak computer dan bahasa inggris untuk lebih
mempersiapkan kedepannya agar bisa lebih mandiri. Dan mungkin lebih
memilih untuk melanjutkan di Jakarta, karena di kampong saya aksesnya
kurang, berbeda dengan di Jakarta yang aksesnya sudah lumayan dimana
orang-orangnya sudah mulai sadar pada para disabilitas. Kalau di
lampung masih buta banget, kita jalan ke luar ruah saja diliatin dan itu
rasanyakan tidak enak, berbeda dengan disini yang ramean jadi lebih pede
aja kalau kemana-mana. Untuk didaerah saya untuk orang-orang yang
sudah dekat mungkin melihatnya biasa saja, namun untuk yang tidak kenal
kadang melihatnya atau memandangnya sedikit miring terhadap
penyandang disabilitas, dan terkadang dengan pandangan itu yang kita
juga sendiri membuat kita jadi ngedrop, minder dang a bisa apa apa juga.
Namun kalau disini kita ramean dan sudah seperti keluarga juga karena
tinggal bersama, makan bersama dan itu menambah rasa percaya diri aja
sih, selain itu banyak masukan dari pengalaman kakak-kakaknya juga,
banyak yang bisa dijadiin motivasi juga dan banyak banget manfaatnya
kalo tinggal disini bersama-sama. Selain itu banyak pengunjung dari luar
juga sehingga banyak masukan-masukan.
Nama : Maisty akhdaniyah
Jabatan dalam Organisasi : anggota (Resident)
Tanggal, waktu wawancara : 15:08, Jumat 27 juni 2014
Tempat wawancara : Wisma Cheshire
1. Sudah berapa lama saudara/i tinggal di YayasanWisma Cheshire?
7 bulan, dari agustus 2013,awalnya karena Jatoh ditoilet sekolah ketika
kelas 2 smp, seminggu setelahnya masih bisa jalan kemudian setelah itu
kaki terasa sakit, langsung ga bisa jalan, kemudian di bawa ke fatmawati
dan diurut dialternatif
2. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YayasanWisma
Cheshire?
Ingin belajar kemandirian, menambah wawasan baru, dll. Karena awalnya
saya putus asa, Beda, ada yang menyinggung, membuat saya tersindir,
awalnya sih kaget pokonya nge-drop banget, ga mau ketemu siapa2,
kmudian setelah melihat wisma Cheshire baru mengetahui di fatmawati
ternyata banyak yang lebih parah dari saya setelah itu baru kemudian saya
sadar, saya baru memulai bermasyarakat lagi, dan sudah berani ketemu
teman-teman lagi. Da untuk saya sudah berani untuk bermasyarakat, dan
saya telah mencoba itu
3. Dari mana saudara/i mengetahui informasi mengenai Yayasan Wisma
Cheshire?
Dari saudara yang kebetulan alumni dari yayasan dan pernah tinggal di
yayasan, kemudian dia menyarankan saya untuk tinggal disini
4. Perkembangan apa yang anda rasakan setelah masuk dan tinggal di
wisma?
Tambah berani, sudah bisa menghasilkan uang dari usaha sendiri meskipun
dengan keadaan terbatas seperti ini, banyak kemajuan-kemajuan yang
sudah rasakan, dan sekarang sudah berani beradaptasi.
5. Bagaimana pendapat saudara/saudari dengan adanya kegiatan
keterampilan untuk para disabilitas ini?
Disinikan saya mengikuti keterampilan Handycraft, menjahit dari nol,
dengan menggunakan tangan.Kegiatan ini sangat menolong saya, karena
bisa mengetahui gimana kondisi buruk kita, jadi lebih terampil juga untuk
saya
6. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC? Dan ketika
menjalani kegiatan keterampilan?
Seneng, sedih juga karna kan kalo di wisma jauh dari orang tua, dll.
7. Manfaat apa yang saudara/i dapatkan dari YWC? Materi/nonmateri
Sekarang udah punya uang dari hasil keringet sendiri ya lumayan bisa
mencukupi kebutuhan sehari-har, dan udah mulai bisa mandiri, selain itu
saya sudah mulai berani.
8. Rencana kedepannya bagaiamana?
Rencananya kalo udah keluar dari sini saya ingin membuka jahitan, atau
buka usaha lainnya.
Nama : Teguh Budi warni
Jabatan dalam Organisasi : Resident/anggota
Tanggal, waktu wawancara : 15:08, Jumat 27 juni 2014
Tempat wawancara : Wisma Cheshire
1. Sudah berapa lama saudara/i tinggal di YayasanWisma Cheshire?
Saya kan baru yah disini sudah 5 hari, ke wisma dari hari minggu
2. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YayasanWisma
Cheshire?
Karena ingin belajar lebih maju lagi, kuat dan bisa lebih mandiri
Bergabung di wisma karena ingin melatih fisik dan mental agar lebih kuat.
Karena selama ini saya tinggal di rumah sebelumnya belum pernah
berpisah dengan keluarga, saudara, saya ingin coba bagaimana hidup
mandiri jauh dari keluarga, sambil melatih mental. Ada perasaan minder
sehingga bergabung agar lebih kuat mental dan fisiknya.
3. Dari mana saudara/i mengetahui informasi mengenai Yayasan Wisma
Cheshire?
Informasi dari kaka yg mendapat undangan seminar di gereja katedral,
kemudian ketemu dgn penyalur penyandang cacat, kemudian bertemu dengan
manager program, kemudian survey tempat baru kemudian bergabung
4. Perkembangan apa yang anda rasakan setelah masuk dan tinggal di
wisma?
Sebelum kesini kebutuhan saya ditopang sama kaka, keperluan pribadi,
keperluan bulanan, dll tapi disini kan resident memang dilatih untuk kearah
yang mandiri meskipun ada keterbatasan fisik.
5. Bagaimana pendapat saudara/saudari dengan adanya kegiatan
keterampilan untuk para disabilitas ini?
Sangat bagus, dan baik karena memang sangat membantu para disabilitas
dalam mengembangkan dirinya dan mengembangkan bakat yang dimilikinya,
selain itu disini lebih nyaman karena dikasih kebebasan sehingga tdk merasa
dikejar waktu, tergantung kita bisa mengatur waktu saja. Meskipun ada
jadwal waktu yang telah ditentukan, namun semua itu kembali pada kita
sendiri
6. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC? Dan ketika
menjalani kegiatan keterampilan?
Kendalanya: Keterbatasan, Jauh dari saudara itu sangat berat, Musti ada
yang membantu, Perlu tempat dan akses untuk beraktifitas, kegiatan agar
lebih bebas, dan perlu nyali untuk tinggal diluar (jauh dari keluarga)
Pas masuk kesini Sempet kaget pas masuk wisma, dan ada rasa takut juga,
sementara kondisi fisik belum mampu untuk hal itu dan masih belum kuat.
Sementara disini dituntut, dan takutnya belum bisa mengikuti. Karena
ibaratnya di wisma hidup sendiri.Pas pertama masuk merasa kesulitan
ketika pas mandi berbeda dengan di rumah. Kalau dirumah menggunakan
bangku atau pegangan saja, kursi roda untuk pergi pergi saja sedangkan di
wisma menggunakan kursi roda.
Kalau di tempat orang lain yah seperti di wisma gini tergantung diri kita
sendiri, dan tergantung pendiriannya. Kalau nyalinya kecil ya mungkin ga
berani hidup di luar jalur. Sebetulnya saya tdk punya nyali untuk hidup
diluar jalur, tetapi saya juga mikir kalau tidak bisa seperti itu
7. Manfaat apa yang saudara/i dapatkan dari YWC? Materi/nonmateri
Dapat belajar keterampilan, menjahit dan memperdalam menjahit lagi.Di
yayasan kegiatan yang akan saya ikuti adalah keterampilan
handicraft/menjahit, serta pelatihan b.inggiris dan computer
8. Rencana kedepannya bagaiamana?
Rencananya kalau sudah bisa ingin buka usaha walaupun kecil-kecilan tapi
perlahan dan semua itu perlu persiapan dan modal juga.
Nama : Yono
Jabatan dalam Organisasi : Resident/staf
Tanggal, waktu wawancara : 02 September 2014
Tempat wawancara : Wisma Cheshire
1. Sudah beapa lamakah saudara/i tinggal di Yayasan Wisma Cheshire?
Saya disini sudah lama dari tahun 91, semenjak kecelakaan motor. Awalnya
dirawat dulu, Kecelakaan waktu itu mengakibatkan patah kaki sama bagian
belakang, yah parah lah samapai ga bisa jalan. Dan sekarang saya sudah
diangkat jadi staf disini
2. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YayasanWisma
Cheshire?
Dulu disini kan di saring gitu, orang-orang yang setelah kecelakaan disini
dikasih kegiatan, dikasih keterampilan. Yah saya makanya sampai sekarang
masih bertahan disini.
3. Dari mana saudara/i mengetahui informasi yayasan wisma Cheshire?
saudara sekaligus tetangga saya yang menggunakan kursi roda juga, jadi
saya tau dari saudara itu, Setelah diberi tau yayasan ini langsung kesini.
4. Perkembangan apa yang anda rasakan setelah masuk dan tinggal di
wisma?
Banyak yah perkembangan yang dirasakan,yang tadinya setelah kecelakaan
saya ga bisa kerja, Cuma bantu-bantu di rumah saja jualan, karna di rumah
ka nada warung kopi. Setelah ke wisma saya jadi ada pekerjaan. Banyak
lah yah
5. Bagaimana pendapat saudara/saudari dengan adanya kegiatan
keterampilan untuk para disabilitas ini?
Dengan adanya kegiatan ini yaa sangat bersyukurlah, karna kalau nyari
kerjaan juga sulut juga kan ijazah aja yang SMP saya ga keluar karna ga
tuntas. Soalnya karna malu juga yah karna lagi sakit waktu itu.
6. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC? Dan ketika
menjalani kegiatan keterampilan?
Hambatan sih ga ada, karna memang sudah terbiasa yah.
7. Manfaat apa yang saudara/i dapatkan dari YWC? Materi/nonmateri
Alhamdulillahsaya jadi dapat penghasilan yah lumayan mecukupi perbulan
dapat Rp. 1.200.000,- saya dulu resident disini sudah lama kemudian
sempat pulang ke rumah, kemudian di panggil lagi oleh yayasan dan
sampai sekarang sudah menjadi staf.kalau yang lain resident ada juga yang
Rp. 200.000,- bahkan lebih dari itu, kadang ada yang mendapatkan
penghasilan Rp.400.000 sampai Rp. 500.000,- tergantung banyaknya
pekerjaan yang mereka kerjakan. Kalau pendapatan istri saya kadang
Rp.500.000,- kadang Rp. 600.000,-.
8. Rencana kedepannya bagaiamana?
Rencana kedepannya yaa apa ya, untuk sekarang mah masih konsentrasi
disini aja dulu lah kayanya.
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN ALUMNI YAYASAN
Nama : Heru zainudin
Jabatan : Alumni Yayasan Wisma Cheshire
Tanggal wawancara : Minggu 24 Agustus 2014
Tempat wawancara : Rumah
1. Dari mana saudara/i mengetahui informasi mengenai YWC?
Dari Rumah sakit fatmawati, dari perawat-perawat.Ya awalnya sih waktu
tahun 98 ketika saya masih sekolah di STM sih kebetulan terus ada
perkelahian antar pelajar gitu terus kena benda tajam di punggung yang
menyebabkan saraf putus, terus langsung dibawa ke rumah sakit Fatmawati
ditanganin disitu. Saya dirawat selama 3-4 bulan, setelah di rawat saya
masih tinggal di rumah selama 3 tahun dan saya merasa jenuh kemudian
minta dicarikan yayasan. Waktu saya dirawat itu banyak yang berkunjung,
kemudian di kasi tau ngobrol tinggal dimana, ada juga yang dari panti lain
seperti pondok bambo. Namun setelah keluar dari rumah sakit saya tinggal
di rumah dulu sampai 3 tahun, namun saya merasa jenuh, boring, baru
kemudian minta dicarikan yayasan sama orang tua
2. Berapa lama saudara/i tinggal di Yayasan Wisma Cheshire?
Waktu itu saya dari tahun 2002 sampai tahun 2012, 10 tahun deh kurang
lebih, baru 2 tahun saya keluar dari yayasan. Jadi saya sudah tidak tinggal
di asrama kurang lebih 2 tahunan, karna waktu itu saya diasrama sampai
tahun 2012
3. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YWC?
Pengen bisa mandiri aja, bisa ada kegiatan, ga nyusahin keluarga.
Sehingga tidak ketergantungan kepada keluarga., tinggal disana seneng sih
malah udah seperti keluarga sendiri aja disitu, pulang ke rumah juga udah
ga betah di rumah malah betahnya disitu.
4. Bagaimana tanggapan saudara/i dengan pelaksanaan kegiatan
keterampilan di YWC?
Ya bagus sih seneng, emang dulu sih sebenernya ada dari yayasan apa gitu
melakukan pelatihan, ada keterampilan memotong kayu, cara mengecat
gitu,
5. Berapa penghasilan yang didapatkan ketika di YWC?
Dulu setiap tahun sih beda-beda yah yang awalnya masih kecil, sekitar Rp.
50.000 namun lama-lama kan kita ada motivasi lagi, kalo kita butuh apa
gitu jadi bisa lebih giat lagi. Kalo rata-ratanya dulu paling 100-150000 an
lah
6. Manfaat apa yang saudara/i rasakan dari kegiatan yang diikuti di
YWC?
Waktu awal-awal dan baru keluar dari rumah sakit sih masih takut ketemu
teman dan orang-orang, masih malu dengan kondisi yang seperti ini masih
belum bisa menerima, buat ngomong aja ga bisa, hanya nangis aja, masih
terpukul sekali. Namun beberapa tahun belakangan ini setelah saya di
yayasan sudah mulai biasa mengembalikan dan memulihkan mental lagi,
sudah mulai berbaur lagi. Dan untuk sekarang Alhamdulillah sudah bisa
biasa lagi seperti dulu sebelum mengalami kondisi seperti ini.
Manfaat yang saya rasakan sih banyak yah, buat ilmu saya sendiri, bekal
saya juga, saya bisa menambah skill, pengetahuan juga kan disana. Selain
itu juga mental kita menjadi balik lagi seperti semula sebelum kecelakaan,
karna waktu itu sempet drop selama 3 tahun, kemudian setelah bergabung
di yayasan baru bisa balik lagi seperti dulu. Dan selain itu saya mulai
berani bergabung dalam organisasi PERPARI (Persatuan Paraphlegia
Indonesia), sampai saat ini kurang lebih ada 10 orang dari Yayasan yang
bergabung didalamnya.Banyak kemajuan sih, saya bisa lebih mandiri, tidak
bergantung kepada wisma lagi, untuk lebih bertanggung jawab tinggal di
luar
7. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC?
Waktu pas saya masuk sih ga terlalu banyak persyaratan kaya sekarang gitu,
malah kalau mau tinggal disitu juga bisa, untuk hambatannya paling karna
saya belum masih terlalu lancar dengan menggunakan kursi roda yah jadi
masih kaya anak baru yang baru keluar rumah sakit, terus disitu belum tau
lingkungan harus keluar kemana, mental kan belum siap juga untuk ketemu
lingkungan masyarakat gitu. Ya pokoknya pas masuk sama aja kaya ibarat
anak baru masuk sekolah yang masih merasa asing, belum kenal siapa-siapa,
jadi kita harus berusaha untuk berbaur, mereka juga baik sih yang anak-anak
lamanya, menyambut kita, ngajarin apa yang mereka bisa, apa mau kita, jadi
mereka juga terbuka. Kalo yang baru-baru awalnya sih paling biar mereka
kenal aja dulu, terus kalo mereka udah bisa dan ingin naik lagi bisa ke
bagian merakitnya. Namun itu juga tergantung dari kita nya juga sih, kita
lebih tertarik dimana nih kalo tertarik di bagian mana kita bisa langsung ke
situ, jadi tidak di paksakan.
8. Bagaimana sikap saudara/i kepada Yayasan setelah keluar dari YWC?
Hubungan dengan yayasan masih baik sampai saat ini, karna kebetulan
memang lingkungan saya masih disini jadi kalau waktu libur/sabtu minggu
ga ada kegiatan suka maen aja kesana. Karna memang tempat maennya
paling kesana kecuali ada cara di luar
9. Kagiatan/pekerjaan apa yang saudara/i tekuni saat ini, setelah keluar
dari YWC?
Sebelum bergabung di yayasan saya Cuma di rumah aja, ga ada kegiatan
apa-apa
Setelah masuk yayasan hampir semua kegiatan yang ada di yayasan saya
pelajarin, saya mulai dari ngecat, ngerakit rumah-rumah boneka,
handicraft. Waktu itu sih awalnya saya focus di woodwork, namun setelah
beberapa lama karna bagian itu masih menggunakan bahan kimia dan
banyak debu jadi sempat kena paru-paru, kemudian pindah ke handicraft.
Saya saat ini focus pada bidang perbankan, salah satu bank swasta. Jadi
awalnya ada yang rekomendasi dari komite wisma yang sebelumnya ada
kerjasama dengan pihak bank swasta, dicari dan disaring dari beberapa
kandidat dan kemudian saya yang terpilih. Di bank HSBC sebagai Leader
datatecture
Dan kesibukan saat ini paling masih di organisasi PERPARI (Persatuan
Paraphlegia Indonesia) sebagai seksi pengurus aja. Awalnya ketika masih
di yayasan juga sudah gabung disitu sebagai anggota dan sekarang sebagai
seksi pengurus, buat bantu-bantu disana. Perpari ini dulu sih ketika masih
banyak anggotanya aktif, namun sekarang sedang fakum karna sudah focus
dengan kegiatannya masing-masing.
10. Berapa penghasilan yang didapatkan saudara/i saat ini, setelah keluar
dari yayasan?Apakah penghasilan saat ini dapat memenuhi kebutuhan
saudara/i beserta keluarga?
Penghasilan sekarang sudah lumayanlah ada buat bagian standar UMR,
dan Alhamdulillah bisa memenuhi kebutuhan keluarga
Nama : Sony Suheri
Jabatan : Alumni
Tanggalwawancara : 02 September 2014
Tempat wawancara : Tempat kerja
1. Dari mana saudara/i mengetahui informasi mengenai YWC?
Awalnya pada tahun 1971 saya kecelakaan, di rawat di rumah sakit
fatmawati sampai tahun 1973, tadinya wisma Cheshire itu tadinya yayasan
wisma Cheshire wakaf dari fatmawati dibangunlah disitu asal mulanya
begitu yang dibangun oleh orang inggris seorang pilot yaitu captain
Cheshire, jadi awal mulanya itu mungkin setelah perang dia bikinlah
tempat penampungan-penampungan itu salah satunya di Indonesia yaitu
Yayasan Wisma Cheshire. Saya adalah orang pertama yang tinggal di
wisma itu, awalnya kami ber 4 saja diantaranya 2 orang dari fatmawati dan
2 orang lagi dari cengkareng, baru satu kamar aja pada waktu itu,
Jadi saya ke wisma itu awalnya rujukan dari rumah sakit fatmawati, jadi
dari rumah sakit dipindahkan ke wisma. Tadinya memang yayasan
fatmawati satu komplek dengan rumah sakit, sehingga penghuninya,
dokternya segala macem ada hubungan dengan rumah sakit.
Dulu tadinya diminta untuk penampungan sehingga dikasih lah ini,
2. Berapa lama saudara/i tinggal di Yayasan Wisma Cheshire?
Tadinya dari tahun 74- 89 berarti kurang lebih 15 tahun saya tinggal di
yayasan wisma Cheshire
3. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YWC?
Awalnya memang dirujuk dan dipindahkan ke wisma, karena perawatan di
rumah sakit sudah kelamaan 3 tahun lebih, dan itu sudah selesai.
4. Bagaimana tanggapan saudara/i dengan pelaksanaan kegiatan
keterampilan di YWC?
Bagus.Karena kalau dulu tinggal di yayasan itu kan namanya juga
penampungan jadi cuma makan tidur saja dan kita tidak biasa kalau
makan-tidur saja, kita kan karena kecelakaan jadi fisik kita masih gini.
sehingga awal mulanya hanya utak atik saja, dan ada orang-orang bule,
kemudian mereka itu bawain contoh-contoh mainan-mainan anak dari kayu,
kemudian terus berkembang dan selanjutnya baru ada rumah bonekanya.
5. Berapa penghasilan yang didapatkan ketika di YWC?
Untuk penghasilannya ga tentu sih yah berkisar aja. Dulu juga waktu di
wisma honor sih yaa lebih 20 ribu mah kalau untuk tahun 80 an mah.Ya
bisa mencukupi
6. Manfaat apa yang saudara/i rasakan dari kegiatan yang diikuti di
YWC?
Saya jadi punya kerjaan, sampai punya karyawan juga.
7. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC? Dan ketika
menjalani kegiatan keterampilan?
Sebetulnya nggk ada sih, berjalan aja, karena dulu karena masih pertama
kali jadi masih bebas, home itu kan ditempatkan untuk rumah kita, jadi
bebas aja, berbeda dengan sekarang kan.
8. Bagaimana sikap saudara/i kepada Yayasan setelah keluar dari YWC?
Baik baik aja sih, ada juga resident wisma yang suka maen, kerja disini
juga
9. Kagiatan/pekerjaan apa yang saudara/i tekuni saat ini, setelah keluar
dari YWC?
Saya masih menekuni woodwork sampai sekarang.Kalau dulu karena
berawal dari hoby kan, kalau sekarang sudah menjadi profesi kan, kadang
dalam sebulan mendapatkan 30-50 unit. Kalau dulu masih dari pesanan-
pesanan saja tapi kalau sekarang sudah menjadi supplyer toko-toko seperti
ke bandung, samarinda, Jakarta, dll. karena hargaper unitnya ada yang
harga 250-900 ribu, kalau lemari 1 juta lebih, itu aja ko yg penting ada
karyawan kan. Karyawan itu kan macem-macem kan kalau disini ada 7
orang, di parung ada 2 orang ya ada lah 11-12 orang mah, di ciledug juga
ada, di cibubur juga ada.
10. Berapa penghasilan yang didapatkan saudara/i saat ini, setelah keluar
dari yayasan?Apakah penghasilan saat ini dapat memenuhi kebutuhan
saudara/i beserta keluarga?
Kalau penghasilan sekarang ga tentu yang penting cukup lah, yang penting
ada karyawan kan. Namanya karyawan kan macem-macem penghasilannya
pun ga tentu sih, penghasilan mereka juga ada yg perhari 30.000 yg hanya
setengah hari saja. Ada juga yg 75.000 per hari. Dan beda lagi hitungannya
kalau untuk yang lembur.
PEDOMAN WAWANCARA
KETUA YAYASAN
1. Apa yang dimaksud dengan Yayasan Wisma Cheshire (YWC)?
2. Bagaimana sejarah yang melatar belakangi berdirinya YWC?
3. Apa maksud didirikannya YWC?
4. Dari mana sumber dana YWC diperoleh?
5. Dengan pihak apa saja YWC bekerjasama?
6. Siapa sajakah yang menjadi sasaran dari pelayanan YWC?
7. Bagaimana pola dan pelaksanaan pemberdayaan yang dilakukan oleh YWC
dalam program keterampilan?
8. Apa tujuan adanya program ketrampilan (woodwork dan handicraft)?
9. Adakah pelatihan khusus yang diberikan kepada para resident dalam
program ketrampilan?
10. Apa manfaat yang diterima para resident dari kegiatan ketrampilan tersebut?
11. Adakah kemajuan yang terlihat dari para anggota setelah mengikuti kegiatan
pemberdayaan di YWC?
MANAGER PROGRAM YAYASAN
1. Apa yang dimaksud dengan Yayasan Wisma Cheshire?
2. Bagaimana sejarah yang melatarbelakangi berdirinya Wisma Cheshire?
3. Apa maksud didirikannya Yayasan Wisma Cheshire?
4. Program apa saja yang ada di Wisma Cheshire?
5. Apa tujuan adanya program keterampilan?
6. Produk apa saja yang dihasilkan dari kegiatan keterampilan yang ada di
Yayasan Wisma Cheshire?
7. Kemana saja sasaran pemasaran produk yang sudah jadi?
8. Bagaimana pendapat bapak/ibu dengan adanya kegiatan keterampilan untuk
para disabilitas?
IBU ASRAMA YAYASAN
1. Apa yang dimaksud dengan Yayasan Wisma Cheshire?
2. Bagaimana sejarah yang melatarbelakangi berdirinya Wisma Cheshire?
3. Sebagai pengelola, bagaimana perkembangan Yayasan sampai sekarang?
4. Apa saja sarana dan prasarana yang tersedia di Yayasan Wisma Cheshire?
5. Sampai saat ini berapa jumlah keseluruhan anggota (resident) yang
mengikuti pelatihan keterampilan di YayasanWisma Cheshire?
6. Apa saja kegiatan sehari-hari para resident di Yayasan Wisma Cheshire?
RESIDENT YAYASAN
1. Sudah berapa lamakah saudara/i tinggal di Yayasan Wisma Cheshire?
2. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YayasanWisma Cheshire?
3. Dari mana saudara/i mengetahui informasi yayasan wisma Cheshire?
4. Perkembangan apa yang anda rasakan setelah masuk dan tinggal di wisma?
5. Bagaimana pendapat saudara/saudari dengan adanya kegiatan ketrampilan
untuk para disabilitas?
6. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC? Dan ketika menjalani
kegiatan keterampilan?
7. Manfaat apa yang saudara/i dapatkan dari YWC? Materi/nonmateri
8. Rencana kedepannya bagaiamana?
ALUMNI YAYASAN
1. Dari mana saudara/i mengetahui informasi mengenai YWC?
2. Berapa lama saudara/i tinggal di Yayasan Wisma Cheshire?
3. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YWC?
4. Bagaimana tanggapan saudara/i dengan pelaksanaan kegiatan keterampilan
di YWC?
5. Berapa penghasilan yang didapatkan ketika di YWC?
6. Manfaat apa yang saudara/i rasakan dari kegiatan yang diikuti di YWC?
7. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC?
8. Bagaimana sikap saudara/i kepada Yayasan setelah keluar dari YWC?
9. Kagiatan/pekerjaan apa yang saudara/i tekuni saat ini, setelah keluar dari
YWC?
10. Berapa penghasilan yang didapatkan saudara/i saat ini, setelah keluar dari
yayasan?Apakah penghasilan saat ini dapat memenuhi kebutuhan saudara/i
beserta keluarga?