bab i pendahuluan 1.1. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pajak Penghasilan 21 atau PPh 21 adalah Pajak atas penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek
Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-
Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.Apabila orang
pribadi Subjek Pajak dalam negeri memperoleh penghasilan dan
dikenakan PPh Pasal 21, maka menjadi wajib pajak orang pribadi dalam
negeri. Warga Negara asing (orang asing) yang tinggal atau berniat
tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun termasuk dalam
pengertian wajib pajak orang pribadi dalam negeri, sehingga atas
penghasilan orang asing tersebut apabila lebih dari 183 hari tinggal di
Indonesia merupakan objek PPh Pasal 21. Masa Desember atau masa
pajak tertentu di mana pegawai tetap berhenti bekerja.Dalam Masa Pajak
Desember PPh Pasal 21 dihitung dari Januari atau pegawai mulai bekerja
sampai dengan Desember.Dalam Masa Pajak Tertentu (bagi pegawai
tetap berhenti bekerja) PPh Pasal 21 dihitung dari Januari atau pegawai
mulai bekerja sampai dengan Masa Pajak pegawai tetap berhenti bekerja.
Pemotong PPh Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib
Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban
2
untuk melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan
dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan.
Sebagian besar penerimaan Negara adalah dari sektor pajak.Hal
tersebut dikarenakan sampai detik ini penerimaan Negara dari sektor
pajak masih menjadi prioritas utama untuk mensukseskan dan
melancarkan pembangunan nasional yang terus berkesinambungan. Bagi
Negara pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terpenting yang
akan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran
rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan. Pada dasarnya setiap
orang tidak suka membayar pajak dan berusaha untuk membayar pajak
sekecil mungkin karena dengan membayar pajak berarti mengurangi
kemampuan ekonomis mereka,segala upaya untuk penghematan pajak
dalam perusahaan pun dilakukan dengan memanfaatkan celah-celah
peraturan perpajakan yang ada dengan harapan memperolah laba bersih
setelah pajak.Salah satunya melakukan penghematan PPh badan yang
dapat dilakukan pada biaya-biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan
karyawan.Diantaranya adalah pada PPh Pasal 21 atas penghasilan yang
diterima oleh karyawan.
Ada 3 (tiga) metode yang dapat dipilih oleh perusahaan dalam
menerapkan pemungutan PPh Pasal 21 karyawan yaitu :
3
1. Metode pertama, besarnya PPh Pasal 21 dapat dipotong langsung dari
gaji yang diterima oleh karyawan.
2. Metode kedua yang dapat diterapkan adalah dengan memberikan
tunjangan tambahan yang berupa Tunjangan Pajak. Tunjangan Pajak
yang diberikan akan menambah Penghasilan Kena Pajak (PKP)
karyawan,sehingga PPh Pasal 21 menjadi lebih besar.
3. Metode yang ketiga adalah dengan memberikan tambahan pada
penghasilan bruto karyawan sebesar pajak yang harus ditanggung
karyawan. Metode ini sering dikenal dengan sebutan metode Gross Up.
Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan salah satu pajak langsung yang di
pungut pemerintah pusat atau merupakan pajak Negara yang berasal dari
pendapatan rakyat.Dari berbagai jenis pajak yang ada, Pajak Penghasilan
Pasal 21 merupakan salah satu pajak yang memberikan masukan sangat
besar bagi Negara. Kebijakan pemerintah dalam mengatur Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21 antara lain dengan dikeluarkannya undang-
undang nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan undang-
undang nomor 10 tahun 1994, dan perubahan terakhir dengan undang-
undang nomor 17 tahun 2008. Selanjutnya aturan pelaksanaannya adalah
dengan dikeluarkannya keputusan Direktorat Jendral Pajak No.KEP-
545/PJ/2008 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan
pelaporan PPh Pasal 21 sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan
orang pribadi.
4
Walaupun pajak berpengaruh terhadap aspek kehidupan usaha dan
keputusan bisnis,tidaklah berarti bahwa pajak tersebut tidak dapat
dikendalikan. Dengan memahami secara benar segala ketentuan
peraturan perundang-undangan terus menerus
perubahannya,sesungguhnya pajak tersebut dapat dikelola dengan baik
agar tercapai efisiensi pembayaran pajak,karena suatu pengelolaan pajak
yang efektif merupakan hal yang vital bagi suatu usaha yang berorientasi
kepada keuntungan.
Pengelolaan kewajiban pajak tersebut sering disosialisasikan
dengan suatu elemen dalam suatu perusahaan yang disebut Tax
Management (manajemen pajak). Langkah awal dalam manajemen pajak
adalah perencanaan pajak (Tax planning) yakni mengumpulkan dan
melakukan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diselidiki
jenis tindakan penghematan pajak yang dapat dilakukan dan masih tetap
berada dalam bingkaian ketentuan perpajakan.Perubahan undang-undang
pajak yang dilakukan oleh pemerintah dimaksudkan untuk
menyempurnakan system perpajakan yang telah ada, adapun undang-
undang perpajakan yang baru tersebut mulai berlaku tahun 2008.
Wajib pajak yang diperlakukan sebagai subyek dalam system
pemungutan pajak khususnya pada bidang pajak penghasilan (PPh)
disebabkan wajib pajak diberikan kepercayaan penuh oleh negara
(direktorat jendral pajak) untuk menghitung, memperhitungkan,
menbayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang sesuai
5
dengan Self Assetment. Self Assetment adalah keputusan wajib pajak
dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan
Indonesia yang berlaku tersebut.
Dengan sistem pemungutan pajak yang baru atau sering disebut
dengan sistem full self assesment, dimana wajib pajak merupakan subyek
pajak yang diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung dan
melaksanakan sendiri kewajiban perpajakannya. Tax planning adalah
suatu metode yang dapat dilakukan oleh wajib pajak untuk
memaksimalkan penghasilan setelah pajak dengan cara merekayasa agar
beban pajak dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan
peraturan yang ada dalam undang-undang.
Bagi perusahaan, Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan
terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dapat dianggap
sebagai biaya atau beban (expense) dalam menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan. Agar biaya atau beban pajak tersebut dapat
terealisir seminimal mungkin, maka penerapan manajemen pajak yang
efektif melalui perencanaan pajak harus dilaksanakan dengan baik.
Perusahaan adalah suatu organisasi yang didirikan untuk tujuan
mendapat laba (profit oriented) sedangkan negara adalah rumah tangga
besar dimana setiap tahunnya harus menyediakan dana besar untuk
memenuhi segala keperluan yang satu-satunya adalah pembangunan.
Dana-dana negara tersebut diperoleh dari sumber penerimaan negara
yaitu diantara berasal dari penjualan minyak dan gas bumi (migas),
6
pajak, maupun dari pinjaman luar negeri yang kesemuanya itu diatur
dalam anggaran pendapat dan belanja negara (APBN).
Melihat penjabarandiatas penulisan tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pentingnya perhitungan pajak dengan latar belakang
tersebut maka penulis mengambil judul“ANALISISPENGHITUNGAN,
PEMOTONGAN DANPELAPORAN PPh PASAL 21 ATAS
GAJIKARYAWAN PADA PT.ISA LINESSURABAYA”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, permasalahan
yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
“Bagaimana sangat pentingnya menghitung,memotongdan melaporkan
Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT. Isa Lines Surabaya?“ .
1.3. Tujuan Penelitian
“Untuk mengetahui bagaimana cara PT.Isa Lines Surabaya
Menghitung, memotong dan melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 dari
para karyawan?“.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Penelitian Secara Teoritis:
a. Bagi pihak akademik secara langsung dapat melaksanakan fungsinya
sebagai dimensi intelektual yaitu pengabdian pada masyarakat dan
7
laporan yang dibuat penulis dapat dijadikan sebagai penambahan pustaka
di Universitas Wijaya Putra (UWP) dan diharapkan dapat bermanfaat
dikemudian hari.
b. Bagi penulis dapat merealisasikan teori-teori yang telah diperoleh selama
berada dibangku kuliah ke dalam dunia praktek kerja nyata. Disamping
itu setidaknya mahasiswa juga memberikan peran tersendiri bagi instansi
yaitu membantu menyumbangkan pemikiran untuk lebih
mendayagunakan potensi instansi sehingga didapat suatu hasil yang lebih
optimal.
c. Bagi bidang studi akuntansi khususnya jurusan akuntansi perpajakan
dapat mengetahui sampai sejauh mana aplikasi ilmu perpajakan dan
akuntansi sehingga penulis dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi
dunia perekonomian yang semakin berkembang dan memiliki tuntutan
yang besar sekaligus untuk menambah wawasan dan pengetahuan
tentang perpajakan di Indonesia khususnya mengenai PPh Pasal 21.
1.4.2. Manfaat Penelitian Secara Praktis :
a. Manfaat Bagi Perusahaan atau Instansi dapat memanfaatkan hasil dari
sistem yang telah dibuat untuk lebih mendayagunakan potensi instansi
sehingga dapat mengoptimalkan kerja khususnya mengenai
penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan sebagai tolak ukur atas
pelaksanaan penghitungan, pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan
Pasal 21 pada PT. Isa Lines Surabaya.
8
b. Manfaat Bagi Karyawan dapat memberikan informasi secara tertulis
maupun sebagai referensi mengenaicara penghitungan, pemotongan dan
pelaporan PPh Pasal 21 secara baik dan benar.
1.5. Batasan Masalah
Mengingat banyaknya kewajiban perpajakan yang harus
dilakukan perusahaan maka penulisan ini terbatas pada evaluasi
penghitungan, pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
sesuai Undang-Undang perpajakan yang berlaku dan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
9
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Pajak
Pegertian atau definisi pajak bermacam-macam parapakar
perpajakan mengemukakanya berbeda satu sama lain dari waktu ke waktu,
meskipun demikian pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk
merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Pengertian
pajak, yang salah satu pengertian itu dinyatakan oleh R, Santoso
Brotodiharjo dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak yang
dirangkum oleh Waloyu dalam bukunya Perpajakan Indonesia yang
berbunyi sebagai berikut :
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
Sebagai satu perbandingan akan diuraikan pengertianpajak
menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH adalah sebagai berikut :
“ Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak dapat jasa timbal balik (konsentrasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Menurut Undang-undang No. 23 tahun 2007 Pajak adalah
Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
9
10
pajak adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat dipaksakan
berdasarkan Undang-undang dengan tanpa mendapatkan jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang dapat ditunjukkan secara langsung, yang digunakan
untuk membiayai pengeluran umum pemerintah.
2.1.2. Fungsi Pajak
Fungsi pajak secara sederhana adalah untuk menyelenggarakan
kepentingan bersama para warga masyarakat. Berdasarkan ciri-ciri yang
melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terdapat 2 (dua)
fungsi pajak, yaitu:
a. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
Contoh: dimasukkannya pajak dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) sebagai penerimaan dalam negeri.
b. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi.
Contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras
dapat ditekan serta demikian pula dengan barang mewah.
2.1.3. Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan, maka pemunguan pajak harus memenuhi syarat sebagai
11
berikut:
a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuain dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-
undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil.Adil dalam
perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan
merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-
masing.Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan
memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan,
penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada
Majelis Pertimbangan Pajak.
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridi )
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi
Negara maupun warganya.
c. Tidak Menganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
d. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansiil)
Sesuain dengan budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
e. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana
System pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan
12
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.1.4. Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan
justifikasi pemberian hak kepada Negara untuk memungut pajak. Teori-
teori tersebut, yaitu :
a. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak
rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai premi asuransi karena memperoleh jaminan
perlindungan tersebut.
b. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada
kepentinganmasing-masing orang. Semakin besar kepentingan
seseorang terhadap Negara semakin tinggi pajak yang harus dibayar.
c. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya
pajakharus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.
d. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus
selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu
kewajiban.
13
e. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.
Maksudnyamemungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah
tangga masyarakat untuk rumah tangga Negara. Selanjutnya Negara
akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh
masyarakat lebih diutamakan. (Mardiasmo, 2009:4)
2.1.5. Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil
Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku
pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak (WP). Ada 2 macam
hukum pajak yakni:
1. Hukum Pajak Materiil
Memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan,
perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa
yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan
(tarif), segala sesuatu tenang timbul dan hapusnya utang pajak, dan
hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.
2. Hukum Pajak Formil
Memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi
kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini
memuat antara lain:
14
a. Tata cara menyelenggarakan (prosedur) penetapan suatu utang
pajak.
b. Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib
Pajak, mengenai keadaan perbuatan dan peristiwa yang
menimbulkan utang pajak.
c. Kewajiban wajib pajaknya, menyelenggarakan
pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya
mengajukan keberatan dan banding.
2.1.6. Pengelompokan Pajak
2.1.6.1.Menurut Golongannya
1. Pajak Langsung
Adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus
menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
2. Pajak Tidak Langsung
Adalah pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan ke pada pihak
lain
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPn).
15
2.1.6.2.Menurut Sifatnya
1. Pajak Subjektif
Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya dalam
arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
2. pajak Objektif
Yaitu pajak yang berpangkal dari obyeknya tanpa memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai
atas Barang Mewah (PPn dan PPnBM).
2.1.6.3.Menurut Lembaga Pemungutannya
1. Pajak Pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untukmembiayai rumah tangga Negara.
Contoh : Pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan pajak
Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea
Materai.
2. Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.Pajak Daerah terdiri dari:
a. Pajak Propinsi
16
Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Kabupaten/kota
Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.
2.1.7. Tata Cara Pemungutan Pajak
2.1.7.1.Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel yaitu:
1. Stelsel Nyata (Riel Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak (penghasilan yang
nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun
pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat
diketahui.
2. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
Undang-undang, misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama
dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat
ditetapkan besarnya pajak terutang.
3. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel
anggapan pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan, kemudian pada akhir tahun besar pajak disesuaikan dengan
keadaan yang sebenarnya.
17
2.1.7.2.Asas Pemungutan Pajak
1. Asas Tempat Tinggal (Asas Domisili)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib
Pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang
berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.Asas ini berlaku untuk
Wajib Pajak dalam negeri.
2. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
3. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara.Misalnya: pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada
setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat
tinggal di Indonesia.Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri
(WPLN).
2.1.7.3.Sistem Pemungutan Pajak
1. Official Assessment System
Official assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada
18
pada pemerintah (fiskus).
b. Wajib Pajak (WP) bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak
oleh pemerintah (fiskus).
2. Self Assessment System
Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung, membayar,
dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
Ciri-cirinya:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri.
b. Wajib Pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak terutang.
c. Pemerintah (fiskus) tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. Withholding System
Withholding system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
a. Wewenang menetukan besarnya pajak yang terutang ada pada
pihak ketiga, pihak selain pemerintah (fiskus) dan Wajib Pajak.
19
2.1.8. Tarif Pajak
Merupakan angka atau persentase yang digunakan untuk
menghitung jumlah pajak atau jumlah pajak yang terutang. Macam-macam
tarif adalah sebagai berikut :
a. Tarif Tetap
yaitu tarif dengan jumlah atau angka tetap (sama) terhadap berapapun
yang menjadi dasar pengenaan sehingga besarnya pajak yang terutang
tetap.
contoh: besarnya tarif bea meterai untuk cek dan bilyet giro dengan
nilai nominal berapapun jumlahnya adalah sama Rp 1.000,00.
b. Tarif Sebanding (Proporsional)
yaitu tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah
yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang
proporsional terhadap besarnya nilai yang akan dikenakan pajak.
Contoh: PPN sebesar 10 % yang dikenakan terhadap penyerahan suatu
barang kena pajak. Dengan persentase tetap akan menyebabkan jumlah
pajak menjadi lebih besar apabila jumlah dasar pengenaannya semakin
besar.
c. Tarif Meningkat (Progresive)
yaitu tarif dengan persentase yang semakin meningkat (naik) apabila
jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak meningkat (naik).
20
Contoh: Pajak Penghasilan, semakin besar dasar pengenaan pajaknya
maka semakin besar pula persentasenya dan semakin besar pula jumlah
pajaknya.
1. Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
a.) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5%
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d.Rp 250.000.000,00 15%
DiatasRp250.000.000,00s.d.Rp 500.000.000,00 25%
Di atas Rp 500.000.000,00 30%
b.)Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap
(BUT).Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha
Tetap adalah sebesar-besarnya 28% (dua puluh delapan
persen).
d. Tarif Menurun (Degresive)
yaitu tarif dengan persentase yang semakin turun apabila jumlah yang
menjadi dasar pengenaan pajak meningkat (naik).
2.1.9. Fungsi Managemen Pajak
1. Perencanaan Pajak ( Tax Planning )
Perencanaan pajak adalah tahap pertama dalam penghematan pajak.
Strategi penghematan pajak disusun pada saat perencanaan.
Perencanaan pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan Wajib
21
Pajak, karena Wajib Pajak hanya melakukan dengan memanfaatkan hal-
hal yang tidak teratur (loopholes). Rencana pengelakan pajak dapat
ditempuh dengan cara :
a.Mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan
mengenaipengecualian dan potongan atau pengurangan yang
diperkenankan. Contoh pengurangan yang dapat dimanfaatkan untuk
mengurangi pajak dapat dilakukan sebagai berikut, misalnya
menjelang akhir tahun diketahui bahwa jumlah pajak yang akan
terutang cukup besar. Untuk mengurangi jumlah itu, perusahaan
dapat menguranginya dengan menambah biaya misalnya biaya
pendidikan, dan biaya-biaya lainnya.
b. Mendirikan perusahaan dalam 1 jalur usaha sehingga dapat diatur
secara keseluruhan penggunaan tarif pajak, potensi penghasilan,
kerugian dan aktiva yang bisa dihapus.
c. Menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun untuk mencegah
penghasilan tersebut masuk dalam kategori pendapatan yang tarifnya
tinggi. Bila mungkin pembayarannya pajak bisa ditunda. Penghasilan
yang dikenakan tarif 35% dapat dihindarkan dengan cara menunda
penerimaan penghasilan pada tahun bersangkutan.
1.Pelaksanaan Kewajiban Perusahaan
Apabila diketahui jenis dan cara pengelakan pajak, tahap
selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan baik normal
maupun material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban
22
itu telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku.Manajemen
pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan.Jika
pelaksanaan kewajiban perpajakan menyimpang dari peraturan
yang ada maka peraturan itu telah menyimpang dari tujuan
manajemen pajak.Tujuan manajemen pajak sebenarnya adalah agar
perusahaan tidak menyimpang dari ketentuan.
2. Pengendalian Pajak
Pengendalian pajak adalah tahap pekerjaan untuk memastikan
bahwa peraturan perpajakan telah dilaksanakan. Dalam
pengendalian pajak yang penting adalah pengecekan pembayaran
pajak. Akhir dari prosedur perpajakan adalah pembayaran pajak
misalnya, tentu lebih menguntungkan jika perusahaan membayar
pajak pada saat terakhir dari pada penyetorannya dilakukan jauh
sebelumnya. Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika
perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari pada pajak
terutang.
2.1.10. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak penghasilan (PPh) sebelum perundang-undangan perpajakan
tahun 1983 diatur dalam beberapa ketentuan perundang-undangan seperti
yang dikenal dengan pajak pendapatan orang pribadi yang dipungut
berdasarkan ordonasi pajak pendapatan tahun 1984. Selanjutnya sejak
tahun 1984 pajak penghasilan dipungut berdasarkan Undang-undang
23
Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan (PPh). Dalam sejarah
perkembangannya pada Undang-undang PPh ini dilakukan perubahan pada
tahun 1990, tahun 1994, Tahun 2000, dan yang terakhir dilakukan
perubahan pada tahun 2008 dengan Undang-undang adalah pajak yang
dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga Negara.
Contoh : Pajak penghasilan, pajak Pertambahan Nilai, dan pajak Penjualan
atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
2.2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan
kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Fungsi NPWP :
1. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi perpajakan.
2.2.1. Cara memperoleh NPWP
Setiap wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
danwajib pajak badan, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktoral
Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
24
kedudukan wajib pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus
kepadanya diberikan NPWP paling lama satu bulan setelah saat usaha
mulai dijalankan. Apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki
oleh Direktoral Jendral Pajak seorang pribadi atau badan telah memenuhi
syarat untuk memberoleh NPWP, dapat diterbitkan NPWP secara jabatan.
Wajib Pajak selain untuk memperoleh NPWP dapat pula wajib pajak
memperoleh NPWP secara jabatan yaitu apabila berdasarkan data ternyata
orang pribadi atau badan memenuhi syarat untuk diberi NPWP. Oleh
karena itu wajib pajak atau orang yang diberi kuasa khusus untuk
mendaftarkan diri memperoleh NPWP wajib pajak mengisi, mendatangani,
dan menyampaikan formulir pendaftaran ke KPP setempat. Selanjutnya
KPP menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar dengan jangka waktu paling
lama pada hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran serta
persyaratannya diterima secara lengkap.
2.2.2. Pajak Penghasilan Karyawan
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap
penghasilan yang diterima atau diperoleh karyawan berkenaan dengan
penghasilannya.
Menurut UU Nomor 36 tahun 2008 penghasilan adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak
paik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang
25
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun secara umum orang
akan dipekerjakan oleh badan usaha untuk menjalankan usahanya disebut
dengan karyawan. Imbalan yang diterima oleh karyawan atas jasanya
disebut sebagai upah, dan setiap upah yang diterima oleh karyawan baik
itu yang dibayar setiap satu minggu sekali atau satu bulan sekali wajib
dikenakan pajak yang disebut dengan pajak penghasilan karyawan,
sebelum pemotongan pajak penghasilan karyawan terlebih dahulu
mengetahui apa saja yang menjadi unsur pengurang dan penghasilan bruto
dan unsur-unsur tersebut adalah :
1. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang besarnya (5%) dari penghasilan bruto.
2. Iuran yang melekat pada gaji (iuran pensiun) adalah biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun yang besarnya
(5%) dari penghasilan bruto berupa uang pensiun.
3. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah sejumlah penghasilan
yang tidak dikenakan pajak penghasilan.
2.2.3. Cara Menghitungan PPh Pasal 21 karyawan
Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap
terlebih dahulu dicari penghasilana netto sebulan diperoleh dengan cara
mengurangi penghasilan bruto dengan biaya jabatan, iuran pensiun, iuran
tabungan hari tua yang dibayar pegawai.
26
a. Untuk memperoleh penghasilan netto setahun dilakukan dengan cara
penghasilan netto sebulan dikali 12 bulan.
b. Penghasilan netto yang telah disetahunkan kemudian dikurangi
dengan PTKP untuk memperoleh Penghasilan Kena Pajak kemudian
dikalikan dengan tarif pajak pasal 17 UU PPh untuk memperoleh PPh
Pasal 21 sebulan, jumlah PPh pasal 21 setahun dibagi dengan 12
bulan.
Cara menghitung PPh karyawan diawali dengan menentukan jumlah
penghasilan bruto karyawan dan dikurangi dengan unsur pengurang
penghasilan bruto.
Menurut Pasal 6 (1) UU Nomor 17 tahun 2000 yang menjadi unsur
pengurang penghasilan bruto adalah :
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,
gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan
dalam bentuk bunga, uang, sewa,royalti, biaya perjalanan, biaya
pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak
kecuali pajak penghasilan.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun .
3. Iuran dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri
keuangan.
27
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan bunga yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan.
5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia.
7. Biaya beasiswa, magang, dan penelitian.
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat :
- Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial.
- Telah disarankan secara penagihannya kepada pengadilan negeri
atau badan urusan piutang dan lelang Negara (BUPLN) atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang atau
pembebasan utang antara kreditur atau debitur yang bersangkutan.
- Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.
- Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktur Jendral Pajak, yang pelaksanaannya
diatur lebih lanjut dengan keputusan Direktorat jendral Pajak.
2.2.4. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
Adalah batasan dimana penghasilan seseorang tidak kena
pajak,dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi pegawai yang
penghasilannya dibayar bulanan maka konsep PTKP yang diterapkan
28
adalah PTKP dalam hitungan tahunan, terkecuali bagi mereka yang
penghasilannya dibayar harian maka PTKP nya adalah harian.
Besarnya PTKP secara terperinci yang berlaku untuk masa pajak
tahun 2009 sampai 2012,Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36/2008
Pasal7(yang berlaku sejak januari 2009 s.d desember 2012) adalah sebagai
berikut:
Status Keterangan Besarnya PTKP
TK/0 Tidak Kawin Tanpa Tanggungan Rp 15.840.000/tahun
TK/1 Tidak Kawin 1 Tanggungan Rp 17.160.000/tahun
TK/2 Tidak Kawin 2 Tanggungan Rp 18.840.000/tahun
TK/3 Tidak Kawin 3 Tanggungan Rp 19.800.000/tahun
K/0 Kawin Tanpa Tanggungan Rp 17.160.000/tahun
K/1 Kawin 1 Tanggungan Rp 18.840.000/tahun
K/2 Kawin 2 Tanggungan Rp 19.800.000/tahun
K/3 Kawin 3 Tanggungan Rp21.120.000/tahun
K/1/0 Kawin penghasilan istri digabung dengan
penghasilan suami tanpa tanggungan
Rp 33.000.000/tahun
K/1/1 Kawin penghasilan istri digabung dengan
penghasilan suami (1) tanggungan
Rp 34.320.000/tahun
K/1/2 Kawin penghasilan istri digabung dengan
penghasilan suami (2) tanggungan
Rp 35.640.000/tahun
K/1/3 Kawin penghasilan istri digabung dengan
penghasilan suami (3) tanggungan
Rp 36.960.000/tahun
29
Penghitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada awal tahun
Pajak.Penghitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun sebelumnya sudah
bekerja di Indonesia) dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun
takwim (1 januari).Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di
Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut
berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim yang
bersangkutan.
Dalam hal karyawan kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya
untuk dirinya sendiri.Dalam hal karyawati tidak kawin, penguranga PTKP
selain untuk dirinya sendiri juga PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya.
2.2.5. Wajib Pajak PPh Pasal 21
Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang
pribadi yang merupakan
1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua termasuk ahli warisnya.
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktuaris.
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
30
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis,
dan seniman lainnya.
c. Olahragawan.
d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator.
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
f. Penerima jasa dalam segala bidang termasuk teknik computer dan
system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi,
ekonomi dan social serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.
g. Agen iklan.
h. Pengawas atau pengelola proyek.
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang
menjadi perantara.
j. Petugas penjaja barang dagangan.
k. Petugas dinas luar asuransi
l. Distributor perusahaan multi level marketing atau direct selting
dan kegiatan sejenis lainnya.
3. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan antara lain
meliputi :
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan
olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan
perlombaan lainnya.
b. Peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan atau kunjungan kerja.
31
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu.
d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.
e. Peserta kegiatan lainnya.
2.2.6. Objek Pajak PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pension secara
teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan
penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara
sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah
harian,upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang
dibayarkan secara bulanan.
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium,
komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan jasa, dan
kegiatan yang dilakukan.
32
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
7. Penerimaan dalam bentuk nama dan atau kenikmatan lainnya dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh :
a. Bukan wajib pajak
b. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final
atau
c. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan
norma penghitungan khusus (deemed profit).
Penghasilan sebagaimana tersebut diatas yang diterima atau diperoleh
orang pribadi subjek pajak dalam negeri merupakan penghasilan yang
dipotong PPh Pasal 21.Sedangkan apabila diterima atau diperoleh orang
pribadi subjek pajak luar negeri merupakan penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 26.
2.2.7. Subjek Pajak
Adalah subjek pajak atas penghasilan yangditerima atau diperoleh
dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah:
1. a . Orang pribadi
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak
33
2. Badan terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD
dengan nama dan bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana
pensiun, Persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolekif.
3. Badan Usaha Tetap (BUT)
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi :
1. Subjek pajak dalam negeri
Adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau
bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Secara praktis
ini dapat dilihat dalam ketentuan berikut :
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan. Atau juga orang pribadi yang dalam
suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia. Jangka waktu 12 bulan
bukanlah harus dimulai dari bulan januari atau awal tahun
pajak, namun bisa jadi setelahnya. Disamping itu juga tidak
harus secara berturut-turut 183 hari tinggal di Indonesia,
namun bisa jadi secara continue sepanjang jumlahnya
memenuhi 183 hari selama 12 bulan.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
34
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.
2. Subjek Pajak Luar Negeri
a. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan
yang tidak didirikan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
b. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
35
Perbedaan Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri,
antara lain :
Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri
• Dikenakan pajak atas
penghasilan baik yang dierima
atau diperoleh dari Indonesia dan
luar Indonesia.
• Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan neto.
• Tarif pajak yang digunakan
adalah tarif umum (Tarif UU PPh
pasal 17).
• Wajib menyampaikan SPT
• Dikenakan pajak hanya atas
penghasilan yang berasal dari
sumber penghasilan di
Indonesia.
• Dikenakan pajak berdasarkan
dari penghasilan bruto.
• Tarif pajak yang digunakan
adalah tarif sepadan (tarif UU
PPh pasal 26).
• Tidak wajib menyampaikan
SPT
Yang tidak termasuk subjek pajak antara lain :
1. Kantor perwakilan Negara asing
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pajabat lain dari
Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka,
dengan syarat:
a. Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya
di Indonesia.
36
b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi internasional, dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat:
a. Bukan warga Negara Indonesia.
b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain unuk
memperoleh penghasilan di Indonesia.
2.2.8. Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahankemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pension, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
3. Laba usaha;
37
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal;
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha atau reorganisasi
dengan nama dan dalam bentuk apapun;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan,
badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri
keuangan, seperti tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan dan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,
atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
38
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah di bebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembaliaan pajak;
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembaliian utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi;
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan uang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari ponghasilan yang belum
dikenakan pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai ketemtuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. Surplus Bank Indonesia
39
Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi :
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas
seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris,
aktuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta seperti sewa, bunga,
dividen, royalti, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan
dan sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain yaitu penghasilan yang tidak dapat
diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan
diatas, seperti :
a. Keuntungan karena pembebasan utang.
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d. Hadiah undian.
Bagi wajib pajak dalam negeri yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia.Sedangkan bagi wajib pajak luar negeri, yang menjadi objek
pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
Yang tidak termasuk objek pajak yaitu:
a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakatyang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oelh penerima zakat yang berhak atau
40
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama
yang diakui di Indonesia, yang diterima leh lembaga keagamaan
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan peraturan pemerintah;
b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan social termasuk yayasan, koperasi, atau oaring pribadi yang
menjalankan usaha mikro kecil, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
diantara pihak-pihak yang bersangkutan;
1. warisan;
2. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
3. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang
diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan
pajak secara final atau Wajin Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit);
41
1. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
2. deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas (PT) sebagai Wajib Pajak dalam negeri,
koperasi badan usaha milik Negara, atau badan usaha milik
daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan
dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. bagi perseroan terbatas (PT), badan usaha milik Negara dan
badan usaha milik daerah yang menerima deviden,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
3. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
4. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksudkan pada angka 7, dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
5. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-
42
saham, persekutuan, perkumpulan,firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
6. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; dan
b. sahamnya tidak diperdagangkan dibursa efek di Indonesia
7. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan
8. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau
bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada
instansi yang membidanginya yang ditanamkan kembali dalam
bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau
penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama
4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan
43
9. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badana
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan
2.2.9. Prosedur
Prosedur adalah rangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan
secara berulang-ulang dengan cara yang sama.
2.2.10 Surat Pemberitahuan ( SPT )
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah Surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak,
objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) bagi Wajib Pajak Pajak
Pengahasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang dan untuk melaporkan tentang :
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1
(satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak.
c. Harta dan kewajiban dan/atau
44
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau
pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan
penghitungan jumlah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas
barang mewah yang sebenarnya terutang dan melaporkan tentang :
a. Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran dan
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
pengusaha kena pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa
pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan
perpajakan.
Bagi pemotongan atau pemungut pajak fungsi Surat Pemberitahuan
(SPT) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung
jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
2.3. Surat Setoran Pajak (SSP)
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau
telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat
pembayaran yang ditunjukan oleh Menteri Keuangan. Surat Setoran Pajak
(SSP ) berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan
45
oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila
telah mendapatkan validasi.
Pengertian-pengertian yang berhubungan dengan prosedur
penghitungan dan pelaporan PPh Badan Pasal 21 Wajib pajak badan.
1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran
pajak, pemotongan pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah Nomor yang diberikan
kepada wajib pajak sebagai sarana dalam admonistrasi yang
digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak
dalam melakukan hak dan kewajiban perpajakannya.
3. Masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak
untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang
dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang KUP. Masa pajak sama dengan 1 (satu) bulan
kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan peraturan Menteri
keuangan paling lama 3 (tiga) bulan kalender.
4. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat
dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
5. Surat pemberitahuan (SPT) adalah Surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak,
46
objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
6. Surat Pemberitahuan Masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu
masa pajak.
7. Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran
pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran
yang ditunjukan oleh Menteri Keuangan. Surat Setoran pajak
berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh
pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila
telah mendapatkan validasi
47
BAB III
METODE PENELITIAN
Setiap penelitian memerlukan metode, sebagai suatu pola berpikir
dalam memecahkan permasalahan dengan pendekatan ilmiah. Metode
penelitian merupakan suatu rancangan alur atau proses penelitian sehingga
terbentuknya ilmu pengetahuan yang diharapkan. Bentuk ilmu
pengetahuan yang akan dihasilkan dalam penelitian sepenuhnya
tergantung kepada metode penelitian karena metode penelitian
mempengaruhi kualitas ilmu pengetahuan melalui sudut pandang
penggunaan metode yang sesuai akan menambah validitas ilmu
pengetahuan yang dihasilkan.
3.1. Deskripsi Populasi dan Penentuan sampel
3.1.1. Deskripsi Populasi
Didalam setiap penelitian selalu diharapkan pada kesempatan
untuk menentukan populasi.Dengan populasi ini dapat mengetahui
beberapa banyak individu atau obyek yang diteliti.
Menurut Bambang Supomo (2009:115) populasi adalah
“sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai
karakteristik tertentu”.
47
48
Menurut sugiyono (2009:80) populasi adalah “ Keseluruhan obyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditatapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.
Untuk memberikan informasi tentang gambaran terhadap obyek
penelitian pada PT. Isa Lines Surabaya, yang meliputi aspek penelitian
yaitu sebagai berikut :
a. Aspek keuangan, yang meliputi perhitungan, pemotongan dan
pelaporan PPh Pasal 21 sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku
untuk menghindari kesalahan pencatatan yang pada akhirnya dapat
merugikan perusahaan.
b. Aspek teoritis, yang meliputi keterkaitan obyek yang diteliti dengan
teori-teori perpajakan yang berlaku untuk menghindari kesalahan
penyajian dalam menghitung dan melaporan Pajak Penghasilan Pasal
21.
3.1.2. Penentuan Sampel
Menurut Bambang Supomo (2009:115)sampel penelitian adalah
“Sebagian dari elemen-elemen dari populasi”.
Menurut Sugiyono (2009:81) sampel penelitian adalah “Sebagian
dari populasi dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.
Dalam hal ini yang dijadikan sampel dalam penelitian adalah Pajak
Penghasilan Pasal 21 terhadap penyajian laporan pajak.
49
3.1.3. Sumber Data
Dalam hal ini sumber data yang diperoleh penulis adalah dari
bagian perpajakan PT. Isa Lines Surabaya adalah SPT Masa PPh Pasal 21.
3.2. Variabel dan Definisi Operasional Variable
3.2.1. Variabel Penelitian
Pada umumnya penelitian yang sering dilakukan adalah mencari
hubungan antara variable karena dapat mempertahankan dan untuk
mengetahui faktor-faktor dan peristiwa yang akan diteliti.
Menurut Jusuf Soewadji (2012:111) menjelaskan bahwa: “Variabel
adalah suatu konsep yang diturunkan tingkat keabstraksiannya yang
menjadi lebih kongkrit sehingga dapat diamati dan dapat dilakukan
pengukurannya”.
Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Metodologi Penelitian
Manajemen Universitas Wijaya Putra Surabaya Variabel adalah “Konsep
yang mempunyai variasi nilai maksudnya yaitu mempunyai nilai yang
bervariasi baik yang berbentuk numerik atau kategori”.
Sesuai dengan pendapat diatas ada dua variabel yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu variable bebas (independent) dan variable
terikat (dependent).
50
1. VariabelBebas (Independent)
Adalah “variabel yang mempengaruhi timbulnya pokok
penelitian”.Dalam hal ini yang merupakan variabel bebas adalah Pajak
Penghasilan Pasal 21.
2. Variabel Terikat (Dependent)
Adalah “variabel yang timbul dari adanya variabel bebas”.Dalam hal ini
yang merupakan variabel terikat adalah Prosedur Pajak Penghasilan
Pasal 21.
3.3. Definisi Operasional Variabel
Setelah variabel didefinisikan secara operasional terhadap variabel-
variabel tersebut:
1. Pajak Penghasilan Pasal 21
adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan
yang dilakukan oleh orang pribadi.
2. Prosedur
adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan tugas-tugas yang
berhubungan satu sama lain serta merupakan suatu kronologis dan cara
yang telah digariskan atau ditetapkan untuk melaksanakan suatu
51
pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan cara yang
sama.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk lebih mengenal dan memahami masalah yang timbul, maka
perlu diadakan suatu pendekatan dengan cara mengumpulkan data guna
menganalisis dan menarik kesimpulan. Pengumpulan data yang
dilaksanakan secara langsung pada objek penelitian, dalam metode ini ada
beberapa cara yang dilakukan antara lain:
1. Studi Kepustakaan (Library Research)
Yaitu suatu teknik atau cara pengumpulan data dimana penulis
mengadakan penelitian kepustakaan dengan mempelajari literatur,
buku atau tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek serta
permasalahan yang sedang diteliti.
2. Studi Lapangan (field research)
Adalah studi langsung dilapangan dengan menemui obyek penelitian
dan mencari data yang actual dan relevan dengan penelitian. Langkah-
langkah yang digunakan dalam studi lapangan ini adalah:
a.) Wawancara (interview)
Yaitu pengumpulan data dengan cara Tanya jawab secara langsung
dengan orang-orang yang tugas sehari-harinya berkaitan dengan
permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.
52
b.) Dokumentasi
Yaitu mengumpulkan data berupa dokumen, arsip dan data-data
tertulis yang ada diperusahaan untuk memperkuat data yang
diperoleh sebelumnya.
c.) Observasi
Yaitu metode untuk mendapatkan data dan bahan-bahan
keterangan yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan
dari dekat.Hal ini dimaksudkan agar hasil yang diperoleh dari
wawancara dan pegumpulan data dokumentasi dapat sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.
3.5. Data Yang Digunakan
a. Data Primer
Adalah keterangan yang diperoleh langsung dari sumber pertama.
Data ini penulis memperoleh dari observasi maupun interview,
yaitu pimpinan, bagian personalia, serta bagian keuangan pada PT.
Isa Lines Surabaya.
b. Data Sekunder
Pengolahan data melalui bahan-bahan yang telah tersedia darihasil
suatu tinjauan pustaka atau dengan kata lain dari hasil rangkuman
bacaan yang terkait dengan objek kajian, khususnya berkaitan
dengan penelitian.Disamping itu data-data literatur tentang
perpajakan berupa lampiran SPT dan SSP.
53
3.6. Teknik Analisis Data
Dalam mengolah data skripsi ini penulis menggunakan tehnik
analisa baikyang bersifat kuantitatif maupun kualitatif :
1. Analisa Kuantitatif
Analisa yang dilakukan penulis dengan cara melakukan perhitungan
dari obyek yang diteliti (PPh pasal 21 atas gaji karyawan) sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu dengan mengambil
secara sampling dari masing-masing invoice yang menjadi obyek
penelitian tersebut.
2. Analisa Kualitatif
Yaitu analisa yang bersifat memperjelas dan memperkuat analisa
kuantitatif serta memberikan keterangan terhadap data yang bisa
dinyatakan dalam analisa kuantitatif.
54
BAB IV
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
4.1. Penyajian Data
4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Isa Lines adalah sebuah perusahaan ynag bergerak dalam
bidang pelayaran yang kedudukan di Surabaya didirikan berdasarkan Akte
pendirian No. 75 pada tanggal 15 Mei 1989 yang dibuat dihadapan Notaris
Susanti, SH, yang berkedudukan di Surabaya. Perusahaan mengalami
perubahan pengurus dengan Notaris yang sama pada tanggal 3 Nopember
1997 dengan Akte No. 4, kemudian tanggal 3 Maret 1998 terjadi
perubahan pengurus dengan Akte No. 9 oleh Notaris Untung
Darnosoewirjo, SH. Berkedudukan di Surabaya.
Surat Izin Usaha Yang Diperoleh oleh PT. Isa Lines yaitu:
1. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUPP) No. B XXV-1730/AL 58
Tanggal Agustus 1989 oleh pejabat pemerintah Departemen
Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
2. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) No. 13.01.1.61.03897 Tanggal 11
Oktober 2000 oleh Departemen Perdagangan.
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Adalah No. 1.479.634.6-631.000
54
55
4.1.2. Maksud dan Tujuan Perusahaan
Sesuai dengan Akte tersebut di atas maksud dan tujuan pendirian
PT. Isa Lines adalah berusaha dalam bidang pelayaran, baik pelayaran
dalam negeri maupun luar negeri dan bidang usaha lainnya dalam arti
seluas-luasnya.
4.1.3. Susunan Pengurus
Sesuai dengan Akte Berita Acara Rapat No. 9 tertanggal 3 Maret 1998
dihadapan Notaris Untung Darnosoewirjo, SH. Di Surabaya maka susunan
pengurus Perseroan adalah sebagai berikut:
1. Dewan Komisaris
Komisaris : Fanny The
2. Dewan Direksi
Direktur Utama : Ansori, SH
Direktur : The Edward Thendean
4.2. Analisis Data
4.2.1. Analisis Penghitungan PPh Pasal 21 Karyawan
Menurut UU No.36Pasal 7 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
setiap penghasilan yang diperoleh oleh Wajib Pajak akan dikenakan Pajak
Penghasilan Pasal 21 adalah pajak yang wajib dilakukan terhadap Wajib
Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi yang memiliki penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukannya.
56
Sistem pemotongan dan pemungutan pajak di Indonesia adalah self
assesment, yaitu Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang
harus dibayar. Dalam sistem self assesment ini, PT. Isa Lines selaku
pemberi kerja diberikan tanggung jawab untuk menghitung, memotong,
menyetor dan melaporkan besarnya pajak yang harus dipotong atau disetor
atas penghasilan orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa dan kegiatan.
Analisis penghitungan, pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21
pada PT. Isa Lines memiliki definisi yang terdiri dari :
1. Wajib Pajak
Adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan
kewajiban perpajakan, termasuk pemungut atau pemotong pajak
tertentu.
2. Penghasilan Bruto
Adalah suatu penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal.
Penghasilan Bruto terdiri dari:
a. Gaji
Adalah hak pekerja atau imbalan yang diberikan oleh pengusaha
kepada pekerja atau suatu pekerjaan yang telah
57
dilakukan.Ditetapkan dan dibayar menurut peraturan atau sesuai
perjanjian kerja.
b. Tunjangan Lainnya, uang lembur, dll
PT. Isa Lines memberikan uang lembur kepada karyawannya
apabila karyawannya bekerja melebihi waktu kantor yang telah
ditetapkan.
1. Premi Asuransi
Dalam rangka memberikan perlindungan bagi tenaga kerja
untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang
penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi,
Pengurang Penghasilan Bruto
Pengurang Penghasilan Bruto tediri dari :
a. Biaya jabatan atas penghasilan bruto kecuali bonus, jasa
produksi dan THR. Biaya jabatan ini sebesar 5% dari
penghasilan bruto kecuali bonus, jasa produksi dan THR.
b. Biaya jabatan atas penghasilan pada bonus, jasa produksi
dan THR. Biaya jabatan ini sebesar 5% dari penghasilan
pada bonus, jasa produksi dan THR.
3. Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP )
PTKP adalah sejumlah tertentu penghasilan yang tidak
dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan.
Pada saat seseorang mulai bekerja atau mulai pensiun, untuk
mendapatkan pengurangan PTKP, penerimaan penghasilan harus
58
mmenyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak yang
menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan menjadi
Subjek Pajak dalam negeri. Kewajiban tersebut juga harus
dilaksanakan dalam hal apabila ada perubahan jumlah tanggungan
keluarga menurut keadaan pada setiap permulaan tahun takwim.
Untuk PTKP yang berlaku untuk masa pajak tahun 2009
sampai 2012,Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36/2008
Pasal.7 (yang berlaku sejak januari 2009 s.d desember 2012)
adalah sebagai berikut:
a. Untuk diri Wajib Pajak orang pribadi Rp 15.840.000,00
b. Tambahan untuk wajib pajak yang kawin Rp 1.320.000,00
c. Tambahan untuk penghasilan istri digabung dengan penghasilan
suami Rp 15.840.000, dengan syarat :
1. Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh
dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak
berdasarkan ketentuan dalam undang-undang PPh Pasal 21,
dan
2. Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau
pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga yang lain.
d. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3
orang) Rp 1.320.000,00
59
4. Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Adalah sejumlah tertentu penghasilan yang dapat dikenakan
pajak,yang merupakan selisih netto dikurangi dengan Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP).
5. Tarif Pajak
Adalah Tarif yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang
terutang.
6. Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Terutang
Adalah suatu pajak yang terutang atas penghasilan yang diperoleh dan
merupakan pajak langsung.
4.2.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Karyawan Tetap
PT. Isa Lines memiliki sebanyak 388 orang karyawan tetap,
dengan kebijakan-kebijakan perusahaan seperti pemberian uang lembur,
(THR) Tunjangan Hari Raya dan Bonus. Dalam menghitung PPh Pasal 21
untuk karyawan tetap, harus diperhatikan terlebih dahulu beberapa tahapan
yang diterapkan dalam penghitungan tersebut agar pajak yang dibayar
karyawan sudah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan .
Tahapan-tahapan tersebut antara lain:
a.) Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan terlebih
dahulu dicari penghasilan netto setahun yang diperoleh dengan
caramengurangi penghasilan netto setahun dengan biaya jabatan,
iuran pensiun, iuran jaminan hari tua yang dibayar oleh karyawan.
60
b.) Setelah menghitung penghasilan netto setahun, selanjutnya yang
perlu dilakukan adalah:
1.) Penghasilan neto setahun selanjutnya dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk memperoleh
Penghasilan Kena Pajak (PKP) kemudian dihitung PPh Pasal 21
setahun dengan menggunakan tarif yang berlaku.
2.) Untuk memperoleh jumlah PPh Pasal 21 sebulan, maka jumlah
PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12 (dua belas).
Berikut ini penulis akan membahas penghitungan, pemotongan
PPh Pasal 21 terhadap penghasilan pegawai atau karyawan baik yang
ditanggung perusahaan maupun ditanggung karyawanberdasarkan posisi
atau jabatan yang berbeda terdiri dari 5 (lima) orangdengan status yang
berbeda pula yang dianggap bisa mewakili perusahaan PT. Isa Lines
Surabaya.
61
TABEL IV. 1
DAFTAR GAJI PEGAWAI
BAGIAN DALAM KAPAL KM : ISA RIVER
No Nama Karyawan JABATAN STATUSGaji
Sebulan PTKPTunjangan Kesehatan
premi asuransi sebulan PKP
PPh Pasal 21 Terutang
PPh Pasal 21 Sebulan
1 IBRAHIM HADI NAKHODA K/3 4.000.000 21.120.000 500.000 100.000 28.980.000 1.449.000 120.750 2 HENDRY WARDHANA MUALIM I K/2 2.500.000 19.800.000 300.000 100.000 10.920.000 546.000 45.500 3 YUSDI SAPUTRA CANIAGO MUALIM II K/1 2.500.000 18.840.000 300.000 100.000 11.880.000 594.000 49.500 4 PRABOWO BAGUS SETYANTO MUALIM III K/1 2.500.000 18.840.000 300.000 100.000 12.240.000 612.000 51.000 5 MUHAMAD ZAINURULLAH MAKRONIS K/2 2.500.000 19.800.000 300.000 100.000 10.920.000 546.000 45.500 6 TONO DJANIO KUSNO KKM K/2 4.000.000 19.800.000 400.000 100.000 29.160.000 1.458.000 121.500 7 BAMBANG SAPTO PRIYATNO MASINIS I K/0 2.500.000 17.160.000 200.000 100.000 12.420.000 621.000 51.750 8 RONNY LASAMAHU MASINIS II K/1 1.500.000 18.840.000 300.000 100.000 480.000 24.000 2.000 9 ADITYA TRI PRAYOGO MASINIS III TK/0 2.500.000 15.840.000 300.000 100.000 14.880.000 744.000 62.000 10 SUPRAYOGI BOSUN K/1 1.200.000 18.840.000 200.000 50.000 0 - - 11 FENDI WAHONO JURU MUDI I TK/0 1.200.000 15.840.000 200.000 50.000 0 - - 12 KURNIANTO JURU MUDI II TK/0 1.200.000 15.840.000 200.000 50.000 0 - - 13 USMANDO JURU MUDI III K/0 1.200.000 17.160.000 200.000 50.000 0 - - 14 SULIADI FITTER K/0 1.200.000 17.160.000 200.000 50.000 0 - - 15 YOTAM FOREMAN TK/0 1.200.000 15.840.000 200.000 50.000 0 - - 16 OKTAVIANUS KENDEK ELEC TRICIEN K/1 1.650.000 18.840.000 200.000 100.000 1.050.000 52.500 4.375 17 EKO NOPRIANTO OILER I K/0 1.200.000 17.160.000 200.000 50.000 0 - - 18 KAMETSON OILER II K/2 1.200.000 19.800.000 200.000 50.000 0 - - 19 MARGONO OILER III K/I 1.200.000 18.840.000 200.000 50.000 0 - - 20 MUSTAR KELAS I TK/0 1.000.000 15.840.000 200.000 50.000 0 - - 21 RENDY EKA RAMADANI KELAS II K/1 1.000.000 18.840.000 200.000 50.000 0 - - 22 SUHERMAN KOKI K/2 1.200.000 19.800.000 200.000 50.000 0 - - 23 LESIAN TRISNO EMRAY PELAYAN TK/0 1.000.000 15.840.000 200.000 50.000 0 - - 24 EKO HADI SUSANTO CADET MESIN TK/0 500.000 15.840.000 0 - -
41.650.000 431.520.000 5.700.000 1.650.000 132.930.000 6.646.500 553.875
Menetahui Surabaya, Desember 2012
IFUL NOVIANTO IBRAHIM HADI
PT. ISA LINESDAFTAR GAJI CREW BULAN Desember 2012
Kapal : KM. ISA RIVER
JUMLAH
PERSONALIA NAKHODA
62
TABEL IV. 2
Daftar pegawai yang mewakili perusahaan
PT. Isa Lines yang akan dihitung PPh Pasal 21 nya
Nama Karyawan Jabatan Status Gaji
sebulan PTKP PKP PPh Pasal 21
Bambang
Sapto .P
Masinis I K/0 2.500.000 17.160.000 12.420.000 51.750
Prabowo
Bagus .S
MualimIII K/1 2.500.000 18.840.000 12.240.000 51.000
Tono
Djanio.K
KKM K/2 4.000.000 19.800.000 29.160.000 121.500
Ibrahim
Hadi
Nakhoda K/3 4.000.000 21.120.000 28.980.000 120.750
Aditya
Tri .P
Masinis III TK/0 2.500.000 15.840.000 14.880.000 62.000
63
1. Bambang Sapto Priyatno adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan
gaji sebulan sebesar Rp 2.500.000,00 tunjangan kesehatan Rp 200.000,00 dan
membayar premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00Bambang Sapto
Priyatno sudah menikah tetapi belum mempunyai anak.
Gaji sebulan Rp 2.500.000,00
Tunjangan Kesehatan Rp 200.000,00
Rp 2.700.000,00
Pengurangan:
1 Biaya jabatan: 5% x Rp 2.700.000,00 Rp 135.000,00
2. Premi asuransi Rp 100.000,00
Rp 235.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.465.000,00
Penghasilan neto setahun adalah:
12 x Rp 2.465.000,00 Rp 29.580.000,00
3. PTKP setahun:
- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
- Tambahan kawin Rp 1.320.000,00
Rp 17.160.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 12.420.000,00
PPh Pasal 21 terutang:
5% x Rp 12.420.000,00 Rp 621.000,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 621.000,00 : 12 Rp 51.750,00
Jadi, setiap bulan Bambang Sapto Priyatno harus membayar pajak sebesar Rp
51.750,00
64
2. Prabowo Bagus Setyanto adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan
gaji sebulan sebesar Rp 2.500.000,00 tunjangan kesehatan Rp 300.000,00 dan
membayar premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00 Prabowo Bagus
Setyanto sudah menikah dan mempunyai 1 anak.
Gaji sebulan Rp 2.500.000,00
Tunjangan Kesehatan Rp 300.000,00
Rp 2.800.000,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp 2.800,000,00 Rp 140.000,00
2. Premi asuransi Rp 100.000,00
Rp 240.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.560.000,00
Penghasilan neto setahun adalah:
12 x Rp 2.560.000,00 Rp 30.720.000,00
3. PTKP setahun:
- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
- Tambahan kawin Rp 1.320.000,00
- Tambahan 1 anak Rp 1.320.000,00
Rp 18.480.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 12.240.000,00
PPh Pasal 21 terutang:
5% x Rp 12.240.000,00 Rp 612.000,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 612.000,00 : 12 Rp 51.000,00
Jadi, setiap bulan Prabowo Bagus Setyantoharus membayar pajak sebesar
Rp.51.000,00
65
3. Tono Djanio Kusno adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan gaji
sebulan sebesar Rp 4.000.000,00 tunjangan kesehatan Rp 400.000,00 dan
membayar premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00 Tono Djanio Kusno
sudah menikah dan mempunyai 2 anak.
Gaji sebulan Rp 4.000.000,00
Tunjangan Kesehatan Rp 400.000,00
Rp 4.400.000,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp 4.400.000,00 Rp 220.000,00
2. Premi asuransi Rp 100.000,00
Rp 320.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 4.080.000,00
Penghasilan neto setahun adalah:
12 x Rp 4.080.000,00 Rp 48.960.000,00
3. PTKP setahun:
- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
- Tambahan kawin Rp 1.320.000,00
- Tambahan 2 anak Rp 2.640.000,00
Rp 19.800.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 29.160.000,00
PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp 29.160.000,00 Rp 1.458.000,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 1.458.000,00:12 Rp 121.500,00
Jadi, setiap bulan Tono Djanio Kusno harus membayar pajak sebesar Rp 121.500,00
66
4. Ibrahim Hadi adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan gaji sebulan
sebesar Rp 4.000.000,00 tunjangan kesehatan Rp 500.000,00 dan membayar
premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00 Ibrahim Hadi sudah menikah
dan mempunyai 3 anak.
Gaji sebulan Rp 4.000.000,00
Tunjangan Kesehatan Rp 500.000,00
Rp 4.500.000,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp 4.500.000,00 Rp 225.000,00
2. Premi asuransi Rp 100.000,00
Rp 325.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 4.175.000,00
Penghasilan neto setahun adalah:
12 x Rp 4.175.000,00 Rp 50.100.000,00
3. PTKP setahun:
- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
- Tambahan kawin Rp 1.320.000,00
- Tambahan 3 anak Rp 3.960.000,00
Rp 21.120.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 28.980.000,00
PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp 28.980.000,00 Rp 1.449.000,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 1.449.000,00 : 12 Rp 120.750,00
Jadi, setiap bulan Ibrahim Hadi harus membayar pajak sebesar Rp 120.750,00
67
5. Aditya Tri Prayogo adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan gaji
sebulan sebesar Rp 2.500.000,00 tunjangan kesehatan Rp 300.000,00 dan
membayar premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00 Aditya Tri Prayogo
belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan.
Gaji sebulan Rp 2.500.000,00
Tunjangan Kesehatan Rp 300.000,00
Rp 2.800.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan:
5% x Rp 2.800.000,00 Rp 140.000,00
2. Premi Asuransi Rp 100.000,00
Rp 240.000,00
Penghasilan Neto Sebulan Rp 2.560.000,00
Penghasilan Neto Setahun
12 x Rp 2.560.000,00 Rp 30.720.000,00
PTKP Setahun:
- Untuk WP Sendiri Rp 15.840.000,00
Rp 15.840.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 14.880.000,00
PPh Pasal 21 terutang:
5% x Rp 14.880.000,00 Rp 744.000,00
PPh Pasal 21 sebulan:Rp 744.000,00 : 12 Rp 62.000,00
Jadi, setiap Aditya Tri Prayogo harus membayar pajak sebesar Rp 62.000,00
68
Catatan :
1. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan
setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang
mempunyai jabatan ataupun tidak.
2. Penghitungan PPh Pasal 21 diatas pegawai yang bersangkutan sudah
memiliki NPWP. Jika dalam hal pegawai yang bersangkutan belum
memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong
sebesar 120% x PPh Pasal 21 sebulan.
Perhitungan pajak ini dihitung sesuai undang-undang perpajakan
No. 36 Tahun 2008. Proses ini diawali dari pembuatan bukti pemotongan
yang dipotong penghasilan bruto dikurangi penghasilan netto dan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
4.2.3. Alterntif – alternatif Yang Digunakan
Dalam pembahasan penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dibayar
karyawan, terdapat beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk
mengetahui alternatif mana yang dapat menguntungkan bagi semua pihak
perusahaan, pihak karyawan serta pemerintah.
Alternatif-alternatif tersebut antara lain:
1. PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan (Gross Method), yaitu metode
pemotongan pajak dimana karyawan menanggung sendiri jumlah pajak
penghasilannya.
69
2. PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemberi kerja (Net Method), yaitu
metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung pajak
karyawannya.
3. PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak (Gross Up),
Metode yaitu metode pemotongan pajak dimana perusahaan
memberikan tunjangan pajak yang sama besar dengan jumlah pajak
yang dipotong dari karyawan.
PT. Isa Lines dalam melakukan penghitungan PPh Pasal 21 atas
karyawan tetapnya menggunakan metode PPh Pasal 21 ditanggung oleh
pemberi kerja. Lazimnya PT. Isa Lines tidak boleh menanggung pajak
karyawannya, dengan alasan PT. Isa Lines adalah perusahaan yang
bergerak dalam bidang pelayaran. Dengan menanggung pajak penghasilan
karyawan maka penghasilan karyawan akan menjadi semakin kecil
sehingga mengakibatkan Pajak Penghasilan karyawan menjadi
semakinkecil juga, tentu saja hal ini akan merugikan pemerintah. Pada hal
oleh sebab itu PT. Isa Lines sebaiknya mempertimbangkan alternatif
lainnya seperti:
1. PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan
Metode ini adalah metode yang paling ideal bagi setiap perusahaan
begitu juga pada PT. Isa Lines karena metode ini tidak bertentangan
dengan ketentuan. Pada metode ini PPh Pasal 21 terutang akan
ditanggung oleh karyawan itu sendiri sehingga benar-benar
70
mengurangi penghasilan karyawan. Istilah yang sering digunakan
adalah PPh Pasal 21 dipotong oleh perusahaan.
Cara Penghitungan PPh Pasal 21 ditangung oleh karyawan adalah sama
dengan metode penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan.
TABEL IV. 3
Metode PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan
Nama Karyawan PPh Pasal 21
yang terutang
PPh Pasal 21
sebulan
Bambang Sapto Priyatno 621.000 51.750
Prabowo Bagus Setyanto 612.000 51.000
Tono Djanio Kusno 1.458.000 121.500
Ibrahim Hadi 1.449.000 120.750
Aditya Tri Prayogo 744.000 62.000
Dalam metode ini PPh Pasal 21 karyawan yang terutang akan ditanggung
oleh karyawan itu sendiri dengan cara dipotong dari penghasilan sehingga
akan mengurangi penghasilan karyawan itu sendiri.
2. PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak atau tunjangan
sebagian atau tunjangan sepenuhnya/gross-up
Pada metode ini PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan,
maka jumlah tunjangan tersebut akan menambah penghasilan karyawan
dan kemudian baru dikenakan PPh Pasal 21. Perusahaan dapat
memberikan tunjangan PPh Pasal 21 yang besarnya berbeda dengan
71
PPh Pasal 21 yang terutang.Dalam hal besarnya PPh Pasal 21 yang
terutang lebih besar daripada tunjangan PPh Pasal 21, maka
kekurangannya biasa ditanggung karyawan (dipotong) dari karyawan
atau ditanggung perusahaan.Jika kekuranganya ditanggung oleh
perusahaan, maka perlakuan perusahaannya menjadi non deductible
expense.
72
Penyelesaian: 1
Gaji sebulan Rp 2.500.000,00
Tunjangan Kesehatan Rp 300.000,00
Tunjangan Pajak Rp 51.750,00
Penghasilan bruto sebulan Rp2.851.750,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp 2.851.750,00 Rp 142.587,50
2. Premi asuransi Rp 100.000,00
Rp 242.587,50
Penghasilan neto sebulan Rp2.609.162,50
Penghasilan neto setahun:
12 x Rp 2.609.162,50 Rp 31.309.950,00
3. PTKP Setahun:
- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
- Tambahan kawin Rp1.320.000,00
Rp 17.160.000,00
Penghasilan kena pajak Rp 14.149.950,00
PPh Pasal 21 terutang setahun:
5% x Rp 14.149.950,00 Rp707.497,50
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 707.497,50 : 12 Rp 59.958,13
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 59.958,13- Rp
51.750.00 = Rp 8.208,13 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut, yaitu
dipotongkan dari penghasilan bulanan yang bersangkutan atau ditanggung
oleh pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 8.208,13
tersebut ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak, maka jumlah tersebut
bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.
73
Penyelesaian: 2
Gaji sebulan Rp 2.500.000,00
Tunjangan Kesehatan Rp 300.000,00
Tunjangan Pajak Rp 51.000,00
Penghasilan bruto sebulan Rp 2.851.000,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp 2.851.000,00 Rp 142.550,00
2. Premi asuransi Rp 100.000,00
Rp 242.550,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.608.450,00
Penghasilan neto setahun:
12x Rp 2.608.450,00 Rp31.301.400,00
3. PTKP Setahun:
- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
- Tambahan kawin Rp 1.320.000,00
- Tambahan 1 anak Rp 1.320.000,00
Rp 18.480.000,00
Penghasilan kena pajak Rp 12.821.400,00
PPh Pasal 21 terutang setahun:
5% x Rp 12.821.400,00 Rp 641.070,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 641.070,00 : 12 Rp 53.422,50
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 53.422,50 - Rp
51.000,00 = Rp 2.422,50 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut, yaitu
dipotongkan dari penghasilan bulanan yang bersangkutan atau ditanggung oleh
pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 2.422,50 tersebut
ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak maka, jumlah tersebut bukan
merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena
Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.
74
Penyelesaian: 3
Gaji sebulan Rp 4.000.000,00
Tunjangan Kesehatan Rp 400.000,00
Tunjangan Pajak Rp 121.500,00
Penghasilan bruto sebulan Rp4.521.500,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan:5% x Rp 4.521.500,00 Rp226.075,00
2. Premi asuransi Rp 100.000,00
Rp326.075,00
Penghasilan neto sebulan Rp 4.195.425,00
Penghasilan neto setahun:
12 x Rp 4.195.425,00 Rp50.345.100,00
3. PTKP Setahun:
- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
- Tambahan kawin Rp 1.320.000,00
- Tambahan 2 anak Rp 2.640.000,00
Rp 19.800.000,00
Penghasilan kena pajak Rp 30.545.100,00
PPh Pasal 21 terutang setahun:
5% x Rp 30.545.100,00 Rp1.527.255,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 1.527.255,00 : 12 Rp 127.271,25
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 127.271,25 –Rp
121.500,00 = Rp 5.771,25 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut, yaitu
dipotongkan dari penghasilan bulan yang bersangkutan atau ditanggung oleh
pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 5.771,25 tersebut
ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak, maka jumlah tersebut bukan
merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena
Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.
75
Penyelesaian: 4
Gaji sebulan Rp 4.000.000,00
Tunjangan Kesehatan Rp 500.000,00
Tunjangan Pajak Rp 120.750,00
Penghasilan bruto sebulan Rp 4.620.750,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp 4.620.750,00 Rp 231.037,50
2. Premi asuransi Rp 100.000,00
Rp 331.037,50
Penghasilan neto sebulan Rp 4.289.712,50
Penghasilan neto setahun:
12 x Rp 4.289.712,50 Rp 51.476.550,00
3. PTKP Setahun:
- Untuk WP sendiri Rp15.840.000,00
- Tambahan kawin Rp 1.320.000,00
- Tambahan 3 anak Rp 3.960.000,00
Rp 21.120.000,00
Penghasilan kena pajak Rp 30.356.550,00
PPh Pasal 21 terutang setahun:
5% x Rp 30.356.550,00 Rp 1.517.827,50
PPh Pasal 21 sebulan:Rp 1.517.827,50 : 12 Rp 126.485,63
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 126.485,63 - Rp
120.750,00 = Rp 5.735,63 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut yaitu
dipotongkan dari penghasilan bulan yang bersangkutan atau ditanggung oleh
pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 5.735,63 tersebut
ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak, maka jumlah tersebut bukan
merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena
Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.
76
Penyelesaian: 5
Gaji sebulan Rp 2.500.000,00
Tunjangan Kesehatan Rp 300.000,00
Tunjangan Pajak Rp 62.000,00
Penghasilan bruto sebulan Rp 2.862.000,00
Pengurangan:
4. Biaya jabatan:5% x Rp 2.862.000,00 Rp 143.100,00
5. Premi asuransi Rp 100.000,00
Rp243.100,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.618.900,00
Penghasilan neto setahun:
12 x Rp 2.618.900,00 Rp31.426.800,00
6. PTKP Setahun:
- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
Rp 15.840.000,00
Penghasilan kena pajak Rp 15.586.800,00
PPh Pasal 21 terutang setahun:
5% x Rp 15.586.800,00 Rp779.340,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 779.340,00 : 12 Rp 64.945,00
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 64.945,00 – Rp
62.000,00= Rp 2.945,00 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut, yaitu
dipotongkan dari penghasilan bulan yang bersangkutan atau ditanggung oleh
pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 2.945,00 tersebut
ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak, maka jumlah tersebut bukan
merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan
Kena Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.
77
TABEL IV. 4
Metode PPh 21 ditunjang sebagian oleh perusahaan atau ditunjang
sepenuhnya / gross-up
Nama Karyawan
PPh Pasal
21 yang
terutang
PPh
Pasal 21
sebulan
Tunjangan
Pajak
Sisa
Tunjangan
Pajak
Bambang Sapto Priyatno 707.498 59.959 51.750 8.209
Prabowo Bagus Setyanto 641.070 53.423 51.000 2.423
Tono Djanio Kusno 1.527.255 127.272 121.500 5.772
Ibrahim Hadi 1.517.828 126.486 120.750 5.736
Aditya Tri Prayogo 779.340 64.945 62.000 2.945
Dalam metode ini, PT. Isa Lines memberikan tunjangan pajak hanya
sebagian sedangkan sisanya akan ditanggung oleh perusahaan ataupun
karyawan itu sendiri. Tunjangan pajak yang sudah diberikan perusahaan
tidak dapat dibiayakan oleh PT. Isa Lines
Selain memberikan tunjangan yang besarnya tidak sama jumlahnya
dengan PPh Pasal 21 yang terutang, perusahaan dapat juga memberikan
tunjangan penuh terhadap karyawannya, dalam hal ini penghitungan PPh
Pasal 21 dilakukan secara gross-up dimana besarnya tunjangan pajak sama
dengan jumlah PPh Pasal 21 terutang untuk masing-masing karyawan.
Tetapi dalam metode gross-up dalam penelitian ini tidak akan dibahas
tentang perhitungannya karena penghitungannya sama dengan PPh Pasal
21 ditunjamg sebagian. Akan tetapi akan dibahas keterangannya saja.
Dalam metode ini PPh Pasal 21 karyawan yang terutang akan
78
ditunjangpenuh oleh perusahaan. Hal ini tentu akan menguntungkan
karyawannya karena penghasilan karyawannya akan bertambah sebesar
PPh Pasal 21 yang terutang sedangkan akan merugikan perusahaan karena
tunjangan pajak yang tadi sudah diberikan perusahaan tidak akan dapat
dibiayakan.
TABEL IV. 5
Daftar PPh Pasal 21 sebulan yang ditanggung perusahaan, karyawan, ditunjang
sebagian atau sepenuhnya/gross-up
Nama Karyawan
PPh Pasal 21 sebulan yang ditanggung perusahaan
PPh Pasal 21 sebulan
yangditanggung karyawan
PPh Pasal 21 sebulan yang
ditunjang sebagian atau sepenuhnya/ grooss-up
Bambang Sapto Priyatno 51.750 51.750 59.959
Prabowo Bagus Setyanto 51.000 51.000 53.423
Tono Djanio Kusno 121.500 121.500 127.272
Ibrahim Hadi 120.750 120.750 126.486
Aditya Tri Prayogo 62.000 62.000 64.945
Jumlah 407.000 407.000 432.085
79
4.3. Implikasi masing-masing metode bagi perusahaan, karyawan dan
pemerintah:
1. Metode Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung perusahaan
Keuntungan:
Bagi karyawan sangat menguntungkan karena penghasilan karyawan
tidak dipotong oleh pajak penghasilan.
Kerugian:
a. Bagi perusahaan PT. Isa Lines merugikan karena perusahaan harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk biaya PPh Pasal 21. Pada
contoh yang dilakukan atas lima orang karyawan, PT. Isa Lines
harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 407.000,00tanpa dapat
dibiayakan kembali.Bagi pemerintah merugikan karena dengan
PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan maka penghasilan karyawan
menjadi semakin kecil sehingga PPh Pasal 21 juga semakin kecil.
2. Metode Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Karyawan
Keuntungan:
1. Bagi PT. Isa Lines menguntungkan karena tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk membayar Pajak Penghasilan
Karyawan. Pada contoh yang dilakukan atas lima orang
karyawan, PT. Isa Lines tidak harus mengeluarkan biaya sebesar
Rp 407.000,00 untuk membayar pajak penghasilan karyawan,
akan tetapi perusahaan harus menaikkan gaji karyawan. Namun
PT. Isa Lines tidak dapat begitu saja mengganti metode karena
80
pasti akan ada banyak karyawan yang protes karena
penghasilannya menjadi berkurang.
2. Metode ini paling ideal untuk setiap perusahaan karena tidak
melanggar ketentuan Undang-undang perpajakan.
Kerugian:
a. Bagi karyawan akan merugikan karena penghasilan yang diterima
akan menjadi lebih berkurang karena dikurangi oleh Pajak
Penghasilan Pasal 21.
3. Metode Pajak Penghasilan Pasal 21 ditunjang oleh perusahaan
(ditunjang sebagian atau sepenuhnya / gross-up)
Keuntungan:
a. Bagi karyawan menguntungkan karena penghasilan bertambah
besar dengan adanya tunjangan PPh Pasal 21 ini.
b. Bagi pemerintah menguntungkan karena dengan adanya tunjangan
pajak, maka penghasilan karyawan menjadi semakin besar dan
Pajak Penghasilan Pasal 21pun semakin besar.
Kerugian:
a. Bagi PT. Isa Lines merugikan karena dilihat dari sisi perusahaan,
biaya perusahaan akan menjadi semakin bertambah karena
perusahaan harus mengeluarkan sejumlah uang untuk pemberian
tunjangan tersebut. Sedangkan biaya yang sudah dikeluarkan
perusahaan tidak dapat dibiayakan lagi.
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah melihat alternatif-alternatif diatas, sebaiknya PT. Isa Lines
menggunakan metode Pajak ditanggung oleh karyawan karena metode ini
adalah metode yang paling ideal bagi setiap perusahaan begitu juga pada
PT. Isa Lines karena metode ini tidak bertentangan dengan ketentuan
Undang-Undang perpajakan. Pada metode ini PPh Pasal 21 terutang akan
ditanggung oleh karyawan itu sendiri sehingga benar-benar mengurangi
penghasilan. Istilah yang sering digunakan adalah PPh Pasal 21
ditanggung oleh perusahaan.
Apabila PT. Isa Lines menggunakan metode ini, maka perusahaan
akan merasa diuntungkan karena tidak perlu membayar pajak karyawannya,
tetapi bagi karyawan pun tentu karyawan tidak akan merasa keberatan
apabila metode Pajak Penghasilan yang tadinya ditanggung perusahaan
diubah menjadi ditanggung karyawan asalkan karyawan diberi pengertian
dan PT. Isa Lines memberikan tambahan penghasilan atau tunjangan
tambahan lainnya agar karyawan tidak merasa dirugikan. Dalam kasus ini
penulis menyarankan agar gaji karyawan ditambah secara bertingkat agar
karyawan tidak merasa terlalu dirugikan dan karyawan diberikan tunjangan
lain dalam bentuk natura atau kenikmatan. Sedangkan pemerintah pun juga
81
82
tidak akan merasa keberatan karena metode ini tidak melanggar ketentuan
undang-undang perpajakan.
5.2. Saran
Setelah melihat kesimpulan diatas penulis menyarankan
perusahaanuntuk merubah metode penghitungan Pajak Penghasilan pada
PT. Isa Lines ini dari metode Pajak ditanggung perusahaan menjadi Pajak
ditanggung oleh karyawan, memang awalnya pasti akan terasa sulit karena
metode ini sudah lama disosialisasikan dalam perusahaan tersebut. Bisa
saja terjadi pro dan kotrak dengan adanya perubahan tersebut, dan bisa
saja terjadi kemungkinan karyawan yang tidak setuju atas perubahan ini
menjadi malas bekerja karena merasa penghasilannya menjadi semakin
berkurang. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan memberikan pengertian
pada karyawan, bahwa memang perusahaan ini sudah selazimnya
menghitung pajak karyawan menggunakan metode ini. Dan perusahaan
dapat memberikan tambahan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura
dan kenikmatan lainnya untuk meningkatkan semangat dan kinerja
karyawan.
83
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Irwansyah, 2010, Review Pajak Orang Pribadi dan Orang Asing,
Salemba Empat, Jakarta.
Mardiasmo, 2011, Perpajakan, C.V. Andi Offset, Yogyakarta.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan.
Sugiono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, C.V.
Alfabeta, Bandung.
Soemitro, Rochmat, 1992, Dasar-Dasar Hukum Perpajakan dan Pajak
Penghasilan, P.T. Eres Co, Bandung.
Supomo, Bambang dan Indriantoro Nur, 2009, Metodologi Penelitian Bisnis,
BPFE-YOGYAKARTA, Yogyakarta.
Soewadji Jusuf, 2012, Pengantar Metodologi Penelitian, Mitra Wacana Media,
Jakarta.
Tim Pembina Mata Kuliah Metodologi Penelitian Manajemen, Metodologi
Penelitian Manajemen, Universitas Wijaya Putra, Surabaya.
Waluyo, 2000, Perubahan Perundang-Undangan Perpajakan Era Reformasi,
Salemba Empat, Jakarta.
Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 1998, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat,
Jakarta.