bab i, ii, iii.docx

Upload: ira-ajah

Post on 16-Oct-2015

77 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KDK

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangKeperawatan merupakan suatu bentuk asuhan yang ditujukan untuk kehidupan orang lain sehingga semua aspek keperawatan mempunyai komponen etika. Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan, maka permasalahan etika kesehatan menjadi permasalahan etika keperawatan pula. Praktik keperawatan yang aman mencakup pemahaman tentang batasan legal dimana perawat harus berfungsi. Seperti halnya semua aspek keperawatan saat ini, pemahaman tentang implikasi hukum dan kode etik mendukung pikiran kritis pada bagian perawat. Perawat harus memahami hukum untuk melindungi dirinya dari pertanggungjawaban dan untuk melindungi hak-hak klien. Perawat tidak perlu takut hukum, akan tetapi harus memandang informasi yang mengikutinya sebagai dasar pemahaman apa yang diharapkan oleh masyarakat kita dari pemberi asuhan keperawatan profesional.Hukum di masyarakat kita berubah-ubah dan dengan terus menerus berubah untuk memenuhi kebutuhan manusia dan hukum dimaksudkan untuk melindungi. Ketika hukum federal mengena untuk semua negara bagian, perawat juga harus sadar bahwa hukum beragam secara luas melintasi negeri. Perawat penting untuk mengetahui hukum dan kode etik profesional di negara mereka yang mempengaruhi praktik mereka. Publik mendapat informasi lebih baik dibanding waktu lampau tentang hak-hak perawatan keehatan mereka. Terbiasanya perawat dengan hukum dan kode etik meningkatkan kemampuannya untuk menjadi advokat klien.Saat ini masalah yang berkaitan dengan etika (ethical dilemmas) telah menjadi masalah utama di samping masalah hukum, baik bagi pasien, masyarakat, maupun pemberi asuhan kesehatan. Masalah etika menjadi semakin kompleks karena adanya kemajuan ilmu dan teknologi yang secara dramatis dapat mempertahankan atau memperpanjang hidup manusia. Pada saat yang bersamaan pembaharuan nilai sosial dan pengetahuan masyarakat menyebabkan masyarakat semakin memahami hak-hak individu, kebebasan, dan tanggung jawab dalam melindungi hak yang dimiliki. Adanya berbagai faktor tersebut sering sekali membuat tenaga kesehatan menghadapi berbagai dilema. Setiap dilema membutuhkan jawaban dimana dinyatakan bahwa sesuatu hal itu baik dikerjakan untuk pasien atau baik untuk keluarga atau benar sesuai kode etik.Berbagai permasalahan etik yang dihadapi oleh perawat telah menimbulkan konflik antara kebutuhan pasien (terpenuhi hak) dengan harapan perawat dan falsafah keperawatan. Menghadapi dilema semacam ini diperlukan penanganan yang melibatkan seluruh komponen yang berpengaruh dan menjadi support sistem bagi pasien.Makalah ini akan membahas standar profesional praktik keperawatan serta kasus yang menjadi dilema etis dan penyelesaiannya dengan pendekatan proses keperawatan.

B. Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas mengenai Standar Profesional Praktik Keperawatan, maka dapat tim penulis rumuskan yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :1. Apa pengertian keperawatn dan profesionalisme keperawatan?2. Bagaimana setting praktik keperawatan dan peran organisasi profesi dalam praktik keperawatan?3. Apa sajakah peran dan fungsi perawat?4. Apa pengertian etika dan kode etik keperawatan?5. Apa sajakah yang termasuk prinsip-prinsip moral dalam keperawatan?6. Apa saja masalah moral dalam keperawatan?7. Bagaimana penyelesaian masalah sesuai dengan teori moral yang sesuai untuk keperawatan?8. Bagaimana kaitan materi-materi di atas dengan kasus yang diberikan dalam menerapkan standar praktik profesional keperawatan?9. Bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasi masalah pada kasus dan sesuai dengan materi-materi di atas?

C. Tujuan Penulisan1. Tujuan Umuma. Mampu menjelaskan pengertian keperawatan dan profesionalisme keperawatan.b. Mengidentifikasi setting praktik keperawatan dan peran organisasi profesi dalam praktik keperawatan.c. Mengidentifikasi peran dan fungsi perawat.d. Mampu menjelaskan pengertian etika dan kode etik keperawatan.e. Mampu menjelaskan prinsip-prinsip moral dalam keperawatan.f. Mengidentifikasi masalah moral dalam keperawatan.g. Mengidentifikasi penyelesaian masalah moral sesuai teori moral yang sesuai untuk keperawatan.2. Tujuan KhususBila diberi kasus, mampu menerapkan standar praktik profesional dalam menyelesaikan masalah yang terdapat dalam kasus.

D. Metode PenulisanDalam melakukan pembahasan ini, kelompok kami menggunakan metode atau cara Collaborative Learning (CL). Collaborative Learning (CL) merupakan salah satu metode dimana setiap anggota mencari sumber pengetahuannya melalui studi pustaka yang anggota lakukan sesuai dengan sumber yang didapatkan dari buku-buku tentang keperawatan, situs yang terpecaya serta berbagai referensi lain yang dicari secara mandiri oleh tiap-tiap anggota. Setelah memperdalam materi subbab yang didapat masing-masing, setiap anggota memiliki kesempatan untuk menyumbangkan informasi, pengetahuan, ide, pendapat, yang dimilikinya kepada anggota lainnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Keperawatan sebagai Profesi

Nightingale (1985) mendefinisikan keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah menempatkan pasien dalam kondisi, baik bagi alam dan isinya, untuk bertindak. Sedangkan, menurut ANA (2003) dalam Potter dan Perry (2005), keperawatan adalah proteksi, promosi, dan optimalisasi kesehatan, dan kemampuan pencegahan penyakit, dan pengurangan luka melalui diagnosis, dan laporan dari respon klien dan kemajuan untuk care kepada individu, keluarga, komunitas, dan populasi. Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya pemberian pelayanan atau asuhan yang bersifat humanistik dan profesional, holistik berdasarkan ilmu dan kiat, standar pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan bukan untuk kepentingan golongan kelompok tertentu. Selain itu, profesi juga sangat mementingkan kesejahteraan orang lain, dalam konteks ini konsumen sebagai penerima jasa pelayanan keperawatan profesional. Profesional merupakan suatu proses yang dinamis untuk memenuhi atau mengubah karakteristik ke arah suatu profesi. Keperawatan sebagai profesi mempunyai karakteristik, antara lain: 1. Memiliki kode etik dalam melakukan praktik .2. Anggotanya mempunyai otonomi dalam pembuatan keputusan dan praktik.3. Profesi menyediakan pelayanan yang spesifik.4. Membutuhkan pendidikan panjang bagi anggotanya dan juga dasar-dasar.5. Seorang profesi mempunyai pengetahuan yang berperan untuk mendefinisikan kemampuan, keterampilan, dan norma.6. Mempunyai organisasi atau perhimpunan profesi. Keperawatan merupakan profesi multidimensional. Keperawatan mencerminkan kebutuhan dan nilai masyarakat, mengimplikasikan standar kinerja profesional dan standar pelayanan, memenuhi kebutuhan klien dan mengintegrasikan penelitian. Tiga komponen yang penting pada profesi keperawatan yaitu care, cure dan koordinasi. Perawat melakukan care tidak hanya to take care of , tetapi juga caring for dan caring about. Dalam memberikan care, perawat memberikan kenyamanan, memberi dukungan saat cemas, dan membantu saat kondisi klien sakit. Hal tersebut digunakan dengan cara mendengarkan, mengevaluasi, lalu melakukan intervensi. Perawat juga melakukan cure kepada kliennya. Cure adalah membantu klien untuk mengerti mengenai masalah kesehatannya dan membantu dengan cara promosi kesehatan. Selain itu, perawat juga perlu melakukan koordinasi dengan profesi kesehatan lainnya. Koordinasi ini dilakukan untuk mencegah klien terkena penyakit dan menjaga agar klien tetap sehat. Tujuannya yaitu kesehatan dan kesejahteraan klien. Dalam melakukan praktik keperawatan, perawat menggunakan kompetensi dengan cara berfikir kritis untuk mengintegrasikan informasi dari pengetahuan yang berbasis ilmiah yang diperoleh dari pengetahuan di masa lalu dan pengalaman di saat ini, mengaplikasikan sikap berfikir kritis pada situasi klinik dan melakukannya sesuai standar profesi.Dalam melakukan praktik keperawatan perawat melakukan pengaturan yaitu pengaturan saat bersama klien dan bukan kepada klien (komunitas). Perawat dalam setting kepada klien tidak hanya memberikan pelayanan pada medical-surgical hospital namun juga pada peningkatan kesehatan atau rehabilitasi. Perawat melakukan praktik keperawatan kepada pasiennya tergantung dari tingkat keparahan yang diderita oleh pasien. Penanganannya pada pasien yang mempunyai penyakit kronik dengan penyakit terminal juga berbeda. Oleh karena itu, perawat harus mengetahuinya. Selain itu, perawat juga melakukannya tidak kepada pasien (out pasien). Out pasien ini dilakukan di lingkungan komunitas. Setting perawat dalam komunitas berfokus pada promosi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan, pendidikan dan manajemennya, koordinasi dan keberlanjutan rehabilitasi. Keperawatan merupakan profesi yang tidak dapat berdiri sendiri, ada organisasi yang mengatur dan mengontrol setiap hal yang dilakukan perawat. Selain mengatur dan mengontrol setiap hal, yang dilakukan perawat organisasi profesi juga dibuat untuk menguraikan (berurusan) dengan isu-isu mengenai praktik dalam profesinya, menyajikan program pendidikan, dan menerbitkan jurnal. Organisasi keperawatan di Indonesia adalah PPNI. PPNI berperan utuk menganjurkan suatu kegiatan sosialisasi profesional dan mengusulkan pola jenjang karier tenaga perawatan sebagai sistem pengembangan karier. Selain itu, PPNI juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program pendidikan berkelanjutan kepada perawat, menciptakan komunitas profesional yang memiliki sistem nilai dan tanggung jawab serta menjamin kualitas pelayanan keperawatan.

B. Peran Perawat1. Peran dan Fungsi PerawatSaat ini, peran dan fungsi perawat telah berkembang dan menjadi lebih luas. Perawat kini dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan pada berbagai bidang. Perawat kini dapat melakukan kegiatan pada penekanan peningkatan kesehatan seperti pencegahan penyakit dan memandang klien secara keseluruhan atau komprehensif. Selain itu, perawat juga dituntut untuk melakukan intervensi tanpa perintah dokter untuk menangani kesehatan klien dan memberikan yang sesuai dan terbaik untuk klien. Oleh karena itu, terdapat berbagai peran perawat yang dapat dilakukan antara lain (Potter&Perry, 2005):

a. Pemberian PerawatanPerawat harus memberikan asuhan keperawatan kepada klien untuk membantu klien mengembalikan kesehatannya melalui suatu proses pelayanan keperawatan. Perawat membantu klien mengembalikan kesehatannya secara keseluruhan aspek, baik aspek fisik, spiritualnya, emosi, dan sosialnya. Kemudian, perawat juga dituntut untuk membuat klien mencapai kemandiriannya secara optimal. Selain itu, perawat membantu klien dan kelaurga mencapai tujuan yang diharapkan dengan biaya, waktu, dan tenaga seminimal mungkin.b. Pembuat Keputusan KlinisKeputusan klinis yang diambil oleh perawat harus melalui suatu pemikiran yang kritis. Hal tersebut mencegah terjadinya kesalahan intervensi yang dapat merugikan klien. Oleh karena itu, perawat perlu melakukan proses keperawatan dengan baik dalam pengkajian, menyusun rencana tindakan, memberikan perawatan, dan diakhiri dengan mengevaluasi hasil. Perawat dapat membuat keputusan sendiri atau berkolaborasi dengan klien dan keluarga. Dalam situasi seperti ini, perawat bekerjasama dan berkonsultasi dengan profesional kesehatan lainnya.c. Pelindung dan Advokat KlienSebagai pelindung klien, perawat perlu menciptakan suatu lingkungan nyaman dan mencegah terjadinya suatu kecelakaan yang dapat mencederai klien dan melindungi dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu pengobatan. Kemudian, perawat sebagai advokat adalah melindungi hak-hak yang dimiliki klien sebagai manusia dan secara hukum. Selain itu, cara umum yang dapat dilakukan, misalnya menolak aturan atau tindakan yang menetang hak-hak klien. Perawat perlu menyesuaikan proses advokasi ini dengan budaya dan agama klien.d. ManajerSebagai manajer, peran perawat adalah mengatur. Hal yang dapat diatur perawat antara lain mengkoordinasikan aktivitas anggota tim kesehatan lain seperti ahli gizi, ahli terapi, dll, ketika memberikan perawatan kepada klien. Selain itu, perawat juga mengatur waktu kerja dan sumber daya yang tersedia di tempat kerjanya. Pada intinya, sebagai manajer, perawat harus mengkoordinasikan dan mengemban tanggung jawab asuhan dan mengawasi tenaga kesehatan lainnya.e. RehabilitatorPerawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaan dimana klien mencoba untuk kembali ke tingkat fungsi maksimalnya. Seringkali pasien mengalami gangguan fisik dan emosi yang mengubah kehidupan mereka. Aktivitas yang dapat dilakukan misalnya membantu klien mengatasi perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan penyakitnya, misalnya penyakit kronis.f. KomunikatorKeperawatan mencakup komunikasi baik itu dengan klien dan keluarga, antar-sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya, dan komunitas. Komunikasi yang baik adalah faktor yang dapat menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga, dan komunitas. Tanpa komunikasi yang baik, sulit untuk memberikan dukungan dan kenyamanan dalam melayani secara efektif. Adanya komunikasi membantu perawat dalam membuat keputusan bersama klien dan keluarga, mengatur pelayanan terhadap klien, dan menyediakan edukasi bagi klien.g. EdukatorSebagai edukator, perawat dapat menjelaskan kepada klien mengenai konsep kesehatan, mendemonstrasikan aktivitas perawatan diri, menilai apakah klien memahami hal-hal yang telah dijelaskan dan mengavaluasi kemajuan klien. Perawat menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber lain seperti keluarga. Metode edukasi yang digunakan dapat dilakukan secara informal misalnya berbincang-bincang sehari-hari dan bertanya seputar isu kesehatan maupun secara formal seperti mengajarkan kepada klien cara menyuntikkan insulin pada klien diabetes.

2. Peran Perawat dalam Tim KesehatanPeran dan fungsi yang dimiliki perawat tidak hanya sebatas yang telah disebutkan di atas. Ada beberapa peran dan fungsi yang dimiliki perawat khususnya dalam tim kesehatan. Beberapa fungsi perawat lainnya yaitu (Sudarma, 2008) :a. Fungsi IndependenFungsi ini mengatur bahwa tindakan perawat bersifat mandiri dan tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan yang dilakukan berdasarkan ilmu keperawatan. Oleh karena itu, tanggung jawab dibutuhkan terhadap segala konsekuensi dan tindakan yang diambil. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain mengkaji riwayat kesehatan klien, pemeriksaan fisik, mengidentifikasi tindakan keperawatan yang mungkin dilakukan, membantu kemandirian pasien, dllb. Fungsi InterindependenPerawat melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya atau berkolaborasi untuk mengupayakan kesembuhan klien. Biasanya tim tersebut dipimpin oleh seorang dokter. Masing-masing tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada klien sesuai bidang ilmunya. Misalnya, menangani ibu hamil yang menderita diabetes, disini perawat, dokter, dan ahli gizi berkolaborasi untuk membuat rencana kebutuhan dan penanganan klien.c. Fungsi DependenPerawat bertindak untuk membantu dokter dalam memberikan pelayanan medis. Perawat membantu dalam pengobatan yang menjadi kewenangan dokter dan memberikan obat sesuai yang diresepkan dokter. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan perawatan adalah tanggung jawab dokter. Kesalahan tindakan medis yang dilakukan perawat merupakan tanggung jawab dokter kecuali jika perawat tersebut melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh dokter.

3. Pengaruh Sosial Terhadap Praktik KeperawatanPraktik keperawatan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor eksternal. Beberapa pengaruh dari luar terhadap sosial antara lain (Potter&Perry,2005):a. Perubahan DemografiPerubahan demografi yang terjadi ternyata mempengaruhi populasi manusia secara keseluhan. Selain itu, baru-baru ini perubahan yang telah dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan berupa perpindahan populasi dari desa ke kota, peningkatan hidup, insiden penyakit kronis dan jangka panjang yang tinggi , dan peningkatan insiden penyakit seperti alkoholisme dan kanker paru-paru. Keperawatan sebagai profesi perlu merespon perubahan tersebut dengan mengeksplorasi metode baru dalam memberikan penyediaan pelayanan, penekanan pada pendidikan, dan membuat standar praktik di daerah-daerah baru.

b. Masalah Pelayanan Kesehatan PerempuanPergerakan wanita telah membawa banyak perubahan dalam masyarakat karena wanita kini mengejar persamaan ekonomi, politik, pekerjaan, dan pendidikan secara terus-menerus. Karena kebanyakan perawat adalah wanita, mereka terus menerus menyampaikan persamaan hak-hak mereka sebagai pekerja dan pemberi pelayanan kesehatan profesional. Pergerakan wanita telah mendorong perawat untuk mendapatkan otonomi dan tanggung jawab dalam memberikan perawatan di lingkungan. Pergerakan wanita secara umum telah menyebabkan klien wanita menjadi lebih memperhatikan dan mengontrol tubuh, kesehatan, dan kehidupannya. Sebagai wanita, menjadi lebih menyadari tentang kebutuhandiri dan keunikannya, mereka mencari perawatan kesehatan yang dapat membantu mereka dalam memenuhi kebutuhannya.

c. Gerakan Hak Asasi ManusiaGerakan hak asasi manusia juga mengubah cara masyarakat memandang termasuk kaum minoritas, klien dengan penyakit terminal, wanita hamil, dan lansia. Beberapa kelompok memiliki kebutuhan kesehatan tertentu dan keperawatn berespon dengan mengahrgai seluruh klien sebagai individu yang memiliki hak asasi dan mendapat perawatan yang baik. Intinya, kualitas perawatan yang diberikan kepada klien tidak mengabaikan hak-hak klien.

d. Terlayani secara MedisPeningkatan pengangguran, tuna wisma, dan biaya pelayanan kesehatan berkontribusi terhadap peningkatan pelayanan medis. Peningkatan populasi tersebut yang menderita penyakit memiliki sedikit bahkan tidak memiliki akses ke pelayanan kesehatan. Perawat yang memiliki persiapan dan keahlian yang baik dalam praktik kesehatan dapat memberikan suatu pelayanan kesehatan secara langsung ke daerah daerah yang membutuhkan peran perawat dan memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan dengan pekerjaannya.

e. Ancaman bioterorismeBerbagai lembaga perawatan dan kesehatan memiliki program pendidikan perawat untuk mempersiapkan mereka dalam kejadian nuklir, kimia, atau serangan biologis. Melatih perawat terhadap berbagai bencana dan menentukan kegiatan keperawatan yang diperlukan sebagai kesiapsiagaan terhadap bencana. Perawat juga penting dalam mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dari rencana penaggulangan bencana yang dilaksanakannya.

C. ETIKA DAN PRAKTIK KEPERAWATAN

1. Etika Keperawatan dan Kode Etik KeperawatanEtik adalah sesuatu yang mempelajari baik dan buruk secara moral baik itu pemikiran, karakter, dan motivasi. Etik menentukan apa yang baik atau bernilai bagi setiap orang. Jadi etik membicarakan mengenai baik dan buruknya suatu hal. Etika adalah sesuatu yang mengatur bagaimana manusia hidup dalam masyarakat yang menentukan tingkah laku yang baik dan buruk serta kewajiban dan tanggung jawab. Etika memberi keputusan tentang tindakan yang diharapkan benar dan bermoral. Sedangkan etika keperawatan adalah bagaimana perawat wajib bertingkah laku. Dalam keperawatan ada asas dasar etik yang harus dipatuhi yaitu (Potter&Perry, 2005):a. Otonomi. Perawat harus mengahrgai harkat dan martabat manusia sebagai individu yang dapat memutuskan hal yang terbaik bagi dirinya. b. Manfaat. Mengupayakan tiap keputusan yang dibuat berdasarkan keinginan untuk melakukan yang terbaik dan bermanfaat untuk klien. Maksimalkan manfaat bagi klien dan minimalkan resiko yang mungkin timbul.c. Tidak Merugikan. Tidak melukai atau menimbulkan bahaya atau cidera bagi klien baik dalam tindakan medis atau pemberian pengobatan. Resiko fisik, psikologis, maupun sosial akibat tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan hendaknya seminimal mungkin.d. Rahasia. Dokter dan perawat harus menghormati kerahasiaan klien meskipun klien telah meninggal.e. Keadilan. Tindakan yang dilakukan untuk semua orang sama. Tidak ada yang dibeda-bedakan. Dokter dan perawat harus berlaku adil terhadap semua kliennya dan tidak memandang dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya. Dari hal inilah, etika keperawatan merujuk pada standar etik yang menuntun perawat dalam praktik sehari-hari yang disebut kode etik keperawatan. Kode etik keperawatan adalah suatu pedoman atau petunjuk yang digunakan dalam mengatur perilaku perawat yang disetujui oleh anggota profesi keperawatan. (Potter&Perry,2005). American Nursing Association (ANA) membuat kode etik keperawatan pertama beberapa puluh tahun lalu yang isinya yaitu (Potter&Perry,2009) :a. Perawat dalam semua hubungan professional melakukan praktik dengan rasa empati dan menghargai sifat dasar, nilai, dan keunikansetiap individu, tidak dibatasi oleh pertimbangan status sosial, ekonomi, pangkat, atau masalah kesehatan.b. Janji utama perawat adalah untuk klien baik itu individu, keluarga, kelompok, atau komunitas.c. Perawat melakukan promosi, advokasi, dan usaha tindakan untuk melindungi kesehatan, keselamatan, dan hak klien.d. Perawat bertanggung jawab terhadap praktik keperawatan individual dan menetapkan pendelegasian tugas yang benar sesuai dengan kewajiban perawat dalam pelayanan kesehatan yang optimal.e. Perawat memiliki tugas yang sama kepada dirinya dan orang lain, termasuk tanggung jawab untuk menjaga integritas dan keselamatan, menjaga kompetensi, dan melanjutkan pertumbuhan individual dan profesional.f. Perawat berpartisipasi dalam membangun, mengelola, dan meningkatkan lingkungan pelayanan kesehatan dan kondisi yang kondusif bagi penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan sesuai dengan nilai profesi melalui tindakan mandiri dan kolektif.g. Perawat berpartisipasi dalam kemajuan profesi melalui kontribusinya terhadap pengembangan praktik, pendidikan, administrasi, dan pengetahuan.h. Perawat berkolaborasi dengan profesi kesehatan lain dan masyarakat dalam mempromosikan usaha komunitas, nasional, dan internasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan.i. Profesi keperawatan yang diwakilkan oleh organisasi dan anggotanya, bertanggung jawab terhadap nilai-nilai keperawatan, menjaga integritas profesi dan praktiknya serta pembentukan kebijakan sosial.Selain itu, keperawatan berpraktik juga di Indonesia perlu mengacu pada kode etik yang diatur di Indonesia. Berikut adalah kode etik yang dibuat oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang diambil dari situs resmi PPNI indonesia, memiliki isi yaitu:a. Perawat dan Klien1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari klien.3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan.4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.b. Perawat dan Praktik1) Perawat memelihara dan meningkatkan kompetisi dibidang keperawatan melalui belajar terus menerus2) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran professional yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.3) Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain.4) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku professional

c. Perawat dan MasyarakatPerawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.

d. Perawat dan Teman Sejawat

1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.2) Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal.

e. Perawat dan Profesi1) Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.2) Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan.3) Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi

2. Prinsip-prinsip moralPrinsip-prinsip moral adalah pernyataan tentang luas, umum, konsep-konsep filosofis seperti otonomi, dan keadilan. Mereka menyediakan dasar untuk peraturan moral, yang merupakan resep tertentu untuk tindakan. Sebagai contoh, aturan orang tidak harus berada didasarkan pada prinsip moral menghormati orang (otonomi). Prinsip-prinsip yang berguna dalam diskusi etika karena meskipun orang tidak setuju tentang tindakan yang benar dalam situasi, mereka mungkin dapat menyepakati prinsip-prinsip yang berlaku. Kesepakatan tersebut dapat berfungsi sebagai dasar untuk solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. Sebagai contoh, kebanyakan orang akan setuju dengan prinsip bahwa perawat berkewajiban untuk menghormati klien mereka, bahkan jika mereka tidak setuju mengenai apakah perawat harus menipu klien tertentu tentangnya atau prognosisnya (Potter, P.A., dan Perry, A.G., 2005). Dalam Potter, P.A., dan Perry, A.G.,(2005),, dijelaskan tentang prinsip-prinsip moral dalam keperawatan, diantaranya:a. Otonomi mengacu pada hak untuk membuat keputusan sendiri. Perawat yang mengikuti prinsip ini, menyadari bahwa setiap klien adalah unik, memiliki hak untuk menjadi apa, dan memiliki hak untuk memilih tujuan pribadi. Orang-orang memiliki otonomi luar jika pilihan mereka tidak terbatas atau diterapkan oleh orang lain, mereka memiliki otonomi batin jika mereka memiliki kemampuan untuk membuat pilihan.Menghormati prinsip otonomi berarti bahwa hak menghormati perawat-klien untuk membuat keputusan, bahkan ketika pilihan-pilihan tampaknya perawat untuk tidak berada dalam kepentingan terbaik klien. Ini juga berarti memperlakukan orang lain dengan pertimbangan. Dalam perawatan kesehatan menetapkan prinsip ini dilanggar, misalnya, akun subjektif seorang perawat mengabaikan gejala klien. Pada akhirnya, menghormati otonomi berarti bahwa seseorang tidak boleh diperlakukan sebagai sumber yang bersifat pribadi tentang pengetahuan atau pelatihan. Prinsip ini berperan penting, misalnya dalam persyaratan bahwa klien memberikan persetujuan tertulis sebelum tes, prosedur, penelitian, atau menjadi subjek pengajaran dapat dilakukan.b. Tidak merugikan (Nonmaleficence) adalah tugas untuk tidak membahayakan. Meskipun ini tampaknya akan menjadi prinsip sederhana untuk diikuti, namun pada kenyataannya prinsip tersebut kompleks. Bahaya dapat berarti sengaja menyebabkan bahaya, menempatkan seseorang pada risiko bahaya, dan tidak sengaja menyebabkan bahaya. Dalam perawatan, kerusakan yang disengaja tidak pernah diterima. Namun, menempatkan seseorang pada risiko bahaya memiliki banyak sisi. Seorang klien mungkin menghadapi risiko bahaya yang dikenal sebagai konsekuensi dari intervensi keperawatan yang dimaksudkan untuk membantu. Sebagai contoh, klien dapat bereaksi negatif oleh obat. Pemerhati tidak selalu setuju pada tingkat risiko yang secara moral diperkenankan untuk mecoba hasil yang menguntungkan. Kerugian yang tidak sengaja terjadi ketika risiko tidak bisa diantisipasi. Misalnya, saat penangkapan klien yang jatuh, genggaman erat perawat terhadap klien, cukup menyebabkan memar pada klien.c. Kebaikan (beneficence) berarti berbuat baik. Perawat berkewajiban untuk kebaikan, yaitu untuk melaksanakan tindakan yang menguntungkan klien dan orang yang mendukung mereka. Namun, melakukan yang baik juga dapat menimbulkan risiko kerugian. Sebagai contoh, seorang perawat mungkin menyarankan klien tentang program latihan berat untuk meningkatkan kesehatan umum, tetapi tidak harus melakukannya jika klien berada pada risiko serangan jantung.d. Keadilan (justice) sering disebut sebagai keadilan atau kejujuran. Perawat sering menghadapi keputusan dimana rasa keadilan harus menang. Sebagai contoh, seorang perawat melakukan kunjungan rumah. Lalu, ia menemukan satu klien sedang menangis dan depresi. Ia tahu bahwa ia bisa membantunya dengan tinggal selama 30 menit lagi untuk berbincang-bincang dengannya. Namun, ia akan mengambil waktu dari klien berikutnya, yang merupakan klien yang mengidap diabetes, yang membutuhkan lebih banyak pengajaran dan observasi. Perawat akan perlu mempertimbangkan fakta-fakta dengan hati-hati untuk membagi waktunya secara adil di antara kliennya. e. Menepati janji (fidelity) berarti setia kepada perjanjian dan janji-janji. Berdasarkan kedudukan mereka sebagai pengasuh profesional, perawat memiliki tanggung jawab kepada klien, pengusaha, pemerintah, dan masyarakat, serta untuk diri mereka sendiri. Perawat sering membuat janji, seperti ,Saya akan segera kembali dengan membawa obat rasa sakit Anda, atau Saya akan tahu untuk Anda. Klien mengambil janji tersebut dengan serius, dan demikian juga perawat.f. Kejujuran (veracity) mengacu untuk mengatakan yang sebenarnya. Meskipun ini kelihatannya mudah, dalam pilihan praktik tidak selalu jelas. Jika seseorang mengatakan yang sebenarnya ketika diketahui bahwa hal itu akan menyebabkan kerusakan? Apakah seorang perawat mengatakan yang sebenarnya ketika diketahui bahwa kebohongan akan mengurangi kecemasan dan ketakutan? Berbohong kepada orang-orang sakit atau sekarat jarang dibenarkan. Hilangnya kepercayaan pada perawat dan kecemasan yang disebabkan oleh ketidaktahuan kebenaran, misalnya, biasanya lebih besar daripada manfaat yang diperoleh dari berbohong.Perawat juga harus memiliki akuntabilitas dan tanggung jawab profesional. Menurut kode etik untuk perawat (ANA, 2001), akuntabilitas berarti bertanggung jawab kepada diri sendiri dan orang lain atas tindakan sendiri, sementara tanggung jawab mengacu pada spesifik tugas peran tertentu. Dengan demikian, tindakan perawatan etis, mampu menjelaskan alasan untuk melakukan semua, dan mengaku standar yang akan digelar.

3. Teori moralTeori moral mencakup bentuk pengetahuan yang kompleks dan luas yang melebihi cakupan pendahuluan ini pada etik perawatan kesehatan. Namun, terdapat dua teori moral dasar yang memainkan peran penting dalam proses pertimbangan (Potter, P.A., dan Perry, A.G.,2005). Teori tersebut, yaitu:a. Teori pertama, seringkali dikenal sebagai deontologi, lebih berfokus pada tindakan atau kewajiban yang harus dilakukan daripada hasil atau konsekuensi dari tindakan itu sendiri. Pemikiran seperti ini mengarahkan seseorang untuk mempertimbangkan kebenaran dan kesalahan bawaan dari suatu tindakan atau kewajiban tersebut. Kemudian jika tindakan tersebut salah, tidak akan dilakukan, dan jika tindakan tersebut benar atau baik, seseorang akan memiliki kewajiban moral untuk melakukannya. Dalam debat assisted suicide, seseorang yang menganut paham bahwa tindakan tersebut tidak boleh dilakukan dengan konsekuensi apapun, berdebat berdasarkan teori deontologi. Tindakan tersebut dilihat sebagai suatu tindakan pembunuhan seseorang yang tidak bersalah dan pasti tidak benar, bahwa seseorang memiliki suatu kewajiban bagi dirinya sendiri dan orang lain untuk melindungi dan memelihara kehidupan, bahkan dalam masa yang sangat sulit.b. Teori teleologis umumnya mempertimbangkan konsekuensi suatu tindakan. Teori moral semacam ini memulai sesuatu yang baik dengan melihat pada situasi untuk menentukan apa yang harus dilakukan, berdasarkan konsekuensi apa yang akan dialami orang yang terlibat jika tindakan tersebut dilakukan. Seseorang yang menggunakan pertimbangan teleologis mungkin akan berpendapat bahwa situasi tertentu akan membuat kematian seseorang dapat diterima jika hasilnya akan lebih menguntungkan, seperti dalam kasus di mana seseorang yang kompeten meminta bantuan karena kematiannya telah dekat dan menyebabkan rasa sakit yang tidak tertahankan. Sangat mudah untuk melihat bagaimana kedua posisi ini saling bertolak belakang satu sama lain. Pertimbangan dari suatu posisi yang kokoh dengan menggunakan teori manapun dapat membuat kita kesulitan dalam mengembangkan atau memecahkan masalah diskusi moral.

4. Masalah moral dalam keperawatanMasalah etis, yang berkaitan dengan kualitas asuhan dalam keperawatan, telah menimbulkan fenomena yang telah diketahui sebagai distres moral (Jameton,1984). Moralitas terdiri atas derajat kesetaraan antara kebenaran yang individu lakukan dan perilaku aktualnya (Curtin,1994). Masalah moral adalah salah satu kesalahan berfikir yang cenderung seseorang lakukan. Jameton memisahkan masalah moral di lingkungan perawatan kesehatan ke dalam tiga kategori, yakni:a. Ketidakpastian moral, ketika seseorang merasa ragu tentang pandangan atau nilai yang diterapkan atau tidak yakin tentang masalah moralnya;b. dilema moral, ketika dua atau lebih prinsip moral diterapkan secara jelas, tetapi keduanya mendukung pelaksanaan tindakan yang tidak konsisten secara bersamaan; danc. distres moral, ketika seseorang mengetahui bahwa tindakan yang dilakukannya benar, tetapi tekanan instutisional membuat ia hampir tidak mungkin melanjutkan tindakan yang benar tersebut (Barabara, J.G., dan Billie,F.,2005). Semua masalah moral ini memiliki pengaruh yang sama dan relatif terhadap distres psikologis yang ditimbulkan, namun berbeda dalam penyebabnya. Tidak semua masalah moral mengakibatkan dilema. Ketidakpastian moral dan dilema moral menimbulkan perasaan yang kontradiktif karena perawat kurang memiliki kemampuan untuk memutuskan apa yang benar. Bagaimanapun, distres moral menimbulkan perawatan yang kontradiktif karena perawat tidak diizinkan atau dilarang untuk melakukan hal-hal yang mereka anggap benar (Barbara, J.G., dan Billie, F., 2005).Konflik moral seringkali menempatkan perawat di antara dua sisi yang berlawanan. Konflik royalitas terhadap klien, dokter, atau institusi lain, mungkin terjadi dalam diri perawat. Semua petugas perawatan kesehatan mengalami keraguan dan dilema moral dalam praktik mereka, namun perawat lebih rentan terhadap distres moral jika persoalan ini tidak teratasi, sesuai dengan peran dan tindakan mereka dalam struktur kokoh perawatan kesehatan (Barbara, J.G., dan Billie, F., 2005). Persoalan moral timbul pada semua aspek keperawatan, dari ruang kedaruratan sampai fasilitas perawatan tingkah lanjut dan perawatan kesehatan di rumah. Area perioperatif dinilai lebih nyata dibandingkan area lain karena perawat merawat klien yang cenderung mengalami ketidaksadaran selama anestesia dan pembedahan. Berbagai masalah etis antara lain: respek yang kurang terhadap martabat klien; melakukan tes atau tindakan yang tidak perlu; berbohong pada klien; kekhawatiran mengenai benar tidaknya klien diberi persetujuan tindakan; tidak menghormati instruksi do-not-resuscitate klien; menunda dan atau menghentikan hidrasi dan nutrisi, dan menghentikan tindakan pada mereka yang tidak lagi mau mengusahakannya. Kebutuhan akan reformasi perawatan kesehatan telah meningkatkan kesadaran terhadap persoalan alokasi dan distribusi sumber yang diperlukan untuk merawat klien dengan aman dan adekuat. Seringkali sumber ini meliputi waktu keperawatan, keterampilan, pengetahuan, dan keahlian, dan ketika sumber-sumber ini kurang, keamanan dan kesejahteraan klien akan terancam (Barbara, J.G., dan Billie, F., 2005).

5. Penyelesaian Masalah Moral dalam KeperawatanPertimbangan etis meliputi tantangan dalam masalah dan dilema etis dapat diarahkan dengan metode yang serupa dengan proses keperawatan. Hal terbaik yang dilakukan perawat yaitu mendiskusikan dan membantu mengatasi dilema etis dengan mempertimbangkan seluruh informasi yang relevan. Setiap situasi atau dilema etis berbeda, namun dalam situasi apapun perawat dapat menggunakan panduan berikut ini untuk pemrosesan dan pengambilan keputusan etis (Potter dan Perry, 2005):a. Menunjukkan maksud baik: perawat dan setiap personil yang terlibat mengikuti diskusi etik menunjukkan apa yang "baik" sehingga dapat dipercaya dan tidak menjadikan permusuhan sehingga harus dikeluarkan dari proses penyelesaian masalah.b. Mengidentifikasi semua orang yang penting: melibatkan semua orang yang bersangkutan dalam pengambilan keputusan moral, seperti perawat, dokter, instansi, dan kepentingan masyarakat.c. Mengumpulkan informasi yang relevan: meliputi data tentang pilihan klien, sistem keluarga, diagnosa dan prognosa medis, pertimbangan sosial dan dukungan lingkungan. Informasi moral seringkali terkubur dalam cerita klien, bukan pada sesuatu yang dapat diukur atau faktual. Oleh karena itu, perawat harus mampu mengumpulkan informasi paling relevan ketika mendengarkan klien saat mengungkapkan nilai dan cerita mereka.d. Mengidentifikasi prinsip etis yang penting: prinsip dapat membantu penimbang untuk melakukan eksplorasi secara lebih baik tentang nilai yang ada dalam dilema.e. Mengusulkan tindakan alternatif: berikan kebebasan untuk menentukan pilihan masuk akal yang dapat melindungi nilai kemanusiaan yang penting pada orang-orang terlibat.f. Melakukan tindakan: begitu pilihan didiskusikan secara terbuka, peserta dapat mengimplementasikannya dalam suatu perangkat tindakan. Perawat tidak boleh bertindak sendirian dan harus melakukan komunikasi rencana untuk memecahkan dilema etis dengan seluruh anggota tim kesehatan.g. Evaluasi tindakan: dilakukan evaluasi setelah seluruh perangkat tindakan dilaksanakan. Apabila tindakan menghasilkan dampak yang baik diteruskan, sedangkan apabila berdampak buruk dapat dihentikan dan dikaji ulang. Pendekatan sistematik memungkinkan perawat untuk berlatih dalam pola profesional dan meningkatkan kemampuan mereka untuk berhadapan dengan situasi yang penuh etis dan kompleks.

Langkah penyelesaian dilema etik menurut Tappen (2011) adalah:

a. PengkajianHal pertama yang perlu diketahui perawat adalah adakah saya terlibat langsung dalam dilema?. Perawat perlu mendengar kedua sisi dengan menjadi pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan, dengan bantuan pertanyaan yaitu :1) Apa yang menjadi fakta medik?2) Apa yang menjadi fakta psikososial?3) Apa yang menjadi keinginan klien?4) Apa nilai yang menjadi konflik

b. PerencanaanUntuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses. Ada tiga hal yang sangat spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu :1) Tentukan tujuan dari treatment.2) Identifikasi pembuat keputusan.3) Daftarkan dan beri bobot seluruh pilihan.

c. ImplementasiSelama implementasi, klien atau keluarganya yang menjadi pengambil keputusan beserta anggota tim kesehatan, terlibat mencari kesepakatan putusan yang dapat diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran perawat selama implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis seringkali menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih atau berduka, marah, dan emosi kuat yang lain. Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada para pengambil keputusan. Perawat harus ingat Saya di sini untuk melakukan yang terbaik bagi klien.Perawat harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada dua alternatif yang menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkan tak mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan, pengambil keputusan harus menjalankannya. Kadangkala kesepakatan tak tercapai karena semua pihak tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai atau lain waktu, perawat tak dapat menangkap perhatian utama klien. Seringkali klien atau keluarga mengajukan permintaan yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain permintaan klien dapat dihormati

d. EvaluasiTujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang ditentukan sebagai outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan treatment medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk mengevaluasi ulang situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi di antara para pengambil keputusan masih harus dipelihara.

D. Implikasi Legal dalam Praktik Keperawatan1. Batasan Legal dan Profesional KeperawatanPerawat profesional harus memahami batasan legal yang mempengaruhi praktik sehari-hari mereka. Hal ini dikaitkan dengan penilaian yang baik dan menyuarakan pembuatan keputusan yang menjamin asuhan keperawatan yang aman dan sesuai. Menurut Potter dan Perry (2005), batasan legal terdiri dari:a. Sumber-Sumber HukumPedoman legal yang harus diikuti perawat diambil dari Undang-Undang, hukum pengaturan, dan hukum adat.1) Hukum StatuaHukum statua dibuat oleh badan legislatif elektif seperti legislatur negara dan kongres Amerika. Contohnya: Undang-Undang Praktik Keperawatan di 50 negara bagian yang menjelaskan dan mendefinisikan batasan legal dari praktik keperawatan di negara bagian masing-masing, misalnya tanggung jawab perawat untuk administrasi dan pemberian resep medikasi. Hukum statua dibagi menjadi dua kategori, yaitu hukum sipil dan hukum kriminal.a) Hukum sipil adalah hukum yang mengenai hubungan antar individu dengan individu lain. Hukum sipil melindungi hak-hak orang dalam masyarakat kita dan mendorong perlakuan yang adil dan wajar antar manusia. Misalnya, hukum sipil tentang kerugian meliputi malpraktik yang melindungi hak klien untuk perawatan yang aman dan sesuai. Contoh lain yaitu pemfitnahan, hujatan, dan pencemaran nama baik.b) Hukum kriminal adalah hukum mengenai hubungan antara individu dengan masyarakat. Contohnya, penyalahgunaan substansi yang terkontrol oleh perawat. Kejahatan adalah pelanggaran melawan masyarakat yang melanggar hukum kriminal. Ada dua klasifikasi kejahatan, yaitu kejahatan ringan (dari dasar kurang serius dan dapat dipidana kurang dari satu tahun atau denda) dan kejahatan berat (dari dasar yang serius dan dapat dipidana lebih dari satu tahun atau bahkan dihukum mati).2) Hukum Pengaturan atau AdministratifState Board of Nursing merupakan pengatur legal tentang profesi keperawatan. State Board of Nursing memiliki kekuatan melalui delegasi otoritas dan badan pembuat Undang-Undang kepada ahli diberagam lapangan. Prosedur administratif memperbolehkan perawat meminta sistem pengadilan negara setelah perawat memberikan dewan pengurus atau lembaga administratif lain untuk menyelesaikan perselisihan. State Board of Nursing terdiri dari ahli-ahli di lapangan yang mereka awasi dan diharapkan mereka lebih memahami faktor yang terlibat dalam perselisihan. Hukuman yang diberikan bila melanggar hukum ini adalah penskorsan atau pencabutan lisensi profesional perawat. Di Indonesia sendiri, yang berfungsi seperti State Board of Nursing yaitu Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

b. Pemberian LisensiSemua perawat yang terdaftar diberi lisensi oleh Board of Nursing negara bagian di mana mereka praktik. Syarat pemberian lisensi beragam di setiap negara, tetapi kebanyakan Undang-Undang Lisensi Keperawatan memerlukan syarat pendidikan minimal dan ujian lisensi. Di Indonesia, syarat pendidikan minimal untuk menjadi seorang perawat yakni Diploma tiga (DIII), memiliki Surat Izin Praktik (SIPP), dan apabila ingin mendapat sertifikasi perlu mengikuti ujian kompetensi.c. Perawat Peserta Didik (Mahasiswa Keperawatan)Mahasiswa keperawatan juga harus mempraktikkan keperawatan dalam perilaku rasional dan aman. Jika seorang klien dirugikan sebagai hasil tindakan dari mahasiswa keperawatan, maka pihak yang akan disalahkan adalah mahasiswa itu sendiri, instruktur, rumah sakit, dan universitas atau institusi pendidikan. Mahasiswa tidak boleh diberi tugas di mana mereka tidak disiapkan dan harus diawasi dengan hati-hati oleh instruktur. Institusi atau universitas memiliki tanggung jawab untuk memantau tindakan perawat peserta didik. Anggota staf pengajar bertanggung jawab menginstruksikan dan mengobservasi peserta didik. Mahasiswa belum menjadi pegawai keperawatan sehingga mereka tidak dilindungi oleh hukum kompensasi pekerja jika mereka dirugikan. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk memiliki asuransi untuk melindungi mereka sendiri. Walaupun masih menjadi mahasiswa keperawatan, mereka harus mengadvokat hak klien terhadap perawatan yang aman.

2. Tanggung Gugat PerawatTanggung gugat artinya dapat memberikan alasan atas tindakannya. Seorang perawat bertanggung gugat atas dirinya sendiri, klien, profesi, atasan, dan masyarakat. Jika dosis medikasi salah diberikan, perawat bertanggung gugat pada klien yang menerima medikasi tersebut, dokter yang memprogramkan tindakan, perawat yang menetapkan standar perilaku yang diharapkan, serta masyarakat yang semuanya menghendaki perilaku profesional. Untuk dapat melakukan tanggung gugat, perawat harus bertindak menurut kode etik profesional. Jika kesalahan terjadi, perawat segera melaporkan dan memulai perawatan untuk mencegah trauma lebih lanjut.Tanggung gugat profesional memiliki tujuan sebagai berikut (Potter dan Perry, 2005):a. Evaluasi praktisi profesional baru dan mengkaji ulang yang telah ada.b. Mempertahankan standar perawatan kesehatan.c. Memudahkan refleksi pribadi, pemikiran etis, dan pertumbuhan pribadi pada pihak profesional perawatan kesehatan.d. Memberikan dasar pengambilan keputusan etis.Tanggung gugat dapat menjamin dan diukur dengan baik ketika kualitas perawatan telah ditetapkan. Sebagian besar institusi menyandarkan panduan yang ditawarkan berdasarkan standar Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organization (JCAHO) dan American Nurses Association (ANA).

3. Aspek Legal Keperawatana. Definisi Aspek LegalAspek legal keperawatan adalah aspek aturan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawab pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam Undang-Undang Keperawatan.Aspek legal profesi keperawatan meliputi kewenangan yang berkaitan dengan izin melaksanakan praktik profesi. Kewenangan memiliki dua aspek, yakni kewenangan material dan kewenangan formal. Kewenangan material diperoleh ketika seseorang memiliki kompetensi, sedangkan kewenangan formal berupa registrasi dari kewenangan material berupa Surat Ijin Perawatn (SIP).b. Hak dan Kewajiban PerawatPerawat memiliki tiga hal terpisah, peran hukum saling bergantung, peran perawat dengan tanggung jawab yang tepat dan terkait: penyediaan pelayanan, karyawan pemberi pelayanan, dan masyarakat.1) Penyedia LayananPerawat sebagai penyedia layanan memiliki tanggung jawab, yaitu:a) Memberi perawatan yang aman dan kompeten sepadan dengan persiapan perawat, pengalaman, dan keadaan.b) Memberi informasi kepada klien tentang konsekuensi dari berbagai alternatif dan hasil perawatan.c) Memberikan pengawasan yang memadai dan evaluasi orang lain untuk siapa perawatan bertanggung jawab.d) Untuk tetap kompeten. Selain memiliki tanggung jawab, perawat juga memiliki hak seperti:a) Hak untuk mendapat bantuan yang memadai dan berkualitas yang sesuai kebutuhan.b) Hak untuk diperlakukan wajar dan bijaksana dari klien.2) Karyawan Pemberi PelayananPerawat tidak hanya bertugas di rumah sakit karena bisa saja perawat memberikan asuhan keperawatan di rumah klien. Sebagai karyawan pemberi pelayanan, perawat bertanggung jawab untuk:a) Memenuhi kewajiban layanan sesuai dengan kontrak terhadap majikan.b) Menghormati majikan.c) Menghormati hak dan tanggung jawab penyedia perawatan kesehatan lainnya. Sedangkan hak perawat dalam hal ini, yaitu:a) Hak untuk kondisi kerja yang memadai (misalnya, peralatan yang aman dan fasilitas).b) Hak atas kompensasi untuk jasa yang diberikan.c) Hak untuk diperlakukan wajar dan bijaksana oleh penyedia layanan kesehatan lainnya.3) MasyarakatPerawat sebagai masyarakat memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak dari penerima pelayanan. Hak perawat dalam hal ini, seperti hak untuk menghormati orang lain dan hak untuk keselamatan fisik.

c. Fungsi Hukum dalam Praktik KeperawatanBeberapa fungsi hukum dalam aspek legal keperawatan meliputi:1) Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai dengan hukum.2) Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain.3) Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri.4) Membantu mempertahankan standar praktik keperawatan dengan meletakan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum.

d. Tata Hukum Kesehatan di IndonesiaTata hukum kesehatan di Indonesia tentang praktik keperawatan meliputi:1) UUD 1945.2) UU No.23/1992 Tentang Kesehatan.a) Pasal 32 ayat 4Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.b) Pasal 53 ayat 1Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.c) Pasal 53 ayat 2Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.3) UU No.29/2004 Tentang Praktik Dokter.4) Permenkes 1419/2005 Penyelenggaran Praktik Dokter dan Dokter Gigi.5) Permenkes 1239/2001 Tentang Registrasi Praktik Keperawatan.6) Kepmenkes 1239/2001 Tentang Praktik KeperawatanPasal krusial dalam Kepmenkes 1239/2001 tentang praktik keperawatan, yaitu:1) Melakukan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan, dan evaluasi.2) Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis dokter.3) Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban untuk:a) Menghormati hak pasien.b) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani.c) Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.d) Memberikan informasi.e) Meminta persetujuan tindakan yang dilakukan.f) Melakukan catatan perawatan dengan baik.4) Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang, perawat berwenang melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa.5) Perawat yang menjalankan praktik seorangan harus mencantumkan SIPP di ruang praktiknya.6) Perawat yang menjalankan praktik perorangan tidak diperbolehkan memasang papan praktik (sedang dalam proses amandemen).7) Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam bentuk kunjungan rumah. 8) Persyaratan praktik perorangan sekurang-kurangnya memenuhi:a) Tempat praktik memenuhi syarat.b) Memiliki perlengkapan, peralatan, dan administrasi, termasuk formulir atau buku kunjungan, catatan tindakan, dan formulir rujukan.7) RUU Praktik Keperawatan.8) RUU Praktik Tenaga Kesehatan.

e. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Aspek Legal KeperawatanDalam aspek legal keperawatan, yang perlu diperhatikan dan harus dihindarinya adalah:1) KelalaianSeorang perawat bersalah karena kelalaian jika mencederai pasien dengan cara tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak melakukan tugas dengan hati-hati sehingga membahayakan pasien.2) PencurianMengambil sesuatu yang bukan milik Anda, membuat Anda bersalah karena mencuri dan terjerat hukum.3) FitnahMembuat pernyataan palsu tentang seseorang

4. Issue Legal dalam Praktik KeperawatanMasalah legal dalam praktik keperawatan menunjukan perubahan tren gaya hidup manusia dalam masyarakat kita. Beberapa diantaranya yaitu:a. Kontrak Kehamilan Pengganti dan AdopsiBeberapa negara bagian mempunyai statuta yang mencegah penyelenggaraan persetujuan orang tua. Negara bagian lain mempunyai statuta penjualan bayi yang melarang pertukaran uang untuk adopsi dan kemudian membuat kebanyakan kontrak perwalian tidak dapat dilaksanakan. b. Masalah Aborsi Aborsi adalah suatu masalah negara ini yang sedang hangat diperdebatkan. Keperawatan menemukan dirinya berada di tengah masalah ini. Seorang perawat dapat bekerja dengan klien yang sedang mencari aborsi atau telah melakukan aborsi. Perawat harus memahami hak-hak legal wanita yang berhubungan dengan aborsi.Dalam Roe v. Wade (1973), the United State Supreme Court menegakkan hak fundamental untuk privasi, termasuk keputusan seorang wanita untuk melakukan aborsi. Pengadilan Roe memutuskan bahwa wanita dalam konsultasi dengan dokternya bebas untuk mengakhiri kehamilan tanpa peraturan negara bagian selama trimester pertama, selama resiko mortalitas maternal dari aborsi tersebut lebih kecil dari kehamilan normal. Tetapi pada trimester kedua, negara bagian mempunyai perhatian dalam melindungi kesehatan maternal. Negara bagian dapat melaksanakan peraturan mengenai kualifikasi seseorang melakukan aborsi dan gambaran fasilitas aborsi. Perhatian negara bagian dalam perlindungan potensi kehidupan manusia memaksakan pada titik kelangsungan hidup bayi kira-kira pada awal trimester ketiga (Roe v. Wade, 1973).c. Substansi yang TerkontrolMasalah legal lain yang bisa timbul pada perawat melibatkan penggunaan substansi yang terkontrol. Ini mencakup zat-zat seperti narkotik, depresan, stimulan, dan halusinogen. Perawat dapat mengurus substansi yang terkontrol hanya dengan petunjuk dokter yang disahkan atau perawat tingkat lanjut yang memiliki autoritas membuat resep. Pencatatan yang tepat harus dipelihara mengenai penyaluran dan penyimpanan zat-zat yang terkontrol agar tidak terjadi penyalahgunaan.d. AIDSPerawatan klien AIDS dan positif HIV memiliki implikasi legal bagi perawat. Tahun 1985 the Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memperkenalkan standar kewaspadaan sebagai perlindungan penting baik untuk klien dan personel pemberi perawatan kesehatan. Pada tahun 1995, petugas perawatan kesehatan harus melindungi diri mereka dengan standar prosedur kewaspadaan untuk semua klien.Perawat harus memperhatikan keseimbangan hak-hak perlindungan diri mereka sendiri dengan melindungi hak-hak klien. Keduanya memperoleh perlindungan melawan diskriminasi dan perlindungan privasi oleh hukum federal dan negara. Kebanyakan kasus legal yang melibatkan perawat dan AIDS sekarang ini berhubungan dengan perlindungan yang diperlukan perawat sebagai pekerja. Pelaksanaan yang ketat standar kewaspadaan adalah strategi perawat paling bijaksana.e. Kematian dan Menjelang AjalHukum mengidentifikasi bahwa kematian terjadi ketika ada penurunan fungsi otak yang hebat, selain fungsi organ tubuh lainnya. Meskipun klien secara legal mati otak, organ klien mungkin sehat untuk donator bagi klien lain. Perawat harus sadar tentang definisi legal kematian karena mereka harus mendokumentasikan semua kejadian yang terjadi ketika klien dalam perawatan mereka.Pada situasi yang melibatkan kematian, perawat memiliki kewajiban hukum tugas legal yang khusus. Misalnya, perawat memiliki kewajiban hukum untuk menjaga orang yang meninggal secara bermartabat. Penanganan yang salah untuk orang yang meninggal dapat menyebabkan bahaya emosional bagi orang yang selamat. Misalnya, orang yang selamat menggugat ketika salah memberi label nama tubuh yang mengarah pada tubuh seorang Yahudi Ortodoks yang dipersiapkan untuk pemakaman Katholik Roma dan tubuh Katholik Roma yang dipersiapkan untuk pemakaman Yahudi.f. Wasiat dan Wali Perawatan KesehatanWasiat adalah dokumen yang menginstruksikan dokter untuk tidak menunda atau membatalkan prosedur yang memungkinkan hidup ketika kematian sudah dekat. Secara umum 2 orang saksi baik kerabat dan dokter diperlukan ketika klien menandatangani dokumen tersebut.g. Donasi OrganOrang yang berkompeten secara legal bebas untuk mendonorkan tubuh atau organ mereka untuk manfaat medis. Hukum negara bagian memastikan bahwa perawat dapat bertindak sebagai saksi ketika individu ingin memberikan persetujuan untuk donor organ atau tubuh. Perawat harus mewaspadai tentang kebijakan dan prosedur institusi dan hukum di negara ketika mereka diminta untuk melayani sebagai saksi untuk individu yang ingin mendonorkan organ.

BAB IIIPEMBAHASANBerdasarkan kasus III, jika dihubungkan dengan praktik keperawatan, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, antara lain:A. Gawat Darurat KlienDalam praktiknya, perawat melakukan care, cure, dan koordinasi bersama profesi kesehatan yang lain. Sebagai profesi perawat seharusnya melaksanakan praktik keperawatannya sesuai dengan standar profesional praktik keperawatan. Dalam hal ini, aspek utama yang perlu diperhatikan, yaitu mendahulukan klien sesuai tingkat kegawatdaruratannya. Dalam kasus tersebut, seharusnya perawat mendahulukan pasien yang mengalami luka bakar dibandingkan dengan pasien yang mengalami hipoglikemia tanpa memandang terlebih dahulu segi sosial dan ekonomi klien. Hal ini disebabkan karena pasien yang menderita luka bakar tersebut mengalami gangguan napas, gangguan pernapasan, dan sirkulasi yang parah, dibandingkan dengan penderita hipoglikemia tersebut. Risiko yang diterima juga lebih besar jika pasien luka bakar tersebut tidak ditangani dengan segera. Untuk mengetahui tingkat kedaruratan pasien, perawat harus memeriksanya terlebih dahulu dalam ruangan UGD dengan menggunakan prinsip ABC. Prinsip ABC, yaitu A berarti airway (jalan napas), perawat memeriksa jalan napas pasien, jika ada gangguan maka perawat harus segera menolongnya. B berarti breath (pernapasan) jika pasien mengalami gangguan napas, maka perawat segera memberikan bantuan untuk bernafas. C yaitu circulation (sirkulasi) Jika seseorang mengalami luka perdarahan yang parah harus segera dihentikan agar tidak mengganggu sirkulasi darah di tubuh. Jika darah banyak yang keluar akan membuat transportasi oksigen terhambat yang bisa membuat kerja jantung semakin berat. Berdasarkan kasus, perawat seharusnya terlebih dahulu memeriksa masingmasing pasien menggunakan prinsip ABC tersebut. Perawat harus mendahulukan pasien yang mempunyai masalah ABC gawat darurat yang harus didahulukan oleh perawat. Selain itu, jika dibandingkan dari segi kegawatan, antara kondisi luka bakar dan hipoglikemia, ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan. Pada kasus luka bakar diakibatkan pada jaringan tubuh karena panas. Pada pedagang itu perlu diketahui apakah ia menglami luka bakar jenis ringan, sedang, atau berat. Biasanya orang yang terkena luka bakar jenis berat dapat membahayakan nyawa penderitanya dan harus segera ditangani. Luka bakar yang luas sangat rentan terhadap infeksi berat. Luka bakar luas bisa menyebabkan hilangnya cairan tubuh. Pada luka bakar yang luas, kehilangan sejumlah besar cairan karena perembesan tersebut bisa menyebabkan terjadinya syok. Tekanan darah sangat rendah sehingga darah yang mengalir ke otak dan organ lainnya sangat sedikit. Pada intinya, luka bakar dapat menyebabkan cedera pada dermis. Lapisan epidermis yang baru tumbuh secara lambat dari tepian daerah yang terluka. Akibatnya, pemulihan berlangsung sangat lambat dan bisa terbentuk jaringan parut.Daerah yang terbakar juga cenderung mengalami pengkerutan, sehingga menyebabkan perubahan pada kulit dan mengganggu fungsinya. Sedangkan pada hipoglikemia atau suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah. Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Hipoglikemia parah yang mengakibatkan kehilangan kesadaran dapat diobati dengan suntikan glukagon yang menaikkan kadar glukosa darah. Meskipun efek yang ditimbulkan hipoglikemi cukup berisiko, terutama otak dan sistem syaraf, yang membutuhkan glukosa dalam darah yang berasal dari makanan berkarbohidrat dalam kadar yang cukup. Pada dasarnya, hipoglikemia dapat dikenali tanda-tandanya dan dapat dicegah dengan pemberian asupan glukosa atau karbohidrat dengan cepat. Hal ini juga menjelaskan bahwa penanganan luka bakar lebih kompleks dibandingkan penanganan hipoglikemia

B. Jaminan Kesehatan melalui GakinKemudian mengenai kartu gakin atau keluarga miskin, klien telah menunjukkan kartu gakin, tetapi masih tetap dipersulit oleh perawat tersebut. Padahal sebenarnya ada beberapa hal yang harus diketahui mengenai kartu gakin ini. Sesungguhnya, dengan kartu tersebut, klien bisa mendapatkan pelayanan kesehatan di semua Puskesmas Kecamatan dan Kelurahan di semua Rumah Sakit Propinsi DKI Jakarta termasuk Rumah Sakit Swasta dan Rumah Sakit TNI/ Polri sesuai dengan nama yang tercantum di dalam kartu peserta. Ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh klien sesuai dengan kasus yang ada, yaitu setiap pemanfaatan kartu berobat harus memperlihatkan identitas. Di puskesmas, membawa Kartu Berobat Gakin Asli dan KTP DKI Jakarta. Kemudian dalam keadaan Emergency atau Gawat Darurat, klien bisa langsung berobat ke RS tanpa rujukan dari Puskesmas dengan melengkapi persyaratan berupa Kartu Berobat Kartu Gakin dan KTP DKI Jakarta. Seharusnya perawat A tidak perlu menanyakan surat keterangan tidak mampu karena kartu gakin ini sudah menunjukkan keterangan bahwa klien memang tidak mampu. Meskipun ada persyaratan, itupun hanya menunjukkan kartu gakin dan KTP saja.Ternyata, kasus yang dialami pedagang tersebut juga sering dialami oleh masyarakat lainnya seperti yang tertera pada harian kompas, 5 Agustus 2008. Pada harian kompas tersebut dituliskan bahwa, warga miskin yang sakit dan hendak berobat, dengan menggunakan kartu keluarga miskin atau gakin, banyak yang ditolak rumah sakit. Tagihan pengelola rumah sakit kepada pemerintah atas biaya pengobatan pemegang kartu gakin banyak yang belum dibayar karena APBD perubahan belum selesai. Penolakan terhadap warga miskin pemegang kartu gakin pernah dialami warga saat berobat di sebuah rumah sakit di Manggarai, Jakarta Selatan. Pemegang kartu gakin itu ditolak pihak rumah sakit karena lamanya penggantian biaya dari pemerintah. Pihak rumah sakit khawatir banyaknya warga yang berobat dengan menggunakan kartu gakin akan mengganggu aliran dana rumah sakit karena Dinas Kesehatan DKI belum membayar sebagian besar tagihan kartu gakin dari berbagai rumah sakit. Selain anggaran yang belum cair, tersendatnya pembayaran tagihan kartu gakin disebabkan lamanya proses verifikasi tagihan. Dinas Kesehatan DKI memeriksa tagihan satu per satu agar tidak ada kesalahan pembayaran. Obat yang diberikan rumah sakit harus sesuai dengan standar kartu gakin. Dinas Kesehatan DKI tidak ingin kartu gakin dimanfaatkan rumah sakit untuk mengeruk keuntungan dengan menaikkan biaya pengobatan. Menurut Tini, Kepala Subdinas Pemasaran Sosial dan Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Pemerintah mengerti pihak rumah sakit mengalami gangguan perputaran uang karena belum dibayarkannya tagihan kartu gakin secara utuh. Namun, rumah sakit tetap tidak diizinkan menolak pasien dengan alasan apapun. Pemerintah pasti akan membayar tagihan kartu gakin, Sekilas cerita di atas menggambarkan bahwa apa yang dialami warga miskin di rumah sakit Manggarai, mungkin juga dialami oleh pedagang yang mengalami luka bakar tersebut. Mungkin, rumah sakit Sejahtera takut jika banyak warga miskin yang datang berobat dan membawa kartu gakin, maka rumah sakit Sejahtera akan mengalami masalah keuangan, apalagi jika pemerintah tidak membayar tagihan kartu gakin, maka lama-kelamaan rumah sakit Sejahtera akan mengalami kebangkrutan. Oleh karena itu, walau pedagang miskin itu membawa kartu gakin, perawat A mengulur-ulur waktu untuk menangani pedagang tersebut, seperti dengan meminta surat keterangan tidak mampu dari RT-RW dan lurah. Padahal dengan membawa kartu gakin saja seharusnya pedagang tersebut bisa dilayani perawat di rumah sakit Sejahtera dengan segera.Solusi dari kasus ini adalah pemerintah harus mengubah prosedur anggaran dan pencairan tagihan kartu gakin. Anggaran harus cair pada awal tahun dan tidak terganggu perubahan APBD agar rakyat miskin tidak dirugikan. Selain itu, proses verifikasi harus dipersingkat tanpa mengurangi ketelitian. Pembayaran yang cepat membuat rumah sakit tidak punya alasan menolak pasien dengan kartu gakin.

C. Peran dan Fungsi PerawatDi sinilah peran perawat dibutuhkan khususnya mengenai peran dan fungsi sebenarnya yang harus dilakukan. Sebagai seorang perawat, dalam menjalankan tugasnya, perawat A dan B, harus benar-benar mengetahui apa fungsi dan peran dia sehingga tepat dan benar dalam memberikan pelayanan kepada klien. Dalam hal kasus yang ada, peran yang paling utama yang harus dilakukan yaitu peran pelindung dan advokat bagi klien. Perawat A dan B harus melindungi klien yang ditanganinya dengan memberikan perawatan untuk mencegah dari efek yang tidak diinginkan. Hal yang dapat dilakukan adalah mendahulukan pasien miskin yang mengalami luka bakar. Pasien yang memiliki luka bakar itu perlu mendapat penanganan yang serius dan cepat. Apalagi jika luka bakar yang dideritanya termasuk jenis luas. Bisa saja terjadi pada organ dalam dan dapat menimbulkan infeksi. Selain itu, orang yang mengalami luka bakar luas dapat kehilangan sejumlah besar cairan dan bisa menyebabkan terjadinya syok sehingga tekanan darah sangat rendah sehingga darah yang mengalir ke otak dan organ lainnya sangat sedikit. Jika tidak segera ditangani akan berdampak besar pada pasien tersebut. Kemudian, sebagai advokat, perawat A dan B, perlu melindungi hak-hak yang dimiliki klien sebagai manusia dan secara hukum. Hak yang sesuai dengan kasus ini, yaitu klien perlu mendapatkan pelayanan yang manusiawi, adil, dan jujur. Artinya perawat tidak boleh membeda-bedakan klien dari status ekonomi maupun sosialnya. Semua klien adalah sama dan perlu diberikan perlakuan yang sesuai sebagai manusia yang memiliki hak asasi manusia. Perawat sebagai dalam tim kesehatan juga perlu melakukan fungsi interindependen dengan melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain ketika mengatasi klien yang menderita luka bakar. Hal ini dilakukan untuk mengupayakan kesembuhan dan keselamatan pasien. Karena pada dasarnya perawat tidak bisa berdiri sendiri dan perlu mengkolaborasikan ilmunya dengan tenaga kesehatan lain.

D. Etika dan Kode Etik KeperawatanPerawat dalam menjalankan tugasnya harus menjunjung tinggi etika keperawatan yang harus dimilikinya. Dalam kasus ini, ada beberapa dasar etik yang harus dipatuhi oleh perawat yaitu asas manfaat. Artinya, setiap keputusan yang dibuat harus berlandaskan keinginan untuk melakukan yang terbaik dan bermanfaat bagi klien apapun kondisinya. Meskipun klien yang dihadapi itu miskin dan mengalami luka berat, perlu ditangani dengan sebaik-baiknya tanpa memperdulikan apakah klien tersebut miskin ataupun sudah atau belum membayar adminstrasinya. Selain itu, asas dasar etik lain yang perlu dijunjung dalam kasus ini adalah tidak merugikan. Maksudnya jangan sampai tindakan yang diambil perawat menimbulkan bahaya atau cedera bagi klien sehingga dapat merugikan klien dan keluarganya. Keterlambatan pedagang miskin untuk dirawat segera dapat memicu suatu masalah yang lebih besar. Mungkin dapat dimaafkan jika pedagang miskin tersebut masih selamat meskipun mendapat penanganan yang terlambat. Namun, bagaimana jika pedagang tersebut meninggal sebelum ditangani. Hal ini perlu menjadi pemikiran perawat sebelum mengambil tindakan. Maka dari itu, perawat perlu menangani klien sesuai tingkat kegawatdaruratannya. Maksudnya mendahulukan yang lebih kritis, dalam hal ini adalah pedagang miskin yang mengalami luka bakar. Asas dasar lainnya yaitu keadilan. Ini perlu menjadi dasar perawat A dan B dalam memberikan pelayanan keperawatan. Tindakan yang perawat B lakukan haruslah seadil mungkin terhadap semua klien yang ditanganinya dan tidak memandang dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya. Berbagai asas dasar etika keperawatan tersebut akhirnya merujuk pada standar etik yang harus menuntun perawat A dan B dalam praktiknya sehari-hari melalui kode etik keperawatan. Seorang perawat harus benar-benar memahami dan mengerti kode etik yang ada. Perawat A harus tahu bahkan menerapkan semua aturan yang ada dalam kode etik keperawatan. Jika ada kode etik keperawatan yang dilanggar artinya perawat A dan B tidak memahami dengan benar maksud dan isi dari kode etik keperawatan. Salah satu kode etik yang dijadikan acuan, berasal dari American Nursing Association (ANA). Ada beberapa hal kode etik yang diatur dan terkait dengan kasus ini. Pertama, yaitu perawat dalam semua hubungan profesional melakukan praktik dengan rasa empati dan menghargai sifat dasar, nilai, dan keunikan setiap individu, tidak dibatasi oleh pertimbangan status sosial, ekonomi, pangkat, atau masalah kesehatan. Hal tersebut seringkali ditekankan dalam peran perawat dan etika perawat bahwa praktik yang dilakukan tidak boleh dibatasi oleh pertimbangan status sosial, ekonomi, dll. Hal ini akan mengarah pada perilaku diskriminasi sosial. Hal ini berarti sebenarnya tidak ada ketulusan dan usaha untuk melindungi keselamatan. Selain kode etik yang ada di dalam ANA, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) membuat kode etik sesuai dengan standar praktik di Indonesia. Isi dari kode etik tersebut yang berhubungan dengan kasus, yaitu perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, dan agama yang dianut serta kedudukan sosial. Hal ini pada intinya sama dengan yang dimaksud oleh ANA. Sehingga dapat dikatakan bahwa dimanapun praktik keperawatan yang dilakukan, semuanya mengacu pada dasar hubungan antara perawat dan klien untuk menjunjung tinggi hak dan menghargai harkat dan martabat manusia. Jika dihubungkan dengan kode etik keperawatan, perawat B sudah melanggar kode etik keperawatan khususya pada tanggung jawab perawat itu sendiri.

E. Moral KeperawatanPada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa terdapat prinsip-prinsip moral yang harus diperhatikan oleh seorang perawat. Pada kasus III ini, perawat tidak memperhatikan beberapa prinsip moral tersebut, seperti: (1) Pada prinsip keadilan (justice), perawat sering menghadapi keputusan dimana rasa keadilan harus menang. Pada kasus III ini, perawat A menghadapi seorang pasien, yakni seorang pedagang, yang mengalami luka bakar pada bagian tubuhnya. Namun, ia tidak segera menangani pedagang tersebut. Ia justru menanyakan berbagai prosedur-prosedur terlebih dahulu kepada keluarga pedagang tersebut sampai pada akhirnya pedagang tersebut pun ditangani setelah prosedur-prosedur tesebut lengkap. Namun, hal tersebut berbeda ketika kemudian seorang klien yang bernama Nyonya Dhana datang ke rumah sakit dengan keadaan tidak sadarkan diri akibat penyakit hipoglikemi. Perawat B dengan segera langsung membawa Nyonya Dhana pada ruang inap. Kejadian tersebut membuktikan bahwa perawat di Rumah Sakit Sejahtera tersebut, yakni perawat A dan perawat B, tidak bersikap adil kepada klien-kliennya. Hal tersebut justru tidak baik, dimana seorang perawat yang seharusnya melayani klien sesuai dengan asuhan keperawatan yang baik, namun mereka tidak melakukannya. Mereka tidak adil dalam memberikan pelayanan kepada kedua klien tersebut. Pedagang yang mengalami luka bakar tersebut, yang tidak mempunya materi, tidak segera ditangani. Lain halnya dengan Nyonya Dhana, klien yang mempunyai banyak materi, ia segera ditangani lebih cepat. Seharusnya perawat-perawat tersebut tidak memandang klien dari sisi apapun, baik dari segi fisik maupun nonfisik seperti materi. Perawat harus adil kepada semua kliennya tanpa membedakan apapun. (2) pada prinsip tidak merugikan (nonmaleficence), seorang perawat bertugas untuk tidak membahayakan. Bahaya disini dapat berarti: sengaja menyebabkan bahaya, menempatkan seseorang pada risiko bahaya, dan tidak sengaja menyebabkan bahaya. Pada kasus III ini, perawat A tidak menangani pedagang tersebut secara langsung. Padahal bisa saja pedagang tersebut mengalami kondisi darurat, seperti gangguan pernafasan akibat banyak menghirup asap kebakaran. Perawat A tidak melihat kondisi darurat ini dan secara tidak langsung, perawat A melakukan tindakan yang menempatkan seseorang pada risiko bahaya. Apabila prosedur-prosedur tersebut tidak terpenuhi, maka kemungkinan pedagang A akan mengalami kondisi bahaya bahkan bisa menyebabkan pedagang tersebut meninggal. (3) Prinsip kebaikan (beneficence) berarti berbuat baik. Perawat berkewajiban untuk kebaikan, yaitu untuk melaksanakan tindakan yang menguntungkan klien dan orang yang mendukung mereka. Pada kasus III ini, perawat B sudah berbuat baik kepada nyonya Dhana, yakni langsung membawa nyonya Dhana ke ruang rawat inap. Berbeda dengan perawat B, perawat A, pada kondisi tersebut, tidak berbuat baik kepada pedagang. Dia tidak langsung menangani pedagang B yang sedang dalam kondisi darurat, tetapi justru ia malah menanyakan berbagai prosedur. Hal tersebut tidak dianggap baik, walaupun mungkin ada sesuatu hal yang membuat perawat A tidak menangani pedagang tersebut, namun di dalam prinsip moral, hal tersebut tidak baik. Selain itu, jika dihubungkan dengan tentang teori moral yang terdiri dari dua yakni teori deontologi dan teori teleologis. Pada kasus III ini, perawat B menggunakan teori deontologi, yakni melakukan tindakan atau kewajiban terlebih dahulu daripada hasil atau konsekuensi dari tindakan itu sendiri. Pemikiran seperti ini mengarahkan seseorang untuk mempertimbangkan kebenaran dan kesalahan bawaan dari suatu tindakan atau kewajiban tersebut. Kemudian jika tindakan tersebut salah, tidak akan dilakukan, dan jika tindakan tersebut benar atau baik, seseorang akan memiliki kewajiban moral untuk melakukannya. Pada kasus III ini, perawat B mungkin sudah mempertimbangkan kebenaran dan kesalahan akan tindakan perawatan terhadap Nyonya Dhana, dan ia merasa tindakan menangani Nyonya Dhana dengen segera adalah tindakan yang benar. Oleh karena itu, perawat B memiliki kewajiban moral dan akhirnya melakukannya, sehingga Nyonya Dhana pun dapat segera ditangani. Namun, lain halnya dengan perawat A. Perawat A, dalam kasus ini, tidak menerapkan teori teleologis. Dalam teori teleologis, umumnya seseorang mempertimbangkan konsekuensi suatu tindakan. Maksudnya adalah seseorang memulai sesuatu yang baik dengan melihat pada situasi untuk menentukan apa yang harus dilakukan, berdasarkan konsekuensi apa yang akan dialami orang yang terlibat jika tindakan tersebut dilakukan. Perawat A disini tidak mempertimbangkan konsekuensi yang terjadi pada pedagang tersebut jika tidak segera ditangani. Bisa saja pedagang tersebut mengalami gangguan pernafasan dan akhirnya meninggal dunia jika perawat A tidak segera menangani. Oleh karena itu, sebaiknya perawat A memperhatikan konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi pada pedagang tersebut terlebih dahulu agar nantinya tidak terjadi hal-hal yang buruk yang terjadi pada pedagang tersebut.F. Hukum dan Legalitas dalam Praktik KeperawatanDari penjabaran hukum-hukum statuta pada tinjuan pustaka tampak bahwa perilaku perawat dari kasus tersebut telah bertentangan atau melanggar hukum statuta.1. Ditinjau dari perawatTelah diketahui dari penjabaran hukum-hukum statuta di atas, perawat telah menyimpang dari hukum-hukum tersebut. Semestinya pelayanan kesehatan diselenggarakan berasaskan perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, kekeluargaan, adil dan merata, sehingga perawat juga segera menangani pedagang miskin. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal, jadi antara pedangang miskin dan Ny.Dhana memiliki hak yang sama sehingga semestinya pelayanan yang diberikan juga sama.Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien, selain itu, perawat dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan mengingat pedagang miskin dalam keadaan kritis dan jiwanya mungkin dapat terancam semestinya perawat segera melakukan pertolongan kepadanya.Meskipun pedagang miskin tidak membayar rumah sakit, dia sebenarnya juga tidak semata-mata gratis. Pemerintah telah membayar biaya tersebut melalui GAKIN. Apabila alasan perawat A tidak segera menangani pedagang miskin karena sudah merupakan aturan dari RS Sejahtera, perawat seharusnya tidak perlu mempermasalahkannya. GAKIN merupakan tanda bahwa pedagang tersebut berekonomi rendah dan prosedur pembuatan GAKIN telah direkomendasikan RT-RW bahkan lurah sehingga tidak perlu lagi surat keterangan tidak mampu. Namun, disisi lain, saat ini banyak pula penyalahgunaan surat keterangan tidak mampu atau bahkan GAKIN jatuh ke tangan yang tidak berhak sehingga perawat patut mewaspadainya.Dalam sumpah perawat, perawat harus berani mengambil keputusan walau harus melawan peraturan rumah sakit karena di sini nyawa orang terancam. Apabila perawat menggunggat perawat atas tindakan yang telah melanggar peraturan, perawat memiliki tanggung gugat. Artinya, bila ada pihak yang menggugat, ia menyatakan siap dan berani menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya. Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya. Hal ini bisa dijelaskan dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut :a. Kepada siapa tanggung gugat itu ditujukanSebagai tenaga perawat kesehatan, perawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, sedangkan sebagai pekerja atau karyawan, perawat memilki tanggung jawab terhadap direktur, sebagai profesional perawat, memiliki tanggung gugat terhadap ikatan profesi, dan sebagai anggota tim kesehatan, perawat memiliki tanggung gugat terhadap ketua tim, biasanya dokter. Dari kasus tersebut perawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, RS, dan profesinya.b. Apa saja aspek dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?

Perawat memilki tanggung gugat dari seluruh kegiatan profesional yang dilakukannya, mulai dari mengganti laken, pemberian obat, sampai persiapan pulang. Hal ini bisa diobservasi atau diukur kinerjanya.c. Dengan kriteria apa saja tanggung gugat perawat diukur baik buruknya?

Ikatan perawat, PPNI atau Asosiasi perawat atau Asosiasi Rumah sakit, telah menyusun standar yang memiliki krirteria-kriteria tertentu dengan cara membandingkan apa-apa yang dikerjakan perawat dengan standar yang tercantum, baik itu dalam input, proses atau outputnya.Selain itu, mengenai aspek legal lain yaitu pada dasarnya telah kita ketahui sebelumnya bahwa kesehatan itu sangat penting. Hal tersebut telah tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28 Ayat 1, yaitu dikatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dalam pasal tersebut, sudah sangat jelas bahwa hidup secara sehat dan memperoleh perlayanan kesehatan merupakan hak setiap warga negara, dan hal ini menjadi kewajiban negara untuk merealisasikannya. Lalu jamkesmas, jaminan kesehatan masyarakat adalah upaya pemerintah untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi warga miskin. Mereka yang belum ditanggung oleh jamkesmas akan dibiayai jaminan kesehatan daerah (jamkesda). Jika menemukan masalah dalam pelayanan keperawatan, perawat dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan melakukan pendekatan sistem, yaitu upaya untuk melakukan pemecahan masalah yang dilakukan dengan melihat masalah yang ada secara menyeluruh dan melakukan analisis secara sistem. Sehingga membantu serta mempermudah perawat atau asuhan kesehatan lain dalam mengambil keputusan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Dalam kasus, perawat tidak melakukan tindakan secara cepat kepada pasien yang sangat kritis karena luka bakar di seluruh tubuh. Hal tersebut dapat dikatakan malpraktik. Malpraktik adalah kelalaian profesional dan malpraktik kedokteran adalah kelalaian penyedia layanan kesehatan. Malpraktik medis terjadi apabila penyedia layanan kesehatan gagal untuk bertindak sesuai dengan praktik medis yang berlaku. Salah satu tindakan malpraktik yang dimaksud dengan malpraktik secara umum, dapat kita jumpai dalam pasal 11 UU no.6 tahun 1993 tentang tenaga kesehatan, yaitu mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tindakan perawat tidak memberikan pertolongan sesegera mungkin pada pasien yang kritis karena luka bakar dapat dikatakan malpraktik karena mengabaikan atau menunda sesuatu yang semestinya dilakukan olehnya. Jika nyawa pasien tidak tertolong, maka perawat dapat dinyatakan bersalah sebab mengancam keselamatan pasien.Pasien, sebagai seseorang yang menerima asuhan keperawatan, juga memiliki hak yang harus dipenuhi oleh perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Salah satu hak pasiennya itu mendapat perawatan yang aman dan kompeten sepadan dengan persiapan, pengalaman, dan keadaan. Tapi jika pasien diabaikan dan tidak langsung diberikan tindakan keperawatan ketika dalam keadaan kritis, maka hal tersebut dapat membahayakan keselamatan pasien dan telah melanggar hak pasien.Tindakan keperawatan diatur dalam UUD 1945 yang memiliki fungsi sebagai kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai dengan hukum. Kasus seorang pasien yang kritis dan tidak mendapatkan tindakan keperawatan dengan segera telah melanggar UUD 1945 nomor 36 tahun 2009 pada bab V bagian kedua pasal 32 ayat (1) yaitu Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Serta pada ayat (2) yang berbunyi Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan atau meminta uang muka.Masalah pada kasus, juga melanggar salah satu peraturan pasal krusial dalam Kepmenkes 1239/2001 tentang praktik keperawatan, yaitu dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang, perawat berwenang melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Perawat telah melanggar beberapa peraturan dalam memberikan tindakan keperawatan, maka kepala dinas atau organisasi profesi dapat memberikan peringatan lisan atau tertulis kepada perawat yang melakukan pelanggaran. Apabila peringatan tertulis tidak diindahkan sebanyak tiga kali, maka SIK dan SIPP dapat dicabut. Dalam kasus ini, perawat dapat diberikan sanksi sesuaidengan UUD 1945 nomor 36 tahun 2009 bab XX Pasal 190 yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus, dapat diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang dikemukan oleh Kozier dalam Potter dan Perry (2005), dengan langkah-langkah sebagai berikut:1) Mengembangkan data dasar dalam hal klarifikasi dilema etik, mencari informasi sebanyaknya, berkaitan dengan:a) Orang yang terlibat, yaitu: pasien pedagang miskin luka bakar, pasien hipoglikemia Ny. Dhana, keluarga dan tetangga pasien luka bakar, pihak RS Sejahtera, serta perawat A dan B.b) Tindakan yang diusulkan, yaitu: menangani pasien hipoglikemia terlebih dahulu daripada pasien luka bakar.c) Maksud dari tindakan, yaitu: agar pasien hipoglikemia dapat ditangani dengan segera sehingga tidak menjadi lebih parah. d) Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan, yaitu: pasien dengan hipoglikemia dapat tertolong karena mendapat pelayanan terlebih dahulu, sedangkan pasien luka bakar apabila tidak segera ditangani dapat lebih beresiko lebih parah, seperti infeksi, kehilangan banyak cairan, syok, bahkan dapat meninggal dunia.2) Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut. a) Konflik yang terjadi pada perawat A:i. apabila menangani pasien luka bakar langsung tanpa menerima surat keterangan tidak mampu dari pasien luka bakar, perawat akan dituntut oleh rumah sakit bahkan berdampak terkena pelanggaran hukum administratif bahkan pemecatan.ii. apabila perawat tidak segera menangani pasien luka bakar melanggar UU, kode etik, kewajiban perawat, dan hak pasien.iii. saat ini marak penyalahgunaan penggunaan GAKIN sehingga perawat ingin lebih waspada terhadap hal tersebut.b) Konflik yang terjadi pada rumah sakiti. apabila tidak menerapkan peraturan administratif utamanya dalam melengkapi surat-surat, rumah sakit tidak akan menerima reimbers dari pemerintah. Apabila tidak menerima reimbers, rumah sakit akan merugi dan eksistensinya dapat terganggu.ii. apabila rumah sakit mengabaikan pasien miskin apalagi dalam kondisi kritis, pihak rumah sakit melanggar peraturan hukum dan hak pasien sehingga terancam terkena sanksi dari pemerintah serta menurunnya kualitas pelayanan kesehatan.iii. saat ini marak penyalahgunaan penggunaan GAKIN sehingga rumah sakit ingin lebih waspada terhadap hal tersebut.

3) Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.a) Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penundaan tindakan dan memberikan alternatif tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh keluarga.b) Pasien luka bakar ditangani. Sementara itu, pihak keluarga meninggalkan jaminan kepada rumah sakit dan segera mencari surat keterangan tidak mampu.c) Tetangga pedagang miskin menjadi saksi bahwa pedagang tersebut benar adanya dari kalangan tidak mampu atau memberikan jaminan kepada rumah sakit.

4) Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat.Perawat tidak membuat keputusan untuk pasien, tetapi perawat membantu dalam membuat keputusan bagi dirinya, klien, dan keluarganya, tetapi dalam hal ini perlu dipikirkan, beberapa hal:a) Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka ditunjuk: pihak rumah sakit karena mereka yang memiliki peraturan atau wewenang, serta perawat A dan B karena mereka bagian dari pemberi pelayanan kesehatan di RS Sejahtera.b) Untuk siapa saja keputusan itu dibuat: pasien pedagang miskin luka bakar dan Ny. Dhana penderita hipoglikemia.c) Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (sosial, ekonomi, fisiologi, psikologi, dan peraturan atau hukum): dalam hal ini perawat dan pihak RS Sejahtera sesuai dalam peraturan hukum statuta.d) Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan.e) Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang diusulkan: otonomi, benefisiensi, keadilan, dan akuntabilitas.

5) Mendefinisikan kewajiban perawatDalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut:a) meningkatkan kesejahteran pasienb) membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukungc) melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawatd) melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuaikan dengan kompetensi keperawatan professional dan SOP yang berlaku.

6) Membuat keputusan.Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah, mengatasi dilema etik, tim kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau keputusan sudah ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun yang diputuskan untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat keputusan pada keadaan tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat keputusan dilema etik, perlu menggali dahulu apakah niat atau untuk kepentinganya siapa semua yang dilakukan, apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.

Jadi intinya, dari serangkaian penjabaran sebelumnya, perawat tetap segera menangani pedagang miskin dan tidak mempersulit dirinya. Apalagi pedagang tersebut dalam kondisi kritis yang apabila terlambat sedikit ditanganinya akan berakibat meninggal dunia. Perawat tidak perlu takut dalam mengambil keputusan karena dia sudah bekerja sesuai standar profesi dan ketentuan pemerintah. Justru rumah sakit yang menolak pedagang miskin akan dikenai sanksi karena tidak sesuai standar pelayanan minimal (SPM) rumah sakit.

BAB IVPENUTUP

A. KesimpulanPerawat profesional memiliki kewajiban etis pada klien, profesi, dan lingkungan untuk memberikan perawatan berkualitas tinggi. Selain itu, perawat dalam memberikan perawatan tidak membeda-bedakan kliennya berdasarkan status ekonomi, suku, agama, dan ras tertentu. Perawat memberikan perawatan yang sama kepada setiap individu. Perawat dalam melakukan praktik keperawatan hendaknya sesuai dengan kode etik keperawatan. Peran perawat dalam situasi etis memberikan posisi di tengah-tengah yang menguntungkan dan unik. Hubungan antara perawat dan klien adalah dasar dari etika keperawatan. Etik keperawatan mengarahkan perhatian perawat pada advokasi klien, konteks setiap situasi etis, kebajikan, dan mendapatkan hubungan yang kuat. Kode etik keperawatan profesional memberikan panduan untuk praktik keperawatan yang kompeten, etis, praktik keperawatan berpusat pada klien. Tindakan keperawatan profesional selalu berpegang pada prinsip-prinsip moral yang telah ditetapkan. Beberapa prinsip moral yang harus diaplikasikan perawat dalam pemberian asuhan keperawatan adalah autonomy, beneficience, justice, veracity, avoiding killing dan fidelity. Terkait dengan adanya aspek legal dalam keperawatan, perawat juga harus mengetahui legal dalam keperawatan sehingga membantu perawat tidak melakukan tindakan pelanggaran legal.

B.