bab i pendahuluan 1.1 latar...

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika hubungan internasional di kawasan Asia Timur pasca perang dingin sampai hari ini merupakan salah satu kawasan di dunia yang masih belum kondusif. Ketidak kondusifan tersebut disebabkan karena sensitifitas persoalan politik yang lama maupun persoalan baru yang melingkupi kawasan tersebut. 1 Persoalan politk baru misalnya meningkatnya perilaku agresif China seperti dalam hal klaim kepualauan Spartly dan Paracel maupun aktivitasnya di laut China Selatan. Kemudian persoalan lama yang hingga kini masih meliputi kompleksitas permasalahan politik kawasan yaitu konflik dan ancaman keamanan di Semenanjung Korea. Panasnya tensi hubungan politik di Kawasan Asia Timur khususnya di Semenanjung Korea lantaran semakin meningkatnya program nuklir Korea Utara yang semakin mengkhawatirkan dan mengancam stabilitas di kawasan Asia Timur. Isu nuklir sendiri itu bermula pada awal tahun 1990 dengan tujuan untuk mengamankan rezim Korea Utara dari Amerika Serikat, hal ini tidak lepas dari pandangan Amerika Serikat yang menganggap bahwa Korea Utara merupakan salah satu negara yang mendukung teroris 2 . Alasan berikutnya adalah dengan memiliki senjata nuklir, Korea Utara akan mempunyai posisi yang strategis dan 1 Abdul Irsan. 2007. Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia, Jakarta: Grafindo Khasanah Ilmu. hal. 198. 2 Baca, East Asian Strategic Review 2001. Japan: The National Institute for Defence Studies. hal. 142- 143

Upload: others

Post on 03-Jan-2020

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dinamika hubungan internasional di kawasan Asia Timur pasca perang

dingin sampai hari ini merupakan salah satu kawasan di dunia yang masih belum

kondusif. Ketidak kondusifan tersebut disebabkan karena sensitifitas persoalan

politik yang lama maupun persoalan baru yang melingkupi kawasan tersebut.1

Persoalan politk baru misalnya meningkatnya perilaku agresif China seperti dalam

hal klaim kepualauan Spartly dan Paracel maupun aktivitasnya di laut China

Selatan. Kemudian persoalan lama yang hingga kini masih meliputi kompleksitas

permasalahan politik kawasan yaitu konflik dan ancaman keamanan di

Semenanjung Korea.

Panasnya tensi hubungan politik di Kawasan Asia Timur khususnya di

Semenanjung Korea lantaran semakin meningkatnya program nuklir Korea Utara

yang semakin mengkhawatirkan dan mengancam stabilitas di kawasan Asia

Timur. Isu nuklir sendiri itu bermula pada awal tahun 1990 dengan tujuan untuk

mengamankan rezim Korea Utara dari Amerika Serikat, hal ini tidak lepas dari

pandangan Amerika Serikat yang menganggap bahwa Korea Utara merupakan

salah satu negara yang mendukung teroris2. Alasan berikutnya adalah dengan

memiliki senjata nuklir, Korea Utara akan mempunyai posisi yang strategis dan

1 Abdul Irsan. 2007. Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia, Jakarta: Grafindo Khasanah

Ilmu. hal. 198. 2Baca, East Asian Strategic Review 2001. Japan: The National Institute for Defence Studies. hal.

142- 143

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

2

kuat sebagai bargaining position dan diharapkan mampu memperbaiki

hubunganya dengan Amerika Serikat, hal ini terbukti ketika program nuklir Korea

Utara telah diketahui oleh dunia internasional, Korea Utara semakin mampu

mendominasi proses diplomasi yang dilakukanya.3

Melalui program nuklirnya, Korea Utara yakin akan mampu

mengamankan rezimnya untuk berkuasa dan mengurangi kuatnya pengaruh

hegemoni Amerika Serikat terhadapnya di kawasan. Korea Utara juga percaya

dengan memiliki senjata nuklir akan mendatangkan bantuan ekonomi di tengah

tidak membaiknya perekonomian Korea Utara.4

Pada tahun 1993 Korea Utara keluar dari perjanjian Nuclear

Nonproliferation Treaty (NPT)5 hingga menimbulkan krisis nuklir Korea Utara

3 Seperti yang dikutip dari East Asian Strategic Review 2003, Japan: The National Institute for

Defence Studies hal. 33 4 Perilaku politik luar negeri Korea Utara yang mengandalkan isu senjata nuklir ini dalam

perspektif lain dapat disebut sebagai bentuk coercive diplomacy, pasalnya dengan menjadikan

nuklir sebagai alat untuk mempengaruhi Negara lain untuk mengikuti keinginannya berarti Korea

Utara telah menjadikan kekuatan militernya dalam hal ini nuklir sebagai alat untuk memaksa

Negara lain. Mengikut pandangan Jemadu, nuklir Korea Utara ini dapat dianggap sebagai prestige

power dimana Korea Utara menunjukan keunggulan militernya melalui kepemilikan nuklir sebagai

penguasaan teknologi baru yang memiliki daya hancur yang dapat mengancam lawan. Lihat Mark

R. Amstutz, 1995, International Conflict and Cooperation: An Introduction toward Politics,

Dubuque: Brown and Benchmark, dalam Aleksius Jemadu, 2008, Politik Global; dalam Teori dan

Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu, hal. 146-147. Permasalahan nuklir Korea Utara, jika kita melihat

dari perspektif Amerika Serikat terkait model pendekatan Amerika Serikat terhadap isu nuklir

Korea Utara dengan tidak mencerminkan sikap non cooperative terhadap Korea Utara dan

sebaliknya memberlakukan pendekatan Crime and Punishment dengan menyebut negara-negara

pengembang senjata nuklir seperti Iran dan Korea Utara sebagai “an Evil Rogue State”. Langkah

ini juga disebut sebagai Coercive Diplomacy. Lihat, Roland Bleiker, A Rogue is a Rogue is

a Rogue: US Foreign Policy and The North Korean Nuclear Crises, International Affairs,

Vol.79. No. 4, Juli 2003, hal. 722. Dalam

http://www.meangreenworkshops.com/uploads/MGW10-LCP-Korea-Prolif-ADV.docx. Akses

pada tanggal 1 Juli 2013. Lihat pula Lihat Andi Purwono dan Ahmad Saifuddin, Zuhri, Peran

Nuklir Korea Utara Sebagai Instrumen Diplomasi Politik Internasional, Jurnal Ilmu Politik

Hubungan Internasional - Spektrum Vol. 7, No. 2, Juni 2010, hal. 8-9. 5 Seperti yang telah diteliti oleh Anita Ferawati, Kebijakan Kim Jong Ill Terhadap Pengembangan

Nuklir di Korea Utara tahun 1998-2008, Universitas 11 Maret, dalam

http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sejarah/article/download/592/306, hal. 8. Akses pada tanggal

20 Juni 2013. Penelitian berikutnya adalah R. Aditiya Harisasongko, Diplomasi Amerika Serikat

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

3

periode pertama dan mencapai puncaknya pada bulan Juni tahun 1994 dan

berakhir pada bulan Oktober 1994 melalui perjanjian Jenewa yang diumumkan

Korea Utara dan Amerika Serikat. Setelah hampir satu tahun Korea Utara

bernegoisasi dengan Amerika Serikat pada tahun 1995 akhirnya Korea Utara

sepakat untuk menghentikan program nuklirnya dan sebagai imbalan Korea Utara

akan mendapatkan bantuan solar dan air ringan sebagai upaya untuk mengatasi

masalah energinya, hingga krisis nuklir Korea Utara putaran pertama selesai.

Namun pada tahun 2002 krisis nuklir Korea Utara putaran kedua nampak

setelah Amerikat Serikat menemukan indikasi bahwa Korea Utara mulai

meneruskan kembali program nuklirnya secara rahasia, hal ini di tandai dengan

dioprasikanya kembali fasilitas nuklir yang selama ini dihentikan6.

Keputusan Korea Utara untuk melanjutkan kembali program nuklirnya

semakin dipertegas dengan keluarnya Korea Utara dari perjanjian Nuclear

Nonproliferation Treaty (NPT) pada tanggal 1 Oktober 20037 dan lebih

meningkatkan kualitas pengayaan uraniumnya. Langkah Korea Utara tersebut

mendapat tentangan dan kritikan dari Amerika Serikat dengan mengatakan bahwa

Korea Utara telah melanggar kesepakatan Jenewa yang telah disepakati. Tetapi

Korea menanggapi kritikan tersebut dengan alasan bahwa ini adalah sikap Korea

Utara atas dilanggarnya perjanjian Jenewa yang dilakukan oleh Amerika Serikat

Terhadap Korea Utara Dalam Upaya Menyelesaikan Krisis Nuklir di Semenanjung Korea (1994-

2007), http://journal.unair.ac.id/filerPDF/4%20R%20Aditia%20Harisasongko,%20oke.doc., hal.

190. Akses pada tanggal 20 Juni 2013. 6http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_01.htm.Di akses pada tanggal

3Oktober 2011 7 Anita Ferawati Ibid. dan R. Aditiya Harisasongko, Ibid.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

4

dengan tidak memenuhi pasokan energi yang telah disepakati kedua belah pihak

guna memenuhi kebutuhan energi dalam negeri Korea Utara.8

Karena dampak dari program nuklir Korea Utara tersebut membuat

beberapa negara di kawasan Asia Timur mulai mengantisipasi terhadap hal-hal

yang dapat merugikan Negaranya khususnya Jepang dan Korea Selatan,

kekhawatiran ini sangat beralasan karena dampak dari meningkatnya program

nuklir Korea Utara semakin meningkatkan intensitas konflik lama antara Korea

Utara dan Korea Selatan9.

Hal ini sesuai dengan pandangan Jepang tentang kondisi di kawasan Asia

Timur pasca berakhirnya perang dingin, seperti pecahnya Korea menjadi dua

menjadi Korea Utara dan Korea Selatan yang saling bermusuhan dan terus

meningkatkan kekuatan militernya. Perilaku Korea Utara yang semakin sulit

untuk diprediksi oleh perhitungan normal akibat terisolirnya Negara tersebut.

Keadaan ini membawa Jepang harus menghadapi masalah penculikan warganya

oleh Korea Utara serta mengantisipasi program nulir Korea Utara10

.

Kekhawatiran Jepang atas program nuklir Korea Utara juga tidak terlepas

dari pengalaman traumatik Jepang atas kehancuran Jepang pada Perang Dunia ke

II11

, dimana Jepang mengalamai kehancuran total secara fisik, bencana

kemanusiaan, runtuhnya roda perekonomian serta polusi kimia nuklir yang masih

8 http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/general_02e.htm. Di akses pada tanggal

18 Juni 2012 9http://www.america.gov/st/peacesec-

english/2010/November/20101129164909nehpets0.5530207.html. Di akses pada tanggal 3

Oktober 2011 10

Abdul Irsan, Op. Cit., hal. 201 11

Kebijakan Jepang dalam Arms Control dan Disarmament, http://www.skripsi-

tesis.com/07/04/kebijakan-Jepang-dalam-arms-control-dan-disarmament-pdf-doc.htm. Di akses

pada tanggal 26 Juni 2012

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

5

terasa sampai saat ini12

, selain faktor traumatik tersebut, Jepang juga terikat

dengan konstitusi yang isinya memuat pembatasan militer Jepang pasca

berakhirnya Perang Dunia II. Berdasarkan konstitusi (pasal 9), secara resmi

Jepang dilarang memiliki kekuatan militer, karena perlindungan keamananya

berada dibawah naungan Amerika Serikat terutama yang berkaitan dengan invansi

dari luar. Jepang juga dilarang memiliki atau menggunakan nuklir sebagai mesin

perang13

.

Hal inilah yang mendorong Jepang untuk lebih mempererat hubungan

bilateralnya dengan Korea Selatan dan melakukan kerjasama militer dalam

General Security of Military Infoermation Agreement (GSOMIA) yang ditanda

tangani pada Januari 2011.14

Walau dirasa terlambat, semangat kerjasama GSOMIA ini terbentuk

sebagai respon pertahanan efektif atas meningkatnya ancaman militer dari Korea

Utara. Melalui kerjasama GSOMIA diatur bagaimana Jepang dan Korea Selatan

membagi dan memiliki intelejen militer berkaitan dengan informasi nuklir serta

senjata pemusnah masal Korea Utara.15

Meskipun semakin tinggi gelombang sanksi dari komunitas internasional

atas isu pengembangan nuklirnya, Korea Utara malah mempercepat program

12

Menhan Korsel Dan Jepang Bahas Eratkan Hubungan Militer

http://www.investor.co.id/home/menhan-korsel-dan-Jepang-bahas-eratkan-hubungan-militer/2738.

Diakses pada tanggal 2 juni 2012 13

Abdul Irsan, 2007, Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia, Jakarta: Grafindo Khasanah

Ilmu, hal 72-73 14

Seongho Sheen and Jina Kim, What Went Wrong with the ROK-Japan Military Pact? Asia

Pacific Bulletin, Number 176 | July 31, 2012, East West Center,

www.eastwestcenter.org/sites/default/files/private/apb176.pdf. Akses pada 15 September 2012. 15

Jae-Jeok Park, Cost-Benefit Analysis of the South Korea-Japan General Security of Military

Information Agreement (GSOMIA), Korea Institute for National Unification, hal. 1. Akses dalam

http://www.kinu.or.kr/upload/neoboard/DATA01/co12-26(E).pdf. Akses pada 15 September 2012.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

6

pembangunan misil nuklir jarak jauhnya. Pada November 2011 menyusul

peristiwa penyerangan yang dilakukan oleh Korea Utara terhadap pulau

Yeonpyeong yang kemudian mendesak dua Negara untuk semakin serius dalam

kerjasama GSOMIA.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang penulis jelaskan di atas maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut: “Mengapa Jepang melakukan kerjasama

militer dengan Korea Selatan melalui GSOMIA?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk dapat menganalisa dan menjelaskan ancaman nuklir Korea

Utara terhadap Jepang dan Korea Selatan.

2. Mampu memahami serta menganalisa hubungan dan menjelaskan

alasan pembentukan kerjasama militer antara Jepang dan Korea

Selatan dengan teori dan konsep yang sudah di tentukan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dan

pemikiran terkait dengan penngaruh nuklir Korea Utara terhadap kerjasama

militer Jepang dan Korea Selatan dalam GSOMIA.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

7

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Peneliti berharap penelitian ini mampu memberi kontribusi yang berarti

atau sebagai bahan pertimbangan bagi mahasiswa hubungan internasional yang

hendak meneliti tentang permasalahan yang berkaitan dengan Asia Timur.

1.4 Penelitian Terdahulu

Sebelum peneliti melakukan penelitian tentang Kerjasama militer Jepang

dan Korea Selatan pasca krisis nuklir Korea Utara, sebelumnya telah ada yang

melakukan penelitian tentang “Dampak Pengembangan Senjata Nuklir Korea

Utara Terhadap Kompleksitas Keamanan Regional Asia Timur” oleh Alfina

Farmaritia Wicahyani.16

Dalam penelitianya, Alfina menunjukan, bahwa pasca perang dunia II

Jepang tidak begitu mengkhawatirkan konvrontasi militer Korea Utara terhadap

Korea Selatan, tetapi perlahan persepsi tersebut mulai luntur dan berubah setelah

perang dingin berakhir, hal ini tidak terlepas dari meningkatnya konflik regional

seperti di Semenanjung Korea yang mulai terlihat dan semakin meningkat

intensitasnya yang disebabkan oleh progran nuklir Korea Utara yang terus

menerus dilakukan.

Dampak dari program nuklir tersebut membuat kawasan Asia Timur dalam

kondisi ketidak pastian dan bergantung pada bagaimana hubungan yang terjadi

dalam kawasan regional yang berkembang, ini berarti selama Amerika Serikat dan

sekutunya tetap bersikap keras terhadap Korea Utara maka Korea Utara akan tetap

16

Alfina Farmaritia Wicahyani, Dampak Pengembangan Senjata Nuklir Koreautara Terhadap

Kompleksitas Keamanan Regional Asia Timur, Skripsi Jurusan Hubungan Internasional FISIP

Universitas Indonesia.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

8

meneruskan program nuklirnya dan selama itu pula kawasan Asia Timur akan

tetap dalam kondisi yang mengakhawatirkan.

Berangkat dari adanya perubahan persepsi tentang keamanan tersebut,

Jepang mulai memperkuat diri dengan membentuk kerjasama NDPO (National

Defense Program Outline) dengan Amerika Serikat pada tanggal 28 November

1995, dengan meningkatkan tiga hal. Pertama adalah pertahanan nasional, untuk

menangkal agresi terhadap Jepang bersama dengan pengaturan keamanan As-

Jepang maka diperlukan kemampuan pertahanan yang kuat. Kedua adalah,

merespon bencana yang bersekala besar dengan cepat, termasuk teroris serta

situasi lain yang menyangkut keselamatan harta dan jiwa manusia. Ketiga adalah

berperan aktif dalam upaya pembentukan keamanan lingkungan yang lebih stabil

serta berperan aktif dalam upaya pencegahan senjata pemusnah masal.

Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Wawan Darmawan17

seorang

staf pengajar UPI Bandung Jurusan Pendidikan Sejarah yang berjudul “Aliansi

Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah

suatu kerjasama militer yang dilakukan oleh Australia, New Zewleand dan United

State sejak september 1951, kerjasama ini berawal dari Perang Dunia II yang

terjadi di kawasan pasifik serta ketegangan pada saat Perang dingin yang berimbas

pada kawasan pasifik.

Dari rentetan peristiwa tersebut membuat Australia dan New Zewleand

merasa terancam dari negara negara agresor serta serangan nuklir yang sewaktu

waktu dapat mengancam sistem pertahananya, hal ini juga tidak terlepas dari

17

Wawan Darmawan, Aliansi Australia dalam ANZUS Treaty (1951), Jurusan Pendidikan Sejarah

UPI Bandung.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

9

kekelahan Inggris dari Jepang yang kemudian membawa pengaruh besar terhadap

Australia dan New Zewleand sebagai negara yang keamananya dibawah payung

keamanan Inggris. Berangkat dari rasa tidak aman tersebut kemudian Australia

dan New Zewleand mengagas kerjasma militer dengan Amerika Serikat yang di

anggap mampu memperkuat pertahanan negaranya dalam upaya menghadapi

serangan dari luar serta mampu menjamin keamanan negaranya.

Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Rendi Pradipta mahasiswa

Hubungan Internasional yang berjudul “ Respon Internasional Terhadap Krisis

Nuklir Korea Utara” mengatakan bahwa, dampak dari pengembangan senjata

nuklir serta senjata pemusnah masal yang dilakukan oleh Korea Utara adalah

keadaan instabilitas keamanan internasional khususnya di kawasan Asia Timur,

ketidak setabilan tersebut sebagi dampak dari aksi Korea Utara yang terus

menjalankan program nuklirnya yang kemudian di iringi dengan serentetan uji

coba nuklirnya yang dapat mengancam Negara Negara dikawasan Asia Timur

secara langsung.

Tidak sampai di situ saja, keberadaan nuklir Korea Utara juga berdampak

pada Amerika Serikat dan sekutunya, hal ini terlihat dari usaha mereka yang terus

meminta Dewan Keamanan PBB untuk menambah sanksi yang selama ini sudah

dijatuh kan kepada Korea Utara mengingat Korea Utara masih terus melakukan

tindakan provokatif. Ke khawatiran ini tentu sangatlah rasional mengingat nuklir

Korea Utara akan berdampak pada aksi perlombaan senjata di kawasan Asia

Timur yang akan berujung pada peningkatan intensitas konflik di kawasan

tersebut, tentu hal ini sangat tidak di ingin kan bagi Amerika Serikat yang

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

10

mempunyai kepentingan nasionalnya sendiri dalam usaha menjaga stabilitas

keamanan Asia Timur maupun PBB sebagai institusi Global yang bertanggung

jawab secara menyeluruh atas keamanan internasional.

Dari serentetan kejadian tersebut kemudian memunculkan respon dunia

Internasional yang berujung pada resolusi Dewan Keamanan PBB yang

memberikan sanksi-sanksi kepada Korea Utara guna menghentikan Program

nuklirnya sehingga tercipta stabilitas keamanan Internasiional khususnya di

kawasan Asia

Tabel 1.1 Posisi Penulis

No Judul Metodologi dan

Pendekatan

Hasil Penelitian

1 Dampak Pengembangan

Senjata Nuklir Korea Utara

Terhadap Kompleksitas

Keamanan Regional Asia

Timur. Oleh Alfina

Farmaritia Wicahyanni

Explanative.

Regional Security

Complex

perilaku Korea Utara dengan

senjata nuklir serta senjata

pemusnah masalnya semakin

membuat instabilitas di

kawasan Asia Timur dengan

ditandainya respon dari

Negara-negara di Asia Timur

yang cenderung

meningkatkan kemampuan

negaranya masing msing.

2 Aliansi Australia dalam

ANZUS (1951) oleh Wawan

Domino Seiring semakin melemahnya

payung keamana yang

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

11

Darmawan diberikan Inggris kepada

Australia dan New Zewleand

sebagai akibat dari kekalahan

Inggris dari Jepang, serta

dampak instabilitas keamanan

di Asia Pasifik membuat

Australia dan New Zewleand

membentuk aliansi dengan

Amerika Serikat (ANZUS)

guna mendapatkan jaminan

kemanan dari Amerika serikat

3 Respon Internasional

Terhadap Krisis Nuklir Korea

Utara. Oleh Rendi Pradipta

Deskriptif.

Regional Security

complex dan

Collective security

Terbentuknya perjanjian

multilateral yang kemudian di

iringi dengan Resolusi Dewan

Keamanan PBB yang

menjatuhkan sanksi terhadap

Korea Utara merupakan

respon dunia Internasional

terhadap Keberadaan nuklir

Korea Utara

4 Pengaruh Nuklir Korea Utara

Terhadap prakarsa Jepang

dalam pembentukan

Explanative.

Security Dillema

dan Balance of

Terjalinnya hubungan

kerjasama militer antara

Jepang dan Korea Selatan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

12

kerjasama militer dengan

Korea Selatan melalui

General Scurity Of Military

Information Agreement

(GSOMIA)

Oleh Saiful Milah

Power dalam GSOMIA, disebabkan

karena Jepang dalam keadaan

dilema keamanan atas

meningkatnya program nuklir

Korea Utara, sehingga

kerjasama ini merupakan

rasionalitas Jepang guna

mengimbangi kekuatan Korea

Utara serta menghindari

serangan terhadap Jepang.

1.5 Teori dan Konsep

1.5.1 Security Dillema

Untuk mempermudah menjelaskan pengaruh nuklir Korea Utara terhadap

kerjasama militer Jepang dan Korea Selatan dalam GSOMIA, penulis

menggunakan konsep Security Dilema sebagai kerangka berfikir utama. Konsep

ini merupakan konsep turunan paradigma realis.

Robert jervis mengatakan bahwa pada dasarnya setiap Negara berusaha

untuk mendapatkan dan meningkatkan status keamanan dengan meningkatkan

kemampuan militernya.

Peningkatan kapabilitas militer disuatu negara merupakan persoalan yang

harus dilakukan mengingat tujuannya jelas, bahwa suatu negara harus melindungi

kepentingan nasional dan negaranya. Dalam asumsi realis, realitas politik

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

13

internasional negara dihadapkan pada sebuah sistem internasional yang bersifat

anarki. Sistem anarki dalam konteks realis merupakan sebuah kondisi dimana

ketiadaanya otoritas tertinggi sebagai pusat kekuatan sehingga negara-negara

saling meningkatkan power demi memenuhi kepentingan dalam Negeri dan

meningkatkan keamananya. Akibatnya setiap negara memiliki insting xenophobia

dalam mensikapi setiap fenomena international yang berubah cepat dan fenomena

kencenderungan peningkatan power oleh setiap negara ini yang dinamakan

anarki18

.

Sistem internasional yang anarki ini akan membawa sebuah negara akan

berhadapan dengan negara lain yang sama-sama mempunyai kepentingan

nasional. Asumsinya adalah negara tidak hanya menciptakan perdamaian tetapi

juga membangun serta meningkatkan pertahanan negara mereka untuk

mengantisipasi ancaman dari luar, dengan cara meningkatkan kemampuan

militernya19

.

Dari rangkaian antisipasi ancaman tersebut dapat diartikan sebagai

ancaman bagi pihak lain, apalagi dalam skala regional ada yang sebagian belum

matang dalam membangun pertahanan negaranya. Hal inilah yang menimbulkan

perspektif lain bagi negara yang merasa terancam dan saling curiga antara satu

sama lain, kemudian direspon dengan hal yang sama yaitu membangun serta

18

Professor Slantchev L. Branislav “Introduction to International RelationsLecture 2: State and

Anarchy” Department of Political Science, University of California – San DiegonApril 19, 2005

dalam : http://slantchev.ucsd.edu/courses/ps12/02-state-and-anarchy.pdf. di akses pada tanggal 30

juni 2012. Lihat juga Perspectives-on-Word-Politics hal 15-16 19

http://www.uscc.gov/researchpapers/2000_2003/pdfs/secur.pdf

Security Dilemma, Balance of PowerVs. US Policy Towards China in the Post-Cold War Era By

XIN Benjian, Faculty, Luoyang PLA Foreign Language College Xiandai Guoji Guanxi

(Contemporary International Relations) September 2001, di akses pada tanggal 29 Oktober 2011.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

14

memperkuat pertahanan negaranya, artinya terdapat aktifitas perlombaan

peningkatan kapabilitas militer yang dilakukan oleh banyak negara. Pada dasarnya

respon yang ditimbulkan itu berawal dari ketidakpercayaan sebuah negara

terhadap negara lain serta ketidakmampuan sebuah negara mengukur secara pasti

kemampuan negara lainya sehingga merasa terancam.

Dari penjelasan di atas, kemudian berimplikasi pada sebuah negara dalam

mengambil sikap atau membuat keputusan bahwa akan bersikap defensive atau

offensive. Kemudian dari penentuan sikap memunculkan sebuah interaksi bahwa

penerapan defensive atau offensive itu dilakukan ketika ancaman itu datang.

Seperti yang dijelaskan di atas, sebuah negara akan bertindak defensive ketika

negara merasa terancam dari nagara lainnya. Posisi bertahan dan menyerang

relatif sama ketika negara menganggap bahwa itu mengancam negaranya dan

kemudian menimbulkan respon yang sama, tetapi dalam hal ini yang perlu

difahami adalah negara tidak bisa mengukur secara pasti peta kekuatan lawanya.

Dari penjelasan teori di atas, terlihat bahwa dampak dari nuklir Korea

Utara adalah munculnya keadaan dilema keamana bagi negara-negara di kawasan

Asia Timur merasa terancam dan saling curiga antara satu Negara dengan Negara

lain, artinya ketika Korea Utara mampu memproduksi senjata nuklir maka yang

terjadi adalah adanya aksi-reaksi dari suatu negara untuk melakukan hal yang

sama yaitu memproduksi senjata nuklir atau dengan memperkuat sistem

pertahanan militernya untuk mengantisipasi serangan dari negara lain. Usaha

peningkatan kapabilitas militer yang dilakukan oleh Korea Utara dengan

meneruskan program nuklirnya membuat Jepang semakin memperkuat militernya

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

15

dengan melakukan kerjasama militer dengan Korea Selatan, hal yang mendasari

kerjasama tersebut karena Jepang merasa terancam dengan nuklir yang dimiliki

oleh Korea Utara serta ketidak percayaan Jepang terhadap penggunaan program

nuklir Korea Utara sebagai aksi damai.

1.5.2 Balance of Power

Alat analisa berikutnya yang digunakan oleh penulis untuk membantu

menjelaskan pengaruh nuklir Korea Utara terhadap kerjasama militer Jepang dan

Korea Selatan dalam GSOMIA yaitu Balance of Power. Postulasi dasar dari

Balance of power adalah, setiap negara atau aliansi negara yang merasa terancam

dengan peningkatan kekuatan militer sebuah negara atau aliansi negara lain maka

akan direspon balik dengan meningkatkan kekuatan negaranya sebagai upaya

perimbangan. Menurut Morgenthau yang juga sebagai penggagas Balance of

power mengatakan bahwa kekuatan nasional diukur dari ukuran geografi wilayah,

populasi penduduk yang dimiliki, serta tingkat kemajuan teknologi sebuah negara

atau aliansi sebuah kekuatan20

.

Para pengamat telah menafsirkan cara bekerjanya Balance Of Power

dengan cara yang berbeda beda, salah satunya dengan cara “Balance Of Power”

sebagai distribusi power yakni, perimbangan kekuatan yang merujuk pada

distribusi sumber kekuatan negara, sehingga dalam hal ini hanya melibatkan dua

aktor maupun sebuah aliansi yang melibatkan beberapa aktor. Sehingga dalam

konteks Jepang dan Korea Selatan dapat di artikan bahwa keputusan Jepang untuk

20

http://interdisciplinary.wordpress.com/2009/03/29/menakar-relevansi-balance-of-power/. Di

akses pada tanggal 18 Juni 2012.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

16

melakukan kerjasama militer dengan Korea Selatan adalah sebuah bentuk

balancing untuk memperkecil ancaman dari Korea Utara21

.

Dengan menggunakan Balance Of Power sebagai kerangka berfikir utama

maka peningkatan kekuatan militer suatu negara yang digunakan secara agresif

akan direspon balik oleh negara yang merasa terancam, berangkat dari pemikiran

tersebut maka setiap negara yang merasa terancam akan merespon dengan

meningkatkan pula kekuatan militernya atau membentuk sebuah aliansi

(Balancing). Dalam penelitian ini penulis berusaha menganalisa perilaku Jepang

dan Korea Selatan dengan strategi Balancing yang merupakan bagian dari

Balance of Power.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa perilaku Jepang yang bekerjasama

dengan Korea Selatan untuk meningkatkan kekuatan militernya juga untuk

mengimbangi dan meredam dominasi kekuatan lawan yang sewaktu waktu akan

menyerang, dalam hal ini Korea Utara. Perlu diketahui bahwa kebijakan Jepang

dan Korea Selatan untuk melakukan kerjasama tersebut bukan untuk menyerang

Korea Utara tetapi lebih kepada bentuk penyeimbang kekuatan terhadap Korea

Utara karena Jepang dan Korea Selatan merasa terancam dengan keberadaan

nuklir Korea Utara.

21

Mohtar Mas’oed, 1990 “ Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi”, , hal 132-

133

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

17

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini, tergolong penelitian eksplanatif. Yaitu sebuah

penelitian dimana memfokuskan pada variabel-variabel penelitian dan

menguji hipotesa yang telah dirumuskan. Kemudian diurai dan dianalisa

dengan menggunakan teori-teori yang terkait dengan permasalahan yang

diangkat22

.

1.6.2 Level Analisa

Mohtar Mas’oed dalam bukunya menjelaskan bahwa level analisa

terdiri dari beberapa ketegori yaitu; Individu, Kelompok, Negara Bangsa,

Sistem regional dan sistem global23

yang secara sederhana dapat dijelaskan

melalui kutipan bagan di bawah ini.

Tabel 2. Unit Analisa dan Unit Eksplanasi24

.

22

Nurul. Zuriah “Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan”, jakarta : PT Bumi Akasara 2006.

Hal 82-83 23

Op.Cit. Hal 39 24

Ibid.

Individu &

Kelompok

Negara

Bangsa

Sistem

Regional

Global

Individu

&

Kelompok

Korelasionis Reduksionis Reduksionis

Negara

Bangsa

Induksionis Korelasionis Reduksionis

Sistem

Regional

Global

Induksionis Induksionis Korelasionis

Unit Analisa

Unit

Eksplanasi

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

18

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa level analisa yang digunakan

dalam penelitian ini adalah reduksionis karena unit eksplanasi atau variabel

independen dari penelitian ini termasuk dalam Sistem Regional yaitu krisis nuklir

Korea Utara, sedangkan Unit Analisis atau variabel dependen dari penelitian ini

tergolong negara bangsa yaitu alasan Jepang melakukan kerjasama militer dengan

Korea Selatan dalam GSOMIA.

Jika dilihat dari sifat kerjasamanya GSOMIA termasuk dalam tingkat

kelompok negara yaitu kerjasama Jepang dan Korea Selatan dalam GSOMIA.

Namun dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada salah satu negara saja

yaitu Jepang, karena kerjasama GSOMIA diprakarsai oleh Jepang. Sehingga

penulis memfokuskan penelitian ini pada alasan Jepang melakukan kerjasama

dengan Korea Selatan dalam GSOMIA. Oleh sebab itu, level negara bangsa

dipilih menjadi unit analisa dalam penelitian ini.

1.6.3 Jenis Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

berasal dari literatur-literatur yang didapatkan dari berbagai sumber seperti

perpustakaan dan internet yang menyangkup berbagai dokumen yang berkaitan

dengan pengaruh nuklir Korea Utara terhadap prakarsa Jepang dalam

pembentukan kerjasama militer dengan Korea Selatan melalui GSOMIA.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

19

1.6.4 Teknik Analisa Data

Dalam menganalisa penelitian ini penulis menggunakan tiga tahap, yakni :

1. Pemeriksaan. Berfungsi untuk melihat apakah data yang dikumpulkan sudah

falid, benar atau bahkan salah.

2. Pengolahan. Pada tahapan ini peneliti mengolah data untuk dipilah pilah

mana yang cocok dan sesuai dengan kategori yang di butuhkan oleh masing

masing sub bab penelitian.

3. Analisa data dan interpretatif. Tahapan akhir ini menjadikan data yang

mentah dan sudah diolah tadi, untuk kemudian dianalisa dan diinterpretasikan

oleh peneliti.

1.6.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dari penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode dokumentasi dan studi pustaka yang di ambil dari catatan, buku, transkrip,

surat kabar, website yang dipublikasikan oleh instansi dan lembaga yang terkait

dengan penelitian ini.

1.6.6 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.6.1 Batasan Materi

Dalam penelitian ini penulis akan membatasi materi penelitian dengan

hanya berfokus pada pengaruh nuklir Korea Utara terhadap Jepang sehingga

mengajak Korea Selatan untuk bekerjasama dalam GSOMIA, serta menjelaskan

rasionalitas kerjasama militer antara Jepang dan Korea Selatan.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

20

1.6.6.2 Batasan Waktu

Dalam penelitian ini penulis mengambil batasan waktu antara tahun 2011

sampai dengan 2012. Penentuan batasan ini didasarkan pada awal mula

penyerangan yang dilakukan oleh Korea Utara terhadap pulau Yoenpyoeng yang

merupakan bagian dari wilayah Korea Selatan pada bulan november 201125

.

Penentuan batasan waktu yang penulis gunakan bertujuan untuk lebih

memfokuskan penelitian, sehingga arah pembahasan lebih jelas. Adapun

penentuan batasan ini didasarkan pengaruh nuklir Korea Utara terhadap prakarsa

Jepang dalam pembentukan kerjasama militer dengan Korea Selatan dalam

GSOMIA.

1.7 Hipotesa

Terjalinnya hubungan kerjasama militer antara Jepang dan Korea Selatan

dalam GSOMIA, disebabkan karena Jepang dalam keadaan dilema keamanan atas

meningkatnya program nuklir Korea Utara, di sisi lain faktor traumatik atas

kehancuran Jepang pasca perang dunia kedua serta terikatnya Jepang dalam

perjanjian payung keamanan dengan Amerika Serikat pasca berakhirnya Perang

Dunia II yang isinya banyak memuat pembatasan militer terhadap Jepang

sehingga Jepang tidak bisa meningkatkan kemampuan militernya, hal ini juga

membuat Jepang lebih bersikap defensive dengan membentuk kerjasama militer

dengan Korea Selatan atau balancing.

25

Menhan korsel dan Jepang bahas eratkan hubungan militer

http://www.investor.co.id/home/menhan-korsel-dan-Jepang-bahas-eratkan-hubungan-militer/2738.

di akses pada tanggal 1 juli 2012

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

21

Kerjasama tersebut diharapkan mampu untuk membendung atau

mengurangi resiko ancaman dari Korea Utara yang sewaktu waktu bisa terjadi,

sehingga Jepang merasa aman.

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat Akademis

1.3.2.2 Manfaat Praktis

1.4 Penelitian Terdahulu

1.5 Teori dan Konsep

1.5.1 Security Dillema

1.5.2 Balance Of Power

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian

1.6.2 Level Analisa

1.6.3 Jenis Sumber Data

1.6.4 Teknik Analisa data

1.6.5 Teknik Pengumpulan data

1.6.6 Ruang Lungkup Penelitian

1.6.6.1 Batasan Materi

1.6.6.2 Batasan Waktu

1.7 Hipotesa

1.8 Sistematika Penulisan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/27869/2/jiptummpp-gdl-saifulmila-33770-2-babi.pdf · Australia dalam ANZUS Treaty (1951)” menjelaskan bahwa. ANZUS adalah suatu

22

BAB II : ISU KRISIS NUKLIR KOREA UTARA DAN

KERJASAMA GSOMIA

2.1 Isu Krisis Nuklir Korea Utara

2.1.1 Sejarah Nuklir Korea Utara

2.1.2 Provokasi Korea Utara dalam Uji Coba Nuklir di

Semenanjung Korea

2.1.3 Nuklir Korea Utara Dalam Pandangan Dunia Internasional

2.2 Kerjasama Militer Jepang dan Korea Selatan Dalam GSOMIA

2.2.1 Momentum Peristiwa Yeonpyeoung dan Prakarsa Jepang

dalam GSOMIA

2.2.2 Tanggapan Korea Selatan Atas Prakarsa Jepang dalam

GSOMIA

BAB III : GSOMIA, BALANCING JEPANG ATAS ISU NUKLIR

KOREA UTARA

3.1 Isu Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Keamanan Jepang

3.2 GSOMIA sebagai balancing terhadap ancaman nuklir Korea Utara

BAB IV : PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA