bab i pendahuluan 1.1. latar belakang...

83
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak Penghasilan 21 atau PPh 21 adalah Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang- Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.Apabila orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri memperoleh penghasilan dan dikenakan PPh Pasal 21, maka menjadi wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Warga Negara asing (orang asing) yang tinggal atau berniat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun termasuk dalam pengertian wajib pajak orang pribadi dalam negeri, sehingga atas penghasilan orang asing tersebut apabila lebih dari 183 hari tinggal di Indonesia merupakan objek PPh Pasal 21. Masa Desember atau masa pajak tertentu di mana pegawai tetap berhenti bekerja.Dalam Masa Pajak Desember PPh Pasal 21 dihitung dari Januari atau pegawai mulai bekerja sampai dengan Desember.Dalam Masa Pajak Tertentu (bagi pegawai tetap berhenti bekerja) PPh Pasal 21 dihitung dari Januari atau pegawai mulai bekerja sampai dengan Masa Pajak pegawai tetap berhenti bekerja. Pemotong PPh Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban

Upload: vuongnguyet

Post on 07-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pajak Penghasilan 21 atau PPh 21 adalah Pajak atas penghasilan

berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan

nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau

jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek

Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-

Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.Apabila orang

pribadi Subjek Pajak dalam negeri memperoleh penghasilan dan

dikenakan PPh Pasal 21, maka menjadi wajib pajak orang pribadi dalam

negeri. Warga Negara asing (orang asing) yang tinggal atau berniat

tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun termasuk dalam

pengertian wajib pajak orang pribadi dalam negeri, sehingga atas

penghasilan orang asing tersebut apabila lebih dari 183 hari tinggal di

Indonesia merupakan objek PPh Pasal 21. Masa Desember atau masa

pajak tertentu di mana pegawai tetap berhenti bekerja.Dalam Masa Pajak

Desember PPh Pasal 21 dihitung dari Januari atau pegawai mulai bekerja

sampai dengan Desember.Dalam Masa Pajak Tertentu (bagi pegawai

tetap berhenti bekerja) PPh Pasal 21 dihitung dari Januari atau pegawai

mulai bekerja sampai dengan Masa Pajak pegawai tetap berhenti bekerja.

Pemotong PPh Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib

Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban

2

untuk melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan

dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang

Pajak Penghasilan.

Sebagian besar penerimaan Negara adalah dari sektor pajak.Hal

tersebut dikarenakan sampai detik ini penerimaan Negara dari sektor

pajak masih menjadi prioritas utama untuk mensukseskan dan

melancarkan pembangunan nasional yang terus berkesinambungan. Bagi

Negara pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terpenting yang

akan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran

rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan. Pada dasarnya setiap

orang tidak suka membayar pajak dan berusaha untuk membayar pajak

sekecil mungkin karena dengan membayar pajak berarti mengurangi

kemampuan ekonomis mereka,segala upaya untuk penghematan pajak

dalam perusahaan pun dilakukan dengan memanfaatkan celah-celah

peraturan perpajakan yang ada dengan harapan memperolah laba bersih

setelah pajak.Salah satunya melakukan penghematan PPh badan yang

dapat dilakukan pada biaya-biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan

karyawan.Diantaranya adalah pada PPh Pasal 21 atas penghasilan yang

diterima oleh karyawan.

Ada 3 (tiga) metode yang dapat dipilih oleh perusahaan dalam

menerapkan pemungutan PPh Pasal 21 karyawan yaitu :

3

1. Metode pertama, besarnya PPh Pasal 21 dapat dipotong langsung dari

gaji yang diterima oleh karyawan.

2. Metode kedua yang dapat diterapkan adalah dengan memberikan

tunjangan tambahan yang berupa Tunjangan Pajak. Tunjangan Pajak

yang diberikan akan menambah Penghasilan Kena Pajak (PKP)

karyawan,sehingga PPh Pasal 21 menjadi lebih besar.

3. Metode yang ketiga adalah dengan memberikan tambahan pada

penghasilan bruto karyawan sebesar pajak yang harus ditanggung

karyawan. Metode ini sering dikenal dengan sebutan metode Gross Up.

Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan salah satu pajak langsung yang di

pungut pemerintah pusat atau merupakan pajak Negara yang berasal dari

pendapatan rakyat.Dari berbagai jenis pajak yang ada, Pajak Penghasilan

Pasal 21 merupakan salah satu pajak yang memberikan masukan sangat

besar bagi Negara. Kebijakan pemerintah dalam mengatur Pajak

Penghasilan (PPh) Pasal 21 antara lain dengan dikeluarkannya undang-

undang nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan undang-

undang nomor 10 tahun 1994, dan perubahan terakhir dengan undang-

undang nomor 17 tahun 2008. Selanjutnya aturan pelaksanaannya adalah

dengan dikeluarkannya keputusan Direktorat Jendral Pajak No.KEP-

545/PJ/2008 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan

pelaporan PPh Pasal 21 sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan

orang pribadi.

4

Walaupun pajak berpengaruh terhadap aspek kehidupan usaha dan

keputusan bisnis,tidaklah berarti bahwa pajak tersebut tidak dapat

dikendalikan. Dengan memahami secara benar segala ketentuan

peraturan perundang-undangan terus menerus

perubahannya,sesungguhnya pajak tersebut dapat dikelola dengan baik

agar tercapai efisiensi pembayaran pajak,karena suatu pengelolaan pajak

yang efektif merupakan hal yang vital bagi suatu usaha yang berorientasi

kepada keuntungan.

Pengelolaan kewajiban pajak tersebut sering disosialisasikan

dengan suatu elemen dalam suatu perusahaan yang disebut Tax

Management (manajemen pajak). Langkah awal dalam manajemen pajak

adalah perencanaan pajak (Tax planning) yakni mengumpulkan dan

melakukan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diselidiki

jenis tindakan penghematan pajak yang dapat dilakukan dan masih tetap

berada dalam bingkaian ketentuan perpajakan.Perubahan undang-undang

pajak yang dilakukan oleh pemerintah dimaksudkan untuk

menyempurnakan system perpajakan yang telah ada, adapun undang-

undang perpajakan yang baru tersebut mulai berlaku tahun 2008.

Wajib pajak yang diperlakukan sebagai subyek dalam system

pemungutan pajak khususnya pada bidang pajak penghasilan (PPh)

disebabkan wajib pajak diberikan kepercayaan penuh oleh negara

(direktorat jendral pajak) untuk menghitung, memperhitungkan,

menbayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang sesuai

5

dengan Self Assetment. Self Assetment adalah keputusan wajib pajak

dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan

Indonesia yang berlaku tersebut.

Dengan sistem pemungutan pajak yang baru atau sering disebut

dengan sistem full self assesment, dimana wajib pajak merupakan subyek

pajak yang diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung dan

melaksanakan sendiri kewajiban perpajakannya. Tax planning adalah

suatu metode yang dapat dilakukan oleh wajib pajak untuk

memaksimalkan penghasilan setelah pajak dengan cara merekayasa agar

beban pajak dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan

peraturan yang ada dalam undang-undang.

Bagi perusahaan, Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan

terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dapat dianggap

sebagai biaya atau beban (expense) dalam menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan. Agar biaya atau beban pajak tersebut dapat

terealisir seminimal mungkin, maka penerapan manajemen pajak yang

efektif melalui perencanaan pajak harus dilaksanakan dengan baik.

Perusahaan adalah suatu organisasi yang didirikan untuk tujuan

mendapat laba (profit oriented) sedangkan negara adalah rumah tangga

besar dimana setiap tahunnya harus menyediakan dana besar untuk

memenuhi segala keperluan yang satu-satunya adalah pembangunan.

Dana-dana negara tersebut diperoleh dari sumber penerimaan negara

yaitu diantara berasal dari penjualan minyak dan gas bumi (migas),

6

pajak, maupun dari pinjaman luar negeri yang kesemuanya itu diatur

dalam anggaran pendapat dan belanja negara (APBN).

Melihat penjabarandiatas penulisan tertarik untuk melakukan

penelitian tentang pentingnya perhitungan pajak dengan latar belakang

tersebut maka penulis mengambil judul“ANALISISPENGHITUNGAN,

PEMOTONGAN DANPELAPORAN PPh PASAL 21 ATAS

GAJIKARYAWAN PADA PT.ISA LINESSURABAYA”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, permasalahan

yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimana sangat pentingnya menghitung,memotongdan melaporkan

Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT. Isa Lines Surabaya?“ .

1.3. Tujuan Penelitian

“Untuk mengetahui bagaimana cara PT.Isa Lines Surabaya

Menghitung, memotong dan melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 dari

para karyawan?“.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Penelitian Secara Teoritis:

a. Bagi pihak akademik secara langsung dapat melaksanakan fungsinya

sebagai dimensi intelektual yaitu pengabdian pada masyarakat dan

7

laporan yang dibuat penulis dapat dijadikan sebagai penambahan pustaka

di Universitas Wijaya Putra (UWP) dan diharapkan dapat bermanfaat

dikemudian hari.

b. Bagi penulis dapat merealisasikan teori-teori yang telah diperoleh selama

berada dibangku kuliah ke dalam dunia praktek kerja nyata. Disamping

itu setidaknya mahasiswa juga memberikan peran tersendiri bagi instansi

yaitu membantu menyumbangkan pemikiran untuk lebih

mendayagunakan potensi instansi sehingga didapat suatu hasil yang lebih

optimal.

c. Bagi bidang studi akuntansi khususnya jurusan akuntansi perpajakan

dapat mengetahui sampai sejauh mana aplikasi ilmu perpajakan dan

akuntansi sehingga penulis dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi

dunia perekonomian yang semakin berkembang dan memiliki tuntutan

yang besar sekaligus untuk menambah wawasan dan pengetahuan

tentang perpajakan di Indonesia khususnya mengenai PPh Pasal 21.

1.4.2. Manfaat Penelitian Secara Praktis :

a. Manfaat Bagi Perusahaan atau Instansi dapat memanfaatkan hasil dari

sistem yang telah dibuat untuk lebih mendayagunakan potensi instansi

sehingga dapat mengoptimalkan kerja khususnya mengenai

penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan sebagai tolak ukur atas

pelaksanaan penghitungan, pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan

Pasal 21 pada PT. Isa Lines Surabaya.

8

b. Manfaat Bagi Karyawan dapat memberikan informasi secara tertulis

maupun sebagai referensi mengenaicara penghitungan, pemotongan dan

pelaporan PPh Pasal 21 secara baik dan benar.

1.5. Batasan Masalah

Mengingat banyaknya kewajiban perpajakan yang harus

dilakukan perusahaan maka penulisan ini terbatas pada evaluasi

penghitungan, pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21

sesuai Undang-Undang perpajakan yang berlaku dan sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum.

9

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Pajak

Pegertian atau definisi pajak bermacam-macam parapakar

perpajakan mengemukakanya berbeda satu sama lain dari waktu ke waktu,

meskipun demikian pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk

merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Pengertian

pajak, yang salah satu pengertian itu dinyatakan oleh R, Santoso

Brotodiharjo dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak yang

dirangkum oleh Waloyu dalam bukunya Perpajakan Indonesia yang

berbunyi sebagai berikut :

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Sebagai satu perbandingan akan diuraikan pengertianpajak

menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH adalah sebagai berikut :

“ Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak dapat jasa timbal balik (konsentrasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Menurut Undang-undang No. 23 tahun 2007 Pajak adalah

Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

9

10

pajak adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat dipaksakan

berdasarkan Undang-undang dengan tanpa mendapatkan jasa timbal balik

(kontraprestasi) yang dapat ditunjukkan secara langsung, yang digunakan

untuk membiayai pengeluran umum pemerintah.

2.1.2. Fungsi Pajak

Fungsi pajak secara sederhana adalah untuk menyelenggarakan

kepentingan bersama para warga masyarakat. Berdasarkan ciri-ciri yang

melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terdapat 2 (dua)

fungsi pajak, yaitu:

a. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak sebagai sumber dana bagi

pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

Contoh: dimasukkannya pajak dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) sebagai penerimaan dalam negeri.

b. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan

ekonomi.

Contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras

dapat ditekan serta demikian pula dengan barang mewah.

2.1.3. Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau

perlawanan, maka pemunguan pajak harus memenuhi syarat sebagai

11

berikut:

a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuain dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-

undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil.Adil dalam

perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan

merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-

masing.Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan

memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan,

penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada

Majelis Pertimbangan Pajak.

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridi )

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini

memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi

Negara maupun warganya.

c. Tidak Menganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi

maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan

perekonomian masyarakat.

d. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansiil)

Sesuain dengan budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan

sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

e. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana

System pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan

12

mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

2.1.4. Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan

justifikasi pemberian hak kepada Negara untuk memungut pajak. Teori-

teori tersebut, yaitu :

a. Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak

rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang

diibaratkan sebagai premi asuransi karena memperoleh jaminan

perlindungan tersebut.

b. Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada

kepentinganmasing-masing orang. Semakin besar kepentingan

seseorang terhadap Negara semakin tinggi pajak yang harus dibayar.

c. Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya

pajakharus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.

d. Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat

dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus

selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu

kewajiban.

13

e. Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.

Maksudnyamemungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah

tangga masyarakat untuk rumah tangga Negara. Selanjutnya Negara

akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan

kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh

masyarakat lebih diutamakan. (Mardiasmo, 2009:4)

2.1.5. Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil

Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku

pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak (WP). Ada 2 macam

hukum pajak yakni:

1. Hukum Pajak Materiil

Memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan,

perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa

yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan

(tarif), segala sesuatu tenang timbul dan hapusnya utang pajak, dan

hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.

2. Hukum Pajak Formil

Memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi

kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini

memuat antara lain:

14

a. Tata cara menyelenggarakan (prosedur) penetapan suatu utang

pajak.

b. Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib

Pajak, mengenai keadaan perbuatan dan peristiwa yang

menimbulkan utang pajak.

c. Kewajiban wajib pajaknya, menyelenggarakan

pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya

mengajukan keberatan dan banding.

2.1.6. Pengelompokan Pajak

2.1.6.1.Menurut Golongannya

1. Pajak Langsung

Adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak

dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus

menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan.

Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

2. Pajak Tidak Langsung

Adalah pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan ke pada pihak

lain

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPn).

15

2.1.6.2.Menurut Sifatnya

1. Pajak Subjektif

Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya dalam

arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

2. pajak Objektif

Yaitu pajak yang berpangkal dari obyeknya tanpa memperhatikan

keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai

atas Barang Mewah (PPn dan PPnBM).

2.1.6.3.Menurut Lembaga Pemungutannya

1. Pajak Pusat

Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan

untukmembiayai rumah tangga Negara.

Contoh : Pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan pajak

Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea

Materai.

2. Pajak Daerah

Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk

membiayai rumah tangga daerah.Pajak Daerah terdiri dari:

a. Pajak Propinsi

16

Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor.

b. Pajak Kabupaten/kota

Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.

2.1.7. Tata Cara Pemungutan Pajak

2.1.7.1.Stelsel Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel yaitu:

1. Stelsel Nyata (Riel Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak (penghasilan yang

nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun

pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat

diketahui.

2. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh

Undang-undang, misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama

dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat

ditetapkan besarnya pajak terutang.

3. Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel

anggapan pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu

anggapan, kemudian pada akhir tahun besar pajak disesuaikan dengan

keadaan yang sebenarnya.

17

2.1.7.2.Asas Pemungutan Pajak

1. Asas Tempat Tinggal (Asas Domisili)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib

Pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang

berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.Asas ini berlaku untuk

Wajib Pajak dalam negeri.

2. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di

wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

3. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu

negara.Misalnya: pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada

setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat

tinggal di Indonesia.Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri

(WPLN).

2.1.7.3.Sistem Pemungutan Pajak

1. Official Assessment System

Official assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan

besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada

18

pada pemerintah (fiskus).

b. Wajib Pajak (WP) bersifat pasif.

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak

oleh pemerintah (fiskus).

2. Self Assessment System

Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung, membayar,

dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

Ciri-cirinya:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

Wajib Pajak sendiri.

b. Wajib Pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan

melaporkan sendiri pajak terutang.

c. Pemerintah (fiskus) tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. Withholding System

Withholding system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut

besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya:

a. Wewenang menetukan besarnya pajak yang terutang ada pada

pihak ketiga, pihak selain pemerintah (fiskus) dan Wajib Pajak.

19

2.1.8. Tarif Pajak

Merupakan angka atau persentase yang digunakan untuk

menghitung jumlah pajak atau jumlah pajak yang terutang. Macam-macam

tarif adalah sebagai berikut :

a. Tarif Tetap

yaitu tarif dengan jumlah atau angka tetap (sama) terhadap berapapun

yang menjadi dasar pengenaan sehingga besarnya pajak yang terutang

tetap.

contoh: besarnya tarif bea meterai untuk cek dan bilyet giro dengan

nilai nominal berapapun jumlahnya adalah sama Rp 1.000,00.

b. Tarif Sebanding (Proporsional)

yaitu tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah

yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang

proporsional terhadap besarnya nilai yang akan dikenakan pajak.

Contoh: PPN sebesar 10 % yang dikenakan terhadap penyerahan suatu

barang kena pajak. Dengan persentase tetap akan menyebabkan jumlah

pajak menjadi lebih besar apabila jumlah dasar pengenaannya semakin

besar.

c. Tarif Meningkat (Progresive)

yaitu tarif dengan persentase yang semakin meningkat (naik) apabila

jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak meningkat (naik).

20

Contoh: Pajak Penghasilan, semakin besar dasar pengenaan pajaknya

maka semakin besar pula persentasenya dan semakin besar pula jumlah

pajaknya.

1. Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:

a.) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5%

Di atas Rp 50.000.000,00 s.d.Rp 250.000.000,00 15%

DiatasRp250.000.000,00s.d.Rp 500.000.000,00 25%

Di atas Rp 500.000.000,00 30%

b.)Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap

(BUT).Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha

Tetap adalah sebesar-besarnya 28% (dua puluh delapan

persen).

d. Tarif Menurun (Degresive)

yaitu tarif dengan persentase yang semakin turun apabila jumlah yang

menjadi dasar pengenaan pajak meningkat (naik).

2.1.9. Fungsi Managemen Pajak

1. Perencanaan Pajak ( Tax Planning )

Perencanaan pajak adalah tahap pertama dalam penghematan pajak.

Strategi penghematan pajak disusun pada saat perencanaan.

Perencanaan pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan Wajib

21

Pajak, karena Wajib Pajak hanya melakukan dengan memanfaatkan hal-

hal yang tidak teratur (loopholes). Rencana pengelakan pajak dapat

ditempuh dengan cara :

a.Mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan

mengenaipengecualian dan potongan atau pengurangan yang

diperkenankan. Contoh pengurangan yang dapat dimanfaatkan untuk

mengurangi pajak dapat dilakukan sebagai berikut, misalnya

menjelang akhir tahun diketahui bahwa jumlah pajak yang akan

terutang cukup besar. Untuk mengurangi jumlah itu, perusahaan

dapat menguranginya dengan menambah biaya misalnya biaya

pendidikan, dan biaya-biaya lainnya.

b. Mendirikan perusahaan dalam 1 jalur usaha sehingga dapat diatur

secara keseluruhan penggunaan tarif pajak, potensi penghasilan,

kerugian dan aktiva yang bisa dihapus.

c. Menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun untuk mencegah

penghasilan tersebut masuk dalam kategori pendapatan yang tarifnya

tinggi. Bila mungkin pembayarannya pajak bisa ditunda. Penghasilan

yang dikenakan tarif 35% dapat dihindarkan dengan cara menunda

penerimaan penghasilan pada tahun bersangkutan.

1.Pelaksanaan Kewajiban Perusahaan

Apabila diketahui jenis dan cara pengelakan pajak, tahap

selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan baik normal

maupun material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban

22

itu telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku.Manajemen

pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan.Jika

pelaksanaan kewajiban perpajakan menyimpang dari peraturan

yang ada maka peraturan itu telah menyimpang dari tujuan

manajemen pajak.Tujuan manajemen pajak sebenarnya adalah agar

perusahaan tidak menyimpang dari ketentuan.

2. Pengendalian Pajak

Pengendalian pajak adalah tahap pekerjaan untuk memastikan

bahwa peraturan perpajakan telah dilaksanakan. Dalam

pengendalian pajak yang penting adalah pengecekan pembayaran

pajak. Akhir dari prosedur perpajakan adalah pembayaran pajak

misalnya, tentu lebih menguntungkan jika perusahaan membayar

pajak pada saat terakhir dari pada penyetorannya dilakukan jauh

sebelumnya. Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika

perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari pada pajak

terutang.

2.1.10. Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak penghasilan (PPh) sebelum perundang-undangan perpajakan

tahun 1983 diatur dalam beberapa ketentuan perundang-undangan seperti

yang dikenal dengan pajak pendapatan orang pribadi yang dipungut

berdasarkan ordonasi pajak pendapatan tahun 1984. Selanjutnya sejak

tahun 1984 pajak penghasilan dipungut berdasarkan Undang-undang

23

Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan (PPh). Dalam sejarah

perkembangannya pada Undang-undang PPh ini dilakukan perubahan pada

tahun 1990, tahun 1994, Tahun 2000, dan yang terakhir dilakukan

perubahan pada tahun 2008 dengan Undang-undang adalah pajak yang

dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah

tangga Negara.

Contoh : Pajak penghasilan, pajak Pertambahan Nilai, dan pajak Penjualan

atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

2.2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan

kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang

digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam

melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Fungsi NPWP :

1. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.

2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam

pengawasan administrasi perpajakan.

2.2.1. Cara memperoleh NPWP

Setiap wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

danwajib pajak badan, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktoral

Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat

24

kedudukan wajib pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus

kepadanya diberikan NPWP paling lama satu bulan setelah saat usaha

mulai dijalankan. Apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki

oleh Direktoral Jendral Pajak seorang pribadi atau badan telah memenuhi

syarat untuk memberoleh NPWP, dapat diterbitkan NPWP secara jabatan.

Wajib Pajak selain untuk memperoleh NPWP dapat pula wajib pajak

memperoleh NPWP secara jabatan yaitu apabila berdasarkan data ternyata

orang pribadi atau badan memenuhi syarat untuk diberi NPWP. Oleh

karena itu wajib pajak atau orang yang diberi kuasa khusus untuk

mendaftarkan diri memperoleh NPWP wajib pajak mengisi, mendatangani,

dan menyampaikan formulir pendaftaran ke KPP setempat. Selanjutnya

KPP menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar dengan jangka waktu paling

lama pada hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran serta

persyaratannya diterima secara lengkap.

2.2.2. Pajak Penghasilan Karyawan

Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap

penghasilan yang diterima atau diperoleh karyawan berkenaan dengan

penghasilannya.

Menurut UU Nomor 36 tahun 2008 penghasilan adalah setiap

tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak

paik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai

untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang

25

bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun secara umum orang

akan dipekerjakan oleh badan usaha untuk menjalankan usahanya disebut

dengan karyawan. Imbalan yang diterima oleh karyawan atas jasanya

disebut sebagai upah, dan setiap upah yang diterima oleh karyawan baik

itu yang dibayar setiap satu minggu sekali atau satu bulan sekali wajib

dikenakan pajak yang disebut dengan pajak penghasilan karyawan,

sebelum pemotongan pajak penghasilan karyawan terlebih dahulu

mengetahui apa saja yang menjadi unsur pengurang dan penghasilan bruto

dan unsur-unsur tersebut adalah :

1. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan

memelihara penghasilan yang besarnya (5%) dari penghasilan bruto.

2. Iuran yang melekat pada gaji (iuran pensiun) adalah biaya untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun yang besarnya

(5%) dari penghasilan bruto berupa uang pensiun.

3. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah sejumlah penghasilan

yang tidak dikenakan pajak penghasilan.

2.2.3. Cara Menghitungan PPh Pasal 21 karyawan

Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap

terlebih dahulu dicari penghasilana netto sebulan diperoleh dengan cara

mengurangi penghasilan bruto dengan biaya jabatan, iuran pensiun, iuran

tabungan hari tua yang dibayar pegawai.

26

a. Untuk memperoleh penghasilan netto setahun dilakukan dengan cara

penghasilan netto sebulan dikali 12 bulan.

b. Penghasilan netto yang telah disetahunkan kemudian dikurangi

dengan PTKP untuk memperoleh Penghasilan Kena Pajak kemudian

dikalikan dengan tarif pajak pasal 17 UU PPh untuk memperoleh PPh

Pasal 21 sebulan, jumlah PPh pasal 21 setahun dibagi dengan 12

bulan.

Cara menghitung PPh karyawan diawali dengan menentukan jumlah

penghasilan bruto karyawan dan dikurangi dengan unsur pengurang

penghasilan bruto.

Menurut Pasal 6 (1) UU Nomor 17 tahun 2000 yang menjadi unsur

pengurang penghasilan bruto adalah :

1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,

gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan

dalam bentuk bunga, uang, sewa,royalti, biaya perjalanan, biaya

pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak

kecuali pajak penghasilan.

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan

amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain

yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun .

3. Iuran dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri

keuangan.

27

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan bunga yang dimiliki dan

digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,

menagih dan memelihara penghasilan.

5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di

Indonesia.

7. Biaya beasiswa, magang, dan penelitian.

8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat :

- Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi

komersial.

- Telah disarankan secara penagihannya kepada pengadilan negeri

atau badan urusan piutang dan lelang Negara (BUPLN) atau

adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang atau

pembebasan utang antara kreditur atau debitur yang bersangkutan.

- Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.

- Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat

ditagih kepada Direktur Jendral Pajak, yang pelaksanaannya

diatur lebih lanjut dengan keputusan Direktorat jendral Pajak.

2.2.4. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)

Adalah batasan dimana penghasilan seseorang tidak kena

pajak,dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi pegawai yang

penghasilannya dibayar bulanan maka konsep PTKP yang diterapkan

28

adalah PTKP dalam hitungan tahunan, terkecuali bagi mereka yang

penghasilannya dibayar harian maka PTKP nya adalah harian.

Besarnya PTKP secara terperinci yang berlaku untuk masa pajak

tahun 2009 sampai 2012,Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36/2008

Pasal7(yang berlaku sejak januari 2009 s.d desember 2012) adalah sebagai

berikut:

Status Keterangan Besarnya PTKP

TK/0 Tidak Kawin Tanpa Tanggungan Rp 15.840.000/tahun

TK/1 Tidak Kawin 1 Tanggungan Rp 17.160.000/tahun

TK/2 Tidak Kawin 2 Tanggungan Rp 18.840.000/tahun

TK/3 Tidak Kawin 3 Tanggungan Rp 19.800.000/tahun

K/0 Kawin Tanpa Tanggungan Rp 17.160.000/tahun

K/1 Kawin 1 Tanggungan Rp 18.840.000/tahun

K/2 Kawin 2 Tanggungan Rp 19.800.000/tahun

K/3 Kawin 3 Tanggungan Rp21.120.000/tahun

K/1/0 Kawin penghasilan istri digabung dengan

penghasilan suami tanpa tanggungan

Rp 33.000.000/tahun

K/1/1 Kawin penghasilan istri digabung dengan

penghasilan suami (1) tanggungan

Rp 34.320.000/tahun

K/1/2 Kawin penghasilan istri digabung dengan

penghasilan suami (2) tanggungan

Rp 35.640.000/tahun

K/1/3 Kawin penghasilan istri digabung dengan

penghasilan suami (3) tanggungan

Rp 36.960.000/tahun

29

Penghitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada awal tahun

Pajak.Penghitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun sebelumnya sudah

bekerja di Indonesia) dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun

takwim (1 januari).Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di

Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut

berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim yang

bersangkutan.

Dalam hal karyawan kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya

untuk dirinya sendiri.Dalam hal karyawati tidak kawin, penguranga PTKP

selain untuk dirinya sendiri juga PTKP untuk keluarga yang menjadi

tanggungan sepenuhnya.

2.2.5. Wajib Pajak PPh Pasal 21

Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang

pribadi yang merupakan

1. Pegawai.

2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun,

tunjangan hari tua atau jaminan hari tua termasuk ahli warisnya.

a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari

pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan

aktuaris.

b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,

bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,

30

peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis,

dan seniman lainnya.

c. Olahragawan.

d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator.

e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.

f. Penerima jasa dalam segala bidang termasuk teknik computer dan

system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi,

ekonomi dan social serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.

g. Agen iklan.

h. Pengawas atau pengelola proyek.

i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang

menjadi perantara.

j. Petugas penjaja barang dagangan.

k. Petugas dinas luar asuransi

l. Distributor perusahaan multi level marketing atau direct selting

dan kegiatan sejenis lainnya.

3. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan

sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan antara lain

meliputi :

a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan

olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan

perlombaan lainnya.

b. Peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan atau kunjungan kerja.

31

c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai

penyelenggara kegiatan tertentu.

d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.

e. Peserta kegiatan lainnya.

2.2.6. Objek Pajak PPh Pasal 21

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa

penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pension secara

teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.

3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan

penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara

sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari

tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.

4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah

harian,upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang

dibayarkan secara bulanan.

5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium,

komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan jasa, dan

kegiatan yang dilakukan.

32

6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang

representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan

nama dan dalam bentuk apapun.

7. Penerimaan dalam bentuk nama dan atau kenikmatan lainnya dengan

nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh :

a. Bukan wajib pajak

b. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final

atau

c. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan

norma penghitungan khusus (deemed profit).

Penghasilan sebagaimana tersebut diatas yang diterima atau diperoleh

orang pribadi subjek pajak dalam negeri merupakan penghasilan yang

dipotong PPh Pasal 21.Sedangkan apabila diterima atau diperoleh orang

pribadi subjek pajak luar negeri merupakan penghasilan yang dipotong

PPh Pasal 26.

2.2.7. Subjek Pajak

Adalah subjek pajak atas penghasilan yangditerima atau diperoleh

dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah:

1. a . Orang pribadi

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan

menggantikan yang berhak

33

2. Badan terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD

dengan nama dan bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana

pensiun, Persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,

organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk

badan lainnya termasuk kontrak investasi kolekif.

3. Badan Usaha Tetap (BUT)

Subjek pajak dapat dibedakan menjadi :

1. Subjek pajak dalam negeri

Adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau

bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Secara praktis

ini dapat dilihat dalam ketentuan berikut :

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang

pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam

jangka waktu 12 bulan. Atau juga orang pribadi yang dalam

suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat

untuk bertempat tinggal di Indonesia. Jangka waktu 12 bulan

bukanlah harus dimulai dari bulan januari atau awal tahun

pajak, namun bisa jadi setelahnya. Disamping itu juga tidak

harus secara berturut-turut 183 hari tinggal di Indonesia,

namun bisa jadi secara continue sepanjang jumlahnya

memenuhi 183 hari selama 12 bulan.

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

34

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan

menggantikan yang berhak.

2. Subjek Pajak Luar Negeri

a. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk

usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat

tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak

lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan

yang tidak didirikan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

b. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk

usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat

tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak

lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan

yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan

dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia

35

Perbedaan Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri,

antara lain :

Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri

• Dikenakan pajak atas

penghasilan baik yang dierima

atau diperoleh dari Indonesia dan

luar Indonesia.

• Dikenakan pajak berdasarkan

penghasilan neto.

• Tarif pajak yang digunakan

adalah tarif umum (Tarif UU PPh

pasal 17).

• Wajib menyampaikan SPT

• Dikenakan pajak hanya atas

penghasilan yang berasal dari

sumber penghasilan di

Indonesia.

• Dikenakan pajak berdasarkan

dari penghasilan bruto.

• Tarif pajak yang digunakan

adalah tarif sepadan (tarif UU

PPh pasal 26).

• Tidak wajib menyampaikan

SPT

Yang tidak termasuk subjek pajak antara lain :

1. Kantor perwakilan Negara asing

2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pajabat lain dari

Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka

yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka,

dengan syarat:

a. Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak

menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya

di Indonesia.

36

b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

3. Organisasi internasional, dengan syarat:

a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.

b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada

pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat:

a. Bukan warga Negara Indonesia.

b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain unuk

memperoleh penghasilan di Indonesia.

2.2.8. Objek Pajak

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap

tambahankemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,

baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat

dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang

bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk :

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,

komisi, bonus, gratifikasi, uang pension, atau imbalan dalam bentuk

lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;

3. Laba usaha;

37

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :

a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,

persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau

penyertaan modal;

b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,

sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan

badan lainnya;

c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha atau reorganisasi

dengan nama dan dalam bentuk apapun;

d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau

sumbangan kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah

dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan,

badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau

orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang

ketentuannya diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri

keuangan, seperti tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,

kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang

bersangkutan dan

e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau

seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,

atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

38

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah di bebankan

sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembaliaan pajak;

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembaliian utang;

7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen

dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa

hasil usaha koperasi;

8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

11. Keuntungan karena pembebasan uang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;

12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

14. Premi asuransi;

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang

terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari ponghasilan yang belum

dikenakan pajak;

17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang

mengatur mengenai ketemtuan umum dan tata cara perpajakan; dan

19. Surplus Bank Indonesia

39

Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi :

1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas

seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris,

aktuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya.

2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.

3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta seperti sewa, bunga,

dividen, royalti, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan

dan sebagainya.

4. Penghasilan lain-lain yaitu penghasilan yang tidak dapat

diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan

diatas, seperti :

a. Keuntungan karena pembebasan utang.

b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

d. Hadiah undian.

Bagi wajib pajak dalam negeri yang menjadi objek pajak adalah

penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar

Indonesia.Sedangkan bagi wajib pajak luar negeri, yang menjadi objek

pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

Yang tidak termasuk objek pajak yaitu:

a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil

zakat atau lembaga amil zakatyang dibentuk atau disahkan oleh

pemerintah dan yang diterima oelh penerima zakat yang berhak atau

40

sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama

yang diakui di Indonesia, yang diterima leh lembaga keagamaan

yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh

penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan

atau berdasarkan peraturan pemerintah;

b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis

keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,

badan social termasuk yayasan, koperasi, atau oaring pribadi yang

menjalankan usaha mikro kecil, yang ketentuannya diatur dengan

atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada

hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan

diantara pihak-pihak yang bersangkutan;

1. warisan;

2. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai

pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

3. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa

yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau

kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang

diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan

pajak secara final atau Wajin Pajak yang menggunakan norma

penghitungan khusus (deemed profit);

41

1. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,

asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;

2. deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh

perseroan terbatas (PT) sebagai Wajib Pajak dalam negeri,

koperasi badan usaha milik Negara, atau badan usaha milik

daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan

dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

a. deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

b. bagi perseroan terbatas (PT), badan usaha milik Negara dan

badan usaha milik daerah yang menerima deviden,

kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen

paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah

modal yang disetor;

3. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang

pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang

dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

4. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun

sebagaimana dimaksudkan pada angka 7, dalam bidang-bidang

tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

5. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari

perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-

42

saham, persekutuan, perkumpulan,firma, dan kongsi, termasuk

pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

6. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal

ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang

didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,

dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

a. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang

menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang

diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan; dan

b. sahamnya tidak diperdagangkan dibursa efek di Indonesia

7. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang

ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan

8. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga

nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau

bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada

instansi yang membidanginya yang ditanamkan kembali dalam

bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau

penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama

4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang

ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan

43

9. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badana

Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu,

yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan

2.2.9. Prosedur

Prosedur adalah rangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

secara berulang-ulang dengan cara yang sama.

2.2.10 Surat Pemberitahuan ( SPT )

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah Surat yang oleh wajib pajak

digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak,

objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) bagi Wajib Pajak Pajak

Pengahasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan

mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya

terutang dan untuk melaporkan tentang :

a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri

dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1

(satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak.

c. Harta dan kewajiban dan/atau

44

d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau

pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.

Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah

sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan

penghitungan jumlah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas

barang mewah yang sebenarnya terutang dan melaporkan tentang :

a. Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran dan

b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh

pengusaha kena pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa

pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan

perpajakan.

Bagi pemotongan atau pemungut pajak fungsi Surat Pemberitahuan

(SPT) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung

jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

2.3. Surat Setoran Pajak (SSP)

Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau

penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau

telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat

pembayaran yang ditunjukan oleh Menteri Keuangan. Surat Setoran Pajak

(SSP ) berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan

45

oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila

telah mendapatkan validasi.

Pengertian-pengertian yang berhubungan dengan prosedur

penghitungan dan pelaporan PPh Badan Pasal 21 Wajib pajak badan.

1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran

pajak, pemotongan pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak

dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah Nomor yang diberikan

kepada wajib pajak sebagai sarana dalam admonistrasi yang

digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak

dalam melakukan hak dan kewajiban perpajakannya.

3. Masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak

untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang

dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam

undang-undang KUP. Masa pajak sama dengan 1 (satu) bulan

kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan peraturan Menteri

keuangan paling lama 3 (tiga) bulan kalender.

4. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat

dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

5. Surat pemberitahuan (SPT) adalah Surat yang oleh wajib pajak

digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak,

46

objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

6. Surat Pemberitahuan Masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu

masa pajak.

7. Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran

pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah

dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran

yang ditunjukan oleh Menteri Keuangan. Surat Setoran pajak

berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh

pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila

telah mendapatkan validasi

47

BAB III

METODE PENELITIAN

Setiap penelitian memerlukan metode, sebagai suatu pola berpikir

dalam memecahkan permasalahan dengan pendekatan ilmiah. Metode

penelitian merupakan suatu rancangan alur atau proses penelitian sehingga

terbentuknya ilmu pengetahuan yang diharapkan. Bentuk ilmu

pengetahuan yang akan dihasilkan dalam penelitian sepenuhnya

tergantung kepada metode penelitian karena metode penelitian

mempengaruhi kualitas ilmu pengetahuan melalui sudut pandang

penggunaan metode yang sesuai akan menambah validitas ilmu

pengetahuan yang dihasilkan.

3.1. Deskripsi Populasi dan Penentuan sampel

3.1.1. Deskripsi Populasi

Didalam setiap penelitian selalu diharapkan pada kesempatan

untuk menentukan populasi.Dengan populasi ini dapat mengetahui

beberapa banyak individu atau obyek yang diteliti.

Menurut Bambang Supomo (2009:115) populasi adalah

“sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai

karakteristik tertentu”.

47

48

Menurut sugiyono (2009:80) populasi adalah “ Keseluruhan obyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditatapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.

Untuk memberikan informasi tentang gambaran terhadap obyek

penelitian pada PT. Isa Lines Surabaya, yang meliputi aspek penelitian

yaitu sebagai berikut :

a. Aspek keuangan, yang meliputi perhitungan, pemotongan dan

pelaporan PPh Pasal 21 sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku

untuk menghindari kesalahan pencatatan yang pada akhirnya dapat

merugikan perusahaan.

b. Aspek teoritis, yang meliputi keterkaitan obyek yang diteliti dengan

teori-teori perpajakan yang berlaku untuk menghindari kesalahan

penyajian dalam menghitung dan melaporan Pajak Penghasilan Pasal

21.

3.1.2. Penentuan Sampel

Menurut Bambang Supomo (2009:115)sampel penelitian adalah

“Sebagian dari elemen-elemen dari populasi”.

Menurut Sugiyono (2009:81) sampel penelitian adalah “Sebagian

dari populasi dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.

Dalam hal ini yang dijadikan sampel dalam penelitian adalah Pajak

Penghasilan Pasal 21 terhadap penyajian laporan pajak.

49

3.1.3. Sumber Data

Dalam hal ini sumber data yang diperoleh penulis adalah dari

bagian perpajakan PT. Isa Lines Surabaya adalah SPT Masa PPh Pasal 21.

3.2. Variabel dan Definisi Operasional Variable

3.2.1. Variabel Penelitian

Pada umumnya penelitian yang sering dilakukan adalah mencari

hubungan antara variable karena dapat mempertahankan dan untuk

mengetahui faktor-faktor dan peristiwa yang akan diteliti.

Menurut Jusuf Soewadji (2012:111) menjelaskan bahwa: “Variabel

adalah suatu konsep yang diturunkan tingkat keabstraksiannya yang

menjadi lebih kongkrit sehingga dapat diamati dan dapat dilakukan

pengukurannya”.

Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Metodologi Penelitian

Manajemen Universitas Wijaya Putra Surabaya Variabel adalah “Konsep

yang mempunyai variasi nilai maksudnya yaitu mempunyai nilai yang

bervariasi baik yang berbentuk numerik atau kategori”.

Sesuai dengan pendapat diatas ada dua variabel yang digunakan

dalam penelitian ini, yaitu variable bebas (independent) dan variable

terikat (dependent).

50

1. VariabelBebas (Independent)

Adalah “variabel yang mempengaruhi timbulnya pokok

penelitian”.Dalam hal ini yang merupakan variabel bebas adalah Pajak

Penghasilan Pasal 21.

2. Variabel Terikat (Dependent)

Adalah “variabel yang timbul dari adanya variabel bebas”.Dalam hal ini

yang merupakan variabel terikat adalah Prosedur Pajak Penghasilan

Pasal 21.

3.3. Definisi Operasional Variabel

Setelah variabel didefinisikan secara operasional terhadap variabel-

variabel tersebut:

1. Pajak Penghasilan Pasal 21

adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,

tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk

apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan

yang dilakukan oleh orang pribadi.

2. Prosedur

adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan tugas-tugas yang

berhubungan satu sama lain serta merupakan suatu kronologis dan cara

yang telah digariskan atau ditetapkan untuk melaksanakan suatu

51

pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan cara yang

sama.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk lebih mengenal dan memahami masalah yang timbul, maka

perlu diadakan suatu pendekatan dengan cara mengumpulkan data guna

menganalisis dan menarik kesimpulan. Pengumpulan data yang

dilaksanakan secara langsung pada objek penelitian, dalam metode ini ada

beberapa cara yang dilakukan antara lain:

1. Studi Kepustakaan (Library Research)

Yaitu suatu teknik atau cara pengumpulan data dimana penulis

mengadakan penelitian kepustakaan dengan mempelajari literatur,

buku atau tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek serta

permasalahan yang sedang diteliti.

2. Studi Lapangan (field research)

Adalah studi langsung dilapangan dengan menemui obyek penelitian

dan mencari data yang actual dan relevan dengan penelitian. Langkah-

langkah yang digunakan dalam studi lapangan ini adalah:

a.) Wawancara (interview)

Yaitu pengumpulan data dengan cara Tanya jawab secara langsung

dengan orang-orang yang tugas sehari-harinya berkaitan dengan

permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.

52

b.) Dokumentasi

Yaitu mengumpulkan data berupa dokumen, arsip dan data-data

tertulis yang ada diperusahaan untuk memperkuat data yang

diperoleh sebelumnya.

c.) Observasi

Yaitu metode untuk mendapatkan data dan bahan-bahan

keterangan yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan

dari dekat.Hal ini dimaksudkan agar hasil yang diperoleh dari

wawancara dan pegumpulan data dokumentasi dapat sesuai dengan

keadaan yang sebenarnya.

3.5. Data Yang Digunakan

a. Data Primer

Adalah keterangan yang diperoleh langsung dari sumber pertama.

Data ini penulis memperoleh dari observasi maupun interview,

yaitu pimpinan, bagian personalia, serta bagian keuangan pada PT.

Isa Lines Surabaya.

b. Data Sekunder

Pengolahan data melalui bahan-bahan yang telah tersedia darihasil

suatu tinjauan pustaka atau dengan kata lain dari hasil rangkuman

bacaan yang terkait dengan objek kajian, khususnya berkaitan

dengan penelitian.Disamping itu data-data literatur tentang

perpajakan berupa lampiran SPT dan SSP.

53

3.6. Teknik Analisis Data

Dalam mengolah data skripsi ini penulis menggunakan tehnik

analisa baikyang bersifat kuantitatif maupun kualitatif :

1. Analisa Kuantitatif

Analisa yang dilakukan penulis dengan cara melakukan perhitungan

dari obyek yang diteliti (PPh pasal 21 atas gaji karyawan) sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu dengan mengambil

secara sampling dari masing-masing invoice yang menjadi obyek

penelitian tersebut.

2. Analisa Kualitatif

Yaitu analisa yang bersifat memperjelas dan memperkuat analisa

kuantitatif serta memberikan keterangan terhadap data yang bisa

dinyatakan dalam analisa kuantitatif.

54

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

4.1. Penyajian Data

4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Isa Lines adalah sebuah perusahaan ynag bergerak dalam

bidang pelayaran yang kedudukan di Surabaya didirikan berdasarkan Akte

pendirian No. 75 pada tanggal 15 Mei 1989 yang dibuat dihadapan Notaris

Susanti, SH, yang berkedudukan di Surabaya. Perusahaan mengalami

perubahan pengurus dengan Notaris yang sama pada tanggal 3 Nopember

1997 dengan Akte No. 4, kemudian tanggal 3 Maret 1998 terjadi

perubahan pengurus dengan Akte No. 9 oleh Notaris Untung

Darnosoewirjo, SH. Berkedudukan di Surabaya.

Surat Izin Usaha Yang Diperoleh oleh PT. Isa Lines yaitu:

1. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUPP) No. B XXV-1730/AL 58

Tanggal Agustus 1989 oleh pejabat pemerintah Departemen

Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

2. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) No. 13.01.1.61.03897 Tanggal 11

Oktober 2000 oleh Departemen Perdagangan.

3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Adalah No. 1.479.634.6-631.000

54

55

4.1.2. Maksud dan Tujuan Perusahaan

Sesuai dengan Akte tersebut di atas maksud dan tujuan pendirian

PT. Isa Lines adalah berusaha dalam bidang pelayaran, baik pelayaran

dalam negeri maupun luar negeri dan bidang usaha lainnya dalam arti

seluas-luasnya.

4.1.3. Susunan Pengurus

Sesuai dengan Akte Berita Acara Rapat No. 9 tertanggal 3 Maret 1998

dihadapan Notaris Untung Darnosoewirjo, SH. Di Surabaya maka susunan

pengurus Perseroan adalah sebagai berikut:

1. Dewan Komisaris

Komisaris : Fanny The

2. Dewan Direksi

Direktur Utama : Ansori, SH

Direktur : The Edward Thendean

4.2. Analisis Data

4.2.1. Analisis Penghitungan PPh Pasal 21 Karyawan

Menurut UU No.36Pasal 7 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

setiap penghasilan yang diperoleh oleh Wajib Pajak akan dikenakan Pajak

Penghasilan Pasal 21 adalah pajak yang wajib dilakukan terhadap Wajib

Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi yang memiliki penghasilan

sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukannya.

56

Sistem pemotongan dan pemungutan pajak di Indonesia adalah self

assesment, yaitu Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang

harus dibayar. Dalam sistem self assesment ini, PT. Isa Lines selaku

pemberi kerja diberikan tanggung jawab untuk menghitung, memotong,

menyetor dan melaporkan besarnya pajak yang harus dipotong atau disetor

atas penghasilan orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,

jasa dan kegiatan.

Analisis penghitungan, pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21

pada PT. Isa Lines memiliki definisi yang terdiri dari :

1. Wajib Pajak

Adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan

kewajiban perpajakan, termasuk pemungut atau pemotong pajak

tertentu.

2. Penghasilan Bruto

Adalah suatu penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang

mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi

penanaman modal.

Penghasilan Bruto terdiri dari:

a. Gaji

Adalah hak pekerja atau imbalan yang diberikan oleh pengusaha

kepada pekerja atau suatu pekerjaan yang telah

57

dilakukan.Ditetapkan dan dibayar menurut peraturan atau sesuai

perjanjian kerja.

b. Tunjangan Lainnya, uang lembur, dll

PT. Isa Lines memberikan uang lembur kepada karyawannya

apabila karyawannya bekerja melebihi waktu kantor yang telah

ditetapkan.

1. Premi Asuransi

Dalam rangka memberikan perlindungan bagi tenaga kerja

untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang

penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi,

Pengurang Penghasilan Bruto

Pengurang Penghasilan Bruto tediri dari :

a. Biaya jabatan atas penghasilan bruto kecuali bonus, jasa

produksi dan THR. Biaya jabatan ini sebesar 5% dari

penghasilan bruto kecuali bonus, jasa produksi dan THR.

b. Biaya jabatan atas penghasilan pada bonus, jasa produksi

dan THR. Biaya jabatan ini sebesar 5% dari penghasilan

pada bonus, jasa produksi dan THR.

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP )

PTKP adalah sejumlah tertentu penghasilan yang tidak

dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan.

Pada saat seseorang mulai bekerja atau mulai pensiun, untuk

mendapatkan pengurangan PTKP, penerimaan penghasilan harus

58

mmenyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak yang

menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan menjadi

Subjek Pajak dalam negeri. Kewajiban tersebut juga harus

dilaksanakan dalam hal apabila ada perubahan jumlah tanggungan

keluarga menurut keadaan pada setiap permulaan tahun takwim.

Untuk PTKP yang berlaku untuk masa pajak tahun 2009

sampai 2012,Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36/2008

Pasal.7 (yang berlaku sejak januari 2009 s.d desember 2012)

adalah sebagai berikut:

a. Untuk diri Wajib Pajak orang pribadi Rp 15.840.000,00

b. Tambahan untuk wajib pajak yang kawin Rp 1.320.000,00

c. Tambahan untuk penghasilan istri digabung dengan penghasilan

suami Rp 15.840.000, dengan syarat :

1. Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh

dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak

berdasarkan ketentuan dalam undang-undang PPh Pasal 21,

dan

2. Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau

pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga yang lain.

d. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga

semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak

angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3

orang) Rp 1.320.000,00

59

4. Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Adalah sejumlah tertentu penghasilan yang dapat dikenakan

pajak,yang merupakan selisih netto dikurangi dengan Penghasilan

Tidak Kena Pajak (PTKP).

5. Tarif Pajak

Adalah Tarif yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang

terutang.

6. Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Terutang

Adalah suatu pajak yang terutang atas penghasilan yang diperoleh dan

merupakan pajak langsung.

4.2.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Karyawan Tetap

PT. Isa Lines memiliki sebanyak 388 orang karyawan tetap,

dengan kebijakan-kebijakan perusahaan seperti pemberian uang lembur,

(THR) Tunjangan Hari Raya dan Bonus. Dalam menghitung PPh Pasal 21

untuk karyawan tetap, harus diperhatikan terlebih dahulu beberapa tahapan

yang diterapkan dalam penghitungan tersebut agar pajak yang dibayar

karyawan sudah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan .

Tahapan-tahapan tersebut antara lain:

a.) Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan terlebih

dahulu dicari penghasilan netto setahun yang diperoleh dengan

caramengurangi penghasilan netto setahun dengan biaya jabatan,

iuran pensiun, iuran jaminan hari tua yang dibayar oleh karyawan.

60

b.) Setelah menghitung penghasilan netto setahun, selanjutnya yang

perlu dilakukan adalah:

1.) Penghasilan neto setahun selanjutnya dikurangi dengan

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk memperoleh

Penghasilan Kena Pajak (PKP) kemudian dihitung PPh Pasal 21

setahun dengan menggunakan tarif yang berlaku.

2.) Untuk memperoleh jumlah PPh Pasal 21 sebulan, maka jumlah

PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12 (dua belas).

Berikut ini penulis akan membahas penghitungan, pemotongan

PPh Pasal 21 terhadap penghasilan pegawai atau karyawan baik yang

ditanggung perusahaan maupun ditanggung karyawanberdasarkan posisi

atau jabatan yang berbeda terdiri dari 5 (lima) orangdengan status yang

berbeda pula yang dianggap bisa mewakili perusahaan PT. Isa Lines

Surabaya.

61

TABEL IV. 1

DAFTAR GAJI PEGAWAI

BAGIAN DALAM KAPAL KM : ISA RIVER

No Nama Karyawan JABATAN STATUSGaji

Sebulan PTKPTunjangan Kesehatan

premi asuransi sebulan PKP

PPh Pasal 21 Terutang

PPh Pasal 21 Sebulan

1 IBRAHIM HADI NAKHODA K/3 4.000.000 21.120.000 500.000 100.000 28.980.000 1.449.000 120.750 2 HENDRY WARDHANA MUALIM I K/2 2.500.000 19.800.000 300.000 100.000 10.920.000 546.000 45.500 3 YUSDI SAPUTRA CANIAGO MUALIM II K/1 2.500.000 18.840.000 300.000 100.000 11.880.000 594.000 49.500 4 PRABOWO BAGUS SETYANTO MUALIM III K/1 2.500.000 18.840.000 300.000 100.000 12.240.000 612.000 51.000 5 MUHAMAD ZAINURULLAH MAKRONIS K/2 2.500.000 19.800.000 300.000 100.000 10.920.000 546.000 45.500 6 TONO DJANIO KUSNO KKM K/2 4.000.000 19.800.000 400.000 100.000 29.160.000 1.458.000 121.500 7 BAMBANG SAPTO PRIYATNO MASINIS I K/0 2.500.000 17.160.000 200.000 100.000 12.420.000 621.000 51.750 8 RONNY LASAMAHU MASINIS II K/1 1.500.000 18.840.000 300.000 100.000 480.000 24.000 2.000 9 ADITYA TRI PRAYOGO MASINIS III TK/0 2.500.000 15.840.000 300.000 100.000 14.880.000 744.000 62.000 10 SUPRAYOGI BOSUN K/1 1.200.000 18.840.000 200.000 50.000 0 - - 11 FENDI WAHONO JURU MUDI I TK/0 1.200.000 15.840.000 200.000 50.000 0 - - 12 KURNIANTO JURU MUDI II TK/0 1.200.000 15.840.000 200.000 50.000 0 - - 13 USMANDO JURU MUDI III K/0 1.200.000 17.160.000 200.000 50.000 0 - - 14 SULIADI FITTER K/0 1.200.000 17.160.000 200.000 50.000 0 - - 15 YOTAM FOREMAN TK/0 1.200.000 15.840.000 200.000 50.000 0 - - 16 OKTAVIANUS KENDEK ELEC TRICIEN K/1 1.650.000 18.840.000 200.000 100.000 1.050.000 52.500 4.375 17 EKO NOPRIANTO OILER I K/0 1.200.000 17.160.000 200.000 50.000 0 - - 18 KAMETSON OILER II K/2 1.200.000 19.800.000 200.000 50.000 0 - - 19 MARGONO OILER III K/I 1.200.000 18.840.000 200.000 50.000 0 - - 20 MUSTAR KELAS I TK/0 1.000.000 15.840.000 200.000 50.000 0 - - 21 RENDY EKA RAMADANI KELAS II K/1 1.000.000 18.840.000 200.000 50.000 0 - - 22 SUHERMAN KOKI K/2 1.200.000 19.800.000 200.000 50.000 0 - - 23 LESIAN TRISNO EMRAY PELAYAN TK/0 1.000.000 15.840.000 200.000 50.000 0 - - 24 EKO HADI SUSANTO CADET MESIN TK/0 500.000 15.840.000 0 - -

41.650.000 431.520.000 5.700.000 1.650.000 132.930.000 6.646.500 553.875

Menetahui Surabaya, Desember 2012

IFUL NOVIANTO IBRAHIM HADI

PT. ISA LINESDAFTAR GAJI CREW BULAN Desember 2012

Kapal : KM. ISA RIVER

JUMLAH

PERSONALIA NAKHODA

62

TABEL IV. 2

Daftar pegawai yang mewakili perusahaan

PT. Isa Lines yang akan dihitung PPh Pasal 21 nya

Nama Karyawan Jabatan Status Gaji

sebulan PTKP PKP PPh Pasal 21

Bambang

Sapto .P

Masinis I K/0 2.500.000 17.160.000 12.420.000 51.750

Prabowo

Bagus .S

MualimIII K/1 2.500.000 18.840.000 12.240.000 51.000

Tono

Djanio.K

KKM K/2 4.000.000 19.800.000 29.160.000 121.500

Ibrahim

Hadi

Nakhoda K/3 4.000.000 21.120.000 28.980.000 120.750

Aditya

Tri .P

Masinis III TK/0 2.500.000 15.840.000 14.880.000 62.000

63

1. Bambang Sapto Priyatno adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan

gaji sebulan sebesar Rp 2.500.000,00 tunjangan kesehatan Rp 200.000,00 dan

membayar premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00Bambang Sapto

Priyatno sudah menikah tetapi belum mempunyai anak.

Gaji sebulan Rp 2.500.000,00

Tunjangan Kesehatan Rp 200.000,00

Rp 2.700.000,00

Pengurangan:

1 Biaya jabatan: 5% x Rp 2.700.000,00 Rp 135.000,00

2. Premi asuransi Rp 100.000,00

Rp 235.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp 2.465.000,00

Penghasilan neto setahun adalah:

12 x Rp 2.465.000,00 Rp 29.580.000,00

3. PTKP setahun:

- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00

- Tambahan kawin Rp 1.320.000,00

Rp 17.160.000,00

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 12.420.000,00

PPh Pasal 21 terutang:

5% x Rp 12.420.000,00 Rp 621.000,00

PPh Pasal 21 sebulan: Rp 621.000,00 : 12 Rp 51.750,00

Jadi, setiap bulan Bambang Sapto Priyatno harus membayar pajak sebesar Rp

51.750,00

64

2. Prabowo Bagus Setyanto adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan

gaji sebulan sebesar Rp 2.500.000,00 tunjangan kesehatan Rp 300.000,00 dan

membayar premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00 Prabowo Bagus

Setyanto sudah menikah dan mempunyai 1 anak.

Gaji sebulan Rp 2.500.000,00

Tunjangan Kesehatan Rp 300.000,00

Rp 2.800.000,00

Pengurangan:

1. Biaya jabatan: 5% x Rp 2.800,000,00 Rp 140.000,00

2. Premi asuransi Rp 100.000,00

Rp 240.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp 2.560.000,00

Penghasilan neto setahun adalah:

12 x Rp 2.560.000,00 Rp 30.720.000,00

3. PTKP setahun:

- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00

- Tambahan kawin Rp 1.320.000,00

- Tambahan 1 anak Rp 1.320.000,00

Rp 18.480.000,00

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 12.240.000,00

PPh Pasal 21 terutang:

5% x Rp 12.240.000,00 Rp 612.000,00

PPh Pasal 21 sebulan: Rp 612.000,00 : 12 Rp 51.000,00

Jadi, setiap bulan Prabowo Bagus Setyantoharus membayar pajak sebesar

Rp.51.000,00

65

3. Tono Djanio Kusno adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan gaji

sebulan sebesar Rp 4.000.000,00 tunjangan kesehatan Rp 400.000,00 dan

membayar premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00 Tono Djanio Kusno

sudah menikah dan mempunyai 2 anak.

Gaji sebulan Rp 4.000.000,00

Tunjangan Kesehatan Rp 400.000,00

Rp 4.400.000,00

Pengurangan:

1. Biaya jabatan: 5% x Rp 4.400.000,00 Rp 220.000,00

2. Premi asuransi Rp 100.000,00

Rp 320.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp 4.080.000,00

Penghasilan neto setahun adalah:

12 x Rp 4.080.000,00 Rp 48.960.000,00

3. PTKP setahun:

- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00

- Tambahan kawin Rp 1.320.000,00

- Tambahan 2 anak Rp 2.640.000,00

Rp 19.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 29.160.000,00

PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp 29.160.000,00 Rp 1.458.000,00

PPh Pasal 21 sebulan: Rp 1.458.000,00:12 Rp 121.500,00

Jadi, setiap bulan Tono Djanio Kusno harus membayar pajak sebesar Rp 121.500,00

66

4. Ibrahim Hadi adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan gaji sebulan

sebesar Rp 4.000.000,00 tunjangan kesehatan Rp 500.000,00 dan membayar

premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00 Ibrahim Hadi sudah menikah

dan mempunyai 3 anak.

Gaji sebulan Rp 4.000.000,00

Tunjangan Kesehatan Rp 500.000,00

Rp 4.500.000,00

Pengurangan:

1. Biaya jabatan: 5% x Rp 4.500.000,00 Rp 225.000,00

2. Premi asuransi Rp 100.000,00

Rp 325.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp 4.175.000,00

Penghasilan neto setahun adalah:

12 x Rp 4.175.000,00 Rp 50.100.000,00

3. PTKP setahun:

- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00

- Tambahan kawin Rp 1.320.000,00

- Tambahan 3 anak Rp 3.960.000,00

Rp 21.120.000,00

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 28.980.000,00

PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp 28.980.000,00 Rp 1.449.000,00

PPh Pasal 21 sebulan: Rp 1.449.000,00 : 12 Rp 120.750,00

Jadi, setiap bulan Ibrahim Hadi harus membayar pajak sebesar Rp 120.750,00

67

5. Aditya Tri Prayogo adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan gaji

sebulan sebesar Rp 2.500.000,00 tunjangan kesehatan Rp 300.000,00 dan

membayar premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00 Aditya Tri Prayogo

belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan.

Gaji sebulan Rp 2.500.000,00

Tunjangan Kesehatan Rp 300.000,00

Rp 2.800.000,00

Pengurangan:

1. Biaya Jabatan:

5% x Rp 2.800.000,00 Rp 140.000,00

2. Premi Asuransi Rp 100.000,00

Rp 240.000,00

Penghasilan Neto Sebulan Rp 2.560.000,00

Penghasilan Neto Setahun

12 x Rp 2.560.000,00 Rp 30.720.000,00

PTKP Setahun:

- Untuk WP Sendiri Rp 15.840.000,00

Rp 15.840.000,00

Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 14.880.000,00

PPh Pasal 21 terutang:

5% x Rp 14.880.000,00 Rp 744.000,00

PPh Pasal 21 sebulan:Rp 744.000,00 : 12 Rp 62.000,00

Jadi, setiap Aditya Tri Prayogo harus membayar pajak sebesar Rp 62.000,00

68

Catatan :

1. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan

setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang

mempunyai jabatan ataupun tidak.

2. Penghitungan PPh Pasal 21 diatas pegawai yang bersangkutan sudah

memiliki NPWP. Jika dalam hal pegawai yang bersangkutan belum

memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong

sebesar 120% x PPh Pasal 21 sebulan.

Perhitungan pajak ini dihitung sesuai undang-undang perpajakan

No. 36 Tahun 2008. Proses ini diawali dari pembuatan bukti pemotongan

yang dipotong penghasilan bruto dikurangi penghasilan netto dan

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

4.2.3. Alterntif – alternatif Yang Digunakan

Dalam pembahasan penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dibayar

karyawan, terdapat beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk

mengetahui alternatif mana yang dapat menguntungkan bagi semua pihak

perusahaan, pihak karyawan serta pemerintah.

Alternatif-alternatif tersebut antara lain:

1. PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan (Gross Method), yaitu metode

pemotongan pajak dimana karyawan menanggung sendiri jumlah pajak

penghasilannya.

69

2. PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemberi kerja (Net Method), yaitu

metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung pajak

karyawannya.

3. PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak (Gross Up),

Metode yaitu metode pemotongan pajak dimana perusahaan

memberikan tunjangan pajak yang sama besar dengan jumlah pajak

yang dipotong dari karyawan.

PT. Isa Lines dalam melakukan penghitungan PPh Pasal 21 atas

karyawan tetapnya menggunakan metode PPh Pasal 21 ditanggung oleh

pemberi kerja. Lazimnya PT. Isa Lines tidak boleh menanggung pajak

karyawannya, dengan alasan PT. Isa Lines adalah perusahaan yang

bergerak dalam bidang pelayaran. Dengan menanggung pajak penghasilan

karyawan maka penghasilan karyawan akan menjadi semakin kecil

sehingga mengakibatkan Pajak Penghasilan karyawan menjadi

semakinkecil juga, tentu saja hal ini akan merugikan pemerintah. Pada hal

oleh sebab itu PT. Isa Lines sebaiknya mempertimbangkan alternatif

lainnya seperti:

1. PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan

Metode ini adalah metode yang paling ideal bagi setiap perusahaan

begitu juga pada PT. Isa Lines karena metode ini tidak bertentangan

dengan ketentuan. Pada metode ini PPh Pasal 21 terutang akan

ditanggung oleh karyawan itu sendiri sehingga benar-benar

70

mengurangi penghasilan karyawan. Istilah yang sering digunakan

adalah PPh Pasal 21 dipotong oleh perusahaan.

Cara Penghitungan PPh Pasal 21 ditangung oleh karyawan adalah sama

dengan metode penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan.

TABEL IV. 3

Metode PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan

Nama Karyawan PPh Pasal 21

yang terutang

PPh Pasal 21

sebulan

Bambang Sapto Priyatno 621.000 51.750

Prabowo Bagus Setyanto 612.000 51.000

Tono Djanio Kusno 1.458.000 121.500

Ibrahim Hadi 1.449.000 120.750

Aditya Tri Prayogo 744.000 62.000

Dalam metode ini PPh Pasal 21 karyawan yang terutang akan ditanggung

oleh karyawan itu sendiri dengan cara dipotong dari penghasilan sehingga

akan mengurangi penghasilan karyawan itu sendiri.

2. PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak atau tunjangan

sebagian atau tunjangan sepenuhnya/gross-up

Pada metode ini PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan,

maka jumlah tunjangan tersebut akan menambah penghasilan karyawan

dan kemudian baru dikenakan PPh Pasal 21. Perusahaan dapat

memberikan tunjangan PPh Pasal 21 yang besarnya berbeda dengan

71

PPh Pasal 21 yang terutang.Dalam hal besarnya PPh Pasal 21 yang

terutang lebih besar daripada tunjangan PPh Pasal 21, maka

kekurangannya biasa ditanggung karyawan (dipotong) dari karyawan

atau ditanggung perusahaan.Jika kekuranganya ditanggung oleh

perusahaan, maka perlakuan perusahaannya menjadi non deductible

expense.

72

Penyelesaian: 1

Gaji sebulan Rp 2.500.000,00

Tunjangan Kesehatan Rp 300.000,00

Tunjangan Pajak Rp 51.750,00

Penghasilan bruto sebulan Rp2.851.750,00

Pengurangan:

1. Biaya jabatan: 5% x Rp 2.851.750,00 Rp 142.587,50

2. Premi asuransi Rp 100.000,00

Rp 242.587,50

Penghasilan neto sebulan Rp2.609.162,50

Penghasilan neto setahun:

12 x Rp 2.609.162,50 Rp 31.309.950,00

3. PTKP Setahun:

- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00

- Tambahan kawin Rp1.320.000,00

Rp 17.160.000,00

Penghasilan kena pajak Rp 14.149.950,00

PPh Pasal 21 terutang setahun:

5% x Rp 14.149.950,00 Rp707.497,50

PPh Pasal 21 sebulan: Rp 707.497,50 : 12 Rp 59.958,13

Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 59.958,13- Rp

51.750.00 = Rp 8.208,13 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut, yaitu

dipotongkan dari penghasilan bulanan yang bersangkutan atau ditanggung

oleh pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 8.208,13

tersebut ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak, maka jumlah tersebut

bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung

Penghasilan Kena Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.

73

Penyelesaian: 2

Gaji sebulan Rp 2.500.000,00

Tunjangan Kesehatan Rp 300.000,00

Tunjangan Pajak Rp 51.000,00

Penghasilan bruto sebulan Rp 2.851.000,00

Pengurangan:

1. Biaya jabatan: 5% x Rp 2.851.000,00 Rp 142.550,00

2. Premi asuransi Rp 100.000,00

Rp 242.550,00

Penghasilan neto sebulan Rp 2.608.450,00

Penghasilan neto setahun:

12x Rp 2.608.450,00 Rp31.301.400,00

3. PTKP Setahun:

- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00

- Tambahan kawin Rp 1.320.000,00

- Tambahan 1 anak Rp 1.320.000,00

Rp 18.480.000,00

Penghasilan kena pajak Rp 12.821.400,00

PPh Pasal 21 terutang setahun:

5% x Rp 12.821.400,00 Rp 641.070,00

PPh Pasal 21 sebulan: Rp 641.070,00 : 12 Rp 53.422,50

Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 53.422,50 - Rp

51.000,00 = Rp 2.422,50 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut, yaitu

dipotongkan dari penghasilan bulanan yang bersangkutan atau ditanggung oleh

pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 2.422,50 tersebut

ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak maka, jumlah tersebut bukan

merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena

Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.

74

Penyelesaian: 3

Gaji sebulan Rp 4.000.000,00

Tunjangan Kesehatan Rp 400.000,00

Tunjangan Pajak Rp 121.500,00

Penghasilan bruto sebulan Rp4.521.500,00

Pengurangan:

1. Biaya jabatan:5% x Rp 4.521.500,00 Rp226.075,00

2. Premi asuransi Rp 100.000,00

Rp326.075,00

Penghasilan neto sebulan Rp 4.195.425,00

Penghasilan neto setahun:

12 x Rp 4.195.425,00 Rp50.345.100,00

3. PTKP Setahun:

- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00

- Tambahan kawin Rp 1.320.000,00

- Tambahan 2 anak Rp 2.640.000,00

Rp 19.800.000,00

Penghasilan kena pajak Rp 30.545.100,00

PPh Pasal 21 terutang setahun:

5% x Rp 30.545.100,00 Rp1.527.255,00

PPh Pasal 21 sebulan: Rp 1.527.255,00 : 12 Rp 127.271,25

Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 127.271,25 –Rp

121.500,00 = Rp 5.771,25 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut, yaitu

dipotongkan dari penghasilan bulan yang bersangkutan atau ditanggung oleh

pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 5.771,25 tersebut

ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak, maka jumlah tersebut bukan

merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena

Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.

75

Penyelesaian: 4

Gaji sebulan Rp 4.000.000,00

Tunjangan Kesehatan Rp 500.000,00

Tunjangan Pajak Rp 120.750,00

Penghasilan bruto sebulan Rp 4.620.750,00

Pengurangan:

1. Biaya jabatan: 5% x Rp 4.620.750,00 Rp 231.037,50

2. Premi asuransi Rp 100.000,00

Rp 331.037,50

Penghasilan neto sebulan Rp 4.289.712,50

Penghasilan neto setahun:

12 x Rp 4.289.712,50 Rp 51.476.550,00

3. PTKP Setahun:

- Untuk WP sendiri Rp15.840.000,00

- Tambahan kawin Rp 1.320.000,00

- Tambahan 3 anak Rp 3.960.000,00

Rp 21.120.000,00

Penghasilan kena pajak Rp 30.356.550,00

PPh Pasal 21 terutang setahun:

5% x Rp 30.356.550,00 Rp 1.517.827,50

PPh Pasal 21 sebulan:Rp 1.517.827,50 : 12 Rp 126.485,63

Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 126.485,63 - Rp

120.750,00 = Rp 5.735,63 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut yaitu

dipotongkan dari penghasilan bulan yang bersangkutan atau ditanggung oleh

pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 5.735,63 tersebut

ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak, maka jumlah tersebut bukan

merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena

Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.

76

Penyelesaian: 5

Gaji sebulan Rp 2.500.000,00

Tunjangan Kesehatan Rp 300.000,00

Tunjangan Pajak Rp 62.000,00

Penghasilan bruto sebulan Rp 2.862.000,00

Pengurangan:

4. Biaya jabatan:5% x Rp 2.862.000,00 Rp 143.100,00

5. Premi asuransi Rp 100.000,00

Rp243.100,00

Penghasilan neto sebulan Rp 2.618.900,00

Penghasilan neto setahun:

12 x Rp 2.618.900,00 Rp31.426.800,00

6. PTKP Setahun:

- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00

Rp 15.840.000,00

Penghasilan kena pajak Rp 15.586.800,00

PPh Pasal 21 terutang setahun:

5% x Rp 15.586.800,00 Rp779.340,00

PPh Pasal 21 sebulan: Rp 779.340,00 : 12 Rp 64.945,00

Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 64.945,00 – Rp

62.000,00= Rp 2.945,00 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut, yaitu

dipotongkan dari penghasilan bulan yang bersangkutan atau ditanggung oleh

pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 2.945,00 tersebut

ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak, maka jumlah tersebut bukan

merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan

Kena Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.

77

TABEL IV. 4

Metode PPh 21 ditunjang sebagian oleh perusahaan atau ditunjang

sepenuhnya / gross-up

Nama Karyawan

PPh Pasal

21 yang

terutang

PPh

Pasal 21

sebulan

Tunjangan

Pajak

Sisa

Tunjangan

Pajak

Bambang Sapto Priyatno 707.498 59.959 51.750 8.209

Prabowo Bagus Setyanto 641.070 53.423 51.000 2.423

Tono Djanio Kusno 1.527.255 127.272 121.500 5.772

Ibrahim Hadi 1.517.828 126.486 120.750 5.736

Aditya Tri Prayogo 779.340 64.945 62.000 2.945

Dalam metode ini, PT. Isa Lines memberikan tunjangan pajak hanya

sebagian sedangkan sisanya akan ditanggung oleh perusahaan ataupun

karyawan itu sendiri. Tunjangan pajak yang sudah diberikan perusahaan

tidak dapat dibiayakan oleh PT. Isa Lines

Selain memberikan tunjangan yang besarnya tidak sama jumlahnya

dengan PPh Pasal 21 yang terutang, perusahaan dapat juga memberikan

tunjangan penuh terhadap karyawannya, dalam hal ini penghitungan PPh

Pasal 21 dilakukan secara gross-up dimana besarnya tunjangan pajak sama

dengan jumlah PPh Pasal 21 terutang untuk masing-masing karyawan.

Tetapi dalam metode gross-up dalam penelitian ini tidak akan dibahas

tentang perhitungannya karena penghitungannya sama dengan PPh Pasal

21 ditunjamg sebagian. Akan tetapi akan dibahas keterangannya saja.

Dalam metode ini PPh Pasal 21 karyawan yang terutang akan

78

ditunjangpenuh oleh perusahaan. Hal ini tentu akan menguntungkan

karyawannya karena penghasilan karyawannya akan bertambah sebesar

PPh Pasal 21 yang terutang sedangkan akan merugikan perusahaan karena

tunjangan pajak yang tadi sudah diberikan perusahaan tidak akan dapat

dibiayakan.

TABEL IV. 5

Daftar PPh Pasal 21 sebulan yang ditanggung perusahaan, karyawan, ditunjang

sebagian atau sepenuhnya/gross-up

Nama Karyawan

PPh Pasal 21 sebulan yang ditanggung perusahaan

PPh Pasal 21 sebulan

yangditanggung karyawan

PPh Pasal 21 sebulan yang

ditunjang sebagian atau sepenuhnya/ grooss-up

Bambang Sapto Priyatno 51.750 51.750 59.959

Prabowo Bagus Setyanto 51.000 51.000 53.423

Tono Djanio Kusno 121.500 121.500 127.272

Ibrahim Hadi 120.750 120.750 126.486

Aditya Tri Prayogo 62.000 62.000 64.945

Jumlah 407.000 407.000 432.085

79

4.3. Implikasi masing-masing metode bagi perusahaan, karyawan dan

pemerintah:

1. Metode Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung perusahaan

Keuntungan:

Bagi karyawan sangat menguntungkan karena penghasilan karyawan

tidak dipotong oleh pajak penghasilan.

Kerugian:

a. Bagi perusahaan PT. Isa Lines merugikan karena perusahaan harus

mengeluarkan biaya tambahan untuk biaya PPh Pasal 21. Pada

contoh yang dilakukan atas lima orang karyawan, PT. Isa Lines

harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 407.000,00tanpa dapat

dibiayakan kembali.Bagi pemerintah merugikan karena dengan

PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan maka penghasilan karyawan

menjadi semakin kecil sehingga PPh Pasal 21 juga semakin kecil.

2. Metode Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Karyawan

Keuntungan:

1. Bagi PT. Isa Lines menguntungkan karena tidak perlu

mengeluarkan biaya untuk membayar Pajak Penghasilan

Karyawan. Pada contoh yang dilakukan atas lima orang

karyawan, PT. Isa Lines tidak harus mengeluarkan biaya sebesar

Rp 407.000,00 untuk membayar pajak penghasilan karyawan,

akan tetapi perusahaan harus menaikkan gaji karyawan. Namun

PT. Isa Lines tidak dapat begitu saja mengganti metode karena

80

pasti akan ada banyak karyawan yang protes karena

penghasilannya menjadi berkurang.

2. Metode ini paling ideal untuk setiap perusahaan karena tidak

melanggar ketentuan Undang-undang perpajakan.

Kerugian:

a. Bagi karyawan akan merugikan karena penghasilan yang diterima

akan menjadi lebih berkurang karena dikurangi oleh Pajak

Penghasilan Pasal 21.

3. Metode Pajak Penghasilan Pasal 21 ditunjang oleh perusahaan

(ditunjang sebagian atau sepenuhnya / gross-up)

Keuntungan:

a. Bagi karyawan menguntungkan karena penghasilan bertambah

besar dengan adanya tunjangan PPh Pasal 21 ini.

b. Bagi pemerintah menguntungkan karena dengan adanya tunjangan

pajak, maka penghasilan karyawan menjadi semakin besar dan

Pajak Penghasilan Pasal 21pun semakin besar.

Kerugian:

a. Bagi PT. Isa Lines merugikan karena dilihat dari sisi perusahaan,

biaya perusahaan akan menjadi semakin bertambah karena

perusahaan harus mengeluarkan sejumlah uang untuk pemberian

tunjangan tersebut. Sedangkan biaya yang sudah dikeluarkan

perusahaan tidak dapat dibiayakan lagi.

81

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah melihat alternatif-alternatif diatas, sebaiknya PT. Isa Lines

menggunakan metode Pajak ditanggung oleh karyawan karena metode ini

adalah metode yang paling ideal bagi setiap perusahaan begitu juga pada

PT. Isa Lines karena metode ini tidak bertentangan dengan ketentuan

Undang-Undang perpajakan. Pada metode ini PPh Pasal 21 terutang akan

ditanggung oleh karyawan itu sendiri sehingga benar-benar mengurangi

penghasilan. Istilah yang sering digunakan adalah PPh Pasal 21

ditanggung oleh perusahaan.

Apabila PT. Isa Lines menggunakan metode ini, maka perusahaan

akan merasa diuntungkan karena tidak perlu membayar pajak karyawannya,

tetapi bagi karyawan pun tentu karyawan tidak akan merasa keberatan

apabila metode Pajak Penghasilan yang tadinya ditanggung perusahaan

diubah menjadi ditanggung karyawan asalkan karyawan diberi pengertian

dan PT. Isa Lines memberikan tambahan penghasilan atau tunjangan

tambahan lainnya agar karyawan tidak merasa dirugikan. Dalam kasus ini

penulis menyarankan agar gaji karyawan ditambah secara bertingkat agar

karyawan tidak merasa terlalu dirugikan dan karyawan diberikan tunjangan

lain dalam bentuk natura atau kenikmatan. Sedangkan pemerintah pun juga

81

82

tidak akan merasa keberatan karena metode ini tidak melanggar ketentuan

undang-undang perpajakan.

5.2. Saran

Setelah melihat kesimpulan diatas penulis menyarankan

perusahaanuntuk merubah metode penghitungan Pajak Penghasilan pada

PT. Isa Lines ini dari metode Pajak ditanggung perusahaan menjadi Pajak

ditanggung oleh karyawan, memang awalnya pasti akan terasa sulit karena

metode ini sudah lama disosialisasikan dalam perusahaan tersebut. Bisa

saja terjadi pro dan kotrak dengan adanya perubahan tersebut, dan bisa

saja terjadi kemungkinan karyawan yang tidak setuju atas perubahan ini

menjadi malas bekerja karena merasa penghasilannya menjadi semakin

berkurang. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan memberikan pengertian

pada karyawan, bahwa memang perusahaan ini sudah selazimnya

menghitung pajak karyawan menggunakan metode ini. Dan perusahaan

dapat memberikan tambahan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura

dan kenikmatan lainnya untuk meningkatkan semangat dan kinerja

karyawan.

83

DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Irwansyah, 2010, Review Pajak Orang Pribadi dan Orang Asing,

Salemba Empat, Jakarta.

Mardiasmo, 2011, Perpajakan, C.V. Andi Offset, Yogyakarta.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak

Penghasilan.

Sugiono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, C.V.

Alfabeta, Bandung.

Soemitro, Rochmat, 1992, Dasar-Dasar Hukum Perpajakan dan Pajak

Penghasilan, P.T. Eres Co, Bandung.

Supomo, Bambang dan Indriantoro Nur, 2009, Metodologi Penelitian Bisnis,

BPFE-YOGYAKARTA, Yogyakarta.

Soewadji Jusuf, 2012, Pengantar Metodologi Penelitian, Mitra Wacana Media,

Jakarta.

Tim Pembina Mata Kuliah Metodologi Penelitian Manajemen, Metodologi

Penelitian Manajemen, Universitas Wijaya Putra, Surabaya.

Waluyo, 2000, Perubahan Perundang-Undangan Perpajakan Era Reformasi,

Salemba Empat, Jakarta.

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 1998, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat,

Jakarta.