bab i pendahuluan 1.1 latar...

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010). Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut (Soeparmoko, 2002). Pembangunan daerah merupakan bagian integral dan sebagai penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan permasalahan pembangunan daerah. Pembangunan daerah dapat dilihat dari segi ekonomi yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah atau pembangunan ekonomi suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi daerah ditandai dengan perubahan (peningkatan/ penurunan) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dikategorikan dalam berbagai sektor ekonomi yaitu Pertanian, Pertambangan dan penggalian, Industri dan pengolahan, Listrik, gas dan air bersih, Bangunan, Perdagangan, hotel dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan dan jasa, dan Jasa-Jasa. PDRB merupakan ukuran produktivitas wilayah yang paling umum sekaligus standar ukuran pembangunan dalam skala wilayah. Proses laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditunjukkan dengan tingkat pertambahan PDRB sehingga tingkat perkembangan PDRB perkapita yang dicapai masyarakat seringkali digunakan sebagai ukuran kesuksesan suatu daerah dalam mencapai cita-cita untuk menciptakan pembangunan ekonomi. Semakin besar sumbangan yang diberikan oleh masing-masing sektor ekonomi terhadap PDRB suatu daerah maka pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik. Peningkatan PDRB dari tahun ke

Upload: dangcong

Post on 30-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses

yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara

dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad,

2010).

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses di mana pemerintah

daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumber daya yang ada dan

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta

untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan

ekonomi dalam wilayah tersebut (Soeparmoko, 2002).

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dan sebagai penjabaran

dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang

disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan permasalahan pembangunan daerah.

Pembangunan daerah dapat dilihat dari segi ekonomi yaitu tingkat pertumbuhan

ekonomi wilayah atau pembangunan ekonomi suatu wilayah. Pertumbuhan

ekonomi daerah ditandai dengan perubahan (peningkatan/ penurunan) Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dikategorikan dalam berbagai sektor

ekonomi yaitu Pertanian, Pertambangan dan penggalian, Industri dan

pengolahan, Listrik, gas dan air bersih, Bangunan, Perdagangan, hotel dan

Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan dan jasa, dan

Jasa-Jasa. PDRB merupakan ukuran produktivitas wilayah yang paling umum

sekaligus standar ukuran pembangunan dalam skala wilayah. Proses laju

pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditunjukkan dengan tingkat pertambahan

PDRB sehingga tingkat perkembangan PDRB perkapita yang dicapai masyarakat

seringkali digunakan sebagai ukuran kesuksesan suatu daerah dalam mencapai

cita-cita untuk menciptakan pembangunan ekonomi. Semakin besar sumbangan

yang diberikan oleh masing-masing sektor ekonomi terhadap PDRB suatu daerah

maka pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik. Peningkatan PDRB dari tahun ke

2

tahun menjadi indikator dari keberhasilan pembangunan daerah.

Kinerja perekonomian Karesidenan Surakarta atau yang dikenal dengan

kawasan Subosukowonosraten yang terdiri dari Kota Surakarta, Kabupaten

Boyolali Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Karanganyar, dan Klaten menunjukkan

pertumbuhan ekonomi yang fluktuatif selama tahun 2009-2013 dalam periode

tersebut rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi yaitu Kabupaten Sragen

sebesar 6,37 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi terendah adalah Kabupaten

Klaten dengan rata-rata 3,85 persen ( Tabel 1.1).

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi di Eks Karesidenan Surakarta

Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2009-2013 (dalam persen)

Sumber : BAPPEDA,PDRB Kabupaten Wonogiri 2013

Kabupaten/ Kota 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata

Boyolali 5,16 3,6 5,28 5,66 5,43 5,03

Klaten 4,24 1,73 1,96 5,54 5,79 3,85

Sukoharjo 4,76 4,65 4,59 5,03 5,01 4,81

Wonogiri 4,67 5,87 2,24 5,87 4,36 4,06

Karanganyar 5,54 5,42 5,50 5,82 5,38 5,53

Sragen 6,01 6,09 6,53 6,60 6,64 6,37

Surakarta 5,9 5,94 6,04 6,12 5,89 5,98

3

Gambar 1.1 Grafik Pertumbuhan Ekonomi di Eks Karesidenan Surakarta Atas

Dasar Harga Konstan Tahun 2009-2013

Sumber : Data diolah dari tabel 1.1

Pada tahun 2009 ekonomi Kabupaten Wonogiri tumbuh sebesar 4,67 persen

kemudian pada tahun 2010 menunjukkan peningkatan angka pertumbuhan

ekonomi sebesar 1,2 persen. Namun pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi

mengalami penurunan signifikan sebesar 3,63 persen. Rata- rata pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Wonogiri berada pada tingkat terendah kedua setelah

Kabupaten Klaten. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Wonogiri pada tahun

2011 seiring dengan menurunnya kontribusi sektor pertanian (sebagai

penyumbang PDRB kabupaten yang paling tinggi) menunjukkan penurunan yang

cukup banyak yaitu pada tahun 2009 memberikan kontribusi sebesar 50,49 persen

turun sebanyak 2,8 persen pada tahun 2013 yaitu menjadi 47,69 persen (Tabel

1.2).

Untuk melihat besarnya kontribusi setiap sektor terhadap perekonomian

suatu wilayah serta hubungannya dengan prioritas pelaksanaan pembangunan dan

untuk melihat pergeseran struktur ekonomi yang terjadi dapat dilihat berdasarkan

data distribusi persentase PDRB dan pertumbuhan ekonomi PDRB menurut

lapangan usaha.

0

1

2

3

4

5

6

7

2009 2010 2011 2012 2013

pert

umbu

han

Eko

nom

i (%

)

Pertumbuhan Ekonomi di Eks Karesidenan Surakarta Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2009-2013

Boyolali

Klaten

Sukoharjo

Wonogiri

Karanganyar

Sragen

Surakarta

4

Secara sektoral peranan sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri merupakan

sektor yang mempunyai andil terbesar yaitu sebesar 50,49 persen pada tahun

2009, dan mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar 2,8 persen, sektor

pertanian mengalami penurunan dikarenakan menurunnya produksi tanaman

bahan makanan yang menjadi produk andalan di Kabupaten Wonogiri

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Persentase Menurut Lapangan

Usaha Kabupaten Wonogiri tahun 2009 dan 2013 (dalam persen),

ADHK 2000

No Lapangan usaha 2009 2013

Distribusi Pertumbuhan Distribusi Pertumbuhan

1 Pertanian 50,49 4,38 47,69 2,81

2 Pertambangan & Penggalian

0,84 4,85 0,89 8,73

3 Industri Pengolahan 4,63 4,13 4,94 6,43

4 Listrik, Gas & Air Bersih

0,57 3,45 0,62 7,53

5 Bangunan 4,24 5,41 4,85 7,11

6 Perdagangan, Hotel & Resto.

13,09 4,67 13,19 4,45

7 Pengangkutan & Komunikasi

9,27 3,81 9,43 6,65

8 Keuangn, Persewaan, dan Jasa Perush.,

4,23 3,89 4,59 7,07

9 Jasa-Jasa 12,64 7,31 13,79 5,21 Total 100 100 Rata-rata 4,66

6,22

Sumber : BAPPEDA, PDRB Kabupaten Wonogiri

Secara geografis kondisi di Kabupaten Wonogiri didominasi oleh

pegunungan dan perbukitan karst yang sebagian wilayahnya berada pada daerah

bukit yang menjadi tantangan tersendiri bagi proses pembangunan, terkait dengan

keterbatasan akses antar desa juga menyulitkan interaksi antar wilayah. Karakter

lahan di Kabupaten Wonogiri didominasi oleh batuan dan kering sehingga

tanahnya tidak cukup subur untuk pertanian, hal tersebut memicu warga

masyarakat lokal untuk merantau, sehingga berpengaruh pada jumlah penduduk.

Jumlah penduduk akan berpengaruh terhadap PDRB masing-masing kecamatan,

5

semakin banyak jumlah penduduk semakin banyak yang diberdayakan guna

mendorong pertumbuhan ekonomi.

PDRB perkapita daerah merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat

kesejahteraan penduduk di suatu daerah, di mana semakin besar PDRB

perkapitanya maka dapat diartikan semakin baik tingkat kesejahteraan

masyarakatnya. Begitu sebaliknya, apabila PDRB perkapita semakin kecil

maka diartikan semakin buruk tingkat kesejahteraan masyarakatnya. PDRB

perkapita tiap kecamatan di Kabupaten Wonogiri dapat dilihat pada tabel 1.3.

Tabel 1.3. PDRB Perkapita tiap Kecamatan di Kabupaten Wonogiri

Tahun 2013 Atas Dasar Harga Konstan 2000

No Kecamatan PDRB perkapita (rupiah)

15 Ngadirojo 4.878.873 16 Sidoharjo 3.623.883 17 Jatiroto 2.720.066 18 Kismantoro 2.829.597 19 Purwantoro 2.900.680 20 Bulukerto 3.376.568 21 Puhpelem 4.121.222 22 Slogohimo 2.518.117 23 Jatisrono 3.109.279 24 Jatipurno 2.778.594 25 Girimarto 3.104.778 Kab.Wonogiri 92.789.489

Sumber : BAPPEDA, PDRB Kabupaten Wonogiri.

No Kecamatan PDRB perkapita

(rupiah)

1 Pracimantoro 3.430.800

2 Paranggupito 4.707.357

3 Giritontro 3.714.274

4 Giriwoyo 3.808.577

5 Batuwarno 4.374.283

6 Karangtengah 5.133.757

7 Tirtomoyo 3.237.417

8 Nguntoronadi 3.855.835

9 Baturetno 3.634.600

10 Eromoko 3.732.192

11 Wuryantoro 4.459.123

12 Manyaran 4.453.835

14 Wonogiri 5.245.339

6

Pada tahun 2013 terdapat tujuh kecamatan yang memiliki pendapatan

perkapita yang tinggi (lihat tabel 1.3) yaitu Kecamatan Paranggupito, Kecamatan

Batuwarno, Kecamatan Karangtengah, Kecamatan Wuryantoro, Kecamatan

Manyaran, Kecamatan Ngadirojo dan Kecamatan Wonogiri. Pendapatan perkapita

merupakan indicator terpenting yang menggambarkan perkembangan ekonomi

wilayah, sekaligus menunjukkan kinerja dan hasil pembangunan (Muta’ali, 2015).

Dari seluruh kondisi di atas, maka timbul pertanyaan apakah perubahan

kontribusi sektoral yang terjadi telah didasarkan pada strategi kebijakan

pembangunan yang tepat, yaitu strategi yang memberikan dampak yang optimal

pada pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan dan peningkatan

kesejahteraan penduduk. Karena untuk melaksanakan pembangunan dengan

sumber daya yang terbatas harus difokuskan kepada pembangunan sektor-sektor

yang memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang besar terhadap

sektor-sektor lainnya Oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk mengetahui

pola perubahan dan pertumbuhan sektoral dalam perekonomian, serta menentukan

sektor-sektor basis sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam perumusan

kebijakan dan perencanaan pembangunan di Kabupaten Wonogiri. Dengan

demikian perlu dianalisis lebih jauh mengenai hal tersebut, sehingga skripsi ini

mengambil judul “KINERJA EKONOMI KECAMATAN UNTUK STRATEGI

PEMBANGUNAN EKONOMI DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2009-

2013 ”

1.2 Rumusan Masalah

Pembangunan Kabupaten Wonogiri harus dapat memberikan manfaat dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu

diperlukan peningkatan perekonomian wilayah, melalui pemilihan sektor

unggulan yang tepat sesuai dengan karakteristik wilayah.

Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan penelitian yang diangkat

dalam penelitian ini adalah :

7

1. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor basis dan non basis dalam

perekonomian di tiap kecamatan di Kabupaten Wonogiri tahun 2009-

2013?

2. Bagaimana klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian tiap kecamatan

di Kabupaten Wonogiri tahun 2009-2013?

3. Bagaimana strategi perencanaan dan pengembangan wilayah berdasarkan

pada perekonomian dan sektor unggulan tiap kecamatan di Kabupaten

Wonogiri?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk mendalami kinerja

perekonomian wilayah dan sektor unggulan di Kabupaten Gunungkidul. Secara

lebih rinci tujuan penelitian ini adlah

1. Menganalisa sektor basis dan non basis dalam perekonomian di tiap

kecamatan di Kabupaten Wonogiri tahun 2009-2013

2. Mengetahui klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian tiap

kecamatan di Kabupaten Wonogiri tahun 2009-2013.

3. Menyusun rekomendasi strategi pengembangan ekonomi pada sektor-

sektor potensial tiap kecamatan di Kabupaten Wonogiri.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai kinerja ekonomi untuk strategi pembangunan ekonomi

di Kabupaten Wonogiri tahun 2009-2013, diharapkan memberikan manfaat yaitu:

1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi

pemerintah daerah dalam membuat kebijakan pembangunan ekonomi

kecamatan di Kabupaten Wonogiri.

2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang meneliti hal yang sama

tentang perkembangan ekonomi atau yang berhubungan dikemudian hari.

8

1.5 Tinjauan Pustaka

1.5.1 Wilayah

Mengacu pada pengertian unit geografis, wilayah didefinisikan sebagai

unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) di mana komponen-

komponennya memiliki arti dalam pendiskripsian perencanaan dan pengelolaan

sumberdaya pembangunan (Rustiadi, 2010). Dengan demikian istilah wilayah

menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya

yang ada di dalam suatu batasan unit geografis.

Setiap perencanaan pembangunan wilayah memerlukan batasan praktikal

yang dapat digunakan secara operasional untuk mengukur tingkat

perkembangan wilayahnya. Secara umum tampaknya pertumbuhan ekonomi

atau pertumbuhan output produksi yang tinggi memang merupakan kinerja

pembangunan yang paling populer. Aspek ekonomi adalah salah satu aspek

terpenting dalam menentukan indikator pembangunan wilayah. Di antara

berbagai indikator ekonomi, indikator mengenai pendapatan masyarakat di suatu

wilayah merupakan indikator paling penting.

Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, daerah memiliki

pengertian yang berbeda- beda, tergantung dari aspek tinjauannya. Menurut

Arsyad (2010) daerah dalam konteks ekonomi daerah mempunyai tiga

pengertian yaitu:

1. Suatu daerah dianggap sebagai ruang di mana kegiatan ekonomi

terjadi dan di dalam berbagai pelosok ruang tersebut terdapat sifat- sifat

yang sama. Kesamaan sifat-sifat tersebut antara lain dari segi

pendapatan perkapita, sosial budaya, geografis dan sebagainya.

Daerah dalam pengertian seperti ini disebut daerah homogen.

2. Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai

oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dalam

pengertian ini disebut daerah nodal.

3. Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah

satu administrasi tertentu seperti satu Provinsi, Kabupaten/Kota,

Kecamatan, dan sebagainya. Jadi daerah di sini didasarkan pada

9

pembagian administrasi suatu negara. Daerah dalam pengertian

seperti ini dinamakan daerah administrasi.

Pembangunan wilayah merupakan usaha untuk mencapai perkembangan

(growth) kesejahteraan masyarakat (welfare) di dalam suatau wilayah secara

seimbang (equity) dengan melibatkan semua elemen masyarakat serta

mengelola sumberdaya (resource) secara berkelanjutan (sustainable) (Muta’ali,

2014a dalam Muta’ali 2014).

Dalam proses pembangunan perlu adanya upaya pembangunan dari

pemerintah berupa fasilitas dan akses pembangunan yang meliputi bidang

ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang telah diupayakan dalam jumlah yang

cukup dan merata kepada penduduk.

Terdapat dua bentuk respons penduduk terhadap upaya pembangunan dari

pemerintah. Pertama, pemanfaatan penduduk terhadap fasilitas dan akses

pembangunan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia. Kedua,

respons masyarakat baik secara individual maupun kelompok berupa kegiatan

untuk menunjang upaya pembangunan dari pemerintah. Banyaknya fasilitas yang

harus tersedia dimasing-masing wilayah harus sejalan dengan luas pengaruh

wilayah tersebut, atau jumlah penduduk yang diperkirakan akan memanfaatkan

fasilitas tersebut.

1.5.2 Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan ekonomi diartikan sebagai peningkatan pendapatan perkapita

masyarakat yaitu tingkat pertambahan Gross Domestic Product (GDP) pada satu

tahun tertentu melebihi tingkat pertambahan penduduk. Perkembangan GDP yang

berlaku dalam suatu masyarakat yang dibarengi oleh perubahan dan modernisasi

dalam struktur ekonomi yang umumnya tradisional (Sukirno,1981 dalam

Prishardoyo, 2008). Todaro 1997 dalam Prishardoyo, 2008 mengatakan bahwa

keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu:

1. Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

pokoknya (basic needs).

2. Meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia.

10

3. Meningkatnya kemauan masyarakat untuk memilih (freedom from

servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP tanpa memandang

apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan

penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad,

2010). Jika ingin mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi kita harus

membandingkan pendapatan nasional dari tahun ke tahun. Dalam

membandingkannya harus disadari bahwa perubahan nilai pendapatan nasional

yang terjadi dari tahun ke tahun disebabkan oleh dua faktor yaitu perubahan

tingkat kegiatan ekonomi dan perubahan harga-harga. Adanya pengaruh dari

faktor yang kedua tersebut disebabkan oleh penilaian pendapatan nasional

menurut harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan. Suatu perekonomian

dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan

ekonomi yang dicapai lebih tinggi dari waktu sebelumnya.

Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya

lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan

tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih

bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat

perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai

sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosal dan teknik.

Tujuan dari analisis ekonomi pembangunan adalah untuk menelaah faktor-faktor

yang menimbulkan keterlambatan pembangunan khususnya dinegara-negara yang

sedang berkembang, mengemukakan cara pendekatan yang dapat ditempuh untuk

mengatasi masalah-masalah yang dihadapi, sehingga dapat mempercepat jalannya

pembangunan ekonomi khususnya di negara-negara tersebut.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan penting yang harus

dicapai dalam suatu perekonomian, pertumbuhan suatu perekonomian yang baik

yaitu mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh penduduk di negara atau

daerah yang bersangkutan, Todaro (1997) dalam Prishardoyo (2008) mengatakan

bahwa proses pertumbuhan ekonomi mempunyai kaitan erat dengan perubahan

struktural dan sektoral yang tinggi. Penelitian ini menggunakan analisis Tipology

11

Klassen sebagai dasar analisa untuk menggambarkan pola dan struktur

perkembangan ekonomi di tiap wilayah, melalui analisis Tipology Klassen akan

diperoleh empat klasifikasi daerah masing-masing mempunyai karakteristik

tingkat perkembangan ekonomi yang berbeda, yaitu :

• Daerah bertumbuh cepat (Rapid growth region)

• Daerah Tertekan (Retarded Region)

• Daerah sedang bertumbuh (Growing Region)

• Daerah Relatif Tertinggal (Relatively Backward Region)

Dalam pertumbuhan ekonomi, prosesnya harus bersifat self-generating yang

berarti proses pertumbuhan menciptakan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan

pertumbuhan tersebut untuk tahun-tahun berikutnya.

1.5.3 Teori Sektor Basis

Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan bahwa laju

pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan

ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan menjadi dua,

yaitu kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis disebut juga kegiatan

ekspor, yaitu kegiatan menjual barang atau jasa ke luar wilayah baik ke wilayah

lain dalam negara itu maupun ke luar negeri, sehingga dapat meningkatkan

pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sedangkan kegiatan non basis adalah

kegiatan menghasilkan barang atau jasa yang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi lokal (Tarigan, 2006).

Kegiatan basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover)

dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke

wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian

sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan

efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005).

Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian

daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif yang cukup tinggi. Sedangkan

sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi

berfungsi sebagai penunjang sektor basis (Sjafrizal, 2008).

12

Menurut Glasson (1977) semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah

akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut, menambah permintaan

terhadap barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume sektor

non basis. Dengan kata lain sektor basis berhubungan langsung dengan

permintaan dari luar, sedangkan sektor non basis berhubungan secara tidak

langsung, yaitu melalui sektor basis terlebih dahulu. Dengan demikina dapat

dikatakan bahwa sektor basis merupakan penggerak utama dalam perekonomian

suatu wilayah.

Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah

atau lapangan kerja. Penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non

basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut.

Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non

basis (Tarigan, 2005). Menurut Richardson (2001), konsep ekonomi basis pada

dasarnya pertumbuhan ekonomi dalam suatu daerah terjadi karena ada efek

pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang diperoleh melalui

penyediaan barang dan jasa yang dihasilkan oleh wilayah dan dipasarkan keluar

wilayah.

Ada beberapa cara dalam menilai suatu sektor dapat dikatakan sebagai

basi atau non basis, antara lain:

a) Metode Langsung, dengan cara melakukan survey secara langsung kepada

pelaku usaha kemana mereka memasarkanbarang yang diproduksi dan

dari mana mereka membeli bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses

produksi.

b) Metode Tidak Langsung, dengan menyusun sejumlah asumsi terhadap

kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan yang mayoritas produknya

dijual ke luar wilayah atau mayoritas uang masuknya berasal dari luar

wilayah langsung dianggap basis, sedangkan yang mayoritas produknya

dipasarkan lokal dianggap non basis.

c) Metode Campuran, yang merupakan kombinasi metode asumsi dengan

metode pengamatan secara langsung dalam penentuan kegiatan basis dan

non basis.

13

1.5.4 Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah

daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta

untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan

kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2010), masalah pokok dalam

pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-

kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang

bersangkutan dengan menggunakan sumberdaya manusia, kelembagaan, dan

sumberdaya fisik secara lokal. Orientasi ini mengarahkan kepada pengambilan

inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan

untuk menciptakan kesempatan dalam proses pembangunan untuk menciptakan

kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.

Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan

yang diterapkan berbeda pula, jika akan membangun suatu daerah, kebijakan yang

diambil harus sesuai dengan kondisi (masalah, kebutuhan dan potensi) daerah

yang bersangkutan.

1.5.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh

seluruh unit usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai

barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah

(BPS, 2013). Informasi PDRB kabupaten atau kota merupakan informasi yang

sangat penting untuk mengetahui perkembangan perekonomian yang terjadi.

Selain pertumbuhan ekonomi, informasi tersebut juga memberikan gambaran

mengenai peranan maupun potensi wilayah kabupaten atau kota tersebut,

termasuk di antaranya untuk mengukur tingkat kesenjangan pembangunan

ekonomi sektoral maupun antar kabupaten atau kota.

Salah satu indikator ekonomi makro yang biasanya digunakan untuk

mengukur laju pertumbuhan ekonomi di suatu daerah dalam lingkup kabupaten

dan kota adalah PDRB menurut lapangan usaha. Untuk menjaga keseragaman

14

konsep, definisi dan cara atau metode yang dipergunakan dalam perhitungan di

seluruh Indonesia, Badan Pusat Statistik secara langsung maupun tidak langsung

telah memberikan bimbingan teknis dan pengarahan yang sangat diperlukan.

Karena secara teori PDRB tidak dapat dipisahkan dari Produk Domestik Bruto

(PDB) baik dari segi konsep, definsi, metodologi, cakupan dan sumber datanya.

PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan

jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tersebut, sedang PDRB atas

dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung

menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar yaitu tahun 2000.

PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan

ekonomi dari tahun ke tahun secara nyata karena dalam perhitungan ini tidak

menyertakan inflasi.

Menurut BPS (2013) untuk menghitung Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) ada 3 pendekatan yang digunakan yaitu:

1. PDRB menurut pendekatan produksi

Perhitungan dengan cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai

tambah disuatu wilayah dengan cara menilai seluruh produksi netto

barang dan jasa (unit-unit) yang diproduksi oleh seluruh sektor

perekonomian selama setahun. Unit-unit produksi tersebut dalam

penyajian ini dikelompokkan menjadi sembilan lapangan usaha, yaitu:

a. Pertanian

b. Pertambangan dan penggalian

c. Industri pengolahan

d. Listrik, gas dan air bersih

e. Konstruksi dan bangunan

f. Perdagangan, hotel dan restoran

g. Pengangkutan dan komunikasi

h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

i. Jasa-jasa, termasuk jasa pelayanan pemerintah

Dalam penelitian ini, PDRB Kecamatan di Kabupaten Wonogiri tahun

2009-2013 dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi.

15

2. PDRB menurut pendekatan pendapatan

Metode ini dapat dilakukan dengan menjumlahkan nilai seluruh balas

jasa faktor produksi yang berupa: upah atau gaji, bunga modal, sewa

tanah dan keuntungan. Dalam definisi ini PDRB mencakup juga

penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Jumlah semua komponen

pendapatan persektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Oleh

karena itu PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh

sektor (lapangan usaha).

3. PDRB menurut pendekatan pengeluaran

Merupakan semua komponen pengeluaran akhir seperti: pengeluaran

konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, konsumsi

pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor

neto dalam jangka waktu tertentu.

1.5.6 Strategi Pengembangan Potensi Ekonomi Daerah

Strategi pengembangan potensi ekonomi daerah adalah cara yang

ditempuh untuk mengembangkan setiap sektor unggulan yang bertujuan untuk

memperluas dan meningkatkan kemampuan sektor dalam memberikan kontribusi

terhadap pembentukan PDRB, tidak mudah untuk mengetahui potensi ekonomi

daerah. Potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di

daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus

berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat

mendorong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang

dengan sendirinya dan berkesinambungan (Suparmoko, 2002).

Strategi pembangunan ekonomi sangat penting dan strategi pembangunan

ekonomi mempunyai beberapa tujuan. Tujuan dari strategi pembangunan

ekonomi tersebut antara lain : Pertama, mengembangkan lapangan kerja bagi

penduduk yang ada sekarang. Kedua, mencapai stabilitas ekonomi daerah.

Ketiga, mengembangkan basis ekonomi dan kesempatan kerja yang beragam.

Menurut Arsyad (1999) Strategi pembangunan ekonomi daerah dapat

dikelompokkan empat kelompok besar yaitu :

16

1. Strategi pengembangan fisik/lokalitas

Melalui pengembangan program perbaikan kondisi fisik /lokalitas

daerah yang ditujukan untuk kepentingan pembangunan industri dan

perdagangan, pemerintah daerah akan berpengaruh positif bagi

pengembangan dunia usah daerah. Secara khusus tujuan strategi

pembangunan fisik/lokalitas ini dalah untuk menciptakan identitas

daerah, memperbaiki basis pesona (amenity base) atau kualitas hidup

masyarakat dan memperbaiki daya tarik pusat kota (civic center) dalam

upaya untuk memperbaiki dunia usaha daerah.

2. Strategi pengembangan dunia usaha

Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam

perencanaan pembangunan ekonomi daerah karena daya tarik, kreasi, atau

daya tahan kegiatan dunia usaha merupakan cara terbaik untuk

menciptakan perekonomian daerah yang sehat.

3. Strategi pengembangan sumber daya manusia

Sumber daya manusia merupakan aspek yang paling penting dalam

proses pembangunan ekonomi. Oleh karena peningkatan kualitas dan

ketrampilan sumber daya manusia adalah suatu keniscayaan.

4. Strategi pengembangan ekonomi masyarakat

Kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat ini merupakan kegiatan

yang ditujukan untuk pengembangan suatu kelompok masyarakat

tertentu di suatu daerah. Dalam bahasa populer sekarang sering juga

dikenal dengan istilah pemberdayaan (empowerment) masyarakat.

Kegiatan-kegiatan seperti ini berkembang marak di Indonesia

belakangan ini karena ternyata kebijakan umum ekonomi yang ada

tidak mampu memberikan manfaat bagi kelompok-kelompok

masyarakat tertentu.

17

1.6 Penelitian sebelumnya

Penelitian ini membutuhkan berbagai referensi untuk mendukung kelengkapan

penelitian ini. Adapun referensi tersebut berassal dari buku, jurnal-jurnal dan penelitian-

penelitian sebelumnya yang terkait dengan tema yang sesuai. Penelitian sebelumnya

akan menjadi rujukan komparasi pendekatan analisi, bahasan dan kesimpulan yang

dihasilkan untuk melengkapi dan menyempurnakan penelitian ini. Adapun penelitian-

penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel 1.4.

18

Tabel 1.4 Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya

No Nama Judul Alat Analisis Hasil

1 Binar Rudatin

(2003)

Analisis Sektor Basis dalam

Rangka Pengembangan

Pembangunan Wilayah Studi

Kasus Kabupaten-Kebupaten

di Jawa Tengah

tahun 1996-2001

• Analisis Location

Quotient

• Analisis Shift share

• Tipologi Klassen

1. Hasil analisis LQ menunjukan sektor pertanian

sebagai sektor basis di 22 kabupaten dari 29

kabupaten yang ada.

2. Dari 29 kabupaten hanya 2 kabupaten masuk

dalam kuadran I, 4 kabupaten dalam kuadran II, 9

kabupaten dalam kuadran III, kuadran IV ada 14

kabupaten.

3. Prioritas pengembangan sektor pertanian pada 5

kabupaten. Sektor pertambangan dan penggalian

pada 1 kabupaten. Sektor industri pada 2

kabupaten. Sektor listruik, gas dan air pada 2

kabupaten. Sektor bangunan pada 3 kabupaten.

Sektor perdagangan, hotel dan restoran pada 1

kabupaten. Sektor pengangkutan dan komunikasi 1

kabupaten. Sektor keuangan, sewa dan jasa

perusahaan pada 4 kabupaten. Sektor jasa pada 3

19

No Nama Judul Alat Analisis Hasil

kabupaten.

2 Beni Harisman

(2007)

Analisis Struktur Ekonomi

dan Identifikasi Sektor-

Sektor-Sektor Unggulan di

Provinsi Lampung

(Periode 1993-2003)

• Analisis Location

Quotient

• Analisis Shift share

1. Terjadi perubahan struktur ekonomi di Provinsi

Lampung dari sektor primer ke sektor sekunder,

berdasarkan rasio PDRB sektor sekunder

mendominasi pergeseran telah mengakibatkan

kenaikan PDRB di Provinsi Lampung

2. Terdapat tiga sektor basis yang merupakan sektor

unggulan yaitu : sektor pertanian, sektor bangunan

dan sektor pengangkutan

3 Dewi Sondari

( 2007)

Analisis Sektor Unggulan

Dan Kinerja Ekonomi

Provinsi Jawa

Barat

• Analisis

Location

Quotient (LQ)

• Analisis Shift share

• Pengganda

Pendapatan

1. Terdapat 3 sektor yang menjadi sektor basis yang

merupakan sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat

yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas

dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan

restoran

2. Sektor basis yang memiliki pengganda terbesar

adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sektor

20

No Nama Judul Alat Analisis Hasil

perdagangan, hotel dan restoran dan diikuti oleh

sektor industri pengolahan.

3. Kinerja ekonomi Provinsi Jawa Barat mengalami

peningkatan dari tahun 2001-2005 yang

ditunjukkan dengan peningkatan pertumbuhannya

yaitu sebesar 20,86 persen

4 Aris Munandar

(2010)

Analisis Ekonomi Dan

Potensi Pengembangan

Wilayah Kecamatan

Gemolong, Kabupaten

Sragen

• Analisis Jarak

dan Kesempatan

Terdekat

• Analisis Pola

Permukiman

• Analisis

Skalogram

• Analisis

Location

Quotient ( LQ)

1. Gemolong dapat diklasifikasikan dalam ordo II

dalam struktur tata ruang wilayah Kabupaten

Sragen, sehingga Gemolong pantas memiliki

pelayanan sedang yang artinya tentu harus ada

pendelegasian kewenangan kabupaten yang

dilimpahkan ke Kecamatan Gemolong dengan

dilandasi payung hukum yang jelas

2. Secara ekonomi ada setengah sektor di Kecamatan

Gemolong yang merupaka sektor basis, dan

setengah sisanya masuk dalam sektor non basis.

21

No Nama Judul Alat Analisis Hasil

• Analisis Shift Share

5 Asih Dwi

Cahyani

(2016)

Kinerja Ekonomi

Kecamatan untuk Strategi

Pembangunan Ekonomi di

Kabupaten Wonogiri

Tahun 2009-2013.

• Analisis

Location

Quotient (LQ)

• Analisis Shift

Share

• Analisis

Tipologi

Klassen

1. Sektor pertanian merupakan sektor potensial untuk

dikembangkan dan merupakan sektor yang

memiliki keunggulan kompetitif.

2. Terdapat tujuh kecamatan yang masuk dalam

kuadran I yaitu kecamatan yang maju dan tumbuh

cepat dan sebelas kecamatan masuk dalam kuadran

IV yaitu kecamatan yang relatif tertinggal.

3. Strategi utama yang dapat diambil untuk

mengembangkan potensi ekonomi kecamatan di

Kabupaten Wonogiri adalah pengembangan di

sektor pertanian, peningkatan program

pemberdayaan masyarakat, peningkatan

pengelolaan sektor potensial dan peningkatan

sarana dan prasarana terutama transportasi,

komunikasi dan industri

22

1.7 Kerangka Pemikiran

Geografi mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer yang

terdapat di permukaan bumi. Salah satu wujud perbedaan geosfer yang terjadi

yakni perbedaan perkembangan ekonomi wilayah Kecamatan, seperti rumusan

masalah dalam penelitian ini. Dengan menggunakan analisis keruangan yang

merupakan salah satu pendekatan dalam geografi terpadu. Kabupaten Wonogiri

memiliki misi mengembangkan potensi daerah guna mendorong terciptanya iklim

investasi dalam rangka menciptakan lapangan pekerjaan guna mengembangkan

ekonomi Kabupaten Wonogiri dan peningkatan ekonomi masyarakat. Namun

dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan perkembangan ekonomi kecamatan,

sehingga diperlukan pemahaman dan strategi yang tepat terhadap perbedaan

perkembangan ekonomi tersebut. Fokus penelitian perkembangan ekonomi

kecamatan yaitu bagaimana perbedaan perkembangan ekonomi, mengapa terjadi

perbedaan perkembangan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Wonogiri.

Untuk mengetahui sektor-sektor yang berpotensi tiap Kecamatan di

Kabupaten Wonogiri penelitian ini menggunakan alat analisis LQ dan Shift-

share. Analisis LQ ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu

sektor di daerah yang diselidiki (Kecamatan) dengan kemampuan yang sama pada

daerah yang lebih luas (Kabupaten Wonogiri). Shift-Share digunakan untuk

mengetahui perubahan struktur / kinerja ekonomi daerah terhadap struktur

ekonomi yg lebih tinggi (kabupaten) sebagai referensi.

Tipologi Klassen digunakan untuk mengklasifikasikan daerah berdasarkan

tingkat pertumbuhan PDRB dan pendapatan perkapitanya, serta

mengklasifikasikan sektor-sektor berdasarkan percepatan pertumbuhan dan

pangsanya. Pengetahuan tentang karakteristik masing-masing kecamatan di

Kabupaten Wonogiri, akan dapat diketahui perbedaan pertumbuhan ekonomi

kecamatan sehingga untuk kedepannya dapat memberi masukan pada pemerintah

di Kabupaten Wonogiri dalam mengembangkan wilayah sesuai dengan potensi

yang dimiliki. Secara diagramatis rangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada

tabel 1.5.

23

Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan ekonomi Kecamatan

Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Kabupaten Wonogiri

Analisis LQ

Analisis Shift Share

Tipology Klassen

Identifikasi sektor basis & sektor non basis

Karakteristik pertumbuhan ekonomi

antar daerah

Sektor-sektor yang berkembang di

daerah

Arahan Kebijakan untuk Pengembangan Potensi Ekonomi Kecamatan Kabupaten

Wonogiri

Produk domestik regional bruto ADHK 2000 tiap kecamatan di Kabupaten

Wonogiri