bab i pendahuluan 1.1. latar belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu...

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat suatu bangsa. Indonesia saat ini sedang mengupayakan pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan di Indonesia dapat dikatakan lebih maju di daerah perkotaan yang sebab pembangunannya relatif lebih cepat karena mengingat jumlah penduduk dan aktivitas di daerah perkotaan yang lebih banyak. Pada kenyataannya terjadi ketimpangan pembangunan terutama terjadi antara Jawa-luar Jawa, kawasan Indonesia Barat-Timur, serta ketimpangan kota dengan desa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (http://www.bps.go.id/?news=1023) penduduk miskin pada tahun 2013 di Indonesia 28,07 juta orang, pada daerah perkotaan jumlah 10,5 juta orang penduduk miskin dan di desa sebesar 17,74 juta orang. Berdasarkan hal tersebut di atas memberikan gambaran faktual kondisi yang terjadi dalam masyarakat perdesaan secara keseluruhan. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia Sangat ironis memang dengan wilayah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan luas kurang lebih 4,8 juta km2 dengan luas daratan 1,9 juta km2 yang tersebar di 62.806 buah desa (Wasistiono dan Tahir 2007: 1). Penduduk miskin di Indonesia bermukin di desa dengan kondisi yang masih

Upload: hatram

Post on 30-Jul-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan merupakan proses perubahan yang berlangsung secara

sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat suatu bangsa. Indonesia saat ini

sedang mengupayakan pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi

keseluruhan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas

mewujudkan tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945. Pembangunan di Indonesia dapat dikatakan lebih maju di daerah

perkotaan yang sebab pembangunannya relatif lebih cepat karena mengingat

jumlah penduduk dan aktivitas di daerah perkotaan yang lebih banyak. Pada

kenyataannya terjadi ketimpangan pembangunan terutama terjadi antara Jawa-luar

Jawa, kawasan Indonesia Barat-Timur, serta ketimpangan kota dengan desa.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (http://www.bps.go.id/?news=1023)

penduduk miskin pada tahun 2013 di Indonesia 28,07 juta orang, pada daerah

perkotaan jumlah 10,5 juta orang penduduk miskin dan di desa sebesar 17,74 juta

orang.

Berdasarkan hal tersebut di atas memberikan gambaran faktual kondisi

yang terjadi dalam masyarakat perdesaan secara keseluruhan. Desa adalah desa

dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa,

adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang

untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat

setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional

yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia

Sangat ironis memang dengan wilayah yang terbentang dari Sabang

sampai Merauke dengan luas kurang lebih 4,8 juta km2 dengan luas daratan 1,9

juta km2 yang tersebar di 62.806 buah desa (Wasistiono dan Tahir 2007: 1).

Penduduk miskin di Indonesia bermukin di desa dengan kondisi yang masih

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

2

tertinggal dalam bidang pendidikan dan sulitnya lapangan pekerjaan. Menanggapi

permasalahan di atas pemerintah melakukan inisiatif dengan membuat kebijakan

pembangunan nasional, yang memberi perhatian penting pada pembangunan desa.

Pembangunan desa adalah upaya yang dilakukan secara terencana dan

berkelanjutan untuk mencapai masyarakat desa yang dicita-citakan guna mencapai

masyarakat yang sejahtera. Sebagaimana diungkapkan Soemantri (2010: 70)

bahwa : Pembangunan desa disusun secara partisipasif oleh Pemerintah Desa

sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan lembaga kemasyarakatn desa,

karena lembaga kemasyarakatan desa merupakan mitra kerja Pemerintah Desa

dalam aspek perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan yang

bertumpu pada masyarakat.

Berdasarkan pada kenyataan di atas, muncul gagasan-gagasan dan

rencana-rencana pembangunan antara lain bertujuan untuk membebaskan

masyarakat pedesaan dari belenggu keterbelakangan, kemiskinan, dan sebagainya

melalui program pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam

permasalahan pembangunan perdesaan adalah rendahnya aset yang dikuasai oleh

masyarakat perdesaan ditambah lagi dengan masih rendahnya akses masyarakat

ke sumber daya ekonomi, seperti informasi, teknologi dan jaringan kerjasama.

Oleh karena itu diperlukan sasaran yang dapat dilakukan dalam

pembangunan perdesaan meliputi: 1) Mewujudkan peningkatan kesejahteraan

masyarakat perdesaan; 2) Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur di

kawasan pemukiman di perdesaan; 3) Meningkatkan akses, kontrol dan partisipasi

seluruh elemen masyarakat. Kehadiran Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah memberikan makna dasar bahwa desa menuju self

governing community yaitu suatu komunitas yang mengatur dirinya sendiri

dengan menganut prinsip money follow function yang berarti bahwa pendanaan

mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab

masing-masing tingkat pemerintah (Tesis Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi

Dana Desa, Agus Subroto: 2009). Menurut Widjaja (2012: 24) menyatakan fungsi

pemerintah desa hanya sebagai unsur pelaksana daerah yang kegiatannya

dirancang dari atas ke bawah (top down planning) sehingga besifat sentralistik.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

3

Desa memiliki posisi yang sangat strategis, sehingga diperlukan perhatian

yang seimbang terhadap penyelenggaraan otonomi desa tersebut. Dalam rangka

meningkatkan pemberdayaan, kesejahteraan dan pemerataan pembangunan di

pedesaan maka diperlukan sumber pendapatan desa. Sejalan dengan hal itu

Widjaja (2012: 133) maka pemerintah memberikan Alokasi Dana APBD

Kabupaten Provinsi dan Pemerintah Pusat sebesar 10% untuk pemerataan

pembangunan di pedesaan. Pembangunan fisik merupakan wujud dari

pembangunan desa, akan tetapi sarana dan prasarana desa masih kurang memadai

dalam pencapaian pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut

maka dana merupakan faktor dasar dalam meningkatkan pembangunan desa.

Sesuai dengan pernyataan Simanjuntak (dalam Agus Subroto, Tesis Akuntabilitas

Pengelolaan Alokasi Dana Desa, 2009) bahwa transfer dana menjadi penting

untuk menjaga/menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum.

Konsekuensi dari pernyataan tersebut adalah desentralisasi kewenangan harus

disertai dengan desentralisasi fiskal. Realisasi pelaksanaan desentralisasi fiskal di

daerah mengakibatkan adanya dana perimbangan keuangan antara kabupaten dan

desa yang lebih dikenal dengan sebutan Alokasi Dana Desa (ADD). Sesuai

dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 113 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Keuangan Desa bahwa Alokasi Dana Desa (ADD) yaitu dana

perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Tujuan

pemberian ADD menurut Sahdan, dkk. (2006: 6) sebagai berikut. 1) Untuk

memperkuat kemampuan keuangan desa (APBdes) dengan demikian sumber

APBDes terdiri dari PADes ditambah ADD; 2) Untuk memberi keleluasaan bagi

desa dalam mengelola persoalan pemerintahan, pembangunan serta social

masyarakat desa; 3) Untuk mendorong terciptanya demokrasi desa; 4) Untuk

meningkatkan pendapatan dan pemerataannya dalam rangka mencapai

kesejahteraan masyarakat desa.

Untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan dalam menerapkan atau

dalam menjalankan kebijakan ADD, diperlukan adanya kelembagaan yang kuat di

desa, sehingga dana tersebut dapat terkelola dengan baik. Kelembagaan desa yang

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

4

kuat dapat menjamin keberlanjutan ADD dan program yang dibiayai ADD dapat

melibatkan perangkat desa dan masyarakat desa secara keseluruhan.

Kemudian sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa yang disahkan 15 Januari 2014, Pemerintah Desa mendapat tambahan

alokasi anggaran dari APBN yakni sekitar 10% yang direalisasikan secara

bertahap sesuai kemampuan negara. Dana Desa tersebut diberikan kepada seluruh

desa dengan kisaran rata-rata Rp 1 miliar per tahun tergantung jumlah penduduk,

luas wilayah, tingkat kesulitan geografis dan angka kemiskinan serta . Dana Desa

tersebut mulai cair tahun 2015 dan baru diimplementasikan pada bulan April

2015. Sehingga kini sumber APBDes selain dari PAD, Dana Pengembalian, ADD

yang bersumber dari transfer APBN dalam bentuk DAU maupun DAK, juga

mendapat tambahan dari Dana Desa. Lantas seperti apa implementasinya dan apa

dampaknya? Paper ini mencoba mendeskripsikan implementasi Dana Desa di

Kecamatan Depok Kabupaten Sleman.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan diambil yaitu :

1) Bagaimana implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa?

2) Apakah implementasi Dana Desa memberi dampak bagi pembangunan

desa?

1.3. Tujuan

Tujuan pembuatan paper ini adalah :

1) Memenuhi tugas kelompok mata kuliah Studi Implementasi Kebijakan

pada Jurusan Ilmu Adminisrasi Negara Universitas Widya Mataram

Yogyakarta.

2) Untuk menjelaskan Implementasi Dana Desa setelah diterapkannya UU

Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang dapat diambil dari paper ini adalah :

1) Mahasiswa dapat mengetahui implementasi Dana Desa;

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

5

2) Mahasiswa dapat mengetahui dampak dari implementasi Dana Desa;

3) Menjadi bahan untuk penelitian lebih lanjut tentang implementasi Dana

Desa.

1.5 Kerangka Teori

Kebijakan Publik

Secara umum istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk

menunjuk perilaku aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun

suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan

tertentu. (Winarno, 2002 : 14). Robert Eyestone mengatakan kebijakan publik

adalah hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Sementara itu,

Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih

oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan (Winarno, 2002 : 15).

Tahap-tahap kebijakan publik meliputi (William Dunn dalam Winarno,

2002 : 28-30) : penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan,

implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan.

Implementasi Kebijakan Publik

James P. Lester dan Joseph Stewart dalam Winarno (2002 : 101-102)

memandang implementasi dalam pengertian luas, yaitu merupakan alat

administrasi hukum di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang

bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau

tujuan yang diinginkan. Sementara itu Van Meter dan Van Horn membatasi

implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-

individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan

untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan

kebijakan sebelumnya (Winarno, 2002 : 102).

Model Implementasi Kebijakan

Menurut Model Implementasi Kebijakan dari Edward III dijelaskan bahwa

penentu kebijakan dapat dilaksanakan dengan sukses atau justru mengalami

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

6

kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi,

Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154). Keempat faktor

tersebut saling menentukan dan saling berhubungan, sehingga sebuah

implementasi kebijakan akan berjalan lancar dan sukses apabila telah memenuhi

empat faktor tersebut secara bersama-sama.

Sumber daya, sebuah implementasi kebijakan memerlukan sumber daya

baik sumber daya manusia maupun sumber daya pendukung terkait yang

diperlukan. Sumberdaya merupakan hal penting lainnya, menurut George C.

Edward III dalam Leo Agustino (2006 : 151) dalam mengimplementasikan

kebijakan. Indikator sumber-sumberdaya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:

a. Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.

Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya

disebabkan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun

tidak kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor

saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan

keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam

mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang

diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.

b. Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua

bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara

melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus

mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan.

Kedua informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap

peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor

harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan

kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.

c. Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar

perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau

legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang

ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para

implementor di mata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

7

menggagalkan proses implementasi kebijakan. Tetapi, dalam konteks yang

lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering terjadi kesalahan

dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas

kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan; tetapi

di sisi lain, efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan

oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan

kelompoknya.

d. Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi

kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti

apa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk

melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana

dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil..

Disposisi, sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting dalam

pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu

kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus

mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan

untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.

Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi, menurut George C.

Edward III dalam Leo Agustino (2006 : 152), adalah:

a. Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para pelaksana akan

menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi

kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan

yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan

pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang

memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan; lebih khusus lagi

pada kepentingan warga.

b. Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan

untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan

memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak

menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

8

para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan.

Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan

menjadi faktor pendukung yang membuat para pelaksana kebijakan

melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya

memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi. sebuah

implementasi kebijakan akan terlaksana dengan baik apabila ada dukungan

dari masyarakat.

Komunikasi, hal tersebut menjadi penting dalam implementasi kebijakan,

karena berpengaruh terhadap isi pesan yang tersampaikan kepada masyarakat

tentang suatu program. Tanpa komunikasi sebuah kebijakan yang dirancang bagus

belum tentu akan berjalan baik. Komunikasi dua arah antara pelaksana kebijakan

dan masyarakat harus baik, demi mencapai pemahaman yang sama dalam suatu

kebijakan. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan

sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang

akan mereka kerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik,

sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus

ditransmisikan (atau dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat.

Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan

konsisten. Komunikasi (atau pentransmisian informasi) diperlukan agar para

pembuat keputusan di dan para implementor akan semakin konsisten dalam

melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat.

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalam mengukur

keberhasilan variabel komunikasi tersebut di atas, yaitu:

a. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan

suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam

penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi),

hal tersebut disebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa

tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah

jalan.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

9

b. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan

(street-level-bureuacrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak

ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu

menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana

membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada

tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang

hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

c. Konsistensi; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi

haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Karena

jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat

menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

Struktur Birokrasi, walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu

kebijakan tersedia, atau para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang

seharusnya dilakukan, dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu

kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi

karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu

kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi

tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan

sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya

kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung

kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi

dengan baik. Dua karakteristik, menurut Edward III, yang dapat mendongkrak

kinerja struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah: melakukan

Standar Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan Fragmentasi. SOPs

adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (atau pelaksana

kebijakan/administratur/birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada

tiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan (atau standar minimum yang

dibutuhkan warga). Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya peyebaran

tanggungjawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktiuvitas pegawai diantara

beberapa unit kerja.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

10

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

11

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sekilas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita

kemerdekaan. Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu

dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis

sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan

pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan

sejahtera. Itulah yang melatarbelakangi lahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa.

Tujuan dari pengaturan desa adalah untuk mendorong prakarsa, gerakan,

dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna

kesejahteraan bersama. Selain itu juga membentuk Pemerintahan Desa yang

profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab. Terwujudnya

kesejahteraan umum yang lebih cepat, meningkatkan pelayanan publik, ketahanan

sosial budaya, memajukan perekonomian masyarakat Desa dan mengurangi

kesenjangan pembangunan nasional juga merupakan tujuan dari UU ini. Tak

kalah pentingnya adalah untuk memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek

pembangunan. Maka UU ini menggunakan pendekatan “desa membangun” dan

“membangun desa”.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka pemerintah memfasilitasinya, salah

satunya dalam bentuk anggaran yang disebut dengan Dana Desa. Dana Desa

adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang

diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan

kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Alokasi APBN untuk Dana Desa

mempertimbangkan jumlah desa dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka

kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis. Dana Desa

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

12

diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati dalam

Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah. Pembangunan

Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

Dana Desa di Kabupaten/Kota yang dialokasikan dihitung dari perkalian

jumlah desa di suatu Kabupaten/Kota dengan rata-rata Dana Desa di setiap

provinsi. Komposisi pertimbangan penentuan alokasi Dana Desa adalah 30%

jumlah penduduk, 20% luas wilayah, dan 50% angka kemiskinan suatu

kabupaten/kota. Sedangkan tingkat kesulitan geografis dihitung berdasarkan

indeks kemahalan konstruksi.

Penyaluran Dana Desa dikucurkan secara bertahap pada tahun anggaran

berjalan yaitu tahap 1 pada bulan April sebesar 40%, tahap II pada bulan Agustus

40% dan tahap III pada bulan November sebesar 20%. Penyaluran setiap tahapan

paling lambat pada minggu kedua.

Perencanaan mengacu pada dokumen perencanaan Kabupaten/Kota yang

disusun berjenjang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

(RPJMDes) untuk jangka 6 tahun, dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes)

untuk jangka 1 tahun. RKPDes disusun bersama Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) berdasarkan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Dusun

(Musrenbangdus) dan Musyawarah Perencanaan Pembanguann Desa

(Musrenbangdes). RPJMDes dan RKPDes ditetapkan dalam Peraturan Desa

(Perdes) untuk menjadi pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Desa (APBDes).

Pembangunan Kawasan Pedesaan meliputi pembangunan infrastruktur,

peningkatan ekonomi pedesaan, dan pengembangan teknologi tepat guna; dan

pemberdayaan masyarakat Desa untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan

dan kegiatan ekonomi. Sesuai dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan

Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan

Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015, prioritas Dana Desa untuk tahun

2015 untuk belanja pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Adapun

prinsip Dana Desa yang bersumber dari APBN digunakan untuk mendanai

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

13

pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal

berskala Desa yang diatur dan diurus oleh Desa.

Prioritas penggunaan Dana Desa untuk pembangunan Desa dialokasikan

untuk mencapai tujuan pembangunan Desa yaitu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan,

melalui: pemenuhan kebutuhan dasar; pembangunan sarana dan prasarana Desa;

pengembangan potensi ekonomi lokal; dan pemanfaatan sumber daya alam dan

lingkungan secara berkelanjutan.

2.2. Implementasi Dana Desa di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman

Desa di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman yang menerima alokasi

Dana Desa yang ditransfer ke dari rekening Pemkab Sleman ke rekening Desa

yaitu Caturtunggal, Condongatur, dan Maguwoharjo. Sebagai kecamatan dengan

jumlah penduduk terbanyak se-Kabupaten Sleman, 3 Desa yang ada menerima

plafon anggaran Dana Desa yang cukup besar bila dibandingkan dengan

kecamatan lain. Masing-masing mendapat jatah Dana Desa berbeda-beda, yakni

Rp 363.285.000,- untuk Desa Caturtunggal, Rp 339.042.000,- untuk Desa

Condongcatur dan Rp 338.210.000,- untuk Desa Maguwoharjo1.

Proses pencairan Dana Desa untuk tahun 2015 dilakukan secara bertahap

sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2014, yakni pada bulan April, Agustus, dan

November. Adapun pemanfaatannya untuk kegiatan pembangunan infrastruktur

seperti pembuatan saluran drainase dan talut. Prioritas tersebut mengikuti Permen

Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2015

tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015. Tujuannya

adalah agar terlihat langsung dampaknya karena pembangunan fisik bisa langsung

dilihat hasilnya. Sementara kalau pemberdayaan masyarakat memerlukan waktu

bertahun-tahun untuk bisa melihat dampaknya.

Tahapan pencarian Dana Desa di setiap tahap, Pemerintah Desa harus

mencapaikan Surat Pertanggungjawaban dan Laporan Realisasi untuk bisa

1 Hasil wawancara dengan Ibu Diah Retnoningsih, S.I.P., MPA, Kepala Seksi Pemerintahan

Kecamatan Depok

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

14

mencairkan Dana Desa pada tahap berikutnya. Pada tahap awal, Pemerintah

membuat kebijakan bahwa Pemerintah Desa harus memiliki dokumen siklus

tahunan desa tahun berjalan, dokumen RPJMDes, RKPDes, APBDes dan Perdes

tentang Pungutan Desa untuk bisa mencairkan Dana Desa tahap I. Namun, pada

tahun 2015 ini sejak mulai berlakunya UU tentang Desa ini, masih banyak desa

yang belum memiliki kelengkapan dokumen-dokumen tersebut. Akhirnya Menteri

Desa mengeluarkan kebijakan cukup dengan menyusun proposal yang diajukan

kepada Pemkab sesuai dengan prioritas pembangunan desa agar tetap segera

terealisasi. Setelah tahap I terealisasi, maka SPJ harus masuk untuk bisa

mencairkan Dana Desa tahap II.

Fakta di lapangan, implementasi Dana Desa di Kabupaten Sleman baru

dimulai bulan Juli 2015 untuk tahap 1. Hal ini karena sosialisasi UU tentang Desa

baru dilaksanakan triwulan pertama tahun 2015 yakni pada bulan Maret. Selain

itu, peraturan turunannya baik PP dan Permen yang memuat pedoman umum,

prioritas penggunaan Dana Desa serta petunjuk teknis juga turunnya belum lama.

Belum lagi Peraturan Bupati yang mengatur masalah tersebut juga belum ada

mengingat masa jabatan Bupati Sleman yang kosong/habis. Sehingga

pelaksanaanya mundur dari yang seharusnya.

Perencanaan

Jika pemerintah daerah dan Kecamatan Depok menyusun RPJM, RKPD,

APBD dan Perda untuk menetapkan APBD untuk tahun berikutnya pada tahun

sebelumnya atau semester akhir tahun sebelumnya, Pemerintah Desa (Pemdes)

biasanya baru menyusun dokumen RKPDes, APBDes dan Perdes pada tahun

berjalan. Hal inilah yang menghambat pencarian Dana Desa pada tahap I karena

banyak desa yang belum menyusun dokumen-dokumen tersebut. Meskipun pada

tahap I ada solusi, namun Pemdes belum terbiasa melakukan penyusunan

dokumen perencanaan seperti yang dilaksanakan oleh Pemkab atau kecamatan.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

15

Implementasi

Tahap I pencairan yang baru dimulai pada bulan Juli 2015 sebagai wujud

implementasi Dana Desa membuat sebagian besar Perangkat Desa tidak siap.

Pihak Pemdes belum atau tidak pernah menyusun dokumen perencanaan,

dokumen keuangan, pelaporan dll sesuai dengan sistem perencanaan

pembangunan dan sistem keuangan negara dan daerah. Pemerintah memang

melaksanakan kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis untuk mengurangi

permasalahan ketidaksiapan Pemdes. Namun, hal tersebut dirasa masih sulit

karena harus belajar benar-benar dari nol.

Sebenarnya Pemerintah mengirim tim pendamping untuk mendampingi

Pemdes dalam mengimplementasikan Dana Desa tersebut. Mulai dari

perencanaan, implementasi dan pelaporan pertangungjawaban. Namun, tim

pendamping baru ada pada bulan Oktober 2015. Akhirnya pihak Kecamatan

Depok melalui Seksi Pemerintahan-lah yang mendampingi ketiga Desa mulai dari

perencanaan hingga pelaporan.

Dana Desa adalah hal yang baru sehingga pihak kecamatan juga secara

tidak langsung harus terlibat. Meskipun kewenangan camat hanya sebagai tempat

konsultasi dalam hal penyusunan dokumen perencanaan. Namun karena tim

pendampingan desa belum juga ada, maka beban kecamatan menjadi bertambah

dan sebenarnya hal tersebut bukan menjadi kewenangan kecamatan untuk hal-hal

teknis implementasi.

Pelaporan dan SPJ

Menteri Desa menggembor-gemborkan pelaporan Dana Desa cukup dua

lembar saja yaitu lembar pengantar dan ringkasan realisasi Dana Desa yang

memuat nominal umum dan program pembangunan fisik apa yang sudah

dilaksanakan. Laporan tersebut disampaikan kepada Bupati melalui Camat.

Namun, untuk kehati-hatian terkait nanti pemeriksaan oleh Inpektorat, BPK

bahkan KPK, maka pelaporan kegiatan di setiap Desa yang ada di wilayah

Kecamatan Depok harus lengkap, detail, disertai dengan nota dan foto kegiatan

pembangunan mulai dari 0%, 40% 80% dan 100%. Hanya saja laporan lengkap

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

16

tersebut hanya disimpan di tingkat Desa. Sedangkan yang dilaporkan ke Bupati

memang hanya dua atau beberapa lembar saja tanpa rincian pengeluaran, nota dan

foto kegiatan hasil pembangunan.

Seperti yang kita ketahui bahwa selama ini pelaporan keuangan di

Pemerintah Desa tidak mengikuti Sistem Keuangan Negara dan Daerah.

Perencanaan keuangan tidak memuat kode rekening, tidak ada pembiayaan pajak,

item belanja yang dipisah seperti belanja modal barang dan jasa, honor, dsb.

Namun sejak implementasi Dana Desa ini, Pemdes harus mengikuti sistem

keuangan yang diterapkan di pemerintah. Kecamatan Depok sudah menerapkan

sistem keuangan tersebut sehingga Desa selalu “belajar” kepada pihak kecamatan.

Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi

Peran pemantauan, pengawasan dan evaluasi dilaksanakan oleh

Kecamatan melalui Seksi Pemerintahan, Pemerintah Kabupaten melalui Bagian

Pemerintahan Desa, dan Inspektorat serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pihak kecamatan lebih kepada pemantauan dan pendampingan perencanaan.

Namun, perannya ternyata juga merambah ke hal-hal teknis lainnya.

Pemkab Sleman juga melaksaakan perannya sebagai pemantau, pembina,

pengawasan, dan evaluasi meskipun beberapa perannya diwakilkan kepada

kecamatan. Sementara itu, pihak inspektorat mengevaluasi pelaporan keuangan.

Di sini pula terbangun jalur Komunikasi antara Pemerintah Desa, Kecamatan

Depok dan Pemerintah Kabupaten.

Stakeholder dan Lembaga terkait

Dalam implementasi UU tentang Desa ini, pihak yang terlibat yaitu

Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal

Dan Transmigrasi, Kementerian Keuangan, Pemerintah Provinsi, Pemerintah

Kabupaten/Kota, Kecamatan dan tim pendamping.

Pendamping Desa melaksanakan tugas mendampingi Desa, meliputi

mendampingi Desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan terhadap

pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

17

Hambatan

1. Regulasi yang tidak jelas, terlambat, dan bias

UU No. 6 Tahun 2014 baru diundangkan 15 Januari 2014, kemudian

peraturan pelaksanaannya dalam PP Nomor 60 Tahun 2014 diatur pada 21 Juli

2014. Dalam PP tersebut diatur bahwa pedoman penggunaan Dana Desa paling

lambat 2 bulan sejak Permen prioritas penggunaan Dana Desa. Namun

pedoman yang tertuang dalam Permen baru keluar 31 Desember 2014.

Sedangkan Permen prioritas penggunaan Dana Desa untuk tahun 2015 baru

keluar pada bulan Februari 2015. Implementasi sudah jalan, namun petunjuk

teknis belum ada. Akhirnya pihak Pemdes masih meraba-raba bagaimana

implementasinya.

2. Ketidaksiapan Perangkat Desa

Perangkat Desa pada tahap awal implementasi belum siap menjalankan

amanah UU tersebut. Selain karena petunjuk teknis yang terlambat, perubahan

sistem yang ada baik dalam sistem perencanaan, keuangan dan pelaporan

cukup membuat bingung pihak implementor yaitu Desa.

3. Perbedaan persepsi pihak evaluator dalam keuangan dengan implementor

Dalam penyusunan dokumen perencanaan keuangan maupun

pelaporannya, terdapat perbedaan yang jauh sekali antara sebelum UU ini lahir

dengan setelah UU ini lahir dan pada implementasinya. Misalnya rincian

belanja modal barang dan jasa. Ada item belanja yang kena pajak, ada yang

tidak. Seringkali pihak Pemdes yang sudah berkonsultasi dengan kecamatan

menyusun dengan benar bahwa ini tidak terkena pajak. Namun, pihak

inspektorat mengatakan bahwa belanja item ini terkena pajak. Setelah

dikonsutasikan ke Bagian Pemdes Pemkab Sleman, ternyata beda lagi

jawabannya. Karena untuk kehati-hatian, maka akhirnya pihak Pemdes

mengikuti arahan inspektorat. Uang pembiayaan pajak seringkali diambilkan

dari Kas Desa.

Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran pihak Pemdes selaku

pelaksana kebijakan. Bayang-bayang terjerat hukum dan berhadapan dengan

inspektorat ataupun BPK bahkan KPK menyelimuti pikiran Pemdes. Karena

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

18

penyelewengan memang rawan terjadi. Penyelewengan tersebut bisa karena

disengaja atau bisa saja karena ketidaktahuan Pemdes. Belanja Barang dan Jasa

meliputi pembelian material, honor nara sumber, pemeliharaan, makan minum

rapat, transport dsb. Namun untuk masalah honor, pihak kecamatan mewanti-

wanti agar sumber dana diambilkan dari sumber lain, bukan dari dana desa.

Misalnya kas desa, dana bagi hasil, PAD atau ADD. Sehingga Dana Desa

benar-benar terealisasi untuk kepentingan masyarakat.

4. Tim Pendamping tidak menjalankan tugasnya dengan baik

Sesuai dengan ketentuan UU ini, seharusnya ada tim pendamping secara

berjenjang di tingkat provinsi, kabupaten dan desa. Namun faktanya tim

pendamping baru ada pada bulan Oktober 2015 sedangkan implementasi

kebijakan sudah berjalan sejak bulan Juli. Sehingga peran pendamping teknis

yang mendampingi Desa kurang optimal.

5. Pelaporan pertanggungjawaban terlambat

Implementasi awal atau tahap I yang terlambat maka penyampaian SPJ

juga terlambat. Sehingga tahap II juga terlambat. Pencairan tahap II baru

terealisasi bulan Oktober dan hingga bulan Desember ini masih ada desa yang

belum menyampaikan SPJ tahap II. Padahal tahap III cair pada bulan

November. Ada kekhawatiran dana desa tahap III yang seharusnya cair

November namun karena terlambatnya SPJ tahap II maka tidak bisa cair.

Artinya 20% dana desa tidak terserap dan tidak terealisasi.

2.3 Dampak Implementasi Dana Desa

1) Sistem perencanaan di Pemdes menjadi lebih tertata dan tertib

2) Sisem pelaporan keuangan dan kegiatan serta administrasi Pemdes

menjadi lebih baik.

3) Pembelajaran baru bagi Desa tentang pengelolaan Desa dengan

menyesuaiakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4) Wujud implementasi asas-asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik

(good governance).

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

19

5) Desa mendapat tambahan pendapatan dari APBN sehingga pembangunan

di Desa menjadi lebih baik, maju dan terasa dampaknya mengingat untuk

tahun 2015 ini Dana Desa diprioritaskan untuk pembangunan fisik.

2.4 Analisis Implementasi Dana Desa di Kecamatan Depok

1) Sumber Daya

Staf. Perangkat Desa selaku implementor kurang memahami sistem-sistem

yang berlaku selama ini di bidang penyelenggaraan pemerintahan.

Sehingga perlu ada bimtek untuk meningkatkan kemampuan dan

keterampilan perangkat desa. Kepala Bagian atau Kaur Keuangan di Desa

didominasi oleh orang-orang yang sudah tua. Sehingga berpengaruh pula

pada kemampuan, keterampilan dan penguasaan TIK dalam menjalankan

kebijakan Dana Desa.

Informasi. Perangkat Desa pada awalnya tidak tahu, bingung, dan tidak

jelas tentang apa yang harus dilaksanakan dengan dana tersebut.

Sosialisasi yang lambat tentang regulasi menyebabkan arus informasi yang

sampai ke perangkat desa juga terlambat. Tahap awal mungkin pelaksana

akan mentaati peraturan perundang-undangan. Namun tidak menutup

kemungkinan akan terjadi penyelewengan. Selain itu kurangnya informasi

menyebabkan kendala dalam pelaksanaan kebijakan ini.

Wewenang. Terdapat tumpang tindih kewenangan dalam pendampingan

desa. Tim Pendamping tidak memainkan perannya secara optimal.

Sehingga pihak kecamatanlah yang menjalankan wewenang tim

pendamping desa agar kebijakan dana desa tetap berjalan dan tujuan

tercapai.

2) Komunikasi

Transmisi. Tahap awal implementasi memang menimbulkan kebingungan

tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana caranya, dsb. Seringkali

timbul kesalahpahaman terhadap regulasi yang ada seperti dalam sistem

keuangan tentang belanja barang dan jasa yang mana yang kena pajak.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

20

Sehingga timbul pertentangan antara inspektorat dan Bagian Pemdes atau

kecamatan.

Kejelasan. Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis pelaksanaan UU ini

belum jelas pada awal-awal pelaksanaan. Pihak Pemdes, Kecamatan dan

Pemkab masih meraba-raba. Pasalnya UU lahir pada awal tahun 2014, PP

baru lahir akhir tahun 2014, sedangkan pedoman dan petunjuk teknis juga

baru ada tahun 2015. Selain itu Perbup juga turun terlambat.

Konsistensi. Perintah-perintah pelaksanaan yang belum konsisten dan

belum jelas menyebabkan ketidakefektifan implementasi kebijakan ini.

Hal ini akan menimbulkan kelonggaran dan penafsiran yang berbeda-beda

tentang ketentuan yang ada.

3) Struktur Birokrasi

Secara umum, pihak Pemdes belum memiliki SOP dalam hal

pembangunan masyarakat desa. Sehingga timbul ketidakseragaman

implementasi di setiap Desa. Namun, pihak kecamatan mengambil

langkah untuk menyeragamkan sistem pelaporan agar ketika pemeriksaan

dokumen lengkap dan meminamilisir temuan. Di tingkat atas

menggembor-gemborkan bahwa laporan cukup dua lembar, sehingga baik

pihak kecamatan maupun kabupaten tidak berani menyusun ketentuan

secara tertulis tentang sistematika pelaporan. Hanya saja disiasati laporan

lengkap tetap menyesuaikan yang berlaku selama ini namun disimpan di

tingkat Desa. Selain itu mindset Pemdes yang selama ini memiliki

kewenangan “bebas” dalam penyelenggaraan pemerintahan, harus mulai

mengubah pola pikirnya sehingga birokrasi lebih tertata. Koordinasi antar

lembaga cukup berjalan dengan baik dan lancar baik BPD, kecamatan

maupun masyarakat.

4) Disposisi/Kecenderungan-kecenderungan

Pengangkatan Birokrat. Meskipun pejabat Kepala Bagian/Kepala Urusan

adalah sudah berumur dengan keterbatasan kemampuan, namun staf diisi

oleh mayoritas usia produktif dan relatif muda. Sehingga permasalahan

tersebut bisa sedikit diatasi. Begitu juga dengan personil BPD yang sangat

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

21

kooperatif sehingga dokumen-dokumen yang disusun oleh Kepala Desa

bersama BPD bisa lebih tersusun sesuai ketentuan.

Intensif. Untuk menunjukkan komitmen terhadap pembangunan desa yang

diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur, pihak Pemdes

memberikan insentif atau honor. Tetapi sumber dana tersebut diambilkan

dari ADD, kas desa atau dana pengambalian.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

22

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Untuk mencapai keberhasilan dalam implementasi kebijakan diperlukan

suatu kesatuan misi dari pemerintah dengan masyarakatnya. Birokrasi sebagai

pelaksana kebijakan memiliki peranan penting dalam upaya mensosialisasikan

kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah.

Dana Desa akan memberikan dampak yang positif bagi pembangunan desa

apabila program-program dari kebijakan yang telah ditetapkan dapat terlaksana

dengan baik. Dana Desa pada tahun 2015 ini diprioritaskan untuk pembangunan

fisik agar terlihat nyata hasilnya dan masyarakat merasakan manfaatnya.

Implementasi Dana Desa baru saja dimulai dan tahap III belum terealiasi karena

beberapa kendala seperti yang sudah diuraikan pada bab pembahasan sebelumnya.

Masih dijumpai kendala di lapangan mengingat Dana Desa adalah kebijakan baru

yang baru juga dilaksanakan.

Dampak dari adanya Dana Desa ini adalah terjadi perubahan sistem

penyelenggaraan pemerintahan di tingkat Pemerintah Desa. Hal tersebut nampak

pada penyusunan dokumen perencanaan seperti RPJMDes, RKPDes, penetapan

APBDes dan Perdes. Selain itu juga dalam sistem keuangannya yang kini mulai

menyesuaikan sistem keuangan negara dan daerah. Terdapat peningkatan

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan Pemdes dalam penyelenggaraan

kegiatan-kegiatan administratif. Selain itu, pembangunan masyarakat desa bisa

berjalan lebih baik dengan dukungan infrakstruktur yang lebih memadai.

3.2. Saran

Kapasitas Aparatur Desa sebagai pelaksana kebijakan Dana Desa menjadi

faktor penunjang keberhasilan pelaksanaan program-program yang dibiayai Dana

Desa yang bersumber dari APBN. Kemampuan dan keterampilan Aparatur Desa

sebagai pelaksana kebijakan merupakan dasar dari pelaksanaan Pemerintahan

khususnya dalam mengelola Dana Desa. Sehingga perlu pelatihan, dan bimbingan

teknis terkait hal-hal baru yang selama ini belum ada di Desa.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

23

Masih adanya bias dalam hal regulasi dan sistem evaluasi keuangan

seharusnya bisa segera diatasi dengan koordinasi antar pemangku

kepentingan/stakeholder, sehingga tercipta tata kelola hubungan antar lembaga

yang lebih baik. Pelaksanaan kewenangan di setiap stakeholder seharusnya juga

dilaksanakaan sesuai tanggung jawabnya sehingga tidak tumpang tindih. Ke

depan perlu pengawasan, pendampingan, dan pembinaan lebih intensif mengingat

tahun 2015 ini Dana Desa belum sepenuhnya cair. Apabila sudah cair 100% maka

dana yang diterima Desa jauh lebih besar lagi. Agar tidak terjadi penyalahgunaan,

maka perlu adanya mekanisme pengawasan yang lebih baik lagi.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - … · 6 kegagalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Sumber Daya, Disposisi, Komunikasi dan Struktur Birokrasi (Winarno, 2002 : 125-154)

24

DAFTAR PUSTAKA

Winarno, Budi. 2002. Teori Dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Media

Pressindo.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber

Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014

tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014

tentang Pedoman Pembangunan Desa

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Desa Tertinggal Dan Transmigrasi Nomor

3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa.

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi

Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa

Tahun 2015

http://digilib.unila.ac.id/3643/14/BAB%20I.pdf

http://ratuagung78.blogspot.co.id/2010/09/teori-implementasi-kebijakan.html