bab i & ii_rev

Download BAB I & II_REV

If you can't read please download the document

Upload: alfiana-nur-sahri

Post on 21-Oct-2015

20 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

10

1BAB IPENDAHULUANLatar Belakang Hipertensi merupakan salah satu PTM (penyakit tidak menular) yang menyebabkan kematian terbanyak di indonesia, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7% (DepKes RI, 2010).

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Provinsi Jawa Timur, Bangka Belitung, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, DI Yogyakarta, Riau, Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tengah Tenggara Barat, merupakan provinsi yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi dari angka nasional. Sedangkan prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 7,2%, ditambah kasus yang minum obat hipertensi prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara ini adalah 7,6% (kasus yang minum obat hipertensi hanya 0,4%). Dengan demikian cakupan diagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan hanya mencapai 24,0%, atau dengan kata lain sebanyak 76,0% kasus hipertensi dalam masyarakat belum terdiagnosis (Riskesdas Nasional 2007).Di NTB, 32,4% penduduk menderita penyakit hipertensi (nasional 26,7%), sementara berdasarkan diagnosis dan atau riwayat minum obat hipertensi prevalensinya adalah 6,7%. Prevalensi tertinggi hipertensi menurut diagnosis dan riwayat pengobatan ditemukan di Kabupaten Lombok Tengah (diagnosa nakes 9,2%, riwayat minum obat 0,2%, diagnose nakes dan gejal 9,4%, hasil pengukuran 39,8%) sedangkan terendah di Kota Mataram (Riskesdas Nasional 2007). Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer. Hipertensi esensial merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi. Sisanya adalah hipertensi sekunder, yaitu tekanan darah tinggi yang penyebabnya dapat diketahui, diantaranya adalah penyakit ginjal, kelainan pada korteks adrenal, kelainan hormonal pemakaian obat-obatan sejenis kortikosteroid, dan penyebab lainnya (Wikipedia, 2011).Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya jika tidak ditangani dengan baik. Komplikasi hipertensi diantaranya: penyakit jantung koroner (PJK), infark miokard, stroke, dan gagal ginjal, aneurisma dan retinopati hipertensi. Hipertensi juga merupakan resiko utama terjadinya perdarahan otak, yang merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia (Bakhtiar, 2009).hipertensi dan komplikasinya dapat dicegah dengan gaya hidup sehat dan mengendalikan faktor risiko. Caranya, pertahankan berat badan dalam kondisi normal. Atur pola makan, dengan mengkonsumsi makan rendah garam dan rendah lemak serta perbanyak konsumsi sayur dan buah. Lakukan olahraga dengan teratur. Atasi strees dan emosi, hentikan kebiasaan merokok, hindari minuman beralkohol, dan periksa tekanan darah secara berkala (DepKes RI, 2010).Dalam pencegahan dan penanggulangan hipertensi berbagai upaya telah dilakukan, yaitu penyusunan berbagai kebijakan berupa pedoman, Juklak dan Juknis pengendalian hipertensi. Pencegahan dan penanggulangan hipertensi sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah (local area specific). Memperkuat logistik dan distribusi untuk deteksi dini faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertens. Meningkatkan surveilans epidemiologi dan sistem informasi pengendalian hipertensi. Mengembangkan SDM dan sistem pembiayaan serta memperkuat jejaring serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan (DepKes RI, 2010). Pada pengobatan hipertensi secara farmakoterapi dapat dilakukan dengan pemberian diuretika, penyekat reseptor beta adrenergic, penyekat saluran kalsium, inhibitor Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) atau penyekat reseptor alfa adrenergic. Pengobatan tersebut bergantung pada pertimbangan klien termasuk mengenai biaya, karakteristik demografik, penyakit penyerta, dan kualitas hidup. Pengobatan hipertensi saat ini belum efektif karena hanya menurunkan prevalensi sebesar 8%, harganya mahal, sering terjadi kekambuhan dan menimbulkan efek samping yang lebih berbahaya (Price dan Wilson, 2005 dalam Bakhtiar, 2009).Trend pengobatan hipertensi saat ini yaitu dengan menggunakan terapi alternatif dan komplementer, Pengobatan Komplementer dan Alternatif (CAM = Complementary and Alternative Medicine) akhir-akhir ini menjadi lebih populer di masyarakat dan mendapatkan kredibilitas dalam dunia Biomedis kesehatan. Survei menunjukkan bahwa sekitar sepertiga dari penduduk Inggris dan sedikit lebih tinggi di Amerika Serikat menggunakan CAM. Selain itu, mainstream dunia kesehatan yang meminta bukti lebih lanjut untuk CAM semakin tertarik pada beberapa bentuk CAM (Hanna, 2008).Penduduk Indonesia yang menggunakan obat (82,7%) cenderung menurun, tetapi penggunaan obat tradisional (31,7%) dan cara tradisional (9,8%) cenderung meningkat. Penggunaan obat menurun mungkin berkaitan dengan peningkatan kesadaran masyarakat untuk menggunakan pengobatan alternatif, seperti obat tradisional dan cara tradisional. Peningkatan penggunaan cara tradisional, seperti pijat, akupresur, senam olah pernapasan dll, mungkin disebabkan meningkatnya pelatihan ketrampilan teknik pengobatan tersebut sebagai pengobatan alternatif untuk kemandirian hidup sehat. Kebijakan penggunaan TM/CAM/CAT sebagai pilihan pengobatan sudah menjadi kebijakan dunia, yang tertuang dalam srategi WHO Traditional Medicine Strategy 2002-2005. Dasar dari kebijakan ini adalah penghargaan terhadap nilai-nilai budaya, adat, keyakinan dan sumber daya yang berkembang di seluruh wilayah dunia yang telah menjadi pedoman turun temurun dalam memberikan pelayanan kesehatan. Hal ini juga diakibatkan oleh banyaknya obat, cara, maupun system kesehatan tradisional yang dalam prakteknya mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat (Suardana, 2010). Kebijakan WHO ini selanjutnya di ratifikasi oleh oleh Indonesia dalam bentuk penerbitan aturan perundang-undangan yang mengadopsi kebijakan WHO tentang TM/CAM. UU no 23 1992 secara tegas memberikan batasan dan garis terkait pentingnya penggunaan TM/CAM dalam pelayanan kesehatan (Suardana, 2010). Perawat sebagai bagian integral pelayan kesehatan hendaknya memahami bahwa TM/CAM yang diadopsi menjadi TM/CAT merupakan salah satu unsur penting dalam pemberian pelayanan kesehatan. Pemberian asuhan keperawatan dengan mengkobinasikan berbagai tindakan konvensional dengan TM/CAT sangat penting dilakukan. Hal ini mengingat bahwa sebagian filsafat dari Holistic Nursing yang dijadikan pola fikir oleh ahli-ahli keperawatan bergerak dari konsep TM/CAT (Snyder et all, 2006 dalam Suardana, 2010). Selain itu WHO memberi petunjuk bahwa perawat dan dokter adalah tenaga kesehatan yang menjadi sasaran yang harus menguasai dam mampu mempraktikkan ketrampilan TM/CAM (WHO, 2002 dalam Suardana, 2010). Hal ini juga didukung oleh adanya kebijakan pemerintah Indonesia terkait TM/CAM dalam UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan, meskipun secara ekplisit tidak menjelaskan siapa dan bagaimana aplikasi TM/CAM itu dalam praktek pelayanan kesehatan (Suardana, 2010).Salah satu bentuk pengobatan komplementer yaitu terapi bekam (hijamah) atau yang dikenal dengan nama cupping sudah digunakan semenjak zaman Nabi Muhammad SAW (VITAHEALTH, 2006, Bakhtiar, 2009). Terbukti dengan adanya hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi: Kesembuhan itu terdapat pada tiga hal, yaitu minuman madu, sayatan alat bekam dan kay (pembakaran) dengan api, dan sesungguhnya aku melarang umatku dari kay. Sabda yang lain Sungguh, pengobatan paling utama yang kalian gunakan adalah bekam, (Hadits Shohih). "Apabila ada atau ada kebaikan pada sesuatu dari obatmu, maka ia ada pada hijamah atau meminum madu (herba)" (H.R. Bukhori dalam Yasin, 2005, Bakhtiar, 2009). Bekam (cupping) merupakan metode pengobatan klasik yang telah digunakan dalam perawatan dan pengobatan berbagai masalah kesehatan diantaranya : Penyakit darah seperti hemofili dan hipertensi, Penyakit reumatik mulai dari artritis, sciatica/nyeri panggul, sakit punggung, migren, gelisah/anxietas dan masalah fisik umum maupun mental. (Hanna, 2008).Berdasarkan latar belakang diatas pada kesempatan ini peneliti ingin mengetahui seberapa besar pengaruh teknik relaksasi (bekam kering) dalam menurunkan tekanan darah pada lansia hipertensi khususnya diwilayah Desa Pendem Kecamatan Janapria LOTENG. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka masalah yang akan ditelaah dan dikaji adalah pengaruh teknik relaksasi (bekam kering) terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi. Oleh karena itu, agar penelitian ini lebih terarah dalam mengkaji masalah tersebut maka peneliti merumuskan pertanyaan sebagai berikut : Apakah Ada Pengaruh Teknik Relaksasi (Bekam Kering) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Hipertensi?.

Tujuan PenelitianTujuan umum

Mengetahui Pengaruh teknik relaksasi (bekam kering) terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi.

Tujuan khusus

Mengidentifikasi tekanan darah pada lansia hipertensi sebelum diberikan teknik relaksasi (bekam kering).Mengidentifikasi tekanan darah pada lansia hipertensi setelah diberikan teknik relaksasi (bekam kering).Menganalisis pengaruh teknik relaksasi (bekam kering) sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi.

Manfaat PenelitianIlmu keperawatan

Melengkapi konsep intervensi untuk menyikapi permasalahan yang dihadapi oleh lanjut usia khususnya pada penderita hipertensi.Masyarakat

Menambah pengetahuan masyarakat tentang terapi komplementer yang bisa di gunakan sebagai pengganti dari pengobatan secara farmakologi.Peneliti

Menambah pengetahuan peneliti tentang pengaruh teknik relaksasi (bekam kering) dan permasalahan hipertensi pada lansia, sehingga peneliti dapat memberikan informasi yang benar dan jelas tentang penanganan penderita hipertensi khususnya dengan pengobatan non-farmakologi.Keaslian PenelitianPenelitian serupa pernah dilakukan oleh Ni Komang Rai Artini (2009) dengan judul Pengaruh Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tingkat Nyeri Pasca Operasi Di RSUP Dr. Soeradji TirtonegoroKlaten. Penelitian ini menggunakan desain pre eksperimental dengan bentuk rancangan one group pretest-postest. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 36 orang dengan teknik total sampling dan analisa data dengan uji paired t-test.

Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh yang bermakna dengan nilai signifikasi p = 0,000 dimana t hitung = 10,661 sedangkan t tabel = 1,684 dan taraf signifikan 5 %, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima.Pada penelitian yang akan peneliti lakukan menggunakan desain penelitian quasi eksperiment dengan pendekatan non-equivalent control group, dan menggunakan teknik sampling yaitu cluster sampling dan proportionate stratified random sampling adapun analisa data yang digunakan adalah uji t-test dimana taraf signifikan 5 %. Perbedaan penelitian kali ini dengan penelitian terdahulu yaitu terletak pada objek penelitian dimana penelitian ini objek yang diteliti yaitu lansia hipertensi dan objek penelitian terdahulu yaitu pasien pasca operasi. Perbedaan yang lain terletak pada desain penelitian, teknik sampling yang digunakan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAKonsep RelaksasiDefinisi Teknik RelaksasiTeknik relaksasi merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal individu. Carpenito, (2000) dalam Kustanti & Widodo (2008), menyebutkan contoh teknik relaksasi yaitu biofeedback, yoga, meditasi, latihan relaksasi progresif.

Relaksasi adalah status hilang dari tegangan dari otot rangka dimana individu mencapai melalui praktek tehnik yang disengaja (Carpenito, 2000 dalam Kustanti & Widodo, 2088).Chaplin (1975) dalam Lutfi (2009), memberi pengertian relaksasi sebagai kembalinya otot ke keadaan istirahat setelah kontraksi. Atau relaksasi merupakan suatu keadaan tegang yang rendah dengan tanpa adanya emosi yang kuat.Karakteristik Teknik RelaksasiAda 2 karateristik teknik relaksasi sbb:

Merupakan metode untuk mengembalikan tubuh dalam kondisi homeostatis sehingga pasien dapat kembali tenang.

10Relaksasi tidak menganggap penting usaha pemecahan masalah penyebab terjadinya ketegangan melainkan menciptakan kondisi individu yang lebih nyaman dan menyenangkan.

Tujuan Teknik RelaksasiTujuan pokok dari teknik relaksasi adalah:

Membantu orang menjadi rileks, dan dengan demikian dapat memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik.Membantu individu untuk dapat mengontrol diri dan memfokuskan perhatian sehingga ia dapat mengambil respon yang tepat saat berada dalam situasi yang menegangkan.

Jenis-Jenis Teknik RelaksasiLichstein (1988) dalam lutfi (2009), mengemukakan jenis-jenis teknik relaksasi antara lain:

Autogenic trainingYaitu suatu prosedur relaksasi dengan membayangkan (imagery) sensasi-sensasi yang menyenangkan pada bagian-bagian tubuh seperti kepala, dada, lengan, punggung, ibu jari kaki atau tangan, pergelangan tangan. Sensasi-sensasi yang dibayangkan itu seperti rasa hangat, lemas atau rileks pada bagian tubuh tertentu, juga rasa lega karena nafas yang dalam dan pelan. Sensasi yang dirasakan ini diiringi dengan imajinasi yang meyenangkan misalnya tentang pemandangan yang indah, danau yang tenang dan sebagainya.Progressive trainingAdalah prosedur teknik relaksasi dengan melatih otot-otot yang tegang agar lebih rileks, terasa lebih lemas dan tidak kaku. Efek yang diharapkan adalah proses neurologis akan berjalan dengan lebih baik. Karena ada beberapa pendapat yang melihat hubungan tegangan otot dengan kecemasan, maka dengan mengendurkan otot-otot yang tegang diharapkan tegangan emosi menurun dan demikian sebaliknya.MeditationAdalah prosedur klasik relaksasi dengan melatih konsentrasi atau perhatian pada stimulus yang monoton dan berulang (memusatkan pikiran pada kata/frase tertentu sebagai focus perhatiannya), biasanya dilakukan dengan menutup mata sambil duduk, mengambil posisi yang pasif dan berkonsentrasi dengan pernafasan yang teratur dan dalam. Ketenangan diri dan perasaan dalam kesunyian yang tercipta pada waktu meditasi harus menyisakan suatu kesadaran diri yang tetap terjaga, meskipun nampaknya orang yang melakukan meditasi sedang berdiam diri/terlihat pasif dan tidak bereaksi terhadap lingkungannya.

Selain ketiga jenis di atas relaksasi juga dapat menggunakan media aroma, suara, cita rasa makanan, minuman, keindahan panorama alam dan air. Semua itu merupakan teknik relaksasi fisik/tubuh.Bernstein dan Borkovec (1973), Goldfried dan Davidson (1976), Walker dkk (1981) dalam lutfi (2009), juga merumuskan relaksasi otot menjadi tiga macam tipe yaitu :

Relaxation via tension - relaxationRelaksasi otot bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot badan.

Dalam metode ini pasien diminta untuk menegangkan dan melemaskan masing-masing otot, kemudian diminta untuk merasakan dan menikmati perbedaan antara ketika otot tegang dan ketika otot lemas. Di sini pasien diberitahu bahwa pada fase menegangkan akan membantu dirinya untuk lebih menyadari sensasi yang berhubungan dengan kecemasan dan sensasi-sensasi tersebut bertindak sebagai isyarat atau tanda untuk melemaskan ketegangan. Pasien dilatih untuk melemaskan otot yang tegang dengan cepat seolah-olah mengeluarkan ketegangan dari badan sehingga pasien akan merasa rileks. Pada mulanya prosedur pelemasan otot-otot dengan cepat ini dikenalkan oleh Lazarus dan Paul (dikutip oleh Goldfried dan Davidson, 1976 dalam lutfi, 2009). Otot yang dilatih adalah otot lengan, tangan, bisep, bahu, leher, wajah, perut, dan kaki.Relaxation via letting goMetode ini bertujuan untuk memperdalam relaksasi. Setelah pasien berlatih relaksasi pada semua kelompok otot tubuhnya, maka langkah selanjutnya adalah latihan relaxation via letting go. Pada fase ini pasien dilatih untuk menyadari dan merasakan rileks. Pasien dilatih untuk menyadari ketegangannya dan berusaha sedekat mungkin untuk mengurangi serta menghilangkan ketegangan tersebut dengan demikian, pasien akan lebih peka terhadap ketegangan dan lebih ahli dalam mengurangi ketegangan.Differential relaxationRelaksasi differential merupakan salah satu penerapan keterampilan relaksasi progesif. Latihan relaksasi ini dapat dilakukan dengan cara merangsang pasien untuk relaksasi yang dalam pada otot-otot yang tidak diperlukan untuk melakukan aktivitas tertentu, kemudian mengurangi ketegangan yang berlebihan pada otot-otot yang diperlukan untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. Latihan relakssai ini dapat dilakukan apabila subyek telah mencapai keadaan yang rileks. Latihan relaksasi deferensial yang teratur akan menghasilkan penurunan tingkat ketegangan secara umum. Hal ini akan menghasilkan berkurangnya ketegangan dan meningkatkan rasa nyaman sewaktu individu melakukan aktivitas sehari-hari. Program yang dilakukan untuk relaksasi diferensial, meliputi suatu seri latihan yang dimulai dari situasi yang hanya sendiri di ruang sunyi sampai pada situasi dengan orang lain di tempat yang ramai, dari posisi duduk sampai posisi berdiri, dari aktivitas yang sederhana sampai aktivitas yang kompleks.

Selain itu juga ada macam relaksasi kesadaran indra yang dikembangkan oleh Goldfried yang dipelajari dari Weitzman. Dalam teknik ini pasien diberi suatu seri pertanyaan yang tidak dapat dijawab secara lisan, tetapi dirasakan sesuai dengan apa yang dapat atau tidak dapat dialami oleh pasien pada waktu instruksi dilakukan. Seperti pada relaksasi otot, instruksi relaksasi kesadaran indra juga dapat diberikan melalui tape recorder sehingga dapat digunakan untuk latihan di rumah.Asumsi Teknik RelaksasiAsumsi dasar yang melatar belakangi teknik relaksasi adalah bahwa individu memiliki kecemasan-kecemasan yang timbul dari keadaan fisik maupun psikisnya, sehingga diperlukan usaha untuk menyalurkan kelebihan energi dalam dirinya melalui suatu kegiatan yang menyenangkan dan menenangkan.

Relevansi Teknik RelaksasiRelevansi dalam teknik relaksasi adalah kesesuaian atau kecocokan (kaitan antara penggunaan teknik itu) dengan perilaku atau masalah individu, misalnya seseorang yang mengalami ketegangan dan kecemasan yang berat kemudian diberikan relaksasi maka ketegangan dan kecemasan yang dialami tersebut akan berkurang, sehingga individu tersebut akan merasa lebih rileks, tenang, dan mampu berpikir secara jernih.

Prinsip Teknik RelaksasiPrinsip-prinsip teknik relaksasi sbb:

Teknik relaksasi adalah seni keterampilan dan pengetahuan, sehingga ketika seseorang berusaha meraih kesehatan lahir batinnya melalui metode relaksasi, dianjurkan untuk memahami benar, apa yang akan diupayakan dan apa yang diharapkan dari hasilnya.Relaksasi dapat menjadi suatu kegiatan harian yang rutin, semakin sering dan teratur teknik relaksasi ini diterapkan maka diri pasien akan semakin rileks.

Manfaat Teknik RelaksasiAda beberapa manfaat dari penggunaan teknik relaksasi, menurut Welker dkk (Karyono, 1994 dalam lutfi, 2009); penggunaan teknik relaksasi memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:

Memberikan ketenangan batin bagi individu.Mengurangi rasa cemas, khawatir dan gelisah.Mengurangi tekanan dan ketegangan jiwa.Mengurangi tekanan darah, detak jantung jadi lebih rendah dan tidur menjadi nyenyak.Memberikan ketahanan yang lebih kuat terhadap penyakit.Kesehatan mental dan daya ingat menjadi lebih baik.Meningkatkan daya berpikir logis, kreativitas dan rasa optimis atau keyakinan.Meningkatkan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain.Bermanfaat untuk penderita neurosis ringan, insomnia, perasaan lelah dan tidak enak badan.Mengurangi hiperaktif pada anak-anak, dapat mengontrol gagap, mengurangi merokok, mengurangi fhobia, dan mengurangi rasa sakit sewaktu gangguan pada saat menstruasi serta dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi ringan.

Sedangkan Burn (dikutip oleh Beech dkk, 1982 dalam lutfi, 2009) melaporkan beberapa keuntungan yang diperoleh dari latihan relaksasi, antara lain:Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stres.Masalah-masalah yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia dapat dikurangi atau diobati dengan relaksasi.Mengurangi tingkat kecemasan.Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stres dan mengontrol anticipatory anxiety sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan, seperti pada pertemuan penting, wawancara atau sebagainya.Penelitian menunjukkan bahwa perilaku tertentu dapat lebih sering terjadi selama periode stres, misalnya naiknya jumlah rokok yang dihisap, konsumsi alkohol, pemakaian obat-obatan, dan makanan yang berlebih-lebihan.Meningkatkan penampilan kerja, sosial, dan penampilan fisik.Kelelahan, aktivitas mental dan atau latihan fisik yang tertunda dapat diatasi dengan menggunakan ketrampilan relaksasi.Kesadaran diri tentang keadaan fisiologis seseorang dapat meningkat sebagai hasil dari relaksasi, sehingga memungkinkan individu untuk menggunakan ketrampilan relaksasi untuk timbulnya rangsangan fisiologis.Relaksasi merupakan bantuan untuk menyembuhkan penyakit tertentu dalam operasi, seperti pada persalinan yang alami, relaksasi tidak hanya mengurangi kecemasan tetapi juga memudahkan pergerakan bayi melalui cervix.Konsekuensi fisiologis yang penting dari relaksasi adalah bahwa tingkat harga diri dan keyakinan diri individu meningkat sebagai hasil kontrol yang meningkat terhadap reaksi stres.Meningkatkan hubungan antar personal.

Kendala Penggunaan Teknik RelaksasiAdapun Kendala-kendala dalam penggunaan teknik relaksasi adalah:

Pelaksanaan teknik relaksasi memerlukan waktu yang relatif lama (karena dilakukan berulang-ulang atau tidak hanya sekali).Pelaksanaanya membutuhkan tempat yang kondusif (nyaman dan tenang).Pasien yang kurang bisa memfokuskan pikiran atau konsentrasinya dapat menghambat pelaksanaan teknik relaksasi.Membutuhkan sarana dan prasarana yang cukup banyak.

Selain itu, menurut Nadjamuddin (dalam lutfi, 2009) keterbatasan dalam pelaksanaan relaksasi antara lain disebabkan karena adanya faktor:Faktor Teknis

Faktor teknis ini meliputi kurang terampilnya instruktur dalam memberikan instruksi, sehingga kesannya kaku; media yang digunakan dalam relaksasi kurang begitu diperhatikan; kondisi ruangan kurang diperhatikan.Faktor dari Dalam Diri Pasien

Pasien kurang bisa mengontrol diri; pasien salah kostum; pasien mengutamakan nilai pribadinya.Faktor dari Masalah Pasien itu Sendiri

Beratnya masalah yang dihadapi pasien itu membuatnya dikuasai masalah tersebut padahal seharusnya dia harus mampu menguasai masalah tersebut. Meskipun dia sudah beberapa kali diterapi kurang menunjukkan perubahan yang lebih baik.Prosedur Aplikasi Teknik RelaksasiDalam menerapkan teknik relaksasi kita perlu mempertimbangkan beberapa persiapan yang harus diperhatikan seperti setting lingkungan yang tenang atau tidak mengganggu, pakaian yang longgar atau tidak mengikat, perut yang tidak sedang kelaparan atau kekenyangan, serta tempat yang nyaman dan tepat untuk mengambil posisi tubuh. Bisa pula ditambahkan aromatherapy dan alunan musik klasik dalam pelaksanaan teknik relaksasi.

Untuk dapat melakukan teknik relaksasi secara efektif, pasien harus terlebih dahulu mengenal secara baik bagian-bagian dari tubuhnya. Tubuh adalah satu kesatuan sistem unik yang terdiri dari beberapa sub-sistem seperti sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem saraf, sistem rangka, dan sebagainya. Posisi atau postur untuk relaksasi bebas, dapat dengan duduk di lantai atau kursi, berdiri ataupun berbaring yang penting dapat membawa pasien ke keadaan rileks atau istirahat serta berguna untuk memperbaiki postur tubuh yang salah.Persiapan-persiapan yang perlu dilakukan sebelum menerapkan teknik relaksasi antara lain:Lingkungan Fisik

Kondisi Ruangan

Ruang yang digunakan untuk latihan relaksasi harus tenang, segar, nyaman, dan cukup penerangan sehingga memudahkan pasien untuk berkonsentrasi.Kursi

Dalam relaksasi perlu digunakan kursi yang dapat memudahkan individu untuk menggerakkan otot dengan konsentrasi penuh; seperti menggunakan kursi malas, sofa, kursi yang ada sandarannya atau mungkin dapat dilakukan dengan berbaring di tempat tidur.Pakaian

Saat latihan relaksasi sebaiknya digunakan pakaian yang longgar dan hal-hal yang mengganggu jalannya relaksasi (kacamata, jam tangan, gelang, sepatu, ikat pinggang) dilepas dulu.Lingkungan yang ada dalam diri pasien

Individu harus mengetahui bahwa:Latihan relaksasi merupakan suatu ketrampilan yang perlu dipelajari dalam waktu yang relatif lama dan individu harus disiplin serta teratur dalam melaksanakannya.Selama fase permulaan latihan relaksasi dapat dilakukan paling sedikit 30 menit setiap hari, selama fase tengah dan lanjut dapat dilakukan selama 15-20 menit, dua atau tiga kali dalam seminggu. Jumlah sesion tergantung pada keadaan individu dan stres yang dialaminya.Ketika latihan relaksasi kita harus mengamati bahwa bermacam-macam kelompok otot secara sistematis tegang dan rileks.Dalam melakukan latihan relaksasi individu harus dapat membedakan perasaan tegang dan rileks pada otot-ototnya.Setelah suatu kelompok otot rileks penuh, bila individu mengalami ketidak enakan, sebaiknya kelompok otot tersebut tidak digerakkan meskipun individu mungkin merasa posisinya bebas bergerak.Saat relaksasi mungkin individu mengalami perasaan yang tidak umum, misalnya gatal pada jari-jari, sensasi yang mengambang di udara, perasaan berat pada bagian-bagian badan, kontraksi otot yang tiba-tiba dan sebagainya, maka tidak perlu takut; karena sensasi ini merupakan petunjuk adanya relaksasi. Akan tetapi jika perasaan tersebut masih mengganggu proses relaksasi maka dapat diatasi dengan membuka mata, bernafas sedikit dalam dan pelan-pelan, dan mengkontraksikan seluruh badan. Waktu relaksasi, individu tidak perlu takut kehilangan kontrol karena ia tetap berada dalam kontrol yang dasar.Kemampuan untuk rileks dapat bervariasi dari hari ke hari.Relaksasi akan lebih efektif apabila dilakukan sebagai metode kontrol diri.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penerapan teknik relaksasi adalah:Rasional.Instruksi tentang pakaian.Menciptakan lingkungan yang aman.Konselor memberi contoh latihan relaksasi itu.Intruksi-instruksi untuk relaksasi.Penilaian setelah latihan, dan.Pekerjaan rumah dan tindak lanjut

Mekanisme RelaksasiDi dalam sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang dan saraf cabang yang tumbuh dari otak dan sumsum tulang belakang tadi disebut urat saraf perifer atau saraf tepi. Sistem saraf pusat bertanggungjawab mengendalikan gerakan-gerakan yang disadari, misal gerakan tangan, kaki, leher dan sebagainya. Sistem saraf otonom bekerja di luar kesadaran dan berfungsi untuk mengendalikan gerakan-gerakan otomatis atau tidak disadari seperti fungsi digestif proses kardiovaskular, gairah seks dan sebagainya. Sistem saraf otonom terdiri atas sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang bekerja secara berlawanan. Sistem saraf simpatis bekerja meningkatkan stimulus dan memacu kerja organ-organ tubuh, seperti mempercepat detak jantung dan respirasi, menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan vasodilatasi pembuluh darah pusat. Sistem saraf parasimpatis berfungsi untuk merangsang penurunan aktivitas organ-organ tubuh yang dipacu oleh sistem saraf simpatis dan menstimulasi meningkatnya aktivitas organ-organ yang dihambat oleh sistem saraf simpatis. Selama sistem saraf berfungsi normal, bertambah aktivitas sistem organ yang satu akan memerlukan efek sistem yang lain. Pada saat individu mengalami ketegangan, yang bekerja adalah sistem saraf simpatis dan pada saat rileks yang bekerja sistem saraf parasimpatis. Dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang secara timbal balik, sehingga timbul counter conditioning (penghilangan) (Bellack & Hersen, 1997 dalam Prawitasari, 1998, Utami, 1991, Saseno, 2001, dalam Kustanti & Widodo, 2008)

Konsep Terapi BekamDefinisi Terapi BekamBekam adalah metode pengobatan dengan cara mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh melalui permukaan kulit. Pengobatan Hijamah sudah dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Nama lainnya adalah bekam, canduk, canthuk, kop, mambakan, hijamah, di Eropa dikenal dengan istilah "Cuping Therapeutic Method". Dalam bahasa Mandarin disebut Pa Hou Kuan (Kasmui, 2006).

Definisi hijamah menurut bahasa adalah ungkapan tentang mengisap darah dan mengeluarkannya dari permukaan kulit, yang kemudian ditampung di dalam gelas mihjamah, yang menyebabkan pemusatan dan penarikan darah di sana, lalu dilakukan penyayatan permukaan kulit dengan pisau bedah, guna untuk mengeluarkan darah (Kasmui, 2006). Bekam merupakan metode pengobatan dengan cara mengeluarkan darah yang terkontaminasi toksin atau oksidan dari dalam tubuh melalui permukaan kulit ari. Dalam istilah medis dikenal dengan istilah Oxidant Release Therapy atau Oxidant Drainage Therapy atau istilah yang lebih populer adalah detoksifikasi. Cara ini lebih efektif dibandingkan dengan cara pemberian obat antioksidan (obat kimiawi) yang bertujuan untuk menetralkan oksidan di dalam tubuh sehingga kadarnya tidak makin tinggi. Untuk mengeluarkan oksidan dari dalam tubuh butuh ketrampilan khusus. Caranya dengan penyedotan menggunakan alat khusus yang sebelumnya didahului dengan pembedahan minor (sayatan khusus) secara hati-hati di titik-titik tertentu secara tepat dalam tubuh. Jika oksidan dapat dikeluarkan semua maka penyumbatan aliran darah ke organ-organ tertentu dalam tubuh dapat diatasi, sehingga fungsi-fungsi fisiologis tubuh kembali normal (Kasmui, 2006).Teknik pengobatan hijamah adalah suatu proses membuang darah kotor (toksid/racun) yang berbahaya dari dalam tubuh melalui bawah permukaan kulit. Toksid/toksin adalah endapan racun/zat kimia yang tidak bisa diurai oleh tubuh. Darah kotor adalah darah yang mengandung toksid/racun, atau darah statis yang menyumbat peredaran darah sehingga sistem peredaran darah tidak dapat berjalan lancar. Kondisi ini sedikit demi sedikit akan mengganggu kesehatan, baik fisik maupun mental. Akibatnya akan terasa lesu, murung, resah, linu, pusing, dan senantiasa merasa kurang sehat, cepat bosan, dan mudah naik pitam. Ditambah lagi dengan angin yang sulit dikeluarkan dari dalam tubuh, akibatnya tubuh akan mudah kena penyakit mulai dari yang akut seperti influenza sampai dengan penyakit degeneratif semacam stroke, darah tinggi, kanker, kencing manis, bahkan sampai dengan gangguan kejiwaan (Kasmui, 2006).Toksid dalam tubuh manusia dapat berasal dari:Pencemaran udaraMakan siap saji (fast food) karena mengandung zat kimia yang tidak baik untuk tubuh seperti pengawet, pewarna, essense, penyedap rasa, dan sebagainya.Hasil pertanian seperti pestisida (insektisida, fungisida, herbisida).Kebiasaan buruk (bad habit) seperti merokok, makan tidak teratur/bersih, makan tidak seimbang, terlalu panas atau dingin, terlalu asam, dan lain-lain.Obat-obatan kimia, karena mempunyai efek merusak organ atau mikroba yang normal dalam tubuh.

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan darah statis, yaitu:Darah statis yang diakibatkan oleh kecelakaan sewaktu di dalam rahim dan sewaktu dilahirkan.Darah statis yang bersumber dari trauma penderitaan fisik, seperti kecelakaan, keseleo, berkelahi, kena cubit, kena tendang, kena rotan, dan sebagainya.Darah statis akibat perbuatan sendiri, seperti mengangkat beban berat, penggunaan pakaian ketat, ikat kepala yang berkepanjangan.Darah statis yang bersumber dari emosi yang tidak terkawal, Kemarahan, ketakutan, kesedihan, kesayuan, dan kerisauan menyebabkan pengeluaran adrenalin berlebihan yang dapat membahayakan metabolisme tubuh.Darah statis yang diakibatkan oleh diet yang tidak seimbang, kegemukan, sering sembelit, dan pencemaran alam sekitar.

Dengan demikian darah statis harus dikeluarkan dengan cara apapun. Namun sistem pengobatan allopathy (konvensional) tidak dapat bertindak demikian. Jadi, kita harus mencari pengobatan yang dapat bertindak mengeluarkan toksid-toksid tersebut secara cepat agar tubuh tidak lemah dan mudah diserang berbagai penyakit. Salah satu caranya adalah dengan berhijamah (berbekam). Hijamah/bekam merupakan metode paling unggul dan sangat berkhasiat untuk mengatasi berbagai macam penyakit. Bekam juga merupakan preventive medicine (metode pencegahan) selain juga sangat efektif untuk curative medicine (metode penyembuhan) (Kasmui, 2006).Jenis Terapi BekamBekam dibagi menjadi 2 jenis bagian yaitu:Bekam kering atau bekam angin (Hijamah Jaaffah/ Dry Cupping), yaitu menghisap permukaan kulit dan memijat tempat sekitarnya tanpa mengeluarkan darah kotor. Bekam kering baik bagi orang yang tidak tahan suntikan jarum dan takut melihat darah. Bekam ini sedotannya hanya sekali dan dibiarkan selama 510 menit. Bekam kering ini berkhasiat untuk melegakan sakit secara darurat atau digunakan untuk meringankan kenyerian urat-urat punggung karena sakit rheumatik, juga penyakit-penyakit penyebab kenyerian punggung. Bekam kering bermanfaat juga untuk terapi penyakit paru-paru, radang ginjal, pembengkakan liver/radang selaput jantung, radang urat syaraf, radang sumsum tulang belakang, nyeri punggung, rematik, masuk angin, wasir, dan lain-lain (Kasmui, 2006).

Teknik bekam kering dibagi menjadi bekam luncur dan bekam tarik yaitu: Bekam luncur (sliding cupping), caranya dengan meng-kop pada bagian tubuh tertentu dan meluncurkan ke arah bagian tubuh yang lain. Teknik bekam ini biasa digunakan untuk pemanasan pasien, berfungsi untuk melancarkan peredaran darah, pelemasan otot, dan menyehatkan kulit. Bekam tarik (flash cupping), dilakukan seperti ditarik-tarik. Dibekam hanya beberapa detik kemudian ditarik dan ditempelkan lagi hingga kulit yang dibekam menjadi merah.

Bekam basah (Hijamah Rothbah / wet cupping), yaitu pertama kita melakukan bekam kering, kemudian kita melukai permukaan kulit dengan jarum tajam (lancet) atau sayatan pisau steril (surgical blade), lalu di sekitarnya dihisap dengan alat cupping set dan hand pump untuk mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh. Lamanya setiap hisapan 3 sampai 5 menit, dan maksimal 9 menit, lalu dibuang darah kotornya. Penghisapan tidak lebih dari 7 kali hisapan. Darah kotor berupa darah merah pekat dan berbuih. Dan selama 3 jam setelah dibekam, kulit yang lebam itu tidak boleh disiram air. Jarak waktu pengulangan bekam pada tempat yang sama adalah 4 minggu. Bekam basah berkhasiat untuk berbagai penyakit, terutama penyakit yang terkait dengan terganggunya sistem peredaran darah di tubuh. Bekam basah juga dapat menyembuhkan penyakit-penyakit yang lebih berat, akut, kronis ataupun yang degeneratif, seperti darah tinggi, kanker, asam urat, diabetes mellitus (kencing manis), kolesterol, dan osteoporosis (Kasmui, 2006).

Kontra Indikasi Pembekaman (Orang yang tidak boleh dibekam)Ada beberapa kontraindikasi pada pembekaman sbb:

Penderita diabetes melitus dengan kadar gula > 200 mg/dl.Penderita hipertensi dengan tensi > 180 / 110 mmHgPasien yang sedang mengkonsumsi obat pengencer darah.Anak anak kurang dari 3 tahun dan orang yang sudah lanjut usia.Anemia.Wanita hamil pada tiga bulan pertama.Wanita yang sedang menstruasi.Penderita kelainan darah (hemofilia, kanker darah)Kelainan pembuluh darah.Penderita yang baru menjalani cuci darah karena gagal ginjal.

Larangan-Larangan Pembekaman Hal-hal yang dilarang melakukan pembekaman (Salma, 2007), adalah:

Jangan membekam orang yang fisiknya sangat lemah atau orang yang kelelahan (overfatigue).Jangan membekam orang yang menderita penyakit kulit merata atau menderita alergi kulit yang parah seperti ulserasi dan edema.Jangan membekam pada kondisi : perut kekenyangan, kehausan, kelaparan, kelelahan, setelah beraktivitas berat, tubuh lemah dan tubuh demam (kedinginan).Jangan membekam langsung pada daerah yang luka, urat sendi robek, patah tulang, varises, tumor.Jangan membekam daerah perut terlalu keras.Jangan melakukan bekam langsung setelah makan, pembekaman dapat dilakukan minimal dua jam setelah makan. Setelah bekam juga jangan langsung makan, melainkan hanya minum yang manis-manis semisal madu atau selainnya.Tidak dianjurkan melakukan pembekaman kepada orang yang menderita klep jantung.Jangan melakukan bekam langsung setelah mandi, terutama setelah mandi dengan air dingin. Tidak dianjurkan langsung mandi setelah bekam, melainkan setelah 2 jam. Dianjurkan mandi dengan air hangat.Jangan membekam basah orang yang baru memberikan donor darah atau orang yang baru kecelakaan sehingga darahnya berkurang.Jangan membekam di area terbuka atau tempat yang dingin. Lebih baik melakukan bekam di ruang yang hangat atau bersuhu normal ruangan.Dilarang membekam area berikut :

Lubang alamiah tubuh : mata, hidung, telinga, mulut, kemaluan, anus, puting susu.Daerah sistem nodus limfa yang berfungsi sebagai penghasil antibodi, yaitu di submaksilari, korvikal, submalaonkular, aksilari, bagian detak jantung, nodus inguinal limfa.Daerah yang dekat dengan pembuluh besar (big vessels).

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan di Dalam Bekam

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan terapi bekam (Salma, 2007), yaitu;Pastikan bahwa gelas bekam sudah steril dan higienis sehingga aman untuk bekam (terutama bekam basah).Untuk pasien yang belum pernah dibekam sebelumnya, pilihlah gelas bekam dari yang terkecil lalu ke yang besar supaya tidak terlalu sakit.Posisi bekam dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring menelungkup. Posisi duduk lebih baik untuk peredaran darah, namun bagi pasien yang lemah dianjurkan dengan posisi berbaring.Untuk pasien yang baru dibekam, sering-seringlah menanyai bagaimana keadaannya, apakah merasa mulas, pusing, mual atau adanya tanda-tanda akan pingsan lainnya. Segera hentikan bekam apabila pasien mengeluh kesakitan.Setelah bekam diharapkan beristirahat yang cukup. Hal ini dapat menyebabkan kembalinya penyakit apabila tidak beristirahat.Sebagian orang merasakan suhu badannya naik setelah 1-2 hari setelah berbekam, hal ini adalah normal dan akan segera hilang.Pasien yang menderita sakit menular atau infeksius agar diberikan perhatian khusus. Bagi penderita penyakit infeksius, diharap gelas bekamnya adalah tersendiri (single use) dan juru bekam dianjurkan menggunakan pelindung tubuh seperti sarung tangan karet (gloves), dan masker.Pasien yang menderita tekanan darah rendah harus diperlakukan ekstra hati-hati. Tingkat kesadarannya selalu dimonitor agar tidak pingsan. Dihindarkan membekam pada area punggung bawah yang sejajar dengan pusar ke bawah, karena hal ini bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat.Permukaan kulit yang timbul blister kecil, bercak-bercak, noda darah dan darah stasis adalah reaksi normal setelah bekam. Apabila blister yang timbul banyak dan besar-besar (seperti luka bakar), maka dapat dipecah dengan cara menusukkan jarum steril kering hingga keluar cairannya (cairan limfoid) lalu didesinfeksi dengan desinfektan. Lebih dianjurkan apabila bekas bekam yang berblister ini dipijat lembut dengan minyak zaitun atau jinten hitam.Pasien yang mengalami mental stres, ketakutan, mual dan gejala mental lainnya, dihentikan pembekaman dan pasien disuruh berbaring rilaks, tenang dan diberi minum dengan minuman manis (lebih baik madu) kemudian dimotivasi dan disugesti untuk menghilangkan atau meminimalisir gangguan mentalnya.

Mekanisme Kerja Terapi BekamMenurut ilmu kesehatan tradisional, bahwa di bawah kulit, otot, maupun fascia terdapat suatu poin atau titik yang mempunyai sifat istimewa. Antara poin satu dengan poin lainnya saling berhubungan membujur dan melintang membentuk jaring-jaring atau jala. Jala ini dapat disamakan dengan meridian (menurut Cina) atau habi (menurut dunia Arab). Dengan adanya jala ini, maka terdapat hubungan yang erat antara bagian tubuh sebelah atas dengan sebelah bawah, antara tubuh bagian dalam dengan bagian luar, antara bagian kiri tubuh dan bagian kanan, antara organ-organ tubuh dengan jaringan bawah kulit, antara organ yang satu dengan organ lainnya, antara organ tangan dan kaki, antara organ padat dengan organ berongga, dan lain sebagainya, sehingga membentuk suatu kesatuan yang tak terpisahkan dan dapat bereaksi secara serentak.

Kelainan yang terjadi pada satu poin ini dapat ditularkan dan mempengaruhi poin lainnya. Sebaliknya, pengobatan pada satu poin akan menyembuhkan poin lainnya. Dengan demikian, ketika pasien terserang otaknya, maka bisa dilakukan bekam di daerah tubuh lain, tidak harus di otak. Karena otak dengan bagian lain tubuh dihubungkan oleh meridian tadi.Dari beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa poin istimewa di atas ternyata merupakan motor points pada perlekatan neuro muskular (neuromuscular attachements) yang mengandung banyak mitokondria, kaya pembuluh darah, mengandung tinggi mioglobin, sebagian besar selnya menggunakan metabolisme oksidatif, dan lebih banyak mengandung cells mast, kelenjar limfe, kapiler, venula, bundel, dan pleksus saraf serta ujung saraf akhir, dibanding dengan daerah poin istimewa.Disini juga di buktikan bahwa apabila dilakukan pembekaman pada satu poin, maka di kulit (kutis), jaringan bawah kulit (sub kutis), Fascia dan ototnya akan terjadi kerusakan dari mast cells dan lain-lain. Akibat kerusakan ini akan dilepaskan beberapa zat seperti serotonin, histamin, bradikinin, slow reacting substance (SRS), serta zat-zat lain yang belum diketahui. Zat-zat ini menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler dan arteriol, serta flare reaction pada daerah yang dibekam. Dilatasi kapiler juga dapat terjadi di tempat yang jauh dari tempat pembekaman. Ini menyebabkan terjadi perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah. Akibatnya, timbul efek relaksasi (pelemasan) otot-otot yang kaku serta akibat vasodilatasi umum akan menurunkan tekanan darah secara stabil. Yang terpenting adalah dilepaskannya corticotrophin releasing faktor (CRF) serta releasing factors lainnya oleh adenohipofise. CRF selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya ACTH, corticotrophin, dan corticosteroid. Corticosteroid ini mempunyai efek menyembuhkan peradangan serta menstabilkan permeabilitas sel.Sedangkan golongan histamin yang ditimbulkannya mempunyai manfaat dalam proses reparasi (perbaikan) sel serta jaringan yang rusak serta memacu pembentukan reticulo endothelial cell, yang akan meninggikan daya resistensi (daya tahan) dan imunitas (kekebalan) tubuh. Sistem imun ini terjadi melalui pembentukan interleukin dari sel karena faktor neural, peningkatan jumlah sel T karena peningkatan set-enkephalin, enkephalin dan endorphin yang merupakan mediator antara susunan saraf pusat dan sistem imun, substansi P yang mempunyai fungsi parasimpatis dan sistem imun, serta peranan kelenjar pituitary dan hypothalamus anterior yang memproduksi CRF.Penelitian lainnya menunjukkan bahwa pembekaman di kulit akan menstimulasi kuat syaraf permukaan kulit yang akan dilanjutkan pada cornu posterior medulla spinalis melalui saraf A-delta dan C, serta traktus spino thalamicus ke arah thalamus yang akan menghasilkan endorphin. Sedangkan sebagian rangsangan lainnya akan diteruskan melalui serabut aferen simpatik menuju ke motor neuron dan menimbukan reflek intubasi nyeri. Efek lainnya adalah dilatasi pembuluh darah kulit, dan peningkatan kerja jantung.Pada sistem endokrin terjadi pengaruh pada sistem sentral melalui hipothalamus dan pituitari sehingga menghasilkan ACTH, TSH, FSH-LH, ADM. Sedangkan melalaui sistem perifer langsung berefek pada organ untuk menghasilkan hormon-hormon insulin, thyroxin, adrenalin, corticotropin, estrogen, progesteron, testosteron. Hormon-hormon inilah yang bekerja di tempat jauh dari yang dibekam, sehingga bisa memperbaiki organ yang letaknya jauh dari tempat yang dibekam (wadda umar, 2010).

Prosedur Melakukan PembekamanPersiapan

Menyiapkan alat, sarana dan ruangan

Alat yang dipersiapkan: set kop/tabung penghisap, skapel, jarum, lancet pen, pisau bedah duk kain, sarung tangan, masker, mangkok/cawan, tempat sampah, meja dan kursiBahan yang disiapkan: kassa, kapas/tissue, betadin, detol, sabun, zalf, alkohol, iodin, minyak zaitun, minyak habbatussauda, al qusthul hindi, minyak urut hangat (misal gandapura), minuman hangat, baik kalau disediakan madu dan susu.Mensterilkan alat agar bebas kuman dan tidak menyebarkan penyakit, dengan cara: merebus tabung kop paling sedikit selama 30 menit setelah air mendidih terus menerus (karet dilepas dulu). Sarung tangan, karet dan duk kain disterilkan dengan tablet formalin.Jarum, pinset, pisau bedah, hanya boleh sekali pakai saja. Ruangan harus bersih, terang dan cukup aliran udara dan tidak pengap.

Menyiapkan pasien

Pasien dijelaskan tentang bekam, efek yang terjadi, proses kesembuhan dll.Pasien disiapkan mentalnya agar tidak gelisah dan takut, bimbinglah berdoa dan berwudhu.Bagi pasien yang belum pernah dibekam cukup dibekam 1 - 2 gelas.Pasien dipersiapkan makanan, minuman, kebersihan tubuh dan kebersihan tempat yang akan dibekam.

Menyiapkan diri sendiri (juru bekam)

Juru bekam dalam keadaan sehat, tidak sakit, sudah berwudhu dan berdoa.Juru bekam sudah mengecek semua peralatan dan sarana yang akan dipakai.

Identifikasi Pasien

Mencatat Identitas Umum: Nama, alamat, usia, jenis kelamin, status.Mencatat Identitas Keluarga: Kedudukan dan status dalam keluarga.

Mewawancarai pasien

Keluhan pasien, keluhan utama, keluhan tambahan/lain, riwayat penyakit.Keluhan dari masing-masing organ tubuh (Kasmui, 2006).

Memeriksa fisik pasien

Pemeriksaan Umum, meliputi : tekanan darah, nadi, temperatur tubuh, pernafasan, lidah, iris mata (iridology), telapak tangan (palmistry) dll. Intinya adalah bisa mengetahui penyakitnya, boleh dengan cara diagnosis medis maupun secara tradisional atau gabungan keduanya.Inspeksi (Pengamatan), pendengaran dan penciuman dari organ yang dikeluhkan pasien. Perhatikan perubahan warna kulit, bentuk, tekstur atau perubahan lainnya yang kasat mata. Amati pula ekspresi wajah, bentuk dan sikap serta cara berjalan pasien.Palpasi (Perabaan, penekanan) atau perkusi (pengetukan) disekitar tubuh yang mengalami keluhan. Periksalah apakah terdapat benjolan keras/lunak, atau dengan penekanan apabila terasa sakit menunjukan penyakitnya termasuk hiper (kelebihan fungsi) dan jika dengan penekanan pasien merasa enak berarti penyakitnya termasuk hipo (kekurangan fungsi). Begitu juga dengan pengetukan pada organ apakah terjadi perubahan, seperti paru-paru yang seharusnya berbunyi sonor, pada kondisi tertentu berubah menjadi pekak karena terdapat tumor paru-paru. Terkadang kita perlu menggerakkan bagian tubuh yang sakit, apakah terdapat keterbatasan gerak pada tangan/kaki, kekakuan, nyeri ketika digerakkan dan lain-lain.Auskultasi, yakni pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop untuk mengetahui adanya kelainan pada rongga dada (jantung dan paru-paru) serta rongga perut (lambung, usus, dll) (Abu Hana, 2009).

Pemeriksaan penunjang lain

Pemeriksaan khusus: iris mata (iridologi), lidah, telinga, telapak tangan dll.Pemeriksaan penunjang: laboratorium, radiologi, CT-Scan, MRI dll.

Penyimpulan dan penentuan diagnosa penyakit

Menentukan jenis keluhan.Menentukan jenis penyakit.Menentukan letak penyakit.Menentukan penyebab penyakit.Menentukan jenis pengobatan.

Menentukan daerah dan titik yang dibekam

Titik yang sesuai dengan yang dikeluhkan.Titik lain yang satu jurusan/meridian dengan titik yang dikeluhkan.Titik lain yang berlawanan dengan titik yang dikeluhkan.Titik lain yang berpasangan dengan titik yang dikeluhkan.Titik-titik istimewa.Titik-titik khusus.

Melakukan pembekaman

Bekam tanpa mengeluarkan darah (hijamah jaffah / bekam kering).Bekam dengan mengeluarkan darah (hijamah damamiyah / bekam basah).

Memberikan terapi lain

Memberikan terapi tindakan, operasi dll.Memberikan "food suplement" obat-obatan dan bahan berkhasiat.Memberikan nasehat, tausiyah dan doa (Kasmui, 2006).

Konsep LansiaDefinisi LansiaLansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (UU No 23 Tahun 1992 tentang kesehatan). Pengertian dan pengelolaan lansia menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang lansia sebagai berikut.

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.Lansia usia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.

Batasan LansiaMenurut Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia meliputi: usia pertengahan yakni kelompok usia 46-59 tahun, usia lanjut (Elderly) yakni antara usia 60-74 tahun, Tua (Old) yaitu antara 75-90 tahun, dan usia sangat tua (Very old) yaitu usia diatas 90 tahun (Setiabudhi, 1999), dan menurut DepKes RI (1999) dalam Warsono (2010), umur dibagi 3 lansia yaitu;

Usia pra senelis atau Virilitas adalah seseorang yang berusia 45-49 tahun.Usia lanjut adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.Usia lanjut resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau dengan masalah kesehatan.

Proses MenuaMenurut Constantindes (1994) (dalam Nugroho, 2000 dalam Warsono, 2010) mengatakan bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.

Aging proses adalah suatu periode menarik diri yang tak terhindarkan dengan karakteristik menurunnya interaksi antara lansia dengan orang lain di sekitarnya. Individu diberi kesempatan untuk mempersiapkan dirinya menghadapi ketidamampuan dan bahkan kematian (Cox, 1984 dalam Miller, 1995 dalam Warsono, 2010). Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan stuktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti, hipertensi, aterosklerosis, diabetes militus dan kanker yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti stroke, infark miokard, koma asidosis, metastasis kanker dan sebagainya (Darmojo, 2004 dalam Warsono, 2010).Teori penuaanTeori biologis

Teori radikal bebas

Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang merupakan bagian molekul yang sangat aktif. Molekul ini memiliki muatan ekstraseluler kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya, molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitas, atau dapat berikatan dengan organel sel. Proses metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar, secara spesifik, oksidasi lemak, protein, dan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan formasi radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal bebas (Potter & Perry, 2005 dalam Warsono, 2010).Teori cross linkTeori cross link menyatakan bahwa molekul kolagen dan elastis, komponen jarigan ikat, membentuk senyawa yang lama meningkatkan rigiditas sel, cross linkage diperkirakan akibat reaksi kimia yang menimbulkan senyawa antara molekul molekul yang normal terpisah. Kulit yang menua merupakan contoh cross linkage jaringan ikat terikat usia meliputi penurunan kekuatan daya rentang dinding arteri, tanggalnya gigi, dan tendon kering dan berserat (Potter & Perry, 2005 dalam Warsono, 2010).Teori imunologis

Mekanisme seluler tidak teratur diperkirakan menyebabkan serangan pada jaringan tubuh melalui autoagresi atau imonodefisiensi (penurunan imun). Tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan proteinnya sendiri dengan protein asing, sistem imun menyerang dan menghancurkan jaringan sendiri pada kecepatan yang meningkat secara bertahap. Dengan bertambahnya usia, kemampuan sistem imun untuk menghancurkan bakteri, virus, dan jamur melemah, bahkan sistem ini mungkin tidak tahan terhadap serangannya sehingga sel mutasi terbentuk beberapa kali. Disfungsi system imun ini diperkirakn menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis seperti kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskuler, serta infeksi (Potter & Perry, 2005 dalam Warsono, 2010).Teori psikologis

Teori disengangement (pembebasan)

Menyatakan bahwa orang yang menua menarik diri dari peran yang biasanya dan terikat pada aktivitas yang lebih intropeksi dan berfokus diri sendiri, meliputi empat konsep dasar yaitu : (i) invidu yang menua dan masyarakat secara bersama saling menarik diri, (ii) disengangement adalah intrinsik dan tidak dapat diletakkan secara biologis dan psikologis, (iii) disengangement dianggap perlu untuk proses penuaan, (iv) disengangement bermanfaat baik bagi lanjut usia dan masyarakat (Potter & Perry, 2005 dalam Warsono, 2010).Teori aktifitas

Lanjut usia dengan keterlibatan sosial yang lebih besar memiliki semangat dan kepuasan hidup yang tinggi, penyesuaian serta kesehatan mental yang lebih positif dari pada lanjut usia yang kurang terlibat secara sosial (Potter & Perry, 2005 dalam Warsono, 2010). Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia (Nugroho, 2000 dalam Warsono, 2010). Menurut Mubarak dkk (2006) dalam Warsono (2010), bahwa sangat penting bagi individu lanjut usia untuk tetap beraktivitas dan mencapai kepuasan hidup.Teori kontinuitas (kesinambungan)

Teori kontinuitas atau teori perkembangan menyatakan bahwa kepribadiaan tetap sama dan perilaku menjadi lebih mudah diprediksi seiring penuaan. Kepribadian dan pola perilaku yang berkembang sepanjang kehidupan menentukan derajat keterikatan dan aktivitas pada masa lanjut usia (Potter & Perry, 2005 dalam Warsono, 2010).Perubahan Yang Terjadi Pada LansiaSuatu proses yang tidak dapat dihindari yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis. Pada jaringan tubuh dan akhirnya mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Depkes RI, 1998 dalam Warsono, 2010). Menurut Setiabudhi (1999) dalam Warsono (2010). Perubahan yang terjadi pada lansia yaitu:

Perubahan dari aspek biologis

Perubahan yang terjadi pada sel seseorang menjadi lansia yaitu adanya perubahan genetika yang mengakibatkan terganggunya metabolisme protein, gangguan metabolisme Nucleic acid dan deoxyribonucleic (DNA), terjadi ikatan DNA dengan protein stabil yang mengakibatkan gangguan genetika, gangguan kegiatan enzim dan system pembuatan enzim, menurunnya proporsi protein diotak, otot, ginjal darah dan hati, terjadinya pengurangan parenkim serta adanya penambahan lipofisin.Perubahan yang terjadi di sel otak dan saraf berupa jumlah sel menurun dan fungsi digantikan sel yang tersisa, terganggunya mekanisme perbaikan sel, kontrol inti sel terhadap sitopalsma menurun, terjadinya perubahan jumlah dan stuktur mitokondria, degenerasi lisosom yang mengakibatkan hoidrolisa sel, berkurangnya butir Nissil, penggumpalan kromatin, dan penambahan lipofisin, terjadi vakuolisasi protoplasma.Prubahan yang terjadi di otak lansia adalah terjadi trofi yang berkurang 5 sampai 10% yang ukurannya kecil terutama dibagian prasagital, frontal, parietal, jumlah neuron berkurang dan tidak dapat diganti dengan yang baru, terjadi pengurangan neurotransmiter, terbentuknya struktur abnormal diotak dan akumulasi pigmen organik mineral( lipofuscin, amyloid, plaque, neurofibrillary tangle), adanya perubahan biologis lainnya yang mempengaruhi otak seperti gangguan indra telinga, mata, gangguan kardiovaskuler, gangguan kelenjar tiroid, dan kortikosteroid.Perubahan jaringan yaitu terjadinya penurunan sitoplasma protein, peningkatan metaplastik protein seperti kolagen dan elastin.

Perubahan Fisiologis.

Pada dasarnya perubahan fisiologis yang terjadi pada aktivitas seksual pada usia lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan menunjukkan status dasar dari aspek vaskuler, hormonal dan neurologiknya (Alexander & Allison, 1989, Darmojo, 2004 dalam Warsono, 2010). Untuk suatu pasangan suami-istri, bila semasa usia dewasa dan pertengahan aktivitas seksual mereka normal, akan kecil sekali kemungkinan mereka akan mendapatkan masalah dalam hubungan seksualnya. Kaplan dalam Darmojo (2004) membagi siklus seksual dalam beberapa tahap, yaitu fase desire (hasrat) dimana organ targetnya adalah otak. Fase ke-2 adalah fase arousal (pembangkitan/ penggairahan) dengan organ targetnya adalah sistem vaskuler dan fase ke-3 atau fase orgasmic dengan organ target medulla spinalis dan otot dasar perineum yang berkontraksi selama orgasme. Fase berikutnya yaitu fase orgasmik merupakan fase relaksasi dari semua organ target tersebut.Perubahan Psikologis

Perubahan psikologis pada lansia sejalan dengan perubahan secara fisiologis. Masalah psikologis ini pertama kali mengenai sikap lansia terhadap kemunduran fisiknya (disengagement theory) yang berati adanya penarikan diri dari masyarakat dan dari diri pribadinya satu sama lain. Lansia dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi yang lambat, kesigapan dan kecepatan bertindak dan berpikir menurun (Santrock, 2002 dalam Warsono, 2010).Perubahan Sosial

Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang memutuskan hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan. Pernyataan tadi merupakan disaggrement theory. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia (Santrock, 2002 dalam Warsono, 2010).Perubahan kehidupan keluarga

Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang memuaskan yang disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya antara lain : kurangnya rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua, jauhnya jarak tempat tinggal antara anak dan orang tua. Lansia tidak akan merasa terasing jika antara lansia dengan anak memiliki hubungan yang memuaskan sampai lansia tersebut berusia 50 sampai 55 tahun (Darmojo, 2004 dalam Warsono, 2010). Orang tua usia lanjut yang perkawinannya bahagia dan tertarik pada dirinya sendiri maka secara emosional lansia tersebut kurang tergantung pada anaknya dan sebaliknya. Umumnya ketergantungan lansia pada anak dalam hal keuangan. Karena lansia sudah tidak memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anaknya pun tidak semua dapat menerima permintaan atau tanggung jawab yang harus mereka penuhi. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari.Permasalahan Yang Terjadi Pada LansiaPermasalahan dari Aspek Fisiologis

Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi oleh factor kejiwaan, sosial, ekonomi dan medik. Perubahan tersebut akan terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian atau menyeluruh, pendengaran berkurang, indra perasa menurun, daya penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena proses osteoporosis yang berakibat badan menjadi bungkuk, tulang keropos, massanya dan kekuatannya berkurang dan mudah patah, elastisitas paru berkurang, nafas menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi organ didalam perut, dinding pembuluh darah menebal dan menjadi tekanan darah tinggi, otot jantung bekerja tidak efisien, adanya penurunan organ reproduksi, terutama pada wanita, otak menyusut dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria, serta seksualitas tidak terlalu menurun (Martono, 1997, Darmojo, 2004 dalam Warsono, 2010).Permasalahan dari Aspek Psikologis

Menurut Martono, 1997, (Darmojo, 2004 dalam Warsono, 2010), beberapa masalah psikologis lansia antara lain:Kesepian (loneliness), yang dialami oleh lansia pada saat meninggalnya pasangan hidup, terutama bila dirinya saat itu mengalami penurunan status kesehatan seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama gangguan pendengaran harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak lansia hidup sendiri tidak mengalami kesepian karena aktivitas sosialnya tinggi, lansia yang hidup dilingkungan yang beraggota keluarga yang cukup banyak tetapi mengalami kesepian.Duka cita (bereavement),dimana pada periode duka cita ini merupakan periode yang sangat rawan bagi lansia. meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan bisa meruntuhkan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang selanjutnya memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatannya. Adanya perasaan kosong kemudian diikuti dengan ingin menangis dan kemudian suatu periode depresi. Depresi akibat duka cita biasanya bersifat self limiting.Depresi, pada lansia stres lingkungan sering menimbulkan depresi dan kemampuan beradaptasi sudah menurun.Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu fobia, gangguan panik, gangguan cemas umum, gangguan stres setelah trauma dan ganggua obstetif-kompulsif. Pada lansia gangguan cemas merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan biasanya berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat atau gejala penghentian mendadak suatu obat.Psikosis pada lansia, dimana terbagi dalam bentuk psikosis bisa terjadi pada lansia, baik sebagai kelanjutan keadaan dari dewasa muda atau yang timbul pada lansia.Parafrenia, merupakan suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering terdapat pada lansia yang ditandai dengan waham (curiga) yang sering lansia merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau tetangga berniat membunuhnya. Parfrenia biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi atau menarik diri dari kegiatan social.Sindroma diagnose, merupakan suatu keadaan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku yang sangat mengganggu. Rumah atau kamar yang kotor serta berbau karena lansia ini sering bermain-smain dengan urin dan fesesnya. Lansia sering menumpuk barang-barangnya dengan tidak teratur. Kondisi ini walaupun kamar sudah dibersihkan dan lansia dimandikan bersih namun dapat berulang kembali.

Permasalahan dari Aspek Sosial Budaya

Menurut Setiabudhi (1999) dalam Warsono (2010), permasalahan sosial budaya lansia secara umum yaitu masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil, akhirnya kelompok masyarakat industry yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lansia, masih rendahnya kuantitas tenaga professional dalam pelayanan lansia dan masih terbatasnya sarana pelayanan pembinaan kesejahteraan lansia, serta belum membudayanya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.

Konsep Tekanan Darah dan HipertensiDefinisi Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Bare, 2001).

Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang elastis dan ketahanan yang kuat. Sementara itu Palmer (2007) menyatakan bahwa tekanan darah diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg).Definisi HipertensiIstilah hipertensi diambil dari bahasa Inggris hypertension. Hipertensi atau lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana sesorang mengalami peningkatan darah diatas normal yaitu lebih dari 140/90 mmHg (Rahma, 2009 dalam Dahianingsih, 2010).

Klasifikasi HipertensiJoint National Committee on Prevention, Detection, Evaluasion and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI)Tabel 2.1Klasifikasi tekanan darah pada usia dewasaKategori

Sistolik (mmHg)Diastolik (mmHg)Normal 85Hipertensi>140 90Hipertensi Ringan 140-159 90-99Hipertensi Sedang160-179 100-109Hipertensi Berat180-209 110-119WHO (World Health Organization)Menurut WHO (World Health Organization), organisasi kesehatan dunia di bawah PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa), klasifikasi tekanan darah tinggi sebagai berikut

Tekanan darah normal, yakni jika sistolik kurang atau sama dengan 140 dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg.Tekanan darah perbatasan, yakin sistolik 141-149 dan diastolik 91-94 mmHg. Tekanan darah tinggi atau hipertensi, yakni jika sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg.

Pada tahun 1996 WHO membuat klassifikasi baru sebagai berikut:Tabel 2.2Klasifikasi hipertensi menurut WHO 1996:

SISTOLIK (mmHg)DIASTOLIK (mmHg)NormotensiHipertensi ringan) Sub-groupBorderlineHipertensi sedang dan beratHipertensi sistolik terisolasiSubgroup borderline180>140140 - 160105