bab i frida

8
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak menyebabkan kesakitan dan kematian, terutama pada kelompok yang beresiko tinggi seperti bayi, anak balita, dan ibu hamil. Efek yang sering ditimbulkan secara tidak langsung oleh malaria yaitu keadaan anemia yang menyebabkan menurunnya produktivitas kerja (Depkes RI, 2008). Tiga ratus juta penduduk diserang setiap tahunnya dan 2-4 juta meninggal dunia (Depkes RI, 2008). Dilaporkan rata-rata sekitar 219 juta kasus malaria (154-289 juta kasus) dan 660 ribu kematian (610.000–971.000) pada tahun 2010 (WHO, 2012). Laporan WHO dalam World Malaria Report tahun 2012 menyebutkan bahwa terdapat 104 negara dengan endemik malaria. Dari 104 negara tersebut, 79 negara diklasifikasikan sebagai negara dengan fase malaria terkontrol, 10 negara pada fase preeliminasi, 5 negara lain sisanya memasuki fase pencegahan re-infeksi kembali. Walaupun banyak yang mengalami penurunan dari angka insidensi malaria, namun 3 negara bagian di Amerika

Upload: ayu-miftakhun

Post on 14-Sep-2015

217 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kjckflkfcsadmvfkbgmbm

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangMalaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak menyebabkan kesakitan dan kematian, terutama pada kelompok yang beresiko tinggi seperti bayi, anak balita, dan ibu hamil. Efek yang sering ditimbulkan secara tidak langsung oleh malaria yaitu keadaan anemia yang menyebabkan menurunnya produktivitas kerja (Depkes RI, 2008). Tiga ratus juta penduduk diserang setiap tahunnya dan 2-4 juta meninggal dunia (Depkes RI, 2008). Dilaporkan rata-rata sekitar 219 juta kasus malaria (154-289 juta kasus) dan 660 ribu kematian (610.000971.000) pada tahun 2010 (WHO, 2012). Laporan WHO dalam World Malaria Report tahun 2012 menyebutkan bahwa terdapat 104 negara dengan endemik malaria. Dari 104 negara tersebut, 79 negara diklasifikasikan sebagai negara dengan fase malaria terkontrol, 10 negara pada fase preeliminasi, 5 negara lain sisanya memasuki fase pencegahan re-infeksi kembali. Walaupun banyak yang mengalami penurunan dari angka insidensi malaria, namun 3 negara bagian di Amerika dilaporkan mengalami peningkatan angka kesakitan malaria (WHO, 2012). Insidensi akan meningkat pada negara dengan iklim tropik dan subtropik (Widyawaruyanti, 2005). Angka kematian akan meningkat pada negara dengan angka pendapatan perkapita yang rendah (kurang dari US$ 1.25 perorang perhari). Prevalensi juga akan meningkat pada daerah pedesaan dan higienitas yang buruk. Dari sana dapat dilihat sangat jauh untuk mencapai target pada tahun 2015 untuk menjadikan malaria terkontrol dan tereliminasi secara global (WHO, 2012). Di Indonesia, malaria tergolong penyakit menular yang masih bermasalah. Penyakit ini berjangkit di semua pulau di Indonesia, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, baik di kota maupun di desa. Sebagian penduduk di 20 provinsi di Indonesia terjangkit malaria. (Widyawaruyanti, 2005). Di Indonesia dilaporkan terdapat 41.200.000 atau sekitar 17% dari total penduduk merupakan kelompok dengan transmisi malaria yang tinggi. Parasit yang menyebabkan malaria terbanyak di Indonesia yaitu Plasmodium falciparum (55%) dan Plasmodium vivax (45%) (WHO, 2012). Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah endemis malaria. Terdapat enam propinsi yang termasuk daerah endemis tinggi malaria yaitu: Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sumatra Utara, NTB, dan NTT (Widyawaruyanti, 2005)Segala cara diupayakan untuk menekan angka kesakitan dan kematian melalui program pemberantasan malaria yang terdiri dari diagnosisi dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria (Depkes RI, 2008). Salah satu upaya menurunkan insidens penyakit ini telah dilakukan memalui profilaksis malaria. Obat untuk profilaksis malaria yang telah lama dikenal adalah klorokuin dan/atau sulfadoksin-pirimetamin (Laksono Rudy Dwi, 2011).Sejak tahun 1990 pemakaian klorokuin telah menjadikan resistensi pada Plasmodium falciparum di seluruh provinsi Indonesia dan pada Plasmodium vivax di Bangka dan Papua. Selain itu dilaporkan terdapat kasus resistens plasmodium terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia. Keadaan ini dikhawatirkan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit malaria (Depkes RI. 2008). Penggunaan obat secara tidak adekuat dan tidak sesuai dengan aturan pemakaian menyebabkan tingginya tingkat resistensi obat antimalaria. Mekanisme terjadinya resistensi obat terjadi karena mutasi gen dan mutasi ini terjadi karena penggunaan obat dalam dosis subkuratif (Cholis, 2009). Dengan banyaknya muncul kasus resistensi plasmodium terhadap obat antimalaria yang ada mengundang para peneliti untuk menemukan obat baru yang lebih baik , yang berasal dari sumber hayati. Di Indonesia, beberapa tanaman obat yang telah diteliti memiliki aktifitas antiplasmodium secara invivo yaitu ekstrak etanol daun mimba (ED50 = 1,27 mg/kgBB), ekstrak metanol akar pasak bumi (ED sub 50 = 11,20 mg/kgBB), brotowali (ED50 = 97,04 mg/kgBB), meniran (ED sub 50 = 9,1mg/kgBB),mahoni (ED sub50 = 199,87 mg/kgBB), ekstrak air daun sungkai (ED sub 50 = 87,79mg/kgBB) dan daun pauh kijang (ED sub50 = 36,95 mg/kgBB). Bagian tanaman obat yang digunakan sebagai antimalaria dapat berupa daun, batang, maupun akar (Rachel,Turalely, et.al. 2012).Kunyit (Curcuma longa) merupakan anggota dari famili Zingiberaceae. Rimpangnya tumbuh secara horizontal di dalam tanah. Warna kuning yang terdapat pada kunyit bersifat larut lemak, berupa pigmen polifenolik yang dikenal sebagai kurkuminoid. Kurkuminoid yang merupakan bahan aktif yang terkandung dalam kunyit terdiri dari kurkumin, demetoksikurkimin dan bisdemetoksikurkumin. Penggunaan kunyit sebagai obat herbal telah banyak digunakan diseluruh belahan dunia. Di India kunyit digunakan sebagai pengobatan sejak beberapa abad yang lalu. Dari penelitian yang telah dilakukan, kurkumin dalam kunyit memiliki efek antiinflamasi dan anti kanker sehingga mendorong banyak peneliti untuk menguji keefektifan kurkumin dalam kesehatan (M. Akram et. al, 2010). Masyarakat tradisional banyak menggunakan kunyit sebagai obat herbal untuk berbagai macam penyakit, termasuk sebagai antimalaria. Curcumin, suatu polifenol hidrofobik yang terkandung dalam rimpang tanaman kunyit, diketahui memiliki aktivitas biologis dan farmakologis yang luas (Chainani-Wu, Nita, 2003). Pada protozoa, curcumin telah ditunjukkan secara in vitro memiliki aktivitas parasitidal terhadap Leishmania, Trypanosoma, dan Giardia. Sedangkan terhadap malaria, curcumin telah diteliti secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan P. falciparum strain lokal di India. Karakteristik potensial curcumin dalam kunyit memiliki daya penghambatan pertumbuhan P. falciparum intraeritrosit. Secara invivo, curcumin memiliki efek penghambatan pertumbuhan Plasmodium berghei dan mekanisme kerja yang sinergis dengan Artemisin (Cui Long, et.al 2007). Telah dilakukan beberapa penelitian mengenai efek kurkumin sebagai antiplasmodium. Dengan peningkatan dosis ditemukan efek penghambatan pertumbuhan yang semakin tinggi. Suatu bahan dikatakan berpotensi sebagai antimalaria jika ED50 kurang dari 1-5 M untuk uji in vitro sedangkan untuk uji in vivo apabila kurang dari 5-25 mg per kg. Aktivitas antimalaria menggunakan curcumin dalam kunyit terhadap P. falciparum strain 3D7 setelah inkubasi 48 jam diperoleh ED50 sebesar 0,077 M (Prabowo Satria Arief et.al , 2012). Pada P. falciparum strain CQS dan CQR diperoleh ED50 pada interval 20 - 30 M (Cui Long, et.al, 2007). Dengan adanya penelitian yang membuktikan efek kunyit sebagai antiplasmodium mendorong peneliti untuk melaksanakan penelitian mengenai efek pemberian ekstrak rimpang kunyit (Curcuma Longa Linn) sebagai profilaksis terhadap parasitemia pada mencit yang diinfeksi oleh Plasmodium berghei.1.2. Rumusan Masalah1.2.1. UmumBagaimana efektivitas pemberian ekstrak rimpang kunyit (Curcuma Longa Linn) sebagai profilaksis terhadap parasitemia pada mencit yang diinfeksi oleh Plasmodium berghei? 1.2.2. Khusus1. Apakah pemberian ekstrak rimpang kunyit (Curcuma Longa Linn) dapat menjadi profilaksis terhadap parasitemia pada mencit Balb/C yang diinfeksi oleh Plasmodium berghei? 1.3. Tujuan Penelitian1.3.1. Tujuan umumUntuk mengetahui efektifitas pemberian ekstrak rimpang kunyit (Curcuma Longa Linn) sebagai profilaksis terhadap parasitemia pada mencit yang diinfeksi oleh Plasmodium berghei.1.3.2. Tujuan khusus1. Untuk mengetahui hubungan pemberian ekstrak rimpang kunyit (Curcuma Longa Linn) sebelum diinfeksikan Plasmodium berghei dengan parasitemia pada mencit Balb/C. 2. Untuk mengetahui hambatan parasitemia Plasmodium berghei pada mencit Balb/C pada hari ke nol hingga hari keempat setelah diinfeksikan. 1.4. Manfaat PenelitianAdapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi masyarakat secara luas, diharapkan dapat memberi informasi mengenai pemanfaatan rimpang kunyit (Curcuma Longa Linn) sebagai pencegahan terhadap infeksi malaria. 2. Bagi peneliti lain, dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai data sekunder sehingga memudahkan penelitiannya.3. Bagi peneliti dapat menyelesaikan salah satu syarat meraih gelar Sarjana Kedokteran.