bab i pendahuluan 1.1 latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/s1... · 2...

26
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Iklim merupakan keadaan rata-rata cuaca di satu daerah yang cukup luas dan dalam kurun waktu yang cukup lama, minimal 30 tahun, yang sifatnya tetap (Tjasyono, 2004). Namun akibat adanya aktivitas manusia seperti urbanisasi, deforestasi, serta industrialisasi, mempercepat adanya perubahan iklim dalam kurun waktu yang relatif cepat, sedangkan perubahan iklim tersebut berdampak dalam berbagai sektor kehidupan, salah satunya pertanian. Kondisi tersebut yang kemudian menjadikan klasifikasi iklim sebagai dasar dalam melakukan mitigasi terhadap adanya dampak negatif dari perubahan iklim. Menurut Thorntwaite (1933) dalam Tjasyono (2004), menyatakan bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan pemerian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif, terutama air dan panas. Menurut Tjasyono (2004), pemahaman lebih baru tentang klasifikasi iklim adalah dengan melihat hubungan sistematik antara unsur iklim tersebut terhadap pola tanaman. Telah banyak ditemukan korelasi antara tanaman dan unsur panas atau air. Pemakaian batas sederhana curah hujan dan suhu akan menunjukkan hubungan antara unsur panas dan air itu sendiri. Misalnya tanaman tertentu seperti jati dalam kondisi suhu yang tinggi tanaman memerlukan banyak air untuk memenuhi keperluan evapotranspirasi. Pada dasarnya terdapat berbagai macam metode untuk melakukan klasifikasi iklim. Misalnya seperti klasifikasi iklim menurut Koppen yang dapat diterapkan di Indonesia (Tjasyono, 2004). Namun, mengingat bahwa variasi curah hujan untuk stasiun-stasiun di wilayah tersebut cukup besar maka hasil dari klasifikasi iklim menurut Koppen kurang memberikan gambaran yang cocok untuk pertanian. Maka dari itu, untuk mengetahui kondisi iklim guna kepentingan pertanian, lebih baik menggunakan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman, dimana metode tersebut menggunakan unsur iklim berupa curah hujan.

Upload: hadieu

Post on 09-Jun-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Iklim merupakan keadaan rata-rata cuaca di satu daerah yang cukup luas

dan dalam kurun waktu yang cukup lama, minimal 30 tahun, yang sifatnya tetap

(Tjasyono, 2004). Namun akibat adanya aktivitas manusia seperti urbanisasi,

deforestasi, serta industrialisasi, mempercepat adanya perubahan iklim dalam

kurun waktu yang relatif cepat, sedangkan perubahan iklim tersebut berdampak

dalam berbagai sektor kehidupan, salah satunya pertanian. Kondisi tersebut yang

kemudian menjadikan klasifikasi iklim sebagai dasar dalam melakukan mitigasi

terhadap adanya dampak negatif dari perubahan iklim.

Menurut Thorntwaite (1933) dalam Tjasyono (2004), menyatakan bahwa

tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan pemerian ringkas jenis iklim ditinjau

dari segi unsur yang benar-benar aktif, terutama air dan panas. Menurut Tjasyono

(2004), pemahaman lebih baru tentang klasifikasi iklim adalah dengan melihat

hubungan sistematik antara unsur iklim tersebut terhadap pola tanaman. Telah

banyak ditemukan korelasi antara tanaman dan unsur panas atau air. Pemakaian

batas sederhana curah hujan dan suhu akan menunjukkan hubungan antara unsur

panas dan air itu sendiri. Misalnya tanaman tertentu seperti jati dalam kondisi

suhu yang tinggi tanaman memerlukan banyak air untuk memenuhi keperluan

evapotranspirasi.

Pada dasarnya terdapat berbagai macam metode untuk melakukan

klasifikasi iklim. Misalnya seperti klasifikasi iklim menurut Koppen yang dapat

diterapkan di Indonesia (Tjasyono, 2004). Namun, mengingat bahwa variasi curah

hujan untuk stasiun-stasiun di wilayah tersebut cukup besar maka hasil dari

klasifikasi iklim menurut Koppen kurang memberikan gambaran yang cocok

untuk pertanian. Maka dari itu, untuk mengetahui kondisi iklim guna kepentingan

pertanian, lebih baik menggunakan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman,

dimana metode tersebut menggunakan unsur iklim berupa curah hujan.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

2

Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat

terlihat apakah terjadi perubahan iklim mikro di suatu wilayah berdasarkan dua

periode waktu tertentu. Hal tersebut yang kemudian digunakan sebagai salah satu

acuan untuk memaksimalkan potensi pertanian tanaman pangan seperti padi dan

palawija.

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kondisi iklim yang bervariasi dari

periode waktu tertentu ke periode waktu setelahnya. Hal tersebut disebabkan

kondisi iklim di Daerah Istimewa Yogyakarta dipengaruhi oleh berbagai macam

aktivitas alam maupun manusia. Kondisi lingkungan yang berubah akan

menyumbang adanya perubahan iklim secara tak langsung, seperti perubahan

penggunaan lahan tertutup vegetasi menjadi penggunaan lahan terbuka dan lahan

terbangun, yang dapat menyebabkan kenaikan suhu permukaan. Wilayah utara

Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat gunungapi yang aktif yang menghasilkan

material vulkanik yang kemudian mengalami pelapukan, mengendap dan

membentuk tanah vulkanik dalam kurun waktu yang panjang disebut tanah

Andosol yang merupakan tanah yang subur. Tanah yang subur tersebut kemudian

dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Namun, dengan adanya aktivitas

gunungapi tersebut juga mampu mengubah kondisi iklim yang ada di sekitarnya.

Adanya perubahan iklim akan mempengaruhi produksi tanaman pangan

akibat terjadinya perubahan pola curah hujan. Curah hujan merupakan salah satu

unsur iklim yang sangat mempengaruhi kondisi iklim di suatu wilayah. Kajian

mengenai unsur iklim tersebut dapat digunakan untuk melakukan mitigasi

terhadap pertanian tanaman pangan seperti padi dan palawija.

Berdasarkan latar belakang tersebutlah penulis melakukan penelitian

mengenai perubahan iklim dengan judul ”ANALISIS PERUBAHAN ZONA-

AGROKLIMAT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DITINJAU

DARI KLASIFIKASI IKLIM MENURUT OLDEMAN”

1.2 Perumusan Masalah

Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Unsur iklim yang mudah

dikaji perubahannya yaitu curah hujan. Hujan atau presipitasi merupakan salah

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

3

satu unsur iklim yang berperan dalam bidang pertanian. Curah hujan berperan

khususnya dalam pertumbuhan tanaman. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki

variasi curah hujan yang besar secara spasial. Hal tersebut disebabkan oleh adanya

kondisi topografi yang berbeda dimana mempengaruhi kondisi atmosfernya.

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu Provinsi di Indonesia

yang potensi dalam bidang pertaniannya tinggi, khususnya tanaman pangan. Hal

tersebut terlihat dari kesuburan tanahnya yang berasal dari material piroklastik

hasil erupsi Gunungapi Merapi. Pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta

mempunyai peranan yang sangat penting dimana hasilnya mampu menyumbang

sekitar 15,35% untuk Produk Regional Domestik Bruto (BPS, 2009). Potensi

pertanian tersebut yang apabila dimaksimalkan kedepannya maka akan

memberikan dampak positif untuk masyarakatnya seperti kenaikan PDRB untuk

pertanian tanaman pangan.

Salah satu kajian yang sederhana untuk memaksimalkan potensi pertanian

yaitu dengan mengetahui pola zona agro-klimatnya secara spasial. Zona agro-

klimat merupakan zona yang menunjukkan kondisi iklim berdasarkan banyaknya

bulan basah berurutan dan bulan kering berurutan. Klasifikasi agroklimat dengan

metode Oldeman menjelaskan kondisi lingkungan dalam kaitannya dengan

kebutuhan tanaman untuk mampu tumbuh dengan mengandalkan curah hujan

sebagai faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan latar belakang tersebut dapat

dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana hasil reklasifikasi zona agro-klimat menurut Oldeman tahun

1978-2009 di Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. Bagaimana perbandingan perubahan hasil reklasifikasi zona agro-klimat

menurut Oldeman tahun 1978-2009 dengan persebaran zona agro-klimat

menurut Oldeman tahun 1975 di Daerah Istimewa Yogyakarta?

3. Apakah ada hubungannya antara besarnya curah hujan dengan

produktivitas padi gogo di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1978-

2009?

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Mengkaji hasil reklasifikasi zona agro-klimat menurut Oldeman

tahun 1978-2009 di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Menganalisis perubahan hasil reklasifikasi zona agro-klimat

menurut Oldeman tahun 1978-2009 dengan persebaran zona agro-

klimat menurut Oldeman tahun 1975 di Daerah Istimewa

Yogyakarta.

3. Mengetahui hubungan pola curah hujan dengan produktivitas padi

gogo di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1978-2009.

1.3.2 Manfaat Peneltian

Kegunaan dari penelitian ini, yaitu:

1. Penelitan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang

kondisi iklim yang mungkin telah berubah di Daerah Istimewa

Yogyakarta secara spasial, ditinjau dari hasil analisis iklim

menurut Oldeman (1975) dengan klasifikasi iklim menurut

Oldeman menggunakan tahun-tahun terbaru (1978 - 2009).

2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk upaya mitigasi

kedepannya terhadap kondisi pertanian di Daerah Istimewa

Yogyakarta untuk memaksimalkan produksi pertanian tanaman

pangan seperti padi dan palawija yang ada, dengan mengetahui

kondisi iklim berdasarkan zona agroklimatnya.

1.4 Tinjauan Pustaka

1.4.1 Pengertian Iklim dan Cuaca

Cuaca dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama tetapi berbeda

pengertian khususnya terhadap kurun waktu. Cuaca merupakan bentuk awal yang

dihubungkan dengan penafsiran dan pengertian akan kondisi fisik udara sesaat

pada suatu lokasi dan suatu waktu, sedangkan iklim merupakan kondisi lanjutan

dan merupakan kumpulan dari kondisi cuaca yang kemudian disusun dan dihitung

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

5

dalam bentuk rata-rata kondisi cuaca dalam kurun waktu tertentu (Winarso, 2003).

Menurut Rafi’I (1995) Ilmu cuaca atau meteorology adalah ilmu pengetahuan

yang mengkaji peristiwa-peristiwa cuaca dalam jangka waktu dan ruang terbatas,

sedangkan ilmu iklim atau klimatologi adalah ilmu pengetahuan yang juga

mengkaji tentang gejala-gejala cuaca tetapi sifat-sifat dan gejala-gejala tersebut

mempunyai sifat umum dalam jangka waktu dan daerah yang luas di atmosfer

permukaan bumi.

Trewartha and Horn (1995) mengatakan bahwa iklim merupakan suatu

konsep yang abstrak, dimana iklim merupakan komposit dari keadaan cuaca hari

ke hari dan elemen-elemen atmosfer di dalam suatu kawasan tertentu dalam

jangka waktu yang panjang. Iklim bukan hanya sekedar cuaca rata-rata, karena

tidak ada konsep iklim yang cukup musiman serta suksesi episode cuaca yang

ditimbulkan oleh gangguan atmosfer yang bersifat selalu berubah, meski dalam

studi tentang iklim penekanan diberikan pada nilai rata-rata, namun

penyimpangan, variasi dan kedaan atau nilai-nilai yang ekstrim juga mempunyai

arti penting.

Proses terjadinya cuaca dan iklim merupakan kombinasi dari variable-

variabel atmosfer yang sama yang disebut unsure-unsur iklim. Unsur-unsur iklim

ini terdiri dari radiasi surya, suhu udara, kelembaban udara, awan, presipitasi,

evaporasi, tekanan udara dan angin. Pengendali iklim atau faktor yang dominan

menentukan perbedaan iklim antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain

menurut Lakitan (2002) adalah (1) posisis relatif terhadap garis edar matahari

(posisi lintang), (2) keberadaan lautan atau permukaa airnya, (3) pola arah angin,

(4) topografi (rupa permukaan daratan bumi), dan (5) kerapatan dan jenis

vegetasi.

1.4.2 Hujan atau Presipitasi

Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

keragamannya sangat tinggi baik secara spasial maupun temporal, sehingga kajian

tentang iklim lebih banyak menggunakan hujam sebagai parameternya. Menurut

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

6

Lakitan (2002), presipitasi adalah proses jatuhnya butiran air atau kristal es ke

permukaan bumi.

1.4.3 Distribusi Hujan

Distibusi curah hujan dapat dibagi menjadi dua, yaitu distribusi geografis

(keruangan) dan distribusi menurut waktu (Subarkah, 1980). Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi distribusi keruangan adalah latitude, posisi dan luas daerah,

jarak dari sumber air, efek geografis, dan ketinggian (altitude). Sementara itu,

distribusi menurut waktu akan terjadi menurut pola dan suatu siklus tertentu.

1.4.3.1 Faktor Topografi

Topografi dapat bersifat mendukung terjadinya hujan ataupun

menghambat terjadinya hujan. Topografi akan mendukung terjadinya hujan

apabila kenaikan massa udara melalui rintangan orografis yang menyebabkan

penurunan suhu masa udara. Akibatnya pada elevasi yang lebih tinggi akan terjadi

hujan yang lebih besar jika dibandingkan dengan elevasi yang lebih rendah, pada

lereng yang membelakangi angin. Sebaliknya topografi dikatakan menghambat

terjadinya hujan apabila angin tidak langsung turun seteleh melewati ritangan

orografis. Tetapi langsung naik tinggi pada jarak setelah angin melewati rintangan

tersebut. (Subarkah, 1980).

1.4.3.2 Faktor Arah Hadap lereng

Faktor lereng yang berpengaruh adalah yang menghadap arah angin

pembawa uap air. Lereng yang menghadap arah datangnya angin pembawa hujan

akan memperoleh hujan lebih banyak daripada lereng yang menghadap ke arah

berlawanan (Sandy, 1987).

1.4.3.3 Faktor Suhu

Suhu berpengaruh terhadap penguapan yang akan mempengaruhi

kelembaban dan menyebabkan perbedaan tekanan udara. Perbedaan tekanan udara

ini akan mengakibatkan uap air bergerak dari daerah dengan tekanan udara tinggi

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

7

ke daerah bertekanan udara rendah dengan bantuan angin yang bertiup. Akibatnya

terjadi peningkatan kelembapan. Kelembapan udara yang tinggi disertai dengan

perndinginan sampai titik embun menyebabkan timbulnya int kondensasi yang

berkembang menjadi tetes air (Linsley, 1975).

1.4.3.4 Faktor Angin

Angin dapat menghambat atau mendukung terjadinya angin pada suatu

daera\h. Angin dapat menghambat terjadinya hujan apabila awan yang telah

terbentuk mendapat dorongan dari angin dan berpindah ke daerah lain. Sehingga

di daerah awal tidak terjadi hujan, sementara itu kemungkinan terjadi hujan di

tempat lain (Sandy, 1987).

1.4.4 Teori Perubahan Iklim

Selama 20 tahun terakhir, pemerintah-pemerintah dari seluruh dunia telah

meminta serangkaian penilaian otoritatif pengetahuan ilmiah tentang perubahan

iklim, dampaknya, dan pendekatan yang mungkin untuk menangani perubahan

iklim. Penilaian ini dilakukan oleh organisasi yaitu Intergovernmental Panel on

Climate Change (IPCC). Setiap 5-7 tahun, IPCC mengumpulkan komunitas

ilmiah dan pemerintah-pemerintah di dunia untuk laporan akhir melalui beberapa

ulasan dan sintesis ilmu pengetahuan tentang perubahan iklim.

Pada tahun 2007 IPCC melaporkan bahwa suhu rata-rata bumi yang tegas

pemanasan (IPCC, 2007b). Beberapa bukti ilmiah menunjukkan bahwa suhu rata-

rata global yang permukaan bumi telah meningkat beberapa 0.75oC (1.3oF) sejak

tahun 1850. Tidak semua bagian dari permukaan planet memanas pada tingkat

yang sama. Beberapa bagian pemanasan lebih cepat, terutama atas tanah, dan

beberapa bagian (di Antartika).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

8

Gambar 1.1 Trend Suhu Global

(Joint Institute for the Study of the Atmosphere and Ocean, University of Washington. Dalam Commitee on Ecological Impacts of Climate Change. National Academies Press.

http://site.ebrary.com/id/10267565?ppg=17)

Gambar 1.1.a. menunjukkan rerata perubahan suhu per 10 tahun dari tahun

1870 sampai 2005. Wilayah yang berwarna oranye mengalami kenaikan

temperatur atau suhu 0,1 hingga 0,2oC per 10 tahun, yang dapat diketahui bahwa

suhunya mengalami kenaikan rerata 1,35 sampai 2,7OC lebih panas pada tahun

2005 dari tahun 1870. Gambar 1.1.b. menunjukkan perubahan rerata suhu per 10

tahun dari tahun 1950 hingga 2005. Wilayah yang bewarna merah gelap

menunjukkan suhu meningkat lebih dari 0,4oC per 10 tahun, yang dapat diketahui

bahwa suhunya mengalami kenaikan rerata 2 oC lebih panas pada tahun 2005 dari

tahun 1950.

Pada saat abad ke-20, lautan mengalami peningkatan suhu permukaan.

Peningkatan suhu permukaan laut tersebut menyebabkan berbagai dampak yaitu

a.

b.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

9

es di laut yang mencair, memicu terjadinya pemutihan karang, banyaknya spesies

berpindah tempat karena terjadi perubahan lingkungan di habitat asli,

mengkontribusi adanya kenaikan permukaan air laut, dan berkurangnya kadar

oksigen dan kabondioksida dalam laut.

Perubahan iklim juga berarti bahwa permukaan laut yang meningkat. Suhu

yang lebih hangat tidak hanya menyebabkan gletser dan es mencair juga

menyebabkan volume air laut meningkat. Rerata permukaan air laut meningkat

secara global sebesar 1,7 mm/ tahun selama abad ke-20 (IPCC 2007a).

Suhu permukaan laut yang meningkat dapat memicu kondisi atmosfer di

udara. Fenomena ENSO (El-Nino Southern Oscillation) salah satunya yang terjadi

di sekitar laut pasifik. El Nino merupakan salah satu bentuk penyimpangan iklim

di Samudera Pasifik yang ditandai dengan kenaikan suhu permukaan laut di

daerah katulistiwa bagian tengah dan timur. Pada saat yang bersamaan terjadi

perubahan pola tekanan udara yang mempunyai dampak sangat luas dengan gejala

yang berbeda-beda, baik bentuk dan intensitasnya. Walaupun El Nino dianggap

sebagai faktor pengganggu dari sirkulasi monsun yang berlangsung di Indonesia

namun pengaruhnya sangat terasa yaitu timbulnya bencana kekeringan yang

meluas, sedangkan La Nina sebaliknya dari El Nino, terjadi saat permukaan laut

di pasifik tengah dan timur suhunya lebih rendah dari biasanya pada waktu-waktu

tertentu. Dan tekanan udara kawasan pasifik barat menurun yang memungkinkan

terbentuknya awan. Sehingga tekanan udara di pasifik tengah dan timur tinggi,

yang menghambat terbentuknya awan. Sedangkan di bagian pasifik barat tekanan

udaranya rendah yaitu di Indonesia yang memudahkan terbentuknya awan

cumulus nimbus, awan ini menimbulkan turun hujan lebat yang juga disertai petir.

Karena sifat dari udara yang bergerak dari tekanan udara tinggi ke tekanan udara

rendah menyebabkan udara dari pasifik tengah dan timur bergerak ke pasifik

barat. Hal ini juga yang menyebabkan awan konvektif di atas pasifik ttengah dan

timur bergeser ke pasifik barat.

Menurut Bayong (2004), perubahan iklim baru dapat diketahui setelah

periode waktu yang panjang, beberapa ahli klimatologi menggunakan istilah

kecenderungan iklim (climatic trend) Tidak terdapat penjelasan tentang perubahan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

10

iklim yang dapat diterima secara lengkap. Ada beberapa teori yang menjelaskan

perubahan iklim, diantaranya yaitu

a) Teori Geologi

1. Teori hanyutan benua (the continental drift theory) mengemukakan

bahwa kerak bumi terdiri atas lempengan yang dapat saling

bergeser. Karena pergeseran ini, bumi menjadi lempengan yang

terpisah. Karena perubahan luas benua dan lautan maka terjadi

perubahan arus laut yang pada gilirannya terjadi perubahan energi

dan kelembapan udara yang mengakibatkan perubahan iklim.

2. Teori gunung api (vulcanism theory) mengemukakan bahwa

letusan gunung api menginjeksikan partikel debu ke dalam lapisan

atmosfer terutama ke lapisan troposfer atas dan stratosfer yang

menghamburkan radiasi matahari yang datang. Di stratosfer

partikel debu yang sangat kecil melayang-layang sehingga

menghambat masuknya radiasi matahari ke permukaan bumi yang

menyebabkan suhu permukaan bumi turun.

b) Teori Astronomi

1. Perubahan orbit bumi mengelilingi matahari dari bentuk lingkaran

ke bentuk elips memerlukan waktu sekitar 105.000 tahun. Pada

waktu orbit bumi berbentuk lingkaran, radiasi matahari 20-30%

lebih besar dibanding dengan yang diterima bumi pada saat

kedudukan bumi terjauh dari orbit elips (uphelion). Semula bumi

mengelilingi matahari dengan sumbu bumi 22,1o terhadap bidang

ekliptika, dan sekarang menjadi 23,5o. Hal ini menyebabkan bumi

yang menghadap ke matahri berubah. Baik perubahan orbit

maupun kedudukan sumbu buni mengakibatan perubahan radiasi

matahari yang diterima permukaan bumi sehingga iklim juga

berubah.

2. Noda matahari (sunspot) merupakan bagian pada matahari yang

gelap dan bersuhu rendah sekitar 4.000 K yang disebabkan oleh

adanya ledakan di permukaan matahari. Banyaknya noda matahari

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

11

berubahan secara periodik, ada yang 11 tahunan, 22 tahunan (daur

Hale), dan 80 tahunan (daur Gleisberg). Perubahan noda matahri

atau perubahan suhu matahari menimbulkan perubahan medan

magnet bumi dan perubahan sistem peredaran atmosfer.

c) Teori Karbondioksida

Beberapa ahli menyelidiki hubungan perubahan iklim dengan

ragam karbondioksida (CO2) di atmosfer. Karbondioksida adalah salah

satu gas rumah kaca. CO2 menyerap radiasi gelombang panjang (radiasi

bumi) pada panjang gelombang 4 sampai 5 mikron dan di atas 14 mikron

terutama pada spektrum yang terletak antara 12 dan 18 mikron. Karena itu

peningkatan konsentrasi karbondioksida akan meningkatkan suhu atmosfer

permukaan bumi dan mengurangi jumlah radiasi bumi yang hilang ke

angkasa. Beberapa ilmuwan memperkirakan bahwa kenaikan CO2 masih

terus berlangsung yang dapat menyebabkan kenaikan suhu bumi dan

pemanasan global.

Karbonmonoksida (CO) adalah bentuk karbon sebagai hasil

pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna, sedangkan

karbondioksida merupakan bentuk akhir karbon sebagai hasil bahan bakar

fosil yang sempurna. Sebenarnya CO2 tidak beracun, tidak berbau, dan

tidak berwarna, tetapi mempunyai waktu tinggal di atmosfer sekitar 4

sampai 6 tahun. Alasan bahwa CO2 sebagai pencemar hanya karena efek

rumah kaca (green house effect). Karena itu karbondioksida merupakan

salah satu faktor yang penting penyebab perubahan iklim bumi. Telah

banyak usaha memperkirakan perubahan iklim bumi yang disebabkan oleh

peningkatan konsentrasi CO2. Akan tetapi karena banyak perubahan yang

harus ditebak, maka tidak ada keseragaman proyeksi yang dapat diterima.

1.4.5 Klasifikasi iklim menurut Oldeman di Indonesia

1.4.5.1 Pendekatan Klasifikasi Iklim

Meskipun semua unsur penting, hubungan yang menyatakan kecukupan

panas dan air banyak mempengaruhi klasifikasi iklim. Tujuan klasifikasi iklim

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

12

adalah menetapkan pemerian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang

benar-benar aktif, terutama air dan panas. Unsur lain seperti angin, sinar matahari,

atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif tujuan khusus.

Pemahaman yang lebih baru tentang klasifikasi iklim adalah dengan melihat

hubungan sistematik antara unsur iklim dan pola tanaman. Telah banyak

ditemukan korelasi antara tanaman dan unsur panas atau air. Dengan demikian

indeks suhu atau air dipakai sebagai kriteria untuk menentukan jenis iklim.

Pemakaian batas sederhana curah hujan atau suhu dalam klasifikasi iklim

menunjukkan hubungan antara unsur panas dan air. Dalam keadaan suhu tinggi

tanaman memerlukan banyak air untuk memerlukan banyak air untuk memenuhi

keperluan evapotranspirasi. Perbandingan endapan penguapan dan konsep

evapotranspirasi potensial perlu ditinjau untuk menetapkan kriteria jenis iklim.

Keragaman dan penyebaran musiman dari endapan dan suhu merupakan faktor

tambahan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan harus diperhitungkan

dalam setiap klasifikasi iklim berdasarkan hubungan iklim dan tanaman.

1.4.5.2 Dasar Klasifikasi Iklim

Unsur-unsur yang menunjukkan pola keragaman yang jelas merupakan

dasar dari klasifikasi iklim yang dilakukan oleh para pakar atau institusi yang

relevan. Unsur iklim yang sering dipakai tersebut adalah suhu dan curah hujan

(presipitasi). Unsur iklim yang lain, seperti cahaya dan angin, sangat jarang

digunakan sebagai dasar klasifikasi iklim. Cahaya tidak digunakan sebagai dasar

klasifikasi iklim walaupun cahaya yang diterima akan berbeda intensitas dan lama

penyinarannya sesuai dengan posisi lintang bumi, karena pembagian zona iklim

berdasarkan cahaya matahari ini akan sama dengan pembagian bumi berdasarkan

garis-garis lintang yang ada. Angin juga tidak digunakan sebagai dasar klasifikasi

iklim, walaupun angin juga beragam baik arah maupun kecepatannya. Pembagian

zona iklim berdasarkan angin agak sulit untuk dilakukan karena tidak

konsistennya tingkah laku angin tersebut.

Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik, yang didasarkan atas tujuan

penggunaannya, misalnya untuk kegunaan di bidang pertanian, penerbangan, atau

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

13

kelautan (pelayaran dan penangkapan ikan). Klasifikasi iklim yang spesifik sesuai

dengan kegunaannya ini tetap mmenggunakan data unsur iklim sebagai

landasannya, tetapi dengan hanya memilih data tentang unsur atau unsur-unsur

iklim yang relevan, yang secara langsung akan mempengaruhi aktivtas atau obyek

dalam bidang-bidang tersebut.

Berdasarkan luas wilayah sasaran, iklim dapat dipilah menjadi iklim

makro, iklim meso, dan iklim mikro. Iklim makro meliputi wilayah yang sangat

luas, meliputi luasan satu zona iklm, kontinen, sampai pada bumi secara

keseluruhan (global). Pokok bahasan difokuskan pada fenomena iklim yang

dipengaruhi oleh unit geografi yang besar, seperti lautan atau benua. Keragaman

ditonjolkan adalah keragaman antarzona iklim. Iklim meso mengkaji tentang

variasi dan dinamika iklim dalam satu satuan zona iklim (intra-zona iklim). Iklim

meso meliputi wilayah sampai beberapa kilometer persegi, misalnya variasi iklim

akibat keberadaan danau tau kumpulan bangunan fisik di pusat perkotaan.

Variasi iklim dalam skala terkecil termasuk dalam cakupan iklim mikro,

misalnya keadaan udara di sekitar atau di bawah kanopi pohon, atau keadaan

udara di dalam rumah kaca. Pengukuran unsur-unsur iklim di bawah kanopi

pohon menunjukkan perbedaan yang cukup kentara dibandingkan dengan kondisi

udara di sekitarnya yang tidak ternaungi oleh kanopi pohon tersebut. Secara

umum, suhu akan lebih di bawah kanopi, intensitas cahaya lebih rendah, daan

kelembaban lebih tinggi.

Demikian pula halnya pengukuran unsur-unsur iklim di dalam rumah kaca

menunjukkan perbedaan dengan kondisi udara di luar rumah kaca. Pada siang

hari, suhu di dalam rumah kaca akan lebih tinggi dibanding dengan suhu udara di

luar rumah kaca. Hal ini disebabkan karena sebagian radiasi gelombang panjang

yang dipancarkan dari berbagai permukaan di dalam rumah kaca tidak dapat

diteruskan ke udara luar, sedangkan radiasi gelombang pendek dari cahaya

matahari dapat masuk ke dalam rumah kaca. Beberapa gas atmosfer juga

mempunyai sifat seperti kaca, sehingga peningkatan konsentrasinya akan

mengakibatkan peningkatan suhu atmosfer (lapisan troposfer), sehingga disebut

sebagai efek rumah kaca.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

14

1.4.5.3 Metode Klasifikasi Iklim

Di Asia Tenggara, pemilihan sistem penanaman ditentukan oleh ada

tidaknya ketersediaan air. Tadah hujan atau irigasi yang tergantung curah hujan,

distribusi curah hujan bulanan merupakan elemen penting dalam perencanaan dan

pemahaman sistem penanaman. Klasifikasi pola curah hujan yang telah dilakukan

dalam berbagai cara. Klasifikasi iklim pertama berdasarkan curah hujan bulanan

di Indonesia diusulkan oleh Mohr (1933). Sistemnya didasarkan pada jumlah

bulan kering dan basah, dihitung dari rata-rata jangka panjang. Ketika curah hujan

bulanan melebihi penguapan bulanan (atau lebih dari 100 mm) bulan disebut

basah. Sebulan kering menerima kurang dari 60 mm. Boerema (1941) mengatur

profil curah hujan dan berakhir dengan 69 jenis untuk Jawa dan Bali saja. Smith

dan Fergusson (1951) memperbaiki sistem Mohr, terutama dengan menghitung

jumlah bulan tahun kering dan basah tahun, dan mengambil hasil nilai rata-rata.

Mereka kemudian memperkenalkan faktor Q, yang merupakan rasio dari rata-rata

jumlah bulan kering dan rata-rata jumlah bulan basah. Dengan cara ini mereka

ditandai delapan zona, menggunakan kenaikan 1,5 bulan kering untuk

menentukan zona. Zona A memiliki 0 – 1,5 bulan kering (Q 0.14), Zona B

memiliki 1,5 sampai 3 bulan kering, Zona C memiliki 3 sampai 4.5 bulan kering,

dan lainnya.

Meskipun klasifikasi yang disebutkan di atas menunjukkan area yang

dapat dianggap kering, lembab atau basah, tidak memberikan informasi yang

cukup tentang potensi pertanian suatu daerah. Definisi dari bulan basah

didasarkan pada penguapan bulanan. Namun di bidang pertanian satu lebih

mengacu pada evapotranspirasi bulanan. Rasio jumlah bulan kering dan basah

tidak menunjukkan panjang periode basah atau kering berturut-turut.

Sebuah klasifikasi agroklimat yang mempertimbangkan kondisi iklim

disiapkan oleh Van de Eelaart (1973) untuk Thailand. Zona yang ditandai dengan

jumlah bulan lembab berturut-turut selama periode yang tanah memiliki

kelembaban yang cukup untuk pertumbuhan tanaman optimal tanpa irigasi atau

sumber air tambahan lainnya. Bulan lembab didefinisikan sebagai bulan yang

ketika curah hujan ditambah kelembaban tanah yang disimpan lebih besar dari

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

15

evapotranspirasi potensial. Kelemahannya adalah bahwa dua dari tiga parameter

ini harus diestimasi (penyimpanan kelembaban tanah dan evapotranspirasi).

Selain itu, hanya dapat digunakan untuk tanaman yang tumbuh di dataran tinggi.

Klasifikasi iklim disajikan di bawah ini didasarkan pada konsep periode

bulan basah dan kering berturut-turut sepanjang tahun. Oleh karena itu, klasifikasi

iklim didasarkan pada tipe monsun. Panjang periode basah didasarkan pada pola

tanam yang potensial. Akhirnya ditetapkan bahwa hal tersebut mampu untuk

menghasilkan padi sawah maupun tanaman dataran tinggi.

Metode klasifikasi iklim menurut Oldeman (1975) juga memakai unsur

iklim curah hujan sebagai dasar klasifikasi iklim di Indonesia. Metode Oldeman

lebih menekankan pada bidang pertanian, karenanya sering disebut klasifikasi

iklim pertanian (agro-climatic classification).

Data curah hujan telah dikumpulkan di Indonesia selama lebih dari seratus

tahun. Publikasi resmi pertama dari data curah hujan dikeluarkan pada tahun

1879. Ringkasan data curah hujan bulanan disusun pada interval tertentu. Data

yang digunakan untuk mempersiapkan agroklimat ini Peta Jawa diambil dari

Berlage (1949) yang diringkas periode 1879-1941 dan dari Sukanto (1969) di

mana berarti data curah hujan untuk periode 1930-1960 lebih dari 3000 titik

pengamatan yang dipublikasikan, kemudian data yang ada diseleksi. Hanya lokasi

yang berada di dalam operasi setidaknya 20 tahun di lebih dari 1.500 titik

pengamatan. Dengan bantuan dari peta topografi (skala 1: 250.000), lokasi yang

tepat ditentukan dan kemudian diproyeksikan pada peta dengan skala 1:

1.000.000. Curah hujan rerata kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kriteria.

Curah hujan diklasifikasikan pada tingkat tertinggi atas dasar jumlah bulan

basah berturut-turut. Bulan basah didefinisikan sebagai bulan dengan curah hujan

yang cukup untuk tumbuh sebuah tanaman padi sawah. Berdasarkan

pertimbangan diuraikan sebelumnya bulan basah harus memiliki setidaknya 200

mm curah hujan. Meskipun panjang periode tumbuh padi terutama ditentukan

oleh varietas yang digunakan, jangka waktu lima bulan berturut-turut basah

dianggap optimal untuk satu tanaman. Jika ada lebih dari 9 bulan basah petani

dapat tumbuh dua tanaman padi. Jika ada kurang dari 3 bulan berturut-turut tidak

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

16

ada beras basah dapat dibudidayakan tanpa irigasi tambahan. Pertimbangan ini

kemudian menghasilkan lima zona utama:

A : lebih dari 9 bulan basah berturut-turut

B : 7 – 9 bulan basah berturut-turut

C : 5 – 6 bulan basah berturut-turut

D : 3 – 4 bulan basah berturut-turut

E : kurang dari 3 bulan basah berturut-turut

Stratifikasi kedua adalah jumlah bulan kering berturut-turut. Berdasarkan

pertimbangan kondisi lingkungan tanaman untuk tumbuh, setidaknya 100 mm

curah hujan per bulan diperlukan untuk tumbuh sebagian besar tanaman dataran

tinggi. Oleh karena itu bulan kering dianggap memiliki kurang dari 100 mm curah

hujan. Jika ada kurang dari 2 bulan kering, para petani dapat dengan mudah

mengatasi periode seperti itu, karena umumnya akan ada cukup kelembaban

tersedia dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Jika periode bulan

kering adalah antara 2 dan 4, perencanaan yang matang akan diperlukan jika

petani mencoba budidaya sepanjang tahun. Periode 5 sampai 6 bulan kering

berturut-turut dianggap terlalu panjang jika irigasi tambahan tidak tersedia.

Sepanjang tahun budidaya memiliki banyak bahaya. Hal ini bahkan lebih jadi jika

periode kering melebihi enam bulan.

Klasifikasi agroklimat menjelaskan kondisi lingkungan dalam kaitannya

dengan kebutuhan tanaman. Kendala utama dalam pertanian tradisional di daerah

tropis adalah jumlah air yang tersedia untuk evapotranspirasi oleh kanopi

tanaman. Pola tanam sebagian besar diatur oleh distribusi curah hujan musiman,

kecuali untuk lahan sawah yang diirigasi. Keterbatasan data faktor iklim selain

data curah hujan, dan variabilitas lokal dan musiman yang besar curah hujan

dibandingkan dengan data iklim lainnya menyebabkan klasifikasi yang ditetapkan

menggunakan curah hujan bulanan.

Peta agro-klimat untuk tanam-tanaman pertanian utama yang didasarkan

atas data klimatologi dan hubungannya dengan tanaman adalah sangat diperlukan.

Kebutuhan tanaman akan air sangat merupakan salah satu fakor penting untuk

memungkinkan tanaman itu tumbuh baik dan menghasilkan produk yang

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

17

dikehendaki. Hujan merupakan sumber air utama di daerah-daerah pertanian.

Karena data curah hujan dari banyak lokasi dalam jangka waktu yang lama

tersedia, maka peta agro-klimat dibuat berdasarkan lamanya musim hujan dan

musim kemarau.

Peta agroklimat tidak memberikan informasi mengenai faktor-faktor

lainnya, maka peta ini belum dapat dipakai untuk memberikan rekomendasi untuk

petani. Akan tetapi peta agroklimat sedikitnya memberikan petunjuk mengenai

system pertanian yang sesuai untuk daerah-daerah yang spesifik.

1.5 Penelitian Sebelumnya

Beberapa peneliti yang melakukan penelitian terkait dengan analisis data

curah hujan, dimana dilakukan dengan berbagai metode yang sesuai dengan

tujuan penelitian masing-masing. Penelitian yang memiliki tujuan serupa dengan

penulis yaitu menganalisis bagaimana pola zona agroklimat menurut klasifikasi

iklim Oldeman, pada dasarnya menggunakan metode yang sama dalam

melakukan penelitian. Hanya saja penelitian dilakukan di wilayah kajian yang

berbeda (dapat dilihat pada Tabel 1.1). Penelitian pola spasial – temporal zona

agroklimat menurut Oldeman oleh Daryono (2005) dilakukan di Provinsi

Kalimantan Tengah, As-Syakur (2009) dilakukan di Pulau Lombok, dan Sudrajat

(2009) melakukan penelitian di Sumatera Utara. Ketiga penelitian tersebut lebih

menekankan pada kajian klasifikasi iklim menurut Oldeman kaitannya dengan

penerapan ilmu sistem informasi geografi.

Penelitian-penelitian tersebut dilakukan untuk menghubungkan antara

kondisi iklim yang ada serta potensinya dengan bidang pertanian. Penelitian

mengenai penentuan zona agroklimat menurut klasifikasi Oldeman dilakukan

untuk analisis upaya pemberdayaan tanaman pertanian khususnya tanaman padi

dan palawija kedepannya. Seperti halnya, sistem klasifikasi iklim menurut

Oldeman, terdapat pula penentuan manajemen pertanian menggunakan pola curah

hujan, khusunya untuk arahan pola tanam yang dilakukan oleh Aurora (2009).

Penelitian tersebut lebih ditekankan pada penggunaan metode klasifikasi menurut

Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Bogor (2007) untuk sawah tadah

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

18

hujan. Selain itu, terdapat beberapa penelitian yang juga menganalisis pola tanam

berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman yaitu Yani Sumiana (2012)

melakukan penelitian di Pulau Bali dan Widoretno (2013) di Provinsi Jawa

Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Perbedaan penelitian yang

dilakukan oleh Widoretno (2013) menggunakan cakupan yang lebih luas

dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu khusus untuk

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

19

Tabel 1.1 Daftar Penelitian-Penelitian Sebelumnya

No Tahun Nama Lokasi Metode Penelitian Hasil Penelitian

1 2005 Daryono, Yani Sumiana

Kalimantan Tengah

Metode statistik untuk menghitung rata-rata curah hujan bulanan dan metode klasifikasi iklim menurut kriteria Oldeman (1975)

Persebaran 8 zona agroklimat Oldeman hasill pemutakhiran data hingga tahun 2001, yaitu B1, B2, C1, C2, D2, D3, E1, dan E2

2 2009 Abd. Rahman As-Syakur

Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat

Menganalisis pola keruangan dari zona agroklimat dengan metode interpolasi atau ekstrapolasi menggunakan aplikasi SIG (membandingkan peta iklim Oldeman 1980 dan pembuatan peta iklim menurut Oldeman 1963-2003)

Telah terjadi peningkatan untuk zona-zona dengan tipe C3 sebesar 575.2 % dan tipe E4 sebesar 4.4% sedangkan penurunan luas terjadi pada zona-zona dengan tipe C3 sebesar 59.2% dan tipe D4 sebesar 24.6%. Selain itu, terdapat zona agroklimat baru yaitu B1, B2, dan C2. bertambahnya jumlah pos penakar hujan merupakan faktor utama berubahnya zona-zona iklim klasifikasi Oldeman di Pulau Lombok

3 2009 Ayi Sudrajat Sumatera Utara

Menentukan dan membandingkan iklim di Sumatera Utara menggunakan klasifikasi iklim menurut Oldeman dan Schmidt Fergusson serta penggunaannya dalam bidang kehutanan

Adanya perbedaan yang sangat nyata antara jumlah bulan basah dan bulan kering pada periode 1970-1993 dengan periode 1970-2008. Hasil pengolahan data curah hujan 1970-2008 adalah klasifikasi Oldeman di Sumatera Utara terdapat 8 klasifikasi (A1, B1, C1, D1, D2, E1, E2. dan E3), sedangkan kalsifikasi Schmidt-Fergusson terdapat 5 klasifikasi (A, B, C, D, E)

4 2009 Marisya Aurora Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Melakukan perancangan terhadap pola tanam sawah tadah hujan berdasarkan pola sebaran hujan dengan metode BPPT 2007

Berdasarkan metode BPPT 2007, adapun pola hujannya bervariasi antara II A (memiliki curah hujan 1000-2000 mm/tahun dengan pola tunggal) dan III A (curah hujan 2000-3000 mm/tahun dengan pola tunggal). Pola hujan II A dapat melakukan penanaman Padi Merah bulan Okt-

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

20

Lanjutan Tabel 1.1 Daftar Penelitian-Penelitian Sebelumnya No Tahun Nama Lokasi Metode Penelitian Hasil Penelitian

Des dan dilanjutkan Padi Gogo bulan Jan-Mar atau bulan Okt-Mar menanam Ubi kayu. Pola hujan III A dapat dilakukan yaitu padi sawah bulan Nov-Feb dan dilanjutkan dengan Jagung/ Kacang Kedelai Mar-Apr.

5 2012 Yani Sumiana Pulau Bali

Menganalisis implikasi perubahan spasial dan temporal curah hujan terhadap zona agroklimat Oldeman dengan melakukan Survey, Moving Average, wavelet, Kuantitatif dan kualitatif

1. Pola perubahan curah hujan di Pulau Bali secara spasial dan temporal yang menunjukkan secara spasial curah hujan disebabkan oleh variasi topografi, sedangkan secara temporal persebaran curah hujan disebabkan oleh aktivitas monsoon.

2. Selama periode 1970-2009 telah terjadi perubahan persebaran spasial curah hujan yang berupa peningkatan curah hujan yang terjadi di hampir seluruh Pulau Bali.

3. Selama periode 1970-2009 telah terjadi perubahan temporal curah hujan berupa pergeseran awal musim hujan dan musim kemarau.

4. Beberapa daerah telah mengalami perubahan pola tanam akibat perubahan pola curah hujan.

6 2013 Widoretno Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta

Menganalisis dampak perubahan zona agroklimat terhadap pola tanam di lokasi penelitian dengan melakukan survey, dan menggunakan klasifikasi iklim menurut Oldeman dan pola tanam

1. Berdasarkan hasil pencocokan Peta Agroklimat tahun 1975 yang dibuat oleh Oldeman dengan Peta Agroklimat berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman tahun 2008, daerah yang mengalami perubahan zona agroklimat yaitu zona agroklimat B1 ke B2 tersebar di

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

21

Lanjutan Tabel 1.1 Daftar Penelitian-Penelitian Sebelumnya No Tahun Nama Lokasi Metode Penelitian Hasil Penelitian

Kabupaten Cilacap, zona agroklimat B1 ke C2 tersebar di sebagaian Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Wonosobo, zona agroklimat C2 ke C3 tersebar di Kabupaten Blora, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Purworejo, zona agroklimat C2 ke D3 tersebar di Kabupaten Sleman, Kabupaten Demak, dan sebagian Kabupaten Blora, zona agroklimat C3 ke D2 tersebar di Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Klaten, zona agroklimat D3 ke C3 tersebar di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Tegal, dan zona agroklimat E ke D3 tersebar di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati.

2. Berdasarkan 20 lokasi sampel, 14 lokasi yang berupa sawah irigasi 10 diantaranya mengalami perubahan pola tanam sedangkan untuk sawah tadah hujan dari 6 sampel terdapat 2 yang mengalami perubahan

7 2014 Irwanda Wredaningrum Daerah Istimewa Yogyakarta

Menganalisis perubahan zona agroklimat berdasarkan peta agroklimat Oldeman tahun 1980 dan hasil reklasifikasi iklim menurut Oldeman tahun 1978-2009 dan analisis hubungannya dengan produksi tanaman padi gogo

1. Persebaran zona agroklimat berdasarkan hasil reklasifikasi iklim menurut Oldeman di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1978-2009 menunjukkan bahwa pada Kabupaten Sleman tersebar zona iklim B2, C2, dan C3. Pada Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul tersebar zona iklim C3 dan D3. Pada Kabupaten Kulon Progo tesebar zona iklim C2, C3, dan D3. Pada Kodya Yogyakarta

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

22

Lanjutan Tabel 1.1 Daftar Penelitian-Penelitian Sebelumnya No Tahun Nama Lokasi Metode Penelitian Hasil Penelitian

termasuk zona iklim C2. 2. Perbandingan antara zona agroklimat milik

Oldeman tahun 1980 dan hasil reklasifikasi iklim tahun 2009 menunjukkan bahwa terjadi perubahan zona iklim menjadi lebih kering dibandingkan tahun 1980 yaitu pada Stasiun Adi Sucipto, Kalijoho, Karang Ploso, Terong, Ngawen, Gedangan, Kedung Keris, Panggang, Kemput, Tempel, Kenteng, Nanggulan, Girimulyo, Hargorejo, Kokap, Tambak, dan Gembongan. Sedangkan untuk Stasiun Nyemengan, Dogongan, Pundong, Sapon, Ngipiksari, ledoknongko, Angin-angin, Jetis Medari, Samigaluh, Kalibawang, dan Kokap tidak mengalami perubahan.

3. Hubungan antara besarnya curah hujan dan produktivitas tanaman padi gogo, apabila dapat ditarik kesimpulan maka hubungannya negatif. Hal ini disebabkan curah hujan yang digunakan merupakan curah hujan tahunan sedangkan produksi padi gogo memiliki rentang waktu atau periode tertentu dalam waktu setahun yakni minimal padi gogo ditanam 1 kali masa tanam.

Sumber: Skripsi Geografi, Jurnal Pijar MIPA, Jurnal Meteorologi Geofisika

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

23

1.6 Kerangka Pemikiran

Iklim cenderung berubah oleh ulah dan aktivtas manusia seperti

urbanisasi, deforestasi, industrialisasi, dan oleh aktivitas alam seperti pergeseran

kontinen, letusan gunungapi, perubahan orbit bumi terhadap matahari, noda

matahari, dan peristiwa El-Nino (Tjasyono, 2004). Perubahan iklim merupakan

isu lingkungan yang dapat menimbulkan dampak negatif yang bersifat destruktif

atau dapat menimbulkan bencana. Perubahan iklim tersebut bersifat global, dapat

terjadi secara spasial dimana saja.

Perubahan iklim tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan pola

curah hujan. Pola curah hujan sendiri merupakan fluktuasi curah hujan bulanan

yang membentuk suatu pola distribusi curah hujan pada suatu wilayah. Hujan

dianggap sebagai unsur iklim yang paling dominan keragamannya menurut skala

spasial maupun temporal (Boer, 2003). Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian

iklim berdasarkan parameter hujan tersebut. Unsur iklim yaitu hujan akan

digunakan sebagai variabel dalam melakukan pengklasifikasian iklim.

Pada dasarnya terdapat berbagai macam metode untuk melakukan

klasifikasi iklim. Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk salah satu Provinsi di

Indonesia, dimana cocok untuk menggunakan metode klasifikasi iklim menurur

Koppen. Namun, mengingat bahwa variasi curah hujan untuk stasiun-stasiun di

wilayah tersebut cukup besar maka hasil dari klasifikasi iklim menurut Koppen

kurang memberikan gambaran yang cocok untuk pertanian. Maka dari itu, untuk

mengetahui kondisi iklim guna kepentingan pertanian, lebih baik menggunakan

metode klasifikasi iklim menurut Oldeman, dimana metode tersebut menggunakan

unsur iklim berupa curah hujan.

Perubahan iklim mikro yang mungkin terjadi dapat menyebabkan berbagai

macam bencana, misalnya kekeringan pertanian. Akibat kurangnya intensitas

masukan curah hujan serta adannya kenaikan suhu udara yang mempercepat

proses evaporasi, sehingga air yang ditampung untuk mengaliri sawah tidak

sampa hingga tujuan, dimana sebagian airnya telah terevaporasi terlebih dahulu.

Gagal panen juga kerap terjadi akibat banjir yang merupakan overlandflow dari

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

24

adanya curah hujan yang tinggi. Tanah tidak mampu menampung intensitas curah

hujan tinggi yang turun dengan cepat.

Isu perubahan iklim yang mungkin terjadi, yang dapat menyebabkan

adanya permasalahan pertanian, dapat dimitigasi dengan melakukan penelitian

mengenai seberapa jauh perubahan iklim yang terjadi. Perubahan iklim tersebut

dapat diketahui berdasarkan perubahan unsur iklim dalam jangka waktu tertentu,

umumnya jangka panjang (30 – 100 tahun). Unsur iklim tersebut, salah satunya

yang dapat dikaji, yaitu curah hujan yang merupakan salah satu unsur iklim yang

sangat mempengaruhi kondisi iklim di suatu wilayah. Untuk melakukan mitigasi

terhadap pertanian tanaman pangan seperti padi dan palawija, maka perlu

mengetahui kondisi iklimnya yang mungkin berubah.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

25

Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran

Aktivitas Manusia

Polusi, deforestasi,

desertifikasi

Aktivitas Alam

Pergeseran kontinen, letusan

gunungapi, perubahan orbit bumi

terhadap matahari, noda matahari,

dan peristiwa ENSO

Perubahan pola distribusi

(penyebaran) curah hujan

secara spasial dan temporal

Teori Perubahan Iklim

Dampak perubahan pola zona agroklimat

(bulan basah berurutan dan bulan kering

berurutan) menggunakan Klasifikasi Iklim

menurut Oldeman

Adanya perubahan suhu

permukaan air laut memicu

kondisi atmosfer di laut dan di

darat berubah-ubah

Dampaknya terhadap

poduktivitas pertanian

khususnya padi gogo

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75343/potongan/S1... · 2 Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka dapat terlihat

26

1.7 Batasan Istilah

Analisis ialah penelitian suatu peristiwa atau kejadian (karangan,

perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang

sebenarnya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001)

Curah Hujan ialah ketebalan air hujan yang mencapai tanah atau

permukaan bumi selama selang waktu tertentu (Prawirowardoyo,

1996)

Iklim ialah keadaan rata cuaca di satu daerah yang cukup luas dan dalam

kurun waktu yang cukup lama. (Tjasyono, 2004)

Klasifikasi iklim ialah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau

dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi dan

suhu. Thornthwaite (1933) dalam Tjasyono (2004)

Klasifikasi Iklim menurut Metode Oldeman ialah metode klasifikasi iklim

yang hanya menggunakan unsur curah hujan untuk menentukan

bulan basah dan bulan kering untuk kaitannya dengan pola tanam

pertanian.

Perubahan iklim ialah perbedaan dari nilai rata-rata jangka panjang suatu

parameter iklim, dimana rata-rata tersebut diambil dari suatu

interval waktu tertentu, yang biasanya paling sedikit 30 tahun

(Kirono, 2002).

Pola curah hujan ialah fluktuasi curah hujan bulanan yang membentuk

suatu pola distribusi curah hujan pada suatu wilayah. (BMKG,

2004)

Spasial ialah sesuatu yang brerhubungan dengan ruang atau tempat, dalam

penelitian ini spasial berarti keruangan atau wilayah. (Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1999)

Temporal ialah sesuatu yang berkenaan dengan waktu, dalam penelitian

ini temporal berarti jam, hatian dan satuan waktu lainnya (Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1999)

Zona Agroklimat ialah zona yang menunjukkan kondisi iklim berdasarkan

banyaknya bulan basah berurutan dan bulan kering berurutan.