bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah 1.pdf1 bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah...

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan. Tubuh merupakan bagian dari materi jiwa yang dapat dipandang, diraba, bahkan disakiti. Pada kehidupan masyarakat modern, semua tindakan yang dikenakan pada tubuh adalah bagian dari pertunjukan 1 .Selera musik, gaya pakaian, dandanan rambut, segala macam aksesoris yang menempel, atau berbagai pilihan lainnya adalah bagian dari pertunjukan identitas dan kepribadian diri. Setiap manusia bisa mengontrol peranan mereka sendiri, khususnya dalam hal penanganan pada tubuh. Tubuh adalah bagian yang paling tampak sehingga dijadikan simbol nyata bagi setiap jiwa dalam penyampaian pesan. Akibat dari simbolisasi yang dikemukakan oleh subjek maka tubuh menjadi multi-interpretatif bagi objek yang menafsirkannya. Salah satu contoh nyata yang menimbulkan multi-interpretasi terhadap tubuh adalah tato. Orang lain bebas menginterpretasikan makna tato yang terdapat pada tubuh pengguna tato 2 . Bali merupakan kota pariwisata yang menjadi pusat incaran turis-turis mancanegara maupun lokal. Bali pun mempunyai daya tarik tersendiri sehingga wisatawan asing maupun lokal tidak bosan untuk selalu menjadikan bali sebagai kota tujuan mereka untuk berlibur. Adapun tujuan para wisatawan untuk berlibur ke bali pasti ingin berkunjung ke salah satu tempat terkenal di bali yaitu 1 Olong, H. A. K. 2006. Tato.LKiS: Yogyakarta, h.23 2 Marzuki Peter Mahmud, 2013, Penelitian Hukum, CET.III, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, H.I33

Upload: hangoc

Post on 10-Jun-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri

dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan. Tubuh merupakan bagian dari materi

jiwa yang dapat dipandang, diraba, bahkan disakiti. Pada kehidupan masyarakat

modern, semua tindakan yang dikenakan pada tubuh adalah bagian dari

pertunjukan1.Selera musik, gaya pakaian, dandanan rambut, segala macam

aksesoris yang menempel, atau berbagai pilihan lainnya adalah bagian dari

pertunjukan identitas dan kepribadian diri. Setiap manusia bisa mengontrol

peranan mereka sendiri, khususnya dalam hal penanganan pada tubuh. Tubuh

adalah bagian yang paling tampak sehingga dijadikan simbol nyata bagi setiap

jiwa dalam penyampaian pesan. Akibat dari simbolisasi yang dikemukakan oleh

subjek maka tubuh menjadi multi-interpretatif bagi objek yang menafsirkannya.

Salah satu contoh nyata yang menimbulkan multi-interpretasi terhadap tubuh

adalah tato. Orang lain bebas menginterpretasikan makna tato yang terdapat pada

tubuh pengguna tato2. Bali merupakan kota pariwisata yang menjadi pusat incaran

turis-turis mancanegara maupun lokal. Bali pun mempunyai daya tarik tersendiri

sehingga wisatawan asing maupun lokal tidak bosan untuk selalu menjadikan bali

sebagai kota tujuan mereka untuk berlibur. Adapun tujuan para wisatawan untuk

berlibur ke bali pasti ingin berkunjung ke salah satu tempat terkenal di bali yaitu

1 Olong, H. A. K. 2006. Tato.LKiS: Yogyakarta, h.23 2 Marzuki Peter Mahmud, 2013, Penelitian Hukum, CET.III, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, H.I33

2

Legian Kuta Bali. Legian adalah salah satu tempat dimana setiap harinya

wisatawan lokal maupun asing terus berdatangan ke tempat itu karena disitu

adalah tempat untuk orang-orang berbelanja pernak pernik khas bali dan tempat

turis-turis berkumpul. Selain itu terdapat tempat yang sering dikunjungi

wisatawan dan sudah terkenal hingga ke mancanegara yaitu pantai Kuta. Legian

mempunyai sejarah tersendiri sampai akhirnya menjadi seperti sekarang dan

Legian itu sendiri sebenarnya adalah nama sebuah desa di bali yang dulunya

bernama Karang Kemanisan.

Awal tahun 1970-an, Kuta berkembang menjadi desa yang sering

dikunjungi wisatawan. Seperti sering diungkap dalam sejumlah sumber tertulis.

Awal perkembangan dunia kepariwisataan di kawasan Kuta didorong oleh

kedatangan pasangan seniman Amerika, Louise Garet dan Robert Koke di tahun

1936 yang kemudian mendirikan Kuta Beach Hotel. Disusul kemudian

kedatangan wanita berkebangsaan Amerika kelahiran Skotlandia, Vanine Walker

yang biasa dipanggil Miss Manx sekitar tahun 1932 silam. Wanita ini kemudian

lebih senang memakai nama khas Bali, Ketut Tantri setelah diangkat menjadi

anak keempat raja Bangli. Di Kuta, wanita ini mendirikan hotel pertama yang

diberi nama “Suara Samudera”.

Seiring berjalannya waktu kini Legian berubah menjadi icon dari pulau

bali yang tidak akan terlepas dari turis-turis mancanegara yang berlibur ke pulau

bali yang mencari suatu kebebasan yang di negaranya itu belum tentu ada. Legian

identik dengan dunia malam yang setiap harinya tidak akan pernah berhenti untuk

menyuguhkan kemewahan gemerlap malam yang senantiasa di cari oleh turis-turis

3

luar negeri ataupun local. Di Legian pun kini banyak lahir seniman seniman tato

yang dulunya mungkin jarang bahkan orang-orang pun tidak ada yang tau bahwa

masyarakat Legian ada yang menjadi seniman tato tetapi kini banyak dan hampir

di setiap sudut jalanan di Legian hingga kuta terdapat studio-studio tato yang

bermunculan entah itu dari yang baru menekuni hingga sampai yang sudah

terkenal hingga ke luar negeri seperti Balinnesia tattoo studio. Banyak para turi-

turis luar negri datang ke bali selain untuk berlibur tapi ada yang datang hanya

untuk mentato badannya karena seniman-seniman tato di Legian sudah cukup

terkenal di telinga wisatawan asing. Tato sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu.

Eksistensi tato dapat dikatakan pertama kali muncul di Mesir berkisar pada 4000-

2000 SM . Salah satu bukti tato Mesir tertua ada pada peninggalan mumi Nubbian

yang bertahun 2000 SM. Jika dilacak dari budaya material yang tertinggal,

Indonesia telah mengenal tato sejak sekitar awal masuknya simbolisme tato dan

diskusi dengan pasien sebagai bagian dari proses diagnostik, karena menurutnya

tato dapat dilihat sebagai penopang psikis yang bertujuan untuk memperbaiki citra

diri yang cacat, membangkitkan harapan, menjaga emosi negatif, dan mengurangi

ketidakcocokan antara individu dan aspirasinya. la mengungkapkan bahwa bertato

seperti proses bermimpi, tato menyingkat, melambangkan, dan menggantikan

energi psikis ke sebuah gambar yang bermakna. Gambar itu sendiri adalah media

yang ideal untuk menyampaikan arti tersembunyi3.Citra visual tato

memungkinkan untuk presentasi sadar dari konflik batin. Saat ini, wanita yang

mentato tubuh tidak jarang untuk ditemukan. Sebagian dari mereka bahkan

3 Karacaoglan, U. 2012. Tattoo and Taboo: On The Meaning of Tattoos in the Analytic.

4

menggunakan pakaian yang cenderung memperlihatkan tato mereka. Seolah

wanita dan pria bertato ingin memperlihatkan sisi kelembutannya dan

kejantanannya dengan mewujudkan sebuah tato yang indah. Seiring

perkembangan zaman dan derasnya arus informasi, maka nilai-nilai tradisi yang

ada di masyarakat makin terkikis. Salah satu teknologi informasi yang berperan

penting dalam penyebaran budaya tato adalah media massa. Media massa

menyajikan beragam informasi dan berita, termasuk tato. Tato juga telah

digunakan oleh sejumlah artis yang akrab dengan dunia media. Bahkan saat ini

telah ada majalah khusus komunitas tato di Indonesia yang bernama Magic Ink,

namun tidak terbit secara resmi dan hanya dibagikan gratis. Bagus menyatakan

bahwa majalah Magic Ink untuk mewadahi interaksi antar seniman, konsumen,

dan penggemar tato. Tato di Indonesia tidak lagi terbatas pada interaksi antar

seniman tato dan klien di ruang praktek tato, namun seni tubuh ini telah keluar ke

area publik.4 Masyarakat kota besar yang mengalami fenomena tato akan

mendapatkan sesuatu yang dinamakan “efek repetitis”, yaitu sesuatu pola

penyimpangan dan pengaruh yang terjadi secara terus-menerus dan berulang-

ulang dibiarkan berlangsung hingga orang di sekitarnya serta yang

menghadapinya akan menjadi terbiasa, dan di dalam diri masing-masing

masyarakat akan terbentuk kemampuan untuk beradaptasi dengan penyimpangan

tersebut. Tato telah menjadi sebuah fenomena yang disukai oleh sebagian

masyarakat umum, termasuk wanita. Bila masyarakat mulai menerima keberadaan

pria yang memiliki tato (misalnya pada kalangan preman atau geng motor),

4 Process. The International Journal of Psychoanalysis. Diambil pada 20 Maret 2015 dari http://onlinelibrary.wiley.eom/doi/10.1111/j.1745-8315.2011.00497.x/pdf.

5

namun lain halnya dengan wanita yang memiliki tato. Kebanyakan orang menilai

wanita yang mentato tubuhnya identik dengan hal yang negatif (sangar,

menyeramkan, preman, perempuan nakal, liar. Wanita bertato lebih banyak

mendapatkan komentar negatif dan masalah stigma di depan umum, tempat kerja,

atau sekolah dari pada pria bertato. Resiko bertato tidak terbatas pada pandangan

negatif saja yang mungkin diterima, tetapi juga resiko terjangkitnya penyakit

pasca penatoan. Mentato tubuh juga berarti melukai tubuh. Bibit penyakit dapat

masuk ke dalam tubuh melalui luka akibat tusukan tato, dan beresiko tinggi

tertular virus hepatitis ataupun HIV. Kondisi mi disebabkan karena tato tidak

menggunakan alat yang tidak steril atau digunakan secara bergantian. Hepatitis

menular lewat darah dan cairan tubuh manusia.5 Virus HIV juga hidup di dalam 4

cairan tubuh manusia, cairan darah, cairan sperrna, cairan vagina, dan air susu

ibu.6 Bahkan kehadiran tato telah digunakan sebagai kriteria untuk penangguhan

donor darah karena berpotensi menularkan penyakit. Sebagian besar masyarakat

lebih mengenal AIDS sebagai resiko terkait pada seni tubuh (tato), tetapi resiko

lain yang berpotensi tidak diketahui. Resiko lainnya yang berpotensi dalam tato

seperti alergi atau iritasi pada kulit yang disebabkan oleh tinta tato. Tinta tato

yang beredar di pasaran umumnya terbuat dari bahan kimia yang patut

dikelompokkan ke dalam unsur logam berat, seperti arsenik, mercury, perak,

emas, dan bismuth, yang berbahaya untuk kesehatan. Selain beresiko terjangkit

penyakit, tindik tubuh sangat berkaitan dengan pengambilan perilaku beresiko

5 Evy. 2009. Awas, Tato dan Tindik Tularkan Hepatitis. 16 April 2009. Jakarta.Diambil

pada 8 Maret 2015 dariHttp://nasional.kompas.com 6 Putra, Y. 2009. Penyebaran HIV/AIDS Sudah Masuk Daerah.Koran Kompas. 5

Desember 2009. Jakarta, h.5

6

lainnya seperti gangguan perilaku makan (eating disorder behaviour), penggunaan

narkoba, penggunaan obat keras, aktivitas seksual, dan bunuh diri. Kekerasan

dikaitkan dengan laki-laki bertato dan perempuan yang bertindik. Penggunaan

narkoba dikaitkan dengan usia yang lebih muda dalam pengambilan keputusan

bertato dan bertindik.

Namun seiring berjalannya waktu dan konsumen tato semakin banyak tak

dapat juga di pungkiri sekarang banyak pelaku usaha tato yang bertindak sudah

tidak transparan mengenai cara membuat tato dan efek dari tato permanen itu

sendiri sehingga banyak konsumen yang salah dan bahkan tidak benar-benar

paham akan bahaya tato permanen dari segi tinta dan alat tato itu sendiri dan

bahkan berdampak nantinya akan menimbulkan penyakit seperti HIV dan cacat

kulit yang permanen.

Berdasarkan latar belakang diatas mendorong penulis untuk melakukan

penelitian hukum yang dituangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul :

“Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen pengguna Tatto Permanen di

Desa Legian, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang disampaikan pada latar belakang masalah di atas,

maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna tatto

permanen di desa Legian, kecamatan kuta, kabupaten badung ?

2. Bagaimana penyelesaian terhadap pelaku usaha apabila konsumen

mengalami kerugian pada saat pembuatan tato permanen?

7

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk mendapatkan pembahasan yang terarah sehingga tidak menyimpang

dari pokok pembahasan yang dibahas, maka akan dibatasi ruang lingkup

permasalahannya sehingga pembahasan akan dapat diuraikan secara sistematis

sebagai suatu karya ilmiah. Adapun ruang lingkup dari pembahasan permasalahan

ini adalah sebagai berikut, sesuai masalah yang pertama akan dibahas

perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna tattoo permanen di desa

Legian dan penyelesaian masalah apabila pengguna tato merasa tidak puas dengan

hasil tato yang dihasilkan.

1.4 Orisinalitas

Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia

pendidikan Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan mampu menunjukkan

orisinalitas dari penelitian yang ditengah dibuat dengan menampilkan beberapa

judul sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini peneliti akan

menampilkan beberapa judul skripsi terdahulu yang pembahasannya berkaitan

dengan “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Tatto Permanen di

Desa Adat Legian Kuta Bali”

8

Daftar Penelitian Sejenis

Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah

Makna simbolik pada

tattoo bagi wanita

pengguna tattoo di

Surabaya

Nalendra Ayu

Prasista H.R

Bagaimana Makna komunikasi

simbolik pada tattoo sebagai

interaksi simbolik bagi kalangan

wanita pengguna tato di kota

Surabaya?

Karakteristik

Pengguna Tato di

Kalangan Perempuan

Marchellino Eko

Prasetyo Sardju

Bagaimana persepsi perempuan

sebagai pengguna tatto terhadap

tatto itu sendiri ?

Apa penyebab perempuan bertatto

seperti yang kerap dijumpai di kota

Makassar ?

Daftar Penelitian lainnya

Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah

Perlindungan

Hukum Terhadap

Konsumen

Pengguna Tato di

Desa Legian,

Kecamatan Kuta,

Kabupaten Badung

Gede Ngurah

Prasetya Utama

Bagaimana perlindungan hukum

terhadap konsumen pengguna tato

permanen di desa Legian kecamatan

kuta kabupaten badung

Bagaimana penyelesaian terhadap

pelaku usaha apabila konsumen

pengguna tato mengalami kerugian

pada saat pembuatan tato

9

1.5 Tujuan Penelitian

Setiap pembahasan pasti memiliki tujuan tertentu, karena dengan adanya

tujuan tersebut akan memberikan arah yang jelas untuk mencapai tujuan tersebut,

baik tujuan secara umum maupun khusus. Adapun tujuan tersebut adalah :

1.5.1 Tujuan Umum

a. Untuk memenuhi persyaratan akademis dalam menyelesaikan studi di

Fakultas Hukum Universitas Udayana

b. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan kepada pengguna

tato permanen di desa Legian kecamatan kuta kabupaten badung

c. Mengetahui bagaimana penyelesaian pelaku usaha apabila konsumen

mengalami kerugian pada saat di tato

1.5.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mendalami perlindungan hukum yang diberikan terhadap pengguna

tatto permanen di desa Legian kecamatan kuta kabupaten badung

b. Untuk mengetahui serta memahami tanggungjawab pelaku usaha apabila

konsumen mengalami kerugian pada saat pembuatan tato

1.6 Manfaat Penelitian

Dengan terjawabnya permasalahan ditulisan ini yang disertai dengan

tujuan penulisan diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam tataran

akademis maupun tataran praktis, sehingga diharapkan nantinya penulisan ini

bermanfaat untuk:

10

1.6.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan menambah

informasi tentang perkembangan ilmu hukum secara umum khususnya hukum

perlindungan konsumen.

1.6.2 Manfaat Praktis

Secara praktis manfaat penulisan ini bagi masyarakat khususnya pelaku

usaha tato permanenuntuk memberikan dan lebih mengetahui informasi tentang

tato permanen dan lebih memperhatikan kesehatan dari konsumen.

1.7 Landasan Teoritis

Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu saran untuk

menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan

antara antar anggota masyarakat yang satu dengan lainnya dapat dijaga

kepentingannya. Hukum tidak lain adalah kepentingan manusia yang berbentuk

norma atau kaidah. Hukum sebagai sekumpulan peraturan atau kaidah

mengandung isi yang bersifat umum dan normative, umum karena berlaku bagi

setiap orang dan normatif karena menentukan apa boleh dan tidak boleh dilakukan

serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaidah.

Wujud dari peran hukum dalam masyarakat adalah memberikan

perlindungan hukum kepada anggota masyarakat yang kepentingannya terganggu.

Persengketaan yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan menurut hukum

yang berlaku, sehingga dapat mencegah perilaku main hakim sendiri. Tujuan

pokok hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia adalah menciptakan

tatanan masyarakat yang tertib sehingga terwujud kehidupan yang seimbang.

11

Menurut Sudikno mertokusuma, bahwa hukum itu bertujuan agar

tercapainya ketertiban dalam masyarakat sehingga diharapkan kepentingan

manusia akan terlindungi untuk mencapai tujuannya dan bertugas membagi hak

dan kewajiban antar perorangan dalam masyarakat, membagi wewenang dan

mengutamakan pemecahan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.

Menurut Subekti dalam buku Sudikno Mertokusumo berpendapat, bahwa tujuan

hukum itu mengabdi kepada tujuan negara yaitu mendatangkan kemakmuran dan

kebahagiaan bagi rakyatnya.

Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek

hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. Hak dan

kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh

hukum sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan

kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan

sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan

mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya sehingga yang

bersangkutan merasa aman.

Pengertian perlindungan hukum dalam arti sempit adalah sesuatu yang

diberikan kepada subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum, baik yang

bersifat preventif maupun represif, serta dalam bentuk tertulis maupun tidak

tertulis. Perlindungan hukum yang preventif yaitu perlindungan hukum kepada

rakyat yang di berikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau

pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah menjadi bentuk yang menjadi

definitif, sedangkan perlindungan hukum yang represif yaitu perlindungan hukum

12

yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Dengan kata lain

perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum

yaitu ketentraman bagi segala kepentingan manusia yang ada didalam masyarakat

sehingga tercipta keselarasan dan keseimbangan hidup masyarakat. Sedangkan

perlindungan hukum dalam arti luas adalah tidak hanya diberikan kepada seluruh

makhluk hidup maupun segala ciptaan Tuhan dan dimanfaatkan dalam rangka

kehidupan yang adil dan damai.

Menururt Philips M. Hadjon negara Indonesia sebagai negara hukum

berdasarkan pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga

masyarakatnya yang sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu perlindungan

hukum berdasarkan pancasila berarti pengakuan dan perlindungan hukum akan

harkat dan martabat manusia atas dasar nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,

kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan serta keadilan social. Nilai-nilai

tersebut melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wadah

negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan dalam mencapai

kesejahteraan bersama.

Perlindungan hukum di dalam negara yang berdasarkan Pancasila maka

asas yang penting adalah asas kerukunan berdasarkan kekeluargaan. Asas

kerukunan berdasarkan kekeluargaan menghendaki bahwa upaya-upaya

penyelesaian masalah yang berkaitan dengan masyarakat sedapat mungkin

ditangani oleh pihak-pihak yang bersengketa.

Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus

hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang

13

luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang

pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan

kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya

atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.7

Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu

kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan

meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang

dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability

menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat

kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility

menunjuk pada pertanggungjawaban politik.

Secara umum prinsip-prinsip tanggungjawab dalam hukum dapat

dibedakan sebagai berikut:8

1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau

liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum

pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya

pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini

menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara

hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.

7 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006,

him. 335-337. 8 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, Gramedia

Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006, him. 73-79.

14

Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang lazim dikenal

sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya

empat unsur pokok, yaitu:

1. adanya perbuatan;

2. adanya unsur kesalahan;

3. adanya kerugian yang diderita;

4. adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.

Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum.

Pengertian hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga

kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.

2. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan

prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability).Kendati demikian ada pula

para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas.9

Ada pendapat yang menyatakan, strict liability adalah prinsip tanggung

jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun

ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari

tanggung jawab, misalnya pada keadaan force majeure. Sebaliknya absolute

liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada

pengecualiannya.

Menurut E. Suherrnan, strict liability disamakan dengan absolute liability,

dalam prinsip ini tidak ada kemungkinan untuk membebaskan diri dari tanggung

9 Ibid, him. 23.

15

jawab, kecuali apabila kerugian yang timbul karena kesalahan pihak yang

dirugikan sendiri. Tanggung jawab adalah mutlak.

3. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab

Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab

(presumption of liability principle) sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak

bersalah. Kata “dianggap” pada prinsip presumption of liability principle adalah

penting karena ada kemungkinan tergugat membebaskan diri dari tanggung jawab

yaitu dalam hal ia dapat membuktikan bahwa ia telah mengambil semua tindakan

yang di perlukan untuk menghindari terjadinya kerugian. Jika diterapkan dalam

kasus konsumen maka akan tampak asas demikian cukup relevan. Jika digunakan

teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu pada pihak

pelaku usaha yang di gugat. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka

untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan

tergugat.

4. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan

Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability

principle) ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai

klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam ketentuan

pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen ditentukan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti

kerugian atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan. Tanggung jawab profesional

16

berhubungan dengan jasa yang diberikan.10 Menurut Komar Kantaatmaja

sebagaimana dikutip oleh Shidarta menyatakan tanggung jawab profesional

adalah tanggung jawab hukum (legal liability) dalam hubungan dengan jasa

profesional yang diberikan kepada klien. Tanggung jawab profesional ini dapat

timbul karena mereka (para penyedia jasa profesional) tidak memenuhi perjanjian

yang mereka sepakati dengan klien mereka atau akibat dari kelalaian penyedia

jasa tersebut mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum.11

Tanggung jawab (responsibility) merupakan suatu refleksi tingkah laku

manusia. Penampilan tingkah laku manusia terkait dengan kontrol jiwanya,

merupakan bagian dari bentuk pertimbangan intelektualnya atau mentalnya.

Bilamana suatu keputusan telah diambil atau ditolak, sudah merupakan bagian

dari tanggung jawab dan akibat pilihannya. Tidak ada alasan lain mengapa hal itu

dilakukan atau ditinggalkan. Keputusan tersebut dianggap telah dipimpin oleh

kesadaran intelektualnya. Tanggung jawab dalam arti hukum adalah tanggung

jawab yang benar-benar terkait dengan hak dan kewajibannya, bukan dalam arti

tanggung jawab yang dikaitkan dengan gejolak jiwa sesaat atau yang tidak

disadari akibatnya.

Pengertian pelaku usaha menurut Undang-Undang Perlindungan

Konsumen yang terdapat dalam pasal 1 angka 3 yaitu : “Setiap orang

perseorangan atau badan usaha, baik maupun berbadan hukum maupun bukan

badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum Negara Republik Indonesia, sendiri maupun bersama-sama

10 Shidarta, op.cit.,him. 82. 11 Efendi Masyhur, Dimensi / Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional

Dan Internasional. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, him. 121.

17

melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi.”

Hak pelaku usaha adalah:

1) hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

2) hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik

3) hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen

4) hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan

5) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban pelaku usaha adalah:

1) beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

2) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan

dan pemeliharaan

3) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

4) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku

18

5) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan

6) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan

7) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau

jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen” sangat

melekat dalam kehidupan masyarakat. Menurut AZ Nasution, hukum

perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat

asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

melindungi kepentingan konsumen. Ahli ini mengakui asas dan kaidah hukum

yang mengatur hubungan dan masalah konsumen dalam berbagai bidang hukum,

tertulis maupun tidak tertulis.12

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hukum konsumen berskala lebih

luas, sebab meliputi berbagai aspek hukum yang terdapat kepentingan pihak

konsumen di dalamnya. Kata aspek hukum ini sangat bergantung pada kemauan

masyarakat dalam mengartikan “hukum” sebagai bagian dari asas dan norma.

Salah satu bagian dari hukum konsumen ini adalah aspek perlindungannya, yakni

tentang bagaimana cara mempertahankan hak konsumen terhadap gangguan pihak

12 AZ Nasution, Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum pada

Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1995, him 64-65.

19

lain. Dalam peraturan perundangan perlindungan konsumen di Indonesia,

terdapat2 (dua) subyek penting, yakni:

a. Konsumen, yang didefinisikan sebagai setiap orang pemakai barang dan/atau

jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan (end user).

b. Pelaku usaha, yang didefinisikan sebagai setiap orang perseorangan atau

badan usaha, balk berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang

didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum

negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha berbagai bidang ekonomi.

Hubungan antara pelaku usaha dan konsumen pada dasarnya merupakan

hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebut terjadi

karena adanya kehendak dari kedua belah pihak, yang didasari oleh rasa saling

membutuhkan dan tergantung. Rasa saling membutuhkan ini dimanfaatkan oleh

para pelaku usaha dalam suatu sistem distribusi dan pemasaran produk barang

guna mencapai tingkat produktivitas dan efektivitas sehingga tercapainya sasaran

usaha.13

13 Husni Syawali, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung, Mandar Maju, 2000, hlm

36. Danirwara

20

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalahjenis

penelitian Yuridis-Empiris. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk

mendapatkan kebenaran adalah penelitian yang bersifat Yuridis-

Empiris.14Sehingga dalam penyusunannya dilakukan dengan penelitian lapangan

yang memanfaatkan data-data primer dari hasil wawancara dan observasi yang

didukung dengan sumber data primer, sumber data sekunder,maupun sumber data

tersier.Pertimbangan dalam penggunaan jenis penelitian ini dikarenakan obyek

kajian yang akan diteliti terdapat langsung di masyarakat, berkenaan dengan

pembuatan tato permanen.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Dalam penelitian ini digunakan jenis pendekatan perundang undangan

(The Statue Approach) pendekatan fakta (The Fact Approach). Pendekatan

perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan

regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani.15 Pendekatan

Fakta dilakukan dengan cara melihat keadaan nyata di wilayah penelitian.

1.8.3 Sifat Penelitian

1. Penelitian Deskriptif

Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk

menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk

14 Johan nasution, bahder, 2008, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung,

H.36 15 Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum, CET.III, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, H.133

21

eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan

jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit

yang diteliti antara fenomena yang diuji. Dalam penelitian ini, peneliti telah

memiliki definisi jelas tentang subjek penelitian dan akan menggunakan

pertanyaan who dalam menggali informasi yang dibutuhkan. Tujuan dari

penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran akurat tentang sebuah

kelompok, menggambarkan mekanisme sebuah proses atau hubungan,

memberikan gambaran lengkap baik dalam bentuk verbal atau numerikal,

menyajikan informasi dasar akan suatu hubungan, menciptakan seperangkat

kategori dan mengklasifikasikan subjek penelitian, menjelaskan seperangkat

tahapan atau proses, serta untuk menyimpan informasi bersifat kontradiktif

mengenai subjek penelitian

2. Penelitian Eksplanatoris

Penelitian Eksplanatori adalah penelitian bertujuan untuk menguji suatu teori

atau hipotesis guna memperkuat atau bahkan menolak teori atau hipotesis hasil

penelitian yang sudah ada. Penelitian eksploratori bersifat mendasar dan bertujuan

untuk memperoleh keterangan, informasi, data mengenai hal-hal yang belum

diketahui. Karena bersifat mendasar, penelitian ini disebut penjelajahan

(eksploration). Penelitian eksploratori dilakukan apabila peneliti belum

memperoleh data awal sehingga belum mempunyai gambaran sama sekali

mengenai hal yang akan diteliti. Penelitian eksploratori tidak memerlukan

hipotesis atau teori tertentu. Peneliti hanya menyiapkan beberapa pertanyaan

22

sebagai penuntun untuk memperoleh data primer berupa keterangan, informasi,

sebagai data awal yang diperlukan.

1.8.4 Data dan Sumber Data

Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis yaitu data

primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari penelitian lapangan yaitu

data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari

responden maupun informan. Data sekunder bersumber dari penelitian

kepustakaan.

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik studi dokumen

Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam

melakukan penelitian ini dengan cara mengumpulkan data berdasarkan pada

benda-benda berbentuk tulisan, dilakukan dengan cara mencari, membaca,

mempelajari dan memahami data-data sekunder yang berhubungan dengan hukum

sesuai dengan permasalahan yang dikaji yang berupa buku-buku, majalah,

literatur, dokumen, peraturan yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti.

2. Teknik Wawancara (interview)

Wawancara merupakan salah satu teknik yang sering dan paling lazim

digunakan dalam penelitian hukum empiris. Dalam kegiatan ilmiah, Wawancara

dilakukan bukan sekedar bertanya pada seseorang, melainkan dilakukan

pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang

relevan dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan. Agar

hasil wawancara nantinya memiliki validitas dan reabilitas, dalam berwawancara

peneliti menggunakan alat berupa pedoman wawancara atau interview guide.

23

1.8.6 Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah analisis

kualitatif. Artinya pengumpulan data menggunakan pedoman studi dokumen,

wawancara dan kuisioner. Penelitian dengan teknik analisis kualitatif ini

keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun sekunder, akan

diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan

dalam pola dan tema, dikatagorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara

satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna

data, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami

keseluruhan kualitas data. Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus

sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap

analisis.Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan

secara deskriptif kualitatif dan sistimatis.16

16 Fakultas hukum Universitas Udayana, op.cit, h.75