kelomaddadpok 4 peadamikiran kritis dalam pendidikan umumnya

24
PEMIKIRAN KRITIS DALAM PENDIDIKAN: SEBUAH KAJIAN Ikhtisar Berbagai pemerintahan dan pemilik perusahaan berpendapat pentingnya bagi semua sektor pendidikan untuk menyiapkan individu yang mampu berpikir secara tepat dan bagi diri mereka sendiri. Pemikiran yang baikâ dan berpikir secara tepat biasanya merupakan istilah yang dipakai yang berkaitan dengan sebutan pemikiran kritis pada literatur penelitian. Namun bukti yang dihadirkan di sini, yang menunjukkan bahwa tidak semua mahasiswa memiliki kemampuan yang baik untuk berpikir kritis; sebagian kecil pengajar juga pada kenyataannya tidak mengajarkan mahasiswa tentang kecakapan berpikir baik. Sebuah kajian literatur penelitian pada bidang ini telah dilakukan dan metode serta konsep pengajaran yang cenderung menghambat dan memajukan pemikiran kritis dibahas secara garis besar, serta hal apa saja yang diperlukan untuk memajukan kecakapan pemikiran mahasiswa. Berbagai cara yang dipakai untuk mengajarkan pemikiran kritis, dan dalam upaya membantu mahasiswa belajar berpikir secara tepat dan bagi diri mereka sendiri, akan dijelaskan dan dibahas. Kata kunci: pemikiran kritis, alasan kritis, pendidikan, pengajaran dan pembelajaran Pemikiran yang baik sebuah tujuan pendidikan Meskipun kurikulum pendidikan kontemporer merupakan arena yang sangat kompetitif, nampaknya ada konsensus bahwa kurikulum itu harus membantu mahasiswa berpikir secara tepat dan bagaimana berpikir tentang diri mereka sendiri. Kebijakan pemerintahan dan juga pemilik perusahaan semakin menuntut bahwa pendidikan, apapun cabang ilmu pengetahuan atau tingkatannya, seharusnya mampu menjadikan para lulusannya berpikir lebih cerdas daripada cara berpikir serupa di masa lalu. Keadaan ini baru-baru ini telah dipandang sebagai stimulus baru, karena sebagaimana pengamatan para pemegang-andil ini,

Upload: taufik-muhammad-jr

Post on 28-Jan-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ADadaDadss

TRANSCRIPT

Page 1: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

PEMIKIRAN KRITIS DALAM PENDIDIKAN: SEBUAH KAJIAN

 

Ikhtisar

Berbagai pemerintahan dan pemilik perusahaan berpendapat pentingnya bagi semua sektor pendidikan untuk menyiapkan individu yang mampu berpikir secara tepat dan bagi diri mereka sendiri. Pemikiran yang baikâ dan berpikir secara tepat biasanya merupakan istilah yang dipakai yang berkaitan dengan sebutan pemikiran kritis pada literatur penelitian. Namun bukti yang dihadirkan di sini, yang menunjukkan bahwa tidak semua mahasiswa memiliki kemampuan yang baik untuk berpikir kritis; sebagian kecil pengajar juga pada kenyataannya tidak mengajarkan mahasiswa tentang kecakapan berpikir baik. Sebuah kajian literatur penelitian pada bidang ini telah dilakukan dan metode serta konsep pengajaran yang cenderung menghambat dan memajukan pemikiran kritis dibahas secara garis besar, serta hal apa saja yang diperlukan untuk memajukan kecakapan pemikiran mahasiswa. Berbagai cara yang dipakai untuk mengajarkan pemikiran kritis, dan dalam upaya membantu mahasiswa belajar berpikir secara tepat dan bagi diri mereka sendiri, akan dijelaskan dan dibahas.Kata kunci: pemikiran kritis, alasan kritis, pendidikan, pengajaran dan

pembelajaran

 Pemikiran yang baik sebuah tujuan pendidikan Meskipun kurikulum pendidikan kontemporer merupakan arena yang sangat kompetitif, nampaknya ada konsensus bahwa kurikulum itu harus membantu mahasiswa berpikir secara tepat dan bagaimana berpikir tentang diri mereka sendiri. Kebijakan pemerintahan dan juga pemilik perusahaan semakin menuntut bahwa pendidikan, apapun cabang ilmu pengetahuan atau tingkatannya,  seharusnya mampu menjadikan para lulusannya berpikir lebih cerdas daripada cara berpikir serupa di masa lalu. Keadaan ini baru-baru ini telah dipandang sebagai stimulus baru, karena sebagaimana pengamatan para pemegang-andil ini, pemerintah ikut berurusan dengan hasil-hasil pendidikan dan karena laju globalisasi dengan kompetisi ekonomi yang meningkat menimbulkan persaingan yang sengit. Salah satu akibat dari perubahan ini adalah bahwa para lulusan pendidikan sekunder dan tersier kini lebih sering mendapati bahwa di tempat kerja mereka berhubungan langsung dengan perubahan sosial, teknologi dan sosial berskala besar.

Page 2: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

            Semua ini mengartikan bahwa pemikiran yang baik, pemikiran secara tepat atau pemikiran yang lebih cerdas daripada masa sebelumnya dieksplorasi dan diuji pada literatur yang lebih maju secara filosofi dan psikologi  tentang bagaimana membantu para mahasiswa berpikir tentang diri mereka sendiri (misalnya Bonnett, 1995; Gardner dan Johnson, 1996; Hyland dan Johnston, 1988; Perkins, 1993). Pada literatur lainnya yang membahas tentang pembelajaran dan pengajaran dalam dunia pendidikan, tersirat bahwa pemikiran yang baik pada berbagai bidang memerlukan kemampuan mengidentifikasi masalah yang seharusnya dipecahkan, kemampuan mencari satu masalah melalui pencarian oleh diri sendiri dan interogasi informasi, kepekaan bahwa informasi dapat diperdebatkan dan kemampuan memperoleh bukti untuk menyokong argumentasi seseorang. Literatur yang semakin berkembang ini menjelaskan berbagai pendekatan pengajaran yang diklaim sebagai pendekatan paling optimal dalam mengembangkan kemampuan semacam itu (misalnya, Boekaerts, 1997; Cederbloom dan Paulsen, 1991; Entwistle, 1994; Gibbs, 1992; Laurillard, 1993; Ramsden, 1992; Tait dan Knight, 1996; Wisker dan Brown, 1996).            Tujuan penulisan ini adalah mengintegrasikan berbagai gagasan di dalam literatur yang membahas pemikiran yang baik atau dalam upaya membantu mahasiswa berpikir secara tepat melalui cara yang dapat diterima oleh para pengajar dan yang dapat diimplementasikan di semua sektor pendidikan pada sumberdaya yang ada. Para penulis mengakui bahwa esensi pemikiran diperdebatkan dan mereka mengakui bahwa paham pengalihan jauh, misalnya dari satu domain bidang ilmu ke bidang ilmu lainnya merupakan pengalihan yang menimbulkan masalah (Drew, 1998; Garnham dan Oakhill, 1994). Istilah pemikiran kritis dipakai pada tulisan ini bukan hanya seperti didefinisikan pada literatur tersebut, namun juga sebagai cara untuk mengikhtisarkan beberapa kemampuan generik utama yang menjadi hal yang dititikberatkan pada laporan pemerintah baru-baru ini tentang pendidikan tinggi di Inggris , Australia , Selandia Baru, Amerika Utara dan wilayah lainnya.            Gagasan bahwa pendidikan dan pelatihan harus membantu mahasiswa membuat disposisi atau sikap yang dipandang

Page 3: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

berhubungan dengan pemikiran kritis, serta kemampuan berpikir secara tepat, telah dihubungkan dengan keinginan pemilik perusahaan (majikan)  terhadap lulusan sekolah, universitas dan sekolah profesi yang merupakan pemikir yang berpikir analitis reflektif, kritis dan memiliki keingintahuan pemecah-masalah yang secara cepat belajar, dan juga fleksibel serta mampu memberi nilai tambah kepada perusahaan mereka (Harvey dkk, 1997). Kemampuan GenerikPaham ini telah dinyatakan baru-baru ini di Inggris, pada laporan Dearing Report tahun 1996 tentang pendidikan tinggi, dan kemampuan generik melalui istilah-istilah seperti kemampuan kunci (Higher Education Quality Council, 1995, 1996). Menurut Higher Education Quality Council, para lulusan diharapkan belajar bukan hanya isi dan metode dari sebuah bidang ilmu, namun juga mengembangkan kemampuna generik yang dapat dipakai secara fleksibel pada konteks kerja dan kehidupan yang luas. UK Quality Assessment Agency telah mengindikasikan pentingnya mengharuskan institusi pendidikan tinggi untuk memberikan pembekalan untuk mengembangkan kemampuan kunci, yang salah satunya adalah mempelajari bagaimana cara belajar.            Didalam konteks Australia , pengajaran dan pembelajaran terhadap sekelompok kompetensi generik dipandang sebagai inti dari pembelajaran seumur-hidup untuk meningkatkan fleksibilitas dan adaptabilitas mahasiswa ketika mereka memasuki angkatan kerja. Kompetensi ini diuraikan, misalnya, berdasarkan pengetahuan dan kecakapan yang berkaitan dengan: pengumpulan, analisa dan penataan informasi; aktifitas perencanaan; pemecahan masalah, komunikasi informasi; bekerja sama dengan orang lain; dan menggunakan teknologi (Mayer, 1992). Kompetensi-kompetensi ini, pada banyak hal, adalah searah dengan kompetensi yang dikembangkan di Inggris (kecakapan inti NCVQ), Selandia Baru (kecakapan Esensial), an Amerika Serikat (kecakapan di tempat kerja). Keberhasilan nasional dan global di masa mendatang dalam bidang bisnis dan industri, atau keberhasilan lainnya kabarnya dinyatakan oleh pemerintah, bergantung pada kemampuan para pengajar, dosen dan tutor untuk mengajarkan pengetahuan, kecakapan dan sikap yang berkaitan dengan kompetensi generik

Page 4: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

ini, serta kompetensi yang lebih spesifik terhadap domain isi subyek atau bidang ilmu. Konsepsi pemikiran kritisPada literatur tentang ciri pemikiran yang baik dan bagaimana pemikiran yang baik itu diajarkan, istilah pemikiran kritis sering dipakai untuk menjelaskan berbagai kompetensi yang nampaknya dapat diterapkan pada kegiatan belajar-mengajar dalam lingkungannya serta pada pembelajaran di banyak lingkungan tempat kerja. Ini, misalnya, mencakup kecakapan argumentasi (Kuhn, 1991). Istilah pemikiran kritis dipakai pada literatur penelitian untuk menjelaskan pemikiran reflektif dan beralasan, yang berfokus pada tugas, manusia atau paham (Ennis, 1993). Pemikiran kritis adalah sebuah definisi yang berupaya mengecualikan pemikiran kreatif.            Pemikiran kritis mensyaratkan berbagai kemampuan selain kemampuan disposisi tertentu. Pemikiran kritis hadir untuk mengidentifikasi sebuah masalah dan asumsi-asumsi yang berkaitan; mengklarifikasi dan berfokus pada masalah; dan menganalisa, memahami dan memanfaatkan logika inferensi, induktif dan deduktif, serta menilai validitas dan kehandalan berbagai asumsi, sumber data atau informasi yang tersedia (misalnya, Kennedy, Fisher dan Ennis, 1991). Evaluasi dipandang sebagai kemampuan inti. Sikap atau disposisi seperti semangat untuk menyelidiki juga dipandang oleh para penulis dalam bidang ini sebagai semangat yang sangat penting (misalnya, Ennis, 1993; Perkins, Jay dan Tishman, 1993). Misalnya, pandangan Ennis tentang pemikiran kritis melibatkan disposisi yang luas, yang dapat dialihkan diantara beragam domain seperti bagaimana menjadi berpikir terbuka, mengambil asumsi-asumsi yang kurang handal secara hati-hati dan membobotkan kredibilitas bukti. Kemampuan dan disposisi ini terjadi dalam sebuah perspektif global yang mengkonsepkan pemikiran sebagai jenis argumen yang beralasan pada dimensi sosial yang eksplisit (Kuhn, 1991). Beberapa bukti penelitian mutakhir dari pendidikan tersierKember (1997), setelah mengkaji bukti penelitian yang dipublikasikan dan tersedia, menyatakan bahwa berbagai

Page 5: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

pendekatan pengajaran pada pendidikan tersier dapat dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor. Misalnya, sebuah faktor, rancangan kurikulum, dianggap memberi pengaruh kepada dosen universitas dan sekolah profesi untuk memfokuskan isi subyek ketika mengajar dan bukannya pada pengembangan pemikiran kritis. Ini mungkin karena isi subyek biasanya diuraikan secara lebih mendalam daripada kemampuan umum. Nampaknya juga para dosen diberikan sedikit bantuan dalam mengklarifikasi apa yang terkandung pada paham pemikiran ang baik. Oleh karena itu para dosen kurang memahami dengan jelas yang dimaksud dengan upaya membantu mahasiswa untuk berkembang. Tidak mengherankan, tidak adanya kejelasan tentang ciri pemikiran kritis menimbulkan kebingungan tentang bagaimana pemikiran yang baik dapat dievaluasi; penilaian dan evaluasi pemikiran kritis telah sangat diabaikan di seluruh dunia (misalnya, Kennedy dkk, 1991). Kebingungan yang terus berlanjut tentang masalah ini nampaknya menghasilkan berbagai pendekatan pemecahan-masalah yang cenderung tidak mengemban gkan kemampuan dan disposisi kritis umum yang lebih dapat dialihkan secara luas.            Penelitian pada bidang pendidikan lanjutan di Inggris, yang telah menitikberatkan pengembangan pemikiran berkaitan-kerja sejak akhir dekade 1980-an, memberikan contoh-contoh pengajaran yang tidak sesuai dengan tujuan ini. Perilaku pengajaran yang cenderung mengembangkan pemikiran kritis jarang ditemukan di kursus-kursus Perawatan Sosial. Ini merupakan temuan yang mengejutkan, mengingat bahwa kursus-kursus di wilayah ini merupakan proses awal memasuki sebuah profesi yang menganggap penting penyelidikan kritis (Anderson dkk, 1997). Bloomer (1998) melaporkan temuan serupa berdasarkan penelitiannya atas sekelompok program yang dihasilkan oleh General National Vocational Qualifications (GNVQ). Pada kursus-kursus ini para mahasiswa terlibat dalam banyak aktifitas, meskipun kursus itu jarang mengadakan penyelidikan kritis.            Meskipun demikian, nampaknya ada kelangkaan penelitian yang dipublikasikan yang meneliti perkembangan pemikiran kritis selama kursus jenjang-gelar. Pada sebuah penelitian tentang pemikiran kritis yang melibatkan 256 mahasiswa universitas Skotlandia dan Australia yang mempelajari pendidikan, sebuah

Page 6: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

upaya dilakukan untuk mengukur pemikiran kritis dengan menggunakan Smith-Whetton Critical Reasoning Test (CRT), sebuah uji psikologi standar yang valid dan dapat diandalkan dengan berbagai versi yang tersedia untuk kedua negara (Pithers dan Soden, 1999). Skor CRT rerata diperbandingkan untuk peserta baru kursus yang mempunyai gelar dan mereka yang tidak bergelar, serta untuk jenjang (tahun) kursus. Secara keseluruhan ditemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada CRT antar-kelompok untuk peserta bergelar dan  peserta non-gelar atau untuk jenjang kursus.            Pada kenyataannya, peserta bergelar memiliki skor CRT yang lebih tinggi namun tidak secara signifikan daripada peserta non-gelar. Demikian juga mahasiwa jenjang akhir (Tahun 2 dan 3), secara rerata, mempunyai performa yang secara signifikan lebih baik dariapda mahasiswa Jenjang 1. Secara keseluruhan, hasil-hasil ini menunjukkan bahwa jenis pemikiran kritis diukur oleh CRT, berdasarkan konsep Ennis (1993) yang diuraikan secara singkat itu tidak dikembangkan secara barik pada pendidikan tersier yang diteliti di kedua negara. Kemampuan berpikir dan disposisi kritis yang diukur oleh CRT nampaknya juga belum dikembangkan secara signifikan oleh mahasiwa selama studi mereka sebelumnya pada jenjang gelar. Lebih lanjut, skor rerata CRT untuk mahasiswa ini adalah lebih tinggi namun tidak secara signifikan, daripada rerata sampel normatif yang dihasilkan pada CRT Manual (Smith dan Whetton, 1992) untuk mereka yang drop-out yang telah mengikuti ujian kualifikasi masuk universitas (misalnya di Inggris, Jenjang-A; di Australia, Jenjang-HSC).            Pada tulisan berikutnya (dalam penyusunan) para penulis melaporkan hal-ikhwal pemikiran kritis pada sebuah sampel esai (n = 40) untuk kursus bergelar serupa yang tujuan programnya mencakup pengembangan kemampuan yang tercakup didalam istilah pemikiran kritis; kemampuan ini dijelaskan secara eksplisit pada ungkapan yang dikeluarkan oleh dosen atau mahasiswa.  Kejadian pemikiran kritis jarang terjadi dan sering ada pernyataan tanpa justifikasi. Dosen, tutor dan mahasiswa nampaknya tidak berbagi pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan berpikir secara kritis. Berbagai temuan ini barangkali tidak harus dipandang sebagai hal yang mengejutkan, dengan mempertimbangkan

Page 7: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

literatur yang dipublikasikan selama periode yang relatif panjang tentang praktik-praktik ini yang menghambat pemikiran kritis (misalnya, Raths dkk, 1966p; Sternberg, 1987). Bukti bahwa mahasiswa memasuki pendidikan tinggi dengan kemampuan yang kurang untuk berpikir secara kritis merupakan argumentasi lain untuk menemukan langkah-langkah efektif meningkatkan kemampuan ini.            Kuhn (1991) berpendapat bahwa pemikiran sebagai argumentasi pada waktu sebelumnya dikaitkan dengan keyakinan seseorang, penilaian yang mereka buat dan kesimpulan yang mereka hasilkan. Diantara kecakapan argumentasi Kuhn adalah kemampuan mengajukan opini sebagai alternatif terhadap opini dirinya sendiri dan untuk mengetahui bukti apa yang menyokong opini ini, untuk memberikan bukti bahwa yang secara simultan menyokong opini dirinya sendiri sambil menolak berbagai alternatif dan untuk memberi bobot pada keunggulan dari bukti dirinya sendiri dan bukti orang lain. Kuhn memberikan bukti bahwa tidak ada dari kemampuany ini tersebar luas pada populasi dewasa di Amerika Serikat, meskipun diantara mereka telah mengikuti pendidikan sekolah profesi.            Pada intervensi pendidikan di Inggris, Anderson dkk, (1997) menunjukkan bahwa pemikiran mahasiswa, seperti dikonsepkan didalam model Kuhn, dapat secara signifikan ditingkatkan pada kurikulum normal dengan cara menyertakan langkah-langkah yang mencerminkan tema-tema tersebut didalam literatur yang dikaji dalam tulisan ini. Kuantitas dan mutu justifikasi yang lebih baik yang dihasilkan para siswa pada penyusunan laporan mereka hingga bulan keempat dari intervensi tersebut masih dapat diamati pada akhir tahun akademis.            Banyak penulis telah menitikberatkan bahwa pemikiran dan isi sangatlah berkaitan (misalnya, Biggs dan Collins, 1982; Laurillard, 1993; Ramsden, 1992). Mereka ini menyiratkan bahwa belajar berpikir memerlukan pembelajaran menggunakan isi pada cara yang lebih maju dalam memahami dunianya. Barnet (1994, hal 153) menyatakan bahwa tujuan pendidikan seharusnya adalah peningkatan kebijakan, yang didefinisikan sebagai bentuk refleksi yang dalam, pertukaran kolektif, dan pengenalan tentang sebuah kritik dengan nilai-nilai dalam. Bonnett (1995) berpendapat bahwa

Page 8: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

berbagai pandangan tentang pemikiran yang baik yang gagal menerima kesakralan isi cenderung bersifat cacat. Memang ada bukti empiris yang kuat bahwa pengetahuan yang baik dan pemikiran yang baik sangat berkaitan (Bereiter dan Scardamalia, 1993; Chi, Glaser dan Farr, 1988). Oleh karena itu nampaknya penting pemikiran kritis diajarkan di kursus pengajaran suatu ilmu pengetahuan. Meramukan berbagai gagasan ini dengan deskripsi pemikiran kritis yang telah diuraikan, nampak bahwa satu langkah efektif dan langsung-pada sasarannya yang dapat digunakan pengajar dalam dalam pengajarannya adalah lebih menitikberatkan lagi pada bentuk-bentuk pencarian alasan tertentu dialam bidang ilmu mereka sendiri dan memberi contoh-contoh bagaimana bentuk-bentuk pencarian alasan ini dapat diaplikasikan baik didalam maupun diluar bidang ilmu itu.            Satu hal lain yang juga penting pada diskursus tentang pemikiran yang baik yang membantu menyatukan berbagai gagasan yang sebelumnya dijelaskan adalah paham tentang swa-regulasi pemikiran (misalnya, Schunk dan Zimmerman, 1994). Asumsinya adalah bahwa kemampuan metakognitif, misalnya, melibatkan persepsi, kritik, penilaian dan pembuatan keputusan, memungkinkan orang-orang menyelaraskan dan melakukan swa-regulasi atas strategi pembelajaran mereka sendiri dan kemampuan yang terkandung didalam istilah pemikiran kritis. Berbagai pendekatan pembelajaran yang nampaknya menghambat dan meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk berpikir secara tepat.Cara-cara yang menghambat pemikiran kritis mahasiswaSecara historis, literatur yang dipublikasikan tentang pengajaran berpikir telah berkonsentrasi pada metode-metode yang cenderung menghambat dan bukannya meningkatkan pemikiran yang baik. Para peneliti seperti Raths dkk. (1966) dan peneliti yang lebih terkini, Sternberg (1987) telah membahas berbagai teori dan praktik yang cenderung menghambat dan menyebabkan kegagalan fatal pengembangan kemampuan dan disposisi pemikiran kritis mahasiswa. Literatur ini berfungsi untuk menginformasikan lebih jauh kepada pengajar tentang apa yang seharusnya tidak dipikirkan dan dilakukan.

Page 9: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

            Misalnya, Raths, dkk (1966) menjelaskan berbagai kaitan antara pemikiran dan perilaku dan membuktikan bahwa sebagian kecil mahasiswa yang berperilaku tanpa pemikiran atau tidak bijak sebagai pola perilaku primer mereka. Para peneliti ini berpendapat bahwa pola perilaku individu semacam itu dapat dan seharusnya diubah, menggantikan pola perilaku yang tidak beradaptasi dengan pola perilaku yang lebih cerdas dan bijak. Operasi pemikiran baik menurut Rath mencakup: membandingkan, menginterpretasi, mengamati, mengikhtisar-kan dan mengklasifikasikan; mengajukan hipotesa; mengambil keputusan; menciptakan; mengkritik dan mengevaluasi; merancang investigasi; mengidentifikasi asumsi; dan membuat aturan, mengumpulkan dan mengolah data atau informasi serta menerapkan prinsip-prinsip kedalam situasi baru. Daftar ini sangat serupa dengan gagasan yang lebih modern (lihat Ennis, 1993) tentang aspek yang merupakan pemikiran kritis (kecuali untuk aspek pencitraan dan penciptaan). Gagasan Rath adalah seharusnya tidak ada subyek baru yang disebut pemikiran kritis, namun subyek baru itu harus dipandang sebagai sarana belajar-mengajar di berbagai bidang subyek, yang juga selaras dengan penelitian modern yang dibanggakan (misalnya, Perkins, 1993).            Raths dkk (1996) mengamati interaksi pengajar-siswa sebagai tempat yang dapat mempromosikan pemikiran, dan dengan pandangan itu mereka mengidentifikasi, melalui penelitian mereka, delapan pola perilaku (mereka menyebutnya jenis, yang menunjukkan ciri-ciri siswa yang lebih permanen dan tidak berubah) yang mengidentifikasi kelemahan pada pemikiran yang baik. Pola perilaku ini adalah siswa yang: (1) bertindak tanpa berpikir (impulsif); (2) membutuhkan bantuan pada setiap tahapan (terlalu bergantung); (3) menggunakan strategi yang tidak sesuai dengan tujuan (tidak melihat hubungan sebab-akibat); (4) mengalami kesulitan dalam memahami (tidak mengerti maksud); (5)  sangat yakin atas kebenaran pandangannya (dogmatisme); (6) bekerja didalam aturan hukum yang sempit (kekakuan/ketidaklenturan); (7) merasa takut (tidak percaya diri); dan (8) menyalahkan pemikiran baik sebagai menyia-nyiakan waktu (anti-intelektual).            Raths dkk. terus membahas jenis-jenis perilaku pengajar yang menurut mereka menghambat pemikiran baik. Misalnya,

Page 10: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

seorang pengajar, apapun jenjangnya, yang lekas menyetujui atau menolak, hanya mendemonstrasikan dan menjelaskan, memotong respon siswa, menyalahkan dan bukannya memuji, menciutkan kepercayaan diri siswa dalam menghargai gagasan baru atau hanya melakukan pengulangan atas jenis pertanyaan yang menghambat pemikiran. Lebih lanut, argumentasi Raths dkk meneliti jenis pengajar yang cenderung sangat menghormati: non-thinker yang diam. Para penelitian ini juga berpendapat bahwa program pendidikan berbasis-sekolah menyediakan sarana yang dapat dipakai siswa mempelajari praktik pemikiran baik. Pada saat kita sampai pada abad kedua-puluh satu, nampaknya bagi banyak mahasiswa pendidikan, keadaan ini tidak banyak mengalami perubahan.            Pada waktu yang lebih dekat lagi dari saat ini, Sternberg (1987) berpendapat bahwa pada pengajaran pemikiran kritis terdapat lebih banyak jalan untuk gagal daripada berhasil. Namun, tidak seperti Raths dkk (1966), dengan fokus mereka pada antar-muka pengajaran-pembelajaran, ia berpendapat bahwa banyak program pengajaran di pendidikan sekolah mengalami kemunduran pada bidang ini pada fase perencanaan. Ia menyatakan bahwa delapan kesalahan pengajar merusak pengajaran dan pembelajaran pemikiran kritis generik. Yang pertama dari kesalahan ini adalah dosen yang meyakini bahwa mereka tidak mempunyai apa-apa yang dipelajari dari siswa: pada bidang pemikiran kritis, dosen adalah juga pembelajar yang perlu bersikap menerima terhadap gagasan baru. Kesalahan kedua adalah bahwa pemikiran kritis semata-mata hanya tugas dosen: ini adalah pandangan bahwa mereka harus mengkaji respon dan ini harus diberikan secara mulus, dengan menggunakan teknologi terbaik yang tersedia. Pelajaran yang dipetik dari hal ini yang selaras dengan penyokongan pembelajaran berbasis-masalah sebagai sarana untuk memajukan pemikiran siswa adalah bahwa pengajar harus terlibat dalam proses ini, yang kadang-kadang lebih sebagai fasilitator daripada sebagai instruktur.            Kesalahan ketiga adalah bahwa disana ada program yang benar untuk penyampaian pemikiran kritis. Sternberg (1987) membuat kesimpulan penting bahwa disana tidak ada program pemikiran yang benar: program itu bergantung pada tujuan dan isi

Page 11: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

program. Tentu saja program itu juga bergantung pada konteks dan budaya tempat berlangsungnya pemikiran pembelajar. Kesalahan keempat adalah pemilihan program pemikiran kritis didasarkan pada sejumlah pilihan binari (misalnya, penyampaian yang fleksibel, holistik atau berbasis-proses vs tatap-muka); biasanya pilihan yang akan menjadi efektif adalah gabungan dari berbagai pendekatan dari sekumpulan yang luas. Kesalahan kelima adalah hal yang dianggap paling penting adalah jawaban yang benar,  padahal jelas bahwa hal yang penting adalah pemikiran dibalik jawaban. Berkaitan dengan konsep sebelumnya adalah kesalahan keenam bahwa diskusi adalah sarana untuk mengakhiri. Pemikiran kritis dapat terbukti menjadi akhir dari dirinya sendiri. Kesalahan ketujuh adalah paham tentang pembelajaran-menguasai (misalnya, siswa diharapkan memberi jawaban 90 persen benar, 90 persen dari waktu) yang menyiratkan (tidak beralasan) batas atas pada pemikiran baik: biasanya pemikiran dan kinerja dapat lebih ditingkatkan. Kesalahan terakhir menurut Sternberg adalah peranan pembelajaran pada pemikiran kritis yaitu mengajarkan pemikiran kritis.            Sebagian besar penulis dalam bidang ini nampaknya sepakat pada pendapat bahwa untuk meningkatkan pemikiran kritis, siswa harus belajar bagaimana mengajar diri mereka sendiri untuk merefleksikan dan menyempurnakan strategi, mengembangkan kecakapan dan pengetahuan metakognitif mereka (misalnya, membobotkan bukti, mencari keterkaitan atau hubungan, membuat hipotesa yang kuat). Pengajar sekolah, seperti pengajar pada jenjang pendidikan lainnya, hanya dapat memfasilitasi proses individual ini. Bagaimanapun juga, terlalu sering nampaknya pengajar atau dosen yang menetapkan masalah ini dan menunjukkan kepada siswa bagaimana menghadapi dan memecahkannya dan kemudian meninggalkan siswa untuk memecahkan masalah yang serupa, seringkali dengan jawaban model yang diberikan sebagai umpan-balik. Nampaknya hanya ada sedikit keraguan bahwa delapan kesalahan Sternberg tentang pemikiran kritis patut dipertimbangkan dan ditindaklanjuti pada tahapan perencanaan kurikulum untuk menjamin perubahan tertata yang memajukan dan bukannya menghambat pemikiran kritis. 

Page 12: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

Memajukan pemikiran kritisPandangan bahwa kemampuan yang terkandung didalam istilah pemikiran kritis harus diajarkan pada kursus tambahan terpisah telah berakhir disebabkan munculnya literatur yang menyokong pandangan bahwa kemampuan semacam itu dapat dibangun secara lebih efisien dalam proses pengajaran atas isi subyek.            Langer (1997) adalah salah seorang peneliti yang memberi perhatian agar pengajar memberikan isi dengan penuh perhatian Pandangan Langer, seperti pandangan peneliti lainnya adalah bahwa pengajar harus belajar mengajar dari banyak perspektif dan berfokus pada kaitan dan kesamaan isi.            Sebuah cara maju untuk meningkatkan pemikiran kritis mahasiswa, menurut Langer, adalah mengubah mitos yang menjadi dasar praktik pendidikan saat ini. Mitos-mitos ini mirip dengan penghambat pemikiran kritis seperti dijelaskan sebelumnya. Dengan menolak mitos-mitos ini, dimungkinkan mengkaji berbagai pandangan seperti mencari berbagai pendekatan baru, pandangan bahwa kebenaran dapat bersifat cair dan bergantung pada konteks dan bahwa pembelajar perlu mengembangkan kendali yang lebih besar dan ketergantungan pada pembelajaran mereka sendiri.            Nampaknya pemikiran mahasiswa dan pengajar dapat ditingkatkan jika mereka mau menghindari berbagai kesalahan, mitos atau cacat pemikiran yang dipandang menghambat pemikiran kritis. Ada berbagai gagasan spesifik lainnya yang dapat dipakai tim pengembangan kursus dan yang cenderung meningkatkan pemikiran kritis. Raths dkk. (1966) menunjukkan sekumpulan teknik pengajaran yang menurut penelitian lanjutan mereka menghasilkan perubahan pada pemikiran mahasiswa. Semakin pentingnya menyuruh para mahasiswa secara sadar merefleksikan gagasan inti mereka dan mendorong mereka menganalisa gagasan ini. Mahasiswa, misalnya, dapat dibantu dalam menganalisa gagasan mereka, misalnya melalui pengajuan pertanyaan oleh pengajar, kesamaan, asumsi, inkonsistensi/ alternatif; dengan mempertanyakan asumsi awal; dengan menggunakan klasifikasi; dan dengan memutuskan data atau informasi apa yang menyokong gagasan itu.            Lebih lanjut, hasil dari langkah ini adalah gagasan bahwa pengajar harus menguji gagasan mahasiswa saat ini. Misalnya,

Page 13: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

dengan memfasilitasi dihasilkannya hipotesa, interpretasi informasi atau data, spesifikasi kriteria atau membantu mahasiswa memahami proses penilaian untuk menerapkan berbagai prinsip kedalam situasi baru atau untuk membuat prediksi. Sebuah pertanyaan di ruang kelas tentang mengapa dinosaurus mati sekitar 65 juta tahun yang lalu dapat meminta mahasiswa untuk mengumpulkan informasi sekunder apa yang dapat mereka temukan tentang beragam hipotesa tentang masalah ini (misalnya hujan asteroid/komet disertai perubahan lingkungan global yang cepat, atau alternatifnya, kondisi global yang lebih panas, perubahan panas secara gradual). Mahasiswa dapat dibantu untuk menelaah pertanyaan ini, mengumpulkan informasi, pertanyaan, membahas dan membobotkan berbagai jenis bukti yang berlainan dan keabsahan serta mungkin bisa memperoleh kesimpulan sementara). Proses yang sama dapat memberi jawaban pada topik sekolah menengah pertama tentang bagaimana cara kerja sesuatu (misalnya bagaimana burung terbang?) atau mengapa sesuatu muncul atau berperilaku seperti yang ia lakukan (misalnya, bagaimana ular menangkap mangsanya dan memakannya, atau mengapa kupu-kupu ada atau mengapa hujan turun dan apa yang menyebabkan erosi).  Pendekatan-pendekatan metakognitif untuk meng-generalisasi ˜pemikiran baikSebuah unsur pembuatan teori telah menghasilkan data empiris ekstensif yang memiliki potensi besar untuk menginformasikan pengajaran ˜pemikiran baik (misalnya, Jarvela, 1995; McGuinness, 1993; Perkins dan Grotzer, 1997). Seperti telah dinyatakan McGuinness (1993, hal.311), beragam metode dipakai untuk mengajarkan pemikiran, yang kesemuanya mengandalkan pada metakognisi sampai pada batas tertentu: semua metode berupaya membuat proses pemikiran mahasiswa menjadi lebih eksplisit, sehingga memungkinkan mereka mengklarifikasi dan merefleksikan pemikiran mereka dan memiliki pengendalian-diri yang lebih besar. Pada unsur ini terdapat gagasan tentang bagaimana pengajar dapat membantu mahasiswa belajar berpikir dalam proses pembelajaran (misalnya Bliss, Askew dan Macrae, 1996; De Corte, 1996; Perkins, 1993). Gagasan-gagasan ini mencakup cara-cara membuat model

Page 14: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

pemikiran, penopangan (scaffolding) upaya mahasiswa memahami dan memakai konsep dan mendorong mahasiswa merefleksikan kekuatan dan kelemahan proses pemikiran yang mereka pakai.            Scaffolding telah menjadi fokus beberapa penelitian (misalnya, Perkins, 1989; Wood dan Wood, 1996). Konsep itu memasukkan banyak gagasan tentang hal yang dapat dilakukan pengajar untuk memajukan pemikiran kritis. Ia merupakan konsep pengajaran yang berkaitan dengan cara menilai melalui dialog mengenai tingkat pemikiran mahasiswa dan melanjutkannya melalui serangkaian pertanyaan sistimatis. Misalnya, jika mahasiswa sedang menyampaikan essay atau laporan yang menunjukkan bahwa mereka hanya memiliki sebuah konsep analisa yang masih mentah, maka penopang dapat secara berkala mengadakan sesi tutorial tentang asumsi-asumsi problematik didalam pembacaan atau tulisan mahasiswa. Pada salah satu dari sesi ini, pembelajar dapat langsung diminta untuk meningkatkan jumlah argumentasi-kounter dan mengevaluasi bukti yang mendukung dan melawan argumentasi pihak saya/ pihak lain.            Penopangan berfungsi ketika mahasiswa tidak dapat memberikan respon yang layak terhadap masalah semacam itu: penopang oleh karena itu dapat menunjukkan asumsi-asumsi yang mendasari isu tersebut dan memakai serangkaian pertanyaan untuk membimbing mahasiswa memahami mengapa asumsi-asumsi itu bersifat merupakan asumsi problematik.             Sebuah deskripsi dari studi penelitian yang memakai scaffolding pada cara yang sistimatis, dan yang dapat diadaptasi untuk  pekerjaan tutorial, dapat ditemukan pada karya Perkins (1989).  Sebuah sumber gagasan dan bahan yang bermanfaat bagi pengajar dan dosen yang ingin lebih menitikberatkan pada pemikiran kritis dapat ditemukan pada karya Bensley (1998). Konsep pemikiran kritis yang mendasari teks ini adalah bahwa kecakapan pemikiran kritis diajarkan ketika mahasiswa mempelajari konsep itu dan merampungkan suatu bidang ilmu. Buku ini bertujuan memberi bantuan dalam mengajarkan jenis-jenis pemikiran kritis yang terlibat dalam mengevaluasi penelitian psikologis dan dalam membuat analisa cerdas psikologi terhadap berbagai isu itu.  Buku itu mencakup pemodelan eksplisit pemikiran baik dan urutan aktifitas yang dirancang untuk menjamin bahwa

Page 15: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

mahasiswa menjadi cakap dalam melakukan pengkajian dengan dan tentang teori psikologi (lihat kajian Soden berikut ini tentang Psychology Review). Semua materi ini dapat diadaptasikan untuk cabang ilmu lainnya, terutama pada ilmu sosial.             Kebutuhan untuk memberi bantuan dalam membuat generalisasi pemikiran didukung oleh kajian baru-baru ini tentang penelitian pengalihan pembelajaran (Garnham dan Oakhill, 1994). Disimpulkan di pada kajian ini bahwa pengalihan biasanya berada dalam domain tempat pemikiran dipelajari. Pentinglah mempertimbangkan apakah kendala pengalihan yang nampak jelas ini bersifat inheren pada pemikiran atau berbagai kejadian disebabkan oleh buruknya praktik pedagogi dalam mempromosikan generalisasi kemampuan. Kondisi minimum untuk melakukan generalisasi kemampuan adalah bahwa bentuk-bentuk pemikiran dipelajari paling awal. Namun banyak penelitian yang meragukan asumsi ini. Nampaknya sebagian besar perancangan kursus tidak hanya menitikberatkan berbagai pendekatan yang mendorong pemikiran kritis, dan bahwa mahasiswa tidak memiliki peluang yang cukup untuk melakukan analisa, kritik, sintesis dan aspek pemikiran lainnya.            Pengalihan pemikiran baik kedalam konteks baru nampaknya memiliki kecenderungan yang lebih besar bila pendekatan pengajaran serupa dengan pendekatan yang dijelaskan oleh Cowan (1994). Selama beberapa tahun, ia telah membuat mengadakan eksperimen dengan sebuah pendekatan yang tugas utama dari tutor yang bekerja bersama pasangan mahasiswa, adalah membantu setiap mahasiswa untuk menemukan  dari berbagai pengalaman mereka dalam mempelajari ilmu pengetahuan, serangkaian contoh kecakapan yang bisa dialihkan dari studi masa lalu dan masa mendatang.            Schwartz dan Parks (1994) telah menghasilkan beberapa kecakapan dalam bidang pendidikan untuk merealisasikan pesan-pesan pada literatur yang telah dikaji. Gagasan ini mudah diintegrasikan kedalam serangkaian bidang ilmu.             Sulitlah menggambarkan berbagai jenis pemikiran yang luas yang tidak tidak memiliki aplikasi signifikan diluar suatu bidang ilmu. Misalnya, pemikiran yang terkandung pada perencanaan

Page 16: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

eksperimen, dan pengumpulan serta interpretasi bukti, memiliki aplikasi diluar berbagai bidang ilmu.             Berbagai pendekatan ini dapat dipakai melalui berbagai cara yang konsisten dengan konsep pemikiran yang dicakup pada ikhtisar Glaser dan Chi (1988) tentang perbedaan antara ahli dan pemula sebagai pencerminan kepemilikan sang ahli atas substansi pengetahuan konseptual dan prosedural yang tertata dan dapat diakses dan dipakai dengan menggunakan kecakapan swa-regulasi dan pemantauan yang handal. Sifat dari karya ini yang berubah dapat bermakna bahwa dalamnya pengetahuan menjadi lebih penting dan bahwa para lulusan pendidikan sekunder dan tersier mungkin perlu memulai memperoleh pengetahuan bidang ilmu lainnya segera setelah mereka memasuki tempat kerja. Nampaknya bentuk pemikiran yang luas, seperti bentuk pemikiran yang ada pada pembangkitan dan pengujian hipotesis, cenderung belum dipelajari dari awal setiap kali lulusan itu harus mempelajari pengetahuan dari suatu cabang ilmu yang lain. Swa-regulasi dari kemampuan kognitif seseorang cenderung dapat digeneralisasi secara luas. Oleh karena itu semua kemampuan dan disposisi yang terkandung pada istilah pemikiran kritis cenderung memfasilitasi lajut yang cepat dari asimilasi yang diperlukan pada studi akademis dan pada banyak posisi jabatan. Cara-cara majuBukti penelitian menunjukkan bahwa belajar berpikir  secara tepat  harus diakui secara eksplisit sebagai tujuan dan perubahan yang sesuai untuk dibuat. Lonka dan Ahola (1995) menginterpretasikan hasil-hasilnya sebagai menunjukkan bahwa ada dua cara berbeda secara kualitatif untuk memajukan penelitian psikologi: pembelajaran aktif bermutu-tinggi, yang juga dapat menjadi lambat pada awalnya, namun memberikan hasil yang lebih baik secara kualitatif dalam jangka panjang, dan pengajaran kuliah/tutorial sangat terstruktur, yang dikaitkan dengan keberhasilan pada tahapan awal pembelajaran. Nampaknya akan ada maslahat dalam kegiatan pengkajian keseluruhan kurikulum bergelar, sehingga jumlah pengetahuan khusus tahun-pertama dapat dikurangi untuk memberikan waktu kepada mahasiswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang cenderung memajukan pemikiran mereka pada cara-

Page 17: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

cara yang dibahas pada tulisan ini. Masalahnya adalah berapa jumlah yang tepat dari pengetahuan yang harus dikaji lagi.            Penelitian juga menunjukkan bahwa pada semua jenjang pendidikan, berbagai prakarsa pengembangan staf perlu berfokus lebih besar pada konsep pembelajaran dan pengajaran pengajar jika mereka akan menggunakan pendekatan pengajaran yang diberikan melalui cara generatif.  Sesungguhnya beberapa penelitian empiris mengindikasikan hubungan yang cukup kuat antara  konsep pengajar dan pendekatan pengajaran (Kember, 1997). Pengajar atau dosen yang mematuhi pedoman pada dokumen kurikulum nampaknya tidak secara baik mengajarkan pemikiran. Kember menyatakan bahwa konsep pengajaran dapat diikhtisarkan pada aspek dua orientasi yang luas yang diberi judul berpusat-pada-pengajar/berorientasi-isi dan berpusat-pada-mahasiswa/ berorientasi-pada-pembelajar. Orientasi berpusat pada guru mencakup konsep bahwa pengajaran adalah pemberian informasi atau penyampaian pengetahuan terstruktur, sedangkan orientasi berpusat-pada-mahasiswa mencakup paham bahwa pengajaran adalah hal mempermudah pemahaman, mendorong perubahan konseptual dan pengembangan intelektual.            Jelas, orientasi berpusat-pada-mahasiswa adalah lebih konsisten dengan berbagai pendekatan yang diuraikan di atas untuk mengembangkan pemikiran mahasiswa. Menurut penelitian Prosser, Trigwell dan Taylor (1994), ada lingkup signifikan untuk membantu dosen dan pengajar memperluas konsep pembelajaran dan pengajaran mereka pada orientasi ini. Konsep pembelajaran mahasiswa juga cenderung memberikan pengaruh penting terhadap hasil upaya dosen mengimplementasikan kurikulum pemikiran pada pendidikan tersier. Memang, mempengaruhi konsep mahasiswa adalah landasan penting di berbagai prakarsa.            Beberapa jenis pembelajaran swa-kelola, berbasis-teknologi dapat merupakan jenis pembelajaran yang bermanfaat, namun proses analisa, kajian kritis, evaluasi dan sintesis yang terkandung didalam sebagian besar pemikiran baik cenderung mengalami kemajuan melalui jenis karakteristik dialog manusia atas kegiatan kelas yang berjalan dengan baik atau tutorial kelompok-kecil. Pemikiran kritis dan pemecahan masalah di tempat kerja, atau didalam kehidupan, bukan merupakan aktifitas yang terisolasi.

Page 18: KelomadDadpok 4 PeaDamikiran Kritis Dalam Pendidikan Umumnya

Biasanya dia dipengaruhi oleh konteks dan budaya tempat ia berada. Memang, kepekaan terhadap budaya ini dapat merupakan karakteristik penting atau disposisi lainnya dari pemikiran baik.            Antusiasme yang semakin tinggi pada bidang pendidikan terhadap pembelajaran berbasis-masalah (problem-based learning/PBL) nampaknya merupakan hal yang menjanjikan untuk mengembangkan pemikiran kritis, dalam pengertian itu maka pendekatan ini nampaknya memberikan struktur untuk menangkap pesan-pesan didalam literatur yang dikaji pada tulisan ini. Kursus berbasis-masalah yang dirancang secara baik cenderung mendorong pembelajar untuk berpikir secara kritis tentang isi karena kursus yang diawali dengan masalah dan bukannya dengan program kuliah dan tutorial bertujuan mengajarkan mahasiswa tentang substansi pengetahuan. Misalnya, mahasiswa diharuskan mencari apa yang menjadi isu utama pada berbagai masalah, bagaimana masalah dapat dipecahkan, bagaimana pemecahan yang diusulkan dapat evaluasi dan informasi apa yang perlu mereka interogasi sebelum mereka dapat membangun sebuah cara maju.  Namun, PBL tidak dapat diterapkan secara efektif melalui cara  yang bertahap. Ia memerlukan pendanaan dan komitmen dari tim kursus untuk merancang ulang keseluruhan program dengan perubahan radikal pada isi, dihasilkannya sumberdaya pembelajaran mahasiswa dan program pengembangan staf yang memasukkan kepada pendidik pesan-pesan dari literatur tentang pengajaran pendidikan.            Jika semua sektor pendidikan ditujukan untuk menyiapkan para lulusan menghadapi  milenium baru ketika kemampuan berpikir secara baik adalah hal yang terpenting, maka akan menjadi hal penting untuk tidak hanya memberi perhatian pada berbagai gagasan yang dijelaskan di sini, namun juga untuk mengetahui bahwa berbagai kepentingan, harapan dan keinginan mahasiswa akan berdampak pada pembelajaran dan program rencana mereka.