bab i evapro.docx

Upload: preston-parker

Post on 14-Jan-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangMalnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-negara berkembang, yang merupakan faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita (Muller, 2005). The United Nations Childrens Fund (UNICEF) pada tanggal 12 September 2008 menyatakan malnutrisi sebagai penyebab lebih dari 1/3 dari 9,2 juta kematian pada anak-anak dibawah usia 5 tahun di dunia. Terdapat kemunduran signifikan dalam kematian anak secara global di tahun 2007 tetapi tetap terdapat rentang yang sangat jauh antara negara-negara kaya dan miskin, khususnya di Afrika dan Asia Tenggara (WHO, 2008).Gangguan Kurang Energi Protein (KEP) pada anak masih merupakan masalah kesehatan penting dan darurat di masyarakat terutama anak balita. Kasus kematian balita akibat gizi buruk kembali berulang, terjadi secara masif dengan wilayah sebaran yang hampir merata di seluruh tanah air (Kemenkes, 2011). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun 2010, ditemukan sebanyak 13,0% anak dengan status gizi kurang, dengan 4,9% diantaranya berstatus gizi buruk. Berdasarkan data tersebut juga didapatkan 13,3% anak kurus, dengan 6,0% diantaranya tergolong sangat kurus dan 17,1% anak termasuk katergori sangat pendek (Kemenkes, 2011). Data RISKESDAS 2007 menunjukkan prevalensi sangat kurus atau masalah gizi buruk pada anak balita di Indonesia sebesar 6,2%; terendah 3,6% (Jawa Barat) dan tertinggi 12,2% (Riau) (Depkes RI, 2007). Pada tahun 2010 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI kembali melakukan RISKESDAS di seluruh provinsi di Indonesia. Data RISKESDAS 2010 menunjukkan prevalensi masalah gizi buruk secara nasional turun sedikit menjadi 6%; terendah sebesar 1,7% (Bangka Belitung) dan tertinggi 11,3% (Jambi) (Depkes RI, 2010).

Secara nasional, prevalensi berat kurang pada tahun 2013 adalah 19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%) terlihat peningkatan. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% pada tahun 2007, 4,9 % pada tahun 2010, dan 5,7 % tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% pada 2013. Untuk mencapai sasaran MDG tahun 2015 yaitu 15,5 % maka prevalensi gizi buruk kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4,1% dalam periode 2013 sampai 2015 (Bappenas, 2014).Menurut data gizi balita Kementerian Kesehatan, pada Provinsi Jawa Barat tahun 2014 terdapat penderita gizi kurang sebesar 9,9%, dan gizi buruk 3,1% (Kemenkes, 2014). Prevalensi gizi buruk kurang yang tertinggi adalah Kabupaten Bandung Barat (22,4%) sedangkan yang terendah adalah Kota Cimahi (10,2%). Masalah stunting / pendek pada balita menunjukkan angka rata rata Jawa Barat 35,3%. Prevalensi yang tertinggi Kabupaten Bandung Barat (52,5%) dan terendah Kota Depok (25,7%) (DISKES JABAR, 2013).Kelompok umur yang terbanyak pada status gizi sangat kurus terjadi pada umur 6 11 bulan (6,8%) dan pada umur 0-5 bulan sebesar 6,7%, dengan jenis kelamin laki-laki lebih besar daripada perempuan. Berdasarkan data bersumber Bulan Penimbangan Balita (BPB) pada tahun 2013, bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya terlihat adanya peningkatan dimana sebagian besar balita di Jawa Barat 90,97% berstatus gizi baik, balita dengan gizi kurang menurun menjadi 6,62% dan gizi buruk sebanyak 0,64% (DISKES JABAR, 2013).Pada tahun 2011, dari hasil penimbangan pada 115.140 balita terdapat 5.195 balita (4,51%) gizi lebih, 104.876 balita gizi baik (91,09%), 4.940 balita gizi kurang (4,29%), dan 129 balita gizi buruk (0,11%). Pada tahun 2012 dilaporkan bahwa dari 121.702 balita hasil penimbangan balita terdapat 4.746 (4%) balita dengan gizi lebih,111.112 (91%) balita gizi baik, 5.563 (5%) balita gizi kurang, dan 120 balita (0,1%) balita gizi buruk. Tahun 2013 dari 111.340 balita ditimbang terdapat 7.970 (7,16%), balita gizi baik 98.262 (88,23%), balita gizi kurang 5.051(4,54%), dan balita gizi buruk 87 orang (0,08%). Semua balita gizi buruk yang dilaporkan telah ditangani sesuai prosedur (DINKES Depok, 2013).Sebanyak lebih dari 80 persen kasus gizi buruk atau malnutrisi berkaitan dengan kemiskinan, ketidakmampuan keluarga. Terdapat pula faktor lain yang berpengaruh seperti keadaan lingkungan yang jelek, penyediaan air bersih yang kurang, tingkat pendidikan, dan pengetahuan orangtua yang rendah (Shashidar, 2014). Keadaan ini berpengaruh terhadap masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih dari 50 persen kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat (Muller, 2005).Salah satu cara penanggulangan ,masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani kasus yang ditemukan. Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, puskesmas perawatan, Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Centre (TFC), sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan (Kemenkes, 2011).1.2. MasalahBelum diketahuinya pencapaian dan tingkat keberhasilan Program Pusat Pemulihan Gizi di UPT Puskesmas Kecamatan Cimanggis, Depok tahun 2014.

1.3. Tujuan1.3.1. Tujuan UmumMelalukan evaluasi Program Pusat Pemulihan Gizi di UPT Puskesmas Kecamatan Cimanggis guna meningkatkan pencapaian target program tersebut pada tahun tahun berikutnya.1.3.2. Tujuan Khusus1. Mengetahui pencapaian target Program Pusat Pemulihan Gizi di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, Depok.2. Mengetahui masalah dalam pelaksanaan Program Pusat Pemulihan Gizi di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, Depok.3. Mengetahui prioritas masalah Program Pusat Pemulihan Gizi di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, Depok.4. Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi prioritas masalah Program Pusat Pemulihan Gizi di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, Depok.5. Mengetahui alternatif pemecahan masalah Program Pusat Pemulihan Gizi di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, Depok.6. Mengetahui prioritas cara pemecahan masalah Program Pusat Pemulihan Gizi di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, Depok.

1.4. Manfaat1.4.1. Manfaat Bagi Puskesmas1. Mendapatkan gambaran tentang kemungkinan penyebab masalah pada pelaksanaan Program Pusat Pemulihan Gizi di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, Depok.2. Mendapatkan alternatif pemecahan masalah pada Program Program Pusat Pemulihan Gizi di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, Depok.3. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pelaksanaan Program Pusat Pemulihan Gizi di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, Depok.1.4.2. Manfaat Bagi Masyarakat1. Meningkatkan mutu kesehatan masyarakat, khususnya pada masalah gizi, melalui peningkatan pelaksanaan Program Pusat Pemulihan Gizi di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, Depok.2. Meminimalisasi masalah gizi masyarakat melalui gambaran tentang kemungkinan penyebab masalah dan masukan alternatif pemecahan masalah pada Program Program Pusat Pemulihan Gizi di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, Depok.1.4.3. Manfaat Bagi UniversitasMelaksanakan tanggung jawab universitas yang tertuang dalam tridharma perguruan tinggi dengan melaksanakan fungsi dan tugas perguruan tinggi sebagi lembaga penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian bagi masyarakat.

1.4.4. Manfaat Bagi Mahasiswa1. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.2. Mendapatkan pengalaman belajar mengenai manajemen dan evaluasi program Puskesmas.3. Mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan Program Pusat Pemulihan Gizi di Puskesmas Kecamatan Cimanggis periode Januari Desember 2014.4. Dapat mengidentifikasi masalah dan memberikan alternatif penyelesaian masalah sebagai masukan untuk pelaksanaan Program Pusat Pemulihan Gizi di Puskesmas Kecamatan Cimanggis periode Januari Desember 2014.

1