bab i pendahuluan 1.1. latar...

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan segala potensi sumber daya alam dan budaya yang dimiliki. Letak Indonesia yang strategis merupakan faktor utama yang sangat berpengaruh bagi pembangunan bangsa dan negara. Kondisi geografis yang demikian memberikan peluang besar bagi upaya pembangunan pariwisata. Saat ini pariwisata di Indonesia tengah berkembang pesat seiring meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung. Selain itu pariwisata juga merupakan sektor penting bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pariwisata memiliki peran dan pengaruh besar terhadap perkembangan suatu wilayah yang dibuktikan dengan dijadikannya kegiatan pariwisata sebagai sektor unggulan dalam perolehan devisa, penciptaan peluang kerja maupun pengentasan kemiskinan. Lebih dari sekedar itu, jika pariwisata diperlakukan dengan cara yang berkelanjutan maka dapat dimanfaatkan untuk berkontribusi terhadap pembangunan secara berkelanjutan pula. Sudah semestinya pariwisata tidak membawa dampak buruk dan dapat menyatu dengan lingkungan. Kota Batu merupakan salah satu destinasi wisata yang banyak diminati oleh para wisatawan. Panorama alam yang indah serta udara yang sejuk menjadi ikon tersendiri yang membedakan Kota Wisata Batu dengan kota lainnya di Indonesia. Potensi wisata melalui kekayaan alam dan budaya yang begitu luar biasa turut mendukung kegiatan pariwisata di dalamnya. Berbagai objek wisata banyak dikembangkan di Kota Batu mulai dari wisata perdesaan hingga wisata modern perkotaan. Semenjak dicanangkan sebagai Kota Wisata pada tahun 2009, pemerintah Kota Batu memberikan perhatian yang lebih pada sektor pariwisata. Sebagai ikon wisata baru di Indonesia, Kota Batu terus berbenah untuk meningkatkan sarana

Upload: hatu

Post on 06-Mar-2019

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan segala potensi sumber daya

alam dan budaya yang dimiliki. Letak Indonesia yang strategis merupakan faktor

utama yang sangat berpengaruh bagi pembangunan bangsa dan negara. Kondisi

geografis yang demikian memberikan peluang besar bagi upaya pembangunan

pariwisata. Saat ini pariwisata di Indonesia tengah berkembang pesat seiring

meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung. Selain itu pariwisata juga

merupakan sektor penting bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pariwisata memiliki peran dan pengaruh besar terhadap perkembangan

suatu wilayah yang dibuktikan dengan dijadikannya kegiatan pariwisata sebagai

sektor unggulan dalam perolehan devisa, penciptaan peluang kerja maupun

pengentasan kemiskinan. Lebih dari sekedar itu, jika pariwisata diperlakukan

dengan cara yang berkelanjutan maka dapat dimanfaatkan untuk berkontribusi

terhadap pembangunan secara berkelanjutan pula. Sudah semestinya pariwisata

tidak membawa dampak buruk dan dapat menyatu dengan lingkungan.

Kota Batu merupakan salah satu destinasi wisata yang banyak diminati

oleh para wisatawan. Panorama alam yang indah serta udara yang sejuk menjadi

ikon tersendiri yang membedakan Kota Wisata Batu dengan kota lainnya di

Indonesia. Potensi wisata melalui kekayaan alam dan budaya yang begitu luar

biasa turut mendukung kegiatan pariwisata di dalamnya. Berbagai objek wisata

banyak dikembangkan di Kota Batu mulai dari wisata perdesaan hingga wisata

modern perkotaan.

Semenjak dicanangkan sebagai Kota Wisata pada tahun 2009, pemerintah

Kota Batu memberikan perhatian yang lebih pada sektor pariwisata. Sebagai ikon

wisata baru di Indonesia, Kota Batu terus berbenah untuk meningkatkan sarana

2

dan prasarana dalam melayani kunjungan wisatawan yang semakin meningkat

tiap tahunnya. Peningkatan kunjungan wisatawan terlihat pada salah satu objek

wisata di Kota Batu yakni Taman Selecta sebanyak 528.818 pengunjung

kemudian meningkat di tahun 2013 menjadi 756.174 pengunjung (Sumber :

Statistik Daerah Kota Batu 2014).

Pariwisata merupakan sektor yang memberikan peluang prospektif bagi

Kota Batu. Kontribusi sektor pariwisata diharapkan mampu mendorong

pertumbuhan sektor pembangunan lainnya termasuk pertanian. Salah satu unsur

dari sektor pertanian yang potensial di Kota Batu adalah agrowisata. Kegiatan

agrowisata menjadi suatu upaya mengembangkan potensi pertanian sebagai objek

wisata, baik potensi berupa pemandangan alam kawasan pertaniannya maupun

kekhasan budaya masyarakat petaninya.

Keberhasilan pengembangan agrowisata dapat ditunjukkan dengan adanya

pengintegrasian kegiatan pertanian dan wisata menjadi suatu kegiatan alternatif

yang lebih variatif. Salah satu agrowisata yang telah berhasil dikembangkan yakni

Cameron Highlands yang berupa dataran tinggi dan terkenal di semenanjung

Malaysia. Cameron Highlands terletak pada ketinggian 1.829 meter dari

permukaan laut dengan suhu antara 10°C - 20°C. Kawasan ini terkenal akan hasil

tanamannya seperti teh dan berbagai macam hortikultura yang bermutu tinggi.

Wilayah perdesaan di sisi lain memiliki potensi yang sangat menarik untuk

dikembangkan sebagai tujuan wisata seperti halnya agrowisata yang memadukan

antara kegiatan pertanian dengan berbagai aspek seperti agroekosistem terutama

berkaitan dengan keaslian alam perdesaan, keberagaman komoditas pertanian,

kekhasan adat istiadat dan budaya termasuk pola hidup masyarakat perdesaan.

Kondisi wilayah perdesaan yang berbeda-beda memerlukan adanya cara

pengembangan agrowisata yang telah disesuaikan dengan potensi yang ada.

Upaya pengembangan agrowisata dengan memanfaatkan lahan potensial

pertanian serta keterlibatan masyarakat lokal turut memberikan peran besar bagi

pariwisata dalam pemberdayaan masyarakat. Potensi sumberdaya alam dan

sumberdaya manusia bagi pengelolaan agrowisata perlu dioptimalkan sehingga

3

dapat memberikan hasil bagi para pelakunya seperti petani lokal, masyarakat

setempat serta pengusaha sebagai sumber pendapatan yang dapat diandalkan.

Berdasarkan Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu 2010 –

2030 terdapat sistem dan fungsi perwilayahan guna menunjang kegiatan

pariwisata yakni Kecamatan Batu dan Kecamatan Bumiaji. Kecamatan Batu

(Bagian Wilayah Kota I) diperuntukkan sebagai kawasan pengembangan kegiatan

pariwisata serta jasa penunjang akomodasi wisata. Kemudian Kecamatan Bumiaji

(Bagian Wilayah Kota III) dijadikan sebagai wilayah utama pengembangan

kawasan agropolitan, pengembangan kawasan wisata alam dan lingkungan serta

kegiatan agrowisata.

Melalui pengelolaan agrowisata berbasis masyarakat maka pembangunan

pariwisata di suatu wilayah dapat diwujudkan oleh aktor pariwisata yang berperan

di dalamnya. Meskipun pembangunan pariwisata berbasis masyarakat

menekankan pada faktor masyarakat sebagai komponen utamanya, akan tetapi

keterlibatan pemerintah dan juga swasta sangat diperlukan untuk membentuk

suatu kerja sama yang saling bersinergi satu sama lain. Konsep pariwisata

berbasis masyarakat lebih menekankan kepada sebuah pembangunan pariwisata

dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.

Mereka yang bertempat tinggal di sekitar Daerah Tujuan Wisata (DTW)

memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan

pariwisata di daerah tersebut. Dengan adanya konsep pariwisata berbasis

masyarakat (community based tourism) maka diharapkan dapat mengetahui sejauh

mana keterlibatan masyarakat dalam mengelola agrowisata guna mendukung

kegiatan pariwisata yang ada dalam suatu wilayah.

Pengelolaan agrowisata oleh masyarakat atau komunitas menjadi

permasalahan yang menarik untuk dilakukan penelitian yakni bagaimana

mengupayakan alternatif wisata melalui pemanfaatan sumberdaya secara optimal

serta memadukannya dengan kegiatan pertanian lokal. Selain itu dalam konteks

ini yang terpenting adalah upaya mengikutsertakan masyarakat ke dalam berbagai

kegiatan pembangunan pariwisata. Oleh karenanya pengelolaan agrowisata yang

4

terintegrasi dapat mendukung pembangunan pariwisata secara berkelanjutan serta

mampu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat.

1.2. Perumusan Masalah

Pariwisata di Kota Batu yang berkembang pesat dengan dukungan kondisi

alam serta panorama yang indah memberikan atmosfer wisata yang berbeda. Daya

tarik wisata atau yang juga dikenal dengan objek wisata merupakan potensi yang

menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

identitas Kota Batu adalah kota yang identik dengan kota bunga. Untuk itu

diperlukan upaya untuk mendukung pengembangan ikon bunga di Kota Batu.

Desa Sidomulyo merupakan salah satu lokasi pengembangan agrowisata yang

membudidayakan bunga sebagai potensi utamanya.

Keberadaan Desa Sidomulyo belum sepenuhnya dikenal oleh masyarakat

secara luas. Kehadiran pilihan wisata yang menarik ternyata tidak seluruhnya

diikuti dengan ketersediaan informasi yang lengkap tentang objek itu sendiri.

Penyebabnya tidak lain karena minimnya panduan wisata sebagai informasi

mengenai suatu objek maupun daerah tujuan wisata (Kusuma, 2013). Agrowisata

bunga di Desa Sidomulyo belum sepenuhnya optimal dari segi pengelolaannya

oleh masyarakat sekitar. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan sarana dan

prasarana penunjang agrowisata yang belum terlalu memadai serta kegiatan

promosi pemasaran kepada masyarakat luas yang masih minim.

Pengembangan potensi pertanian di wilayah perdesaan kerap kali

terkendala beberapa faktor di antaranya terkait kondisi kepemilikan lahan bagi

kalangan petani yang semakin menyempit sehingga sulit untuk berkembang pada

skala yang lebih besar. Selain itu kendala lain seperti halnya kehidupan para

petani yang identik dengan kemiskinan yang menyebabkan terhambatnya

perkembangan wilayah itu sendiri khususnya di perdesaan.

Kondisi lahan pertanian untuk kegiatan agrowisata di Kota Batu sebagian

besar dimiliki para petani sekitar. Pengelolaan agrowisata khususnya oleh

masyarakat petani sering kali dinilai kurang berkembang serta tidak terlalu

5

memberikan prospek keuntungan yang besar bila dibandingkan dengan agrowisata

yang dikelola oleh pihak pemerintah maupun swasta. Hal ini dikarenakan

masyarakat petani kurang melakukan inovasi serta tidak terlalu mengikuti

perkembangan pasar wisatawan.

Berdasarkan data jumlah pengunjung objek wisata di Kota Batu dalam

kurun waktu tahun 2010 - 2014 menunjukkan terjadinya pergeseran minat

wisatawan yang cenderung lebih memilih jenis pariwisata modern seperti halnya

Jawa Timur Park 1 dan 2 serta Batu Night Spectacular (BNS). Jumlah

pengunjung Kusuma Agrowisata selalu lebih rendah dari objek wisata lainnya dan

kurang menjadi prioritas tujuan wisata.

Tabel 1.1 Jumlah Pengunjung Objek Wisata di Kota Batu Tahun 2010-2014

NO OBJEK WISATA JUMLAH PENGUNJUNG

2010 2011 2012 2013 2014 1 JAWA TIMUR PARK 1 & 2 899.725 777.834 804.679 345.644 329.230 2 SELECTA 622.084 475.211 528.818 756.174 702.740 3 KUSUMA AGROWISATA 60.352 63.474 16.230 15.414 163.852 4 CANGAR 292.764 337.462 229.889 232.203 255.908 5 BATU NIGHT SPECTACULAR 253.727 323.303 294.444 310.226 271.901

Sumber : BPS Kota Batu

Daya tarik agrowisata di Kota Batu khususnya agrowisata bunga di Desa

Sidomulyo perlu lebih dioptimalkan guna menarik minat wisatawan untuk

berkunjung melalui potensi dan sumber daya pariwisata yang dimiliki. Diperlukan

adanya upaya pengelolaan serta inovasi untuk dapat meningkatkan daya tarik

wisatawan serta perkembangan wilayah. Keberhasilan pengelolaan agrowisata

nantinya akan memberikan manfaat besar yang tidak hanya didapatkan oleh

masyarakat lokal tetapi juga bagi pariwisata secara keseluruhan di Kota Batu.

Berdasarkan aspek tersebut dapat diangkat rumusan masalah untuk

penelitian ini dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut :

1 . bagaimana karakteristik lingkungan agrowisata yang ada di Desa Sidomulyo?

2 . bagaimana kondisi objek agrowisata di Desa Sidomulyo sebagai Daerah

Tujuan Wisata (DTW)?

6

3 . bagaimana pengelolaan agrowisata berbasis masyarakat di Desa Sidomulyo?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

1 . Mendeskripsikan karakteristik lingkungan agrowisata di Desa Sidomulyo

2 . Mengidentifikasi kondisi objek agrowisata di Desa Sidomulyo sebagai Daerah

Tujuan Wisata (DTW)

3 . Menganalisis pengelolaan agrowisata berbasis masyarakat di Desa Sidomulyo

1.3.2. Kegunaan Penelitian

1 . Bagi peneliti

Sarana untuk menuangkan pemikiran, gagasan maupun ide dalam bentuk

tulisan serta dapat melatih kemampuan berfikir logis dan kritis terkait dengan

segala macam informasi terutama pada kajian penelitian yang dilakukan.

2 . Bagi pengembangan ilmu pengetahuan

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran dan

kontribusi referensi pengembangan ilmu pengetahuan terkait kajian ilmu geografi

dan ilmu pariwisata. Selain itu penelitian ini juga dapat semakin memperkaya

konsep serta pemikiran baik dari disiplin ilmu geografi maupun ilmu pariwisata

khususnya tentang pengelolaan agrowisata berbasis masyarakat.

3 . Secara praktis

Secara praktis dalam penelitian yang ada dapat digunakan sebagai

pertimbangan serta alternatif saran kebijakan untuk pengelolaan agrowisata serupa

di wilayah lain yang melibatkan peran serta masyarakat guna mewujudkan

pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.

7

1.4. Tinjauan Pustaka

1.4.1. Konsep Geografi

Ilmu geografi pada dasarnya merupakan suatu ilmu yang menguraikan dan

menganalisis variasi ruang keadaan permukaan bumi beserta isinya serta

keterkaitan antar keduanya. Adapun konsep-konsep geografi seperti lokasi, jarak,

keterjangkauan, interaksi, gerakan, keterkaitan dan nilai guna selalu menjadi dasar

dalam menjelaskan fenomena pariwisata. Menurut Ramaini (1992) tujuan pokok

ilmu geografi adalah berusaha untuk menjelaskan bagaimana pola ruang yang

dikaitan dengan ciri fisik bumi serta unsur manusia. Terdapat tiga macam

pendekatan utama yang digunakan dalam menganalisis permasalahan dalam

geografi yakni pendekatan keruangan (spatial approach), pendekatan ekologi

(ecological approach) dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex

approach).

Menurut Yunus (2010), pendekatan keruangan diartikan sebagai suatu

metode mengenai bagaimana memahami gejala tertentu agar memiliki

pengetahuan lebih mendalam melalui media ruang. Dalam hal ini variabel ruang

memiliki kedudukan utama dalam setiap analisis. Analisis keruangan ini dapat

dilakukan dengan cara mengetahui karakteristik atau fenomena tertentu dalam

suatu wilayah. Kemudian pendekatan ekologi merupakan suatu pendekatan yang

membahas mengenai keterkaitan antar organisme (keterkaitan antara organisme

tertentu dengan lingkungan biotiknya) serta keterkaitan antara organisme dengan

lingkungannya (keterkaitan antara organisme dengan lingkungan abiotiknya).

Dengan demikian analisis ekologi tersebut dapat dilakukan dengan cara

mengetahui interaksi organisme dengan lingkungannya maupun antara satu

organisme dengan organisme lainnya.

Pendekatan selanjutnya adalah kompleks wilayah yang merupakan

kombinasi antara analisis keruangan dan analisis ekologi. Analisis kompleks

wilayah dapat dilakukan dengan cara mengetahui perbedaan suatu wilayah dengan

wilayah lainnya. Adanya perbedaan wilayah menyebabkan terjadinya interaksi

antarwilayah. Penyebaran fenomena tertentu (analisis keruangan) dan interaksi

8

antara manusia dengan lingkungannya (analisis ekologi) juga perlu diketahui

sebagai kesatuan dalam analisis kompleks wilayah.

Pendekatan ilmu geografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan ekologi (ecological approach) terkait adanya interaksi manusia

dengan lingkungannya. Dalam hal ini manusia dimaknai sebagai sosok berbudaya

dalam menyelenggarakan kehidupannya yang selalu tercermin pada perilaku

tertentu (behaviour). Sangat sering terlihat gejala kehidupan dan lingkungan justru

merugikan manusia yang dikarenakan ulah mereka sendiri baik secara individual

maupun secara bersama. Untuk itu wilayah beserta lingkungan yang bersangkutan

harus mendapat umpan balik positif terhadap kehidupan dari perbuatan atau

kegiatan yang dilakukan oleh manusia.

1.4.2. Pengertian Daerah Tujuan Wisata (DTW)

Daerah Tujuan Wisata (DTW) merupakan suatu tempat di mana segala

kegiatan yang berkenaan dengan pariwisata dapat terselenggara dengan adanya

ketersediaan atraksi dan fasilitas wisata bagi para wisatawan (Suwena, 2010).

Segala bentuk atraksi dan juga fasilitas pendukung pariwisata sangat penting

dalam meningkatkan pelayanan bagi para wisatawan sehingga mampu

mengkondisikan lama tinggal mereka di suatu daerah yang dikunjungi.

Daerah Tujuan Wisata (DTW) menempati bagian ruang wilayah yang

sangat luas dan memiliki cakupan dari suatu wilayah administrasi pemerintahan.

Suatu DTW harus memiliki sejumlah daya tarik wisata yang menarik, mampu

menawarkan beragam kegiatan pariwisata yang unik serta memiliki aksesibilitas

yang tinggi dengan DTW lainnya sehingga membentuk suatu jaringan DTW.

Idealnya DTW juga harus mampu menyediakan sesuatu yang dapat dibeli oleh

para wisatawan.

Menurut Ditjen Pariwisata Indonesia dalam Sujali (1989) sebuah industri

pariwisata dapat dibedakan menjadi 3 bentuk objek wisata yakni objek wisata

alam, objek wisata budaya dan objek wisata buatan manusia.

9

1 . Objek Wisata Alam

Merupakan wujud dari objek wisata yang dapat berupa pemandangan alam

seperti bentuk lingkungan pegunungan, lingkungan pantai atau perairan,

lingkungan hidup berupa flora dan fauna maupun bentuk yang lain.

2 . Objek Wisata Budaya

Objek wisata budaya lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan atau kehidupan

manusia, dan wujud dari objek budaya antara lain berbentuk museum, candi,

tarian / kesenian, upacara keagamaan, upacara adat, upacara pemakaman atau

bentuk yang lain.

3 . Objek Wisata Buatan Manusia

Objek wisata yang bersifat man made atau yang dipengaruhi oleh aktivitas

manusia, bentuknya akan sangat bergantung pada kreativitas manusianya.

Objek wisata buatan manusia seperti misalnya museum, tempat ibadah,

peralatan musik serta kawasan wisata yang dibangun.

Menurut Yoeti (1985, dalam Suwena, 2010) terdapat 3 karakteristik

utama objek wisata yang harus diperhatikan dalam upaya pengembangannya

untuk menjadi daerah tujuan wisata agar menarik dikunjungi oleh wisatawan

yakni :

1 . Something to see

Memiliki arti suatu objek wisata harus memiliki atraksi wisata yang dapat

dilihat atau dijadikan tontonan bagi para wisatawan yang berkunjung. Selain

itu suatu objek wisata harus memiliki atraksi wisata yang berbeda dengan

daerah lain.

2 . Something to do

Memiliki arti suatu objek wisata harus memiliki sesuatu misalnya berupa

fasilitas rekreasi baik itu arena bermain ataupun tempat makan sehingga ada

kegiatan yang dapat dilakukan oleh wisatawan. Fasilitas yang lengkap dapat

membuat wisatawan tinggal lebih lama di suatu daerah tujuan wisata.

3 . Something to buy

10

Objek wisata harus dapat menyediakan fasilitas bagi para wisatawan untuk

berbelanja terutama barang – barang souvenir dan kerajinan tangan rakyat

sebagai cinderamata untuk dibawa pulang wisatawan ke daerah asal.

Ketiga karakteristik utama objek wisata tersebut harus ada dalam sebuah

DTW di samping objek dan atraksi wisata. Seorang wisatawan yang berkunjung

ke suatu DTW bertujuan untuk memperoleh manfaat (benefit) dan kepuasan

(satisfactions). Manfaat dan kepuasan tersebut dapat diperoleh apabila suatu DTW

memiliki daya tarik (Karyono, 1997). Menurut Spillane (1994) motivasi

wisatawan untuk berkunjung ke suatu tempat adalah bertujuan untuk memenuhi

atau memuaskan beberapa kebutuhan dan permintaan. Biasanya wisatawan

tertarik pada suatu lokasi karena ciri khas tertentu seperti halnya : 1) keindahan

alam; 2) iklim/cuaca; 3) kebudayaan; 4) sejarah; 5) ethnicity/sifat kesukuan serta

6) aksesibilitas.

Unsur iklim bagi permintaan pariwisata merupakan tema pemasaran yang

paling umum sebagai dasar promosi bagi suatu daerah wisata sesudah

didirikannya beberapa atraksi wisata yang sesuai. Walaupun terdapat beberapa

daerah yang menarik wisatawan hanya karena iklimnya, akan tetapi promosi

pariwisata akan lebih efektif jika daerah tersebut mudah dikunjungi dan cukup

dekat dengan konsentrasi penduduk yang tinggi. Unsur daya tarik wisata yang

juga tak kalah penting adalah aksesibilitas. Dalam hal ini aksesibilitas dimaknai

sebagai kemampuan atau kemudahan mencapai suatu tempat tujuan. Aksesibilitas

dapat diukur menurut waktu, biaya, frekuensi dan kesenangan.

Wisatawan yang berkunjung ke suatu DTW juga membutuhkan berbagai

kebutuhan dan pelayanan selama perjalanan wisatanya berlangsung dari berangkat

hingga akhirnya kembali lagi ke daerah asalnya. Menurut Cooper et al (1993,

dalam Suwena, 2010) DTW harus didukung 4 komponen utama yang dikenal

dengan istilah 4A yaitu Atraksi (attraction), Fasilitas (amenities), Aksesibilitas

(access) serta Pelayanan Tambahan (ancillary services). Berikut merupakan 4

komponen utama dalam suatu DTW :

1 . Atraksi (Attraction)

11

Wisatawan berkunjung ke suatu DTW untuk menikmati hal – hal yang tidak

dapat mereka temukan dalam kehidupan sehari – hari. Atraksi disebut juga

dengan objek dan daya tarik wisata merupakan komponen yang signifikan

dalam menarik wisatawan. Atraksi wisata sangat beragam seperti halnya

atraksi wisata seni, budaya, warisan sejarah, tradisi serta hal lainnya yang tentu

saja merupakan daya tarik wisatawan di DTW. Atraksi wisata juga dapat

berupa fenomena tradisional maupun fenomena tidak tetap.

2 . Fasilitas (Amenities)

Secara umum pengertian fasilitas (amenities) adalah segala bentuk sarana dan

prasarana yang diperlukan oleh wisatawan selama berada di DTW. Sarana dan

prasarana yang dimaksud meliputi usaha penginapan atau akomodasi, usaha

makanan dan minuman serta transportasi dan infrastruktur yang berfungsi

untuk memudahkan proses kegiatan pariwisata agar dapat berjalan dengan

lancar.

3 . Aksesibilitas (Access)

Jalan utama ke DTW merupakan sebuah akses penting dalam kegiatan

pariwisata. Bandara, pelabuhan, terminal, stasiun dan segala macam jasa

transportasi lainnya juga akan mendukung dan mengakomodir pergerakan

dalam pariwisata. Akses identik dengan transferabilitas dimana adanya

kemudahan bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Faktor yang

memungkinkan terjadinya transferabilitas diantaranya konektivitas antar

daerah, tidak ada penghalang yang merintangi antardaerah dan tersedianya

sarana angkutan antardaerah.

4 . Pelayanan Tambahan (Ancillary Services)

Ketersediaan pelayanan tambahan memang harus disediakan oleh pemerintah

daerah di suatu DTW untuk para wisatawan dan pelaku wisata. Wujud dari

pelayanan tambahan ini seperti halnya pemasaran pembangunan fisik (jalan

raya, rel kereta, air minum, listrik, telepon), Pusat Informasi Pariwisata

(Tourism Information Center) serta jasa pendukung lainnya seperti pemandu

wisata. Adanya hal-hal pendukung tersebut disebabkan oleh kunjungan

12

wisatawan ke suatu tempat karena jasa pendukung sangat dibutuhkan

keberadaannya dan dirasa dapat menghasilkan keuntungan.

Leiper (1990, dalam Suwena, 2010) mengemukakan bahwa daerah yang

akan dituju oleh wisatawan nantinya dapat digunakan untuk mempresentasikan

daerah atau wilayah tujuan akhir dari suatu perjalanan wisata. Daerah ini

merupakan alasan seseorang atau wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata.

Pada daerah tujuan tersebut, seluruh dampak dari pariwisata dapat dirasakan serta

segala perencanaan dan strategi dilaksanaan pada daerah tujuan.

Pariwisata merupakan suatu aktivitas yang kompleks serta dapat

dipandang sebagai suatu sistem yang besar dan memiliki berbagai komponen

seperti ekonomi, ekologi, politik, sosial, budaya dan lainnya. Pariwisata sebagai

suatu sistem mencakup analisis aspek kepariwisataan yang tidak dapat dilepaskan

dari subsistem lainnya dalam hubungan saling ketergantungan dan saling terkait.

1.4.3. Konsep Agrowisata

Agrowisata merupakan salah satu bentuk ekonomi kreatif dalam sektor

pertanian yang dapat memberikan nilai tambah bagi usaha agribisnis dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan petani. Agrowisata juga dapat dikatakan

sebagai kombinasi antara pertanian dan pariwisata. Menurut Sastrayuda (2010)

agrowisata merupakan suatu bentuk rangkaian kegiatan wisata yang

memanfaatkan potensi pertanian sebagai objek wisata, baik berupa potensi

pemandangan alam kawasan pertaniannya maupun kekhasan dan keanekaragaman

aktivitas produksi dan teknologi pertanian serta budaya masyarakat petaninya.

Marsono (2008) berpendapat bahwa agrowisata mencakup kegiatan

perkebunan yakni pembibitan berbagai flora serta industri pengolahan berbagai

hasil pertanian dan termasuk ke dalam jenis wisata alam (natural tourism) dengan

memanfaatkan potensi alam sebagai objeknya. Beberapa tujuan dari kegiatan

agrowisata di antaranya adalah untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman

rekreasi serta hubungan usaha di bidang pertanian. Adapun manfaat lain

13

agrowisata bagi petani lokal menurut Lobo (1999, dalam Utama, 2011) di

antaranya :

1. memunculkan peluang bagi petani lokal untuk meningkatkan pendapatan

dan meningkatkan taraf hidup serta kelangsungan operasi mereka

2. menjadi sarana yang baik untuk mendidik masyarakat tentang pentingnya

pertanian dan kontribusinya untuk perekoniman secara luas dan

meningkatkan mutu hidup

3. mengurangi arus urbanisasi ke perkotaan karena masyarakat telah mampu

mendapatkan pendapatan yang layak dari usahanya di desa

4. media promosi untuk produk lokal, membantu perkembangan regional

dalam memasarkan usaha, menciptakan nilai tambah serta merangsang

kegiatan ekonomi dan memberikan manfaat kepada masyarakat.

Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal, maka

dapat meningkatkan pendapatan petani serta melestarikan sumber daya lahan dan

budaya ataupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah

disesuaikan dengan kondisi lingkungan alaminya. Orientasi lain pengembangan

agrowisata adalah meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus alternatif untuk

meningkatkan pendapatan serta menggali potensi ekonomi masyarakat di

perdesaan. Pengelolaan dan pengembangan agrowisata tentunya akan membangun

komunikasi intensif antara kelompok petani setempat dengan para wisatawan

yang berkunjung. Dengan begitu maka untuk ke depannya petani bisa memiliki

kemampuan yang lebih kreatif dalam mengelola usaha tani. Selain itu produk

pertanian yang dihasilkan diharapkan tidak hanya dipasarkan dalam skala lokal

namun juga dapat diserap oleh skala yang lebih besar.

Tidak dapat dipungkiri bahwa berjalannya suatu kegiatan pariwisata

sangat bergantung pada ketersediaan sumber daya termasuk agrowisata. Sumber

daya merupakan atribut alam yang bersifat netral hingga ada campur tangan

manusia dari luar untuk mengubahnya agar mampu memenuhi kebutuhan dan

kepuasan manusia itu sendiri. Sumber daya yang terkait dengan pengembangan

pariwisata umumnya berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber

daya budaya.

14

Pengembangan agrowisata diharapkan dapat sesuai dengan kapabilitas

tipologi dan fungsi ekologis lahan di suatu wilayah sehingga akan berpengaruh

langsung terhadap kelangsungan sumber daya lahan serta pendapatan petani dan

masyarakat setempat. Kegiatan agrowisata secara tidak langsung akan

meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat akan arti penting

pelestarian sumber daya lahan pertanian. Selain itu adanya pengembangan

agrowisata dapat membuka lapangan pekerjaan karena dapat menyerap tenaga

kerja dari masyarakat perdesaan (Sumber : Laporan Akhir Masterplan Agrowisata

Jawa Tengah 2013).

Upaya pengembangan agrowisata perdesaan yang memanfaatkan potensi

pertanian dan melibatkan masyarakat pedesaan, dapat berfungsi sebagai

pemberdayaan masyarakat selaras melalui kegiatan pariwisata (community based

tourism). Pemberdayaan masyarakat dimaksud adalah keberadaan agrowisata

yang dapat mengikutsertakan peran dan aspirasi masyarakat perdesaan selaras

dengan pendayagunaan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang

dimiliki. Upaya membangun pariwisata berbasis masyarakat adalah tentang

bagaimana masyarakat perdesaan dibina secara berkesinambungan agar potensi-

potensi yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal.

1.4.4. Konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat

Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009

pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas

serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan

pemerintah daerah. Pembangunan pariwisata dapat dikatakan berhasil apabila

pembangunan yang dilakukan dapat dilakukan secara bersama termasuk

membangun bersama masyarakat. Dengan begitu pembangunan pariwisata dapat

memberikan keuntungan secara ekonomi, sosial maupun budaya kepada

masyarakat setempat serta dapat menciptakan multiplier effect.

Sebuah sistem pariwisata mencakup banyak aktor yang berperan dalam

menggerakkan sistem tersebut. Dibutuhkan adanya kerja sama yang harmonis

15

antar aktor pariwisata dalam menggerakkan sistem yang ada. Aktor yang

dimaksud dapat dikelompokkan menjadi tiga pilar utama yakni masyarakat,

swasta dan pemerintah. Pihak yang termasuk ke dalam kelompok masyarakat

adalah masyarakat pada umumnya yang ada pada destinasi sekaligus menjadi

pemilik dari berbagai sumber daya sebagai modal pariwisata. Sektor pariwisata

dalam tiga pilar yang dimaksud dapat digambarkan melalui gambar 1.1 berikut.

(Sumber : Pitana dan Gayatri, 2005:97 dalam Suwena, 2010)

Gambar 1.1 Sektor Pariwisata dalam Tiga Pilar

Setiap tahap pembangunan dimulai dengan adanya sebuah perencanaan,

pembangunan, pengelolaan dan pengembangan hingga pemantauan serta evaluasi.

Menurut Made Sukarsa (2000, dalam Hadiwijoyo, 2012) pengembangan kegiatan

pariwisata di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua) tipe pengembangan

(berdasarkan pola, proses serta pengelolaannya) yakni tipe tertutup (enclave) dan

tipe terbuka (spontaneous), dengan penjelasan sebagai berikut :

1) Pariwisata tipe tertutup

Tipe pariwisata ini memiliki karakteristik lokasi yang terpisah dari

masyarakat setempat dan tidak melibatkan masyarakat sekitarnya sehingga

kontribusi untuk daerah setempat sangat kurang.

2) Pariwisata tipe terbuka

Masyarakat adat, tokoh intelektual, wartawan, LSM

Pemerintah

-Pusat -Provinsi -Kabupaten / Kota Regulator Fasilitator

Swasta

-Perhotelan -BPW -Transportasi -Asosiasi usaha pariwisata Pelaku langsung Pelayan wisata

16

Pariwisata ini memiliki sifat spontan yang ditandai dengan adanya

hubungan intensif antara wisatawan dengan masyarakat sekitarnya.

Sehingga distribusi pendapatan yang diperoleh dari wisatawan dapat

secara langsung dinikmati oleh penduduk lokal. Hal ini terlihat dari

partisipasi masyarakat lokal terhadap pengembangan fasilitas objek wisata.

Adapun definisi pariwisata berbasis masyarakat atau yang juga dikenal

sebagai community based tourism (CBT) sebagaimana dikemukakan oleh

Hadiwijoyo (2012) adalah pariwisata yang menyadari kelangsungan budaya,

sosial serta lingkungan. Jenis pariwisata ini dimiliki dan dikelola oleh masyarakat

untuk masyarakat itu sendiri guna meningkatkan kesadaran dan pembelajaran

tentang masyarakat dan tata cara hidup masyarakat lokal (local way of life) kepada

para wisatawan. Menurut Hermawan (2003, dalam Demartoto, 2009)

menyebutkan bahwa pariwisata berbasis masyarakat dikembangkan sesuai prinsip

keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan berbagai stakeholder

pembangunan pariwisata termasuk pemerintah, swasta dan juga masyarakat.

Konsep pariwisata berbasis masyarakat mengutamakan bagaimana

masyarakat setempat harus dilibatkan secara aktif dan diberikan kesempatan untuk

berpartisipasi karena tujuan akhir yang hendak dicapai adalah meningkatkan

kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat itu sendiri. Peran serta masyarakat di

dalam memelihara sumberdaya alam dan sumberdaya budaya yang berpotensi

untuk menjadi daya tarik wisata tidak dapat diabaikan begitu saja. Upaya

memberdayakan masyarakat setempat adalah dengan mengikutsertakan mereka

dalam berbagai kegiatan pembangunan pariwisata. Untuk itu pemerintah sebagai

fasilitator dan stakeholder lainnya harus dapat menghimbau dan memberikan

motivasi kepada masyarakat agar bersedia berpartisipasi secara aktif.

Beberapa tujuan dari pariwisata berbasis masyarakat yakni 1) upaya

pemberdayaan masyarakat melalui bidang pariwisata; 2) meningkatkan peran dan

partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata; 3) memberikan

kesempatan yang sama bagi masyarakat laki-laki maupun perempuan untuk

terlibat secara langsung. Oleh karena itu pengembangan pariwisata berbasis

17

masyarakat menuntut koordinasi dan kerja sama serta peran yang berimbang antar

stakeholders baik pemerintah, swasta serta masyarakat.

Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat juga dapat dilaksanakan

sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Dalam hal

ini masyarakat harus disadarkan akan pentingnya potensi yang ada sehingga rasa

ikut memiliki (sense of belonging) terhadap beragam sumber daya alam dan

sumber daya budaya sebagai aset pembangunan pariwisata.

18

1.5. Kerangka Pemikiran

Agrowisata

Sumber Daya Alam

Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Budaya

Upaya pembangunan pariwisata melalui kegiatan

agrowisata

Karakteristik Lingkungan

Pariwisata Berbasis

Masyarakat

Kondisi Daerah Tujuan Wisata

(DTW)

Lingkungan alam dan sosial beserta elemen

sumber daya

Peran serta masyarakat di

dalam mengelola agrowisata

Atraksi Amenitas

Aksesibilitas Ancillary

Pengelolaan Agrowisata Oleh Masyarakat Secara

Berkelanjutan

Kebijakan Pemerintah Kota Batu

Pengembangan pariwisata Kota

Batu

19

1.6. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian terkait dengan pariwisata berbasis masyarakat

(community based tourism) sebelumnya pernah dilakukan baik dengan locus,

focus dan metode yang berbeda. Penelitian ini nantinya akan mengarah kepada

riset yang bersifat deskriptif yakni menganalisis upaya pengelolaan agrowisata

oleh suatu komunitas masyarakat dengan mengkombinasikan antara potensi

pertanian dengan pariwisata yang ada. Selain itu penelitian ini juga difokuskan

untuk menganalisis peran serta masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan

pembangunan pariwisata khususnya agrowisata melalui konsep pariwisata

berbasis masyarakat (community based tourism). Lokasi penelitian yang dipilih

adalah Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dapat diidentifikasi beberapa penelitian

yang pernah dilakukan sebelumnya terkait pariwisata berbasis masyarakat

(community based tourism) sebagaimana telah disajikan pada tabel 1.2 berikut.

20

Tabel 1.2 Keaslian Penelitian

No Judul Penulis Tahun Tujuan Metode Hasil Penelitian

1. Pengembangan Agrowisata Berbasis Komunitas di Kota

Batu, Jawa Timur

Sri Endah Nurhayati 2012

1. Mengkaji prinsip-prinsip Community Based Tourism (CBT) yang diterapkan di Kota Batu dalam pengembangan agrowisata

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan prinsip-prinsip Community Based Tourism (CBT) di Kota Batu

3. Merumuskan model pengembangan agrowisata yang berkelanjutan dengan mengacu pada prinsip-prinsip Community Based Tourism (CBT)

Kualitatif dan kuantitatif

1. Penerapan prinsip ekonomi CBT dalam pengembangan agrowisata di Kota Batu ditandai dengan peningkatan usaha sektor pariwisata berskala kecil yang menyerap tenaga kerja lokal lebih besar didukung kepemilikan usaha dan mekanisme perekrutan tenaga kerja lokal.

2. Faktor-faktor yang memengaruhi penerapan prinsip lingkungan CBT adalah kondisi lingkungan global, berkembangnya konsep daya dukung lingkungan berbasis komunitas yaitu kearifan lokal, pengembangan teknologi pengelolaan sampah ramah lingkungan dan teknologi konservasi lahan.

3. CBT dapat diintegrasikan dengan program kerja SKPD di luar pariwisata seperti Pemberdayaan Perempuan, Bapemas, Pemuda dan Olah Raga, Pendidikan dan Kebudayaan, dan Sosial.

2.

Pariwisata Berbasis Masyarakat di dalam Pelestarian Dolanan

Tradisional di Kampung Dolanan Pandes, Kabupaten

Bantul, DIY

Anik Nuryani 2013

1. Mengetahui dan mendeskripsikan bentuk penerapan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Kampung Dolanan Pandes

2. Mengetahui dan mendeskripsikan kelembagaan di Kampung Dolanan Pandes dalam rangka penerapan pariwisata berbasis masyarakat

3. Mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat perkembangan Kampung Dolanan Pandes

Deskriptif kualitatif

1. Penerapan pariwisata berbasis masyarakat di Kampung Dolanan Pandes dilakukan secara menyeluruh, bentuknya adalah dengan melibatkan masyarakat pada setiap aspek kegiatan.

2. Ada struktur kelembagaan yang terdiri dari anggota karang taruna Pandes. Kelembagaan ini sangat penting dalam mendampingi masyarakat mengelola Kampung Dolanan Pandes.

3. Faktor pendukungnya adalah keunikan (potensi budaya), sumber daya alam (SDA), dan antusiasme masyarakat (dalam bentuk kelembagaan dan partisipasi aktif). Sedangkan faktor penghambatnya adalah sumber daya manusia (SDM), media promosi, dukungan pemerintah dan struktur organisasi belum optimal.

21

No Judul Penulis Tahun Tujuan Metode Hasil Penelitian

3.

Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan Desa Wisata (Studi di Desa Wisata

Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten

Gunungkidul)

Abdur Rohim 2013

1. Mendeskripsikan latar belakang terbentuknya desa wisata

2. Mendeskripsikan bentuk-bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata dan dampaknya Kualitatif

1. Terbentuknya desa wisata di Desa Bejiharjo berawal dari gagasan pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta bantuan PNPM mandiri pariwisata, kemudian dikelola oleh masyarakat setempat.

2. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang atraksi dan akomodasi wisata diselenggarakan melalui a) pertemuan, b) pendampingan, c) bantuan modal sebagai stimulan, d) pembangunan sarana dan prasarana, e) pembentukan pokdarwis, f) kerja bakti dan g) pemasaran. Dampak yang ditimbulkan meliputi peningkatan pendapatan masyarakat serta sosial budaya desa setempat.

4. Pengelolaan Agrowisata Berbasis Masyarakat di

Desa Sidomulyo, Kota Batu

Ilyas Mustafa Makarim

2015

1. Mendeskripsikan karakteristik lingkungan agrowisata di Desa Sidomulyo

2. Mengidentifikasi kondisi objek agrowisata di Desa Sidomulyo sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW)

3. Menganalisis pengelolaan agrowisata berbasis masyarakat di Desa Sidomulyo

Deskriptif Kualitatif

1. Karakteristik lingkungan alam dan sosial masyarakat di Desa Sidomulyo sangat mendukung kegiatan pengelolaan agrowisata secara terpadu yang disertai dengan respon positif dari masyarakat terhadap penetapan kawasan wisata bunga.

2. Kondisi objek agrowisata di Desa Sidomulyo sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) dapat ditinjau melalui komponen atraksi, amenitas, akses dan pelayanan tambahan sebagai upaya dalam meningkatkan pembangunan pariwisata daerah.

3. Upaya masyarakat Desa Sidomulyo dalam mengelola agrowisata telah memberikan peran serta peluang cukup luas yang tidak hanya terbatas pada fungsi pemberdayaan akan tetapi juga sebagai bentuk pelestarian lingkungan secara berkelanjutan sehingga mampu meningkatkan perekonomian lokal dan kesejahteraan secara lebih merata.

Sumber : Hasil Analisa Peneliti, 2015

22

1.7. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian digunakan untuk mencapai tujuan penelitian.

Pertanyaan berikut diharapkan dapat dieksplorasi lebih lanjut sehingga mampu

menjawab tujuan-tujuan penelitian yang ada.

1 . Bagaimanakah karakteristik lingkungan agrowisata di Desa Sidomulyo?

2 . Bagaimanakah kondisi objektif agrowisata di Desa Sidomulyo sebagai Daerah

Tujuan Wisata (DTW)?

a. Bagaimana atraksi agrowisata di Desa Sidomulyo?

b. Bagaimana amenitas agrowisata di Desa Sidomulyo?

c. Bagaimana aksesibilitas agrowisata di Desa Sidomulyo?

d. Bagaimana pelayanan tambahan agrowisata di Desa Sidomulyo?

3 . Bagaimanakah upaya pengelolaan agrowisata oleh masyarakat di Desa

Sidomulyo?