bab i geowis
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Geowisata/geotourism merupakan istilah yang belum lama terdengar dalam
kepariwisataan nasional. Istilah geotourism muncul tak lebih tua dari pertengahan
1990-an. Seorang ahli Geologi dari Buckinghamshire Chilterns University di Inggris
bernama Tom Hose diperkirakan menjadi orang yang pertama aktif memperkenalkan
istilah itu. Ia misalnya menulis di Geological Society pada 1996 suatu makalah
berjudul “Geotourism, or can tourists become casual rock hounds: Geology on your
doorstep”.
Kegiatan geowisata ini sebenarnya adalah menggabungkan antara dua akar
kata “geo” yang berarti bumi dan kata “tourism” yang merupakan pengertian dari
wisata itu sendiri. Dalam ekskursi geologi ke lapangan, para geologist telah terbiasa
menikmati indahnya pemandangan, keunikan bentang alam dan batuan, asyiknya
menyusuri sungai dan pantai, atau mendaki perbukitan, di samping pekerjaan
utamanya mencatat proses-proses geologis. Sementara itu, dalam kegiatan geowisata
dapat dikatakan tidak perlu menjadi seorang geologis untuk melaksanakan kegiatan
ini, namun inti dari kegiatan ini adalah pemahaman terhadap proses-proses geologis
yang dikemas dalam suatu kegiatan wisata.
Apakah wisata yang berkaitan dengan kebumian baru dirintis sejak tahun
1990-an itu? Tentu saja tidak. Sejak para ilmuwan menjelajah berbagai tempat di atas
Bumi ini, terutama di Abad ke-18, para ahli geologi sudah terbiasa menggabungkan
bussiness and leisure secara bersamaan. Dalam ekskursi geologi ke lapangan,
rombongan geologiawan telah terbiasa menikmati indahnya pemandangan, keunikan
bentang alam dan batuan, asyiknya menyusuri sungai dan pantai, atau mendaki
perbukitan, di samping pekerjaan utamanya mencatat proses-proses geologis.
1
Tetapi untuk konsumsi umum, mungkin dapat diperkirakan bahwa kegiatan
geowisata mulai berkembang sejak maraknya para turis beransel (back-pack tourists)
pada 1980-an. Satu makalah yang ditulis oleh Jane James 1993 di sebuah konferensi
bertema “Memasyarakatkan Ilmu Kebumian” di Southampton, Inggris, misalnya,
masih menggunakan istilah pariwisata geologis (geological tourism) alih-alih
geotourism.
Tom Hose yang diikuti kawan-kawan geologiawan lainnya di Eropa jelas-
jelas mendasarkan geowisata berbasis kepada geologi. Mulai dari Eropalah kemudian
muncul istilah “taman bumi” (geopark), yaitu kawasan konservasi yang melindungi
peninggalan alamiah objek geologis yang unik, langka, berharga, menarik, dan
penting.
Di bawah jaringan UNESCO, di Eropa sudah terbentuk 21 taman bumi yang
menjadi daya tarik dan tujuan geowisata utama. Di Asia sudah dirintis oleh Cina yang
kemudian diikuti Malaysia. Taman bumi Pulau Langkawi, Malaysia, sejak 2006
resmi menjadi taman bumi pertama di Asia Tenggara di bawah jaringan UNESCO.
Indonesia yang memiliki banyak keunikan fenomena geologis, tertinggal jauh dari
negeri jiran itu.
Jika Eropa, diikuti Australia, berpijak pada geologi sebagai basis geowisata,
Amerika Serikat sedikit lain. Dengan dukungan Yayasan National Geographic yang
sudah sangat mapan dan terpandang, Asosiasi Industri Perjalanan Amerika TIA
mendefinisikan geowisata sebagai suatu wisata yang memperkenalkan dan
mengembangkan karakteristik geografis objek daya tarik wisata, termasuk
lingkungan, budaya, estetika, pusaka, dan masyarakatnya.
Dengan cakupan yang luas, geowisata AS dari sisi objek, tak ada bedanya
dengan geowisata. Indonesia sendiri lebih cenderung mengikuti versi Eropa dan
Australia.
2
Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi penting di Indonesia,
khususnya untuk pengembangan geowisata yang sedang gencar dilakukan. Pada
tahun 2009, pariwisata menempati urutan ketiga dalam hal penerimaan devisa setelah
komoditi minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit.Berdasarkan data tahun
2010, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 7 juta lebih
atau tumbuh sebesar 10,74% dibandingkan tahun sebelumnya, dan menyumbangkan
devisa bagi negara sebesar 7.603,45 juta dolar Amerika Serikat.
Kekayaan alam dan budaya merupakan komponen penting dalam pariwisata
di Indonesia. Alam Indonesia memiliki kombinasi iklim tropis, 17.508 pulau yang
6.000 di antaranya tidak dihuni, serta garis pantai terpanjang ketiga di dunia setelah
Kanada dan Uni Eropa. Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar dan
berpenduduk terbanyak di dunia.
Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi sebagai Daerah Tujuan
Wisata (DTW) adalah daerah Purbalingga, Jawa Tengah. Alam bumi di wilayah
Purbalingga sangat memukau, menarik, dan penuh rahasia. Ada gunung api slamet,
perbukitan dan pegunungan di sekitarnya, lalu daratan yang luas di sebelah utaranya
dari batas wilayah perbukitan hingga menyentuh tepian pantai utara P. Jawa.
Sedangkan kondisi iklim dan cuaca wilayah Purbalingga dipengaruhi oleh suhu dari
laut hindia, G.slamet. Curah hujan gunung slamet dapat berkisar antara 2500-3000
mm/thn sedangkan di wilayah perbukitan curah hujan dapat menurun hingga 1000-
1500 mm/thn. Curah hujan yang tinggi di wilayah gunung api menyebabkan wilayah
tersebut merupakan sumber air yang sangat utama bagi kehidupan berupa air hujan ,
mata air, air sungai, air tanah. Air tanah diduga akan dapat digali pada bagian kaki
gunung api. Air panas pun di jumpai di Baturaden dan Guci.
1.2 Rumusan Masalah
3
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas dapat diketahui
keanekaragaman wisata alam di daerah Purbalingga yang sangat banyak dan sangat
menarik untuk dijelajahi. Terkait dengan hal tersebut dapat diinventarisir salah satu
permasalahan yang harus ditindaklanjuti adalah keterkaitannya dengan potensi
geologi yang dapat dikembangkan menjadi geowisata di daerah Purbalingga. Dimana,
potensi - potensi geologi tersebut belum dikembangkan secara optimal dari
pemerintah daerah.
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari makalah ini adalah untuk memperkenalkan potensi
Geowisata di daerah Purbalingga yang dikemas dalam tema “Menjelajah Bumi
Purbalingga, Kota Kecil nan Eksotis”. Kegiatan tersebut meliputi : menapaki jejak
purba di Museum Budaya Lokastithi Giri Badra, menikmati panorama Curug Nini,
bergelut dengan arus sungai Klawing dan menelusuri tapak purba Gua Lawa.
Sehingga kedepannya Geowisata daerah Purbalingga dapat lebih dikenal dan
dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat Purbalingga secara khusus dan
masyarakat luar Purbalingga secara umumnya dengan dukungan pemerintah daerah
dan asing.
BAB II
4
PEMBAHASAN
II. 1 Rancangan Kegiatan Wisata
Kabupaten Purbalingga merupakan bagian dari provinsi Jateng pada sisi
sebelah barat. Luas wilayah Kabupaten Purbalingga adalah 77.764,122 Ha yang
berdasarkan bentang alamanya terbagi menjadi dua daerah yakni daerah utara yang
cenderung merupakan daerah berbukit, dan daerah selatan dengan kecenderunggan
daerah dataran rendah.
Jarak kota Purbalingga dari ibukota provinsi Jawa Tengah yakni Semarang
adalah 192 Km atau ditempuh dengan jalan darat ialah 4 jam. Untuk mencapai
Jogyakarta dengan perjalanan darat 4 jam atau 200 Km, sedangkan jarak anatar
Purbalingga dengan Jakarta kira-kira 400 Km dengan waktu tempuh sekitar 9 jam.
Kabupaten Purbalingga terletak pada posisi 109011’ sampai dengan 109035’
BT dan 7010’ sampai dengan 7029 LS.
Gambar 2. Peta administrasi Kabupaten Purbalingga
Kabupaten Purbalingga berbatasan dengan wilayah :
5
Disebelah utara Kabupaten Pemalang,
Disebelah barat Kabupaten Banyumas,
Disebelah timur Kabupaten Banjarnegara
Disebelah selatan Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Banyumas.
Kabupaten Purbalingga terletak pada ketinggian 35 m – 1124 m dpl. Wilayah
Kabupaten Purbalingga mempunyai topografi yang beraneka ragam, meliputi :
Dataran rendah, Perbukitan dan Karang Gunung. Adapaun pembagian bentang
alamnya sebagai berikut :
1. Bagian utara, merupakan daerah dataran tinggi yang berbukit-bukit dengan
kelerengan lebih dari 40%, meliputi : Kecamatan Karangreja, Bobotsari,
Karanganyar, Rembang, sebagian wilayah Kecamatan Kutasari, Bojongsari dan
Mrebet.
2. Bagian selatan, merupakan daerah yang relatif rendah dengan nilai faktor
kemiringan berada antara 0% - 25% meliputi : wilayah Kecamatan Kalimanah,
Padamara, Purbalingga, Kemangkon, Bukateja, Kejobong, Pangadegan. Sebagian
wilayah Kecamatan Kutasari, Bojongsari, Mrebet.
Dalam makalah ini kami mencoba membuat suatu kegiatan pariwisata yang
meliputi beberapa aspek geologi didalamnya khususnya untuk daerah Purbalingga
dan sekitarnya. Kegiatan geowisata yang bertemakan “Menjelajah Bumi Purbalingga,
Kota Kecil nan Eksotis” ini, dibagi menjadi menjadi dua kelompok wisata yaitu
Wisata Aktif dan Wisata Pasif. Wisata aktif diperuntukkan untuk wisatawan yang
berjiwa muda, meliputi kegiatan sebagai berikut : menapaki jejak purba di Museum
Budaya Lokastithi Giri Badra, menikmati panorama Curug Nini, dan bergelut dengan
arus sungai Klawing hingga congot (pertemuan sungai Klawing dengan sungai
Serayu). Sedangkan untuk Wisata Pasif hampir sama dengan Wisata Aktif akan tetapi
setelah menapaki jejak purba di Museum Budaya Lokastithi Giri Badra dan
menikmati panorama Curug Nini, perjalanan dilanjutkan menelusuri tapak purba Gua
Lawa.
6
Berikut ini adalah penjelasan tentang lokasi-lokasi yang dijadikan Daerah
Tujuan Wisata (DTW) Purbalingga :
1. Museum Budaya Lokastithi Giri Badra
Gambar 2.1 Lokasi museum budaya lokastithi giri badra
Museum Budaya Lokastithi Giri Badra terletak di dukuh Pangebonan, Desa
Cipaku, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga. Telah kita ketahui bersama di
Desa Cipaku banyak ditemukan peninggalan-peninggalan Hindu-Budha yang
diperkirakan dibuat abad ke 5 M sampai 6 M. Diantaranya Lingga-Yoni, arca
Ganesha, Batu Tulis dan sebagainnya. Di museum ini paling banyak dan paling
lengkap daripada tempat-tempat yang lain yaitu tiga buah lingga, empat buah yoni
dan dua buah Arca Ganesha serta satu buah Prasasati Batu Tulis. Berdasarkan
Prasasti Batu Tulis yang ditemukan di Desa Cipaku telah terbaca bahwa barisan
pertama berbunyi “Indrawardhaya Wikramadewa“. Secara sepintas nama-nama
tersebut mirip nama raja-raja dari kerajaan Hindu-Budha. Sampai dengan saat ini
belum diketahui dengan pasti tentang siapa yang menulis batu tulis tersebut dan
untuk apa batu ini dibuat. Namun, berdasarkan informasi ternyata di Purbalingga
pernah berdiri sebuah kerajaan Hindu bernama “ Kerajaan Galuh Purba “ pada
sekitar abad ke 3 M.
7
Situs Batu Tulis Cipaku merupakan hal yang penting bagi Purbalingga pada
khususnya karena dari temuan-temuan di Situs Batu Tulis Cipaku terkandung
informasi yang sangat banyak tentang agama Hindu diantaranya :
1. Batu Tulis menjadi informasi yang sangat penting bahwa di Purbalingga
pernah berdiri kerajaan Galuh Purba yang bercorak Hindu.
Gambar 2.2 Batu tulis
2. Arca Ganesha menunjukkan bahwa agama Hindu berkembang di daerah
tersebut.
Gambar
2.3 Arca Ganesha
8
3. Banyaknya Lingga-Yoni mengindikasikan bahwa Cipaku pada saat itu
dijadikan sebagai pusat penyebaran agama Hindu di Purbalingga.
Gambar 2.4 Peninggalan purba di Desa Cipaku
Situs Cipaku merupakan aset penting kota Purbalingga terutama tentang
agama Hindu-Budha. Namun, kondisi terkini seiring bertambahnya usia
peninggalan-peninggalan tersebut mulai lapuk dan kurangnya perhatian terhadap
situs tersebut. Oleh karena itu,perlu diwujudkannya rasa kecintaannya terhadap
situs-situs budaya terutama dari generasi muda agar situs batu tulis desa Cipaku
terjaga keberadaannya. Sehingga situs ini tetap mampu memberikan informasi-
informasi kepada peneliti untuk terus menguak misteri yang tersimpan di situs
Batu Tulis Cipaku tersebut.
9
2. Menikmati Panorama Curug Nini
Gambar 2.5. Panorama Curug Nini
Gambar 2.6 Curug Nini saat musim kemarau
Kini air terjun nan sejuk ini disebut dengan sebutan yang keliru Curug
Mini, menurut penduduk Cipaku, yang benar adalah “Curug Nini”. Air terjun pada
sebuah kolam yang cukup luas, ada mata air besar di dasar tebing, sehingga kolam
ini belum pernah kering. Tinggi air terjun hanya sekitar 10 meter, bagian dari hulu
10
sungai Pingen. Air dibendung untuk irigasi. Berada di perbatasan Desa
Pagerandong dan Desa Cipaku. Dapat ditempuh dari dua arah. Namun untuk
kelancaran wisata selanjutnya sebaiknya ke Curug Nini lewat Pasar Karangnangka
ke arah barat, sekitar tiga kilometer. Jika telah sampai di Balai Desa Cipaku, ada
dua obyek yang cukup berdekatan. Lewat jalan tanah, kalau ke kanan, berarti ke
Curug Nini, hanya sekitar 200 meter. Kolam Curug Nini dikelilingi banyak pohon
pandan, dan di apit oleh bukit-bukit yang berpohon rindang. Tiap bukit terdapat
jalan setapak yang berliku-liku. Secara geologi, curug nini terdiri dari batuan
andesit dan breksi yang memiliki banyak rekahan dimana dari rekahan-rekahan
tersebut mengeluarkan mata air yang sangat indah yang dapat dijadikan panorama
alam yang luar biasa. Pengunjung dapat bercengkerama di tengah dan di tepian
sungai yang permukaannya kering. Bagi anak-anak bisa bermain air yang sejuk
dan bening. Anak desa biasa terjun dari tebing curug ke kolam utama. Menurut
ceritera rakyat setempat, di sini terdapat ikan yang tinggal kepala dan durinya saja.
3. Bergelut dengan arus sungai Klawing hingga congot (pertemuan sungai
Klawing dengan sungai Serayu).
Mendengar nama "Klawing" bagi masyarakat Banyumas dan sekitarnya
khususnya Purbalingga langsung mengerti maksudnya, yaitu sebuah sungai yang
cukup besar. Sungai Klawing merupakan sungai terbesar yang terdapat di
Kabupaten Purbalingga. Membentang, membelah wilayah Purbalingga mulai dari
utara ke selatan.
Mata air Sungai klawing terdapat di kaki Gunung Slamet yaitu di daerah
Karangjambu mengalir ke selatan melewati beberapa kecamatan, antara lain yaitu
kecamatan Bobotsari, Mrebet, Bojongsari, Purbalingga dan Kemangkon di
wilayah barat sedangkan di wilayah timur ada kecamatan Karanganyar,
Kaligondang dan Bukateja. Klawing bermuara di Sungai Serayu dan
pertemuannya terdapat di daerah congot, kedungbenda kecamatan Kemangkon.
Besarnya Sungai Klawing dikarenakan dia merupakan induk sungai dari beberapa
11
sungai kecil dan sedang di wilayah Purbalingga. Beberapa sungai yang bermuara
di Klawing adalah : Sungai Tungtung Gunung, Laban, Gintung, Soso, Kacangan.
Banyak penduduk yang tinggal di tepi sungai Klawing menggantungkan
hidupnya pada sungai ini. Mereka banyak yang mencari pasir, batu dan ikan di
sungai ini. Dengan kata lain sungai klawing telah menghidupi mereka. Bagi orang
yang hobi mancing, Klawing juga merupakan tempat favorit mereka. Di daerah
hulu arus airnya cukup deras sehingga cocok untuk olahraga arung jeram.
Gambar 2.6 Sungai Klawing sebagai tempat arung jeram
12
Gambar 2.7 Desa Onje dan Masjid Demak sebagai lokasi awal arung jeram
Sungai klawing ini kami sarankan sebagai tempat yang cocok untuk
dijadikan tempat untuk rafting. Stadia sungai ini termasuk ke muda – dewasa
dengan melintasi jeram-jeram di hulu Sungai Klawing yang berarus deras. Air
sungai terlihat sangat jernih dengan batu-batu besar yang terserak di sepanjang
aliran.
Gambar 2.8 Arung Jeram Klawing
Klasifikasi jeram : kelas 2-3, mennurut standard Federasi Arum Jeram
(FAJI) yang mengacu pada Standard America White Water Assocation (AWA),
13
sehingga cocok untuk wisata arung jeram, baik untuk family trip maupun
petualangan.
Arung jeram ini akan berakhir di daerah Congot, Desa Kedungbenda,
Kecamatan Kemangkon Kabupaten Purbalingga. Dimana merupakan pertemuan
antara Sungai Klawing dengan Sungai Serayu.
Gambar 2.9 Wisata alam Congot, Desa Kedungbenda
4. Menelusuri tapak purba Gua Lawa
14
Gambar 2.10 Objek Wisata Gua Lawa
Gua Lawa berada sekitar ± 27 km kearah utara dari Purbalingga melalui
kecamatan Bobotsari menuju kecamatan Karangreja. Wisata ini tepatnya terletak
di Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. Lokasi wisata
dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun roda dua dengan kondisi
jalan yang sangat baik.
Gua Lawa di Purbalingga secara geologi merupakan sebuah gua yang
menarik untuk dikaji. Salah satu hal yang menarik untuk diteliti adalah proses
terbentuknya gua sebagai akibat proses aliran lava (lava flow) dari produk Gunung
Slamet Purba pada waktu yang lalu. Gua ini memiliki panjang 1.300 m pada
ketinggian 900 m diatas permukaan laut. Seperti halnya gua-gua yang lain, Gua
Lawa juga memiliki keunikan dan kekhasan, baik dari aspek geologinya, fisik-
kimianya maupun flora/faunanya.
Gua Lawa merupakan jenis gua yang memiliki karakter tersendiri, berbeda
dengan gua yang umum kita pahami. Gua umumnya terbentuk pada daerah
berbatuan utama batu gamping atau batuan karbonat. Batuan ini memiliki kadar
15
kalsium karbonat yang tinggi yang mudah larut oleh air. Gua di daerah batuan
karbonat ini terbentuk karena larutnya material batu gamping pada retakan-retakan
yang ada hingga meninggalkan jejak berupa rongga-rongga. Poses pelarutan lajut
memungkinkan rongga ini kemudian saling berhubungan (connected) hingga
berkembang melebar dan memanjang akibat berlanjutnya pelarutan dan aliran air
bawah tanah selanjutnya akan membentuk tubuh gua.
Gambar 2.11 Kenampakan Gua Lawa
Gua Lawa terbentuk tidak pada batuan karbonat, sehingga
pembentukannya bukan karena proses pelarutan. Gua Lawa terbentuk pada batuan
beku hasil erupsi volkanik. Batuan beku pembentuk Gua Lawa merupakan hasil
16
pembekuan aliran lava. Karakter Gua Lawa sebagai gua pada batuan beku ini
jarang/tidak dijumpai pada daerah-daerah volkanik/gunung api lainnya di Jawa.
Gua Lawa selain sebagai fenomena alam dengan karakteristik fisik dan
proses yang khas, juga tersimpan kisah-kisah legenda di dalamnya. Kolaborasi
antara karakter fisik dan legenda-legenda tokoh mencirikan Gua Lawa sebagai
lokasi yang universal antara perilaku alam dan budaya. Bentuk-bentuk batuan dan
ruang di dalam Gua Lawa menceritakan gambaran tokoh dan imajinasi mistis.
Semua bagian tersebut mempunyai kisah legenda tersendiri. Memang kadang sulit
untuk mengkaitkan kronologi budaya dalam legenda tersebut, tetapi bagaimanapun
legenda sudah menunjukkan bahwa Gua Lawa sebagai warisan alam sudah
mendapat perhatian dan sentuhan dari manusia. Seperti terdapatnya Gua Dada
Lawa, yang sangat mirip dengan dada kelelawar (tubuh bagian ventral) yang
sedang membentangkan sayapnya. Ditempat ini dulu merupakan tempat sarang
kelelawar, bagaimana ilmu pengetahuan menguraikan antara karakter fisik batuan
dengan karakter ekosistem di dalam Gua Dada Lawa ini? Apakah memang ada
keterkaitan antara habitat kelelawar dengan fenomena fisik batuan lava yang mirip
dada lawa? Cerita yang lain seperti adanya Gua Ratu Ayu, konon kabarnya
didalam Gua itu ada dua orang wanita cantik yang bernama Endang Murdaningsih
dan Endang Murdaningrum. Kedua puteri cantik itu mempunyai tiga ekor binatang
kesayangan, berupa tiga ekor harimau. Kemudian di ruangan lain terdapat Sendang
Derajat yang dikisahkan dapat menyebabkan awet muda bagi yang membasuh
muka dengan air sendang tersebut. Kemudian ditempat lain ada batu keris dan Gua
Pertapaan yang digunakan untuk bersemedi bagi yang ingin mendapat kekuatan.
Setelah itu terdapat Gua Langgar yang didalamnya ada tempat pengimaman yang
menghadap ke arah Kiblat. Gua ini dikisahkan sebagai tempat bersembahyang
para wali waktu penyebaran agama Islam. Di tempat lain juga terdapat Gua Cepet,
yang diyakini masyarakat sebagai tempat berkumpulnya makluk halus. Gua ini
konon sering menyesatkan orang sehingga sulit keluar. Demikian kisah legenda-
legenda dari ruangan dan bentuk batu di Gua Lawa, kesemuanya merupakan
bagian tersendiri dan tidak terkait satu dengan yang lainnya. Tetapi dari
17
pengkajian geowisata, Gua Lawa adalah merupakan kolaborasi antara wisata yang
mampu memiliki daya tarik keilmuan, budaya masyarakat dan keagamaan.
II.2 Peran Pemerintah Daerah
Kegiatan geowisata ini diperlukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten
Purbalingga terutama dinas-dinas yang terkait diantaranya Dinas Pariwisata, Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan. Perizinan dilakukan dengan memberikan surat
pengantar dan proposal geowisata, yang sekaligus meminta dana sponsor dari dinas
terkait untuk dapat melancarkan kegiatan geowisata yang dilakukan. Perizinan ini
dimaksudkan untuk dapat meningkatkan kepedulian dari masing-masing dinas untuk
mengembangkan pariwisata di dearah Purbalingga terutama geowisatanya.
Dengan melihat segala potensi yang ada di kabupaten Purbalingga, ada
beberapa hal yang harus dilakukan oleh pengambil kebijakan, untuk pengembangan
geowisata :
1. Penguatan konsep ecotourism bagi Kabupaten Purbalingga. Kabupaten
Purbalingga yang memiliki potensi wisata alam yang sangat menarik perlu
dikembangkan secara lebih serius oleh Pemerintah. Hal ini dilakukkan demi
meningkatkan nilai ekonomis wilayah ini bagi penguatan ekonomi masyarakat
sekitar. Namun untuk mengurangi dampak yang negative terhadap kerusakan
lingkungan maka diperlukan sebuah upaya khusus untuk menanggulanginya.
Salah satu konsep yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
mengembangkan konsep Ecotourism di Kabupaten Purbalingga. Dalam konteks
ini maka wisata Kabupaten Purbalingga akan diarahkan sedemikian rupa agar
pengembangannya tidak menganggu atau selaras dengan upaya konservasi
lingkungan serta berdampak positif bagi pengembangan ekonomi lokal.
Pengembangan ekonomi lokal dilakukkan selain untuk menopang keberlanjutan
konservasi juga diperlukan untuk mendorong kesejahteraan masyarakat sekitar.
Namun dalam mengembangkan dan menguatkan konsep Ecotourism untuk
mengembangkan ekonomi lokal diperlukan sebuah pemahaman yang tepat pada
18
masyarakat dan pemerintah lokal. Hal ini dilakukkan agar pemerintah lokal dan
masyarakat bisa berperan aktif dan menjadi stakeholder yang berkepentingan
terhadap pengembangan wilayah ini. Salah satunya adalah dengan
mengembangkan sebuah unit-unit ekonomi (BUMDES-Badan Usaha Milik
Desa) dan Koperasi untuk mendukung aktivitas dan kebutuhan para wisatawan,
mulai dari unit usaha makanan, Souvenir, MCK, Penginapan, Parkir hingga
Pemandu wisata.
2. Mendorong linkage dengan travel unit (agen perjalanan). Pengembangan suatu
kawasan wisata tidak bisa dilepaskan dari keberadan para pemadu wisata dan
agen perjalanan. Karena pemandu wisata dan agen wisata merupakan ujung
tombak terdepan yang langsung berhubungan dengan para wisatwan atau
stakeholder, sehingga untuk lebih mudah dalam mengembangkan suatu
kawasan geowisata maka diperlukan partisipasi mereka secara lebih jauh.
pemandu wisata dan agen perjalanan bisa dikontrol. Selain itu, keinginan dari
para wisatawan dapat lebih mudah ditangkap, sehingga pengembangan
geowisata lebih terarah dan sesuai dengan keinginan stakeholder. Namun dalam
pengembangan hubungan dengan agen perjalanan diperlukan sebuah
kesepakatan tentang konsep Ecotourism yang dikembangkan di wilayah ini. Hal
ini dimaksudkan agar tawaran paket wisata yang diberikan tidak menggangu
upaya konservasi alam yang juga dilakukkan di wilayah ini. Selain itu pihak
pemandu perjalanan juga diharapkan tidak memisahkan diri untuk kepentingan
pemberdayaan masyarakat lokal dalam mendukung Geowisata.
3. Mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat Wisata. Masyarakat lokal
sebenarnya bukanlah hambatan bagi pengembangan Geowisata, karena peran
mereka seharusnya tidak terpisahkan dalam program-program wisata.
Pengelolaan berbasis masyarakat ini merupakan salah satu pendekataan
pengelolaan alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan
masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaanya. Ditambah adanya transfer
19
diantara generasi yang menjadikan pengelolaan menjadi berkesinambungan
menjadikan cara inilah yang paling efektif, dibanding cara yang lainya. Secara
umum sudah dibahas sebelumnya bahwa pengelolaan sumberdaya wilayah
pesisir dan lautan efektif adalah yang berbasis pada masyarakat. Nikijuluw
(1994) berpendapat pengelolaan berbasis masyarkat merupakan salah satu
pendekataan pengelolaan alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran
lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaanya. Ditambah adanya
transfer diantara generasi yang menjadikan pengelolaan menjadi
berkesinambungan menjadikan cara inilah yang paling efektif, dibanding cara
yang lainya. Namun, masyarkat juga jangan sampai dilepaskan sendirian untuk
mengelola semuanya. Karena sudah diketahui bersama, bahwa salah satu
masalah utama yang dihadapi dalam pengelolaan geowisata di Indonesia adalah
masalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), karena ketidakmerataan
pendidikan yang diperoleh. Salah satu hal yang bisa dilakukan dengan
melibatkan pemerintah lokal dalam pengeloalaan.
4. Mendorong unit-unit usaha yang strategis. Dengan semakin berkembangnya
wilayah Kabupaten Purbalingga sebagai tempat Geowisata, maka kebutuhan
akan unit-unit usaha penyokong juga diperlukan seperti tempat penginapan,
tempat parkit, usaha souvenir, toko serba ada (perancangan), tempat MCK,
restaurant. Semua unit-unit usaha ini diharapkan dapat berada di wilayah
sendang biru dan tidak beroperasi di Kabupaten Purbalingga, karena diperlukan
untuk mempertahankan kemurnian alam hayati dan sisi naturalisme yang tinggi.
Dalam konteks pengembangan unit-unit usaha juga diperlukan sebuah bentuk
kelembagaan yang baik dengan mengembangkan sisi sosial ekonomi secara
bersamaan (social enterpreneurship) seperti konsep Koperasi dan BUMDES
(Badan Usaha Milik Desa).
5. Melakukan promosi yang gencar. Berkembangnya kawasan wisata Kabupaten
Purbalingga akan semakin baik jika promosi yang dilakukkan juga gencar, hal
ini dilakukkan guna menanamkan image wisata yang kuat di wilayah
20
Kabupaten Purbalingga. Promosi yang gencar selain dapat dikaitkan dengan
program-program yang ada dalam agen perjalan juga dapat dilakukkan dengan
mempromosikannya melalui website.
6. Mendorong partisipasi unit aktivitas mahasiswa Pencinta Alam untuk
melakukkan program konservasi secara berkala. Peningkatan upaya konservasi
di wilayah Kabupaten Purbalingga selain dapat dilakukkan oleh pemerintah
lokal juga dapat dikoordinasikan dengan unit-unit aktivitas mahasiswa Pecinta
Alam di daerah Barlingmascakeb. Hal ini dapat dilakukkan dengan terus
melakukkan aktivitas-aktivitas yang ramah dengan lingkungan, seperti menjaga
cagar alam dan kebersihan serta melakukkan pengawasan atau pemanduan
terhadap wisatawan-wisatawan yang datang.
II.3 Transportasi
Dalam perjalanan menuju lokasi wisata aktif maupun pasif, para wisatawan
dapat menggunakan kendaraan umum darat maupun kendaraan pribadi karena medan
yang relatif mudah dicapai. Pada paket wisata aktif maupun pasif pengunjung akan
menggunakan bus yang disediakan panitia sesuai dengan rute yang telah ditentukan.
II.4 Jarak
Perjalanan awal dimulai dari Kampus Teknik Universitas Jenderal Soedirman
Purbalingga, menuju lokasi awal yaitu menapaki jejak purba di Museum Budaya
Lokastithi Giri Badra, di dukuh Pangebonan, Desa Cipaku, Kecamatan Mrebet
±18km ditempuh dalam waktu 30 menit. Kemudian menikmati panorama Curug Nini,
di perbatasan desa Pangerandong dan desa Cipaku terletak ±2km dari lokasi
sebelumnya ditempuh dalam waktu 10 menit. Untuk Wisata aktif, lanjut dalam
kegiatan bergelut dengan arus sungai Klawing hingga congot (pertemuan sungai
Klawing dengan sungai Serayu) dimana kegiatan arung jeram diawali didesa Onje
±8km dari lokasi sebelumnya dan berakhir dicongot ditempuh dalam waktu 15menit
21
menuju lokasi awal dan 3-4jam untuk kegiatan arung jeram tersebut. Sedangkan
untuk Wisata Pasif, setelah menapaki jejak purba di Museum Budaya Lokastithi Giri
Badra dan menikmati panorama Curug Nini perjalanan dilanjutkan menelusuri tapak
purba Gua Lawa yang terletak di Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja. ±21km dari
lokasi sebelumnya ditempuh dalam waktu 30 menit.
II.5 Lunch Time, Toilet time, Prayer time
Para peserta mendapatkan snack dan 1 kali makan. Snack untuk pagi hari pada
saat pemberangkatan dan makan siang pada saat beristirahat di Gua Lawa (Wisata
pasif) dan di desa Onje (Wisata aktif). Toilet time disediakan panitia kepada para
peserta di setiap objek wisata yang menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW). Untuk
yang beragama Islam disediakan tempat Shalat Dhuhur di Masjid Wisata Gua Lawa
(Wisata pasif) dan di Masjid Demak di desa Onje (Wisata aktif).
II. 6 Jumlah Peserta
Peserta untuk geowisata ini dibatasi maksimal sebanyak 30 orang dan minimal
15 orang dengan 6 orang interpreter sehingga dalam pemberian materi dan menikmati
lokasi geowisata dengan lebih baik.
II. 7 Waktu Geowisatawan
Waktu berkumpul peserta tepat pukul 07.00 WIB di Kampus Teknik
Universitas Jenderal Soedirman Purbalingga. Keberangkatan dimulai pukul 08.00
WIB.
Wisata Pasif
Waktu Rincian keiatan Penanggungjawab Tempat
07.00-07.30 Menyiapkan Divisi Acara, Kampus Teknik
22
perlengkapan
Geowisata
konsumsi,
perlengkapan, ATP,
Korlap
UNSOED
Purbalingga
07.30- 08.00 Keberangkatan
menuju lokasi
pertama
Divisi acara, koralap Kampus Teknik
UNSOED
Purbalingga
08.00 – 09.00 Menapaki jejak
purba di Museum
Budaya Lokastithi
Giri Badra
Divisi acara, koralap Purbalingga
09.00– 09.15 Perjalanan ke curug
nini
Divisi acara,
konsumsi,
dekdok,korlap, ATP
Purbalingga
09.15 – 10.45 Menikmati
panorama Curug
Nini
Divisi acara, koralap Purbalingga
10.45 – 11.15 Perjalanan ke Gua
Lawa
Divisi acara,
konsumsi,
dekdok,korlap, ATP
Purbalingga
11.15 – 12.15 Isoma di lokawisata
Gua Lawa
Divisi acara, koralap Purbalingga
12.15 -14.00 Menelusuri tapak
purba Gua Lawa
Divisi acara,
konsumsi,
dekdok,korlap, ATP
Purbalingga
14.00 – 14.30 Pembelian oleh-oleh
dan souvenir di
lokawisata Gua
Lawa
Divisi acara, koralap Purbalingga
14.30 – 15.30 Perjalanan pulang Divisi acara, koralap Purbalingga
23
menuju Kampus
Teknik Unsoed
Wisata Aktif
Waktu Rincian keiatan Penanggungjawab Tempat
07.00-07.30 Menyiapkan
perlengkapan
Geowisata
Divisi Acara,
konsumsi,
perlengkapan, ATP,
Korlap
Kampus Teknik
UNSOED
Purbalingga
07.30- 08.00 Keberangkatan
menuju lokasi
pertama
Divisi acara, koralap Kampus Teknik
UNSOED
Purbalingga
08.00 – 09.00 Menapaki jejak
purba di Museum
Budaya Lokastithi
Giri Badra
Divisi acara, koralap Purbalingga
09.00– 09.15 Perjalanan ke curug
nini
Divisi acara,
konsumsi,
dekdok,korlap, ATP
Purbalingga
09.15 – 10.45 Menikmati
panorama Curug
Nini
Divisi acara, koralap Purbalingga
10.45 – 11.00 Perjalanan ke Desa
Onje untuk arung
jeram
Divisi acara,
konsumsi,
dekdok,korlap, ATP
Purbalingga
11.00 – 12.15 Isoma di desa Onje Divisi acara, koralap Purbalingga
12.15 -16.00 Bergelut dengan
arus sungai Klawing
Divisi acara,
konsumsi,
Purbalingga
24
hingga congot dekdok,korlap, ATP
16.00 – 16.30 Menikmati
lokawisata congot
Divisi acara, koralap Purbalingga
16.30 – 17.00 Perjalanan pulang
menuju Kampus
Teknik Unsoed
Divisi acara, koralap Purbalingga
II. 8 Persyaratan Geowisatawan
Wisatawan yang dapat mengikuti kegiatan Menjelajah Bumi Purbalingga,
Kota Kecil nan Eksotis ini dibatasi dari umur 15 – 55 tahun. Hal ini dilakukan untuk
dapat mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Di mana wisatawan yang akan
mengikuti kegiatan ini juga diminta untuk menuliskan riwayat penyakit yang pernah
diderita sehingga panitia dapat melakukan tindakan secepat mungkin jika terjadi
sesuatu pada wisatawan yang bersangkutan.
II. 9 Persiapan
Sebelum kegiatan geowisata berlangsung, para wisatawan yang akan ikut
diminta membawa peralatan pribadi yang diperlukan selama perjalanan geowisata ini.
Hal-hal tersebut antara lain :
• Pakaian ganti
• Sepatu
• Tas ransel
• Peralatan prbadi ( obat-obatan dan perlengkapan pribadi )
• Kamera
• Makanan ringan
II. 10 Biaya
25
Peserta Wisata Aktif : Rp. 120.000
Peserta Wisata Pasif : Rp. 80.000
No Seksi Barang Jumlah Harga Satuan Total
1 Sekretaris Kesekertariatan - - 300000
2 Pubdekdok a. Stiker 30 buah 1000 30000
b. Spanduk 1 buah 100000 100000
c. Pamflet 100 lembar 500 50000
d. Kaos 30 buah 40000 1200000
f. Penyewaan alat
rafting5 Set 200000 1000000
3 Konsumsi a. Nasi Bungkus 30 bungkus 10000 300000
b. Aqua gelas 5 kardus 12000 60000
c. Snack 30 bungkus 5000 150000
4 ATP a. Penerangan 10 buah 10000 100000
b. Bis 2 buah 1200000 2400000
5 Humasa. Administrasi Gua
lawa30 orang 7500 225000
6 P3K KSR 2 buah 50000 100000
Total (Rp) 6.015.000
26
No. Pemasukan Jumlah Harga Total
1 Peserta Wisata Aktif 30 orang 120.000 3.600.000
2 Peserta 30 orang 80.000 2.400.000
2 Sponsorship (PEMDA PBG) - - 1.500.000
TOTAL (Rp) 7.500.000
BAB III
PENUTUP
Geowisata ” Menjelajah Bumi Purbalingga, Kota Kecil nan Eksotis” mempunyai
potensi geowisata dengan prinsip-prinsip sesuai dengan Deklarasi Quebec 2002 yang
meliputi :
a. Pelestarian alam dan lingkungan
b. Penduduk lokal mendapatkan keuntungan dari pariwisata
27
c. Pendidikan dan pengetahuan lingkungan yang didapat oleh wisatawan
d. Kunjungan terbatas (terkendali, bukan kunjungan massal)
Dalam aspek wisata, daerah tujuan wisata di Kabupaten Purbalingga ini
kurang dikenal oleh masyarakat luas, namun dalam ruang lingkup geowisata atau
wisata yang berbasis kebumian dirasa masih belum dikembangkan secara luas,
diharapkan dengan disusunnya makalah ini dapat membuka wacana baru tentang
konsep geowisata yang sesuai dengan prinsip-prinsip Deklarasi Quebec, mengingat di
Kabupaten Purbalingga terdapat potensi geowisata yang cukup besar dilihat dari
keterdapatan fenomena geologi yang bersatu dengan keindahan alam yang
menjadikannya layak sebagai lokasi wisata.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2004,” Potensi Pariwisata Kabupaten Purbalingga”, Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Purbalingga
Anonim., 2006, ” Profil Wisata Kabupaten Purbalingga”, Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Purbalingga
Flint, R.F and Skinner, B.J., 1974 ” Physical Geology”, John Wiley and Sons
28
Samodra, H., 2001, ”Nilai Strategis Kawasan Karts di Indonesia, Pengelolaan dan Perlindungannya”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Badan Penelitiandan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral, Bandung, Indonesia.
Suyatno, A., 2001, ”Kelelawar di Indonesia”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI, Balai Penelitian Botani Herbarium Bogoriense, Bogor, Indonesia.
Sumber lain : (diakses pada tanggal 25 November 2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Pariwisata_di_Indonesia
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_mrl_055428_chapter2.pdf
http://eprints.undip.ac.id/17774/1/imam_rudi_kurnnianto.pdf
http://klawingart.blogspot.com/2011/03/kali-klawing-bigest-river-in.html
http://statigr.am/p/320819365396994051_199790885
http://statigr.am/p/317207550406547709_199790885
http://zhukaku.blogspot.com/2012/08/sungai-klawing-dan-sungai-serayu_16.html
29