bab i geowis

42
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geowisata/geotourism merupakan istilah yang belum lama terdengar dalam kepariwisataan nasional. Istilah geotourism muncul tak lebih tua dari pertengahan 1990-an. Seorang ahli Geologi dari Buckinghamshire Chilterns University di Inggris bernama Tom Hose diperkirakan menjadi orang yang pertama aktif memperkenalkan istilah itu. Ia misalnya menulis di Geological Society pada 1996 suatu makalah berjudul “Geotourism, or can tourists become casual rock hounds: Geology on your doorstep”. Kegiatan geowisata ini sebenarnya adalah menggabungkan antara dua akar kata “geo” yang berarti bumi dan kata “tourism” yang merupakan pengertian dari wisata itu sendiri. Dalam ekskursi geologi ke lapangan, para geologist telah terbiasa menikmati indahnya pemandangan, keunikan bentang alam dan batuan, asyiknya menyusuri sungai dan pantai, atau mendaki perbukitan, di samping pekerjaan utamanya mencatat proses-proses geologis. Sementara itu, dalam kegiatan geowisata dapat dikatakan tidak perlu menjadi seorang geologis untuk melaksanakan kegiatan ini, namun inti dari kegiatan ini 1

Upload: zuamapandu

Post on 10-Aug-2015

85 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Geowis

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Geowisata/geotourism merupakan istilah yang belum lama terdengar dalam

kepariwisataan nasional. Istilah geotourism muncul tak lebih tua dari pertengahan

1990-an. Seorang ahli Geologi dari Buckinghamshire Chilterns University di Inggris

bernama Tom Hose diperkirakan menjadi orang yang pertama aktif memperkenalkan

istilah itu. Ia misalnya menulis di Geological Society pada 1996 suatu makalah

berjudul “Geotourism, or can tourists become casual rock hounds: Geology on your

doorstep”.

Kegiatan geowisata ini sebenarnya adalah menggabungkan antara dua akar

kata “geo” yang berarti bumi dan kata “tourism” yang merupakan pengertian dari

wisata itu sendiri. Dalam ekskursi geologi ke lapangan, para geologist telah terbiasa

menikmati indahnya pemandangan, keunikan bentang alam dan batuan, asyiknya

menyusuri sungai dan pantai, atau mendaki perbukitan, di samping pekerjaan

utamanya mencatat proses-proses geologis. Sementara itu, dalam kegiatan geowisata

dapat dikatakan tidak perlu menjadi seorang geologis untuk melaksanakan kegiatan

ini, namun inti dari kegiatan ini adalah pemahaman terhadap proses-proses geologis

yang dikemas dalam suatu kegiatan wisata.

Apakah wisata yang berkaitan dengan kebumian baru dirintis sejak tahun

1990-an itu? Tentu saja tidak. Sejak para ilmuwan menjelajah berbagai tempat di atas

Bumi ini, terutama di Abad ke-18, para ahli geologi sudah terbiasa menggabungkan

bussiness and leisure secara bersamaan. Dalam ekskursi geologi ke lapangan,

rombongan geologiawan telah terbiasa menikmati indahnya pemandangan, keunikan

bentang alam dan batuan, asyiknya menyusuri sungai dan pantai, atau mendaki

perbukitan, di samping pekerjaan utamanya mencatat proses-proses geologis.

1

Page 2: BAB I Geowis

Tetapi untuk konsumsi umum, mungkin dapat diperkirakan bahwa kegiatan

geowisata mulai berkembang sejak maraknya para turis beransel (back-pack tourists)

pada 1980-an. Satu makalah yang ditulis oleh Jane James 1993 di sebuah konferensi

bertema “Memasyarakatkan Ilmu Kebumian” di Southampton, Inggris, misalnya,

masih menggunakan istilah pariwisata geologis (geological tourism) alih-alih

geotourism.

Tom Hose yang diikuti kawan-kawan geologiawan lainnya di Eropa jelas-

jelas mendasarkan geowisata berbasis kepada geologi. Mulai dari Eropalah kemudian

muncul istilah “taman bumi” (geopark), yaitu kawasan konservasi yang melindungi

peninggalan alamiah objek geologis yang unik, langka, berharga, menarik, dan

penting.

Di bawah jaringan UNESCO, di Eropa sudah terbentuk 21 taman bumi yang

menjadi daya tarik dan tujuan geowisata utama. Di Asia sudah dirintis oleh Cina yang

kemudian diikuti Malaysia. Taman bumi Pulau Langkawi, Malaysia, sejak 2006

resmi menjadi taman bumi pertama di Asia Tenggara di bawah jaringan UNESCO.

Indonesia yang memiliki banyak keunikan fenomena geologis, tertinggal jauh dari

negeri jiran itu.

Jika Eropa, diikuti Australia, berpijak pada geologi sebagai basis geowisata,

Amerika Serikat sedikit lain. Dengan dukungan Yayasan National Geographic yang

sudah sangat mapan dan terpandang, Asosiasi Industri Perjalanan Amerika TIA

mendefinisikan geowisata sebagai suatu wisata yang memperkenalkan dan

mengembangkan karakteristik geografis objek daya tarik wisata, termasuk

lingkungan, budaya, estetika, pusaka, dan masyarakatnya.

Dengan cakupan yang luas, geowisata AS dari sisi objek, tak ada bedanya

dengan geowisata. Indonesia sendiri lebih cenderung mengikuti versi Eropa dan

Australia.

2

Page 3: BAB I Geowis

Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi penting di Indonesia,

khususnya untuk pengembangan geowisata yang sedang gencar dilakukan. Pada

tahun 2009, pariwisata menempati urutan ketiga dalam hal penerimaan devisa setelah

komoditi minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit.Berdasarkan data tahun

2010, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 7 juta lebih

atau tumbuh sebesar 10,74% dibandingkan tahun sebelumnya, dan menyumbangkan

devisa bagi negara sebesar 7.603,45 juta dolar Amerika Serikat.

Kekayaan alam dan budaya merupakan komponen penting dalam pariwisata

di Indonesia. Alam Indonesia memiliki kombinasi iklim tropis, 17.508 pulau yang

6.000 di antaranya tidak dihuni, serta garis pantai terpanjang ketiga di dunia setelah

Kanada dan Uni Eropa. Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar dan

berpenduduk terbanyak di dunia.

Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi sebagai Daerah Tujuan

Wisata (DTW) adalah daerah Purbalingga, Jawa Tengah. Alam bumi di wilayah

Purbalingga sangat memukau, menarik, dan penuh rahasia. Ada gunung api slamet,

perbukitan dan pegunungan di sekitarnya, lalu daratan yang luas di sebelah utaranya

dari batas wilayah perbukitan hingga menyentuh tepian pantai utara P. Jawa.

Sedangkan kondisi iklim dan cuaca wilayah Purbalingga dipengaruhi oleh suhu dari

laut hindia, G.slamet. Curah hujan gunung slamet dapat berkisar antara 2500-3000

mm/thn sedangkan di wilayah perbukitan curah hujan dapat menurun hingga 1000-

1500 mm/thn. Curah hujan yang tinggi di wilayah gunung api menyebabkan wilayah

tersebut merupakan sumber air yang sangat utama bagi kehidupan berupa air hujan ,

mata air, air sungai, air tanah. Air tanah diduga akan dapat digali pada bagian kaki

gunung api. Air panas pun di jumpai di Baturaden dan Guci.

1.2 Rumusan Masalah

3

Page 4: BAB I Geowis

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas dapat diketahui

keanekaragaman wisata alam di daerah Purbalingga yang sangat banyak dan sangat

menarik untuk dijelajahi. Terkait dengan hal tersebut dapat diinventarisir salah satu

permasalahan yang harus ditindaklanjuti adalah keterkaitannya dengan potensi

geologi yang dapat dikembangkan menjadi geowisata di daerah Purbalingga. Dimana,

potensi - potensi geologi tersebut belum dikembangkan secara optimal dari

pemerintah daerah.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari makalah ini adalah untuk memperkenalkan potensi

Geowisata di daerah Purbalingga yang dikemas dalam tema “Menjelajah Bumi

Purbalingga, Kota Kecil nan Eksotis”. Kegiatan tersebut meliputi : menapaki jejak

purba di Museum Budaya Lokastithi Giri Badra, menikmati panorama Curug Nini,

bergelut dengan arus sungai Klawing dan menelusuri tapak purba Gua Lawa.

Sehingga kedepannya Geowisata daerah Purbalingga dapat lebih dikenal dan

dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat Purbalingga secara khusus dan

masyarakat luar Purbalingga secara umumnya dengan dukungan pemerintah daerah

dan asing.

BAB II

4

Page 5: BAB I Geowis

PEMBAHASAN

II. 1 Rancangan Kegiatan Wisata

Kabupaten Purbalingga merupakan bagian dari provinsi Jateng pada sisi

sebelah barat. Luas wilayah Kabupaten Purbalingga adalah 77.764,122 Ha yang

berdasarkan bentang alamanya terbagi menjadi dua daerah yakni daerah utara yang

cenderung merupakan daerah berbukit, dan daerah selatan dengan kecenderunggan

daerah dataran rendah.

Jarak kota Purbalingga dari ibukota provinsi Jawa Tengah yakni Semarang

adalah 192 Km atau ditempuh dengan jalan darat ialah 4 jam. Untuk mencapai

Jogyakarta dengan perjalanan darat 4 jam atau 200 Km, sedangkan jarak anatar

Purbalingga dengan Jakarta kira-kira 400 Km dengan waktu tempuh sekitar 9 jam.

Kabupaten Purbalingga terletak pada posisi 109011’ sampai dengan 109035’

BT dan 7010’ sampai dengan 7029 LS.

Gambar 2. Peta administrasi Kabupaten Purbalingga

Kabupaten Purbalingga berbatasan dengan wilayah :

5

Page 6: BAB I Geowis

Disebelah utara Kabupaten Pemalang,

Disebelah barat Kabupaten Banyumas,

Disebelah timur Kabupaten Banjarnegara

Disebelah selatan Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Banyumas.

Kabupaten Purbalingga terletak pada ketinggian 35 m – 1124 m dpl. Wilayah

Kabupaten Purbalingga mempunyai topografi yang beraneka ragam, meliputi :

Dataran rendah, Perbukitan dan Karang Gunung. Adapaun pembagian bentang

alamnya sebagai berikut :

1. Bagian utara, merupakan daerah dataran tinggi yang berbukit-bukit dengan

kelerengan lebih dari 40%, meliputi : Kecamatan Karangreja, Bobotsari,

Karanganyar, Rembang, sebagian wilayah Kecamatan Kutasari, Bojongsari dan

Mrebet.

2. Bagian selatan, merupakan daerah yang relatif rendah dengan nilai faktor

kemiringan berada antara 0% - 25% meliputi : wilayah Kecamatan Kalimanah,

Padamara, Purbalingga, Kemangkon, Bukateja, Kejobong, Pangadegan. Sebagian

wilayah Kecamatan Kutasari, Bojongsari, Mrebet.

Dalam makalah ini kami mencoba membuat suatu kegiatan pariwisata yang

meliputi beberapa aspek geologi didalamnya khususnya untuk daerah Purbalingga

dan sekitarnya. Kegiatan geowisata yang bertemakan “Menjelajah Bumi Purbalingga,

Kota Kecil nan Eksotis” ini, dibagi menjadi menjadi dua kelompok wisata yaitu

Wisata Aktif dan Wisata Pasif. Wisata aktif diperuntukkan untuk wisatawan yang

berjiwa muda, meliputi kegiatan sebagai berikut : menapaki jejak purba di Museum

Budaya Lokastithi Giri Badra, menikmati panorama Curug Nini, dan bergelut dengan

arus sungai Klawing hingga congot (pertemuan sungai Klawing dengan sungai

Serayu). Sedangkan untuk Wisata Pasif hampir sama dengan Wisata Aktif akan tetapi

setelah menapaki jejak purba di Museum Budaya Lokastithi Giri Badra dan

menikmati panorama Curug Nini, perjalanan dilanjutkan menelusuri tapak purba Gua

Lawa.

6

Page 7: BAB I Geowis

Berikut ini adalah penjelasan tentang lokasi-lokasi yang dijadikan Daerah

Tujuan Wisata (DTW) Purbalingga :

1. Museum Budaya Lokastithi Giri Badra

Gambar 2.1 Lokasi museum budaya lokastithi giri badra

Museum Budaya Lokastithi Giri Badra terletak di dukuh Pangebonan, Desa

Cipaku, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga. Telah kita ketahui bersama di

Desa Cipaku banyak ditemukan peninggalan-peninggalan Hindu-Budha yang

diperkirakan dibuat abad ke 5 M sampai 6 M. Diantaranya Lingga-Yoni, arca

Ganesha, Batu Tulis dan sebagainnya. Di museum ini paling banyak dan paling

lengkap daripada tempat-tempat yang lain yaitu tiga buah lingga, empat buah yoni

dan dua buah Arca Ganesha serta satu buah Prasasati Batu Tulis. Berdasarkan

Prasasti Batu Tulis yang ditemukan di Desa Cipaku telah terbaca bahwa barisan

pertama berbunyi “Indrawardhaya Wikramadewa“. Secara sepintas nama-nama

tersebut mirip nama raja-raja dari kerajaan Hindu-Budha. Sampai dengan saat ini

belum diketahui dengan pasti tentang siapa yang menulis batu tulis tersebut dan

untuk apa batu ini dibuat. Namun, berdasarkan informasi ternyata di Purbalingga

pernah berdiri sebuah kerajaan Hindu bernama “ Kerajaan Galuh Purba “ pada

sekitar abad ke 3 M.

7

Page 8: BAB I Geowis

Situs Batu Tulis Cipaku merupakan hal yang penting bagi Purbalingga pada

khususnya karena dari temuan-temuan di Situs Batu Tulis Cipaku terkandung

informasi yang sangat banyak tentang agama Hindu diantaranya :

1. Batu Tulis menjadi informasi yang sangat penting bahwa di Purbalingga

pernah berdiri kerajaan Galuh Purba yang bercorak Hindu.

Gambar 2.2 Batu tulis

2. Arca Ganesha menunjukkan bahwa agama Hindu berkembang di daerah

tersebut.

Gambar

2.3 Arca Ganesha

8

Page 9: BAB I Geowis

3. Banyaknya Lingga-Yoni mengindikasikan bahwa Cipaku pada saat itu

dijadikan sebagai pusat penyebaran agama Hindu di Purbalingga.

Gambar 2.4 Peninggalan purba di Desa Cipaku

Situs Cipaku merupakan aset penting kota Purbalingga terutama tentang

agama Hindu-Budha. Namun, kondisi terkini seiring bertambahnya usia

peninggalan-peninggalan tersebut mulai lapuk dan kurangnya perhatian terhadap

situs tersebut. Oleh karena itu,perlu diwujudkannya rasa kecintaannya terhadap

situs-situs budaya terutama dari generasi muda agar situs batu tulis desa Cipaku

terjaga keberadaannya. Sehingga situs ini tetap mampu memberikan informasi-

informasi kepada peneliti untuk terus menguak misteri yang tersimpan di situs

Batu Tulis Cipaku tersebut.

9

Page 10: BAB I Geowis

2. Menikmati Panorama Curug Nini

Gambar 2.5. Panorama Curug Nini

Gambar 2.6 Curug Nini saat musim kemarau

Kini air terjun nan sejuk ini disebut dengan sebutan yang keliru Curug

Mini, menurut penduduk Cipaku, yang benar adalah “Curug Nini”. Air terjun pada

sebuah kolam yang cukup luas, ada mata air besar di dasar tebing, sehingga kolam

ini belum pernah kering. Tinggi air terjun hanya sekitar 10 meter, bagian dari hulu

10

Page 11: BAB I Geowis

sungai Pingen. Air dibendung untuk irigasi. Berada di perbatasan Desa

Pagerandong dan Desa Cipaku. Dapat ditempuh dari dua arah. Namun untuk

kelancaran wisata selanjutnya sebaiknya ke Curug Nini lewat Pasar Karangnangka

ke arah barat, sekitar tiga kilometer. Jika telah sampai di Balai Desa Cipaku, ada

dua obyek yang cukup berdekatan. Lewat jalan tanah, kalau ke kanan, berarti ke

Curug Nini, hanya sekitar 200 meter. Kolam Curug Nini dikelilingi banyak pohon

pandan, dan di apit oleh bukit-bukit yang berpohon rindang. Tiap bukit terdapat

jalan setapak yang berliku-liku. Secara geologi, curug nini terdiri dari batuan

andesit dan breksi yang memiliki banyak rekahan dimana dari rekahan-rekahan

tersebut mengeluarkan mata air yang sangat indah yang dapat dijadikan panorama

alam yang luar biasa. Pengunjung dapat bercengkerama di tengah dan di tepian

sungai yang permukaannya kering. Bagi anak-anak bisa bermain air yang sejuk

dan bening. Anak desa biasa terjun dari tebing curug ke kolam utama. Menurut

ceritera rakyat setempat, di sini terdapat ikan yang tinggal kepala dan durinya saja.

3. Bergelut dengan arus sungai Klawing hingga congot (pertemuan sungai

Klawing dengan sungai Serayu).

Mendengar nama "Klawing" bagi masyarakat Banyumas dan sekitarnya

khususnya Purbalingga langsung mengerti maksudnya, yaitu sebuah sungai yang

cukup besar. Sungai Klawing merupakan sungai terbesar yang terdapat di

Kabupaten Purbalingga. Membentang, membelah wilayah Purbalingga mulai dari

utara ke selatan.

Mata air Sungai klawing terdapat di kaki Gunung Slamet yaitu di daerah

Karangjambu mengalir ke selatan melewati beberapa kecamatan, antara lain yaitu

kecamatan Bobotsari, Mrebet, Bojongsari, Purbalingga dan Kemangkon di

wilayah barat sedangkan di wilayah timur ada kecamatan Karanganyar,

Kaligondang dan Bukateja. Klawing bermuara di Sungai Serayu dan

pertemuannya terdapat di daerah congot, kedungbenda kecamatan Kemangkon.

Besarnya Sungai Klawing dikarenakan dia merupakan induk sungai dari beberapa

11

Page 12: BAB I Geowis

sungai kecil dan sedang di wilayah Purbalingga. Beberapa sungai yang bermuara

di Klawing adalah : Sungai Tungtung Gunung, Laban, Gintung, Soso, Kacangan.

Banyak penduduk yang tinggal di tepi sungai Klawing menggantungkan

hidupnya pada sungai ini. Mereka banyak yang mencari pasir, batu dan ikan di

sungai ini. Dengan kata lain sungai klawing telah menghidupi mereka. Bagi orang

yang hobi mancing, Klawing juga merupakan tempat favorit mereka. Di daerah

hulu arus airnya cukup deras sehingga cocok untuk olahraga arung jeram.

Gambar 2.6 Sungai Klawing sebagai tempat arung jeram

12

Page 13: BAB I Geowis

Gambar 2.7 Desa Onje dan Masjid Demak sebagai lokasi awal arung jeram

Sungai klawing ini kami sarankan sebagai tempat yang cocok untuk

dijadikan tempat untuk rafting. Stadia sungai ini termasuk ke muda – dewasa

dengan melintasi jeram-jeram di hulu Sungai Klawing yang berarus deras. Air

sungai terlihat sangat jernih dengan batu-batu besar yang terserak di sepanjang

aliran.

Gambar 2.8 Arung Jeram Klawing

Klasifikasi jeram : kelas 2-3, mennurut standard Federasi Arum Jeram

(FAJI) yang mengacu pada Standard America White Water Assocation (AWA),

13

Page 14: BAB I Geowis

sehingga cocok untuk wisata arung jeram, baik untuk family trip maupun

petualangan.

Arung jeram ini akan berakhir di daerah Congot, Desa Kedungbenda,

Kecamatan Kemangkon Kabupaten Purbalingga. Dimana merupakan pertemuan

antara Sungai Klawing dengan Sungai Serayu.

Gambar 2.9 Wisata alam Congot, Desa Kedungbenda

4. Menelusuri tapak purba Gua Lawa

14

Page 15: BAB I Geowis

Gambar 2.10 Objek Wisata Gua Lawa

Gua Lawa berada sekitar ± 27 km kearah utara dari Purbalingga melalui

kecamatan Bobotsari menuju kecamatan Karangreja. Wisata ini tepatnya terletak

di Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. Lokasi wisata

dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun roda dua dengan kondisi

jalan yang sangat baik.

Gua Lawa di Purbalingga secara geologi merupakan sebuah gua yang

menarik untuk dikaji. Salah satu hal yang menarik untuk diteliti adalah proses

terbentuknya gua sebagai akibat proses aliran lava (lava flow) dari produk Gunung

Slamet Purba pada waktu yang lalu. Gua ini memiliki panjang 1.300 m pada

ketinggian 900 m diatas permukaan laut. Seperti halnya gua-gua yang lain, Gua

Lawa juga memiliki keunikan dan kekhasan, baik dari aspek geologinya, fisik-

kimianya maupun flora/faunanya.

Gua Lawa merupakan jenis gua yang memiliki karakter tersendiri, berbeda

dengan gua yang umum kita pahami. Gua umumnya terbentuk pada daerah

berbatuan utama batu gamping atau batuan karbonat. Batuan ini memiliki kadar

15

Page 16: BAB I Geowis

kalsium karbonat yang tinggi yang mudah larut oleh air. Gua di daerah batuan

karbonat ini terbentuk karena larutnya material batu gamping pada retakan-retakan

yang ada hingga meninggalkan jejak berupa rongga-rongga. Poses pelarutan lajut

memungkinkan rongga ini kemudian saling berhubungan (connected) hingga

berkembang melebar dan memanjang akibat berlanjutnya pelarutan dan aliran air

bawah tanah selanjutnya akan membentuk tubuh gua.

Gambar 2.11 Kenampakan Gua Lawa

Gua Lawa terbentuk tidak pada batuan karbonat, sehingga

pembentukannya bukan karena proses pelarutan. Gua Lawa terbentuk pada batuan

beku hasil erupsi volkanik. Batuan beku pembentuk Gua Lawa merupakan hasil

16

Page 17: BAB I Geowis

pembekuan aliran lava. Karakter Gua Lawa sebagai gua pada batuan beku ini

jarang/tidak dijumpai pada daerah-daerah volkanik/gunung api lainnya di Jawa.

Gua Lawa selain sebagai fenomena alam dengan karakteristik fisik dan

proses yang khas, juga tersimpan kisah-kisah legenda di dalamnya. Kolaborasi

antara karakter fisik dan legenda-legenda tokoh mencirikan Gua Lawa sebagai

lokasi yang universal antara perilaku alam dan budaya. Bentuk-bentuk batuan dan

ruang di dalam Gua Lawa menceritakan gambaran tokoh dan imajinasi mistis.

Semua bagian tersebut mempunyai kisah legenda tersendiri. Memang kadang sulit

untuk mengkaitkan kronologi budaya dalam legenda tersebut, tetapi bagaimanapun

legenda sudah menunjukkan bahwa Gua Lawa sebagai warisan alam sudah

mendapat perhatian dan sentuhan dari manusia. Seperti terdapatnya Gua Dada

Lawa, yang sangat mirip dengan dada kelelawar (tubuh bagian ventral) yang

sedang membentangkan sayapnya. Ditempat ini dulu merupakan tempat sarang

kelelawar, bagaimana ilmu pengetahuan menguraikan antara karakter fisik batuan

dengan karakter ekosistem di dalam Gua Dada Lawa ini? Apakah memang ada

keterkaitan antara habitat kelelawar dengan fenomena fisik batuan lava yang mirip

dada lawa? Cerita yang lain seperti adanya Gua Ratu Ayu, konon kabarnya

didalam Gua itu ada dua orang wanita cantik yang bernama Endang Murdaningsih

dan Endang Murdaningrum. Kedua puteri cantik itu mempunyai tiga ekor binatang

kesayangan, berupa tiga ekor harimau. Kemudian di ruangan lain terdapat Sendang

Derajat yang dikisahkan dapat menyebabkan awet muda bagi yang membasuh

muka dengan air sendang tersebut. Kemudian ditempat lain ada batu keris dan Gua

Pertapaan yang digunakan untuk bersemedi bagi yang ingin mendapat kekuatan.

Setelah itu terdapat Gua Langgar yang didalamnya ada tempat pengimaman yang

menghadap ke arah Kiblat. Gua ini dikisahkan sebagai tempat bersembahyang

para wali waktu penyebaran agama Islam. Di tempat lain juga terdapat Gua Cepet,

yang diyakini masyarakat sebagai tempat berkumpulnya makluk halus. Gua ini

konon sering menyesatkan orang sehingga sulit keluar. Demikian kisah legenda-

legenda dari ruangan dan bentuk batu di Gua Lawa, kesemuanya merupakan

bagian tersendiri dan tidak terkait satu dengan yang lainnya. Tetapi dari

17

Page 18: BAB I Geowis

pengkajian geowisata, Gua Lawa adalah merupakan kolaborasi antara wisata yang

mampu memiliki daya tarik keilmuan, budaya masyarakat dan keagamaan.

II.2 Peran Pemerintah Daerah

Kegiatan geowisata ini diperlukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten

Purbalingga terutama dinas-dinas yang terkait diantaranya Dinas Pariwisata, Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan. Perizinan dilakukan dengan memberikan surat

pengantar dan proposal geowisata, yang sekaligus meminta dana sponsor dari dinas

terkait untuk dapat melancarkan kegiatan geowisata yang dilakukan. Perizinan ini

dimaksudkan untuk dapat meningkatkan kepedulian dari masing-masing dinas untuk

mengembangkan pariwisata di dearah Purbalingga terutama geowisatanya.

Dengan melihat segala potensi yang ada di kabupaten Purbalingga, ada

beberapa hal yang harus dilakukan oleh pengambil kebijakan, untuk pengembangan

geowisata :

1. Penguatan konsep ecotourism bagi Kabupaten Purbalingga. Kabupaten

Purbalingga yang memiliki potensi wisata alam yang sangat menarik perlu

dikembangkan secara lebih serius oleh Pemerintah. Hal ini dilakukkan demi

meningkatkan nilai ekonomis wilayah ini bagi penguatan ekonomi masyarakat

sekitar. Namun untuk mengurangi dampak yang negative terhadap kerusakan

lingkungan maka diperlukan sebuah upaya khusus untuk menanggulanginya.

Salah satu konsep yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah dengan

mengembangkan konsep Ecotourism di Kabupaten Purbalingga. Dalam konteks

ini maka wisata Kabupaten Purbalingga akan diarahkan sedemikian rupa agar

pengembangannya tidak menganggu atau selaras dengan upaya konservasi

lingkungan serta berdampak positif bagi pengembangan ekonomi lokal.

Pengembangan ekonomi lokal dilakukkan selain untuk menopang keberlanjutan

konservasi juga diperlukan untuk mendorong kesejahteraan masyarakat sekitar.

Namun dalam mengembangkan dan menguatkan konsep Ecotourism untuk

mengembangkan ekonomi lokal diperlukan sebuah pemahaman yang tepat pada

18

Page 19: BAB I Geowis

masyarakat dan pemerintah lokal. Hal ini dilakukkan agar pemerintah lokal dan

masyarakat bisa berperan aktif dan menjadi stakeholder yang berkepentingan

terhadap pengembangan wilayah ini. Salah satunya adalah dengan

mengembangkan sebuah unit-unit ekonomi (BUMDES-Badan Usaha Milik

Desa) dan Koperasi untuk mendukung aktivitas dan kebutuhan para wisatawan,

mulai dari unit usaha makanan, Souvenir, MCK, Penginapan, Parkir hingga

Pemandu wisata.

2. Mendorong linkage dengan travel unit (agen perjalanan). Pengembangan suatu

kawasan wisata tidak bisa dilepaskan dari keberadan para pemadu wisata dan

agen perjalanan. Karena pemandu wisata dan agen wisata merupakan ujung

tombak terdepan yang langsung berhubungan dengan para wisatwan atau

stakeholder, sehingga untuk lebih mudah dalam mengembangkan suatu

kawasan geowisata maka diperlukan partisipasi mereka secara lebih jauh.

pemandu wisata dan agen perjalanan bisa dikontrol. Selain itu, keinginan dari

para wisatawan dapat lebih mudah ditangkap, sehingga pengembangan

geowisata lebih terarah dan sesuai dengan keinginan stakeholder. Namun dalam

pengembangan hubungan dengan agen perjalanan diperlukan sebuah

kesepakatan tentang konsep Ecotourism yang dikembangkan di wilayah ini. Hal

ini dimaksudkan agar tawaran paket wisata yang diberikan tidak menggangu

upaya konservasi alam yang juga dilakukkan di wilayah ini. Selain itu pihak

pemandu perjalanan juga diharapkan tidak memisahkan diri untuk kepentingan

pemberdayaan masyarakat lokal dalam mendukung Geowisata.

3. Mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat Wisata. Masyarakat lokal

sebenarnya bukanlah hambatan bagi pengembangan Geowisata, karena peran

mereka seharusnya tidak terpisahkan dalam program-program wisata.

Pengelolaan berbasis masyarakat ini merupakan salah satu pendekataan

pengelolaan alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan

masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaanya. Ditambah adanya transfer

19

Page 20: BAB I Geowis

diantara generasi yang menjadikan pengelolaan menjadi berkesinambungan

menjadikan cara inilah yang paling efektif, dibanding cara yang lainya. Secara

umum sudah dibahas sebelumnya bahwa pengelolaan sumberdaya wilayah

pesisir dan lautan efektif adalah yang berbasis pada masyarakat. Nikijuluw

(1994) berpendapat pengelolaan berbasis masyarkat merupakan salah satu

pendekataan pengelolaan alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran

lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaanya. Ditambah adanya

transfer diantara generasi yang menjadikan pengelolaan menjadi

berkesinambungan menjadikan cara inilah yang paling efektif, dibanding cara

yang lainya. Namun, masyarkat juga jangan sampai dilepaskan sendirian untuk

mengelola semuanya. Karena sudah diketahui bersama, bahwa salah satu

masalah utama yang dihadapi dalam pengelolaan geowisata di Indonesia adalah

masalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), karena ketidakmerataan

pendidikan yang diperoleh. Salah satu hal yang bisa dilakukan dengan

melibatkan pemerintah lokal dalam pengeloalaan.

4. Mendorong unit-unit usaha yang strategis. Dengan semakin berkembangnya

wilayah Kabupaten Purbalingga sebagai tempat Geowisata, maka kebutuhan

akan unit-unit usaha penyokong juga diperlukan seperti tempat penginapan,

tempat parkit, usaha souvenir, toko serba ada (perancangan), tempat MCK,

restaurant. Semua unit-unit usaha ini diharapkan dapat berada di wilayah

sendang biru dan tidak beroperasi di Kabupaten Purbalingga, karena diperlukan

untuk mempertahankan kemurnian alam hayati dan sisi naturalisme yang tinggi.

Dalam konteks pengembangan unit-unit usaha juga diperlukan sebuah bentuk

kelembagaan yang baik dengan mengembangkan sisi sosial ekonomi secara

bersamaan (social enterpreneurship) seperti konsep Koperasi dan BUMDES

(Badan Usaha Milik Desa).

5. Melakukan promosi yang gencar. Berkembangnya kawasan wisata Kabupaten

Purbalingga akan semakin baik jika promosi yang dilakukkan juga gencar, hal

ini dilakukkan guna menanamkan image wisata yang kuat di wilayah

20

Page 21: BAB I Geowis

Kabupaten Purbalingga. Promosi yang gencar selain dapat dikaitkan dengan

program-program yang ada dalam agen perjalan juga dapat dilakukkan dengan

mempromosikannya melalui website.

6. Mendorong partisipasi unit aktivitas mahasiswa Pencinta Alam untuk

melakukkan program konservasi secara berkala. Peningkatan upaya konservasi

di wilayah Kabupaten Purbalingga selain dapat dilakukkan oleh pemerintah

lokal juga dapat dikoordinasikan dengan unit-unit aktivitas mahasiswa Pecinta

Alam di daerah Barlingmascakeb. Hal ini dapat dilakukkan dengan terus

melakukkan aktivitas-aktivitas yang ramah dengan lingkungan, seperti menjaga

cagar alam dan kebersihan serta melakukkan pengawasan atau pemanduan

terhadap wisatawan-wisatawan yang datang.

II.3 Transportasi

Dalam perjalanan menuju lokasi wisata aktif maupun pasif, para wisatawan

dapat menggunakan kendaraan umum darat maupun kendaraan pribadi karena medan

yang relatif mudah dicapai. Pada paket wisata aktif maupun pasif pengunjung akan

menggunakan bus yang disediakan panitia sesuai dengan rute yang telah ditentukan.

II.4 Jarak

Perjalanan awal dimulai dari Kampus Teknik Universitas Jenderal Soedirman

Purbalingga, menuju lokasi awal yaitu menapaki jejak purba di Museum Budaya

Lokastithi Giri Badra, di dukuh Pangebonan, Desa Cipaku, Kecamatan Mrebet

±18km ditempuh dalam waktu 30 menit. Kemudian menikmati panorama Curug Nini,

di perbatasan desa Pangerandong dan desa Cipaku terletak ±2km dari lokasi

sebelumnya ditempuh dalam waktu 10 menit. Untuk Wisata aktif, lanjut dalam

kegiatan bergelut dengan arus sungai Klawing hingga congot (pertemuan sungai

Klawing dengan sungai Serayu) dimana kegiatan arung jeram diawali didesa Onje

±8km dari lokasi sebelumnya dan berakhir dicongot ditempuh dalam waktu 15menit

21

Page 22: BAB I Geowis

menuju lokasi awal dan 3-4jam untuk kegiatan arung jeram tersebut. Sedangkan

untuk Wisata Pasif, setelah menapaki jejak purba di Museum Budaya Lokastithi Giri

Badra dan menikmati panorama Curug Nini perjalanan dilanjutkan menelusuri tapak

purba Gua Lawa yang terletak di Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja. ±21km dari

lokasi sebelumnya ditempuh dalam waktu 30 menit.

II.5 Lunch Time, Toilet time, Prayer time

Para peserta mendapatkan snack dan 1 kali makan. Snack untuk pagi hari pada

saat pemberangkatan dan makan siang pada saat beristirahat di Gua Lawa (Wisata

pasif) dan di desa Onje (Wisata aktif). Toilet time disediakan panitia kepada para

peserta di setiap objek wisata yang menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW). Untuk

yang beragama Islam disediakan tempat Shalat Dhuhur di Masjid Wisata Gua Lawa

(Wisata pasif) dan di Masjid Demak di desa Onje (Wisata aktif).

II. 6 Jumlah Peserta

Peserta untuk geowisata ini dibatasi maksimal sebanyak 30 orang dan minimal

15 orang dengan 6 orang interpreter sehingga dalam pemberian materi dan menikmati

lokasi geowisata dengan lebih baik.

II. 7 Waktu Geowisatawan

Waktu berkumpul peserta tepat pukul 07.00 WIB di Kampus Teknik

Universitas Jenderal Soedirman Purbalingga. Keberangkatan dimulai pukul 08.00

WIB.

Wisata Pasif

Waktu Rincian keiatan Penanggungjawab Tempat

07.00-07.30 Menyiapkan Divisi Acara, Kampus Teknik

22

Page 23: BAB I Geowis

perlengkapan

Geowisata

konsumsi,

perlengkapan, ATP,

Korlap

UNSOED

Purbalingga

07.30- 08.00 Keberangkatan

menuju lokasi

pertama

Divisi acara, koralap Kampus Teknik

UNSOED

Purbalingga

08.00 – 09.00 Menapaki jejak

purba di Museum

Budaya Lokastithi

Giri Badra

Divisi acara, koralap Purbalingga

09.00– 09.15 Perjalanan ke curug

nini

Divisi acara,

konsumsi,

dekdok,korlap, ATP

Purbalingga

09.15 – 10.45 Menikmati

panorama Curug

Nini

Divisi acara, koralap Purbalingga

10.45 – 11.15 Perjalanan ke Gua

Lawa

Divisi acara,

konsumsi,

dekdok,korlap, ATP

Purbalingga

11.15 – 12.15 Isoma di lokawisata

Gua Lawa

Divisi acara, koralap Purbalingga

12.15 -14.00 Menelusuri tapak

purba Gua Lawa

Divisi acara,

konsumsi,

dekdok,korlap, ATP

Purbalingga

14.00 – 14.30 Pembelian oleh-oleh

dan souvenir di

lokawisata Gua

Lawa

Divisi acara, koralap Purbalingga

14.30 – 15.30 Perjalanan pulang Divisi acara, koralap Purbalingga

23

Page 24: BAB I Geowis

menuju Kampus

Teknik Unsoed

Wisata Aktif

Waktu Rincian keiatan Penanggungjawab Tempat

07.00-07.30 Menyiapkan

perlengkapan

Geowisata

Divisi Acara,

konsumsi,

perlengkapan, ATP,

Korlap

Kampus Teknik

UNSOED

Purbalingga

07.30- 08.00 Keberangkatan

menuju lokasi

pertama

Divisi acara, koralap Kampus Teknik

UNSOED

Purbalingga

08.00 – 09.00 Menapaki jejak

purba di Museum

Budaya Lokastithi

Giri Badra

Divisi acara, koralap Purbalingga

09.00– 09.15 Perjalanan ke curug

nini

Divisi acara,

konsumsi,

dekdok,korlap, ATP

Purbalingga

09.15 – 10.45 Menikmati

panorama Curug

Nini

Divisi acara, koralap Purbalingga

10.45 – 11.00 Perjalanan ke Desa

Onje untuk arung

jeram

Divisi acara,

konsumsi,

dekdok,korlap, ATP

Purbalingga

11.00 – 12.15 Isoma di desa Onje Divisi acara, koralap Purbalingga

12.15 -16.00 Bergelut dengan

arus sungai Klawing

Divisi acara,

konsumsi,

Purbalingga

24

Page 25: BAB I Geowis

hingga congot dekdok,korlap, ATP

16.00 – 16.30 Menikmati

lokawisata congot

Divisi acara, koralap Purbalingga

16.30 – 17.00 Perjalanan pulang

menuju Kampus

Teknik Unsoed

Divisi acara, koralap Purbalingga

II. 8 Persyaratan Geowisatawan

Wisatawan yang dapat mengikuti kegiatan Menjelajah Bumi Purbalingga,

Kota Kecil nan Eksotis ini dibatasi dari umur 15 – 55 tahun. Hal ini dilakukan untuk

dapat mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Di mana wisatawan yang akan

mengikuti kegiatan ini juga diminta untuk menuliskan riwayat penyakit yang pernah

diderita sehingga panitia dapat melakukan tindakan secepat mungkin jika terjadi

sesuatu pada wisatawan yang bersangkutan.

II. 9 Persiapan

Sebelum kegiatan geowisata berlangsung, para wisatawan yang akan ikut

diminta membawa peralatan pribadi yang diperlukan selama perjalanan geowisata ini.

Hal-hal tersebut antara lain :

• Pakaian ganti

• Sepatu

• Tas ransel

• Peralatan prbadi ( obat-obatan dan perlengkapan pribadi )

• Kamera

• Makanan ringan

II. 10 Biaya

25

Page 26: BAB I Geowis

Peserta Wisata Aktif : Rp. 120.000

Peserta Wisata Pasif : Rp. 80.000

No Seksi Barang Jumlah Harga Satuan Total

1 Sekretaris Kesekertariatan - - 300000

2 Pubdekdok a. Stiker 30 buah 1000 30000

b. Spanduk 1 buah 100000 100000

c. Pamflet 100 lembar 500 50000

d. Kaos 30 buah 40000 1200000

f. Penyewaan alat

rafting5 Set 200000 1000000

3 Konsumsi a. Nasi Bungkus 30 bungkus 10000 300000

b. Aqua gelas 5 kardus 12000 60000

c. Snack 30 bungkus 5000 150000

4 ATP a. Penerangan 10 buah 10000 100000

b. Bis 2 buah 1200000 2400000

5 Humasa. Administrasi Gua

lawa30 orang 7500 225000

6 P3K KSR 2 buah 50000 100000

Total (Rp) 6.015.000

26

Page 27: BAB I Geowis

No. Pemasukan Jumlah Harga Total

1 Peserta Wisata Aktif 30 orang 120.000 3.600.000

2 Peserta 30 orang 80.000 2.400.000

2 Sponsorship (PEMDA PBG) - - 1.500.000

TOTAL (Rp) 7.500.000

BAB III

PENUTUP

Geowisata ” Menjelajah Bumi Purbalingga, Kota Kecil nan Eksotis” mempunyai

potensi geowisata dengan prinsip-prinsip sesuai dengan Deklarasi Quebec 2002 yang

meliputi :

a. Pelestarian alam dan lingkungan

b. Penduduk lokal mendapatkan keuntungan dari pariwisata

27

Page 28: BAB I Geowis

c. Pendidikan dan pengetahuan lingkungan yang didapat oleh wisatawan

d. Kunjungan terbatas (terkendali, bukan kunjungan massal)

Dalam aspek wisata, daerah tujuan wisata di Kabupaten Purbalingga ini

kurang dikenal oleh masyarakat luas, namun dalam ruang lingkup geowisata atau

wisata yang berbasis kebumian dirasa masih belum dikembangkan secara luas,

diharapkan dengan disusunnya makalah ini dapat membuka wacana baru tentang

konsep geowisata yang sesuai dengan prinsip-prinsip Deklarasi Quebec, mengingat di

Kabupaten Purbalingga terdapat potensi geowisata yang cukup besar dilihat dari

keterdapatan fenomena geologi yang bersatu dengan keindahan alam yang

menjadikannya layak sebagai lokasi wisata.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim., 2004,” Potensi Pariwisata Kabupaten Purbalingga”, Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Purbalingga

Anonim., 2006, ” Profil Wisata Kabupaten Purbalingga”, Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Purbalingga

Flint, R.F and Skinner, B.J., 1974 ” Physical Geology”, John Wiley and Sons

28

Page 29: BAB I Geowis

Samodra, H., 2001, ”Nilai Strategis Kawasan Karts di Indonesia, Pengelolaan dan Perlindungannya”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Badan Penelitiandan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral, Bandung, Indonesia.

Suyatno, A., 2001, ”Kelelawar di Indonesia”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI, Balai Penelitian Botani Herbarium Bogoriense, Bogor, Indonesia.

Sumber lain : (diakses pada tanggal 25 November 2012)

http://id.wikipedia.org/wiki/Pariwisata_di_Indonesia

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_mrl_055428_chapter2.pdf

http://eprints.undip.ac.id/17774/1/imam_rudi_kurnnianto.pdf

http://klawingart.blogspot.com/2011/03/kali-klawing-bigest-river-in.html

http://statigr.am/p/320819365396994051_199790885

http://statigr.am/p/317207550406547709_199790885

http://zhukaku.blogspot.com/2012/08/sungai-klawing-dan-sungai-serayu_16.html

29