bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemerintah pada hakekatnya dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat, bukan diadakan untuk melayani diri sendiri.selain
memberikan pelayanan kepada masyarakat,pemerintah diharapakan pula dapat
menciptakan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan
kreatifitasnnya untuk mencapai kemajuan bersama.oleh karena itu secara umum
fungsi pemerintah yang hakiki ada tiga hal (Rasyid,2001:59) yaitu:
(1) pelayanan (service)
(2) pemberdayaan (empowerment) dan
(3) pembangunan (development).
Pelayanan pemerintah pada umumnya dicerminkan oleh kinerja birokrasi
pemerintah.apabila saat sekarang masih terjadi ekonomi biaya tinggi dan segala
bentuk in-efisiensi di sektor pemerintahan,hal ini setidak-tidaknya bersumber
pada kinerja birokrasi pemerintah yang belum baik dan belum memuaskan
masyarakat.
2
Birokrasi yang digambarkan oleh max weber sebagai bentuk masyarakat
perkembangannya justru menjadi tidak ideal lagi, penuh dengan penyakit dan
mall-praktek.karena itu reformasi terhadap birokrasi terus dilakukan guna
mewujudkan GOOD GOVERNANCE.salah satu isu utama reformasi administrasi
diindonesia adalah bagaimana memadukan birokrasi dengan demokrasi
(pratiko,2007). Dalam konteks ini berkaitan dengan upaya – upaya agar borokrasi
yang lebih bersifat teknis professional dan bergerak dalam standard operating
procedure (SOP) yang baku dapat padu dan parallel dengan kehidupan demokrasi
yang cenderung dinamis sesuai dengan tuntutan dan kemauan publik . Pada
umumnya dalam suatu instansi atau organisasi, baik itu instansi pemerintahan
maupun swasta sangat diperlukan peranan yang berupa kinerja pegawai, karena
pegawai sangat menentukan tercapai atau tidaknya instansi pemerintahan tersebut.
Maka didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 43 tahun 1999 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
kepegawaian yang tertuang dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Pegawai
Negeri adalah setiap Warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi
syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwnang dan diserahi tugas
dalam suatu jabatan negeri , atau diserahi tugas Negara lainya dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-undagan yang berlaku.
Mengingat isi dari pasal tersebut, maka setiap orang yang
berkewarganegaraan Indonesia itu berhak untuk melamar atau menjadi Pegawai
Negeri, jika sudah memenuhi syarat yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang
maupun peraturan yang berlaku. Pegawai Negri yang terpilih akan diangkat oleh
3
pejabat yang berwenang yang bertugas melantik dan bersumpah atas jabatan yang
diemban oleh Pegawai Negri tersebut berdasarkan peraturaan Undang-Undang
yang berlaku.
Sesuai dengan pengertian Pegawai Negeri diatas, maka kewajiban
Pegawai Negeri berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 53
Tahun 2010 tentang Disiplin pegawai yang tertuang dalam pasal 3 bagian kesatu
tentang kewajiban Pegawai Negeri dalam hal ini, sesuai dengan beberapa ayat
tang tertuang dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
mengenai kewajiban dari Pegawai Negeri dapat mencerminkan :
1. kesigapan pegawai dalam bekerja .
2. dan kedisiplinan pegawai dalam menaati peraturan kantor.
Kementerian ESDM, melalui Badan Diklat ESDM mempunyai
kelengkapan infrastruktur pendidikan dan pelatihan yang bermanfaat bagi aparatur
Pemerintah Daerah pengelola sektor ESDM untuk meningkatkan kemampuannya.
Forum komunikasi (Forkom) kerjasama diklat dengan Pemerintah Daerah
merupakan salah satu tanggung jawab Badan Diklat ESDM mengembangkan
sumber daya manusia sektor ESDM.
Pada 7-9 Februari 2012 diadakan Forkom Kerjasama Diklat dengan Pemerintah
Daerah Region Jawa Timur. Saat menyampaikan materinya, menurut Sekretaris
Badan Diklat ESDM, Ir. Bambang Gatot Ariyono, M.M, forkom ini sesuai dengan
tindak lanjut dalam grand design Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
sektor ESDM tahun 2011-2025, Badan Diklat ESDM. Terkait dengan hal tersebut,
4
termasuk beberapa implementasi dalam roadmap jangka menengah yang harus
diterapkan dalam tahap pengembangan SDM, yaitu meningkatnya jumlah tenaga
kerja bidang ESDM tersertifikasi kompetensi, implementasi sertifikasi kompetensi
untuk Aparatur sektor ESDM, peningkatan jumlah program diklat bidang ESDM
untuk aparatur dan industri sektor ESDM berbasis kompetensi, serta peningkatan
jumlah dan kualitas mitra serta lingkup implementasi kerjasama.
Terkait persoalan terpenuhinya kompetensi bagi tenaga kerja di bidang ESDM,
Drs. Norman Muhdad, M.Si, Kepala Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional dan
Standarisasi Diklat, Kementerian Dalam Negeri mengakui, pelayanan publik yang
dilakukan oleh aparatur belum optimal. Hal ini disebabkan :
1. penempatan aparatur belum sesuai dengan latar belakang pendidikan,
2. pengalaman yang masih kurang,
3. masih kurangnya pengetahuan dan,
4. keterampilan, dalam kata lain tidak berdasar kompetensi.
( kementrian energi dan sumber daya mineral )
Education and traning Agency for energy and mineral resources
http://www.diklat.esdm.go.id/index.php/component/content/article/194-forum-
komunikasi-kerjasama-diklat-aparatur-di-region-jawa-timur
Hal diatas merupakan beberapa bentuk peranan pegawai negeri yang
bekerja secara optimal serta sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,
dan ini semua berarti pegawai negeri sangatlah penting perananya dalam menjaga
kelancaran jalannya suatu roda kehidupan organisasi serta sangat menentukan
dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan tanpa kinerja pegawai yang
5
maksimal kegiatan dalam suatu organisasi tidak mungkin akan berjalan. Oleh
karena itu, dalam upaya pelaksanaan organisasi kearah yang lebih baik, maka
perlu diketahui karakter atau sifat dasar manusia dalam pengelolaan atau hasil
pencapaian organisasi tersebut.
Kinerja seorang individu ( pegawai ) merupakan awal yang sangat penting
bagi terciptanya kinerja organisasi.organisasi tidak akan dapat berfungsi yang baik
tanpa sumber daya manusia (SDM) . pegawai memiliki andil sebagai perencana,
pelaksanaan dan pengendali yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan
organisasi. Mereka pelaku yang menunjang tercapainya tujuan, dengan pikiran,
perasaan dan keinginan yang dapat mempengaruhi sikap-sikap terhadap pekerjaan
yang diberikan, baik itu sikap positif atau sikap negatif.
Beberapa hal diatas merupakan hal yang sangat penting untuk
meningkatkan kualitas dan pencapaian kerja di Dinas Energi dan Sumber Daya
Mineral Provinsi Jawa Timur agar tercipta birokrasi yang Good Governance.
Dengan demikian, ini semua merupakan factor penting dari awal yang akan
diteliti, maka peneliti akan mendapatkan jawaban yang sesungguhnya dengan cara
menyebar angket( kesioner) untuk mengetahui yang terjadi di Dinas Energi dan
Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa dari permasalahan awal yang ditemui oleh
peneliti tersebut.
Oleh karena itu, penulis mencoba untuk melakukan sebuah penelitian
mengenai „‟ Kualitas Kinerja Pegawai Pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas
Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur ‘’
6
1.2 Perumusan Masalah
Untuk memudahkan penulis dalam penelitian ini dan agar penelitian
memiliki arah tujuan yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke
dalam penulisan skripsi, maka terlebih dulu dirumuskan permasalahannya.
Adapun permasalahannya yang diajukan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana
Kualitas Kinerja Pegawai Pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Energi Dan Sumber
Daya Mineral Provinsi Jawa Timur‟‟ ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan Kualitas Kinerja Pada Pegawai
Negeri Sipil di Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa
Timur‟‟
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Memberi kesempatan pada penulis untuk mengaplikasikan ilmu dan teori ,
selain itu diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan .
2. Di harapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap
universitas sehingga memacu mahasiswa untuk menulis karya ilmiah.
7
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai Kualitas Kinerja Pegawai Pada Pegawai Negeri
Sipil di Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur.‟‟
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
1. Zulkarnain , Pengaruh Kinerja Pegawai Terhadap Efektivitas Organisasi di
Kantor Kecamatan Kelapa dua Kabupaten tangerang.( Skripsi Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa,2012). Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pada hasil uji
detriminasi didapat nilai koefisien Detriminasi (R square) sebesar 58,5%
atau 0,585%. Hal ini menunjukan pengertian bahwa efektivitas organisasi (
Variabel Y ) dipengaruhi sebesar 58,5% oleh kinerja pegawai ( Variabel
x),sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.sedangkan berdasarkan
uji t diperoleh t hitung lebih besar dari t tabel (8,219>1,6772), maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kinerja
pegawai terhadap efektivitas organisasi di kantor kecamatan kelapa dua
kabupaten tangerang.
2. Hendris Setyo Utomo, Analisis Pengaruh Penempatan Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai Pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Energi dan Sumber
Daya Mineral Provinsi Jawatimur ( Skirpsi Fakultas Ilmu Sosial Dan
Politik Uneversitas Wijaya Putra,2012 ). Berdasarkan hasil penelitian
9
tersebut menjelaskan koefisien korelasi (R) adalah sebesar 0,776. Dengan
nilai koefisien 0,776 menunjukan keeratan hubungan antara variabel bebas
dan terikat semakin meningkat nilai faktor penempatan kerja (X), maka
kinerja pegawai (Y) dilingkungan Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur juga
mengalami peningkatan. Signifikansi atau nilai p value adalah 0,000.
Karena nilai singnifikasi lebeih kecil dari 0,05, berarti terdapat pengaruh
yang sgnifikan antara variabel bebas dan terikat.
2.2 Landasan Teori
Kinerja Pegawai
Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Pada dasarnya pengertian kinerja
dapat dimaknai secara beragam. Beberapa pakar memandangnya sebagai hasil
dari suatu proses penyelesaian pekerjaan, sementara sebagian yang lain
memahaminya sebagai perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan.
Kinerja juga dapat digambarkan sebagai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi perusahaan yang
tertuang dalam perumusan strategi planning suatu perusahaan. Penilaian tersebut
tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengolah masukan menjadi
keluaran atau penilaian dalam proses penyusunan kebijakan/program/kegiatan
yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan
10
Menurut Ilgen and Schneider (Williams, 2002: 94): “Performance is what
the person or system does”. Hal senada dikemukakan oleh Mohrman et al
(Williams, 2002: 94) sebagai berikut: “A performance consists of a performer
engaging in behavior in a situation to achieve results”. Dari kedua pendapat ini,
terlihat bahwa kinerja dilihat sebagai suatu proses bagaimana sesuatu dilakukan.
Jadi, pengukuran kinerja dilihat dari baik-tidaknya aktivitas tertentu untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan.
Menurut Mangkunegara, Anwar Prabu, kinerja diartikan sebagai : ”Hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.” Sedangkan menurut Nawawi H. Hadari, yang dimaksud dengan
kinerja adalah: ”Hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan, baik yang bersifat
fisik/mental maupun non fisik/non mental.”
Dari beberapa pendapat tersebut, kinerja dapat dipandang dari perspektif
hasil, proses, atau perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena
itu, tugas dalam konteks penilaian kinerja, tugas pertama pimpinan organisasi
adalah menentukan perspektif kinerja yang mana yang akan digunakan dalam
memaknai kinerja dalam organisasi yang dipimpinnya.
11
2.3. Prinsip Pengukuran Kinerja
Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip-prinsip yaitu:
1. Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.
2. Pekerjaan yang tidak diukur atau dinilai tidak dapat dikelola karena darinya tidak
ada informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.
3. Kerja yang tak diukur selayaknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
4. Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang
diukur.
5. Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-alih
sekedar mengetahui tingkat usaha.
6. Mendefinisikan kinerja dalam artian hasil kerja semacam apa yang diinginkan
adalah cara manajer dan pengawas untuk membuat penugasan kerja dari mereka
menjadi operasional.
7. Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara kerap.
8. Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif yang segera dan
tepat waktu.
9. Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan untuk manajemen kendali
yang efektif.
12
2.4 Sistem Pegukuran Kinerja
Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja.
Beberapa ukuran kinerja yang meliputi; kuantitas kerja, kualitas kerja,
pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan mengemukakan pendapat,
pengambilan keputusan, perencanaan kerja dan daerah organisasi kerja. Ukuran
prestasi yang lebih disederhana terdapat tiga kreteria untuk mengukur kinerja,
pertama; kuantitas kerja, yaitu jumlah yang harus dikerjakan, kedua, kualitas
kerja, yaitu mutu yang dihasilkan, dan ketiga, ketepatan waktu, yaitu
kesesuaiannya dengan waktu yang telah ditetapkan.
Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja
adalah sebagai berikut:
1. Relevan (relevance). Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat
antara standar untuk pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) terdapat
keterkaitan yang jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang telah
diidentifikasi melalui analisis jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai
dalam form penilaian.
2. Sensitivitas (sensitivity). Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian
kinerja dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi
penilaian. Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua
orang yang berbeda dalam menilai seorang pegawai, hasil penilaiannya akan
cenderung sama.
13
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja
yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
5. Praktis (practicality). Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati
mudah dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut.
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut
menurut Armstrong (1998 : 16-17) adalah sebagai berikut:
1. Faktor individu (personal factors). Faktor individu berkaitan dengan keahlian,
motivasi, komitmen, dll.
2. Faktor kepemimpinan (leadership factors). Faktor kepemimpinan berkaitan
dengan kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan,
manajer, atau ketua kelompok kerja.
3. Faktor kelompok/rekan kerja (team factors). Faktor kelompok/rekan kerja
berkaitan dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
4. Faktor sistem (system factors). Faktor sistem berkaitan dengan sistem/metode
kerja yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
5. Faktor situasi (contextual/situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan
tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.
14
Dari uraian yang disampaikan oleh Armstrong, terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor-faktor ini perlu
mendapat perhatian serius dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang optimal.
Motivasi kerja dan kemampuan kerja merupakan dimensi yang cukup
penting dalam penentuan kinerja. Motivasi sebagai sebuah dorongan dalam diri
pegawai akan menentukan kinerja yang dihasilkan. Begitu juga dengan
kemampuan kerja pegawai, dimana mampu tidaknya karyawan dalam
melaksanakan tugas akan berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan. Semakin
tinggi kemampuan yang dimiliki karyawan semakin menentukan kinerja yang
dihasilkan.
2.6 Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan
parameter hasil untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan.
Proses pengukuran kinerja seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik
untuk menentukan tingkat kemajuan suatu organisasi dalam meraih tujuannya.
Tujuan mendasar di balik dilakukannya pengukuran adalah untuk meningkatkan
kinerja secara umum.
Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang
sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa
indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.. Pengukuran
15
kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan
dalam rangka mewujudkan visi dan misi.
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan
untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran
(James Whittaker, 1993)
Sedangkan menurut Junaedi (2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja
merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan
dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk,
jasa, ataupun proses”. Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan
dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di masa yang akan
datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja
adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan menilai
pencapaian suatu strategi melalui alat ukur keuangan dan non keuangan. Hasil
pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan
memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik
dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas
perencanaan dan pengendalian.
16
2.7 Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja
Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang
dilakukan oleh organisasi untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah
dilaksanakan secara periodik berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya. Tujuan pokok dari pengukuran kinerja adalah untuk
memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar
perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar menghasilkan tindakan yang
diinginkan (Mulyadi & Setyawan 1999: 227).
Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan
dan tahap pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur,
penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja
yang sesungguhnya. Sedangkan tahap pengukuran terdiri atas pembanding kinerja
sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang
diinginkan (Mulyadi, 2001: 251).
Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang
dapat dipakai dalam merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan
dengan strategi perusahaan, tujuan dan struktur organisasi perusahaan. Sistem
pengukuran kinerja yang efektif adalah sistem pengukuran yang dapat
memudahkan manajemen untuk melaksanakan proses pengendalian dan
memberikan motivasi kepada manajemen untuk memperbaiki dan meningkatkan
kinerjanya.
17
Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah (Mulyadi & Setyawan, 1999: 212-
225):
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh personil
terlibat dalam upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai
pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategi yang masanya masih kabur menjadi lebih kongkrit
sehingga mempercepat proses pembelajaran perusahaan.
2.8 Ukuran Pengukuran Kinerja
Terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja secara kuantitatif yaitu :
1) Ukuran Kriteria Tunggal (Single Criterium).
Yaitu ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai
kinerja manajernya. Jika kriteria tunggal digunakan untuk mengukur kinerjanya,
orang akan cenderung memusatkan usahanya kepada kriteria tersebut sebagai
akibat diabaikannya kriteria yang lain yang kemungkinan sama pentingnya dalam
menentukan sukses atau tidaknya perusahaan atau bagiannya.
Sebagai contoh manajer produksi diukur kinerjanya dari tercapainya target
kuantitas produk yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu kemungkinan akan
18
mengabaikan pertimbangan penting lainnya mengenai mutu, biaya, pemeliharaan
equipment dan sumber daya manusia.
2) Ukuran Kriteria Beragam (Multiple Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran dalam
menilai kinerja manajernya. Kriteria ini merupakan cara untuk mengatasi
kelemahan kriteria tunggal dalam pengukuran kinerja. Berbagai aspek kinerja
manajer dicari ukuran kriterianya sehingga seorang manajer diukur kinerjanya
dengan berbagai kriteria. Tujuan penggunaan kriteria ini adalah agar manajer yang
diukur kinerjanya mengerahkan usahanya kepada berbagai kinerja.
Contohnya manajer divisi suatu perusahaan diukur kinerjanya dengan
berbagai kriteria antara lain profitabilitas, pangsa pasar, produktifitas,
pengembangan karyawan, tanggung jawab masyarakat, keseimbangan antara
sasaran jangka pendek dan sasaran jangka panjang. Karena dalam ukuran kriteria
beragan tidak ditentukan bobot tiap-tiap kinerja untuk menentukan kinerja
keseluruhan manajer yang diukur kinerjanya, maka manajer akan cenderung
mengarahkan usahanya, perhatian, dan sumber daya perusahaannya kepada
kegiatan yang menurut persepsinya menjanjikan perbaikan yang terbesar
kinerjanya secara keseluruhan. Tanpa ada penentuan bobot resmi tiap aspek
kinerja yang dinilai didalam menilai kinerja menyeluruh manajer, akan
mendorong manajer yang diukur kinerjanya menggunakan pertimbangan dan
persepsinya masing-masing didalam memberikan bobot terhadap beragan kriteria
yang digunakan untuk menilai kinerjanya.
19
3) Ukuran Kriteria Gabungan (Composite Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran
memperhitungkan bobot masing-masing ukuran dan menghitung rata-ratanya
sebagai ukuran menyeluruh kinerja manajernya. Karena disadari bahwa beberapa
tujuan lebih panting bagi perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan
tujuan yang lain, beberapa perusahaan memberikan bobot angka tertentu kepada
beragan kriteria kinerja untuk mendapatkan ukuran tunggal kinerja manajer,
setelah memperhitungkan bobot beragam kriteria kinerja masing-masing.
kinerja pegawai adalah catatan tentang hasil yang diperoleh dari fungsi-
fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu. Menurut
Bernardin & Russel (2003) untuk mengukur kinerja pegawai dapat digunakan
beberapa kriteria kinerja, antara lain adalah:
1. Kualitas ( Quality ) merupakan tingkatan di mana proses atau hasil dari
penyelesaian suatu kegiatan mendekati sempurna.
2. Kuantitas ( Quantity ) merupakan pekerjaan yang diberikan diselsaikan
dengan usaha maksimal .
3. Ketepatan waktu ( Timeliness ) merupakan di mana kegiatan tersebut
dapat diselesaikan, atau suatu hasil produksi dapat dicapai, pada
permulaan waktu yang ditetapkan bersamaan koordinasi dengan hasil
produk yang lain dan memaksimalkan waktu yang tersedia untuk kegiatan-
kegiatan lain.
20
Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa kriteria
sistem pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai
berikut:
1. Mempunyai Keterkaitan yang Strategis (strategic congruence). Suatu pengukuran
kinerja dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukuran
kinerjanya menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi.
Sebagai contoh, jika organisasi tersebut menekankan pada pentingnya pelayanan
pada pelanggan, maka pengukuran kinerja yang digunakan harus mampu menilai
seberapa jauh pegawai melakukan pelayanan terhadap pelanggannya.
2. Validitas (validity). Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila hanya
mengukur dan menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran
kinerja yang digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas suatu
pengukuran kinerja adalah dengan membandingkan dua penilai yang menilai
kinerja seorang pegawai. Jika nilai dari kedua penilai tersebut relatif sama, maka
dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut reliabel.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja
yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya. Hal ini
menjadi suatu perhatian serius mengingat sekalipun suatu pengukuran kinerja
valid dan reliabel, akan tetapi cukup banyak menghabiskan waktu si penilai,
sehingga si penilai tidak nyaman menggunakannya.
5. Spesifisitas (specificity). Spesifisitas adalah batasan-batasan dimana pengukuran
kinerja yang diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai
21
memahami apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana cara untuk mencapai
kinerja tersebut. Spesifisitas berkaitan erat dengan tujuan strategis dan tujuan
pengembangan manajemen kinerja.
Dari pendapat Casio dan Noe et al, ternyata suatu instrumen penilaian
kinerja harus didesain sedemikian rupa. Instrumen penilaian kinerja, berdasarkan
konsep Casio dan Noe et al, terutama harus berkaitan dengan apa yang dikerjakan
oleh pegawai. Mengingat jenis dan fungsi pegawai dalam suatu organisasi tidak
sama, maka nampaknya, tidak ada instrumen yang sama untuk menilai seluruh
pegawai dengan berbagai pekerjaan yang berbeda.
22
Dari landasan teori kinerja pegawai diatas peneliti mengunakan teori yang di
kemukakan oleh Bernardin & Russel (2003) yaitu :
Tabel 2.1
Bernardin & Russel (2003)
No indikator Sub indikator
1 Kualitas
( Quality )
1. Pegawai selalu teliti dan rapi dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan
2. Pegawai sudah terampil dalam setiap pekerjaan
yang diberikan
3. Pegawai selalu disiplin dan bertanggung jawab
jawab dalam pekerjaan
4. Pimpinan Dinas ESDM selalu memberikan
motivasi pegawai,untuk memberikan semagat
kerja
5. Susunan struktur organisasi selalu ditempatkan
pegawai yang sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
2 Kuantitas
( Quantity )
1. Hubungan komunikasi dengan sesama pegawai
selalu berkaitan dengan masalah pekerjaan
dalam satu seksi
2. Setiap pekerjaan yang diberikan diselesaikan
dengan usaha maksimal
3. Pegawai sudah bekerja sesuai dengan Tupoksi
4. Pegawai selalu diajak mengikuti rapat kerja
dan mengeluarkan pendapat dalam setiap rapat
dengan kepala dinas ESDM prov jatim
3 Ketepatan
waktu
( Timeliness )
1. Pegawai menyelesaikan pekerjaan secara tepat
waktu tanpa menunda-nunda pekerjaan
2. Memiliki inisiatif untuk memprcepat
penyelsaian pekerjaan yang diberikan dalam
upaya meningkatkan kinerja
3. Pegawai cepat tanggap dalam menanggapi
keluhan yang dihadapi masyarakat
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis tidak lepas dari ilmu tentang
penelitian yang sudah dicoba dan diatur menurut aturan serta urutan secara
menyeluruh dan sistematis. Adapun pengertian penelitian menurut I Made
Wiratha (2006:76), adalah sebagai berikut:
“Penelitian didefinisikan sebagai kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis
dan penyajian data secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu
persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip
umum.”Untuk menerapkan suatu teori terhadap suatu permasalahan,
diperlukan metode yang dianggap relevan dan membantu memecahkan
permasalahan. Adapun pengertian dari metode menurut I Made Wiratha
(2006:77), adalah sebagai berikut:
“Metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai
sasaran yang diperlukan bagi penggunanya, sehingga dapat memahami
obyek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan
pemecahan permasalahan.”
24
Sedangkan pengertian dari metode Penelitian menurut I Made Wiratha
(2006:77), adalah sebagai berikut:
“Metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh
kembali pemecahan terhadap segala permasalahan.”
Berdasarkan dari pengertian di atas, maka metode penelitian adalah
teknik atau cara mencari, memperoleh, mengumpulkan dan mencatat data,
baik data primer maupun data sekunder yang dapat digunakan untuk keperluan
menyusun karya ilmiah yang kemudian menganalisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan sehingga akan didapat suatu
kebenaran atau data yang diinginkan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif,
yaitu penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil
kesimpulan. Artinya, penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang
menekankan analisisnya pada pengendalian intern penggajian dan gaji
karyawan.
Pengertian dari metode deskriptif menurut Sugiyono (2005:21), adalah:
“Metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu
hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang
lebih luas.”
25
Adapun pengertian lain dari metode deskriptif menurut Moh. Nazir
(2002:63), yaitu:
“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok
manusia, suatu set kondisi suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang untuk membuat deskriptif, gambaran atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat
serta hubungan-hubungan secara fenomena yang diselidiki.”
Sedangkan pengertian dari metode deskriptif analisis menurut Moh. Nazir
(2003:71), adalah:
“Penelitian yang ditujukan untuk menyelidiki secara terperinci aktivitas dan
pekerjaan manusia dan hasil penelitian tersebut dapat memberikan
rekomendasi-rekomendasi untuk keperluan masa yang akan datang.”
Sedangkan pengertian kuantitatif menurut Sugiyono (2007:13), adalah:
“Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya
dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan.”
26
Berdasarkan pengertian diatas, maka penelitian yang dilakukan adalah
dengan metode „‟Deskriptif kuantitatif’’ yaitu suatu bentuk penelitian yang
berdasarkan data yang dikumpulkan selama penelitian secara sistematis
mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari obyek yang diteliti dengan
menggabungkan hubungan antar variabel yang terlibat didalamnya, kemudian
diinterpretasikan berdasarkan teori-teori. Metode ini bertujuan untuk
memberikan gambaran yang cukup jelas atas masalah yang diteliti. Dalam
penelitian ini penulis memperoleh data dengan menggunakan kuesioner yang
telah diberi skor, dimana data tersebut nantinya akan dihitung secara statistik.
3.2 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di „‟Dinas Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral
Provinsi Jawa Timur ‘’Jl. Tidar No. 123 surabaya 60252 ,
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan dari kumpulan elemen yang memiliki
sejumlah karakteristik umum, yang terdiri dari bidang-bidang untuk di teliti. Atau,
populasi adalah keseluruhan kelompok dari orang-orang, peristiwa atau barang-
barang/obyek yang diminati oleh peneliti untuk diteliti (Malhotra, dalam Irawan,
1999 : 35). Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Dinas Energi dan
Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur yang berjumlah 127 orang pegawai.
27
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2003: 91). Semakin banyak sampel, semakin
representatif datanya, namun perlu diperhatikan juga masalah tenaga, dana dan
waktu, dikarenakan jumlah populasi tidak terlampau besar maka semua populasi
dijadikan sampel.
Besarnya sampel yang diambil, peneliti mendasarkan pada pendapat
berikut : “.... berdasarkan sampel tidak kurang dari 10% dan ada pula peneliti lain
yang menyatakan bahwa besarnya sampel maksimum 55% dari jumlah satuan
elementer (elementer unit) dari populasi". (Singaribun dan Sofyan; 1999 : 98).
Mengingat besarnya populasi dalam penelitian ini, maka teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan teknik judgment sampling (pengambilan
sampel dengan cara menentukan). Merujuk dari pendapat tersebut di atas, peneliti
menentukan sampel sebesar 39,37% dari keseluruhan jumlah populasi. Sehingga
yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebesar 50 pegawai. Pengambilan
sampel sebesar 39,37% dengan pertimbangan bahwa jumlah tersebut akan cukup
mewakili populasi yang ada. Selanjutnya untuk pemilihan responden dilakukan
dengan teknik random sampling atau acak melalui undian, sehingg seluruh
pegawai mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi responden penelitian.
28
3.4. Definisi Oprasional Variabel
Variabel adalah simbol yang nilainya dapat bervariasi, yaitu angkanya dapat
berbeda-beda dari satu seubjek ke subjek yang lain atau dari satu objek ke objek
yang lain. Variasi angka termaksud tidak hanya dalam arti variasi kuantitatif akan
tetapi juga dapat mengandung arti variasi kualitatif (Azwar,2007). Definisi
operasional adalah petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu
variabel .Agar variabel dapat diukur dan diamati maka setiap konsep yang ada
harus dioperasionalkan dalam definisi operasional variabel.
3.5. Variabel dan indikator
Variabel merupakan obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini variabel hanya terdiri variabel
independen, variabel independen dalam penelitian ini adalah kualitas kinerja
pegawai di Dinas ESDM provinsi Jawa Timur.
Indikator dan Metode Pengumpulan Data instrumen dan metode pengumpulan
data yang digunakan pada penelitian ini adalah:
Menurut Bernardin & Russel (2003) untuk mengukur kinerja pegawai
dapat digunakan beberapa kriteria kinerja, antara lain adalah:
1. Kualitas ( Quality ) merupakan tingkatan di mana proses atau hasil dari
penyelesaian suatu kegiatan mendekati sempurna.
2. Kuantitas ( Quantity ) merupakan pekerjaan yang diberikan diselsaikan
dengan usaha maksimal .
29
3. Ketepatan waktu ( Timeliness ) merupakan di mana kegiatan tersebut
dapat diselesaikan, atau suatu hasil produksi dapat dicapai, pada
permulaan waktu yang ditetapkan bersamaan koordinasi dengan hasil
produk yang lain dan memaksimalkan waktu yang tersedia untuk kegiatan-
kegiatan lain.
3.1 Variabel dan indikator Bernardin & Russel (2003)
No indikator Sub indikator
1 Kualitas
( Quality )
1. Pegawai selalu teliti dan rapi dalam
menyelsaikan suatu pekerjaan
2. Pegawai sudah terampil dalam setiap
pekerjaan yang diberikan
3. Pegawai selalu disiplin dan bertanggung
jawab jawab dalam pekerjaan
4. Pimpinan Dinas ESDM selalu memberikan
motivasi pegawai,untuk memberikan
semagat kerja
5. Susunan struktur organisasi selalu
ditempatkan pegawai yang sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
2 Kuantitas
( Quantity )
6. Hubungan komunikasi dengan sesama
pegawai selalu berkaitan dengan masalah
pekerjaan dalam satu seksi
7. Setiap pekerjaan yang diberikan
diselesaikan dengan usaha maksimal
8. Pegawai sudah bekerja sesuai dengan
Tupoksi
9. Pegawai selalu diajak mengikuti rapat kerja
dan mengeluarkan pendapat dalam setiap
rapat dengan kepala dinas ESDM prov
jatim
3 Ketepatan
waktu
( Timeliness )
10. Pegawai menyelesaikan pekerjaan secara
tepat waktu tanpa menunda-nunda
pekerjaan
11. Memiliki inisiatif untuk memprcepat
penyelsaian pekerjaan yang diberikan
dalam upaya meningkatkan kinerja
12. Pegawai cepat tanggap dalam menanggapi
keluhan yang dihadapi masyarakat
30
3.6 Teknik pengumpulan data instrumen penelitian
Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang digunakan dalam
pengumpulan data dengan menggunakan alat pengumpulan data (Instrumen
penelitian).Dalam penelitian ini dapat dilaksanakan beberapa cara pengumpulan
data dan pengguaan instrument yang tepat diantaranya sebagai berikut :
1.Pengumpulan Data Primer :
Pengumpulan data yang dilakukan secara lagsung pada lokasi
penelitian.pengumpulan data primer tersebut dilakukan dengan instrumen sebagai
berikut :
a.Metode angket (kuesioner), yaitu pemberian daftar pertanyaan secara random
kepada responden.
b.Metode observasi,yaitu melekukan pengamatan secara langsung terhadap
fenomena-fenomena yang berkaitan dengan fokus penelititn.penyebaran angket
atau kuisioner.
3.7 Teknik Pengolahan Data
Setelah proses pengumpulan data dari lapangan selesai dilakukan,maka
menurut Sony Sumarsono tahap berikutnya adalah tahap analisis data.
„‟pada tahap ini ,data diolah sedemikian rupa,sehingga berhasil dikumpulkan
kebenarannya yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang
31
diajukan dalam penelitian.Dalam pengelolaan data,ada beberapa langkah yang
harus dilakukan antara lain :
a. Editing. merupakan kegiatan memperbaiki kualitas data (mentah) serta
menghilangkan keraguan akan kebenaran atau ketepatan data mentah
tersebut.editing dilakukan terhadap kelengkapan dan kejelasan jawaban dari butir-
butir pertanyaan yang telah dibuat
b. Coding dan scoring, merupakan usaha mengklasifikasi atau mengelompokan
jawaban responden berdasarkan macamnya,dengan cara memberikan kode
terhadap jawaban responden dalam kuesioner sesuai dengan kategori masing-
masing,kemudian diberikan skor dengan mengunakan „‟skala likert‟‟
Melalui penyebaran angket yang berisikan beberapa pertanyaan maka
ditentukan skor dari stiap jawaban sehingga menjadi data yang kuantitatif.teknik
pengukuran skor atau nilai yang digunakan dalam penelitian ini adalah memakai
sekala likert untuk menilai jawaban kuesioner.
Adapun skor setiap pertanyaan yang ditentukan adalah sebagai berikut :
A. Apabila responden menjawab SANGAT SERING diberi skor 4
B. Apabila responden menjawab KADANG-KADANG diberi skor 3
C. Apabila responden menjawab SANGAT JARANG diberi skor 2
D. Apabila responden menjawab TIDAK PERNAH diberi skor 1
32
c. Tabulating hal ini berarti menunjuk kepada kegiatan mengorganisasikan data
kedalam susunan-susunan tertentu berupa tabel-tabl dalam rangka
pengintrerpretasikan data sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.
3.8 Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis kuantitatif dan kualitatif, dengan tujuan agar antara data kuantitatif dan
kualitatif dapat saling melengkapi. Data kualitatif penulis dapatkan dilapangan
melalui penggunaan teknik-teknik dokumentasi, wawancara dan observasi.
Sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui jawaban responden dalam kuesioner
terstruktur yang diedarkan.
Sehubungan dengan teknik analisis data , Arkuanto (2003:56) menyatakan :
„‟terlebih dulu harus menentukan kreteria yang akan dijadikan dasar untuk
mengambil kesimpulan, kreteria tersebut misalnya presentase‟‟
33
Tabel 3.2
Daftar kategori nilai jawaban
Jawaban Presentase Kategori
A 81 – 100% Sangat baik
B 61 – 80% Baik
C 41 – 60% Cukup
D 0 – 20% Kurang baik
Dengan demikian hasil data kuantitatif yang telah dijumlahkan,
dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh presentase kemudian
ditafsirkan menjadi kalimat yang bersifat kualitatif. Sedangkan data yang bersifat
kualitatif akan dituangkan dalam bentuk kalimat-kalimat yang dipilah-pilahkan
menurut kategori, untuk dapat diambil suatu keputusan. Dengan demikian
masalah penelitian yang diteliti akan menjadi jelas.