bab i ii iii.docx

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, menurut hasil Riskesdas 2007 prevalensi karies aktif penduduk usia 12 tahun ke atas sebesar 43,4% dan pengalaman karies sebesar 67,2 % dengan rerata tingkat kerusakan gigi sebesar 4,85. Prevalensi karies di Kalimantan Selatan termasuk kategori tinggi dengan prevalensi karies gigi aktif penduduk usia 12 tahun ke atas sebesar 49,3% dengan jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Telah diketahui bersama air merupakan bahan pokok kebutuhan manusia. Di daerah - daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih tersebut, penduduk biasanya menggunakan air sumur galian, air sungai yang kadang- kadang bahkan sering kali air yang digunakan kurang memenuhi standart air minum yang sehat. Bahkan untuk daerah yang sangat buruk kualitas air tanah maupun air sungainya, penduduk hanya menggunakan air hujan untuk memenuhi kebutuhan akan air minum. Di daerah - daerah seperti ini, persentase penderita penyakit yang disebabkan akibat penggunaan air minum yang kurang bersih atau kurang memenuhi syarat kesehatan masih sangat tinggi. Masyarakat di tempat tersebut berisiko mengalami gangguan kesehatan karena mengonsumsi air bersifat asam yang bisa membuat gigi keropos. 1 1

Upload: nida-amalia

Post on 25-Oct-2015

183 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nyew

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I II III.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Indonesia, menurut hasil Riskesdas 2007 prevalensi karies aktif penduduk usia 12 tahun ke

atas sebesar 43,4% dan pengalaman karies sebesar 67,2 % dengan rerata tingkat kerusakan gigi sebesar

4,85. Prevalensi karies di Kalimantan Selatan termasuk kategori tinggi dengan prevalensi karies gigi aktif

penduduk usia 12 tahun ke atas sebesar 49,3% dengan jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki.

Telah diketahui bersama air merupakan bahan pokok kebutuhan manusia. Di daerah - daerah yang

belum mendapatkan pelayanan air bersih tersebut, penduduk biasanya menggunakan air sumur galian, air

sungai yang kadang- kadang bahkan sering kali air yang digunakan kurang memenuhi standart air minum

yang sehat. Bahkan untuk daerah yang sangat buruk kualitas air tanah maupun air sungainya, penduduk

hanya menggunakan air hujan untuk memenuhi kebutuhan akan air minum. Di daerah - daerah seperti ini,

persentase penderita penyakit yang disebabkan akibat penggunaan air minum yang kurang bersih atau

kurang memenuhi syarat kesehatan masih sangat tinggi. Masyarakat di tempat tersebut berisiko

mengalami gangguan kesehatan karena mengonsumsi air bersifat asam yang bisa membuat gigi keropos.1

Flouride yang sebelumnya biasa disebut fluorine, merupakan elemen kimia yang bersifat sangat

elekttronegatif di antara semua elemen-elemen kimia. Oleh karena itu tidak pernah ditemukan dalam

bentuk elemen bebas. Pada umumnya bersama-sama dengan elemen lain dalam bentuk garam-garam

fluoride seperti antara lain Calsium Fluoride.2

Dalam upaya pencegahan karies melalui fluor, pemberiannya dapat dilakukan dengan bermacam

cara, yaitu sistemik seperti fluoridasi air aminum, susu dan tablet fluor; topical aplikasi seperti: yang

dilakukan oleh dokter gigi atau tenaga kesehatan gigi lainnya.2

Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa fluor dapat menncegah karies dengan efektif, dan

pemberiannya dapat dilakukan dengan berbagai cara.fluor telah dipergunakan secara luas di berbagai

Negara dan pada umumnya memperlihatkan fluor sangat bermanfaat dalam pengendalian karies.

1

Page 2: BAB I II III.docx

Meskipun demikan, penggunaan fluor dalam pengendalian karies perlu mempertimbangkan beberapa

faktor, antara lain adanya fluor I alam sekitar, metabolisme fluor, dan dosis optimal yang dianjurkan.2

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana score DMF-T menurut WHO?

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi kegagalan program preventif dan promotif?

3. Apa saja jenis dan dosis pemberian fluor?

4. Bagaimana Tahapan Fluoridasi?

5. Apa efek samping mengonsumsi air sungai / rawa?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui score DMF-T menurut WHO

2. Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi kegagalan program preventif dan promotif

3. Mengetahui apa saja jenis dan dosis pemberian fluor

4. Mengetahui bagaimana Tahapan Fluoridasi

5. Mengetahui apa efek samping mengonsumsi air sungai / rawa

2

Page 3: BAB I II III.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DMF-T Menurut WHO

Indeks DMF-T digunakan untuk pencatatan gigi permanen. Indeks DMF-T adalah indeks dari

pengalaman kerusakan seluruh gigi yang rusak, yang dicabut, dan yang ditambal. Tujuan dari indeks

DMF-T adalah untuk menentukan jumlah total pengalaman karies gigi pada masa lalu dan yang sekarang.

Untuk pencatatan DMF-T dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

1. Setiap gigi dicatat satu kali

2. D = decay atau rusak

a. Ada karies pada gigi dan restorasi

b. Mahkota gigi hancur karena karies gigi

3. M = missing atau hilang

a. Gigi yang telah dicabut karena karies gigi

b. Karies yang tidak dapat diperbaiki dan indikasi untuk pencabutan

4. F = filled atau tambal

a. Tambalan permanen dan sementara

b. Gigi dengan tambalan tidak bagus tapi tanpa karies yang jelas

Perhitungan DMF-T berdasarkan pada 28 gigi permanen, adapun gigi yang tidak dihitung adalah sebagai

berikut:

1. Gigi molar ketiga

2. Gigi yang belum erupsi. Gigi disebut erupsi apabila ada bagian gigi yang menembus gusi baik itu

erupsi awal (clinical emergence), erupsi sebagian (partial eruption) maupun erupsi penuh (full

eruption)

3. Gigi yang hilang bukan karena karies, seperti impaksi atau perawatan ortodontik

4. Gigi yang tidak ada karena kelainan kongenital dan gigi berlebih (supernumerary teeth)

5. Gigi tiruan yang disebabkan trauma, estetik, dan jembatan

3

Page 4: BAB I II III.docx

6. Gigi susu yang belum tanggal

Indeks def-t

Indeks def-t adalah jumlah gigi sulung seluruhnya yang telah terkena karies. Tujuan dari

indeks def-t adalah untuk menentukan pengalaman karies gigi yang terlihat pada gigi sulung dalam

rongga mulut.

Untuk pencatatan def-t dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

1. d = decayed atau rusak

2. e = indicated for extraction atau indikasi untuk pencabutan

3. f = filled atau tambal

Jumlah gigi sulung yang ditambal pada permukaan yang tidak terdapat karies gigi.

Perhitungan def-t berdasarkan pada 20 gigi sulung. Adapun gigi-gigi yang tidak dihitung adalah sebagai

berikut:

1. Gigi yang hilang termasuk gigi yang belum erupsi dan tidak ada karena kelainan genital

2. Gigi supernumerary

3. Gigi tiruan disebabkan bukan karena gigi, tidak dihitung sebagai filled (tambalan)

WHO memberikan kategori dalam perhitungan DMF-T dan def-t berupa derajat interval sebagai berikut:

1. Sangat rendah : 0,0 – 1,1

2. Rendah : 1,2 – 2,6

3. Moderat : 2,7 – 4,4

4. Tinggi : 4,5 – 6,5

5. Sangat tinggi : > 6,5

Suwargiani, AA. Indeks def-t dan DMF-T Masyarakat Desa Cipondoh dan Desa Mekarsari

Kecamatan Tirtamulya Kabuten Karawang. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Padjadjaran.

Bandung, Indonesia. 2008. Hal.7-9.

4

Page 5: BAB I II III.docx

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kegagalan Program Preventif Maupun Promotif

1. Program Preventif

a. Di Indonesia pemberian fluor melalui air minum masih sulit terwujud terutama suplai air dari PDAM

karena banyak daerah yang terpencil yang tidak dapat dilalui dengan transportasi darat sehingga

menjadi suatu kendala dalam penyebaran suplai air bersih dari PDAM.

Sriyono NW. Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut Guna meningkatkan Kualitas Hidup. Universitas

Gajah Mada. Yogyakarta. 2009.

Masalah pelayanan PDAM yang belum merata

Penyebab jangkauan pelayanan PDAM Bandarmasih masih belum mencapai keseluruhan wilayah kota

Banjarmasin meliputi sumber bahan baku (air sungai) yang tersedia tercemar (tidak memenuhi syarat)

untuk diolah menjadi air bersih, adanya suatu daerah yang tidak tersedia sarana dan prasarana pengolahan

bahan baku air menjadi air bersih, ketergantungan pada instalasi induk pengolahan air bersih.

Solusi yang dapat ditempuh guna mengatasi masalah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Melakukan sterilisasi terhadap sumber bahan baku air yang tercemar agar bisa diolah menjadi air bersih

serta menghimbau kepada semua pihak untuk tidak mencemari air sungai. Usaha ini dilakukan dengan

memberdayakan semua sumber daya yang dimiliki oleh PDAM, seperti laboratorium beserta tenaga ahli

dan peralatannya. Kemudian juga bekerja sama dengan Pemko Banjarmasin untuk menegakkan

pelaksanaan Peraturan Daerah tentang pengelolaan sampah, dalam hal ini adalah penindakkan terhadap

para pelanggar perda yang melakukan pembuangan limbah atau sampah ke sungai yang merupakan

sumber bahan baku air bersih.

2. Membangun sarana dan prasarana pengolahan air bersih pada daerah-daerah yang belum memilikinya.

Keterbatsan jangkauan pelayanan air bersih daapat diatasi dengan penambahan pembangunan sarana

pengolahan air bersih, sebab diakui jumlah tempat pengolahan air bersih yang ada hanya terdapat di

pusat-pusat kota, sedangkan Daerah pinggiran tidak tersedia. Dengan dibangunnya tempat pengolahan air

bersih pada Daerah pingiran tentu hal ini merupakan upaya nyata guna memperluas jangkauan pelayanan

PDAM pada seluruh lapisan masyarakat kota Banjarmasin.

5

Page 6: BAB I II III.docx

3. Membangun pipa penghubung antara daerah Banjarmasin Timur dan Selatan (induk) dengan daaerah

Banjarmasin Utara, Tengah dan Barat yang dipisahkan oleh sungai Martapura. Pipa penghubung yang ada

sekarang hanya ada satu buah, yaitu yang ada di bawah jembatan Dewi, untuk lebih memperluas

jangkauannya, maka perlu ditambah dengan pipa penghubung yang lainnya seperti di jembatan Sungai

Baru/ Sultan Adam dan di Daerah Basirih. Dengan demikian semua Daerah pinggiran di kota

Banjarmasin dapat terlayani air bersih.

4. Pengadaan jalur pipa baru bagi daerah-daerah yang belum ada jaringan pipanya. Seiring dengan

penambahan sarana pengolahan air bersih, maka perlu diikuti dengan penambahan jaringan pipa baru,

sehingga makin luas jangkauan pelayanan yang bisa diberikan oleh PDAM kepada masyarakat kota

Banjarmasin.

No Penyebab Solusi

1

2

3

4

Sumber bahan baku

Sarana/ Prasarana pengolahan air

bersih

Ketergantungan Instalasi induk

Belum ada jalur

Sterilisasi/ cari sumber baru

Pembangunan sarana/prasarana

Pengadaan Bangun pipa penghubung

Pengadaan Jalur Baru

Hermawan, Ade. Pelayanan Prima Pada PDAM Bandarmasih. Stia Bina Banua Banjarmasin, 2005

b. Dosis flour dalam air minum yang dapat mencegah karies adalah sekitar 1 ppm sedangkan di

indonesia kadar fluor dalam air < 0,3 ppm.

c. Terbatasnya upaya pelayanan kesehatan gigi karena tenaga kesehatan tidak tersebar disetiap daerah,

jadi untuk memaksimalkan program preventif dan promotif :

Perlunya kerjasama dengan sekolah untuk merubah perilaku masyarakat terutama anak-anak melalui

program UKGS (usaha Kesehatan Gigi Sekolah).

Adanya upaya kesehatan gigi berbasis masyarakat dalam bentuk UKGM (Usaha Kesehatan gigig

masyarakat) melalui posyandu.

6

Page 7: BAB I II III.docx

Perlu dipertimbangkan pelaksanaan progran drg keluarga untuk pengefektifan pelaksanaan pelayanan

asuhan kesehatan gigi dan mulut bagi masyarakat.

d. Pengendalian karies dengan mengendalikan pola makan belum diterapkan di Indonesia.

e. Masih banyaknya masyarakat menggunakan air sungai atau air rawa untuk konsumsi sehari-hari tanpa

dilakukan pengolahan air menjadi air bersih terlebih dulu. Seperti filtrasi dan netralisasi.

1.Sriyono NW. Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut Guna meningkatkan Kualitas Hidup. Universitas

Gajah Mada. Yogyakarta. 2009.

2. Indirawati. Laporan Penelitian Caries Experience di Kabupaten Katapang Provebsi Kalbar dan kab

Kulon Progo prov DIY. Pusat pengembangan dan biomedis dan farmasi badan penelitian dan

pengembangan kesehatan departemen RI. Jakarta. 2010

2. Program promotif

Bahasa yang digunakan dalam penyampain tidak dimengerti oleh masyarakat. Jenis

penyuluhan tidak menarik perhatian masyarakat serta pemilihan dalam metode penyuluhan tidak

sesuai sasaran.

Sriyono NW. Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut Guna meningkatkan Kualitas Hidup.

Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 2009.

2.3 Jenis dan Dosis Pemberian Fluor

Fluoride yang sebelumnya bisa disebut fluorine,nmerupakan elemen kimia yang bersifat sangat

elektronegatif di antra semua elemen-elemen kimia. Oleh karena itu tidak pernah ditemukan dalam

elemen bebas. Pada umumnya bersama-sama dengan elemen lain dalam bentuk garam-garam fluoride

seperi calcium fluoride.

Beberapa cara penggunaan fluor

Dari beberapa studi terlihat adanya hubunngan antra flour dan karies gigi. Kebutuhan akan fluor ini sesuai

dengan konsep “ dose respons”. Konsumsi flour sesuai kebutahan sangat menguntungkan, namun jika

dikonsumsi dalam jumlah berlebihan malah merugikan. Dengan pertimbangan manfaat dan kerugisn yang

7

Page 8: BAB I II III.docx

diakibatkan oleh fluor ini pemakaiannya harus berhati-hati. Dalam upaya penvcehagan karies melalui

fluor, pemberiannya dal=pat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :

a. Sitemik yaitu melalui fluoridasi air minum, garam, susu dan tablet fluor.

b. Topical aplikasi dengan menggunakan bahan tertentu yang dilakukan dokter gigi atau tenaga

kesehatan gigi lainnya. Sedangkan topical aplikasi yang bisa dilakukan masyarakat sendiri yaiut

melalui pasta gigi dan kumur-kumur larutan yang mengandung fluor.

Dapus: agtini M.D, sitawati, and indrawati tjahja. Fluor dan kesehatan gigi. Meia libang kesehatan.

Volume XV. No. 2. 2005

Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Fluor

Indikasi

Anak di bawah 5 tahun yang memiliki resiko karies sedang sampai tinggi

Gigi dengan permukaan akar yang terbuka

Gigi yang sensitif

Anak-anak dengan kelainan motorik, sehingga sulit membersihkan gigi

Pasien yang sedang melakukan perawatan ortodontik

Kontraindikasi

Anak dengan resiko karies rendah

Pasien yang tinggal di kawasan dengan air minum fluor

Herdiyanti Y dan Inne SS. Penggunaan fluor dalam Kedokteran Gigi. Program Profesi Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Bandung. 2010

8

Page 9: BAB I II III.docx

Pemberian Fluor Secara Sistemik

Fluoridasi sistemik adalah fluoride yang diperoleh tubuh melalui pencernaan dan ikut membentuk

struktur gigi. Fluoride sistemik juga memberikan perlindungan topikal karena fluoride ada di dalam air

liur yang terus membasahai gigi. Fluoride sistemik ini meliputi fluoridasi air minum dan melalui

pemberian makanan tambahan fluoride yang berbentuk tablet, tetes atau tablet isap. Namun di sisi lain,

para ahli sudah mengembangkan berbagai metode penggunaan fluor, yang kemudian dibedakan menjadi

metode perorangan dan kolektif. Contoh penggunaan kolektid yaitu fluoridasi air minum (biasa kita

peroleh dari air kemasan) dan fluoridasi garam dapur.

Terdapat tiga cara pemberian fluor secara sistemik, yaitu:

1. Fluoridasi air minum

Telah dibuktikan, apabila dalam air minum yang dikonsumsi oleh suatu daerah atau kota

tertentu dibubuhi zat kimia fluor maka penduduk di situ akan terlindung dari karies gigi.

Pemberian fluor dalam air minum ini jumlahnya bervariasi antara 1-1,2 ppm (part per

milion). Selain dapat mencegah karies, fluor juga mempunyai efek samping yang tidak baik

yaitu dengan adanya ‘mottled teeth’. Pada mottled teeth, enamel gigi kelihatan kecoklat-

coklatan, permukaannya berbintik-bintik, dan bila fluor yang masuk dalam tubuh terlalu

banyak, dapat menyebabkan gigi jadi rusak sekali.

Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan dalam air minum adalah 0,7-1,2 ppm.

Menurut penelitian Maurray and Rugg-gun cit. Linanof bahwa fluoridasi air minum dapat

menurunkan karies 40-50% pada gigi susu.

2. Pemberian fluor melalu makanan

Kadang-kadang makanan yang kita makan sudah mengandung dluor yang cukup tinggi,

hingga dengan makanan itu saja sudah mencegah terjadinya karies gigi. Jadi harus

diperhatikan bahwa sumber yang ada sehari-hari seperti di rumah, contohnya di dalam air

mineral, minuman ringan, dan makanan sudah cukup mengandung fluoride. Karena itu

makanan berfluoride yang diberikan dengan hati-hati. Makanan tambahan dluoride hanya

9

Page 10: BAB I II III.docx

dianjurkan untuk mereka (terutama anak-anak) yang tinggal di daerah yang sumber airnya

rendah fluor atau tidak difluoridasi. Fluoride dapat berbahata jika dikonsumsi secara

berlebihan. Apabila pemakaian fluoride tidak terkontrol dan tidak disiplin, maka tidak akan

mencapai sasaran dan dapat menyebabkan kerusakan gigi. Contohnya adalah fluorosis.

3. Pemberian fluor dalam bentuk obat-obatan

Pemberian fluor dapat juga dilakukan dengan tablet, baik itu dikombinasikan dengan vitamin-

vitamin lain maupun dengan tablet tersendiri. Pemberian tablet fluor disarankan pada anak

yang berisiko karies tinggi dengan air minum yang tidak mempunyai konsentrasi fluor yang

optimal )2,2 mm NaF, yang akan menghasilkan dluor sebesar 1 mg/hari).

Tablet fluor dapat diberikan sejak bayi berumur 2 minggu hingga 16 tahun. Umur 2 minggu-2

tahun biasanya diberikan dosis 0,25mg, 2-3 tahun diberikan 0,5mg, dan 3-16 tahun sebanyak

1mg.

Penggunaan Fluor Secara Topikal

Menurut Angela (2005), tujuan penggunaan fluor adalah untuk melindungi didi dari karies, fluor

bekerja dengan cara menghambat metabolisme bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat

melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi fluor apatit yang lebih stabil dan lebih tahan

terhadap pelarutan asam. Reaksi kimia: Ca10(PO4)6(OH)2+F Ca10(PO4)6(OHF) menghasilkan enamel

yang lebih tahan asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi dan meningkatkan

remineralisasi.

Penggunaan fluor sebagai bahan topikal aplikasi telah dilakukan sejak lama dan telah terbukti

menghambat pembentukan asam dan pertumbuhan mikroorganisme sehingga menghasilkan peningkatan

yang signifikan dalam mempertahankan permukaan gigi dari proses karies. Penggunaan fluor secara

topikal untuk gigi yang sudah erupsi, dilakukan dengan beberapa cara:

1. Topikal aplikasi

10

Page 11: BAB I II III.docx

Topikal aplikasi adalah pengolesahan langsung fluor pada enamel. Setelah gigi dioleskan

fluor lalu dibiarkan kering selama 5 menit, dan selama 1 jam tidak boleh makan, minum, atau

berkumur.

Pemberian varnish fluor dianjurkan bila penggunaan pasta gigi mengandung fluor, tablet

fluor, dan obat kumur dluor tidak cukup untuk mencegah atau menghambat perkembangan

karies. Pemberian varnish fluor diberikan setiap empat atau enam bulan sekali pada anak

yang mempunyai resiko karies tinggi. Salah satu varnish fluor adalah durphat (colgate oral

care) merupakan larutan alkohol varnis alami yang berisi 50mg NaF/ml (2,5% sampai kira-

kira 25.000 ppm fluor). Varnish dilakuka pada anak-anak umur 6 tahun ke atas karena anak di

bawah umur 6 tahun belum dapat menelah ludah dengan baik sehingga dikhawatirkan varnish

dapat tertelan dan dapat menyebabkan fluorosis enamel.

2. Pasta gigi fluor

Penyikatan gigi dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung dluor

terbukti dapat menurunkan karies. Akan tetapi pemakaiannya pada anak pra sekolah harus

diawasi karena pada umumnya mereka masih belum mampu berkumur dengan baik sehingga

sebagian pasta giginya bisa tertelan. Kebanyakan pasta gigi yang kini terdapat di pasaran

mengandung kira-kira 1mg F/g (1gram setara dengan 12 ppm pasta gigi pada sikat gigi).

3. Obat kumur dengan fluor

Obat kumur yang mengandung fluor dapat menurunan karies sebanyak 20-50%. Penggunaan

obat kumur disarankan untuk anak yang berisiko karies tinggi atau selama terjadi kenaikan

karies. Berkumur fluor diindikasikan untuk anak yang berumur di atas 6 tahun karena telah

mampu berkumur dengan baik dan orang dewasa yang mudah terserang karies, serta bagi

pasien-pasien yang memakai alat ortodonsi.

(Herdiyari Y, Sasmita IS. Penggunaan Fluor Dalam Kedokteran Gigi. Program Profesi. Fakultas

Kedokteran Gigi. Universitas Padjadjaran. 2010. Hal.3-10.

11

Page 12: BAB I II III.docx

2.4 Tahapan Fluridasi

Jenis Pengolahan Air Bersih

Jenis pengolahan air bersih secara umum:

1. Penjernihan : bertujuan menurunkan kekeruhan, Fe dan Mn

2. Pelunakan : bertujuan menurunkan kesadahan air

3. Desinfeksi : bertujuan membunuh bakteri patogen

Jenis proses pengolahan air bersih:

Secara fisika : tidak ada penambahan zat kimia (aditif), contoh: pengendapan, filtrasi, adsorpsi, dll

Secara kimiawi : penambahan bahan kimia sehingga terjadi reaksi kimia. Contoh penyisihan logam

berat, pelunakan, netralisasi, klorinasi, ozonisasi, UV, dsb

Secara biologi : memanfaatkan aktivitas mikroorganisme. Contoh saringan pasir lambat

Unit-unit Pengolahan

Conditioning:

1. Pengaturan pH

2. Penambahan kekeruhan

3. Pra-sedimentasi: pengendapan partikel diskrit, misal: pasir

Koagulasi:

1. Destabilisasi partikel koloid

2. Pembubuhan bahan kimia: koagulan, misal koagulan, misal: tawas

3. Dilakukan pengadukan cepat (rapid mixing):

Hidrolis: terjunan atau hidrolik jump

Mekanis: menggunakan batang pengaduk

Lamanya proses: 30 – 90 detik

Flokulasi:

12

Page 13: BAB I II III.docx

1. Pembentukan dan pembesaran flok

2. Dilakukan pengadukan lambat (slow mixing):

Pneumatis

Mekanis

Hidrolis

Waktu operasi: 15 – 30 menit

Sedimentasi:

1. Pengendapan secara gravitasi: ρ partikel > ρ air:

Sedimantasi: pengendapan flok

Pra-sedimentasi: pengendapan settleable particle

2. Berdasarkan arah aliran:

Horizontal/radial

Vertikal

Dengan kemiringan: plate settler

Waktu pengendapan: tergantung ukuran partikel.

Kecepatan mengendap umumnya berkisar antara 1-2 jam

Penyisihan partikel yang mempunyai ρ partikel < ρ air: Flotasi/pengapungan, misal

penyisihan minyak bebas (free oil) dari air

Filtrasi:

1. Penyaringan dengan menggunakan media berbutir

2. Penyisihan partikel dengan cara penyaringan untuk ukuran diameter partikel lebih besar dari

ukuran media filter:

Saringan pasir cepat (rapid sand filtration) : laju aliran = 120 m3/m2/jam

Saringan pasir lambat (slow sand filtration) : laju aliran = 5 m3/m2/jam

Desinfeksi: penghilangan mikroorganisme patogen: klorinasi, ozonisasi, sinar ultra violet, pemanasan, dll

13

Page 14: BAB I II III.docx

14

Page 15: BAB I II III.docx

Pengantar Pengolahan Air. ITS. 2009

Pengolahan air gambut secara konvensional

Pengolahan air gambut untuk menjadi air bersih, membutuhkan beberapa tahapan

pengolahan agar kandungan asam dan bahan kimia lain dapat hilang dan sesuai dengan kriteria air

bersih. Adapun tahapannya sebagai berikut :

1. Netralisasi

Netralisasi merupakan suatu usaha untuk mengubah pH atau keasaman air menjadi

normal (netral, pH 7-8). Secara teoritis pH dari 0 samapi 14, dimana 0 sangat asam dan 14 sangat

15

Page 16: BAB I II III.docx

basa, pH bormal berkisar 7 sampai 8. Untuk air yang bersifat asam, misalnya air gambut, yang paling

murah dan mudah adalah dengan pemberian kapur (CaO) /gamping (CaCO3). Fungsi dari pemberian

kapur, disamping untuk menetralkan air baku yang bersifat asam juga untuk membantu efektifitas

proses selanjutnya, antara lain:

Proses oksidadi dengan udara, pengurangan Fe dan Mn efektif pada pH 7-8

Proses oksidasi dengan chlorine efektif pada pH 7-8,5

Proses koagulasi efektif pada pH ≥ 6

Pengendapan logam efektif pada pH ≥ 8

Hal penting lainnya adalah air olahan yang dihasilkan netral sesuai dengan kualitas air

minum (pH 6,5-8,5). Dalam instalasi air minum, bertujuan untuk mengendalikan korosi perpipaan

dalam system distribusi, dimana korosi membentuk racun pada pH <6,5 atau pH>9,5.

Zat alkali digunakan untuk menaikkan pH air yang rendah dan menaikkan alkalinitas air

baku agar proses koagulasi-flokulasi dapat berjalan baik dan efektif. Cara pembubuhan dapat

dilakukan dengan cara kering dan cara basah (melarutkan dalam air pada konsentrasi tertentu).

2. Aerasi

Aerasi merupakan suatu cara untuk mengontakkan atau menggabungkan antara udara dan

air baku. Kandungan zat besi dan mangan yang terdapat dalam air akan bereaksi dengan oksigen

yang terdapat dalam udara sehingga terbentuk senyawa besi dan mangan yang bisa mengendap. Zat

tersebut (Fe dan Mn) memberikan rasa pahit pada air, menghitamkan hasil pemasakan beras dan

memberikan noda hitam kecoklatan. Disamping itu proses aerasi juga berfungsi untuk

menghilangkan gas-gas beracun yang tak diinginkan misalnya gas H2S, Methan, carbon dioksida dan

gas-gas racun lainnya.

3. Koagulasi tahap I

16

Page 17: BAB I II III.docx

Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia ke dalam air agar kotoran dalam air

yang berupa padatan tersuspensi, misalnya zat warna organik, lumpur halus, bakteri dan lain-lain

dapat menggumpal dan cepat mengendap. Cara paling mudah dan murah adalah dengan pembubuhan

tawas. Cara pembubuhan tawas dapat dilakukan sebagai berikut, yaitu: sejumlah tawas/alum

dilarutkan dalam air kemudian dimasukan ke dalam air baku lalu diaduk dengan cepat hingga merata

selama kurang lebih 2 menit. Setelah itu kecepatan pengadukan dikurangi sedemikian rupa sehingga

terbentuk gumpalan-gumpalan kotoran akibat bergabungnya kotoran tersuspensi yang ada dalam air

baku. Setelah itu dibiarkan beberapa saat sehingga gumpalan kotoran atau disebut flok tumbuh

menjadi besar dan berat dan cepat mengendap.

4. Koagulasi tahap II dan flokulan

Pengendapan kotoran tahap kedua dengan penggunaan tawas untuk mengikat dan

membentuk gumpalan-gumpalan yang lebih besar lagi sehingga kotoran bisa mengendap.

Selanjutnya gumpalan-gumpalan yang telah terbentuk diikat oleh flokulan sehingga bisa membentuk

gumpalan yang lebih besar lagi. Gumpalan tersebut akan lebih mudah dan cepat mengendap

sehingga air bersih dapat diperoleh.

5. Sedimentasi

Proses sedimentasi adalah proses pengendapan dimana masing-masing partikel tidak

mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun kerapatan selama proses pengendapan berlangsung.

Partikel-partikel padat akan mengendap bila gaya gravitasi lebih besar daripada kekentalan dan gaya

kelembaman dalam cairan.

6. Filtrasi

Pada proses pengendapan, tidak semua gumpalan kotoran dapat diendapkan. Butiran

gumpalan kotoran dengan ukuran yang besar dan berat akan mengendap, sedangkan yang berukuran

kecil dan ringan masih melayang-layang dalam air. Proses filtrasi ini untuk menghilangkan zat padat

tersuspensi dalam air melalui media biopori. Zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air

melalui lapisan media filter. Media filter bisanya pasir atau kombinasi dari pasir, anthracite, garnet,

17

Page 18: BAB I II III.docx

ilmeniet, polystiren dan lainnya.Untuk mendapatkan air yang betul-betul jernih harus dilakukan

proses penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan mengalirkan air yang telah diendapkan

kotorannya ke bak penyaring yang terdiri dari saringan pasir.

• Alamsyah, Sujana. Merakit Sendiri Alat Penjernih Air. Kawan Pustaka. Jakarta. 2007.

• Nusa Idaman Said. Pengolahan Air sungai atau Gambut Sederhana. BPPT. Jakarta. 2012.

Contoh peneraapan teknologi tepat guna di Kalimantan

Di daerah-daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih tersebut, penduduk biasanya

menggunakan air sumur galian, air sungai yang kadang-kadang bahkan sering kali air yang

digunakan kurang memenuhi standart air minum yang sehat. Bahkan untuk daerah yang sangat buruk

kualitas air tanah maupun air sungainya, penduduk hanya menggunakan air hujan untuk memenuhi

kebutuhan akan air minum. Oleh karena itu di daerah-daerah seperti ini, persentase penderita

penyakit yang disebabkan akibat penggunaan air minum yang kurang bersih atau kurang memenuhi

syarat kesehatan masih sangat tinggi. Pengolahan air gambut menjadi air bersih bisa digunakan di

daerah rawa seperti di Kalimantan dan Sumatera yang mengandung gambut. Untuk itu diperlukan

18

Page 19: BAB I II III.docx

suatu cara pengolahan air gambut yang sederhana dan terjangkau oleh masyarakat di daerah tersebut.

Salah satu alat pengolah air minum sederhana tersebut adalah alat pengolah air minum yang

merupakan paket terdiri dari Tong (Tangki), Pengaduk, Pompa aerasi dan saringan dari pasir atau

disingat Model TP2AS. Alat ini dirancang untuk keperluan rumah tangga sedemikian rupa sehingga

cara pembuatan dan cara pengoperasiannya mudah serta biayanya murah. Cara pengolahannya

dengan menggunakan bahan kimia yaitu hanya dengan tawas dan kapur (gamping). Alat Pengolah

Air Minum model TP2AS ini sangat cocok digunakan untuk pengolahan air minum yang air bakunya

mengandung zat besi dan mangan dan zat organik, dengan biaya yang sangat murah

Nusa Idaman Said. Pengolahan Air sungai atau Gambut Sederhana. BPPT. Jakarta. 2012.

2..5 Efek sampiing mengkonsumsi air sungai / air rawa

Telah diketahui bersama air merupakan kebutuhan pokok manusia. Dalam penggunaannya apabila

tidak diperhatiakan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia. Gangguan kesehatan

dimaksud adalah penyakit yng ada hhubungannya dengan air atau “water related diseases” .

Dampak air gambut terhadap kesehatan hampir sama dengan dampak penyediaan air bersih pada

umumnya. Yang membedakannya hanyalah dalam hal karakteristik kimia Dan keadaan fisiknya. Air

gambut berwarna kuning kecoklat-coklatan, berifat asam dan bebrapa parameter kimianya tinggi,

sebaliknya beberapa parameter kimia yang dibutuhkan tubuh tidak tersedia.

Secara ilmiah belum banyak yang mengungkapkan dampak air gambut terhadap kesehatan, karena

pemakaiannnya terbatas juga penggunaan jenis air gambut untuk kebutuhan rumah tangga ini relative

barudan muncul ketika akandibukanya lahan gambut sejuta hektar.

Untuk mengukur gangguan kesehatan atau penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air ini

dapat dikelompokkan menurut mekanisme atau cara penularannya, yaitu water borne disease, water

washed diseases, water based diseases dan water related insect vector dieases.

19

Page 20: BAB I II III.docx

1. Water washed diseases

Yaitu penyakit bila mana kuman penyebab penyakitnya berada dalam air lalu air tersebut

diminum oleh seseorang maka ia akan sakit. Contoh dari penyakit ini adalah kolera, typhoid, dan

hepatitis infectiosa.

2. Water wash diseases

Yang tergolong penyakit ini adalah penyakit yang dapat diberantas denagn memberikan cukup

air untuk cuci, mandi dan kebersiha perorangan pada umumnya. Cono penyakit ini adalah

penyakit saluran pencernaan, kulit, dan mata.

3. Water based diseases

Yaitu penyakit yang kuman penyebabnya sebagian siklus hidupnya didalam hospes perantara

yang hidup di air. Contohnya dalah schistosoniasis yang disebabkan oleh cacing Schistosoma

yang hidup dalam keong.

4. Water relacted insect vector diseases

Penyakit ini disebabkan melalui serangga yang berkembangbiak di air atau hidup didekat air.

Contoh penyakit ini adalah malaria dan filariasis.

Dapus : musadad anwar D. pengaruh air gambut terhadap kesegatan dan upaya

pemecahannya. Media litbangkes. Vol. VIII. No. 01. 1998

20

Page 21: BAB I II III.docx

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

21