bab i ii iii.docx
DESCRIPTION
nyewTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia, menurut hasil Riskesdas 2007 prevalensi karies aktif penduduk usia 12 tahun ke
atas sebesar 43,4% dan pengalaman karies sebesar 67,2 % dengan rerata tingkat kerusakan gigi sebesar
4,85. Prevalensi karies di Kalimantan Selatan termasuk kategori tinggi dengan prevalensi karies gigi aktif
penduduk usia 12 tahun ke atas sebesar 49,3% dengan jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
Telah diketahui bersama air merupakan bahan pokok kebutuhan manusia. Di daerah - daerah yang
belum mendapatkan pelayanan air bersih tersebut, penduduk biasanya menggunakan air sumur galian, air
sungai yang kadang- kadang bahkan sering kali air yang digunakan kurang memenuhi standart air minum
yang sehat. Bahkan untuk daerah yang sangat buruk kualitas air tanah maupun air sungainya, penduduk
hanya menggunakan air hujan untuk memenuhi kebutuhan akan air minum. Di daerah - daerah seperti ini,
persentase penderita penyakit yang disebabkan akibat penggunaan air minum yang kurang bersih atau
kurang memenuhi syarat kesehatan masih sangat tinggi. Masyarakat di tempat tersebut berisiko
mengalami gangguan kesehatan karena mengonsumsi air bersifat asam yang bisa membuat gigi keropos.1
Flouride yang sebelumnya biasa disebut fluorine, merupakan elemen kimia yang bersifat sangat
elekttronegatif di antara semua elemen-elemen kimia. Oleh karena itu tidak pernah ditemukan dalam
bentuk elemen bebas. Pada umumnya bersama-sama dengan elemen lain dalam bentuk garam-garam
fluoride seperti antara lain Calsium Fluoride.2
Dalam upaya pencegahan karies melalui fluor, pemberiannya dapat dilakukan dengan bermacam
cara, yaitu sistemik seperti fluoridasi air aminum, susu dan tablet fluor; topical aplikasi seperti: yang
dilakukan oleh dokter gigi atau tenaga kesehatan gigi lainnya.2
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa fluor dapat menncegah karies dengan efektif, dan
pemberiannya dapat dilakukan dengan berbagai cara.fluor telah dipergunakan secara luas di berbagai
Negara dan pada umumnya memperlihatkan fluor sangat bermanfaat dalam pengendalian karies.
1
Meskipun demikan, penggunaan fluor dalam pengendalian karies perlu mempertimbangkan beberapa
faktor, antara lain adanya fluor I alam sekitar, metabolisme fluor, dan dosis optimal yang dianjurkan.2
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana score DMF-T menurut WHO?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi kegagalan program preventif dan promotif?
3. Apa saja jenis dan dosis pemberian fluor?
4. Bagaimana Tahapan Fluoridasi?
5. Apa efek samping mengonsumsi air sungai / rawa?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui score DMF-T menurut WHO
2. Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi kegagalan program preventif dan promotif
3. Mengetahui apa saja jenis dan dosis pemberian fluor
4. Mengetahui bagaimana Tahapan Fluoridasi
5. Mengetahui apa efek samping mengonsumsi air sungai / rawa
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DMF-T Menurut WHO
Indeks DMF-T digunakan untuk pencatatan gigi permanen. Indeks DMF-T adalah indeks dari
pengalaman kerusakan seluruh gigi yang rusak, yang dicabut, dan yang ditambal. Tujuan dari indeks
DMF-T adalah untuk menentukan jumlah total pengalaman karies gigi pada masa lalu dan yang sekarang.
Untuk pencatatan DMF-T dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
1. Setiap gigi dicatat satu kali
2. D = decay atau rusak
a. Ada karies pada gigi dan restorasi
b. Mahkota gigi hancur karena karies gigi
3. M = missing atau hilang
a. Gigi yang telah dicabut karena karies gigi
b. Karies yang tidak dapat diperbaiki dan indikasi untuk pencabutan
4. F = filled atau tambal
a. Tambalan permanen dan sementara
b. Gigi dengan tambalan tidak bagus tapi tanpa karies yang jelas
Perhitungan DMF-T berdasarkan pada 28 gigi permanen, adapun gigi yang tidak dihitung adalah sebagai
berikut:
1. Gigi molar ketiga
2. Gigi yang belum erupsi. Gigi disebut erupsi apabila ada bagian gigi yang menembus gusi baik itu
erupsi awal (clinical emergence), erupsi sebagian (partial eruption) maupun erupsi penuh (full
eruption)
3. Gigi yang hilang bukan karena karies, seperti impaksi atau perawatan ortodontik
4. Gigi yang tidak ada karena kelainan kongenital dan gigi berlebih (supernumerary teeth)
5. Gigi tiruan yang disebabkan trauma, estetik, dan jembatan
3
6. Gigi susu yang belum tanggal
Indeks def-t
Indeks def-t adalah jumlah gigi sulung seluruhnya yang telah terkena karies. Tujuan dari
indeks def-t adalah untuk menentukan pengalaman karies gigi yang terlihat pada gigi sulung dalam
rongga mulut.
Untuk pencatatan def-t dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
1. d = decayed atau rusak
2. e = indicated for extraction atau indikasi untuk pencabutan
3. f = filled atau tambal
Jumlah gigi sulung yang ditambal pada permukaan yang tidak terdapat karies gigi.
Perhitungan def-t berdasarkan pada 20 gigi sulung. Adapun gigi-gigi yang tidak dihitung adalah sebagai
berikut:
1. Gigi yang hilang termasuk gigi yang belum erupsi dan tidak ada karena kelainan genital
2. Gigi supernumerary
3. Gigi tiruan disebabkan bukan karena gigi, tidak dihitung sebagai filled (tambalan)
WHO memberikan kategori dalam perhitungan DMF-T dan def-t berupa derajat interval sebagai berikut:
1. Sangat rendah : 0,0 – 1,1
2. Rendah : 1,2 – 2,6
3. Moderat : 2,7 – 4,4
4. Tinggi : 4,5 – 6,5
5. Sangat tinggi : > 6,5
Suwargiani, AA. Indeks def-t dan DMF-T Masyarakat Desa Cipondoh dan Desa Mekarsari
Kecamatan Tirtamulya Kabuten Karawang. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Padjadjaran.
Bandung, Indonesia. 2008. Hal.7-9.
4
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kegagalan Program Preventif Maupun Promotif
1. Program Preventif
a. Di Indonesia pemberian fluor melalui air minum masih sulit terwujud terutama suplai air dari PDAM
karena banyak daerah yang terpencil yang tidak dapat dilalui dengan transportasi darat sehingga
menjadi suatu kendala dalam penyebaran suplai air bersih dari PDAM.
Sriyono NW. Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut Guna meningkatkan Kualitas Hidup. Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta. 2009.
Masalah pelayanan PDAM yang belum merata
Penyebab jangkauan pelayanan PDAM Bandarmasih masih belum mencapai keseluruhan wilayah kota
Banjarmasin meliputi sumber bahan baku (air sungai) yang tersedia tercemar (tidak memenuhi syarat)
untuk diolah menjadi air bersih, adanya suatu daerah yang tidak tersedia sarana dan prasarana pengolahan
bahan baku air menjadi air bersih, ketergantungan pada instalasi induk pengolahan air bersih.
Solusi yang dapat ditempuh guna mengatasi masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Melakukan sterilisasi terhadap sumber bahan baku air yang tercemar agar bisa diolah menjadi air bersih
serta menghimbau kepada semua pihak untuk tidak mencemari air sungai. Usaha ini dilakukan dengan
memberdayakan semua sumber daya yang dimiliki oleh PDAM, seperti laboratorium beserta tenaga ahli
dan peralatannya. Kemudian juga bekerja sama dengan Pemko Banjarmasin untuk menegakkan
pelaksanaan Peraturan Daerah tentang pengelolaan sampah, dalam hal ini adalah penindakkan terhadap
para pelanggar perda yang melakukan pembuangan limbah atau sampah ke sungai yang merupakan
sumber bahan baku air bersih.
2. Membangun sarana dan prasarana pengolahan air bersih pada daerah-daerah yang belum memilikinya.
Keterbatsan jangkauan pelayanan air bersih daapat diatasi dengan penambahan pembangunan sarana
pengolahan air bersih, sebab diakui jumlah tempat pengolahan air bersih yang ada hanya terdapat di
pusat-pusat kota, sedangkan Daerah pinggiran tidak tersedia. Dengan dibangunnya tempat pengolahan air
bersih pada Daerah pingiran tentu hal ini merupakan upaya nyata guna memperluas jangkauan pelayanan
PDAM pada seluruh lapisan masyarakat kota Banjarmasin.
5
3. Membangun pipa penghubung antara daerah Banjarmasin Timur dan Selatan (induk) dengan daaerah
Banjarmasin Utara, Tengah dan Barat yang dipisahkan oleh sungai Martapura. Pipa penghubung yang ada
sekarang hanya ada satu buah, yaitu yang ada di bawah jembatan Dewi, untuk lebih memperluas
jangkauannya, maka perlu ditambah dengan pipa penghubung yang lainnya seperti di jembatan Sungai
Baru/ Sultan Adam dan di Daerah Basirih. Dengan demikian semua Daerah pinggiran di kota
Banjarmasin dapat terlayani air bersih.
4. Pengadaan jalur pipa baru bagi daerah-daerah yang belum ada jaringan pipanya. Seiring dengan
penambahan sarana pengolahan air bersih, maka perlu diikuti dengan penambahan jaringan pipa baru,
sehingga makin luas jangkauan pelayanan yang bisa diberikan oleh PDAM kepada masyarakat kota
Banjarmasin.
No Penyebab Solusi
1
2
3
4
Sumber bahan baku
Sarana/ Prasarana pengolahan air
bersih
Ketergantungan Instalasi induk
Belum ada jalur
Sterilisasi/ cari sumber baru
Pembangunan sarana/prasarana
Pengadaan Bangun pipa penghubung
Pengadaan Jalur Baru
Hermawan, Ade. Pelayanan Prima Pada PDAM Bandarmasih. Stia Bina Banua Banjarmasin, 2005
b. Dosis flour dalam air minum yang dapat mencegah karies adalah sekitar 1 ppm sedangkan di
indonesia kadar fluor dalam air < 0,3 ppm.
c. Terbatasnya upaya pelayanan kesehatan gigi karena tenaga kesehatan tidak tersebar disetiap daerah,
jadi untuk memaksimalkan program preventif dan promotif :
Perlunya kerjasama dengan sekolah untuk merubah perilaku masyarakat terutama anak-anak melalui
program UKGS (usaha Kesehatan Gigi Sekolah).
Adanya upaya kesehatan gigi berbasis masyarakat dalam bentuk UKGM (Usaha Kesehatan gigig
masyarakat) melalui posyandu.
6
Perlu dipertimbangkan pelaksanaan progran drg keluarga untuk pengefektifan pelaksanaan pelayanan
asuhan kesehatan gigi dan mulut bagi masyarakat.
d. Pengendalian karies dengan mengendalikan pola makan belum diterapkan di Indonesia.
e. Masih banyaknya masyarakat menggunakan air sungai atau air rawa untuk konsumsi sehari-hari tanpa
dilakukan pengolahan air menjadi air bersih terlebih dulu. Seperti filtrasi dan netralisasi.
1.Sriyono NW. Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut Guna meningkatkan Kualitas Hidup. Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta. 2009.
2. Indirawati. Laporan Penelitian Caries Experience di Kabupaten Katapang Provebsi Kalbar dan kab
Kulon Progo prov DIY. Pusat pengembangan dan biomedis dan farmasi badan penelitian dan
pengembangan kesehatan departemen RI. Jakarta. 2010
2. Program promotif
Bahasa yang digunakan dalam penyampain tidak dimengerti oleh masyarakat. Jenis
penyuluhan tidak menarik perhatian masyarakat serta pemilihan dalam metode penyuluhan tidak
sesuai sasaran.
Sriyono NW. Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut Guna meningkatkan Kualitas Hidup.
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 2009.
2.3 Jenis dan Dosis Pemberian Fluor
Fluoride yang sebelumnya bisa disebut fluorine,nmerupakan elemen kimia yang bersifat sangat
elektronegatif di antra semua elemen-elemen kimia. Oleh karena itu tidak pernah ditemukan dalam
elemen bebas. Pada umumnya bersama-sama dengan elemen lain dalam bentuk garam-garam fluoride
seperi calcium fluoride.
Beberapa cara penggunaan fluor
Dari beberapa studi terlihat adanya hubunngan antra flour dan karies gigi. Kebutuhan akan fluor ini sesuai
dengan konsep “ dose respons”. Konsumsi flour sesuai kebutahan sangat menguntungkan, namun jika
dikonsumsi dalam jumlah berlebihan malah merugikan. Dengan pertimbangan manfaat dan kerugisn yang
7
diakibatkan oleh fluor ini pemakaiannya harus berhati-hati. Dalam upaya penvcehagan karies melalui
fluor, pemberiannya dal=pat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :
a. Sitemik yaitu melalui fluoridasi air minum, garam, susu dan tablet fluor.
b. Topical aplikasi dengan menggunakan bahan tertentu yang dilakukan dokter gigi atau tenaga
kesehatan gigi lainnya. Sedangkan topical aplikasi yang bisa dilakukan masyarakat sendiri yaiut
melalui pasta gigi dan kumur-kumur larutan yang mengandung fluor.
Dapus: agtini M.D, sitawati, and indrawati tjahja. Fluor dan kesehatan gigi. Meia libang kesehatan.
Volume XV. No. 2. 2005
Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Fluor
Indikasi
Anak di bawah 5 tahun yang memiliki resiko karies sedang sampai tinggi
Gigi dengan permukaan akar yang terbuka
Gigi yang sensitif
Anak-anak dengan kelainan motorik, sehingga sulit membersihkan gigi
Pasien yang sedang melakukan perawatan ortodontik
Kontraindikasi
Anak dengan resiko karies rendah
Pasien yang tinggal di kawasan dengan air minum fluor
Herdiyanti Y dan Inne SS. Penggunaan fluor dalam Kedokteran Gigi. Program Profesi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Bandung. 2010
8
Pemberian Fluor Secara Sistemik
Fluoridasi sistemik adalah fluoride yang diperoleh tubuh melalui pencernaan dan ikut membentuk
struktur gigi. Fluoride sistemik juga memberikan perlindungan topikal karena fluoride ada di dalam air
liur yang terus membasahai gigi. Fluoride sistemik ini meliputi fluoridasi air minum dan melalui
pemberian makanan tambahan fluoride yang berbentuk tablet, tetes atau tablet isap. Namun di sisi lain,
para ahli sudah mengembangkan berbagai metode penggunaan fluor, yang kemudian dibedakan menjadi
metode perorangan dan kolektif. Contoh penggunaan kolektid yaitu fluoridasi air minum (biasa kita
peroleh dari air kemasan) dan fluoridasi garam dapur.
Terdapat tiga cara pemberian fluor secara sistemik, yaitu:
1. Fluoridasi air minum
Telah dibuktikan, apabila dalam air minum yang dikonsumsi oleh suatu daerah atau kota
tertentu dibubuhi zat kimia fluor maka penduduk di situ akan terlindung dari karies gigi.
Pemberian fluor dalam air minum ini jumlahnya bervariasi antara 1-1,2 ppm (part per
milion). Selain dapat mencegah karies, fluor juga mempunyai efek samping yang tidak baik
yaitu dengan adanya ‘mottled teeth’. Pada mottled teeth, enamel gigi kelihatan kecoklat-
coklatan, permukaannya berbintik-bintik, dan bila fluor yang masuk dalam tubuh terlalu
banyak, dapat menyebabkan gigi jadi rusak sekali.
Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan dalam air minum adalah 0,7-1,2 ppm.
Menurut penelitian Maurray and Rugg-gun cit. Linanof bahwa fluoridasi air minum dapat
menurunkan karies 40-50% pada gigi susu.
2. Pemberian fluor melalu makanan
Kadang-kadang makanan yang kita makan sudah mengandung dluor yang cukup tinggi,
hingga dengan makanan itu saja sudah mencegah terjadinya karies gigi. Jadi harus
diperhatikan bahwa sumber yang ada sehari-hari seperti di rumah, contohnya di dalam air
mineral, minuman ringan, dan makanan sudah cukup mengandung fluoride. Karena itu
makanan berfluoride yang diberikan dengan hati-hati. Makanan tambahan dluoride hanya
9
dianjurkan untuk mereka (terutama anak-anak) yang tinggal di daerah yang sumber airnya
rendah fluor atau tidak difluoridasi. Fluoride dapat berbahata jika dikonsumsi secara
berlebihan. Apabila pemakaian fluoride tidak terkontrol dan tidak disiplin, maka tidak akan
mencapai sasaran dan dapat menyebabkan kerusakan gigi. Contohnya adalah fluorosis.
3. Pemberian fluor dalam bentuk obat-obatan
Pemberian fluor dapat juga dilakukan dengan tablet, baik itu dikombinasikan dengan vitamin-
vitamin lain maupun dengan tablet tersendiri. Pemberian tablet fluor disarankan pada anak
yang berisiko karies tinggi dengan air minum yang tidak mempunyai konsentrasi fluor yang
optimal )2,2 mm NaF, yang akan menghasilkan dluor sebesar 1 mg/hari).
Tablet fluor dapat diberikan sejak bayi berumur 2 minggu hingga 16 tahun. Umur 2 minggu-2
tahun biasanya diberikan dosis 0,25mg, 2-3 tahun diberikan 0,5mg, dan 3-16 tahun sebanyak
1mg.
Penggunaan Fluor Secara Topikal
Menurut Angela (2005), tujuan penggunaan fluor adalah untuk melindungi didi dari karies, fluor
bekerja dengan cara menghambat metabolisme bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat
melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi fluor apatit yang lebih stabil dan lebih tahan
terhadap pelarutan asam. Reaksi kimia: Ca10(PO4)6(OH)2+F Ca10(PO4)6(OHF) menghasilkan enamel
yang lebih tahan asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi dan meningkatkan
remineralisasi.
Penggunaan fluor sebagai bahan topikal aplikasi telah dilakukan sejak lama dan telah terbukti
menghambat pembentukan asam dan pertumbuhan mikroorganisme sehingga menghasilkan peningkatan
yang signifikan dalam mempertahankan permukaan gigi dari proses karies. Penggunaan fluor secara
topikal untuk gigi yang sudah erupsi, dilakukan dengan beberapa cara:
1. Topikal aplikasi
10
Topikal aplikasi adalah pengolesahan langsung fluor pada enamel. Setelah gigi dioleskan
fluor lalu dibiarkan kering selama 5 menit, dan selama 1 jam tidak boleh makan, minum, atau
berkumur.
Pemberian varnish fluor dianjurkan bila penggunaan pasta gigi mengandung fluor, tablet
fluor, dan obat kumur dluor tidak cukup untuk mencegah atau menghambat perkembangan
karies. Pemberian varnish fluor diberikan setiap empat atau enam bulan sekali pada anak
yang mempunyai resiko karies tinggi. Salah satu varnish fluor adalah durphat (colgate oral
care) merupakan larutan alkohol varnis alami yang berisi 50mg NaF/ml (2,5% sampai kira-
kira 25.000 ppm fluor). Varnish dilakuka pada anak-anak umur 6 tahun ke atas karena anak di
bawah umur 6 tahun belum dapat menelah ludah dengan baik sehingga dikhawatirkan varnish
dapat tertelan dan dapat menyebabkan fluorosis enamel.
2. Pasta gigi fluor
Penyikatan gigi dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung dluor
terbukti dapat menurunkan karies. Akan tetapi pemakaiannya pada anak pra sekolah harus
diawasi karena pada umumnya mereka masih belum mampu berkumur dengan baik sehingga
sebagian pasta giginya bisa tertelan. Kebanyakan pasta gigi yang kini terdapat di pasaran
mengandung kira-kira 1mg F/g (1gram setara dengan 12 ppm pasta gigi pada sikat gigi).
3. Obat kumur dengan fluor
Obat kumur yang mengandung fluor dapat menurunan karies sebanyak 20-50%. Penggunaan
obat kumur disarankan untuk anak yang berisiko karies tinggi atau selama terjadi kenaikan
karies. Berkumur fluor diindikasikan untuk anak yang berumur di atas 6 tahun karena telah
mampu berkumur dengan baik dan orang dewasa yang mudah terserang karies, serta bagi
pasien-pasien yang memakai alat ortodonsi.
(Herdiyari Y, Sasmita IS. Penggunaan Fluor Dalam Kedokteran Gigi. Program Profesi. Fakultas
Kedokteran Gigi. Universitas Padjadjaran. 2010. Hal.3-10.
11
2.4 Tahapan Fluridasi
Jenis Pengolahan Air Bersih
Jenis pengolahan air bersih secara umum:
1. Penjernihan : bertujuan menurunkan kekeruhan, Fe dan Mn
2. Pelunakan : bertujuan menurunkan kesadahan air
3. Desinfeksi : bertujuan membunuh bakteri patogen
Jenis proses pengolahan air bersih:
Secara fisika : tidak ada penambahan zat kimia (aditif), contoh: pengendapan, filtrasi, adsorpsi, dll
Secara kimiawi : penambahan bahan kimia sehingga terjadi reaksi kimia. Contoh penyisihan logam
berat, pelunakan, netralisasi, klorinasi, ozonisasi, UV, dsb
Secara biologi : memanfaatkan aktivitas mikroorganisme. Contoh saringan pasir lambat
Unit-unit Pengolahan
Conditioning:
1. Pengaturan pH
2. Penambahan kekeruhan
3. Pra-sedimentasi: pengendapan partikel diskrit, misal: pasir
Koagulasi:
1. Destabilisasi partikel koloid
2. Pembubuhan bahan kimia: koagulan, misal koagulan, misal: tawas
3. Dilakukan pengadukan cepat (rapid mixing):
Hidrolis: terjunan atau hidrolik jump
Mekanis: menggunakan batang pengaduk
Lamanya proses: 30 – 90 detik
Flokulasi:
12
1. Pembentukan dan pembesaran flok
2. Dilakukan pengadukan lambat (slow mixing):
Pneumatis
Mekanis
Hidrolis
Waktu operasi: 15 – 30 menit
Sedimentasi:
1. Pengendapan secara gravitasi: ρ partikel > ρ air:
Sedimantasi: pengendapan flok
Pra-sedimentasi: pengendapan settleable particle
2. Berdasarkan arah aliran:
Horizontal/radial
Vertikal
Dengan kemiringan: plate settler
Waktu pengendapan: tergantung ukuran partikel.
Kecepatan mengendap umumnya berkisar antara 1-2 jam
Penyisihan partikel yang mempunyai ρ partikel < ρ air: Flotasi/pengapungan, misal
penyisihan minyak bebas (free oil) dari air
Filtrasi:
1. Penyaringan dengan menggunakan media berbutir
2. Penyisihan partikel dengan cara penyaringan untuk ukuran diameter partikel lebih besar dari
ukuran media filter:
Saringan pasir cepat (rapid sand filtration) : laju aliran = 120 m3/m2/jam
Saringan pasir lambat (slow sand filtration) : laju aliran = 5 m3/m2/jam
Desinfeksi: penghilangan mikroorganisme patogen: klorinasi, ozonisasi, sinar ultra violet, pemanasan, dll
13
14
Pengantar Pengolahan Air. ITS. 2009
Pengolahan air gambut secara konvensional
Pengolahan air gambut untuk menjadi air bersih, membutuhkan beberapa tahapan
pengolahan agar kandungan asam dan bahan kimia lain dapat hilang dan sesuai dengan kriteria air
bersih. Adapun tahapannya sebagai berikut :
1. Netralisasi
Netralisasi merupakan suatu usaha untuk mengubah pH atau keasaman air menjadi
normal (netral, pH 7-8). Secara teoritis pH dari 0 samapi 14, dimana 0 sangat asam dan 14 sangat
15
basa, pH bormal berkisar 7 sampai 8. Untuk air yang bersifat asam, misalnya air gambut, yang paling
murah dan mudah adalah dengan pemberian kapur (CaO) /gamping (CaCO3). Fungsi dari pemberian
kapur, disamping untuk menetralkan air baku yang bersifat asam juga untuk membantu efektifitas
proses selanjutnya, antara lain:
Proses oksidadi dengan udara, pengurangan Fe dan Mn efektif pada pH 7-8
Proses oksidasi dengan chlorine efektif pada pH 7-8,5
Proses koagulasi efektif pada pH ≥ 6
Pengendapan logam efektif pada pH ≥ 8
Hal penting lainnya adalah air olahan yang dihasilkan netral sesuai dengan kualitas air
minum (pH 6,5-8,5). Dalam instalasi air minum, bertujuan untuk mengendalikan korosi perpipaan
dalam system distribusi, dimana korosi membentuk racun pada pH <6,5 atau pH>9,5.
Zat alkali digunakan untuk menaikkan pH air yang rendah dan menaikkan alkalinitas air
baku agar proses koagulasi-flokulasi dapat berjalan baik dan efektif. Cara pembubuhan dapat
dilakukan dengan cara kering dan cara basah (melarutkan dalam air pada konsentrasi tertentu).
2. Aerasi
Aerasi merupakan suatu cara untuk mengontakkan atau menggabungkan antara udara dan
air baku. Kandungan zat besi dan mangan yang terdapat dalam air akan bereaksi dengan oksigen
yang terdapat dalam udara sehingga terbentuk senyawa besi dan mangan yang bisa mengendap. Zat
tersebut (Fe dan Mn) memberikan rasa pahit pada air, menghitamkan hasil pemasakan beras dan
memberikan noda hitam kecoklatan. Disamping itu proses aerasi juga berfungsi untuk
menghilangkan gas-gas beracun yang tak diinginkan misalnya gas H2S, Methan, carbon dioksida dan
gas-gas racun lainnya.
3. Koagulasi tahap I
16
Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia ke dalam air agar kotoran dalam air
yang berupa padatan tersuspensi, misalnya zat warna organik, lumpur halus, bakteri dan lain-lain
dapat menggumpal dan cepat mengendap. Cara paling mudah dan murah adalah dengan pembubuhan
tawas. Cara pembubuhan tawas dapat dilakukan sebagai berikut, yaitu: sejumlah tawas/alum
dilarutkan dalam air kemudian dimasukan ke dalam air baku lalu diaduk dengan cepat hingga merata
selama kurang lebih 2 menit. Setelah itu kecepatan pengadukan dikurangi sedemikian rupa sehingga
terbentuk gumpalan-gumpalan kotoran akibat bergabungnya kotoran tersuspensi yang ada dalam air
baku. Setelah itu dibiarkan beberapa saat sehingga gumpalan kotoran atau disebut flok tumbuh
menjadi besar dan berat dan cepat mengendap.
4. Koagulasi tahap II dan flokulan
Pengendapan kotoran tahap kedua dengan penggunaan tawas untuk mengikat dan
membentuk gumpalan-gumpalan yang lebih besar lagi sehingga kotoran bisa mengendap.
Selanjutnya gumpalan-gumpalan yang telah terbentuk diikat oleh flokulan sehingga bisa membentuk
gumpalan yang lebih besar lagi. Gumpalan tersebut akan lebih mudah dan cepat mengendap
sehingga air bersih dapat diperoleh.
5. Sedimentasi
Proses sedimentasi adalah proses pengendapan dimana masing-masing partikel tidak
mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun kerapatan selama proses pengendapan berlangsung.
Partikel-partikel padat akan mengendap bila gaya gravitasi lebih besar daripada kekentalan dan gaya
kelembaman dalam cairan.
6. Filtrasi
Pada proses pengendapan, tidak semua gumpalan kotoran dapat diendapkan. Butiran
gumpalan kotoran dengan ukuran yang besar dan berat akan mengendap, sedangkan yang berukuran
kecil dan ringan masih melayang-layang dalam air. Proses filtrasi ini untuk menghilangkan zat padat
tersuspensi dalam air melalui media biopori. Zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air
melalui lapisan media filter. Media filter bisanya pasir atau kombinasi dari pasir, anthracite, garnet,
17
ilmeniet, polystiren dan lainnya.Untuk mendapatkan air yang betul-betul jernih harus dilakukan
proses penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan mengalirkan air yang telah diendapkan
kotorannya ke bak penyaring yang terdiri dari saringan pasir.
• Alamsyah, Sujana. Merakit Sendiri Alat Penjernih Air. Kawan Pustaka. Jakarta. 2007.
• Nusa Idaman Said. Pengolahan Air sungai atau Gambut Sederhana. BPPT. Jakarta. 2012.
Contoh peneraapan teknologi tepat guna di Kalimantan
Di daerah-daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih tersebut, penduduk biasanya
menggunakan air sumur galian, air sungai yang kadang-kadang bahkan sering kali air yang
digunakan kurang memenuhi standart air minum yang sehat. Bahkan untuk daerah yang sangat buruk
kualitas air tanah maupun air sungainya, penduduk hanya menggunakan air hujan untuk memenuhi
kebutuhan akan air minum. Oleh karena itu di daerah-daerah seperti ini, persentase penderita
penyakit yang disebabkan akibat penggunaan air minum yang kurang bersih atau kurang memenuhi
syarat kesehatan masih sangat tinggi. Pengolahan air gambut menjadi air bersih bisa digunakan di
daerah rawa seperti di Kalimantan dan Sumatera yang mengandung gambut. Untuk itu diperlukan
18
suatu cara pengolahan air gambut yang sederhana dan terjangkau oleh masyarakat di daerah tersebut.
Salah satu alat pengolah air minum sederhana tersebut adalah alat pengolah air minum yang
merupakan paket terdiri dari Tong (Tangki), Pengaduk, Pompa aerasi dan saringan dari pasir atau
disingat Model TP2AS. Alat ini dirancang untuk keperluan rumah tangga sedemikian rupa sehingga
cara pembuatan dan cara pengoperasiannya mudah serta biayanya murah. Cara pengolahannya
dengan menggunakan bahan kimia yaitu hanya dengan tawas dan kapur (gamping). Alat Pengolah
Air Minum model TP2AS ini sangat cocok digunakan untuk pengolahan air minum yang air bakunya
mengandung zat besi dan mangan dan zat organik, dengan biaya yang sangat murah
Nusa Idaman Said. Pengolahan Air sungai atau Gambut Sederhana. BPPT. Jakarta. 2012.
2..5 Efek sampiing mengkonsumsi air sungai / air rawa
Telah diketahui bersama air merupakan kebutuhan pokok manusia. Dalam penggunaannya apabila
tidak diperhatiakan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia. Gangguan kesehatan
dimaksud adalah penyakit yng ada hhubungannya dengan air atau “water related diseases” .
Dampak air gambut terhadap kesehatan hampir sama dengan dampak penyediaan air bersih pada
umumnya. Yang membedakannya hanyalah dalam hal karakteristik kimia Dan keadaan fisiknya. Air
gambut berwarna kuning kecoklat-coklatan, berifat asam dan bebrapa parameter kimianya tinggi,
sebaliknya beberapa parameter kimia yang dibutuhkan tubuh tidak tersedia.
Secara ilmiah belum banyak yang mengungkapkan dampak air gambut terhadap kesehatan, karena
pemakaiannnya terbatas juga penggunaan jenis air gambut untuk kebutuhan rumah tangga ini relative
barudan muncul ketika akandibukanya lahan gambut sejuta hektar.
Untuk mengukur gangguan kesehatan atau penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air ini
dapat dikelompokkan menurut mekanisme atau cara penularannya, yaitu water borne disease, water
washed diseases, water based diseases dan water related insect vector dieases.
19
1. Water washed diseases
Yaitu penyakit bila mana kuman penyebab penyakitnya berada dalam air lalu air tersebut
diminum oleh seseorang maka ia akan sakit. Contoh dari penyakit ini adalah kolera, typhoid, dan
hepatitis infectiosa.
2. Water wash diseases
Yang tergolong penyakit ini adalah penyakit yang dapat diberantas denagn memberikan cukup
air untuk cuci, mandi dan kebersiha perorangan pada umumnya. Cono penyakit ini adalah
penyakit saluran pencernaan, kulit, dan mata.
3. Water based diseases
Yaitu penyakit yang kuman penyebabnya sebagian siklus hidupnya didalam hospes perantara
yang hidup di air. Contohnya dalah schistosoniasis yang disebabkan oleh cacing Schistosoma
yang hidup dalam keong.
4. Water relacted insect vector diseases
Penyakit ini disebabkan melalui serangga yang berkembangbiak di air atau hidup didekat air.
Contoh penyakit ini adalah malaria dan filariasis.
Dapus : musadad anwar D. pengaruh air gambut terhadap kesegatan dan upaya
pemecahannya. Media litbangkes. Vol. VIII. No. 01. 1998
20
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
21