bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...

65
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang ditandai dengan adanya internet, nyatanya telah membawa masyarakat pada babak era baru. Revolusi teknologi informasi dan komunikasi telah menandai di mana infomasi menjadi sebuah komoditi dan kekuatan bagi yang menguasainya.Berbekal informasi, seseorang dapat menangkap peluang dan beragam kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Secara sederhana, siapa saja yang mampu mengelola informasi dengan baik, akan memiliki posisi yang kuat untuk berkembang dan maju. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan manfaat yang siginifikan bagi segala bidang kehidupan manusia, mulai dari bidang sosial, hingga ekonomi dan bisnis.Keberadaan Teknologi dan komunikasi kini telah mempermudah masyarakat dalam melakukan komunikasi dan bisnis. Saat ini, masyarakat sudah makin familiar dengan perangkat TIK serta bersedia memanfaatkannya sesuai dengan bidang yang digeluti. Dalam bidang bisnis misalnya, keberadaan TIK telah memberikan manfaat serta kemajuan penting bagi para pengusaha perempuan. Fenomena tersebut, salah satunya, dapat dilihat dari banyaknya pengusaha perempuan yang melakukan

Upload: dangkhanh

Post on 04-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang ditandai dengan

adanya internet, nyatanya telah membawa masyarakat pada babak era baru. Revolusi

teknologi informasi dan komunikasi telah menandai di mana infomasi menjadi

sebuah komoditi dan kekuatan bagi yang menguasainya.Berbekal informasi,

seseorang dapat menangkap peluang dan beragam kesempatan untuk meningkatkan

kualitas hidupnya. Secara sederhana, siapa saja yang mampu mengelola informasi

dengan baik, akan memiliki posisi yang kuat untuk berkembang dan maju.

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan manfaat yang

siginifikan bagi segala bidang kehidupan manusia, mulai dari bidang sosial, hingga

ekonomi dan bisnis.Keberadaan Teknologi dan komunikasi kini telah mempermudah

masyarakat dalam melakukan komunikasi dan bisnis. Saat ini, masyarakat sudah

makin familiar dengan perangkat TIK serta bersedia memanfaatkannya sesuai dengan

bidang yang digeluti.

Dalam bidang bisnis misalnya, keberadaan TIK telah memberikan manfaat

serta kemajuan penting bagi para pengusaha perempuan. Fenomena tersebut, salah

satunya, dapat dilihat dari banyaknya pengusaha perempuan yang melakukan

2

kegiatan bisnis secara online, baik melalui website,blog, maupun jejaring sosial

lainnya, misalnya facebook, twitter, blackberry, WhatsApp, dan lainnya.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa peranan TIK bagi dunia bisnis telah

membawa angin segar dan arah baru dunia bisnis. Jika dulu seseorang hanya dapat

melakukan aktifitas jual-beli secara konvensional (face to face), kini aktifitas tersebut

dapat dilakukan secara maya. Keberadaan akses internet telah mampu menjadi

jembatan komunikasi antar pengusaha baik dalam kancah domestik maupun

internasional. Tidak hanya itu, bahkan melalui internet tersebut mereka membentuk

kelompok-kelompok tertentu sebagai jaringan bisnis mereka. Misalnya, melalui akun

email, seorang pengusaha dapat membuat mailing list. Hal ini mengakibatkan

penyebaran informasi menjadi sangat cepat,dalam hitungan menit bahkan dalam

hitungan detik sekalipun. Selain itu, wilayah penyebarannya pun tidak hanya dalam

kancah domestik, tetapi juga internasional. Dengan demikian, seorang pengusaha

dapat memasarkan produknya dalam jangkauan yang luas, baik domestik maupun

internasional.

Fenomena tersebut kini terjadi di berbagai negara di dunia, tidak terkecuali di

Indonesia. Di Indonesia, penerapan dan pemanfaatan TIK telah meliputi hampir

semua sektor pembangunan termasuk usaha dan industri. Pada sektor usaha dan

industri, pemanfaatan TIK tidak hanya untuk industri skala besar, tetapi juga

dilakukan untuk usaha mikro kecil dan menengah. Dalan hal ini, TIK berpeluang

3

besar menjadi kunci sukses dalam sektor industri khususnya usaha kecil menengah

(UKM) melalui e-Bussines.

Disadari atau tidak, keberadaan UKM di Indonesia mempunyai peran strategis

di dalam pembangunan ekonomi nasional. UKM terbukti mampu menghadapi krisis

ekonomi global yang imbasnya masih berlangsung hingga sekarang. Meski demikian,

masih banyak UKM di Indonesia yang belum memanfaatkan TIK secara maksimal.

Sebagian besar di antara mereka masih bersifat konvensional. Hal ini sudah

selayaknya menjadi perhatian pemerintah untuk memperkuat peran TIK dalam

pengembangan potensi UKM di Indonesia agar dapat bersaing secara kompetitif.

TIK dan e-commerce menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengusaha

perempuan di banyak negara berkembang. Perempuan merupakan pelaku pasar

terbanyak di bidang usaha mikro kecil dan menengah, karena dapat menghemat

waktu dan uang, sambil meraih pelanggan baru di pasar domestik dan pasar

internasional. Kisah-kisah sukses dalam usaha business-to-consumer (B2C) atau e-

retailing diperoleh dari semua wilayah negara berkembang, yang membuktikan

betapa para perempuan telah memanfaatkan internet untuk memperluas basis

pelanggan mereka di pasaran luar, mampu menggabungkan tugas-tugas rumah tangga

dengan usaha dagang yang lancar. Akan tetapi, sekalipun e-retailing mendapat

sorotan positif, jangkauan dan penyebarannya di bagian-bagian dunia miskin masih

kecil, terutama para perempuan yang bekerja di usaha-mikro dan sektor informal

4

masih jauh dari jangkauan teknologi-teknologi yang baru (BAPPENAS-UNDP, 2010:

10).

Di Sierra Leone, Afrika, misalnya,TIK dapat memecahkan persoalan dan

mengurangi beban yang dihadapi perempuan. Pemanfaatan TIK oleh perempuan

pengusaha kecil dan menengah di negara-negara berkembang mampu membuat usaha

mereka berkembang. Sementara di Tianjin Cina, organisasi bernama Tianjin

Women’s Bussiness Incubator (TWBI) telah memberi kredit lunak kepada kaum

perempuan. Proyek kredit tersebut telah menolong 8.000 perempuan memperoleh

pekerjaan, dan sekitar 2.000 perusahaan kecil kini telah dikelola kaum perempuan,

juga ada pemberian pelatihan dan konsultasi untuk lebih dari 20.000 perempuan.

Kemudian pada tahun 2003, TWBI memenangkan hibah untuk mengembangkan

bisnis melalui TIK. Mereka membuat beragam program, di antaranya pelatihan

penggunaan internet dan membuat website untuk para pengusaha perempuan. Qiu

Hong, misalnya, salah seorang dari peserta pelatihan TIK, yang membuka usaha

dekorasi, sebelumnya hanya 2–3 pelanggan setiap bulan. Pelanggan bertambah

menjadi 10 orang perbulan setelah ia mengambil kelas pelatihan TIK. Pasar untuk

usahanya berkembang lebih cepat dengan bantuan TIK seperti internet (Tanesia,

2005).

Menurut sensus ekonomi BPS pada tahun 2006, jumlah UKM keseluruhan di

Indonesia ada 22.513.552 UKM. Dua tahun berikutnya, di tahun 2008, jumlah usaha

mikro kecil menengah sebesar 46 juta dan 60% pengelolanya perempuan. Dengan

5

jumlah sebesar itu, peran perempuan menjadi cukup besar bagi ketahanan ekonomi

karena mampu menciptakan lapangan kerja baru dan TIK dapat menjadi sarana

efektif untuk pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi. Selain itu, penggunaan

TIK membantu perempuan di beberapa bidang seperti perdagangan dan

kewirausahaan sebagai sumber informasi dan sarana mempromosikan serta

memasarkan produk. Dengan kata lain, TIK dapat menjadi alat yang efektif bagi para

perempuan usaha kecil menengah untuk mengembangkan usahanya. Pemanfaatan

TIK untuk bisnis, dapat dikembangkan seiring maraknya bisnis online berbasis

internet dan banyak perempuan mempergunakan karena lebih fleksibel dalam

menjalankan bisnisnya, dan hal ini telah menjadi sebuah fenomena baru.

Namun demikian, peran perempuan di dalam perkembangan TIK masih

minoritas. Laki-laki masih memegang peranan penting dalam TIK. Perempuan

mendominasi pada posisi administrasi, memasukkan data, operator komputer, dan

sejenisnya, selebihnya dipegang laki-laki. Dengan kata lain, TIK bagi perempuan di

negara berkembang merupakan barang mewah yang sulit dan mustahil diakses.

Faktor-faktor kultural mempengaruhi keterlibatan perempuan dalam pengambilan

keputusan di berbagai tingkat: rumah tangga, desa, bangsa. Sebuah penelitian

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI mengatakan bahwa “di bidang

teknologi, khususnya TIK, masih sangat dekat dengan kaum laki-laki, sedangkan

perempuan seringkali hanya sebagai obyek, padahal kuantitas jumlah perempuan

6

hampir separuh penduduk Indonesia yang merupakan potensi jika diberdayakan

dengan baik” (Pikiran Rakyat, 2010).

Budaya patriarki juga masih terasa dalam bidang teknologi tersebut, masih

terdapat anggapan bahwa TIK menjadi tugas laki-laki, karena jumlah perempuan

yang memakai internet masih sedikit. Menurut McGuire dalam Hermana (2007) hasil

studi yang dilakukan Academy for educational Development memperlihatkan

pengguna internet perempuan hanya 22% di Asia, 38% Amerika Latin, 6% Timur

Tengah, dan hanya sedikit di Afrika. Sementara di Indonesia menurut data indikator

(2005) menyebutkan bahwa yang menggunakan internet di Indonesia masih

didominasi laki-laki (75,86%). Dan perempuan (24,14%). Hal ini menunjukkan

bahwa internet masih dianggap sebagai komoditas kaum laki-laki dan kecenderungan

bersifat maskulin. Pengguna internet dari kalangan perempuan tersebut lebih banyak

berasal dari daerah perkotaan, berpendidikan, dan sebagian besar menggunakan

komputer dalam pekerjaan rutin di kantor.

Bagi masyarakat tradisional, patriarki merupakan hal yang tidak perlu

dipermasalahkan dan selalu dikaitkan dengan kodrat perempuan, bahwa secara

biologis perempuan dan laki-laki berbeda fungsi sosial hingga pekerjaannya. Laki-

laki selalu dikaitkan dengan fungsi dan tugas luar rumah, sedangkan perempuan

mengerjakan tugas domestik. Adanya “diskriminasi” antara laki-laki dan perempuan

telah membawa anggapan yang cenderung membedakan perempuan dan laki-laki

berdasar biologinya bukan pada kemampuannya, hal itu pula yang menimpa

7

perempuan pelaku usaha kecil menengah. Teknologi tidak cukup ramah terhadap

mereka.

Banyak hal yang bisa disebut sebagai penghambat kurang berkembangnya,

menurut Retno (2011), penggunaan TIK di kalangan perempuan usaha kecil

menengah. Pertama, minimnya informasi dan pengetahuan TIK sebagai alat

pendukung pengembangan usaha sehingga membuat pelaku-pelaku ekonomi usaha

kecil semakin jauh dari jangkauan teknologi baru. Hal ini mempengaruhi apresiasi

perempuan usaha kecil terhadap penerapan TIK sebagai sarana pendukung usaha.

Kedua, rendahnya kesempatan dan akses perempuan dalam mendapatkan pendidikan

atau pelatihan terkait TIK. Ketiga, kendala sosial kultural atau lebih tepatnya

persoalan gender. Secara kultural, masyarakat masih melihat bahwa perempuan dirasa

tidak mampu bekerja di ranah teknologi. Umumnya perempuan masih dipandang

lebih baik melakukan pekerjaan domestik, implikasinya ruang perempuan untuk

pekerjaan TIK di sektor formal menjadi terbatas.

Di tengah kompleksnya kondisi perempuan pelaku Usaha Kecil Menengah

(PUKM), ada beberapa organisasi perempuan yang secara intens membekali para

perempuan pelaku usaha kecil menengah dengan kompetensi di bidang TIK yang

tersebar di beberapa daerah.Di Yogyakarta misalnya, salah satu organisasi perempuan

yang melakukan pemberdayaan akses informasi menggunakan TIK bagi perempuan

adalah Jaringan Perempuan Usaha Kecil (Jarpuk) di daerah Bantul Yogyakarta.

8

Jaringan Perempuan Usaha Kecil (Jarpuk) Bantul ini merupakan jaringan

kelompok usaha kecil yang gabungan dari Lembaga Keuangan Perempuan (LKP) di

wilayah Bantul. LKP-LKP yang didampingi oleh Asosiasi Pendamping Perempuan

Usaha Kecil (ASPPUK) ini lahir setelah adanya peristiwa gempa bumi yang terjadi

pada 27 Mei 2006. Pada tahun 2012, tercatat ada 832 orang perempuan yang menjadi

anggota Jarpuk dan tersebar di beberapa wilayah di Yogyakarta, mulai dari

Banguntapan, Pandak, Bambanglipuro, Pundong, Pleret, dan Imogiri.Dari sini dapat

dilihat bahwa Jarpuk sebagai lembaga perempuan usaha kecil (PUK) telah tersebar di

beberapa wilayah dan sudah mempunyai banyak anggota.

Selain lembaga Jarpuk di Yogyakarta, ada organisasi perempuan lainnya

berada di Klaten, Jawa Tengah yang tergabung dalam Koperasi Wanita Setara

(Kopwan Setara) Klaten Jawa Tengah yang berdiri sejak 30 April 1998. Kopwan

Setara juga merupakan salah satu organisasi perempuan pelaku usaha di Klaten yang

menggunakan TIK sebagai strategi pemberdayaan akses informasi perempuan untuk

kegiatannya. Hampir sama dengan Jarpuk, Kopwan Setara juga mempunyai sebaran

di beberapa daerah di Klaten. Hingga pada awal tahun 2013, jumlah anggota Kopwan

Setara mencapai sekitar 2.613 perempuan tergabung dalam 162 kelompok tersebar di

16 kecamatan dan 53 desa. Sebagai sebuah organisasi perempuan yang tergabung

dalam badan koperasi, Kopwan Setara terus berupaya mendorong para anggotanya

untuk mendayagunakan TIK sebagai penunjang aktifitas usaha atau bisnisnya.

9

Selain mempunyai wilayah persebaran anggota yang cukup luas, berdasarkan

data yang peneliti dapatkan, kedua organisasi perempuan tersebut sama-sama berada

di bawah dampingan Combine Resource Institution (CRI) Yogyakarta dalam

melaksanakan program pemberdayaan akses informasi perempuan dengan

menggunakan TIK, CRI adalah sebuah lembaga yang bergerak dalam pemanfaatan

dan pemberdayaan teknologi informasidan komunikasi di masyarakat. CRI

memberikan pelatihan TIK dan fasilitas pendukungnya bagi kedua lembaga diatas.

Dalam melakukan kegiatan pemberdayaan akses informasi terhadap

perempuan, lembaga Jarpuk Bantul dan Kopwan Setara mempunyai perbedaan di

tingkat strategi, dimana lembaga Jarpuk Bantul belum menjadikan TIK sebagai

strategi pemberdayaan perempuan, sementara Kopwan setara Klaten sudah dengan

tegas mengatakan kalau TIK merupakan strategi pemberdayaan perempuan. Hal ini

yang membedakan pola pemberdayaan yang dilakukan oleh kedua lembaga.

Berdasarkan hal ini lah, peneliti tertarik untuk memilih dua organisasi

perempuan tersebut sebagai obyek penelitian. Hemat peneliti, dua organisasi

perempuan tersebut cukup mewakili masing-masing wilayah, yaitu Yogyakarta dan

Klaten, serta dapat dijadikan perbandingan sejauh mana kualitas pemberdayaan TIK

di antara keduanya.

Lebih lanjut, penelitian ini ingin melihat sejauh mana proses pemberdayaan

perempuan dengan menggunakan TIK sebagaimana yang dilaksanakan di Jaringan

10

Perempuan Usaha Kecil (Jarpuk) Bantul, Yogyakarta, dan Koperasi Wanita

(Kopwan) Setara Klaten, Jawa Tengah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang terurai di atas bisa dirumuskan

masalah sebagai berikut :

1.2.1 Sejauh mana teknologi informasi komunikasi (TIK) dapat

memberdayakan akses informasi perempuan terutama pada

pengembangan usaha kecil dan menengah?

1.2.2 Faktor pendukung dan penghambat apa saja yang mempengaruhi

penggunaan atau pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

dalam pemberdayaan akses informasi perempuan khususnya bagi

pengembangan usaha kecil dan menengah tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, serta melalui rumusan masalah yang ada,

penelitian ini bertujuan :

1.3.1 Ingin mengetahui sejauh mana teknologi informasi dan komunikasi

(TIK) dapat memberdayakan akses informasi perempuan terutama

pada pengembangan usaha kecil dan menengah.

1.3.2 Ingin mengetahui faktor pendukung dan penghambat apa saja yang

mempengaruhi penggunaan atau pemanfatan TIK bagi organisasi

11

pemberdayaan perempuan terutama pada pengembangan usaha kecil

dan menengah.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, hasil penelitian diharapkan mampu

memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis diantaranya

1.4.1 Manfaat bagi praktisi.

1.4.1.1 Menjadi masukan dan acuan untuk program pemberdayaan perempuan,

khususnya untuk pemberdayaan akses informasi perempuan baik oleh

Pemerintah, Perguruan Tinggi, NGO, UKM, Ormas, Dsb.

1.4.1.2 Menjadi masukan bagi perempuan pada umumnya dan perempuan pengusaha

kecil menengah khususnya dalam memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi dalam rangka pengembangan diri dan usahanya.

1.4.2 Manfaat teoritis.

Menjadi masukan untuk penelitian lebih lanjut, terutama berkaitan dengan

TIK dan perempuan sekaligus mempertajam aplikasi bagi perkembangan teori

dan/atau konsep pemberdayaan perempuan, khususnya pemberdayaan

kelompok informasi perempuan (KIP) melalui teknologi informasi dan

komunikasi.

12

1.5 Tinjauan Pustaka

Internet adalah bagian yang penting bagi perkembangan TIK. Beberapa studi

tentang internet telah banyak dilakukan, entah manfaat maupun dampaknya. Salah

satunya studi yang dilakukan (Franklin, 2004) menyebutkan dampak dari internet.

Pertama, internet merupakan perpanjangan tangan kapitalisme dan membawa

perubahan radikal terhadap kehidupan. Dengan komunikasi internet, orang selalu

melihat segala sesuatu berdasar kapital. Kedua, internet merupakan produk anti-

sosial, bahkan mampu menciptakan ruang baru dalam penyampaian informasi dan

komunikasi. Kedua hal tersebut adalah dampak dari perkembangan, penggunaan

internet oleh masyarakat yang saat ini dikenal dengan nama cyber community.

Komunitas ini memiliki pendukung sendiri yang berbeda dengan masyarakat yang

tidak menggunakan internet sebagai media komunikasi. Franklin dalam tulisannya

memposisikan internet sebagai sesuatu yang mengubah tatanan kehidupan dalam

masyarakat. Dalam penelitiannya itu Franklin tidak mengulas persoalan

pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan akses informasi melalui komunikasi

dan teknologi internet yang dibahas dalam tesis ini.

Mengambil jalan yang agak berbeda dengan Franklin dalam memposisikan

TIK, termasuk internet, bahwa bicara tentang TIK tidak melulu persoalan

kecanggihan hardware, software, dan atau hal-hal teknis yang terlepas dari aspek-

aspek sosial pengguna teknologi (Noegroho, 2010). Hal yang disoroti tentang

perkembangan teknologi di masyarakat dapat berdampak pada perubahan pola pikir

13

dan tingkah laku. Pendapat tersebut tidak jauh berbeda dengan kesimpulan tesis ini

bahwa TIK dapat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku perempuan dalam

mengembangkan diri dan usahanya, serta organisasi yang melakukan kegiatan, seperti

yang diungkapkan oleh (Noegroho, 2010)“Salah satu dampak yang ditimbulkan

perkembangan teknologi adalah perubahan organisasi dan hubungan sosial dalam

masyarakat “.

Sementara itu (Nugroho, 2002) melihat sistem informasi dalam kerangka

sistem kinerja informasi dan membangun sistem. Sebelum membangun program,

harus dilakukan perencanaan. Kerangka kerja pengembangan sistem informasi itu

terdiri dari perencanaan, analisis, perancangan, implementasi, dan pemeliharaan.

Kelima unsur tersebut adalah “Lingkaran Hidup Sistem Informasi” (Information

System Cycle Life) karena sifat sistem yang selalu diperbaharui. Sekalipun begitu,

pandangan (Nugroho, 2002) tetap penting dan memberikan referensi dan landasan

dalam penelitian ini.

Hampir sama dengan (Nugroho, 2002) adalah hasil survey yang dilakukan

Asia Foundation dan Castle Asia (Hermana, 2010) terhadap 227 usaha kecil dan

menengah di tahun 2002. Hasil survey menunjukkan bahwa 158 usaha atau 69,9%

sudah menggunakan internet dan sebagian besar digunakan oleh usaha kecil untuk

berhubungan dengan pembeli luar negeri. Hal menarik lain dari survey tersebut

bahwa penggunaan TIK oleh pengusaha kecil ternyata bukan sesuatu yang langka,

terutama usaha kecil yang berorientasi ekspor. Bahkan teknologi telepon seluler

14

sudah digunakan oleh sebagian besar pemilik usaha kecil. Memang tingkat adopsi

penggunaan komputer dan internet relatif lebih rendah dibanding telepon seluler.

Untuk itu sudah saatnya dibangun sebuah sistem informasi dalam pengembangan

usaha kecil menengah, seperti yang pernah diungkapkan Adi Nugroho. Perbedaan

dengan penelitian ini adalah penggunaan telepon seluler, komputer dan internet baru

pada tahap penambahan ketrampilan, wawasan dan pemasaran lokal.

Hal yang hampir sama dengan tesis ini adalah studi kasus yang dilakukan di

India (Prasad dan Sfeedevi, 2007) pada sebuah kelompok perempuan self-help yang

menggunakan TIK untuk mengurangi kemiskinan melalui pemberdayaan ekonomi

perempuan miskin dan bagaimana TIK dapat dimanfaatkan perempuan usaha mikro

untuk mempromosikan usahanya. Kelompok self-help usaha mikro mengikuti

pelatihan komputer jangka pendek untuk kepentingan entri data, pengolahan data,

desktop publishing, pendidikan teknologi informasi. Perempuan dilatih mendirikan

usaha mikro dalam kelompok usaha dan tiap kelompok diberi motivasi membuat

usaha mikro, memanfaatkan TIK untuk entri data, pengolahan data, dan pelatihan

teknologi informasi. Dengan memanfaatkan TIK, penghasilan anggota kelompok

setiap bulan terus meningkat. Keberhasilan ini mendorong para pejabat memulai

proyek serupa di tempat yang lain, dan dalam waktu tujuh tahun ada lebih dari 100

ICT usaha mikro telah didirikan. Hal serupa dilakukan oleh Rural Women’s

Association (RWA) di wilayah Afrika Selatan mampu memberdayakan perempuan

serta meningkatkan perekonomian dari anggota-anggotanya dengan membantu

15

memperluas usaha pemasaran dari berbagai usaha kecil yang dikelola oleh mereka

melalui pemanfaatan ICT (Information, Communication dan Technology). RWA

membantu menyediakan berbagai fasilitas dan infrastruktur yang terkait dengan ICT

seperti komputer. telpon, fax, akses internet, serta pelatihan yang terkait dengan

penggunaan teknologi tersebut.

Kembali kepada pendapat (Franklin, 2004) yang menegaskan pengaruh

internet dengan ruang kebebasan yang ada dapat mengubah tatanan kehidupan

masyarakat, melintasi ruang dan menciptakan ruang kebebasan dalam pergaulan. Hal

itu sejalan (Noegroho, 2010) dalam melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh

internet, dan di sisi lain, (Nugroho, 2002) yang menekankan prinsip dan konsep

teknologi informasi dengan melihat urgensi dari pembangunan sistem informasi. Juga

(Prasad dan Sfeedevi, 2010) telah memberikan pengaruh besar pada tesis ini, yakni

pemanfaatan TIK bagi perempuan usaha mikro kecil menengah.

Dari uraian sebelumnya yang tidak tersentuh para ahli adalah akses dan

dampak TIK untuk pengembangan organisasi yang sudah melakukan kegiatan

pemberdayaan perempuan maupun untuk pengembangan perempuan UKM. Studi

yang ada, diberikan pelatihan langsung kepada perempuan yang akan membuat usaha

mikro kecil dengan menggunakan TIK, sehingga target dari pelatihan adalah

perempuan langsung membuat usaha menggunakan TIK, tidak pada organisasi yang

melakukan pemberdayaan perempuan.

16

1.6 Tinjauan Teori

1.6.1 Teknologi Informasi dan Komunikasi

Teknologi merupakan seperangkat alat yang dapat membantu aktivitas

manusia dalam mengurangi ketidakpastian. Teknologi selalu memiliki dua aspek

(Noegroho, 2010), hardware (terdiri dari objek material atau fisik) dan software

(terdiri dari informasi untuk mengoperasikan hardware). Hardware bersifat visible

(dapat dilihat), software bersifat invisible yang terdiri atas perangkat ruang lunak

yang dapat berupa program-program teknologi.

Teknologi juga dapat dibagi dua menurut sifatnya, teknologi informasi dan

komunikasi. Kedua bentuk tersebut tidak dapat dipisahkan. Teknologi informasi

meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu,

manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah

segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan

mentransfer data dari perangkat satu ke perangkat lainnya. Adapun informasi bisa

diartikan sebagai suatu alat yang mampu mempermudah dan memperlancar suatu

pekerjaan (Putranta, 2004). Pendapat lain mengatakan bahwa informasi adalah data

yang telah berubah dan sifatnya menjadi data yang bermanfaat (Fauzi, 2008).

Dalam Oxford English Dictionary, teknologi informasi adalah hardware dan

software. Teknologi informasi seperti yang tercantum dalam kamus tersebut

merupakan definisi yang mencakup keseluruhan teknologi. Teknologi informasi

merupakan teknologi yang menggabungkan komputasi dengan jalur komunikasi

17

kecepatan tinggi yang membawa data, suara, video. Dalam definisi ini, teknologi

informasi tidak hanya terbatas teknologi komputer, tetapi juga termasuk teknologi

telekomunikasi. Dengan kata lain, teknologi informasi adalah hasil konvergensi

antara teknologi komputer dan telekomunikasi. Teknologi komunikasi atau

telekomunikasi merupakan teknologi jarak jauh.

Teknologi informasi merupakan pengembangan teknologi, dan aplikasi dari

komputer dan teknologi yang berbasis komunikasi untuk memproses, menyajikan,

dan mengelolah data dan informasi (Fauzi, 2008: 5). Dengan demikian, teknologi

informasi merupakan teknologi yang memanfaatkan komputer sebagai perangkat

utama untuk mengolah data menjadi informasi bermanfaat. Teknologi informasi dan

komunikasi sering digunakan secara bergantian, meskipun keduanya memiliki makna

berbeda. Teknologi komunikasi fokus pada kajian terhadap teknologi yang membawa

perubahan pada model komunikasi masyarakat. Sedangkan teknologi informasi

melihat teknologi yang memengaruhi format dan signifikansi informasi penggunanya

Teknologi di satu sisi melalui perubahan modelnya mengubah struktur masyarakat

secara makro, dan, di sisi lain mengubah cara-cara pemanfaatan informasi secara

mikro.

Teknologi informasi tidak hanya terbatas teknologi komputer (perangkat keras

dan perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi,

tetapi juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirim informasi (Martin,

1999). Lebih umum, teknologi informasi adalah segala bentuk teknologi yang

18

diterapkan untuk memproses, mengirim informasi dalam bentuk elektronis (Lucas,

2000). Mikro-komputer, komputer mainframe, barcode, perangkat lunak pemroses

transaksi, perangkat lunak lembar kerja (spreadsheet), hingga peralatan komunikasi

dan jaringan merupakan contoh informasi (Kadir, 2000).

Secara garis besar, teknologi informasi dapat dikelompokkan menjadi dua

bagian. Perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Perangkat keras

menyangkut peralatan-peralatan bersifat fisik seperti memori, printer, dan keybord.

Perangkat lunak terkait instruksi-instruksi untuk mengatur perangkat keras agar

bekerja sesuai dengan tujuan instruksi-instruksi tersebut (Bungin, 2006). Teknologi

informasi adalah teknologi yang digunakan dalam menyampaikan dan mengolah

informasi. Teknologi informasi secara lebih mudahnya dipahami sebagai pengolahan

informasi yang berbasis teknologi komputer. Pada intinya istilah teknologi informasi

ialah teknologi yang memanfaatkan komputer sebagai perangkat utama mengolah

data menjadi informasi yang bermanfaat (Supriyanto, 2005).

Teknologi informasi dan komunikasi, menurut Anatta Sannai (Asmani, 2011),

ialah sebuah media atau alat bantu dalam memperoleh pengetahuan antara seorang

dan orang lain. Teknonologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai bagian dari

ilmu pengetahuan dan teknologi secara umum adalah semua teknologi yang

berhubungan dengan pengambilan, penyebaran, serta penyajian informasi

(Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006). TIK, atau dalam Bahasa Inggris

dikenal dengan istilah Information and Communication Technologies (ICT), adalah

19

terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan

menyampaikan informasi. Penyatuan antara teknologi komputer dan teknologi

komunikasi menghasilkan sistem jaringan komputer. Karena pengaruh teknologi

komputer, maka teknologi komunikasi bergerak ke arah teknologi digital. Dengan

demikian batas antara teknologi informasi dan teknologi komunikasi makin lama

makin hilang dan berubah menjadi satu kesatuan sistem.

Definisi di atas memperlihatkan bila teknologi informasi lebih ditekankan

pada hasil data yang diperoleh, sedangkan teknologi komunikasi ditekankan pada

bagaimana suatu hasil data dapat disalurkan, disebarkan, disampaikan ke tempat

tujuan. Dengan demikian, baik teknologi informasi maupun teknologi komunikasi

merupakan dua entitas yang susah dipisahkan dalam fungsinya masing-masing.

Penggabungan teknologi komputer dan telekomunikasi melahirkan fenomena yang

mengubah konfigurasi model komunikasi konvensional dengan melahirkan kenyataan

dalam dimensi ketiga. Dimensi pertama adalah kenyataan keras dalam kehidupan

empiris (hard reality), dimensi kedua merupakan kenyataan dalam kehidupan

simbolik dan nilai-nilai yang dibentuk (soft reality), sedangkan dimensi ketiga

dikenal dengan “kenyataan maya” (virtual reality) yang melahirkan suatu format

masyarakat lain, cyber society (Noegroho, 2010).

Sebelum mengenal internet sebagai produk teknologi, telah hadir media-

media lain sebelumnya seperti koran, radio, film, televisi, komputer, satelit, dan

sebagainya. Dalam perkembangannya, komunikasi dalam sejarah manusia telah

20

mengalami perkembangan melalui empat era: writing, printing, telekomunikasi, dan

komunikasi interaktif (Rogers, 1984). Keempat era tersebut telah jadi dasar bagi

perubahan sistematis dan substansial dalam hampir semua masyarakat. Era internet

sekarang ini membawa masyarakat pada dunia maya, dunia fantasi, tetapi

mempengaruhi realitas kehidupan masyarakat. Salah satu dari istilah teknologi

informasi tersebut internet. Internet di dalam bisnis digunakan untuk pertukaran

informasi, katalog produk dan media promosi, surat elektronik dan buletin boards,

hingga kuesioner elektronik dan mailing list. Internet juga dapat digunakan untuk

berdialog, berdiskusi, dan konsultasi dengan konsumen secara on-line, sehingga

konsumen merasa dilibatkan secara proaktif dan interaktif dalam perancangan,

pengembangan, pemasaran, dan penjualan produk.

Teknologi informasi dan komunikasi, kini telah menjadi bagian hidup dari

masyarakat Indonesia. Penggunaan komputer, telepon genggam, termasuk internet

sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. Data pada tahun 2010 jumlah pengguna internet

di Indonesia mencapai 45 juta orang, hal ini berarti dalam kurun waktu 10 tahun,

jumlah pengguna internet di Indonesia bertambah 43 juta orang. Angka ini akan terus

bertambah, karena Indonesia berkomitmen turut mendukung deklarasi World Summit

on Information Society (WSIS) I di Jenewa tahun 2003 maupun WSIS II di Tunisia

tahun 2005, yang menyatakan bahwa 50% penduduk dunia harus memiliki akses

terhadap informasi (dalam hal ini akses internet) pada tahun 2015 (Oktavia dkk,

2011).

21

Penggabungan teknologi komputer dan telekomunikasi melahirkan fenomena

yang mengubah konfigurasi model komunikasi konvensional dengan melahirkan

kenyataan dalam dimensi ketiga. Dimensi pertama adalah kenyataan keras dalam

kehidupan empiris (hard reality), dimensi kedua merupakan kenyataan dalam

kehidupan simbolik dan nilai-nilai yang dibentuk (soft reality), sedangkan dimensi

ketiga dikenal dengan kenyataan maya (virtual reality) yang melahirkan suatu format

masyarakat lain, cyber society (Noegroho, 2010). Masyarakat cyber society ditandai

dengan berkembangnya internet, yaitu jaringan komputer yang saling terhubung ke

seluruh dunia tanpa mengenal batas teritorial, hukum dan budaya. Untuk itu perlu

pembahasan tersendiri tentang internet.

1.6.2 Internet

Internet (interconnection networking) merupakan jaringan komputer yang

dapat menghubungkan suatu komputer atau jaringan komputer dengan jaringan

komputer lain, sehingga dapat berkomunikasi atau berbagi data tanpa melihat jenis

komputer itu sendiri. Seperti yang diketahui internet merupakan bentuk konvergensi

dari beberapa teknologi penting terdahulu, seperti komputer, televisi, radio, dan

telepon (Bungin, 2006).Internet adalah suatu jaringan komputer global yang

menghubungkan sejumlah besar jaringan komputer-jaringan komputer yang tersebar

di seluruh muka bumi ini dengan menggunakan protokol TCP/IP (Transmission

Control Protocol/Internet Protocol)(Herry & Theo: 354). Internet dapat diartikan

22

sebagai sekumpulan jaringan yang terdiri atas jutaan komputer yang dapat

berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan suatu aturan komunikasi jaringan

komputer yang sama. Pada dasarnya internet merupakan jaringan komputer sangat

besar yang terbentuk dari jaringan-jaringan kecil di seluruh dunia dan saling

terhubung satu sama lain (Raharjo, 2002).

Internet hadir sebagai media yang multifungsi. Komunikasi melalui internet

dapat dilakukan secara interpesonal (misalnya e-mail dan chatting) atau secara

massal, yang dikenal one to many communication (misalnya mailing list). Internet

juga mampu hadir secara real time audio visual seperti pada metoda konvensional

dengan adanya aplikasi teleconference. Berdasarkan hal tersebut, maka internet

sebagai media pendidikan mampu menghadapkan karakteristik yang khas, yaitu:

Sebagai media interpersonal dan massa, bersifat interaktif dan memungkinkan

komunikasi secara sinkron maupun asinkron.

Internet merupakan sebuah media yang digunakan oleh semua orang tanpa

memandang umur dan pendidikan.Orang-orang muda dan yang berpendidikan lebih

sering mengakses internet karena merupakan sumber informasi yang tak terbatas. Di

Amerika Serikat pengguna internet mencapai 75% pada 2003 dan 15% pengguna

internet mengakses dari rumah mereka (Pawit: 2009). Dalam perspektif sosial dan

kebudayaan, setiap introduksi atau jenis teknologi ke dalam suatu masyarakat pasti

akan mendorong berlangsungnya berbagai perubahan. Apa yang kemudian dikenal

dengan e-commerce, cyberspace, cybersex merupakan contoh dari perubahan radikal.

23

Secara ekonomis, dalam beberapa hal internet boleh jadi telah membawa akibat

berupa efisiensi waktu dan penghematan biaya yang sangat besar.

Pembahasan tentang Internet sangat luas, karena perkembangan TIK sangat

didukung dengan adanya Internet dan sejarah berjalannya. Internet dapat diartikan

sebagai sekumpulan jaringan yang terdiri atas jutaan komputer yang dapat

berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan suatu aturan komunikasi jaringan

komputer yang sama. Baudrillard (2001) menyebutkan bahwa di dunia cyberspace,

setiap tindakan dan aktivitas berinternet yang dilakukan user, memiliki nilai tukar.

Semua aktivitas di dunia internet dapat dipertukarkan dan memiliki nilai strategis

untuk dikapitalkan, hal ini terwujud dari adanya bisnis pay per click, pay per million

dan cost per million. Menurut Leary, cyberspace adalah sebuah ruang yang terbentuk

oleh sistem kendali informasi dan data, yang didalamnya setiap orang dapat

menavigasi dirinya sendiri di dalam jagad raya dengan kemungkinan tak berbatas.

‘’Menavigasi diri sendiri”, dapat diartikan sebagai aktivitas menggunakan berbagai

sarana yang disediakan oleh sistem komputer (ikon, inbox, e-mail, situs) untuk

kepentingan diri sendiri, tanpa bergantung pada orang atau otoritas lain.

Teknologi Internet merupakan modus baru dalam pendistribusian informasi

dan ilmu pengetahuan. Akses ke jaringan Internet sedang menjadi trend di

masyarakat, perkembangan akan terus berjalan sesuai dengan sejarahnya. Menurut

Daryanto (2010) tentang sejarah perkembangan internet yaitu : Pada mulanya internet

dibantu sepenuhnya oleh dana riset kementrian pertahanan Amerika untuk

24

membangun sebuah cyberspace. Kemudian tetap berfungsi dalam perang dunia II

yang diberi nama ARPAnet (Advanced Research Project Agency Network). Kata

cyberspace sendiri awalnya diperkenalkan oleh Williom Gibson dalam Novel Sains

Fiksi yang berjudul “Neuromancer” untuk menggambarkan ruang konseptual, suatu

lokasi kata-kata dan data, hubungan antar pribadi dan kekuasan diungkapkannya

melalui teknologi komunikasi dengan perangkat komputer. Pada akhir tahun 80-an

ARPAnet pecah menjadi dua kubu, yaitu MilNet untuk kepentingan militer dan

internet untuk sipil.Untuk Milnet tidak pernah ada yang mengetahuinya karena

dipergunakan secara rahasia oleh militer, sementara internet penuh keterbukaan dan

mempunyai banyak peminat di seluruh dunia”.

Keberhasilan Internet tidak terlepas dari perangkat lunaknya, terutama

protocol TCP/IP yang memungkinkan segala jenis komputer dapat terkoneksi.Bahkan

teknologi jaringan dan komputer sesudahnya masih dapat terkoneksi ke Internet.

Fasilitas komunikasi dasar Internet ini dirancang dengan sifat umum, efisien, serta

fleksibel sehingga hampir semua aplikasi jaringan yang lain dapat diterapkan. Oleh

karena rancangannya bersifat umum maka banyak jenis layanan yang dapat

dikembangkan di Internet.Dalam hubungannya dengan pemanfaatan internet untuk

pengembangan usaha terutama untuk pengembangan usaha kecil menengah masih

sangat minimal.

Ketrampilan dalam memanfaatkan TIK merupakan kecakapan hidup yang

harus dimiliki oleh pelaku usaha, baik menengah ataupun usaha kecil. Kecakapan ini

25

sama pentingnya dengan manajemen usaha, pengelolaan sumber daya, serta analisis

pemasaran. Pelaku usaha yang tidak memiliki kecakapan TIK diperkirakan akan

mengalami kesulitan dalam menghadapi pasar bebas saat ini. Fokus perhatian pada

perkembangan TIK yang biasanya pada perangkat keras (hardware) dan perangkat

lunak (software) yang canggih sesuai trend dan menghabiskan dana mahal, bergeser

menjadi optimalisasi kemampuan sumber daya manusia (brainware) pengguna TIK,

seperti penguasaan komputer (computer literate) dan memahami informasinya

(information literate).Pelaku usaha khususnya usaha kecil menengah mampu

menggunakan komputer secara optimal, mengetahui dimana memperolehnya,

memahami bagaimana cara mengemas atau mengolah informasi, serta memahami

cara mengkomunikasikannya.

Internet merupakan suatu jaringan komputer yang dibentuk pada awal 60-an

melalui proyek ARPA (Advanced Research Project Agency) yang disebut

ARPANET. Kemudian ARPANET mendemonstrasikan hardware dan software antar

komputer berbasis UNIX yang dapat melakukan komunikasi dalam jarak yang tidak

terhingga melalui saluran telepon. Proyek ARPANET merancang bentuk jaringan,

keandalan, dan jumlah informasi yang dapat dipindahkan, Akhirnya, semua standar

yang mereka bentuk menjadi cikal bakal pengembangan protokol baru yang sekarang

dikenal sebagai TCP/IP (Transmission Central Protocol/Internet Protocol).(Ma’mur :

2011).

26

Protocol Jaringan TCP/IP menurut Drew Heywood (1996) adalah standar

bahasa komputer universal yang telah dikembangkan sejak tahun 1969, terdiri dari

serangkaian protokol komunikasi dan biasa disebut Transfer Protocol yang bertugas

mengendalikan transmisi paket data, koreksi kesalahan dan kompresi data dan

internet protokol yang bertugas sebagai pengenal (identifier) dan pengantar paket data

ke alamat yang dituju. TCP/IP menyatukan bahasa dan kode berbagai komputer di

dunia sehingga menjadi standar utama jaringan komputer. TCP/IP berkembang cepat

dan kaya fasilitas karena bersifat terbuka, bebas digunakan, ditambahkan kemampuan

baru oleh siapapun dan gratis karena tidak memiliki oleh siapapun. (Sunardi : 2011)

mengatakan bahwa fungsi utama Protocol TCP / IP adalah :

1. File transfer Protocol (FTP) yaitu fasilitas transfer file antar komputer.

2. Surat elektronik (E-mail) atau fasilitas surat menyurat antar komputer yang terdiri atas Simple Mail Transfer Protocol (SMTP) sebagai dasar komunikasi email, Multi Purpose Internet Mail Extensions (MIME)

3. Emulasi terminal jarak jauh (Telnet, Remote Login) yang memungkinkan suatu komputer (client) untuk masuk dan mengendalikan host yang terletak jauh darinya, misalnya pada network yang lain atau Simple Network Management Protocol 1 (SMNP) yaitu protocol pengendalian peralatan network jarak jauhi internet.

Keberhasilan Internet tidak terlepas dari perangkat lunaknya, terutama

protocol TCP/IP yang memungkinkan segala jenis komputer dapat terkoneksi.

Bahkan teknologi jaringan dan komputer sesudahnya masih dapat terkoneksi ke

Internet. Fasilitas komunikasi dasar Internet ini dirancang dengan sifat umum, efisien,

27

dan fleksibel sehingga hampir semua aplikasi jaringan yang lain dapat diterapkan.

Oleh karena rancangannya bersifat umum maka banyak jenis layanan yang dapat

dikembangkan di Internet. Menurut Nugroho (2008) berbagai jenis layanan yang ada

di Internet sekarang ini, layanan Internet tersebut antara lain:

1. World Wide Web (WWW),Adalah suatu file yang asal mulanya harus dibuat dengan bahasa HTML (Hyper Test Markup Language). Akan tetapi pada tahun 2002 sudah bisa dibuat dengan dengan berbagai perangkat lunak seperti MS World, FronPage, Dreamweaver dan lain-lain. File WWW ini biasanya disebut situs web (web site) dan dapat diakses seluruh dunia yang terhubung dengan Internet. Situs Web site dapat diakses oleh perangkat lunak web client yang secara populer disebut browser.

2. Electronic Mail, Surat Elektronik (Electronic Mail) adalah aplikasi yang memungkinkan para pengguna internet untuk saling berkirim pesan melalui alamat elektronik di internet. Para pengguna email memiliki sebuah mailbox (kotak surat) elektronik yang tersimpan dalam suatu mailserver. Suatu mailbox memiliki sebuah alamat sebagai pengenal agar dapat berhubungan dengan mailbox ,ainnya, baik dalam bentuk penerimaan maupun pengiriman pesan. Pesan yang diterima akan ditampung dalam mailbox, selanjutnya pemilik mailbox sewaktu-waktu dapat mengecek isinya, menjawab pesan, menghapus, atau menyunting dan mengirimkan pesan e-mail.

3. File Transfer Protocol (FTP), Fasilitas ini memungkinkan para pengguna internet untuk pemindahan dan pengambilan atau yang biasa dilakukan untuk pengiriman (uploud) atau menyalin (download) sebuah file antara komputer lokal dengan komputer lain yang terhubung dalam jaringan internet. Protokol standar yang digunakan untuk keperluan ini disebut sebagai File Transfer Protocol (FTP).

4. Telnet, Layanan ini memakai pendekatan client dan server. Komputer lokal berlaku sebagai client dan komputer timesharing remote berlaku sebagi server.

28

Operasi dilakukan pada komputer remotedan output dikirim kembali ke komputer lokal lewat internet memakai protokol TCP/IP.

5. Gopher, Layanan ini bersifat interaktif yang dipakai untuk pencarian informasi di internet dan pengembangan layanan ini melahirkan penelusuran (browsing).

6. Internet Relay Chat (IRC), Layanan IRC, atau biasa disebut “chat” adalah sebuah bentuk komunikasi di internet yang menggunakan sarana baris-baris tulisan yang diketikkan di keyboard. Dalam sebuah chat, komunikasi terjalin saling bertukar pesan-pesan singkat dan kegiatan ini disebut chatting sedang pelakunya disebut sebagai chatter. Para chatter dapat saling berkomunikasi secara berkelompok dalam suatu chat room denga membicarakan topik tertentu. Kegiatan chatting membutuhkan software yang disebut IRC Client, diantaranya yang populler adalah software mIRC.

Selain layanan tersebut, dalam Internet berkembang berbagai program lain yang

intinya menjadi aplikasi komunikasi antar sesama masyarakat maya, terutama yang

ada hubungan traksaksional antara satu dengan yang lainnya. Layanan tersebut

meliputi :

1. E-commerce, digunakan untuk mendukung kegiatan pembelian dan penjualan, pemasaran produk, jasa, dan informasi melalui internet dan exstranet. E-commerce umumnya dikelompokkan menjadi dua buah kategori ; bussines-to-bussiness (B2B) dan bussines-to-consumer (B2C), perkembangan selanjutnya ada consumer-to-consumer (C2C) dan consumer-to-bussines (C2B).

2. Blog, dipergunakan oleh seorang yang ingin berbicara tentang dirinya dan ditulisakan disebuah alamat dunia maya. Dengan memiliki blog di Internet, seseorang dapat menulis apa saja tentang dirinya dan dapat diakses oleh siapa saja.

29

3. Facebook, Karena penggunaan blog yang terkesan dingin dan sepi, mendorong lahirnya kelompok sosial baru di dunia maya, seperti facebook,frienster,twitter dan berbagai kelompok sosial lainnya, akan tetapi yang paling banyak digunakan di dunia adalah facebook. (Bungin : 2011).

1.6.3 TIK dan Perempuan

Perempuan sepanjang masa harus selalu memerangi berbagai ketololan hasil

budaya patriarki, hingga saat ini. Bila dulu perjuangan perempuan diawali dengan

mengangkat senjata seperti Tjut Nyak Dien, kini dengan menggunakan teknologi

informasi. Bagaimana pun, era informasi akan sangat menguntungkan perempuan di

mana komunikasi dan networking merupakan dua permainan yang sangat dikuasai

perempuan (Arivia, 2011). Apa yang dikatakan Gadis Arivia di atas, sedikit banyak

mengungkapkan keinginan besar sebagian perempuan Indonesia untuk maju di

bidang TIK yang telah dibahas dalam beberapa pertemuan Perserikatan Bangsa-

Bangsa. Namun, kenyataannya isu gender dan TIK masih menjadi satu dari tiga isu

penting yang dihadapi perempuan saat ini sesudah isu kemiskinan dan kekerasan

perempuan. Bahkan dalam deklarasi Beijing tahun 1995 yang program aksinya

diadopsi dari konferensi dunia keempat tentang perempuan, telah dicantumkan isu

dan gender ICT. Pada akhirnya program aksi tersebut melahirkan suatu keinginan

baru untuk memberdayakan perempuan melalui peningkatan keterampilan,

pengetahuan serta akses terhadap penggunaan TIK, khususnya melalui internet.

30

Internet menyediakan kepada perempuan Indonesia, berbagai informasi yang

mereka inginkan entah nasional maupun internasional. Kekuatan nyata dari internet

bagi perempuan adalah kemampuannya dalam menyebarluaskan berbagai informasi

dan data dalam waktu sekejap ke seluruh dunia dan dapat diakses ketika itu juga.

Oleh karena itu, banyak informasi tentang isu-isu perempuan yang efektif bila

disebarluaskan melalui internet. Perkembangan internet kenyataannya mampu

memberikan implikasi positif bagi perkembangan perempuan Indonesia. Setidaknya,

dengan cara menyebarluaskan isu perempuan di internet, perempuan dapat

memengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perempuan atau

sesuai isu yang diadvokasi.

Pada realitas kehidupan, teknologi informasi dan komunikasi sangat berguna

bagi perempuan pada umumnya. Kemampuan perempuan harus dibangun melalui

latihan dan pendampingan. Untuk melaksanakan peningkatan kemampuan tersebut,

juga harus ada kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, lembaga pendidikan,

organisasi masyarakat, industri dan kelompok masyarakat lainnya. Dengan

meningkatnya perempuan Indonesia yang melek TIK (e-literate), bukan hanya tahu,

melainkan dapat menggunakan dengan baik dan positif, akan menambah kemampuan

perempuan untuk maju dan berperan di banyak bidang. TIK juga dapat menjadi alat

efektif bagi perempuan untuk memberdayakan diri dan mengatasi permasalahan yang

dihadapinya.

31

Teknologi Informasi dan Komunikasi merupakan bidang paling mendapat

perhatian. Terutama internet, yang pertumbuhannya menjadi fenomena di hampir

semua negara. Bagi pemula, TIK memberikan kesempatan berwiraswasta dan juga

kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, dengan biaya yang relatif terjangkau.

Internet juga berperan memberdayakan perempuan, yang merupakan setengah

penduduk suatu negara, bahkan memberikan kemudahan untuk bekerja di tempat

sendiri atau di rumah (The World Bank, 2002).

Masih adanya kesenjangan akses informasi terhadap TIK bagi perempuan

menjadi fenomena tersendiri, hal ini dapat dilihat dari jumlah pengguna internet

perempuan yang jauh lebih kecil dibandingkan laki-laki, yaitu hanya 26.4% dari

seluruh pengguna internet di dunia. Survey yang dilakukan The International

Telecomunication Union (ITU) di tahun 2002 menemukan bahwa 99% perempuan di

6 wilayah berbeda merasa bahwa TIK sangat penting dalam mencapai upaya

pemberdayaan pribadi, kewirausahaan, dan tujuan profesional. Data dari Digital

Review for Asia Pacific menyatakan bahwa pertumbuhan TIK di Indonesia cukup

mengagumkan dari 10.000 penduduk terdapat satu orang memiliki host internet dan

hanya 1–5 % yang dapat mengakses TIK serta 7.1 juta penduduk Indonesia dapat

mengakses telepon dan telepon seluler (Indrayani, 2005).

Sementara itu, beberapa penghalang bagi perempuan dalam mengakses

teknologi informasi di negara-negara berkembang (developing countries) menurut

Hafkinn dan Taggart (Lestari, 2010), sebagai berikut:

32

1. Angka buta huruf dan tingkat pendikan. Perempuan butuh kemampuan membaca, pendidikan untuk membuat pesan-pesan sederhana, navigasi internet, mengoperasikan software. Satu dari dua perempuan di negara berkembang masih buta huruf dan kemampuan perempuan di bidang komputer lebih rendah dibanding pria.

2. Bahasa. Bahasa Inggris dominan sebagai bahasa internet dan bahasa pengantar internasional. Faktor ini secara signifikan berdampak pada perempuan dan kelompok marjinal lain yang tanpa akses memperoleh pendidikan formal dan memberikan mereka kesempatan untuk belajar Bahasa Inggris.

3. Waktu. Sebagian besar waktu perempuan habis buat tanggung jawabnya, mengurus anak, keluarga. Perempuan tidak punya cukup waktu mempelajari internet entah di rumah, di kantor. Kurangnya waktu menjadi kendala perempuan memperoleh informasi, ketika akses memanfaatkan teknologi (internet) sudah dapat diatasi dengan perangkat handphone dan fasilitas internet. Namun umumnya mereka memanfaatkan handphone sebatas untuk chating atau ber-facebook.

4. Norma sosial dan budaya. Budaya patriarki yang selalu menempatkan laki-laki dengan tugas dan fungsi di luar rumah dan perempuan kodratnya mengurus anak, terasa di bidang teknologi. Teknologi tidak cukup ramah terhadap perempuan. Masih terdapat anggapan bahwa teknologi jadi tugas laki-laki dan ranah maskulin dan masih “male-dominated”.

Dari keempat faktor tersebut, norma sosial dan budaya tampaknya menjadi

kendala terbesar di Indonesia dan negara-negara berkembang dengan budaya patriarki

yang kuat. Hal tersebut sesuai dengan laporan World Bank pada tahun 2005.

Beberapa faktor sosial budaya yang memaksa perempuan dalam posisi pinggiran

untuk memanfaatkan TIK:

a. Sikap kebudayaan yang masih diskriminatif sehingga akses perempuan pada teknologi dan pendidikan teknologi sangat terbatas.

b. Rendahnya kepemilikan perempuan atas aset komunikasi seperti radio, telepon genggam, dan komputer.

33

c. Perempuan-perempuan keluarga miskin tidak memiliki biaya untuk mengakses fasilitas TIK.

d. Pusat-pusat informasi tidak diletakkan di lokasi yang nyaman dikunjungi perempuan.

e. Perempuan memiliki banyak peran dan tanggung jawab domestik yang berat sehingga membatasi waktu luang mereka.

f. Perempuan masih memiliki kesulitan untuk menggunakan fasilitas TIK di sore hari dan bagaimana cara mereka pulang ke rumah di malam hari.

Pembicaraan tentang perempuan dan teknologi telah sangat umum, karena

penggunaan TIK sudah biasa dilakukan perempuan, tetapi bila diperhatikan lebih

rinci akan terlihat titik persoalan yang melingkupinya. Sedikitnya ada 3 gambaran

berkaitan keterlibatan laki-laki dan perempuan terhadap TIK (Nur Iman Subono,

2001).

a. Ada anggapan atau keyakinan umum bahwa perempuan tidak akrab dengan teknologi, dan dalam banyak kasus perempuan digambarkan sebagai pihak yang tidak terlalu paham dengan teknologi atau istilah populernya gaptek (gagap teknologi).

b. Peralatan dan penggunaan teknologi sangatlah bias gender, di mana gambaran peralatan teknologi perempuan identik dengan pekerjaan domestik.

c. Adanya keyakinan bahwa sebetulnya laki-laki yang menguasai dan memahami teknologi.

Menurut mereka yang percaya pada pendapat di atas, TIK bagi perempuan di

negara berkembang adalah barang mewah. Pendapat tersebut dibantah dengan

argumen bahwa penyediaan air bersih, kecukupan pangan, peningkatan kesehatan,

peningkatan pendidikan dan TIK selalu bertautan. Akses informasi yang mudah

berdampak pada meningkatnya komunikasi, dapat mengakhiri isolasi perempuan,

34

mempromosikan gaya hidup sehat, dan pengentasan kemiskinan (BKKBN, 2004).

Faktor kultural turut mempengaruhi keterlibatan perempuan dalam pengambilan

keputusan.

Menurut Dholakia dan Kshetri (Hermana dkk., 2007) sebagai produk sosial,

internet bersifat tidak bebas nilai. Tingkat kompatibilitas antara nilai dan norma

teknologi dengan nilai dan norma yang dianut penggunanya menentukan pola

penggunaann teknologi. Nilai sebagian barang dan jasa TIK cenderung lebih

maskulin dibanding feminin dan merupakan salah satu penyebab kesenjangaan

digital.

Satu contoh TIK bermanfaat bagi perempuan dalam kebijakan pemerintah

adalah kebijakan pemerintah Korea Selatan, di mana kebijakan yang dibuat sangat

memperhatikan pendidikan kaum perempuan, dan TIK jadi faktor utama bagi

pendidikan perempuan. Pendidikan tinggi diberikan secara online dengan

menggunakan teknologi yang ada seperti video conference, broadcast, dan e-learning

sehingga perempuan dapat mengikuti proses pembelajaran TIK dari dalam rumah

tanpa harus meninggalkan pekerjaan pokok mereka sebagai perempuan. Di samping

bisa meningkatkan pengetahuan TIK dari dalam rumah, dari manapun, perempuan

dapat menjalankan berbagai bisnis dan pengembangan karir merekaseperti melakukan

penjualan online (online marketing/e-commerce), melakukan interaksi tanya jawab

seputar TIK dan kehidupan lainnya, sehingga banyak perempuan yang berhasil secara

global.

35

Walaupun demikian, di negara berkembang seperti Indonesia, bidang TIK

belum memberikan manfaat secara penuh bagi perempuan, terutama untuk daerah

pedesaan, meskipun TIK merupakan bidang yang sangat penting dan diminati banyak

orang. TIK adalah bidang yang paling mendapat perhatian dan digeluti banyak pihak.

Terutama internet, yang pertumbuhannya jadi fenomena di hampir setiap negara.

Bagi pemula, TIK memberi kesempatan berwiraswasta dan kesempatan untuk

mendapatkan pekerjaan, yang biayanya termasuk murah. Internet juga berperan

memberdayakan perempuan, yang merupakan setengah penduduk suatu negara,

bahkan memberikan kemudahan untuk bekerja di tempat sendiri/di rumah (The

World Bank, “ICT and Gender” Gender and Development Group Bulletin, February

2002).

Dalam realitas sosial, bias gender masih terlihat, tidak terkecuali dalam

melihat soal “perempuan dan teknologi”. Isu gender dan teknologi informasi

merupakan satu dari tiga isu besar yang dihadapi perempuan saat ini setelah isu

kemiskinan dan kekerasan. Bahkan, dalam Deklarasi Beijing 1995 dan program

aksinya yang diadopsi dari konferensi dunia keempat tentang perempuan, telah

dicantumkan isu gender dan teknologi informasi.

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa TIK merupakan satu sarana

penting dalam pemberdayaan perempuan. Meutia Hatta, Menteri Pemberdayaan

Perempuan periode sebelumnya, pernah mengatakan perempuan bukanlah beban

atau hambatan dalam pembangunan, melainkan salah satu potensi, aset di dalam

36

pembangunan. Bahkan dari 46 juta usaha kecil dan menengah, diketahui bahwa

60% pengelolanya dilakukan kaum perempuan. Dengan jumlah cukup banyak ini,

peran perempuan pengusaha jadi sangat penting bagi ketahanan ekonomi, karena

mampu menciptakan lapangan kerja baru, menyediakan barang dan jasa dengan

harga murah serta mengatasi masalah kemiskinan. Dalam menjalankan usahanya,

perempuan pengusaha mengelola usahanya dengan hati-hati. Dengan begitu, usaha

yang dijalankan perempuan berpotensi lebih besar dalam disiplin pengembalian

kredit. Bahkan tingkat pengembalian kredit dari usaha perempuan hampir mencapai

100% (Pikiran Rakyat, 2008).

Pada kesempatan tersebut juga disampaikan bahwa untuk mengantisipasi

dampak globalisasi, pemahaman para perempuan pengusaha terhadap manfaat TIK

harus ditingkatkan. Hal ini dianggap penting guna mengimbangi perubahan-

perubahan yang terjadi. Untuk mendukung kegiatan tersebut, pelatihan-pelatihan

kepada perempuan agar dapat memanfaatkan TIK dilakukan kerja sama dengan

Kementerian Negara Riset Teknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,

Departemen Komunikasi dan Informatika, dan Departemen Perindustrian.

Menurut studi kasus di India pada sebuah kelompok perempuan self-help yang

menggunakan potensi TIK untuk mengurangi angka kemiskinan melalui

pemberdayaan ekonomi menggambarkan bagaimana TIK efektif dimanfaatkan

perempuan usaha mikro untuk mempromosikan usahanya. Kelompok self-help

tersebut mengikuti pelatihan komputer jangka pendek untuk kepentingan entri data,

37

pengolahan data, dekstop publishing, dan pendidikan teknologi informasi.

Perempuan dilatih mendirikan usaha mikro dalam kelompok usaha dan setiap

kelompok diberi motivasi untuk membuat usaha mikro dan memanfaatkan TIK

untuk entri data, pengolahan data, serta pelatihan teknologi informasi. Dengan

memanfaatkan TIK, penghasilan anggota kelompok meningkat. Keberhasilan ini

mendorong para pejabat memulai proyek serupa di tempat lain. Dalam waktu 7

tahun itu ada lebih 100 ICT usaha mikro didirikan (Prasad dan Sfeedevi: 2007).

Sementara di Indonesia pelaku usaha mikro kecil menengah mayoritas

adalah perempuan karena keikutsertaan perempuan dalam usaha ekonomi

sepenuhnya di dukung Undang-Undang No. 11/2005 tentang Pengesahan Hak-hak

Ekonomi, Sosial, dan Budaya, serta UU No. 12/2005 tentang Pengesahan

International CovenantandCivil PoliticalRights. Karena itu peluang bagi perempuan

usaha kecil menengah dalam memanfaatkan TIK sangat luas, akan tetapi faktor

yang menjadi penghambat berkembangnya penggunaan TIK di kalangan perempuan

usaha kecil menengah adalah minimnya informasi TIK, rendahnya kesempatan dan

akses perempuan dalam mendapatkan pendidikan dan pelatihan terkait TIK dan

kendala sosio kultural yang masih melihat perempuan hanya bisa melakukan

pekerjaan rumah tangga.

Mengingat di era global ini persaingan semakin keras, maka perempuan

pengusaha kecil menengah perlu meningkatkan daya saing. Peluang yang besar

bagi perempuan usaha kecil menengah untuk mengembangkan kemampuannya

38

dengan memanfaatkan TIK sangat terbuka. Tetapi keterampilan pengelolaan dan

pemasaran juga diperlukan dalam hal ini. Upaya mengintegrasikan teknologi

informasi dan perempuan di bidang usaha kecil menengah perlu mendapatkan

perhatian pemerintah, mengingat di era global ini persaingan semakin keras dan

perempuan pengusaha kecil menengah perlu meningkatkan daya saing.Usaha-usaha

yang perlu dilakukan adalah menambah pengetahuan tentang teknologi informasi

dan mengintegrasikan isu gender dalam program pengembangan usaha kecil

(Darmanto, 2010). Karena perempuan usaha kecil menengah belum banyak yang

akrab dengan komputer, dan ketika tiba-tiba berhadap-hadapan dengan teknologi

masih gagap, dan belum banyak yang mampu menggunakan teknologi informasi

untuk mengembangkan usahanya.

Pada era TIK, pemberdayaan perempuan sudah memasuki pemanfaatan

teknologi informasi sebagai pemberdayaan perempuan. Penggunaan teknologi

informasi membantu perempuan di beberapa bidang seperti perdagangan dan

kewirausahaan sebagai sumber informasi dan sarana untuk mempromosikan dan

memasarkan produk. Pemanfaatan TIK untuk bisnis, dan dengan semaraknya bisnis

online berbasis internet, telah menjadi fenomena di saat ini. Pemanfaatan internet

untuk bisnis online banyak dimanfaatkan oleh perempuan karena lebih fleksibel

menjalankan bisnisnya dari rumah sehingga tugas dan tanggung jawab terhadap

keluarga masih terpenuhi.

39

1.6.4 Pemberdayaan Informasi Perempuan Dalam Perspektif Gender

Pemberdayaan “sebagai basis utama pembangunan masyarakat” bermakna

membangkitkan sumber daya, kesempatan, pengetahuan, ketrampilan masyarakat

untuk meningkatkan kesejahteraan masa depan. Pemberdayaan masyarakat, lebih

dimaksudkan memberi “daya” bukannya “kekuasaan”. Pemberdayaan tidak hanya

pada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan, tetapi juga pada masyarakat yang

memiliki daya namun terbatas.

Memberdayakan masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat martabat

masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari

perangkap kemiskinan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memandirikan

masyarakat. Pemberdayaan menunjuk kepada kelompok rentan, lemah, di mana

melalui pemberdayaan mereka diharap dapat memiliki kekuatan dalam memenuhi

kebutuhan dasarnya hingga memiliki kebebasan. Kebebasan yang dimaksud yaitu

bebas dalam mengemukakan pendapat, bebas dari kebodohan, dari kelaparan, dan

bebas mengaktualisasikan diri, dan bebas mengembangkan potensi daerah tempat

tinggalnya (Kartasasmita, 1996).

Dalam proses pemberdayaan, untuk mencapai tujuan yang diharapkan, perlu

strategi pemberdayaan yang tepat. Dalam konteks pekerjaan sosial, strategi

pemberdayaan dilakukan melalui tiga aras pemberdayaan (empowerment setting),

yaitu mikro, mezzo, makro. Pertama, aras mikro, yaitu pemberdayaan dilakukan

terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, dan

40

crisis intervention, dengan tujuan utama membimbing, melatih klien dalam

menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Kedua, aras mezzo, yaitu pemberdayaan

dilakukan terhadap kelompok klien sebagai media intervensi, dengan cara melalui

pendidikan, pelatihan guna meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan

sikap-sikap klien agar punya kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya.

Ketiga, aras makro disebut juga strategi sistem besar (large-system strategy),

pemberdayaan yang memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi

untuk memahami situasi mereka sendiri dan untuk memilih serta menentukan strategi

yang tepat untuk bertindak, di mana strategi ini lebih mengarah pada perumusan

kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian

masyarakat, manajemen konflik (Suharto, 2005).

Dalam konteks pemberdayaan bagi perempuan, Nursyahbani Katjasungkana

dalam diskusi diskusi Tim Perumus Strtegi Pembangunan Nasional (Rian Nugroho,

2008) mengemukakan, ada empat indikator pemberdayaan.

1) Akses, dalam arti kesamaan hak dalam mengakses sumber daya-sumber daya produktif di dalam lingkungan.

2) Partisipasi, yaitu keikutsertaan dalam mendayagunakan asset atau sumber daya yang terbatas tersebut.

3) Kontrol, yaitu bahwa lelaki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan kontrol atas kemanfaatan sumber daya-sumber daya tersebut

4) Manfaat, yaitu bahwa lelaki dan perempuan harus sama-sama menikmati hasil-hasil pemanfaat sumber daya atau pembanguna secara bersama dan setara.

41

Dalam hubungannya dengan pemberdayaan informasi, kita mengingat tentang

perkembangan teori informasi yang dikemukakan para ahli, Bel (1977)

mengemukakan bahwa indikasi utama dari perkembangan masyarakat pasca-

industrial, yakni penemuan miniatur siskuit elktronik dan optikal yang mampu

mempercepat arus informasi melalui jaringan, serta integrasi dari proses komputer

dan telekomunikasi kedalam teknologi terpadu. Sementara Castellis (1996)

menyatakan bahwa di era revolusi informasi, selain ditandai dengan perkembangan

teknologi informasi yang luar biasa canggih, juga muncul apa yang disebut virtual

riil, yaitu sistem sosial-budaya baru di mana realitas itu sendiri tercakup dalam dunia

maya.

Untuk itu perlu adanya upaya pemberdayaan akses informasi, yaitu

pemberdayaan yang dilakukan dengan mendorong kelompok-kelompok masyarakat

untuk mendayagunakan informasi agar memberikan nilai tambah bagi kehidupan

masyarakat. Dalam konsep ini, bagaimana pemberdayaan terjadi melalui proses

peningkatan kesadaran akan pentingnya informasi, peningkatan akses dan

pedayagunaan informasi tersebut melalui kelompok. Kelompok masyarakat dimaksud

diberi nama Kelompok Informasi Masyarakat (KIM).

Pengertian Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) adalah suatu lembaga

layanan publik yang dibentuk dan dikelola dari, oleh dan untuk masyarakat yang

secara khusus berorentasi pada layanan informasi danpemberdayaan masyarakat

sesuai dengan kebutuhannya. Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan

42

Informatika RI No. 08/PER/M.KOMINFO/6/2010 tentang Pedoman Pengembangan

dan Pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial, tanggal 1 Juni 2010.

KIM (Kelompok Informasi Masyarakat) atau kelompok sejenis lainnya adalah

kelompok yang dibentuk oleh, dari, untuk masyarakat secara mandiri dan kreatif

yang aktivitasnya melakukan pengelolaan informasi dan pemberdayaan masyarakat

dalam rangka meningkatkan nilai tambah.

Respon terhadap kehadiran KIM cukup besar, terutama dari aparat Kelurahan

yang membutuhkan wahana penyaluran dan pendayagunaan informasi oleh

masyarakat. Dalam pemberdayaan kelompok informasi masyarakat (KIM), upaya

yang dilakukan adalah dengan memberikan penguatan, agar KIM bisa melakukan

aktifitas sesuai dengan fungsi umum KIM dan fungsi yang sesuai dengan kebutuhan

masyarakat (kontekstual) dan pemberdayaan tersebut melibatkan berbagai elemen

sosial, meliputi pemerintah, swasta, media massadan lembaga masyarakat. Aspek

pemberdayaan meliputi akses ke media yang bertujuan agar literasi terhadap media

massa dan TIK meningkat dan berdaya guna bagi masyarakat. Penyeleksian informasi

dilakukan melaluipemberian pengetahuan dalam menyeleksi informasi . Dalam

pengelolaan informasi didukung oleh sistem pendokumentasian informasi serta cara

pengambilan keputusan tentang informasi. Pendesiminasian informasi dapat

dilakukan langsung maupun tidak langsung (elektronik). Sedangkan pendekatan

dalam pemberdayaan disesuaikan dengan karakteristik kelompok dan wilayahnya,

43

tak terkecuali juga untuk memberdayakan kelompok informasi perempuan.(Dinas

Perhubungan KOMINFO Provinsi DIY, 2010)

Dalam memberdayakan harus menyentuh seluruh aspek masyarakat, tidak

terkecuali perempuan. Memberdayakan informasi perempuan di sini ialah

mengembangkan potensi yang dimiliki perempuan buat mandiri dengan tujuan untuk

meningkatkan ekonomi keluarga, pendidikan, dan mendorong kesetaraan gender.

Pemberdayaan juga sering dikaitkan dengan upaya mengangkat keberadaan seseorang

atau suatu kelompok masyarakat dari posisi lemah untuk dapat mengembangkan diri

secara optimal. Sedangkan pemberdayaan perempuan lebih terkait dengan

peningkatan kualitas keterlibatan dan partisipasi mereka dalam bidang pekerjaan yang

ditekuni (Sadli, 1995).

Pemberdayaan perempuan merupakan usaha sistematis untuk mencapai

keadilan meliputi aspek kondisi (kualitas dan kemampuan) atau posisi (kedudukan

dan peran) laki-laki dan perempuan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Sebab itulah, program pemberdayaan perempuan harus

berkesinambungan dan menyertakan seluruh elemen masyarakat, tidak terkecuali

kaum laki-laki. Adapun tujuan dari program pemberdayaan perempuan dalam

pembangunan (Nugroho, 2008) antara lain:

1. Meningkatkan kemampuan kaum perempuan untuk melibatkan diri sebagai partisipan aktif (subyek) dalam pembangunan.

2. Meningkatkan kaum perempuan dalam kepemimpinan demi posisi tawar dan keterlibatan mereka dalam setiap program

44

pembangunan, entah itu sebagai perencana, pelaksana, dan monitoring, dan evaluasi kegiatan.

3. Meningkatkan kemampuan perempuan dalam mengelola usaha skala rumah tangga, industri kecil dan besar untuk menunjang peningkatan kebutuhan rumah tangga sekaligus membuka peluang kerja produktif dan mandiri.

4. Meningkatkan peran, fungsi organisasi perempuan di tingkat lokal sebagai wadah pembangunan kaum perempuan supaya terlibat secara aktif dalam program pembangunan pada wilayah tempat tinggalnya.

Di Indonesia pembangunan sumber daya manusia, khususnya peningkatan

status dan peranan perempuan telah lama dimulai dan gencar dilaksanakan ketika

lembaga kementerian wanita didirikan di akhir tahun tujuh puluhan. Pendekatan

pembangunan secara umum, dikenal dengan pendekatan Women In Development

(WID), kemudian Women and Development (WAD), dilanjutkan dengan Gender and

Development (GAD). Konsep pembangunan peranan wanita yang digunakan

selanjutnya, karena meningkatkan peranan perempuan saja tidaklah cukup efektif

menuju kesetaraan gender, berkembang jadi pemberdayaan perempuan. Beberapa

tahun terakhir, pemberdayaan perempuan pun berubah menjadi pengarusutamaan

gender (PUG).

Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan strategi yang dilakukan secara

rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam seluruh

aspek kehidupan manusia, melalui kebijakan dan program yang memperhatikan

pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam

perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan

45

program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Pembangunan perempuan

menuju gender mainstreaming, intinya harus mampu menjadikan kesetaraan dan

keadilan gender sebagai arus utama pembangunan nasional. Dengan kata lain,

sekarang masalah gender tidak hanya menjadi masalah perempuan, tetapi masalah

semua anak bangsa.

Dalam pemberdayaan perempuan, perempuan harus mampu meningkatkan

kemandirian untuk pengembangan dirinya. Dalam upaya meningkatkan efektivitas

pemberdayaan, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan dalam menumbuhkan

kepekaan perempuan, antara lain (Febriasih, 2008):

a. Mengadakan pelatihan terkait simpati perempuan dalam politik. Keteladanan staf dan fasilitator perempuan untuk saat ini adalah panutan dan dapat memberikan rasa percaya diri untuk mengikuti jejak mereka yang menantang.

b. Mengorganisasikan berbagai pertemuan perempuan yang nyaman dan mendorong mereka untuk membawa anak-anaknya, sehingga lebih banyak perempuan yang dapat hadir.

c. Menyediakan waktu khusus bagi perempuan buat membicarakan berbagai isu penting tanpa kehadiran laki-laki, juga memberikan rasa percaya diri dan membantu mencapai kesepakatan sebelum berhadapan dengan kelompok gabungan laki-laki dan perempuan.

d. Memasukkan kegiatan khusus dalam sosialisasi dan perencanaan yang membantu perempuan dan laki-laki dalam menganalisis dan membicarakan peran gender.

e. Mensyaratkan kehadiran perempuan dalam suatu pertemuan (atau partisipasi perempuan).

Kebijakan-kebijakan pembangunan harus mampu menghapus adanya

kesenjangan gender dalam berbagai bidang pembangunan, tidak terkecuali dalam

pengembangan TIK. Setiap kebijakan yang dirumuskan harus menjamin adanya

46

responsifitas gender. Konsep pemberdayaan perempuan dengan menggunakan TIK

dapat diwujudkan sebagai upaya pembangunan kelompok perempuan agar mereka

memiliki posisi sebagai subjek dalam pembangunan. Seperti yang sudah dituangkan

dalam nota kesepahaman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak Republik Indonesia serta Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik

Indonesia pada tahun 2010 dalam mewujudkan kesetaraan gender, perlindungan anak,

pemanfaatan TIK dengan ruang lingkup kesepahaman meliputi:

a. Pertumbuhan iklim usaha yang kondusif di bidang pemanfaatan TIK yang berkeadilan antara laki-laki dan perempuan serta anak laki-laki dan anak perempuan (responsif gender) lewat kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. Koordinasi dan sinkronisasi program pengembangan di bidang pemanfaatan TIK yang responsif gender dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan monitoring, hingga evaluasi pemanfaatan TIK peduli anak;

c. Fasilitas peningkatan kapasitas kelembagaan dan pengembangan TIK yang responsif gender dalam bidang kemitraan, peningkatan sumber daya manusia, pembiayaan, serta teknologi informatika;

d. Kajian kebijakan dan pelaksanaan model pengembangan usaha pemanfaatan TIK yang responsif gender dan peduli hak anak;

e. Sosialisasi dan pengembangan pemanfaatan TIK yang responsif gender;

f. Promosi, sosialisasi, pelatihan, hingga pemanfaatan penggunaan “internet sehat dan aman”;

g. Monitoring dan evaluasi.

Kata “Gender” berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin, konsep

gender memiliki pengertian yang berbeda dengan sex (jenis kelamin). Pengertian

“sex” (jenis kelamin), secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan

47

laki-laki dan perempuan secara biologi, dimana meliputi perbedaan komposisi

hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya

yang bersifat kodrat dan tidak dapat berubah. Sedangkan konsep gender menurut

Oakley dalam bukunya yang berjudul Sex, Gender dan Society (Nugroho : 2008).

Gender diartikan sebagai kontruksi sosial atau atribut yang dikenakan pada manusia

yang dibangun oleh kebudayaan manusia. Dalam hal ini, gender lebih berkonsentrasi

kepada aspek sosial, budaya, psikologi, dan aspek-aspek non bilologis lainnya,

dimana dapat berubah dan dapat dipertukarkan tergantung waktu dan budaya

setempat.

Ann Oakley, seorang ahli sosiologi Inggris, adalah orang pertama yang

melakukan pembedaan istilah gender dan seks. Perbedaan seks berarti perbedaan atas

dasar ciri-ciri bilologis, terutama yang menyangkut prokreasi (hamil, melahirkan,

menyusui). Pengertian Gender adalah, keadaan dimana individu yang lahir secara

biologis sebagai laki-laki dan perempuan yang kemudian memperoleh pencirian

sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan

feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem dan simbol di masyarakat.

Perbedaan gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah atas dasar waktu, tempat,

budaya dan kelas” (Advokasi PUG IHAP : 2005).

Perbedaan gender (gender differences) yang terjadi dalam masyarakat

sebenarnya bukan suatu masalah selama hal tersebut tidak menimbulkan

ketidakadilan gender (gender inequality). Namun, yang menjadi persoalan ternyata

48

perbedaan gender tersebut telah melahirkan berbagai bentuk ketidakadilan, baik pada

perempuan maupun laki-laki. Dengan adanya sistem dan budaya patriarki yang

sangat kental dalam masyarakat, maka kaum perempuanlah yang lebih banyak

mengalami perlakuan tidak adil dalam kehidupannya. Ketidakadilan gender ini

terlihat dari adanya ketidaksetaraan peran yang berdampak pada keterbelakangan

kaum perempuan, dimana hal tersebut terjadi baik dalam hak, sumberdaya, maupun

aspirasi politik yang ternyata tidak saja telah merugikan perempuan secara umum,

tetapi juga telah merugikan anggota masyarakat yang lain karena secara tidak

langsung akan menghambat proses pembangunan.

Adanya ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan menjadi faktor

penyebab dari timbulnya persoalan kemiskinan perempuan atau sering disebut dengan

istilah “feminisasi kemiskinan”, ketidaksetaraan peran ini dipengaruhi oleh berbagai

norma dan kultur yang ada di masyarakat, dimana tanpa disadari hal tersebut telah

menciptakan ketidakadilan gender yang berdampak pada adanya diskriminasi

terhadap posisi perempuan dalam pembangunan. “Diskriminasi tersebut

termanifestasikan ke dalam bentuk-bentuk ketidakadilan, seperti terjadinya

marginalisasi, subordinasi, stereotip, beban ganda, dan kekerasan terhadap

perempuan dalam sistem yang ada di masyarakat” (Fakih :1992). Untuk mengatasi

persoalan ketidakadilan gender, diperlukan tatanan gender yang dianggap sesuai

dengan apa yang menjadi kebutuhan hak dari kaum perempuan. Menurut Ritzer

(2009) tatanan gender ideal adalah : “tatanan ketika individu bertindak sebagai agen

49

moral yang bebas dan bertanggungjawab memilih gaya hidup yang paling cocok

untuknya dan pilihan tersebut diterima dan dihormati”.

Ketidakadilan gender, selain menciptakan diskriminasi terhadap posisi

perempuan dalam pembangunan, juga memberi dampak merosotnya kehidupan dan

kualitas hidup manusia. Ketidakadilan gender dan persoalan kemiskinan memiliki

keterkaitan satu dengan yang lainnya dalam melihat persoalan kemiskinan yang

terjadi pada perempuan, khususnya pada perempuan pelaku usaha kecil. Kemiskinan

yang menimpa perempuan sebagai dampak dari adanya ketidakadilan gender terlihat

dari berbagai dimensi, antara lain yaitu sebagai akibat posisi tawar mereka yang

lemah di dalam masyarakat, kultur yang represif, miskin yang diakibatkan karena

bencana dan konflik, adanya diskriminasi di ruang publik dan domestik, serta kurang

pedulinya pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang bermanfaat

guna mengentaskan kemiskinan yang terjadi pada perempuan.

Persoalan kemiskinan yang dialami perempuan bukan hanya disebabkan

karena perempuan tersebut bodoh dan atau malas, melainkan bekerjanya sistem yang

tidak memberi akses atau peluang kepada perempuan untuk mandiri. Jika dalam hal

sistem sudah memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan,

dimana kaum perempuan tidak mampu bersaing dan kalah, maka yang perlu

disalahkan adalah kaum perempuan itu sendiri. “Keterbelakangan yang terjadi pada

kaum perempuan ini, selain akibat dari sikap irrasional yang sumbernya karena

50

berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional, juga disebabkan karena kaum perempuan

tidak berpartisipasi dalam pembangunan” (Faqih :2008).

Persoalan kemiskinan yang terjadi pada kaum perempuan ini juga dapat

dilihat dari berbagai aspek, seperti aspek sosial, ekonomi, psikologi dan aspek

gender. Aspek sosial, dimana disebabkan karena terbatasnya interaksi sosial dan

penguasaan teknologi yang menyebabkan potensi diri yang dimilikinya dalam

masyarakat. Aspek ekonomi terlihat dari terbatasnya pemilikan alat produksi, upah

yang rendah, lemahnya kemampuan dalam mencari peluang, dan posisi tawar yang

rendah. Selain itu, jika dilihat dari aspek psikologi dimana perempuan diidentikkan

dengan adanya rasa rendah diri, malas, fatalisme dan rasa terisolir. Sedangkan dari

aspek gender, yaitu karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan perlakuan yang

disebabkan oleh jenis kelamin. Dalam hal ini, perempuan lah yang kerap kali menjadi

korban dari ketidakadilan gender, seperti diskriminatif, minimnya berbagai akses

fasilitas dan kesempatan yang diperuntukkan bagi perempuan, serta posisi perempuan

yang lemah dalam pengambilan keputusan. Persoalan ketidakadilan gender ini

menjadi persoalan yang cukup pelik bagi kehidupan perempuan. Kondisi tersebut

secara tidak langsung telah menempatkan perempuan usaha kecil menengah menjadi

komunitas perempuan yang miskin dari pengusaha kecil menengah lainnya. Hal ini

terjadi “ karena adanya marginalisasi, subordinasi, kekerasan dan beban ganda”

(Faqih : 2008).

51

1.7 Metode Penelitian

1. 7.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian lapangan (field research).

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu berusaha mengungkap

suatu masalah yang terjadi kemudian menganalisa informasi data yang diperoleh.

Data itu bisa berupa naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen

pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Moleong, 2004).

Metode kualitatif adalah metode yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Metode ini

dapat dipakai untuk mempelajari, membuka, dan mengetahui apa yang terjadi di balik

fenomena yang baru sedikit. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi,

gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta,

sifat-sifat, dan hubungan antara fenomena yang diselidiki (Nazir, 1999). Penelitian

deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, namun hanya

menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.

Metode tersebut digunakan untuk melihat proses kegiatan pemberdayaan

informasi bagi perempuan dengan memanfaatkan TIK yang ada di JARPUK Bantul

dan Koperasi Wanita Setara Klaten. JARPUK dan Koperasi Wanita Setara adalah

sebuah organisasi atau komunitas yang mewadahi berbagai jenis usaha perempuan

dan aktif dalam pemberdayaan perempuan berbasis TIK di masing-masing

wilayahnya. Keduanya merupakan dampingan dari Combine Resource Institution

52

(CRI) Yogyakarta yang sudah berpengalaman cukup lama di bidang pemberdayaan

IT.

Selanjutnya, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan deskriptif-analisis. Menurut Nazir (1981: 63), pendekatan deskriptif-

analisis adalah metode yang menggunakan pencarian fakta dengan interpretasi yang

tepat. Sedangkan analisis adalah menguraikan sesuatu dengan sangat cermat dan

terarah.

Dalam penelitian ini, pendekatan deskriptif-analisis peneliti gunakan untuk

menggambarkan obyek penelitian dan melakukan pengkajian serta analisis secara

mendalam tentang pemberdayaan Aksesinformasi bagi perempuan UKM berbasis

pada TIK di mana dari hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk menemukan

prinsip dan penjelasan yang mengarah pada jawaban dari rumusan masalah dalam

penelitian ini. Melalui metode kualitatif ini, diharapkan dapat ditemukan deskripsi

mendalam tentang proses pemberdayaan informasi bagi perempuan dengan

menggunakan TIK.

1.7.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan obyek penelitian di mana kegiatan penelitian

dilakukan. Penentuan lokasi penelitian ini dimaksudkan untuk mempermudah dan

memperjelas obyek sasaran penelitian, sehinggga permasalahan tidak terlalu luas.

Dalam penelitian ini terdapat dua lokasi penelitian, yaitu: 1) Jaringan Perempuan

53

Usaha Kecil (JARPUK) yang berlokasi di wilayahTembi Km 10, Cankring Malang,

Timbulharjo, Sewon, Bantul, YogyakartaBantul Yogyakartayang didirikan oleh

Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) Jawa, dan 2) Koperasi

Wanita Setara yang berlokasi di Jl.Klaten – Jatinom Km.1 Hargomulyo Gergunung,

Klaten Utara, Klaten, Jawa Tengah.

Adapun alasan yang melatar belakangi pemilihan dua tempat tersebut karena

dalam melakukan kegiatan pemberdayaan informasi terhadap perempuan, lembaga

Jarpuk Bantul dan Kopwan Setara mempunyai perbedaan di tingkat strategi, dimana

lembaga Jarpuk Bantul belum menjadikan TIK sebagai strategi pemberdayaan

informasi terhadap perempuan, sementara Kopwan setara Klaten sudah dengan tegas

mengatakan kalau TIK merupakan strategi pemberdayaan informasi bagi anggotanya.

Hal ini yang membedakan pola pemberdayaan yang dilakukan oleh kedua lembaga.

Berdasarkan hal ini lah, peneliti tertarik untuk memilih dua organisasi

perempuan tersebut sebagai obyek penelitian. Hemat peneliti, dua organisasi

perempuan tersebut cukup mewakili masing-masing wilayah, yaitu Yogyakarta dan

Klaten, serta dapat dijadikan perbandingan sejauh mana kualitas pemberdayaan TIK

di antara keduanya.

1.7.3 Jenis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, meskipun

terdapat beberapa data terkait angka-angka namun sangat kecil. Di kalangan ahli,

54

masih terdapat perdebatan kedua data penelitian tersebut. Para peneliti kuantitatif

yang menganut positivisme umumnya percaya kepada angka-angka. Sebaliknya,

peneliti kualitatif yang percaya fenomenologi menganalisis sesuatu berdasarkan

penjelasan. Peneliti dalam riset ini lebih banyak mengarahkan analisis terhadap data

kualitatif menyangkut pemanfaatan teknologi yang sulit diukur. Akan tetapi,

pengukuran secara kuantitatif juga tetap dilakukan untuk menunjang data-data yang

bersifat kualitatif.

Penelitian dengan menggunakan data kualitatif memberikan keleluasaan.

Penelitian dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode yang digunakan di

dalam penelitian ini adalah bagaimana melihat pemanfaatan TIK secara maksimal

pada pemberdayaan perempuan pelaku usaha kecil menengah di JARPUK Bantul dan

KOPWAN Setara Klaten. Data dalam penelitian ini dikategorikan dua bentuk, yaitu

data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang didapat dari hasil wawancara

langsung oleh informan di lapangan, berupa pernyataan atau tindakan yang dilakukan

informan yang mengikuti pelatihan TIK dan memanfaatkannya untuk pengembangan

diri dan usahanya, serta data yang diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD)

pada pertemuan pengurus LKP di JARPUK Bantul dan pertemuan kader di

KOPWAN Setara. Sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan dari

literatur, leaflet, website Asppuk dan Koperasi Wanita SETARA, jurnal, koran

KRIDA, majalah ilmiah, dan catatan-catatan dokumentasi yang ada di lokasi

penelitian.

55

1.7.4 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber data

sekunder dan primer.Data sekunder diperoleh dari data-data terkait kebijakan dan

strategi organisasi yang melakukan pemberdayaan perempuan dengan menggunakan

TIK. Data sekunder dalam riset ini diposisikan sebagai pembanding sekaligus

pelengkap data primer. Sedangkan data primer adalah data utama yang didapat

melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen, serta FGD. Pengumpulan data

diarahkan kepada pihak-pihak yang berkompeten dan terlibat langsung pada proses

pemberdayaan perempuan dengan menggunakan TIK. Literatur yang relevan juga

digunakan sebagai landasan dalam analisis penelitian ini.

Setelah memperoleh ijin penelitian, proses pengumpulan data dapat dimulai.

Penelitian dimulai dengan observasi ke lapangan untuk menjelaskan maksud dan

tujuan penelitian. Beberapa hari pertama, kegiatan banyak berkonsentrasi dalam

perkenalan, hal ini diharapkan memudahkan untuk memetakan semua partisipan di

lokasi penelitian, disamping itu juga dipelajari rutinitas dan kebiasaan yang

dilakukan di lokasi penelitian, baik formal maupun informal.

Setelah mempelajari peran dan hubungan antar partisipan, dilanjutkan dengan

menentukan informan yang cocok untuk penelitian. Seorang informan yang baik

adalah seorang yang mampu menangkap, memahami, dan memenuhi permintaan

peneliti, memiliki kemampuan reflektif, bersifat artikulatif, meluangkan waktu untuk

56

wawancara, dan bersemangat untuk berperan serta dalam penelitian (Morse,1986,

1991). Pemilihan partisipan pertama (the primary selection) secara langsung memberi

peluang bagi peneliti untuk menentukan sampel dari sekian informan yang langsung

ditemui, sedangkan informan kedua (secondary selection) berfungsi sebagai cara

alternatif bagi peneliti yang tidak dapat menentukan partisipan secara langsung.

Sedangkan Patton (1990) memberikan beberapa panduan terkait dengan teknik

sampling dan menyarankan bahwa alasan logis di balik teknik sampling bertujuan

dalam penelitian kualitatif merupakan prasyarat bahwa sampel yang dipilih sebaiknya

memiliki informasi yang kaya/rich information (Norman,Yvona : 290).

Informan dalam penelitian ini adalah Community Organizer (CO), kader, dan

anggota Jarpuk Bantul serta Kopwan Setara Klaten.Informan ditentukan sesuai

dengan criteria focus penelitian sehingga memperoleh hasil yang sesuai dengan

maksud dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti membagi dua kelompok

informan yang dijadikansumber data yang sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan dalam penelitian, yaitu sebagai berikut :

1.7.4.1 Informan Utama

Merupakan informan yang menjadi focus penelitian, Pada informan ini

dilakukan wawancara secara mendalam dan juga dilakukan pengamatan secara

intensif. Proses identifikasi informan penelitian dimulai dari wawancara lebih dalam

dengan informan utama yaitu Community Organizer (CO), selanjutnya wawancara

57

mendalam dilanjutkan dengan informan pendukung berdasarkan masukan dari

informan utama. Informan dalam penelitian ini adalah Community Organizer (CO),

pengurus, kader, anggota yang mengikuti pelatihan TIK dan anggota yang telah

memanfaatkan TIK untuk pengembangan diri dan usahanya.Jumlah informan yang

diambil sebanyak (8) orang dari Jarpuk Bantul dan (8) orang dari Koperasi Wanita

Setara Klaten.

Dari 8 informan di masing-masing lembaga terdiri dari 2 orang Community

organizer (CO), 2 orang pengurus organisasi, 12 orang kader lokal dan anggota yang

mengikuti pelatihan dan memanfaatkan TIK untuk mengembangkan diri dan

usahanya. Usia mereka beragam yaitu antara 32 – 54 tahun, dimana 2 informan

mewakili usia 32 tahun,informan mewakili 34 tahun, 2 informan mewakiliusia 35

tahun, 1 informan mewakiliusia 38 tahun, 2 informan mewakiliusia 39 tahun, 2

informan mewakiliusia 4 tahun, 1 informan mewakiliusia 42 tahun, 2 informan

mewakili usia 44 tahun, 1 informan mewakili usia 48 tahun, 1 informan mewakili

usia 50 tahun dan 1 informan mewakili usia 54 tahun. Dari 16 informan di 2 lembaga,

12 orang mewakili anggota dan kader lokal, 2 orang pengurus lembaga yang juga

berfungsi sebagai koordinator pendamping lapangan dan 2 orang adalah community

organizer yang mempunyai peran aktif dalam pemberdayaan perempuan melalui TIK.

Adapun data informan dapat dilihat dalam tabel 1.1 berikut :

58

Tabel 1.1 Data Informanberdasarpendidikan, usiadankedudukan di Lembaga

N0. Nama Usia Pendidikan Jabatan Lembaga 1. Indri 35 th S1 Anggota Jarpuk 2. Indarni 38 th SMEA Anggota Jarpuk 3. Umi 39 th S1 Anggota Jarpuk 4. Rismi 32 th SMA Anggota Jarpuk 5. Parjilah 42 th SMP Anggota Jarpuk 6. Dwi 32 th SMA Anggota Jarpuk 7. Iin 35 th SMA Pengurus Jarpuk 8. Radiyem 44 th S1 CO ASPPUK 9. Sugihartini 44 th SMA Anggota Kopwan

10. Aminem 54 th SMP Anggota Kopwan 11. Ngadinem 34 th SMEA Anggota Kopwan 12. Hartini 39 th D1 Anggota Kopwan 13. Endang 50 th SMA Anggota Kopwan 14. Suwarni 48 th SMEA Anggota Kopwan 15. Mulyani 40 th S1 Koord. PL Kopwan 16. Samini 44 th SMA CO Kopwan

Jika dilihat dari latar belakang pendidikan, 2 orang informan memiliki latar

belakang SMP, 9 orang informan memiliki latar belakang SMA dan salah satunya

adalah community organizer (CO), 1 orang informan D1dan 4 orang informan lulusan

S1 (terdiri dari pendamping dan anggota). Dalam hal ini, faktor pendidikan tidak

berpengaruh terhadap motivasi belajar TIK bagi perempuan. Hal tersebut dikarenakan

dalam mempelajari TIK diperlukan motivasi yang kuat dan persepsi perempuan

terhadap TIK, karena TIK terkadang masih asing bagi perempuan, dan TIK dianggap

tidak ramah terhadap perempuan.

59

1.7.4.2 Informan Pendukung

Merupakan informan yang memberikan informasi dimana sifatnya

mendukung dan menambah, serta memperkuat informasi yang diperoleh dari

informan utama. Dalam penelitian ini informan pendukung yaitu fasilitator pelatihan

TIK dari Combine Resource Institution yang memberikan pelatihan dan

pendampingan TIK kepada kedua lembaga obyek penelitian.

Sampel yang merupakan informan dalam penelitian ini jumlahnya tidak

dibatasi secara ketat, mengingat beberapa data yang diperoleh dirasa belum

mencukupi atau belum memenuhi apa yang menjadi kebutuhan dalam penelitian

sehingga sampel atau informan bisa ditambah atau diperluas sesuai dengan kebutuhan

data penelitian.

1.7.5 Teknik Pengumpulan Data

1.7.5.1 Observasi

Observasi adalah salah satu teknik pengumpulan data. Observasi sering

disebut sebagai proses pengamatan, dan istilah sederhananya adalah proses dimana

peneliti terjun langsung ke lokasi (Sevilla, 1993) Metode observasi yang akan

digunakan pada penelitian kualitatif ini adalah memakai observasi partisipatif dimana

pengamatan yang dilakukan bertujuan peneliti ke orang-orang yang ditelitinya dan ke

situasi atau lingkungan yang ditinggali oleh mereka (Pendit, 2003).

60

Observasi dilakukan dengan mengikuti pertemuan pengurus Jarpuk Bantul

dan pertemuan kader Kopwan Setara yang dilakukan setiap bulan dan pertemuan

kelompok yang waktunya menyesuaikan dengan jadwal waktu pertemuan mereka.

Dari Observasi ini, peneliti dapat mengamati dan mengenal dengan dekat pengurus

dan anggota Jarpuk Bantul maupun Kopwan Setara.

Metode observasi juga dilakukan secara tidak langsung dimana peneliti

mengamati kegiatan organisasi, program yang dilakukan dalam hubungannya dengan

pemberdayaan perempuan melalui TIK. Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat

bahwa ada perbedaan metode pemberdayaan perempuan melalui TIK di 2 lokasi,

termasuk pemanfaatan sarana dan prasarana TIK yang disediakan.

1.7.5.2 Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam dilakukan dalam pengumpulan data dari informan

kunci dan informan pendukung serta responden yang ditemukan dalam proses

penelitian berdasarkan kebutuhan penelitian lapangan (Denzin dan Lincoln, 1994:

12).Wawancara mendalam dilakukan kepada Fasilitator pelatihan komputer dari

penyelenggara pelatihan ( 2 orang Fasilitator dari Combine Resource Institution), 2

Community Organizer (CO) dari JARPUK Bantul dan 2 CO dari Koperasi Wanita

Setara Klaten. Wawancara mendalam juga dilakukan kepada anggota yang sudah

mengikuti pelatihan TIK dan memanfaatkannya ( 6 anggota JARPUK Bantul dan 6

anggota Koperasi Wanita Setara ). Wawancara kepada informan dilakukan dengan

61

bertatap muka langsung, dan mengingat kemajuan teknologi saat ini, kekurangan data

dilakukan wawancara melalui media komunikasi, telepon,email dan sms.

1.7.5.3 Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi yang dilakukan adalah membaca dokumen-dokumen yang

berhubungan pemberdayaan perempuan dan peran TIK dalam pemberdayaan

perempuan. Penelusuran terhadap dokumen terkait dilakukan dengan mencari di

beberapa tempat seperti kantor-kantor organisasi perempuan dan perpustakaan serta

dokumen-dokumen yang menjadi koleksi pribadi seseorang. Dokumen yang

dijadikan pedoman ialah dokumen yang berkaitan langsung dengan pemberdayaan

perempuan pelaku usaha kecil menengah dan pemanfaatan TIK.

Pentingnya melakukan studi terhadap dokumen didasarkan pada beberapa

alasan. Pertama, dokumen merupakan sumber informasi yang lestari, meskipun ia

tidak berlaku lagi. Kedua, dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan dasar

mempertahankan diri terhadap tuduhan atau kekeliruan interpretasi. Ketiga, dokumen

merupakan sumber data yang alami yang bukan hanya muncul dalam konteksnya,

tetapi juga menjelaskan konteks itu sendiri. Keempat, dokumen relatif mudah, murah

diperoleh. Kelima, dokumen merupakan sumber yang non-reaktif. Keenam, dokumen

berperan sebagai sumber pelengkap bagi informasi yang diperoleh melalui observasi

atau wawancara (Guba dan Lincoln, 1994).

Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan berbagai dokumen mulai dari

buku, artikel, jurnal, perundang-undangan, dan makalah, sampai penelitian terdahulu

62

yang berhubungan dengan tema. De ngan demikian diperoleh gambaran yang luas

data-data yang pernah ditemukan peneliti ahli sebelumnya. Literatur ini sangat

membantu menjawab soal bagaimana TIK dipergunakan dalam pemberdayaan

perempuan khususnya pelaku usaha kecil menengah.

1.7.5.4 Focus Group Discussion (FGD)

Diskusi dilakukan dengan pengurus kelompok perempuan usaha kecil di

JARPUK Bantul dan kader Koperasi Wanita Setara Klaten perihal pemanfaatan TIK.

Diskusi terhadap kedua unsur tersebut dilakukan secara terpisah mengingat

keterbatasan waktu dan kesempatan. Data yang diharapkan diperoleh adalah

keterangan atau pendapat yang berkaitan langsung permasalahan penelitian.

Diskusi diadakan beberapa kali tergantung pada kebutuhan data yang ingin

dicapai. Langkah-langkah tersebut ditempuh agar mendapat data dan disesuaikan

dengan kebutuhan penelitian. Demikian pula, teknik pengumpulan data dilakukan

secara fleksibel sesusai kebutuhan dan kondisi di lapangan penelitian (Clandinin dan

Connelly, 1994).

FGD dilakukan di JARPUK Bantul pada pertemuan pengurus lembaga

keuangan perempuan (LKP) dihadiri wakil pengurus, kemudian FGD dilakukan pada

pertemuan kader atau pengurus team inti Koperasi wanita Setara Klaten, kekurangan

data dilakukan melalui telepon dan email, hal ini dilakukan karena kader sudah

terbiasa mengirim laporan melalui email ke pengurus koperasi.

63

1.7.6 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahap. Pertama, reduksi

data. Data yang diperoleh dari observasi, wawancara, atau studi dokumen serta FGD

disimpulkan melalui penafsiran peneliti yang nantinya diharapkan akan memberi data

siap pakai. Kedua, display data. Data yang berhasil dikumpulkan dijelaskan dalam

bentuk kategori-kategori agar mempermudah proses verifikasi. Pada tahap ini, akan

diperoleh sinopsis dan kumpulan-kumpulan data kualitatif. Ketiga, verifikasi data.

Pada tahap ini data dikelompokan sesuai kategori masing-masing. Setelah proses

tersebut, peneliti menuangkan data dalam bentuk tulisan yang dibagi ke dalam

beberapa bagian tesis.

Analisis data juga mempunyai kedudukan yang sangat penting. Analisis data

merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang didapat dari

hasil wawancara, catatan lapangan, dokumentasi, dengan mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga

ditemukan hipotesis. Selain itu, hasil penelitian akan dianalisis secara deskriptif

kualitatif berdasarkan kajian teoritis dan mempertimbangkan pendapat dan pemikiran

yang sudah ada. Alat analisis yang digunakan adalah memakai analisis gender, di

mana analisis gender melihat relasi antara perempuan dan laki-laki dan mencermati

peran, akses dan kontrol mereka atas sumber daya serta hambatan yang mereka

hadapi satu sama lain (IASC, 2006).

64

Selain itu, setelah melewati tiga tahapan di atas, analisis dataini dilanjutkan

dengan menggunakan analisis SWOT terhadap faktor internal-eksternal organisasi

dan faktor perempuan usaha mikro kecil menengah dalam proses pemberdayaan,

peluang dan ancaman yang meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perempuan

terhadap TIK juga faktor yang menghambat pemberdayaan perempuan menggunakan

TIK dalam organisasi dan perempuan usaha kecil menengah.

Salah satu strategi membuat program pemberdayaan perempuan adalah

analisis SWOT. Secara sederhana pengertian SWOT dipahami sebagai pengujian

terhadap kekuatan dan kelemahan internal sebuah organisasi, serta kesempatan dan

ancaman lingkungan eksternalnya. Analisis terhadap kekuatan (strengthen),

kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan ancaman (threat). Teknik ini

merupakan teknik analisis manajemen dengan mengidentifikasi secara internal

perihal kekuatan dan kelemahan, sekaligus faktor eksternal berupa peluang serta

ancaman. Aspek internal dan eksternal dipertimbangkan dalam kaitannya dengan

konsep strategis dalam rangka menyusun program aksi, langkah-langkah, atau

tindakan untuk mencapai tujuan kegiatan dengan cara memaksimalkan kekuatan dan

peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman sehingga mengurangi resiko.

Dengan kata lain, analisis SWOT adalah cara menganalisis faktor-faktor internal dan

eksternal menjadi langkah-langkah strategi dalam pengoptimalan usaha yang lebih

menguntungkan. Dalam analisis faktor-faktor internal dan eksternal tersebut

ditentukanlah aspek-aspek yang menjadi kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan yang

65

menjadi ancaman sebuah organisasi. Dengan begitu akan dapat ditentukan berbagai

kemungkinan strategi yang dapat dijalankan (Rangkuti, 2005). Analisis SWOT

adalah identifikasi berbagai faktor sistematis untuk merumuskan strategi organisasi.

Analisis SWOT didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang

dan secara bersamaan bisa meminimalkan kelemahan dan ancaman.

Adapun gambaran proses analisis data dalam penelitian ini sebagaimana

berikut:

1. Peneliti mengambil data menggunakan teknik pengambilan data; observasi,

dokumentasi, wawancara dan focus groupdiscussion (FGD)

2. Data yang sudah terkumpul kemudian direduksi sesuai dengan kebutuhan

dalam penelitian ini, kemudian data tersebut disajikan (display data)

berdasarkan kategori-kategoi atau pengelompokkan berdasarkan kriteria

tertentu untuk mempermudah proses verifikasi data.

3. Setelah data melalui proses analisis, yaitu reduksi, display data, dan verifikasi,

maka selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik SWOT

untuk mengetahui faktor internal dan eksternal yang menghambat dan

mendukung pelaksanaan program pemberdayaan informasi bagi perempuan

dengan menggunakan TIK