bab i pato

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar ( milieu exterior ) dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh lainnya. Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk hidup, berkembang dan menjalankan tugasnya. Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan normal disebut homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh mempertahankan keseimbangan antara subtansi-subtansi yang ada di milieu interior . Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.

Upload: indah-mahmud

Post on 27-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

nn

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I pato

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu

exterior) dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan

tubuh lainnya. Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total

berat badan laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion

yang diperlukan oleh sel untuk hidup, berkembang dan menjalankan tugasnya.

Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh

lingkungan di sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan

normal disebut homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh

mempertahankan keseimbangan antara subtansi-subtansi yang ada di milieu interior.

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu:

volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan

ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas

cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan

keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk

mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.

Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan

mengatur keluaran ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain

ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan

mengekskresikan ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimi dalam cairan

tubuh.

Dalam kehidupan sehari – hari, senyawa asam dan basah dapat dengan mudah

dijumpai. Mulai dari makanan, minuman, tubuh manusia, hewan hingga suku cadang

kendaraan bermotor. Minuman ringan mengandung asam karbonat. Lambung manusia

mengandung asam klorida yang berguna untuk membunuh kuman dalam tubuh.

Beberapa produk rumah tangga yang mengandung basa. Contohnya; (1) sabun, (2)

deterjen, dan (3) pembersih peralatan rumah tangga.

Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi

jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa

metabolisme atau suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna. Semua jenis syok dapat

terjadi pada pasien trauma dan yang tersering adalah syok hipovolemik karena

Page 2: BAB I pato

perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang mengalami

trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada sistem

saraf pusat serta medula spinalis.

Syok sulit di definisikan, Hal ini berhubungan dengan sindrom klinik yang di

namis, yang di tandai dengan perubahan sehubungan penurunan sirkulasi volume darah

yang menyebabkan ketidaksadaran jika tidak di tangani dapat menyebabkan kematian.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses perubahan cairan tubuh pada gangguan hipovolemi dan

hipervolemi?

2. Bagaimana proses perubahan elektrolit tubuh pada gangguan senyawa Natrium (Na)

dan Kalium (K)?

3. Bagaimana proses perubahan asam basa tubuh pada gangguan asidosis dan alkolosis?

4. Bagaimana proses terjadinya syok pada gangguan hipovolemi dan kardiogemik?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui proses perubahan cairan tubuh pada gangguan hipovolemi dan

hipervolemi.

2. Mengetahui proses perubahan elektrolit tubuh pada gangguan senyawa Natrium (Na)

dan Kalium (K)

3. Mengetahui proses perubahan asam basa tubuh pada gangguan asidosis dan alkolosis.

4. Mengetahui proses terjadinya syok pada gangguan hipovolemi dan kardiogemik.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Memberi gambaran mengenai proses perubahan cairan, elektrolit dan asam basa pada

tubuh dengan berbagai gangguan.

2. Memberi gambaran mengenai proses terjadinya syok.

3. Memasyarakatkan mengenai berbagai gangguan-gangguan tubuh pada proses

perubahan tubuh.

Page 3: BAB I pato

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gangguan Kebutuhan Cairan

2.1.1 Hipovolemi (kekurangan volume cairan ekstraseluler)

2.1.1.1 Definisi

Kehilangan cairan tubuh isotonik, yang disertai kehilangan natrium

dan air dalam jumlah yang relatif sama. Kekurangan volume isotonik

seringkali disalah artikan sebagai dehidrasi, istilah yang seharusnya hanya

dipakai untuk kehilangan air murni relatif yang mengakibatkan

hipernatremia.

2.1.1.2 Penyebab

2.1.1.2.1 Kehilangan dari luar ginjal

1. Kehilangan melalui saluran cerna

a) Lambung: muntah; penyedotan gastrointestinal

b) Usus halus: diare; ileostomi dan fistula pankreas atau biliar

2. Kehilangan melalui kulit

a) Diaoresis (berkeringat)

b) Luka bakar yang luas (hilang melalui penguapan)

3. Kehilangam melalui ruang ketiga

a) Obstruksi usus

b) Peritonitis

c) Luka bakar yang berat

d) Asites

e) Pankreatitis

f) Eusi pleura

g) Cedera remuk atau raktur paha

h) Hipoalbuminemia

4. Kehilangan melalui ginjal (poliuria)

a) Penyebab instrinsik dari ginjal

Penyakit ginjal

1. Nefritis boros garam

Page 4: BAB I pato

2. Ase diuresis gagal ginjal akut

b) Penyebab dari luar ginjal

2.1.1.2.2 Kelebihan pemakaian diuretik

1. Diuresis osmotik

a) Glikosuria diabetik

b) Hiperalimentasi enteral atau parinteral

c) Pengobatan dengan manitol

2. Kekurangan aldosteron

a) Penyakit addison

b) Hipoaldosteronisme

2.1.1.3 Patogenesis

Kekurangan volume cairan yang umum terjadi pada berbagai keadaan

dalam klinik. Hampir selalu berkaitan dengan kehilangan cairan tubuh

melalui ginjal atau di luar ginjal. Penurunan volume cairan lebih cepat

terjadi jika kehilangan cairan tubuh yang abnormal disertai dengan

penurunan asupan karena alasan apa saja.

Penyebab tersering kekurangan volume cairan isotonik adalah

kehilangan sebagian dari sekresi saluran cerna (total 8 L/hari). Hal ini dapat

terjadi pada muntah yang berkepanjangan, penyedota nasogastrik, diare

berat, istula, atau perdarahan. Kekurangan volume seperti diatas sering

disertai alkalosis dan hipokalemia. Kehilangan sekresi saluran cerna bagian

bawah, yang mengandung banyak bikarbonat selain natium dan kalium,

sering mengakibatkan kekurangan volume cairan yang disertai asidosis

metabolik dan hipokalemia.

Penyebab-penyebab kekurangan volume cairan lain yang juga sering

terjadi adalah tersimpannya cairan pada cedera jaringan lunak, luka bakar

berat, peritonitis atau obstruksi saluran cerna. Yang dimaksud adalah

distribusi cairan yang hilang ke ruang tertentu dimana tidak mudah terjadi

pertukaran dengan ECF. Penumpukan volume cairan yang cepat dan

banyak pada ruang-ruang seperti itu berasal dari volume ECF sehingga

dapat mengurangi volume sirkulasi darah eektif. Contohnya, dalam keadaan

obstruksi usus dapat terjadi penimbunan 5-10 L cairan; pada keadaan

peritonitis akut 4-6 L cairan dapat tertimbun pada rongga peritoneal;

Page 5: BAB I pato

beberapa liter cairan dapat tertimbun pada ruang interstisial selama 48-72

jam pertama setelah terjadi luka bakar yang berat (Rose, 1989).

2.1.1.4 Tanda dan gejala klinis

1. Lesu, lemah, dan lemas (awal)

2. Anoreksia

3. Haus

4. Hipotensi ortostatik

5. Takikardia

6. Pusing, sinkop

7. Tingkat kesadaran yang berubah

8. Penurunan suhu tubuh, kecuali jika ada infeksi

9. Ekstremitas dingin

10. Waktu pengisian vena-vena tangan yang memanjang

11. Vena jugularis mendatar

12. Penurunan tekanan vena sentral

13. Mukosa mulut kering

14. Lidah kering, terbelah-belah (normal, hanya ada 1 alur longitudinal di

garis tengah)

15. Turgor kulit buruk

16. Oliguria

17. Penurunan berat badan yang cepat

2.1.2 Hipervolemi (kelebihan volume cairan ekstraseluler)

2.1.2.1 Definisi

Dapat terjadi jika natrium dan air kedua-duanya tertahan dengan

proporsi cairan yang kira-kira sama. Dengan terkumpulnya cairan isotonik

yang berlebihan pada ECF (hipervolemia), maka cairan akan berpindah ke

kompartemen cairan interstisial sehingga menyebabkan edema. Kelebihan

volume cairan selalu terjadi sekunder dari peningkatan kadar natrium tubuh

total yang akan mengakibatkan retensi air.

2.1.2.2 Penyebab

2.1.2.2.1 Mekanisme pengaturan yang berbeda

1. Gagal jantung kongestif

Page 6: BAB I pato

2. Sirosis hati

3. Sindrom nefrotik

4. Gagal ginjal

5. Sindrom Cushing; terapi kortikosteroid

6. Kelaparan (hipoalbumenia)

7. Infus larutan garam intravena secara cepat

2.1.2.3 Patogenesis

Edema adalah penumpukan cairan interstisial yang berlebihan. Edema

dapat terlokalisir (seperti pada inflamasi setempat dan obstruksi) atau

generalisata (seluruh tubuh), sehingga cairan interstisial tertimbun pada

hampir semua jaringan tubuh. Penyebab edema selalu berkaitan dnegan

perubahan kekuatan pada hukum Starling yang mengatur distribusi cairan

antara kapiler dan ruangan interstisial. Dengan demikian, edema dapat

timbul karena tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat, tekanan osmotik

koloid yang menirmbun, permeabilitas kapiler yang meningkat, atau

obstruksi aliran limatik.

Timbulnya edema generalisata menunjukkan adanya gangguan pada

pengaturan normal dari ECF. Tiga keadaan yang paling sering

mengakibatkan edema generalisata adalah: gagal jantung kongestif, sirosis

hati, dan sindrom nefrotik. Retensi natrium oleh ginjal yang menyebabkan

edema terjadi melalui satu atau dua mekanisme utama: respon terhadap

berkurangnya volume sirkulasi efektif atau disfungsi ginjal primer.

Berbeda dengan mekanisme-mekanisme edema diatas, edema yang

terjadi pada gagal ginjal lanjut merupakan akibat kerusakan intrinsik dan

fungsi ekskresi ginjal. Keadaan lain yang disertai kelebihan ECF adalah

sindrom Cushing atau terapi kortikosteroid di mana terjadi peningkatan

aktivitas aldosteron. Kelaparan yang mengakibatkan hipoproteinemia dapat

juga menyebabkan edema. Akhirnya, pemberian larutan garam intravena

secara cepat juga dapat mengakibatkan hipervolemia.

2.1.2.4 Tanda dan gejala klinis

1. Distensi vena jugularis

2. Peningkatan CVP

3. Peningkatan tekanan darah

Page 7: BAB I pato

4. Denyut nadi penuh, kuat

5. Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan

6. Edema perifer dan periorbita

7. Asites

8. Efusi pleura

9. Edema paru akut

10. Penambahan berat badan secara cepat

2.2 Gangguan Kebutuhan Elektrolit

2.2.1 Hiponatremia

2.2.1.1 Definisi

Keadaan dimana kadar natrium serum kurang dari 135 mEq/L

(kadar natrium serum normal, 140 ± 5 mEq/L), yang dapat disebabkan

oleh dua mekanisme primer: retensi air atau kehilangan natrium.

Hiponatremia menunjukkan bahwa cairan tubuh di encerkan dengan

kelebihan air yang relative terhadap zat terlarut total.

2.2.1.2 Penyebab

1. Pengobatan diuretic dengan diet rendah garam yang berkepanjangan

2. Kehilangan melalui saluran cerna yang belebihan (muntah, diare,

penyedotan nasogastrik, pemberian es berlebihan pada pasien dengan

penyedotan nasogastrik)

3. Penggantian cairan tubuh yang hilang hanya dengan air atau cairan

bebas natrium lainnya (seperti pada diaphoresis, perdarahan, atau

transudasi ruang ke-tiga)

4. Gagal ginjal dengan gangguan kemampuan untuk menyimpan

natrium jika diperlukan

5. Defisiensi adrenal (penyakit Addison)

2.2.1.3 Patogenesis

Hiponatremia yang disertai kehilangan natrium disebut depletional

hyponatremia (hiponatremia kekurangan) dan ditandai dengan

berkurangnya volume ECF. Hiponatremia yang disebabkan oleh

kelebihan air disebut dilutonial hyponatremia (hiponatremia

Page 8: BAB I pato

pengenceran) atau keracunan air dan ditandai dengan bertambahnya

volume ECF.

Kehilangan natrium yang mengakibatkan depletional hyponatremia

dapat disebabkan oleh mekanisme ginjal dan non ginjal. Mekanisme

hiponatremia tipe kehilangan natrium (sodium loss) berlangsung dalam

dua tahap. Pertama, kehilangan natrium menurunkan rasio Na:H2O.

Kedua, dan yang terjadi tidak langsung, kehilangan natrium

mengakibatkan berkurangnya volume ECF dengan akibat pelepasan

hormone antidiuretik (ADH) dari hipofisis posterior. ADH juga

merangsang perasaan haus (harus ada pemasukan air untuk terjadinya

hipoosmolalitas).

Dilutional hyponatremia (kelebihan air) sering terjadi pada pasien

dengan kelainan ekskresi air bebas sementara asupan berjalan terus,

khususnya cairan hipotonik. Sebab-sebab lain dilutional hyponatremi

aadalah gagal ginjal yang disertai gangguan kemampuan pengenceran

kemih dan pemakaian diuretic yang berlebihan.

Yang terakhir, dilutional hyponatremia terjadi jika sejumlah besar

air yang memasuki paru-paru dan cepat diabsorbsi kedalam

kompartemen intravascular, misalnya pada keadaan tenggelam dalam air

tawar.

2.2.1.4 Tanda dan gejala klinis

1. Anoreksia

2. Rasa pengecap terganggu

3. Kejang otot

4. Sakit kepala, perubahan kepribadian

5. Lemah dan lemas

6. Mual dan muntah

7. Kejang abdomal

8. Kejang dan koma

9. Tidak ada atau berkurangnya refleks-refleks

10. Tanda babinski

11. Edema papil

12. Edema bekas jari di atas sternum

Page 9: BAB I pato

2.2.2 Hipernatremia

2.2.2.1 Definisi

Keadaan dimana kadar natrium serum lebih tinggi dari 145 mEq/L.

Keadaan ini selalu berkaitan dengan hiperosmolalitas karena garam

natrium merupakan penentu utama dari osmolalitas plasma. Peninggian

osmolalitas serum menyebabkan air berpindah dari ICF ke ECF,

sehingga terjadi dehidrasi dan pengkerutan sel. Sebab-sebab dasarnya

adalah kehilangan air yang melebihi kehilangan natrium, atau

pertambahan natrium yang melampaui pertambahan air.

2.2.2.2 Penyebab

2.2.2.2.1Asupan air yang tidak cukup

1. Tidak dapat merasakan atau berespon terhadap rasa haus

(misalnya, keadaan koma, kebingungan)

2. Tidak ada asupan melalui mulut dan rumatan IV tidak

mencukupi

3. Tidak dapat menelan (misalnya, pada gangguan pembuluh

darah otak)

2.2.2.2.2Kehilangan air yang berlebihan

1. Dari luar ginjal

a) Demam dan/atau diaforesis

b) Luka bakar

c) Hiperventilasi

d) Pemakaian respirator yang lama

e) Diare berair

2. Ginjal

a) Diabetes insipidus (sentral, nefrogenik)

b) Diuresis osmotik

2.2.2.2.3Bertambahnya natrium

1. Tenggelam di laut

2. Pemberian garam natrium IV yang berlebihan

3. Penggantian tak sengaja gula dengan garam pada susu

formula bayi

Page 10: BAB I pato

4. Aborsi terapeutik dimana terjadi masuknya larutan garam

hipertonik yang tidak sengaja

2.2.2.3 Patogenesis

Mekanisme perlindungan utama terhadap hipernatremia adalah

rasa haus, dan penyimpanan air oleh ginjal yang dirangsang oleh ADH

bilamana terjadi peningkatan kadar zat terlarut atau natrium dalam

serum. Hipernatremia jarang terjadi, kecuali jika ada gangguan dalam

asupan air yang disertai kehilangan cairan hipotonik. Kehilangan air

melalui saluran pernafasan dan kulit (cairan hipotonik) normal kurang

dari 1 L/hari.

Hipernatremia yang disebabkan oleh kelebihan natrium secara

mutlak lebih jarang terjadi daripada yang disebabkan oleh berkurangnya

air. Beberapa contoh dimana terjadi asupan natrium melalui paru-paru,

intravena, atau melalui mulut adalah tenggelam dalam air laut (larutan

garam hipertonik), pemberian larutan garam IV, dan kecelakaan dimana

sejumlah besar garam tertelan.

Hipernatremia dapat disertai normovolemia (biasanya disebabkan

oleh kehilangan air yang tak disadari), hipovolemia (kehilangan air

melampaui natrium), dan hipovolemia (penambahan natrium yang relatif

lebih besar daripada air).

2.2.2.4 Tanda dan gejala klinis

1. Neurologic

2. Haus

3. Meningkatnya suhu tubuh

4. Kulit yang merah panas

5. Selaput lendir mulut kering dan lengket

6. Lidah kasar, merah, dan kering

2.2.3 Hipokalemia

2.2.3.1 Definisi

Keadaan dimana kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L.

Karena hanya 2% dari kalium tubuh berada dalam ECF, maka nilai K+

serum tidak selalu mencerminkan kalium tubuh total. Lagi pula, seperti

Page 11: BAB I pato

yang sudah dibicarakan sebelumnya, pH darah mempengaruhi K+ serum.

Untuk setiap penurunan pH 0,1 unit, K+ serum meningkat sebanyak 0,5

mEq/L; tiap peningkatan pH 0,1 unit, K+ serum menurun sebanyak 0,5

mEq/L.

2.2.3.2 Penyebab

2.2.3.2.1 Asupan K+ dari makanan yang menurun

1. Pasien sakit berat yang tidak dapat makan minum melalui

mulut dalam ebberapa hari tanpa diberi K+ tambahan dalam

cairan infusnya

2. Kelaparan, makan hanya roti panggang dan teh

3. Alkoholisme

2.2.3.2.2 Kehilangan melalui saluran cerna

1. Muntah yang berkepanjangan

2. Diare, penyalahgunaan laksatif

3. Ileostomi, fistula

4. Adenoma vilosa kolon

2.2.3.2.3 Kehilangan melalui ginjal

1. Obat-obat diuretik (tiazid, furosemid)

2. Beberapa penyakit ginjal

3. Asidosis diabetik yang berakibat diuresis osmotik

4. Tahap penyembuhan dari luka bakar yang berlebihan

5. Efek mineralokortikoid yang berlebihan

6. Antibiotik (karbenisilin, aminoglikosida)

7. Penurunan magnesium

2.2.3.2.4 Kehilangan yang meningkat melalui keringat pada udara panas

Orang yang berkeringat banyak karena penyesuaian

terhadap panas

2.2.3.3 Patogenesis

Hipokalemia sedang dapat disebabkan hanya oleh karena

kekurangan asupan kalium dalam makanan sehari-hari atau dapat juga

disertai kekurangan melalui saluran cerna atau ginjal. Contohnya, orang

tua yang hanya makan roti panggang dan teh, hanya sedikit asupan

kaliumnya.

Page 12: BAB I pato

Ginjal dapat merupakan tempat utama kehilangan kalium. Diuretik

adalah penyebab yang paling sering dari hipokalemia. Beberapa

antibiotik seperti karbesilin, dapat menyebabkan hipokalemia dengan

bekerja sebagai anion dan meningkatkan ekskresi kalium.

Dalam keadaan normal, hanya sejumlah kecil dari kalium yang

hilang melalui keringat. Tapi kadar kalium dalam keringat dapat

meningkat pada orang yaang berada dalam lingkungan yang panas.

Beberapa liter cairan per hari dapat hilang pada orang yang berlatih

dalam lingkungan yang panas. Hipokalemia dalam keadaan demikian

bisa terjadi jika tidak disertai asupan kalium yang cukup.

2.2.3.4 Tanda dan gejala klinis

1. Susunan saraf pusat dan neuromuscular (gejala awal tidak jelas)

2. Pernafasan (otot-otot pernafasan lemah, nafas dangkal)

3. Saluran cerna (menurunnya mobilitas usus besar)

4. Kardiovaskular (distrimia, khususnya jika memakai digitalis dan ada

penyakit jantung)

5. Ginjal (kelainan pemekatan)

2.2.4 Hiperkalemia

2.2.4.1 Definisi

Keadaan dimana kadar kalium serum lebih atau sama dengan 5,5

mEq/L. Hiperkalemia akut adalah keadaan gawat medik yang perlu

segera dikenali dan ditangani untuk menghindari distrimia dan henti

jantung yang fatal.

2.2.4.2 Penyebab

1. Singkirkan pseudohiperkalemia

Teknik pengambilan darah vena yang jelek; lisis sel darah

2. Ekskresi K+ yang tidak memadal

a) Gagal ginjal (akut dan kronik)

b) Insufisiensi adrenal

c) Diuretik Hemat Kalium

3. Berpindahnya K+ keluar dari sel menuju ECF

a) Asidosis Metabolik (seperti pada gagal ginjal)

Page 13: BAB I pato

b) Kerusakan jaringan (seperti luka bakar yang luas, cedera remuk

yang berat, perdarahan internal)

4. Asupan yang berlebihan

a) Pemberian cepat larutan infus IV yang mengandung kalium

b) Pemberian cepat transfusi darah yang disimpan

c) Makan pengganti garam pada pasien-pasien gagal ginjal

2.2.4.3 Patogenesis

Hiperkalemia dapat disebabkan oleh ekskresi yang tidak memadai,

redistribusi kalium dalam tubuh, dan asupan berlebihan. Penyebab paling

sering dari hiperkalemia adalah ekskresi melalui ginjal yang tak

memadai. Tetapi hiperkalemia baru akan terjadi pada gagal ginjal kronik

tahap akhir, kecuali jika pasien sengaja diberi beban kalium berlebihan.

Pada akhirnya, kita harus bisa menetapkan terjadinya

hiperkalemia. Pada hipokalemia, ada korelasi kasar antara cadangan

kalium tubuh total dengan kalium serum, tetapi korelasi demikian tidak

terdapat antara kalium tubuh total dan kalium serum pada hiperkalemia.

2.2.4.4 Tanda dan gejala klinis

1. Neuromuscular (kelemahan otot yang tidak begitu kentara)

2. Saluran cerna (mual, diare, kolik usus)

3. Ginjal (oliguria yang berlanjut menjadi anuria)

4. Kardiovaskular (disritmia jantung, bradikardia, blok jantung komplit,

fibrilasi ventrikel atau henti jantung)

2.3 Gangguan Kebutuhan Asam Basa

2.3.1 Asidosis Metabolik

2.3.1.1 Definisi

Gangguan sistemik yang ditandai dengan penurunan primer dari

kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi penurunan pH (peningkatan

[H+]). HCO3 ECF adalah 22 mEq/L dan pH 7,35. Kompensasi

pernapasan akan segera dimulai untuk menurunkan PaCO2 melalui

hiperventilasi sehingga asidosis metabolik jarang terjadi secara akut.

2.3.1.2 Penyebab

2.3.1.2.1 Selisih anion normal (hiperkloremik)

1. Kehilangan bikarbonat

Page 14: BAB I pato

a) Kehilangan melalui saluran cerna

b) Diare

c) Ileostomi; fistula pankreas, kantong empedu atau usus

halus

2. Kehilangan melalui ginjal

a) Asidosis tubulus proksimal ginjal (RTA)

b) Inhibitor karbonik anhiderase

c) Hipoaldosteronisme

3. Peningkatan beban asam

4. Lain-lain

Pemberian IV larutan garam secara cepat

2.3.1.2.2 Selisih anion meningkat

1. Peningkatsn produksi asam

2. Menelan substansi toksik

3. Kegagalan ekskresi asam

2.3.1.3 Patogenesis

Sebab dariasidosis metabolik umumnya dibagi dalam dua

kelompok berdasarkan apakah selisih anionnormal atau meningkat.

Seperti telah dijelaskan, selisih anion dihitung dengan mengurangi kadar

Na+¿¿ dengan jumlah kadar CI−¿¿ dan HCO3- plasma. Jika asidosis

disebabkan oleh kehilangan bikarbonat (seperti pada diare), atau

bertambahnya asam klorida (contohnya pada pemberian amonium

klorida), maka selisih anion akan normal.

Keadaan – keadaan yang berhubungan dengan asidosis metabolik

dengan selisih anion tinggi. Keadaan yang paling sering adalah shock

atau perfusi jaringan yang tidak memadai karena berbagai sebab,

sehingga menyebabkan penumpukan banyak asam laktat.

2.3.1.4 Tanda dan gejala klinis

Gejala Asidosis Metabolik Tidak jelas dan asimptomatis

Kardiovaskuler: disritmia, penurunan kontraksi jantung, vasodilatasi

perifer dan serebral Neurologis: letargi, stupor, koma Pernafasan:

hiperventilasi (Kussmal) Perubahan fungsi tulang: osteodistrofi ginjal

(dewasa) dan retardasi pada anak.

Page 15: BAB I pato

2.3.2 Asidosis respiratorik

2.3.2.1 Definisi

Peningkatan primer dari PaCo2 (hiperkapnea), sehingga terjadi

penurunan pH : PaCo2 > 45 mmHg dan pH > 35. Kompensasi ginjal

mengakibatkan peningkatan HCO3- serum. Asedosis respiratorik dapat

timbul secara akut atau kronik. Hiposekmia (PaO2 rendah) selalu

menyertai asidosis respiratorik jika pasien bernafas dalam udara ruangan.

2.3.2.2 Penyebab

1. Hambatan pada pusat pernafasan di medula oblongata

a) Obat – obatan : kelebihan dosis opiat, sedatif, anastetik (akut).

b) Terapi oksigen pada hiperkapnea kronik.

c) Henti jantung (akut).

d) Apnea saat tidur.

2. Gangguan otot – otot pernafasan dan dinding dada

a) Penyakit neuromuskular

b) Deformitas rongga dada.

c) Obesitas yang berlebihan.

d) Cedera dinding dada seperti patah tulang – tulang iga.

3. Gangguan pertukaran gas

a) Tahap akhir penyakit paru intrinsik yang difus.

b) Pneumonia atau asma yang berat.

c) Edema paru akut.

d) Pneumotorak

4. Obstruksi saluran nafas atas akut.

a) Aspirasi benda asing atau muntah.

b) Laringospasme atau edema laring, bronkospasme berat

2.3.2.3 Patogenesis

Sebab mendasar dari asidosis respiratorik adalah hipoventilasi

alveolar, istilah yang sebenarnya berarti sama dengan penumpukan CO2.

Dalam keadaan normal, 15.000 – 20.000 mmol CO2 diproduksi setiap hari

oleh jaringan melalui metabolisme dan dikeluarkan oleh paru – paru.

Penumpukan CO2 hampir selalu disebabkan oleh hambatan pada

kecepatan ventilasi alveolar dan jarang disebabkan oleh produksi CO2

Page 16: BAB I pato

yang berlebihan akibat hipermetabolisme. Asidosi respiratorik akut

umumnya timbul akibat obstruksi akut saluran nafas seperti pada

laringospasme, aspirasi benda asing, atau depresi susunan saraf pusat pada

pusat pernafasan di medula oblongata seperti pada kelebihan dosis

barbiturat atau narkosis. Sampai sejauh ini, sebab tersering dari asidosis

respiratori kronik adalah emfisema dan bronkitis. Pada pasien – pasien

demikian, gagal pernafasan akut sering kali menunggangi retensi CO2

kronik jika terjadi bronkitis akut sekunder dari infeksi bakteri atau virus

pada paru – paru.

Berbeda dengan sasidosis respiratorik akut, maka asidosis respiratori

kronik sangat baik dikompensasi karena tersedia cukup waktu bagi ginjal

untuk melakukan mekanisme kompensasi. Oleh karena itu, pasien dengan

asidosik respiratorik yang relatif terkompensasi dengan baik seperti

terbukti dari pH yang mendekati normal tidak boleh ditangani dengan

terlalu terburu – buru.

2.3.2.4 Tanda dan gejala klinis

Gejala Asidosis Respiratorik Tidak spesifik Hipoksemia (dominan)

→ asidosis respiratorik akut akibat obstruksi nafas Somnolen progresif,

koma → asidosis respiratorik kronis Vasodilatasi serebral →

meningkatkan ICV → papiledema dan pusing 

2.3.3 Alkalosis Metabolik

2.3.3.1 Definisi

Gangguan sistemik yang ditandai dengan peningkatan primer dari

kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi peningkatan pH (penurunan dari

[H+]). HCO3 ECF 26 mEq/L dan pH 7,54. Alkalosis metabolic sering

disertai berkurangnya volume ECF dan hypokalemia. kompensasi

pernafasan berupa peningkatan PaCO2 dengan hipoventilaso; akan tetapi

tingkat hipoventilasi adalah terbatas karena pernafasan terus berjalan oleh

dorongan hipoksia.

2.3.3.2 Penyebab

1. Kehilangan H+ dari ECF

a) Kehilangan melalui saluran cerna (berkurangnya volume ECF)

Page 17: BAB I pato

b) Kehilangan melalui ginjal

2. Retensi HCO3

a) Pemberian natrium bikarbonat berlebihan

b) Sindrom susu-alkali (antasida, susu, natrium bikarbonat)

c) Darah simpan (sitrat) yang banyak (> 8 unit)

d) Alkalosis metabolic hiperkapnia (setelah koreksi pada asidosis

respiratorik kronik)

3. Asidosis metabolic yang resisten terhadap klorida

Biasanya tidak disertai penurunan volume ECF

2.3.3.3 Patogenesis

Patogenesis alkalosis metabolic paling baik dipahami dengan

memperhatikan ketiga tahapannya, yaitu: saat timbul, bertahan, dan

pemulihan. Timbulnya Alkalosis metabolik disebabkan kehilangan H+

tubuh yang berakibat meningginya HCO3 ECF (atau akibat penambahan

HCO3 eksogen).

Alkalosis metabolic umumnya diawali dengan muntah atau

penyedotan nasogastrik, yang mengakibatkan kelhilangan cairan kaya

klorida (HCl) dan berkurangnya HCO3. KCl, NaCl, dan air juga turut

hilang. Akibatnya, terjadi peningkatan HCO3 serum, penurunan kalium,

dan berkurangnya volume cairan.

Akibat dari peningkatan sekresi H+ adalah paradox antara kemih

yang asam pada keadaan alkalosis. Aldosteron juga merangsang ekskresi

K+ . penurunan K+, akhirnya akan menambah ekskresi H+, mempercepat

reabsorbsi HCO3. Singkatnya, penurunan CI, penurunan volume cairan,

hiperaldosteronisme, dan penurunan K+ semuanya ikut berperan dalam

bertahannya alkalosis metabolic.

2.3.3.4 Tanda dan gejala

1. Gejala dan tanda tidak spesifik

2. Kejang dan kelemahan otot → akibat hipokalemia dan dehidrasi

3. Disritmia jantung, kelainan EKG → hipokalemi

4. Parestesia, kejang otot → hipokalsemia

2.3.4 Alkalosis Respiratorik

2.3.4.1 Definisi

Page 18: BAB I pato

Penurunan primer dari PaCO2 (hipokapnea), sehingga terjadi

penurunan ph. PaCO2 < 35 mmHg dan ph >7,45. Kompensasi ginjal

berupa penurunan eksresi H+ dengan akibat lebih sedikit absorbsi HCO3.

Penurunan HCO3 serum berbeda-beda, tergantung apakah keadaanya akut

atau kronik.

2.3.4.2 Penyebab

1. Perangsangan sentral terhadap pernafasan

a) Hiperventilasi psikogenik yang disebabkan oleh stress emosional

b) Keadaan hipermetabolik : demam, tirotoksikosis

c) Gangguan susunan saraf pusat

d) Cedera kepala atau gangguan pembuluh darah otak

e) Tumor otak

f) Intoksikasi salisilat

g) Hipoksia

h) Pneumonia, asma, edema paru

i) Gagal jantung kongestif

j) Fibrosis paru

k) Tinggal ditempat yang tinggi

2. Mekanisme yang belum jelas

a) Sepsis gram negative

b) Sirosis hepatis

c) Latihan fisik

2.3.4.3 Patogenesis

Sebab dasar dari alkalosis respiratorik adalah hiperventilasi alveolar

atau ekskresi CO2 yang berlebihan pada udara ekspirasi. Hiperventilasi

tidak boleh dikacaukan dengan peningkatan frekuensi pernafasan

(takipnea), yang dapat atau tidak menyertai hiperventilasi. Hiperventilasi

dapat terjadi pada frekuensi pernafasan normal jika tidak volume

meningkat. Hiperventilasi hanya dapat ditentukan melalui penurunan

PaCO2. Alkalosis respiratorik mungkin merupakan gangguan

keseimbangan asam-basa yang paling sering terjadi.

Alkalosis respiratorik sering terjadi pada sepsis garam negative dan

sirosis hati. Akhirnya, meskipun hiperpnea merupakan respon

Page 19: BAB I pato

penyesuaian terhadap kebutuhan oksigen yang meningkat selama latihan

fisik, tapi kadang-kadang dapat juga menimbulkan alkalosis respiratorik

sementara.

2.3.4.4 Tanda dan gejala klinis

1. Hiperventilasi (kadar gas, frekuensi nafas)

2. Menguap, mendesak, merasa sulit bernafas

3. Kecemasan: mulut kering, palpitasi, keletihan, telapak tangan dan kaki

dingin dan berkeringat

4. Parastesia, otot berkedut, tetani

5. Vasokontriksi serebal → hipoksia cerebral → kepala dingin dan sulit

konsentrasi

2.4 Proses terjadinya syok

2.4.1 Syok Hipovolemi

2.4.1.1 Definisi

Syok hipovolemi atau status syok akibat dari kehilangan volume

cairan sirkulasi ( penurunan volume darah) dapat diakibatkan oleh berbagai

kondisi yang secara bermakna menguras volume darah normal, plasma, atau

air. Patologi dasarnya, tanpa memperhatikan tipe kehilangan cairan yang

pasti, dihubungkan dengan defisit volume atau tekanan cairan sirkulasi

aktual. Penurunan volume cairan sirkulasi menurunkan aliran balik vena,

yang mengurangi curah jantung dan karenanya menurunkan tekanan darah.

Bila tindakan untuk memberikan atau menghilangkan penyebab

kehilangan volume cairan dapat dilakukan, syok ini masih dalam tahap non-

progresif dan krisis dicegah atau diatasai. Bila kehilangan volume cairan

berlebihan atau tindakan terapeutik tidak efektif, tahap awal syok dapat

berlanjut pada tahap yang ireversible.

2.4.1.2 Penyebab

1. Kehilangan darah (seperti perdarahan interna maupun eksterna)

2. Kehilangan plasma (seperti terbakar, luka bakar)

3. Kehilangan sodium dan cairan intravaskular (seperti keringat berlebih,

diare, atau muntah)

Page 20: BAB I pato

4. Dilatasi (pelebaran) pembuluh darah (akibat cidera pada saraf yang

mengontrol pembuluh darah sehingga menyebabkan pembuluh darah

mengalami dilatasi, obat - obatan yang menyebabkan vasodilatasi

[pelebaran pembuluh darah] seperti antihipertensi)

2.4.1.3 Patogenesis

Biasanya terjadi akibat penurunan kardiac output yang tidak adekuat.

Penurunan kardiac output disebabkan oleh adanya abnormalitas pada

jantung sendiri maupun akibat menurunnya venous return. Abnormalitas

yang terjadi pada jantung akan menyebabkan menurunnya kemampuan

jantung untuk memompa darah secara adekuat. Beberapa abnormalitas

jantung diantaranya MI, Aritmia, dan lain-lain. Sedangkan, beberapa

penyebab menurunnya venous return diantaranya menurunnya darah,

menurunnya tonus vasomotor, terjadi obstruksi pada beberapa tempat pada

sirkulasi.

2.4.1.4 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala syok hipovolemik tidak akan muncul sampai

sesorang mengalami kehilangan cairan tubuh atau darah hingga 10-20%.

Apabila terjadi syok hipovolemia, tanda dan gejala yang akan muncul yaitu

terjadi takikardi (denyut jantung menjadi cepat), menurunnya tekanan

darah, dan terjadi gangguan perfusi jaringan sehingga pasien tampak pucat

dan terjadi penurunan capilary refill (pengisisan kapiler) pada jidat, kuku,

dan bibir. Pasien juga dapat merasakan pusing, mual, lemas, dan merasa

sangat haus. Semua tanda - tanda-tanda tersebut dapat muncul pada

kebanyakat tipe syok.

Berbeda dengan orang dewasa, tekanan darah pada anak - anak ketika

terjadi syok hipovolemia, akan tertap normal untuk mempertahankan suplai

atau perfusi jaringan sehingga sering kurang diperhatikan Namun apabila

telah mngalami tahap dekompensasi, tekanan darah nya akan menurun

secara cepat.Oleh karena itu, ketika terjadi pendarahan internal (pendarahan

yang terjadi di dalam tubuh) pada anak-anak, harus segera ditangani

meskipun tidak tampak tanda - tanda syok pada umum nya (tekanan darah

yang menurun).

Page 21: BAB I pato

2.4.2 Syok Kardiogenik

2.4.2.1 Definisi

Syok kardiogenik merupakan akibat dari kegagalan jantung untuk

memompa darah secara efektif ke seluruh tubuh. Ini bisa terjadi karena

disfungsi ventrikel kanan atau kiri, atau kedua-duanya. Kurangnya keadekuatan

dari fungsi pemompaan menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan kegagalan

sirkulasi. Ini terjadi kira-kira sekitar 6-10% pada pasien dengan infark miokard

akut, dan ini merupakan penyebab utama kematian dengan MI ini. Rata-rata

kematian pada syok kardiogenik ini telah dikurangi dengan terapi

revaskularisasi awal sekitar 50-60%.

2.4.2.2 Penyebab

Syok kardiogenik bisa disebabkan oleh iskemia ventrikular primary,

masalah struktural dam disritmia. Penyebab paling utama adalah infark miokard

akut yang menyebabkn kehilangan 40% atau lebih fungsi miokardium.

Kerusakan pada miokardium mungkin terjadi setelah salah satu infark miokard

besar (biasanya dinding anterior), atau mungkin kuulatif sebagai akibat dari

beberapa infark miokard yang lebih kecil atau infark miokard pada pasien

dengan disfungsi ventrikel yang sudah ada sebelumnya. Masalah struktural pada

sistem kardiopulmonari dan disritmia juga menyebabkan syok kardiogenik. Jika

mereka mengganggu aliran darah ke jantung.

1. Faktor etiologi pada kasus syok kardiogenik:

a) Iskemia ventrikuler primary

b) Infark miokard akut

c) Kardiopulmonari arrest

d) Operasi jantung terbuka

2. Masalah struktural

a) Ruptur septal

b) Ruptur otot papilaris

c) Free wall rupture

d) Aneurisma ventrikel

e) Kardiomiopati

f) Kongestif

g) Hipertropik

Page 22: BAB I pato

h) Terbatas

i) Tumor intrakardiak

j) Emboli paru

k) Trombus atrium

l) Disfungsi valvuvar

m) Miokard akut

n) Tamponade kardiak

o) Miokard memar

3. Disritmia

a) Bradidisritmia

b) Takidisritmia

2.4.2.3 Patofisiologi

1. Terjadi depresi kontraktilitas miokard akibat penyakit (iskemia,infark)

2. cardiac output dan stroke volume ↓

3. hipoperfusi sistemik dan miokard, iskemia menjadi lebih berat

4. cardiac output makin menurun

5. disfungsi sistolik dengan akibat  disfungsi diastolic dengan LVEDP tinggi

6. perfusi koroner yang makin kurang ,memburuknya fungsi LV dan fatal

7. terjadi sindrom inflamasi yang menyertai infark luas dan syok

8. saat syok terjadi peningkatan sitokin, NO sintase disertai NO yang

berlebihan, asidosis metabolic, dan takiaritmia berakibat memburuknya

miokard. Sekitar 40% kerusakan miokard dapat disertai syok

9. hipoksemia

10. Infark yang mengenai seluruh ketebalan dinding miokard resiko terjadi

ruptur : IVS, M.papillaris atau free wall dengan akibat syok.

2.4.2.4 Tanda dan Gejala

1. Hipoperfusi sistemik akibar fungsi ventrikel kiri menurun

2. Hipotensi (< 90 mmHg)

3. Infark miokard > 40%

4. Gangguan mental

5. Gelisah, pucat,kulit dingin dan basah, sianotik, menurunnya kesadaran

6. Nadi : pengisian kurang, cepat 90-110/menit. Mungkin bradikardi (bisa

karena AV block)

Page 23: BAB I pato

7. Tekanan darah : tekanan darah sistolik 90 mmHg dengan tekanan nadi kecil

< 30 mmHg

8. Pernapasan : takipnea, Cheyne’s Stokes

9. Bunyi jantung : S2 lemah, S3 gallop mungkin terdengar

10. Bising : sistolik akibat regurgitasi mitral atau ruptur septum ventrikel

11. Paru : ronki basah mungkin ada

12. Produksi urin berkurang (Oliguria : < 30 mg/jam)

13. Lab : leukositosis dengan hitung jenis menunjukkan pergeseran ke kiri

14. Fungsi ginjal : ureum dan kreatinin meningkat

15. Hepar : transaminase meningkat

16. Asam laktat meningkat

17. Analisa Gas Darah menunjukkan asidosis metabolik

18. Cardiac marker meningkat : CK, CKMB, troponin I dan T

Page 24: BAB I pato

BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

1. Proses perubahan cairan tubuh pada gangguan hipovolemi hampir selalu berkaitan

dengan kehilangan cairan tubuh melalui ginjal atau di luar ginjal. Sedangkan proses

perubahan cairan tubuh pada gangguan hipervolemi merupakan kelebihan volume

cairan selalu terjadi sekunder dari peningkatan kadar natrium tubuh total yang akan

mengakibatkan retensi air misal edema, yaitu penumpukan cairan interstisial yang

berlebihan.

2. Proses perubahan elekrolit tubuh pada senyawa natrium (Na) yaitu, gangguan

hiponatremia yang menunjukkan bahwa cairan tubuh di encerkan dengan kelebihan

air yang relative terhadap zat terlarut total dan gangguan hipernatremia dengan

peninggian osmolalitas serum yang menyebabkan air berpindah dari ICF ke ECF,

sehingga terjadi dehidrasi dan pengkerutan sel. Sedangkan proses perubahan elekrolit

tubuh pada senyawa Kalium (K) yaitu, gangguan hipokalemia yang disebabkan

kekurangan asupan kalium dan gangguan hiperkalemia disebabkan oleh ekskresi

ginjal yang tidak memadai, redistribusi kalium dalam tubuh, dan asupan berlebihan.

3. Proses perubahan asam basa tubuh pada gangguan asidosis metabolik yang

disebabkan anoksia jaringan terjadi penimbunan asam laktat dan asidosis respiratorik

yang terjadi karena hipoventilasi (peningkatan pCO2). Sedangkan proses perubahan

asam basa tubuh pada gangguan alkalosis metabolik disebabkan pengeluaran asam

kuat dan gangguan alkalosis respiratorik dengan pH meningkat akibat peningkatan

ventilasi alveolar.

4. Proses terjadinya syok hipovolemi merupakan syok akibat dari kehilangan volume

cairan sirkulasi ( penurunan volume darah), dapat diakibatkan oleh berbagai kondisi

yang secara bermakna menguras volume darah normal, plasma, atau air. Sedangkan

pada syok kardiogenik merupakan akibat dari kegagalan jantung untuk memompa

darah secara efektif ke seluruh tubuh. Ini bisa terjadi karena disfungsi ventrikel kanan

atau kiri, atau kedua-duanya.

b. Saran

1.