bab i pendahuluan 1.1 latar belakang€¦ · kolonial terutama dalam bidang kesehatan melalui rumah...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan mula-mula Gereja Kristen Jawa tidak dapat dipisahkan dari
peran misionaris yang datang dan melaksanakan misi di Pulau Jawa. Para
misionaris tersebut adalah warga Negara Belanda yang mempunyai basis
pelayanan di Gereja-gereja Belanda, yaitu di kalangan Nederlandsch Hervormd
Kerk (NHK) sayap kanan Gereformeed juga kerinduan untuk ikut serta dalam
pekabaran Injil di negeri jajahan.1 Keinginan ini terjawab dengan dibentuknya
Nederlandsche Gereformeerd zendingsvereeiging (NGZV) pada 6 Mei 1859 di
Amsterdam. Lembaga ini berbadan hukum sejak 19 0ktober 1859.2 Dalam
melaksanakan tugas misi di Pulau Jawa, mereka bekerja sama dengan pemerintah
kolonial terutama dalam bidang kesehatan melalui rumah sakit, bidang pendidikan
melalui sekolah, maupun melalui pemerintahan pamong praja.
Adanya kebijakan pemerintah kolonial yang memperbolehkan kaum
pribumi bekerja dalam bidang-bidang tersebut memungkinkan terjadinya
persinggungan antara nilai-nilai Kristen dan nilai-nilai budaya lokal yang dimiliki
kaum pribumi. Gereja Kristen Jawa mula-mula bertumbuh di lingkungan yang
dibangun pemerintah Hindia Belanda dan kaum misionaris dapat ikut ambil
bagian di dalamnya. Lingkungan tersebut antara lain berupa: rumah sakit, sekolah,
dan pemerintahan. Nilai-nilai Kristen yang mulai dikenal oleh kaum pribumi
1S.H. Soekotjo, Sejarah Gereja-Gereja Kristen Jawa, Jilid 1, (Yogyakarta: Taman
Pustaka Kristen dan Salatiga: Lembaga Studi dan Pengembangan, 2009), 112. 2Soekotjo, Sejarah Gereja-Gereja Kristen Jawa., 112.
2
membawa dampak sebagian kaum pribumi mulai menghayati dan menerima nilai-
nilai Kristen dan menjadi warga Kristen (Pasamuwan Kristen).
Oleh sebab jumlah pasamuwan Kristen terus meningkat akhirnya
dipandang perlu untuk mendirikan tempat ibadah di sekitar Pasamuwan Kristen
tersebut bertempat tinggal. Tempat ibadah tersebut menjadi awal keberadaan
Gereja Kristen Jawa. Para misionaris masih tetap mempunyai peran sangat
penting dalam mengelola Gereja Kristen Jawa, sebagai: Pendeta Jemaat,
mempersiapkan Penatua dan Diaken, mendidik warga pribumi yang bersedia
menjadi calon-calon guru Injil yang akan membantu para misionaris dalam
melaksanakan misi di wilayah pedesaan. Pada awal pelayanan Gereja Kristen
Jawa, tidak dapat dipungkiri bahwa Pendeta Jemaat maupun Penatua dan Diaken
masih dilakukan oleh orang Belanda namun kaderisasi bagi kaum pribumi untuk
menjadi Guru Injil maupun Pengurus Gereja tetap dilakukan secara
berkelanjutan3.
Peran misionaris secara langsung pada awal pelayanan Gereja Kristen
Jawa membawa konsekuensi jemaat yang hadir dalam ibadah di Gereja Kristen
Jawa tidak saja kaum pribumi namun juga para pegawai berbagai profesi (dokter,
guru, tentara, adminstrature perkebunan) berkebangsaan Belanda. Kehadiran
orang Belanda di Gereja Kristen Jawa dapat dilihat pada interior gedung gereja
jawa. Jika masih ada gedung gereja Jawa yang belum mengalami pembaruan dan
renovasi total maka interior Eropa kelihatan pada desain ruang gereja, posisi
3 S.H. Soekotjo, Sejarah Gereja-gereja Kristen Jawa Jilid 1: Di Bawah Bayang-bayang
Zending (1968-1948),(Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2009), 356
3
mimbar yang simetris dengan ruang kanan kiri mimbar untuk duduk para penatua
yang bertugas. Kaderisasi yang dilakukan oleh para misionaris juga membawa
hasil berdirinya Gereja Kristen Jawa di desa-desa dan pada awalnya para guru
injil yang menjadi pendeta jemaat setempat. Meskipun dalam perkembangannya
pendeta jemaat dipersiapkan melalui pendidikan akademis dalam jenjang
pendidikan tertentu.
Keberadaan Gereja Kristen Jawa yang pada awalnya memang ada peran
para misionaris yang menimbulkan persinggungan dengan budaya Eropa (tradisi
Belanda) dan budaya Jawa namun dalam perkembangannya budaya (tradisi)
Belanda maupun budaya Jawa tumbuh bersama dalam terang nilai-nilai iman
Kristen. Identitas Gereja Kristen Jawa tidak cukup jika hanya dilihat dari bahasa
pengantar atau bahasa yang digunakan dalam Alkitab adalah bahasa Jawa, pakaian
petugas gereja yang sesekali memakai pakaian Jawa, penggunaan instrumen
gamelan sebagai pengiring lagu-lagu yang dinyanyikan dalam ibadah. Identitas
Gereja Kristen Jawa harus dicari melalui penelusuran mengenai para misionaris
yang menyampaikan misi kepada kaum pribumi dan kemudian dari mereka
ternyata ada sebagian yang dapat menerimanya bahkan menjadikan nilai-nilai
baru dalam kehidupan mereka selanjutnya. Misi apa yang dibawa oleh para
misioner sehingga ada kaum pribumi mau mengambil risiko menerima nilai-nilai
Kekristenan.
Realitas sejarah menunjukkan bahwa para misionaris adalah warga negara
berkebangsaan Belanda yang bersamaan waktu pada saat itu Indonesia dijajah
kaum kolonial yang juga berkebangsaan Belanda. Ketulusan para misionaris
4
dalam mengangkat harkat atau martabat orang pribumi untuk memperoleh
kesempatan dalam bidang pendidikan, pekerjaan, maupun pengobatan dan
kesehatan sungguh-sungguh merupakan jawaban atas kebutuhan kaum pribumi
atas gejolak hatinya untuk membebaskan diri dari kungkungan penjajahan.
Perbaikan kehidupan sosial kaum pribumi yang dilakukan oleh para misionaris
dalam bentuk memberi kesempatan kaum pribumi beroleh pendidikan, pekerjaan,
dan kesehatan sekaligus juga menjadi kesempatan bagi kaum pribumi untuk
mencari tahu nilai-nilai yang dibawa para misionaris dalam menjalankan misi
mereka. Penerimaan secara ikhlas oleh pribumi atas misi yang dilaksanakan para
misionaris diikuti dengan kesediaan membuka hati mereka untuk menerima nilai-
nilai kristiani yang dimiliki para misionaris sebagai landasan misionaris
melaksakan misi menjadi inti identitas Gereja Kristen Jawa4.
Latar belakang datangnya misionaris ke pulau Jawa tidak terlepas dari
realitas bahwa Ratu dan Parlemen Belanda secara pasti mengetahui hancurnya
sosial kaum pribumi setelah kekayaan alam, dan sumber daya manusia diperas
habis untuk kemakmuran rakyat dan negeri Belanda. Tindakan kemanusiaan yang
dapat dilakukan Ratu dan Parlemen Belanda adalah mengutus para misionaris ke
Pulau Jawa untuk memperbaiki sosial kaum pribumi melalui pendidikan,
pekerjaan, dan kesehatan. Para misionaris dipilih Ratu dan Parlemen Belanda
karena posisi mereka netral dalam politik di negeri Belanda sehingga dapat
diterima oleh pemerintahan kolonial di Indonesia. Oleh sebab pengiriman
4 Arif, Syaiful. "Misi Kristen dan Dampaknya bagi Kemajemukan: Pandangan IPTh.
Balewiyata Malang." Harmoni 13.1 (2014): 77-89.
5
misionaris sepengetahuan Ratu dan Parlemen Belanda dan sekaligus juga ada
muatan misi yang harus dilakukannya maka para misionaris tersebut mendapatkan
dukungan dana sangat besar dari Parlemen Belanda.
Pemerintahan kolonial di Hindia Belanda Indonesia tidak rukun dengan
parlemen Belanda sehingga ketika Belanda menjadi kaya raya dan makmur
banyak orang Belanda secara perorangan pergi ke Indonesia untuk membuka
perkebunan dan berbisnis langsung tanpa mengindahkan kebijakan parlemen
Belanda. Sementara pemerintah kolonial Hindia Belanda juga mulai tidak taat
kepada parlemen Belanda, mereka memperkaya diri. Pemerasan kepada kaum
pribumi semakin menjadi-jadi. Keputusan Ratu Belanda mengutus misionaris ke
Pulau Jawa maupun ke Indonesia mempunyai muatan etis: memperbaiki nasib
kaum pribumi agar Pemerintah Belanda tidak mendapat tekanan dan dikucilkan
oleh Negara-negara persemakmuran di Eropa, dan mempunyai muatan politik
dalam negeri: menjaga agar tidak terjadi perpecahan antara parlemen dan
pemerintahan kolonial yang akan sangat merugikan Belanda jika sampai terjadi5.
Dalam konstelasi politik yang sangat genting: mestinya yang dikirim ke
Indonesia sebagai misionaris adalah ahli hukum yang membawa misi menegakkan
hukum, sekurang-kurangnya memberikan perlindungan hukum kepada kaum
pribumi atas kesewenang-wenangan yang dilakukan pemeritahan Kolonial. Atau
yang dikirim adalah para ahli infrastruktur dan pertanian maupun perkebunan
meskipun para ahli tersebut di Hindia Belanda sudah ada tetapi sudah mulai korup
5 S.H. Soekotjo, Sejarah Gereja-Gereja Kristen Jawa, Jilid 1, (Yogyakarta: Taman
Pustaka Kristen dan Salatiga: Lembaga Studi dan Pengembangan, 2009), 105-120; Suwitadi
Kusumo, Dilogo., dkk. Satu Abad (100 Tahun) GKJ Margoyudan Surakarta Meniti Laman, &
Menatap Masa Depan 30 April 1916-30 April 2016 (Surakarta: Majelis GKJ Margoyudan
Surakarta, 2016), 34-75, 133-136.
6
untuk memperkaya diri sendiri. Ahli infrastruktur maupun perkebunan yang
didatangkan lansung dari Belanda diharapkan belum terpengaruh oleh
pemerintahan kolonial sehingga dapat bekerja jujur untuk memperbaiki sosial
kaum pribumi melalui perbaikan infrastruktur, pertanian, dan perkebunan. Tetapi
ternyata, bukan ahli hukum, ahli infrastruktur, maupun ahli perkebunan yang
dikirim Parlemen Belanda ke Indonesia sebab mereka sudah memihak pada
pemerintahan kolonial sehingga kalau mereka sampai di Hindia Belanda
(Indonesia) sudah pasti mereka juga akan melakukan tindakan memperkaya diri.
Itulah sebabnya pilihan untuk misionaris jatuh pada kaum agamawan Belanda
yang dari hasil pekabaran injil tersebut salah satunya lahir GKJ.
Peran serta Gereja Kristen Jawa (GKJ) dalam masyarakat dapat dicapai
ketika identitas yang dimiliki senantiasa diaktualisasi terhadap permasalahan
sosial dengan tetap berlandaskan nilai-nilai kristiani. Oleh sebab itu di GKJ perlu
memiliki identitas yang jelas di tengah kehidupan masyarakat yang ada. Penelitian
yang mengarahkan atau terkait dengan topik identitas GKJ, mencakup substansi
studi mengenai perkembangan Gereja dalam keberadaannya di tengah masyarakat
Jawa6.
Gereja Kristen Jawa yang berada di pulau Jawa, beranggotakan mayoritas
orang Jawa atau sering disebut etnis Jawa. Dengan perkembangannya di tengah-
tengah masyarakat yang memiliki budaya jawa, ternyata Gereja Kristen Jawa
dengan pola pelayanan yang dilakukan belum memiliki pemahaman yang sama
6 Yuwono, Emmanuel Satyo. "Kejawaan dan Kekristenan: Negosiasi Identitas Orang
Kristen Jawa dalam Persoalan di Sekitar Tradisi Ziarah Kubur." HUMANIKA 16.1 (2016): 93-113
7
terkait dengan identitasnya. Padahal Gereja Kristen Jawa tersebar di berbagai
wilayah, baik wilayah perkotaan maupun di wilayah pedesaan dengan berbagai
identitas dan corak yang dimiliki berdasarkan konteks masing-masing.
Sejauh yang di telusuri, terdapat beberapa studi yang telah dilakukan
secara umum mencakup identitas orang Kristen maupun yang melakukan
kajiannya di GKJ dari beberapa bidang kajian sosial budaya humaniora tentang
Yesus Kristus dalam pemaknaan orang Jawa, GKJ dan perkembangan teknologi,
Misi Kristen dan Dampaknya bagi Kemajemukan.7 Semuanya ini menunjukkan
keunikannya masing-masing yang dalam konteks tersebut berkembang berbagai
keanekaragaman corak dalam konteks jemaat-jemat di gereja Kristen Jawa seperti
yang telah di jelaskan sebelumnya.
Walaupun demikian belum ada studi yang kemudian dilakukan dalam
konteks dualisme identitas kejawaan dan kebaratan khususnya Belanda dalam
sejarah perjalanan identitas Gereja Kristen Jawa khususnya GKJ Margoyudan di
Surakarta. Padahal konteks identitas ini juga berkembang dalam konteks gereja
Kristen Jawa Margoyudan8 hingga hari ini dalam tradisi Jawa yang berkolaborasi
dengan tradisi gereja yang ditransfer dari Eropa khususnya Belanda. Oleh
karenanya studi ini berfokus pada dualisme bahkan identitas tersebut dalam
7 Kristriyanto. "Yesus Kristus Juru Ruwat Manusia: Sebuah Pendekatan
Semiotikadalam Gereja Kristen Jawa." Kurios 4.1 (2018): 39-55., Arif, Syaiful. "Misi Kristen dan
Dampaknya bagi Kemajemukan: Pandangan IPTh. Balewiyata Malang." Harmoni 13.1 (2014): 77-
89. Yuwono, Emmanuel Satyo. "Kejawaan dan Kekristenan: Negosiasi Identitas Orang Kristen
Jawa dalam Persoalan di Sekitar Tradisi Ziarah Kubur." HUMANIKA 16.1 (2016): 93-113.,
Prasetyo, Dwi, and Khafiizh Hastuti. "Penerapan Haversine Formula pada Aplikasi Pencarian
Lokasi dan Informasi Gereja Kristen di Semarang Berbasis Mobile." Universitas Dian
Nuswantoro (2014). 8 Lihat dan Bandingkan, Suwitadi Kusumo, Dilogo., dkk. Satu Abad (100 Tahun) GKJ
Margoyudan Surakarta Meniti Laman, & Menatap Masa Depan 30 April 1916-30 April 2016
(Surakarta: Majelis GKJ Margoyudan Surakarta, 2016), 34-75, 133-136.
8
memahami identitas Kekristenan yang berkembang di gereja ini tepatnya di GKJ
Margoyudan yang menunjukkan adanya ragam identitas yang dinominasi oleh
identitas Kejawaan yang di dukung dari penggunaan simbol-simbol budaya
seperti gedung gereja, nyanyian, dan dukungan pemerintah yang turut
memperkuat pekabaran injil dalam konteks filosofi hidup kejawaan sebagai
identitas utama, dan juga merangkul identitas-identitas lain untuk ada dalam
dominasi gereja Kristen tanah jawa. Bahkan yang sudah pindahpun untuk
beberapa alasan tertentu masih memiliki solidaritas dan identitas sebagai jemaat
Margoyudan karena gedung gereja sebagai cagar budaya memiliki daya tarik yang
kuat terhadap pengalaman, dan berbagai memori hidup yang kuat dalam
persekutuan individu yang pernah berjemaat di gereja ini sehingga mereka masih
merasa bagian dari identitas Margoyudan hingga saat ini dengan berbagai
percampuran di dalamnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: Apa Konstruksi Identitas yang berkembang di Gereja
Kristen Jawa (GKJ) Margoyudan Di Surakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan: membuat
deskripsi dan analisis tentang konstruksi identitas yang berkembang di Gereja
Kristen Jawa (GKJ) khususnya jemaat Margoyudan.
9
1.4 Urgensi Dan Relevansi Penelitian
Pentingnya penelitian ini sebagai bagian dari pengembangan ilmu dan
memperluas wawasan mengenai budaya Jawa di tengah kehidupan Gereja.
Mengkaji ulang terkait dengan konstruksi identitas Gereja Kristen Jawa di
Margoyudan.
1.5 Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam penulisan tesis memiliki beberapa pemahaman
sesuai dengan konsepsi para pakar, menurut Tejoyuwono Notohadiprawiro,
metode merupakan suatu kerangka kerja untuk melakukan suatu tindakan, atau
kerangka berpikir menyusun gagasan, yang beraturan, berarah dan berkontek yang
relevan dengan maksud dan tujuan. Berkaitan dengan upaya ilmiah,
Koentjaraningrat mengartikan metode sebagai seperangkat cara kerja untuk
memahami obyek yang menjadi sasaran suatu ilmu pengetahuan.9 Keduanya
memiliki pemahaman yang sama yaitu meletakkan metode sebagai alat untuk
sebuah tujuan yang bersifat ilmiah.
Adapun jenis penelitian yang akan diterapkan adalah penelitian kualitatif,
menurut Ahmad Tanzeh, penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang
bertujuan mengungkap gejala secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan
data dari latar alami sebagai sumber langsung dengan keterlibatan instrumen
kunci.10
Dalam penelitian yang akan dilakukan, peneliti juga akan
mendeskripsikan hasil. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk memecahkan
9Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Utama, 1973),16. 10
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian (Yogyakarta: Teras, 2009), 11.
10
masalah yang diteliti dengan menggambarkan sesuatu masalah atau keadaan
dalam masyarakat atau kelompok tertentu pada saat sekarang berdasarkan fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya.11
a. Teknik Pengumpulan Data
a.1. Observasi
Observasi yang didilakukan oleh seorang peneliti, langsung ke obyek,
untuk mengamati tingkah laku dan kegiatan setiap setiap orang atau dalam skala
kelompok. Hal tersebut dilakukan pengamatan secara langsung maupun tidak
langsung, baik dengan mencatat dan merekam secara terstruktur ataupun semi
terstruktur. Para peneliti kualitatif juga dapat terlibat dalam peran-peran yang
beragam, mulai sebagai non partisipan hingga partisipan utuh.12
Observasi yang dilakukan dalam rangka mencari data lapangan, peneliti
terlibat secara langsung di lokasi penelitian, sehingga obsevasi yang dilakukan
adalah observasi partisipatif.
a.2. Wawancara
Wawancara adalah sebuah proses percakapan antara pribadi satu sebagai
penanya dan pribadi yang lain menjawab pertanyaan, kedua memiliki kesepakatan
terlebih dahulu, bahwa percakapan yang dilakukan dalam rangka untuk
mengumpulkan beberapa data, terkait dengan penelitian yang dilakukan. Menurut
Haris Herdiansyah, wawancara juga diartikan sebagai interaksi sosial yang di
dalamnya terdapat pertukaran atau berbagi aturan, tanggung jawab, perasaan,
11
Faisal Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial (Jakarta:Raja Grafindo Perkasa,
2007), 20 12
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2011), 8-25.
11
kepercayaan, motif, dan informasi mengenai segala sesuatu yang ditetapkan
tujuannya.13
Dengan mengadakan proses wawancara, maka hal-hal yang belum lengkap
atau belum tersaji di beberapa sumber, dapat dilengkapi. Dan wawancara tidak
hanya dilakukan satu kali, tentu diawali dengan kesepakatan, maka wawancara
dapat berlangsung beberapa kali dan dengan narasumbernyapun juga tidak hanya
satu saja, melainkan beberapa orang untuk dapat menjangkau keakuratan data dari
penelitian ini.
Selain itu untuk menunjang penelitian ini juga dilakukan studi dokumen
terkait data sejarah dan berbagai literatur yang memperlengkapi penelitian ini
terutama tentang sejarah pekabaran Injil khusus di wilayah GKJ dan terlebih lagi
GKJ Margoyudan.
b. Lokasi Penelitian dan Sumber Data
Lokasi yang saya pilih adalah Gereja Kristen Jawa Margoyudan, dan
sumber data dari beberapa tokoh-tokoh Gereja Kristen Jawa Margoyudan. Ada
beberapa pertimbangan pokok mengapa di lingkungan Gereja-Gereja Kristen
Jawa Margoyudan?, GKJ Margoyudan ini merupakan Gereja GKJ yang tertua di
kota Sala, yaitu 100 tahun, sehingga diharapkan mampu memberikan informasi
dan data terkait dengan judul dan penelitian ilmiah yang akurat.
1.6. Sistematika Penulisan
Secara garis besar tesis ini ditulis dalam beberapa bab, yaitu: Bab 1
Pendahuluan. Berisi tentang permasalahan identitas, sejarah perkembangan GKJ,
13
Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta:
Salemba Humaniku,2010), 118.
12
dan berbagai persoalan yang menjadi fokus pelayanan GKJ mula-mula, rumusan
masalah tujuan, manfaat, metode penelitian hingga sistematika penulisan. Bab 2
Landasan Teori. berisi tentang teori-teori identitas. Bab 3 merupakan hasil dari
Penelitian lapangan terutama GKJ Margoyudan Di Surakarta. Bab 4 Analisa
rekonstruksi. Bagian ini berisi tentang gambaran khusus terkait teori identitas
yang dibahas dengan hasil temuan di lapang. Bagian terakhir dari tulisan ini
adalah Bab V Penutup. Isinya berupa kesimpulan dan saran.