bab i pendahuluan 1.1 latar belakang - sinta.unud.ac.id i.pdfdisebut uujn), menyebutkan bahwa...

42
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara masyarakat dan hukum diungkapkan dengan sebuah adigium yang sangat terkenal dalam ilmu hukum yaitu: ubi societas ibi ius (dimana ada masyarakat di sana ada hukum). 1 Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. 2 Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan, hukum adalah perlindungan kepentingan manusia. 3 Hukum mengatur segala hubungan antar individu atau perorangan dan individu dengan kelompok atau masyarakat maupun individu dengan pemerintah. 4 Indonesia sebagai Negara hukum pasti membutuhkan para professional hukum yang handal. Professional hukum di Indonesia harus mampu memiliki keahlian yang berkeilmuan di bidangnya, sehingga mampu secara mandiri 1 Satjipto Rahardjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum (selanjutnya disebut Satjipto Rahardjo I), Sinar Baru, Bandung, hal. 127. 2 Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, 2000, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum Buku I, Alumni, Bandung, hal. 43. 3 Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hal. 21. 4 Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Op. Cit, hal. 1.

Upload: phungnga

Post on 11-Aug-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk

mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

masyarakat dan hukum diungkapkan dengan sebuah adigium yang sangat terkenal

dalam ilmu hukum yaitu: ubi societas ibi ius (dimana ada masyarakat di sana ada

hukum).1

Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana

kekuasaan tunduk pada hukum.2 Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai

kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan, hukum adalah perlindungan

kepentingan manusia.3 Hukum mengatur segala hubungan antar individu atau

perorangan dan individu dengan kelompok atau masyarakat maupun individu

dengan pemerintah.4

Indonesia sebagai Negara hukum pasti membutuhkan para professional

hukum yang handal. Professional hukum di Indonesia harus mampu memiliki

keahlian yang berkeilmuan di bidangnya, sehingga mampu secara mandiri

1Satjipto Rahardjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum (selanjutnya disebut Satjipto

Rahardjo I), Sinar Baru, Bandung, hal. 127. 2Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, 2000, Pengantar Ilmu Hukum Suatu

Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum Buku I, Alumni, Bandung, hal. 43. 3Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,

hal. 21. 4Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Op. Cit, hal. 1.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

2

memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan di bidang hukum.

Profesi hukum bukan saja menyangkut amanat kepercayaan yang menyangkut

kepentingan individu (private trust), tetapi menyangkut kepentingan umum

(public trust).5

Istilah profesi, professional dan profesionalisme sudah tidak asing lagi.

Ketika berbicara tentang profesi maka orang akan mengkaitkannya dengan

professional dan profesionalisme. Profesi sendiri memiliki arti pekerjaan yang

dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan dengan mengandalkan

suatu keahlian.6 Professional dan profesionalisme sering dijadikan tuntutan

terhadap semua profesi dan jabatan diberbagai bidang pekerjaan tidak terkecuali

Jabatan Notaris.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 juncto

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya

disebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-

undang lainnya. Notaris merupakan profesi yang menjalankan kekuasaan Negara

di bidang hukum privat dan mempunyai peran penting dalam membuat akta

otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dan oleh karena jabatan

5Suhrawardi K. Lubis, 2006, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 9.

6Serian Wijatno, 2006, Pengelolaan Perguruan Tinggi Secara Efisien dan Ekonomis,

Salemba Empat, Jakarta, hal. 311.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

3

Notaris merupakan jabatan kepercayaan, maka seorang Notaris harus mempunyai

perilaku yang baik.7

Kedudukan notaris dalam masyarakat masih disegani, masyarakat

membutuhkan seseorang (figur) yang dipercayai, yang tanda tangannya serta

segelnya (capnya) memberikan jaminan bukti kuat, seorang ahli yang tidak

memihak dan penasehat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau

unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat

melindunginya di hari-hari yang akan datang.8

Jabatan Notaris tidak ditempatkan di lembaga pemerintahan seperti

lembaga yudikatif, eksekutif ataupun yudikatif. Notaris diharapkan memiliki

posisi netral, sehingga apabila Notaris ditempatkan di salah satu dari ketiga

lembaga pemerintahan tersebut maka Notaris tidak lagi dapat dianggap netral.

Dengan posisi netral tersebut, Notaris dapat memberikan penyuluhan hukum

untuk dan atas tindakan hukum yang dilakukan Notaris atas permintaan kliennya.

Dalam hal melakukan tindakan hukum untuk kliennya, Notaris juga tidak boleh

memihak kliennya, karena tugas Notaris ialah untuk mencegah terjadinya

permasalahan dengan para pihak.

Seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya berada dalam pengawasan

Menteri yang dilimpahkan kepada Majelis Pengawas, pengawasan itu bertujuan

agar kewajiban, kewenangan, dan larangan yang telah ditetapkan oleh Undang-

undang (dalam hal ini Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

7Munir Fuady, 2002, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek (selanjutnya disebut Munir

Fuady I), Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 77. 8Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris Buku I, PT. Ichtiar

Baru Van Hoeve, Cetakan ke-2, Jakarta, hal. 162.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

4

Notaris) tidak dilanggar atau disalahgunakan.9 Dalam melaksanakan tugas

jabatannya para notaris tidak hanya menjalankan pekerjaan yang diamanatkan

oleh undang-undang saja tapi juga sekaligus menjalankan suatu fungsi sosial yang

sangat penting yaitu bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang

diberikan masyarakat umum yang dilayaninya, seorang notaris harus berpegang

teguh kepada Kode Etik Notaris dan juga berkewajiban menegakkan Kode Etik

Notaris dan memiliki perilaku professional (professional behavior) yaitu

mempunyai integritas moral, menghindari sesuatu yang tidak baik, jujur, sopan

santun, tidak semata-mata karena pertimbangan uang dan berpegang teguh pada

kode etik profesi dimana didalamnya ditentukan segala perilaku yang harus

dimilki oleh notaris.10

Notaris sebagai pejabat publik tidak berarti sama dengan Pejabat Publik

dalam bidang pemerintahan yang dikategorikan sebagai Badan atau Pejabat Tata

Usaha Negara, hal ini dapat dibedakan dari produk masing-masing Pejabat Publik

tersebut. Notaris sebagai Pejabat Publik produk akhirnya berupa akta otentik,

yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam hukum

pembuktian.11

Notaris juga dituntut untuk memiliki nilai moral yang tinggi, karena

dengan adanya moral yang tinggi maka Notaris tidak akan menyalahgunakan

wewenang yang ada padanya, sehingga Notaris akan dapat menjaga martabatnya

9Sintia Dewi dan R.M. Fauwas Diradja, 2011, Panduan Teori & Praktik Notaris, cet.I,

Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hal.13. 10

Abdulkadir Muhammad, 2006, Etika Profesi Hukum, Cet. 3, Citra Aditya Bakti,

Bandung, hal. 90. 11

Habib Adjie, 2008, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris sebagai Pejabat

Publik (selanjutnya disingkat Habib Adjie I), Refika Aditama, Bandung, hal. 31.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

5

sebagai seorang pejabat umum yang memberikan pelayanan yang sesuai dengan

aturan yang berlaku dan tidak merusak citra Notaris itu sendiri. Sebagaimana

harapan Komar Andasasmita, agar setiap Notaris mempunyai pengetahuan yang

cukup luas dan mendalam serta keterampilan sehingga merupakan andalan

masyarakat dalam merancang, menyusun dan membuat berbagai akta otentik,

sehingga susunan bahasa, teknis yuridisnya rapi, baik dan benar, karena

disamping keahlian tersebut diperlukan pula kejujuran atau ketulusan dan sifat

atau pandangan yang objektif.12

Akta Notaris lahir karena adanya keterlibatan langsung dari pihak yang

menghadap notaris, merekalah yang menjadi pemeran utama dalam pembuatan

sebuah akta sehingga tercipta sebuah akta yang otentik. Akta Notaris adalah akta

otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara

yang ditetapkan dalam Undang-undang. Akta yang dibuat notaris menguraikan

secara otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang

disaksikan oleh para penghadap dan saksi-saksi.13

Dalam pembuatan akta otentik, Notaris perlu memperhatikan apa yang

disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

a. Memiliki integritas moral yang mantap.

b. Harus jujur terhadap klien dan diri sendiri.

c. Sadar akan batas-batas kewenangannya.

12

Komar Andasasmita, 1981, Notaris Dengan Sejarah, Peranan, Tugas Kewajiban,

Rahasia Jabatannya, Sumur, Bandung, hal. 14. 13

Wawan Tunggal Alam, 2001, Hukum Bicara Kasus-kasus dalam Kehidupan Sehari-

hari, Milenia Populer, Jakarta, hal. 85.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

6

d. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.14

Mengenai tanggungjawab Notaris sebagai Pejabat Umum yang

berhubungan dengan kebenaran materiil, dibedakan menjadi 4 (empat) poin,

yakni:

a. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil dalam

akta yang dibuatnya.

b. Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam

akta yang dibuatnya.

c. Tanggung jawab Notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris, UUJN,

terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya.

d. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan

kode etik notaris15

Wewenang Notaris diatur dalam Pasal 15 UUJN, sebagai berikut:

(1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta,

menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu

sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada

pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang

pula:

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus;

14

Liliana Tedjosaputro, 1995, Etika Profesi Notaris (Dalam Penegakan Hukum Pidana)

(selanjutnya disebut dengan Liliana Tedjosaputro I), Bigraf Publishing, Yogyakarta, hal. 86. 15

Abdul Ghofur, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press Yogyakarta,

Yogyakarta, hal. 34.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

7

c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat

uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;

f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g. membuat Akta risalah lelang.

(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris

mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan.”

Notaris memiliki kewajiban-kewajiban yang diatur dalam UUJN, hal

tersebut ada pada Pasal 16, sebagai berikut:

(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:

a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai

bagian dari Protokol Notaris;

c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta

Akta;

d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan

Minuta Akta;

e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang

ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

f. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan

sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

g. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang

memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak

dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih

dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun

pembuatannya pada sampul setiap buku;

h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak

diterimanya surat berharga;

i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan

waktu pembuatan Akta setiap bulan;

j. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar

nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada

kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan

berikutnya;

k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap

akhir bulan;

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

8

l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik

Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,

dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling

sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk

pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu

juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan

n. menerima magang calon Notaris.

(2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta in originali.

(3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;

b. Akta penawaran pembayaran tunai;

c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat

berharga;

d. Akta kuasa;

e. Akta keterangan kepemilikan; dan

f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari

1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama,

dengan ketentuan pada setiap Akta tertulis kata-kata “BERLAKU SEBAGAI

SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA".

(5) Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa

hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.

(6) Bentuk dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf l ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(7) Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib

dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena

penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan

ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap

halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.

(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap

pembacaan kepala Akta, komparasi, penjelasan pokok Akta secara singkat dan

jelas, serta penutup Akta.

(9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat

(7) tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan

pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

(10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk

pembuatan Akta wasiat.

(11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pemberhentian sementara;

c. pemberhentian dengan hormat; atau

d. pemberhentian dengan tidak hormat.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

9

(12) Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran

terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak

yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan

bunga kepada Notaris.

(13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.”

Ketentuan mengenai penjatuhan sanksi terdapat pada Pasal 84 dan Pasal

85 UUJN, sebagai berikut:

Pasal 84:

“tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1)

huruf k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal

52 yang mengakibatkan suatu hanya mempunyai kekuatan pembuktian

sebagai akta dibawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum

dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut

penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.”

Pasal 85:

“Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 16 ayat

(1) huruf a, Pasal 16 ayat (1) huruf b, Pasal 16 ayat (1) huruf c, Pasal 16 ayat

(1) huruf d, Pasal 16 ayat (1) huruf e, Pasal 16 ayat (1) huruf f, Pasal 16

ayat (1) huruf g, Pasal 16 ayat (1) huruf h, Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16

ayat (1) huruf j, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal

32, Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan/atau Pasal 63 dapat dikenai

sanksi berupa:

a. Teguran lisan;

b.Teguran tertulis;

c. Pemberhentian sementara;

d.Pemberhentian dengan hormat; atau

e. Pemberhentian dengan tidak hormat.”

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak

pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan

jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk

tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap

perbuatan yang dilarang oleh undang-undang harus dihindari dan barang siapa

melanggarnya maka akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan

kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga Negara wajib

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

10

dicantumkan dalam undang-undang maupun peraturan-peraturan pemerintah, baik

di tingkat pusat maupun daerah.16

Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau

yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala

sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan unsur objektif adalah

unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam

keadaan-keadaan di mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.17

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah:

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau Culpa).

b. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang

dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.

c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di

dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan

dan lain-lain.

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang

terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.

e. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana

menurut Pasal 308 KUHP.18

Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana itu adalah:

a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid.

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri

di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai

pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan

menurut Pasal 398 KUHP.

c. Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab

dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.19

16

P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Adityta

Bakti, Bandung, hal.7. 17

Ibid, hal. 193. 18

Ibid.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

11

Moeljatno mendefinisikan perbuatan pidana sebagai perbuatan yang

dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang

berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Larangan

ditujukan kepada perbuatan (suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh

kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang

menimbulkan kejadian itu.20

Menurut Moeljatno Hukum Pidana adalah bagian

daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan

dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang mana tidak boleh dilakukan, yang

dilarang, dengan disertai ancaman dan sanksi yang berupa pidana tertentu

bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan

tersebut.21

Moeljatno juga memberikan pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan

yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan tersebut disertai ancaman atau

sanksi yang berupa pidana tertentu bagi yang melanggar larangan tersebut.22

Unsur-unsur tindak pidana adalah sebagai berikut:

a. Kelakuan dan akibat (perbuatan).

b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan.

c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana.

d. Unsur melawan hukum yang objektif.

e. Unsur melawan hukum yang subyektif.23

19

Ibid. 20

Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Cet. 7, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 54. 21

Ibid, hal. 1. 22

Ibid, hal. 2. 23

Andi Hamzah, 2001, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana (selanjutnya

disebut dengan Andi Hamzah I), Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 30.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

12

Kenyataannya dalam menjalankan jabatannya ada saja Notaris yang

menyalahgunakan wewenang, melanggar kewajibannya serta aturan yang telah

ditetapkan sehingga menyebabkan Notaris dikenakan sanksi. Pengaturan sanksi

pada UUJN masuk dalam hukum administrasi maka penjatuhan sanksi biasanya

berupa pemanggilan atau pemberhentian. Sedangkan untuk sanksi perdata dan

pidana dijatuhkan apabila para pihak yang dirugikan mengajukan gugatan. UUJN

belum mengatur secara jelas mengenai sanksi pidana, bukan berarti bahwa Notaris

akan kebal terhadap hukum pidana ketika melakukan pelanggaran hukum dalam

menjalankan jabatannya, menyebabkan pengaturannya belum memadai.

Di Indonesia terdapat 3 jenis sanksi hukum, yaitu: perdata, administrasi

dan pidana, berkaitan dengan kasus tersebut apakah UUJN dapat mereformulasi

kembali pengaturan mengenai kebijakan pidana, karena sudah ada pihak yang

dirugikan walaupun belum bersifat membahayakan, apabila didiamkan terus

menerus akan semakin banyak Notaris yang melakukan pelanggaran tanpa adanya

perasaan takut akan sanksi yang akan dijatuhkan yang hanya bersifat perdata dan

administrasi, berbeda dengan mendengar sanksi pidana yang mungkin akan

membuat Notaris berpikir dua kali dalam melakukan perbuatan yang bertentangan

dengan norma. Hal inilah yang seharusnya menjadi acuan urgensi penambahan

ketentuan sanksi pidana di dalam UUJN maupun kode etik profesi Notaris, selain

itu juga dengan dimuatnya sanksi pidana akan melengkapi operator hukum dalam

sebuah peraturan perundang-undangan.

Dilihat dari segi yuridis, memang UUJN dan kode etik profesi Notaris

belum memuat kebijakan sanksi pidana dan masih mengacu pada ketentuan umum

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

13

apababila terjadi pelanggaran pidana ini berarti adanya kekosongan hukum akan

tetapi perlu dipertimbangkan juga peraturan yang telah ada, yang akan diubah atau

yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat,

dikaitkan dengan segi sosiologis bahwa sudah ada yang dirugikan atas sikap tidak

profesional yang ditunjukkan oleh Notaris akan menjadi lebih berbahaya jika

didiamkan terus menerus tanpa adanya pengaturan secara khusus dalam UUJN

dan kode etik Notaris itu sendiri yang merupakan landasan bagi profesi Notaris,

dan dilihat dari segi filosofis mengapa di dalam UUJN dan kode etik tidak

memuat sanksi pidana masih belum ada penjelasannya, karena berdasarkan

naskah akademik RUU UUJN yang terbaru tujuan adanya perubahan dari

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 menjadi Undang-Undang Nomor 2 tahun

2014 adalah mengenai perubahan pengawasan bahwa Menteri Hukum dan

HAMlah yang akan melakukan pengawasan melalui MPD (Majelis Pengawas

Daerah), MPW (Majelis Pengawas Wilayah), MPP (Majelis Pengawas Pusat),

dengan adanya perubahan diharapkan UUJN akan lebih memantapkan dan

mempertegas tugas, fungsi dan kewenangan Notaris sebagai pejabat publik yang

memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga lebih menjamin kepastian

hukum dan sebagai perlindungan hukum bagi masyarakat. Selain itu harapan dari

perubahan UUJN ini akan terjadinya sinkronisasi antar peraturan perundang-

undangan agar tugas, fungsi dan kewenangan Notaris dapat dijalankan dengan

baik, profesional dan sesuai dalam jalur aturan hukum yang berlaku.

Beranjak dari isu hukum tersebut terdapat kekosongan norma mengenai

pengaturan kebijakan sanksi pidana. Maka inilah hal penting yang menjadi latar

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

14

belakang penulis untuk penulisan tugas akhir (tesis) dengan judul: “Urgensi

Kebijakan Sanksi Pidana Terhadap Notaris Yang Melakukan Pelanggaran

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris”.

Setelah ditelusuri judul-judul tesis yang ada di Indonesia melalui

penelusuran dengan media internet ditemukan beberapa judul tesis yang

menyangkut Urgensi Kebijakan Sanksi Pidana Terhadap Notaris Yang Melakukan

Pelanggaran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.

Adapun judul-judulnya adalah sebagai berikut:

1) Tesis berjudul: “Pelanggaran Hukum Pidana Yang Dilakukan Oleh Notaris

Dalam Membuat Akta Otentik”, oleh Maria Magdalena Barus, Universitas

Sumatera Utara, Tahun 2010. Penulisan ini dilakukan berdasarkan jenis

penulisan yuridis normatif, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk pelanggaran hukum pidana yang dilakukan Notaris

dalam membuat akta otentik?

2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya pelanggaran

hukum yang dilakukan oleh Notaris dalam pembuatan akta otentik

yang menimbulkan tindak pidana?

3. Bagaimana upaya hukum dalam mengatasi perbuatan Notaris yang

menimbulkan tindak pidana dalam membuat akta otentik?

2) Tesis berjudul: “Pertanggungjawaban Notaris Yang Melakukan Perbuatan

Melawan Hukum Dalam Pembuatan Akta Otentik”, oleh Anak Agung Ngurah

Maha Putra, Universitas Udayana, Tahun 2014. Penulisan ini dilakukan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

15

berdasarkan jenis penulisan normatif, dengan rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana bentuk tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum yang

melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta otentik?

2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap akta otentik yang dibuat oleh

seorang Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam

pembuatan akta otentik?

3) Tesis berjudul: “Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta

Berdasarkan Pemalsuan Surat Oleh Para Pihak”, oleh Putu Vera Purnama

Diana, Universitas Udayana, Tahun 2015. Penulisan ini dilakukan berdasarkan

jenis penulisan normatif, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah tanggung jawab notaris dalam hal terjadinya pemalsuan

surat yang dilakukan oleh para pihak dalam pembuatan akta notaris

menurut Undang-Undang Jabatan Notaris?

2. Apakah notaris dapat dimintai pertanggungjawaban pidana bila

muncul kerugian terhadap salah satu pihak sebagai akibat adanya

dokumen palsu dari salah satu pihak?

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, dan judul yang telah

diangkat, maka masalah-masalah yang dipilih dan dijadikan objek pembahasan

yang lebih mendalam, berhubungan dengan rencana pembahasan berikutnya

adalah:

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

16

1. Bagaimanakah pengaturan tanggung jawab Notaris terhadap pelanggaran

UUJN?

2. Apakah Notaris yang melakukan pelanggaran UUJN dapat dijatuhi sanksi

pidana?

3. Urgensi perumusan ketentuan sanksi pidana di dalam UUJN.

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup masalah dimaksudkan untuk membatasi permasalahan

dalam penelitian yang akan dilakukan sehingga pembahasan dalam tesis ini tidak

terlalu luas. Sesuai dengan judul yang diangkat maka dibatasi mengenai Urgensi

Kebijakan Sanksi Pidana Terhadap Notaris Yang Melakukan Pelanggaran

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.

1.4 Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang dilakukan terlebih dahulu harus dibuat suatu

perencanaan yang matang, sehingga dalam pelaksanaannya dapat meminimalisasi

hambatan yang akan ditemui serta hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang

ditetapkan. Demikian pula halnya dalam penelitian ini, mempunyai suatu tujuan

yang hendak dicapai.

1.4.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan

ilmu hukum terkait dan memperluas pengetahuan sehingga dapat memahami

khususnya mengenai Hukum Kenotariatan yang berkaitan dengan Urgensi

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

17

Kebijakan Sanksi Pidana Terhadap Notaris Yang Melakukan Pelanggaran

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.

1.4.2 Tujuan Khusus

Selain tujuan umum, penelitian ini memiliki tujuan khusus. Adapun tujuan

khusus dari penelitian ini yaitu dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaturan tanggung jawab Notaris

terhadap pelanggaran UUJN.

b. Untuk mengetahui dan menganalisa Notaris yang melakukan pelanggaran

UUJN tidak dijatuhi sanksi pidana.

c. Untuk mengetahui dan menganalisa Urgensi perumusan ketentuan sanksi

pidana di dalam UUJN.

1.5 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat

baik secara teoritis maupun praktis yaitu :

1.5.1 Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

atas permasalahan dilihat dari sudut teori.

b. Hasil penelitian ini sebagai bahan informasi, guna memperdalam dan

mengembangkan ilmu hukum khususnya dalam hal ilmu kenotariatan

berkaitan dengan pengaturan tanggung jawab Notaris terhadap

pelanggaran UUJN, Notaris yang melakukan pelanggaran UUJN tidak

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

18

dijatuhi sanksi pidana, serta Urgensi perumusan ketentuan sanksi pidana di

dalam UUJN.

c. Penelitian ini juga merupakan latihan dan pembelajaran dalam

menerapkan teori yang diperoleh sehingga menambah kemampuan,

pengalaman dan dokumentasi ilmiah.

1.5.2 Manfaat Praktis

Selain manfaat teoritis, penelitian ini memiliki manfaat praktis. Manfaat

praktis dari penelitian ini, antara lain :

a. Penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kepada

masyarakat ataupun praktisi terhadap masalah pengaturan tanggung jawab

Notaris terhadap pelanggaran UUJN, Notaris yang melakukan pelanggaran

UUJN tidak dijatuhi sanksi pidana, serta Urgensi perumusan ketentuan

sanksi pidana di dalam UUJN.

b. Sebagai bahan perbandingan dan bahan masukan bagi pihak-pihak yang

berkaitan masalah yang dihadapi notaris berkaitan dengan urgensi

kebijakan sanksi pidana terhadap pelanggaran UUJN.

c. Hasil penelitian berguna sebagai bahan kajian bagi untuk menambah

wawasan ilmu terutama dalam bidang ilmu kenotariatan, khususnya dalam

aspek urgensi kebijakan sanksi pidana terhadap Notaris yang melakukan

pelanggaran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan

Notaris.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

19

1.6 Landasan Teori

Untuk menganalisis permasalahan mengenai “Urgensi Kebijakan Sanksi

Pidana Terhadap Notaris Yang Melakukan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris”, digunakan suatu landasan teori yang

berkaitan dengan pembahasan atau permasalahan yang diajukan.

Melakukan sebuah penelitian diperlukan adanya landasan teoritis,

sebagaimana dikemukakan oleh M. Solly Lubis bahwa landasan teoritis

merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, asas maupun

konsep yang relevan digunakan untuk mengupas suatu kasus ataupun

permasalahan.24

Untuk meneliti mengenai suatu permasalahan hukum, maka

pembahasan adalah relevan apabila dikaji menggunakan teori-teori hukum,

konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum. Teori hukum dapat digunakan untuk

menganalisis dan menerangkan pengertian hukum dan konsep yuridis, yang

relevan untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian hukum.25

Landasan teori merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk

mendapatkan data. Teori merupakan alur penalaran atau logika (flow of

reasoning/logic), terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, defenisi dan

proposisi yang disusun secara sistematis.26

Penelitian ini menggunakan beberapa teori, adapun teori-teori yang

digunakan berkaitan dengan penelitian ini adalah:

24

M. Solly Lubis, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, hal. 80. 25

Salim H. S., 2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta,

hal. 54. 26

J. Supranto, 2003, Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta,

hal. 194.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

20

1.6.1 Teori Pertanggung Jawaban Hukum

Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus

hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang

luas yang menunjuk hampir semua karakter resiko atau tanggung jawab, yang

pasti, yang bergantung atau mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban

secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau

kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.

Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu

kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan

meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang

dilaksanakan.

Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada

pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang

dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk kepada

pertanggungjawaban politik.27

Hans Kelsen membagi pertanggungjawaban menjadi empat macam, yaitu:

a. Pertanggungan individu yaitu pertanggungjawaban yang harus dilakukan

terhadap pelanggaran yang dilakukan sendiri;

b. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung

jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;

c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang

individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan karena

sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;

d. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu

bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak

sengaja dan tidak diperkirakan.28

27

Ridwan H.R., 2011, Hukum Administrasi Negara, cet. Ke-6, PT. Raja Grafindo

Persada, hal. 335-337. 28

Hans Kelsen, 2006, Teori Hukum Murni (selanjutnya disebut Hans Kelsen I),

Diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Nuansa & Nusamedia, Bandung, hal. 140.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

21

Menurut pendapat Hans Kelsen tentang teori tanggung jawab hukum

menyatakan bahwa:

A concept related to that of legal duty is the concept of legal responsibility

(liability). That a person is legally responsible for a certain behavior or that

he bears the legal responsibility therefore means that he is liable to a

sanction in case contrary behavior. Normally, that is, in case the sanction is

directed againts the immediate delinquent, it is his own behavior for which

an individual is responsible. In this case the subject of the legal

responsibility and the subject of the legal duty coincide.29

(Bahwa suatu konsep yang terkait dengan kewajiban hukum adalah konsep

tanggung jawab (liability). Seseorang dikatakan secara hukum

bertanggungjawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat

dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan berlawanan dengan hukum.

Biasanya, dalam kasus, sanksi dikenakan terhadap delinquent (penjahat)

karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut harus

bertanggungjawab. Dalam kasus ini subjek tanggung jawab hukum

(responsibility) dan subjek kewajiban hukum adalah sama).

Roscoe Pound termasuk salah satu pakar yang menyumbangkan

gagasannya tentang timbulnya pertanggungjawaban. Melalui pendekatan analisis

kritisnya, Pound meyakini bahwa timbulnya pertanggungjawaban karena suatu

kewajiban atas kerugian yang ditimbulkan terhadap pihak lain. Pada sisi lain

Pound melihat lahirnya pertanggungjawaban tidak saja karena yang ditimbulkan

oleh suatu tindakan, tetapi juga karena suatu kesalahan.30

Pertanggungjawaban memiliki beberapa bentuk, sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban Pidana

Suatu konsep yang terkait dengan teori kewajiban hukum adalah konsep

teori tanggung jawab hukum (liability). Seorang secara hukum dikatakan

29

Hans Kelsen, 2007, General Theory Of Law and State (Teori Umum Hukum dan

Negara) (selanjutnya disebut Hans Kelsen II), diterjemahkan oleh Soemardi, BEE Media

Indonesia, Jakarta, hal. 65. 30

Roscoe Pound, 1982, Pengantar Filsafat Hukum, Diterjemahkan dari edisi yang

diperluas oleh Drs. Mohammad Radjab, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, hal. 90.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

22

bertanggung jawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat

dikenakan suatu sanksi dalam suatu perbuatan yang berlawanan. Normalnya,

dalam kasus sanksi dikenakan terhadap deliquent adalah karena perbuatannya

sendiri yang membuat orang tersebut harus bertanggungjawab. Menurut teori

tradisional terdapat 2 bentuk pertanggungjawaban hukum, yaitu berdasarkan

kesalahan (based on fault) dan pertanggungjawaban mutlak (absolute

responsibility).31

Hukum primitif melihat bahwa hubungan antara perbuatan dan efeknya

tidak memiliki kualifikasi psikologis. Apakah tindakan individu telah diantisipasi

atau dilakukan dengan maksud menimbulkan akibat atau tidak adalah tidak

relevan. Adalah cukup bahwa perbuatannya telah membawa efek yang dinyatakan

oleh legislator sebagai harmful, yang berarti menunjukkan hubungan eksternal

antara perbuatan dan efeknya. Tidak dibutuhkan adanya sikap mental

pelaku dan efek dari perbuatan tersebut. Pertanggungjawaban semacam ini

disebut dengan pertanggungjawaban absolut.32

Teknik hukum terkini menghendaki suatu pembedaan antara kasus ketika

individu merencanakan dan tidak merencanakan. Ide keadilan individualitas

masyarakat bahwa suatu sanksi harus diberikan kepada individu ketika tindakan

seorang individu membawa akibat harmful effect tapi tanpa direncanakan. Prinsip

pemberian sanksi terhadap individu hanya ketika tindakan individu tersebut

direncanakan akan berbeda dengan ketika tindakan individu itu tidak

direncanakan. Inilah yang disebutkan pertanggungjawaban karena kesalahan

31

Jimly Assidiqie dan M. Ali Syafaat, 2006, Teori Hans Kelsen tentang Hukum,

Konstitusi Press, Jakarta, hal. 61. 32

Ibid.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

23

(culpability/responsibility based on fault).33

Pertanggungjawaban pidana dalam

bahasa asing disebut sebagai toereken-baarheid, criminal responsibility atau

criminal liability. Pertanggungjawaban pidana disini dimaksudkan untuk

menentukan apakah seseorang tersebut dapat dipertanggungjawabkan pidana atau

tidak terhadap tindakan yang dilakukannya.34

2. Pertanggungjawaban Perdata

Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab

seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum

memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana.

Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan

dengan undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut

bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-

ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari

perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti

rugi kepada pihak yang dirugikan.35

3. Pertanggungjawaban Administrasi

Tanggung Jawab Notaris secara administrasi sudah diatur dalam UUJN

serta kode etik, dapat dilihat dalam Pasal 85 UUJN dan Pasal 6 kode etik, hal ini

berlaku bagi Notaris apabila melanggar pasal-pasal yang diatur pada Pasal 85,

begitu pula dengan sanksi pada Pasal 6 kode etik profesi Notaris akan mendapat

sanksi teguran sampai pemberhentian.

33

Ibid. 34

S.R. Sianturi, 1996, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Cet. IV, Alumni,

Jakarta, hal. 245. 35

Komariah, 2001, Edisi Revisi Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah, Malang,

hal. 12.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

24

Menurut Kranenburg dan Vegtig ada dua teori yang melandasi

pertanggungjawaban pejabat, yaitu:

a. Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian

terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya

itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab

ditujukan pada manusia selaku pribadi.

b. Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian

terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang

bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada

jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula

apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau

kesalahan ringan, di mana berat dan ringannya suatu kesalahan

berimplikasi pada tanggung jawab yang harus ditanggung.36

Macam-macam pertanggungjawaban yang telah disebutkan diatas akan

menimbulkan suatu pengawasan yang bersifat represif dan preventif, sebagai

berikut:

1. Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum

pelaksanaan, yakni pengawasan yang dilakukan terhadap sesuatu yang

bersifat rencana.37

2. Pengawasan Represif merupakan pengawasan yang dilakukan setelah

pekerjaan atau kegiatan dilaksanakan. Dapat pula dikatakan bahwa

36

Ridwan H.R., Loc.cit. 37

Sujamto, 1986, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Cet. 2, Ghalia Indonesia,

Jakarta, hal. 85.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

25

pengawasan represif sebagai salah satu bentuk pengawasan atas jalannya

pemerintahan.38

1.6.2 Teori Sanksi

Pertanggungjawaban menimbulkan pengawasan dan dari pengawasan

apabila terjadi pelanggaran maka akan diberlakukan sanksi-sanksi baik berupa

sanksi perdata, pidana maupun sanksi administrasi. Hukum meliputi berbagai

macam bentuk peraturan yang menentukan dan mengatur perhubungan di antara

orang-orang yakni peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dinamakan

kaedah hukum.39

C.S.T Kansil mengemukakan: “Barangsiapa yang dengan sengaja

melanggar sesuatu kaedah hukum akan dikenakan sanksi yakni sebagai akibat

pelanggaran kaedah hukum yang berupa hukuman.”40

Pengertian sanksi secara

umum adalah sebagai alat pemaksa supaya setiap orang mentaati norma-norma

yang berlaku. Sanksi terhadap pelanggaran norma hukum dapat diserahkan

kepada penguasa, dan sanksinya adalah berupa hukuman yang dengan segera

dapat dirasakan oleh pelanggar.41

Dikaitkan dengan norma hukum perdata sanksinya adalah berupa ganti

rugi, batalnya suatu perjanjian dan sebagainya. Jika dikaitkan dengan hukum

pidana sanksinya adalah berupa pidana mati, pidana penjara, pidana tutupan,

pidana kurungan, pidana denda ditambah dengan pidana tambahan tertentu.42

38

Ibid, hal. 87. 39

C.S.T. Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (selanjutnya

disebut C.S.T. Kansil I), Balai Pustaka, Jakarta, hal 39. 40

Ibid. 41

S.R. Sianturi, Op.Cit, hal. 28. 42

S.R. Sianturi, Op.Cit, hal. 29.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

26

Sanksi administrasi/administratif adalah sanksi yang dikenakan terhadap

pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat

administratif dan pada umumnya sanksi administrasi/administratif berupa

pemanggilan dan teguran.

Menurut Herbert L. Packer, sanksi pidana adalah suatu alat atau sarana

terbaik yang tersedia, yang dimiliki untuk menghadapi kejahatan-kejahatan atau

bahaya besar serta untuk menghadapi ancaman-ancaman. Selanjutnya Packer

menyatakan bahwa:

1. (The criminal sanction is indispenable; we could not, now or in the

foreseeable future get along, without it). Sanksi pidana sangatlah

diperlukan; kita tidak dapat hidup, sekarang maupun dimasa yang akan

datang, tanpa pidana.

2. (The criminal sanction is the best available device we have for dealing

with gross & immediate harms and threats from harms). Sanksi pidana

merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang kita miliki untuk

menghadapi kejahatan-kejahatan atau bahaya besar dan segera serta

untuk menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya.

3. (The criminal sanction is at once prime guarantor and prime threatener

of human freedom. Used provedently and humanely, it is Guarantor;

used indiscriminately and, it is coercively threatener). Sanksi pidana

suatu ketika merupakan penjamin yang utama dari kebebasan manusia.

Ia merupakan penjamin apabila digunakan secara hemat-cermat dan

secara manusiawi, ia merupakan pengancam apabila digunakan secara

sembarangan dan secara paksa.43

Jan Remmelink menyatakan umumnya sanksi itu muncul dalam bentuk

pemidanaan, pengenaan secara sadar dan matang suatu azab oleh instansi

penguasa yang berwenang kepada pelaku yang bersalah melanggar aturan hukum.

Jan Remmelink mengemukakan juga, bahwa instansi kekuasaan yang berwenang

(hakim), tidak sekadar menjatuhkan sanksi, namun juga menjatuhkan tindakan

43

Herbert L. Packer, 1967, The Limits of the Criminal Sanction, Stanford California

University Press, hal. 344-346.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

27

(maatregel) untuk pelanggaran norma yang dilakukan karena salah dan

kadangkala juga karena kelalaian.44

Adapun makna dari sanksi yang sesungguhnya adalah merupakan alat

pemaksa atau pendorong atau jaminan agar norma hukum ditaati oleh setiap

orang, dan juga merupakan akibat hukum bagi seseorang yang melanggar norma

hukum, sekaligus merupakan alat preventif dan alat represif.45

1.6.3 Teori Kebijakan Hukum Pidana

Pendekatan kebijakan mencakup pengertian yang saling terkait antara

pendekatan yang berorientasi pada tujuan, pendekatan yang rasional, pendekatan

ekonomis dan fragmatis, serta pendekatan yang berorientasi pada nilai.46

Crime is

designation, which means that crime is defined by other than criminals. Crime is

behavior subject to judgment of other47

(Kejahatan adalah sebutan, yang berarti

bahwa kejahatan didefinisikan oleh orang lain selain penjahat. Kejahatan adalah

perilaku subjek untuk pertimbangan lainnya).

Kebijakan penegakan hukum pidana merupakan serangkaian proses yang

terdiri dari tiga tahap kebijakan, yaitu:

a. Tahap kebijakan legislatif (formulatif) yaitu menetapkan atau merumuskan

perbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapat dikenakan

oleh badan pembuat undang-undang.

44

Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 7. 45

S.R. Sianturi, Op.Cit, hal. 29-30. 46

Barda Nawawi Arief, 1994, Kebiiakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara (selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief I), Universitas Diponegoro,

Semarang, hal. 61. 47

Peter Hoefnagels G., 1973, The Other Side of Criminology, Kluwer Deventer, Holland,

hal. 92.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

28

b. Tahap kebijakan yudikatif/aplikatif yaitu menerapkan hukum pidana oleh

aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

c. Tahap kebijakan eksekutif/administratif yaitu melaksanakan hukum pidana

secara konkrit, oleh aparat pelaksana pidana.48

Dalam arti sempit/formal, penjatuhan pidana berarti kewenangan

menjatuhkan/ mengenakan sanksi pidana menurut undang-undang oleh pejabat

yang berwenang (hakim). Sedangkan dalam arti luas/material, penjatuhan pidana

merupakan mata rantai proses tindakan hukum dari pejabat yang berwenang,

mulai dari proses penyidikan, penuntutan, sampai pada putusan pidana dijatuhkan

oleh pengadilan dan dilaksanakan oleh aparat pelaksana pidana. Hal ini

merupakan satu kesatuan sistem penegakan hukum pidana yang integral. Oleh

karena itu keseluruhan sistem/ proses/ kewenangan penegakan hukum pidana

itupun harus terwujud dalam satu kesatuan kebijakan legislatif yang integral.49

1.6.4 Teori Kewenangan

Teori kewenangan digunakan oleh peneliti untuk membahas dan mengkaji

permasalahan pertama. Kualifikasi perbuatan melawan hukum yang dilakukan

oleh Notaris, di mana dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 tentang Jabatan Notaris menyebutkan:

Notaris berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

48

Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan

Hukum Pidana (selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief II), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

hal. 30. 49

Ida Ayu Indah Sukma Angandari, 2011, Kebijakan Pembaharuan Hukum Pidana Dalam

Penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Kartu Kredit (Credit Card), Tesis Magister Ilmu

Hukum, Universitas Udayana, Denpasar, hal. 37.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

29

Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.

Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam Hukum Tata

Pemerintahan (Hukum Administrasi), karena pemerintahan baru dapat

menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Keabsahan

tindakan pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan dapat dilihat dari Konstitusi

Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan Lembaga Negara

dalam menjalankan fungsinya. Wewenang adalah kemampuan bertindak yang

diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan

perbuatan hukum.50

Menurut Philipus M. Hadjon, wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan

sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam konsep hukum publik

wewenang berkaitan dengan kekuasan.51

Philipus M. Hadjon mengemukakan ada

2 (dua) sumber untuk memperoleh wewenang yaitu atribusi dan delegasi, namun

dikatakan pula bahwa kadangkala mandat digunakan sebagai cara tersendiri dalam

memperoleh wewenang.52

J.G. Brouwer dan E.A. Schilder tidak sejalan dengan pendapat

sebelumnya. Mereka berpendapat bahwa kewenangan dapat diperoleh dengan tiga

50

SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi Di

Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hal. 154. 51

Philipus M. Hadjon, 1997, Tentang Wewenang, YURIDIKA No.5&6 Tahun XII,

September-Desember, hal. 1. 52

Philipus M. Hadjon, dkk, 1993, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia

(Introduction to the Indonesia Administrative Law) (selanjutnya disebut dengan Philipis M.

Hadjon I), Cet. I, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, hal. 128.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

30

cara, yaitu secara atribusi, delegasi, dan mandat. Pendapat tersebut diperkuat

dengan pernyataan berikut:

a. With atribution, power is granted to an administrative authority by an

independent legislative body. The power is initial (originair), which is to

say that is not derived from a previciously existing power. The legislative

body creates independent and previously non-existent powers and assigns

them to an authority.

b. Deligation is a transfer of an acquired atribution of power from one

administrative authority to another, so that the delegate (the body that the

acquired the power) can exercise power in its own name.

c. With mandate, there is not transfer, but the mandate giver (mandan)

assigns power to the body (mandataris) to make decision or take action in

its name.53

Atribusi (attributie), delegasi (delegatie), dan mandat (mandaat), oleh

H.D.van Wijk/Willem Konijnenbelt dirumuskan sebagai berikut:

a. Attributie : toekenning van een bestuursbevoegdheid door een weigever

aan een bestuursorgaan;

b. Delegatie :overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan

aan een ander;

c. Mandaat :een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem uitoefenen

door een ander.54

Teori kewenangan dalam penelitian ini digunakan untuk membahas

rumusan masalah mengenai pelanggaran serta perbuatan melawan hukum yang

dilakukan oleh Notaris, di mana Notaris merupakan pejabat publik yang memiliki

kewenangan atribusi.

1.6.5 Teori Kepastian Hukum

E. Utrech memberikan definisi hukum dalam bukunya Pengantar Dalam

Hukum Indonesia menjelaskan bahwa hukum adalah himpunan petunjuk hidup

(perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu

53

J.G, Brouwer, Dan E. A. Schilder, 1998, A Survey of Dutch Administrative Law, Ars

Aequi Libri, Nijmegen, hal. 6. 54

H.D. van Wijk dan Willem Konijnenbelt, 1990, Hoolfdstukken van Adminstratief

Recht, Uitgeverij Lemma BW, Utrecht, hal. 56.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

31

masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan,

oleh karena pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan

dari pihak pemerintah.55

Pendapat lain dikemukakan oleh J.C.T. Simorangkir dan

Woerjono Sastropranoto, mengungkapkan bahwa hukum itu adalah peraturan-

peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam

lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi berwajib,

pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya

tindakan hukuman.56

Secara umum hukum dapat diberi definisi sebagai himpunan peraturan-

peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata

kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta

mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi mereka

yang melanggarnya, jadi dalam hukum terkandung unsur-unsur yaitu peraturan-

peraturan yang dibuat oleh yang berwenang, tujuan mengatur tata tertib kehidupan

bermasyarakat, mempunyai ciri memerintah dan melarang dan bersifat memaksa

agar ditaati.57

Suatu sistem hukum di Indonesia dalam bentuk peraturan perundang-

undangan terikat pada suatu hirarkis dalam arti peraturan perundang-undangan

yang lebih rendah validitasnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi. Hal tersebut dikemukan juga Hans Kelsen dengan Stufenbau

Teori yang menyebutkan bahwa tatanan hukum itu merupakan sistem norma yang

55

Mokhammad Najih dan Soimin, 2012, Pengantar Hukum Indonesia, Setara Press,

Malang, hal. 9. 56

C.S.T Kansil, 1996, Latihan Ujian Pengantar Ilmu Hukum (selanjutya disebut dengan

C.S.T. Kansil II), Sinar Grafika, Jakarta, hal. 11. 57

R. Soeroso, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal.38.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

32

hirarkis atau bertingkat. Susunan kaidah hukum ini dimulai dari tingkat yang

paling bawah, yaitu:

1. Kaedah individual (konkrit) dari badan-badan pelaksanaan hokum

terutama pengadilan.

2. Kaedah umum yaitu peraturan perundang-undangn atau hukum kebiasaan.

3. Kaedah-kaedah dari konstitusi.

Ketiga kaedah tersebut disebut hukum positif. Di atas konstitusi terdapat

kaedah dasar hipotesis yang lebih tinggi yang bukan merupakan kaedah positif

dan disebut Grundnorm. Kaedah-kaedah hukum dari tingkatan yang lebih rendah

memperoleh kekuatannya dari kaedah hukum yang lebih tinggi. Dalam

hubungannya dengan hubungan hukum menurut Achmad Ali ada 3 jenis sudut

pandang:

1. Sudut pandang ilmu hukum positif normatif atau yuridis dokmatif yaitu di

mana hukum bertitik beratkan pada segi kepastian hukumnya.

2. Sudut pandang filsafat hukum yaitu tujuan hukum dititik beratkan pada

segi keadilan.

3. Sudut pandang sosiologis hukum yaitu tujuan hokum dititik beratkan pada

segi kemanfaatannya.58

Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama

adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa

yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum

58

Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (selanjutnya disebut dengan Achmad Ali I),

Ghalia Indonesia, Bogor, hal.72.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

33

yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh

dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum

bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya

konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan

hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.59

Kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan kepastian

tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Van Kant

mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia

supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu, berdasarkan anggapan Van Kant,

Utrecht mengemukakan pendapat bahwa hukum bertugas menjamin adanya

kepastian hukum (rechtzeker heid) dalam pergaulan manusia. Bagi dia hukum

menjamin kepada pihak yang satu terhadap pihak yang lain.60

Menurut Gustav Radbruch, kepastian hukum atau Rechtssicherkeit

security, rechts-zekerheid adalah sesuatu yang baru, yaitu sejak hukum itu

dituliskan, dipositifkan, dan menjadi publik.61

Kepastian hukum menyangkut

masalah law Sicherkeit durch das Recht, seperti memastikan bahwa pencurian,

pembunuhan menurut hukum merupakan kejahatan. Kepastian hukum adalah

Scherkeit des Rechts selbst atau kepastian hukum itu sendiri. Negara sebagai

sebuah sistem hukum yang pasti, sehingga dalam rangka menjamin kepastian

hukum maka berlaku asas-asas hukum. Dalam kehidupan masyarakat terdapat

59

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum (selanjutnya disebut Peter

Mahmud Marzuki I), Kencana Pranada Media Group, Jakarta, hal. 158. 60

Chainur Arrasjid, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 42. 61

Achmad Ali, 2009, Menguak Teori (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) Termasuk Interprestasi Undang-Undang (Legisprudence) (selanjutnya disebut

dengan Achmad Ali II), Predana Media Group, hal. 292.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

34

berbagai macam norma yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

tata cara seseorang untuk berperilaku atau bertindak. Dalam bukunya yang

berjudul Genaral teori of law And State Hans Kelsen mengutarakan adanya dua

sistem norma, yaitu sistem norma yang statik (nomostatik) dan sistem norma

dinamik (nomodinamik).

1.6.6 Teori Perlindungan Hukum

Philipus M. Hadjon membagi bentuk perlindungan hukum menjadi 2

(dua), yaitu:

1. Perlindungan hukum preventif

Perlindungan ini memberikan kesempatan kepada rakyat untuk

mengajukan keberatan (inspraak) atas pendapatnya sebelum suatu

keputusan pemerintahan mendapat bentuk yang definitif. Sehingga,

perlindungan hukum ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa

dan sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada

kebebasan bertindak. Dan dengan adanya perlindungan hukum yang

preventif ini mendorong pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil

keputusan yang berkaitan dengan asas freies ermessen, dan rakyat dapat

mengajukan keberatan atau dimintai pendapatnya mengenai rencana

keputusan tersebut.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

35

2. Perlindungan hukum represif

Perlindungan hukum ini berfungsi untuk menyelesaikan masalah apabila

terjadi sengketa.62

Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa pada dasarnya perlindungan

hukum meliputi dua hal yakni perlindungan hukum preventif dan perlindungan

hukum represif. Perlindungan hukum preventif meliputi tindakan yang menuju

kepada upaya pencegahan terjadinya sengketa sedangkan perlindungan represif

maksudnya adalah perlindungan yang arahnya lebih kepada upaya untuk

menyelesaikan sengketa, seperti contohnya adalah penyelesaian sengketa di

pengadilan.63

Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah

terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah untuk bersikap hati-

hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang

represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk

penanganannya di lembaga peradilan.64

Menurut Fitzgerald, dia menjelaskan teori perlindungan hukum yaitu

hukum yang mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan

dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan

terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi

berbagai kepentingan di lain pihak.65

Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan

62

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia (selanjutnya

disebut Philipus M. Hadjon II), PT. Bina Ilmu, Surabaya, hal. 2. 63

Budi Agus Riswandi dan Sabhi Mahmashani, 2009, Dinamika Hak Kekayaan

Intelektual Dalam masyarakat Kreatif, Total Media, Yogyakarta, hal. 12. 64

Maria Alfons, 2010, Implementasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-

produk Masyarakat Lokal Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual, Ringkasan Disertasi

Doktor, Universitas Brawijaya, Malang, hal 18. 65

Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum (selanjutnya disebut Satjipti Rahardjo II), PT.

Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 53.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

36

hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang

dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat

menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.66

Teori perlindungan hukum ini bisa dikaitkan dengan teori kemanfaatan,

menurut Satjipto Raharjo dalam bukunya “Ilmu Hukum” mengatakan bahwa:

teori kemanfaatan (kegunaan) hukum bisa dilihat sebagai perlengkapan

masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan. Oleh karena itu ia

bekerja dengan memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan berupa norma

(aturan-aturan hukum). Pada dasarnya peraturan hukum yang mendatangkan

kemanfaatan atau kegunaan hukum ialah untuk terciptanya ketertiban dan

ketentraman dalam kehidupan masyarakat, karena adanya hukum tertib

(rechtsorde).67

Teori-teori yang diuraikan di atas dipergunakan untuk menjawab rumusan

masalah dalam penelitian ini. Teori kewenangan dan teori pertanggungjawaban

hukum digunakan untuk menganalisis rumusan masalah pertama, teori

perlindungan hukum dan teori sanksi digunakan untuk menganalisis rumusan

masalah kedua, sedangkan teori kebijakan hukum pidana dan kepastian hukum

digunakan untuk menganalisis rumusan masalah ketiga.

66

Ibid, hal 54. 67

Satjipto Rahardjo II, Op.Cit, hal. 13.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

37

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analis

dan Konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.

Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah

berdasarkan suatu sistim, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang

bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.68

Penelitian yang dalam bahasa inggris disebut dengan research, pada

hakekatnya merupakan sebuah upaya pencarian. Lewat penelitian (research)

orang mencari (search) temuan-temuan baru, berupa pengetahuan yang benar

(truth, true knowledge), yang dapat dipakai untuk menjawab suatu pertanyaan

atau untuk memecahkan masalah.69

Sebagaimana dinyatakan dalam buku Legal

Research, yaitu “Legal research is an essential component of legal practice. It is

the prosess of finding the law that governs an activity and materials that explain

or analyze that law”70

, bahwa penelitian hukum itu merupakan komponen penting

dari praktik hukum, ini merupakan proses untuk menemukan hukum yang

mengatur suatu aktifitas yang menjelaskan atau menganalisa hukum material

tersebut. Soerjono Soekanto mengemukakan, dalam ilmu hukum terdapat dua

68

Soerjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum (selanjutnya disebut Soerjono

Soekanto I), cet.3, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, hal. 42. 69

M., Syamsudin, 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, hal. 1. 70

Morris L. Cohen & Kent C. Olson, 2000, Legal Research, In A Nutshell, West

Group,ST. Paul, Minn, Printed in the United States of America, hal.1

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

38

jenis penelitian hukum, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum

sosiologis atau empiris.71

Penelitian hukum ini termasuk dalam penelitian normatif. Penelitian

hukum normatif merupakan suatu penelitian yang melihat hukum terdiri atas

peraturan-peraturan tingkah laku atau kaidah-kaidah, peraturan-peraturan

perbuatan manusia atas suruhan dan larangan. Dengan demikian penelitian hukum

noramtif merupakan penelitian yang melihat hukum sebagai seperangkat norma

(kaidah).72

Sesuai dengan karakter dan tradisi ilmu hukum, maka penelitian

normatif merupakan ciri khas dari tradisi ilmu hukum. Penelitian hukum normatif

ini juga disebut dengan penelitian terhadap kaidah atau hukum itu sendiri dalam

peraturan perundang-undangan, yurisprudensi maupun hukum yang tidak

tertulis.73

Penelitian ini beranjak dari kekosongan norma mengenai urgensi

kebijakan sanksi tindak pidana dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.

1.7.2 Jenis Pendekatan

Macam-macam pendekatan yang digunakan dalam di dalam penelitian

hukum adalah:74

a. Pendekatan undang-undang (statue approach)

b. Pendekatan kasus (case approach)

c. Pendekatan historis (historical approach)

d. Pendekatan komparatif (comparative approach)

71

Soerjono Soekanto I, Op.Cit, hal. 51 72

L.J. van Apeldoorn, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 18. 73

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif:Suatu Tinjauan

Singkat(selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II), Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 13. 74

Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum (selanjutnya disebut Peter Mahmud

Marzuki II), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 93.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

39

e. Pendekatan konseptual (conceptual approach)

Dalam penelitian ini dipergunakan pendekatan perundang-undangan (the

statue approach), pendekatan kasus (the case approach). Pendekatan perundang-

undangan (statue approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang

dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani, yang

dimaksud dengan statue adalah legislasi dan regulasi.75

Pendekatan perundang-

undangan (statue approach) dilakukan dengan menelaah atau mengkaji ketentuan-

ketentuan hukum serta peraturan perundang-undangan76

yang mengatur mengenai

pegawai notaris sebagai saksi dapat dimintai pertanggungjawaban, serta bentuk

tanggung jawabnya. Pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan cara

melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi

yang telah menjadi putusan pengadilan.77

1.7.3 Sumber Bahan Hukum

Sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadikan sumber-sumber

penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan

hukum primer adalah merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang

artinya mempunyai otoritas, yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-

catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-

putusan hakim. Sedangkan semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi adalah merupakan bahan hukum sekunder.78

1. Bahan Hukum Primer

75

Soerjono Soekanto I, Op.Cit, hal. 93. 76

Peter Mahmud Marzuki II, Loc.Cit. 77

Peter Mahmud Marzuki II, Op.Cit, hal. 94. 78

Peter Mahmudi Marzuki II, Op.Cit, hal. 140.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

40

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang memiliki kekuatan

hukum yang mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan,

antara lain:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek, Staatsblad

1847 No. 23).

b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht,

Staatblad 1915 No. 732).

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

d. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 117) junto Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 3).

e. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 82).

f. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor M.01.HT.03.01 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara

Pengangkatan, Perpindahan dan Pemberhentian Notaris.

g. Peraturan Kode Etik Profesi Notaris.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer yang meliputi buku-buku,

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

41

literatur, artikel, majalah, makalah dan bahan-bahan hukum tertulis

lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

3. Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, yaitu: kamus hukum, kamus Bahasa Indonesia dan

ensiklopedia.

1.7.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Hukum

Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis

alat pengumpul data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau

observasi, dan wawancara atau interview.79

Sedangkan untuk memperoleh dan

mengumpulkan serta mengolah data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan bahan-bahan yang diperoleh melalui studi dokumen atau telaah

bahan pustaka dengan cara menginventarisasi, mempelajari dan mendalami

bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tersier yang relevan dengan objek

penelitian.

1.7.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Seluruh bahan-bahan hukum yang dikumpulkan akan dicatat, diolah serta

diklasifikasikan secara sistematis sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan

penelitian. Teknik analisis dalam penelitian ini dilakukan secara analisis

interpretasi yaitu teknik yang menggunakan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu

hukum yang terkait dengan pembahasan yang tidak jelas dan teknik preskriptif

79

Amirudin dan Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, hal. 67.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdfdisebut UUJN), menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

42

dalam landasan teori yang diarahkan untuk dapat memberikan jawaban atas

rumusan masalah dan tujuan yang dikaji dalam penelitian ini.

Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif yaitu ilmu hukum yang mempelajari

tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum,

dan norma-norma hukum. Dalam hal ini ilmu hukum bukan hanya menempatkan

hukum sebagai suatu gejala sosial yang hanya dipandang dari luar, melainkan

masuk ke suatu hal esensial yaitu intrinsik dari hukum.80

80

Peter Mahmudi Marzuki II, Op.Cit, hal. 20.