bab i pendahuluan 1.1. latar...

107
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di ranah publik. Tidak dapat dipungkiri, bahwa gerakan sosial feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda terbukanya ruang publik bagi perempuan. Dimulai dengan munculnya gerakan feminisme liberal yang mengajukan solusi untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan, yaitu menghentikan marginalisasi perempuan dengan memperjuangkan perubahan hukum dan peraturan yang memungkinkan bagi perempuan untuk memiliki akses dan kontrol yang sama terhadap pekerjaan dan imbalan ekonomi (M. Fakih: 2009). Kemudian dilanjutkan dengan munculnya gerakan feminisme marxis yang mencoba melakukan gerakan melalui kritik terhadap kapitalisme, terutama yang berkaitan dengan sistem mode produksi. Mereka lebih menekankan pada pembangunan aliansi dengan kelompok-kelompok dan kelas-kelas yang tertindas lainnya (Marisa Rueda, Marta Roodriguez, dan Susan: 2007). Lalu muncul lagi feminisme radikal yang berusaha melihat diskriminasi perempuan dengan cara berbeda. Mereka melihat masalah utamanya adalah sistem patriarki, dimana seluruh sistem kekuasaan dipegang oleh laki-laki terhadap perempuan. Sehingga mereka berjuang untuk mengakhiri relasi laki-laki dan perempuan.

Upload: buikhanh

Post on 29-Jun-2019

230 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja.

Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran

perempuan di ranah publik. Tidak dapat dipungkiri, bahwa gerakan sosial

feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

terbukanya ruang publik bagi perempuan.

Dimulai dengan munculnya gerakan feminisme liberal yang mengajukan

solusi untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan, yaitu menghentikan

marginalisasi perempuan dengan memperjuangkan perubahan hukum dan

peraturan yang memungkinkan bagi perempuan untuk memiliki akses dan kontrol

yang sama terhadap pekerjaan dan imbalan ekonomi (M. Fakih: 2009).

Kemudian dilanjutkan dengan munculnya gerakan feminisme marxis yang

mencoba melakukan gerakan melalui kritik terhadap kapitalisme, terutama yang

berkaitan dengan sistem mode produksi. Mereka lebih menekankan pada

pembangunan aliansi dengan kelompok-kelompok dan kelas-kelas yang tertindas

lainnya (Marisa Rueda, Marta Roodriguez, dan Susan: 2007). Lalu muncul lagi

feminisme radikal yang berusaha melihat diskriminasi perempuan dengan cara

berbeda. Mereka melihat masalah utamanya adalah sistem patriarki, dimana

seluruh sistem kekuasaan dipegang oleh laki-laki terhadap perempuan. Sehingga

mereka berjuang untuk mengakhiri relasi laki-laki dan perempuan.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

2

Indonesia pun memperoleh dampak dari gerakan feminisme ini, ruang

publik pun terbuka. Dilihat dari perkembangan yang ada di Indonesia dengan

tuntutan dan perubahan yang ada, gerakan feminisme liberal lebih mendominasi.

Telah banyak perempuan yang turut serta sebagai motor penggerak perekonomian

keluarga dan aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan pada umumnya, baik

sebagai petani, pedagang, guru, pekerja di sektor informal ataupun sebagai ibu

rumah tangga.

Berdasarkan hasil sensus penduduk BPS tahun 2010, jumlah penduduk

perempuan di Indonesia 118.010.413 jiwa, sedangkan jumlah penduduk laki-laki

119.630.913. Jumlah yang hampir sama antara penduduk laki-laki dan perempuan

ini mengindikasikan bahwa perempuan sebagai salah satu penyumbang kemajuan

negara, terkhusus di bidang ketenagakerjaan.

Cukup besar serta berimbangnya jumlah tenaga kerja perempuan ini

mengharuskan pihak pemerintah negara Indonesia untuk mengadakan aturan-

aturan berupa perundang-undangan untuk meminimalisir terjadinya diskriminasi

terhadap perempuan di dunia kerja.

ILO (International Labor Organization) sebagai organisasi perburuhan

yang berskala internasional di bawah naungan PBB yang memiliki 183 anggota,

berusaha membuat aturan-aturan dalam bentuk konvensi sebagai instrumen sah

yang mengatur aspek-aspek administrasi perburuhan, kesejahteraan sosial atau

hak asasi manusia. Bagi negara anggota yang meratifikasi konvensi mengemban

dua tugas sekaligus, yakni komitmen resmi untuk menerapkan aturan-aturan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

3

konvensi, dan kemauan untuk menerima ukuran-ukuran penerapan yang diawasi

secara internasional.

Indonesia pun sebagai anggota ILO juga turut meratifikasi 18 (delapan

belas) konvensi terkhusus yang berkaitan dengan kesetaraan gender di dunia kerja

per tanggal 12 September 2011.

Tabel 1.1 Konvensi ILO yang telah Diratifikasi Indonesia

Konvensi Tanggal

Ratifikasi

Status

C19 Konvensi tentang Kesetaraan

Perlakuan (Konpensasi

Kecelakaan)

12:06:1950

Ratifikasi

C27 Konvensi tentang Pencatatan

Beban (Paket yang dikirim

dengan Kapal Besar)

12:06:1950

Ratifikasi

C29 Konvensi tentang Kerja Paksa 12:06:1950 Ratifikasi

C45 Konvensi tentang Kerja Bawah

Tanah

(bagi perempuan)

12:06:1950 Ratifikasi

C69 Konvensi tentang Sertifikasi Juru

Masak Kapal

30:03:1992 Ratifikasi

C81 Konvensi tentang Pengawasan

Perburuhan

29:01:2004 Ratifikasi

C87 Konvensi tentang Kebebasan

Berserikat

dan Perlindungan Hak

Berorganisasi

09:06:1998 Ratifikasi

C88 Konvensi tentang Pelayanan

Ketenagakerjaan

08:08:2002 Ratifikasi

C98 Konvensi tentang Hak

Berorganisasi danPerjanjian Kerja

Bersama

15:07:1957 Ratifikasi

C100 Konvensi tentang Upah yang

Sama untuk Jenis Pekerjaan yang

sama

11:08:1958 Ratifikasi

C105 Konvensi tentang Penghapusan

KerjaPaksa

07:06:1999 Ratifikasi

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

4

C106 Konvensi tentang Istirahat Akhir

Pekan (Komersial dan

Perkantoran)

23:08:1972 Ratifikasi

C111 Konvensi tentang Diskriminasi

(Pekerjaan dan Jabatan)

07:06:1999 Ratifikasi

C120 Konvensi tentang Kebersihan

(Komersial dan Perkantoran)

13:06:1969 Ratifikasi

C138 Konvensi tentang Upah Minimum 07:06:1999 Ratifikasi

C144 Konvensi tentang Konsultasi

Tripartit (Standar Perburuhan

Internasional)

17:10:1990 Ratifikasi

C182 Konvensi tentang Bentuk-Bentuk

PekerjaanTerburuk Anak-Anak

28:03:2000 Ratifikasi

C185 Konvensi tentang Dokumen

Identitas Pelaut (Revisi)

16:07:2008 Ratifikasi

Sumber: ILOLEX, http://www.ilo.org/ilolex/english/index.htm

Meskipun pemerintah Republik Indonesia telah melakukan ratifikasi

terhadap Konvensi ILO, khususnya Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi

Pekerjaan dan Jabatan, ternyata masih ada beberapa kasus yang menunjukkan

kurangnya pengawasan pemerintah terhadap realisasi standarisasi di atas.

Kebanyakan perempuan pekerja belum menikmati penghargaan dan

penghormatan yang sama dengan laki-laki sesuai dengan sumbangannya dan

beban kerjanya sebagai dampak dari diskriminasi yang terus-menerus terjadi.

Kaum perempuan masih menghadapi beragam masalah dalam mengakses

pendidikan dan pelatihan, dalam mendapatkan pekerjaan, dan dalam memperoleh

perlakuan yang sama di tempat kerja. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

oleh University of Colorado Denver pada tahun 2010 ditemukan bahwa

perempuan cantik mengalami diskriminasi saat melamar pekerjaan yang dianggap

"maskulin" dan pekerjaan yang tidak membutuhkan penampilan yang menarik.

Sebaliknya, kaum laki-laki tidak mengalami diskriminasi yang sama dan selalu

mendapat keuntungan.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

5

Berdasarkan berita yang diterbitkan oleh website antaranews.com pada

bulan Agustus 2010, menurut hasil penelitian majalah Newsweek baru-baru ini

terhadap 202 manajer dan 964 anggota masyarakat. Penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa wajah berperan dalam segala aspek di tempat kerja dan

terutama bagi perempuan. Daya tarik lebih bermanfaat bagi perempuan yang

melamar jenis pekerjaan feminin daripada jenis pekerjaan maskulin.

Perempuan cantik cenderung dikelompokkan dalam pekerjaan seperti resepsionis

atau sekretaris. Perempuan cantik cenderung diabaikan dalam kategori pekerjaan

seperti direktur keamanan, sales perangkat keras, penjaga penjara dan sopir truk

gandeng.

Selain itu, Yayasan Jurnal Perempuan melalui situs resminya

(http://jurnalperempuan.com) dalam artikel yang berjudul “Hak-hak Buruh

(Pekerja) Perempuan” diterbitkan pada tanggal 25 Mei 2011, ditemukan adanya

diskriminasi pemberian upah terhadap perempuan. Upah perempuan lebih rendah

dari laki-laki karena buruh perempuan selalu dianggap berstatus lajang. Buruh

perempuan tidak mendapat tunjangan keluarga, serta jaminan sosial untuk suami

dan anak. Kemudian, perempuan sangat sulit memperoleh promosi jabatan karena

selalu ditempatkan di posisi yang lebih rendah dari laki-laki, yang tidak

mensyaratkan pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Perempuan ditempatkan

pada pekerjaan yang hanya membutuhkan ketekunan, ketelitian, dan kerapihan,

dan biasanya hanya mengerjakan satu jenis pekerjaan setiap hari selama bertahun-

tahun.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

6

Kendala-kendala ini dapat menimbulkan pelanggaran akan hak-hak dasar

serta menghambat kesempatan kaum perempuan dalam dunia kerja. Pada

gilirannya akan merugikan masyarakat dan perekonomian Indonesia mengingat

hilangnya kontribusi besar yang dapat diberikan kaum perempuan melalui tempat

kerja.

Meskipun perempuan Indonesia hari ini jauh lebih maju dibanding pada

beberapa masa yang lalu, tetapi hal tersebut ternyata tidak memberikan kontribusi

yang cukup baik bagi posisi perempuan di dunia kerja. Pemerintah bahkan lebih

menomorduakan penyelesaian masalah diskriminasi perempuan. Sehingga

masalah ini seakan-akan terlihat hanya milik kaum perempuan saja, bukan sebagai

permasalahan bersama antara laki-laki dan perempuan.

Perbaikan nasib pekerja perempuan Indonesia kerap menimbulkan banyak

kontroversial dan merupakan isu yang tak pernah habis untuk diperbincangkan.

Ketika perempuan masuk di dunia kerja, sering mengalami pola diskriminasi dan

peminggiran yang didasari pada keyakinan dan perilaku yang menetapkan

perempuan dalam posisi lebih rendah dibanding pekerja laki-laki. Nasib pekerja

perempuan Indonesia bergantung kepada kepedulian pemerintah untuk lebih

serius memikirkan serta memberi perlindungan terhadap warganya. Dengan

adanya diskriminasi bahkan menunjukkan adanya eksploitasi terhadap perempuan

Indonesia hingga saat ini merupakan bukti nyata bahwa kurang terlindunginya

hak-hak pekerja perempuan di Indonesia

Dalam penelitian ini, penulis menjadikan kota Makassar sebagai ruang

lingkup objek penelitian. Berdasarkan hasil sensus penduduk BPS tahun 2010,

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

7

jumlah penduduk perempuan 676.654 jiwa yang lebih besar dibanding jumlah

penduduk laki-laki yang hanya 662.009 jiwa. Selain itu berdasarkan buku

“Makassar Dalam Angka Tahun 2010” jumlah penduduk perempuan dilihat dari

usia produktif kerja (usia 15-64 tahun) berada pada angka 459.505 jiwa,

sedangkan jumlah penduduk laki-laki berada pada angka 399.428 jiwa. Dari data

di atas, dapat dilihat bahwa tenaga kerja perempuan memiliki potensi jauh lebih

besar memberikan sumbangsih dalam perkembangan ekonomi di kota Makassar.

Dari jumlah di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini jumlah wanita

lebih banyak dibandingkan pria. Demikian halnya realitas yang terjadi di

Makassar. Namun sayangnya, jumlah kaum perempuan yang lebih tersebut belum

sebanding dengan jumlah yang terserap ke lapangan kerja. Hal ini dibenarkan

dengan data dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Makassar.

Namun kenyataan berkata lain. Pada tahun 2010, di kota Makassar 1.600

pekerja/buruh perempuan di PHK (pemutusan hubungan kerja). Akibatnya 100

juta ibu tekor (utang) Rp30.000 untuk biaya konsumsi rumah tangga. Selain itu

pula, terjadi eksploitasi tenaga kerja perempuan, baik dalam konteks migrasi kerja

di luar negara (buruh migran perempuan), di dalam negara (buruh pabrik) maupun

di dalam rumah tangga (PRT).

Terbukanya peluang kerja bagi perempuan khususnya di kota Makassar,

ternyata tidak membuat pekerja perempuan bisa diterima di semua tempat kerja.

Hal ini terjadi karena masih adanya pendikotomian tempat kerja bagi perempuan.

Dari jumlah tenaga kerja perempuan di kota Makassar sebanyak 37.896, pekerja

perempuan banyak yang bekerja pada sektor industri, khususnya bidang jasa.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

8

Beberapa contoh di antaranya adalah industri pengolahan ikan dan udang yang

ada di Kawasan Industri Makassar (KIMA), dan industri lainnya.

Untuk itu penulis mencoba melakukan penelitian dengan mengangkat

tema mengenai sejauh mana efektifitas pelaksanaan ratifikasi konvensi ILO No.

111 tentang Diskriminasi Pekerjaan di Indonesia. Oleh karena itu, judul yang

penulis ajukan yaitu Efektivitas Ratifikasi Konvensi ILO No. 111 terhadap

Penghapusan Diskriminasi Perempuan di Tempat Kerja di Kota Makassar.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan sebuah permasalahan

yaitu, apakah ratifikasi konvensi ILO No. 111 sudah efektif dalam menghapus

diskriminasi perempuan di tempat kerja di kota Makassar?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas ratifikasi konvensi ILO No. 111

yang dilakukan oleh Negara Republik Indonesia dalam usahanya menghapus

diskriminasi perempuan di tempat kerja, khususnya di kota Makassar.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian di atas, sebagai berikut.

1. Menjadi salah satu bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan.

Khususnya dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam

penelitian selanjutnya.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

9

2. Bagi instansi terkait, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk

menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan, khususnya terhadap

penghapusan diskriminasi di lingkungan kerja.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas 5 (lima) bab sebagai

berikut :

BAB I Pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika

penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka. Dalam bab ini akan dibahas mengenai sejumlah

konsep teori yang ada dan berhubungan dengan pokok bahasan yang diangkat.

BAB III Metodologi Penelitian. Dalam bab ini dikemukakan tentang

kerangka pemikiran, metode analisa data, sumber dan jenis data serta teknik

pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini.

Bab IV Pembahasan dan Hasil Penelitian. Merupakan bab pembahasan dan

hasil penelitian yang meliputi.

Bab V Kesimpulan dan Saran. Bab ini membahas kesimpulan terhadap

analisis yang dapat diambil oleh penulis dan saran yang diberikan penulis terkait

kesimpulan hasil analisis.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) berhubungan dengan

sistem rancangan formal dalam suatu organisasi yang menentukan efektivitas

dan efisiensi untuk mewujudkan sasaran suatu organisasi. MSDM merupakan

konsep luas tentang filosofi, kebijakan, prosedur, dan praktik yang digunakan

untuk mengelola individu atau manusia melalui organisasi.

Menurut Gary Dessler (2003), manajemen sumber daya manusia

merupakan kebijakan dan praktik yang menentukan aspek “manusia” atau

sumber daya manusia dalam posisi manajemen termasuk merekrut,

menyaring, melatih, memberi penghargaan dan penilaian.

Manusia sebagai SDM memiliki keberadaan yang sangat penting dalam

perusahaan. SDM mampu menunjang perusahaan melalui karya, bakat,

kreativitas, dorongan dan peran nyata dalam setiap perusahaan ataupun

organisasi baik sebagai pengusaha, karyawan, manajer, komisaris ataupun

sebagai pemilik. Tanpa adanya unsur manusia, perusahaan tidak akan

memampu bergerak dan berjalan menuju ke arah yang diinginkan.

SDM perlu dikelola secara baik dan profesional agar dapat tercipta

keseimbangan antara kebutuhan SDM dengan tuntutan serta kemajuan bisnis

perusahaan. Bila pengelolaan SDM dapat dilaksanakan secara profesional,

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

11

diharapkan SDM dapat bekerja secara produktif. Pengelolaan SDM secara

profesional ini harus dimulai sejak perekrutan, seleksi, pengklasifikasian,

penempatan sesuai dengan kemampun, pelatihan dan pengembangan karir

karyawan (Veithzal Rivai,2004).

Hakekat manajemen SDM sangat ditentukan oleh sifat SDM itu sendiri,

yang selalu berkembang (dinamis) baik jumlah maupun mutunya. Jika

dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi, SDM yang tersedia haruslah

memiliki pendidikan yang bermutu dengan kualitas hidup yang baik. Selain

itu, harus didukung dengan adanya kesempatan kerja yang cukup besar. Maka

untuk mencapai tingkat keseimbangan antara SDM yang tersedia dengan

tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahap tertentu diperlukan manajemen

SDM yang tepat pada tingkat nasional.

Dalam penerapannya, konsep manajemen SDM dilaksanakan melalui

tahapan sebagai berikut.

1. Penerapan fungsi manajemen SDM secara makro dan mikro.

Penerapan fungsi manajemen SDM dalam arti makro merupakan

pelaksanaan fungsi pokok manajemen secara umum (fungsi manajerial).

Sedangkan, dalam arti mikro merupakan fungsi manajemen SDM yang

sifatnya operasional. Pada tingkat mikro, fungsi-fungsi manajemen

SDM tidak semuanya dapat dipakai sepenuhnya pada organisasi atau

perusahaan.

Dengan demikian, SDM yang telah terikat pada suatu organisasi

(formal, perusahaan, industri) berdasarkan suatu kontrak kerja, atau

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

12

telah berhubungan kerja dengan suatu organisasi berdasarkan suatu

kerja sama, disebut SDM pada status mikro (pegawai, karyawan atau

staf) dan SDM yang masih bebas atau belum terikat kontrak kerja atau

kerja sama dengan suatu organisasi disebut SDM makro.

2. Prinsip-prinsip Manajemen SDM

Dalam manajemen SDM selain fungsi manajerial dan operasional di

dalam penerapannya harus diperhatikan pula prinsip-prinsip manajemen

SDM, sebagai berikut.

a. Kemanusiaan

b. Demokrasi

c. The right man on the right place

d. Equal pay for equal work

e. Kesatuan arah

f. Kesatuan komando

g. Efisiensi dan efektivitas

h. Produktivitas kerja

i. Disiplin

j. Wewenang dan tanggung jawab.

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2006:16) dalam mempelajari MSDM

ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan, sebagai berikut.

1. Pendekatan Mekanis

Mekanisasi merupakan proses penggantian peranan tenaga kerja manusia

dengan mesin untuk menjalankan pekerjaan. Pendekatan mekanis ini

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

13

menitikberatkan analisisnya kepada spesialisasi, efektivitas, standardisasi,

dan memperlakukan karyawan sama halnya dengan mesin. Keuntungan

spesialisasi ini, pekerja semakin terampil dan efektivitas semakin besar.

Kelemahannya, pekerjaan membosankan karyawan, mematikan

kreativitas, dan kebanggaan karyawan atas pekerjaannya akan semakin

berkurang.

Standardisasi diterapkan cukup mendalam sehingga terjadi pemindahan

pekerjaan dari manusia kepada mesin antarkomponen yang satu dengan

komponen yang lainnya dapat saling dipertukarkan serta spesialisasi

mesin-mesin, peralatan, tata letak, dan pabrik pada karyawan itu

mempunyai pikiran, perasaan, cita-cita,harga diri, dan sebagainya.

2. Pendekatan Paternalis,

Pada pendekatan paternalis, manajer dalam pengarahan bawahannya

bertindak seperti bapak terhadap anaknya. Para bawahan diperlakukan

dengan baik, fasilitas-fasilitas diberikan, dan bawahan dianggap anak-

anaknya. Pendekatan ini menyebabkan karyawan menjadi manja, malas

sehingga produktivitas menjadi menurun. Kondisi yang memberikan

kebebasan terhadap karyawan akan berdampak negatif bagi perusahaan

apabila tidak ada harmonisasi yang terjalin antara atasan dan bawahan.

Dari kondisi tersebut, pendekatan sistem sosial hadir guna memberikan

penjelasan mengenai cara untuk meningkatkan kinerja karyawan dengan

mempertimbangkan berbagai aspek yang ada dalam perusahaan.

3. Pendekatan Sistem Sosial.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

14

Pendekatan sistem sosial ini memandang bahwa organisasi/perusahaan

adalah suatu sistem yang kompleks yang beroperasi dalam lingkungan

yang kompleks.

Manajer menyadari dan mengakui bahwa tujuan organisasi/perusahaan

akan tercapai jika tercipta lingkungan yang harmonis yang akan

melahirkan kerjasama yang baik antara pihak atasan dan pihak bawahan

dalam suatu organisasi. Pemikiran ini didasari oleh adanya saling

ketergantungan, interaksi, dan keterkaitan antara sesama karyawan.

Setiap sistem senantiasa berkaitan, baik dengan sebuah sistem yang lebih

luas dan lebih tinggi tingkatannya, maupun dengan subsistem sendiri yang

mewakili integrasi berbagai sistem dari berbagai tingkatan yang lebih

rendah. Perusahaan akan tumbuh dan berkembang jika sistem sosial

terintegrasi dalam satu sistem yang harmonis serta berinteraksi dengan

baik. Pendekatan sistem sosial ini hendaknya menekankan kepada

kesadaran atas tugas dan tanggung jawab setiap individu maupun

kelompok yang didasari oleh sebuah pemahaman bersama dari sebuah

sistem nilai sehingga kinerja karyawan lebih optimal.

Hingga saat ini belum ada perusahaan yang mampu melaksanakan

tugas-tugasnya tanpa memerlukan sumber daya manusia. Terdapat

kecenderungan bahwa semakin besar suatu perusahaan, semakin besar pula

kebutuhan sumber daya manusianya. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek

dunia bisnis. Walaupun suatu perusahaan sudah menggunakan mesin yang

berteknologi tinggi, modern, serta otomatis, perusahaan tetap saja

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

15

membutuhkan sumber daya manusia yang terampil dalam jumlah yang harus

memadai.

Sumber daya manusia yang terampil hanya akan didapatkan jika

perusahaan mau bertanggung jawab untuk mengembangkan para pekerjanya

dengan melaksanakan aktivitas yang mendukung peningkatan kompetensi

karyawan.

2.1.2. Efektivitas

Secara etimologi, kata “efektivitas” berasal dari kata “efektif”

(effective) yang memiliki makna berhasil. Menurut Effendy (1989)

mendefinisikan efektivitas sebagai komunikasi yang prosesnya mencapai

tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang

ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan. Efektivitas menurut

pengertian di atas mengartikan bahwa indikator efektivitas dalam artian

tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya merupakan

sebuah pengukuran di mana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa

yang telah direncanakan.

Menurut Arens, A. Alnin, Elder dan Beansley (2003:738), efektivitas

mengacu pada pencapaian tujuan, dimana efisiensi mengacu pada sumber

yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan.

Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang

dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang

diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka efektivitas

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

16

menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada

hasil guna dari suatu organisasi, program atau kegiatan yang menyatakan

sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah tercapai, serta ukuran

berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-

targetnya.

Kata efektif sering dicampuradukkan dengan kata efisien, walaupun

artinya tidak sama. Sesuatu yang dilakukan secara efisien belum tentu efektif.

Secara singkat pengertian efisiensi adalah melakukan atau mengerjakan

sesuatu secara benar “doing things right”, sedangkan efektivitas berarti

melakukan atau mengerjakan sesuatu tepat pada sasaran “doing the right

things”.

Efisien harus selalu bersifat kuantitatif dan dapat diukur (measurable),

sedangkan efektif mengandung pula pengertian kualitatif. Efektif lebih

mengarah ke pencapaian sasaran. Efisien dalam menggunakan masukan

(input) akan menghasilkan produktifitas yang tinggi. Tingkat efektivitas itu

sendiri ditentukan oleh terintegrasinya sasaran dan kegiatan organisasi secara

menyeluruh, kemampuan adaptasi dari organisasi terhadap perubahan

lingkungannya.

Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa efektivitas adalah

hubungan antara hasil (output) yang dicapai dengan sasaran yang ingin

dicapainya. Jika hasil tersebut semakin mendekati sasaran atau tujuan maka

semakin efektif.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

17

2.1.2. Peran Negara dalam Melindungi Para Pekerja

Menurut Logemann, negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan

yang bertujuan untuk mengatur serta menyelenggarakan sesuatu dalam

masyarakat. Sedangkan, Hans Kelsen mendefinisikan negara sebagai suatu

susunan pergaulan hidup bersama dengan tata paksa. Roger F. Soultau

mengartikan negara merupakan alat (agency) atau wewenang (authority) yang

mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, negara mempunyai dua

pengertian. Pertama, negara adalah organisasi di suatu wilayah yang

mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyatnya. Kedua,

negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu

yang diorganisir di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif,

mempunyai satu kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan

tujuan nasionalnya.

Dari pendapat para ahli mengenai pengertian negara, maka secara garis

besar terdapat 3 unsur dalam sebuah negara, yaitu:

1. Rakyat

Orang-orang yang bertempat tinggal di wilayah itu, tunduk pada

kekuasaan negara dan mendukung negara yang bersangkutan.

2. Wilayah

Daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi tempat tinggal bagi

rakyat negara. Wilayah juga menjadi sumber kehidupan rakyat negara

yang meliputi wilayah laut, darat dan udara.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

18

3. Pemerintah berdaulat

Adanya penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan

menyelenggarakan pemerintahan di negara tersebut. Pemerintah memiiki

kedaulatan baik ke dalam yaitu memiliki kekuasaan untuk ditaati oleh

rakyatnya; serta kedaulatan ke luar yang artinya negara mampu

mempertahankan diri dari serangan negara lain.

Ketiga unsur di atas merupakan unsur konstitutif atau sebagai unsur

pembentuk. Selain unsur di atas, pengakuan dari negara lain merupakan unsur

deklaratif yaitu unsur yang sifatnya menyatakan, bukan sebagai unsur yang

mutlak.

Negara merupakan sebuah organisasi yang tidak hadir begitu saja, tetapi

negara hadir memiliki fungsi dan tujuannya, serta dibentuk untuk

menjalankan tugas-tugas tertentu. Fungsi negara merupakan gambaran yang

dilakukan negara untuk mencapai tujuannya.

Berikut fungsi-fungsi negara menurut beberapa ahli.

1. Menurut John Locke, negara memiliki 3 fungsi yaitu:

a. Fungsi legislatif, untuk membuat peraturan;

b. Fungsi eksekutif, untuk melaksanakan peraturan;

c. Fungsi federatif, untuk mengurusi urusan luar negeri dan urusan perang

dan damai.

2. Montesquieu dengan teori Trias Politica, fungsi negara sebagai berikut:

a. Fungsi legislatif, membuat undang-undang;

b. Fungsi eksekutif, melaksanakan undang-undang;

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

19

c. Fungsi yudikatif, untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang (fungsi

mengadili).

3. Menurut Mirriam Budiardjo, fungsi pokok negara adalah sebagai berikut:

a. Melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan bersama dan

mencegah bentrokan dalam masyarakat (stabilisator);

b. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Fungsi ini

dijalankan dengan melaksanakan pembangunan di segala bidang;

c. Fungsi pertahanan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar;

d. Menegakkan keadilan melalui pembentukan badan-badan pengadilan.

4. Mc Iver menjelaskan bahwa ada 3 fungsi negara, yaitu:

a. Berfungsi dalam kebudayaan;

b. Berfungsi dalam bidang kesejahteraan umum;

c. Berfungsi dalam bidang perekonomian.

Pada intinya, semua negara dibentuk untuk mensejahterakan rakyatnya.

Dan kesejahteraan rakyat pada hakekatnya merupakan bentuk campur tangan

dari pemerintah. Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang wajib

dipenuhi oleh negara untuk warganya dalam kondisi dan situasi apapun.

Pekerja sebagai bagian dari masyarakat pun harus menikmati kesejahteraan

tersebut.

Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 pasal 1,

pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan

dalam bentuk lain. Sesuai dengan pengertian pekerja berdasarkan Kamus

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

20

Besar Bahasa Indonesia, merupakan orang yang bekerja; orang yang

menerima upah atas hasil kerjanya; buruh; karyawan.

Pekerja, karyawan atau biasa juga disebut sebagai buruh merupakan

pihak yang cukup banyak menyumbangkan perubahan dalam pembangunan

sebuah negara. Tak dapat dipungkiri, pekerja menjadi tulang punggung atas

terlaksananya seluruh aktivitas di semua aspek kehidupan berbangsa

bernegara. Dengan besarnya partisipasi pekerja dalam peningkatan ekonomi

sebuah negara, mengharuskan negara (pemerintah) memberikan perhatian

lebih terhadap kondisi pekerja.

Negara harus bisa menjamin stabilitas pertumbuhan perekonomian.

Tanpa adanya jaminan terhadap stabilitas pertumbuhan ekonomi, maka sulit

pula menjamin kesejahteraan para pekerja. Bentuk pertanggungjawaban lain

dari negara (pemerintah) terhadap perbaikan kondisi ketenagakerjaan di

Indonesia adalah membuat regulasi yang tidak berat sebelah, dimana regulasi

ini benar-benar harus dilaksanakan oleh seluruh pihak yang terkait.

Negara (pemerintah) turut campur tangan dalam peningkatan

kesejahteraan pekerja melalui peraturan perundang-undangan guna

memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban bagi semua pihak. Salah

satu usaha yang dilakukan negara (pemerintah) yaitu melalui Konvensi ILO

No. 111 tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan yang telah

diratifikasi melalui UU No. 21 tahun 1999.

Konvensi merupakan instrumen sah yang mengatur aspek-aspek

administrasi perburuhan, kesejahteraan sosial atau hak asasi manusia. Bagi

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

21

negara anggota yang meratifikasi konvensi mengemban dua tugas sekaligus,

yakni komitmen resmi untuk menerapkan aturan-aturan konvensi, dan

kemauan untuk menerima ukuran-ukuran penerapan yang diawasi secara

internasional.

Konvensi ILO No. 111 ini berisi tentang diskriminasi pekerjaan dan

jabatan yang hadir untuk melindungi pekerja perempuan. Konvensi hadir

untuk menetapkan standar dan memberikan suatu model dan merangsang

adanya peraturan perundangan tingkat nasional dan praktik-praktiknya di

negara-negara anggota.

Konvensi ILO No. 111 bertujuan untuk mempromosikan kesempatan

dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan dan jabatan yang mengarah kepada

penghapusan segala bentuk diskriminasi berdasarkan asal muasal termasuk

jenis kelamin melalui metode sesuai dengan kondisi nasional. Selain itu,

Konvensi ILO No. 111 hadir sebagai pelengkap Konvensi ILO No. 100

tentang pemberian upah yang setara untuk pekerjaan yang mempunyai nilai

setara antara laki-laki dan perempuan.

Untuk melindungi pekerja dari hal-hal yang sifatnya tidak mendukung,

peraturan-peraturan yang ada harus dilaksanakan oleh semua pihak yang

terkait. Dan tentu saja dengan hadirnya konsep pengawasan mempermudah

realisasi peraturan ketenagakerjaan yang ada.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

22

2.1.3. Konsep Gender

Konsep gender merupakan konsep yang dipengaruhi oleh kedudukan

dan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan. Dalam bukunya yang

berjudul “Analisis Gender dan Transformasi Sosial”, Mansour Fakih

menjelaskan konsep gender yang dipahami sebagai suatu sifat yang melekat

pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun

kultural. Misalnya, perempuan dikenal lemah dan lembut; cantik dan

emosional. Sedangkan, laki-laki sering dianggap kuat dan perkasa; gagah dan

rasional. Ciri dari sifat di atas merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan.

Munculnya perbedaan dalam konsep gender antara laki-laki dan perempuan

dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan,

diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran

keagamaan maupun negara (Mansour Fakih:2008, 8).

Masyarakat yang berbeda memiliki banyak gagasan yang berbeda

tentang cara yang sesuai bagi perempuan dan laki-laki untuk berperilaku

seharusnya. Hal ini memperjelas sejauh mana peran gender bergeser dari asal-

usulnya ke dalam jenis kelamin biologis kita (Julius C. Mosse:1996).

Seringkali konsep gender disalahpahami sebagai konsep yang melekat secara

kodrati dalam diri manusia (laki-laki dan perempuan). Hal yang sifatnya

kodrati ini biasanya dilandasi dengan konsep seks (jenis kelamin), dimana

perbedaan antara perempuan dan laki-laki berdasarkan kondisi biologis (tabel

1.2). Padahal sebagian besar dari sesuatu yang dewasa ini sering dianggap

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

23

sebagai kodrat, sebenarnya merupakan konstruksi sosial dan kultur, atau

gender.

Tabel 1.2 Perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki

Ciri Primer Biologis Lelaki Biologis Perempuan

Penis, Scotrum, Testis, Sperma,

Prostat (Kelenjar)

Vagina, Indung telur, sel telur,

uterus, haid, hamil, melahirkan

menyusui

Bersifat bawaan, kodrat, ciptaan dari Tuhan. Tidak berubah oleh pengaruh

zaman, waktu, ras/suku/bangsa, kultur, agama, ideology

Ciri Sekunder Bulu dada/tangan, jakun, suara

berat, berkumis

Kulit halus, dada besar, suara

lebih bernada tinggi

Ciri tertier – relasi gender antara laki-laki dan perempuan.

Dapat diubah dan dipertukarkan, sesuai dengan norma, nilai dan budaya

setempat.

(Sumber: Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa- AidaVitayala, 2010)

Perempuan Indonesia selalu dikonotasikan sebagai sesosok makhluk

yang lemah lembut dan lebih mengedapankan sisi emosionalnya sehingga

perlu dilindungi, sedangkan laki-laki digambarkan sebagai sosok manusia

yang gagah, perkasa dan lebih rasional, sehingga lebih bisa menjadi

pelindung. Akibatnya, perempuan sejak kecil sudah disosialisasikan untuk

melakukan peran partikularistik uang bersifat domestik. Sedangkan, laki-laki

disosialisasikan untuk berperan universal (publik). Pencitraan ini

dimantapkan dan dilembagakan dalam tatanan nilai masyarakat sebagai acuan

bertindak (Hubeis, AV:2010).

Pencitraan ini mengakibatkan banyak orang berpendapat bahwa

pekerjaan dalam rumah urusan perempuan dan pekerjaan di luar rumah

sebagai tanggung jawab laki-laki. Namun, karena munculnya desakan

ekonomi dan berbagai alasan lain menyebabkan bergeser dan kaburnya

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

24

pembatas antara peran perempuan dan laki-laki di dalam maupun di luar

rumah. Akan tetapi, proses ini tidak menyebabkan perubahan secara utuh,

sehingga tidak jarang muncul kesalahpahaman dan konflik peran pada

perseorangan, kelompok dan masyarakat keseluruhan.

Ketimpangan tanggung jawab atas pergeseran peran telah terjadi,

mengakibatkan sebagian besar perempuan memiliki jam kerja lebih lama dari

rata-rata jam kerja laki-laki (Hubeis, AV:1987). Kekeliruan ini berlanjut

dalam menentukan jenis pekerjaan yang cocok dan tidak cocok untuk

dilakukan oleh seorang perempuan atau laki-laki. Karena dianggap lemah

maka hanya pekerjaan ringan yang cocok untuk perempuan, sedang laki-laki

melakukan pekerjaan berat.

Namun dalam realitasnya, tidak selamanya perempuan merupakan

sosok manusia lemah fisik atau nalar, begitu pula sebaliknya bahwa tidak

selamanya laki-laki selalu tampil dengan memiliki fisik dan penalaran yang

lebih baik. Dengan melihat kondisi di atas, perlu dilakukan represepsi yang

mengacu pada suatu wawasan bahwa laki-laki atau perempuan sebagai

manusia memiliki kesamaan kemampuan dalam berprestasi (Hubeis,

AV:2010,74).

2.1.4. Diskriminasi Perempuan Di Tempat Kerja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diskriminasi adalah

pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan warna

kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dsb). Hal yang sama juga

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

25

dibahasakan pada Konvensi ILO No.111 pasal 1 ayat (1), istilah diskriminasi

meliputi setiap perbedaan, pengecualian atau pilihan atas dasar ras, warna

kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal usul

dalam masyarakat, yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya

kesetaraan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan.

Munculnya istilah diskriminasi terhadap perempuan tentu saja tidak

terlepas dari hadirnya gerakan feminisme. Seluruh gerakan feminis berangkat

dari kesadaran akan diskriminasi, ketidaksetaraan, ataupun ketidakadilan

terhadap perempuan. Feminisme sebagai teori perubahan sosial dan

pembangunan merupakan gejala baru, tepatnya ketika gerakan feminis

merespon dan melakukan kritik terhadap teori pembangunan yang

berkembang pesat sekitar tahun 1976.

Latar belakang perkembangan teori perubahan sosial dan kritik terhadap

pembangunan dari perspektif feminisme dicetuskan pada suatu konferensi

tentang pengintegrasian kaum perempuan dalam ekonomi yang

diselenggarakan di Wesley College, Amerika Serikat. Dari konferensi itulah

berkembang suatu pengetahuan baru yang segera menjalar ke birokrasi

pembangunan, sehingga mempergaruhi lahirnya urusan Women in

Development (WID) yang mulai dibuka di USAID. WID dikembangkan dan

difokuskan pada isu langsung yang berkenaan dengan usaha mendorong

partisipasi kaum perempuan dalam program pembangunan (M. Fakih: 2009).

Feminisme liberal menjadi landasan analisis sesungguhnya muncul

sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang umumnya menjunjung tinggi

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

26

nilai otonomi, persamaan dan nilai moral dan kebebasan individu, tetapi pada

saat yang sama dianggap mendiskriminasi kaum perempuan. Asumsi dasar

feminisme liberal berakat pada pandangan bahwa kebebasan dan equalitas

berakar pada pandangan pemisahan antara dunia pribadi dan umum (M.Fakih:

2009, 148). Sehingga kerangka perjuangan feminisme liberal tertuju pada

kesempatan dan hak yang sama.

Diskriminasi yang menimpa kaum perempuan memunculkan persepsi

bahwa perempuan dilahirkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang jauh

lebih terbatas jumlahnya dengan status pekerjaan rendah dengan imbalan

(upah/gaji) yang rendah pula. Pekerjaan perempuan selama ini umumnya

terbatas pada sektor rumah tangga (sektor domestik) (Wirartha:2000).

Walaupun kini, para perempuan mulai menyentuh pekerjaan di sektor publik,

jenis pekerjaan inipun merupakan perpanjangan dari pekerjaan rumah tangga

(Siagian:1993, Fakih:1996), misalnya: bidan,juru rawat, guru, sekretaris dan

pekerjaan lainnya yang lebih banyak memerlukan keahlian manual.

Selain itu di tempat kerja, masih ditemukan adanya praktek yang tidak

memberikan kesempatan perempuan untuk terjun ke dunia kerja seperti

diskriminasi dalam proses rekrutmen, pelecehan seksual dan diskriminasi

(Dameria, Eny: 2008) dalam kenaikan pangkat. Pada perusahaan tertentu

sering digunakan kriteria jenis kelamin yang membatasi kesempatan kaum

perempuan untuk menduduki posisi-posisi jabatan tertentu dalam perusahaan

(Notosusanto:1994).

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

27

Munculnya diskriminasi di tempat kerja, karena pekerja perempuan

dianggap memiliki human capital (pendidikan, pelatihan, dan pengalaman

kerja) yang lebih sedikit dibanding dengan pekerja laki-laki (Sumanto: 1993).

Hal ini disebabkan, karena secara kultural sebagian masyarakat masih

dipengaruhi secara kuat oleh budaya patriarki yang menimbulkan

ketimpangan struktur sehingga perempuan menjadi terbatas untuk

memperoleh akses pendidikan, ekonomi dan berorganisasi (Hatta: 2006).

Dampak lain dari sistem dominasi di lingkaran budaya patriarki ini

membuat mitos ataupun stereotipe tersendiri bagi pekerja perempuan, seperti

sebagai berikut:

1. Perempuan sebagai pekerja ideal, terampil, rajin dan teliti;

2. Pekerja perempuan bahagia dengan kesempatan kerjanya, sehingga mudah

diatur dan tidak banyak menuntut.

Kedua hal di atas banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki

kepentingan untuk mengakumulasi modal (Tjandraningsih: 1997). Hal inilah

yang menyebabkan munculnya ketidakadilan dan melahirkan diskriminasi

terhadap perempuan. Jika posisi pekerja perempuan dikaitkan dengan isu

gender, maka akan ada beberapa hal yang muncul (Daulay, Harmona, 2006),

yaitu sebagai berikut:

1. Permasalahan marginalisasi, subordinasi dan stereotipe sosial.

a. Berkaitan dengan konteks marginalisasi, pekerja perempuan

diasosiasikan penempatannya pada pekerjaan-pekerjaan yang marginal.

Karena pekerja perempuan mempunyai sifat halus dan telaten, sehingga

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

28

pekerjaan yang diberikan merupakan pekerjaan yang kurang penting

dan berupah rendah. Selain itu, karena tingginya tingkat absensi pekerja

perempuan yang disebabkan hal biologis (cuti hamil dan melahirkan)

sering dijadikan alasan untuk menempatkan perempuan dalam

pekerjaan yang marginal (Abdullah, 1995).

b. Konteks subordinasi tidak akan melepaskan pembicaraan tentang

hubungan kekuasaan antara kelompok yang tersubordinasi. Dikaitkan

dengan ketenagakerjaan, makan muncul anggapan bahwan perempuan

adalah makhluk irrasional, emosional, dan lemah sehingga

menempatkan perempuan pada posisi yang kurang penting. Sedangkan,

laki-laki disimbolkan sebagai “tuan” yang mengakibatkan pandangan

bahwa perempuan sebagai relasinya adalah budak.

c. Stereotipe merupakan pelabelan atau ciri-ciri penandaan terhadap suatu

kelompok tertentu. Adanya budaya patriarki yang telah terinternalisasi

dalam masyarakat melahirkan stereotipe tentang keberadaan perempuan

dalam masyarakat. Perempuan dianggap mempunyai fungsi atau posisi

yang layak di rumah, sehingga dilekatkan label domestik. Stereotipe ini

juga masuk di tempat kerja dengan menempatkan posisi perempuan

berkenaan dengan barang-barang yang dikerjakan di dalam pabrik,

biasanya dekat dengan yang dikonsumsi perempuan sehingga muncul

feminisasi dalam dunia kerja.

2. Munculnya permasalahan ketidakadilan gender di tempat kerja

a. Jenis pekerjaan.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

29

Di tempat kerja ada beberapa jenis pekerjaan yang dianggap tidak

sesuai jika dilakukan oleh perempuan. Pekerjaan tersebut biasanya

membutuhkan tenaga yang kuat dan termasuk dalam pengambilan

keputusan yang strategis. Pekerja perempuan biasanya ditempatkan

pada bagian yang membutuhkan ketelitian dan tidak membutuhkan

kekuatan fisik yang berat.

b. Penyediaan fasilitas kerja yang berbeda

Hal ini berkaitan dengan kondisi biologis antara perempuan dan laki-

laki. Di dalam penyediaan fasilitas kerja, perempuan memerlukan

tempat-tempat yang berbeda dengan laki-laki. Termasuk adanya

fasilitas kesehatan di dalam merawat diri mereka ataupun berkaitan

dengan kesehatan reproduksinya.

c. Perbedaan pemberian upah

Kebijakan upah didasarkan pada kebutuhan fisik minimum, juga

berdasarkan adanya perbedaan kebutuhan dasar antara para pekerja

laki-laki dan perempuan. Perhitungan ini dipengaruhi anggapan bahwa

perempuan bukan sebagai pencari nafkah utama keluarga. Karenanya

dalam penentuan komponen upah ini, standar yang digunakan adalah

kebutuhan fisik laki-laki.

d. Jenjang karir

Pekerja perempuan tidak dipercaya dalam memegang posisi strategis,

karena gender dan stereotipe perempuan lebih emosional dan rata-rata

memiliki pendidikan yang rendah.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

30

e. Pelecehan seksual

Pekerja perempuan dianggap sebagai pihak yang pantas melakukan

gangguan dan godaan, yang berkembang menjadi pelecehan. Hal ini

muncul karena adanya ketimpangan ekonomi. Ditambah tidak adanya

jaminan keamanan dan hukum yang membuat perempuan memiliki

kekuatan untuk terlibat dalam suatu pekerjaan. Gangguan ini sering

menyebabkan perempuan meninggalkan tempat kerja dan keluar.

2.2. Kerangka Pikir

Sebagai narasi pemahaman penulis terhadap penelitian, kerangka pikir

penulis atas penelitian ini berangkat dari konsep ideal atas kondisi

ketenagakerjaan yang menjadi bagian dari tanggung jawab pemerintah untuk tetap

meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum. Kemudian, penulis

berusaha membandingkan kondisi ideal dengan kondisi realistas yang ada

mengenai kondisi ketenagakerjaan khususnya mengenai diskriminasi pekerja

perempuan di tempat kerja.

Gambaran realistis tidak hanya diperoleh dari data-data angka yang

dikeluarkan oleh pemerintah terkait pencapaian kesejahteraan pekerja perempuan,

melainkan juga dapat terlihat dari kondisi nyata yang dialami oleh pekerja

perempuan di tempat kerja, serta informasi-informasi yang diperoleh dari pihak

terkait seperti dari pihak manajerial tempat kerja para pekerja perempuan atau

instansi pemerintahan yang terkait.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

31

Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat dijadikan landasan penilaian

terhadap efektivitas penghapusan diskriminasi perempuan di tempat kerja di kota

Makassar. Berikut flow chart dari kerangka pikir penulis:

Gambar 1.1 Kerangka Pikir

Idealitas Kondisi

Pekerja Perempuan

Realitas Kondisi Pekerja

Perempuan di Tempat

Kerja

Aturan-aturan

Ketenagakerjaan di Indonesia

(Konvensi ILO No. 111)

Efektifitas Penghapusan

Diskriminasi Perempuan di

Tempat Kerja

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Objek Penelitian

Berdasarkan judul yang peneliti angkat, yaitu ”Efektivitas Ratifikasi

Konvensi ILO No. 111 terhadap Penghapusan Diskriminasi Perempuan Di

Tempat Kerja Di Kota Makassar”, maka penelitian ini akan dilakukan di kota

Makassar, Sulawesi Selatan. Pekerja perempuan yang ada di kota Makassar

merupakan objek dari penelitian ini.

Dalam rangka memperoleh tingkat efektivitas ratifikasi Konvensi ILO No.

111, penulis membatasi beberapa pihak yang terkait dengan permasalahan yang

dibahas di penelitian ini. Syaratnya antara lain pekerja perempuan yang memiliki

pengetahuan tentang ketenagakerjaan, dan atau pihak-pihak yang terlibat dalam

pelaksanaan aturan Konvensi ILO No. 111 di kota Makassar.

3.2. Jenis Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan metode kualitatif. Penelitian

kualitatif dilakukan dalam situasi wajar (natural setting). Metode ini berusaha

untuk memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku

manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri (Husaini;

Akbar, Purnomo, 2009).

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

33

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menempatkan peneliti sebagai

key instrument (instrumen penelitian) dengan data yang meliputi kata-kata tertulis

atas lisan dari orang-orang yang memahami objek penelitian. Di samping itu,

pendekatan kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak

penajaman pengaruh bersama serta pola-pola nilai yang dihadapi di lapangan

(Moelong, 2002). Menurut Denzin dan Lincoln (1994 dalam Agus Salim, 2006)

secara umum penelitian kualitatif sebagai suatu proses dari berbagai langkah

yang melibatkan peneliti, paradigma teoritis dan interpretatif, strategi penelitian,

metode pengumpulan data dan analisis data empiris, maupun pengembangan

interpretasi dan pemaparan.

Sarantakos (1998) berpendapat ada tiga paradigma utama dalam ilmu

sosial, yaitu positivistik, interpretatif, dan critical. Pemilihan paradigma memiliki

implikasi terhadap pemilihan metodologi dan metode pengumpulan dan analisis

data. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metodologi penelitian kualitatif

berdasarkan paradigma interpretif. Paradigma interpretif adalah suatu paradigma

yang menganggap bahwa ilmu bukanlah didasarkan pada hukum dan prosedur

yang baku. Manusia secara terus-menerus menciptakan realitas sosial mereka

dalam rangka berinteraksi dengan yang lain (Schutz, 1967 dalam Ghozali dan

Chairi, 2007). Tujuan pendekatan interpretif tidak lain adalah menganalisis realita

sosial semacam ini dan bagaimana realita sosial itu terbentuk (Ghozali dan Chairi,

2007). Untuk memahami sebuah lingkungan sosial yang spesifik, peneliti harus

menyelami pengalaman subjektif para pelakunya. Penelitian interpretif tidak

menempatkan objektivitas sebagai hal terpenting, melainkan mengakui bahwa

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

34

demi memperoleh pemahaman mendalam, maka subjektivitas para pelaku harus

digali sedalam mungkin hal ini memungkinkan terjadinya trade-off antara

objektivitas dan kedalaman temuan penelitian (Efferin et al., 2004).

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang merupakan sebuah

penelitian yang berusaha menemukan makna, meyelidiki proses, dan memperoleh

pengertian dan pemahaman yang mendalam dari individu, kelompok atau situasi

(Emzir, 2010). Menurut Smith, sebagaimana dikutip Lodico, Spaulding, dan

Voegtle (2006) studi kasus dapat menjadi berbeda dari bentuk-bentuk penelitian

kualitatif lain oleh fakta bahwa studi ini berfokus pada satu “unit tunggal” atau

“suatu sistem terbatas”.

Menurut Merriam (1998:27-28) keterbatasan dapat ditentukan dengan

menanyakan apakah terdapat suatu batasan pada jumlah orang yang terlibat dapat

diwawancarai atau suatu batasan pada jumlah orang yang terlibat dapat

diwawancarai atau suatu jumlah waktu tertentu (untuk observasi)? Jika terdapat

jumlah orang tak terbatas (secara aktual maupun teoritis) yang dapat

diwawancarai atau pada observasi yang dapat dilaksanakan, maka fenomena

tersebut tidak cukup terbatas untuk menjadi sebuah kasus.

Untuk memulai penelitian studi kasus, peneliti mengidentifikasi masalah

atau pertanyaan yang akan diteliti dan mengembangkan suatu rasional untuk

menjawab alasan pemilihan metode studi kasus dalam sebuah penelitian. Dalam

studi kasus, berbagai teknik dapat digunakan termasuk wawancara, observasi, dan

terkadang pemeriksaan dokumen dan artefak dalam pengumpulan data.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

35

Selain itu, dalam pemilihan partisipan harus didasarkan pada kemampuan

mereka menyumbang suatu pemahaman tentang fenomena yang akan diteliti.

Observasi yang dilakukan akan berfokus pada hakikat interaksi yang muncul

dalam setiap setting. Observasi ini akan menghasilkan temuan-temuan yang dapat

ditriangulasi dengan data wawancara, meningkatkan validitas data, temuan dan

kesimpulan. Sehingga dalam melakukan observasi, peneliti harus merekam data

yang terkumpul dari lapangan secara hati-hati.

Dengan paradigma interpretif dan menggunakan metode penelitian studi

kasus akan berusaha mengamati efektivitas ratifikasi Konvensi ILO No. 111 di

tempat kerja. Sehingga dengan melihat realitas yang dialami oleh pekerja

perempuan, maka akan diperoleh gambaran mengenai efektivitas ratifikasi dalam

menghapus diskriminasi perempuan di tempat kerja.

3.3. Jenis dan Sumber Data

3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Data kualitatif merupakan jenis data yang sifatnya tertulis maupun

lisan dalam rangkaian kata-kata atau kalimat.

2. Data kuantitatif merupakan jenis data yang sifatnya angka-angka

yang dapat dihitung matematis.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

36

3.3.2. Sumber Data

1. Data primer umumnya keberadaannya dapat dilisankan dan ada yang

tercatat, jika langsung dari sumbernya (tentang diri sumber data),

berupa karakteristik demografi atau sosio-ekonomi, dan sikap atau

pendapat.

2. Data sekunder yakni data yang telah disusun, dikembangkan dan

diolah kemudian tercatat, terdiri atas data sekunder internal suatu

organisasi dan data sekunder eksternal yang dipublikasikan.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini akan menggunakan dua metode pengumpulan data, antara

lain sebagai berikut:

1. Metode pengumpulan berupa penelitian lapangan (field research), yakni

mengadakan observasi partisipatif, wawancara kepada pihak-pihak

terkait, dan bahan dokumentasi.

a. Observasi atau pengamatan adalah perhatian yang terfokus

terhadap kejadian, gejala,atau sesuatu (Emzir,2010). Adapun

observasi ilmiah merupakan perhatian terfokus terhadap gejala,

kejadian atau sesuatu dengan maksud menafsirkannya,

mengungkapkan faktor-faktor penyebabnya, dan menemukan

kaidah-kaidah yang mengaturnya (Garayibah, et.al., 1981)

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

37

b. Wawancara dapat didefinisikan sebagai interaksi bahasa yang

berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan salah

seorang, yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi atau

ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar di sekitar

pendapat dan keyakinannya (Hasan (1963) dalam Garabiyah, 1981:

43).

c. Metode dokumenter adalah metode yang digunakan untuk

menelusuri data historis.

2. Metode penelitian pustaka (library research), yakni menggunakan

literatur-literatur dan tulisan- tulisan yang berkaitan dengan penelitian.

3.5. Metode Analisis Data

Tujuan analisis data ialah untuk mengungkapkan data apa yang masih

perlu dicari, hipotesis apa yang perlu diuji, pertanyaan apa yang perlu dijawab,

metode apa yang harus digunakan untuk mendapatkan informasi baru, dan

kesalahan apa yang harus segera diperbaiki (Usman, Husaini; Akbar, Purnomo,

2009). Menurut Spradley (1997), analisis data merujuk pada pengujian sistematis

terhadap sesuatu untuk menentukan bagian-bagiannya, hubungan di antara bagian-

bagian, dan hubungan bagian-bagian itu dengan keseluruhan.

Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah analisis

data versi Miles dan Huberman. Versi ini menjelaskan bahwa ada tiga alur

kegiatan yang secara bersamaan dilakukan dalam analisis data, yaitu reduksi data,

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

38

penyajian data, serta penarikan kesimpulan atau verifikasi. Ketiga kegiatan ini

saling terkait dan merupakan rangkaian yang tidak berdiri sendiri.

a. Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data

“kasar” yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data

merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengorganisasikan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu, dan

mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga akhirnya data yang

terkumpul dapat diverifikasi.

b. Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif atau

dapat juga berbentuk matriks, grafik, jaringan dan bagan.

c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan di akhir

penelitian kualitatif. Peneliti harus sampai pada kesimpulan dan

melakukan verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan

yang disepakati oleh subjek tempat penelitian itu dilaksanakan. Makna

yang dirumuskan peneliti dari data harus diuji kebenaran, kecocokan, dan

kekokohannya.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

39

Gambar 1.2 Model Interaktif (Miles dan Huberman, 1994)

(Sumber: Buku Metodologi Penelitian Sosial-Husaini&Purnomo, 2009)

3.6. Definisi Operasional

3.6.1. Efektivitas Ratifikasi Konvensi ILO No. 111

Efektivitas ratifikasi konvensi ILO No.111 merupakan suatu tingkatan

dari usaha yang dilakukan oleh pihak yang berkaitan dengan ketenagakerjaan,

agar terciptanya kesetaraan kesempatan dan perlakuan di lingkungan kerja

antara laki-laki dan perempuan, baik itu dalam hal pekerjaan maupun jabatan.

Istilah “pekerjaan” dan “jabatan” mencakup akses untuk memperoleh

pelatihan dan keterampilan, akses untuk memperoleh pekerjaan dan jabatan

tertentu, serta persyaratan dan ketentuan kerja.

Ukuran dari tingkatan keberhasilan tersebut dilihat dari:

1. Adanya formulasi kebijakan yang dibuat sesuai dengan Konvensi

ILO No. 111 dan harus memperhatikan prinsip-prinsip kesetaraan

kesempatan dan perlakuan dalam hal sebagai berikut:

Pengumpulan

data Penyajian data

Reduksi data

Kesimpulan/

Verifikasi

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

40

a. Akses untuk mendapatkan bimbingan pelatihan kerja dan layanan

penempatan kerja;

b. Akses untuk mendapatkan pelatihan dan pekerjaan sesuai dengan

pilihan berdasarkan kemampuan individu;

c. Kemajuan sesuai sifat, pengalaman, kemampuan dan ketekunan

masing-masing;

d. Keamanan masa kerja

e. Memperoleh upah atas pekerjaan yang sama nilainya;

f. Kondisi kerja meliputi jam kerja, waktu istirahat, cuti tahunan

dengan tetap dibayar, tindakan keselamatan dan kesehatan kerja,

serta tindakan pengaman sosial dan fasilitas kesejahteraan dan

tunjangan yang disediakan dalam hubungannya dengan pekerjaan.

2. Adanya penerapan yang maksimal dari formulasi kebijakan tersebut

di atas;

3. Adanya kontrol atau pengawasan langsung dari pihak terkait

terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang berhubungan

langsung dengan bentuk penghapusan diskriminasi terhadap

perempuan di tempat kerja.

3.6.2. Diskriminasi Perempuan di Tempat Kerja

Diskriminasi yang menimpa kaum perempuan memunculkan persepsi

bahwa perempuan dilahirkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang jauh

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

41

lebih terbatas jumlahnya dengan status pekerjaan rendah dengan imbalan

(upah/gaji) yang rendah pula.

Diskriminasi perempuan di tempat kerja dapat dipahami sebagai adanya

perbedaan perilaku yang sangat signifikan antara pekerja laki-laki dan pekerja

perempuan di tempat kerja. Adanya pembedaan jenis pekerjaan yang

diberikan antara laki-laki dan perempuan; perbedaan pemberian upah; hingga

tidak diberikannya ruang pada perempuan untuk memegang posisi strategis di

sebuah tempat kerja.

3.6.3. Penghapusan Diskriminasi Perempuan di Tempat Kerja

Kata penghapusan dapat dipahami sebagai sebuah proses peniadaan.

Sehingga untuk mengukur tingkat efektivitas penghapusan diskriminasi

perempuan di tempat kerja dapat dilihat melalui peniadaannya pemberian

perilaku yang berbeda secara signifikan antara pekerja laki-laki dan pekerja

perempuan di tempat kerja. Dalam hal pembedaan jenis pekerjaan, perbedaan

upah maupun mengenai pemberian kesempatan yang sama antara pekerja

laki-laki dan pekerja perempuan untuk mengembangkan jenjang karir yang

mereka miliki.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

42

BAB IV

PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN

4.1. Kondisi Ideal Bagi Pekerja

Tidak dapat dipungkiri sangat besarnya peran pekerja dalam mencapai

keberhasilan sebuah organisasi/perusahaan. Sumber daya manusia mempunyai

dampak yang lebih besar terhadap efektivitas organisasi/perusahaan dibanding

sumber daya yang lain. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi/perusahaan

dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam

pelaksanaannya tentu saja dikelola oleh sumber daya manusia (pekerja).

Andrew Foulkes (1998) memprediksi bahwa peran sumber daya manusia

(pekerja) dari waktu ke waktu akan mengalami peningkatan yang signifikan.

Berikut terjemahan kutipannya:

“Bertahun-tahun berkembang pendapat bahwa modal merupakan hambatan

dalam industri yang sedang berkembang. Menurut saya hal ini tidak lagi

sepenuhnya benar. Menurut saya, angkatan kerja dan ketidakmampuan

perusahaan (organisasi) merekrut dan mempertahankan angkatan kerja yang

baik merupakan penyebab hambatan dalam produksi. Dan saya kira hal ini

masih akan bertahan, bahkan di masa yang akan datang.”

Dari kutipan di atas terlihat gambaran bahwa pengelolaan sumber daya

manusia (pekerja) menjadi bagian yang sangat penting. Kompleksitas pengelolaan

SDM sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Hal ini sesuai dengan

perkembangan dan kemajuan yang berlangsung saat ini. Pengelolaan SDM

dilakukan oleh semua pihak yang terkait, baik oleh perusahaan/organisasi, serikat

pekerja bahkan oleh pemerintah (negara). Di mana pengelolaan SDM ini

seharusnya memiliki konsep ideal yang disepakati bersama sesuai dengan etika

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

43

sosial dan hukum yang ada. Baik nilai etika sosial maupun hukum menjunjung

tinggi martabat dan kehormatan individu termasuk kaum perempuan yang bekerja.

Nilai etika sosial dan hukum yang secara konsisten diimplementasikan

organisasi akan memberi pengalaman positif bagi pekerja, hingga pada akhirnya

akan dapat meningkatkan kepuasan diantara para pekerja (Burke, 2001). Sebagai

akibat tingginya mobilitas sosial, organisasi memiliki pekerja yang berasal dari

berbagai suku, agama, dan ras dengan karakteristik yang berbeda. Kondisi ini

mengubah situasi pekerja yang semula bersifat homogen menjadi heterogen. Di

mana manajemen SDM secara konvensional tidak cukup memiliki kemampuan

untuk menangani masalah keanakeragaman pekerja. Manajemen SDM harus

mampu merumuskan kebijakan yang mampu mengakomodir perbedaan

kepentingan antar individu dalam perusahaan/organisasi.

Implikasi konvergensi manajemen SDM baru adalah adanya penekanan

kebijakan yang memiliki fokus perhatian terhadap tanggung jawab sosial

organisasi maupun kondisi pekerja internal. Melalui kebijakan manajemen SDM,

organisasi mampu menyusun program yang semakin beragam dengan melahirkan

serangkaian kegiatan afirmatif yang mengedepankan empati organisasi terhadap

kualitas kehidupan kerja. Pekerja tidak hanya mendapat jaminan kesejahteraan

yang diukur semata dari nilai material berupa gaji yang memadai, tetapi juga

mendapat perlindungan immaterial berupa keselamatan, keadilan, dan

kenyamanan dalam bekerja.

Negara (pemerintah) memiliki sejumlah kewenangan atau otoritas untuk

menegakkan nilai-nilai legal dalam bentuk serangkaian perundang-udangan yang

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

44

melindungi pekerja dan berbagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh

perusahaan/organisasi. Sistem hukum dibangun melalui konstruksi industri yang

menjamin adanya kesetaraan bagi semua pekerja baik bagi laki-laki maupun

perempuan.

4.1.1. Etika Sosial Dalam Pengelolaan SDM

Berbicara tentang etika sosial dalam sebuah perusahaan/organisasi,

tentu saja membahas tentang tanggung jawab yang diemban oleh pihak

perusahaan/organisasi untuk memberikan sesuatu sebagai timbal balik atas

usaha yang diberikan oleh stakeholder yang dimilikinya. Tanggung jawab ini

tidak hanya diberikan kepada eksternal stakeholders, seperti masyarakat luas

yang memiliki interaksi tertentu dengan perusahaan/organisasi. Namun,

tanggung jawab serupa harus ditunjukkan oleh pihak perusahaan/organisasi

dalam melakukan pengelolaan SDM.

Dalam mengelola SDM, pekerja (pegawai/karyawan/buruh) baik laki-

laki maupun perempuan yang menjadi objek pembahasan. Bentuk tanggung

jawab perusahaan/organisasi dalam pengelolaan SDM untuk para pekerjanya

yaitu memberikan kompensasi (gaji atau upah) secara adil, membuka akses

pelatihan dan pengembangan untuk peningkatan kemampuan, pengetahuan

dan keahliannya dalam menunjang pelaksanaan pekerjaan, serta memberikan

fasilitas untuk pencapaian individu pekerja secara konsisten melalui

pengembangan karir.

a. Pemberian kompensasi (gaji/upah) yang adil bagi pekerja.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

45

Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi

manajemen SDM yang berhubungan dengan semua jenis pemberian

penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas

keorganisasian. Tujuan kompensasi salah satunya adalah menjamin

terciptanya keadilan internal dan eksternal. Keadilan eksternal yang

menjamin semua pekerjaan akan dikompensasikan secara adil dengan

membandingkan pekerjaan yang sama di tempat lain. Sedangkan, keadilan

internal mensyaratkan pembayaran dikaitkan dengan nilai relative sebuah

pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama dibayar dengan besaran yang

sama.

Dalam memberikan kompensasi yang adil harus berdasarkan evaluasi dan

analisis pekerjaan. Dari informasi tersebut diharapkan dapat menjamin

keadilan internal yang didasarkan pada nilai relatif di setiap pekerjaan.

Selain itu, melakukan survei upah dan gaji untuk menentukan keadilan

eksternal yang didasarkan pada upah pembayaran di pasar kerja.

b. Akses mendapatkan pelatihan dan pengembangan kemampuan dan

keahlian

Kegiatan pelatihan dan pengembangan akan membantu pekerja untuk

mengerjakan tugasnya yang ada sekarang. Kegiatan pelatihan dan

pengembangan memberikan dividen kepada pekerja dan

perusahaan/organisasi, berupa keahlian dan keterampilan yang selanjutnya

akan menjadi aset yang berharga bagi perusahaan/organisasi.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

46

Idealnya setiap penempatan seseorang pada posisi apa pun dalam suatu

perusahaan/organisasi harus ada kesesuaian antara kemampuan dan

tuntutan jabatan/pekerjaannya.

Dalam menentukan ada tidaknya pelatihan dan pengembangan,

sebelumnya harus dilakukan penelitian akan kebutuhan pelatihan dengan

mengumpulkan dan menganalisis gejala-gejala dan informasi yang

diharapkan dapat menunjukkan adanya kekurangan dan kesenjangan

pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja karyawan yang menempati

posisi pekerjaan tertentu. Dengan adanya kesempatan mengikuti pelatihan

dan pengembangan, perempuan sebagai pekerja memiliki kompetensi yang

memadai untuk dapat menjawab semua tuntutan pekerjaan.

c. Akses dalam pengembagan karir

Perencanaan karir merupakan cara untuk memenuhi kebutuhan internal

pekerja. Dengan adanya perencanaan karir, para pekerja dapar menentukan

tujuan karirnya, di mana hal ini akan menjadi pendorong untuk meraih

jenjang pendidikan lebih lanjut serta pelatihan dan pengembangan karir

lainnya. Perencanaan karir yang dibuat oleh pihak perusahaan/organisasi

harus mempertimbangkan keinginan pekerja. Suatu penelitian

menyimpulkan bahwa persamaan karir, masalah pengawasan, kesadaran

akan adanya kesempatan, minat pekerja, dan keputusan karir menjadi

keinginan pekerja yang harus diperhatikan secara seksama oleh pihak

perusahaan/organisasi.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

47

Hubungan antara pengembangan karir dan perencanaan SDM sangatlah

jelas. Pengembangan karir menyediakan bakat dan kemampuan pekerja,

sementara perencanaan SDM memproyeksikan kebutuhan perusahaan

terhadap bakat dan kemampuan para pekerja.

Beberapa poin di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan pemberian

upah, akses terhadap pelatihan dan pengembangan, serta akses untuk

pengembangan karir ditentukan oleh adanya perbedaan peran dan tanggung

jawab dalam pekerjaan, bukan berdasarkan atas perbedaan ras, warna kulit,

agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal usul dalam masyarakat,

bahkan berdasarkan jenis kelamin.

4.1.2. Aspek Normatif (Hukum) dalam Pengelolaan SDM

Aspek normatif (hukum) dalam pengelolaan SDM berkaitan dengan

komitmen semua pihak yang terkait (pemerintah maupun

perusahaan/organisasi) dalam menerapkan prinsip di mana semua orang baik

laki-laki mampun perempuan diberikan kesempatan yang sama dalam

penerimaan dan penempatan pekerja (equal employment opportunity). Di

samping itu, secara khusus perusahaan/organisasi memiliki tanggung jawab

untuk mematuhi hukum dan perundang-undangan yang ditetapkan pemerintah

khususnya yang berkaitan dengan hubungan industrial.

Pemerintah memiliki sejumlah kewenangan atau otoritas untuk

menegakkan nilai-nilai legal dalam bentuk serangkaian perundang-undangan

yang melindungi pegawai dan berbagai kewajiban yang harus dipenuhi

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

48

perusahaan/organisasi. Sistem hukum dibangun melalui konstruksi industri

yang menjamin adanya persamaan bagi semua pekerja termasuk kaum

perempuan sebagaimana dapat dijumpai di negara-negara Eropa, misalnya di

Inggris yang memiliki sistem manajemen SDM yang memiliki kaitan erat

antara implementasi dengan sistem hukum yang berlaku (Fielden et al.,

2001).

Berbicara tentang aspek normatif dalam pengelolaan SDM, tentu tidak

terlepas dari hak-hak normatif yang dimiliki oleh para pekerja. Hak-hak

normatif dapat diartikan sebagai hak-hak pekerja yang harus diperoleh

berdasarkan undang-undang maupun aturan lain yang dibuat oleh pemerintah.

Gangguan utama bagi pekerja perempuan dalam bentuk pelecehan

seksual menjadi isu yang sangat sensitif karena menyangkut persoalan

martabat atau harga diri perempuan sebagai manusia. Tak pelak dibutuhkan

payung hukum dalam bentuk intervensi pemerintah melalui legal scheme

building (Scutt, 1992) untuk melindungi kaum perempuan yang bekerja di

perusahaan/organisasi agar merasa lebih nyaman sekaligus aman dalam

menjalankan setiap tugas dan pekerjaannya.

Ada beberapa hal yang secara hukum (normatif) harus diperhatikan

oleh pihak pemerintah maupun perusahaan/organisasi. Hal-hal ini berkaitan

langsung dengan pemenuhan kebutuhan para pekerja, yaitu sebagai berikut.

a. Keamanan Masa Kerja.

Keamanan masa kerja berkaitan dengan lamanya bekerja yang sesuai

dengan perjanjian kerja bersama antara pihak pekerja dan pihak

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

49

manajemen perusahaan/organisasi. Perjanjian kerja ini dilakukan diawal

masa kerja para pekerja.

Selain itu selama masa kerja, pihak manajemen perusahaan/organisasi

harus bisa memberikan jaminan kepada pekerjanya mengenai keamanan

masa kerjanya, misalnya dengan menjamin tidak adanya pemutusan

hubungan kerja tanpa alasan yang jelas.

Jika kondisi perusahaan/organisasi mengharuskan adanya PHK atau

merumahkan pekerja, perusahaan harus menjamin pemenuhan hak-hak

normatif pekerja pasca pemberhentian.

Dalam hal terjadinya pemutusan hubungan kerja, pihak

perusahaan/organisasi diwajibkan untuk membayar uang pesangon (UP)

dan atau pemberian uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang

penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima oleh pekerja yang

dihitung berdasarkan upah pekerja dan masa kerjanya.

b. Kondisi Kerja

Kondisi kerja meliputi jam kerja, waktu istirahat, cuti tahunan dengan

tetap dibayar, tindakan keselamatan dan kesehatan kerja, serta tindakan

pengaman sosial dan fasilitas kesjahteraan dan tunjangan yang disediakan

dalam hubungannya dengan pekerjaan.

Untuk melindungi kenyamanan kondisi kerja para karyawan dilakukan

proteksi. Proteksi ini tidak hanya dalam bentuk imbalan, baik langsung

maupun tidak langsung, yang diterapkan oleh perusahaan/organisasi

kepada pekerja. Proteksi ini dengan memberikan rasa aman, baik dari sisi

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

50

finansial, kesehatan, maupun keselamatan fisik bagi pekerja sehingga

pekerja dapat beraktivitas dengan tenang dan dapat memberikan kontribusi

positif bagi peningkatan nilai tambah perusahaan/organisasi.

Proteksi atau perlindungan pekerja merupakan suatu keharusan bagi

perusahaan/organisasi yang diwajibkan oleh pemerintah melalui peraturan

perundang-undangan. Pemberian proteksi di antara masing-masing pekerja

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tanggung jawab, keahlian, kerja

mental (mental effort), kemampuan fisik (physical effort), kondisi kerja,

dan peraturan pemerintah.

Perlindungan atau proteksi terhadap pekerja berkaitan dengan masalah

keuangan dan keamanan fisik pekerja. Perlindungan yang berhubungan

dengan masalah keuangan dilakukan melalui pemberian berbagai santunan

dalam bentuk santunan jaminan sosial, kompensasi ketiadaaan pekerjaan,

biaya medis, dan kompensasi pekerja. Selain itu, perlindungan atau

proteksi berhungan dengan keamanan fisik karyawan. Dalam rangka

memberikan perlindungan terhadap keselamatan dan keamanan pekerja,

pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang

mengharuskan perusahaan/organisasi untuk memberikan fasilitas yang

memadai demi menjamin keamanan kerja serta memberikan jaminan

finansial apabila pekerja mengalami kecelakaan kerja. Pekerja memiliki

hak untuk menuntut perusahaan/organisasi agar menyediakan fasilitas

kerja yang memadai agar keselematan fisik dan mental mereka terlindungi

dari jenis kecelakaan pekerjaan yang mereka lakukan. Dalam rangka

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

51

melakukan pengawasan terhadap program keselamtan pekerja, pemerintah

dapat menjatuhkan sanksi bagi perusahaan yang tidak melaksanakan

program yang dimaksud.

4.2. Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia

Berdasarkan Berita Resmi Statistik No. 74/11/Th. XIV, 7 November 2011,

pada bulan Februari hingga Agustus 2011 jumlah penduduk yang bekerja di

Indonesia mengalami kenaikan terutama di sektor industri dan di sektor

konstruksi. Namun pada beberapa sektor tertentu mengalami kondisi yang

berbeda, sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian dan di

sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, serta sektor jasa

kemasyarakatan. Sesuai dengan tabel di bawah ini:

Tabel 4.1.

Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, 2010-2011

(juta orang)

Lapangan Pekerjaan Utama 2010 2011

Februari Agustus Februari Agustus

Pertanian 42.83 41.49 42.48 39.33

Industri 13.05 13.82 13.70 14.54

Konstruksi 4.84 5.59 5.59 6.34

Perdagangan 22.21 22.49 23.24 23.40

Transportasi, Pergudangan &

Komunikasi

5.82 5.62 5.58 5.08

Keuangan 1.64 1.74 2.06 2.63

Jasa Kemasyarakatan 15.62 15.96 17.02 16.65

Lain-lain *) 1.40 1.50 1.61 1.70

Jumlah 107.41 108.21 111.28 109.67 *) Lapangan pekerjaan utama/sektor lainnya terdiri dari: Sektor Pertambangan, Listrik, Gas, dan

Air

Sumber: Berita Resmi Statistik No. 74/11/Th. XIV, 7 November 2011

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

52

Jika dibandingkan dengan keadaan pada bulan Februari 2011, jumlah

penduduk yang bekerja di Indonesia pada Agustus 2011 mengalami kenaikan

terutama di sektor industri sebesar 840.000 orang (6,13%) dan sektor konstruksi

sebesar 750.000 orang (13,42 persen). Sedangkan sektor pertanian; sektor

transportsi, pergudangan dan komunikasi; serta sektor jasa kemasyarakatan

mengalami penurunan. Sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah sektor

pertanian sebesar 3,1 juta orang (7,42%) dan sektor transportasi, pergudangan dan

komunikasi sekitar 500.000 orang (8,96%), kemudian sektor jasa kemasyarakatan

sebesar 370.000 orang (2,17%).

Dibandingkan dengan Agustus 2010 hampir semua sektor mengalami

kenaikan jumlah pekerja, kecuali sektor pertanian dan sektor transportasi,

pergudangan dan komunikasi. Masing-masing mengalami penurunan jumlah

pekerja sebesar 5,21% dan 9,61%. Sektor pertanian, perdagangan, jasa

kemasyarakatan dan sektor industri secara berurutan menjadi penyumbang terbesar

penyerapan tenaga kerja pada bulan Agustus 2011.

Berdasarkan data statistik di atas ditemukan bahwa secara garis besar di

setiap sektor memiliki ruang-ruang yang mampu menyerap banyak tenaga kerja

yang ada di Indonesia. Walaupun, pada kenyataannya pada sektor tertentu masih

ada beberapa yang mengalami penurunan jumlah pekerja.

Jika menggunakan pembagian fungsi negara menurut Montesquieu, negara

terdiri atas tiga fungsi yaitu fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif. Maka peran

negara dalam melindungi kesejahteraan para pekerja ikut terbagi tiga berdasarkan

tiga fungsi di atas. Pertama melalui fungsi legislatifnya, negara harus bisa

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

53

membuat aturan dalam bentuk perundang-undangan sebagai usaha tindak lanjut

atas peran pemerintah untuk melindungi kesejahteraan para pekerjanya.

Fungsi yang kedua, negara sebagai bagian dari eksekutif harus mampu

mengimplementasikan aturan yang telah dibuat oleh legislatif secara mendetail

dan menyeluruh. Aturan yang ada harus dilaksanakan di tataran nasional maupun

yang sifatnya lokal di masing-masing daerah. Sedangkan pelaksanaan fungsi

ketiga negara sebagai yudikatif, negara harus mampu mengawasi pelaksanaan

pembentukan aturan hingga ketataran pelaksanaan aturan tersebut. Dan

menjatuhkan sanksi bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran terhadap

aturan tersebut.

Secara garis besar, negara Republik Indonesia melalui MPR/DPR telah

membuat beberapa kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

para pekerja. Tentu saja aturan-aturan tersebut sesuai dengan UUD 1945 pasal 27

ayat (1) dan (2), yaitu sebagai berikut;

1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan

tidak ada kecualinya.

2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak

bagi kemanusiaan.

Beberapa aturan-aturan yang dibuat oleh DPR/MPR berkaitan dengan

peningkatan kesejahteraan para pekerja di Indonesia yaitu sebagai berikut.

1. UU No. 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisahan hubungan

industrial.

Undang-undang ini menjelaskan tentang tata cara penyelesaian

perselisihan hubungan industrial, mulai dari penyelesaian melalui

Page 54: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

54

mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Juga tentang penyelesaian

perselisihan melalui pengadilan hubungan industrial; beserta sanksi

administratif dan ketentuan pidana.

2. UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Undang-undang ini menjelaskan tentang beberapa hal yang berkaitan

tentang ketenagakerjaan, mulai dari kesempatan dan perlakuan yang

sama; perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan;

pelatihan kerja; penempatan tenaga kerja; perluasan kesempatan kerja;

penggunaan tenaga kerja asing; hubungan kerja; perlindungan,

pengupahan dan kesejahteraan; hubungan industrial; pemutusan

hubungan kerja; pembinaan, pengawasan, penyidikan; hingga

ketentuan pidana dan sanksi.

3. UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Undang-undang ini berisi tentang ketentuan pembentukan serikat

pekerja/serikat buruh; asas, sifat dan tujuannya; keanggotaan SP/SB;

serta hak dan kewajiban SP/SB.

Selain aturan-aturan yang dibuat oleh DPR/MPR, pemerintah melalui keputusan

presiden maupun melalui peraturan yang dibuat oleh menteri tenaga kerja dan

transmigrasi juga telah membuat aturan-aturan yang lebih spesifik berkaitan

dengan ketenagakerjaan, yaitu sebagai berikut.

1. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2005 tentang tata kerja dan susunan

organisasi lembaga kerja sama tripartite;

Page 55: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

55

2. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang penyelenggaraan

program jaminan sosial tenaga kerja;

3. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 1998 tentang perubahan atas

Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang penyelenggaraan

program jaminan sosial tenaga kerja;

4. Peraturan Pemerintah No 83 Tahun 2000 tentang perubahan atas

Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 1998 tentang penyelenggaraan

program jaminan sosial tenaga kerja;

5. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2002 tentang perubahan ketiga

atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang

penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja;

6. Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2005 tentang perubahan keempat

atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang

penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja;

7. Peraturan Presiden No. 50 Tahun 2005 tentang lembaga produktivitas

nasional presiden RI;

8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-

05/MEN/III/2005 tentang ketentuan sanksi administrative dan tata cara

penjatuhan sanksi dalam pelaksanaan penempatan dan perlindungan

TKI di luar negeri;

9. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

Kep.48/MEN/IV/2004 tentang tata cara pembuatan dan pengesahan

Page 56: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

56

peraturan perusahaan serta pembuatan dan pendaftaran perjanjian kerja

bersama;

10. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

Kep.49/MEN/2004 tentang ketentuan struktur dan skala upah;

11. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

Kep.102/MEN/VI/2004 tentang waktu lembur dan upah kerja lembur;

12. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

Kep.150/MEN/2000 tentang penyelesaian PHK dan penetapan uang

pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian di

perusahaan;

13. Surat edaran No. SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang pencegahan

pemutusan kerja massal;

14. Peraturan Presiden No. 21 tahun 2010 tentang pengawasan

ketenagakerjaan.

Peraturan-peraturan yang hadir seharusnya tidak sekedar hitam di atas

putih. Akan tetapi peraturan dibuat untuk dilaksanakan oleh seluruh pihak yang

memiliki keterkaitan langusng dengan undang-undang tersebut. Secara garis besar

pelaksanaan aturan-aturan di atas belum maksimal, karena di setiap tahunnya pada

tanggal 1 Mei yang menjadi hari buruh internasional masih adanya tuntutan

penghapusan tindak ketidakadilan oleh pihak pekerja.

Misalnya adanya tuntutan yang dibahasakan oleh peserta aksi May Day

2011 di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar bulam Mei 2011

(dikutip di okezone.com),

Page 57: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

57

“…Mereka menuntut buruh disejahterakan. Rupa kesejahteraan itu difokuskan

pada tuntutan menghapuskan pekerja sistem kontrak. Sistem itu diklaim hanya

penerapan politik upah murah oleh rezim pengusaha neoliberal… akibat

penerapan berbagai aturan tidak pro buruh, kaum pekerja menjadi sangat

rentan posisinya. Sistem kontrak yang secara massif dijalankan di berbagai

bidang pekerjaan akhirnya hanya akan menyebabkan hilangnya kepastian kerja

yang seharusnya dimiliki oleh buruh…”

Tuntutan ini hadir karena sistem kerja kontrak merupakan contoh yang

paling nyata, jika ingin melihat kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada

kaum pekerja (buruh). Akibat penerapan kebijakan ini maka kehidupan kaum

pekerja (buruh) di Indonesia semakin terpuruk hingga saat ini. Kepastian kerja

menjadi tidak didapatkan lagi karena setiap saat buruh bisa saja diberhentikan

oleh pihak perusahaan tanpa alasan yang jelas.

Dilansir berdasarkan data Lembaga Buruh Internasional (ILO), pada 2010

di Indonesia ada 65% pekerja kontrak dan outsourcing. Dapat diartikan bahwa

hanya tinggal 35% pekerja tetap di Indonesia atau sekira 9,5 juta orang saja. Dari

data ini, dapat ditemukan bahwa kekuatan gerakan pekerja (buruh) hari ini ikut

terpecah-pecah karena para pekerja kontrak tidak berani untuk terlibat dalam

serikat buruh/pekerja.

Hal ini mengakibatkan kekuatan pekerja buruh ketika menemui

permasalahan dengan perusahaan akan sangat lemah. Pada 2010, hampir 75-80

persen buruh atau pekerja outsourcing kalah dalam kasus ketenagakerjaan di

Pengadilan Hubungan Industrial. Jika ada yang dimenangkan, pekerja akan

kesulitan mendapatkan pembayaran pesangon dan uang penghargaan masa kerja.

Ketidakseriusan pemerintah dalam pelaksanaan aturan yang ada khususnya

mengenai UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Keterbukaan

Page 58: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

58

informasi ternyata tidak menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Sosialisasi yang

dilakukan pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

(nasional) maupun oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (tingkat daerah)

tentang undang-undang ketenagakerjaan tersebut hanya sebatas pada pekerja elit

saja (pihak manajemen perusahaan).

Kondisi ini dapat dilihat dari masih banyaknya perusahaan yang

memberikan upah jauh di bawah standar UMP. Selain itu, tidak adanya

perlindungan dan jaminan kepastian kerja. Hal ini dapat dilihat dari masih

maraknya perusahaan yang mempekerjakan pekerja dengan sistem outsourcing

(Tuntutan Gabungan Serikat Buruh Nusantara/GSBN).

Belum lagi, beberapa minggu terakhir di layar kaca televisi maupun media

cetak diwarnai dengan berita pemogokan pekerja/buruh di beberapa kota di

Indonesia. Tuntutannya pun beragam mulai dari meminta kenaikan UMK (Upah

Minimum Kabupaten), keamanan masa kerja, tunjangan kesehatan dan

keselamatan kerja, hingga permintaan keterbukaan ruang komunikasi antara pihak

pekerja dan pihak manajemen perusahaan.

Banyaknya permasalahan yang masih terjadi mengharuskan pemerintah

kembali menilik lebih jauh terhadap pelaksanaan peraturan yang dibuat

sebelumnya. Karena pada dasarnya peraturan tersebut dibuat berdasarkan

keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, namun pada kenyataannya

kesejahteraan yang diharapkan ternyata belum terealisasi dengan baik.

Sangat sulit melakukan pengawasan secara maksimal terhadap sesuatu hal,

ketika hal tersebut ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya. Terkait dengan

Page 59: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

59

pengawasan pelaksanaan aturan-aturan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan

masih sulit dilaksanakan. Apalagi kebanyakan peran yang dilakukan pemerintah

dalam hubungan tripartit (pemerintah, pekerja dan perusahaan) hanya sebagai

mediator saja. Pemerintah hanya bisa memediasi permasalahan yang ada, dan

terkadang hasilnya tidak begitu maksimal mengawal kepentingan pekerja, kondisi

ini ditemukan saat mewawancarai salah satu pengurus GSBN (Gabungan Serikat

Buruh Nusantara) sekaligus sebagai anggota salah satu LBH di Makassar yang

mengadvokasi kepentingan pekerja (HDR), pada tanggal 27 Januari 2012.

Dalam wawancara tersebut, narasumber mengatakan bahwa saat ini peran

pemerintah untuk menyelesaikan masalah perburuhan antara pekerja dan pihak

manajemen perusahaan hanya bersifat mediasi saja. Dalam hal ini, mediasi dapat

diartikan hanya memberikan nasehat untuk menyelesaikan permasalahan antara

pihak manajemen perusahaan dan pihak pekerja. Hasil dari perundingan hanya

mampu membawa pekerja yang sudah di-PHK hanya sampai pada titik

pembayaran pesangon, bukan kembali mempekerjakan pekerja yang telah di-PHK

sebelumnya.

Banyaknya masalah perburuhan/ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia

menunjukkan adanya kontradiksi dari pernyataan yang pernah diutarakan oleh

Susilo Bambang Yudiyono sebagai presiden Republik Indonesia. Pernyataan yang

disampaikan pada penyuluhan terhadap calon TKI dari PT Perwita Nusaraya di

Kecamatan Kriyan, Sidoarjo, Jawa Timur pada 14 Desember tahun lalu sebagai

berikut:

“Pemerintah terus membenahi undang-undang, kebijakan, dan program terkait

ketenagakerjaan… Ada saudara-saudara kita yang terlibat kejahatan, ada yang

Page 60: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

60

narkoba, pembunuhan, kekerasan. Saya sedih karena tujuannya baik bekerja,

malah terlibat dalam kejahatan. Itupun saya masih memberikan bantuan atas

hak-hak dasarnya. Bantuan agar kalaupun melakukan kejahatan, hukumannya

tidak dilebih-lebihkan. Kalau bisa hukumannya diperingan karena bekerja di

tempat orang lain, negeri orang lain, sehingga stres dan melakukan tindak

kejahatan. Itupun kami bela.”

Kenyataan lain yang ditemukan bahwa selama ini pemerintah terkesan

bersifat pasif menanggapi isu ketenagakerjaan yang ada. Pemerintah terkesan

tidak begitu mempermasalahkan kasus-kasus yang ada, bahkan dalam kondisi

tertentu pemerintah terkesan pura-pura tidak tahu. Hal ini menunjukkan

ketidakseriusan pemerintah melaksanakan aturan yang dibuat sebelumnya.

Lanjut HDR, kesulitan dalam melakukan pengawasan disebabkan karena

masih adanya peraturan yang tidak jelas proses pelaksanaan dan sanksi yang

dibuat. Seperti masalah pemberian tunjangan pada pekerja, peraturan pemerintah

yang ada tidak memberikan spesifikasi tunjangan-tunjangan apa saja yang harus

diperoleh oleh para pekerja. Penentuan tunjangan-tunjangan tersebut ditentukan

sepenuhnya oleh kebijakan perusahaan masing-masing.

4.3. Kondisi Pekerja Perempuan di Kota Makassar

Dengan adanya keputusan pemerintah untuk meratifikasi konvensi ILO

No. 111 melalui Undang-undang No. 21 tahun 1999, seharusnya membawa

perubahan yang baik terhadap tingkat kesejahteraan para pekerja, terkhusus bagi

pekerja perempuan yang beberapa tahun belakangan menjadi terdiskriminasikan

oleh kebijakan yang ada. Dalam konvensi ILO No. 111, pengabaian atau

pengrusakan kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan sering

ditemukan pada akses untuk mendapat pekerjaan; akses untuk mengikuti magang

Page 61: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

61

dan penempatan; kenaikan pangkat sesuai dengan pengalaman; keamanan

kedudukan; kondisi pekerjaan; termasuk mengenai upah yang seharusnya sama

untuk pekerjaan yang juga sama nilainya.

Penghapusan diskriminasi terhadap pekerja perempuan padahal telah

ditekankan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai pihak yang

bertanggung jawab penuh terhadap kondisi kesejahteraan para tenaga kerja.

Dilaporkan oleh suaraperempuan.com per tanggal 24 Desember 2011, Muhaimin

Iskandar memberikan penegasan bahwa:

“…dalam hubungan kerja, tidak boleh ada perlakuan diskriminasi terhadap

pekerja perempuan terutama dalam pemberian upah, tunjangan keluarga dan

jaminan sosial, kesempatan mengikuti pelatihan serta promosi jabatan.

Pemenuhan hak tersebut tidak boleh berlaku diskriminatif. Perlunya

perlindungan kepada pekerja perempuan khususnya yang dipekerjakan pada

malam hari. Jaminan keamanan melalui penyediaan petugas keamanan di

tempat kerja, kamar mandi dengan penerangan yang layak serta fasilitas antar

jemput bagi buruh perempuan adalah bentuk perhatian khusus dari pihak

perusahaan. Para Kepala Dinas yang membidangi ketenagakerjaan di tingkat

Provinsi maupun Kabupaten/Kota untuk dapat menggerakkan pihak

Perusahaan agar terus mengusahakan fasilitas penunjang bagi buruh

perempuan, seperti ruang laktasi atau menyusui bagi para ibu dan tempat

penitipan anak…”

Pada Agustis 2011 angkatan kerja yang tercatat pada Badan Pusat Statistik

kota Makassar berdasarkan hasil survey angkatan kerja 2011, sebanyak 590.718

orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 355.419 orang dan perempuan 235.299

orang. Dari jumlah tersebut dapat dilihat bahwa angkatan kerja menurut tingkat

pendidikan terlihat bahwa tingkat pendidikan SLTA umum yang menempati

peringkat pertama yaitu 171.639 orang disusul tingkat pendidikan SMP sekitar

116.232 orang (tabel 4.2.).

Page 62: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

62

Tabel 4.2.

ANGKATAN KERJA BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN

JENIS KELAMIN DI KOTA MAKASSAR

PER AGUSTUS 2011

Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah

SD 76.599 37.318 113.917

SMP 73.094 43.138 116.232

SLTA Umum 101.559 70.080 171.639

SLTA Kejuruan 36.999 23.547 60.546

D1, D2/D3/Akademi 10.618 12.128 22.746

Universitas 56.550 49.088 105.638

JUMLAH 355.419 235.299 590.718

Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2011 diolah Pusdatinaker

Pada Agustus 2011, jumlah angkatan kerja berdasarkan golongan umur 15-

19 adalah 28.305 orang dengan komposisi laki-laki 13.215 orang dan perempuan

15.090 orang. Untuk golongan umur 20-24 hingga 65 ke atas, jumlah angkatan

kerja laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Jadi secara keseluruhan, usia

paling produktif untuk bekerja dipegang oleh laki-laki dibanding perempuan

(tabel 4.3.)

Tabel 4.3.

ANGKATAN KERJA DI KOTA MAKASSAR MENURUT GOLONGAN

UMUR DAN JENIS KELAMIN PER AGUSTUS 2011

Golongan Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

15-19 13.215 15.090 28.305

20-24 51.029 34.496 85.525

25-29 59.419 42.450 101.869

30-34 45.008 27.588 72.596

35-39 50.973 28.015 78.988

40-44 39.397 29.158 68.555

45-49 30.423 21.711 52.134

50-54 26.729 16.021 42.750

55-59 16.047 13.026 29.073

60-64 10.533 2.756 13.289

65 ke atas 12.646 4.988 17.634

Jumlah 355.419 235.299 590.718 Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2011 diolah Pusdatinaker

Page 63: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

63

Di kota Makassar sendiri, masalah diskriminasi perempuan di tempat kerja

pada awalnya ditemukan sekitar tahun 1990-an. Fakta ini ditemukan pada saat

wawancara dengan HDR (Pengurus GSBN dan penggiat LBH), pada tanggal 27

Januari 2012. Dimana, pada masa itu sering disuarakannya isu emansipasi

perempuan ataupun kesetaraan gender. Perempuan mulai menuntut hak untuk

diberikan ruang selebar-lebarnya bekerja di ranah publik, menjadi pegawai atau

pekerja di perusahaan atau di tempat kerja lain layaknya laki-laki.

Adanya syarat-syarat untuk pekerjaan yang memiliki spesifikasi tertentu

membuat perempuan belum mampu bersaing dengan pekerja laki-laki. Karena

pada saat itu, perempuan belum terlalu memiliki pengalaman kerja dan

pendidikan yang layak. Keadaan ini memunculkan persepsi bahwa perempuan

dilahirkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang jauh lebih terbatas

jumlahnya dengan status pekerjaan rendah dengan imbalan (upah/gaji) yang

rendah pula (Wiratha: 2000). Pengalaman kerja yang dimiliki perempuan hanya

berdasarkan tugas yang sering mereka lakukan di ranah domestik. Sehingga

pekerjaan yang diberikan pada saat itu tidak jauh dari apa yang sering mereka

kerjakan di rumah.

Kondisi seperti yang dijelaskan sebelumnya mulai bergeser. Diskriminasi

yang hadir tidak lagi dalam bentuk pengekangan ruang kerja perempuan pada

bidang tertentu saja. Perempuan hari ini sudah menduduki hampir semua posisi

yang ada di organisasi/perusahaan. Cukup banyak perempuan yang menduduki

posisi strategis di beberapa tempat. Beberapa nama tokoh perempuan pun berhasil

mencuri perhatian masyarakat sehingga mampu menduduki kursi legislatif di

Page 64: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

64

tingkat nasional maupun daerah, sebut saja Marwah Daud atau sekarang ada St.

Muhyina Muin yang mewakili perempuan di DPRD Makassar.

Tidak dapat dipungkiri terbukanya ruang-ruang publik untuk perempuan,

membawa dampak yang sangat siginifikan. Jumlah pekerja perempuan pun sudah

semakin meningkat. Terbukti pada Desember 2010, Disnaker Kota Makassar

mengeluarkan pernyataan bahwa dari 5.658 perusahaan yang terdaftar di kota

Makassar, tercatat jumlah tenaga kerja wanita sebanyak 37.896 dari 106.459

tenaga kerja. Dari jumlah tersebut, didominasi pada sektor industri, khususnya

bidang jasa. Beberapa contoh di antaranya adalah industri pengolahan ikan dan

udang yang ada di Kawasan Industri Makassar (KIMA), dan industri lainnya.

Tabel 4.4.

PENDUDUK YANG BEKERJA DI KOTA MAKASSAR MENURUT

PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN PER AGUSTUS 2011

Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

SD 75.267 31.602 106.869

SMP 70.775 35.997 106.772

SMA Umum 82.889 58.445 141.334

SMA Kejuruan 36.452 21.199 57.651

D1/D2/D3/Akademi 10.281 10.499 20.780

Universitas 53.926 43.718 97.644

Jumlah 339.590 201.460 541.050 Sumber: BPS, Survey Angkatan Kerja Nasional Agustus 2011 diolah Pusdatinaker

Dari tabel di atas (tabel 4.4.) dapat dilihat bahwa menurut jenjang

pendidikan, tenaga kerja perempuan masih kurang terserap. Karena hanya 201.

460 orang yang mampu diserap, sedangkan laki-laki berjumlah 339.590 orang.

Pada jenjang universitaslah tenaga kerja perempuan cukup banyak diserap yaitu

43.718 orang dibanding jenjang pendidikan lainnya, walaupun jumlah ini masih

ada di bawah tenaga kerja laki-laki.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

65

Sesuai tabel 4.4. di atas dapat diperkirakan bahwa jumlah pekerja

perempuan yang terserap di tempat kerja pun sedikit, dari 235.299 angkatan kerja

perempuan di kota Makassar hanya 201.460 orang yang terserap, hingga masih

ada 33.839 orang perempuan yang tidak serap di tempat kerja. Dari 201.460 orang

ini pun otomatis membuat perempuan mendapatkan kuota lebih sedikit dibanding

laki-laki dalam penyebaran tenaga kerja di berbagai sektor pekerjaan di kota

Makassar (tabel 4.5.)

Tabel 4.5.

PENDUDUK YANG BEKERJA DI KOTA MAKASSAR MENURUT

PENDIDIKAN DAN LAPANGAN USAHA PER AGUSTUS 2011

Pendidikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah

SD 918 0 2.260 0 16.309 41.321 30.683 565 14.813 106.869

SMP 125 3.151 6.749 0 7.759 43.784 8.273 7.191 29.740 106.772

SMA Umum 48 0 15.028 0 4.743 69.743 9.600 5.731 46.441 151.334

SMA

Kejuruan

2.522 0 2.861 809 4.964 26.979 6.063 0 13.453 57.651

D1/D2/D3/

Akademi

0 565 1.679 0 1.795 5.197 702 3.126 7.716 20.780

Universitas 0 0 1.965 0 5.483 8.701 2.534 10.640 68.321 97.644

Jumlah 3.613 3.716 30.542 809 41.054 195.725 57.855 27.253 180.484 541.050

Sumber: BPS, Survey Angkatan Kerja Nasional Agustus 2011 diolah Pusdatinaker

Ket: 1. Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, 2. Pertambangan dan penggalian, 3.

Industri pengolahan, 4. Listrik, gas dan air, 5. Bangunan, 6. Perdagangan besar, eceran, rumah

makan, dan hotel, 7. Angkutan, pergudangan dan komunikasi, 8. Keuangan, asuransi, usaha

persewaan bangunan, tanah, dan jasa perusahaan, 9. Jasa kemasyarakatan

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 27 Januari 2012 dengan

pengurus GSBN (Gabungan Serikat Buruh Nusantara) ditemukan fakta bahwa

diskriminasi pekerjaan dan jabatan terhadap pekerja perempuan relatif tidak

terjadi lagi. Karena sudah banyak perempuan yang menduduki posisi strategis dan

hampir di semua perusahaan/organisasi terdapat pekerja perempuan yang

beraktifitas di dalam. Mulai dengan jabatan setingkat pimpinan, manajer atau pun

pekerja biasa.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

66

Masih dari hasil wawancara per tanggal 27 Januari 2012, ditemukan

bahwa hanya pada bidang tertentu saja yang masih memperlihatkan indikasi

terjadinya diskriminasi terhadap perempuan di tempat kerja. Hal ini dikemukakan

sesuai dengan kutipan wawancara berikut ini,

“... Tidak ada masalah dengan diskriminasi. Cuma di beberapa tempat,

khususnya di perusahaan perhotelan atau pariwisata kebanyakan sangat

diskriminatif. Misalnya, di beberapa kasus ketika perempuan sudah menikah.

Sebenarnya ini sudah melanggar hak warga negara untuk menikah, itu sudah

tidak diperbolehkan bekerja di beberapa tempat di kota Makassar.”

(wawancara 27Januari 2012)

Dari pernyataan di atas, menunjukkan bahwa tidak sepenuhnya

diskriminasi terhadap perempuan di tempat kerja telah terhapus. Karena pada

kenyataannya, masih ada aturan-aturan yang hadir di beberapa perusahaan yang

sifatnya diskriminatif terhadap pekerja perempuan. Walaupun di sisi lain, telah

dibahasakan bahwa perempuan hari ini sudah sangat memiliki peluang untuk

bekerja di ranah publik di posisi manapun di dalam perusahaan/organisasi.

Hal ini tentu saja perlu mendapat perhatian langsung. Karena ternyata apa

yang diperjuangkan oleh orang-orang yang mengharapkan adanya persamaan hak

perempuan dan laki-laki di ranah publik belum sepenuhnya berhasil. Konsep

emansipasi atau penyeteraan gender belum terpahami dengan baik oleh

masyarakat secara luas.

4.4. Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan di Tempat Kerja di Kota

Makassar

Secara garis besar, Konvensi ILO No.111 membahas diskriminasi

pekerjaan dan jabatan dalam bentuk pembedaan dalam mendapat akses untuk

Page 67: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

67

mendapat pekerjaan; akses untuk mengikuti pelatihan dan pengembangan;

kenaikan pangkat sesuai dengan pengalaman; keamanan masa kerja; kondisi

pekerjaan; termasuk mengenai upah yang seharusnya sama untuk pekerjaan yang

juga sama nilainya.

4.4.1. Akses untuk mendapat pekerjaan

Akses untuk mendapatkan pekerjaan berkaitan dengan proses rekrutmen

dan seleksi yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan/organisasi.

Dalam melakukan kedua proses tersebut, pihak manajemen

perusahaan/organisasi harus menyesuaikannya dengan kebutuhan

perusahaan/organisasi tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pihak

manajemen harus merekrut calon tenaga kerja yang berpotensi dan sesuai

dengan standar yang telah ditentukan.

Selanjutnya dilakukan kegiatan seleksi. Kegiatan seleksi ini dimaksudkan

agar organisasi membuat keputusan siapa-siapa saja yang diterima. Seleksi

diawali dengan mengidentifikasi kandidat dan menempatkan beberapa individu

yang mempunyai kemampuan terbaik pada pekerjaan yang tersedia dan

diakhiri dengan seleksi individu yang ditempatkan pada pekerjaannya dalam

organisasi.

Berkaitan dengan kesempatan mendapatkan akses pekerjaan bagi

perempuan tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan kebutuhan umum dari

semua perusahaan/organisasi. Karena tidak semua perusahaan/organisasi

ternyata membutuhkan perempuan sebagai pekerjanya. Hal ini terjadi karena

Page 68: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

68

spesifikasi pekerjaan yang ada memang tidak diperuntukkan bagi perempuan

dengan berbagai alasan.

Di Makassar pada tahun 2010, jumlah pencari kerja didominasi oleh

perempuan. Dari tahun tersebut ada 16.802 yang terdaftar sebagai pencari kerja

dan 60 persen di antaranya adalah perempuan. Namun pada kenyataannya,

tidak semua mampu diserap di lapangan kerja. Tenaga kerja perempuan hanya

mampu terserap 40 persen ke lapangan kerja. Dari jumlah tersebut, didominasi

pada sektor industri, khususnya bidang jasa. Beberapa contoh di antaranya

adalah industri pengelolaan ikan dan udang yang ada di Kawasan Industri

Makassar (KIMA) dan industri lainnya.

Pada tahun 2011 jumlah pekerja perempuan yang terserap di tempat kerja

pun sudah meningkat presentasinya, dari 235.299 angkatan kerja perempuan di

kota Makassar hanya 201.460 orang yang terserap, hingga masih ada 33.839

orang perempuan yang tidak serap di tempat kerja. Atau dengan kata lain

sekitar 85,62% dari jumlah angkatan kerja pekerja perempuan telah diserap di

lapangan kerja.

Di bidang perbankan, PT Bank Sulselbar setiap tahunnya melakukan

peningkatan rekrutmen terhadap pekerja perempuan, dapat dilihat pada tabel

(5.6.) tentang komposisi pegawai perserroan berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 4.6.

Komposisi Pegawai Perseroan PT. Bank Sulselbar berdasarkan Jenis

Kelamin

Jenis Kelamin 31 Desember

2010 2009 2008 2007 2006

Laki-laki 681 687 622 638 630

Perempuan 332 310 264 266 232

Page 69: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

69

Jumlah 1.013 997 886 904 862 Sumber: Buku Laporan Tahunan 2010 PT Bank Sulselbar

Selain itu, perusahaan/organisasi yang bergerak di bidang kesehatan

sebenarnya cukup membuka peluang yang besar bagi pekerja perempuan.

Karena perempuan memang lebih dekat dengan dunia persalinan (ibu dan

anak). Jadi secara garis besar, perempuan akan lebih banyak memenuhi syarat

untuk bekerja di tempat ini dibanding laki-laki.

Salah satu rumah sakit ibu dan anak miliki swasta pun secara kuantitas

memiliki jumlah tenaga kerja perempuan lebih banyak dibanding laki-laki, hal

ini ditemukan saat mewawancarai salah satu pekerja perempuan inisial AND

(22) yang bekerja di rumah sakit tersebut pada tanggal 2 Februari 2012.

Berikut kutipan wawancara dengan narasumber yang bersangkutan,

“kebanyakan memang cewek, sedikit sekali yang cowok. Di bagian

manajemen itu ada direktur, asisten direktur, KASUBAG TU, bidang

kepegawaian, di keuangan dua orang cowok, kepala JAMKESDA cowok.

Ituji delapan orang. Oh… tambah 1 orang di bagian JAMKESMAS.”

(wawancara 2 Februari 2012)

Hal ini sebenarnya kelihatan sangat lumrah atau biasa-biasa saja, Sehingga

sangatlah wajar jika jumlah pekerja perempuan di tempat ini jauh lebih banyak

dibanding laki-laki.

Di sektor perdagangan pun cukup terbuka lebar bagi perempuan. Di mana

ujung tombak dari perdagangan adalah pemasaran. Dalam melakukan kegiatan

pemasaran, tentu saja membutuhkan orang-orang yang mampu menarik

customer sebanyak-banyaknya. Perempuan sering dianggap sebagai orang yang

mampu menarik minat dari para customer. Sehingga hampir semua outlet di

Page 70: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

70

tempat perbelanjaan di kota Makassar mempekerjakan perempuan baik sebagai

pelayan ataupun sebagai sales promotion.

Tidak hanya itu, untuk pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan

ketekunan yang tinggi, calon pekerja perempuan akan menjadi pilihan utama

bagi pihak manajemen perusahaan/organisasi untuk dipekerjakan. RHM

membenarkan pernyataan tersebut, sesuai dengan kutipan wawancara pada

tanggal 7 Februari 2012 lalu berikut ini,

“…Laki-laki itu banyakan di gudang, sepatu atau di bazanya (swalayan).

Kalau di fashion itu kebanyakan perempuan. Kalau kasir memang

perempuan, tidak ada laki-laki. Takutnya laki-laki teledor, atau ada

hubungan laki-laki sama perempuan takutnya ada kerjasama juga…”

(wawancara 7 Februari 2012)

Narasumber bernama RHM (23) ini bekerja di salah satu swalayan di

daerah Panakkukang, Makassar. RHM bekerja di bagian kasir sudah lima tahun

di swalayan tersebut.

Dari beberapa hasil wawancara di atas ditemukan bahwa perempuan

diberikan ruang seluas-luasnya bekerja pada bagian tertentu saja. Kelihatan

tidak dipermasalahkan oleh para narasumber yang merupakan pekerja

perempuan. Karena menurut mereka, selama mereka bekerja dan diberikan

gaji/upah yang sesuai itu tidak masalah, dimana pun posisinya. Hal ini juga

terdeskripsikan dari data survey angkatan kerja nasional 2011 di kota Makassar

(tabel 4.7.) berikut ini,

Page 71: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

71

Tabel 4.7.

PENDUDUK YANG BEKERJA DI KOTA MAKASSAR MENURUT

JENIS PEKERJAAN/JABATAN DAN JENIS KELAMIN

PER AGUSTUS 2011

Jenis

Pekerjaan/Jabatan*)

Jenis Kelamin Jumlah

Perbedaan (JenisPekerjaan/Jabatan) Laki-Laki Perempuan

0/1 39.611 41.693 81.304 2.082

2 10.349 1.400 11.749 8.949

3 41.780 38.017 79.797 3.763

4 83.192 74.840 158.032 8.352

5 30.292 24.792 55.084 5.500

6 1.091 0 1.091 1.091

7/8/9 116.378 19.938 136.316 96.440

X/00 16.897 780 17.677 16.117

Jumlah 339.590 201.460 541.050 Sumber: BPS, Survey Angkatan Kerja Nasional 2011 diolah Pusdatinaker

*)0/1.Tenaga profesional, teknisi dan yang sejenis; 2.Tenaga kepemimpinan dan

ketatalaksanaan; 3.Tenaga tata usaha dan yang sejenis; 4.Tenaga usaha penjualan;

5.Tenaga usaha jasa; 6.Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan;

7/8/9.Tenaga produksi,operator alat-alat angkutan dan pekerja kasar; X/00.Lainnya.

Tersegmentasinya jabatan dan pekerjaan tersebut, membuat pekerja

perempuan mengalami marjinalisasi sebagai proses feminisasi atau segregasi.

Hal ini bisa dilihat dari terkonsentrasinya pekerja perempuan ke dalam jabatan

pekerja yang seolah-olah sudah terfeminisasi atau pekerja yang dianggap

sebagai pekerja perempuan. Seperti sekretaris (tenaga administrasi), kasir,

pedagang, perawat, dan jenis-jenis pekerjaan yang masih merupakan

kepanjangan dari pekerjaan-pekerjaan rumah tangga (sektor domestik) yang

lebih banyak memerlukan keahlian manual (Mansour Fakih, 1996).

Scott (seperti dikutip , 1992) memandang segregasi pekerjaan berdasarkan jenis

kelamin merupakan salah satu bagian dari marginalisasi. Bila permasalahan

marginalisasi ini dikaitkan dengan ketimpangan gender, maka ada 2 hal yang

dapat dijelaskan:

Page 72: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

72

1. Pekerjaan-pekerjaan marginal yang dikerjakan oleh perempuan dapat

dilihat sebagai akibat proses identifikasi perempuan terhadap apa-apa yang

sesuai dengan sifat keperempuanannya yang telah dikonstruksikan secara

sosial. Identifikasi ini merupakan proses pemaknaaan diri dan hal-hal yang

berkaitan dengan kehidupan perempuan sehingga berbagai faktor

diperhatikan di dalamnya.

2. Berbagai proses telah mereproduksi sifat keperempunanan dan kenyataan

tentang pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan sifat keperempuanan

tersebut.

Hal yang paling besar mempengaruhi bentuk marginalisasi ini adalah

faktor budaya yang ada di lingkungan tersebut. Faktor ini juga diiyakan oleh

HDR dalam kutipan wawancara berikut ini,

“…adanya perbedaan pekerjaan dan jabatan antara perempuan dengan

laki-laki sebenarnya merupakan permasalahan yang hadir karena

konstruk sosial saja. Misalnya pemikiran masyarakat terhadap pekerja

perempuan yang pulang malam biasa dianggap melakukan pekerjaan

yang tidak baik. Perempuan bekerja di luar dianggap sebagai pekerja

sampingan saja.” (wawancara 27 Januari 2012)

Konteks seperti inilah yang sering mengarahkan perempuan untuk bekerja

pada bagian-bagian yang tidak terlalu berat dan telah tersegmentasikan di

tempat kerja.

4.4.2. Akses untuk Mendapatkan Pelatihan dan Pengembangan

Permintaan pekerjaan dan kemampuan karyawan harus diseimbangkan

melalui program orientasi dan pelatihan. Pelatihan dan pengembangan sangat

penting bagi pekerja/karyawan baru maupun lama untuk meningkatkan kinerja

Page 73: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

73

saat ini dan di masa yang akan datang. Kegiatan pelatihan dan pengembangan

memberikan dividen kepada pekerja dan perusahaan, berupa keahlian dan

keterampilan yang selanjutnya akan menjadi aset yang berharga bagi

perusahaan/organisasi.

Dalam mendapatkan pelatihan dan pengembangan, pekerja perempuan di

kota Makassar tidak mengalami tindakan yang diskriminatif menurut Konvensi

ILO No.111. Karena menurut mereka, pelatihan dan pengembangan memang

bentuknya berbeda. Hal ini diakibatkan adanya posisi yang berbeda sehingga

membutuhkan program orientasi dan bentuk pelatihan yang berbeda.

Bahkan ada beberapa pekerja perempuan yang sudah memiliki jabatan

yang mapan dan lebih tinggi sering dikirim oleh pihak perusahaan untuk

melakukan bimbingan training ke pekerja baru yang akan dipekerjakan di

cabang yang akan dibuka selanjutnya.

“…sudah seringmi keliling. Tergantung kalau memang dipercayakan,

cara kerjanya bagus, bisa mengajar, atau jadi karyawan terbaik bisa

dikirim. Kalau ada cabang baru mau dibuka misalnya di Palu atau di

Jayapura, sampai tokonya dibuka atau sampai anak baru disana sudah

bisa mandiri. Selesai kontrak, kembali lagi ke cabang asal…”

(wawancara 7 Februari 2012)

Ini menunjukkan tingkat profesionalitas dan kinerja menjadi tolak ukur

perusahaan/organisasi untuk memberikan pelatihan dan pengembagan kepada

pekerjanya.

Jika melihat kondisi di atas, secara garis besar tidak ada diskriminasi yang

terjadi dalam konteks pemberian pelatihan dan pengembangan di tempat kerja

di kota Makassar terhadap pekerja perempuan. Ini dikarenakan

perusahaan/organisasi akan terus berusaha memberikan penambahan softskill

Page 74: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

74

para pekerjanya memang sesuai dengan pekerjaan dan jabatan mereka. Karena

softskill pekerja ini merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi

perusahaan/organisasi, sehingga perusahaan tidak perlu segan-segan

melakukan petihan dan pengembangan untuk pekerjanya.

Seperti PT TELKOM yang telah merencanakan dan melaksanakan

program DIKLAT yang efektif bagi karyawan dengan tujuan untuk

membentuk SDM yang profesional dan produktif melalui proses pendidikan

dan pelatihan sehingga mampu mendukung daya saing PT. TELKOM secara

berkesinambungan. Untuk mendukung hal tersebut, setiap karyawan/pekerja

diberi kesempatan yang sama untuk mengikuti program DIKLAT yang

disediakan PT. TELKOM maupun program pendidikan mandiri guna

menghindari terjadinya kesenjangan kompentensi dengan rata-rata 20 hari kerja

pertahun dan memperhatikan skala prioritas sesuai kebutuhan.

Selain itu, dapat dilihat dari program pendidikan dan pelatihan yang

dilakukan oleh PT. Bank Sulselbar. PT Bank Sulselbar senantiasa berupaya

meningkatkan kompetensi dan produktifitas karyawan untuk mendukung

kelangsungan bisnis demi pencapaian target perusahaan yang optimal. Oleh

karena itu, PT Bank Sulselbar dengan semangat penuh melaksanakan program–

program yang telah dirumuskan untuk mendukung proses transformasi

organisasi yang telah direncanakan oleh manajemen, di samping itu juga

memberikan kesempatan kepada seluruh pegawai untuk dapat mengikuti

program pendidikan dan pelatihan bagi pengembangan wawasan dan keahlian.

Program pendidikan dan pelatihan , yang meliputi :

Page 75: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

75

1. Pendidikan karir yang dilaksanakan secara reguler dan bertujuan untuk

mengantisipasi rencana pengembangan organisasi dan jaringan kantor

cabang, serta pengembangan karir. Bank Sulselbar telah melaksanakan

program ini dengan baik, di antaranya adalah Pelatihan Manajer Lini

Pertama, Manajer madya, Sertifikasi Pemimpin Cabang Konvensional dan

Syariah, Pelatihan ALMA, Sekolah Staf dan Pimpinan Bank

(Sespibank),dll.

2. Pendidikan dan pelatihan di bidang teknis perbankan untuk meningkatkan

pengetahuan dan keahlian pegawai, yaitu Pendidikan Akuntansi Bank,

Analis Kredit, Account Officer, dll.

3. Pelatihan maupun sosialisasi terkait dengan tranformasi organisasi dan

pengembangan jaringan dilakukan melalui pelatihan budaya kerja, nilai-

nilai perusahaan dan layanan Prima.

4. Pendidikan akademis, dengan memberikan kesempatan karyawan untuk

mengikuti pendidikan S-2, baik di dalam maupun di luar negeri.

5. Program peningkatan integritas pegawai dan efektifitas penerapan Good

Corporate Governance (GCG) dengan melaksanakan pendidikan di bidang

GCG, dll.

6. Dalam hal pengelolaan risiko bank, sebagai bagian kepatuhan (compliance)

bank terhadap peraturan Bank Indonesia, PT. Bank Sulselbar secara

konsisten mengikutsertakan pejabat dan staf untuk mengikuti program

Sertifikat Manajemen Risiko dan pendidikan di bidang risk management

secara berkelanjutan.

Page 76: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

76

7. Program pengembangan kapasitas pegawai lainnya, dilakukan dengan

mengikuti seminar, workshop, outbound (team building), pelatihan

persiapan pensiun, dan lain sebagainya.

4.4.3. Kenaikan Pangkat Sesuai Dengan Pengalaman

Para pekerja yang telah selesai menjalankan program orientasi harus

segera mendapatkan tempat pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahlian

yang dimilikinya. Salah satu hal yang harus dilakukan oleh pihak manajemen

perusahaan harus melakukan penempatan. Penempatan tersebut berarti

mengalokasikan para karyawan/pekerja pada posisi tertentu.

Salah satu bentuk penempatan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan

adalah promosi. Promosi terjadi apabila seorang pekerja/karyawan dipindahkan

dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang lebih tinggi dalam pembayaran,

tanggung jawab dan atau level.

Umumnya dalam pemberian promosi juga dilakukan dengan pemberian

penghargaan, hadiah (reward system). Pemberian promosi dilakukan kepada

pekerja/karyawan berdasarkan usaha dan prestasi yang maksimal yang

diberikan di masa lampau.

PT. Carrefour Indonesia misalnya memberikan ruang bagi para karyawan

dan pekerjanya untuk terus berkembang. Dari para karyawan/pekerja dengan

pendidikan setingkat SLTA hingga perguruan tinggi akan mendapatkan

kesempatan yang sama untuk berkembang dan membangun karirnya sesuai

dengan kemampuan dan motivasi masing-masing karyawan.

Page 77: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

77

Hal ini dimungkinkan karena Carrefour mempunyai tradisi untuk

melakukan "internal promotion" dalam mengisi lowongan yang ada dari waktu

ke waktu. Seiring dengan rencana pengembangan usaha ke depan, kami masih

membutuhkan tenaga-tenaga kerja yang handal untuk berkembang bersama

Carrefour.

PT TELKOM pun memiliki perencanaan pengembangan karir

karyawannya. Berdasarkan pasal 26 PKB, pola karir karyawan berbasis

kompetensi yang direncanakan dan dikembangkan berdasarkan kemitraan

partisipatif antara karyawan, manajer lini dan PT. TELKOM yang dilakukan

sebagai berikut:

1. Karyawan bertanggung jawab terhadap pengembangan karirnya, karenanya

harus merencanakan kariri yang hendak dicapainya pada masa yang akan

datang dengan diikuti pengembangan kompetensi sesuai dengan

persyaratan jabatan dan pekerjaan yang hendak dicapainya;

2. PT. TELKOM berperan dalam menyediakan fasilitas pengembangan

kompetensi dan karir bagi seluruh karyawannya

3. Manajer lini berperan dan bertanggung jawab dalam membimbing,

mengarahkan dan membina karyawan untuk meningkatkan dan

mengembangkan kompetensinya sehingga mampu menjadi kader yang

profesional;

4. Khusus bagi karyawan PT. TELKOM yang dipekerjakan/diperbantukan di

JVC/afiliasi harus mendapat perlakuan yang sama dengan karyawan PT.

TELKOM lainnya dalam aspek pengembangan karir.

Page 78: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

78

Pengembangan karir dengan memberikan kenaikan pangkat kepada

karyawan/pekerja juga dirasakan aman-aman saja oleh salah satu pekerja

perempuan yang bekerja di salah satu hotel berbintang di Makassar.

Berdasarkan pengalaman kerjanya di hotel tersebut, FTS (22) bertutur seperti

berikut,

“…diskriminasi di tempat kerja sepertinya sudah tidak ada. Apalagi

karena manajer yang membawahi personalia perempuan, jadi tidak ada

masalah. Bisaji dilihat juga tidak adanya diskriminasi, karena cukup

banyak perempuan di tempat kerja saya memiliki posisi strategis dan

tinggi.” (wawancara 3 Februari 2012)

Seluruh pekerja di tempat kerja FTS di hotel tersebut mendapat kesempatan

yang sama dalam mengakses kenaikan pangkat berdasarkan pengalaman kerja

mereka. Mereka yang bekerja sebagai pegawai tidak tetap tentu saja tidak

mendapatkan hak ini. Kecuali jika pegawai tidak tetap ini memiliki kinerja

yang baik, mereka memiliki kesempatan besar untuk diangkat menjadi pekerja

tetap.

Narasumber berinisial RHM pun mengalami hal serupa. Khususnya pada

saat dia menjadi pekerja tetap. Berdasarkan pengalaman kerjanya, RHM

membutuhkan waktu setahun untuk terangkat menjadi pegawai tetap. Dalam

rentang waktu setahun kinerjanya dinilai untuk menentukan keberlanjutan

pekerjaannya di swalayan tempatnya bekerja. Seperti yang dituturkan dalam

penggalan wawancaranya berikut ini,

“…mungkin ada setahun lebih baru terangkat jadi pegawai tetap. Kalau

bagus kinerjanya bisa diangkat jadi pegawai tetap. Tapi, sekarang tidak

adami sistem pengangkatan langsung untuk tetap. Rata-rata sekarang itu

sistem kontrak, paling lama tiga bulan. Terus dinilaimi lagi, dilanjut atau

tidak…” (wawancara 7 Februari 2012)

Page 79: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

79

Permasalahan lain yang mungkin muncul saat ini adalah sulitnya mendapat

status sebagai pekerja tetap bagi pekerja, sehingga ada beberapa hak yang tidak

bisa diberikan oleh mereka yang hanya berstatus pekerja tidak tetap atau

pekerja kontrak. Kebijakan perusahaan/organisasi untuk mempekerjakan lebih

banyak pekerja kontrak dikarenakan bentuk efisiensi yang dilakukan untuk

menekan jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan/organisasi

setiap tahunnya. Hal ini mungkin menjadi permasalahan lain yang layak

diperhatikan.

4.4.4. Keamanan Masa Kerja

Dari wawancara dengan HDR sebagai pengurus GSBN ditemukan bahwa

masih ada beberapa perusahaan yang melakukan tindakan diskriminatif

terhadap pekerja perempuan, khususnya perusahaan yang bergerak di sektor

jasa parawisata (misalnya di bidang perhotelan). Ada beberapa kasus yang

menunjukkan kondisi di mana pekerja perempuan yang memilih untuk

menikah, tidak mendapatkan keamanan masa kerja. Karena ada beberapa

perusahaan yang memilih untuk memberhentikan pekerja perempuan yang

sudah menikah. Salah satu alasannya menyangkut masalah penurunan kinerja,

karena perempuan yang telah menikah akan lebih memilih untuk menjalankan

tugasnya di keluarga. Perusahaan tidak ingin mengambil resiko untuk itu.

Beberapa dari pekerja perempuan tersebut tidak begitu mempermasalahkan,

dengan alasan mereka memang membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk

mengurus keluarga.

Page 80: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

80

Ada juga perusahaan yang tidak mengambil jalan yang ekstrim seperti itu.

Di tempat kerja FTS di salah satu hotel di kota Makassar, pihak manajemen

lebih memilih memindahkan pekerja tersebut ke bagian back office.

“… di sini, karyawan perempuan yang sudah menikah biasanya

diberikan posisi di bagian back office. Itupun kalau ini karyawan tidak

memilih untuk resign sendiri.” (wawancara 3 Februari 2012)

Sesuai dengan Peraturan menteri tenaga kerja No. per. 04/MEN/1989

tentang larangan PHK bagi tenaga kerja wanita karena hamil atau melahirkan.

Dari wawancara dengan beberapa pekerja perempuan di beberapa tempat kerja

yang berbeda, peraturan di atas sudah dilaksanakan. Tidak pekerja perempuan

yang hamil atau melahirkan diberhentikan karena alasan tersebut, kecuali jika

pekerja perempuan tersebut yang memang meminta untuk berhenti.

Profesionalitas pihak manajemen perusahaan dalam mengelola sistem

masa kerja para pekerjanya dikatakan sudah sesuai. Pada PT Bank Sulselbar

telah memiliki aturan tersendiri mengenai masa pensiun para

pekerja/karyawannya. PT Bank Sulsebar telah menyiapkan dana pensiun untuk

para pekerjanya, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 11

Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3477), Perseroan mendirikan Dana Pensiun Bank BPD Sulawesi

Selatan yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dengan Surat

Keputusan No. Kep-172/KM.6/2002 tentang pengesahan atas peraturan dana

pensiun dari dana pensiun Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

Page 81: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

81

sebagaimana diumumkan dalam Berita Negara No.73 tanggal 10 September

2002 beserta tambahan Berita Negara No.34.

4.4.5. Akses Mendapatkan Upah yang Layak

Salah satu alasan orang untuk bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Maka sangat pentinglah upah bagi mereka yang bekerja.

Peningkatan perlindungan bagi pekerja perempuan, dapat dilihat dengan

adanya beberapa ketentuan yang menghapuskan adanya pebedaan perlakuan

terhadap pekerja perempuan.

Adapun ketentuan tersebut adalah UU No. 80 tahun 1957 tentang

ratifikasi konvensi ILO No. 100 tahun 1954 mengenai upah yang sama antara

laki–laki dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya. Dalam prakteknya

banyak sekali keluhan dari para pekerja wanita tersebut, misalnya: tidak

diberikannya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan tambahan atas

beban perusahaan. Adanya diskriminasi atas pengupahan yang sama untuk

masa kerja yang sama dan pekerjaan yang sama nilainya, dan sebagainya.

Peraturan pemerintah No. 8 tahun 1981 tentang perlindungan upah yang

menyatakan adanya pemberian sanksi terhadap pelanggaran ketentuan yang

telah ditetapkan tersebut.

Peraturan ini memuat bahwa pengusaha tidak boleh mengurangi hak–hak

tenaga kerja wanita yang karena hamil dan karena fisik dan jenis pekerjaan

tersebut tidak mungkin dikerjakan olehnya. Artinya walaupun pekerja

tersebut cuti dan tugasnya dialihkan kepada orang lain, namun haknya untuk

Page 82: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

82

mendapatkan upah tetap tiap bulan dan jika ia sudah dapat bekerja lagi maka

upah tersebut harus diterima kembali.

Namun, kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan aturan yang

dipaparkan di atas. Masih berdasarkan hasil wawancara dengan RHM yang

bekerja di salah satu swalayan di kota Makassar, hak cuti haid dan hamil-

melahirkan tetap diberikan oleh pihak perusahaannya. Akan tetapi, jika ada

pekerja perempuan yang meminta cuti tersebut, perusahaan melakukan

pengurangan terhadap upah pekerja tersebut.

Berikut kutipan wawancara dengan RHM mengenai hal di atas.

“…cuti hamil tiga bulan, cuti haid itu seminggu. Cuma untuk pekerja

tetap. Tapi kayaknya tidak ada yang berlakukanki, karena tidak adaji

yang bagaimana sekali. Biasanya kalo cuti halangan begitukan tetap

dipotong gaji, jadi orang pasti tidak mau. Kecuali kalo cuti hamil, tidak

dipotong gaji.” (wawancara 7 Februari 2012).

Hal ini juga didukung dengan data survey angkatan kerja nasional 2011

di kota Makassar. Ditemukan bahwa secara rata-rata, upah/gaji yang

diberikan selama sebulan oleh perusahaan kepada pekerja perempuan sudah

lebih baik, bahkan pada golongan usia tertentu upah yang diperoleh pekerja

perempuan sudah lebih tinggi dibanding laki-laki (tabel 4.8.).

Tabel 4.8.

RATA-RATA UPAH/GAJI BERSIH PEKERJA /KARYAWAN

SELAMA SEBULAN DI KOTA MAKASSAR MENURUT

GOLONGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN (RUPIAH) PER

AGUSTUS 2011

Golongan

Umur

Jenis Kelamin Perbedaan (Rata-rata Upah/Gaji

Bersih Pekerja per

Bulan)

Laki-laki Perempuan

15-19 748.513 456.440 292.073

20-24 963.149 643.539 319.610

25-29 958.882 1.172.582 213.700

Page 83: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

83

30-34 1.615.912 1.208.069 407.843

35-39 2.142.589 2.784.753 642.164

40-44 2.419.114 2.863.158 444.044

45-49 4.089.343 2.438.278 1.651.065

50-54 3.129.182 2.100.000 1.029.182

55-59 3.472.546 4.537.500 1.064.954

65 ke atas 6.203.750 0 6.203.750

Rata-rata 2.001.584 1.796.219 Sumber: BPS, Survey Angkatan Kerja Nasional Agustus 2011 diolah Pusdatinaker

Secara garis besar, untuk pemberian upah sudah dikelola berdasarkan

sistem yang ada. Misalnya, seperti PT Bank Sulselbar memiliki mekanisme

sendiri dalam memberikan upah kepada karyawannya. Pemberian upah/gaji di

PT Bank Sulselbar berdasarkan adanya perbedaan job group dan jabatan yang

ada. Berikut tabel rasio perbandingan gaji antara dewan komisaris, direksi

dan pegawai di PT Bank Sulselbar (tabel 4.9.)

Tabel 4.9.

Rasio Gaji Tertinggi dan Terendah Dewan Komisaris, Direksi dan

Pegawai dalam Skala Perbandingan PT Bank Sulselbar

Tahun 2010

No. Skala Perbandingan Rasio

1. Rasio gaji pegawai tertinggi dan terendah 8.76

2. Rasio gaji direksi tertinggi dan terendah 1.11

3. Rasio gaji komisaris tertinggi dan terendah 1.05

4. Rasio gaji direksi tertinggi dan terendah 1.82 Sumber: Laporan Good Corporate Governance PT. Bank Sulselbar 2010

Berbeda dengan upah yang berlaku di tempat kerja FTS di sebuah hotel

berbintang di kota Makassar. Sampai saat ini upah yang FTS dan pekerja

lainnya di sana belum sesuai dengan UMK kota Makassar. UMK untuk tahun

2012 di kota Makassar telah disepakati oleh Pemprov Sulsel, Pemkot

Makassar, Serikat Pekerja Indonesia Sulsel, serta para pengusaha sudah

sepakat nilai UMK naik 15% menjadi Rp1,265 juta. Namun, masih banyak

Page 84: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

84

perusahaan yang tidak melaksanakan kesepakatan tersebut. Termasuk

perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan, tempat kerja FTS.

“…kalau masalah salary sebenarnya di sini masih di bawah UMK. Cuma

karyawan di sini mengertiji, karena hotel baru buka beberapa tahun.

Jadi masih menyesuaikan, belum lagi masih ada pembangunan yang

dilakukan. Kalau hotelnya sudah mapan, mungkin karyawan di sini

sudah bisa menuntut salary sesuai UMK kota.” (wawancara 3 Februari

2012)

Hotel tempat FTS bekerja, masih dalam tahap survive sehingga pekerja

pun cukup mengerti mengenai jumlah upah yang diberikan oleh perusahaan.

Akan tetapi tidak sesuainya upah yang mereka dapatkan dengan UMK tidak

pula membuat sistem pengupahan di tempat kerja FTS tidak tersistematis.

Jumlah upah yang diberikan tetap sesuai dengan pekerjaan dan jabatan yang

dilakukan pekerja di sana.

Secara garis besar seharusnya tidak ada perlakuan diskriminatif terhadap

laki-laki dan perempuan mengenai pemberian gaji dan upah. Karena

pemberian gaji dan upah selalu berdasarkan kelompok-kelompok pekerjaan

dan jabatan yang ada di perusahaan/organisasi tersebut. Namun, tabel berikut

(tabel 4.10.) ini dapat menunjukkan adanya perbedaan jumlah upah

berdasarkan perbedaan jenis kelamin dan jenis pekerjaan dan jabatan yang

ada di kota Makassar.

Tabel 4.10.

RATA-RATA UPAH/GAJI BERSIH PEKERJA SELAMA SEBULAN

DI KOTA MAKASSAR MENURUT JENIS PEKERJAAN/JABATAN

DAN JENIS KELAMIN (RUPIAH) PER AGUSTUS 2011

Jenis Pekerjaan

/Jabatan*)

Jenis Kelamin Perbedaan (Upah/Gaji Bersih Pekerja Per Bulan) Laki-laki Perempuan

0/1 3.217.745 2.893.109 324.636

2 8.167.937 3.403.571 4.764.366

Page 85: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

85

3 2.265.798 1.895.594 370.204

4 876.013 805.093 70.920

5 1.329.302 599.415 729.887

6 1.429.114 0 1.429.114

7/8/9 1.040.684 657.774 382910

X/00 3.032.818 1.500.000 1.532.818

Rata-rata 2.001.584 1.796.219 Sumber: BPS, Survey Angkatan Kerja Nasional Agustus 2011 diolah Pusdatinaker

Ket:*) 0/1. Tenaga profesional, teknisi dan yang sejenis, 2. Tenaga kepemimpinan dan

ketatalaksanaan, 3. Tenaga tata usaha dan yang sejenis, 4. Tenaga usaha penjualan, 5.

Tenaga usaha jasa, 6. Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan, 7/8/9.

Tenaga produksi,operator alat-alat angkutan dan pekerja kasar, X/00. Lainnya.

Berbicara tentang tunjangan yang menjadi komponen gaji/upah yang

sebenarnya menjadi permasalahan inti. Ditemukan bahwa ada perbedaan

tunjangan yang diberikan oleh perusahaan/organisasi terhadap laki-laki dan

perempuan, khususnya mereka yang sudah berkeluarga. Walaupun pada

hakekatnya ketentuan tentang pengupahan dalam hukum perburuhan tidak

diskriminatif atau telah memuat keadilan bagi pekerja laki-laki dan

perempuan seperti dimuat dalam Konvensi ILO No. 100 tahun 1951, UU No.

13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Konvensi tentang penghapusan

mengenai segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, tetapi

kenyataannya dalam praktek masih dijumpai perusahaan yang menerapkan

sistem pengupahan yang bias gender. Pembedaan ini disebabkan adanya

pengakuan status yang berbeda terhadap mereka. Jika pekerja laki-laki sudah

menikah, maka akan diakui sebagai laki-laki telah berkeluarga sehingga

statusnya diakui bukan lagi sebagai lajang. Namun, bagi pekerja perempuan

yang sudah menikah dalam hal pengupahan, perusahaan tetap mengakui

sebagai lajang.

Page 86: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

86

Pembedaan ini berdampak terhadap penerapan sistem pengupahan.

Dalam prakteknya, sistem pengupahan yang diterapkan tersebut

menggunakan komponen yang berbeda untuk menghitung upah. Jika dalam

komponen upah pekerja laki-laki yang sudah menikah terdapat tunjangan istri

dan atau tunjangan anak, sedang pekerja perempuan dengan status sama tidak

pernah terdapat tunjangan suami beserta tunjangan tersebut. Demikian pula

dengan tunjangan anak karena tidak diakuinya status sebgai perempuan

menikah maka kepadanya juga tidak diberikan tunjagan anak dan tunjangan

lain yang sesuai.

Hal ini dialami oleh mereka yang bekerja di salah satu pusat perbelanjaan

di kota Makassar. RHM sebagai pekerja mengakui hal tersebut, berikut

kutipan wawancaranya,

“…Kalau laki-laki beda. Kalau laki-laki yang beristri mendapat

tunjangan istri dan anak. Kalau perempuan tidak ada, kecuali

perempuan yang janda. Perempuan yang janda dapat tunjangan janda.”

(wawancara 7 Februari 2012)

4.4.6. Kondisi Kerja

Kondisi kerja meliputi jam kerja, waktu istirahat, cuti tahunan dengan

tetap dibayar, tindakan keselamatan dan kesehatan kerja, serta tindakan

pengaman sosial dan fasilitas kesejahteraan dan tunjangan yang disediakan

dalam hubungannya dengan pekerjaan.

Kondisi kerja di atas sebelumnya telah diatur oleh peraturan yang dibuat

oleh pemerintah baik melalui undang-undang ataupun ketetapan dari presiden

atau menteri yang berkaitan, misalnya UU No. 15 tahun 2003 tentang

Page 87: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

87

ketenagakerjaan pasal 79. Undang-undang ini mengharuskan pengusaha

mengatur waktu istirahat dan cuti. Waktu istirahat dan cuti meliputi : (a)

istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja

selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak

termasuk jam kerja; (b) istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari

kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam

1 (satu) minggu; (c) cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari

kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas)

bulan secara terus menerus; dan (d) istirahat panjang sekurang-kurangnya 2

(dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-

masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam)

tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan

pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2

(dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa

kerja 6 (enam) tahun.

Sedangkan waktu kerja diatur sebagai berikut (a) 7 (tujuh) jam 1 (satu)

hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja

dalam 1 (satu) minggu; atau (b) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat

puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Aturan di atas sesuai dengan UU No. 15 tahun 2003 pasal 77.

Untuk mereka yang bekerja melebihi jam kerja (lembur) pun diatur di

undang-undang yang sama. Pasal 78 (1) Pengusaha yang mempekerjakan

pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77

Page 88: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

88

ayat (2) harus memenuhi syarat : (a) ada persetujuan pekerja/buruh yang

bersangkutan; dan (b) waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling

banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1

(satu) minggu. Pasal 78 (2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh

melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar

upah kerja lembur. Pasal 78 (3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) huruf (b) tidak berlaku bagi sektor usaha atau

pekerjaan tertentu.

Berdasarkan data survey angkatan kerja nasional 2011 di kota Makassar

ditemukan bahwa jumlah jam kerja perempuan masih lebih sedikit dibanding

pekerja laki-laki, sesuai tabel 4.11. di bawah ini,

Tabel 4.11.

PENDUDUK YANG BEKERJA DI KOTA MAKASSAR MENURUT

JAM KERJA DAN JENIS KELAMIN PER AGUSTUS 2011

Jam Kerja Jenis Kelamin

Jumlah Perbedaan (Jam Kerja) Laki-laki Perempuan

0*)

3.048 1.795 4.843 1.253

1-9 5.196 2.080 7.276 3.116

10-14 3.495 7.527 11.022 4.032

15-24 12.622 11.974 24.596 648

25-34 9.871 17.799 27.670 7.928

35-44 69.144 50.483 119.627 18.661

45-59 161.053 65.378 226.431 95.675

60 ke atas 75.161 44.424 119.585 30.737

Jumlah 339.590 201.460 541.050 Sumber: BPS, Survey Angkatan Kerja Nasional Agustus 2011 diolah Pusdatinaker

Ket: *)

tidak bekerja

Di hotel tempat FTS bekerja telah mengatur 2 shift kerja untuk pekerja

perempuan, yaitu dari pukul 07.00-15.00 dan jam 15.00-23.00. Selain itu,

untuk pekerja perempuan yang mendapatkan jam kerja dari jam 15.00-23.00

Page 89: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

89

mendapatkan fasilitas tambahan dari pihak manajemen perusahaan dengan

memberikan fasilitas mobil antar hingga tiba ke depan rumah masing-masing.

Sedangkan untuk kerja yang melebihi jam kerja yang telah ditentukan

atau biasa yang disebut dengan jam lembur, FTS bertutur bahwa kebanyakan

merupakan karena inisiatif dari para pekerja itu sendiri. Insiatif biasanya

muncul karena banyaknya pengunjung yang datang atau ada event besar yang

dilaksanakan. Waktu lembur maksimal adalah 4 jam, dimana bagi pekerja

yang melakukan kerja lembur sama sekali tidak mendapatkan upah lembur.

Sebagai ganti upah lembur yang tidak ada, pihak manajemen memberikan

extra off sehari untuk 4 jam kerja lembur.

“… Di sini delapan jam kerja untuk per shift. Kalau ada yang mau kerja

lebih dari jam kerja, biasanya insiatif sendiri. Kalau lagi banyak

pengunjung atau ada event di hotel, biasa karyawan insiatif buat kerja

lebih. Lumayan lembur 4 jam dapat extra off sehari. Tidak dapat gaji.”

(wawancara 3 Februari 2012)

RHM yang bekerja di pusat perbelanjaan di kota Makassar juga

mengutarakan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan aturan jam kerja di

tempat kerjanya,

“… kerjanya di sana pake shift. Ada dua shift, tapi kalau yang malam

jam kerjanya sampai jam 10 saja. Perempuan dan laki-laki samaji.”

(wawancara 7 Februari 2012)

Walaupun RHM tidak mendapat fasilitas yang sama dengan fasilitas

yang diperoleh FTS dari tempat kerjanya, akan tetapi dari batas jam kerja

yang RHM lakukan tidak bermasalah. Sehingga menurut RHM tidak ada

yang perlu dipermasalahkan mengenai ada tidaknya fasilitas antar jemput

yang disediakan oleh perusahaan tempat dia bekerja.

Page 90: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

90

Namun, hal yang berbeda diutarakan oleh FTR salah satu pengurus

GSBN (wawancara 27 Januari 2012) mengenai kondisi pekerja perempuan di

sektor industri (pergudangan). Misalnya di industri pengelohan ikan atau

udang yang ada di kawasan industri Makassar (KIMA), banyak pekerjanya

berjenis kelamin perempuan. Namun, ternyata pihak manajemen perusahaan

tidak memberikan fasilitas transportasi ataupun tunjangan biaya transportasi

bagi pekerjanya. Bahkan lebih jauh lagi, jam kerja dari pekerja perempuan

tersebut sudah tidak diperhatikan. Pekerja perempuan pun mendapatkan shift

malam yang biasanya berakhir hampir dini hari.

Lain lagi jika membahas tentang hak cuti haid dan cuti hamil serta

melahirkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan RHM yang bekerja di salah

satu swalayan, hak cuti hamil dan melahirkan tetap diberikan oleh pihak

perusahaan. Sedangkan, hak cuti haid diberikan dalam bentuk izin tanpa

pembayaran upah pada hari itu. Berikut kutipan wawancaranya:

“…Biasanya kalau cuti halangan begitukan tetap dipotong gaji, jadi

orang pasti tidak mau. Kecuali kalau cuti hamil, tidak dipotong gaji.”

(wawancara 7 Februari 2012)

Bahkan mengenai lingkungan kerja, pihak perusahaan tidak terlalu

memperhatikan hal tersebut. Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja

perempuan terlalu sering berada dalam posisi berdiri. Hal ini menunjukkan

pihak perusahaan tidak begitu peka memperhatikan kondisi kerja dan

dampaknya bagi para pekerjanya.

Hal yang berkaitan dengan tindakan keselamatan dan kesehatan kerja,

serta tindakan pengaman sosial dan fasilitas kesejahteraan dan tunjangan yang

Page 91: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

91

disediakan dalam hubungannya dengan pekerjaan pun sudah cukup dipenuhi

oleh pihak perusahaan tempat FTS dan RHM bekerja. Seperti di tempat kerja

FTS, telah disediakan jaminan kesehatan dari JAMSOSTEK atau ASKES,

tunjangan uang makan dan uang transportasi. Hal serupa juga diperoleh RHM

dari tempat kerjanya.

Dalam menentukan tunjangan, pihak perusahaan memiliki kebebasan

untuk menentukan kebijakannya masing-masing. Namun, kebijakan tersebut

harus disepakati bersama dan telah termaktub dalam penjanjian kerja

bersama. Dimana lampiran hasil perjanjian kerjasama ini harus diberikan

kepada semua pihak yang ikut serta.

4.5. Rekapitulasi Perbedaan Perlakuan Antara Pekerja Laki-laki dan

Pekerja Perempuan di Kota Makassar

Dari pemaparan hasil penelitian di atas, berikut rekapitulasi perbedaan

perlakuan (diskriminasi) antara pekerja laki-laki dan perempuan di tempat kerja di

Kota Makassar,

Tabel 4.12.

Perbedaan Perlakuan dan Keseteraan Kesempatan Antara Pekerja Laki-laki

dan Pekerja Perempuan di Kota Makassar

No Prinsip Kesetaraan

Kesempatan dan Perlakuan

Pekerja

Pekerja Laki-Laki Pekerja Perempuan

1. Akses untuk Mendapatkan

Pekerjaan

a. Jumlah pencari kerja

lebih banyak

(60,17%)

b. Terserap di semua

jenis pekerjaan dan

jabatan

a. Jumlah pencari kerja

sudah mulai banyak

(39,83%)

b. Hanya mampu terserap

40% di lapangan kerja

c. Masih banyak

tersegmentasikan pada

pekerjaan dan jabatan

Page 92: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

92

yang terfeminisasi

2. Akses untuk Mendapatkan

Pelatihan dan Pengembangan

Disesuaikan dengan

pekerjaan dan jabatan

Disesuaikan dengan

pekerjaan dan jabatan

3. Akses Kenaikan Pangkat

Sesuai Dengan Pengalaman

a. Kesempatan yang

sama dalam

mengakses kenaikan

pangkat berdasarkan

pengalaman kerja

bagi pekerja tetap

b. Efisiensi biaya

perusahaan

menyebabkan banyak

pekerja memiliki

status pekerjan tidak

tetap bahkan pekerja

kontrak (outsourcing)

sehingga tidak bisa

mengalami kenaikan

pangkat

a. Kesempatan yang sama

dalam mengakses

kenaikan pangkat

berdasarkan

pengalaman kerja bagi

pekerja tetap

b. Efisiensi biaya

perusahaan

menyebabkan banyak

pekerja memiliki status

pekerjan tidak tetap

bahkan pekerja kontrak

(outsourcing) sehingga

tidak bisa mengalami

kenaikan pangkat

4. Keamanan Masa Kerja a. Terjaminnya

keamanan masa keja

hampir di semua

perusahaan/organisasi

bagi pekerja tetap

b. Mendapatkan dana

pensiun yang

memadai bagi pekerja

tetap

a. Di bidang jasa

perhotelan, beberapa

pekerja perempuan

yang memutuskan

menikah diberhentikan

oleh perusahaan.

b. Mendapatkan dana

pensiun yang memadai

bagi pekerja tetap

5. Akses Mendapatkan Upah

yang Layak

a. Upah yang diberikan

selama sebulan oleh

perusahaan sudah

sangat sesuai

b. Bagi yang sudah

menikah

mendapatkan

tunjangan istri dan

atau tunjangan anak

a. Rata-rata upah yang

diberikan selama

sebulan oleh

perusahaan sudah lebih

baik

b. Bagi yang sudah

menikah tidak

mendapat tunjangan

suami dan atau

tunjangan anak

6. Kondisi Kerja (Meliputi jam

kerja, waktu istirahat, cuti

tahunan dengan tetap

dibayar, tindakan

keselamatan dan kesehatan

kerja, serta tindakan

a. Jumlah jam kerja jauh

lebih banyak

b. Jam kerja tiap harinya

diatur per shift

a. Jumlah jam kerja masih

lebih sedikit

b. Tidak semua tempat

kerja yang memiliki

jam kerja hingga malam

hari memberikan

Page 93: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

93

pengaman sosial dan fasilitas

kesejahteraan dan tunjangan

yang disediakan)

fasilitas penunjang

keamanan dan

kesehatan

c. Cuti karena haid tidak

ada. Yang ada hanya

pemberian izin haid

bagi karyawan tanpa

dibayar

d. Cuti hamil ada

Page 94: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

94

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa belum efektifnya implementasi ratifikasi konvensi ILO

No.111 di kota Makassar. Secara garis besar, telah banyaknya aturan yang hadir

memberikan gambaran bahwa pemerintah telah berusaha memberikan

perlindungan bagi pekerja perempuan untuk mendapatkan kesejahteraan yang

layak. Namun, pada tataran pelaksanaan peraturan tersebut, pemerintah masih

kurang mengawal. Terbukti masih adanya beberapa perusahaan yang memberi

kebijakan tidak sesuai dengan aturan yang telah dibuat sebelumnya.

1. Pekerja perempuan telah mendapatkan tempat yang sama dengan pekerja

laki-laki dalam bekerja. Dapat dilihat dari hampir semua segmen pekerjaan

sudah terbuka untuk perempuan, walaupun secara kuantitas pekerja

perempuan masih sedikit. Akan tetapi dalam pemberian hak dan

kewajiban, pekerja perempuan masih sering diberikan perhatian yang tidak

begitu besar layaknya pekerja laki-laki. Masih adanya proses segmentensi

pekerjaan dan jabatan bagi pekerja perempuan, khususnya pada pekerjaan

yang telah terfeminisasi.

2. Akses untuk mendapatkan pelatihan dan pengembangan bagi pekerja

perempuan sudah berdasarkan dengan kebutuhan. Di sini dimaksudkan

bahwa pemberian pelatihan dan pengembangan disesuaikan dengan

Page 95: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

95

segmentasi pekerjaan dan jabatan masing-masing, tanpa melihat lagi

adanya perbedaan jenis kelamin (pekerja perempuan dan pekerja laki-laki).

3. Dari hasil pengamatan telah ditemukan kecenderungan

perusahaan/organisasi memberikan akses kenaikan pangkat telah sesuai

dengan pengalaman yang dimiliki oleh pekerja, baik itu untuk pekerja laki-

laki dan pekerja perempuan.

4. Adanya beberapa perusahaan/organisasi yang tidak memberikan jaminan

terhadap masa kerja pekerja/karyawannya, khususnya

perusahaan/organisasi yang bergerak di bidang pariwisata dan perhotelan.

Kemudian dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di tempat

kerja, perusahaan/organisasi tidak memberikan lingkungan kerja yang

kondusif bagi pekerjanya.

5. Masih adanya perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan dengan nilai

pekerjaan dan jabatan yang sama. Ditambah lagi, dengan adanya

perbedaan komposisi tunjangan yang diberikan oleh pihak perusahaan

antara pekerja perempuan yang telah berkeluarga dan pekerja laki-laki

yang telah berkeluarga.

6. Kondisi kerja yang meliputi jam kerja, waktu istirahat, cuti tahunan

dengan tetap dibayar, tindakan keselamatan dan kesehatan kerja, serta

tindakan pengaman sosial dan fasilitas kesejahteraan dan tunjangan yang

disediakan belum maksimal dalam tataran pelaksanaannya. Tidak semua

tempat kerja yang memiliki jam kerja hingga malam hari memberikan

fasilitas penunjang keamanan dan kesehatan bagi pekerja perempuan.

Page 96: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

96

Selain itu, izin haid (bukan cuti haid) diberikan kepada pekerja perempuan

atas permintaan sendiri dari pekerja yang bersangkutan tanpa dibayar

digaji pada saat itu. Positifnya bahwa cuti hamil, melahirkan dan menyusui

bagi pekerja perempuan telah disediakan oleh perusahaan/organisasi sesuai

aturan yang berlaku.

5.2. Saran

Kunci dari efektivitas penghapusan diskriminasi perempuan di tempat

kerja yaitu adanya pengawasan yang maksimal dari pihak pemerintah terhadap

pelaksanaan aturan yang telah dibuat. Selain itu, pihak perusahaan/organisasi

sebagai pihak yang menyediakan tempat bagi pekerja harusnya melaksanakan

kebijakan sesuai dengan apa yang diatur oleh pemerintah, karena pekerja

merupakan sebagai aset terpenting bagi keberhasilan perusahaan/organisasi.

Oleh karena itu sebagai saran ada beberapa hal yang harus diperbaiki

menyangkut penyelesaian masalah tersebut. Pemberian saran ini sesuai dengan

posisi masing-masing stakeholder dalam memperbaiki tingkat kesejahteraan

pekerja perempuan.

Pemerintah sebagai pembuat kebijakan harusnya tidak sekedar membuat

aturan saja tetapi harusnya turut mempertegas pelaksanaan aturan tersebut.

Pentingnya sosialisasi dalam kondisi ini tentu akan memberikan pembelajaran dan

pengetahuan terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki, terkhusus untuk para

pekerja. Sehingga memudahkan pekerja dalam melakukan pekerjaannya dengan

baik. Pemerintah juga harusnya tidak sekedar sebagai mediator dalam setiap

Page 97: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

97

permasalahan ketenagakerjaan, tetapi juga harus mencoba melakukan konsiliasi

dan proses arbitrase dalam menyelesaikan sengketa hubungan industrial

(pengusaha, pihak manajemen perusahaan dan pekerja).

Kedua, sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan pekerja, pihak

manajemen harus memperhatikan kebutuhan dari pekerja itu sendiri. Antara

pekerja laki-laki dan pekerja perempuan, harusnya pihak manajemen

memperhatikan hal tersebut. Sehingga dalam membuat kebijakan yang berkaitan

dengan pengembangan SDM, pihak manajemen tidak boleh mengalami

ketimpangan. Agar kepentingan manajemen perusahaan dan kepentingan pekerja

tidak tumpang tindih dibutuhkan komunikasi yang intensif melalui hubungan

bipartit dengan serikat pekerja.

Terakhir, pihak pekerja sebagai objek dari penelitian ini seharusnya bisa

menjadi agen yang mandiri dan bertanggung jawab. Pekerja harus memiliki

kapasitas dan kapabilitas serta kemampuan untuk membangun komunikasi dengan

pihak internal tempat mereka bekerja. Kapasitas dan kapabilitas tentu saja tidak

didapatkan di masa kerja saja untuk mendukung kinerja, tapi jauh sebelum itu

perempuan harus bisa mengenyam pendidikan (baik formal maupun non formal),

sehingga perbedaan pendidikan tidak lagi menjadi alasan perempuan tidak

mendapat posisi yang layak seperti pekerja laki-laki.

Mengetahui hak dan tanggung jawab mereka secara keseluruhan di awal

masa kerja adalah hal yang wajib. Dengan mengetahui hak dan kewajiban

tersebut, pihak pekerja bisa mengawasi pihak perusahaan/organisasi dalam

Page 98: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

98

membuat dan menjalankan kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan

mereka sendiri.

Selain itu untuk pekerja perempuan, mereka harus memiliki keberanian

yang lebih untuk menuntut hal-hal yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan di

tempat kerja. Dengan memiliki kapasitas lebih atau pun softskill yang memadai

tentu saja akan memberikan nilai yang lebih kepada mereka untuk diperhitungkan

keberadaannya di tempat kerja.

Page 99: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

99

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kota Makassar, 2010. Makassar Dalam Angka 2010.

Makassar: BPS Kota Makassar.

Budiono, T. Peranan Sistem Informasi Akuntansi Pelayanan Jasa Rawat Jalan

dan Rawat Inap dalam Menunjang Efektivitas Pengendalian Internal

Pendapatan Rumah Sakit (Studi Kasus pada Rumah Sakit Pertamina

Prabumulih). (Universitas Widyatama Bandung – Jawa Barat, 2008),

hlm.19-20.

Corporate Social Responsibility, Pekerja dan Pengusaha. http://indosdm.com/.

(Diakses pada tanggal 3 Oktober 2011, 15.30).

Dameria, Eny. Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Perempuan di

Indonesia Ditinjau dari Konvensi ILO Nomor 111 dan Implementasinya

di Indonesia (Studi Penelitian di PT. Telkom Divisi Regional I Sumatera

Utara). (Sekolah Pasca Sarjana FH-Universitas Sumatera Utara, 2008).

Daulay, Harmona. Buruh Perempuan di Industri Manufaktur Suatu Kajian dan

Analisis Gender.Jurnal Wawasan. Edisi Februari 2006/Volume 11, Nomor

3.

Dessler, Gary. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia (Jilid 1) edisi

kesepuluh. Jakarta: PT Indeks

Dewi, Imma Indra. Konsep Keadilan dalam Pengupahan pada Perusahaan

Percetakan di Kabupaten Sleman. Justitia Et Pax, Vol. 26 No. 1, Juni 2006,

hlm 73-86.

Page 100: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

100

Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: Rajawali

Pers.

Fakih, Mansour. 1996. Gender sebagai Alat Analisis Sosial. Jurnal Analisis

Sosial. Edisi 4/November. hlm. 7-20.

_____________. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:

InsistPress.

_____________. 2009. Runtuhnya Teori Pembanguna dan Globalisasi.

Yogyakarta: InsistPress.

Fokus Media. 2011. Undang-Undang Ketenagakerjaan Edisi 2011. Bandung:

Penerbit Fokusmedia.

Gomes, Faustino Cardoso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta: Penerbit Andi.

Hak-hak Buruh (Pekerja) Perempuan, http://jurnalperempuan.com/, (Diakses

pada tanggal 16 September 2011, pukul 13.20).

Hasil Sensus Penduduk 2010, http://www.bps.go.id/ (Diakses pada tanggal 20

September 2011, pukul 10.15)

http://www.ilo.org/ilolex/english/index.htm/. (Diakses pada tanggal 12 September

2011, pukul 12.34)

Hubeis, Aida Vitayala S. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa.

Bogor: IPB Press.

Jadi Perempuan Cantik Tidak Selalu Menguntungkan,

http://www.antaranews.com/berita/1281488710/jadi-perempuan-cantik-

Page 101: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

101

tidak-selalu-menguntungkan. (Diakses pada tanggal 20 September 2011,

pukul 14.10)

Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan, www.pusatbahasa.diknas.go.id/,

(Diakses pada tanggal 20 September 2011, pukul 14.03)

Kantor Perburuhan Internasional-ILO. 2006. Konvensi-Konvensi ILO tentang

Kesetaraan Gender di Dunia Kerja. Jakarta.

Khotimah, Erna. Analisis Kritis Teori Pembangunan dan Kedudukan

Perempuan dalam Perspektif Ekofeminisme.

Memperbaiki Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia.

http://lcdc.law.ugm.ac.id/detail/berita/15/memperbaiki-kondisi-

ketenagakerjaan-di-indonesia/diakses. (Diakses pada 31 januari 2012, pukul

10.47)

Mosse, Julia Cleves. 1996. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Muhaimin Minta Tak Ada Diskriminasi terhadap Pekerja Perempuan.

http://www.suarapembaruan.com/home/muhaimin-minta-tak-ada-

diskriminasi-terhadap-pekerja-perempuan/15226. (Diakses pada 6 Februari

2012, pukul 09.40).

Pentingnya Posisi Karyawan, http://suar.okezone.com/ (Diakses pada tanggal 3

Oktober 2011, pukul 19.36).

Pemerintah Terus Benahi UU dan Kebijakan Ketenagakerjaan

http://madina.co.id/index.php/kesejahteraan-rakyat/8840-pemerintah-terus-

Page 102: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

102

benahi-uu-dan-kebijakan-ketenagakerjaan.html/. (Diakses pada 1 Januari

2012, pukul 12.17).

Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan.

http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/. (Diakses pada 25 Februari

2012, pukul 13.05).

Putnam Tong, Rosemarie. 2010. Feminisme Thought – Pengantar Paling

Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta:

Jalasutra.

Rr. Nurasih, Agustini Dyah Respati. Identifikasi Faktor-Faktor Diskriminasi

Gender yang Mempengaruhi Karir Karyawan Wanita di Kota Yogyakarta.

Universita Siagian, Faizal. 1993. Marginalisasi dalam Industri Bercorak

Kapitalis. Analisis CSIS. November-Desember, No. 6. Tahun XXII.

Rueda, Marisa. dan Marta Rodriguez, Susan Alice Watkins. Feminisme Untuk

Pemula. Yogyakarta: 2007.

Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada.

Tujuan dan fungsi negara. http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/09/tujuan-dan-

fungsi-negara/. (Diakses 8 oktober 2011, pukul 01.05).

Uli, Sinta. 2005. Pekerja Wanita dan Perusahaan dalam Perspektif Hukum dan

Jender. Jurnal Equality, Volume 10, No. 2 Agustus (hal 96-106).

UPT MKU Universitas Hasanuddin. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan.

Makassar.

Page 103: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

103

Usman, Husaini, dan Purnomo Setiady Akbar. 2009. Metodologi Penelitian

Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Wirartha, I Made. 2000. Ketidakadilan Jender yang Dialami Pekerja Perempuan

di Daerah Pariwisata. Bali.

Page 104: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

104

Page 105: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

105

DAFTAR PERTANYAAN

1. Bagaimana kondisi kerja di Kota Makassar?

2. Bagaimana kondisi pekerja perempuan di Kota Makassar?

3. Di sektor mana saja yang didominasi oleh pekerja perempuan di Kota

Makassar?

4. Masih adakah tindakan diskriminasi yang didapatkan perempuan di tempat

kerja?

5. Diskriminasi dalam bentuk apa sajakah itu?

6. Di sektor mana saja yang rentan bagi pekerja perempuan untuk mendapatkan

tindakan diskriminasi?

7. Bagaimana akses pelatihan dan pengembangan serta penentuan penempatan

kerja untuk pekerja perempuan di kota Makassar?

8. Bagaimana bentuk jaminan keamanan masa kerja untuk pekerja perempuan di

kota Makassar?

9. Bagaimana bentuk pemberian upah untuk pekerja perempuan di kota

Makassar?

10. Bagaimana kondisi kerja (jam kerja, waktu istirahat, tindakan 3K, fasilitas

kerja dan tunjangan lainnya) untuk pekerja perempuan di kota Makassar?

11. Bagaimana hubungan pekerja dan pihak manajemen di Kota Makassar?

12. Bagaimana hubungan pekerja dan serikat pekerja di Kota Makassar?

13. Bagaimana hubungan pihak manajemen dan serikat pekerja serta pemerintah

dalam menyelesaikan permasalahan diskriminasi terhadap pekerja perempuan

di Kota Makassar?

Page 106: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

106

DAFTAR PERTANYAAN

Nama :

Usia :

1. Dimana anda bekerja?

2. Bagaimana kondisi kerja di tempat anda bekerja?

3. Bagaimana kondisi pekerja perempuan di tempat anda bekerja?

4. Apakah ada tindakan diskriminasi pekerjaan dan jabatan terhadap perempuan

di tempat kerja?

Akses Pelatihan dan Pengembangan

5. Bagaimana akses pelatihan dan pengembangan di tempat kerja anda?

6. Adakah perbedaan akses pelatihan dan penempatan kerja yang didapatkan

antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan di tempat kerja anda? Seperti

apa?

Akses Penempatan Kerja dan Jenjang Karir

7. Bagaimana akses penempatan kerja di tempat kerja anda?

8. Bagaimana jenjang karir anda selama bekerja di tempat kerja tersebut?

9. Adakah perbedaan akses penempatan kerja dan jenjang karir yang didapatkan

antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan di tempat kerja anda? Seperti

apa?

Keamanan Masa Kerja

10. Bagaimana bentuk jaminan keamanan masa kerja di tempat anda?

11. Adakah perbedaan keamanan masa kerja yang didapatkan antara pekerja laki-

laki dan pekerja perempuan di tempat kerja anda? Seperti apa?

Pemberian Upah

12. Bagaimana bentuk pemberian upah di tempat kerja anda?

13. Apa yang menjadi dasar perbedaan upah antara pekerja di tempat kerja anda?

Page 107: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1523/skripsi%20lengkap.pdf · yang mengatur aspek-aspek administrasi ... dikelompokkan dalam

107

14. Ada tidak perbedaan upah antara pekerja laki-laki dan perempuan di tempat

kerja anda? Seperti apa?

Kondisi Kerja (Jam Kerja, Waktu Istirahat, Tindakan 3K, Fasilitas Kerja

dan Tunjangan Lainnya)

15. Berapa lama jam kerja dan waktu istirahat anda (pekerja perempuan) sehari di

tempat kerja anda?

16. Bagaimana tanggung jawab tempat kerja anda dalam menjamin kesehataan

dan keselamatan kerja anda (pekerja perempuan)?

17. Bagaimana fasilitas kerja yang diberikan tempat kerja anda kepada seluruh

pekerja perempuannya?

18. Adakah perbedaan tunjangan yang diberikan antara pekerja laki-laki dan

pekerja perempuan di tempat kerja anda?

Hubungan Pekerja dan Pihak Manajemen

19. Bagaimana hubungan pekerja dan pihak manajemen di tempat anda bekerja?