bab i pendahuluan 1.1. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Dewasa ini penyakit HIV /AIDS telah menimbulkan keresahan dan
kekhawatiran di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia sebagai salah
satu negara Asia yang rentan terhadap penularan penyakit ini. HIV/AIDS
merupakan fenomena gunung es, dimana jumlah orang yang dilaporkan
mengidap penyakit ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
sebenarnya (Octavianty, dkk, 2015, hlm.53). Human Immunodificiency
Virus (HIV) merupakan salah satu virus yang menyerang sel darah putih
sebagai sistem kekebalan tubuh manusia sehingga seseorang yang tertular
virus HIV akan mengalami penurunan kekebalan tubuh (Murni, dkk, 2016,
hlm. 7). Sementara Acquired immune Defiency Syndrome (AIDS)
merupakan kelanjutan dari virus HIV yang ditandai dengan munculnya
berbagai penyakit yang disebabkan karena menurunnya kekebalan tubuh
tersebut (Murni, dkk, 2016, hlm. 7). Artinya, virus HIV/AIDS dapat
memperlemah kekebalan tubuh manusia serta membuat penderitanya rentan
terhadap berbagai penyakit. Khusus bagi orang yang terinfeksi virus
HIV/AIDS akan menjadi pembawa dan penular selama hidupnya. Oleh
karena itu, pemahaman masyarakat untuk menghindari penularan penyakit
ini adalah hal yang penting.
Berdasarkan pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI,
kasus HIV/AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan di Provinsi Bali
tahun 1987. Sampai saat ini HIV/AIDS sudah menyebar di 407 dari 507
Kabupaten/Kota (80%) di Indonesia1, termasuk diantaranya Kabupaten
Subang.
1http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infoda
tin-Situasi-Penyakit-HIV-AIDS-di-Indonesia.pdf, diakses pada Minggu, 5 Februari
2017
2
Menurut informasi yang diperoleh peneliti dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Subang pada saat pra penelitian berupa hasil pengolahan data
Validasi Surveilans HIV/AIDS diketahui jumlah penderita HIV AIDS dari
tahun 2013-2016 rata-rata mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal ini
dibuktikan dengan data sebagai berikut:
Gambar 1.1.
Pasien HIV/AIDS Kabupaten Subang
Periode Tahun 2013-2016
Sumber: Hasil pengolahan data Validasi Surveilans HIV/AIDS Dinas
Kesehatan Kabupaten Subang periode 2013-2016
Berdasarkan pada grafik diatas, bahwa jumlah pasien penderita
HIV/AIDS yang ditangani oleh RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) dan
puskesmas wilayah Kabupaten Subang selama empat tahun terakhir rata-rata
menunjukkan jumlah peningkatan tiap tahunnya.
Rumah sakit merupakan salah satu pilihan yang dianggap tepat
untuk pelayanan kesehatan, dikarenakan rumah sakit dianggap tempat yang
paling lengkap baik dari segi sarana, prasarana, fasilitas maupun tenaga
kesehatannya. Hal tersebut sesuai dengan kewajiban rumah sakit yaitu
“…memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada
masyarakat, memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
0
50
100
150
200
250
Jumlah Pasien HIV/AIDS
2013 2014 2015 2016
161
215 234
218
3
antidiskriminasi, dan afektif dengan mengutamakan kepentingan pasien
sesuai standar pelayanan rumah sakit” (S, Minarwati, 2014, hlm. 101). Oleh
karena itulah banyak masyarakat Subang lebih memilih pelayanan kesehatan
Rumah Sakit daripada pelayanan kesehatan di puskesmas, termasuk salah
satunya dalam memperoleh pelayanan kesehatan terhadap penyakit
HIV/AIDS.
RSUD Ciereng merupakan satu-satunya Rumah Sakit milik
pemerintah daerah yang memiliki peran serta dalam menanggulangi
peningkatan dan penularan kasus HIV/AIDS di wilayah Kabupaten Subang.
Yaitu dengan menumbuhkan sikap pencegahan penularan HIV/AIDS bagi
para pasien penderita HIV/AIDS.
Arifin mengemukakan bahwa sikap (attitude) merupakan konsep yang
paling penting dalam psikologi sosial, karena pada dasarnya sikap akan
memberikan corak atas perilaku orang yang bersangkutan (Arifin, 2015,
hlm. 123). Arifin berpendapat “…sikap adalah kesiapan yang senantiasa
cenderung berperilaku atau bereaksi dengan cara tertentu jika dihadapkan
dengan suatu masalah atau objek” (Arifin, 2015, hlm. 125). Hal ini sejalan
dengan pendapat Notoatmodjo (2012, hlm. 140) yang menyatakan bahwa
“sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek”. Berdasarkan beberapa pendapat
tersebut maka perilaku atau respons seseorang terhadap suatu masalah atau
keadaan yang dihadapinya, dapat diprediksi dengan mengetahui sikapnya.
Maka, sudah menjadi keharusan bagi pihak rumah sakit untuk senantiasa
dapat menanamkan sikap pencegahan penularan HIV/AIDS pada para
pasien penderita HIV/AIDS, karena bagi rumah sakit perilaku pasien
tersebut sangat berpotensi menularkan penyakit HIV/AIDS kepada
keluarganya dan orang lain disekitarnya.
Oleh karena itu, RSUD Ciereng sebagai satu-satunya rumah sakit
yang menangani kasus pasien HIV/AIDS di Kabupaten Subang perlu
mempersiapkan tenaga kesehatan khusus menangani pasien HIV/AIDS.
Salah satunya yaitu dengan menyiapkan tenaga konselor yang bertugas
memberikan pelayanan kesehatan pada pasien HIV/AIDS.
4
Konselor HIV/AIDS berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 adalah “seseorang yang
memberikan konseling tentang HIV dan telah terlatih”. Konseling adalah
komunikasi antara konselor dengan pasien dalam konteks komunikasi
interpersonal, yang merupakan interaksi antara dua orang secara tatap muka
dimana komunikator dapat menyampaikan pesan secara langsung kepada
komunikan, serta pesan dari komunikator dapat diterima dan ditanggapi
secara langsung pula oleh komunikan (Hardjana, 2003, hlm. 85). Menurut
pendapat Hardjana tersebut, maka jelaslah bahwa konseling yang dilakukan
konselor merupakan bagian dari komunikasi interpersonal.
Komunikasi interpersonal dianggap sebagai suatu upaya konselor
untuk mendalami kepribadian pasien, membangun dan menjaga hubungan
baik dengan para pasien HIV/AIDS, menyampaikan pengetahuan dan
informasi, memecahkan masalah yang dihadapi pasien, serta merubah sikap
pasien sesuai tujuan yang ingin dicapai oleh konselor HIV/AIDS. Hal
tersebut sesuai dengan tujuh fungsi komunikasi interpersonal efektif
menurut pendapat Suranto (2011, hlm. 79) yaitu diantaranya membentuk
dan menjaga hubungan baik antar individu, menyampaikan
pengetahuan/informasi, mengubah sikap dan perilaku, pemecahan masalah
hubungan antar manusia, citra diri menjadi lebih baik, jalan menuju sukses,
serta membantu seorang untuk mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan hal tersebut, maka komunikasi interpersonal efektif yang
diterapkan konselor HIV/AIDS terhadap pasiennya berperan penting untuk
menumbuhkan dan mempengaruhi sikap pasien penderita HIV/AIDS dalam
menerapkan pencegahan penularan HIV/AIDS. Menurut hasil wawancara
peneliti dengan salah seorang konselor HIV/AIDS RSUD Ciereng bernama
Ibu Wiwi yang telah berkerja sebagai konselor HIV/AIDS selama 9 tahun
dari tahun 2007 sampai dengan 1 April 2016, mengatakan bahwa konselor
HIV/AIDS berperan sangat penting. Penting oleh karena konselor sebagai
pihak yang berhubungan lansung dengan pasien memiliki pengaruh yang
besar terhadap tinggi atau rendahnya penyebaran HIV/AIDS di suatu
5
daerah. Menurut Ibu Wiwi komunikasi yang biasa di gunakan pada semua
pasiennya adalah komunikasi interpersonal yang prakteknya berfungsi
sebagai konseling melalui program pelayanan VCT.
Lebih jauh Ibu Wiwi menuturkan bahwa VCT (Voluntary
Counselling and Testing) merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan
dimana konselor dan pasien melakukan interaksi komunikasi interpersonal
pra testing, post testing, dan testing HIV/AIDS yang dilakukan di dalam
ruangan tertutup, bersifat rahasia, langsung, dua arah, serta mengutamakan
kejujuran dan rasa saling percaya antara konselor dan pasien. Tujuan utama
komunikasi interpersonal dalam program pelayanan VCT adalah
memberikan informasi dan pengetahuan kepada pasien mengenai bahaya
penyakit HIV/AIDS, cara pencegahan penularan penyakit HIV/AIDS, serta
berbagai hal terkait penyakit HIV/AIDS guna membantu pasien menjalani
kehidupannya. Oleh karena itu hasil yang diharapkan dari pelayanan VCT
bagi pasien penderita HIV/AIDS adalah agar pasien mampu menerima
kondisi penyakit yang dideritanya, mampu mengatasi masalah yang
dihadapinya, mampu beradaptasi dengan keadaan penyakitnya, berani
mengambil keputusan pribadi yang positif, meningkatkan kualitas hidup,
serta yang terpenting adalah pasien tidak menularkan penyakit HIV/AIDS
yang dideritanya kepada orang lain serta keluarganya.
Menurut Ibu Wiwi menjadi konselor, banyak hambatan komunikasi
interpersonal yang mempengaruhi sikap pencegahan penularan HIV/AIDS
pasien saat melakukan pelayanan VCT kepada pasien. Terutama kendala
yang sering dihadapi ketika berinteraksi dengan pasien ibu rumah tangga
penderita HIV/AIDS sehubungan dengan keinginan atau ketertarikan pasien
menjalani pengobatan yang rendah, daya tangkap pasien yang lambat,
sikapnya yang tertutup, tingkat pendidikannya yang rendah, serta tingkat
pengetahuan ibu rumah tangga yang sangat terbatas.
Sementara itu, data yang diperoleh peneliti berdasarkan olahan
terhadap data Validasi Surveilans HIV/AIDS 2013-2016 dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Subang, justru menunjukan bahwa jumlah pasien
penderita HIV/AIDS dari kalangan ibu rumah tangga adalah yang tertinggi
6
dan terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, seperti yang di
gambarkan pada grafik berikut ini:
Gambar 1.2
Pasien IRT HIV/AIDS RSUD Ciereng Kabupaten Subang
Periode Tahun 2014-2016
Sumber: Hasil pengolahan data Validasi Surveilans HIV/AIDS Dinas
Kesehatan Kabupaten Subang periode 2014-2016
Didasarkan pada grafik diatas, jelaslah bahwa selama tiga tahun
terakhir pasien HIV/AIDS dari golongan ibu rumah tangga menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari
Tahun 2014 yang berjumlah 3 orang bertambah menjadi 23 orang di Tahun
2015, kemudian bertambah lagi menjadi 34 orang di Tahun 2016. Apabila
disimak dengan cermat, bertambahnya jumlah pasien ibu rumah tangga
penderita HIV/AIDS setiap tahunnya, terletak pada masalah komunikasi
interpersonal konselor sebagai orang pertama yang memberikan informasi
dan pengetahuan pertama kali kepada pasien HIV/AIDS ibu rumah tangga
terkait pencegahan penularan HIV/AIDS. Oleh karena itu, komunikasi
interpersonal konselor merupakan hal yang penting untuk diteliti.
Adapun rincian 34 orang pasien ibu rumah tangga penderita
HIV/AIDS di RSUD Ciereng Kabupaten Subang digambarkan dalam tabel
sebagai berikut :
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Jumlah Pasien Ibu Rumah Tangga HIV/AIDS
2014 2015 2016
3
23
34
7
Tabel 1.1
Jumlah Pasien IRT HIV/AIDS di RSUD Ciereng Kabupaten Subang
tahun 2016
No Nama Kecamatan Rentang Usia Jumlah
1. Pusakajaya
31-35 1
36-40 1
2.
Subang
16-20 1
26-30 3
31-35 2
36-40 3
3. Pagaden
21-25 1
26-30 1
4. Pabuaran
36-40 1
41-45 1
5.
Cikaum
26-30 1
36-40 2
41-45 1
6. Ciater 26-30 1
7. Compreng 41-45 1
8. Sagalaherang 16-20 1
9. Cibogo 16-20 1
10.
Pamanukan
26-30 1
31-35 3
41-45 1
11. Tambakdahan 36-40 1
12. Kalijati 51-55 1
13. Pagaden Barat
21-25 1
46-50 1
14. Cipunagara 36-40 1
15. Dawuan 36-40 1
Total 34
Sumber: Hasil pengolahan data Validasi Surveilans HIV/AIDS Dinas
Kesehatan Kabupaten Subang
Berdasarkan pada data diatas, jelaslah bahwa jumlah ibu rumah
tangga HIV/AIDS terdapat pada usia produktif, sehingga hal tersebut
menjadi pertimbangan atau alasan peneliti menetapkan responden pada ibu
rumah tangga. Adapun pertimbangan lainnya dikarenakan seorang ibu
adalah sebagai pendidik utama dan pertama didalam keluarga, serta
berperan penting yang sampai saat ini dikenal sebagai tiang keluarga. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Anggara (2015) bahwa ibu merupakan
8
sekolah pertama bagi anak, karena dari ibu pendidikan anak dimulai, dan
dari seorang ibulah anak belajar tentang segala hal baru dalam kehidupan2.
Sehingga apabila seorang ibu rumah tangga menderita penyakit HIV/AIDS
maka sangat memungkinkan jika penyakit tersebut dapat menularkan pada
suaminya, keluarganya, keturunannya, dan masyarakat disekitarnya.
Didasarkan pada pemaparan fakta dan data pasien ibu rumah tangga
HIV/AIDS tersebut, maka tingginya tingkat HIV/AIDS pada ibu rumah
tangga merupakan sebuah masalah yang menarik untuk diteliti, sekaligus
menjadi sebuah tantangan bagi seorang konselor dalam melakukan
komunikasi interpersonal yang dapat mempengaruhi sikap pencegahan
penularan HIV/AIDS kepada para pasien ibu rumah tangga.
Komunikasi interpersonal merupakan salah satu upaya konselor dalam
membangun dan menjaga hubungan baik dengan para pasien HIV/AIDS ibu
rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu, yang diaplikasikan dalam
interaksi komunikasi yang terjadi secara langsung dan tatap muka. Hal
tersebut didukung oleh definisi Berger, dkk (2016, hlm. 213) menyatakan
bahwa “komunikasi interpersonal adalah proses sosial berkait konteks,
rumit, yang di dalamnya orang-orang yang telah membangun hubungan
komunikatif bertukar pesan dalam upaya untuk menghasilkan makna-makna
yang dianut bersama dan mencapai tujuan sosial”. Hal ini juga sesuai
dengan pendapat Hardjana (2003, hlm. 85) yang menyatakan bahwa
“komunikasi interpersonal merupakan interaksi tatap muka antara dua orang
atau lebih dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan
penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung”.
Berkaitan dengan hal tersebut Mulyana (2011, hlm. 81) menegaskan bahwa
“komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi
antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal
ataupun nonverbal”. Oleh karena itu, komunikasi interpersonal yang bersifat
langsung dibutuhkan tindakan saling memberi dan menerima pesan secara
verbal baik berupa saran maupun berupa informasi diantara pelaku yang
terlibat didalam komunikasi interpersonal (Diasmoro, 2017, hlm.109).
2https://www.jatik.com/peran-ibu-sekolah-pertama/, diakses pada Minggu, 30 April 2017
9
Menurut beberapa pendapat mengenai pengertian komunikasi
interpersonal tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi
interpersonal adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan yang
dilakukan secara tatap muka baik verbal maupun non verbal antara individu
dengan individu, atau individu dengan kelompok kecil, bersifat dua arah,
langsung, serta menghasilkan efek dan umpan balik secara seketika.
DeVito (2011, hlm. 285) mengemukakan lima kualitas umum dalam
pendekatan humanistik yang dapat menciptakan terjalinnya komunikasi
interpersonal yang efektif. Lima kualitas tersebut diantaranya adalah
keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung
(supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaran (equality).
Lima kualitas umum komunikasi interpersonal yang disusun oleh
DeVito tersebut merupakan tolak ukur komunikasi interpersonal yang
berkualitas. Bilamana kelima aspek tersebut tercapai, maka akan
membentuk sikap pencegahan penularan HIV/AIDS pasien ibu rumah
tangga. Berdasarkan skema triadik, Azwar (2016, hlm. 23) mengungkapkan
struktur sikap yang terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang, yaitu
diantaranya kognitif (kepercayaan), afektif (perasaan), dan konatif
(kecenderungan berperilaku). Apabila tiga komponen tersebut terpenuhi
maka akan membentuk sikap pencegahan penularan HIV/AIDS yang utuh.
Berdasarkan pemaparan teori diatas dapat disimpulkan bahwa
idealnya, semakin openness, empathy, supportiveness, positiveness, dan
equality komunikasi interpersonal yang dilakukan konselor, maka
komunikasi tersebut semakin efektif. Hal ini akan menjadi kendala apabila
pasien yang dihadapi konselor, ataupun konselor dalam berinteraksi dengan
pasien justru sebaliknya. Akibatnya tujuan komunikasi interpersonal
konselor untuk mempengaruhi sikap pencegahan penularan HIV/AIDS
secara utuh kepada pasien ibu rumah tangga tidak dapat terwujud sesuai
dengan yang diharapan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka konselor
HIV/AIDS perlu meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal
efektif yang berperan penting dalam pelayanan VCT. Sehingga akan tercipta
10
sikap pencegahan penularan HIV/AIDS pada pasien ibu rumah tangga di
RSUD Ciereng.
Beberapa penelitian terdahulu yang mendukung peneliti melakukan
penelitian mengenai ini diantaranya menurut Mariska, dkk (2016, hlm. 34)
dengan judul penelitian “Hubungan Komunikasi Interpersonal dengan
Tingkat Kecemasan Pasien Sebelum Tindakan Pencabutan Gigi di RSGM
FK UNSRAT” berpendapat bahwa komunikasi interpersonal yang terjadi
antara dua orang atau lebih, baik verbal dan nonverbal merupakan salah satu
unsur penting dalam hubungan dokter dan pasien. Dalam kasus ini
komunikasi interpersonal berfungsi untuk menggali serta bertukar informasi
dengan para pasien yang berguna untuk menciptaan rasa percaya pasien
kepada dokter. Mariska, dkk berasumsi bahwa apabila komunikasi
interpersonal dokter optimal maka akan menurunkan kecemasan pasien saat
sebelum melakukan pencabutan gigi. Hal tersebut dibuktikan dengan fakta
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal
operator-pasien memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat
kecemasan pasien sebelum pencabutan gigi. Adapun persamaan penelitian
Mariska, dkk dengan yang dilakukan peneliti yaitu terletak pada variabel
komunikasi interpersonal dibidang kesehatan yang disusun berdasarkan
definisi operasional terkait 5 indikator, yaitu Keterbukaan, Empati,
Dukungan, Kepositifan dan Kesamaan.
Penelitian kedua yang dilakukan Dermawanti, dkk melakukan
penelitian berjudul “Hubungan Komunikasi Interpersonal Petugas
Kesehatan Terhadap Kepatuhan Pasien Menjalani Pengobatan Paru di
Puskesmas Sunggal Medan Tahun 2014”. Penelitian Dermawanti, dkk
tersebut dalam latar belakang penelitiannya mengaggap bahwa komunikasi
interpersonal adalah hal yang penting guna meningkatkan interaksi tenaga
kesehatan dengan pasien.
Berdasarkan pendapat Nazar (2013), Dermawanti, dkk berasumsi
bahwa memperbaiki komunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien
dari faktor keterbukaan, empati, sikap mendukung dan kesetaraan
merupakan strategi untuk meningkatkan ketaatan. Asumsi tersebut terbukti
11
kebenarannya dalam hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara variabel keterbukaan, empati, sikap
mendukung dan kesetaraan terhadap Kepatuhan Pasien menjalani
pengobatan TB Paru di Puskesmas Sunggal Medan Tahun 2014. Adapun
kesamaan penelitian Dermawanti dengan penelitian yang akan dilakukan
peneliti ini terdapat pada penelitian komunikasi bidang kesehatan dengan
variabel bebas komunikasi interpersonal yang diukur oleh lima aspek yaitu
keterbukaan, empati sikap mendukung dan kesetaraan.
Penelitian ketiga yang dilakukan Parulian, dkk (2014) dengan judul
penelitian “The Influence of Competence and Interpersonal Communication
on Nurses’ Performance”. Hal yang melatar belakangi penelitian Parulian
ini karena keinginan peneliti untuk membuktikan adanya hubungan
kompetensi dan komunikasi interpersonal dengan kinerja perawat di RSUD
Dr. Pirngadi. Dalam hal ini komunikasi interpersonal tersebut dilihat dari
“sikap perawat ramah saat berkomunikasi, perawat menggunakan bahasa
yang santun, parawat tidak berbelit-belit saat memberikan informasi, dan
juga perawat selalu menanyakan keluhan pasien, memberikan penjelasan
saat memberikan obat, dan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
lain”. Menurut hasil penelitian parulian membuktikan adanya hubungan
yang berarti bahwa komunikasi interpersonal memiliki hubungan yang
signifikan dengan kinerja perawat. Adapun hal yang sama pada penelitian
Parulian dengan penelitian ini terletak pada kajian penelitian dibidang
komunikasi kesehatan dengan variabel bebas komunikasi interpersonal,
dimana dalam hal ini komunikasi dianggap perlu untuk dikaji karena
penting dalam asuhan keperawatan.
Penelitian keempat yang dilakukan oleh Octavianty, dkk (2015)
dengan judul penelitian “Pengetahuan, Sikap Dan Pencegahan HIV/AIDS
Pada Ibu Rumah Tangga”. Hal yang melatar belakangi dilakukannya
penelitian ini adalah aggapan pentingnya Komunikasi Informasi dan
Edukasi (KIE) mengenai HIV/AIDS melalui media komunikasi untuk
meningkatkan pengetahuan dan pengetahuan ibu rumah tangga yang
berisiko tinggi menderita HIV/AIDS guna merubah sikap dan perilaku seks
12
untuk mencegah HIV/AIDS. Hasil penelitian membuktikan bahwa adanya
hubungan antara pengetahuan, sikap dengan upaya pencegahan ibu rumah
tangga terhadap HIV/ AIDS. Terdapat kesamaan penelitian Octavianty
dengan penelitian ini yaitu target responden pada ibu rumah tangga
penderita HIV/AIDS, inti latar belakang penelitian terkait tingginya tingkat
penderita HIV/AIDS, serta kajian penelitian terkait sikap pencegahan
penularan HIV/AIDS pada ibu rumah tangga.
Penelitian kelima yang dilakukan oleh Mirnawati dengan penelitian
berjudul “Hubungan Komunikasi Interpersonal Perawat dengan Kepuasan
Pasien Rawat Inap di Ruang Cempaka RSUD AW Sjahranie Samarinda”.
Penelitian Minarwati dilatar belakangi karena pelayanan perawat kepada
pasien rawat inap dianggap masih kurang ramak, acuh, dan sikap empati
yyang masih kurang, serta komunikasi dengan pasien masih kurang,
sehingga masih jaug dari harapan masyarakat. Hasil penelitian
membuktikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara komunikasi
interpersonal perawat dengan kepuasan pasien dan juga terdapat keeratan
hubungan antara aspek-aspek komunikasi interpersonal perawat dengan
aspek-aspek kepuasan pasien rawat inap di ruang Cempaka RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda. Adapun kesamaan penelitian Mirnawati
dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti terletak pada kesamaan
variabel bebas yaitu pengaruh komunikasi interpersonal.
Penelitian keenam yang dilakukan oleh Sitanggang dengan
penelitian berjudul “The Influence Of Interpersonal Communication
Towards Motivation To Increase Income Survey On Samosir Regency And
Simalungun Regency”. Hal yang melatar belakangi penelitian Sitanggang ini
adalah sumber daya manusia yang dianggap dapat menarik turis melakukan
objek wisata, baik dari segi wawasan maupun dari segi pelayanan dari
masyarakat lokal berupa komunikasi yang baik terhadap para turis yang
datang berkunjung. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai pengaruh komunikasi interpersonal terhadap motivasi masyarakat
dalam melestarikan lingkungan obek wisata Danau Toba di Kabupaten
Samosir. Hasil penelitian membuktikan bahwa adanya pengaruh langsung
13
antara komunikasi interpersonal terhadap motivasi masyarakat dalam
melestarikan lingkungan wisata Danau Toba. Adapun terdapat hal yang
sama antara penelitian Sitanggang dengan penelitian yang akan dilakukan
peneliti yaitu fokus penelitian yang mengkaji mengenai pengaruh
komunikasi interpersonal
Berdasarkan pemaparan beberapa penelitian terdahulu diatas,
terdapat perbedaan antara penelitian terdahulu tersebut dengan penelitian
yang akan dilakukan oleh peneliti. Adapun perbedaannya, dapat dilihat dari
variabel bebas dan variabel terikat penelitian yang menjadi fokus penelitian.
Dimana penelitian yang dilakukan Mariska, dkk meneliti hubungan
komunikasi interpersonal dengan tingkat kecemasan pasien. Kemudian
penelitian Dermawanti, dkk meneliti hubungan Komunikasi Interpersonal
Petugas kesehatan terhadap kepatuhan pasien menjalani pengobatan paru.
Selanjutnya penelitian Parulian, dkk meneliti pengaruh komunikasi
interpersonal dengan kinerja perawat. Kemudian, penelitian Octavianty, dkk
meneliti hubungan pengetahuan, sikap dan pencegahan HIV/AIDS pada ibu
rumah tangga. Penelitian Mirnawati yang meneliti pengaruh komunikasi
interpersonal terhadap kepuasa pasien rawat Inap. Terakhir penelitian
Sitanggang yang meneliti pengaruh komunikasi interpersonal terhadap
motivasi masyarakat dalam melestarikan lingkungan wisata. Menurut
analisis perbandingan penelitian terdahulu tersebut diketahui bahwa
penelitian mengenai pengaruh komunikasi interpersonal terhadap sikap
pencegahan HIV/AIDS belum pernah dilakukan sebelumnya.
Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut, maka peneliti
merasa perlu untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh
komunikasi interpersonal konselor terhadap sikap pasien ibu rumah tangga
HIV/AIDS. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Komunikasi Interpersonal Konselor
HIV/AIDS terhadap Sikap Pencegahan Penularan HIV/AIDS (Studi
Korelasi Pada Pasien Ibu Rumah Tangga Penderita HIV/AIDS RSUD
Ciereng Kabupaten Subang)”.
14
1.2. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1.2.1. Apakah terdapat pengaruh Openness komunikasi interpersonal
konselor terhadap sikap pencegahan penularan HIV/AIDS oleh
pasien ibu rumah penderita HIV/AIDS di RSUD Ciereng
Kabupaten Subang?
1.2.2. Apakah terdapat pengaruh Empathy komunikasi interpersonal
konselor terhadap sikap pencegahan penularan HIV/AIDS oleh
pasien ibu rumah penderita HIV/AIDS di RSUD Ciereng
Kabupaten Subang?
1.2.3. Apakah terdapat pengaruh Supportiveness komunikasi
interpersonal konselor terhadap sikap pencegahan penularan
HIV/AIDS oleh pasien ibu rumah penderita HIV/AIDS di RSUD
Ciereng Kabupaten Subang?
1.2.4. Apakah terdapat pengaruh Positiveness komunikasi interpersonal
konselor terhadap sikap pencegahan penularan HIV/AIDS oleh
pasien ibu rumah penderita HIV/AIDS di RSUD Ciereng
Kabupaten Subang?
1.2.5. Apakah terdapat pengaruh Equality komunikasi interpersonal
konselor terhadap sikap pencegahan penularan HIV/AIDS oleh
pasien ibu rumah penderita HIV/AIDS di RSUD Ciereng
Kabupaten Subang?
15
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan
penelitian adalah mendeskripsikan dan menganalisis sebagai berikut:
1.3.1. Memperoleh data dan informasi mengenai pengaruh Openness
komunikasi interpersonal konselor terhadap sikap pencegahan
penularan HIV/AIDS oleh pasien ibu rumah penderita HIV/AIDS
di RSUD Ciereng Kabupaten Subang
1.3.2. Memperoleh data dan informasi mengenai seberapa tinggi
pengaruh Empathy komunikasi interpersonal konselor terhadap
sikap pencegahan penularan HIV/AIDS oleh pasien ibu rumah
penderita HIV/AIDS di RSUD Ciereng Kabupaten Subang.
1.3.3. Memperoleh data dan informasi mengenai seberapa tinggi
pengaruh Supportiveness komunikasi interpersonal konselor
terhadap sikap pencegahan penularan HIV/AIDS oleh pasien ibu
rumah penderita HIV/AIDS di RSUD Ciereng Kabupaten Subang.
1.3.4. Memperoleh data dan informasi mengenai seberapa tinggi
pengaruh Positiveness komunikasi interpersonal konselor terhadap
sikap pencegahan penularan HIV/AIDS oleh pasien ibu rumah
penderita HIV/AIDS di RSUD Ciereng Kabupaten Subang?
1.3.5. Memperoleh data dan informasi mengenai seberapa tinggi
pengaruh Equality komunikasi interpersonal konselor terhadap
sikap pencegahan penularan HIV/AIDS oleh pasien ibu rumah
penderita HIV/AIDS di RSUD Ciereng Kabupaten Subang?
16
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan baik langsung
maupun tidak langsung dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat.
Maka dari itu, peneliti memaparkan beberapa manfaat dari penelitian ini
sebagai berikut:
1.4.1. Manfaat Teori
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan
yang berarti dalam memperkaya perbendaharaan teori ilmu
komunikasi khususnya bidang komunikasi kesehatan. Sehingga
akhirnya dapat digunakan sebagai bahan kajian konseptual pada
penelitian di masa yang akan datang.
1.4.2. Manfaat Kebijakan
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat membantu
memberikan rekomendasi kebijakan suatu badan usaha di bidang
kesehatan sebagai salah satu usaha meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan pada masyarakat dengan mengimplementasikan
komunikasi interpersonal.
1.4.3. Manfaat Praktik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
masukan bagi konselor RSUD Ciereng kabupaten Subang dalam
menerapkan komunikasi interpersonal konselor kepada pasien HIV
AIDS yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan pada umumnya.
1.4.4. Manfaat Isu dan Aksi Sosial
17
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
untuk menambah pengetahuan dan informasi dalam memecahkan
suatu permasalahan kehidupan sosial yang berkaitan dengan
komunikasi interpersonal di bidang kesehatan.
1.5. Struktur Organisasi Skripsi
Adapun rincian struktur organisasi skripsi dari bagian bab I
pendahuluan sampai bagian terakhir bab V kesimpulan dan saran adalah
sebagai berikut:
1.5.1. BAB I Pendahuluan
Pada bab I peneliti menjelaskan mengenai gambaran permasalahan
penelitian yang dilihat dari segi kondisi di lapangan dan teori. Sehingga
permasalahan tersebut akan nampak jelas sebagai sesuatu yang menarik dan
penting untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Adapun isi bab I
diantaranya latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan struktur organisasi skripsi.
1.5.2. BAB II Landasan Teori
Pada bab II berisi konsep-konsep dan teori-teori yang relevan dengan
masalah penelitian sebagai landasan peneliti melaksanakan penelitian.
Adapun isi bab II ini terdiri dari pemaparan konsep dan teori, penelitian
terdahulu, dan kerangka berpikir yang berhubungan dengan penelitian.
1.5.3. BAB III Metode Penelitian
Pada bab III peneliti menguraikan mengenai cara penelitian yang
digunakan. Adapun isi bab III diantaranya yaitu desain penelitian,
partisipan, populasi dan sampel, instrumen penelitian, operasional variabel,
uji normalitas, uji validitas, uji reliabilitas, uji korelasi, prosedur penelitian,
dan jadwal penelitian.
1.5.4. BAB IV Temuan dan Pembahasan
18
Pada bab IV berisi dua hal, yaitu pertama peneliti melakukan
pembahasan temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan anailis
data untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian. Kedua, peneliti
mengadakan pembahasan temuan penelitian.
1.5.5. BAB V Kesimpulan dan Saran
Pada bab V peneliti menyimpulkan tentang masalah yang diteliti
berdasarkan analisis dan temuan penelitian. Sehingga didapatkan suatu
rumusan yang objektif. Sebagai penutupan, peneliti mememberikan
beberapa saran sebagai umpan balik tentang penelitian ini.