para mufassirun dan kitab tafsir terkenal

41
BAB I PENDAHULUAN Banyaknya mufasir pada masa sohabat yang mampu menciptakan kitab – kitab tafsir yang hingga masa kini masih dijadikan sebagai rujukan. Hal itu membuktikan keistimewaan dari para mufasir, yang memiliki kecerdasan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Dari sekian banyak kitab tafsir yang ditafsirkan oleh para mufassir, sangat banyak pula pemahaman dan penafsiran yang berbeda-beda. Ini dikarenakan banyak para ulama yang menafsirkan kitab dari golongan-golongan yang berbeda seperti dari golongan Mu’tazilah, Syi’ah dan lain sebagainya. Meskipun demikian, kitab-kitab tafsir yang ditafsirkan telah cukup memberikan manfaat bagi sekian banyak umat saat ini sesuai dengan keyakinan atau kepercayaan mereka. 1 | Page

Upload: ratih-aini

Post on 07-Jan-2017

376 views

Category:

Education


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

BAB I

PENDAHULUAN

Banyaknya mufasir pada masa sohabat yang mampu menciptakan kitab – kitab tafsir

yang hingga masa kini masih dijadikan sebagai rujukan. Hal itu membuktikan keistimewaan dari

para mufasir, yang memiliki kecerdasan yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Dari sekian banyak kitab tafsir yang ditafsirkan oleh para mufassir, sangat banyak pula

pemahaman dan penafsiran yang berbeda-beda. Ini dikarenakan banyak para ulama yang

menafsirkan kitab dari golongan-golongan yang berbeda seperti dari golongan Mu’tazilah,

Syi’ah dan lain sebagainya.

Meskipun demikian, kitab-kitab tafsir yang ditafsirkan telah cukup memberikan manfaat

bagi sekian banyak umat saat ini sesuai dengan keyakinan atau kepercayaan mereka.

1 | P a g e

Page 2: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

BAB II

PEMBAHASAN

A. PARA MUFASSIR DAN KITAB TAFSIR BIL MA’SUR

Menurut buku Studi Ilmu Qur’an karya Manna’ Khalil al Qattan di sebutkan

setidaknya ada 3 kitab tafsir yang yang terkenal. Di sini, kami akan menguraikan

tentang salah satu kitab tersebut, yaitu kitab Tafsir bil Ma’sur. Adapun macam-

macam kitab Tafsir bil Ma’sur yang terkenal:

1) Tafsir yang dinisbahkan kepada Ibn Abbas.

2) Tafsir Ibn ‘Uyainah.

3) Tafsir Ibn Abi Hatim.

4) Tafsir Abusy Syaikh bin Hibban.

5) Tafsir Ibn ‘Atiyah.

6) Tafsir Abul Lais as Samarqandi, Bahrul ‘Ulum.

7) Tafsir Abu Ishaq, al Kasyfu wal Bayan ‘an Tafsiril Qur’an.

8) Tafsir Ibn Jarir at Tabari, Jami’ul Bayan fii Tafsiril Qur’an.

9) Tafsir Ibn Abi Syaibah.

10) Tafsir al Bagawi, Ma’alimut Tanzil.

11) Tafsir Abil Fida’ al Hafiz Ibn Kasir, Tafsirul Qur’anil ‘Azim.

12) Tafsir as Sa’labi, al Jawahirul Hisan fi Tafsirill Qur’an.

13) Tafsir Jalaluddin as Suyuti, ad Durrul Mansur fii Tafsiri bil Ma’sur.

14) Tafsir asy Syaukani, Fathul Qadir.

1. Ibn Abbasa. Riwayat Hidup Ibn Abbas

2 | P a g e

Page 3: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

Ibn Abbas adalah putera dari paman Rasulullah yang bernama Abdul Muttalib,

dan ibunya bernama Ummul Fadl Lubanah binti al Haris al Hillaliyah.

Ibn Abbas dikenal dengan julukan Turjumanul Qur’an (juru tafsir Qur’an), Habrul

Ummah (tokoh ulama umat) dan Ra’isul Mufassirin (pemimpin para mufassir)1.

Menurut pendapat para Jumhur Ulama, Ibn Abbas wafat pada tahun 68 H.

b. Kedudukan dan Keilmuannya

Baihaqi dalam ad Dala’il meriwayatkan dari Ibn Mas’ud yang mengatakan: “Juru

tafsir Qur’an paling baik adalah Ibn Abbas.2”

Ibn Abbas adalah orang yang dipercaya sebagai pengganti Zaid bin Sabit wafat

sebagai orang yang paling pandai. Ibn Abbas menjadi pemuda terkemuka di kalangan

para sahabat karena ilmu dan pemahamannya. Hal ini merupakan bentuk realisasi dari

do’a Rasulullah SAW.

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah pernah merangkul Ibn Abbas dan

mendo’akannya: “Ya Allah, ajarkanlah kepadanya hikmah.”3

c. Tafsirnya

Tafsir-tafsir yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas telah dikumpulkan menjadi satu

buku yang diberi nama Tafsir Ibn Abbas, yang dicetak di Mesir dengan nama

Tanwirul Miqbas min Tafsiri Ibn Abbas dan dihimpun oleh Abu Tahir Muhammad

bin Ya’qub al Fairuzabadi asy Syafi’i, pengarang kamus al Muhit4.

Dalam kitab ini terdapat beberapa riwayat dan sanad. Riwayat yang paling baik yaitu

riwayat yang melalui Ali bin Abi Talhah al Hasyimi, dari Ibn Abbas, karena sanad ini

dipedomani oleh bukhari dengan sahih nya. Sedangkan riwayat yang berkategori

jayyid ialah riwayat yang melalui Qais bin Muslim al Kufi, dari ‘Ata’ bin as Sa’ib.5

Ibn Abbas pernah dituduh dengan tuduhan bahwasanya Ibn Abbas telah mengutip

secara bebas dari para Ahli Kitab, lalu hal itu dibantah oleh Prof. Muhammad Husain

az Zahabi dalam bukunya at Tafsir wal Mufassirun.

1 Manna’ Khalil al Qattan, “Studi Ilmu-ilmu Qur’an”. Hal: 5222 Manna’ Khalil al Qattan, “Studi Ilmu-ilmu Qur’an”. Hal: 5233 Manna’ Khalil al Qattan, “Studi Ilmu-ilmu Qur’an”. Hal: 5234 Manna’ Khalil al Qattan, “Studi Ilmu-ilmu Qur’an”. Hal: 4995 Manna’ Khalil al Qattan, “Studi Ilmu-ilmu Qur’an”. Hal: 524

3 | P a g e

Page 4: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

Ibn Abbas dalam memahami Al Qur’an lebih merujuk pada syair-syair Arab, karena

memang pemahamannya tentang syair Arab kuno sangat tinggi.

Para ulama telah menelusuri riwayat-riwayat dari Ibn Abbas, dari yang sohih, hingga

yang dha’if. Diantaranya6:

1. Melalui Mu’awiyah bin Salih, dari ‘Ali bin Abi Talhah, dari Ibn Abbas. Inilah yang

paling baik dari sekian banyak jalan penerimaan Tafsir Ibn Abbas (Manna’ Khalil al

Qattan: 500).

2. Melalui Qais bin Muslim al Kufi, dari ‘Ata’ bin as Sa’ib dari Sa’id bin Jubair,dari Ibn

Abbas. Jalan ini sahih menurut Bukhari dan Muslim.

3. Melalui Ibn Ishaq pengarang as Siyar, dari Muhammad bin Muhammad maula,

keluarga Zaid bin Sabit, dari ‘Ikrimah atau Sa’id bin Jubair, dari Ibn Abbas. Jalan

periwayatannya jayyid dan isnadnya hasan.

Sanad riwayatt ini jayyid.

4. Melalui Ismail bin Abdurrahman as Sadi al Kabir, dari Abu Malik dan dari Abu Salih

pada lain waktu, dari Ibn Abbas.

Para ulama memperselisihkan tentang kepercayaannya terhadap as Sadi, karena

banyak tafsinya yang diiwayatkan oleh Asbat bin Nasr, sedangkan Asbat tidak

disepakati kepercayaannya, akan tetapi tafsir yang paling baik adalah Tafsi as Sadi.

5. Melalui Abdul Malik bin Juraij, dari Ibn Abbas.

Jalan ini masih perlu diteliti lagi, dikarenakan Juraij meriwayatkan sahih ataupun

yang tidak sahih dari setiap tafsir ayat.

6. Melalui Dahhak bin Muzahim al Hilali dari Ibn Abbas.

Sanad ini tidak dapat diterima, karena masih ada yang mempermasalahkan tentang

kebenaran Dahhak, sedangkan ia tidak pernah bertemu dengan Ibn Abbas.

7. Melalui ‘Atiyah al ‘Aufi dari Ibn Abbas.

Dalam hal ini pun ‘Atiyah belum dapat diterima, meskipun terkadang dianggap hasan

oleh Tirmidzi.

8. Melalui Muqatil bin Sulaiman al Azadi al Khurrasani.

6 Manna’ Khalil al Qattan, “Studi Ilmu-ilmu Qur’an”. Hal: 5004 | P a g e

Page 5: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

Disebutkan bahwa Muqatil bin Sulaiman adalah orang yang berdusta. Ia

meriwayatkan dari Mujahid dan Dahhak, padahal ia tidak pernah mendengar

langsung dari Mujahid ataupun Dahhak.

9. Melalui Muhammad bin as Sa’ib al Kalbi, dari Abu Salih dari Ibn Abbas.

Dalam hal ini, ini adalah sanadnya yang paling lemah. Karena disepakati bahwa al

Kalbi bukanlah orang yang terpercaya, bahkan ada yang menyebutnya pernah

melakukan pemalsuan hadist.

2. Mujahid bin Jabra. Riwayat Hidupnya

Mujahid dengan nama lengkap Mujahid bin Jabr al Makki Abul Hajjaj al Makhzumi

al Muqri’, maula as Sa’ib bin Abus Sa’ib.

Ia dilahirkan pada tahun 21 H, dan wafat pada 102 H atau 103 H, atau 104 H menurut

Yahya al Qattan.

b. Kedudukannya

Mujahid bin Jabr adalah mufasir di kalangan para tabi’in. mujahid mengambil tafsir

dari riwayat Ibn Abbas sebanyak tiga puluh kali.

As Sauri pernah berkata:”Jika datang kepadamu tafsir dari Mujahid, maka cukuplah

itu bagimu.” “Oleh karena itu”, kata Ibn Taimiyah Syafi’i, Bukhari dan ahli ilmmu

lainnya banyak yang berpegang pada tafsirnya.7 Namun hal ini tidak berarti harus

mengambil semua yang dinisbahkan pada Mujahid, karena sebagaimana seorang

perawi, para penukilnya ada juga yang tidak dapat dipercaya.

3. At Tabaria. Riwayat Hidupnya

At Tabari atau dengan nama lengkap Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid

bin Kasir Abu Ja’far at Tabariat-Tabari. At Tabai lahir pada tahun 224 H, dan wafat

pada tahun 310 H di Bagdad.

7 Ibid: 5255 | P a g e

Page 6: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

b. Karya at Tabari

At Tabari memiliki dua karya besar, yaitu Tarikhul Umam wal Muluk tentang

sejarah dan Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an tentang tafsir.

Kitab Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an ini yang menjadi rujukan pertama para

mufasir bil ma’sir. Para ulama sependapat, bahwasanya belum pernah ada kitab tafsir

yang lebih baik dari karya at Tabari ini. Bahkan Ibn Kasir pun banyak menukil

darinya, karena memang keutamaan dari at Tabari ini ialah pandai dalam istinbat,

juga i’rabnya, sehingga karya at Tabari inilah yang masih bertahan sampai pada umat

sekarang.

4. Asy-Syaukani

a. Riwayat Hidup

Nama lengkapnya adalah Qadi Muhammad bin Ali bin Abdullah asy-Syaukani as-

San’ani, seorang imam mujtahid, pembela sunnah dan pembasmi bid’ah. Dilahirkan

pada 1173 H di kampung Syaukan dan dibesarkan di San’a. Ia belajar Qur’an dengan

sungguh-sungguh, menuntut ilmu dan mendengarkan pelajaran dengan tekun dari

ulama-ulama besar serta menghafal tidak sedikit kitab matan tentang nahwu, saraf

dan balaghah, juga menguasai ilmu usul dan tatacara meneliti dan berdebat, sehingga

ia menjadi seorang imam yang layak mendapat acungan jempol. Sepanjang hayat ia

senantiasa bergelut dengan ilmu baik dengan membaca maupun dengan mengajar

sampai menemui ajalnya pada 1250 H.

b. Mahzab dan Akidahnya

Syaukani mempelajari fiqh mahzab Imam Zaid sampai ia menjadi tokoh

kenamaannya, mengarang, berfatwa dan kemudian belajar hadits hingga mencapai

tingkat lebih unggul dari orang sezamannya. Dan akhirnya ia pun melepaskan

belenggu taqlid, menjadi pembela sunnah dan mengalahkan musuh-musuhnya. Dalam

6 | P a g e

Page 7: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

pandangannya, taqlid8 adalah haram dan, dan untuk ini ia menulis sebuah risalah yang

diberi nama al-Qaulul Mufid fi Adillatil wat Taqlidl.

c. Karangannya

Ia mempunyai sejumalah karangan bermutu dalam berbagai cabang ilmu. Di

antaranya ialah:

- Fathul Qadir tentang tafsir.

- Nailul Autar sebuah syarah atas kitab Muntaqal Akhbar karya al-Majd ibn Taimiyah,

kakek Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, sebuh kitab hadis terbaik yang disusun menurut

sistematika fiqh, dan

- Al-Fathur Rabbani, kumpulan fatwanya.

d. Tafsirnya

Fathul Qadir karya asy-Syaukani adalah sebuah tafsir yang menggabungkan

antara riwayat dengan istinbat dan penalaran atas nas-nas ayat. Dalam tafsir ini asy-

Syaukani banyak bersandar pada tokoh-tokoh mufasir seperti an-Nahhas, Ibn ‘Atiyah

dan al-Qurtubi. Dan tafsir tersebut kini beredar luas di berbagai penjuru dunia Islam.

Semoga Allah senantiasa melimpahkan selawat dan salam kepada Rasul

Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

5. Ibn Kasir

a. Riwayat Hidupnya

Ia adalah Isma’il bin ‘Amr al-Qurasyi bin Kasir al-Basri ad-Dimasyqi ‘Imaduddin

Abul Fida’ al-Hafiz al-Muhaddis asy-Syafi’i. Lahir pada 705 H dan wafat pada 774

8 keyakinan atau kepercayaan kpd suatu paham (pendapat) ahli hukum yg sudah-sudah tanpa mengetahui dasar atau alasannya; peniruan;

7 | P a g e

Page 8: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

H. Ia adalah seorang ahli fiqh yang sangat ahli, ahli hadits yang cerdas, sejarawan

ulung dan mufasir paripurna. Di antara karya tulisnya ialah :

- Al-Bidayah wan Nihayah dalam bidang sejarah, merupakan rujukan terpenting bagi

para sejarawan.

- Al-Kawakibud Darari dalam bidang sejarah.

- Tafsirul Qur’an, al-Ijtihad fi Talabil Jihad.

- Jami’ul Masanid, as-Sunanul Hadi li Aqwami Sunan

- Al-Wadihun Nafis fi Manaqibil Imam Muhammad ibn Idris.

b. Tafsirnya

Dalam tafsirnya Muhammad Rasyid Rida menjelaskan :

Tafsir ini merupakan tafsir paling masyhur yang memberikan perhatian besar

pada yang diriwayatkan dari para mufasir salaf dan menjelaskan makna-makna ayat

dan hukum-hukumnya serta menjauhi pembahasan i’rab dan cabang-cabang balagah

yang umumnya dibicarakan secara panjang lebar oleh kebanyakan mufasir, juga

menjauhi pembicaraan yang melebar pada ilmu-ilmu lain yang tidak diperlukan

dalam memahami Qur’an secara umum atau memahami hukum dan nasihat-

nasihatnya secara khusus.

6. Fakhruddin ar-Razi

a. Riwayat Hidupnya

Ia adalah Muhammad bin Umar bin al-Hasan at-Tamimi al-Bakri at-Tabaristani

ar-Razi Fakhruddin, terkenal dengan Ibnul Khatib asy-Syafi’i al-Faqih. Lahir di Ray

pada 543 H dan wafat di Harah 606 H. Ia mempelajari ilmu-ilmu diniah dan aqliah

8 | P a g e

Page 9: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

sehingga sangat menguasai ilmu logika dan filsafat serta menonjol dalam bidang ilmu

kalam.9

b. Karya Tulisnya

Fakhruddin ar-Razi mempunyai banyak karangan, yaitu :

- Mafatihul Gaib (tafsir Qur’an)

- Asrarut Tanzil wa Anwarut Ta’wil (tafsir)

- Ihkamul Ahkam

- Al-Muhassal fi Usulil Fiqh

- Al-Burhan fi Qira’atil Qur’an

- Durratut Tanzil wa Gurratut Ta’wil fil Ayatil Mutasyabihat

- Syarhul Isyarat wat Tanbihat li Ibn Sina

- Ibtatul Qiyas

- Syarhul Qanun li Ibn Sina

- Al-Bayan wal Burhan fir-Raddi ala Ahliz Zaigi wat Tugyan

- Ta’jizul Falasifah

- Risalatul Jauhar

- Risalatul Hudus

- Kitab al-Milal wan Nihal

- Muhassalu Afkaril Mutaqaddimin wal Muta’akhirrin minal Hukama’ wal

Mutakallimin fi Ilmil Kalam

- Syahrul Mufassal liz Zamakhsyari

c. Tafsirnya

Ilmu-ilmu aqliah sangat mendominasi pemikiran ar-Razi di dalam tafsirnya,

sehingga ia mencampuradukkan ke dalamnya berbagai kajian mengenai kedokteran,

logika, filsafat dan hikmah. Ini semua mengakibatkan kitabnya serta membawa nas-

9Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Bogor : 2013. cet 16, hlm 5299 | P a g e

Page 10: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

nas Kitab pada persoalan-persoalan ilmu aqliah dan peristilahan ilmiahnya, yang

bukan untuk itu nas-nas tersebut diturunkan.

7. Az-Zamakhsyari

a. Riwayat Hidupnya

Ia adalah Abul Qasim Mahmud bin Umar al-Khawarizmi az-Zamakhsyari. Lahir

27 Rajab 467 H Zamakhsyar. Ia mulai belajar di negeri sendiri, kemudian

melanjutkan ke Bukhara dan belajar sastra pada syaikh Mansur Abi Mudar.

Kemudian pergfi ke Mekkah dan menetap disana cukup lama, disana pula ia menulis

tafsirnya, al-Kasysyaf an Haqa’iqi Gawamidit Tanzil wa Uyunil Aqawil fi Wujuhit

Ta’wil. Ia meninggal dunia pada 538 H di Jurjaniah Khawarizm setelah kembali dari

Mekah.

b. Keilmuan dan Karyanya

Zamakhsyari adalah seorang imam dalam bidang ilmu bahasa, ma’ani dan bayan.

Ia adalah orang yang mempunyai pendapat dan hujjah sendiri dalam banyak masalah

bahasa Arab, bukan tipe orang yang suka mengikuti langkah orang lain yang hanya

menghimpun dan mengutip saja, tetapi ia mempunyai pendapat orisinil yang jejaknya

ditiru dan diikuti orang lain. Di antara karangannya ialah :

- Al-Kasysyaf tentang tafsir Qur’an

- Al-Fa’iq tentang tafsir hadits

- Al-Minhaj tentang usul

- Al-Muffasal tentang nahwu

- Asasul Balagah tentang bahasa

10 | P a g e

Page 11: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

- Ru’usul Masa’ilil Fiqhiyah tentang fiqh

c. Tafsirnya

Kitab al-Kasysyaf karya Zamakhsyari adalh sebuah kitab tafsir paling masyhur di

antara sekian banyak tafsir yang disusun oleh mufasir bir-ra’yi yang mahir dalam

bidang bahasa. Al-Maktabah at-Tijariyah Mesir telah menerbitkan al-Kasysyaf

cetakan terakhir yang diterbitkan oleh Mustafa Husain Ahmad dan diberi lampiran

empat buah kitab : 1) al-Intisaf oleh an-Nayyir, 2) asy-Syafi fi Takhriji Ahadisil

Kasyyaf oleh al-Hafiz Ibn Hajar al Asqalani, 3) Hasyiyah Tafsir al-Kasysyaf oleh

Syaikh Muhammad Ulyan al-Marzuqi, 4) Masyahidul Insaf ala Syawahidil Kasysyaf

juga oleh al-Marzuqi. Kitab terakhir ini menunjukkan bahwa tafsir Zamakhsyari

mengandung banyak akidah Mu’tazilah yang diungkapkan.10

B. KITAB-KITAB TAFSIR BIR RA’YI YANG TERKENAL

1) Tafsir Abdurrahman bin Kaisan al-Asam.

2) Tafsir Abu ‘Ali al-Juba’i.

3) Tafsir ‘Abdul Jabbar.

4) Tafsir az-Zamakhsyari, al-Kasysyaaf ‘an Haqa’iqi Gawaamidit Tanzil wa ‘Uyaanil

Aqaawil fi Wujuhit Ta’wil.

5) Tafsir Fakhrudin ar-Razi, Mafaatihul Gaib.

6) Tafsir Ibn Furak.

7) Tafsir an-Nasafi, Mudaarikut Tanzil wa Haqaaiqat Ta’wil.

8) Tafsir al-Khazin, Lubaabur Ta’wil fi Ma’aanit Tanzil.

9) Tafsir Abu Hayyan, al-Bahrul Muhiit.

10) Tafsir al-Baidawi, Anwaarut Tanzil wa Asraarut Ta’wil.

11) Tafsir al-Jalalain; Jalaludin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuti.

10Ibid, hlm 53111 | P a g e

Page 12: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

Jalaluddin al-Mahalli memulai menulis tafsirnya dari awal surah al-Kahfi sampai

dengan akhir surah an-Naas. Setelah itu barulah ia menafsirkn surah al-Fatihah sampai

selesai dan kemudian maut menjemputnya sehingga ia tidak sempat menafsirkan surah-

surah sesudahnya. Sedangkan Jalaluddin as-Suyuti datang setelah al-Mahalli untuk

menyelesaikan penulisan tafsirnya. Ia memulai tafsirnya dari surah al-Baqarah sampai

dengan akhir surah al-Isra’. Dan tafsir surah al-Fatihah ia letakkan pada akhir tafsir

Jalaluddin al-Mahalli agar terletak berurutan dengannya. Namun seringkali orang berbuat

salah dalam menentukan kadar kerja mereka masing-masing.

12) Tafsir al-Qurtubi, al-Jaami’ li Ahkamil Qur’an.

13) Tafsir Abus-Su’ud, Irsyaadul ‘Aqlis Salim ilaa Mazaayal Kuaabil Kariim.

14) Tafsir al-Alusi, Ruuhul Ma’aani fi Tafsiiril Qur’anil ‘Azim was Sab’ii Masaani.

Berikut ini penjelasan beberapa tafsir diatas:

1) Mafaatihul Gaib, oleh ar-Razi.

Fakhrudin ar-Razi adalah seorang ulama yang menguasai banyak displin

ilmu dan sangat menonjol dalam ilmu-ilmu naqli dan ‘aqli. Ia memperoleh

popularitas besar di segala penjuru dunia dan mempunyai cukup banyak karya. Di

antaranya yang paling penting adalah tafsir besarnya bernama Mafaathul Gaib.

Tafsir ini terdiri atas delapan jilid besar. Namun berbagai pendapat yang

ada menunjukkan bahwa ar-Razi tidak sempat menyelesaikannya. Pendapat-

pendapat itu tidak sepakat mengenai sampai sejauh mana ia menyelesaikan

tafsirnya dan siapa pula yang menyelesaikannya. Mengenai hal ini Syakh

Muhammad az-Zahabi memberikan catatan sebagai berikut:

“Yang dapat saya katakan sebagai pemecahan terhadap silang pendapat ini

ialah, bahwa Imam Fakhrudin telah menyelesaikan tafsirnya sampai dengan

surah al-Anbiya’. Selanjutnya Syaihibudin al-Khaubi menyempurnakan

kekurangan tersebut namun ia juga tidak dapat menyelesaikan sisanya. Tetapi

dapat juga dikatakan bahwa al-Khaubi telah menyempurnakannya hingga

12 | P a g e

Page 13: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

selesai, sedang al-Qamuli menulis penyempurnaan lain, bukan yang telah ditulis

al-Khaubi. Inilah pendapat yang jelas dari ungkapan penulis Kasyfuz Zunun.

Sekalipun demikian, pembaca tafsir ini tidak akan mendapatkan perbedaan

metoda dan alur pembahasan dalam penulisannya sehingga ia tidak dapat

membedakan antara yang asli dengan yang penyempurnaan.

Ar-Razi telah mencurahkan perhatian untuk menerangkan korelasi (munasabah)

antar ayat dan surah Qur’an satu dengan yang lainnya, serta banyak

menguraikan ilmu eksakta, fisika, falak, filsafat dan kajian-kajian masalah

ketuhanan menurut metoda dan argumentasi para filsuf yang rasional; di

samping juga mengemukakan mahzab-mahzab fiqh. Namun sebenarnya sebagian

besar uraian tersebut tidak diperlukan dalam ilmu tafsir. Dengan demikian kitab

tafsir ini menjadi ensiklopedia ilmiah tentang ilmu Kalam, kosmologi dan fisika

sehingga ia kehilangan relevansinya sebagai tafsir Qur’an.”11

2) Al-Bahrul Muhiit, oleh Ibn Hayyan

Abu Hayyan al-Garnati mempunyai pengetahuan luas tentang bahasa,

tafsir, hadits, riwayat tokoh-tokoh hadits dan tingkatan-tingkatannya, terutama

tokoh-tokoh yang hidup di barat. Ia mempunyai banyak karangan dan yang

terpenting adalah kitab tafsirnya, al-Bahrul Muhiit.

Tafsir terdiri atas delapan jilid besar ini telah diterbitkan dan beredar luas.

Di dalamnya Abu Hayyan banyak mencurahkan perhatian untuk menerangkan

i’rab dan masalah-masalah Nahwu, bahkan cenderug memperluasnya karena ia

mengemukakan, mendiskusikan dan memperdebatkan perbedaan pendapat di

kalangan Ahli Nahwu sehingga kitab ini lebih dekat ke kitab-kitab Nahwu

daripada ke kitab-kitab tafsir.

11 Ibid: 50813 | P a g e

Page 14: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

Dalam tafsir ini Abu Bayyan banyak mengutip dari tafsir Zamakhsyari dan

tafsir Ibn ‘Atiyah terutama yang berhubungan dengan masalah nahwu dan i’rab.

Dan seringkali ia mengakhiri kutipannya dengan sanggahan, bahkan terkadang

pula ia menyerang Zamakhsyari dengan gencar meskipun di lain ia memujinya

karena ketrempilannya yang menonjol dalam menyingkapkan retorika (balaghah)

Qur’an dan bayaan-nya.

Abu Hayyan tidak menyukai paham ke-mu’tazilah-an Zamakhsyari.

Karena itu ia mengkritik dan menyanggahnya dengan gaya bahasa yang sinis.

Dalam banyak hal ia berpedoman pada kitab at-Tahrir wat Tahbiir li Aqwaali

A’immatit Tafsir, karya gurunya Jamaluddin dan Abu Abdillah Muhammad bin

Sulaiman al-Miqdasi yang terkenal dengan “Ibnun Naqib”. Tentang kitab karya

gurunya itu Abu Hayyan melukiskannya sebagai kitab paling besar yang disusun

mengenai ilmu tafsir yang jumlahnya mencapai atau hampir seratus buah.

3) Al-Kasysyaaf ‘an Haqaa’iqit Tanzil wa ‘Uyuunil Aqaawil fii Wujuuhit Ta’wil,

oleh az-Zamakhsyari.

Zamakhsyari adalah seorang ulama genius yang sangat ahli dalam bidang

Nahwu, bahasa, sastra dan tafsir. Pendapat-pendapatnya tentang ilmu bahasa Arab

diakui dan dipedomani oleh para ahli bahasa karena keorisinilan dan

kecermatannya.

Zamakhsyari adalah seorang penganut paham Mu’tazilah dan bermahzab

Hanafi. Ia menyusun kitab al-Kasysyaaf untuk mendukung akidah dan

mahzabnya.

Paham kemu’tazilannya, Zamakhsyari dalam tafsirnya menjadi bukti

kecerdasan, kecermelangan dan kemahirannya. Ia mampu mengungkapkan

isyarat-isyarat yang jauh agar terkandung di dalam makna ayat guna membela

kaum Mu’tazilah dan menyanggah lawan-lawannya. Tetapi dari aspek kebahasaan

14 | P a g e

Page 15: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

ia berjasa telah menyingkap keindahan Qur’an dan daya tarik retorikanya. Hal ini

karena ia mempunyai pengetahuan luas tentang ilmu retorika, Bayan, Sastra,

nahwu dan saraf. Karenanya ia menjadi rujukan kebahasaan yang kaya. Di dalam

pendahuluan tafsirnya ia mengindikasikan akan hal tersebut. Ia menyatakan

bahwa orang yang menaruh perhatian kepada tafsir tidak akan dapat menyelami

hakikatnya sedikitpun juga kecuali jika ia telah menguasai dan ilmu khusus bagi

Qur’an , ilmu Ma’ani12 dan ilmu Bayan13 telah cukup lama mengetahui keduanya,

bersusah payah dalam menggalinya, menderita karenanya serta didorong oleh

cita-cita luhur untuk memahami kelembutan-kelembutan hujjah14 Allah dan oleh

hasrat ingin mengetahui mukjizat Rasulullah. Di samping itu semua, ia sudah

mempunyai bekal cukup ilmu-ilmu yang lain dan mampu melakukan dua hal;

penelitian dan pemeliharaan, serta banyak menelaah, sering berlatih, lama

merujuk dan akhirnya menjadi rujukan, juga ahli dalam ilmu i’rab dan menjadi

perangai sederhana dan kreativitas mandiri.

Ibn Khaldun memberikan analisa dan penilaian terhadap kitab al-Kasysaaf

karya Zamakhsyari tersebut ketika membicarakan tentang rujukan tafsir berupa

bahasa, i’rab dan retorika, sebagai berikut:

Di antara kitab tafsir paling baik yang mencakup bidang tersebut ialah

kitab al-Kasysaaf karya Zamakhsyari, seorang penduduk Khawarizm di Irak.

Hanya saja pengarangnya termsuk pengikut fanatik aliran Mu’tazilah. Karena itu

ia senantiasa mendatangkan argumentasi-argumentasi untuk membela mahzabnya

yang rusak setiap ia menerangkan ayat Qur’an dari segi retorika/ balaghah. Cara

demikian bagi para penyelidik dari kalangan Ahli Sunnah dipandang sebagai

penyimpangan dan bagi jumhur merupakan manipulasi terhadap rahasia dan

kedudukan Qur’an. Namun demikian mereka tetap mengakui kekokohan

langkahnya dalam hal yang berkaitan dengan bahasa dan balaghah. Tetapi jika

orang yang membacanya tetap berpijak pada mahzab Sunni dan menguasai

12 Ilmu Ma’ani adalah ilmu untuk menjaga dari kesalahan berbicar.13 Ilmu Bayan adalah ilmu untuk menjaga dari pembicaraan yang tidak mengarah kepada tujuannya.14 Hujjah adalah istilah yang banyak digunakan dalam Al-Qur’an dan literatur Islam yang bermakna tanda, bukti, dalil, alasan atau argumentasi.

15 | P a g e

Page 16: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

hujjah-hujjahnya, tentu ia akan selamat dari perangkap-perangkapnya. Oleh

karena itu kitab tersebut perlu dibaca mengingat keindahan dan keunikan seni

bahasanya.

Dewasa ini telah sampai kepada kita sebuah karya salah seorang bangsa

Irak, Syarafuddin at-Tayyibi, penduduk Tauriz Irak ‘ajam. Di dalam karya

tersebut ia mensyarahkan kitab Zamakhsyari, meneliti lafaz-lafaznya,

membeberkan mahzab Mu’tazilahnya dengan mengemukakan dalil-dalil yang

membuktikan kepalsuannya dan menjelaskan bahwa aspek balagah itu hanya

terletak pada ayat menurut pandangan Ahli Sunnah bukan menurut pandangan

kaum Mu’tazilah. Sungguh ia telah berbuat baik dalam hal tersebut sesuai dengan

kemauannya serta mencukupi pula seni-seni balagahnya.

C. Kitab-kitab Tafsir Terkenal di Abad Modern

Para Musafir terdahulu telah memberikan kepada kitab-kitab tafsir apa yang

menjadi bagiannya, baik manqul maupun ma’qul dan memenuhinya dengan kajian-kajian

kebahasaan, balagah, nahwu, fiqh, mazhab, kealaman dan falsafi. Setelah itu semangat

dan kreativitas generasi berikutnya mulai melemah sehingga apa yang dapat mereka

lakukan hanyalah meringkas dan menukil, melemahkan atau menguatkan.

Berikut ini beberapa contoh tafsir yang lahir di abad tersebut :

1. Al-Jawahir fi Tafsiril Qur’an, oleh Syaikh Tantawi Jauhari`

Syaikh Tantawi adalah seseorang yang sangat tertarik dengan keajaiban-keajaiban

alam dan berprofesi sebagai pengajar pada sekolah Darul ‘Ulum Mesir. Ia menafsirkan

beberapa ayat Qur’an untuk para siswanya, ia juga menulis di beberapa mass media,

kemudian karangannya dipublikasikan dalam bidang tafsir, al Jawahir fi Tafsiril Qur’an.

Dalam tafsirnya ini ia memberikan perhatian besar pada ilmu-ilmu kealaman dan

keajaiban makhluk. Ia menyatakan, di dalam Qur’an terdapat ayat-ayat ilmu pengetahuan

yang jumlahnya lebih dari 750 ayat. Ia juga menganjurkan umat Islam agar memikirkan

16 | P a g e

Page 17: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

ayat-ayat Qur’an yang menunjuk pada ilmu-ilmu kealaman, mendorong mereka untuk

mengamalkannya dan untuk masa kini harus lebih diperhatikan ayat-ayat lain, bahkan

dari kewajiban-kewajiban agama sekalipun. Ia berkata, “Mengapa kita tidak

mengamalkan ayat-ayat ilmu pengetahuan alam sebagaimana para pendahulu

mengamalkan ayat-ayat kewarisan ? Akan tetapi saya mengucapkan alhamdulilah, karena

kini Anda telah dapat membaca dalam tafsir ini rangkuman atau intisari ilmu

pengetahuan, yang mempelajarinya lebih utama daripada mempelajari ilmu fara’id

karena itu fardu kifayah. Sedangkan ilmu pengetahuan ini dapat menambah ma’rifah

kepada Allah, karena itu ia menjadi fardu ‘ain bagi orang yang mampu.” Jauhari mulai

terpedaya, ia berani mencela para musafir terdahulu.15

Pengarang tafsir tersebut telah mencampuradukan kesalahan di dalam

kitabnya.Iamemsaukkan ke dalamnya gambar tumbuh-tumbuhan, binatang, pemandangan

alam dan berbagai eksperimen ilmu pengetahuan. Ia menerangkan hakikat-hakikat

keagamaan dengan apa yang ditulis Plato dalam Republica-nyadan kelompok Ikhwanus

Safa dalam risalah mereka, memaparkan ilmu pasti dan menafsirkan ayat-ayat yang

berlandaskan teori-teori ilmiah modern.

Dalam pandangan kami Tantawi Jauhari telah melakukan kesalahan besar

terhadap tafsir dengan perbuatannya itu, ia mengira bahwa dirinya berbuat baik, padahal

tafsirnya tidak diterima oleh banyak orang terpelajar karena mengandung pemaksaan

dalam membawakan ayat kepada yang bukan maknanya.

2. Tafsir al-Manar, oleh Sayid Muhammad Rida

Syaikh Muhammad Abduh telah merintis kebangkitan ilmiah dan memberikan

buahnya kepada murid-muridnya.Kebangkitan ini berpusat pada kesadaran Islami,

pemahaman ajaran sosiologis Islam dan pemecahan agama terhadap problematika

kehidupan masa kini. Benih-benih kebangkitan tersebut sebenarnya dimulai dengan

gerakan Jamaludin al-Afgani, yang kepadanya Muhammad Abduh berguru. Rasyid Rida

adalah ahli waris tunggal bagi ilmu-ilmu Syaikh Muhammad Abduh. Hal nyata ini

15Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Bogor : 2013. cet 16, hlm 51117 | P a g e

Page 18: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

tampak jelas dalam tafsirnya yang diberi nama Tafsir al-Qur’an al-Hakim, yang populer

dengan nama Tafsir al-Manar.

Ia memulai tafsirnya dari awal Qur’an dan berakhir pada firman Allah :

“Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku

sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi.

(ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di dunia dan di

akhirat, wafatkanlah aku dalam Keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan

orang-orang yang saleh” (QS. Yusuf: 101)

Kemudian maut menjemputnya sebelum ia sempat menyelesaikan penulisan tafsir

al-Qur’an. Tafsir al-Manar adalah sebuah tafsir yang penuh pendapat para pendahulu

umat, sahabat, tabi’in, uslub-uslub bahasa Arab dan penjelasan tentang sunatullah yang

berlaku dalam kehidupan manusia. Ayat-ayat Qur’an ditafsirkan dengan gaya bahasa

menarik, makna-makna yang mudah dipahami, berbagai persoalan dijelaskan secara

tuntas, tuduhan dan kesalahpahaman terhadap Islam dibantah dengan tegas dan penyakit-

penyakit masyarakat diobati dengan petunjuk qur’ani. Syaikh Rasyid menjelaskan bahwa

pokok tujuan tafsirnya ialah “untuk memahami Kitabullah sebagai sumber ajaran agama

yang membimbing umat manusia ke arah kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat”.

3. Fi Zilalil Qur’an, oleh Sayid Qutub

Gerakan Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh asy-Syahid Hasan al-Bana

dipandang sebagai gerakan keislaman terbesar masa kini. Dengan gerakan ini

ditumpahkanlah segala potensi pemuda Islam untuk berkhidmat kepada Islam,

menjunjung syari’atnya, meninggikan kalimahnya, membangun kejayaannya dan

mengembalikan kekuasaannya.

Di antara tokoh jama’ah ini yang paling menonjol adalah seorang alim yang sulit

dicari bandingannya dan pemikir cemerlang, asy-Syahid Sayid Qutub, yang telah

18 | P a g e

Page 19: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

memfilsafatkan pemikiran Islam dan menyingkapkan ajaran-ajarannya yang benar

dengan jelas dan gamblang. Tokoh yang menemui Tuhannya sebagai syahid dalam

membela akidah ini meninggalkan warisan pemikiran sangat bermutu, terutama kitabnya

tentang tafsir yang diberi nama Fi Zilalil Qur’an.

Kitab itu merupakan tafsir sempurna tentang kehidupan di bawah sinar Qur’an

dan petunjuk Islam. Pengarangnya hidup di bawah naungan Qur’an yang bijaksana

sebagaimana dipahami dari penamaan kitabnya. Ia meresapi keindahan Qur’an dan

mampu mengungkapkan perasaannya dengan jujur, sehingga pada kesimpulan bahwa

umat manusia sedang dalam kesengsaraan berbagai paham dan aliran yang merusak dan

pertarungan berdarah yang tiada hentinya. Bagi situasi ini, tiada jalan keselamatan lain

selain Islam. Dalm pendahuluan tafsirnya ia mengatakan, “Telah saya rasakan masa

kehidupan di bawah naungan Qur’an hingga sampai pada keyakinan pasti...bahwa tidak

ada kebaikan bagi bumi ini, tidak ada ketenangan bagi kemanusiaan, tidak ada

ketentraman bagi umat manusia, keberkatan dan kesucian, juga tidak ada keharmonisan

dengan hukum-hukum alam dan fitrah kehidupan...kecuali dengan kembali kepada Allah.

Kembali kepada Allah, sebagaimana tampak di bawah naungan Qur’an, hanya

mempunyai satu bentuk dan satu jalan....hanya satu tanpa yang lain...yaitu

mengembalikan persoalan hidup dengan segala aspeknya kepada sistem Allah yang telah

digariskan bagi umat manusia di dalam Kitab-Nya yang mulia. Yaitu berhukum,

berpedoman dan mengikuti hanya pada Kitab tersebut dalam kehidupan dengan segala

persoalannya. Jika tidak, maka itu kerusakan di muka bumi, kesengsaraan bagi umat

manusia, kemunduran ke dalam lumpur dan budaya jahiliah yang menyembah hawa nafsu

bukan Allah.

“Maka jika mereka tidak Menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesung-

guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). dan siapakah

yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak

19 | P a g e

Page 20: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. sesung- guhnya Allah tidak memberi

petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al Qasas: 50)

Bertitik tolak dari pandangan inilah Sayid Qutub menempuh metode tertentu bagi

penulisan tafsirnya. Pertama ia datangkan satu “naungan” pada mukaddimah setiap surah

untuk mengaitkan atau mempertemukan antara bagian-bagiannya dan untuk menjelaskan

tujuan serta maksudnya. Sesudah itu barulah ia menafsirkan ayat dengan

mengetengahkan asar-asar sahih, lalu mengemukakan sebuah paragraf tentang kajian-

kajian kebahasaan secara singkat. Kemudian ia beralih ke soal lain, yaitu membangkitkan

kesadaran, membetulkan pemahaman dan mengaitkan Islam dengan kehidupan.

4. At-Tafsir al-Bayani lil Qur’anil Karim, oleh A’isyah Abdurrahman bin asy-Syati

Di antara kaum kita masa kini yang ikut ambil bagian dalam kesusastraan Arab

dan pemikiran sosial adalah Dr. A’isyah Abdurrahman, populer dengan nama Bintusy

Syati’. Ia pengajar Fakultas Adab di Kairo dan Fakultas Tarbiyah Putri. Di tengah-tengah

kesibukan mengajarnya ia sempat menulis tafsir bebrapa surah pendek dan kemudian

diterbitkan dalam bentuk buku yang diberi nama at-Tafsir al-Bayani lil Qur’an.

Di dalam tafsirnya Bintusy Syati’ memusatkan perhatian pada kesusastraan Arab.

Dalm pendahuluannya ia mengemukakan bahwa ia menmpuh metode ini untuk

memecahkan berbagai persoalan kehidupan sastra dan bahasa. Ia pernah menyampaikan

kajian terhadap masalah tersebut di berbagai kongres Internasional. Misalnya dalam

Kongres Orientalis Internasional di India. Topik pembahasan yang disampaikan dalam

studi Islam adalah Musykilatut Taraduf al-Lugawi fi Dau’it Tafsiril Bayani lil Qur’anil

Karim. Ia mengatakan : “Dalam pembahasan tersebut dijelaskan bagaimana ahsil

penelitian cermat terhadap kamus lafaz-lafaz Qur’an dan dalalah (penunjukkan

maknanya) di dalam konteksnya. Hasil penelitian itu mengungkapkan bahwa Qur’an

menggunakan sebuah lafaz dengan dalalah terbatas, yang tidak mungkin dapat diganti

dengan lafaz lain yang mempunyai makna sama seperti diterangkan oleh kamus-kamus

bahasa dan kitab-kitab tafsir, baik jumlah lafaz yang dikatakan muradif (sinonim) itu

sedikit maupun banyak.”16

16 Ibid, hlm 51520 | P a g e

Page 21: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

Bintusy-Syati’ mencela kesibukan mempelajari sastra dengan metode mu’alaqat,

polemik, keroyalan, khamariyat dan hamasiyat (fanatisme), tanpa merujuk pada Qur’an.

Ia berkata : “Kita di Universitas meninggalkan khazanah yang sangat bernilai (Qur’an) ini

untuk pengkajian tafsir. Amat sedikit di antara kita yang berusaha mentransformasikan

Qur’an ke bidang studi sastra murni yang biasanya kita batasi hanya pada diwan-diwan

(khazanah) syair dan prosa para pujangga.”17

Tafsir Bayani merupakan usaha yang tiska dilarang untuk meralisasikan tujuan

yang ingin dicapai oleh Bintusy Syati’. Ia banyak berpedoman pada kitab-kitab tafsir

yang menaruh perhatian terhadap aspek-aspek balagah Qur’an dan mengungkapkannya

dengan ungkapan sastrawi yang tinggi.

D. TAFSIR FUQAHA

Para sahabat di masa Rasulullah memahami Qur’an dengan “naluri” ke-arab-an

mereka. Dan jika terjadi kesulitan dalam memahami suatu ayat , mereka kembali

kepada Rasulullah dan beliau pun lalu menjelaskannya kepada mereka.

Setelah Rasululah wafat dan Fuqaha sahabat mengendalikan umat di bawah

kepemimpinan Khulafaur Rasyidin serta banyak terjadi persoalan-persoalan yang

belum pernah terjadi sebelumnya, maka Qur’an sebagai tempat kembali mereka untuk

mengistinbatkan18 hukum-hukum syara’ bagi persoalan baru tersebut. Mereka pun

sepakat atas hal itu. Jarang sekali mereka berselisih pendapat ketika terdapat

kontradiksi (dalam lafadz), seperti perselisihan mereka mengenai ‘idah itu bagi

wanita hamil yang ditinggal mati suaminya; apakah ‘idah itu berakhir dengan

melahirkan, dengan empat bulan sepuluh hari ataukah dengan waktu paling lama di

antara keduanya? Ini semua mengingat Allah berfirman:

17 Ibid, hlm 51518 Istinbat (اإلستنباط) adalah daya usaha membuat keputusan hukum syarak berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an atau Sunnah yang sedia ada.

21 | P a g e

Page 22: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-

isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan

sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu

(para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut.

Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (Al Baqarah: 234)

Keadaan demikian, sekalipun jarang terjadi merupakan awal permulaan

perbedaan pendapat di bidang fiqh dalam memahaminya ayat-ayat hukum.

Ketika tiba masa empat imam fiqh dan setiap imam membuat dasar-dasar istinbat

hukum masing-masing dalam mahzabnya serta berbagai peristiwa semakin banyak dan

persoalan-persoalan pun menjadi bercabang-bercabang; maka semakin bertambah pula

aspek-aspek perbedaan pendapat dalam memahami ayat, hal ini disebabkan perbedaan

segi dalalahnya, bukan karena fanatisme terhadap suatu mazhab, melainkan karena setiap

ahli fiqh berpegang pada apa yang dipandangnya benar. Karena itu ia tidak memandang

dirinya hina jika ia mengetahui kebenaran pada pihak lain untuk merujuk kepadanya.

Keadaan tetap berjalan demikian, sampai datanglah masa taklid19 dan fanatisme

mahzab. Maka pada masa ini aktivitas para pengikut imam hanya terfokus pada

penjelasan dan pembelaan mahzab mereka sekalipun untuk ini mereka harus membawa

ayat-ayat Qur’an kepada makna yang lemah dan jauh. Dan sebagai akibatnya maka

muncullah “tafsir fiqh” yag khusus membahas ayat-ayat hukum dalam Qur’an. Di

dalamnya fanatisme mahzab terkadang menjadi semakin memuncak dan terkadang pula

mereda.

Penulisan tafsir dengan metode dan warna demikian terus berlangsung sampai

masa kini. Dan itulah yang kita namakan dengan Tafsir Fiqh. Di antara kitabnya yang

terkenal ialah:19 Keyakinan atau kepercayaan kepada suatu paham (pendapat) ahli hukum yang sudah-sudah tanpa mengetahui dasar atau alasannya.

22 | P a g e

Page 23: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

1) Ahkamul Qur’an, oleh al-Jassas (terbit),

2) Ahkamul Qur’an, oleh al-Kaya al-Haras (manuskrip),

3) Ahkamul Qur’an, Ibnul ‘Arabi (terbit),

4) Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, oleh al-Qurtubi (terbit),

5) Al-Iklil fi Istinbaatit Tanzil, oleh as-Suyuti (manuskrip),

6) At-Tafsiraatul Ahmadiyah fi Bayaanil Aayatisy Syar’iyah, oleh Mula Geon (terbit di

India)

7) Tafsiru ‘Ayatil Ahkam, oleh Syaikh Muhammad as-Sayis (terbit),

8) Tafsiru ‘Ayatil Ahkam, oleh Syaikh Manna’ al-Qattan (terbit),

9) Adwa’ul Bayaan, oleh Syaikh Muhammad asy-Syinqiti (terbit).

Berikut ini penjelasan dari sebagian tafsir diatas:

A. Ahkamul Qur’an, oleh al-Jassaas.

Ia adalah Abu Bakar Ahmad bin Ali ar-Razi, terkenal dengan nama al-Jassaas

(tukang plester), dinisbahkan pada pekerjaan al-jass (memlester). Ia salah seorang imam

fiqh Hanafi pada abad keempat Hijri. Dan kitabnya Ahkaamul Qur’an dipandang sebagai

kitab tafsir fiqh terpenting, terutama bagi pengikut mahzab Hanafi.

Al-Jassas terlampau fanatik buta terhadap mahzab Hanafi sehingga

mendorongnya untuk memaksa-maksakan penafsiran ayat dan penta’wilannya, guna

mendukung mahzabnya. Ia sangat ekstrim dalam menyanggah mereka yang tidak

sependapat dengannya dan bahkan berlebihan dalam menta’wilkan sehingga

menyebabkan pembaca tidak suka meneruksan membacanya, karena ungkapan-

ungkapannya dalam membicarakan mahzab lain sangat pedas.23 | P a g e

Page 24: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

Dari tafsirnya ini tampak jelas bahwa al-Jassas menganut paham Mu’tazilah.

Misalnya ia mengatakan mengenai firman Allah, Ia tidak dapat dicapai oleh penglihatan

mata (al-An’am [6]:103):Makna ayatini alah: ia tidak dilihat oleh penglihatan mata,

seperti firman-Nya: ...tidak mengantuk dan tidak tidur... (al-Baqarah [2]:255). Apa yang

ditidiakan Allah untuk memuji diri-Nya maka penetapan kebalikannya tidak

diperkenankan karena hal demikian berarti menetapkan sifat aib dan kurang (bagi-Nya).

Pengertian ayat (al-Araf [7]:103) itu tidak boleh dibatasi dengan firman-Nya:

Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya mereka

melihat (al-Qiyamah [75]:22-23). Sebab kata nazara (melihat) mempunyai arti, antara

lain íntizaar as-sawaab” (menunggu pahala), sebagaimana diriwayatkan dari segolongan

ulama salaf. Oleh karena ayat tersebut memungkinkan untuk dita’wil maka tidak boleh

membawanya kepada apa yang tidak dapat dita’wilkan. Sedangkan riwayat-riwayat

mengenai ru’yah, andaipun itu sahih, maka yang dimaksud adalah “al-‘ilm” (pengetahan,

keyakinan). Yaitu pengetahuan aksiomatis yang tidak dicampuri kekaburan dan tidak

terkena keraguan. Sebab “ru’yah” dengan arti “’ilm” telah masyhur dalam bahasa Arab.

Kitab al-Jassas telah diterbitkan dalam tiga jilid dan beredar luas di kalangan ahli

karena ia merupakan rujukan fiqh Hanafi.

B. Ahkaamul Qur’an, oleh Ibn ‘Arabi.

Abu Bakar Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad

al-Mu’afri al-Andalusi al-Isybili adalah salah seorang ulama Andalusia yang luas

ilmunya bermahzab Maliki. Kitabnya Ahkamul Qur’an merupakan rujukan terpenting

bagi tafsir fiqh kalangan pengikut Maliki.

Di dalam tafsirnya Ibn ‘Abbas adalah seorang adil dan moderat, tidak terlalu

fanatik kepada mahzabnya dan tidak kasar dalam menyanggah pendapat lawan-lawannya

sebagaimana dilakukan al-Jassas, meskipun demikian ia tidak memperhatikan setiap

kesalahan ilmiah yang keluar dari mujtahid Maliki.

24 | P a g e

Page 25: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

Ia menyebutkan berbagai pendapat para ulama dalam menafsirkan ayat dengan

membatasi pada ayat-ayat hukum dan menjelaskan berbagai kemungkinan makna ayat

bagi mahzab lain serta memisahkan setiap point permasalahan dalam menafsirkan ayat

dengan judul tertentu. Misalnya ia mengatakan: Masalah pertama, masalah kedua dan

seterusnya. Dan jarang sekali ia berlaku kasar dalam menyanggah orang yang tidak

sependapat dengannya. Sebagai contoh, dalam menafsirkan:

“Wahai orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka

basuhlah mukamu...” (al-Ma’idah [5]:6), Ibnul ‘Arabi berkata:

Masalah kesebelas adalah firman-Nya “fagsilu” (basuhlah). Asy-Syafi’i mengira,

yaitu menurut sahabatnya Ma’d bin ‘Adnan di dalam al-Fasaahah, apalagi Abu Hanifah

dan lainnya, bahwa membasuh adalah menuangkan air pada sesuatu yang dibasuh tanpa

menggosok-gosok. Kami telah menjelaskan rusaknya pendapat ini dalam masalah

khilafah dan di dalam tafsir surah an-Nisa’. Kami telah menyatakan bahwa “membasuh”

adalah menyentuhkan tangan atau benda (anggota badan) lain sebagai penggantinya

dengan mengalirkan air.

Di dalam tafsirnyaitu Ibn ‘Arabi berpegang pada bahasa dalam mengistinbatkan

hukum. Ia juga meninggalkan Isra’illiyat dan mengkritik hadis-hadis da’if serta

memperingatkannya.

Kitab tersebut telah diterbitkan beberapa kali. Di antaranya ada yang dicetak

dalam dua jilid besar dan ada pula yang dicetak dalam empat jilid. Kitab itu beredar luas

di kalangan para ulama.

C. Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, oleh Abu Abdullah al-Qurtubi.

Abu Abdullah Muhammad bun Ahmad bin Abu Bakar bin Farth al-Ansari al-

Khzraji al-Andalusi adalah seorang alim yang mumpuni dari kalangan ulama Maliki. Ia

mempunyai banyak karangan dan yang paling terkenal adala kitabnyadalam bidang tafsir,

al-Jami’ li Ahkaamil Qur’an.

25 | P a g e

Page 26: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

Di dalam tafsirnya ini Qurtubi tidak membatasi diri pada ayat-ayat hukum semata,

tetapi juga menafsirkan Qur’an sev\cara menyeluruh. Metode yang ditempuh ia;alah

menyebutan sebab-sebab nuzul, mengemukakan macam-macam qiraat dan i’rab,

menjelaskan lafaz-lafaz yang garib, menghubungkan pendapat-pendapat kepada yang

mengatakannya, menyediakan paragraf khusus bagi kisah para mufasir dan berita-berita

dari para ahli sejarah dan mengutip dari para ulama terdahulu yang dapat dipercaya,

khususnya penulis kitab hukum. Misalnya, ia mengutip dari para ahli sejarah dan

mengutip dari para ulama terdahulu yang dapatdipercaya, khususnya penulis kitab

hukum. Misalnya, ia mengutip dari Ibn Jarir at-Tabari, Ibn ‘Atiyah,, Ibn ‘Arabi, al-Kaya

al-Haras dan Abu Bakar al-Jassas.

Qurtubi sangat luas dalam mengkaji ayat-ayat hukum. Ia mengemukakan

masalah-maslaah khilafiah, mngetengahkan dalil bagi setiap pendapat dan

mengomentarinya serta tidak fanatik terhadap mahzabnya, Mailiki. Sebagai contoh ialah

penafsirkan firman Allah:

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampurdengan istri-istri

kamu.” (al-Baqarah {2}: 187).

Dalam masalah kedua belas dari masalah yang terkandung dalam ayat ini, sesudah

mengemukakan perbedaan pendapat para ulama mengenai hukum orang yang makan di

siang hari bulan Ramadhan karena lupa dan kutipan dari Malik bahwa orang tersebut

dinyatakan batal dan wajib meng-qada, ia mengatakan: “Menurut pendapat selain Malik,

tidaklah dipandang batal setiap orang yang makan karena lupa akan puasanya. Menurut

saya pribadi, ia adalah pendapat yang benar dan jmhur pun berpendapat smaa bahwa

barabg siapa makan atau minum karena lupa, ia tidak wajib meng-qadanya. Dan

puasanya tetap sempurna. Hal ini berdasarkan hadis Abu Hurairah yang menyatakan:

Rasulullah berkata, ‘Jika seseorang sedang berpuasa, makan karena lupa atau minum

karena lupa, maka yang demikian adalah rezeki yang diberikan Allah kepadanya dan ia

tidak wajib meng-qada.” Dari kutipan ini kita melihat bahwa dengan pendapat yang

dikemukakannya itu Qurtubi tidak lagi sejalan dengan mahzabnya sendiri; ia berlaku adil

terhadap mahzab lain.

26 | P a g e

Page 27: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

Qurtubi juga melakukan konfrontasi terhadap sejumlah golongan lain. Misalnya,

ia menyanggah kaum Mu’tazilah, Qadariah, Syi’ah, Rafidah, para filsuf dan kaum Sufi

yag melampaui batas. Akan teta[i dilakukan dengan gaya bahasa yang halus. Dan

didiorong oleh rasa keadian, kadang-kadang ia pun membela orang-orang yang diserang

oleh Ibn ‘Arabi dan mencelanya karena ungkapan-ungkapannya kasar dan keras terhadap

ulama dan kaum Muslimin. Dan jika perlu mengkrtidilakukan dengan cara sopan dan

terhormat.

Kitab al-Jaami’ li Ahkaamil Qur’an ini pernah hilang dari perpustakaan hingga

akhirnya Darul Kutub al-Misriyah mencetaknya kembali. Maka kini bagi para pembaca

mudah untuk memperolehnya.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Banyak para mufassir yang telah menafsirkan kitab-kitab tafsir yang terkenal. Dalam

buku Studi Ilmu Qur’an karya Manna’ Khalil al Qattan disebutkan banyak para mufassir yang

telah berjasa menafsirkan kitab-kitab tafsir yang sangat bermanfaat bagi umat saat ini.

Adapun mufassirun diantaranya seperti Ibn Abbas, Mujahid bin Jabr, At-Tabari, Ibn

Kasir, Fakhruddin Ar-Razi, az-Zamakhsyari, dan Asy-Syaukani.

Menurut buku Studi Ilmu Qur’an karya Manna’ Khalil al Qattan juga di sebutkan banyak

kitab tafsir yang yang terkenal. Beberapa yang terkenal diantaranya Kitab Tafsir bil-Ma’sur,

Kitab Tafsir bil-Ra’yi dan juga beberapa kitab tafsir terkenal di abad modern ini serta kitab tafsir

fuqaha.

27 | P a g e

Page 28: Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal

Dalam isi kitab tafsir modern banyak membahas berbagai macam bahasan seperti

membahas tentang ilmu-ilmu kealaman, pemahaman ajaran sosiologis dan kesusteraan Arab.

DAFTAR PUSTAKA

Manna’ Khalil al Qattan. Studi Ilmu – ilmu Qur’an.

28 | P a g e