bab i pendahuluan 1.1. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan segala potensi sumber daya
alam dan budaya yang dimiliki. Letak Indonesia yang strategis merupakan faktor
utama yang sangat berpengaruh bagi pembangunan bangsa dan negara. Kondisi
geografis yang demikian memberikan peluang besar bagi upaya pembangunan
pariwisata. Saat ini pariwisata di Indonesia tengah berkembang pesat seiring
meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung. Selain itu pariwisata juga
merupakan sektor penting bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Pariwisata memiliki peran dan pengaruh besar terhadap perkembangan
suatu wilayah yang dibuktikan dengan dijadikannya kegiatan pariwisata sebagai
sektor unggulan dalam perolehan devisa, penciptaan peluang kerja maupun
pengentasan kemiskinan. Lebih dari sekedar itu, jika pariwisata diperlakukan
dengan cara yang berkelanjutan maka dapat dimanfaatkan untuk berkontribusi
terhadap pembangunan secara berkelanjutan pula. Sudah semestinya pariwisata
tidak membawa dampak buruk dan dapat menyatu dengan lingkungan.
Kota Batu merupakan salah satu destinasi wisata yang banyak diminati
oleh para wisatawan. Panorama alam yang indah serta udara yang sejuk menjadi
ikon tersendiri yang membedakan Kota Wisata Batu dengan kota lainnya di
Indonesia. Potensi wisata melalui kekayaan alam dan budaya yang begitu luar
biasa turut mendukung kegiatan pariwisata di dalamnya. Berbagai objek wisata
banyak dikembangkan di Kota Batu mulai dari wisata perdesaan hingga wisata
modern perkotaan.
Semenjak dicanangkan sebagai Kota Wisata pada tahun 2009, pemerintah
Kota Batu memberikan perhatian yang lebih pada sektor pariwisata. Sebagai ikon
wisata baru di Indonesia, Kota Batu terus berbenah untuk meningkatkan sarana
2
dan prasarana dalam melayani kunjungan wisatawan yang semakin meningkat
tiap tahunnya. Peningkatan kunjungan wisatawan terlihat pada salah satu objek
wisata di Kota Batu yakni Taman Selecta sebanyak 528.818 pengunjung
kemudian meningkat di tahun 2013 menjadi 756.174 pengunjung (Sumber :
Statistik Daerah Kota Batu 2014).
Pariwisata merupakan sektor yang memberikan peluang prospektif bagi
Kota Batu. Kontribusi sektor pariwisata diharapkan mampu mendorong
pertumbuhan sektor pembangunan lainnya termasuk pertanian. Salah satu unsur
dari sektor pertanian yang potensial di Kota Batu adalah agrowisata. Kegiatan
agrowisata menjadi suatu upaya mengembangkan potensi pertanian sebagai objek
wisata, baik potensi berupa pemandangan alam kawasan pertaniannya maupun
kekhasan budaya masyarakat petaninya.
Keberhasilan pengembangan agrowisata dapat ditunjukkan dengan adanya
pengintegrasian kegiatan pertanian dan wisata menjadi suatu kegiatan alternatif
yang lebih variatif. Salah satu agrowisata yang telah berhasil dikembangkan yakni
Cameron Highlands yang berupa dataran tinggi dan terkenal di semenanjung
Malaysia. Cameron Highlands terletak pada ketinggian 1.829 meter dari
permukaan laut dengan suhu antara 10°C - 20°C. Kawasan ini terkenal akan hasil
tanamannya seperti teh dan berbagai macam hortikultura yang bermutu tinggi.
Wilayah perdesaan di sisi lain memiliki potensi yang sangat menarik untuk
dikembangkan sebagai tujuan wisata seperti halnya agrowisata yang memadukan
antara kegiatan pertanian dengan berbagai aspek seperti agroekosistem terutama
berkaitan dengan keaslian alam perdesaan, keberagaman komoditas pertanian,
kekhasan adat istiadat dan budaya termasuk pola hidup masyarakat perdesaan.
Kondisi wilayah perdesaan yang berbeda-beda memerlukan adanya cara
pengembangan agrowisata yang telah disesuaikan dengan potensi yang ada.
Upaya pengembangan agrowisata dengan memanfaatkan lahan potensial
pertanian serta keterlibatan masyarakat lokal turut memberikan peran besar bagi
pariwisata dalam pemberdayaan masyarakat. Potensi sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia bagi pengelolaan agrowisata perlu dioptimalkan sehingga
3
dapat memberikan hasil bagi para pelakunya seperti petani lokal, masyarakat
setempat serta pengusaha sebagai sumber pendapatan yang dapat diandalkan.
Berdasarkan Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu 2010 –
2030 terdapat sistem dan fungsi perwilayahan guna menunjang kegiatan
pariwisata yakni Kecamatan Batu dan Kecamatan Bumiaji. Kecamatan Batu
(Bagian Wilayah Kota I) diperuntukkan sebagai kawasan pengembangan kegiatan
pariwisata serta jasa penunjang akomodasi wisata. Kemudian Kecamatan Bumiaji
(Bagian Wilayah Kota III) dijadikan sebagai wilayah utama pengembangan
kawasan agropolitan, pengembangan kawasan wisata alam dan lingkungan serta
kegiatan agrowisata.
Melalui pengelolaan agrowisata berbasis masyarakat maka pembangunan
pariwisata di suatu wilayah dapat diwujudkan oleh aktor pariwisata yang berperan
di dalamnya. Meskipun pembangunan pariwisata berbasis masyarakat
menekankan pada faktor masyarakat sebagai komponen utamanya, akan tetapi
keterlibatan pemerintah dan juga swasta sangat diperlukan untuk membentuk
suatu kerja sama yang saling bersinergi satu sama lain. Konsep pariwisata
berbasis masyarakat lebih menekankan kepada sebuah pembangunan pariwisata
dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.
Mereka yang bertempat tinggal di sekitar Daerah Tujuan Wisata (DTW)
memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan
pariwisata di daerah tersebut. Dengan adanya konsep pariwisata berbasis
masyarakat (community based tourism) maka diharapkan dapat mengetahui sejauh
mana keterlibatan masyarakat dalam mengelola agrowisata guna mendukung
kegiatan pariwisata yang ada dalam suatu wilayah.
Pengelolaan agrowisata oleh masyarakat atau komunitas menjadi
permasalahan yang menarik untuk dilakukan penelitian yakni bagaimana
mengupayakan alternatif wisata melalui pemanfaatan sumberdaya secara optimal
serta memadukannya dengan kegiatan pertanian lokal. Selain itu dalam konteks
ini yang terpenting adalah upaya mengikutsertakan masyarakat ke dalam berbagai
kegiatan pembangunan pariwisata. Oleh karenanya pengelolaan agrowisata yang
4
terintegrasi dapat mendukung pembangunan pariwisata secara berkelanjutan serta
mampu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat.
1.2. Perumusan Masalah
Pariwisata di Kota Batu yang berkembang pesat dengan dukungan kondisi
alam serta panorama yang indah memberikan atmosfer wisata yang berbeda. Daya
tarik wisata atau yang juga dikenal dengan objek wisata merupakan potensi yang
menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu
identitas Kota Batu adalah kota yang identik dengan kota bunga. Untuk itu
diperlukan upaya untuk mendukung pengembangan ikon bunga di Kota Batu.
Desa Sidomulyo merupakan salah satu lokasi pengembangan agrowisata yang
membudidayakan bunga sebagai potensi utamanya.
Keberadaan Desa Sidomulyo belum sepenuhnya dikenal oleh masyarakat
secara luas. Kehadiran pilihan wisata yang menarik ternyata tidak seluruhnya
diikuti dengan ketersediaan informasi yang lengkap tentang objek itu sendiri.
Penyebabnya tidak lain karena minimnya panduan wisata sebagai informasi
mengenai suatu objek maupun daerah tujuan wisata (Kusuma, 2013). Agrowisata
bunga di Desa Sidomulyo belum sepenuhnya optimal dari segi pengelolaannya
oleh masyarakat sekitar. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan sarana dan
prasarana penunjang agrowisata yang belum terlalu memadai serta kegiatan
promosi pemasaran kepada masyarakat luas yang masih minim.
Pengembangan potensi pertanian di wilayah perdesaan kerap kali
terkendala beberapa faktor di antaranya terkait kondisi kepemilikan lahan bagi
kalangan petani yang semakin menyempit sehingga sulit untuk berkembang pada
skala yang lebih besar. Selain itu kendala lain seperti halnya kehidupan para
petani yang identik dengan kemiskinan yang menyebabkan terhambatnya
perkembangan wilayah itu sendiri khususnya di perdesaan.
Kondisi lahan pertanian untuk kegiatan agrowisata di Kota Batu sebagian
besar dimiliki para petani sekitar. Pengelolaan agrowisata khususnya oleh
masyarakat petani sering kali dinilai kurang berkembang serta tidak terlalu
5
memberikan prospek keuntungan yang besar bila dibandingkan dengan agrowisata
yang dikelola oleh pihak pemerintah maupun swasta. Hal ini dikarenakan
masyarakat petani kurang melakukan inovasi serta tidak terlalu mengikuti
perkembangan pasar wisatawan.
Berdasarkan data jumlah pengunjung objek wisata di Kota Batu dalam
kurun waktu tahun 2010 - 2014 menunjukkan terjadinya pergeseran minat
wisatawan yang cenderung lebih memilih jenis pariwisata modern seperti halnya
Jawa Timur Park 1 dan 2 serta Batu Night Spectacular (BNS). Jumlah
pengunjung Kusuma Agrowisata selalu lebih rendah dari objek wisata lainnya dan
kurang menjadi prioritas tujuan wisata.
Tabel 1.1 Jumlah Pengunjung Objek Wisata di Kota Batu Tahun 2010-2014
NO OBJEK WISATA JUMLAH PENGUNJUNG
2010 2011 2012 2013 2014 1 JAWA TIMUR PARK 1 & 2 899.725 777.834 804.679 345.644 329.230 2 SELECTA 622.084 475.211 528.818 756.174 702.740 3 KUSUMA AGROWISATA 60.352 63.474 16.230 15.414 163.852 4 CANGAR 292.764 337.462 229.889 232.203 255.908 5 BATU NIGHT SPECTACULAR 253.727 323.303 294.444 310.226 271.901
Sumber : BPS Kota Batu
Daya tarik agrowisata di Kota Batu khususnya agrowisata bunga di Desa
Sidomulyo perlu lebih dioptimalkan guna menarik minat wisatawan untuk
berkunjung melalui potensi dan sumber daya pariwisata yang dimiliki. Diperlukan
adanya upaya pengelolaan serta inovasi untuk dapat meningkatkan daya tarik
wisatawan serta perkembangan wilayah. Keberhasilan pengelolaan agrowisata
nantinya akan memberikan manfaat besar yang tidak hanya didapatkan oleh
masyarakat lokal tetapi juga bagi pariwisata secara keseluruhan di Kota Batu.
Berdasarkan aspek tersebut dapat diangkat rumusan masalah untuk
penelitian ini dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut :
1 . bagaimana karakteristik lingkungan agrowisata yang ada di Desa Sidomulyo?
2 . bagaimana kondisi objek agrowisata di Desa Sidomulyo sebagai Daerah
Tujuan Wisata (DTW)?
6
3 . bagaimana pengelolaan agrowisata berbasis masyarakat di Desa Sidomulyo?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
1 . Mendeskripsikan karakteristik lingkungan agrowisata di Desa Sidomulyo
2 . Mengidentifikasi kondisi objek agrowisata di Desa Sidomulyo sebagai Daerah
Tujuan Wisata (DTW)
3 . Menganalisis pengelolaan agrowisata berbasis masyarakat di Desa Sidomulyo
1.3.2. Kegunaan Penelitian
1 . Bagi peneliti
Sarana untuk menuangkan pemikiran, gagasan maupun ide dalam bentuk
tulisan serta dapat melatih kemampuan berfikir logis dan kritis terkait dengan
segala macam informasi terutama pada kajian penelitian yang dilakukan.
2 . Bagi pengembangan ilmu pengetahuan
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran dan
kontribusi referensi pengembangan ilmu pengetahuan terkait kajian ilmu geografi
dan ilmu pariwisata. Selain itu penelitian ini juga dapat semakin memperkaya
konsep serta pemikiran baik dari disiplin ilmu geografi maupun ilmu pariwisata
khususnya tentang pengelolaan agrowisata berbasis masyarakat.
3 . Secara praktis
Secara praktis dalam penelitian yang ada dapat digunakan sebagai
pertimbangan serta alternatif saran kebijakan untuk pengelolaan agrowisata serupa
di wilayah lain yang melibatkan peran serta masyarakat guna mewujudkan
pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
7
1.4. Tinjauan Pustaka
1.4.1. Konsep Geografi
Ilmu geografi pada dasarnya merupakan suatu ilmu yang menguraikan dan
menganalisis variasi ruang keadaan permukaan bumi beserta isinya serta
keterkaitan antar keduanya. Adapun konsep-konsep geografi seperti lokasi, jarak,
keterjangkauan, interaksi, gerakan, keterkaitan dan nilai guna selalu menjadi dasar
dalam menjelaskan fenomena pariwisata. Menurut Ramaini (1992) tujuan pokok
ilmu geografi adalah berusaha untuk menjelaskan bagaimana pola ruang yang
dikaitan dengan ciri fisik bumi serta unsur manusia. Terdapat tiga macam
pendekatan utama yang digunakan dalam menganalisis permasalahan dalam
geografi yakni pendekatan keruangan (spatial approach), pendekatan ekologi
(ecological approach) dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex
approach).
Menurut Yunus (2010), pendekatan keruangan diartikan sebagai suatu
metode mengenai bagaimana memahami gejala tertentu agar memiliki
pengetahuan lebih mendalam melalui media ruang. Dalam hal ini variabel ruang
memiliki kedudukan utama dalam setiap analisis. Analisis keruangan ini dapat
dilakukan dengan cara mengetahui karakteristik atau fenomena tertentu dalam
suatu wilayah. Kemudian pendekatan ekologi merupakan suatu pendekatan yang
membahas mengenai keterkaitan antar organisme (keterkaitan antara organisme
tertentu dengan lingkungan biotiknya) serta keterkaitan antara organisme dengan
lingkungannya (keterkaitan antara organisme dengan lingkungan abiotiknya).
Dengan demikian analisis ekologi tersebut dapat dilakukan dengan cara
mengetahui interaksi organisme dengan lingkungannya maupun antara satu
organisme dengan organisme lainnya.
Pendekatan selanjutnya adalah kompleks wilayah yang merupakan
kombinasi antara analisis keruangan dan analisis ekologi. Analisis kompleks
wilayah dapat dilakukan dengan cara mengetahui perbedaan suatu wilayah dengan
wilayah lainnya. Adanya perbedaan wilayah menyebabkan terjadinya interaksi
antarwilayah. Penyebaran fenomena tertentu (analisis keruangan) dan interaksi
8
antara manusia dengan lingkungannya (analisis ekologi) juga perlu diketahui
sebagai kesatuan dalam analisis kompleks wilayah.
Pendekatan ilmu geografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan ekologi (ecological approach) terkait adanya interaksi manusia
dengan lingkungannya. Dalam hal ini manusia dimaknai sebagai sosok berbudaya
dalam menyelenggarakan kehidupannya yang selalu tercermin pada perilaku
tertentu (behaviour). Sangat sering terlihat gejala kehidupan dan lingkungan justru
merugikan manusia yang dikarenakan ulah mereka sendiri baik secara individual
maupun secara bersama. Untuk itu wilayah beserta lingkungan yang bersangkutan
harus mendapat umpan balik positif terhadap kehidupan dari perbuatan atau
kegiatan yang dilakukan oleh manusia.
1.4.2. Pengertian Daerah Tujuan Wisata (DTW)
Daerah Tujuan Wisata (DTW) merupakan suatu tempat di mana segala
kegiatan yang berkenaan dengan pariwisata dapat terselenggara dengan adanya
ketersediaan atraksi dan fasilitas wisata bagi para wisatawan (Suwena, 2010).
Segala bentuk atraksi dan juga fasilitas pendukung pariwisata sangat penting
dalam meningkatkan pelayanan bagi para wisatawan sehingga mampu
mengkondisikan lama tinggal mereka di suatu daerah yang dikunjungi.
Daerah Tujuan Wisata (DTW) menempati bagian ruang wilayah yang
sangat luas dan memiliki cakupan dari suatu wilayah administrasi pemerintahan.
Suatu DTW harus memiliki sejumlah daya tarik wisata yang menarik, mampu
menawarkan beragam kegiatan pariwisata yang unik serta memiliki aksesibilitas
yang tinggi dengan DTW lainnya sehingga membentuk suatu jaringan DTW.
Idealnya DTW juga harus mampu menyediakan sesuatu yang dapat dibeli oleh
para wisatawan.
Menurut Ditjen Pariwisata Indonesia dalam Sujali (1989) sebuah industri
pariwisata dapat dibedakan menjadi 3 bentuk objek wisata yakni objek wisata
alam, objek wisata budaya dan objek wisata buatan manusia.
9
1 . Objek Wisata Alam
Merupakan wujud dari objek wisata yang dapat berupa pemandangan alam
seperti bentuk lingkungan pegunungan, lingkungan pantai atau perairan,
lingkungan hidup berupa flora dan fauna maupun bentuk yang lain.
2 . Objek Wisata Budaya
Objek wisata budaya lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan atau kehidupan
manusia, dan wujud dari objek budaya antara lain berbentuk museum, candi,
tarian / kesenian, upacara keagamaan, upacara adat, upacara pemakaman atau
bentuk yang lain.
3 . Objek Wisata Buatan Manusia
Objek wisata yang bersifat man made atau yang dipengaruhi oleh aktivitas
manusia, bentuknya akan sangat bergantung pada kreativitas manusianya.
Objek wisata buatan manusia seperti misalnya museum, tempat ibadah,
peralatan musik serta kawasan wisata yang dibangun.
Menurut Yoeti (1985, dalam Suwena, 2010) terdapat 3 karakteristik
utama objek wisata yang harus diperhatikan dalam upaya pengembangannya
untuk menjadi daerah tujuan wisata agar menarik dikunjungi oleh wisatawan
yakni :
1 . Something to see
Memiliki arti suatu objek wisata harus memiliki atraksi wisata yang dapat
dilihat atau dijadikan tontonan bagi para wisatawan yang berkunjung. Selain
itu suatu objek wisata harus memiliki atraksi wisata yang berbeda dengan
daerah lain.
2 . Something to do
Memiliki arti suatu objek wisata harus memiliki sesuatu misalnya berupa
fasilitas rekreasi baik itu arena bermain ataupun tempat makan sehingga ada
kegiatan yang dapat dilakukan oleh wisatawan. Fasilitas yang lengkap dapat
membuat wisatawan tinggal lebih lama di suatu daerah tujuan wisata.
3 . Something to buy
10
Objek wisata harus dapat menyediakan fasilitas bagi para wisatawan untuk
berbelanja terutama barang – barang souvenir dan kerajinan tangan rakyat
sebagai cinderamata untuk dibawa pulang wisatawan ke daerah asal.
Ketiga karakteristik utama objek wisata tersebut harus ada dalam sebuah
DTW di samping objek dan atraksi wisata. Seorang wisatawan yang berkunjung
ke suatu DTW bertujuan untuk memperoleh manfaat (benefit) dan kepuasan
(satisfactions). Manfaat dan kepuasan tersebut dapat diperoleh apabila suatu DTW
memiliki daya tarik (Karyono, 1997). Menurut Spillane (1994) motivasi
wisatawan untuk berkunjung ke suatu tempat adalah bertujuan untuk memenuhi
atau memuaskan beberapa kebutuhan dan permintaan. Biasanya wisatawan
tertarik pada suatu lokasi karena ciri khas tertentu seperti halnya : 1) keindahan
alam; 2) iklim/cuaca; 3) kebudayaan; 4) sejarah; 5) ethnicity/sifat kesukuan serta
6) aksesibilitas.
Unsur iklim bagi permintaan pariwisata merupakan tema pemasaran yang
paling umum sebagai dasar promosi bagi suatu daerah wisata sesudah
didirikannya beberapa atraksi wisata yang sesuai. Walaupun terdapat beberapa
daerah yang menarik wisatawan hanya karena iklimnya, akan tetapi promosi
pariwisata akan lebih efektif jika daerah tersebut mudah dikunjungi dan cukup
dekat dengan konsentrasi penduduk yang tinggi. Unsur daya tarik wisata yang
juga tak kalah penting adalah aksesibilitas. Dalam hal ini aksesibilitas dimaknai
sebagai kemampuan atau kemudahan mencapai suatu tempat tujuan. Aksesibilitas
dapat diukur menurut waktu, biaya, frekuensi dan kesenangan.
Wisatawan yang berkunjung ke suatu DTW juga membutuhkan berbagai
kebutuhan dan pelayanan selama perjalanan wisatanya berlangsung dari berangkat
hingga akhirnya kembali lagi ke daerah asalnya. Menurut Cooper et al (1993,
dalam Suwena, 2010) DTW harus didukung 4 komponen utama yang dikenal
dengan istilah 4A yaitu Atraksi (attraction), Fasilitas (amenities), Aksesibilitas
(access) serta Pelayanan Tambahan (ancillary services). Berikut merupakan 4
komponen utama dalam suatu DTW :
1 . Atraksi (Attraction)
11
Wisatawan berkunjung ke suatu DTW untuk menikmati hal – hal yang tidak
dapat mereka temukan dalam kehidupan sehari – hari. Atraksi disebut juga
dengan objek dan daya tarik wisata merupakan komponen yang signifikan
dalam menarik wisatawan. Atraksi wisata sangat beragam seperti halnya
atraksi wisata seni, budaya, warisan sejarah, tradisi serta hal lainnya yang tentu
saja merupakan daya tarik wisatawan di DTW. Atraksi wisata juga dapat
berupa fenomena tradisional maupun fenomena tidak tetap.
2 . Fasilitas (Amenities)
Secara umum pengertian fasilitas (amenities) adalah segala bentuk sarana dan
prasarana yang diperlukan oleh wisatawan selama berada di DTW. Sarana dan
prasarana yang dimaksud meliputi usaha penginapan atau akomodasi, usaha
makanan dan minuman serta transportasi dan infrastruktur yang berfungsi
untuk memudahkan proses kegiatan pariwisata agar dapat berjalan dengan
lancar.
3 . Aksesibilitas (Access)
Jalan utama ke DTW merupakan sebuah akses penting dalam kegiatan
pariwisata. Bandara, pelabuhan, terminal, stasiun dan segala macam jasa
transportasi lainnya juga akan mendukung dan mengakomodir pergerakan
dalam pariwisata. Akses identik dengan transferabilitas dimana adanya
kemudahan bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Faktor yang
memungkinkan terjadinya transferabilitas diantaranya konektivitas antar
daerah, tidak ada penghalang yang merintangi antardaerah dan tersedianya
sarana angkutan antardaerah.
4 . Pelayanan Tambahan (Ancillary Services)
Ketersediaan pelayanan tambahan memang harus disediakan oleh pemerintah
daerah di suatu DTW untuk para wisatawan dan pelaku wisata. Wujud dari
pelayanan tambahan ini seperti halnya pemasaran pembangunan fisik (jalan
raya, rel kereta, air minum, listrik, telepon), Pusat Informasi Pariwisata
(Tourism Information Center) serta jasa pendukung lainnya seperti pemandu
wisata. Adanya hal-hal pendukung tersebut disebabkan oleh kunjungan
12
wisatawan ke suatu tempat karena jasa pendukung sangat dibutuhkan
keberadaannya dan dirasa dapat menghasilkan keuntungan.
Leiper (1990, dalam Suwena, 2010) mengemukakan bahwa daerah yang
akan dituju oleh wisatawan nantinya dapat digunakan untuk mempresentasikan
daerah atau wilayah tujuan akhir dari suatu perjalanan wisata. Daerah ini
merupakan alasan seseorang atau wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata.
Pada daerah tujuan tersebut, seluruh dampak dari pariwisata dapat dirasakan serta
segala perencanaan dan strategi dilaksanaan pada daerah tujuan.
Pariwisata merupakan suatu aktivitas yang kompleks serta dapat
dipandang sebagai suatu sistem yang besar dan memiliki berbagai komponen
seperti ekonomi, ekologi, politik, sosial, budaya dan lainnya. Pariwisata sebagai
suatu sistem mencakup analisis aspek kepariwisataan yang tidak dapat dilepaskan
dari subsistem lainnya dalam hubungan saling ketergantungan dan saling terkait.
1.4.3. Konsep Agrowisata
Agrowisata merupakan salah satu bentuk ekonomi kreatif dalam sektor
pertanian yang dapat memberikan nilai tambah bagi usaha agribisnis dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan petani. Agrowisata juga dapat dikatakan
sebagai kombinasi antara pertanian dan pariwisata. Menurut Sastrayuda (2010)
agrowisata merupakan suatu bentuk rangkaian kegiatan wisata yang
memanfaatkan potensi pertanian sebagai objek wisata, baik berupa potensi
pemandangan alam kawasan pertaniannya maupun kekhasan dan keanekaragaman
aktivitas produksi dan teknologi pertanian serta budaya masyarakat petaninya.
Marsono (2008) berpendapat bahwa agrowisata mencakup kegiatan
perkebunan yakni pembibitan berbagai flora serta industri pengolahan berbagai
hasil pertanian dan termasuk ke dalam jenis wisata alam (natural tourism) dengan
memanfaatkan potensi alam sebagai objeknya. Beberapa tujuan dari kegiatan
agrowisata di antaranya adalah untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman
rekreasi serta hubungan usaha di bidang pertanian. Adapun manfaat lain
13
agrowisata bagi petani lokal menurut Lobo (1999, dalam Utama, 2011) di
antaranya :
1. memunculkan peluang bagi petani lokal untuk meningkatkan pendapatan
dan meningkatkan taraf hidup serta kelangsungan operasi mereka
2. menjadi sarana yang baik untuk mendidik masyarakat tentang pentingnya
pertanian dan kontribusinya untuk perekoniman secara luas dan
meningkatkan mutu hidup
3. mengurangi arus urbanisasi ke perkotaan karena masyarakat telah mampu
mendapatkan pendapatan yang layak dari usahanya di desa
4. media promosi untuk produk lokal, membantu perkembangan regional
dalam memasarkan usaha, menciptakan nilai tambah serta merangsang
kegiatan ekonomi dan memberikan manfaat kepada masyarakat.
Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal, maka
dapat meningkatkan pendapatan petani serta melestarikan sumber daya lahan dan
budaya ataupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah
disesuaikan dengan kondisi lingkungan alaminya. Orientasi lain pengembangan
agrowisata adalah meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus alternatif untuk
meningkatkan pendapatan serta menggali potensi ekonomi masyarakat di
perdesaan. Pengelolaan dan pengembangan agrowisata tentunya akan membangun
komunikasi intensif antara kelompok petani setempat dengan para wisatawan
yang berkunjung. Dengan begitu maka untuk ke depannya petani bisa memiliki
kemampuan yang lebih kreatif dalam mengelola usaha tani. Selain itu produk
pertanian yang dihasilkan diharapkan tidak hanya dipasarkan dalam skala lokal
namun juga dapat diserap oleh skala yang lebih besar.
Tidak dapat dipungkiri bahwa berjalannya suatu kegiatan pariwisata
sangat bergantung pada ketersediaan sumber daya termasuk agrowisata. Sumber
daya merupakan atribut alam yang bersifat netral hingga ada campur tangan
manusia dari luar untuk mengubahnya agar mampu memenuhi kebutuhan dan
kepuasan manusia itu sendiri. Sumber daya yang terkait dengan pengembangan
pariwisata umumnya berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber
daya budaya.
14
Pengembangan agrowisata diharapkan dapat sesuai dengan kapabilitas
tipologi dan fungsi ekologis lahan di suatu wilayah sehingga akan berpengaruh
langsung terhadap kelangsungan sumber daya lahan serta pendapatan petani dan
masyarakat setempat. Kegiatan agrowisata secara tidak langsung akan
meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat akan arti penting
pelestarian sumber daya lahan pertanian. Selain itu adanya pengembangan
agrowisata dapat membuka lapangan pekerjaan karena dapat menyerap tenaga
kerja dari masyarakat perdesaan (Sumber : Laporan Akhir Masterplan Agrowisata
Jawa Tengah 2013).
Upaya pengembangan agrowisata perdesaan yang memanfaatkan potensi
pertanian dan melibatkan masyarakat pedesaan, dapat berfungsi sebagai
pemberdayaan masyarakat selaras melalui kegiatan pariwisata (community based
tourism). Pemberdayaan masyarakat dimaksud adalah keberadaan agrowisata
yang dapat mengikutsertakan peran dan aspirasi masyarakat perdesaan selaras
dengan pendayagunaan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
dimiliki. Upaya membangun pariwisata berbasis masyarakat adalah tentang
bagaimana masyarakat perdesaan dibina secara berkesinambungan agar potensi-
potensi yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal.
1.4.4. Konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat
Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009
pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan
pemerintah daerah. Pembangunan pariwisata dapat dikatakan berhasil apabila
pembangunan yang dilakukan dapat dilakukan secara bersama termasuk
membangun bersama masyarakat. Dengan begitu pembangunan pariwisata dapat
memberikan keuntungan secara ekonomi, sosial maupun budaya kepada
masyarakat setempat serta dapat menciptakan multiplier effect.
Sebuah sistem pariwisata mencakup banyak aktor yang berperan dalam
menggerakkan sistem tersebut. Dibutuhkan adanya kerja sama yang harmonis
15
antar aktor pariwisata dalam menggerakkan sistem yang ada. Aktor yang
dimaksud dapat dikelompokkan menjadi tiga pilar utama yakni masyarakat,
swasta dan pemerintah. Pihak yang termasuk ke dalam kelompok masyarakat
adalah masyarakat pada umumnya yang ada pada destinasi sekaligus menjadi
pemilik dari berbagai sumber daya sebagai modal pariwisata. Sektor pariwisata
dalam tiga pilar yang dimaksud dapat digambarkan melalui gambar 1.1 berikut.
(Sumber : Pitana dan Gayatri, 2005:97 dalam Suwena, 2010)
Gambar 1.1 Sektor Pariwisata dalam Tiga Pilar
Setiap tahap pembangunan dimulai dengan adanya sebuah perencanaan,
pembangunan, pengelolaan dan pengembangan hingga pemantauan serta evaluasi.
Menurut Made Sukarsa (2000, dalam Hadiwijoyo, 2012) pengembangan kegiatan
pariwisata di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua) tipe pengembangan
(berdasarkan pola, proses serta pengelolaannya) yakni tipe tertutup (enclave) dan
tipe terbuka (spontaneous), dengan penjelasan sebagai berikut :
1) Pariwisata tipe tertutup
Tipe pariwisata ini memiliki karakteristik lokasi yang terpisah dari
masyarakat setempat dan tidak melibatkan masyarakat sekitarnya sehingga
kontribusi untuk daerah setempat sangat kurang.
2) Pariwisata tipe terbuka
Masyarakat adat, tokoh intelektual, wartawan, LSM
Pemerintah
-Pusat -Provinsi -Kabupaten / Kota Regulator Fasilitator
Swasta
-Perhotelan -BPW -Transportasi -Asosiasi usaha pariwisata Pelaku langsung Pelayan wisata
16
Pariwisata ini memiliki sifat spontan yang ditandai dengan adanya
hubungan intensif antara wisatawan dengan masyarakat sekitarnya.
Sehingga distribusi pendapatan yang diperoleh dari wisatawan dapat
secara langsung dinikmati oleh penduduk lokal. Hal ini terlihat dari
partisipasi masyarakat lokal terhadap pengembangan fasilitas objek wisata.
Adapun definisi pariwisata berbasis masyarakat atau yang juga dikenal
sebagai community based tourism (CBT) sebagaimana dikemukakan oleh
Hadiwijoyo (2012) adalah pariwisata yang menyadari kelangsungan budaya,
sosial serta lingkungan. Jenis pariwisata ini dimiliki dan dikelola oleh masyarakat
untuk masyarakat itu sendiri guna meningkatkan kesadaran dan pembelajaran
tentang masyarakat dan tata cara hidup masyarakat lokal (local way of life) kepada
para wisatawan. Menurut Hermawan (2003, dalam Demartoto, 2009)
menyebutkan bahwa pariwisata berbasis masyarakat dikembangkan sesuai prinsip
keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan berbagai stakeholder
pembangunan pariwisata termasuk pemerintah, swasta dan juga masyarakat.
Konsep pariwisata berbasis masyarakat mengutamakan bagaimana
masyarakat setempat harus dilibatkan secara aktif dan diberikan kesempatan untuk
berpartisipasi karena tujuan akhir yang hendak dicapai adalah meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat itu sendiri. Peran serta masyarakat di
dalam memelihara sumberdaya alam dan sumberdaya budaya yang berpotensi
untuk menjadi daya tarik wisata tidak dapat diabaikan begitu saja. Upaya
memberdayakan masyarakat setempat adalah dengan mengikutsertakan mereka
dalam berbagai kegiatan pembangunan pariwisata. Untuk itu pemerintah sebagai
fasilitator dan stakeholder lainnya harus dapat menghimbau dan memberikan
motivasi kepada masyarakat agar bersedia berpartisipasi secara aktif.
Beberapa tujuan dari pariwisata berbasis masyarakat yakni 1) upaya
pemberdayaan masyarakat melalui bidang pariwisata; 2) meningkatkan peran dan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata; 3) memberikan
kesempatan yang sama bagi masyarakat laki-laki maupun perempuan untuk
terlibat secara langsung. Oleh karena itu pengembangan pariwisata berbasis
17
masyarakat menuntut koordinasi dan kerja sama serta peran yang berimbang antar
stakeholders baik pemerintah, swasta serta masyarakat.
Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat juga dapat dilaksanakan
sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Dalam hal
ini masyarakat harus disadarkan akan pentingnya potensi yang ada sehingga rasa
ikut memiliki (sense of belonging) terhadap beragam sumber daya alam dan
sumber daya budaya sebagai aset pembangunan pariwisata.
18
1.5. Kerangka Pemikiran
Agrowisata
Sumber Daya Alam
Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Budaya
Upaya pembangunan pariwisata melalui kegiatan
agrowisata
Karakteristik Lingkungan
Pariwisata Berbasis
Masyarakat
Kondisi Daerah Tujuan Wisata
(DTW)
Lingkungan alam dan sosial beserta elemen
sumber daya
Peran serta masyarakat di
dalam mengelola agrowisata
Atraksi Amenitas
Aksesibilitas Ancillary
Pengelolaan Agrowisata Oleh Masyarakat Secara
Berkelanjutan
Kebijakan Pemerintah Kota Batu
Pengembangan pariwisata Kota
Batu
19
1.6. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian terkait dengan pariwisata berbasis masyarakat
(community based tourism) sebelumnya pernah dilakukan baik dengan locus,
focus dan metode yang berbeda. Penelitian ini nantinya akan mengarah kepada
riset yang bersifat deskriptif yakni menganalisis upaya pengelolaan agrowisata
oleh suatu komunitas masyarakat dengan mengkombinasikan antara potensi
pertanian dengan pariwisata yang ada. Selain itu penelitian ini juga difokuskan
untuk menganalisis peran serta masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan
pembangunan pariwisata khususnya agrowisata melalui konsep pariwisata
berbasis masyarakat (community based tourism). Lokasi penelitian yang dipilih
adalah Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan hasil penelusuran sementara dapat diidentifikasi beberapa penelitian
yang pernah dilakukan sebelumnya terkait pariwisata berbasis masyarakat
(community based tourism) sebagaimana telah disajikan pada tabel 1.2 berikut.
20
Tabel 1.2 Keaslian Penelitian
No Judul Penulis Tahun Tujuan Metode Hasil Penelitian
1. Pengembangan Agrowisata Berbasis Komunitas di Kota
Batu, Jawa Timur
Sri Endah Nurhayati 2012
1. Mengkaji prinsip-prinsip Community Based Tourism (CBT) yang diterapkan di Kota Batu dalam pengembangan agrowisata
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan prinsip-prinsip Community Based Tourism (CBT) di Kota Batu
3. Merumuskan model pengembangan agrowisata yang berkelanjutan dengan mengacu pada prinsip-prinsip Community Based Tourism (CBT)
Kualitatif dan kuantitatif
1. Penerapan prinsip ekonomi CBT dalam pengembangan agrowisata di Kota Batu ditandai dengan peningkatan usaha sektor pariwisata berskala kecil yang menyerap tenaga kerja lokal lebih besar didukung kepemilikan usaha dan mekanisme perekrutan tenaga kerja lokal.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi penerapan prinsip lingkungan CBT adalah kondisi lingkungan global, berkembangnya konsep daya dukung lingkungan berbasis komunitas yaitu kearifan lokal, pengembangan teknologi pengelolaan sampah ramah lingkungan dan teknologi konservasi lahan.
3. CBT dapat diintegrasikan dengan program kerja SKPD di luar pariwisata seperti Pemberdayaan Perempuan, Bapemas, Pemuda dan Olah Raga, Pendidikan dan Kebudayaan, dan Sosial.
2.
Pariwisata Berbasis Masyarakat di dalam Pelestarian Dolanan
Tradisional di Kampung Dolanan Pandes, Kabupaten
Bantul, DIY
Anik Nuryani 2013
1. Mengetahui dan mendeskripsikan bentuk penerapan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Kampung Dolanan Pandes
2. Mengetahui dan mendeskripsikan kelembagaan di Kampung Dolanan Pandes dalam rangka penerapan pariwisata berbasis masyarakat
3. Mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat perkembangan Kampung Dolanan Pandes
Deskriptif kualitatif
1. Penerapan pariwisata berbasis masyarakat di Kampung Dolanan Pandes dilakukan secara menyeluruh, bentuknya adalah dengan melibatkan masyarakat pada setiap aspek kegiatan.
2. Ada struktur kelembagaan yang terdiri dari anggota karang taruna Pandes. Kelembagaan ini sangat penting dalam mendampingi masyarakat mengelola Kampung Dolanan Pandes.
3. Faktor pendukungnya adalah keunikan (potensi budaya), sumber daya alam (SDA), dan antusiasme masyarakat (dalam bentuk kelembagaan dan partisipasi aktif). Sedangkan faktor penghambatnya adalah sumber daya manusia (SDM), media promosi, dukungan pemerintah dan struktur organisasi belum optimal.
21
No Judul Penulis Tahun Tujuan Metode Hasil Penelitian
3.
Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan Desa Wisata (Studi di Desa Wisata
Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten
Gunungkidul)
Abdur Rohim 2013
1. Mendeskripsikan latar belakang terbentuknya desa wisata
2. Mendeskripsikan bentuk-bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata dan dampaknya Kualitatif
1. Terbentuknya desa wisata di Desa Bejiharjo berawal dari gagasan pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta bantuan PNPM mandiri pariwisata, kemudian dikelola oleh masyarakat setempat.
2. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang atraksi dan akomodasi wisata diselenggarakan melalui a) pertemuan, b) pendampingan, c) bantuan modal sebagai stimulan, d) pembangunan sarana dan prasarana, e) pembentukan pokdarwis, f) kerja bakti dan g) pemasaran. Dampak yang ditimbulkan meliputi peningkatan pendapatan masyarakat serta sosial budaya desa setempat.
4. Pengelolaan Agrowisata Berbasis Masyarakat di
Desa Sidomulyo, Kota Batu
Ilyas Mustafa Makarim
2015
1. Mendeskripsikan karakteristik lingkungan agrowisata di Desa Sidomulyo
2. Mengidentifikasi kondisi objek agrowisata di Desa Sidomulyo sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW)
3. Menganalisis pengelolaan agrowisata berbasis masyarakat di Desa Sidomulyo
Deskriptif Kualitatif
1. Karakteristik lingkungan alam dan sosial masyarakat di Desa Sidomulyo sangat mendukung kegiatan pengelolaan agrowisata secara terpadu yang disertai dengan respon positif dari masyarakat terhadap penetapan kawasan wisata bunga.
2. Kondisi objek agrowisata di Desa Sidomulyo sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) dapat ditinjau melalui komponen atraksi, amenitas, akses dan pelayanan tambahan sebagai upaya dalam meningkatkan pembangunan pariwisata daerah.
3. Upaya masyarakat Desa Sidomulyo dalam mengelola agrowisata telah memberikan peran serta peluang cukup luas yang tidak hanya terbatas pada fungsi pemberdayaan akan tetapi juga sebagai bentuk pelestarian lingkungan secara berkelanjutan sehingga mampu meningkatkan perekonomian lokal dan kesejahteraan secara lebih merata.
Sumber : Hasil Analisa Peneliti, 2015
22
1.7. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian digunakan untuk mencapai tujuan penelitian.
Pertanyaan berikut diharapkan dapat dieksplorasi lebih lanjut sehingga mampu
menjawab tujuan-tujuan penelitian yang ada.
1 . Bagaimanakah karakteristik lingkungan agrowisata di Desa Sidomulyo?
2 . Bagaimanakah kondisi objektif agrowisata di Desa Sidomulyo sebagai Daerah
Tujuan Wisata (DTW)?
a. Bagaimana atraksi agrowisata di Desa Sidomulyo?
b. Bagaimana amenitas agrowisata di Desa Sidomulyo?
c. Bagaimana aksesibilitas agrowisata di Desa Sidomulyo?
d. Bagaimana pelayanan tambahan agrowisata di Desa Sidomulyo?
3 . Bagaimanakah upaya pengelolaan agrowisata oleh masyarakat di Desa
Sidomulyo?